SPS

advertisement
(Kasus Penyebaran Wabah Flu Babi di Indonesia)
Apa itu SPS Agreement?
 Sanitary kehidupan/kesehatan manusia dan hewan.
 Phytosanitary kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Persetujuan atas semua tindakan perlindungan kesehatan dan
kehidupan manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
perdagangan internasional.
Pembentukan dan Berlakunya SPS
Article XX.b GATT (General Exceptions):
”necessary to protect human, animal or plant life or health.”
WTO memperbolehkan anggotanya untuk mengajukan tindakan-tindakan yang
dianggap perlu untuk melindungi keselamatan dan kesehatan manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan selama tidak bertentangan dengan tata cara yang telah diatur oleh
WTO serta tidak melakukan diskriminasi antar negara anggota dan restriksi terselubung
terhadap perdagangan internasional.
Melalui “Uruguay Round 1994”: ditetapkan SPS Agreement
(Lampiran 1A: Multirateral Agreements on trade in Goods )
Lampiran GATT mengikat bagi semua negara anggota WTO
Indonesia  UU 7 /1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The WTO
Ruang Lingkup Tindakan SPS (Annex A: Definitions)
Tindakan SPS, setiap tindakan yang diterapkan untuk :
 melindungi kehidupan atau kesehatan hewan atau tanaman dalam wilayah negara anggota
dari risiko yang timbul dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama, penyakit,
organisme pembawa penyakit atau organisme penyebab penyakit;
 melindungi kehidupan atau kesehatan manusia atau hewan dalam wilayah negara anggota dari
risiko yang timbul dari aditif, kontaminan (zat-zat yang mencemarkan), toksin atau organisme
penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman, atau bahan pakan ternak;
 melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dalam wilayah negara anggota dari risiko yang
timbul dari penyakit yang dibawa hewan, tanaman atau produknya, atau dari masuknya,
pembentukan atau penyebaran hama; atau
 mencegah atau membatasi kerugian lain dalam wilayah negara anggota yang timbul dari
masuknya, pembentukan atau penyebaran hama.
Dengan demikian,perlindungan SPS mencakup 2 hal pokok:
1. melindungi konsumen (manusia) dan hewan dari
makanan dan minuman yang mengandung resiko; dan
2. melindungi konsumen (manusia), hewan, dan tumbuhan
dari resiko penyebaran penyakit atau serangan hama.
Pokok Pengaturan SPS
SPS terdiri dari
 14 Pasal
 3 Lampiran  daftar berbagai istilah dan
penjelasan beberapa kewajiban dalam
batang tubuh SPS Agreement.
Prinsip-Prinsip SPS
 Scientific Justification (pembuktian secara ilmiah) Art. 2.2. & Art. 5.7.
Para Anggota harus memastikan bahwa setiap tindakan SPS hanya diterapkan sejauh
diperlukan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan manusia, hewan, dan
tanaman didasarkan pada prinsip ilmiah (penilaian secara ilmiah terhadap suatu
resiko). Dalam hal tidak tersedia bukti ilmiah relevan yang memadai, untuk
sementara waktu Anggota dapat menetapkan berdasarkan informasi sanitary atau
phytosanitary yang tersedia, termasuk informasi dari organisasi internasional yang
relevan dan dari tindakan SPS yang diterapkan oleh negara Anggota lain.
 Non-discrimination  Art. 2.3
Para Anggota harus memastikan bahwa tindakan SPS tidak menimbulkan
diskriminasi semena-mena atau tidak beralasan antara Para Anggota. TindakanSPS
tidak boleh diterapkan sebagai restriksi terselubung terhadap perdagangan
internasional.
“The two basic principles of SPS Agreement are the principles of scientific
justification and the principle of non-discrimination.”
(M. Friis Jensen, Reviewing the SPS Agreement, A Developing Country Perspective, 2000)
… Prinsip SPS
 Assessment of Risk (Penaksiran Risiko )  Art. 5.2.
Dalam penaksiran risiko, Para Anggota harus memperhatikan bukti yang
tersedia; proses dan metode produksi yang relevan; mode inspeksi, sampling
dan pengujian yang relevan; apa ada penyakit dan hama tertentu yang biasa
menyerang; apa ada daerah-daerah bebas hama dan penyakit; keadaan ekologi
dan lingkungan yang relevan; dan karantina atau perlakuan lain.
 Determination of the Appropriate Level of SPS Protection (Penetapan
Tingkat Perlindungan SPS yang Layak)  Art. 5.4 & 5.6.
Perlindungan SPS yang layak diupayakan sekecil mungkin memberikan
dampak negatif terhadap perdagangan serta tidak membatasi perdagangan
lebih dari yang diperlukan dalam mencapai tingkat perlindungan SPS yang
layak, dengan memperhatikan kelayakannya dilihat dari sudut teknis dan
ekonomis .
 Consistency  Art. 5.5.
Negara anggota harus menghindari perbedaan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan adanya diskriminasi atau
pembatasan perdagangan internasional yang terselubung.
… Prinsip SPS
 Harmonization (Harmonisasi)
tindakan SPS didasarkan pada standar, panduan, dan rekomendasi
internasional dalam hal tindakan tersebut diatur secara internasional.
