TESIS DETEKSI MOLEKULAR GEN SERTA UJI AKTIVITAS ENZIM

advertisement
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN SERTA UJI AKTIVITAS
ENZIM KATABOLIK DARI BAKTERI Actinobacillus sp. P3(7)
TERHADAP SUBSTRAT HIDROKARBON
MIRANTI PUSPITASARI
NIM. 081414253001
PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DETEKSI MOLEKUI.AR GEN SERTA UJI AKTTVTTAS ENZIM
KATABOLIK DARr BAKTERT Aetinobsciila.r sp. p3(7) TERHADAP
SUBSTRAT HIDROKARBON
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister
dalam Program Studi Magister Kimia
pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Oleh:
MIRANTI PUSPITASARI
NIM.081414253001
PROGRAM ST1JDI MAGISTER KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UMVERSITAS AIRLANGGA
Tanggal4 Agustus 2016
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
HALAMAN PENGESAIIAN
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN SERTA UJTAKTTVITAS ENZIM
KATABOITK DARr BAKTERT Actinobaciilus sp. p3(7) TERTTADAP
SUBSTRAT HIDROKARBON
Disusun oleh
MIRANTI PUSPITASARI
NIM.081414253001
Telah diperta&rankan di depan Tim penguji
dan diterima sebagai salah satu persyaratan rurhrk memp".oiltr gelar
Magister
pada tanggal 4 Agustus 2016
Pembimbing
J.
Kimia
I
\ry
Dr. Ni'
Dr. Sri Sumarsih, M.Si.
NrP. 196001 101988102001
105199032003
Mengetahui,
Ketua Program Studi Magister Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
Dr. M. Zakki'Fahnil, S.Si., M.Si.
NrP. 1 98307022009 12fi0s
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis berjudul
“Deteksi Molekular Gen serta Uji Aktivitas Enzim Katabolik dari Bakteri
Actinobacillus sp. P3(7) terhadap Substrat Hidrokarbon” dapat terselesaikan
dengan baik. Penulisan tesis ini banyak mendapatkan bantuan moril maupun
materil dari berbagai pihak, sehingga ucapan terima kasih disampaikan dengan
tulus kepada:
1.
Dr. Sri Sumarsih, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Dosen Wali.
Terima kasih telah berkenan meluangkan waktu untuk selalu membimbing,
memberikan saran, memberikan motivasi, serta memberikan kesempatan
belajar dan berdiskusi.
2.
Dr. Ni’matuzahroh selaku Dosen Pembimbing II. Terima kasih telah
berkenan meluangkan waktu untuk selalu membimbing, memberikan saran,
memberikan motivasi, serta memberikan kesempatan untuk belajar dan
memberikan pengalaman penelitian sehingga tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik.
3.
Tim penguji, Dr. Ir. Suyanto, M.Si., Prof. Dr. Afaf Baktir, MS., serta Dr.
Muji Harsini, M.Si. Terima kasih telah berkenan memberikan evaluasi dan
saran terkait penelitian dan penulisan tesis.
4.
Ketua Program Studi Magister Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga, M. Zakki Fahmi, S.Si., M.Si., Ph.D. Terima kasih
telah memberikan masukan, saran, serta arahannya.
5.
Tenaga kependidikan Departemen Kimia yang telah membantu kelancaran
penelitian.
6.
Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan
dukungan yang tiada henti.
7.
Tim penelitian bidang biokimia serta angkatan 2014/2015 atas bantuannya
selama ini.
vi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRAK
Deteksi Molekular Gen serta Uji Aktivitas Enzim Katabolik dari Bakteri
Actinobacillus sp. P3(7) terhadap Substrat Hidrokarbon
Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan gen katabolik pada
DNA genom bakteri hidrokarbonoklastik Actinobacillus sp. P3(7) serta uji
aktivitas enzim katabolik terhadap substrat hidrokarbon. Fragmen gen
diamplifikasi dari DNA genom menggunakan primer spesifik untuk gen alkM,
tod, dan ndo. Isolat ditumbuhkan pada media Sea Salt diperkaya yeast extract dan
hidrokarbon, yaitu heksadekana, toluena, dan naftalen. Enzim katabolik diuji
aktivitasnya terhadap substrat masing-masing. Hasil amplifikasi gen katabolik
menunjukkan bahwa isolat memiliki fragmen gen alkM, tod, dan ndo dengan
ukuran berturut-turut sebesar 900 bp, 600 bp, dan 650 bp. Isolat selama proses
inkubasi menggunakan ketiga substrat hidrokarbon untuk proses pertumbuhan dan
perkembangan hingga 10 hari inkubasi. Induksi ekspresi enzim alkana
monooksigenase, toluena dioksigenase, dan naftalen dioksigenase terjadi selama
proses degradasi namun pada waktu inkubasi yang berbeda. Aktivitas tertinggi
alkana monooksigenase, toluena dioksigenase, dan naftalen dioksigenase berturutturut sebesar 4,630 U/mL; 5,338 U/mL; dan 6,367 U/mL yang dicapai pada
kondisi 10 hari, 8 hari, dan 10 hari inkubasi.
Kata Kunci : Actinobacillus sp. P3(7), hidrokarbon, gen katabolik, enzim katabolik
vii
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
ABSTRACT
Molecular Detection of Gen and Activity Assay of Catabolic Enzyme from
Actinobacillus sp. P3(7) toward Hydrocarbon Substrates
This research aims to detect the presence of catabolic genes in
hydrocarbonoclastic bacteria Actinobacillus sp. P3 (7) and the catabolic enzyme
activity assay against hydrocarbon substrate. Gene fragmen amplified from
genomic DNA using specific primers for alkM, tod, and ndo genes. The isolate
then grown on Sea Salt media enriched with yeast extract and hydrocarbons,
namely hexadecane, toluene, and naphthalene. Catabolic enzymes tested for its
activities against their respective substrates. Catabolic gene fragmen amplification
results showed that the isolates have gene fragmen of alkM, tod, and ndo gene
with consecutive size of 900 bp, 600 bp, and 650 bp. Isolates during the process of
incubation using hydrocarbon substrate for growing and developing process until
the 10 days of incubation. Induction of alkane monooxygenases, toluene
dioxygenase, and naphthalene dioxygenase enzyme expression occur during the
degradation process but at different incubation time. The highest activity of the
alkane monooxygenases, toluene dioxygenase, and naphthalene dioxygenase are
4,630 U/mL; 5,338 U/mL; dan 6,367 U/mL, respectively, reached on the 10 days,
8 days, and the 10 days of incubation.
Keywords : Actinobacillus sp. P3(7), hydrocarbon, catabolic gene, catabolic enzyme
viii
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR ISI
Sampul Luar
Sampul Dalam
Halaman Judul
Halaman Prasyarat Gelar
Halaman Pengesahan
UCAPAN TERIMA KASIH
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodegradasi Hidrokarbon
2.2. Bakteri Hidrokarbonoklastik
2.3. Actinobacillus sp.
2.4. Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase
2.4.1. Alkana Monooksigenase
2.4.2. Toluen Dioksigenase
2.4.3. Naftalen Dioksigenase
2.5. Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase
2.5.1. Gen Penyandi Alkana Monooksigenase
2.5.2. Gen Penyandi Toluen Dioksigenase
2.5.3. Gen Penyandi Naftalen Dioksigenase
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
3.2. Hipotesis Penelitian
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2. Bahan dan Alat Penelitian
4.2.1. Isolat Bakteri
4.2.2. Bahan Penelitian
4.2.3. Alat penelitian
4.3. Diagram Alir Penelitian
4.4. Cara Kerja
Halaman
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
xi
xii
xiii
xiv
1
1
4
4
4
6
6
7
8
9
10
12
13
15
16
16
17
18
18
19
21
21
21
21
21
21
22
23
ix
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4.4.1. Pembuatan Media
4.4.2. Peremajaan Mikroba
4.4.3. Kultivasi Mikroba dalam Media LB
4.4.4. Ekstraksi DNA Genom
4.4.5. Penentuan Kadar DNA Genom
4.4.6. Amplifikasi Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan
Dioksigenase
4.4.7. Elektroforesis DNA
4.4.8. Kultivasi Mikroba dalam Media Sea Salt diperkaya
Yeast Extract dan Substrat Hidrokarbon
4.4.9. Pengukuran OD600nm Mikroba
4.4.10. Uji Aktivitas Enzim Oksigenase
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Ekstraksi DNA Genom Actinobacillus sp. P3(7)
5.2. Amplifikasi Gen Katabolik pada Actinobacillus sp. P3(7)
5.3. Respon Pertumbuhan Actinobacillus sp. P3(7) pada
Berbagai Substrat Hidrokarbon
5.4. Biomassa yang dihasilkan Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
5.5. pH Akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
5.6. Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7)
5.7. Aktivitas Enzim dari Actinobacillus sp. P3(7)
5.7.1. Alkana Monooksigenase
5.7.2. Toluena Dioksigenase dan Naftalena Dioksigenase
5.7.3. Pengaruh Penambahan Substrat terhadap Aktivitas
Enzim Katabolik dari Actinobacillus sp. P3(7)
BAB VI KESIMPULAN
6.1. Kesimpulan
6.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
23
23
23
24
25
25
25
27
27
28
32
32
33
35
42
43
44
45
45
47
49
52
52
52
53
x
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR TABEL
No.
Judul Tabel
Halaman
Tabel 4.1.
Primer yang digunakan untuk amplifikasi fragmen gen……………..
26
Tabel 4.2.
Set kondisi PCR……………………………………………………...
26
Tabel 4.3.
Komposisi penentuan kadar protein dengan metode Bradford………
29
Tabel 4.4.
Komposisi uji aktivitas enzim oksigenase…………………………...
31
Tabel 5.1.
Perbandingan antara hasil penelitian dengan hasil dari MarquezRocha et al. (2005)…………………………………………………..
34
xi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR GAMBAR
No
Judul Gambar
Halaman
Gambar 2.1. Fotomikrograf Actinobacillus sp. P3(7) ....................................
8
Gambar 2.2. Struktur monooksigenase pada sistem alkana monooksigenase
11
Gambar 2.3. Struktur oksigenase pada sistem toluena dioksigenase .............
12
Gambar 2.4. Struktur oksigenase pada sistem naftalena dioksigenase ..........
14
Gambar 2.5. Ikatan koordinasi pada naftalena dioksigenase .........................
14
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ......................................................
20
Gambar 4.1. Diagram alir penelitian ..............................................................
22
Gambar 5.1. Hasil elektroforesis DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) ......
32
Gambar 5.2. Hasil amplifikasi dengan berbagai variasi suhu annealing .......
33
Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) ...............
36
Gambar 5.4. Warna kultur pada berbagai variasi waktu inkubasi .................
37
Gambar 5.5. Struktur senyawa katekol, protokatekuat, dan asam salisilat ....
38
Gambar 5.6. Profil massa sel dari kultur dengan penambahan substrat
hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon 42
Gambar 5.7. Profil pH dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon
dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon .................
44
Gambar 5.8. Profil kadar protein sel dari kultur dengan penambahan substrat
hidrokarbon dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon 45
Gambar 5.9. Kurva produksi enzim alkana monooksigenase selama proses
kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung
substrat heksadekana.................................................................
46
Gambar 5.10. Kurva produksi enzim toluena dioksigenase selama proses
kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung
substrat toluena .......................................................................
47
Gambar 5.11. Kurva produksi enzim naftalena dioksigenase selama proses
kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung
substrat naftalena ....................................................................
48
Gambar 5.12. Regulasi ekspresi gen pada operon .........................................
50
xii
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR LAMPIRAN
No
Lampiran 1.
Judul Lampiran
Koloni Actinobacillus sp. P3(7) koleksi Laboratorium FST
Universitas Airlangga
Lampiran 2.
Data penentuan OD600nm kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 3.
Data penentuan biomassa kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 4.
Data penentuan pH akhir kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 5.
Data penentuan kadar protein sel Actinobacillus sp. P3(7)
Lampiran 6.
Data penentuan aktivitas crude enzyme
xiii
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR SINGKATAN
bp
: base pair
BLAST
: Basic Local Alignment Search Tool
DNA
: Deoxyribonucleic acid
NADH
: Nicotinamide adenine dinucleotide
Trp
: Triptofan
Ile
: Isoleusin
Thr
: Treonin
Leu
: Leusin
His
: Histidin
Asp
: Asam aspartat
PCR
: Polymerase Chain Reaction
AlkB
: Alkana monooksigenase untuk rantai C medium (C5-C12)
AlkM
: Alkana monooksigenase untuk rantai C panjang (C>12)
CYP
: Sitokrom P450
NA
: Nutrient Agar
SS
: Sea Salt
EtBr
: Etidium bromida
DMSO
: Dimetil sulfoksida
OD
: Optical density (densitas optik)
BSA
: Bovine serum albumin
cAMP
: Cyclic adenosine monophosphate
CRP
: cAMP receptor protein
xiv
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Permasalahan
Lumpur minyak bumi (oil sludge) adalah campuran logam, minyak,
padatan, dan air yang membentuk emulsi air/minyak yang stabil dan terdeposisi
pada bagian dasar tangki penyimpanan minyak mentah maupun yang telah
melalui tahap pengolahan. Oil sludge terbentuk karena adanya proses oksidasi
minyak dan air oleh udara sehingga menghasilkan sedimentasi pada dasar tangki
dan menjadi hasil samping dalam proses pengolahan dan pemurnian minyak
bumi. Sedimen yang terbentuk menghambat aliran minyak dalam pipa dan bersifat
korosif terhadap permukaan tangki penyimpanan minyak sehingga dapat
mempercepat kerusakan komponen tangki. Oil sludge juga mengandung
hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, serta senyawa organik yang
mengandung atom N, O, atau S yang sangat berbahaya bagi lingkungan dan
kesehatan
sehingga
perlu
dilakukan
pengolahan
untuk
menekan
atau
menghilangkan kandungan berbahaya dari oil sludge (Hu et al., 2013).
Berbagai metode degradasi oil sludge secara fisika maupun kimia telah
banyak digunakan dan memiliki kelebihan yaitu efisien serta mampu menurunkan
kadar hidrokarbon pada oil sludge secara maksimal namun memiliki kelemahan
yaitu tidak ekonomis terutama jika diaplikasikan dalam skala industri. Salah satu
metode yang dapat menjadi pilihan untuk pengolahan oil sludge adalah
biodegradasi dengan menggunakan mikroorganisme yaitu bakteri, yeast, atau
fungi. Bakteri banyak dipilih dibandingkan yeast atau fungi karena memiliki
kecepatan pertumbuhan yang tinggi serta kemudahan untuk memperbanyak
jumlah selnya. Komponen oil sludge sebagian besar tersusun dari senyawa
hidrokarbon sehingga dapat digunakan oleh bakteri yang memiliki kemampuan
untuk mendegradasi hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon yang
tersedia
untuk
proses
metabolisme,
yang
disebut
sebagai
bakteri
hidrokarbonoklastik (Hu et al., 2013). Spesies bakteri yang memiliki kemampuan
untuk mendegradasi komponen hidrokarbon tersebar luas dalam berbagai jenis
1
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
2
bakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif, seperti Aeromonas
hydrophila, Acinetobacter faecalis tipe II, Actinobacillus sp. P(3)7, Pseudomonas
aeruginosa,
Pseudomonas
putida,
Pseudomonas
cepacea,
Pseudomonas
fluorescens-25, dan Pseudomonas pseudomallei (Ni’matuzahroh et al., 2009).
Kemampuan bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon dipengaruhi oleh
adanya enzim katabolik yang mampu memecah senyawa hidrokarbon menjadi
senyawa metabolit yang mampu masuk ke dalam siklus asam sitrat. Enzim
katabolik yang paling berperan penting dalam proses katabolisme hidrokarbon
yang masuk ke dalam sel bakteri adalah enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi
hidrokarbon tahap pertama. Tahap pertama katabolisme alkana dan aromatik oleh
bakteri masing-masing diinisiasi oleh enzim monooksigenase dan dioksigenase
(Jauhari et al., 2014).
