Ekonomi 01 - Medium - Let`s Talk Culture!

advertisement
Analisis Dampak Industri K-Pop Korea Selatan
terhadap Perekonomian Indonesia
Disusun oleh:
Galang Anggriawan
BAB I
PENDAHULUAN
1. A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman budaya atau multi
kultur. Dengan adanya multi kultur, Indonesia tetap damai dan menghargai akan nilainilai yang terkandung didalam budaya tersebut, meskipun sesekali terjadi sebuah
konflik karena sifat etnosentris dari setiap orang pemegang kultur tersebut, tetapi
Indonesia tetap mempertahankan budaya yang dimiliki.Namun beberapa tahun
belakangan ini, kita sedang diguyur demam korea (Korean Wife), dimulai dengan
adanya penayangan film-film korea di Indonesia oleh beberapa stasiun televisi (Tv)
swasta ternama, serta kedatangan artis-artis korea di Indonesia yang sedang gencargencarnya di tahun 2012 dan 2013 lalu.
Tema yang disajikan pun beragam, mereka mengenalkan budayanya untuk dijadikan
bentuk soft power. Mengacu pada banyaknya jumlah penggemar Korea saat ini, maka
terbentuklah basis penggemar Korea yang dikenal dengan sebutan KoreaLovers.
Mereka secara rutin saling bertemu dan berkomunikasi, saling tukar menukar
informasi. Bahkan mengganti nama-nama panggilan mereka dengan nama-nama
Korea. Cara bicara mereka juga unik, yaitu dengan menyelipkan istilah-istilah dalam
bahasa Korea. Tidak sampai disitu saja, mereka juga terobsesi untuk mempelajari
bahasa Korea. Efeknya, saat ini tempat kursus bahasa Korea semakin menjamur. Tak
ketinggalan pula segala atribut yang berlabel Korea menarik minat mereka, mulai dari
produk-produk elektronik, alat make-up, fashion, restoran makanan khas Korea,
festival budaya Korea menjadi incaran fandom. Mereka berusaha untuk menunjukkan
identitas ke-Korea-an mereka lewat produk-produk yang mereka gunakan. Korean
Wave mampu mempengaruhi pola hidup dan cara berpikir masyarakat indonesia. Hal
ini lah yang disadari pemerintah Korea, bahwa dengan merebaknya Korean Wave,
akan membuka jalan bagi kemajuan ekonomi Korea.
Pemerintah Korea menyadari betul potensi Korean Wave sehingga rela mengucurkan
dana untuk membiayai produksi hiburan mulai dari film, sinetron hingga musik. Biaya
besar yang dikucurkan pemerintah Korea memang tidak sia-sia. Terbukti, setelah
merebaknya Korean Wave, pendapatan Negara meningkat dari sektor pariwisata.
Menurut situs http://www.kbs.co.kr, sekitar 8,5juta wisatawan asing berkunjung ke
Korea di akhir tahun 2010. Jumlah inisangat jauh berbeda dibandingkan tahun 2000
saat Korean Wave belum setenar sekarang, yaitu sekitar 1,5 juta wisatawan asing saja.
Belum lagi dari sektor industri. Peningkatan penjualan juga terjadi pada produk-
produk korea yang sering digunakan para artis Korea. Selain itu, secara tidak
langsung hal ini tentunya dapat meningkatkan citra nasional Korea. Penyebaran
pengaruh Korean Wave bukan hanya meningkatkan peluang untuk melaksanakan
pertukaran budaya, meningkatkan interaksi budaya tetapi juga menjadi sarana untuk
melegalkan ideologi Korea agar mudah diterima dunia Internasional.[1] Dengan
adanya penyebaran K-Pop di Indonesia memberi dampak negatif maupun positif yang
berkorelasi terhadap perekonomian Indonesia tersendiri. Secara tidak langsung
Indonesia sebagai masyarakat yang konsumtif merupakan pasar terbesar sebagai
target market Korean Wafe.
1. B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, dapat ditarik sebuah kerangka rumusan masalah
yakni bagaimana dampak industri K-Pop dapat memengaruhi Indonesia serta
relevansinya dengan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan?
1. C. Landasan Konseptual
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori dan konsep untuk menganalisa
bagaimana industri K-Pop dapat memengaruhi keadaan pasar ekonomi Indonesia serta
relevansinya dengan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan. Adapun teori yang kami
pakai adalah liberalisasi ekonomi dan soft power, sedangkan konsepnya kami
memakai multi track diplomacy (track 1 dan track 2).
1. Liberalisasi Ekonomi
Suatu teori yang menjelaskan fenomana sosial ekonomi masyarakat baik dinegara
berkembang maupun Negara maju. Efektivitas yang terjadi di suatu Negara yang
memiliki modal (baik Negara maju maupn Negara berkembang) untuk bias
meningkatkan kapabilitas ekonomi. Meskipun, Negara maju mempunyai tingkat
pendapatan ataupun investasi kekayaan yang bisa dikatakan lebih besar dari Negara
berkembang.Sehingga,polarisasi ekonomi Negara maju bisa berefek ayaupun
berpengaruh terhadap efektivitas perekonomian di Negara berkembang (modal).
Namun, hal yang dihadapi oleh negara berkembang adalah dampak dari investasiinvestasi yang menjamur (sebut Indonesia) tidak bisa mengimbangi lapangan
pekerjaan ekonomi yang ada, sehingga faktor untuk menumbuhkan budaya sendiri
masih dibilang dini dikarenakan SDM yang harus diperhatikan terlebih dahulu.
