5 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Karakteristik Matahari Interaksi bumi

advertisement
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Karakteristik Matahari
Interaksi bumi atmosfer tidak lepas dari peranan matahari sebagai
sumber energi dalam bentuk radiasi. Radiasi matahari terdistribusi melewati
atmosfer, ke permukaan tanah dan perairan, menimbulkan efek gerak berskala
lokal maupun global dalam skala waktu yang cepat (cuaca) bahkan berlangsung
dalam skala waktu yang lama (iklim).
Energi matahari dijalarkan ke permukaan dan diradiasikan ke dalam
ruang angkasa. Dalam perjalarannya ke permukaan, 30% energi matahari akan
direfleksikan dan disebar kembali ke angkasa, memberikan bumi dan atmosfer
albedo sekitar 30%, sementara itu sebanyak 19% diabsorbsi oleh atmosfer dan
awan serta 51% diabsorbsi oleh permukaan (Ahrens, 2003).
Di dalam inti matahari terjadi reaksi termonuklir atau reaksi rantai
proton-proton (reaksi p-p), yaitu pada empat proton terjadi fusi membentuk inti
baru yang mengandung dua proton dan dua neutron. Dari reaksi ini dapat
dihasilkan energi sebesar 25 MeV atau 0.4 x 10-4 erg. Energi akibat kehilangan
sejumlah massa tersebut dapat dinyatakan dalam :
E = m . c2
... ( II.1)
Dengan c adalah cepat rambat cahaya dan m adalah jumlah massa yang hilang.
Dengan demikian kuantitas energi (E), jumlahnya akan semakin besar, sehingga
total energi yang dihasilkan dari tak berhingga reaksi fusi yang terjadi pada inti
matahari dalam tiap detiknya akan sangat besar.
II.2 Struktur Matahari
Berdasarkan materi gas penyusun, matahari didominasi oleh atom
hidrogen (70%), sebagian kecil atom helium (25%), dan unsur lainnya 5 %.
Bagian paling dalam disebut inti pusat (core) dengan suhu mencapai 15 juta
kelvin. Karena tekanan yang sangat kuat dari inti dalam, sekitar 300 juta kali
tekanan paras muka laut di atmosfer bumi, maka terjadi ekspansi arah radial
menuju permukaan lapisan matahari. Lapisan di atas inti disebut zona radiatif
(radiative zone), dimana energi yang berasal dari inti dipindahkan secara radiatif,
5
yaitu perpindahan energi tanpa disertai adanya perpindahan materi. Tebal zona
radiatif mencapai 71% dari jari-jari matahari. Lapisan di atas zona radiatif
adalah zona konvektif (convective zone), dimana energi pada daerah ini
diteruskan ke permukaan matahari dengan cara konveksi, zona in cenderung
labil dan memungkinkan terjadinya turbulensi karena proses perpindahan energi
terjadi secara konveksi. Fotosfer (photosphere) adalah lapisan di atas zona
konveksi dan merupakan permukaan dari matahari dengan suhu mencapai 5800
kelvin dan densitas 108 g cm-3. Lapisan di atas fotosfer adalah kromosfer
(chromosphere), dengan ketebalan
sekitar 1.6 x 104 kilometer dan suhu
mencapai 106 kelvin pada ketebalan 2000 kilometer bagian bawah kromosfer.
Gambar II.1 Model struktur Matahari (Lang, 1995)
II.3 Aktivitas Matahari
Proses Dynamo magnetohydrodynamics (MHD) merupakan model yang
menjelaskan terjadinya proses aktif medan magnetik pada piringan matahari
yang sederhana dan penguatan medan magnetik berbanding lurus dengan medan
magnetik awal. Dinamo matahari bermigrasi seperti yang ditunjukkan gambar
II.2 yang disebut sebagai model dinamo Babcok, model ini memperlihatkan
terjadinya siklus aktivitas matahari.
6
Gambar II.2 Dinamo Babcok a) medan di kutub matahari dengan aktivitas
minimum matahari, b) terjadi perbedaan rotasi, c) pembentukan
bidang toroida, d) terjadi siklus, mengapung dipermukaan dan
meledak, e) membentuk daerah aktif bintik hitam dan f) masa
pemisahan regenerasi aktif kutub matahari yang dengan
pembalikan tanda (http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_variation).