Aktivitas enzim monooksigenase dan dioksigenase yang diisolasi dari
beberapa spesies bakteria dalam mendegradasi substrat hidrokarbon telah berhasil
dilaporkan. Aktivitas alkana monooksigenase dari Pseudomonas sp. BP10 dan
Stenotrophomonas nitritireducens E9 yang diisolasi dari petroleum sludge serta
konsorsiumnya dalam mendegradasi heksakosan (C26) masing-masing mencapai
527 ηmol/mg, 563 ηmol/mg, dan 607 ηmol/mg protein (Jauhari et al., 2014),
sedangkan aktivitas alkana monooksigenase dari Pseudomonas aeruginosa PSA5,
Rhodococcus sp. NJ2 dan Ochrobactrum intermedium P2 yang diisolasi dari
petroleum sludge dalam mendegradasi heksadekana (C16) masing-masing
mencapai 89,83 μmol/g, 185 μmol/g, dan 186 μmol/g protein (Mishra dan Singh,
2012). Aktivitas naftalena dioksigenase dari Pseudomonas sp. NCIB9816 dan
Rhodococcus sp. NCIMB12038 dalam mendegradasi naftalen masing-masing
sebesar 37,9 U/mg protein dan 0,731 U/mg protein (Ensley dan Gibson, 1983;
Larkin et al., 1999). Aktivitas enzim alkana monooksigenase dan aromatik
dioksigenase dari spesies bakteri lain perlu diteliti untuk mengetahui
keanekaragaman aktivitas enzimatis bakteri hidrokarbonoklastik lainnya.
Berbagai spesies bakteri hidrokarbonoklastik berhasil diisolasi dari lokasi
yang tidak terkontaminasi maupun yang terkontaminasi oleh hidrokarbon, namun
karakteristik gen yang menyandi sistem enzim pendegradasi hidrokarbon masih
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
3
belum banyak diteliti. Enzim yang berperan dalam tahap pertama degradasi
hidrokarbon, seperti alkana monooksigenase, toluena monooksigenase, naftalena
dioksigenase yang masing-masing disandi oleh gen alk, tod, serta ndo dapat
diamplifikasi dari DNA genom bakteri menggunakan primer spesifik sehingga
dapat diketahui sekuens gen yang menyandi enzim-enzim penting dalam
katabolisme
hidrokarbon.
Fragmen
gen
alkB
yang
menyandi
alkana
monooksigenase untuk substrat C5-C12 berhasil diamplifikasi dari Rhodococcus
sp. dengan ukuran 701 bp menggunakan primer spesifik untuk bakteri
Rhodococcus sp. yang didesain berdasarkan daerah lestari gen alkB dari hasil
penjajaran gen alkB dari berbagai spesies Rhodococcus sp. (Tancsics et al., 2015)
serta fragmen gen alkB, ndo, C12O, dan C23O berhasil diamplifikasi dari DNA
genom Sphingomonas koreensis ASU06 yang diisolasi dari sampel tanah dari
perusahaan pengolahan minyak di Assiut, Mesir. Produk PCR yang didapatkan
berturut-turut yaitu 100; 487; 350; dan 900 bp (Hesham et al., 2014). Fragmen
gen alkM yang menyandi alkana monooksigenase untuk substrat C13-C30 juga
berhasil diamplifikasi dari Acinetobacter baumannii OS1 yang diisolasi dari
sampel oil sludge dari pengolahan minyak di Manila, Filipina, dengan ukuran 715
bp. Analisis BLAST menunjukkan adanya kemiripan sekuens gen alkM sebesar
99% dengan gen alkM A. baumannii AB307-0294 (Hedreyda dan Sarmago,
2014).
Salah satu bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi
hidrokarbon adalah Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari sampel tanah
pengilangan minyak Desa Wonocolo, Bojonegoro oleh Ni’matuzahroh et al.
(2009). Actinobacillus sp. P3(7) mampu hidup pada tanah yang tercemar minyak
bumi sehingga diperkirakan mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber
karbon untuk proses metabolisme dengan bantuan enzim-enzim katabolik.
Actinobacillus sp. P3(7) memiliki aktivitas emulsifikasi substrat crude oil sebesar
100% dan mampu menurunkan tegangan permukaan hingga 51,2 mN/m melalui
proses pelepasan biosurfaktan. Pelepasan biosurfaktan akan menyebabkan
terjadinya emulsifikasi hidrokarbon dan penurunan tegangan antarmuka minyakair sehingga hidrokarbon dapat larut dan meningkatkan bioavailabilitas
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
4
hidrokarbon dalam fasa air sehingga hidrokarbon dapat masuk ke dalam sel dan
dimetabolisme oleh bakteri (Fatimah et al., 2009). Jenis-jenis gen katabolik dan
enzim katabolik yang berperan dalam proses degradasi hidrokarbon tahap pertama
untuk substrat heksadekana, toluena, dan naftalena serta nilai aktivitas masingmasing enzim tersebut perlu dikaji lebih lanjut untuk mengetahui tingkat
degradasi enzimatis hidrokarbon oleh bakteri Actinobacillus sp. P3(7).
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini berdasarkan uraian latar
belakang di atas yaitu sebagai berikut.
1.
Apakah fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase
dapat diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7)?
2.
Berapa nilai aktivitas enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7)
dalam mengkatalisis reaksi oksidasi heksadekana sebagai substrat?
3.
Berapa nilai aktivitas enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) dalam
mengkatalisis reaksi oksidasi toluena dan naftalena sebagai substrat?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini berdasarkan permasalahan
yang akan dikaji yaitu sebagai berikut.
1.
Mengamplifikasi fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan
dioksigenase dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7).
2.
Menentukan nilai aktivitas enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp.
P3(7) dalam mengkatalisis reaksi oksidasi heksadekana sebagai substrat.
3.
Menentukan nilai aktivitas enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7)
dalam mengkatalisis reaksi oksidasi toluena dan naftalena sebagai substrat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1.
Memberikan informasi mengenai pemanfaatan bakteri sebagai alternatif agen
pendegradasi hidrokarbon, khususnya heksadekana, toluena, dan naftalena.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
5
2.
Memberikan informasi mengenai gen-gen penyandi enzim pendegradasi
hidrokarbon sebagai identifikasi awal untuk mengenali selektifitas substrat
hidrokarbon untuk bakteri tertentu.
3.
Memberikan informasi mengenai enzim-enzim yang berperan dalam proses
degradasi hidrokarbon menggunakan bakteri hidrokarbonoklastik.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodegradasi Hidrokarbon
Biodegradasi merupakan proses konversi atau transformasi senyawa toksik
menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik melalui aktivitas
metabolisme dari mikroorganisme, ragi, atau tumbuhan yang menggunakan
polutan sebagai sumber karbon dan energi. Produk degradasi hidrokarbon yang
memasuki siklus asam sitrat berfungsi sebagai substrat metabolisme energi dan
sebagai zat pembangun untuk proses biosintesis sel dan proses pertumbuhan
bakteri. Proses degradasi dapat dibagi menjadi dua model yaitu melalui
metabolisme aerob yang membutuhkan molekul oksigen serta metabolisme
anaerob yang tidak membutuhkan oksigen (Fritsche dan Hofrichter, 2008).
Laju biodegradasi komponen hidrokarbon oleh bakteri dipengaruhi oleh: i)
sifat biodegradabilitas senyawa, misalnya senyawa alifatik dengan C10-C18 lebih
mudah didegradasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon yang lebih
pendek atau lebih panjang, sedangkan alifatik rantai panjang didegradasi lebih
lambat karena memiliki bioavailabilitas yang rendah karena senyawa tersebut sulit
larut dalam air sehingga tidak mudah digunakan oleh mikroba sebagai sumber
karbon, dan alifatik rantai pendek mudah larut dalam air namun sangat toksik
untuk sel mikroba; serta ii) kemudahan senyawa untuk diakses oleh mikroba dan
oleh aktivitas biologis sehingga proses degradasi menjadi berjalan lebih cepat
(Mishra dan Singh, 2012).
Biodegradasi komponen hidrokarbon oleh bakteri dimediasi oleh beberapa
jenis enzim degradatif. Jenis enzim degradatif yang terlibat dalam degradasi
hidrokarbon dapat dibagi menjadi dua berdasarkan mekanisme kerja enzim, yaitu
enzim periferal dan enzim fisi. Enzim periferal bekerja untuk mengenali dan
mengkonversi hidrokarbon menjadi molekul yang lebih mudah masuk ke dalam
sel sehingga lebih mudah didegradasi, contohnya yaitu enzim lipase. Enzim fisi
bekerja mendegradasi molekul tersebut melalui jalur metabolisme sel, contohnya
yaitu kelas enzim monooksigenase dan dioksigenase (Mishra dan Singh, 2012).
6
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
Enzim yang dihasilkan oleh bakteri hidrokarbonoklastik dapat mendegradasi
hidrokarbon melalui satu atau lebih jalur metabolik karena enzim-enzim tersebut
tidak mampu mendegradasi semua jenis senyawa hidrokarbon (Mishra et al.,
2014; Macaulay, 2014). Enzim fisi yang bekerja pada proses degradasi alkana
bergantung dari panjang rantai karbon alkana tersebut, sehingga bakteri yang
mampu mendegradasi alkana umumnya memiliki beberapa gen yang menyandi
berbagai variasi enzim alkana monooksigenase (Van Beilen et al., 2003).
2.2. Bakteri Hidrokarbonoklastik
Aktivitas hidup bakteri memerlukan senyawa karbon sebagai salah satu
sumber nutrisi dan energi untuk melangsungkan proses metabolisme dan
perkembangbiakan. Beberapa bakteri memiliki kemampuan yang khas yaitu
menggunakan senyawa hidrokarbon sebagai satu-satunya sumber karbon dan
energi. Bakteri jenis ini tersebar luas di alam dan dikenal sebagai bakteri
hidrokarbonoklastik. Bakteri ini dapat memetabolisme hidrokarbon dengan
dikatalisis enzim-enzim katabolik pendegradasi hidrokarbon yang dihasilkan
secara intraseluler (Fritsche dan Hofrichter, 2008).
Beberapa genus bakteri hidrokarbonoklastik yang mampu menggunakan
hidrokarbon sebagai sumber karbon antara lain Achromobacter, Acinetobacter,
Aeromonas, Alcaligenes, Arthrobacter, Bacillus, Benecdea, Brevibacterium,
Candida, Corynebacterium, Flavobacterium, Methylobacterium, Methylococcus,
Methylocystis, Methylomonas, Micromonospora, Micrococcus, Mycobacterium,
Nocardia, Pseudomonas, Rhodotula, Spirillium, Sporobolomyces, dan Vibrio.
Beberapa bakteri mampu menggunakan hidrokarbon sebagai sumber karbon
akibat adanya proses adaptasi setelah terjadi kontaminasi minyak di laut, yaitu
genus Oleispira, Marinobacter, Thalassolitus, Alcanivorax, dan Cycloclasticus.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan degradasi hidrokarbon dapat muncul
secara alami akibat adanya proses evolusi (Chen, 2013). Spesies bakteri yang
berhasil diisolasi dan memiliki kemampuan dalam mendegradasi hidrokarbon
dalam minyak mentah antara lain Acinetobacter faecalis tipe II, Actinobacillus sp.
P3(7), Aeromonas hydrophila, Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas putida,
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
Pseudomonas
cepacea,
Pseudomonas
fluorescens-25,
dan
Pseudomonas
pseudomallei (Ni’matuzahroh et al., 2009).
2.3. Actinobacillus sp.
Actinobacillus sp. merupakan bakteri Gram negatif, imotil, tidak
menghasilkan spora, serta berbentuk oval hingga batang. DNA genom bakteri
Actinobacillus sp. mengandung 40% mol guanin dan 47% mol sitosin. Taksonomi
dari spesies Actinobacillus sp. dapat dilihat di bawah ini (Mutters et al., 1986).
Kingdom : Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Pasteurellales
Famili
: Pasteurellaceae
Genus
: Actinobacillus
Spesies
: Actinobacillus sp.
Spesies
Actinobacillus
Gambar 2.1. Fotomikrograf Actinobacillus sp.
P(3)7
sp.
diketahui
memiliki
kemampuan
untuk
mendegradasi senyawa hidrokarbon. Actinobacillus sp. mampu mendegradasi
fenol 100 mg/L hingga 100% pada kondisi optimum yaitu pada pH 7, suhu
inkubasi 35-37ºC, serta kecepatan agitasi 150 rpm. Asam suksinat serta glisin
sebagai sumber karbon dan sumber nitrogen merupakan jenis kosubstrat yang
paling efisien dalam menunjang proses degradasi hidrokarbon (Khleifat , 2007).
Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari sampel tanah pengilangan minyak
Desa Wonocolo, Bojonegoro oleh Ni’matuzahroh et al. (2009) mampu hidup pada
tanah yang tercemar minyak bumi sehingga diperkirakan mampu menggunakan
hidrokarbon sebagai sumber karbon untuk proses metabolisme. Actinobacillus sp.
P3(7) memiliki aktivitas emulsifikasi substrat crude oil sebesar 100% dan mampu
menurunkan tegangan permukaan hingga 51,2 mN/m melalui proses pelepasan
biosurfaktan. Pelepasan biosurfaktan akan menyebabkan terjadinya emulsifikasi
hidrokarbon dan penurunan tegangan antarmuka minyak-air sehingga hidrokarbon
dapat larut dan meningkatkan bioavailabilitas hidrokarbon dalam fasa air sehingga
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
hidrokarbon dapat masuk ke dalam sel dan dimetabolisme oleh bakteri (Fatimah et
al., 2009).
Actinobacillus sp. juga memiliki kemampuan untuk mensekresikan enzim
lipase dan dapat dikombinasikan dengan Acinetobacter sp. P2(1), Bacillus subtilis
3KP, serta Pseudomonas putida yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan
biosurfaktan, untuk proses pengolahan crude oil dengan metode sand pack
column. Masing-masing jenis kombinasi biosurfaktan dan lipase dari keempat
bakteri tersebut secara efektif mampu menurunkan kadar crude oil sebesar
16,73%; 12%; dan 11,9%. Keefektifan kombinasi biosurfaktan dan lipase dalam
menurunkan kadar crude oil sebanding dengan surfaktan sintetik yang digunakan
sebagai kontrol positif yaitu Tween-20 yang mampu menurunkan kadar crude oil
hingga 13,40%, sehingga kombinasi biosurfaktan dan lipase dari keempat bakteri
tersebut diharapkan dapat digunakan dalam proses oil recovery (Ni’matuzahroh et
al., 2015).
2.4. Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase
Tahap pertama dalam mekanisme degradasi alkana oleh bakteri dalam
kondisi aerob adalah oksidasi alkana oleh kelas enzim monooksigenase yaitu
enzim yang mengkatalisis inkorporasi satu atom oksigen ke dalam substrat,
sedangkan tahap pertama dalam mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik
selain benzena oleh bakteri dalam kondisi aerob adalah oksidasi aromatik oleh
kelas enzim dioksigenase yaitu enzim yang mengkatalisis inkorporasi dua atom
oksigen ke dalam substrat (Madigan et al., 2012).
Sistem enzim yang terlibat dalam oksigenasi hidrokarbon alkana pada
prokariot telah banyak ditemukan dan diklasifikasikan berdasarkan panjang rantai
karbon substrat serta karakteristik degradasi karena sistem enzim yang berbeda
dibutuhkan untuk mengoksidasi alkana dengan panjang rantai yang berbeda untuk
menginisiasi proses biodegradasi, antara lain metana monooksigenase (MMO
yang dikode oleh klaster gen mmo), sitokrom P450 (CYP yang dikode oleh klaster
gen CYP), alkana monooksigenase untuk rantai C medium yaitu C5-C12 (AlkB
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
yang dikode oleh klaster gen alkB), dan alkana monooksigenase untuk rantai C
panjang yaitu C>12 (AlkM yang dikode oleh klaster gen alkM) (Singh et al., 2012).
2.4.1. Alkana monooksigenase
Enzim alkana monooksigenase merupakan enzim yang paling banyak
ditemukan pada bakteri pendegradasi alkana dan dikode oleh klaster gen alk.
