Efektifitas dan Kualitas Iklan Layanan Masyarakat tentang

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Dasar
Dalam dunia pendidikan ilmu komunikasi dikenal dengan unsur
komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell. Menurut ahli lainnya seperti
Harold Lasswell (Effendy,2004:10) mengatakan bahwa cara yang baik untuk
menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect?
Lasswell di atas menunjukan bahwa komunikasi meliputi lima unsur, yakni :
a. Komunikator
Dalam periklanan seseorang yang mempunyai kepentingan mengirimkan
pesan disebut sebagai pengiklan.
b. Pesan (message)
Dalam kegiatan periklanan, pesan yang dimaksudkan adalah iklan yang
disajikan baik media cetak maupun media elektronik.
c. Media (channel, media)
Dalam kegiatan periklanan, media dibedakan menjadi dua yakni media lini
bawah (bellow the line) dan media lini atas (above the line)
d. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
12
Komunikan dalam kegiatan perikalanan disebut sebagai sasaran khalayak atau
targer audience.
e. Efek (effect, impact, influence)
Efek dalam komunikasi terbagi atas 3 yaitu :
1. Efek Kognitif : Efek yang berhubungan dengan pengetahuan dari
penerima pesan.
2. Efek Afektif : Efek yang diterima oleh penerima pesan berhubungan
dengan apa yang dirasakan oleh penerima pesan.
3. Efek Konatif/Psikomotor : Efek yang mengharapkan tergeraknya
komunikan atau penerima pesan untuk melakukan sesuatu yang
disarankan oleh komunikator dalam penyampaian pesannya.
Dari ketiga komponen diatas, Jallaludin Rakhmat (2005:37) menjelaskan
bahwa manusia merupakan makhluk sosial, dari proses sosial inilah manusia
memperoleh beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi seseorang untuk
berperilaku dan mengambil sebuah keputusan. Ketiga komponen efek yang dijelaskan
sebelumnya juga di atas merupakan efek yang juga diharapkan dalam suatu kegaitan
perikalanan saat target khalayak menerima pesan dari iklan yang disajikan. Dengan
kasus yang penulis kajikan dalam penelitian ini, efek kognitif akan melihat sampai
sejauh mana iklan layanan masyarakat melalui media televisi lokal di Kota Ambon
mempunyai peranan dalam menyebarkan pesan-pesan perdamaian berupa iklan
layanan masyarakat dalam bentuk himbauan dari berbagai kalangan Instansi
Pemerintah daerha maupun tokok-tokoh agama. Sedangkan dalam efek afktif, yang
ingin ditinjau adalah bagaimana iklan layanan masyarakat itu dapat diterima maupun
dirasakan oleh masyarakat Kota Ambon khususnya, pasca konflik 11 September
2011. Dan bagaimana proses tindakan dari masyarakat dalam menerima Iklan
13
Layanan Masyarakat yang ditayangkan oleh satu-satunya media televisi lokal yang
berada di Kota Ambon yakni Molluca TV.
2.2 Iklan Layanan Masyarakat
Iklan Layanan Masyarakat adalah iklan yang bermanfaat untuk menggerakkan
solidaritas masyarakat ketika mengahadapi suatu masalah sosial. Iklan tersebut
menyajikan pesan-pesan sosial yang dimaksudkan untuk membangkitkan kepedulian
masyarakat terhadap sejumlah masalah yang harus mereka hadapai, yakni kondisi
yang bisa mengancam keserasian dan kehidupan umum (Kasali, dalam Soehartami,
2006). Menurut David L. Rados (dalam Soehartami, 2006), Iklan Layanan
Masyarakat adalah iklan yang mempromosikan kegiatan organisasi publik maupun
organisasi non profit dimana iklan tersebut tidak dikenakan biaya. Iklan Layanan
Masyarakat merupakan suatu pemberitahuan yang tidak dikenakan biaya dan untuk
mempromosikan program, aktifitas, atau pelayanan dari negara, atau pemerintah lokal
beserta program-program dan kegiatannya; atau pelayanan dari organisasi non profit
dan pemberitahuan lainnya yang ditujukan sebagai pelayanan kepentingan komunitas
atau masyarakat sekitar, tidak termasuk sinyalsinyal bunyi, pemberitahuan rutin
tentang cuaca dan pemberitahuan promosi. Iklan layanan masyarakat (bahasa Inggris:
Public Service Ad atau disingkat PSA) adalah iklan yang menyajikan pesan-pesan
sosial yang bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap
sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang bisa mengancam
keselarasan dan kehidupan umum. Iklan layanan masyarakat (ILM) dapat
dikampanyekan oleh organisasi profit atau non profit dengan tujuan sosial ekonomis
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Dewan Periklanan di
Amerika Serikat yang mensponsori Iklan Layanan Masyarakat (ILM), terdapat
beberapa kriteria yang digunakan untuk menetapkan sebuah iklan sebagai iklan
layanan masyarakat atau bukan, yaitu :
