pt sidomuncul - Directory UMM

advertisement
PT SIDOMUNCUL
PT. SidoMuncul bermula dari sebuah industri rumah tangga pada tahun 1940, dikelola oleh Ibu Rahkmat
Sulistio di Yogyakarta, dan dibantu oleh tiga orang karyawan. Banyaknya permintaan terhadap kemasan jamu
yang lebih praktis, mendorong beliau memproduksi jamu dalam bentuk yang praktis (serbuk), seiring dengan
kepindahan beliau ke Semarang , maka pada tahun 1951 didirikan perusahan sederhana dengan nama
SidoMuncul yang berarti "Impian yang terwujud" dengan lokasi di Jl. Mlaten Trenggulun. Dengan produk
pertama dan andalan, Jamu Tolak Angin, produk jamu buatan Ibu Rakhmat mulai mendapat tempat di hati
masyarakat sekitar dan permintaannyapun selalu meningkat.
Dalam perkembangannya, pabrik yang terletak di Jl. Mlaten Trenggulun ternyata tidak mampu lagi memenuhi
kapasitas produksi yang besar akibat permintaan pasar yang terus meningkat, dan di tahun 1984 pabrik
dipindahkan ke Lingkungan Industri Kecil di Jl. Kaligawe, Semarang.
Guna mengakomodir demand pasar yang terus bertambah, maka pabrik mulai dilengkapi dengan mesin-mesin
modern, demikian pula jumlah karyawannya ditambah sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan ( kini
jumlahnya mencapai lebih dari 2000 orang ).
Untuk mengantisipasi kemajuan dimasa datang, dirasa perlu untuk membangun unit pabrik yang lebih besar
dan modern, maka di tahun 1997 diadakan peletakan batu pertama pembangunan pabrik baru di Klepu,
Ungaran oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke-10 dan disaksikan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan saat itu, Drs. Wisnu Kaltim.
Pabrik baru yang berlokasi di Klepu, Kec. Bergas, Ungaran, dengan luas 29 ha tersebut diresmikan oleh
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia, dr. Achmad Sujudi pada tanggal 11
November 2000. Saat peresmian pabrik, SidoMuncul sekaligus menerima dua sertifikat yaitu Cara Pembuatan
Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) setara dengan farmasi, dan
sertifikat inilah yang menjadikan PT. SidoMuncul sebagai satu-satunya pabrik jamu berstandar farmasi. Lokasi
pabrik sendiri terdiri dari bangunan pabrik seluas 7 hektar, lahan Agrowisata ,1,5 hektar, dan sisanya menjadi
kawasan pendukung lingkungan pabrik.
Secara pasti PT. SidoMuncul bertekad untuk mengembangkan usaha di bidang jamu yang benar dan baik.
Tekad ini membuat perusahaan menjadi lebih berkonsentrasi dan inovatif. Disamping itu diikuti dengan
pemilihan serta penggunaan bahan baku yang benar, baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitasnya akan
menghasilkan jamu yang baik.
Untuk mewujudkan tekad tersebut, semua rencana pengeluaran produk baru selalu didahului oleh studi
literatur maupun penelitian yang intensif, menyangkut keamanan, khasiat maupun sampling pasar. Untuk
memberikan jaminan kualitas, setiap langkah produksi mulai dari barang datang , hingga produk sampai ke
pasaran, dilakukan dibawah pengawasan mutu yang ketat.
Seluruh karyawan juga bertekad untuk mengadakan perbaikan setiap saat, sehingga diharapkan semua yang
dilakukan dapat lebih baik dari sebelumnya.
Visi :
Menjadi industri jamu yang dapat memberikan manfaat pada masyarakat dan lingkungan.
Misi :
Meningkatkan mutu pelayanan di bidang herbal tradisional
Mengembangkan research / penelitian yang berhubungan dengan pengembangan pengobatan
dengan bahan-bahan alami.
Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya membina kesehatan melalui pola hidup
sehat, pemakaian bahan-bahan alami dan pengobatan secara tradisional.
Ikut mendorong pemerintah / instansi resmi agar lebih berperan dalam pengembangan
pengobatan tradisional.
Saat ini PT. SidoMuncul didukung lebih dari 2000 karyawan dengan tingkat pendidikan bervariasi dan
ditempatkan sesuai dengan keahlian, kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Sebagai pendukung,
SidoMuncul juga memilki tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti biologi, ekonomi, farmasi, pertanian,
hukum, teknologi pangan, teknik kimia, teknik elektro, dll.