Negara Anggota dapat memberlakukan tindakan SPS yang lebih tinggi
dari standar internasional, jika hal ini dapat dipertanggug jawabkan
secara ilmiah, atau sebagai akibat dari tingkat perlindungan SPS oleh
suatu Anggota ditentukan memadai sesuai dengan ketentuan yang
relevan pada Pasal 5.
 Equivalence (Kesetaraan/Kesepadanan) Art. 4.
Negara Anggota yang mengimpor menerima ketentuan SPS dari negara
Anggota yang mengeskpor . Dengan demikian, untuk menunjukan
kesetaraan ini, negara pengekspor menunjukan pada negara
pengimpor bahwa semuat ketentuan SPS yang dijalankan telah
mencapai tingkat perlindungan yang sesuai di negara pengimpor.
Untuk tujuan ini, negara Anggota pengimpor harus diberikan akses
sewajarnya atas permintaan untuk mengadakan pemeriksaan,
pengujian, dan prosedur lain yang relevan.
… Prinsip SPS
 Regionalisasi  Art. 6.
Para Anggota pengekspor yang menyatakan bahwa daerah-daerah
dalam wilayah mereka bebas hama atau penyakit atau mempunyai
tingkat serangan hama atau penyakit yang rendah, harus memberikan
bukti kepada Anggota pengimpor . Untuk tujuan itu, Anggota
pengimpor harus diberi akses yang wajar, atas permintaannya untuk
datang guna mengadakan pemeriksanaan, pengujian dan prosedur lain
yang relevan.
 Transparansi  Art. 7.
Para Anggota harus menyampaikan pemberitahuan tentang
perubahan-perubahan dalam tindakan SPS mereka dan memberikan
informasi tentang tindakan sanitary atau phytosanitary sesuai dengan
ketentuan pada Lampiran B.
… Prinsip
 Special and Differential Treatment (Perlakuan yang Khusus) 
Art. 10.
Dalam mempersiapkan dan menerapkan tindakan SPS, para Anggota
harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan khusus dari Para
Anggota yang sedang berkembang, dan terutama dari Para Anggota
terbelakang.
Untuk memastikan bahwa Para Anggota yang sedang berkembang
dapat memenuhi ketentuan-ketentuan Persetujuan ini, Komite SPS
diberi hak untuk memberikan kepada Para Anggota tersebut
pengecualian yang spesifik dengan batas waktu tertentu terhadap
kewajiban Persetujuan ini, baik keseluruhan maupun sebagian, dengan
memperhatikan kebutuhan keuangan, perdagangan dan
pembangunan mereka. Pengecualian tersebut terutama berkaitan
dengan perdagangan produk-produk yang penting untuk
mempertahankan peluang ekspor negara berkembang.
 Dalam Ketentuan Penutup SPS Agreement, dinyatakan bahwa negara
terbelakang dapat menangguhkan pelaksanaan sampai paling lama 5
tahun, dan negara berkembang sampai paling lama 2 tahun.
Praktik SPS Agreement di Indonesia
(Kasus Flu Babi)
 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan munculnya wabah flu babi
(H5NI). Sedikitnya 100 orang diduga tewas akibat wabah ini di Meksiko, dengan jumlah
pasien diduga mencapai 1.614 jiwa. Wabah juga dilaporkan muncul di AS dan Kanada,
juga muncul kasus baru di Australia, Selandia Baru, Prancis, Spanyol, Brasil dan Israel.
 Menteri Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 16/MDAG/PER/5/2009 tanggal 1 Mei 2009 tentang Larangan Sementara Impor Hewan Babi
dan Produk Turunannya.
 Konsideran peraturan tersebut menyatakan, sehubungan dengan berjangkitnya penyakit
flu babi (Swine Influenza) di beberapa negara berdasarkan laporan Organisasi
Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO), yang dikhawatirkan menyebar
ke berbagai tempat dan negara lain, maka dalam rangka melindungi kesehatan
masyarakat dan sumber daya hayati nasional serta mencegah masuk dan meluasnya
penyakit flu babi (Swine Influenza) perlu untuk sementara waktu melarang masuknya
hewan babi dan produk turunannya ke wilayah Indonesia.
 Menetapkan 7 (tujuh) negara yang tertular flu babi yaitu Meksiko, Amerika Serikat,
Kanada, Perancis, Israel, Spanyol dan Selandia Baru; dari 11 (sebelas) negara yang
ditetapkan WHO.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor. 16/MDAG/PER/5/2009 merupakan salah satu bentuk
implementasi SPS.
 Bertujuan dalam rangka melindungi kesehatan masyarakat
dan sumber daya hayati nasional terkait dengan
meluasnya penyakit flu babi.
 Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
didasarkan pada laporan Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization/WHO) yang dapat menjadi
rujukan dalam pengambilan tindakan SPS ini.
 7 negara yang ditetapkan dalam Permendagri tidak
diperlakukan secara diskriminatif.
 Bukan merupakan hambatan non tarif yang melanggar
prinsip non tariff barrier GATT/WTO karena bukan
dimaksudkan sebagai proteksi terselubung yang merusak
tatanan perekonomian dunia.
Thank You
Download