14
1. Tidak komersil (contoh: iklan pemakaian helm dalam berkendara)
2. Tidak bersifat keagamaan.
3. Tidak bersifat politis.
4. Berwawasan nasional
5. Diperuntukkan untuk semua lapisan masyarakat.
6. Diajukan oleh organisasi yang telah diakui dan diterima.
7. Dapat diiklankan.
8. Mempunyai dampak dan kepentingan tinggi sehingga patut memperoleh
dukungan media lokal maupun nasional.
Dari kriteria tersebut diatas, maka diberikan ciri-ciri Iklan Layanan Masyarakat
(ILM) :
1.
Tidak mengandung unsur komersial.
2.
Tidak ada unsur produk.
3.
Klien ILM adalah yayasan/organisasi sosial nonprofit.
4.
Berupa didikan/anjuran tingkah laku tertentu (persuasi).
5.
“Kecenderungan” memiliki target lebih luas daripada periklanan komersial.
2.3 Efektivitas Iklan
Iklan yang efektif adalah iklan yang memikirkan dan memahami kebutuhan
pelanggan, iklan yang mengkomunikasikan keuntungan-keuntungan yang spesifik,
iklan yang menekankan pada tindakan spesifik yang harus diambil oleh konsumen.
Iklan yang baik memahami bahwa orang-orang tidak membeli produk, tapi membeli
keuntungan dari produk tersebut dan lebih dari itu iklan yang efektif adalah iklan
yang mendapat perhatian dan diingat serta membuat orang-orang bertindak untuk
melakukan pembelian (Schultz & Tenenbaum dalam Handoko, 2006). Shimp (2003)
15
menyatakan iklan disebut efektif bila mencapai tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh
pengiklan. Pada taraf minimun, iklan yang efektif memiliki beberapa komponen
yakni efek kognitif, efek afektif dan efek psikomotorik atau konatif. Dalam ketiga
komponen ini memliki kekuatan masing-masing yang dapat dikaji. Rakhmat
(2005:37).
Menurut Markenzie & Lutz (Dominanto, 2008), sikap terhadap iklan adalah
predisposisi merespon dalam cara yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
terhadap rangsangan iklan tertentu pada saat penayangan suatu iklan. Respon kognitif
adalah cara konsumen berpikir mengenai sebuah iklan, sedangkan sikap terhadap
iklan (afektif) merupakan cara konsumen merasakan hal tersebut. Assael
sebagaimana dikutip Dominanto (2008) menjelaskan bahwa pemahaman adalah
proses kognitif yang melibatkan interpretasi untuk mengetahui suatu konsep,
peristiwa, objek, dan manusia dalam lingkungan Respon kognitif yang positif
(support arguments and source bolstering) umumnya akan menghasilkan sikap
positif konsumen terhadap iklan. Yang dimana, dalam respon tersebut diharapkan
mampu membawa sisi positif bagi masyarakat Kota Ambon agar tidak terpancing
atau terprovokasi dengan isu-isu yang tersebar. Begitupun sebaliknya, respon kognitif
yang negatif (counterarguments and source derogation) umumnya menghasilkan
sikap negatif. Karena aspek afektif yang dominan maka sikap terhadap iklan diukur
dalam afektif penerima pesan yang menilai baik-tidak baik, suka-tidak suka, menariktidak menarik, kreatif-tidak kreatif, informatif-tidak informatif.