Ketimpangan ekonomi disini bisa dilihat dari banyaknya produk korea yang telah
merambah di sektor pasar di Indonesia. Adanya liberalisasi ekonomi bisa
mengakibatkan tertutupnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dibutuhkan
pemfilteran pada produk-produk asing, bukan hanya di dalam produk tapi bargaining
dari pembuat kebijakan atau pemerintah sendiri harus waspada untuk mengimbangi
demam budaya negara gingseng tersebut. Sehingga cost-benefit yang didapatkan oleh
indonesia maupun negara yang bekerjasama mendapatkan manfaat yang berimbang
tanpa mengesampingkan dan mereduksi budaya Indonesia yang jauh lebih beragam
jika para memegang kekuasaan pintar mengolah maupun mengaktualisasikan serta
mempromosikan salah satu budaya (hiburan seperti: tari tradisional, topeng, wayang
kulit, dll) dikancah internasional maupun membumikannya ditanah air pertiwi.
1. Soft Power
Sebagaimana penjelasan Joseph Nye mengenai soft power dalam bukunya Soft
Power: The Means to Success in World Politics, dimana ia mendefinisikan dimensi
ketiga kuasa ini sebagai kemampuan menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain,
yakni kemampuan memikat dan mengooptasi pihak lain agar rela memilih melakukan
suatu hal yang kita kehendaki tanpa kita perlu untuk memintanya. Nye menyebutkan
bahwa soft power suatu negara terdapat terutama dalam tiga sumber, yakni
kebudayaan, nilai-nilai politik dan kebijakan luar negerinya.
Joseph Nye berargumen bahwa disamping sisi nilai tradisi dan bangunan politik serta
kebijakan luar negeri sebuah negara, budaya merupakan salah satu elemen soft power
yang mampu memberikan daya tarik tersendiri bagi bangsa lain. Bentuk daya tarik
yang sangat bersifat emosial dan psikologis ini menjadi modal besar bagi sebuah
bangsa untuk dapat menjalin hubungan kerjasama lebih jauh dengan negara lain.
Bahkan lebih dari itu, dengan adanya bentuk persuasi dari pendekatan budaya, dapat
menjadi acuan dan sandaran keberlangsungan hubungan harmonis antar bangsa. Lebih
jelasnya Nye mengatakan sebagai berikut:
It arises from the attractiveness of country’s culture, political side, and policies. When
you get others to admire your ideas and to want what you want, you do not have to
spend so much on sticks and carrots tomove them on your direction. seduction is
always more effective than coercion and many values like democracy, human rights,
and individual opportunities are deeply seductive.[2]
Lebih jauh lagi, budaya dapat menjadi sebuah bekal dalam rangka membangun
kekuatan bargaining sebuah negara. Hal ini dapat ditelusuri kemudian dengan adanya
fakta lapangan bahwa hubungan luar negeri yang memiliki jangkauan lebih luas
dibanding kebijakan luar negeri yang dikendalikan secara prosedural oleh
pemerintahan paling tidak, memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak
langsung akan tingkat keterterimaan sebuah negara oleh negara lain.
1. Track 1 (State) dan Track 2 (kelompok kepentingan)
1. Multi-track diplomacy adalah konsep yang dikembangkan oleh Louise
Diamond dan John W. McDonald. Kami menggunakan track 1 dan 2
untuk penelitian tersebut,yakni:
2. Track one diplomacy adalah diplomasi yang dilakukan oleh aktor
negara yakni pemerintah (government-to-government) dan merupakan
elemen penting dalam diplomasi. Track one diplomacy dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek formal dalam proses pemerintahan
karena dilakukan oleh kepala negara ataupun diplomat professional
serta wakil-wakil yang telah diberi instruksi oleh negara yang
berdaulat.[3]
3. Track two diplomacy adalah bentuk diplomasi yang dilakukan oleh
aktor-aktor non-negara dalam situasi informal untuk dapat menangani
konflik-konflik antar kelompok masyarakat yang tujuannya
menurunkan ketegangan dengan cara meningkatkan komunikasi dan
saling pengertian untuk menciptakan perdamaian dunia. Menurut
McDonald, diplomasi jalur kedua ini adalah sebagai pendukung
diplomasi jalur pertama dalam membuka jalan bagi negosiasi-negosiasi
dan kesepakatan yang dilakukan oleh Pemerintah.
1. D. Metode Penelitian
Kami menggunakan unit analisa dampak koren wafe (K-Pop) korea selatan sebagai
inti pembahasan, sedangkan perekonomian dan hubungan diplomasi Indonesia
sebagai unit eksplanasinya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. A. Pengertian K-Pop atau Korean Wafe
Korean wave adalah sebuah istilah yang merujuk pada popularitas budaya pop Korea
di luar negeri.GenreKorean wave berkisar dari film, drama televisi, dan musik pop
(K-pop).Perkembangan yang sangat pesat dialami oleh industri budaya Korea melalui
produk tayangan drama televisi, film, dan musik menjadikannya suatu fenomena yang
menarik untuk diimplementasikan sebagai sebuah bagian dalam pelaksanaan soft
diplomacy yang mampu membangun citra Korea Selatan dan mendukung peningkatan
posisi Korea Selatan di forum internasional secara umum dan Indonesia secara
khusus.[4]
Dewasa ini, Korea Selatan telah berkembang menjadi salah satu negara paling
makmur di Asia yang ditandai dengan perekonomian Korea Selatan kini terbesar
ketiga di Asia dan ke-13 di dunia.[5] Hal penunjang kebangkitan ekonomi Korea
Selatan tidak lain karena sektor industri teknologi transportasi dan teknologi
komunikasi yang juga didukung oleh sektor kebudayaannya melalui Korean wave.
