II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup Bangsa

advertisement
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1
Itik Cihateup
Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan
tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, hidup dan beradaptasi pada daerah ketinggian
378 mdpl dan sering disebut dengan itik gunung (Wulandari dkk., 2005). Itik
Cihateup penyebarannya sudah sampai di daerah Kabupaten Garut. Selain itik
Cihateup, ada juga itik Cirebon yang juga asal Jawa Barat dan memiliki ciri-ciri
yang hampir sama dengan itik Cihateup (Wahid, 2003).
2.2
Cekaman Panas
Suhu tubuh normal pada ternak unggas berkisar antara 40,5 - 41,5°C (Etches
dkk., 2008). Bila pemeliharaan dilakukan di atas kisaran suhu nyaman, ternak akan
menderita stres karena kesulitan membuang suhu tubuhnya ke lingkungan (Cooper
dan Washburn, 1998; Austic, 2000).
Beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan suhu lingkungan, nyata
meningkatkan suhu tubuh (Lin dkk., 2005; Tamzil dkk., 2013). Sebagai contoh,
dalam pemeliharan bila suhu lingkungan menjadi tinggi, maka suhu rektal
meningkat disertai dengan peningkatan frekuensi panting, konsumsi air minum
serta penurunan konsumsi pakan (Tamzil dkk., 2013). Suhu lingkungan yang tinggi
akan mempengaruhi tingkah laku ternak serta fungsi beberapa organ tubuh, salah
satunya yaitu ginjal (Sohail dkk., 2010).
7
2.3
Morfometrik Ginjal
Unit fungsional ginjal adalah nefron. Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta
nefron. Setiap nefron terdiri atas bagian yang melebar, korpuskulus ginjal; tubulus
kontortus proksimal; segmen tebal dan tipis ansa Henle; serta tubulus kontortus
distal (Junqueira dkk., 2005).
Korpuskulus ginjal terdiri atas seberkas kapiler, yaitu glomerulus,
dikelilingi oleh kapsula epitel berdinding ganda yang disebut kapsula Bowman.
Ruangan dalam kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang
menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan viseral.
Glomerulus berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan
viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit. Dinding
luar yang mengelilingi ruang Bowman tersusun oleh sel-sel epitel skuamous
simpleks yang membentuk lapisan parietal (Gartner dan Hiatt, 2007).
Glomerulus merupakan struktur yang dibentuk oleh beberapa berkas
anastomosis kapiler yang berasal dari cabang-cabang arteriol aferen. Komponen
jaringan ikat pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula Bowman, dan
secara normal sel-sel jaringan ikat digantikan oleh tipe sel khusus, yaitu sel-sel
mesangial. Ada dua kelompok sel-sel mesangial, yaitu sel-sel mesangial
ekstraglomerular yang terletak pada kutub vaskuler dan sel-sel mesangial
intraglomerular mirip perisit yang terletak di dalam korpuskulus ginjal (Gartner dan
Hiatt, 2007).
Perubahan fisiologis yang terjadi pada ternak unggas yang mengalami stres
panas adalah secara mikroskopis pada jaringan ginjal ditemukan adanya nekrosis
dan infiltrasi sel-sel radang. Adanya degenerasi dan nekrosa pada ginjal diduga
karena kekurangan asupan oksigen dan gangguan pengaturan energi pada sel
8
selama mengalami cekaman panas. Terjadi respon termoregulasi tubuh dalam
upaya mengurangi pembentukan panas dan meningkatkan pengeluaran panas ketika
itik mengalami stres panas, akibatnya sel-sel mengalami gangguan pembentukan
energi dan hal ini menjadi pemicu munculnya radikal bebas sehingga terjadi
kematian sel secara nekrosis maupun apoptosis (Sugito dkk., 2007).
Nekrosis adalah hilangnya membran sel dan sitoplasma yang pecah
membentuk partikel. Nekrosis sel dicirikan oleh sitoplasma yang terlihat lebih
eusinofilik disertai penggumpalan kromatin inti dengan inti mengecil dan lebih
basofilik.
Tingkat kerusakan tubulus yang lebih tinggi setelah terganggunya
permeabilitas membran dengan adanya bengkak keruh kemudaian diikuti oleh lisis.
