BAB II - Perpustakaan Universitas Mercu Buana

advertisement
7
Bab 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Pandangan Umum Heat Exchanger
Heat exchanger / alat penukar kalor pada dasarnya adalah sebuah alat yang
merupakan tempat pertukaran atau transfer energi dalam bentuk panas atau kalor
dari suatu sumber atau fluida ke sumber yang lain. Adapun transfer energi atau
perpindahan kalor yang terjadi didalam system ini berlangsung lewat 3 cara,
dimana mekanisme perpindahan panas itu dapat dilaksanakan dengan :
1. Perpindahan panas konduksi
2. Perpindahan panas konveksi
3. Perpindahan panas radiasi
Khusus perpindahan panas yang kita bicarakan dalam kasus alat penukar kalor ini
menyangkut butir 1 dan 2 yaitu secara konduksi dan konveksi.
Perpindahan panas disebut secara konduksi, jika panas / kalor mengalir
dari tempat yang temperaturnya tinggi ke tempat yang temperaturnya lebih
rendah, tetapi media untuk perpindahan panas tidak mengalir ke tempat yang
temperaturnya lebih rendah. Perpindahan panas secara konduksi
dapat
berlangsung dengan media gas, cairan atau padatan. Perpindahan panas disebut
konveksi jika cairan atau gas yang temperaturnya tinggi mengalir ke tempat
yang temperaturnya lebih rendah, memberikan panasnya pada permukaan yang
temperaturnya lebih rendah. Jadi pada perpindahan panas konveksi diperlukan
media cairan atau gas.
Proses perpindahan panas yang terjadi didalam sistim heat exchanger
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, maksudnya adalah :
1. Heat exchanger secara langsung, dimana fluida yang panas akan
bercampur secara langsung dengan fluida dingin ( tanpa ada pemisah )
dalam suatu bejana ( vessel ) atau ruangan tertentu.
2. Heat exchanger secara tidak langsung,
dimana fluida panas tidak
berhubungan langsung ( indirect contact ) dengan fluida dingin. Jadi
Universitas Mercu Buana
8
proses perpindahan panasnya itu mempunyai media perantara, seperti pipa,
pelat atau peralatan jenis lainnya. Umumnya untuk jenis ini dibedakan
atas dua jenis yaitu :
•
Heat Exchanger jenis Heater ( pemanas )
•
Heat Exchanger jenis Cooler ( pendingin )
Peralatan yang termasuk jenis pertama ( langsung )
adalah :
jet
condenser, pesawat desuperheater pada ketel ( water injection desuperheater) ,
pesawat deaerator ( yaitu air umpan ketel yang di injeksikan dengan uap ).
Sedangkan jenis kedua ( tidak langsung ) adalah kondensor dan evaporator
pada mesin refrigerator / chiller, pesawat pemanas uap lanjut pada ketel
( pemanasan
uap
basah
menjadi kering dengan gas panas pembakaran ),
pemanas air pendahuluan ( economizer ), pemanas udara pembakaran ( air pre
heater ) dan lain-lain.
2.2.
Aliran Fluida dan Distribusi Temperatur Pada Heat Exchanger
Apabila ditinjau aliran fluida pada heat exchanger
ini,
maka dapat
dibagi dalam 3 macam aliran yaitu :
1. Aliran sejajar atau parallel flow
2. Aliran berlawanan arah atau counter flow
3. Aliran kombinasi, gabungan aliran sejajar dan berlawanan.
Aliran fluida diatas, terjadi pada heat exchanger konstruksi shell dan tubes atau
biasanya disebut dengan Tubular Exchanger Equipment, sedangkan untuk
heat exchanger yang kontak langsung, tidak ada pengelompokan jenis aliran
ini.
Universitas Mercu Buana
9
Gambar 2.1. ( a ) Aliran sejajar, ( b ) Aliran berlawanan , ( c ) Aliran kombinasi
2.2.1. Aliran dan Distribusi Temperatur Heat Exchanger Tak Langsung.
Pada heat exchanger jenis ini , tube berfungsi sebagai pemisah antara
fluida panas dan fluida
matang ,
dingin. Untuk itu diperlukan pertimbangan yang
dalam menentukan
yang mengalir melalui
pipa ,
Ditinjau dari perubahan fase yang terjadi pada heat exchanger ,
maka
apakah fluida panas atau
fluida
mana
fluida dingin.
jenis ini dapat dikelompokan dalam 2 jenis, yaitu : a). Heat exchanger yang
mengakibatkan perubahan fase dan b). Heat exchanger tanpa perubahan fase.
Untuk jenis yang pertama seperti proses kondensasi uap di dalam kondensor
dan proses penguapan larutan didalam evaporator.
Jenis kedua biasanya
terjadi pada proses pendinginan gas ( nitrogen, oksigen ) di dalam cooler.
2.2.2. Heat Exchanger Tanpa Perubahan Fase.
Heat exchanger jenis ini sangat banyak dipergunakan pada industri kimia,
textile, pengolahan kayu dan lain sebagainya. Pada kasus ini , fluida panas
memberikan panas pada fluida dingin ,
namun kedua jenis fluida itu tidak
mengalami perubahan fase, tetapi akan mengalami penurunan temperature
(
fluida panas ) dan kenaikan temperature ( fluida dingin ).
Aliran fluida panas maupun fluida dingin dalam HE saling melintas satu
sama lain tidak hanya satu kali saja, tetapi dapat dibuat beberapa kali. Lintasan
aliran fluida ( baik yang panas maupun yang dingin ) dalam HE disebut pass
Universitas Mercu Buana
10
atau lintasan. Biasanya shell pass ini lebih sedikit dari tube pass ( lintasan aliran
melalui tube ), tetapi adakalanya lintasan ( tube pass dan shell pass ) itu sama,
misalnya 1 – 1.
Berikut Gambar dibawah ini menunjukan distribusi temperature dari HE
dengan 1- 1 pass, sedangkan aliran fluidanya ada yang parallel ( parallel flow )
dan yang berlawanan ( counter flow ) ( Gambar 2.2 dan 2.3 ).
Gambar 2.2. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan
aliran parallel dan 1 – 1 pass
Gambar 2.3. Distribusi temperature-panjang ( luas ) pipa pada HE dengan
aliran berlawanan dan 1 – 1 pass
Universitas Mercu Buana
11
2.3.
Klasifikasi Heat Exchanger.
