1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Matriks ekstraseluler (MES) merupakan suatu jejaring kompleks
berbagai komponen yang bertanggung jawab untuk membentuk dan memelihara
arsitektur jaringan (Kreig & Aumailley, 2011; Kreig et al, 2012). Penyusun MES
sebagian besar berupa protein yang terdiri atas kolagen, elastin, fibronektin,
proteoglikan, dan berbagai molekul lainnya. Kolagen adalah protein penyusun
utama jaringan ikat serta protein utama dalam MES (Kreig & Aumailley, 2011;
Kreig et al, 2012; Porter, 2007). Hampir 80% berat kering dermis kulit manusia
tersusun atas kolagen (Kadler et al, 1996; Kreig et al, 2012).
Kolagen di dalam jaringan diproduksi oleh fibroblas (Porter, 2007).
Fibroblas dalam mensintesis kolagen membutuhkan berbagai faktor pertumbuhan,
sitokin, dan kemokin yang antara lain diproduksi oleh fibroblas, keratinosit, sel
endothelial, serta sel-sel radang. Salah satu regulator utama dalam sintesis kolagen
adalah transforming growth factor-β (TGF-β), suatu faktor pertumbuhan yang
berperan dalam berbagai kondisi fisiologis maupun patologis (Kreig & Aumailley,
2011; Kreig et al, 2012; Chen & Raghunath, 2009). Transforming growth factorβ selain bersifat autokrin, juga memiliki sifat parakrin yang mampu menginduksi
ekspresi gena penyandi faktor pertumbuhan lain dalam fibroblas, serta sitokin
seperti platelet-derived growth factor (PDGF), interleukin 1 dan 4, serta kemokin
di mana semua ini berperan dalam sintesis kolagen (Kreig & Aumailley, 2011;
Kreig et al, 2012).
1
Saliva mengandung protein yang memiliki berbagai fungsi biologis
dalam memelihara kesehatan kavum oris, antara lain berupa kalikrein, lisosim,
amilase, immunoglobulin, renin, dan faktor pertumbuhan (Abbasian et al, 2010).
Protein ini berperan melubrikasi kavitas oris, remineralisasi permukaan gigi,
menginisiasi proses digesti makanan, proteksi dari mikroba, serta memelihara
integritas mukosa. Pertahanan integritas mukosa ini diduga kuat oleh karena peran
faktor pertumbuhan yang terkandung dalam saliva (Oxford et al, 1999).
Saliva binatang telah lama diketahui merupakan reservoir faktor
pertumbuhan dan berperan dalam proses penyembuhan luka. Hal ini bermula dari
pengamatan bahwa kebiasaan binatang menjilat luka pada tubuhnya sendiri dapat
menginduksi penyembuhan luka tersebut (Grossman et al, 2004). Penelitian in
vitro maupun in vivo yang mengungkap peran saliva tikus terhadap penyembuhan
luka juga sudah banyak kita jumpai. Penelitian-penelitian tersebut menyebutkan
bahwa saliva merupakan sumber faktor pertumbuhan antara lain epidermal growth
factor (EGF), basic fibroblast growth factor (bFGF), transforming growth factor
alfa dan beta (TGF-α, TGF-β), dan insulin-like growth factor I dan II (IGF-I,
IGF-II). Faktor-faktor pertumbuhan ini ini akan menstimulasi sel-sel radang
menuju area luka, menginduksi proliferasi keratinosit dan fibroblas, angiogenesis,
serta membentuk jaringan granulasi (Abbasian et al, 2010; Fujisawa et al, 2003).
Berdasarkan pengamatan dan penelitian tentang saliva binatang terhadap
penyembuhan luka yang diduga kuat oleh karena adanya faktor pertumbuhan yang
terkandung di dalamnya, maka saliva manusia diharapkan dapat menjadi salah
satu material yang dapat menginduksi sintesis kolagen. Sepengetahuan penulis,
2
saat ini belum ada penelitian in vitro mengenai pengaruh saliva manusia terhadap
timbunan kolagen biakan fibroblas kulit normal.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
Apakah saliva manusia mampu meningkatkan timbunan kolagen biakan fibroblas
kulit normal?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum:
Mengetahui kemungkinan peran saliva dalam menginduksi sintesis kolagen.
2. Tujuan khusus:
Membandingkan timbunan kolagen pada biakan fibroblas kulit normal yang
mendapat saliva manusia berbagai konsentrasi dan yang tidak.
D. Manfaat Penelitian
Apabila saliva manusia terbukti dapat memacu peningkatan timbunan
kolagen biakan fibroblas kulit normal, maka dapat digunakan sebagai landasan
penelitian selanjutnya dan aplikasi klinisnya diharapkan dapat menjadi pilihan
terapi pada kasus-kasus yang membutuhkan induksi sintesis kolagen dengan
pertimbangan lebih lanjut mengenai cara aplikasi yang etis.
3
E. Keaslian Penelitian
Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian in vitro mengenai peran
saliva manusia dalam meningkatkan timbunan kolagen biakan fibroblas kulit
normal.
Tabel 1. Penelitian Serupa yang Pernah Dilakukan
Peneliti
Judul
Hasil
Abbasian et al,
Iranian Journal of
Basic
Medical
Sciences 2010: 13:
242-247
Effects of Rat’s Licking
Behavior on Cutaneous
Wound Healing
Grossman et al,
Cell and Tissue
Banking 2004: 5:
205-212
Effect of rat salivary
glands extracts on the
proliferation
of
cultured skin cells-a
wound healing model
Oxford
et
al,
Journal
Maxillofacial
Surgery 1999: 57:
154-158
Elevated Levels of
Human
Salivary
Epidermal
Growth
Factor After Oral and
Juxtaoral Surgery
Jia et al, Zhongguo
Xiu Fu Chong Jian
Wai Ke Za Zhi
2012: 26(5): 563566
Effect of Human Saliva
on Wound Healing
Model luka pada bagian
ventral
tubuh
tikus
menyembuh lebih cepat
dibandingkan
dorsal
karena perilaku menjilat
luka oleh tikus.
Setiap glandula saliva
memiliki pengaruh yang
spesifik
terhadap
penyembuhan luka dan
kombinasi
ketiganya
bersifat aditif.
Kadar
EGF
saliva
meningkat paska operasi
yang
memacu
penyembuhan luka pada
kavum oris.
Model
luka
pada
kelompok kelinci yang
diberi saliva mengalami
penyembuhan lebih cepat
dibanding
kelompok
kontrol.
4
Perbedaan
Saliva
yang
digunakan adalah
saliva tikus dan
penelitian
ini
adalah in vivo
pada tikus.
Saliva
yang
digunakan adalah
saliva tikus.
Hanya mengukur
kadar EGF saja.
Saliva
manusia
dicobakan secara
in
vivo
pada
binatang
coba
kelinci.
Download