Pada tahun 2004, ekspor film dan program televisi bersama dengan pariwisata dan
produk K-Pop menghasilkan pendapatan total hampir US$2 miliar.[6] Selain itu,
menurut statistik Bank Of Korea dari bidang ekspor budaya dan jasa hiburan, industri
musik K-pop telah menghasilkan US$794 juta tahun 2011 dan mengalami
peningkatan 25% dari US$637 juta di tahun 2010 seiring K-pop semakin diminati
oleh masyarakat internasional.[7]
1. B.
Hubungan Bilateral Indonesia-Korea Selatan
Interaksi ataupun perjanjian dalam melakukan hubungan kerjasama yang dilakukan
oleh dua negara merupakan salah satu aspek dalam hubungan internasional. Negara
satu sama lain berhubungan dalam banyak kesempatan dan permasalahan, namun
banyak kegiatan diplomatik dilakukan secara bilateral. Dewasa ini, hubungan
internasional yang dicirikan oleh interdependensi yang semakin intens dimana tidak
ada satu negarapun di dunia ini yang dapat memenuhi kebutuhan di dalam negerinya
sendiri, maka menjalin kerjasama bilateral menjadi salah satu instrumen untuk
memanfaatkan setiap peluang mencapai kepentingan nasional.Ruang lingkup
hubungan internasional mulai dari politik, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosialbudaya, lingkungan hidup dan hak asasi tentunya juga menjadi salah satu atau lebih
dari sebuah isu dalam hubungan bilateral.
Dalam hubungan kerjasama yang dijalin antar dua negara diharapakan merupakan
hubungan yang saling mengisi kepentingan masing-masing.Adapun upaya kerjasama
tersebut tidak mengabaikan hak kedaulatan suatu negara. Hal tersebut sejalan dengan
definisi hubungan bilateral menurut Juwondo yakni:
Hubungan interaksi antar dua negara yang dikembangkan dan dimajukan dengan
menghormati hak-hak kedua negara untuk melakukan berbagai kerjasama pada aspekaspek kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa mengabaikan atau mengucilkan
keberadaan negara tersebut serta menunjukkan dan memberikan nilai tambahan yang
menguntungkan dari hubungan bilateral itu.[8]
Pelaksanaan hubungan bilateral dilakukan guna meraih mutual benefit.Secara ideal
kedua negara bekerjasama untuk saling menguntungkan dengan menyelaraskan tujuan
nasional dan politik luar negeri masing-masing negara. Hubungan bilateral yang
dijalin oleh dua negara tentunya memilki sifat dari sasaran yang ingin dicapai dengan
mempertimbangkan beberapa peluang dan tantangan yang akan dihadapi. Hal tersebut
sepatutnya lebih cenderung pada peluang keuntungan yang akan diberikan dalam
pelaksanaan kerjasama yang dijalin, karena peluang menjadi salah satu faktor sukses
atau gagalnya suatu kerjasama.
Pada umumnya hubungan bilateral mengacu pada hubungan politik dan budaya yang
melibatkan dua negara.[9]Terkait hal tersebut Kusumohamidjojo menyatakan bahwa
“kerjasama lebih mudah dijalin melalui bidang kebudayaan daripada di bidang
militer”.[10] Korea Selatan memiliki suatu peluang besar dengan
mengimplementasikan budaya pop melalui musik sebagai salah satu objek dalam
menjalin hubungan kerjasama dengan Indonesia, sehingga dapat menciptakan
hubungan yang harmonis melalui kebudayaan dan bisa memperkenalkan negaranya ke
seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Hubungan diplomatik Korea Selatan dengan Indonesia secara resmi dijalin September
1973 dan intensitas hubungan kerjasama meningkat dalam lima tahun terakhir yang
tercermin dari semakin bertambahnya ikatan kerjasama antara kedua negara di
berbagai bidang mencakup politik, keamanan, ekonomi, perdagangan dan sosial
budaya. Korea Selatan menjalin hubungan diplomatik di bidang kebudayaan dengan
Indonesia sangat membantu menopang pemasukan sektor ekonomi-perdagangan
sekaligus dapat meningkatkan kekuatan politiknya karena Indonesia merupakan
bangsa pasar dan negara demokrasi yang besar.
1. C. Kenaikan pertumbuhan ekonomi Korea Selatan dari tahun 2005
sampai tahun 2012
Tingkat pertumbuhan ekonomi Korea Selatan tetap 4 % tahun lalu, karena adanya
kekhawatiran berlanjutnya kemacetan ekonomi.Sebenarnya keadaan ekonomi Korea
lebih baik dari pada yang diperkirakan, dengan mencatat pertumbuhan mendekati 5 %
pada triwulan ke 4 yang memberikan harapan cerah.Meskipun demikian, pendapat
yang mengatakan perekonomian telah benar-benar pulih masih dianggap dini, atau
belum mempunyai alasan yang kuat.Konsumsi dalam negeri mungkin meningkat,
namun ekspor yang merupakan mesin utama kemajuan ekonomi Korea, masih
mengalami banyak masalah sebagai akibat dari memburuknya kondisi perdagangan.