Melihat begitu banyaknya alat penukar kalor ( heat exchanger ), maka
dapat diklasifikasikan berdasarkan bermacam-macam pertimbangan, yaitu :
A. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas
 Tipe kontak tidak langsung
o Tipe yang Langsung Dipindahkan
•
Terdiri dari satu fase
•
Tipe dari banyak fase
•
Tipe yang ditimbun ( storage type )
•
Tipe fluidized bed
 Tipe yang kontak langsung
•
Immiscible fluids
•
Gas Liquid
•
Liquid Vapor.
B. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir
•
Dua Jenis Fluida
•
Tiga Jenis Fluida atau lebih
C. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
•
Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya.
•
Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya
terdapat cara konveksi 2 aliran.
•
Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass
aliran
•
masing-masing.
Kombinasi cara konveksi dan radiasi.
D. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
 Konstruksi Tubular ( Shell and Tube )
•
Tube Ganda ( Double Tube )
•
Konstruksi Shell and Tube
•
Sekat plat ( Plate Baffle )
•
Sekat batang ( Rod Baffle )
Universitas Mercu Buana
12
•
Konstruksi Tube Spiral
 Kontruksi Tipe Plat
•
Tipe plat
•
Tipe lamella
•
Tipe spiral
•
Tipe pelat koil
 Konstruksi dengan Luas Permukaan Diperluas ( extended surface )
•
Sirip pelat ( plat fin )
•
Sirip pelat ( tube fin )
E. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran
 Aliran dengan satu pass ( lintasan )
•
Aliran berlawanan
•
Aliran Paralel
•
Aliran melintang
•
Aliran split
•
Aliran yang dibagi ( divided )
 Aliran multipass ( banyak lintasan )
o Permukaan yang diperbesar ( extended surface )
•
Aliran counter / berlawanan menyilang
•
Aliran parallel/ searah menyilang
•
Aliran Kompound
o Shell dan tube
•
Aliran parallel yang berlawanan
•
Aliran split
•
Aliran dibagi ( divided )
o Multipass plat.
•
2.4.
N parallel plat multi pass.
Heat Exchanger Tipe Shell dan Tube.
Heat exchanger tipe shell dan tube sejauh ini merupakan jenis yang paling
banyak dipergunakan,
karena
konstruksinya
yang
relatif sederhana dan
Universitas Mercu Buana
13
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mengoperasikan beragam fluida
kerja. Selain itu heat exchanger ini telah memiliki metode desain dan kode
mekanik ( mechanical code ) yang
mapan dan telah diterapkan selama
berpuluh tahun untuk berbagai keperluan.
terdiri atas sebuah
Konstruksi heat exchanger ini
shell dan tube bundle yang
Satu fluida mengalir melalui shell dan satu
diameternya
lebih kecil.
fluida lainnya tersebar didalam
tube bundle.
1
4
3
2
Keterangan :
1.
2.
3.
4.
A.
B.
C.
D.
Shell atau badan HE
Stationary head flangle – Channel or Bonnet
Channel cover ( tutup saluran )
Nozzle
Baffle ( sekat )
Tubes
Tie – rods
Plat tube
Gambar 2.4. Bagian Utama Heat Exchanger Shell and Tube 1-1 Pass
1
2.5. Konstruksi Heat Exchanger Shell dan Tube.
Perancangan dan pembuatan heat exchanger shell dan tube merujuk
kepada standar dari Tubular of Exchanger Manufacturers Association ( TEMA ).
Standar ini telah menentukan bentuk, ukuran dan susunan dari heat exchanger
shell dan tube.
_________________
1
Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 9
Universitas Mercu Buana
14
Konstruksi heat exchanger shell dan tube secara umum dapat dibagi dalam
empat bagian utama, yaitu :
1. Bagian depan yang tetap atau Front Head Stationary ( Stationary Head )
2. Shell, yang merupakan badan alat penukar kalor.
3. Bagian ujung belakang atau Rear End Head ( Rear Head ).
4. Berkas Tube atau Tube Bundle
2.5.1. Stationary Head dan Rear Head.
TEMA telah membuat suatu standar mengenai bentuk dari stationary
head dan rear head.
berikut
ini,
Profil dari standar tersebut dapat dilihat pada gambar 2.5
Stationary head merupakan salah satu bagian ujung dari heat
exchanger. Pada bagian ini terdapat saluran masuk fluida yang akan mengalir
melalui tube. Ada dua jenis Stationary yaitu : Bonnet dan Channel. Apabila
fluida yang mengalir dalam tube bersih biasanya digunakan stationary jenis Bonet
, B , yang terpisah dengan tube bundle. Sedangkan A dan C merupakan
stationary head jenis Chanel
untuk
dimana head menyatu dengan tube sheet dan
membersihkan ( cleaning ) bagian dalam tube dilakukan dengan
melepas penutup ( removable cover ).
Rear head merupakan ujung yang lain dari heat exchanger. Rear head jenis L,
M dan B merupakan jenis yang paling sering dipergunakan dan dipasang pada
heat exchanger dengan tube sheet tetap ( fixed tube sheet ).
Pada saat perancangan dan penggunaannya perlu diperhatikan perbedaan
koefisien ekspansi antara shell dan tube. Untuk mengatasi hal ini maka dipasang
sambungan
ekspansi ( expantion joint ). Pembersihan sisi shell atau sebelah
luar tube
dilakukan secara
kimia. Sedangkan bagian dalam tube dapat
dibersihkan baik secara kimia maupun mekanis.
Rear head jenis U merupakan konstruksi yang paling sederhana . Terdiri atas
tube yang dibengkokan dan disusun pada tube sheet. Ekspansi thermal dapat
diatasi dengan adanya bengkokan U. Dipergunakan untuk aliran fluida dalam
tube yang bersih karena sulit membersihkannya akibat adanya bengkokan.
Tekanan kerja relatif lebih tinggi dibanding dengan jenis L, M dan N.
Universitas Mercu Buana
15
Gambar 2.5. Jenis – jenis Stationary head dan rear head
2
Rear head P, S, T dan W termasuk kedalam jenis floating head yang
didesain untuk bekerja pada tekanan dan temperature yang tinggi. Jenis P (
outside packed floating head )
direncanakan untuk menanggulangi adanya
ekspansi dari tube. Jenis B ( split ring floating head ) merupakan jenis yang
digabung antara penahan dan penutupnya ( floating head backing device and
floating head cover ). Konstruksi ini mampu menahan ekspansi yang terjadi
dalam tube sebab dapat bergerak dalam rear head.
