DAFTAR ISI - USU Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana gempa bumi beserta dampaknya yang terjadi belakangan ini harus
disikapi secara serius oleh stakeholders bidang perencanaan dan perancangan kota.
Gempa bumi yang terjadi mengakibatkan kerugian materiil dan non materiil bahkan
korban jiwa yang sangat besar. Lebih dari 75% korban meninggal dunia terjadi di
kota, yang diakibatkan karena keruntuhan, terbatasnya akses dan ruang evakuasi di
perkotaan dan/atau kebakaran pasca gempa terjadi (Respati, 2010).
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng benua Eurasia (Eropah-Asia),
Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, terdapat di lempeng ini, lempeng Pasifik,
Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya terdapat pada lempeng ini, lempeng Samudra Hindia
- Australia, terdapat di Samudra Hindia dan hanya terdapat pada pulau-pulau kecil,
lempeng Philiphina dekat dengan kepulauan Irian. Lempeng Hindia – Australia
bergerak ke arah utara. Lempeng Pasific bergerak ke arah barat dan keduanya
menghujam ke arah lempeng Eurasia (subduction zone).
Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc)
yang memanjang dari Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara-Sulawesi, yang sisinya
berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh
rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti
Universitas Sumatera Utara
letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat (Arnold, 1986) seperti yang terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1 Jalur Tektonik di Indonesia
Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
Pulau Sumatera terbentuk sebagai akibat penunjaman lempeng Indo-Australia
di bawah lempeng Eurasia. Penunjaman lempeng tersebut membentuk jajaran
gunung-gunung api dan perbukitan volkanik yang dikenal dengan Bukit Barisan
sepanjang daratan Sumatera dan patahan Sumatera (SF) yang membelah daratan
Sumatera (Natawidjaja, 2004).
Wilayah Sumatera Utara sebelah barat merupakan daerah lintasan pertemuan
lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Patahan-patahan (fault) yang terdapat di
daerah pantai barat Sumatera Utara, seperti yang diungkapkan oleh Danny Hilman
Natawidjaya (Natawidjaya, 2002), adalah patahan Renun, Angkola, Toru. Dari datadata pencatatan gempa dan fakta keberadaan berapa patahan yang beraktifitas dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan, bahwa wilayah Sumatera Utara terutama daerah pantai baratnya
merupakan daerah dengan potensi gempa yang tinggi. Gempa yang terjadi umumnya
adalah gempa dangkal dengan kedalaman berkisar 7-100 km dengan magnitude
antara 3,0-8,3 dalam skala Richter.
Gempa telah terjadi pada ketiga patahan itu yaitu pada tahun 1892 (118 tahun
lalu) gempa di Tapanuli Selatan/Mandina dengan kekuatan 7,7 SR yang merupakan
kekuatan puncak dari gempa yang terjadi di Sumatera dan setara dengan gempa San
Francisco tahun 1906 yang merontokkan 28.000 bangunan, dan pada 1936
berkekuatan 7,2 SR terjadi gempa di patahan Renun yang mengguncang sangat kuat
Kabupaten Karo dan menimbulkan kerusakan pada bumi (rapture) dan longsor yang
meluas. Goncangan gempa Karo juga melanda hingga ke Banda Aceh yang berjarak
5000 km dari Karo. Tahun 1984 (6,4 SR) gempa melanda Pahae Jae-Taput dan tahun
1987 (6,6 SR) melanda Tarutung - Taput, kedua rangkaian gempa itu terjadi di
patahan Toru. Gempa terakhir yang melanda Kabupaten Tapanuli Utara dengan
kekuatan sebesar 5,2 skala richter (SR) terjadi pada tanggal 28 Februari 2010. Gempa
tersebut berpusat di Tarutung tepatnya pada 2.07 LU-98.91 BT atau 9 Km arah Barat
Laut kota Tarutung-Tapanuli Utara - Sumatera Utara dengan kedalaman 10 Km dan
terjadi pada pukul 19:13:25 WIB. Guncangan gempa mengakibatkan rusaknya
berbagai bangunan pemerintah dan masyarakat, termasuk sekolah dan rumah warga.
Gempa bumi di Patahan Renun-Toru-Angkola dapat dicermati pada tabel 1.1 dan
gambar 1.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Tabel Data Kegempaan pada Patahan Renun-Toru-Angkola
No.