Enzim ini mengkatalisis reaksi tahap pertama dalam degradasi alkana, yaitu
oksidasi hidrokabon alkana linier (rantai medium C5-C12 dan rantai panjang C12-30)
melalui inkorporasi 1 atom O dari O2 dan penggunaan NADH. Reaksi katalisis
oksidasi alkana menjadi alkohol yaitu sebagai berikut.
CH3-(CH2)n-CH3 + O2 + NADH + H+ → CH3-(CH2)n-CH2OH + NAD+ + H2O +
H+
(Ji et al., 2013).
Enzim famili alkana monooksigenase memiliki tiga komponen, yaitu
monooksigenase, rubredoksin, rubredoksin reduktase, serta dua atom Fe.
Komponen monooksigenase adalah protein integral membran, sedangkan
komponen rubredoksin dan rubredoksin reduktase merupakan protein sitoplasma
dan larut pada sitoplasma. Elektron ditangkap oleh NADH kemudian rubredoksin
reduktase mentransfer elektron dari NADH ke rubredoksin. Rubredoksin
kemudian mereduksi monooksigenase yang menyebabkan katalisis adisi 1 atom O
dari O2 ke alkana membentuk alkohol (Singh et al., 2012).
Komponen monooksigenase (gambar 2.2) memiliki 6 situs heliks
transmembran dan sisi aktif yang menghadap ke arah sitoplasma. Sisi aktif enzim
tersebut meliputi motif yang mengandung 4 residu histidin (simbol H) yang
membentuk kelat dengan dua atom Fe (simbol ●), dan bekerja dalam aktivasi
alkana dengan adanya O2 melalui pembentukan intermediet radikal. Satu dari
atom O pada O2 ditransfer ke gugus metil terminal dari alkana menghasilkan
alkohol, sedangkan atom O lainnya direduksi menjadi H2O melalui proses transfer
elektron oleh rubredoksin (Singh et al., 2012).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
Gambar 2.2. Struktur monooksigenase pada sistem alkana monooksigenase. Simbol H:
residu histidin, simbol ●: atom Fe, dan simbol batang: situs heliks
transmembran (Van Beilen et al., 2003)
Enzim alkana monooksigenase memiliki spesifisitas substrat yang rendah
namun tetap bekerja secara regiospesifik (hanya bekerja pada posisi satu jenis
ikatan tertentu) dan stereospesifik (hanya menghasilkan salah satu jenis
stereoisomer). Alkana monooksigenase yang diisolasi dari Pseudomonas
oleovorans Gpo1 mampu mengkatalisis reaksi oksidasi pada alkana linier, alkana
bercabang, serta sikloalkana. Alkana linier seperti dekana, undekana, heksana,
serta heptana dioksidsasi menjadi alkohol primer. Alkana bercabang seperti
metilbutana, metilpentana, serta metilheksana dioksidasi pada atom karbon
sekunder. Oksidasi alkana tidak terjadi jika terdapat atom karbon tersier. Alkana
siklik tersubstitusi seperti metilsikloheksana dioksidasi pada posisi trans-4 dari
posisi substituen. Alkana selain jenis alkana linier dioksidasi dalam laju yang
sangat lambat. Enzim bekerja terhadap jenis substrat yang luas namun terbatas
pada substrat dengan struktur yang sederhana karena sisi aktif enzim yang
berukuran sempit sehingga substrat berukuran besar seperti dekalin serta indolin
dioksidasi dalam laju yang sangat lambat. Spesifisitas enzim ditentukan oleh
residu asam amino Trp-55 yang berada pada sisi aktif enzim (Van Beilen et al.,
1994).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
2.4.2. Toluena dioksigenase
Toluena dioksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi tahap
pertama dalam degradasi toluena, yaitu oksidasi toluena menjadi (+)-cis-(1S,2R)dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5-diena
(cis-toluena
dihidrodiol)
melalui
penggunaan O2 dan NADH. Reaksi yang terjadi sebagai berikut.
Toluena + NADH + H+ + O2 → (+)-cis-(1S,2R)-dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5diena + NAD+
(Jiang et al., 1999).
Toluena dioksigenase merupakan sistem enzim multikomponen yang terdiri
dari ferodoksin reduktase, ferodoksin, dan oksigenase (gambar 2.3). Elektron
ditangkap oleh NADH lalu ditransfer ke ferodoksin reduktase, kemudian
ditransfer ke ferodoksin. Ferodoksin kemudian mereduksi oksigenase yang
menyebabkan katalisis adisi 2 atom O dari O2 ke senyawa toluena secara
stereospesifik membentuk (+)-cis-(1S,2R)-dihidroksi-3-metilsikloheksa-3,5-diena.
Komponen
oksigenase
pada
enzim
toluena
dioksigenase
merupakan
heteroheksamer yang terdiri dari subunit katalitik (sub-unit α) dan subunit
struktural (sub-unit β). Sub-unit katalitik mengandung Rieske center [2Fe-2S] dan
Fe mononuklir pada sisi aktif (Friemann et al., 2009).
(b)
(a)
Gambar 2.3. Struktur oksigenase pada sistem toluena dioksigenase tampak samping (a)
dan tampak atas (b). Sub-unit α berwarna merah, hijau, dan kuning. Subunit β berwarna merah muda, hijau muda, dan abu-abu. Atom Fe berwarna
magenta dan atom S berwarna oranye (Friemann et al., 2009)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
Toluena dioksigenase bekerja pada rentang jenis substrat yang luas yaitu
berbagai jenis alkilbenzena sederhana seperti toluena, etilbenzena, maupun
dimetilbenzena, namun tetap memberikan sifat spesifisitas yaitu merubah substrat
tersebut menjadi produk dihidrodiol secara stereospesifik dan regiospesifik. Sifat
ini menjadikan toluena dioksigenase bernilai tinggi dalam proses sintesis senyawa
yang dikontrol berdasarkan sifat enantiomerik. Residu asam amino yang berperan
dalam menentukan spesifisitas substrat yaitu Ile-301, Thr-305, Ile-307, dan Leu309. Residu ini tidak berada pada sisi pengikatan substrat namun pada bagian
saluran yang dilalui substrat untuk menuju sisi aktif (Bagneris et al., 2005).
2.4.3. Naftalen dioksigenase
Naftalena dioksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis reaksi tahap
pertama dalam degradasi naftalen, yaitu oksidasi naftalen menjadi (+)-cis-(1R,2S)dihidroksi-1,2-dihidronaftalen (naftalen cis-dihidrodiol) melalui penggunaan O2
dan NADH. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut.
Naftalena + NADH + H+ + O2 → (+)- cis-(1R,2S)-dihidroksi-1,2-dihidronaftalena
+ NAD+
(Lee, 2005).
Naftalena dioksigenase merupakan sistem enzim multikomponen yang
terdiri dari ferodoksin reduktase, ferodoksin, dan oksigenase. Elektron ditangkap
oleh NADH lalu ditransfer ke ferodoksin reduktase, kemudian ditransfer ke
ferodoksin. Ferodoksin kemudian mereduksi oksigenase yang menyebabkan
katalisis adisi 2 atom O dari O2 ke senyawa naftalena secara stereospesifik
membentuk (+)-cis-(1R,2S)-dihidroksi-1,2-dihidronaftalen (Lee, 2005).
Struktur oksigenase pada sistem enzim naftalena dioksigenase juga terdiri
dari heksamer α3β3 (gambar 2.4). Tiap subunit pada komponen oksigenase
mengandung Rieske center [2Fe-2S] dan sisi aktif berupa Fe yang berkoordinasi
dengan molekul air, 2 residu histidin, dan 1 residu aspartat bidentat membentuk
triad 2-His-1-Asp yang terlibat dalam aktivasi O2 dan proses katalisis. Salah satu
Fe pada Rieske center berkoordinasi dengan 2 residu sistein sedangkan Fe lainnya
berkoordinasi dengan 2 residu histidin (gambar 2.5) (Lee, 2005).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
Gambar 2.4. Struktur oksigenase pada sistem enzim naftalena dioksigenase. Sub-unit α
berwarna ungu, hijau, dan biru. Sub-unit β berwarna ungu muda, hijau
muda, dan biru muda. Atom Fe berwarna merah dan atom S berwarna
kuning (Kauppi et al, 1998)
Gambar 2.5. Ikatan koordinasi pada naftalena dioksigenase. Ikatan terbentuk antara triad
2-His-1-Asp dan molekul air dengan atom Fe pada sisi aktif dan terbentuk
antara 2 residu sistein dan 2 residu histidin dengan 2 atom Fe pada Rieske
center, kedua bagian distabilkan oleh residu Asp-205 (Parales et al., 2000)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Enzim naftalena dioksigenase memiliki spesifisitas substrat yang rendah
namun tetap bekerja secara regiospesifik (hanya bekerja pada posisi satu jenis
ikatan tertentu) dan stereospesifik (hanya menghasilkan salah satu jenis
stereoisomer) dalam menghasilkan produk dihidrodiol. Naftalena dioksigenase
mampu mengkatalisis reaksi oksidasi naftalena dan bifenil dalam laju yang sama,
namun mengkatalisis reaksi oksidasi fenantrena dalam laju yang lebih lambat.
Poliaromatik cincin 4 seperti krisen dan benz[a]antrasena juga dapat mengalami
reaksi
oksidasi
dengan
dikatalisis
oleh
enzim
nafttalena
dioksigenase
menghasilkan struktur bis-cis-dihidrodiol (Parales et al., 2000; Jouanneau et al.,
2006).
2.5. Gen Penyandi Enzim Monooksigenase dan Dioksigenase
Bakteri mampu mendegradasi hidrokarbon karena bakteri memiliki gen
penyandi enzim-enzim katabolik yang berperan dalam jalur katabolisme
hidrokarbon, baik karena proses adaptasi akibat terjadinya kontaminasi maupun
muncul secara alamiah sebagai sifat bakteri. Gen katabolik ini dapat digunakan
sebagai dasar untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi isolat dalam
mendegradasi hidrokarbon dengan proses amplifikasi menggunakan metode PCR
(Chen, 2013; Mathew dan Hobani, 2015). Gen-gen katabolik penyandi enzim
hidrokarbon alifatik maupun aromatik yang telah berhasil diamplifikasi dari DNA
bakteri antara lain klaster gen alk, CYP, tod, ndo, phn, xyl, serta PAH-RHD yang
berturut-turut menyandi enzim alkana monooksigenase, sitokrom P450, toluena
dioksigenase,
naftalen
dioksigenase,
fenantren
dioksigenase,
katekol
dioksigenase, serta PAH-ring hydroxylating dioxygenase (Marquez-Rocha et al.,
2005; Phillips et al., 2008; Hesham et al., 2014). Enzim pendegradasi hidrokarbon
merupakan enzim multikomponen sehingga gen struktural yang menyandi
komponen enzim tersebut tersusun dalam sebuah klaster gen (operon), baik dalam
bentuk operon polisistronik pada kromosom atau pada plasmid (Sahoo, 2010).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
2.5.1. Gen penyandi alkana monooksigenase
Alkana monooksigenase untuk rantai C medium yaitu C5-C12 (AlkB) yang
dikode oleh klaster gen alkB dan alkana monooksigenase untuk rantai C panjang
yaitu C>12 (AlkM) yang dikode oleh klaster gen alkM merupakan dua jenis enzim
alkana monooksigenase yang telah berhasil dikarakterisasi. Klaster gen alkB
pertama kali diamplifikasi dari strain Pseudomonas oleovorans Gpo1 dan terdiri
dari 3 komponen enzim yaitu alkana monooksigenase (alkB), rubredoksin (alkG),
dan rubredoksin reduktase (alkT). Homolog alkB telah banyak tersebar di alam
pada sekitar 45 spesies bakteri (Chen, 2013). Klaster gen alkM pertama kali
diamplifikasi dari strain Acinetobacter sp. ADP1 dan terdiri dari gen yang
menyandi 3 komponen enzim yaitu alkana monooksigenase (alkM), rubredoksin
(rubA), dan rubredoksin reduktase (rubB). Gen alkM telah berhasil dideteksi pada
berbagai strain Acinetobacter, seperti Acinetobacter sp. M-1, A. calcoaceticus
NCIMB 8250, A. calcoaceticus EB104, Acinetobacter sp. 2769A, dan A.
calcoaceticus 69-V. Analisis filogenetik sekuens asam amino dari AlkM dan
AlkB menunjukkan tingkat diversitas sekuens yang sangat tinggi sehingga gen
alkM dapat dengan mudah dibedakan dari gen alkB. Gen alk juga memiliki
diversitas cukup tinggi pada genus bakteri yang berbeda terutama antara bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Hal ini mengindikasikan jika probe DNA atau
primer oligonukleotida spesifik dapat didesain untuk mendeteksi dan memonitor
genotipe alkana monooksigenase secara spesifik menggunakan metode molekuler
(Phrommanich et al., 2009; Whyte et al., 2002).
2.5.2. Gen penyandi toluen dioksigenase
Gen penyandi sistem enzim toluena dioksigenase yaitu klaster gen tod
pertama kali diamplifikasi dari strain Pseudomonas putida F1. Gen tod terdiri dari
dua klaster gen (operon) yang mengandung gen struktural yang menyandi enzim
untuk proses degradasi toluen. Gen todA-C menyandi enzim toluen diksigenase
yang mengkatalisis tahap pertama reaksi degradasi toluen kemudia gen todD-E
yang menyandi enzim-enzim yang bekerja dalam tahap degradasi selanjutnya
(Zylstra dan Gibson, 1989).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
2.5.3. Gen penyandi naftalen dioksigenase
Gen penyandi sistem enzim naftalen dioksigenase yaitu klaster gen nah
pertama kali diamplifikasi dari plasmid NAH7 dari strain Pseudomonas putida
G7. Gen nah terdiri dari dua klaster gen (operon) yang mengandung gen struktural
yang menyandi enzim untuk proses degradasi naftalen, yaitu operon nah1 (nahAF) dan operon nah2 (nahG-M). Operon nah1 terdiri dari gen nahA-F yang
mengkode enzim-enzim yang terlibat dalam konversi naftalen menjadi salisilat
dan operon nah2 terdiri dari gen nahG-M yang mengkode enzim-enzim yang
terlibat dalam metabolisme salisilat melalui jalur pemutusan meta menjadi piruvat
dan asetaldehid, sehingga gen penyandi enzim naftalen dioksigenase terletak pada
operon nah1 (Seo et al., 2009).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Lumpur minyak bumi (oil sludge) adalah campuran hidrokarbon, padatan,
logam dan air yang membentuk emulsi w/o yang stabil dan terdeposisi pada
bagian bawah/dasar tangki penyimpanan minyak. Oil sludge menjadi hasil
samping atau limbah dalam proses pengolahan dan pemurnian minyak bumi. Oil
sludge mengandung hidrokarbon alifatik, monoaromatik, dan poliaromatik yang
sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan sehingga perlu dilakukan
pengolahan untuk menekan atau menghilangkan kandungan berbahaya dari oil
sludge tersebut.
Degradasi oil sludge secara fisika dan kimia telah banyak digunakan dan
memiliki kelebihan yaitu efisien serta mampu menurunkan kadar polutan pada oil
sludge secara maksimal namun memiliki kelemahan yaitu tidak ekonomis
terutama jika diaplikasikan dalam skala industri. Salah satu metode yang menjadi
pilihan untuk pengolahan oil sludge adalah biodegradasi menggunakan
mikroorganisme yaitu bakteri, yeast, atau fungi. Bakteri banyak dipilih
dibandingkan yeast atau fungi karena memiliki kecepatan pertumbuhan yang
tinggi serta kemudahan untuk memperbanyak jumlah selnya. Hidrokarbon yang
didegradasi digunakan sebagai sumber karbon utama oleh bakteri dalam proses
metabolisme. Produk degradasi hidrokarbon yang memasuki siklus asam sitrat
berfungsi sebagai substrat metabolisme energi dan sebagai zat pembangun untuk
proses biosintesis sel serta proses pertumbuhan bakteri.