Pada jenis
T
( pull through floating head )
tube
dilepaskan dengan hanya melepaskan stationary head.
bundle
dapat
Pada jenis W (
externally sealed
______________________
2 Perry, Robert H, Don Green, Perry’s Chemical Enginnering Handbook, hal 11 - 5
Universitas Mercu Buana
16
floating tube sheet ) dipergunakan
latern ring diikat bersama-sama dengan
paking.
2.5.2. Shell ( badan heat exchanger )
Shell adalah bagian tengah head exchanger dan merupakan rumah
untuk
tube bundle.
Antara shell dan tube bundle terdapat fluida yang
menerima atau melepaskan
panas
sesuai dengan
proses
yang terjadi.
Pertimbangan untuk memilih aliran yang dibelah dan aliran yang dibagi ( split
and devide flow ) ialah, untuk mengurangi penurunan tekanan ( pressure drops )
sisi shell, sebab pressure drops merupakan faktor kontrol pada perancangan
dan operasi heat exchanger.
Bentuk dari shell dan klasifikasinya telah ditetapkan oleh TEMA , seperti
dapat dilihat pada Gambar 2.6. berikut :
Gambar 2.6. Jenis shell dan klasifikasinya
3
________________
3
Perry, Robert H, Don Green, Perry’s Chemical Enginnering Handbook, hal 11 - 5
Universitas Mercu Buana
17
Shell jenis
E
merupakan bentuk yang paling sederhana dengan
saluran masuk berada pada bagian ujung yang satu dari head exchanger dan
saluran keluar berada pada bagian ujung yang lain dengan posisi saling
berhadapan. Dipergunakan pada
heat exchanger
dengan
single pass
dan
memiliki efisiensi thermal yang baik.
Jenis F memiliki dua laluan shell akibat adanya sekat longitudinal.
Susunan ini dipergunakan dalam aplikasi dimana dibutuhkan temperatur keluar
fluida panas mendekati temperatur masuk fluida dingin dan juga untuk
menghindari laju aliran yang rendah
Penurunan tekanan yang terjadi
pada
penggunaan
delapan kali lebih
besar
tekanan yang terjadi pada shell jenis E, akan tetapi
shell jenis
dari
E.
penurunan
masih dapat diterima
untuk keperluan-keperluan khusus. Yang membatasi penggunaan jenis ini
adalah kemungkinan kebocoran melalui celah antara sekat longitudinal dan
shell.
Untuk meningkatkan efektivitas thermal sering digunakan jenis G atau
disebut juga jenis aliran split ( split flow ).
Utamanya digunakan pada
reboiler, tetapi adakalanya dipergunakan pada aliran dimana tidak terjadi
perubahan fase. Penurunan tekanannya hampir sama dengan shell jenis E.
Pada tekanan kerja yang rendah seperti
pada pendingin gas ( gas
cooler ) dan pengembunan ( condensor ) dipergunakan shell jenis J, yaitu :
divide flow dengan satu saluran masuk dan dua saluran keluar.
tekanannya
hampir
delapan kali
shell
diperkenalkan adalah shell jenis X,
jenis
E.
Jenis
Penurunan
terakhir
yang
dimana aliran dalam shell menyilang
murni ( pure cross flow ) terhadap tube bundle
tanpa sekat menyilang.
Penggunaan jenis ini memberikan penurunan tekanan yang sangat rendah.
2.5.3. Tube ( pipa ).
Kemampuan melepaskan atau menerima panas suatu alat penukar panas
dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan ( heating surface ).
permukaan itu tergantung dari panjang,
dipergunakan pada alat penukar kalor itu.
ukuran
Besarnya luas
dan jumlah tubes yang
Susunan tubes ini dipengaruhi
Universitas Mercu Buana
18
besarnya penurunan tekanan aliran fluida didalam shell.
Penentuan susunan pipa-pipa ( tube ) pada alat penukar kalor sangat
prinsip sekali, ditinjau dari segi operasi dan segi pemeliharaan. Berikut ini
terdapat beberapa susunan tubes alat penukar kalor, yaitu :
1. Tube dengan susunan segitiga ( triangular pitch )
2. Tube dengan susunan segitiga diputar 30o ( rotated triangular atau in-line
triangular pitch ).
3. Tube dengan susunan bujur sangkar ( in-line square pitch )
4. Tube dengan susunan berbentuk belah ketupat, atau bentuk bujur sangkar
yang diputar 45o ( diamond square pitch ).
Susunan tube yang segitiga ini sangat populer dan baik dipakai
melayani fluida kotor berlumpur atau yang bersih ( fouling or non-fouling ).
Pembersihan tube
Koefisien
dilakukan dengan cara kimia
( chemical cleaning ).
perpindahan panas lebih baik dibanding dengan susunan pipa
bujur sangkar
( in-line square pitch ).
Susunan tube
segitiga banyak
dipergunakan dan menghasilkan perpindahan panas yang baik per-satu satuan
penurunan tekanan ( per unit pressure drops ), disamping itu letaknya tube
lebih kompak ( Gambar 2.7a )
Tube yang disusun berbentuk sudut 60 o atau 30o seperti
Gambar
2.7d tidak sepopuler jenis pertama, mempunyai karakter yang lebih jelek.
Koefisien perpindahan panasnya tidak baik,
tetapi masih lebih
baik bila
dibandingkan dengan jenis susunan pipa yang bujur sangkar ( in-line square
pitch ). Besarnya penurunan tekanan yang terjadi kurang lebih sama dengan
susunan tube segitiga.
Susunan tube bujur sangkar membentuk sudut 90o ( in-line square pitch )
banyak dipergunakan dengan pertimbangan seperti berikut :
a. Apabila penurunan tekanan ( presuure drops )
yang
terjadi
pada alat
penukar kalor itu sangat kecil.
b. Apabila pembersihan yang dilakukan pada bagian luar tube adalah
dengan cara pembersihan mekanis ( mechanical cleaning ).
susunan seperti ini ,
Sebab pada
terdapat celah antara tube yang dipergunakan untuk
pembersihannya.
Universitas Mercu Buana
19
c. Susunan ini memberikan perilaku yang baik,
bila terjadi aliran turbulen,
tetapi untuk aliran laminar akan memberikan hasil yang kurang baik.