Patahan
Panjang
(Km)
1
Renun
220
Dairi, Karo, Pakpak
Bharat, Humbahas
2
Toru
93
Humbahas, Toba
Samosir, Tapanuli
Utara
3
Angkola
160
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Mandailing Natal
Daerah
Gempa Bumi
Nama Gempa
1921 (6,8 SR)
1936 (7,2 SR)
1941 (>6 SR)
1975 (>6 SR)
1984 (6,4 SR)
1987 (6,6 SR)
1873 (>6 SR)
1892 (7,7 SR)
1934 (>6 SR)
Tapanuli
Karo
Tapanuli
Tapanuli
Pahae Jae
Tarutung
Mandailing
Tapanuli Selatan
Tapanuli Selatan
Sumber: BMKG Provinsi Sumatera Utara
Gambar 1.2 Peta tektonik dan Sesar Aktif di Indonesia
Sumber: www.pu.go.id
Berdasarkan peta zonasi wilayah gempa yang dikeluarkan BSN pada SNI 031726-2002 wilayah gempa Indonesia dibagi 6 wilayah berdasarkan amplitudo pada
batuan dasar dan mengklasifikasikan kondisi tanah menjadi 3 kategori, yaitu tanah
keras, tanah sedang, dan tanah lunak seperti ditunjukkan pada gambar 1.3 dan tabel
1.2.
Universitas Sumatera Utara
1
2
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
Wilayah
3
4
5
6
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
: 0.03
: 0.03
: 0.03
: 0.20
: 0.25
: 0.30
Gambar 1.3 Peta Pembagian wilayah gempa di Indonesia (Zona Resiko Gempa Bumi)
Sumber: SNI-03-1726-2002
Tabel 1.2 Percepatan Puncak Batuan Dasar dan Percepatan Puncak Muka Tanah
untuk Masing-masing Wilayah Gempa Indonesia
1
Percepatan
Puncak
Batuan
Dasar (g)
0.03
2
3
4
5
6
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
Wilayah
Gempa
Percepatan Puncak Muka Tanah Ao (g)
Tanah
Tanah
Tanah
Tanah
Keras Sedang
Lunak
Khusus
0.03
0.04
0.08
0.12
0.18
0.24
0.29
0.33
0.15
0.22
0.28
0.33
0.36
0.23
0.30
0.34
0.36
0.36
Diperlukan
Evaluasi
Khusus di
Setiap
Lokasi
Cakupan Wilayah
Medan, Tj. Balai, Binjai
Kabanjahe, P. Siantar
Sibolga, Tarutung
Nias
Sumber: SNI 03-1726-2002
Berdasarkan hasil revisi Peta Gempa Indonesia dari SNI-03-1726-2002, telah
dihasilkan Peta Gempa Indonesia terbaru yaitu pada tanggal 16 juli 2010 untuk
probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50
tahun atau yang mewakili tiga level hazard (potensi bahaya) gempa yaitu 500, 1000
dan 2500 tahun, dari hasil revisi didapat kenaikan nilai percepatan batuan puncak atau
respon spektra di permukaan tanah dari sebelumnya. Hal itu menunjukkan potensi
dan kerentanan bencana semakin meningkat. Catatan dari Direktorat Vulkanologi dan
Universitas Sumatera Utara
Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
menunjukkan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan
tsunami salah satunya adalah daerah Tapanuli Utara/Kota Tarutung.
Pemahaman akan resiko tinggal didaerah dengan kerawanan bencana tinggi ini
harus disikapi secara bijak dan pandai menyiasati cara-cara hidup berdampingan
dengan kondisi alam yang rawan bencana tersebut (Respati, 2009). Sehubungan
dengan resiko bencana gempa bumi di Tarutung, Tapanuli Utara, maka perlu ada
upaya antisipasi dan adaptasi bencana, upaya adaptasi dan antisipasi dapat dilakukan
berdasarkan persepsi masyarakat, sebab dengan mengetahui persepsi maka dapat
menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses perencanaan.
Melalui persepsi dapat menjadi acuan dalam mengarahkan program pembangunan.
Mitigasi menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang penganggulangan bencana,
merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melaui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
bencana, dalam hal ini bencana gempa bumi, serta bertujuan mengurangi dan
mencegah resiko kehilangan jiwa dan harta benda dengan pendekatan struktural dan
nonstruktrural (Godschalk dkk, 1999). Kajian persepsi tentang mitigasi bencana
merupakan salah satu upaya mitigasi bencana non struktural, pentingmya dilakukan
kajian persepsi terkait dengan upaya mitigasi bencana adalah untuk mengakomodir
pendapat dan pemikiran mayarakat.