Salah satu bakteri yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi oil
sludge adalah Actinobacillus sp. P3(7). Mekanisme degradasi oil sludge oleh
Actinobacillus sp. P3(7) adalah melalui sekresi biosurfaktan yang mempermudah
masuknya komponen hidrokarbon dari oil sludge ke dalam sel bakteri. Komponen
oil sludge yang telah masuk ke dalam sel kemudian dimetabolisme oleh enzimenzim katabolik sebagai sumber karbon, yaitu enzim monooksigenase dan
dioksigenase. Enzim monooksigenase dan dioksigenase yang terlibat dalam
18
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19
metabolisme oil sludge disandi oleh gen-gen penyandi enzim monooksigenase
dan dioksigenase. Fragmen gen ini dapat diangkat dengan proses amplifikasi
menggunakan metode PCR dengan primer spesifik sehingga dapat diketahui
estimasi ukuran fragmen gen tersebut.
3.2. Hipotesis Penelitian
1.
Fragmen gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase dapat
diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7).
2.
Actinobacillus sp. P3(7) memiliki nilai aktivitas enzim monoksigenase
terhadap substrat hidrokarbon alifatik berupa heksadekana.
3.
Actinobacillus sp. P3(7) memiliki nilai aktivitas enzim dioksigenase terhadap
substrat hidrokarbon aromatik berupa toluena dan naftalena.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20
Cara fisika
Lumpur minyak bumi (oil sludge)
Cara kimia
Cara biologi
Hidrokarbon
alifatik
Hidrokarbon
monoaromatik
Hidrokarbon
poliaromatik
Degradasi
Sumber karbon
Bakteri
Metabolisme
Yeast
Fungi
Actinobacillus sp. P3(7)
Biosurfaktan
Enzim
Monooksigenase
Dioksigenase
Heksadekana
Toluena
Naftalena
Alkana
monooksigena
se
Toluena
dioksigenase
Naftalena
dioksigenase
tod
alk
ndo
Gen
Objek penelitian
Telah diteliti
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Departemen Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Airlangga mulai bulan Januari 2016 hingga Juli
2016.
4.2. Bahan dan Alat Penelitian
4.2.1. Isolat bakteri
Bakteri yang digunakan adalah Actinobacillus sp. P3(7) hasil isolasi dari
pengeboran minyak Desa Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur yang dilakukan
oleh Ni’matuzahroh et al. (2009) dan menjadi koleksi Laboratorium Mikrobiologi
Departemen Biologi FST Universitas Airlangga.
4.2.2. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Nutrient Agar (NA),
Luria Bertani (LB), Sea Salt (SS), yeast extract, tripton, heksadekana, toluena,
naftalena, DMSO, GenEluteTM Bacterial Genomic DNA Kit, Tris-HCl, NADH,
primer (alk-F, alk-R, tod-F, tod-R, ndo-F, ndo-R), Q5® High-Fidelity 2X master
mix, PCR water, agarose, DNA marker Lambda DNA/HindIII, DNA marker 100
bp ladder, loading dye, Coomassie Brilliant Blue G 250, asam fosfor, etanol,
akuades, akuabides, dan etidium bromida (EtBr).
4.2.3. Alat penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu autoklaf, sentrifuse,
mikrosentrifuse, neraca analitik, inkubator, lemari pendingin, tabung Eppendorf,
mikropipet, sonikator, laminar air flow cabinet, pH meter, shaker incubator,
waterbath,
hotplate,
microplate
reader,
thermocycler
(BioRad),
UV-
transluminator, spektrofotometer UV-Vis (UV1800 Shimadzu), set alat
elektroforesis DNA, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
21
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22
4.3. Diagram Alir Penelitian
Peremajaan Actinobacillus sp. P3(7) dalam media NA
Kultivasi Actinobacillus
sp. P3(7) dalam media LB
cair
Kultivasi Actinobacillus sp. P3(7) dalam media Sea
Salt diperkaya yeast extract dan hidrokarbon
Pengukuran OD600nm
setiap interval 2 hari
pertumbuhan
Sentrifugasi kultur
Actinobacillus sp.
P3(7) setiap interval 2
hari pertumbuhan
Ekstraksi DNA genom
bakteri
Pelet sel
Supernatan
Elektroforesis DNA
genom bakteri
Lisis sel
Amplifikasi gen penyandi
enzim oksigenase dengan
metode PCR menggunakan
primer spesifik
Sentrifugasi
Residu
Supernatan
Uji aktivitas enzim monooksigenase
dengan substrat heksadekana dan
dioksigenase dengan substrat toluena
dan naftalena
Gambar 4.1. Diagram alir penelitian
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23
4.4. Cara Kerja
4.4.1. Pembuatan media
Pembuatan media untuk peremajaan isolat bakteri
Media Nutrient Agar (NA) sebanyak 0,56 gram dilarutkan dalam 20 mL
akuades,
lalu
dipanaskan
menggunakan
hotplate
dan
dihomogenkan
menggunakan magnetic stirrer hingga mendidih. Media dituang ke dalam 4
tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 mL lalu disumbat dengan kapas yang
telah dibungkus dengan kain kassa steril dan ditutup dengan aluminium foil,
kemudian disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121ºC selama 20 menit.
Media didiamkan pada posisi miring dan suhu kamar sampai membeku.
Pembuatan media untuk produksi enzim
Media Sea Salt sebanyak 3,6 gram dan yeast extract sebanyak 2 gram
dilarutkan dalam 1 L akuades. Media yang telah jadi disterilisasi menggunakan
autoclave pada suhu 121ºC selama 20 menit.
Pembuatan media untuk preparasi DNA template dalam proses PCR
Media Luria Bertani sebanyak 100 mL dibuat dengan komposisi: 0,5 g
ekstrak yeast; 1 g tripton; dan 1 g NaCl. Semua bahan dilarutkan dalam 100 mL
akuades hingga homogen. Media yang telah jadi disterilisasi menggunakan
autoclave pada suhu 121ºC selama 20 menit.
4.4.2. Peremajaan mikroba
Sebanyak satu ose biakan murni Actinobacillus sp. P3(7) diinokulasikan
dengan metode gores (streak) pada media Nutrient Agar (NA) miring lalu
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37ºC. Peremajaan mikroba dilakukan secara
aseptik untuk menghindari kontaminasi (Ni’matuzahroh et al., 2009).
4.4.3. Kultivasi mikroba dalam media LB
Sebanyak 2 ose biakan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) dari media NA
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL yang berisi 20 mL media LB cair lalu
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24
diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam pada
suhu 37ºC. Mikroba hasil kultivasi digunakan untuk ekstraksi DNA genom
mikroba.
4.4.4. Ekstraksi DNA genom
Proses ekstraksi DNA genom mengikuti tahapan dari GenEluteTM Bacterial
Genomic DNA Kit untuk bakteri Gram negatif. Penyiapan larutan Protease K 20
mg/mL dilakukan dengan cara menambahkan 20 mg Protease K ke dalam 1 mL
akuabides. Kultur bakteri Actinobacillus sp. P3(7) murni dibiakkan semalam pada
media LB lalu diambil sebanyak 1,5 mL dan disentrifuse dengan kecepatan
12.000-16.000 × g selama 2 menit. Supernatan dibuang sehingga didapatkan pelet
bakteri yang akan digunakan untuk ekstraksi DNA genom.
Pelet diresuspensikan ke dalam 180 μL Lysis Solution T, kemudian
ditambahkan 20 μL larutan RNAse A lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 2
menit. Sebanyak 20 μL Larutan Proteinase K ditambahkan ke dalam sampel lalu
diinkubasi pada suhu 55ºC selama 30 menit. Sebanyak 200 μL larutan Lysis
Solution C (B8803) kemudian ditambahkan ke dalam sampel lalu diinkubasi pada
suhu 55ºC selama 10 menit dan siap untuk dilisis.
Preparasi kolom yang akan digunakan dalam proses ekstraksi dilakukan
dengan cara sebanyak 500 μL larutan Column Preparation ditambahkan ke dalam
masing-masing GenElute Miniprep Binding Column yang telah diset dengan
collection tube 2 mL kemudian disentrifuse dengan kecepatan 12.000 × g selama
1 menit. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian dibuang.
Sebanyak 200 μL etanol (95-100%) ditambahkan ke dalam lisat. Sel lisat
kemudian dituang ke dalam binding column lalu disentrifuse dengan kecepatan ≥
6.500 × g selama 1 menit. Eluat yang tertampung pada collection tube kemudian
dibuang. Sebanyak 500 μL Wash Solution 1 (W0263) ditambahkan ke dalam
kolom lalu disentrifuse dengan kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit. Eluat yang
tertampung pada collection tube kemudian dibuang. Sebanyak 500 μL Wash
Solution ditambahkan ke dalam kolom kemudian disentrifuse dengan kecepatan
12.000-16.000 × g selama 3 menit untuk mengeringkan kolom. Kolom harus
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25
dipastikan bebas dari etanol sebelum proses elusi DNA sehingga kolom
disentrifuse kembali dengan kecepatan 12.000-16.000 × g selama 1 menit jika
masih terdapat residu etanol. Eluat yang tertampung pada collection tube
kemudian dibuang. Collection tube diganti dengan yang berukuran 1,5 mL.
Sebanyak 100 μL Elution Solution (B6803) diteteskan tepat pada bagian
tengah kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Kolom lalu
disentrifuse pada kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit untuk mengelusi DNA.
Sebanyak 100 μL Elution Solution (B6803) diteteskan kembali tepat pada bagian
tengah kolom kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 5 menit. Kolom lalu
disentrifuse pada kecepatan ≥ 6.500 × g selama 1 menit untuk mengelusi DNA.
Eluat pada collection tube mengandung DNA genom murni. Penyimpanan jangka
panjang disimpan pada suhu -20ºC dan jangka pendek disimpan pada suhu 2-8ºC.
4.4.5. Penentuan kadar DNA genom
Konsentrasi dan kemurnian DNA genom ditentukan dengan metode nanodrop, yaitu absorbansi sampel diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang 260 dan 280 nm. Kemurnian DNA dapat dikalkulasi
berdasarkan persamaan sebagai berikut.
𝐾𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛 𝐷𝑁𝐴 =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖260 𝑛𝑚
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖280 𝑛𝑚
Nilai kemurnian pada rentang 1,75-1,9 menandakan kualitas DNA yang
bagus dengan tingkat kemurnian tinggi, sedangkan ≤ 1,75 menandakan adanya
kontaminasi protein, dan ≥ 1,9 menandakan adanya kontaminasi RNA.
Konsentrasi DNA dapat dikalkulasi menggunakan persamaan:
𝐾𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐷𝑁𝐴 (𝑛𝑔/𝜇𝐿) =
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖260 𝑛𝑚 × 50 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
1000
4.4.6. Amplifikasi gen penyandi enzim monooksigenase dan dioksigenase
Proses
amplifikasi
dilakukan
berdasarkan
prosedur
standar
PCR
menggunakan thermal cycler. Volume reaksi yang digunakan sebesar 25 μL yang
terdiri dari campuran 1,25 μL primer forward dan 1,25 μL primer reverse, 1 μL
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26
DNA genom sebagai template, 12,5 μL Q5® High-Fidelity 2X master mix (yang
terdiri dari campuran dNTP, DNA polimerase, dan Mg2+) dan 9 μL PCR water.
Campuran dihomogenkan kemudian dimasukkan ke mesin PCR. Reaksi PCR
dilakukan dengan kondisi: 98ºC selama 30 detik, (98ºC selama 10 detik, 55ºC
selama 20 detik, 72ºC selama 45 detik) sebanyak 35 siklus, dan pada 72ºC selama
2 menit, lalu hold pada suhu 4ºC.
Tabel 4.1. Primer yang digunakan untuk amplifikasi fragmen gen (Marquez-Rocha et al.,
2005)
Sekuens Primer (5’→3’)
Primer
alkM-F
CGGCTACTCCGATGATCGG
alkM-R
GATCCGAGTGCCGCTGAAG
tod-F
GGGCTTACGACACCGCCG
tod-R
GCGCTCCACGCTACCCAG
ndo-F
CACTCATGATAGCCTGATTCC
ndo-R
CACAACACACCCATGCCGCTG
Ukuran Fragmen (bp)
870
642
560
Tabel 4.2. Set kondisi PCR
Tahap PCR
Suhu
Waktu
Pre-denaturasi
98°C
30 detik
Denaturasi
98°C
10 detik
Annealing
55°C
20 detik
Elongasi
72°C
45 detik
Elongasi akhir
72°C
7 menit
Preservasi
4°C
Hold
Jumlah Siklus
35 siklus
4.4.7. Elektroforesis DNA
Pembuatan larutan stok TAE 50×
Buffer running elektroforesis yaitu TAE 50× dibuat dengan cara
mencampurkan 242 g Tris dan 18,61 g Na2.EDTA dengan 700 mL akuabides
kemudian ditambahkan 57,1 mL asam asetat glasial lalu campuran ditambahkan
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27
akuabides hingga volume akhir mencapai 1 L. Larutan kemudian diencerkan
dengan menambahkan 2 mL buffer TAE 50× ke dalam 98 mL akuabides sehingga
volume total larutan adalah 100 mL dan didapatkan larutan buffer TAE 1×.
Metode elektroforesis
Gel agarose 1% dibuat dengan cara sebanyak 0,35 g serbuk agarose
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL kemudian ditambahkan 35 mL buffer
TAE 1× (Tris-asetat 40 mM, asam asetat 20 mM, dan Na2EDTA 1 mM pH 8,6)
lalu dipanaskan di atas hot plate hingga larut. Larutan kemudian didinginkan
hingga suhu ± 45°C lalu dituang pada cetakan agar dan didiamkan hingga gel
memadat. Sebanyak 1 μL loading dye dicampur dengan 5 μL DNA sampel lalu
dimasukkan ke dalam sumuran pada gel. Sebanyak 5 μL DNA marker
dimasukkan pada sumuran terpisah. Elektroforesis dilakukan dalam buffer TAE
1x pada tegangan 70 V dan dihentikan ketika bromophenol blue dalam loading
dye telah bermigrasi sepanjang 2/3 dari panjang gel. Gel kemudian direndam
dalam larutan EtBr 250 μg/mL selama 15 menit dan dibilas dalam akuades selama
2 menit kemudian diamati pendarannya menggunakan UV-transluminator dan
difoto menggunakan kamera.
4.4.8. Kultivasi mikroba dalam media Sea Salt diperkaya yeast extract dan
substrat hidrokarbon
Sebanyak 5% (v/v) suspensi sel dengan OD600nm = 0,5 dari media NA
dimasukkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 250 mL yang berisi 47,5 mL
media Sea Salt diperkaya yeast extract dan 1% heksadekana. Campuran
diinkubasi pada shaker incubator dengan kecepatan 100 rpm selama 14 hari pada
suhu 37ºC. Prosedur yang sama dilakukan dengan penambahan substrat berupa
100 ppm toluena dan 200 ppm naftalena. Erlenmeyer tanpa penambahan
hidrokarbon juga diinkubasi dalam kondisi yang sama sebagai kontrol
pertumbuhan.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28
4.4.9. Pengukuran OD600nm mikroba
Pertumbuhan bakteri selama proses kultivasi berlangsung diukur dengan
cara mengambil sebanyak 4 mL suspensi sel dan OD suspensi diukur
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada λ 600 nm. Hal ini dilakukan setiap
interval dua hari.
4.4.10. Uji aktivitas enzim oksigenase
Pembuatan larutan stok buffer 20 mM Tris-HCl
Sebanyak 3,79 g Tris dilarutkan dalam 800 mL akuabides dan pH larutan
diset hingga pH 7 melalui penambahan HCl pekat, kemudian ditambahkan
akuabides hingga volume larutan mencapai 1000 mL sehingga didapatkan larutan
buffer 31,25 mM Tris-HCl sebagai larutan stok. Buffer ini kemudian diencerkan
untuk didapatkan buffer Tris-HCl 20 mM.
Panen bakteri
Sel dipanen dengan cara disentrifuse pada kecepatan 5000 rpm. Supernatan
dipisahkan dan pelet dicuci dua kali dengan 1 mL buffer Tris-HCl 20 mM pH 7,4.
Pelet kemudian diresuspensikan dalam 500 μL buffer Tris-HCl 20 mM pH 7,4.
Pelet lalu disonikasi menggunakan ultrasonic disintegrator dengan diameter
probe 3 mm, daya 80%, dan dalam interval 30 s on serta 15 s off selama 4 menit.