Gambar 2.7. Susunan tube. ( a ) Bujur Sangkar, ( b ) Bujur Sangkar diputar
45 o ( diamond ), ( c ) Segitiga ( triangular ), ( d ) Segitiga diputar ( in-line
4
triangular )
__________________
4
Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 44
Universitas Mercu Buana
20
Ditinjau dari segi perpindahan panasnya,
maka susunan ini mempunyai
koefisien perpindahan panas yang lebih kecil dari susunan tube sebelumnya.
Susunan
tube yang membentuk 45
o
atau susunan belah ketupat (
diamond square pitch ) seperti Gambar 2.7b dan 2.7c
kondisi
merupakan jenis
menengah. Jenis ini baik dipergunakan pada kondisi operasi yang
penurunan tekanan kecil, tetapi lebih
besar dari penurunan tekanan jenis
bujur sangkar. Pembersihan bagian luar tube dilakukan dengan pembersihan
mekanis seperti jenis bujur sangkar.
dibanding
Susunan tube ini relatif
dengan susunan tube yang membentuk 30
o
lebih baik
terhadap aliran ( jenis
segi tiga ) Gambar 2.7a.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan susunan tube
heat exchanger, ialah :
a. Besarnya penurunan tekanan ( pressure drops )
b. Aliran fluida luar tube, laminar atau turbulen
c. Fouling atau non-fouling yang mengalir diluar tube.
d. Cara yang dilakukan untuk pembersihan bagian luar tubes secara mekanis
( mechanical cleaning ) atau kimia ( chemical cleaning ).
A. Diameter
Diameter luar tube berkisar 0,5
sampai 2,0
inchi,
sedangkan
diameter dalamnya beragam tergantung kepada standar yang digunakan.
Umumnya standar yang digunakan adalah BWG
suatu institusi yang melakukan standarisasi pipa.
BWG 14,
( Birmingham Wire Gage )
Misalnya tube dengan kode 1
angka 1 menunjukan diameter luar tube adalah : 1 inchi, BWG
menunjukan standar yang dipakai dan 14 menunjukan kode diameter dalam
menurut standar
BWG
mulai
dari 0000
sampai 24 yang
menunjukan
tebal dinding tube dari 0,454 sampai 0,022 inchi.
Pertimbangan thermohidrolik menghendaki penggunaan tube dengan
diameter kecil karena memberikan densitas
yang
lebih
tinggi,
akan
permukaan perpindahan panas
tetapi untuk kepentingan pembersihan tube,
penggunaannya dibatasi hingga diameter minimum 20 mm.
Universitas Mercu Buana
21
B. Panjang
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan penukar
kalor adalah ukuran panjang tube. Tidak banyak variasi ukuran panjang
tube yang tersedia untuk dipasang. Standar yang sering dipasang adalah 6 ft
( 0,83 m ) ,
8 ft ( 2,44 m ) , 12 ft ( 3,66 m ) dan 16 ft ( 4,88 m ).
Secara umum ukuran tube yang lebih panjang memberikan biaya
yang lebih rendah dari pada memgunakan tube yang lebih pendek untuk luas
permukaan yang sama.
Hal ini diameter shell yang digunakan akan menjadi
lebih kecil, flens dan tube sheet menjadi lebih tipis dan lebih sedikit lubang
yang
dibuat.
Penambahan panjang lebih
diminati manakala laju aliran
dalam tube relative rendah dan diperlukan agar mencapai kecepatan yang
ditentukan. Akan tetapi tube yang cukup
panjang
akan menimbulkan
kesulitan pada saaat penyusunan sekat-sekat ( baffle ) didalam
Untuk memperoleh unjuk kerja yang terbaik,
perbandingan antara
panjang
tube
dengan
shell .
umumnya dipakai
diameter shell adalah
5
sampai 10.
C. Tube Bundle
Tata letak
tube bundle merupakan bagian yang penting dalam
perancangan thermohidrolik
penukar kalor.
Perencanaan secara terinci
meliputi perhitungan tekanan fluida dalam
shell dan tube yang dapat
mempengaruhi resiko kebocoran antara
kebocoran ini
perlu
diperhatikan
kemurnian dari fluida yang
tube bundle dan sheet. Resiko
karena
mengalir
dalam
untuk
beberapa
penukar
aplikasi
kalor merupakan
syarat utama yang tidak bisa ditoleransi.
Perancangan mekanik dari tube bundle meliputi pertimbangan secara
seksama dari ekspansi
shell.
thermal tube bundle dan penempatannya
didalam
Dalam proses perancangannya berkaitan erat dengan jenis rear head
yang digunakan, seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya.
Jenis tube bundle yang secara luas dipergunakan adalah fixed tube
Universitas Mercu Buana
22
sheet , floating head
dan
U – tube bundle.
tube sheet menggunakan rear head
Tube bundle jenis fixed
jenis L , M,
dan N.
memegang
peranan
Jenis
floating
menggunakan rear head jenis U.
2.5.4. Komponen Pendukung
Komponen pendukung juga
merancang unit heat exchanger,
komponen
penting dalam
karena setiap perubahan dari komponen-
tersebut akan mempengaruhi performa dari HE sendiri.
beberapa komponen
pendukung
yang
Ada
sangat diperlukan seperti , baffle ,
tube sheet, nossel dan lain-lain.
A. Baffle ( Sekat )
Sekat ( baffle ) yang
dipasang
pada
heat exchanger
mempunyai
beberapa fungsi , diantaranya yaitu :
1. Struktur untuk menahan tube bundle
2. Damper
untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran ( vibration )
pada tube.
3. Sebagai alat untuk mrngontrol dan mengarahkan aliran fluida yang
mengalir diluar tube ( shell side ).
Ada beberapa jenis baffle untuk heat exchanger seperti , sekat pelat
berbentuk segment ( segmental baffles plate ),
sekat batang ( rod baffle ),
sekat longitudinal dan sekat impingement.
Tetapi umumnya
dipergunakan
adalah
Pemilihan
dipergunakan
memerlukan pertimbangan
sekat segment.
tehnis
dan
yang
sering
jenis baffle
yang
operasional
karena
berpengaruh pada besarnya penurunan tekanan, pola aliran dan distribusi aliran
dalam heat exchanger. Guna penurunan keperluan penurunan tekanan yang
rendah dipergunakan jenis sekat disc and doughnut yang dapat mengurangi
penurunan tekanan sampai
60 %.