Penghitungan nasional yang diumumkan oleh Bank Sentral Korea ( BOK ), hari Rabu,
memperlihatkan keadaan ekonomi tahun lalu. Produk domestik bruto GDP tahun 2005
hanya naik 4 %, dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan berada dibawah potensi
pertumbuhan 5 % untuk 3 tahun berturut-turut. Pertumbuhan ekonomi, mengalami
hambatan yang serius semenjak tercapainya pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat
pada tahun 2002, yakni 7 %. Kemudian dengan anjloknya eksport, pertumbuhan
ekonomi jatuh hingga 3.1 % pada tahun 2003, dan diperkirakan pertumbuhan itu
hanya 4,7 % pada tahun berikutnya. Pertumbuhan triwulan ke tiga tahun lalu tercatat
4,5 %, diikuti oleh peningkatan terus menerus hingga mencapai 5.3 % pada triwulan
ke 4.
Namun GNI perkapita nasional yang menunjukan daya beli masyarakat, tidak cukup
memberikan harapan. Pendapatan Nasional secara menyeluruh GNI pada tahun lalu
hanya mengalami pertumbuhan 0.5%, yang merupakan terendah semenjakterjadinya
krisis keuangan pada tahun 1998 dan juga lebih buruk dari pada saat trerjadinya
kemerosotan konsumsi domestic pada tahun 2003 dan 2004. Melonjaknya harga
minyak internasional dan menguatnya nilai tukar uang Won Korea terhadap dolar
Amerika berpengaruh negatif pada perdagangan luar negeri Korea, yang pada
gilirannya menrunkan semangat atau menimbulkan kelesuan ekonomi.Yang
mengkhawatirkan adalah kecendrungan seperti itu belum mereda. Bank Sentral Korea
(BOK) menargetkan bahwa Korea akan tetap mengalami pertumbuhan ekonomi
sebesar 5 % tahun ini.Beberapa pihak barangkali akan mengajukan argumentasi
meskipun hal itu terjadi, namun Korea terus maju menuju negara yang tingkat
pendapatan nasional sebanyak 20.000 dolar. Sebenarnya GNI perkapita Korea bila
diukur dengan dolar menempati posisi pertumbuhan 14.8 % yakni sebanyak 16.291
dolar. Bagiamanapun dengan menguatnya nilai tukar Won terhadap dolar Amerika
maka tingkat pertumbuhan itu diartikan hanya 2.7 % bila dirubah menjadi Won
Korea. Bank Setral Korea memperkirakan penguatan nilai tukar Won terhadap dolar
masih akan berlanjut tahun ini.
1. D. Kerjasama Indonesia dengan Korea Selatan serta korelasinya
dengan pertumbuhan ekonomi kedua Negara
Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Korea (Korea Selatan) telah
menyepakati 8 (delapan) proyek kerjasama hasil inisiatif kedua negara. Proyekproyek itu di antaranya adalah Jembatan Selat Sunda, pembangunan real kerata api di
Bengkulu – Muara Enim, dan pembangunan pembangkit batubara di Sumatera
Selatan.
Kesepakatan untuk melaksanakan kerjasama hasil inisiatif kedua negara itu
merupakan hasil pertemuan delegasi pemerintah RI yang dipimpin oleh Menko
Perekonomian Hatta Rajasa dengan delegasi pejabat Korsel dalam Korea-Indonesia
Jeju Initiative, di Halla Hall, International Conventiton Center, Jeju, Korsel, Kami –
Jumat (11-12 Oktober) lalu.[11]
“Pertemuan ini diarahkan pada rencana investasi Korea Selatan dalam beberapa
proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI),” jelas Menko Perekonomian Hatta Rajasa.
Adapun 8 (delapan) proyak yang disepakati dalam Korea-Indonesia Jeju Initiative itu
adalah jembatan Selat Sunda, proyek gas alam terkompresi (compressed natural
gas/CNG), pembangunan rel kereta api Bengkulu-Muara Enim, restorasi Sungai
Ciliwung, pembangunan kluster industri berbasis pertanian, pembangunan jembatan
Batam-Bintan, pembangunan pembangkit batubara di Sumatera Selatan, dan
pembangunan kantor cabang perusahaan kapal asal Korea Selatan Daewoo
Shipbuilding and Marine Engineering (DSME). Total nilai delapan proyek itu sebesar
50 miliar dollar AS.
Menko Perekonomian berharap agar hubungan Indonesia dan Korea Selatan semakin
erat dari waktu ke waktu. “Joint commision dan working group semacam ini sangat
penting untuk mempererat hubungan kedua negara. Hubungan Indonesia dan Korea
Selatan yang telah berlangsung hampir 40 tahun, merupakan sebuah hubungan saling
menguntungkan, terutama di bidang ekonomi. Dalam kaitan itu, ia menginginkan agar
kerjasama ekonomi Indonesia dan Korea Selatan terus meningkat.
Selain mempererat hubungan kedua negara, joint commision dan working group juga
penting untuk merealisasikan target volume perdagangan Indonesia dan Korea Selatan
menjadi 100 miliar dollar AS pada tahun 2020, dan meningkatkan arus invetasi Korea
Selatan di Indonesia.