Untuk mengembangkan kemampuan, pada waktu-waktu tertentu kepada karyawan diberikan kesempatan
mengikuti pelatihan, kursus, maupun seminar. Untuk mendukung pengembangan, PT. SidoMuncul juga
merekrut konsultan yang ahli di bidangnya, misalnya : apoteker, dokter umum, dokter gigi dan spesialis.
Dengan standar pabrik CPOB ( Standard pabrik Farmasi ), maka fasilitas yang ada di PT. SidoMuncul antara
lain :
1. Laboratorium
Laboratorium Instrumentasi
Laboratorium Farmakologi
Laboratorium Formulasi
Laboratorium Farmakognosi
Laboratorium Stabilitas
Laboratorium Kimia, yang dilengkapi peralatan HPLC ( High Pressure Liquid Chromatography ), GC
( Gas Chromatography ) dan TLC Scanner ( Thin Layer Chromatography ). Keseluruhan laboratorium
tersebut dibangun di atas lahan seluas 1200 m².
Laboratorium Kultur Jaringan
2. Kebun percobaan dan budidaya tanaman obat
3. Extraction Centre
4. Pengolahan air bersih
5. Pengolahan air limbah
6. Perpustakaan
6. Klinik Holistik
Selain sebagai tempat pelaksanaan produksi, di lokasi pabrik PT. SidoMuncul juga terdapat Agrowisata seluas
1,5 hektar. Lahan agrowisata tersebut berisikan berbagai jenis tanaman obat yang ada di Indonesia dan
digunakan sebagai bahan baku produksi produk jamu SidoMuncul.
Disamping itu, PT. SidoMuncul juga memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk datang
berkunjung dan melihat secara langsung proses produksi yang dilakukan, dengan harapan dapat membuka
mata masyarakat jamu - jamu produksi SidoMuncul memang memenuhi standar CPOB dan aman serta
berkhasiat untuk dikonsumsi.
Keberadaan Agrowisata PT. SidoMuncul bertujuan untuk mengoleksi tanaman obat, terutama diprioritaskan
pada tanaman - tanaman langka atau yang hampir punah. Sebagian besar koleksinya terdiri dari tanaman
untuk bahan jamu yang dipergunakan oleh para industri dan lainnya masih dieksplorasi dari alam.
Pada tahun 1999 dirintis pembukaan kawasan khusus untuk lokasi koleksi tanaman obat yang akhirnya
didesain seartistik mungkin dan menarik untuk dilihat dan dikunjungi. Secara resmi tempat tersebut dijadikan
obyek agrowisata khusus koleksi tanaman obat yang dirancang terpadu, antara koleksi tanaman obat dengan
desain taman serta infrastruktur lainnya.
Lokasi...
Agrowisata tanaman obat PT. SidoMuncul berlokasi di kawasan pabrik / industri jamu PT. SidoMuncul, Jln.
SoekarnoHatta, desa Diwak, kecamatan Bergas, kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Menempati lahan seluas
1,5 hektar, dengan topografi tanah landai, ketinggian tempat 440 meter dari permukaan laut.
Sarana dan Prasarana...
1. Koleksi tanaman obat sejumlah kurang lebih 400 spesies, termasuk tanaman introduksi / yang
didatangkan dari luar negeri, antara lain : Echinacea purpurea, Tribulus Terrestris, Mintha Piperita,
Sybilum Marianum dan Jamur Ganoderma Lucidum.
2. Jalan yang bisa dilalui mobil, untuk berkeliling lokasi
3. Aula berupa Gasebo
4. Kolam ikan ( danau buatan )
5. Nursery / kebun bibit dan tempat penjualan bibit tanaman obat
Agrowisata PT. SidoMuncul memiliki tiga ( 3 ) buah misi, yaitu :
1. Misi Ilmiah
Merupakan tempat koleksi tanaman hidup yang diambil dari berbagai tempat, yang bisa diindikasikan
sebagai tanaman obat, terutama tanaman langka sebagai tanaman stok / plasma nutfah, yang sewaktuwaktu dapat dipergunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut, baik untuk penelitian budidaya /
pengembangan atau penelitian khasiat sebagai bahan baku jamu baru. Penelitian selain dilakukan oleh
team R&D PT. SidoMuncul juga melibatkan atau bisa dilakukan oleh institusi lain terutama para pelajar
dan mahasiswa.
2. Misi Sosial
Agrowisata dibuka untuk umum, siapa saja bisa datang berkunjung, terutama yang peduli terhadap
keanekaragaman hayati alam Indonesia. Agrowisata bisa memberikan wawasan dan pengetahuan baru
kepada masyarakat, terutama tentang tanaman obat baik mengenai cara budidaya maupun fungsi dan
khasiatnya bagi kesehatan manusia.