Pemasangan sekat pada heat exchanger dibatasi oleh jarak ( spacing )
maksimum dan minimum antar sekat. TEMA telah merekomendasikan jarak
minimum dan maksimum antar sekat , sebagai berikut :
Universitas Mercu Buana
23
a) Jarak minimum
Sekat segmental sebaiknya memiliki jarak antara sekat yang tidak kurang
dari 1/5 dari diameter dalam shell atau
50 mm.
b) Jarak maksimum.
Penentuan jarak maksimum selalu memperhatikan kemampuan tube untuk
menahan lendutan yang mungkin terjadi akibat beratnya sendiri untuk
panjang tertentu. Dan panjang tube maksimum tanpa memerlukan penjangga
untuk menghindari lendutan telah direkomendasikan oleh TEMA.
(a)
(b)
Gambar 2.8. Jenis Baffle Heat Exchanger, ( a ) Baffle segment tunggal , ( b )
Baffle disc and doughnut. 5
_____________________________
5
Tunggul M Sitompul, Alat Penukar Kalor, hal 84 - 85
Universitas Mercu Buana
24
B. Tube sheet ( pelat untuk tube )
Pelat yang berfungsi sebagai tempat
untuk mengikat tube adalah
pelat tube atau tube sheet. Pelat dilubangi dengan diameter lebih besar dari
diameter luar tube.
Tube dimasukan kedalam lubang tersebut,
lalu di ikat.
Umumnya cara pengikatnya, adalah : pengikatan roll dan pengikatan las (
welding ) . Selanjutnya tube sheet dapat dikelompokan dalam 2 jenis yaitu :
1. Pelat tube stationer ( stationery tube sheet )
2. Pelat tube mengambang ( floating tube sheet ).
Biasanya tube sheet dibuat dari satu pelat saja, tetapi untuk bahan-bahan
berbahaya dan bersifat korosi seperti, chlorine, hydrogen chloride, sulfur
dioxide dan lain-lain,
dimana bisa terjadi percampuran akibat bocoran dari
sisi shell ke sisi tube atau sebaliknya yang menimbulkan bahaya, maka
tube sheet sering dibuat dari pelat ganda ( double sheet ).
Susunan tube pada pelat tube berhubungan erat dengan susunan tube
pada sekat ( baffle ). Yang menentukan banyaknya pass / lintasan aliran pada
sisi tube adalah layout tube sheet.
tube
sheet
Dari bentuk dan susunan lubang pada
dapat diketahui berapa lintasan aliran yang
terjadi pada sisi
tube heat exchanger.
Mengingat pelat tube stationer dan floating akan saling melengkapi
di dalam operasi,
susunan tube pada kedua tube sheet ini tidak sama.
Disamping itu susunan tube pada pelat tube yang jumlah pass nya berbeda,
akan berbeda
pula
bentuknya.
C. Nozzle ( nossel )
Untuk
jalan masuk dan keluar fluida
dipasang nossel. .
di dalam heat exchanger
Minimal diperlukan 4 buah nosel,
yaitu : 2 buah untuk
fluida dalam tube dan 2 buah untuk fluida luar tube atau di dalam shell.
Penempatan nossel ini dipengaruhi oleh
jumlah lintasan atau pass aliran.
Nossel dilengkapi dengan flens untuk menyambungkan
pipa-pipa
ke heat
exchanger.
Dipilih flens yang sudah di standarisasi ( ASA, DIN, JIS ) ,
sehingga
Universitas Mercu Buana
25
akan lebih memudahkan dalam pengadaan dan pemeliharaan. Flens standar
dinyatakan ukuran dan
serie nya yang dipengaruhi
oleh temperature,
tekanan kerja penukar kalor, serta jenis fluidanya.
2.6.
Analisa Termal Heat Exchanger
Dalam menentukan nilai thermal dari sebuah heat exchanger, terlebih
dahulu kita harus mengetahui laju energi yang dilepaskan / diterima oleh fluida
panas maupun fluida dingin. Adapun persamaan yang dimaksud adalah :
a) Laju energi panas yang dilepaskan oleh aliran fluida panas, q h ( W )
q
h
= mh C p , h (Th , i − Th , o )
6)
( 2-1 }
Dimana :
: laju aliran massa fluida panas ( kg/s )
: konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C )
: Temperatur aliran fluida panas masuk HE ( o C )
: Temperatur aliran fluida panas keluar HE ( oC )
mh
C p,h
T h,i
T h,o
b) Laju energi panas yang diterima oleh aliran fluida dingin, q c ( W )
7)
q
c
= mc C p ,c (Tc ,i − Tc ,o )
( 2-2 )
Dimana :
m c : laju aliran massa fluida dingin ( kg/s )
C p,c : konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C )
T c,i : Temperatur aliran fluida dingin masuk HE ( oC )
T c,o : Temperatur aliran fluida dingin keluar HE ( oC )
c) Apabila sistim dianggap adiabatic, maka :
qh = qc = q
________________
6
7
Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 555
ibid, hal 555
Universitas Mercu Buana
26
2.6.1. Laju Perpindahan Panas Keseluruhan
Sebagai pokok pembahasan pada perencanaan heat exchanger adalah
masalah perpindahan kalor.
dingin,
Dianggap bahwa fluida panas berpindah ke fluida
terjadi dengan sempurna. Bila laju aliran panas yang dilepaskan oleh
fluida panas,
besarnya q persatuan waktu, maka laju aliran panas yang
diterima oleh fluida yang dingin sebesar q pula.
Kemampuan untuk menerima kalor itu dipengaruhi 3 hal yaitu :
1. Koefisien perpindahan panas keseluruhan ( the overall heat transfer
coefficient ), dinyatakan dengan U. ( W / m2 .K )
2.
Luas perpindahan panas dinyatakan dengan A. ( m2 )
3.
Selisih temperature rata-rata ( mean temperature difference, the driving
temperature force ), dinyatakan dengan ∆ T m ( K )
Hubungan antara besaran tersebut adalah :
8)
q = U. A. ∆Tm
( 2-3 )
2.6.2. Perpindahan Panas Konduksi.
Adalah suatu perpindahan panas, dimana energi berpindah dari daerah
bertemperatur tinggi ke daerah bertemperatur rendah yang terjadi dalam satu
medium ( padat, cair atau gas ) atau antara medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung.
Dalam aliran panas konduksi ,
perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul secara langsung tanpa
ada perpindahan molekul yang cukup besar.