Hasil sonikasi lalu disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 8000 rpm pada
suhu 4ºC. Supernatan yang diperoleh kemudian digunakan untuk uji aktivitas
enzim dan ditentukan kadar protein sel dengan metode Bradford (1976).
Penentuan kadar protein
Kadar protein ditentukan dengan metode Bradford (1978). Sebanyak 0,1 g
Coomassie Brilliant Blue G 250 dilarutkan dalam 50 mL etanol 95% (v/v),
kemudian ditambahkan 100 mL asam fosfor 85%, dan ditambahkan akuabides
hingga volume larutan mencapai 250 mL, lalu dihomogenkan dan disaring.
Larutan diencerkan 4 kali menggunakan akuabides sebelum digunakan.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29
Larutan stok bovine serum albumin (BSA) 500 μg/mL dibuat dengan cara
melarutkan 0,005 g BSA dalam 10 mL akuabides. Larutan standar BSA dibuat
dengan cara sebanyak 0,2 mL; 0,4 mL; 0,8 mL; 1,2 mL; 1,6 mL; dan 2 mL larutan
stok BSA 500 μg/mL masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
diencerkan dengan akuabides hingga tanda batas volume sehingga didapatkan
larutan standar BSA dengan konsentrasi 10 μg/mL; 20 μg/mL; 40 μg/mL; 60
μg/mL; 80 μg/mL; dan 100 μg/mL. Masing-masing variasi konsentrasi larutan
standar dipipet sebanyak 0,08 mL kemudian ditambahkan larutan Bradford
sebanyak 4 mL, lalu divorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit.
Larutan standar BSA dengan variasi konsentrasi 10 μg/mL; 20 μg/mL; 40
μg/mL; 60 μg/mL; 80 μg/mL; dan 100 μg/mL dibaca absorbansinya menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 595 nm. Perlakuan diulang
sebanyak 2 kali untuk masing-masing variasi konsentrasi. Hasil absorbansi
kemudian dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi vs absorbansi
dengan persamaan garis linier y = mx + C. Koefisien y pada persamaan garis
menyatakan nilai absorbansi, sedangkan koefisien x menyatakan besarnya
konsentrasi larutan.
Sampel crude enzyme sebanyak 0,08 mL ditambahkan larutan Bradford
sebanyak 4 mL, lalu divorteks dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit.
Sampel dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan 0,08 mL akuabides yang
ditambahkan larutan Bradford sebanyak 4 mL.
Tabel 4.3. Komposisi penentuan kadar protein dengan metode Bradford (1978)
Komposisi
Akuabides
Larutan Bradford
Volume total
TESIS
Blanko
Larutan Standar
Sampel Uji
-
0,08 mL
0,08 mL
0,08 mL
-
-
4 mL
4 mL
4 mL
4,08 mL
4,08 mL
4,08 mL
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30
Uji aktivitas enzim monooksigenase
Supernatan yang didapatkan digunakan untuk uji aktivitas enzim alkana
monooksigenase. Campuran reaksi mengandung buffer Tris-HCl 20 mM; NADH
0,1 mM; larutan heksadekana (1% heksadekana dalam 80% DMSO), serta ekstrak
enzim kasar. Reaksi dimulai dengan menambahkan 2 μL larutan heksadekana ke
dalam campuran reaksi. Campuran kemudian dihomogenkan menggunakan
vorteks selama 3 detik dan diinkubasi selama 6 menit. Absorbansi campuran
diukur menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 340 nm. Nilai
absorbansi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya
aktivitas enzim (Jauhari et al., 2014; Mishra et al., 2014; Singh et al., 2013;
Mishra dan Singh, 2012).
Uji aktivitas enzim dioksigenase
Supernatan yang didapatkan digunakan untuk uji aktivitas enzim toluen
dioksigenase. Campuran reaksi mengandung buffer Tris-HCl 20 mM; NADH 0,1
mM; larutan toluena (1% toluena dalam 80% DMSO), serta ekstrak enzim kasar.
Reaksi dimulai dengan menambahkan 2 μL larutan toluena ke dalam campuran
reaksi. Campuran kemudian dihomogenkan menggunakan vorteks selama 3 detik
dan diinkubasi selama 6 menit. Absorbansi campuran diukur menggunakan
microplate reader pada panjang gelombang 340 nm. Nilai absorbansi yang
diperoleh selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya aktivitas enzim. Hal
yang sama juga dilakukan untuk uji aktivitas enzim naftalena dioksigenase
menggunakan substrat naftalena (Jauhari et al., 2014; Mishra et al., 2014; Singh et
al., 2013; Mishra dan Singh, 2012).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31
Tabel 4.4. Komposisi uji aktivitas enzim oksigenase (Jauhari et al., 2014; Mishra et al.,
2014; Singh et al., 2013; Mishra dan Singh, 2012)
Komposisi Uji
Blanko
NADH awal
Sampel Uji
Buffer Tri-HCl 20 mM
181,3 μL
181,3 μL
181,3 μL
-
6,7 μL
6,7 μL
Crude enzyme
10 μL
10 μL
10 μL
Larutan substrat 1%
2 μL
-
2 μL
Akuabides
6,7 μL
2 μL
-
Volume total
200 μL
200 μL
200 μL
NADH 0,1 mM
Analisis data uji aktivitas enzim
Satu unit aktivitas enzim dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang
membutuhkan 1 μmol NADH untuk mengoksidasi substrat per menit per mL
enzim. Besarnya aktivitas enzim ditentukan dari nilai absorbansi yang didapat
setelah pengukuran campuran reaksi enzimatis menggunakan microplate reader
dengan persamaan sebagai berikut:
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑒𝑛𝑧𝑖𝑚 (𝑈/𝑚𝐿) =
∆𝐴340 × 𝑉𝑒 𝑚𝐿
𝑎340 𝑚𝐿 𝜇𝑚𝑜𝑙 −1 𝑐𝑚−1 × 𝑉𝑠 𝑚𝐿 × 𝑡 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 × 𝑙 𝑐𝑚
dengan:
a340
: absortivitas molar NADH, sebesar 6,22 mL μmol-1 cm-1
Ve
: volume enzim, sebesar 1 mL
Vs
: volume sampel enzim, sebesar 0,01 mL
t
: waktu inkubasi, sebesar 5 menit
l
: pathlength, sebesar 0,05 cm
sehingga aktivitas enzim dapat dinyatakan dalam satuan U/mL.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Ekstraksi DNA Genom Actinobacillus sp. P3(7)
Isolat ditumbuhkan pada media Luria Bertani yang termasuk dalam media
kompleks (undefined medium), yang berarti jenis dan kuantitas spesifik dari
senyawa penyusunnya tidak diketahui secara pasti. Dua komponen media LB
yaitu tripton dan yeast extract merupakan campuran kompleks dari senyawasenyawa yang tidak diketahui secara spesifik. Tripton merupakan sumber asam
amino dan peptida, sedangkan yeast extract (sediaan kering dari hasil digesi sel
yeast) merupakan sumber nitrogen, gula, nutrien organik, dan anorganik. Media
kompleks seperti LB tidak membutuhkan suplemen tambahan dan mendukung
pertumbuhan berbagai jenis spesies bakteri, salah satunya yaitu Actinobacillus sp.
P3(7) (Brown, 2010).
Proses ekstraksi DNA genom mengikuti tahapan dari GenEluteTM Bacterial
Genomic DNA Kit untuk bakteri Gram negatif dan didapatkan DNA genom
Actinobacillus sp. P3(7) dengan kemurnian sebesar 1,82 dan konsentrasi sebesar
130,88 ng/μL. Hasil visualisasi menggunakan elektroforesis menunjukkan adanya
pita tunggal DNA dengan ukuran sekitar 20 kb, yang menandakan kualitas DNA
yang bagus dengan tingkat kemurnian tinggi. DNA genom yang didapat kemudian
digunakan dalam proses amplifikasi gen katabolik.
Marker
DNA
genom
23130 bp
20 kb
9416 bp
Gambar 5.1. Hasil elektroforesis DNA genom Actinobacillus sp. P3(7); kiri: Marker
Lambda DNA/HindIII
32
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33
5.2. Amplifikasi Gen Katabolik pada Actinobacillus sp. P3(7)
Amplifikasi gen katabolik dilakukan menggunakan primer spesifik
kemudian divisualisasikan menggunakan elektroforesis dengan pewarnaan EtBr.
Thermal gradient PCR dengan variasi Ta sebesar 50,0ºC; 53,2ºC; 55,6ºC; 58,0ºC;
60,0ºC; 62,4ºC; 65,2ºC; dan 68,1ºC dilakukan untuk mengetahui suhu annealing
(Ta) optimum dari setiap pasang primer yang digunakan sehingga proses
hibridisasi primer dapat berlangsung spesifik untuk mengamplifikasi sekuens gen
target.
1000 bp
1000 bp
500 bp
500 bp
100 bp
100 bp
tod
alkM
1000 bp
500 bp
100 bp
ndo
Gambar 5.2. Hasil amplifikasi dengan berbagai variasi Ta, yaitu 50,0ºC; 53,2ºC; 55,6ºC;
58,0ºC; 60,0ºC; 62,4ºC; 65,2ºC; dan 68,1ºC; kanan: Marker DNA ladder
100 bp
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fragmen gen alkM, tod, dan ndo
berhasil diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) pada Ta optimum
yaitu 58,0ºC; 58,0 ºC, dan 68,1ºC dengan ukuran sekuens sebesar 900 bp, 600 bp,
dan 650 bp. Ketiga suhu tersebut merupakan Ta optimum karena menghasilkan
hibridisasi non-spesifik yang paling sedikit dan menghasilkan pita gen target yang
paling terang saat divisualisasikan menggunakan elektroforesis.
Ta di bawah Ta optimum menyebabkan terjadinya hibridisasi primer yang
tidak spesifik (false priming) dan menyebabkan amplifikasi sekuens DNA nontarget sehingga muncul beberapa pita pada gel agarose (multiple band) saat proses
elektroforesis. Ta di atas Ta optimum menyebabkan primer tidak dapat menempel
pada gen target sehingga menyebabkan menurunnya kuantitas produk PCR yang
ditunjukkan oleh pita gen target yang kurang terang saat proses elektroforesis
(Rychlik et al., 1990; Astriani et al., 2014).
Primer yang sama juga digunakan dalam proses deteksi gen katabolik alkM,
ndo, dan tod pada 20 isolat bakteri yang disolasi dari tanah tropis oleh MarquezRocha et al. (2005), dan mampu mengamplifikasi fragmen gen alkM, ndo, dan tod
pada Ta 62ºC dengan ukuran amplikon sebesar 870 bp, 642 bp, dan 560 bp. Ta
yang digunakan dalam penelitian serta ukuran amplikon yang dihasilkan berbeda
dengan yang didapatkan oleh Marquez-Rocha et al. (2005) karena set kondisi
serta komposisi PCR yang digunakan juga berbeda.
Tabel 5.1. Perbandingan antara hasil penelitian dengan hasil dari Marquez-Rocha et al.
(2005)
Ta optimum
Gen Katabolik
Ukuran
MarquezPenelitian
Rocha et al.
MarquezPenelitian
(2005)
TESIS
Rocha et al.
(2005)
alkM
58,0ºC
62,0ºC
900 bp
870 bp
ndo
68,1ºC
62,0ºC
650 bp
642 bp
tod
58,0ºC
62,0ºC
600 bp
560 bp
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35
Fragmen gen yang menyandi enzim alkana monooksigenase, toluena
dioksigenase, serta naftalena dioksigenase yaitu fragmen gen alkM, tod, dan ndo
telah berhasil diamplifikasi dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7). Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
digunakan
untuk
identifikasi
bakteri
hidrokarbonoklastik secara rutin serta menemukan strain bakteri baru yang
memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi beberapa jenis senyawa
hidrokarbon secara sekaligus menggunakan metode PCR dengan primer spesifik
sehingga akan lebih efisien untuk diaplikasikan jika dibandingkan dengan
menggunakan metode kultur bakteri.
Profil gen meliputi sekuens, homologi, serta kadar basa guanin dan sitosin
pada sekuens tersebut belum dianalisis dalam penelitian ini. Proses kloning dan
sekuensing perlu dilakukan untuk mengetahui profil gen tersebut sehingga dapat
digunakan sebagai dasar proses rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi
enzim serta agar didapatkan enzim yang memiliki aktivitas tinggi.
5.3. Respon Pertumbuhan Actinobacillus sp. P3(7) pada Berbagai Substrat
Hidrokarbon
Actinobacillus sp. P3(7) masing-masing ditumbuhkan pada media Sea Salt
diperkaya yeast extract sebagai media tanpa penambahan hidrokarbon serta pada
media Sea Salt diperkaya yeast extract dan dengan penambahan hidrokarbon.
Substrat hidrokarbon yang digunakan yaitu heksadekana, toluena, serta naftalena.
Yeast extract digunakan sebagai kosubstrat karena mengandung sumber
karbon serta berbagai vitamin dan nutrien yang diperlukan oleh bakteri sehingga
mampu menghasilkan laju pertumbuhan bakteri dan laju degradasi hidrokarbon
tertinggi dibandingkan jenis kosubstrat lain, seperti pepton, glukosa, sukrosa,
etanol, atau metanol. Konsentrasi yeast extract yang digunakan sebanyak 2 g/L
karena merupakan konsentrasi optimum untuk mencapai laju pertumbuhan bakteri
yang optimum. Penggunaan konsentrasi yeast extract di atas 2 g/L menyebabkan
laju pertumbuhan bakteri yang meningkat secara asimtotik sehingga menyebabkan
laju degradasi hidrokarbon menurun (Kim et al., 2003; Chang et al., 2008; Huang
et al., 2008; dan Pakshirajan et al., 2008)
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36
Hasil pengamatan kekeruhan kultur atau optical density (gambar 5.3.)
menunjukkan jika kultur tanpa penambahan hidrokarbon tidak mengalami fase lag
dan langsung memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-2 kemudian
memasuki fase stasioner hingga hari ke-6 lalu fase kematian mulai dicapai pada
hari ke-8. Kultur dengan penambahan substrat heksadekana tidak mengalami fase
lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-4 lalu memasuki fase
stasioner hingga hari ke-6 kemudian mengalami fase eksponensial kedua hingga
hari ke-8 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-12 dan fase kematian mulai
dicapai pada hari ke-14. Kultur dengan penambahan substrat toluena tidak
mengalami fase lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada hari ke-6 lalu
memasuki fase stasioner hingga hari ke-8 kemudian mengalami fase eksponensial
kedua hingga hari ke-8 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-10 dan fase
kematian mulai dicapai pada hari ke-12. Kultur dengan penambahan substrat
naftalena tidak mengalami fase lag dan memasuki fase eksponensial akhir pada
hari ke-4 lalu memasuki fase stasioner hingga hari ke-8 kemudian mengalami fase
eksponensial kedua hingga hari ke-10 lalu memasuki fase stasioner hingga hari
ke-12 dan fase kematian mulai dicapai pada hari ke-14.
2.500
OD600nm
2.000
1.500
Kontrol
Heksadekana
1.000
Toluena
0.500
Naftalena
0.000
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.3. Kurva pertumbuhan bakteri Actinobacillus sp. P3(7) pada media dengan
penambahan substrat hidrokarbon dan media tanpa penambahan substrat
hidrokarbon
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37
Nilai OD600nm pada media kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon
lebih tinggi dibandingkan pada media kultur tanpa penambahan substrat
hidrokarbon yang menunjukkan adanya penggunaan hidrokarbon sebagai sumber
karbon oleh bakteri untuk proses metabolime sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri. Penggunaan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh isolat
juga ditunjukkan oleh perubahan warna media menjadi keruh kecoklatan seiiring
dengan bertambahnya waktu inkubasi (gambar 5.4). Bushell dan Slater (1981)
menyatakan jika perubahan kepekatan warna media pertumbuhan bakteri dapat
menjadi petunjuk adanya suatu proses biologis yang tengah berlangsung.
Kepekatan warna tersebut dapat diakibatkan oleh melimpahnya biomassa sel serta
terbentuknya metabolit-metabolit sekunder hasil perombakan suatu senyawa.