Dengan melihat pengamatan dan pemrosesan data berdasarkan teori
dinamo akan memberikan pemahaman mengenai fluks magnetik matahari.
Penguatan bermula dari medan dikutub tumbuh atau meluruh menjadi siklus
aktivitas di matahari. Jika proses dinamo dianggap bersifat linier, maka akan ada
korelasi langsung antara jumlah daerah aktif pembentukan dan kuatnya medan
mangetik kutub matahari dekat minimum matahari.
Proses dinamo pada lapisan luar matahari atau daerah konveksi
menciptakan medan magnet yang menghasilkan antara lain : bintik matahari,
flare matahari, lontaran massa korona dan aktivitas magnet lainya. Siklus
matahari adalah variasi masa aktif dan tidaknya medan matahari yang mencakup
jangka waktu kelipatan 11 tahun. Pada suatu waktu matahari dapat
memancarkan radiasi yang sangat kuat dan disebut sebagai radiasi katastropik.
Radiasi katastropik berasal dari flare yang memancarkan radiasi dengan panjang
gelombang sinar-X sampai dengan panjang gelombang radio. Bentuk aktivitas
lain dari matahari adalah prominance atau filament. Ledakan filament
7
bersamaan dengan pelepasan massa oleh corona, dimana gelembung magnetik
raksasa memancar keluar dari matahari. Ledakan ini juga melepaskan berjutajuta ton materi berupa partikel-partikel kosmik ke luar angkasa dengan
kecepatan yang sangat tinggi. Flare, prominance dan pelepasan massa oleh
corona dalam skala besar terjadi dengan periode waktu rata-rata 11 tahun,
hampir bersamaan dengan sunspot maksimum. Radiasi yang dipancarkan
dengan sangat kuat dari flare dapat mencapai bumi hanya dalam tempo puluhan
menit, dan dianggap dapat merubah kondisi atmosfer bagian atas, mengacaukan
komunikasi radio serta mengganggu orbit satelit.
II.4 Sunspot
Sunspot merupakan fenomena yang terjadi pada matahari akibat adanya
aktivitas
magnetik di dalam matahari itu sendiri. Sunspot muncul secara
berkelompok bervariasi dalam jumlah dan ukuran. Sunspot berukuran kecil
mempunyai waktu aktivitas sekitar satu hari, sedangkan untuk sunspot ukuran
besar dapat mencapai lebih dari satu bulan.
Sunspot akan muncul pada ukuran maksimal jika posisinya berada di
sekitar ekuator matahari. Daerah pusat sunspot memiliki warna lebih gelap yang
disebut umbra dengan ukuran diameter kurang lebih setengah diameter sunspot
total serta mempunyai suhu mencapai 4500 kelvin. Daerah yang melingkari
umbra dan memancarkan cahaya sedikit lebih terang disebut penumbra. Ukuran
sunspot bervariasi antara 300 km sampai 100.000 km, relatif terjadi di lintang
rendah antara 40o LU dan 40o LS.
Bilangan sunspot dihitung berdasarkan perhitungan empiris dengan
rumus :
... (II.2)
R = K(10g + f)
Dimana R adalah bilangan Sunspot, f merupakan total bilangan sunspot yang
tampak pada matahari, g adalah jumlah group atau kelompok sunspot, dan K
merupakan faktor reduksi yang tergantung pada metode pengamatan dan
teleskop yang digunakan, untuk perhitungan digunakan K = 1.
Fenomena sunspot merupakan salah satu komponen pembangkit hujan
jangka panjang yang sangat signifikan. Bukti bahwa sinyal periodik sunspot
8
hadir pada data curah hujan dapat ditinjau dari spektrum data curah hujan
berbasis tahunan.
Radiasi matahari adalah faktor utama penentu iklim bumi, karena itu
diduga perubahan aktivitas matahari juga berpengaruh terhadap perubahan
cuaca dan iklim di bumi. Salah satu indikator aktivitas matahari adalah sunspot,
yang merupakan bercak-bercak gelap di fotosfer matahari, bintik-bintik ini
adalah petunjuk aktivitas matahari yang pada saat aktif biasanya banyak bintik
tampak di fotosfer (Chatief et.al, 2001).