Persamaan laju perpindahan energi nya :
q
k
=−kA
∂T
∂x
9)
( 2-4 )
_______________
8
9
Homan J.P, Perpindahan Panas, hal 481
Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 7
Universitas Mercu Buana
27
Dimana : q k
= laju perpindahan panas konduksi ( Watt )
= konduktivitas thermal ( W / m. K )
= luas penampang melalui mana panas mengalir dengan cara
konduksi ( m2 )
= gradient suhu pada penampang tersebut, yaitu laju perubahan
suhu T terhadap jarak dalam arah aliran panas x. ( K/m2 )
k
A
jT / jx
 Konduksi Melalui Dinding Silinder
Aliran
panas radial
berpenampang
dengan
cara konduksi melalui silinder
lingkaran yang berlubang merupakan satu lagi soal konduksi
satu dimensi. Contohnya seperti konduksi melalui pipa dan isolasi pipa.
silinder
Jika
itu homogen dan cukup panjang sehingga pengaruh ujung-ujungnya
dapat diabaikan dan suhu permukaan dalamnya konstan pada T i sedangkan suhu
luarnya dipertahankan seragam pada T o ,
q
k
=−k A
maka persamaan 2-2 menjadi ,
10)
∂T
∂r
( 2-5 )
Dimana : jT / jr = gradient suhu dalam arah radial .
Untuk silinder berlubang , luasnya merupakan fungsi jari-jari dan
10)
A = 2. π. r. l
( 2-6 )
Selanjutnya , r adalah jari-jari dan l panjang silinder, maka laju aliran panas
konduksi dinyatakan sebagai persamaan diatas
10
.
Selanjutnya , r adalah
jari-jari dan l panjang silinder, maka laju aliran panas konduksi dinyatakan
sebagai berikut :
q
k
10)
= − k . 2 .π . r. l.
∂T
∂r
( 2-7 )
_____________
10
Frank Kreith, Prinsip-prinsip Perpindahan Panas, hal 28
Universitas Mercu Buana
28
Pemisahan variabel-variabel dan integrasi antara T o pada r o
pada
r i menghasilkan :
q
k
=
dan T i
11)
Ti − To
l n r(o / ri )
2π k l
( 2-8 )
Selanjutnya tahanan thermal untuk silinder berlubang adalah :
11)
Rk =
ln ( ro / ri )
2 π . k. l
( 2-9 )
2.6.3. Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas disebut secara konveksi jika cairan atau gas yang
temperaturnya tinggi mengalir ke tempat yang temperaturnya lebih rendah,
memberikan panasnya pada permukaan yang temperaturnya lebih rendah. Jadi
pada perpindahan panas konveksi diperlukan media cairan atau gas.
Adapun persamaan perpindahan panas konveksi yaitu :
12)
q c = h c . A . ( Tw – Ta )
( 2-10 )
Persamaan diatas disebut hukum Newton dan h c disebut koefisien perpindahan
panas konveksi rata-rata, satuannya adalah panas persatuan waktu persatuan luas
permukaan persatuan beda suhu ( W / m.2K )
Tahanan thermal konveksinya dinyatakan dengan persamaan : 13)
rc =
∆T
qc
( 2-11 )
_____________
11
12
13
ibid, hal. 29
Sri Warnijati Agra, Perpindahan panas konduksi dan radiasi, hal. 3
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 25
Universitas Mercu Buana
29
Selanjutnya dengan persamaan 2-3,
berikut :
di dapat
penyederhanaan sebagai
14)
rc =
1
hc . A
( 2-12 )
A. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi dalam Pipa, h i
Koefisien perpindahan panas konveksi dalam pipa merupakan fungsi dari
sifat fluida ( k, Cp dan lain-lain ), kecepatan fluida, skala panjang dan bentuk
permukaan, adapun parameter performan nya sebagai berikut :
a. Aliran di dalam pipa adalah laminar ( Re < 2100 )
maka parameter persamaan-persamaan nya sebagai berikut :
1/ 3
hd
d 
N u = i i = 1.8 R 1 /63 P 1 e/ 3  ri 
k
L
 µ 


µ
 w
15)
0.1
( 2-13 )
Dimana :
Nu
hi
di
k
Pr
µ
µw
Re
:
:
:
:
:
:
:
bilangan Nusselt
koefisien pp konveksi aliran fluida dalam pipa ( W / m2 .K )
diameter dalam tube ( m )
konduktifitas thermal fluida ( W / m.K )
angka Prandtl, berkisar 0,6 – 100
viskositas fluida pada temperature kerja ( N. s/m2 )
viskositas fluida pada temperature dinding tube ( N. s/m2 )
: bilangan Reynolds, di dapat dari ,
Re =
ρ v Di
µ
16)
( 2-14 )
__________________
14
15
16
ibid, hal 25
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 255
ibid, hal 195
Universitas Mercu Buana
30
Dengan,
ρ : massa jenis fluida ( kg / m3 )
v : kecepatan rata-rata aliran fluida ( m / s )
µ : viskositas dinamik fluida ( N. s/m2 )
Selanjutnya , kecepatan rata-rata di dapat dengan persamaan :
17)
v=
Dimana :
mc
ρ . Ai
( 2-15 )
m c : laju aliran massa fluida didalam pipa ( kg / s )
Ai : luas penampang aliran di dalam pipa ( m2 )
Ai =
π
4
Di
b. Dalam kondisi aliran turbulen ( Re > 4000 )
18)
1/ 3
N u = 0.0
Dimana :
d i adalah
d 
R2 0.8 P 7e1 / 3  r i 
L
 µ 
 
 µw 
0.1
( 2-16 )
diameter dalam pipa dan L adalah panjang pipa,
keduanya dinyatakan dalam satuan meter.
Persamaan diatas berlaku bagi : 0,7 < Pr < 17000
c. Bila perbedaan temperatur aliran utama – temperatur permukaan
besar, maka persamaan nya menjadi :
19)
N u = 0.0 2R 30.8eP
n
r
( 2-17 )
Dimana : n = 0,4 untuk keadaan pemanasan ke dalam aliran di dalam pipa
n = 0,3 untuk keadaan pendinginan ke dalam aliran di dalam pipa
__________________
17
18
ibid, hal 195
ibid, hal 254
Universitas Mercu Buana
31
B. Koefisien Perpindahan Panas Konveksi di luar Pipa, h o
Aliran fluida mengalir di sisi luar pipa mempunyai koefisien perpindahan
panas yang tergantung dari aliran dan derajad turbulensi yang merupakan fungsi
dari luas aliran, kecepatan fluida dan ukuran dan susunan dari tube.