Nekrosis ditandai dengan terlepasnya sel-sel tubulus kedalam lumen (Cheville,
2006; Marusin dkk, 2001).
Apoptosis adalah kematian sel yang dipicu oleh faktor genetik. Radikal
bebas sebagai hasil produk metabolisme energi akan memacu meningkatnya
apoptosis. Apoptosis dapat terjadi secara langsung ketika sel yang rusak tidak bisa
diperbaiki lagi atau terinfeksi oleh virus. Keputusan untuk melakukan apoptosis
dapat berasal dari sel itu sendiri, dari jaringan di sekitarnya, atau dari sel yang
merupakan bagian sistem imun. Jika kemampuan sel untuk ber-apoptosis rusak
atau jika inisiasi apotosis dihambat, sel yang rusak dapat terus membelah tanpa
batas, berkembang menjadi kanker (Junqueira dkk., 2005).
9
Ilustrasi 1. Perbedaan Apoptosis dan Nekrosis
2.4
Radikal Bebas
Radikal bebas atau sering juga disebut senyawa oksigen reaktif (reactive
oxygen species/ROS) adalah sebuah molekul atau atom yang mempunyai satu atau
lebih elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Radikal bebas bersifat
tidak stabil, sangat reaktif dan dapat merebut elektron dari molekul lain dalam
upaya mendapatkan pasangan elektronnya. Molekul yang kehilangan elektron ini
dapat bersifat reaktif, terutama asam lemak tidak jenuh yang kemudian
ditransformasikan menjadi radikal bebas yang sangat reaktif (Nabet, 1996). Dalam
upaya memenuhi keganjilan elektronnya, radikal bebas yang elektronnya tidak
berpasangan secara cepat akan menarik elektron makromolekul biologis yang
10
berada di sekitarnya seperti protein, asam nukleat, dan asam deoksiribonukleat
(DNA). Jika makromolekul yang teroksidasi dan terdegradasi tersebut merupakan
bagian dari sel atau organel, maka dapat mengakibatkan kerusakan pada sel tersebut
(Halliwell dan Gutteridge, 1990).
Pembentukan radikal bebas akan dinetralisir oleh antioksidan yang
diproduksi oleh tubuh dalam jumlah yang berimbang. Pengaruh negatif radikal
bebas terjadi jika jumlahnya melebihi kemampuan detoksifikasi oleh sistem
pertahanan antioksidan tubuh sehingga menimbulkan kondisi stres oksidatif.
Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara, yaitu : (1) secara endogen, sebagai
respon normal dari rantai peristiwa biokimia dalam tubuh, dalam sel (intrasel)
maupun ekstrasel, dan (2) secara eksogen, radikal bebas didapat dari polutan
lingkungan, asap rokok, obat-obatan, dan radiasi ionisasi atau sinar ultra violet
(Supari, 1996; Langseth, 2000).
ROS menginduksi peningkatan kematian sel (apoptosis) dan meningkatkan
senyawa karsinogenik dalam proses pencernaan nutrien yang menyebabkan
nekrosis. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kematian sel terjadi karena
penurunan imunitas tubuh akibat mengalami stres panas (Chen dkk., 2009).
2.5
Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan metabolit sekunder yang terbesar dalam
dunia tumbuhan dan termasuk golongan polifenol. Senyawa flavonoid adalah
senyawa polifenol yang mempunyai lima belas atom karbon (Ilustrasi 1), terdiri
dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai yang terdiri dari
11
tiga atom karbon yang juga dapat ditulis sebagai sistem C6 – C3 – C6, adapun
kerangka dasar flavonoid menurut Robinson (1995), sebagai berikut :
Ilustrasi 2. Kerangka Dasar Flavonoid
Senyawa flavonoid memiliki kemampuan menangkap radikal bebas.
Flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang pada umumnya banyak
terdapat pada tumbuhan berpembuluh. Senyawa flavonoid banyak dinyatakan
sebagai antioksidan, mekanisme kerja flavonoid adalah melakukan penghambatan
pembelahan sel akibat penghambatan dan pembentukkan membran sel (Saputra
dkk, 2002). Efek antioksidan ditunjukkan dari kandungan yang terdapat dalam
flavonoid yaitu adanya Caffeic Acid Phenetyl Ester (CAPE) yang merupakan
antioksidan tingkat tinggi (Pakorny dkk., 2001)
Download