Kerjasama ekonomi antara Indonesia dan Korea Selatan telah mengalami peningkatan
pesat selama beberapa tahun terakhir. Total perdagangan Indonesia-Korea Selatan
pada tahun 2011 mencapai 29,4 miliar dollar AS, dengan nilai ekspor 16,4 miliar
dollar AS dan impor 12,9 miliar dollar AS. Angka itu mengalami peningkatan 44,8
persen dibandingkan dengan total perdagangan pada tahun 2010 sebesar 20,3 miliar
dollar AS.
Selama periode Januari-April 2012, total perdagangan kedua negara mencapai 9,8
miliar dollar AS atau naik 12,17 persen dibandingkan dengan periode yang sama
pada tahun 2011, yaitu 8,8 miliar dollar AS. Trend total perdagangan kedua negara
selama tahun 2007-2011 positif sebesar 25,11 persen.
Selain itu, Korea Selatan juga dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki minat
serius untuk melakukan investasi di Indonesia. Dua perusahaan besar dan ternama
Korea Selatan, Pohang Iron and Steel Company dan Honam Petrochemical
Corporation, berencana membangun pabrik di Indonesia.
Pembangunan pabrik Pohan Iron and Steel Company memiliki arti penting bagi
Indonesia untuk memenuhi permintaan besi baja. Sedangkan pembangunan pabrik
Honam Petrochemical Corporation di Indonesia diharapkan akan memperkuat industri
petrokimia dalam negeri.
1. E.
Soft Diplomacy korea Selatan
Salah satu bentuk penerapan hubungan bilateral adalah melalui diplomasi.Diplomasi
dapat dilakukan dalam berbagai dimensi baik bilateral, regional maupun
internasional.Unsur kekuatan diplomasi sangat diperlukan untuk menjaga dan
mempertahankan keutuhan suatu negara merdeka.Diplomasi telah menjadi bagian
integral setiap negara dalam menjalankan hubungan internasional. Kekuatan
diplomatik akan sangat bermanfaat bagi suatu negara untuk menjaga pertahanan
nasional serta mencari kesempatan baru dalam menjalin hubungan persahabatan
dengan negara lain.[12]
Pengertian diplomasi menurut Sumaryo Suryokusumo adalah:
Cara-cara di mana negara melalui wakil-wakil resmi maupun wakil-wakil lainnya
termasuk juga para pelaku lainnya, membicarakan dengan baik, mengkoordinasikan
dan menjamin kepentingan-kepentingan tertentu atau yang lebih luas dengan
mengadakan pertukaran pandangan, pendekatan, kunjungan-kunjungan dan bahkan
sering dengan ancaman-ancaman dan kegiatan-kegiatan yang berhubungan lainnya.
Diplomasi sebagai upaya suatu bangsa untuk mencapai kepentingan nasional dan
instrumen dalam pelaksanaan kebijakan politik luar negeri, tentunya ditunjang oleh
power yang dimiliki suatu negara.Tujuan diplomasi yang diharapkan suatu bangsa
adalah terciptanya landasan persahabatan yang membimbing bangsa-bangsa menuju
kerjasama dan perdamaian. Dengan demikian, diplomasi yang merupakan seni, cara
atau teknik atau strategi dalam menyampaikan kebijakan dengan wakil-wakil negara
lain demi memperjuangkan suatu kepentingan mengalami perkembangan dari bentuk
yang tradisional dengan menggunakan ancaman-ancaman menjadi diplomasi yang
lebih modern dengan pendekatan yang lebih lembut dan bersifat persuasif yakni
dengan menggunakan soft power.
Joseph Nye menyatakan pengertian Soft power adalah “getting others to want the
outcomes that you want without inducements (“carrots”) or threats
(“sticks”).[13]Soft power ini sendiri melengkapai dua dimensi hard power suatu
negara yakni militer (”carrots”) dan tekanan ekonomi (“sticks”) dimana soft power
menjadi cara ataupun perilaku ketiga untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Hard
power dan soft power hakikatnya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
tindakan pihak lain namun perbedaannya terletak pada perilaku dan sumber daya yang
digunakan. Bentuk soft power merupakan bentuk power yang mudah menarik
perhatian negara lain dengan melalui pendekatan lebih lembut dan tanpa ancaman
untuk mencapai apa yang diinginkan oleh suatu negara, seperti melalui sumber daya
budaya.