Dengan demikian pendapat dan pemikiran yang telah menciptakan jati diri
masyarakat setempat harus menjadi landasan utama dalam perencanaan dan
Universitas Sumatera Utara
perancangan, tidak boleh semata-mata dengan instruksi dan doktrin secara paksa dan
pukul rata (serba sama) karena dengan demikian jiwa dan semangat suatu tempat
akan sirna dan program yang di terapkan tidak berhasil guna. Melalui kajian persepsi
diharapkan memunculkan suatu bentuk perencanaan atau konsep-konsep yang
mengarah pada perbaikan kawasan serta dapat dipertanggungjawabkan dan disepakati
bersama.
Pentingnya kajian persepsi dalam upaya mitigasi bencana sesuai dengan tujuan
UU No. 24 Tahun 2007 tentang penganggulangan bencana, pada Pasal 34
menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi tindakan
prabencana yang dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana dan dalam situasi
terdapat potensi terjadi bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana tersebut
selanjutnya dijelaskan pada pasal 37 ayat 2 butir ‘’b’’ yang menyebutkan kegiatan
pengurangan resiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang
mungkin timbul terutama dilakukan dalam situasi tidak terjadi bencana, kegiatan
tersebut berupa perencanaan partisipatif masyarakat.
Pasal 44 dalam UU No. 24 Tahun 2007 menyebutkan penyelenggaraan
penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi:
kajian kesiapsiagaan, peringatan dini dan mitigasi bencana. Selanjunya pada pasal 45
ayat (2) butir e menyebutkan bahwa kesiapsiagaan untuk menghadapi kejadian
bencana dapat dilakukan melalui penyiapan lokasi evakuasi. Hal mengapa penting
partisipasi masyarakat dalam program pembangunan adalah karena kecil sekali
Universitas Sumatera Utara
harapan adanya perencanaan yang efektif dalam pembangunan bila tanpa dukungan
dan keterlibatan masyarakat (Myrdal, 1968).
Bentuk partisipasi masyarakat dapat berupa metode survey dan konsultasi lokal
(Diana Conyers, 1981). Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat
mempunyai sifat sangat penting dalam program pembangunan. Pertama, partisipasi
masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi,
kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan
serta
proyek-proyek
akan
gagal.
Kedua,
masyarakat
lebih
mempercayai program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam persiapan dan
perencanaannya, karena mereka akan mengetahui seluk-beluk program tersebut dan
akan mempunyai rasa memiliki terhadap kegiatan tersebut. Ketiga, merupakan suatu
hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat sendiri.
Hal ini selaras dengan konsep man-centred development (suatu pembangunan yang
dipusatkan pada kepentingan manusia).
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas yang menjadi topik
permasalahan dalam tesis ini adalah bagaimana persepsi masyarakat dalam upaya
adaptasi dan antisipasi bencana gempa
dalam kaitannya
dengan
konsep
penyelamatan, berdasarkan persepsi dari masyarakat dihasilkan sebuah konsep
rancangan penyelamatan dalam aplikasi konsep penataan ruang pada kota Tarutung,
bagaimana kondisi fisik lingkungan yang rawan bencana gempa dalam kaitannya
dengan upaya mitigasi bencana gempa.
Universitas Sumatera Utara
1.3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini terdiri dari ruang lingkup substansial dan spasial.
Ruang lingkup substansial bertujuan membatasi materi pembahasan sedangkan ruang
lingkup spasial bertujuan untuk membatasi lingkup wilayah kajian.
1.3.1
Ruang lingkup substansial
Lingkup substansial dalam penulisan ini meliputi kajian persepsi masyarakat
terhadap lingkungan tempat tinggal yang merupakan daerah rawan bencana gempa
bumi dan dikaitkan dengan upaya antisipasi masyarakat dalam menghadapi bencana
gempa bumi, dimana hasil analisis tersebut menjadi sebuah konsep secara
konstekstual yang dapat digeneralisasikan di daerah lain yang memiliki potensi
terjadi bencana gempa, khususnya kota-kota yang rawan bencana gempa.