Kultur dengan penambahan toluena
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Kultur dengan penambahan naftalena
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Kultur dengan penambahan heksadekana
Hari ke-2
Hari ke-8
Hari ke-14
Gambar 5.4. Warna kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon pada berbagai
variasi waktu inkubasi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
38
Metabolit sekunder hasil degradasi hidrokarbon oleh bakteri, seperti katekol
dan
derivatnya
memiliki
warna
cokelat,
sedangkan
senyawa-senyawa
monohidroksilat seperti asam salisilat atau dihidroksinaftalen memiliki warna
kuning. Perubahan warna media pertumbuhan bakteri yang mengandung
hidrokarbon menjadi warna gradasi kuning maupun cokelat menandakan adanya
intermediet yang dihasilkan dari proses degradasi hidrokarbon oleh bakteri
(Schedler et al., 2014), sehingga perubahan warna media pertumbuhan
Actinobacillus sp. P3(7) dengan substrat hidrokarbon menjadi keruh kecoklatan
seiiring dengan bertambahnya waktu inkubasi menandakan dihasilkannya
metabolit sekunder hasil dari degradasi hidrokarbon. Namun jenis dan kuantitas
intermediet dari penelitian ini masih belum dianalisis lebih lanjut.
(a)
(b)
(c)
Gambar 5.5. Struktur senyawa katekol (a), protokatekuat (b), dan asam salisilat (c)
Analisis intermediet degradasi hidrokarbon oleh Actinobacillus sp. P3(7)
perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi intermediet yang dihasilkan serta untuk
mengetahui tahap degradasi hidrokarbon oleh isolat tersebut. Jenis dan kuantitas
intermediet hasil dari degradasi hidrokarbon dapat diidentifikasi dengan metode
kolorimetri menggunakan reagen penghasil warna spesifik untuk katekol,
monohidroksilat, serta derivatnya berdasarkan metode Arnow (1937) atau dengan
metode kromatografi menggunakan alat GC-MS seperti yang telah dilakukan
dalam penelitian Chakraborty dan Das (2016) serta Schendler et al. (2014).
Pertumbuhan mikroba pada media cair dalam kondisi asupan nutrien dan
parameter lingkungan (suhu, kecepatan agitasi, pH, kadar oksigen) yang optimum
akan sebanding dengan waktu inkubasi. Berbagai fase pertumbuhan mikroba
dapat diamati selama waktu inkubasi berlangsung, yaitu fase lag, fase log, fase
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
39
stasioner, dan fase kematian. Setiap fase merepresentasikan periode pertumbuhan
mikroba yang berhubungan dengan perubahan fisiologi kultur sel dan laju
pertumbuhan pada setiap fasa berbeda secara signifikan (Maier et al., 2009).
a.
Fase lag
Fase lag merupakan fase adaptasi sel terhadap kondisi media
pertumbuhan yang baru, baik jenis media pertumbuhan yang sama maupun
berbeda. Proses adaptasi ini muncul karena sel membutuhkan waktu untuk
induksi mRNA serta sintesis berbagai protein yang dibutuhkan untuk proses
metabolisme pada media pertumbuhan baru, terutama jika mengandung
komponen nutrien yang berbeda (Prescott et al., 2010).
Isolat dari media NA masing-masing diinokulasikan ke dalam media
baru yaitu Sea Salt diperkaya yeast extract dengan atau tanpa hidrokarbon.
Kultur tanpa dan dengan penambahan substrat hidrokarbon tidak memberikan
profil fase lag. Tidak munculnya fase lag terjadi karena isolat tidak
membutuhkan waktu lama untuk induksi ekspresi enzim-enzim katabolik
yang berperan dalam proses metabolisme yeast extract maupun hidrokarbon
sebagai sumber karbon, sehingga kultur tanpa dan dengan penambahan
substrat hidrokarbon mengalami proses adaptasi yang berjalan cepat terhadap
media pertumbuhan baru dan mampu mencapai fase eksponensial dengan
cepat (Chung, 2001; Maier et al., 2009).
b. Fase log
Fase log merupakan fase mikroba saat mengalami pertumbuhan paling
optimum. Selama pertumbuhan eksponensial, laju peningkatan sel di dalam
kultur sebanding dengan jumlah sel yang ada pada berbagai waktu (Willey et
al., 2008).
Kultur tanpa dan dengan penambahan substrat hidrokarbon memiliki
fase log namun dengan tingkat kekeruhan yang berbeda. Ketiga kultur dengan
penambahan substrat hidrokarbon memiliki OD600 hari ke-2 yang lebih tinggi
dibandingkan
TESIS
kultur
tanpa
penambahan
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
substrat
hidrokarbon
yang
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
40
menunjukkan proses degradasi hidrokarbon telah dimulai pada hari ke-2 dan
hidrokarbon serta yeast extract digunakan secara simultan sebagai sumber
karbon oleh isolat tersebut sehingga isolat mampu melakukan pembelahan sel
yang lebih banyak karena adanya sumber karbon dari hidrokarbon.
c.
Fase stasioner
Fase stasioner merupakan kondisi saat jumlah bakteri yang mati sama
dengan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga tidak ada perbedaan
pertumbuhan yang signifikan. Kondisi ini dicapai jika sumber karbon, sumber
energi, serta nutrien penting untuk pertumbuhan mikroba telah digunakan
seluruhnya. Sumber karbon yang telah habis terpakai tidak akan
menyebabkan pertumbuhan terhenti karena bakteri yang lisis dapat digunakan
sebagai sumber karbon oleh bakteri lain. Pertumbuhan bakteri lain
menggunakan sumber karbon dari sel mati disebut sebagai metabolisme
endogen. Hal ini menyebabkan kultur berada dalam kondisi saat jumlah
bakteri yang mati sama dengan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga tidak
ada perbedaan pertumbuhan yang signifikan (Maier et al., 2009). Kondisi ini
muncul pada profil OD600nm dari kultur tanpa dan dengan penambahan
hidrokarbon. Penurunan kadar nutrien di dalam kultur menyebabkan bakteri
menghasilkan metabolit sekunder yang digunakan untuk mempertahankan
diri pada lingkungan yang ekstrim, seperti senyawa turunan terpenoid,
alkaloid, antibiotik, maupun enzim-enzim indusibel (Prescott et al., 2010).
Kondisi yang berbeda muncul pada kultur dengan penambahan substrat
hidrokarbon. Pertumbuhan isolat pada ketiga media dengan penambahan
substrat hidrokarbon menunjukkan profil pertumbuhan bifasa. Swaathy et al.
(2014) menyatakan jika hal ini terjadi karena isolat menggunakan yeast
extract dan hidrokarbon sebagai sumber karbon namun hidrokarbon
membutuhkan waktu solubilisasi yang lama agar bisa digunakan oleh isolat
sebagai sumber karbon. Hal ini menyebabkan isolat memetabolisme
hidrokarbon dalam laju yang sangat lambat hingga mendekati steady state
dan menyebabkan tidak ada perbedaan tingkat pertumbuhan karena jumlah
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
41
sel yang membelah sama dengan jumlah sel yang lisis sehingga isolat
memasuki fase stasioner. Hidrokarbon yang telah berhasil larut dapat
digunakan oleh isolat sebagai sumber karbon dalam proses metabolisme
sehingga isolat dapat melakukan pembelahan sel dan memasuki fase
eksponensial kembali.
d. Fase kematian
Fase kematian merupakan kondisi saat jumlah bakteri yang mati jauh
lebih banyak dibandingkan jumlah bakteri yang tumbuh sehingga terjadi
penurunan jumlah sel yang signifikan. Sel bakteri masih melakukan
metabolisme endogen dan pembelahan sel namun sel-sel yang lain mengalami
kematian dalam jumlah besar (Prescott et al., 2010).
Fase kematian mulai dicapai pada hari ke-8 pada kultur tanpa
penambahan substrat hidrokarbon dan hari ke-12 dan ke-14 pada kultur
dengan penambahan substrat hidrokarbon (yang ditunjukkan oleh penurunan
OD600). Prescott et al. (2010) menyatakan jika hal ini terjadi karena oksigen,
energi, sumber karbon, serta nutrien penting yang terkandung pada media
telah dimetabolisme seluruhnya oleh bakteri. Sel-sel bakteri kemudian mati
dan mengalami lisis dan digunakan sebagai sumber nutrien dalam proses
metabolisme endogen untuk proses pertumbuhan isolat. Namun nutrien yang
tersedia dari lisis sel sangat kecil sehingga pertumbuhan bakteri sangat kecil
karena jumlah sel yang mampu membelah jauh lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah sel yang lisis.
Prescott et al. (2010) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan kematian sel pada kultur batch antara lain habisnya nutrien
yang tersedia di dalam kultur, habisnya oksigen yang dibutuhkan untuk
respirasi sel, akumulasi metabolit sekunder yang bersifat toksik terhadap sel
mikroba, serta perubahan pH yang disebabkan akumulasi metabolit sekunder,
misalnya asam-asam organik yang mampu menurunkan pH kultur. Kadar H+
yang tinggi di luar sel dibandingkan di dalam sel menyebabkan terjadinya
difusi H+ menuju sitoplasma dan menurunkan pH sitoplasma. Penurunan pH
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
sitoplasma dapat merusak membran plasma atau menghambat aktivitas enzim
serta proses transport oleh protein membran. Hal yang sama juga terjadi jika
metabolit yang dihasilkan bersifat basa.
Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon lebih cepat mencapai
fase kematian dibandingkan kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon
karena sumber karbon, energi, serta nutrien penting dalam media tumbuh
pada kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon telah habis lebih dulu,
sedangkan pada kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon masih
tersedia sumber karbon lain dari hidrokarbon.
5.4. Biomassa yang dihasilkan Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Profil biomassa kultur ditunjukkan pada gambar 5.6. Massa sel maksimum
dari kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon sebesar 3,19 mg/mL yang
dicapai pada hari ke-6 sedangkan dari kultur dengan penambahan substrat
hidrokarbon heksadekana, toluena, dan naftalena berturut-turut yaitu 5,15 mg/mL;
4,99 mg/mL; serta 4,61 mg/mL yang dicapai pada hari ke-10, kemudian massa sel
kultur tanpa maupun dengan penambahan substrat hidrokarbon akan mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi.
6.00
Biomassa (mg/mL)
5.00
4.00
Kontrol
3.00
Heksadekana
2.00
Toluena
Naftalena
1.00
0.00
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.6. Profil massa sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan
kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
Profil biomassa isolat berkorelasi dengan profil OD600nm isolat. Penambahan
hidrokarbon ke dalam media kultur menghasilkan OD600nm dan massa sel yang
lebih banyak dibandingkan pada kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon,
yang menunjukkan bahwa isolat mampu menggunakan hidrokarbon sebagai
sumber karbon dalam proses metabolisme sel untuk tumbuh dan berkembang.
Penurunan massa sel pada hari ke-12 dan ke-14 menunjukkan terjadinya lisis sel
yang menyebabkan massa sel berkurang sehingga isolat memasuki fase kematian.
5.5. pH akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Profil pH media pertumbuhan isolat pada berbagai variasi waktu inkubasi
merupakan parameter penting dalam proses degradasi hidrokarbon. Gambar 5.7
menunjukkan profil pH media pertumbuhan isolat pada berbagai substrat
hidrokarbon. pH kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon perlahan
meningkat dari pH 6,55 menjadi 8,32 setelah 14 hari waktu inkubasi, yang
menunjukkan bahwa isolat menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat basa
jika ditumbuhkan pada media dengan komposisi Sea Salt diperkaya yeast extract.
Peningkatan pH media pertumbuhan isolat selama proses inkubasi juga
menunjukkan sifat alkalifilik dari isolat Actinobacillus sp. P3(7) sehingga isolat
mampu bertahan pada media kultur yang bersifat basa hingga kenaikan pH media
pertumbuhan tidak bisa ditolerir oleh isolat dan menyebabkan isolat memasuki
fase kematian.
pH kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon juga perlahan
meningkat setelah 14 hari waktu inkubasi dan peningkatan profil pH ketiga kultur
tersebut lebih tinggi jika dibanding kultur tanpa penambahan substrat
hidrokarbon. Hasil metabolisme hidrokarbon oleh bakteri yang ditumbuhkan pada
media Minimal Salt Medium (MSM) diperkaya hidrokarbon tanpa penambahan
biostimulan merupakan asam-asam organik sehingga mampu menurunkan pH
kultur (Singh et al., 2013; Jauhari et al., 2014; dan Mishra et al., 2014). Isolat
Actinobacillus sp. P3(7) yang ditumbuhkan pada media Sea Salt diperkaya yeast
extract 2 g/L dan dengan penambahan hidrokarbon diperkirakan juga
menghasilkan asam-asam organik hasil dari degradasi hidrokarbon. Namun asam
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
oragnik yang terbentuk tidak cukup memberikan pengaruh terhadap pH kultur
karena kadar hidrokarbon yang diberikan relatif sedikit jika dibandingkan dengan
kadar yeast extract yang diberikan sehingga pH larutan lebih dipengaruhi oleh
pH
hasil metabolisme dari yeast extract yang bersifat basa.
10
9.5
9
8.5
8
7.5
7
6.5
6
5.5
5
Kontrol
Heksadekana
Toluena
Naftalena
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.7. Profil pH dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon dan kultur
tanpa penambahan substrat hidrokarbon
5.6. Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7)
Kadar protein sel isolat meningkat seiring dengan proses pembelahan sel
selama proses inkubasi kemudian menurun setelah mencapai nilai maksimum
(gambar 5.8). Kadar protein sel kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
meningkat hingga hari ke-4 (35 μg/mL) lalu menurun hingga hari ke-14 (12
μg/mL). Kadar protein sel kultur dengan penambahan substrat toluen serta
naftalen meningkat hingga hari ke-10 (69 μg/mL dan 52 μg/mL) lalu menurun
hingga hari ke-14 (32 μg/mL dan 26 μg/mL) sedangkan kadar protein sel kultur
dengan penambahan substrat heksadekana meningkat hingga hari ke-8 (70 μg/mL)
lalu menurun hingga hari ke 14 (33 μg/mL).
Kadar protein ketiga kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon selalu
lebih tinggi dibandingkan kadar protein kultur tanpa penambahan substrat
hidrokarbon. Kadar protein sel kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon
meningkat hingga 5-7 kali lipat dibandingkan kadar protein sel saat awal masa
inkubasi sedangkan kadar protein sel kultur tanpa penambahan substrat
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
hidrokarbon mengalami peningkatan sebesar 2 kali lipat dibandingkan kadar
protein sel saat awal masa inkubasi.
80
Protein Sel (μg/mL)
70
60
50
Kontrol
40
Heksadekana
30
Toluena
20
Naftalena
10
0
0
2
4
6
8
10
12
Waktu Inkubasi (Hari)
14
16
Gambar 5.8. Profil kadar protein sel dari kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon
dan kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
Fritsche dan Hofrichter (2008) menyatakan bahwa penambahan hidrokarbon
ke dalam media tumbuh akan menginduksi sintesis enzim-enzim katabolik yang
diperlukan dalam pemanfaatan hidrokarbon sebagai sumber karbon oleh bakteri
dalam proses metabolisme sehingga meningkatkan kadar protein sel secara total.
Enzim-enzim katabolik akan bekerja mengkatalisis reaksi degradasi hidrokarbon
sehingga hidrokarbon dapat digunakan sebagai sumber karbon dalam proses
metabolisme sel yang ditandai dengan peningkatan nilai OD600nm dan biomassa sel
serta perubahan pH kultur.
5.7. Aktivitas Enzim dari Actinobacillus sp. P3(7)
5.7.1. Alkana Monooksigenase
Enzim alkana monooksigenase adalah enzim yang bekerja mengkatalisis
reaksi tahap pertama dalam degradasi alkana, yaitu mengkatalisis inkorporasi
atom O melalui proses oksidasi saat reaksi hidroksilasi alkana berlangsung. Hasil
amplifikasi gen alkM yang menyandi enzim alkana monooksigenase yang
mendegradasi hidrokarbon alifatik C>12 berkorelasi dengan hasil uji aktivitas
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
enzim tersebut. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi ekspresi enzim alkana
monooksigenase pada kultur dengan penambahan heksadekana terjadi selama
proses degradasi heksadekana (gambar 5.9). Aktivitas alkana monooksigenase
makin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi dan mencapai
aktivitas maksimum pada hari ke-10 (4,630 U/mL) kemudian menurun.