Adapun tiga sumber utama dalam soft power yakni, daya tarik budayanya, nilai politik
dan kebijakan luar negerinya.Budaya adalah seperangkat nilai dan bentuk praktik
dalam menciptakan makna terhadap suatu masyarakat yang mana bentuk budaya itu
sendiri dapat berupa seni artistik, pendidikan, bahasa kesusastraan, hingga budaya pop
yang fokus ke bentuk hiburan untuk masyarakat umum (musik, tarian, film). Jika
dalam kebudayaan suatu bangsa mengandung nilai-nilai yang universal dan kebijakan
mempromosikan nilai-nilainya dan memiliki daya tarik bagi pihak lain maka hal
tersebut dapat meningkatkan popularitas suatu negara karena daya tarik yang dibentuk
melalui budaya tersebut.[14]kekuatan diplomatik itu dapat dijalankan tanpa
menggunakan biaya politik dan kekuatan militer yang cukup besar sehingga dapat
dikatakan bahwa ada kekuatan ataupun instrumen lain dalam penentuan kebijakan
luar negeri. Soft diplomacy merupakan pelaksanaan kebijakan pemerintah sebagai
bentuk nyata dari penggunaaan instrumen selain politik dan militer dalam hubungan
internasional yang membawa unsur soft power dalam pengaplikasiannya.Disamping
itu, dalam memainkan peran penting di era globalisasi ini dimana pelaksanaan
diplomasi dimudahkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
juga mengharuskan pemanfaatan soft power yang dimiliki suatu negara dilakukan
semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan nasional suatu negara melalui soft
diplomacy.[15]
Sebagai jawaban praktik hard diplomacy yang mewakili aktivitas terkait dengan
kekerasan, agresifitas, tindakan koersif, pemakaian perangkat militer dan embargo
ekonomi, soft diplomacy terkait aktivitas-aktivitas diplomasi publik, image building,
dan diplomasi kebudayaan.[16]Adapun pernyataan salah satu diplomat bagian
diplomasi publik Kemenlu RI, Fransiska Monika mengutarakan pengertian soft
diplomacy, yakni sebagai berikut:
Soft diplomacy lebih menekankan kepada tata laksana dari diplomasi yang
menggunakan kekuatan seperti kebijakan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat
maupun kebijakan yang diambil oleh Pemerintah suatu negara demi memenangkan
hati negara lain.[17]
Melalui soft diplomacy, negara berusaha sedapat mungkin untuk memikat negara lain
sekaligus masyarakat yang ada di dalamnya dengan kebudayaan yang dimiliki dan
nilai-nilai yang dianutnya. Oleh karena itu soft diplomacy yang berwujud budaya
lebih menghasilkan diplomasi yang kuat, seperti apa yang telah diutarakan oleh
Susanto Pudjomartono seorang mantan Dubes Indonesia untuk Rusia bahwa soft
diplomacy ini diartikan sebagai pertukaran gagasan, informasi, seni dan aspek-aspek
kebudayaan lain antara negara dan bangsa, dengan harapan bisa menciptakan
pengertian bersama.[18]
Aktifitas soft power dapat mengarahkan berbagai kedekatan politik menjadi
kemanfaatan ekonomi seperti melalui promosi perdagangan dan membantu tugas
promosi pariwisata.Maka dari itu, adapun senjata utama dalam pelaksanaan soft
diplomacy yakni dengan menggunakan media dalam suatu event untuk berhubungan
dan berinteraksi dalam memberi informasi baik itu untuk mendidik ataupun untuk
menghibur dengan menempatkan budaya, nilai dan kebijakan suatu bangsa.
Kita dapat mengenal suatu masyarakat dari budayanya sehingga Korea Selatan
berupaya untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat internasional melalui
berbagai event seni dan budaya.Melalui penggunaan seni dan budaya popular sebagai
soft diplomacy, Korea Selatan dapat menggunakan hal tersebut untuk
memperjuangkan kepentingan nasionalnya sekaligus mengukuhkan perannya dalam
dunia internasional secara umum dan Indonesia secara khusus.Aset soft diplomacy
yang digunakan Korea Selatan saat ini adalah melalui budaya pop yang dikenal
dengan istilah Korean wave.Korean wave dijadikan sebagai salah satu bentuk
diplomasi budaya Korea Selatan dalam era globalisasi informasi dan sosiologis.[19]
Di lain pihak, Menurut Hans J. Morgenthau, dalam pencapaian kepentingan nasional
ditunjang oleh sembilan unsur kekuatan nasional yang mana salah satunya adalah
kualitas diplomasi. Kualitas diplomasi berarti sejauh mana diplomasi tersebut
mendapati kesepakatan yang menguntungkan bagi negara, setidaknya tidak
mengalami kerugian dari kesepakatan yang dicapai.[20]Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Soft diplomacy memiliki kualitas diplomasi sebagai upaya dalam
pencapaian kepentingan nasional.
1. F. pencitraan Korea Selatan ke Indonesia dan pengaruhnya terhadap
ekonomi Indonesia.
Citra yang ingin dibangun Korea Selatan merupakan produk dari konstruksi sosial
yang dibangun dari pandangan dunia, karakter bangsa dan pandangan personal tanpa
ditentukan oleh ideologi negara. Pencitraan juga sangat penting dilakukan oleh sebuah
negara untuk memasarkan produknya ke seluruh dunia, mengundang investor dari
negara lain agar menanamkan modalnya sehingga menunjang pertumbuhan ekonomi
suatu negara.[21] Dengan demikian, Korean wave adalah sebagai sikap dan tindakan
nyata Pemerintah dan rakyat Korea Selatan untuk membangun citra bangsa dalam
memperkenalkan identitas politik, ekonomi, dan budayanya sekaligus mencapai
kepentingan nasional dalam berbagai bidang kerjasama dengan Indonesia.
Indonesia dan korea menjalin hubungan kerja sama yang erat di bidang ekonomi,
hubungan ini sangat mengesankan karena pada tahun 2005, volume perdagangan
kedua negara ini mencapai 13,2 milyar dolar Amerika, meningkat 32% bila
dibandingkan dengan volume perdagangan tahun 2004. Saat ini Korea merupakan
salah satu mitra perdagangan terbesar bagi Indonesia, bersama dengan Jepang,
Amerika Serikat, China dan Singapura. Korea juga menginfestasikan dana sebesar 4,5
milyar dolar Amerika di Indonesia dan jumlah itu mencakup 5% dari infestasi luar
negeri Korea. Ini berarti bahwa Indonesia merupakan salah satu mitra penanaman
modal terbesar Korea, dan diikuti oleh Cina dan Amerika Serikat.