1.3.2
Ruang lingkup spasial
Secara administratif daerah penelitian merupakan wilayah Kota Tarutung,
Tapanuli Utara yang terdiri dari 8 desa dan 7 kelurahan dengan luas wilayah 33,23
km2 dan jumlah penduduk 25.131 jiwa. Secara geografis wilayah Kota Tarutung
berada pada 01o54’-02 o 07’LU dan 98o52’-99 o 04’BT dengan ketinggian 500 -700
meter di atas permukaan laut. Alasan dijadikannya Kota Tarutung sebagai daerah
penelitian adalah berdasarkan fakta sejarah dan keberadaan Kota Tarutung di wilayah
zona rawan bencana gempa bumi, yang merupakan daerah lintasan salah satu segmen
patahan aktif yang membelah Sumatera yaitu patahan Toru, dimana patahan tersebut
merupakan sumber gempa bumi tektonik, peta jalur patahan yang terdapat di
Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 1.4. Selain itu hal lain yang memberikan
Universitas Sumatera Utara
penilaian lebih dalam penentuan lokasi kajian adalah dari aspek kedudukannya
sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, pusat perkantoran, pusat
kegiatan ekonomi perdagangan dan jasa, kesehatan, pendidikan dan daerah
permukiman serta pelayanan umum.
PATAHAN RENUN
TARUTUNG-TAPANULI UTARA
PATAHAN TORU
PATAHAN ANGKOLA
Gambar 1.4 Peta jalur patahan di Sumatera Utara
Sumber: Dinas Pertambangan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Dairi, 2007
1.4
Tujuan dan Sasaran
1.4.1
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi
persepsi tentang pengetahuan dan pemahaman masyarakat dalam mengantisipasi dan
menghadapi ancaman bahaya bencana gempa bumi, mengidentifikasi karakter fisik
lingkungan
terkait
dengan
faktor
kebencanaan,
mengindentifikasi
persepsi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dalam upaya adaptasi dan antisipasi bencana gempa dikaitkan dengan
teori mitigasi bencana gempa dan kondisi fisik kawasan.
1.4.2
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui persepsi
dan pengetahuan masyarakat dalam menghadapi bencana
gempa, menghasilkan
konsep adaptasi dan antisipasi becana gempa untuk mitigasi bencana yang didasarkan
atas kajian persepsi dari masyarakat, memberi masukan kepada pemerintah
Kabupaten Tapanuli Utara sebagai bahan pertimbangan untuk program pembangunan
terkait dengan mitigasi bencana.
1.5 Manfaat dan Relevansi Penelitian
Dengan mengetahui karakterisitik wilayah Kota Tarutung dan juga persepsi
masyarakat dalam kaitannya dengan kerentanan terhadap bahaya ancaman gempa
bumi dapat membantu menyusun perencanaan satu kawasan atau wilayah agar dapat
mengoptimalkan tujuan pembangunan fisik yang berketahanan terhadap bencana dan
mampu memberikan perlindungan terhadap warga kota. Hal ini juga terkait dengan
tujuan dari UU No.24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana dan Permendagri
No. 33 Tahun 2006 tentang pedoman umum mitigasi bencana.
1.6 Kerangka Pemikiran
Kota Tarutung sebagaimana dicermati pada peta pemetaan kawasan rawan
bencana gempa geologi yang berada di sepanjang jalur patahan Toru merupakan jalur
sangat rawan bagi terjadinya gempa bumi yang dahsyat dikarenakan kondisi
Universitas Sumatera Utara
geologinya yang memungkinkan bagi terjadinya proses pelepasan energi gempa bumi
pada jalur patahan. Upaya antisipasi dalam rangka mereduksi resiko bencana gempa
bumi yang pasti terjadi dimasa yang akan datang adalah suatu keharusan.
Salah satu bentuk konsep upaya mitigasi adalah penyiapan sosial masyarakat
dalam hal kesadaran masyarakat (aspek sosial) tentang aspek sosial bencana, sistem
peringatan, antisipasi berdasarkan kajian persepsi masyarakat (Respati, 2008).
Dengan mengetahui persepsi akan dapat menjadi masukan untuk menentukan dan
menetapkan arah perancangan dan penyiapan sistem mitigasi bencana alam gempa
bumi. Hal yang mendasari objek penelitian ini dilakukan di Kota Tarutung adalah
sebagai upaya antisipasi dalam menghadapi bencana gempa dimasa yang akan
datang, dengan pertimbangan fakta sejarah kegempaan yang pernah terjadi serta
kedudukan Kota Tarutung sebagai ibukota Kabupaten Tapanuli Utara.