7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000
5.000
4.000
Kontrol
3.000
Alkana
Monooksigenase
2.000
1.000
0.000
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Waktu inkubasi (Hari)
Gambar 5.9. Kurva produksi enzim alkana monooksigenase selama proses kultivasi
Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat heksadekana
Aktivitas alkana monooksigenase dalam mendegradasi heksadekana juga
berhasil diidentifikasi dari Pseudomonas aeroginosa sp. PSA5, Rhodococcus sp.
NJ2, dan Ochrobactrum intermedium P2. Alkana hidroksilase diinduksi selama
proses degradasi heksadekana namun pada waktu inkubasi yang berbeda.
Rhodococcus sp. NJ2 mencapai aktivitas maksimum (185 μmol/mg protein) pada
inkubasi hari ke-2, sedangkan Pseudomonas aeroginosa sp. PSA5 dan
Ochrobactrum intermedium P2 mencapai aktivitas maksimum (89,83 μmol/mg
protein dan 186,01 μmol/mg protein) masing-masing pada hari ke-6 dan ke-8
(Mishra dan Singh, 2012).
Aktivitas alkana monooksigenase dalam mendegradasi hidrokarbon alifatik
lain yaitu heksakosan juga berhasil diidentifikasi dari Pseudomonas sp. BP10 dan
Stenotrophomonas nitritireducens E9. Aktivitas alkana monooksigenase dari
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
kedua isolat makin meningkat seiring dengan makin bertambahnya waktu
inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-4 kemudian menurun.
Aktivitas maksimum alkana monooksigenase pada Pseudomonas sp. BP10 yaitu
sebesar 0,527 μmol/mg protein dan pada Stenotrophomonas nitritireducens E9
yaitu sebesar 0,563 μmol/mg protein (Jauhari et al., 2014).
5.7.2. Toluena Dioksigenase dan Naftalena Dioksigenase
Hasil amplifikasi gen tod yang menyandi enzim toluen dioksigenase yang
berperan dalam tahap pertama degradasi toluen berkorelasi dengan hasil uji
aktivitas enzim toluena dioksigenase. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi
sintesis enzim toluena dioksigenase pada kultur dengan penambahan substrat
toluena terjadi selama proses degradasi toluen (gambar 5.10). Aktivitas total
toluen dioksigenase makin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu
inkubasi dan mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-8 (5,338 U/mL) lalu
menurun pada hari ke-12 dan ke-14.
7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000
5.000
4.000
Kontrol
3.000
2.000
Toluena
Dioksigenase
1.000
0.000
0
2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu Inkubasi (Hari)
Gambar 5.10. Kurva produksi enzim toluena dioksigenase selama proses kultivasi
Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat toluena
Hasil amplifikasi gen ndo yang menyandi enzim naftalen dioksigenase yang
berperan dalam tahap pertama degradasi naftalen berkorelasi dengan hasil uji
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
aktivitas enzim naftalen dioksigenase. Hasil penelitian menunjukkan jika induksi
ekspresi enzim naftalen dioksigenase pada kultur dengan penambahan substrat
naftalena terjadi selama proses degradasi naftalen (gambar 5.11). Aktivitas total
naftalen dioksigenase mencapai aktivitas maksimum pada hari ke-10 (6,367
U/mL) lalu kemudian menurun.
7.000
Aktivitas Total (U/mL)
6.000
5.000
4.000
Kontrol
3.000
Naftalena
Dioksigenase
2.000
1.000
0.000
0
2
4
6
8 10 12
Waktu Inkubasi (Hari)
14
16
Gambar 5.11. Kurva produksi enzim naftalena dioksigenase selama proses kultivasi
Actinobacillus sp. P3(7) dalam media mengandung substrat naftalena
Aktivitas naftalen dioksigenase dalam mendegradasi naftalen juga berhasil
diidentifikasi dari dari Pseudomonas sp. NCIB9816 dan Rhodococcus sp.
NCIMB12038 yaitu masing-masing sebesar 37,9 U/mg protein dan 0,731 U/mg
protein (Ensley dan Gibson, 1983; Larkin et al., 1999). Aktivitas enzim-enzim
dioksigenase dalam mendegradasi hidrokarbon poliaromatik lainnya juga berhasil
diidentifikasi dari Pseudomonas aeruginosa PSA5, Rhodococcus sp. NJ2 serta
konsorsiumnya yang bekerja dalam mendegradasi fluoroantren (Mishra et al.,
2014) serta dari Rhodococcus pyridinvorans NJ2, Pseudomonas sp. BP10, dan
Ochrobactrum intermedium P2 dalam mendegradasi piren (Singh et al., 2013).
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
5.7.3. Pengaruh penambahan substrat terhadap aktivitas enzim katabolik
dari Actinobacillus sp. P3(7)
Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon memberikan nilai aktivitas
enzim monooksigenase dan dioksigenase namun nilainya sangat kecil, sedangkan
kultur dengan penambahan substrat hidrokarbon memberikan nilai aktivitas yang
lebih tinggi. Penambahan substrat ke dalam media kultur meningkatkan ekspresi
enzim monooksigenase maupun dioksigenase sehingga meningkatkan aktivitas
kedua enzim tersebut. Hal ini menunjukkan jika enzim monooksigenase dan
dioksigenase adalah enzim induktif dan nilai aktivitas enzim monooksigenase dan
dioksigenase dipengaruhi oleh adanya substrat hidrokarbon.
Gen yang mengkode enzim represibel diekspresikan hanya saat protein
aktivator (cAMP receptor protein atau CRP) terikat pada sekuens DNA tempat
pengikatan CRP. Hal ini menyebabkan RNA polimerase dapat terikat pada
promotor. CRP hanya dapat terikat pada DNA saat terdapat cAMP. cAMP
disintesis dari ATP oleh adenilat siklase namun sintesis cAMP dihambat oleh
glukosa sehingga ketika glukosa memasuki sel, level cAMP akan menurun, CRP
tidak dapat terikat pada sekuens DNA tempat pengikatan CRP, dan RNA
polimerase tidak dapat terikat pada promotor. Hal ini menunjukkan jika represi
katabolik terjadi jika ada sumber energi lain yang lebih bagus (Madigan et al.,
2012).
Kondisi yang harus terpenuhi agar gen-gen dalam operon dapat ditranskripsi
yaitu: (1) level cAMP harus mencukupi agar dapat terikat pada protein CRP dan
kompleks CRP-cAMP dapat terikat pada sisi ikatan, dan (2) induser harus tersedia
pada media tumbuh sehingga protein represor tidak terikat pada operator dan
dapat menghalangi transkripsi (Madigan et al., 2012).
Operon terdiri dari gen regulator dan gen struktural. Gen regulator
mengkode protein represor yang dapat terikat pada operator kecuali saat ada
senyawa induser. Adanya senyawa induser berupa hidrokarbon akan terikat pada
represor sehingga protein represor tidak akan terikat pada operator. Ketika kadar
glukosa dalam sel menurun setelah sumber karbon dari yeast ectract habis
terpakai maka kadar cAMP dalam sel meningkat. cAMP mampu membentuk
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
komples dengan CRP. Adanya kompleks cAMP-CRP menyebabkan RNA
polimerasi dapat terikat pada promotor dan menginisiasi proses transkripsi gen
struktural dan proses translasi menghasilkan enzim katabolik pendegradasi
hidrokarbon (Madigan et al., 2012).
Gambar 5.12. Regulasi ekspresi gen pada operon (Madigan et al., 2012)
Hasil penelitian menunjukkan jika Actinobacillus sp. P3(7) memiliki
aktivitas terhadap substrat hidrokarbon, yaitu heksadekana, toluena, serta
naftalena sehingga diharapkan agar enzim ini bisa diproduksi secara massal
melalui proses rekayasa genetika. Hasil penelitian deteksi gen katabolik alkM, tod,
serta ndo menunjukkan jika ketiga fragmen gen tersebut berhasil diamplifikasi
dari DNA genom Actinobacillus sp. P3(7) namun hasil visualisasi menggunakan
elektroforesis menunjukkan munculnya beberapa pita pada gel agarose (multiple
band) sehingga ketiga fragmen gen tersebut masih belum bisa ditentukan
sekuennya. Proses kloning gen perlu dilakukan agar profil fragmen gen katabolik
alkM, tod, serta ndo meliputi sekuens, homologi, serta kadar guanin dan sitosin
pada sekuens tersebut dapat diketahui. Sekuens yang telah diketahui dapat
digunakan sebagai dasar proses rekayasa genetika untuk meningkatkan produksi
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
enzim serta untuk meningkatkan aktivitas enzim alkana monooksigenase, toluena
dioksigenase, serta naftalena dioksigenase.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan antara
lain sebagai berikut.
1. Fragmen gen alkM, tod, dan ndo dapat diamplifikasi dari DNA genom
Actinobacillus sp. P3(7) dengan ukuran berturut-turut sebesar 900 bp, 600 bp,
dan 650 bp.
2. Enzim monooksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) mempunyai aktivitas
sebesar 4,630 U/mL terhadap heksadekana.
3. Enzim dioksigenase dari Actinobacillus sp. P3(7) mempunyai aktivitas sebesar
5,338 U/mL terhadap toluena dan sebesar 6,367 U/mL terhadap naftalena.
6.2. Saran
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan
uraian hasil dan pembahasan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
1. Proses kloning dan sekuensing gen perlu dilakukan untuk mengetahui profil
ketiga gen tersebut secara lengkap.
2. Penentuan kondisi optimum aktivitas enzim serta rekayasa genetika terhadap
gen-gen
penyandi
enzim
katabolik
perlu
dilakukan
sehingga
dapat
meningkatkan produksi enzim serta diperoleh aktivitas enzim yang tinggi.
52
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
DAFTAR PUSTAKA
Arnow, L.E., 1937, Colorimetric Dtermination of The Component of 3,4Dihydroxyphenylalanine-Tyrosine Mixtures, Journal of Biological
Chemistry, 118, 531-537.
Astriani, P.L., Ratnayani, K., dan Yowani, S. C., 2014, Optimasi Suhu Annealing
dan Amplifikasi 0,3 kb Gen rpoB di Hulu dari RRDR pada Isolat P16
Myobacterium tuberculosis Multidrug Resistant di Bali dengan Metode
Polymerase Chain Reaction, Indonesia E-Journal of Applied Chemistry, 2
(2), 9-13.
Bagneris, C., Cammack, R., dan Mason, J.R., 2005, Subtle Difference between
Benzene and Toluene Dioxygenase of Pseudomonas putida, Applied and
Environmental Microbiology, 71 (3), 1570-1580.
Bradford, M.M., 1978, A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of
Microgram Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein-Dye
Binding, Analytical Biochemistry, 72, 248-254.
Brown, T.A., 2010, Gene Cloning and DNA Analysis: An Introduction, UK:
Wiley-Blackwell.
Bushell, M.E., dan Slater, J.H., 1981, Mixed Culture Fermentation, London:
Academic Press.
Chakraborty, J., dan Das, S., 2016, Characterization of The Metabolic Pathway
and Catabolic Gene Expression in Biphenyl Degrading Marine Bacterium
Pseudomonas aeruginosa JP-11, Chemosphere, 144, 1706-1714.
Chang, B.V., Chang, I.T., dan Yuan, S.Y., 2008, Biodegradation of Phenanthrene
and Pyrene from Mangrove Sediment in Subtropical Taiwan, Journal of
Environmental Science and Health Part A, (43), 233-238.
Chen, Y., 2013, Application of Hydrocarbon Degrading Microorganism
Enumeration and Catabolic Genes Detection for Soil Assessment, Tesis,
Department of Food and Environmental Sciences, University of Helsinki,
Helsinki.
Chung, W.K., 2001, Polycyclic Aromatic Hydrocarbon Degradation by Novel
Bacteria Isolated from Burror Sediment of Marine Benthic Macrofauna,
Tesis, University of Maine, Maine.
Ensley, B. dan Gibson, D.T., 1983, Naphthalene Dioxygenase: Purification and
Properties of a Terminal Oxygenase Component, Journal of Bacteriology,
155 (2), 505-511.
53
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
Fatimah, Ni’matuzahroh, Alami, N.H., Supriyanto, A., dan Affandi, M., 2009,
Screening of Biosurfactan Production of Hydrocarbonoclastic Microbes
Isolated from Oil Polluted Soil, 10th Congress and International Conference
of Indonesian Society for Microbiology, ISBN: 978-602-97750-0-6,
Surabaya.
Friemann, R., Lee, K., Brown, E.N., Gibson, D.T., Eklund, H., Ramaswamy, S.,
2009, Structure of The Multicomponent Rieske Non-heme Iron Toluene 2,3Dioxygenase Enzyme System, Acta Crystallography, 65, 24-33.
Fritsche, W. dan Hofrichter, 2008, Aerobic Degradation by Microorganisms,
Jena, Germany.
Hedreyda, C.T. dan Sarmago, M.G., 2014, Detection and Sequence Analysis of
the alkM gene in Acinetobacter baumannii strain OS1 from Oil Sludge
Sample, Philippine Science Letters, 7 (1), 1-6.
Hesham, A.E., Mawad, A.M.M, Mostafa, Y.M., Shoreit, A., 2014, Biodegradation
Ability and Catabolic Genes of Petroleum-Degrading Sphingomonas
koreensis Strain ASU-06 Isolated from Egyptia Oily Soil, Biomed Research
International, 2014, 1-10.
Hu, G., Li, J., dan Zeng, G., 2013, Recent Development in the Treatment of Oily
Sludge from Petroleum Industry: A Review, Journal of Hazardous
Materials, 261, 470-490.
Huang, L., Ma., T., Li., D., Liang, F.L, Liu, R.,L., Li, G.Q., 2008., Optimization
of Nutrient Component for Diesel Oil Degradation by Rhodococcus
erythropolis, Marine Pollution Bulletin, 56, 1714-1718.
Jauhari, N., Mishra, S., Kumari, B., dan Singh, S.N., 2014, Bacteria-mediated
Aerobic Degradation of Hexacosane In Vitro Conditions, Bioresource
Technology, 170, 62-68.
Ji, Y., Mao, G., Wang., Y., Bartlam, M., 2013, Structural Insights into Diversity
and n-Alkane Biodegradation Mechanism of Alkane Hydroxylases,
Frontiers in Microbiology, 4(58), 1-13.
Jiang, H., Parales, R.E., dan Gibson, D.T., 1999, The α Sub-unit of Toluene
Dioxygenase from Pseudomonas putida F1 can Accept Electrons from
Reduced FerrodoxinTOL but is Catalytically Inactive in The Absence of The
β Sub-unit, Applied and Environmental Microbiology, 65 (1), 315-318.
Jouanneau, Y., Meyer, C., Jakoncic, J., Stojanoff, V., dan Gaillard, J., 2006,
Caharcterization of Naphthalene Dioxygenase Endowed with an
Exceptionally Broad Substrate Specificity toward Polycyclic Aromatic
Hydrocarbons, Biochemistry, 45, 12380-12391.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
Kauppi, B., Lee, K., Carredano, E., Parales, R.E., Gibson, D.T., Eklund, H.,
Ramaswamy, S., 1998, Structure of an Aromatic-ring-hydroxylating
Dioxygenase Naphthalene 1-2-Dioxygenase, Structure, 6 (5), 571-586.
Khleifat, K.M., 2007, Biodegradation of Phenol by Actinobacillus sp.:
Mathematical Interpretation and Effect of Some Growth Conditions,
Bioremediation Journal, 11 (3), 103-112.
Kim, T.J., Lee, E.Y., Kim, Y.J., Cho, K.S., Ryu, H.W., 2003, Degradation of
Polyaromatic Hydrocarbons by Burkholderia cepacia 2A-12, World Journal
of Microbiology & Biotechnology, 19, 411-417.