Gambar II.3 Sunspot matahari (Giovanelli, 1984)
Siklus sunspot terjadi dalam kurun waktu kira-kira 11 tahunan namun
bervariasi antara 7 dan 17 tahun dalam jumlah dan area sunspot sebagaimana
yang diberikan oleh bilangan sunspot.
Bilangan tersebut terdiri dari suatu
ukuran minimum antara 0 sampai 10 dan menjadi maksimum antara 50 sampai
140 sekitar 4 tahun berikutnya serta perlahan menjadi turun (Sulman, 2000).
Gambar II.4 Siklus Sunspot
9
Sunspot tidak hanya periodik pada bilangannya, akan tetapi juga
memperlihatkan perubahan yang periodik pada posisi lintang. Awal siklus baru,
gejala sunspot mulai muncul pada sabuk 300 LU dan 300 LS lintang permukaan
matahari. Sabuk tersebut kemudian bergerak menuju ekuator dimana sunspot
mulai tumbuh dan tampak jelas serta mencapai ukuran maksimum disekitar
sabuk 160 LU dan 160 LS. Kemudian sabuk tersebut terus bergerak menuju
ekuator matahari, akan tetapi aktivitas sunspot mulai menurun kemudian
menghilang disekitar 80 LU dan 80 LS. Dua atau tiga tahun sebelum aktivitas
sunspot benar-benar menghilang, gangguan baru mulai muncul
kembali di
daerah 300 LU dan 300 LS.
Sinar kosmik terbentuk dari partikel subatom antara lain elektron, proton
dan neutron. Sebuah proton dan elektron membuat sebuah atom hidrogen dan
atom ini paling banyak di ruang angkasa. Sinar kosmik terdiri dari 90 persen
proton yang berasal dari inti hidrogen, sisanya 10 persen neutron dari inti
elemen berat seperti helium, proton memiliki energi sekitar 1018eV. Sinar
kosmik memiliki energi dan kecepatan yang tinggi mendekati kecepatan cahaya.
Sinar kosmik tidak diperoleh pada atmosfer bumi sebelum bertumbukan dengan
molekul udara nitrogen dan oksigen di atas ketinggian 20 km (atmosfer atas)
disebut sebagai lapisan sinar kosmik. Pada lapisan sinar kosmik ini terdapat
molekul bermuatan. Partikel sinar kosmik menabrak inti nitrogen dan oksigen,
kemudian muncul partikel baru. Sinar kosmik yang berasal dari ruang angkasa
disebut sebagai sinar kosmik primer dan partikel yang baru disebut dengan sinar
kosmik sekunder.
Sinar kosmik sekunder terdiri dari: muon, neutrino, elektron, sinar gamma
dan neutron. Partikel sinar kosmik yang tidak bermuatan menyebar dan terus
menabrak partikel molekul udara, sehingga membuat hujan partikel yang
mengarah permukaan bumi. Lebih dari satu juta partikel dalam satu menit
dihasilkan akibat sinar kosmik primer menabrak inti molekul yang mengikat
hidrogen. Interaksi sinar kosmik dengan suatu inti atmosfer menghasilkan hujan
partikel.
Sinar kosmik sekunder dapat dibagi menjadi komponen lunak (sinar
gamma, elektron, positron) dan keras (muon). Komponen lunak terjadi
10
mengarah pada interaksi kuat antara partikel sinar kosmik dengan inti atmosfer
seperti inti nitrogen dan oksigen, reaksi ini menghasilkan pion netral dan pion
bermuatan. Pion tak bermuatan meluruh menjadi sinar gamma. Jika sinar ini
melindas partikel elektron akan menghasilkan hujan partikel-partikel baru
elektron dan positron. Partikel proton menabrak inti atom oksigen-16
menghasilkan neutron dan pion bermuatan. Semua reaksi inti di atas
berlangsung sangat cepat dan menghasilkan hujan partikel bermuatan atau
neutral cukup banyak.