Untuk perhitungan koefisien perpindahan panas di luar pipa atau di dalam shell
menggunakan persamaan sebagai berikut :
a. Aliran fluida di sisi shell.
20)
 µ 
k

ho = jh. . Pr1 / 3 . 
de
µ
 w
0.14
( 2-18 )
Dimana : J h = faktor perpindahan panas
( data eksperimental, fungsi Re, Baffle Cut, bentuk susunan
berkas pipa )
h o = koefisien pp konveksi aliran fluida di luar pipa ( W / m2 .K )
d e = diameter ekuivalen shell ( m )
b. Bilangan Reynolds aliran fluida di sisi shell :
23)
Re =
Gs d e
µ
=
us d e ρ
( 2-19 )
µ
Dimana :
23)
Gs =
ms
As
23)
dan
us =
Gs
ρ
( 2-20 )
________________________
19
20
23
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 252
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 104
ibid, hal 104
Universitas Mercu Buana
32

de =

24
Untuk susunan pipa segiempat, maka :
1.2
do
( 7p
2
t
− 0.7
d
5o
2
)
( 2-21 )
Untuk susunan pipa yang berbentuk segitiga, maka :
de =
1.1
do
As =
( 0p
t
2
− 0.9
( pt − d o ) D . l
do
s
d
1o
2
24
)
( 2-22 )
( 2-23 )
B
Dimana :
As
Gs
Pt
ms
lB
Ds
=
=
=
=
=
=
luas aliran pada isi shell ( m2 )
laju aliran fluida persatuan luas pada bagian shell ( kg/m2.s )
jarak antar tube ( m )
laju aliran fluida ( kg /s )
jarak antar sekat ( m )
diameter dalam shell ( m )
2.6.4. Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan (Global), U
Perpindahan panas antara dua fluida yang dipisahkan oleh tebal tube
terjadi secara konduksi dan konveksi. Jika konduksi dan konveksi secara ber
urutan , maka tahanan panas yang terlibat ( konduksi dan konveksi ) dapat
dijumlahkan untuk memperoleh koefisien perpindahan panas keseluruhan, U.
a. Perpindahan panas konveksi : fluida panas – permukaan dalam pipa
maka dapat menggunakan persamaan :
q i = h i . Ai . ( Th – Tw,i )
12)
( 2-24 )
___________
23
24
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal 150
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal 276
Universitas Mercu Buana
33
b. Perpindahan panas konduksi radial di dalam permukaan pipa.
dapat menggunakan persamaan :
qk =
11)
2π k L
(Tw,i − Tw,o )
l (nd o / d i )
( 2-25 )
c. Perpindahan panas konveksi permukaan luar pipa – aliran fluida dingin
q o = h o . Ao . ( Tw,o – Tc )
( 2-26 )
d. Apabila sistemnya adiabatic, maka : q i = q k = q o = q
25)
q =
Th − Tc
1
ln (d o / d i )
1
+
+
hi Ai
2π k L
ho Ao
( 2-27 )
atau
q = U. A o . ( Th – Tc )
( 2-28 )
Selanjutnya dapat dijabarkan :
25)
l (dno / d i )
1
1
1
1
1
=
=
=
+
+
U
U i A U oA hi AA
2π k l
ho Ao
i
2.6.5. Beda Temperatur Rata-Rata Logaritmik,
( 2-29 )
∆ Tm
Pada gambar dibawah ini menunjukan bahwa beda temperature rata-rata
antara fluida panas dan fluida dingin pada waktu masuk dan pada waktu keluar
keluar tidaklah sama, maka perlu menentukan nilai rata-ratanya ( LMTD, log
mean temperature difference )..
__________
25
idem., hal. 482
Universitas Mercu Buana
34
(b)
(a)
Gambar 2.9. Profil temperatur untuk aliran berlawanan ( a ) dan sejajar ( b )
Laju pertukaran panas di dalam heat exchanger,
26)
q = U. A. ∆ Tm
Dimana : ∆T m
•
:
beda temperature rata-rata logaritmik, oC
Laju aliran massa fluida panas, ditunjukan dengan persamaan :
mh . Ch =
•
q
(Th.1 − Th.2 )
Laju aliran massa fluida dingin, ditunjukan dengan persamaan :
mc . Cc =
q
(Tc.1 − Tc.2 )
Dari kedua persamaan diatas disubstitusikan ke dalam persamaan sebelumnya,
akan memberikan :
27)
q =U .A
(Th 2 − Tc 2 ) − (Th1 − Tc1 )
ln . (Th 2 − Tc 2 ) / (Th1 − Tc1 )
__________
26
27
idem., hal. 490
idem., hal. 491
Universitas Mercu Buana
35
Selanjutnya persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :
27)
∆Tm =
∆T1 − ∆T2
∆T2 − ∆T1
=
ln (∆T1 / ∆T2 ) ln (∆T2 / ∆T1 )
2-30
2.6.6. Faktor Pengotoran ( fouling factor )
Dalam operasinya, permukaan perpindahan panas akan dilapisi beberapa
endapan atau deposit yang biasanya terdapat dalam sistim aliran, atau permukaan
mengalami korosi sebagai akibat interaksi antara fluida dengan bahan yang
digunakan dalam konstruksi penukar kalor.
Dalam hal ini, lapisan akan
memberikan tahanan termal tambahan terhadap aliran kalor dan pada akhirnya
akan menurunkan
efisiensi
perpindahan panas.
Pengaruh dari hal diatas
dinyatakan dengan factor pengotoran ( fouling factor ), atau tahanan pengotoran.
Untuk tahanan thermal terhadap permukaan bersih ( clean surface ) sudah
ditunjukan pada persamaan 2-29,
fouling adalah :
maka tahanan thermal untuk permukaan
28)
1
1 l (dno / d i ) 1 R f ,i R f ,o
=
+
+
+
+
U
hi AiA 2 π k l
ho Ao Ai
Ao
2-31
Dimana :
R f,i : tahanan thermal fouling-aliran di dalam pipa, m2K / W
R f,o : tahanan thermal fouling-aliran di permukaan luar pipa, m2K / W
R f = R f .i + R f .o
28)
2-32
__________
27
28
idem., hal. 490
idem., hal. 486
Universitas Mercu Buana
36
Faktor pengotoran harus didapatkan juga dari percobaan, yaitu dengan
menentukan U untuk kondisi bersih ( clean ) dan kondisi kotor ( design ) pada
heat exchanger . Sehinggga dapat di definisikan berikut :
28)
Rf =
1
1
−
Ud Uc
2-33
Untuk mengetahui factor pengotoran yang disarankan dapat dilihat pada lampiran
8 dan
9. Dari tabel
dapat disajikan berbagai macam fluida yang saling
berinteraksi di dalam heat exchanger.