2.4 Kualitas Pesan Iklan
Iklan yang baik biasanya difokuskan pada satu usulan penjualan inti, yang
berisi hal-hal yang menarik dari merek yang diiklankan, menyatakan sesuatu yang
eksklusif, berbeda dan tidak akan dijumpai di merek yang lain, serta dapat
meyakinkan atau dibuktikan konsumen (Kotler, 2003). Takeuchi dan Nishio
menyatakan bahwa kualitas iklan dapat dinilai melalui pesan-pesan yang informatif,
16
disampaikan secara familier, dan mampu memikat keterlibatan konsumen pada saat
ditayangkan (Albari, 2007). Sedangkan menurut Durianto dan Liana (2004),
memformulasikan pesan iklan harus memperhatikan apa yang akan dikatakan (isi
pesan), bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan), bagaimana
mengatakannya secara simbolis (format iklan), dan siapa seharusnya yang
mengatakan (sumber pesan).
Berdasarkan paparan teori diatas, penulis lebih menekankan pada kualitas
pesan yang menjabarkan tentang informasi tingkat informatif, cara penyampaian,
daya pikat terhadap konsumen/khalayak. Tiga cara yang tepat dalam penggambaran
mengenai kualitas pesan yang akan penulis teliti, sehingga dapat menemukan titik
terang bagaimana Iklan Layanan Masyarakat itu disuguhkan bagi para masyarakat
Kota Ambon Pasca Konflik 11 September 2011. Diharapkan penuh dalam ketiga
komponen ini mempunyai pola dan peranan tersendiri dalam menyebarkan pesanpesan yang bersifat positif. Pesan iklan dapat dianalogikan sama seperti pendorong,
yaitu suatu kegiatan yang menunjukkan segala kebutuhan dari calon pembeli. Pesan
iklan yang ideal menurut Kotler (1996) adalah pesan iklan harus menarik perhatian
(attention), mempertahankan ketertarikan (interest), membangkitkan keinginan
(desire), dan menggerakkan tindakan (action).
Menurut Situmorang (2008), pesan iklan dapat dibuat berdasarkan :
1) Tingkat diinginkannya, iklan harus mengatakan suatu hal yang diinginkan atau
menarik dari produk tersebut.
2) Keekslusifannya, iklan harus mengatakan mengapa produk tersebut ekslusif
ataupun berbeda dengan merek lain yang ada di pasar.
3) Tingkat dipercayainya, dimana pesan iklan tersebut dapat dipercaya atau
dibuktikan.
Dalam merencanakan pesan yang baik, kata-kata iklan yang tepat akan
membantu sebuah iklan untuk berkomunikasi secara jelas kepada pasar targetnya
(Cannon dkk, 2009). Apa yang harus dikomunikasikan oleh iklan dengan katakatanya
(copy trust) dan ilustrasinya sehingga pesan yang disampaikan akan mudah dipahami
17
dan menarik pemirsa. Komponen kreatif iklan terdiri dari bahasa iklan, gambar atau
ilustrasi, dan tata letak. Bahasa iklan dapat disampaikan secara verbal (wording),
sementara gambar atau ilustrasi sering diposisikan sebagai pendukung. Sementara itu
Menon, Block dan Ramanathan menyatakan pengiklan perlu mendemonstrasikan
isyarat pesannya, karena isyarat pesan yang diberikan mempengaruhi estimasi mereka
pada risiko diri, meningkatkan pemrosesan pesan, sikap dan minat berperilaku
(Albari, 2007). Menurut Takeuchi dan Nishio seperti yang dikutip Albari (2007),
iklan yang mempunyai muatan kognisi dan affeksi positif mampu mencapai penetrasi
yang sangat dalam. Kognisi positif menunjukkan perasaan konsumen pada iklan
persuasif, sedangkan affeksi positif mengarah pada perasaan familier. Sementara
Muehling dan Sprott berpendapat bahwa pengingatan nostalgia dalam periklanan
mempengaruhi pola pikir konsumen selama penayangan iklan (Albari 2007). Proses
berpikir muncul untuk mempengaruhi sikap terhadap iklan dan merek. Dengan
demikian, pesan iklan yang mampu berkomunikasi dengan baik kepada khalayak
diharapkan akan dapat meningkatkan efektivitas iklan layanan masyarakat.