Larkin, M.J., Allen, C.C.R., Kulakov, L.A., dan Lipscomb, D.A., 1999,
Purification and Characterization of a Novel Naphthalene Dioxygenase
from Rhodococcus sp. Strain NCIMB12038, Journal of Bacteriology, 181
(19), 6200-6204.
Lee, K., 2005, p-Hydroxylation Reaction Catalyzed by Naphthalene Dioxygenase,
Federation of European Microbiological Societies (FEMS) Microbiology
Letters, 255, 316-320.
Macaulay, B.M., 2014, Understanding the Behaviour of Oil-degrading
Microorganisms to Enhance the Microbial Remediation of Spilled
Petroleum, Applied Ecology and Environmental Research, 13 (1), 247-262.
Madigan, M.T., Martinko, J.M., Bender, K.S., Buckley, D.H., dan Stahl, D.A.,
2012, Brock Biology of Microorganisms, Pearson, Boston.
Maier, R., Pepper, I.L., dan Gerba., C.P., 2009, Environmental Microbiology,
USA: Academic Press
Marquez-Rocha, F.J., Olmos-Soto, J., Rosano-Hernandez, M.C., dan MurielGarcia, M., 2005, Determination of the Hydrocarbon-degrading Metabolic
Capabilities of Tropical Bacterial Isolates, International Biodeterioration &
Biodegradation, 55, 17-23.
Mathew, S. dan Hobani, Y.H., 2015, A New Method for the Detection of Oil
Degrading Genes in Pseudomonas aeruginosa based on Transformation and
PCR Hybridization, International Journal for Biotechnology and Molecular
Biology Research, 6 (1), 1-6.
Mishra, S. dan Singh, S.N., 2012, Microbial Degradation of n-Hexadecane in
Mineral Salt Medium as Mediated by Degradative Enzymes, Bioresource
Technology, 111, 148-154.
Mishra, S., Singh, S.N., dan Pande, V., 2014, Bacteria Induced Degradation of
Fluoroanthene in Minimal Salt Medium Mediated by Catabolic Enzymes In
Vitro Condition, Bioresource Technology, 164, 299-308.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
Mutters, R., Pohl, S., dan Mannheim, W., 1986, Transfer of Pasteurella ureae
Jones 1962 to the Genus Actinobacillus Brumpt 1910: Actinobacillus ureae
comb.nov., International Journal of Systematic Bacteriology, 36 (2), 343344.
Ni’matuzahroh, Fatimah, Purbowati, R., Thontowi, A., Supriyanto, A., dan
Affandi, M., 2009, Exploration of Polyaromatic Hydrocarbonoclastic
Microbes from Oil Polluted Soil, 10th Congress and International
Conference of Indonesian Society for Microbiology, ISBN: 978-602-977500-6, Surabaya.
Ni’matuzahroh, Nurmalasari, R., Silvia, R.A., Nurhariyati, T., dan Surtiningsih,
T., 2015, Effectiveness in Enhancing Oil Recovery through Combination of
Biosurfactant and Lipases Bacteria, Journal of Applied Environmental and
Biological Sciences, 5 (6), 83-87.
Pakshirajan, K., Chugh, D., dan Saravanan, P., 2008, Feasibility of m-Cresol
Degradation using an Indigenous Mixed Microbial Culture with Glucose as
Cosubstrate, Cleaning Technology Emvironmental Policy, 10, 303-308.
Parales, R.E., Parales, J.V., dan Gibson, D.T., 1999, Aspartate 205 in the Catalytic
Domain of Naphthalene Dioxygenase is Essential for Activity, Journal of
Bacteriology, 181 (6), 1831-1837.
Phillips, L.A., Germida, J.J., Farrel, R.E., dan Greer, C.W., 2008, Hydrocarbon
Degradation Potential and Activity of Endophytic Bacteria associated with
Prairie Plants, Soil Biology & Biochemistry, 40, 3054-3064.
Phrommanich, S., Suanjit, S., Upatham, S., Grams, S.V., Kruatrachue, M.,
Pokethitiyook, P., Korge, G., dan Hofmann, A., 2009, Quantitative
Detection of the Oil-degrading Bacteria Acinetobacter sp. Strain MUB1 by
Hybridization Probe based Real-time PCR, Microbiological Research, 164,
486-492.
Prescott, L.M., Klein, D.A., dan Harley, J.P., 2010, Microbiology, New York:
Mc.Graw-Hill
Rychlik, W., Spencer, W.J., dan Rhoads, R.E., 1990, Optimization of the
annealing temperature for DNA amplification in vitro, Nucleic Acids
Research, 18 (21), 6409-6412.
Sahoo, K., 2010, Analysis of Catabolic Gene in Marine Bacteria for Polycyclic
Aromatic Hydrocarbon Degradation, Disertasi, National Institute of
Technology Rourkela, Odisha.
Schedler, M, Hiessl, R., Juarez, A.G., Gust, G., Muller, R., 2014, Effect of High
Pressure on Hydrocarbon-degrading Bacteria, AMB Express, 4 (77), 1-7.
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
Seo, J., Keum, Y., dan Li, Q.W., 2009, Bacterial Degradation of Aromatic
Compound, International Journal of Environmental Research and Public
Health, 6, 278-309.
Singh, S.N., Kumari, B., dan Mishra, S., 2012, Microbial Degradation of Alkanes,
Environmental Science and Engineering, 439-469.
Singh, S.N., Kumari, B., Upadhyay, S.K., Mishra, S., dan Kumar, D., 2013,
Bacterial Degradation of Pyrene in Minimal Salt Medium Mediated by
Catechol Dioxygenases: Enzyme purification and molecular size
determination, Bioresource Technology, 133, 293-300.
Swathy, S., Kavitha, V., Pravin, A.S., Mandal, A.B., Gnanamani, A., 2014,
Microbial Surfactant mediated Degradation of Anthracene in Aqueous
Phase by Marine Bacillus licheniformis MTCC 5514, Biotechnology
Reports, 4, 161-170.
Tancsics, A., Benedek, T., Szoboszlay, S., Veres, P.G., Farkas, M., Mathe, I.,
Marialigeti, K., Kukolya, J., Lanyi, S., Kriszt, B., 2015, The Detection and
Phylogenetic Analysis of the Alkane 1-Monooxygenase Gene of Members
of the Genus Rhodococcus, Systematic and Applied Microbiology, 38, 1-7.
Van Beilen, J.B., Kingma, J., dan Witholt, B., 1994, Substrate Specificity of the
Alkane Hydroxylase System of Pseuomonas oleovorans GPo1, Enzyme
Microbiology, 16, 904-911.
Van Beilen, J.B., Li, Z., Duetz, W.A., Smits, T.H.M, dan Witholt, B., 2003,
Diversity of Alkane Hydroxylase Systems in the Environment, Oil & Gas
Science and Technology, 58 (4), 427-440.
Whyte, L.G., Schultz, A., Van Beilen, J.B., Luz, A.P., Pellizari, V., Labbe, D.,
Greer, C.W., 2002, Prevalence of Alkane Monooxygenase Genes in Arctic
and Antarctic Hydrocarbon-contaminated and Pristine Soils, Federation of
European Microbiological Societies (FEMS) Microbiology Ecology, 41,
141-150.
Willey, J.M., Sherwood., L.M., dan Woolverton, C.J., 2008, Microbiology, New
York: Mc.Graw-Hill.
Zylstra, G,J., dan Gibson, D.T., 1989, Toluene Degradation by Pseudomonas
putida F1, The Journal of Biological Chemistry, 264 (25), 14940-1494
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 1. Koloni Actinobacillus sp. P3(7) Koleksi Laboratorium
Mikrobiologi FST Universitas Airlangga
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
0,635
0,265
0,696
0,298
10
14
0,725
0,340
8
0,684
0,655
0,383
6
0,289
0,662
0,395
4
12
0,609
0,046
0,024
0,367
Heksadekana
Kontrol
2
0
Hari
0,635
0,684
0,696
0,725
0,655
0,662
0,609
0,046
Toluena
OD600nm Pengenceran 3 Kali
0,594
0,644
0,658
0,588
0,572
0,597
0,521
0,029
Naftalena
0,795
0,867
0,894
1,020
1,149
1,185
1,101
0,024
Kontrol
1,905
2,052
2,088
2,175
1,965
1,986
1,827
0,046
Heksadekana
2,052
2,070
2,094
1,980
1,986
1,833
1,707
0,046
Toluena
OD600nm
1,782
1,932
1,974
1,764
1,716
1,791
1,563
0,029
Naftalena
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 2. Data Penentuan OD600nm Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 3. Data Penentuan Biomassa Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
a. Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
Hari
Massa Eppendof
Kosong (gram)
0
1,0293
Massa Eppendorf
Kosong +
Biomassa (gram)
1,0295
Biomassa
Kontrol
(gram)
0,0002
Biomassa
Kontrol
(mg/mL)
0,00
2
0,8994
1,0397
0,1403
2,92
4
0,9183
1,0741
0,1558
3,25
6
0,8942
1,0473
0,1531
3,19
8
0,9578
1,0955
0,1377
2,87
10
0,9092
1,0196
0,1104
2,30
12
0,8959
0,9999
0,1040
2,17
14
0,9090
1,0053
0,0963
2,01
b. Kultur dengan penambahan substrat heksadekana
TESIS
Hari
Massa Eppendof
Kosong (gram)
Massa
Eppendorf
Kosong +
Biomassa
(gram)
0
0,9173
0,9177
0,0004
0,01
2
0,9167
1,0836
0,1669
3,48
4
0,9071
1,0997
0,1926
4,01
6
0,9171
1,1281
0,2110
4,40
8
0,8979
1,1426
0,2447
5,10
10
0,9098
1,1569
0,2471
5,15
12
0,9007
1,1401
0,2394
4,99
14
0,9019
1,1085
0,2066
4,30
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Biomassa
Perlakuan
Heksadekana
(gram)
Biomassa
Perlakuan
Heksadekana
(mg/mL)
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c. Kultur dengan penambahan substrat toluena
Hari
Massa Eppendof
Kosong (gram)
Massa
Eppendorf
Kosong +
Biomassa
(gram)
0
0,8861
0,8864
0,0003
0,02
2
0,8810
1,0646
0,1836
3,93
4
0,8798
1,0719
0,1921
4,00
6
0,8916
1,1071
0,2155
4,49
8
0,9006
1,1299
0,2293
4,78
10
0,8825
1,1220
0,2395
4,99
12
0,8982
1,1301
0,2319
4,83
14
0,8791
1,1007
0,2216
4,62
Biomassa
Perlakuan
Naftalena
(gram)
Biomassa
Perlakuan
Naftalena
(mg/mL)
Biomassa
Perlakuan
Toluena
(gram)
Biomassa
Perlakuan
Toluena
(mg/mL)
d. Kultur dengan penambahan substrat naftalena
TESIS
Hari
Massa Eppendof
Kosong (gram)
Massa
Eppendorf
Kosong +
Biomassa
(gram)
0
1,0290
1,0300
0,0010
0,02
2
0,9175
1,1037
0,1862
3,88
4
1,0279
1,2250
0,1971
4,11
6
0,9016
1,1091
0,2075
4,32
8
0,9001
1,1126
0,2125
4,43
10
1,0193
1,2404
0,2211
4,61
12
1,0413
1,2381
0,1968
4,10
14
1,0418
1,2274
0,1856
3,87
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
0
Kontrol
(mg/mL)
0,00
Heksadekana
(mg/mL)
0,01
Toluena
(mg/mL)
0,01
Naftalena
(mg/mL)
0,02
2
2,92
3,48
3,83
3,88
4
3,25
4,01
4,00
4,11
6
3,19
4,40
4,49
4,32
8
2,87
5,10
4,78
4,43
10
2,30
5,15
4,99
4,61
12
2,17
4,99
4,83
4,10
14
2,01
4,30
4,62
3,87
Hari
TESIS
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 4. Data Penentuan pH Akhir Kultur Actinobacillus sp. P3(7)
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
TESIS
Kontrol
6,55
7,11
7,29
7,49
8,02
8,16
8,20
8,32
Heksadekana
6,56
7,33
7,59
8,17
8,35
8,87
9,11
9,20
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Toluena
6,60
7,09
7,22
8,25
8,37
8,84
8,90
9,l1
Naftalena
6,64
7,19
7,77
7,86
8,33
9,05
9,39
9,42
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 5. Data Penentuan Kadar Protein Sel Actinobacillus sp. P3(7)
a.
Kurva standar BSA dengan metode Bradford
Konsentrasi BSA (μg/mL)
10
20
40
60
80
100
Absorbansi
A1
A2
0,040
0,041
0,086
0,078
0,172
0,166
0,229
0,232
0,318
0,314
0,384
0,390
Rata-rata Absorbansi
0,041
0,082
0,169
0,231
0,316
0,387
0.45
0.4
Absorbansi
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
y = 0.003x + 0.006
R² = 0.998
0.1
0.05
0
0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi BSA (μg/mL)
b. Kultur tanpa penambahan substrat hidrokarbon
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
TESIS
Absorbansi
A1
A2
0,040 0,037
0,086 0,087
0,110 0,112
0,105 0,105
0,077 0,073
0,057 0,056
0,053 0,055
0,043 0,040
Rata-rata
Absorbansi
0,039
0,087
0,111
0,105
0,075
0,057
0,054
0,042
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Kadar Protein Kontrol
(μg/mL)
11
27
35
33
23
17
16
12
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
c.
Kultur dengan penambahan substrat heksadekana
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
Absorbansi
A1
A2
0,035
0,036
0,118
0,121
0,158
0,148
0,158
0,154
0,219
0,213
0,193
0,190
0,176
0,184
0,103
0,107
Rata-rata
Absorbansi
0,036
0,120
0,153
0,156
0,216
0,192
0,180
0,105
Kadar Protein Perlakuan
Heksadekana (μg/mL)
10
38
49
50
70
62
58
33
d. Kultur dengan penambahan substrat toluena
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
e.
TESIS
Rata-rata
Absorbansi
0,039
0,096
0,147
0,156
0,177
0,213
0,198
0,102
Kadar Protein Perlakuan
Toluena (μg/mL)
11
30
47
50
57
69
64
32
Kultur dengan penambahan substrat naftalena
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
Absorbansi
A1
A2
0,035
0,043
0,099
0,093
0,144
0,150
0,158
0,154
0,172
0,182
0,210
0,216
0,201
0,195
0,106
0,098
Absorbansi
A1
A2
0,045
0,039
0,107
0,109
0,120
0,120
0,131
0,121
0,128
0,130
0,158
0,166
0,145
0,149
0,174
0,174
Rata-rata
Asorbansi
0,042
0,108
0,120
0,126
0,129
0,162
0,147
0,174
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Kadar Protein Perlakuan
Naftalena (μg/mL)
12
34
38
40
41
52
47
26
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
TESIS
Kontrol
(μg/mL)
11
27
35
33
23
17
16
12
Heksadekana
(μg/mL)
10
38
49
50
70
62
58
33
Toluena
(μg/mL)
11
30
47
50
57
69
64
32
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
Naftalena
(μg/mL)
12
34
38
40
41
52
47
26
MIRANTI PUSPITASARI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Lampiran 6. Data Penentuan Aktivitas Crude Enzyme
a. Alkana Monooksigenase
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
Aktivitas Enzim (U/mL)
Kontrol (U/mL)
Alkana Monooksigenase (U/mL)
0,514
0,900
0,707
1,608
0,836
1,994
0,836
2,830
0,707
4,630
0,643
3,923
0,514
2,122
0,450
1,286
b. Naftalen Dioksigenase
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
Aktivitas Enzim (U/mL)
Kontrol (U/mL)
Naftalena Dioksigenase (U/mL)
0,772
1,029
1,158
1,736
1,158
2,122
1,093
2,958
0,965
5,338
0,900
4,051
0,772
3,537
0,707
1,929
c. Toluen Dioksigenase
Hari
0
2
4
6
8
10
12
14
TESIS
Aktivitas Enzim (U/mL)
Kontrol (U/mL)
Toluena Dioksigenase (U/mL)
0,257
0,965
0,579
1,736
0,707
3,087
0,707
3,923
0,579
5,916
0,514
6,367
0,322
4,566
0,129
1,929
DETEKSI MOLEKULAR GEN ...
MIRANTI PUSPITASARI
Download