1. G. Beberapa dampak yang ditimbulkan masuknya budaya K-Pop ke
indonesia.
K-pop sangat poluler di Indonesia sejak sering tampilnya di televise Indonesia.
Dengan hal itu menyebabkan berbagai dampak yang ditimbulkan. Dibawah ini
beberapa faktor mudahnya Kpop dan Hallyu berkembang pesat di kalangan remaja di
Indonesia [22]:
1. Musik Korea menawarkan aliran musik yang baru. Selain itu setiap beberapa
bulan, perusahaan yang menangani boy band mengubah konsep bermusik
dalam setiap album baru yang akan dikeluarkan. Hal ini juga menginspirasi
produser di dalam negeri (Indonesia)untuk membuat aliran musik yang
hampir sama dengan Kpop sehingga dengan mewabahnya kpop, musisi dalam
negeri berlomba-lomba untuk membuat boyband atau girlband yang berkiblat
pada boyband korea. Misalnya seperti Smash, Dragon boys, XOIX, 7Icons,
Cherry belle, Princess dan masi banyak lagi.
2. Musik yang telah diusung boy/girl band Korea di awal pengenalannya, juga
bisa diubah tiba-tiba. Musik K-pop cenderung berani mengubah jenis musik
pada debut album berikutnya tanpa banyak melewati hal yang rumit. Salah
satu contohnya adalah boy band Super Junior yang meraih sukses besar saat
mengadakan konser di Jakarta. Dari kelima album yang dikeluarkan semuanya
mempunyai ciri khas tersendiri sehingga para fans Super Junior yang biasanya
disebut ELF (Everylasting Friends) tetap menyukai hasil karya mereka.
Dampak dari budaya Korea terhadap Budaya Indonesia. Dibawah ini beberapa
dampak positif masuknya budaya Korea terhadap Budaya Indonesia :
1. Menginspirasi dunia musik Indonesia menjadi lebih berwarna. Hal ini terbukti
dengan adanya korean wave di Indonesia dengan adanya boyband atau
girlband indonesia yang baru bermunculan setelah adanya wabah kpop.
2. Kecitaan terhadap musik semakin tinggi.
3. Style berpakaian yang modis , gaya rambut, aksesoris yang lebih bervarisasi
dan beraneka ragam.
4. Menambah devisa negara. Dengan banyaknya artis korea yang datang ke
Jakarta untuk menggelar Konser seperti Super Junior yang secara tidak
langsung mempromosikan indonesia sebagai tujuan menarik para wisatawan
asing yang berasal dari korea.
5. Memeperat hubungan kerjasama dimplomatik dengan negara korea tersebut.
6. Menembah referensi tempat-tempat pariwisata yang di indah di negara Korea
dengan menonton drama korea.
Selain dampak positif ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh masuknya
budaya korea :
1. Acuh tak acuh terhadap budaya tradisional Indonesia
2. Lebih menyukai budaya korea ketimbang budaya asli Indonesia yang bersifat
monoton.
3. Terlalu fanatik terhadap boyband atau girlband sehingga melupakan
kewajiabannya misalnya seorang pelajar rela bolos sekolah demi melihat artis
korea yang datang berkunjung ke Indonesia.
4. Meniru gaya hidup dari artis-artis korea yang tidak sesuai dengan jati diri
bangsa Indonesia.
BAB III
PENUTUP
1. A. Simpulan
a) Soft diplomacy sebagaimana berdasarkan pada tata laksana suatu diplomasi yang
lebih atraktif dan persuasif dijalankan dengan menggunakan kekhasan suatu bangsa
seperti budaya, memang memerlukan proses yang berjalan lama namun dampak yang
ditimbulkannya dapat berlangsung lama karena sasarannya tidak hanya langsung pada
negara melainkan pada masyarakat secara umum sehingga terbentuk opini publik
yang dapat mempengaruhi keputusan pembuat kebijakan dalam suatu negara. Dengan
perkembangan situasi internasional dewasa ini dimana meningkatkan pendekatan
yang bersifat people-to-people menjadi salah satu upaya dalam soft diplomacy Korea
Selatan yang tidak hanya melibatkan aktor negara (track one diplomacy)dalam
pengaktualisasiannya. Soft diplomacy juga dilakukan dalam pertemuan yang tidak
resmi tanpa harus melalui protokol formal kenegaraan sehingga terlaksananya soft
diplomacy juga didukung oleh pelaksanaan multi-track diplomacy yang melibatkan
berbagai aktor non-negara.
b) Multi-track Diplomacy
Kompleksitas permasalahan internasional yang semakin beragam menjadikan
penyelesaian konflik untuk menciptakan dan menjaga perdamaian menjadi lebih
rumit. Brian Hocking mengemukakan bahwa bentuk diplomasi kontemporer
membutuhkan penyesuaian dengan perkembangan lingkungan internasional yang
cepat berubah sehingga Pemerintah perlu menyadari kemunculan aktor non-negara,
seperti tokoh masyarakat, perusahaan swasta, partai politik, NGOs, seniman atau
budayawan hingga media massa pun menempati peran penting dalam upaya mencapai
tujuan diplomasi secara optimal.Disini peran perusahaan Korean wafe sebagai
pemotor kerjasama dengan Indonesia. Dengan berbagai acara dan kedatangan mereka
ke Indonesia merupakan usaha yang dilakukan state sebagai kebijakan luar negerinya
serta dengan bantuan para perusahaan multinasional. Ketika kunjungan itu
dilakukan,maka diplomasi akan berlangsung.
c) Dengan adanya masuknya K-pop ke Indonesia memberikan banyak manfaat
dalam menjalin kerjasama di antara ke dua Negara, baik dari segi industry perfilmean
atupun pembangunan, bukan hanya itu saja di ssegi perfilman dan music K-pop
berdampak pada semakin berwarnanya music tanah air, dan peningkatan jumlah
kenaikan devisa Negara Indonesia hingga 3,2 persen.