2.6.7. Efektivitas
Adalah sangat penting untuk mengetahui seberapa besar nilai effisiensi
efektifitas dari sebuah unit heat exchanger, karena ini menyangkut kemampuan
dari unit untuk beroperasi secara kontinu tanpa adanya gangguan. Effektivitas
dari heat exchanger merupakan perbandingan antara laju perpindahan kalor aktual
/ nyata dengan laju perpindahan kalor maksimum. Selanjutnya dapat didefinisikan
sebagai berikut :
ε=
29)
qact .
qmax .
2-34
Dimana :
q act
q max
: laju perpindahan panas aktual / nyata, Watt
: laju perpindahan panas maksimum, Watt
30)
qmax . = Cmin . . ∆Tmax
2-35
∆ Tmax. : beda temperatur maksimum, oC
C min.
Temperatur fluida panas masuk dikurangi temperatur fluida dingin
masuk.
: kapasitas panas minimum aliran fluida , Watt / oC
___________
29
30
Holman J.P, Perpindahan Kalor, hal. 498
idem , hal. 499
Universitas Mercu Buana
37
C min. diambil
nilai yang ter rendah dari kapasitas panas aliran fluida dingin atau
fluida panas, yaitu :
 Kapasitas panas aliran fluida dingin :
Cc = mc . C p.c
 Kapasitas panas aliran fluida panas :
Ch = mh . C p.h
Dimana :
mc
C p,c
mh
C p,h
: laju aliran massa fluida dingin ( kg/s )
: konstanta fluida dingin pada tekanan constant ( J/kg.C )
: laju aliran massa fluida panas ( kg/s )
: konstanta fluida panas pada tekanan constant ( J/kg.C )
2.6.8. Penurunan Tekanan ( Pressure Drops )
Disetiap perencanaan heat exchanger selalu factor penurunan tekanan
( pressure drops ) sangat diperhitungkan, karena ini menyangkut performance
dari aliran fluida yang melewati heat exchanger. Faktor-faktor seperti baffle,
belokan,
diameter
( tube & shell ), panjang dan sebagainya sangat
mempengaruhi terjadinya pressure drops.
Ada 2 aspek penting didalam
perhitungan pressure drops, yaitu : perhitungan penurunan tekan di sisi shell dan
perhitungan penurunan tekanan di sisi tube.
a) Penurunan tekanan disisi shell. ∆ Ps
Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi shell dapat menggunakan
persamaan berikut :
31)
f . G . D . ( N + 1)
∆ Ps = s s 10s.i
5,22 x 10 . d e .sg . θ s
2
Dimana :
fs
2-36
: koefisien gesek fluida pada sisi shell, ft2 / in2
___________
31
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 147
Universitas Mercu Buana
38
de
D s.i
: diameter ekuivalen , ft
: diameter dalam shell, ft
: spesifik grafity fluida di dalam shell
: jumlah sekat / baffle.
: kecepatan rata-rata aliran dalam shell, lb/ft2.h
ratio viskositas dinamik fluida di dalam shell
sg
N
Gs
φs:
 µ
φs =  c
 µ w.o
µc ,
µw.o ,



0 ,14
viskositas dinamik fluida, lb/ft.h
viskositas dinamik air pada temperatur permukaan tube, lb/ft.h
b) Penurunan Tekanan pada Sisi Tube, ∆ Pt
Besaran pressure drops yang terjadi pada sisi tube
persamaan berikut :
dapat menggunakan
32)
2
f t . Gt . L . n
∆ Pt =
5,22 x 1010 . d i .sg . θ t
2-37
Dimana :
: koefisien gesek fluida pada sisi tube, ft2 / in2
: diameter dalam tube , ft
: spesifik grafity fluida di dalam tube
: jumlah lintasan / pass
: kecepatan rata-rata aliran dalam tube, lb/ft2.h
: ratio viskositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h
ft
di
sg
n
Gt
φt
 µ
φt =  h
 µ w.i



0 ,14
µh , viscositas dinamik fluida di dalam tube, lb/ft.h
µw.i
L
,
viskositas dinamik nitrogen
pada , lb/ft.h
: panjang tube, ft
pada temperatur dinding dalam tube
___________
32
Kern.D.Q, Process Heat Transfer, hal. 147
Universitas Mercu Buana
39
4.2. Perhitungan Kekuatan
Untuk perencanaan heat exchanger
hal penting pula untuk diketahui
adalah kekuatan bahan dari unit itu sendiri, dikarenakan menyangkut faktor
keselamatan di dalam pengoperasian alat tersebut. Gari Gambar 2.10, dapat
dijelaskan bagaimana tegangan yang terjadi pada shell atau tube .
Gambar 2.10. Tegangan yang terjadi pada shell / tube
Kesetimbangan gaya :
P . L . d i = 2 Sb . L . t
Fokus utama dari peninjauan untuk perhitungan kekuatan bahan yaitu :
a) Perhitungan kekuatan shell.
33)
ts =
Pi . Ds.i
+ C
2 . Sb
2-38
Dimana :
ts
Pi
: tebal minimum pelat shell yang di ijinkan, mm
: tekanan kerja maksimum yang di ijinkan , bar
___________
33
Kurmi.R.S & Gupta.J.K. Machine Design , hal. 176
Universitas Mercu Buana
40
D s.i
Sb
: diameter dalam shell, mm
: kekuatan tarik ( tensile strength ) material shell , N / mm2
Kekuatan tarik ini, perlu dilakukan koreksi dengan factor keamanan (
safety factor ) S f , maka
Sb =
C
St
fs
N / mm 2
: faktor korosi yang diijinkan ( corrosion allowance ), mm
b) Perhitungan kekuatan tube
33)
tt .m =
Pi . d i
+ C
2 . Sb
2-39
Dimana :
di
Sb
C
: diameter dalam tube , = 16 mm
: kekuatan tarik ( tensile strength ) material tube , N / mm2
: faktor korosi yang diijinkan ( corrosion allowance ), mm.
Universitas Mercu Buana
41
Universitas Mercu Buana
Download