Menurut (Natawidjaja, et, all, 1995), pada prinsipnya, apabila pernah terjadi
kegempaan besar yang merusak di suatu lokasi atau wilayah baik satu kali maupun
beberapa kali, maka dapat dipastikan bahwa wilayah tersebut rawan terhadap gempa
bumi yang paling tidak berkekuatan sama dengan yang pernah terjadi . Artinya
wilayah tersebut harus siap menghadapi kejadian gempa bumi serupa atau lebih besar
dimasa yang akan datang, karena setiap kejadian gempa bumi pasti berhubungan
dengan adanya patahan aktif pada atau sekitar wilayah tersebut, dan proses gempa
bumi dengan skala magnitudo tertentu mempunyai siklus atau akan selalu berulang
dengan kisaran periode ulang tertentu. Selain ancaman bahaya gempa tektonik
sebagai akibat keberadaan patahan aktif Toru, menurut Badan Vulkanologi juga
Universitas Sumatera Utara
adanya potensi bencana gempa vulkanik dari gunung berapi Dolok Martimbang yang
berada di wilayah kecamatan Tarutung dengan jarak kurang lebih 3 km dari inti Kota
Tarutung yang memiliki ketinggian kurang lebih 1679,8 meter di atas permukaan
laut, namun masih dinyatakan aman.
Kerangka pemikiran di atas digambarkan dalam sebuah diagram alur pemikiran
seperti pada gambar 1.5.
Kota Tarutung sebagai Ibukota
Kabupaten Taput, Kota yang Rawan
Bencana Gempa Bumi
Internal
Kondisi Fisik Alam Rawan Gempa
Eksternal
Penduduk, Ekonomi, Soial dan
Fasilitas Pelayanan Kota
Permasalahan Lingkungan
Latar Belakang
Pertanyaan Penelitian
 Bagaimana Persepsi Masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya ?
 Bagaimana pemahaman terhadap ancaman bencana gempa bumi dan upaya mitigasinya
 Apa yang diinginkan masyarakat dalam upaya mitigasi bencana gempa.
Kajian Literatur
Kebijakan
Permasalaan
Analisis
Tujuan Penelitian
 Mengkaji karakter fisik lingkungan terkait dengan faktor kebencanaan khusunya bencana gempa
 Mengkaji persepsi masyarakat tentang pengetahuan dan pemahaman mengantisipasi bencana
gempa
Identifikasi
Karakeristik ekonomi,
sosial dan budaya
Identifikasi
Pola berhuni
masyarakat.
Identifikasi
Sarana, Fasilitas
perkotaan
Identifikasi
Persepsi
Masyarakat
Persepsi masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggal yang merupakan
daerah rawan bencana gempa
Bagaimana pemahaman dan persepsi masyarakat dalam mengantisipasi bencana gempa.
Bentuk-bentuk adapatasi yang dilakukan masyarakat
terhadap lingkungan
Upaya adaptasi dan antisipasi terhadap ancamana
bencana gempa bumi
Kesimpulan dan Rekomendasi
Gambar 1.5 Diagram Alur Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan dalam penyusunan tesis sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan dan sasaran,
ruang lingkup subtansial dan spasial, Tujun dan sasaran, manfaat dan relevansi
penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika pembahasan penelitian.
Bab II Kajian Literatur
Kajian teoritis mengenai karakteristik kota yang rawan bencana gempa yaitu kondisi fisik
dan upaya mitigasi bencana gempa, serta teori mengenai persepsi dalam dalam kaitannya
dengan upaya mitigasi bencana gempa bumi. Uraian pada bab ini memberikan jawaban
teoritis dari pertanyaan penelitian.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang metode dan teknik yang digunakan dalam mengolah dan
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan dan data-data dalam penelitian. Pada bab ini
dijelaskan tentang lokasi dan metode pelaksanaan studi.
Bab IV Analisa Kawasan
Bab ini berisi tentang gambaran umum Kota Tarutung dan pembahasan secara mendalam
dan detail kondisi fisik lokasi kajian yang mencakup kondisi topografi, geoteknik dan
geologi, tata guna lahan, kegempaan, kependudukan dan kerentanan terhadap bencana
gempa bumi.
Universitas Sumatera Utara
Bab V Analisis dan Konsep Pengembangan pada Kota yang Rawan Bencana
Gempa
Pada bab ini dibahas tentang konsep pengembangan kota dalam upaya adaptasi dan
antisipasi bencana gempa yang didasarkan atas hasil kajian persepsi dan kajian kondisi
fisik kawasan.
Bab VI Kesimpulan dan Saran
Materi yang diuraikan pada bab ini adalah kesimpulan hasil penelitian dan
rekomendasi.
Universitas Sumatera Utara
Download