Hujan sinar kosmik ini dapat diamati dengan sebuah pengukur partikel,
biasanya menggunakan fotomultiflier sebagai sensor. Sinar partikel dibedakan
dengan spektrum yang teramati, tentu spektrum elektron dan proton akan lain,
demikian halnya dengan spektrum partikel yang berbeda-beda.
p + 14N Æ π0 Æ γ Æ e+ + e-
... (II.3)
p + 16O Æ n + π+
... (II.4)
Pion bermuatan meluruh menjadi muon bermuatan dan neutrino
menghasilkan komponen keras, muon merupakan partikel yang tak stabil
dengan lamanya waktu hidup 2,21± 0,01μs, muon bebas meluruh menjadi
elektron dan partikel netral.
π+Æ μ+ + νμ
... (II.5a)
π-Æ μ- +
... (II.5b)
±
±
μ Æ e + νμ +
... (II.5c)
dengan:
N:nitrogen, O:oksigen, p:proton, π:pion,
γ:sinar gamma, e:elektron, μ:muon,
νμ:neutrino,
:antineutrino elektron,
:antineutrino muon, n:neutron.
11
Gambar II.5. Sinar kosmik primer yang masuk pada atmosfer atas bumi
sekitar 30 km dari permukaan (Nichols dan Mukund, 1998).
Variasi muatan neutral dan bermuatan menghasilkan hujan sinar kosmik.
Tumbukan antara sinar kosmik energi tinggi dengan nitrogen dan oksigen
menghasilkan pion netral, pion bermuatan, neutron, elektron, positron dan sinar
gamma diperlihatkan pada persamaan II.3 dan II.4.
Pion-pion merupakan
partikel dengan massa lebih besar dari elektron tapi lebih kecil dari proton.
Persamaan II.5a, II.5b dan II.5c merupakan peluruhan dengan cepat pion
bermuatan dan muon bermuatan. Muatan pion meluruh menjadi muon dan muon
antineutrino yang tak bermuatan, pion netral meluruh menjadi foton (sinar
gamma), muon dan antineutrino diproduksi oleh pion bermuatan juga akan
bermuatan. Muon meluruh menjadi sebuah elektron, positron, antineutrino
muon dan antineutrino elektron. Pion netral meluruh menjadi dua sinar gamma
(Nichols dan Mukund, 1998). Jika partikel sinar kosmik kehilangan energi di
atmosfer, maka tidak semua yang sinar kosmik sekunder akan mencapai
permukaan.
12
Gambar II.6 Lapisan sinar kosmik primer masuk ke atmosfer atas sekitar 30 km
dan menabrak
molekul
udara
menghasilkan
sinar kosmik
sekunder (Nichols dan Mukund, 1998).
Peranan aktivitas matahari pada pembentukan awan dipercayai berkaitan
dengan variabilitas fluks sinar kosmik primer. Data sinar kosmik primer
direkam instrument neutron pada permukaan bumi, alat ini dapat mendeteksi
variasinya sebagai energi rendah dari spektrum sinar kosmik primer. Intensitas
sinar kosmik primer memperlihatkan hubungan terbalik dengan siklus sunspot.
Gambar II.7 memperlihatkan bahwa pada saat puncak bintik matahari siklus 1012 tahun dan terjadi minimum di sinar kosmik primer atau biasa juga disebutkan
bahwa sinar kosmik primer terlambat fasa sembilan puluh derajat terhadap
aktivitas matahari. Hal ini disebabkan oleh medium antara planet membelokkan
sinar kosmik selama aktivitas matahari tinggi. Akibatnya sinar kosmik primer
nampak termodulasi oleh aktivitas matahari (Siregar, 2006).
13
Gambar II.7 Kurva variabilitas sinar kosmik
dan bilangan bintik
matahari. Kurva memperlihatkan bahwa sinar kosmik primer (kurva
kedua dari bawah) dimodulasi terbalik oleh siklus aktivitas matahari
(kurva bawah) (Svensmark dan Friis, 1997).
II.5 Sistem Bumi - Matahari
Jarak antara matahari dan bumi selalu berubah sepanjang tahun yang
dikenal sebagai gerakan semu matahari. Gerakan semu matahari dibatasi oleh
garis lintang 23.50 U yang disebut tropis Cancer atau garis balik utara dan
lintang 23.50 S yang disebut sebagai tropis Capricon atau garis balik selatan.
Setahun terdapat musim bunga (21 Maret) atau musim gugur (23 September)
yang jatuh pada ekinoks. Dua kali setahun jarak terjauh antara matahari-bumi
yang menghasilkan musim panas (22 Juni) atau musim dingin (22 Desember) di
belahan bumi Utara yang jatuh pada solstis, terjadi pada saat sudut antara sumbu
antara matahari dan bumi sebesar 23.50 di belahan bumi Utara dan Selatan.