2.5. Pendekatan: Uses and Gratification Dalam Mengkaji Efektifitas dan
Kualitas Iklan Layanan Masyarakat.
Efektivitas dan kualitas pesan dalam sebuah iklan layanan masyarakat
sangatlah berpengaruh penting antara satu dengan yang lainnya. Nilai pengaruhnya
dari efektifitas itu berkaitan dengan iklan yang memikirkan dan memahami
kebutuhan pelanggan, atau dengan kata lain, iklan yang mengkomunikasikan
keuntungan-keuntungan yang spesifik dan juga iklan yang menekankan pada tindakan
spesifik yang harus diambil oleh konsumen (Kotler, 2003). Untuk itu, iklan layanan
masyarakat yang ditayangkan oleh stasiun televisi lokal Molluca TV di Kota Ambon
mengenai peristiwa tentang konflik yang terjadi pada tanggal 11 September 2011
diharapkan dapat memberikan pesan-pesan perdamaian yang dapat membangun rasa
18
saling menghargai antar umat masyarakat khususnya di Kota Ambon dalam
kehidupan bersama-sama layaknya pada zaman dahulu yang berpegang teguh dengan
slogan “satu gandong”. Yang artinya walaupun berbeda keyakinan, namun tali
persaudaraan tetap terjaga secara utuh. Sehingga melalui efektifitas iklan layanan
masyarakat tersebut, pemerintah daerah terus memberikan himbauan-himbauan
positif agar tidak terjadi perpecahan antar umat masyarakat. Kemudian dari sisi
kualitas pesan dalam iklan layanan masyarakat adalah bagaimana iklan tersebut
memberikan kontribusi positif dalam membangun paradigm yang sama dan tidak
berbeda-beda dalam menjalani kehidupan yang rukun dan aman, sehingga konflik di
Kota Ambon boleh berangsur baik dan tidak mengalami konflik yang dapat merusak
kebersamaan warga Kota Ambon khususnya.
Efektifitas dan kualitas iklan layanan masyarakat dikaji dengan menggunakan
pendekatan Uses and Gratification yang dijelaskan oleh Rakhmat (2001), yaitu
bahwa khalayak dianggap aktif menggunakan media massa untuk memenuhi
kebutuhannya. Menurut pendekatan Uses and Gratification, seseorang menggunakan
media massa karena didorong oleh motif-motif tertentu. Motif-motif inilah dikaji
dalam ketiga komponen yakni efek kognitif yang merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen kognitif ini berisi tentang
kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu yang dapat
disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau
problem yang kontroversial. Efek afektif merupakan perasaan yang menyangkut
aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruhpengaruh yang mungkin mengubah sikap seseorang dalam berperilaku atau
mengambil keputusan. Sedangkan efek psikomotorik atau konatif adalah aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang
dan berisi kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara
tertentu. Sehingga dalam ketiga komponen efek psikologi ini, peneliti dapat
menemukan sampai sejauh mana efektifitas iklan layanan masyarakat itu dimaknai
19
dan disikapi oleh masyarakat Kota Ambon yang menonton iklan layanan masyarakat
tersebut, yang didalamnya mengandung himbauan para petinggi daerah seperti
Gubernur dan Walikota dan tokoh-tokoh agama.
Untuk itu, dalam pengkajian dengan menggunakan pendekatan Uses and
Gratification khalayak ditempatkan sebagai titik fokus atau pusat penelitian. McQuail
dan Windahl (1993) menjelaskan bahwa yang paling penting dari teori gratifikasi
penggunaan media adalah ide bahwa media menawarkan “imbalan” yang bisa
diharapkan (dapat diprediksi) oleh anggota khalayak berdasarkan pengalaman mereka
di masa lalu tentang media. Kedua sarjana ini juga melihat bahwa gagasan tersebut
menyediakan cara untuk menjelaskan perilaku penggunaan media massa.
20
Download