DAFTAR PUSTAKA
Leonardo Ernesto Puimara, Kebijakan Korea Selatan Terhadap Krisis Nuklir
Semenanjung Korea, FISIP UI, 2008. (PDF)
Joseph S. Nye Jr., Soft Power: The Means of Success in World Politics, New York,
Public Affairs.
Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Garah
Ilmu.
http://www.korea.net/Government/Current-Affairs/Korean-Wave?affairId=209.
Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
BBC News. South Korea Profile.[Online].http://www.bbc.co.uk/news/world-asiapacific-15289563. Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
VOA
News.
2006.
Asia
Goes
Crazy
Over
K-Pop.
[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.ht
ml. Diakses pada tanggal 11 juni 2013.
Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural
Exports.[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/201202070
0892.html. Diakses pada tanggal 11 juni 2013.
Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Jakarta: Rajawali Press.
Hal.21.
Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi Analisis.
Jakarta: Bina Cipta.
Yang Seung Yoon.2004. Politik Luar Negeri Korea Selatan. Yogyakarta: UGM Press.
Jack
Kemp.
2007.
Soft
diplomacy
Is
The
Best
Plan.
[Online].http://www.humanevents.com/article.php?id=19791. Diakses pada tanggal 8
juni 2013.
Monika, F (April,2012). Personal Communication
Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy. [Online].http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=293039. Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
Jeong-Nam Kim dan Lan Ni. 2011. The Nexus between Hallyu and Soft power. Do
Kyun Kim dan Min-Sun Kim (eds). 2011. Hallyu: Influenfe of Korean Popular
Culture in Asia and Beyond. Seoul: Seoul National University Press.
Sri Hayati dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik. Bandung: PT.Refika Aditama.
[1]Leonardo Ernesto Puimara, Kebijakan Korea Selatan Terhadap Krisis Nuklir
Semenanjung Korea, FISIP UI, 2008. (PDF) hal.4
[2]Joseph S. Nye Jr., Soft Power: The Means of Success in World Politics, New York,
Public Affairs, Hal. 13
[3]Sukawarsini Djelantik. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Garah Ilmu. Hal. 20.
[4]KOCIS.Korean wave.[Online].http://www.korea.net/Government/CurrentAffairs/Korean-Wave?affairId=209. Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
[5] BBC News. South Korea Profile.[Online].http://www.bbc.co.uk/news/world-asiapacific-15289563. Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
[6]VOA News. 2006. Asia Goes Crazy Over K-Pop.
[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2006/01/07/2006010761003.ht
ml. Diakses pada tanggal 11 juni 2013.
[7] Chosun Ilbo. 2012. K-Pop Leads Record Earnings from Cultural
Exports.[Online].http://english.chosun.com/site/data/html_dir/2012/02/07/201202070
0892.html. Diakses pada tanggal 11 juni 2013.
[8]Juwondo. 1991. Hubungan Bilateral: Definisi dan Teori. Jakarta: Rajawali Press.
Hal.21.
[9] Sukawarsini Djelantik. Op.cit. Hal. 85.
[10]Budiono Kusumohamidjojo. 1987. Hubungan Internasional: Kerangka Studi
Analisis. Jakarta: Bina Cipta. Hal. 92.
[11](Online) http://www.setkab.go.id/berita-6034-ri-korea-sepakati-kerjasama-8proyek-infrastruktur.html diakses tanggal 18 Juni 2013
[12]Yang Seung Yoon.2004. Politik Luar Negeri Korea Selatan. Yogyakarta: UGM
Press. Hal. 1.
[13]Joseph S. Nye. IBID.Hal.5
[14]Ibid. Hal. 11
[15] Jack Kemp. 2007. Soft diplomacy Is The Best Plan.
[Online].http://www.humanevents.com/article.php?id=19791. Diakses pada tanggal 8
juni 2013.
[16] Sukawarsini Djelantik. Op.Cit. Hal.209.
[17] Monika, F (April,2012). Personal Communication
[18] Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy. [Online].http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=293039. Diakses pada tanggal 8 juni 2013.
[19]Jeong-Nam Kim dan Lan Ni. 2011. The Nexus between Hallyu and Soft power.
Do Kyun Kim dan Min-Sun Kim (eds). 2011. Hallyu: Influenfe of Korean Popular
Culture in Asia and Beyond. Seoul: Seoul National University Press. Hal 131.
[20]Sri Hayati dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik. Bandung: PT.Refika
Aditama. Hal. 73.
[21] Mohammad Shoelhi. 2011. Diplomasi: Praktik Komunikasi Internasional.
Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal.159-160.
[22] Ulfarayi, Pengaruh demam K-pop terhadap Budaya Indonesia (PDF)
Download