14
23.5º
Spring
(sun aims directly
at equator)
Solar
radiation
Winter
(northern
hemisphere
tilts away from
sun)
Summer
(northern hemisphere
tilts toward sun)
Fall
(sun aims directly at equator)
Gambar II.8 Posisi matahari-bumi menentukan empat musim yakni musim
panas (summer), musim dingin (winter), musim gugur (autum) dan musim semi
(spring) di belahan bumi Utara.
Berdasarkan posisi relatif matahari – bumi, bumi menerima panjang hari
yang bervariasi. Pada lintang 600 panjang siang berkisar antara 5 jam 30 menit
pada musim dingin sampai 18 jam 30 menit pada musim panas. Sedangkan di
ekuator lamanya siang dan malam 12 jam sepanjang musim baik pada soltis
musim dingin, ekinoks musim semi, soltis musim panas maupun ekinoks musim
gugur.
Tabel II.1 Durasi matahari terbit sampai terbenam (siang hari)
Lintang
(derajat)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Soltis
musim dingin
12 jam 0 menit
11 jam 25 menit
10 jam 48 menit
10 jam 4 menit
9 jam 8 menit
7 jam 42 menit
5 jam
0
0
0
Ekinoks musim
semi atau gugur
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
12 jam 0 menit
Sumber : Bayong (2006)
15
Soltis
musim panas
12 jam 0 menit
12 jam 38 menit
13 jam 12 menit
13 jam 56 menit
14 jam 52 menit
16 jam 18 menit
18 jam 27 menit
2 bulan
4 bulan
6 bulan
Perawanan biasanya tinggi dekat ekuator, terutama sekitar ekinoks.
Keadaan
ini
merupakan
generalisasi
yang
mungkin
terdapat
banyak
penyimpangan. Temperatur kontinentalitas, relief dan permukaan laut
menyebabkan perbedaan perawanan yang besar. Sumber kehilangan insolasi
lain adalah debu dan asap dalam atmosfer. Daerah industri, erupsi vulkanik dan
badai debu dapat meningkatkan kehilangan insolasi secara temporal dan
regional (bayong, 2006).
Beberapa sirkulasi skala planeter yang mempengaruhi cuaca di lintang
rendah termasuk Indonesia, yaitu Sirkulasi Walker, Sirkulasi Hadley dan
Sirkulasi Monsun. Lokasi intensitas dari sirkulasi-sirkulasi tersebut dapat
bervariasi oleh beberapa faktor yaitu temperatur permukaan laut (SST),
kelembapan tanah dan liputan es atau salju (Krishnamurti, 1987).
Sementara itu, Susilo (1996) menggolongkan sirkulasi atmosfer
berdasarkan skala ruang dan waktu menjadi sirkulasi primer, sirkulasi sekunder
dan sirkulasi tersier.
Daerah konvergensi intertropis dengan curah hujan yang besar
merupakan daerah sumber energi yang menggerakkan sirkulasi umum di dalam
atmosfer tropis melalui panas laten kondensasi yang dilepaskan. Pergerakan
angin permukaan beserta pergerakan udara pada lapisan atas troposfer dan
gerakan udara vertikal ke atas membentuk sirkulasi yang mempunyai arah gerak
meridional (utara – selatan) yang disebut sel Hadley. Sirkulasi Hadley
merupakan sirkulasi atmosfer yang disebabkan oleh ketidaksaman distribusi
temperatur sehingga menimbulkan perbedaan distribusi panas di atmosfer.
Udara di daerah lintang rendah lebih panas dibandingkan dengan udara di kutub,
oleh karena itu udara dengan temperatur lebih panas tersebut akan naik secara
vertikal dan bergerak ke arah kutub di troposfer atas. Udara ini akan kehilangan
energi termal akibat radiasi. Di sisi lain udara dingin di kutub akan turun dan
bergerak ke arah ekuator di troposfer bawah. Udara dari kutub ini akan
mengabsorbsi energi termal radiasi dan mengalami kenaikan temperatur.
Sirkulasi Walker merupakan sirkulasi zonal dari timur ke barat
sepanjang ekuator. Dicirikan oleh pergerakan udara ke atas di Pasifik barat
(wilayah Indonesia), dan pergerakan udara ke bawah di Pasifik timur (lepas
16
pantai Amerika Selatan). Sirkulasi Walker dikendalikan oleh variasi suhu
permukaan laut (Sea Surface Temperature). Perbedaan suhu permukaan laut dan
kandungan panas dalam air laut akan ditransfer ke atmosfer sehingga
menimbulkan perbedaan tekanan permukaan. Terdapat interaksi yang sangat
kuat antara laut dan atmosfer, sedemikian sehingga jika salah satu kompoenen
iklim tersebut mengalami perubahan maka komponen yang lain pun akan
berubah. Salah satu contoh fenomena perubahan iklim sebagai konsekuensi
interaksi tersebut adalah fenomena yang dikenal sebagai ENSO.
Monsun merupakan sistem angin darat-laut skala regional atau global
karena adanya perbedaan kapasitas panas antara benua dan lautan disekitarnya
yang berubah secara musiman sesuai dengan pergerakan matahari. Pada saat
musim panas, benua akan lebih panas dari lautan disekitarnya sehingga
diatasnya terbentuk pusat tekanan rendah dan terjadi aliran massa udara dari
arah lautan ke arah benua, sebaliknya pada musim suhu lautan akan lebih tinggi
dari benua. Hal ini menyebabkan timbulnya pusat tekanan rendah diatas lautan
dan terjadi aliran massa udara dari arah benua menuju lautan. Sistim sirkulasi
yang ditimbulkan inilah yang disebut sebagai monsun. Indonesia, karena letak
geografisnya dipengaruhi oleh sirkulasi monsun benua Asia dan Australia.
Monsun barat (bagi wilayah indonesia di selatan ekuator) bersifat basah dan
monsun timur bersifat kering.
Gambar II.9 Batas-batas daerah monsun (Ramage, 1971)
17
Daerah monsun didefinsikan sebagai daerah yang terletak dalam wilayah
dengan batas geografis 350 LU – 250 LS dan 300 BB – 1700 BT (Ramage, 1971).
Indonesia termasuk dalam wilayah monsun, tetapi karena letak geografisnya,
maka pola curah hujan tidak murni monsun, tetapi juga terdapat wilayah dengan
pola ekuatorial, yaitu memiliki dua puncak musim penghujan dan tanpa musim
kemarau. Dengan menggunakan data iklim, Badan Meteorologi dan Geofisika
(BMG) membagi seluruh wilayah Indonesia dalam tiga wilayah, yaitu daerah
monsun dengan pola curah hujan tahunan berbentuk huruf “V”, daerah
ekuatorial dan daerah dengan pola lokal yang merupakan kebalikan dari pola
monsun. Dari rumusan tersebut diatas jelas bahwa wilayah indonesia termasuk
di dalamnya dan berada dibawah pengaruh sistem sirkulasi monsun.
Gambar II.10 Pola Curah Hujan di Indonesia (Sumber : BMG)
II.6 Kondisi Geografis Kalimantan
Kalimantan terletak pada posisi antara 1050 – 118.5° BT dan 4.50 LU –
4.30 LS. Sebelah utara kalimantan berbatasan dengan Malaysia, sebelah selatan
berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Selat Karimata
dan Laut Natuna, sementara sebelah timur berbatasan dengan Selat Makasar.
Luas keseluruhan wilayah kalimantan adalah 530.040,02 km2.
Sebagian wilayah kalimantan berada pada belahan bumi utara, sementara
wilayah yang lain berada pada belah bumi selatan. Karena itu secara
klimatologis pola iklim kalimantan merupakan pola iklim yang cukup unik
ditambah lagi sebagian wilayahnya merupakan zona konvergensi (Inter Tropical
18
Convergence Zone, ITCZ) yaitu ekuatorial. Secara khusus dalam bukunya
“Short-Long-Term Changes in Climate”, Sulman (2000) menempatkan ekuator
sebagai daerah dengan iklim khusus (Equatorial Climate) karena keunikannya.
40 LU
00
40 LS
1120 BT
1160 BT
Gambar II.11 Posisi geografis Kalimantan
19
Download