3. Misi Ekonomi
Agrowisata sebagai Plasma Nutfah / Stok tanaman hidup yang bisa dikembangkan untuk tanaman baru
sebanyak-banyaknya di tempat lain. Hasil perbanyakan tanaman yang berupa bibit atau benih
dikembangkan seluas-luasnya di tempat lain dan hasilnya digunakan sebagai bahan baku industri jamu
atau komoditas tanaman perdagangan.
Agrowisata PT. SidoMuncul terbuka untuk umum, dan biasanya dalam sebulan menerima minimal empat kali
kunjungan. Program kunjungan Agrowisata biasanya dilakukan setelah pengunjung melakukan peninjauan ke
proses produksi pabrik, yang letaknya tidak jauh. Bagi yang berminat bisa langsung menghubungi Public
Relations Department, PT. SidoMuncul, baik yang berada di Jakarta maupun yang ada di Semarang.
Sebagai perusahaan yang bahan bakunya tanaman, PT. SidoMuncul tidak ingin kehadirannya menghasilkan
limbah yang dapat merusak alam, sehingga berupaya untuk melestarikan aneka tanaman obat yang ada di
Indonesia. Untuk menangani limbah cair, di lokasi pabrik dipasang instalasi pengolahan air limbah sehingga
air limbah dapat diolah menjadi air yang bisa digunakan untuk menyirami tanaman. Sedangkan limbah padat
dari buangan sisa ekstraksi akan dilolah menjadi pupuk organik , yang bisa digunakan untuk memupuk
tanaman.
Dengan upaya penanganan limbah tersebut, diharapkan PT. SidoMuncul menjadi perusahaan yang ramah
lingkungan, dan lokasi seputar pabrik menjadi asri karena tanaman tumbuh subur.
Agar produk dapat senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat dan kemajuan tekhnologi,
kerjasama dilakukan dengan lembaga-lembaga ilmu pengetahuan, baik dimata masyarakat maupun dunia "
ke-ilmu-an ", seperti :
Universitas Diponegoro, Semarang
PPOT, Universitas Gadjahmada, Jogjakarta
Fakultas Farmasi, Universitas Widya Mandala, Surabaya
Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta
Lembaga penelitian, Institut Tekhnologi Bandung
Balai Penelitian Tanaman Obat, Depkes, di Tawangmangu
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rempah, di Bogor.
Organisasi yang diikuti oleh SidoMuncul :
GPJI (Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia)
BIOFARMAKA INDONESIA
APSKI (Asosiasi Pengusaha Suplemen Kesehatan Indonesia)
GAPMMI (Gabungan Pengusahan Makanan dan Minuman Indonesia)
Forum Kerjasama Pengembangan Biofarmaka Indonesia
Koalisi Fortifikasi Indonesia
Ketika manusia purba hadir di bumi, perhatian utama mereka adalah upaya untuk mempertahankan hidupnya.
Kebutuhan pertama yang dirasakan adalah bagaimana cara memperoleh makanan. Karenanya, perhatian
mereka tercurah pada alam sekitar, tumbuhan dan binatang apakah yang dapat dijadikan bahan pangan atau
makanan yang aman…dan dari kesemuanya tumbuhan merupakan bahan pangan yang paling mudah didapat.
Keberadaan tanaman-tanaman tersebut pada perkembangannya tidak hanya dijadikan bahan pangan, namun
juga untuk mengatasi masalah kesehatan. Dari itulah, kemudian diperoleh pengetahuan tentang berbagai
jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat untuk mengatasi jenis-jenis penyakit yang mengganggu
kesehatan mereka.
Agar pengalaman tentang tumbuhan obat ini dapat ditularkan kepada anak cucu, sanak saudara maupun
semua anggota masyarakat purba itu, mereka melakukan penyampaian lisan dari mulut ke mulut. Setelah
adanya pengetahuan tentang tulis menulis, maka semua pengalaman tentang bahan-bahan baku alam ini,
yang meliputi bahan tumbuhan, mineral (pelikan) , serta cara pemanfaatannyapun dicatat. Karena pada saat
itu belum dikenal kertas, maka pencatatan dilakukan dengan cara menulis pada lempengan tanah liat yang
masih basah dengan menggunakan logam tajam seperti paku, yang kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari. Cara penulisan lain dilakukan pada lembar-lembar daun lontar yang kuat, misalnya pada daun
tumbuhan sejenis kelapa yang disebut lontar.
Lama kelamaan, setelah mereka mampu membuat kertas maka catatan mengenai perkembangan di bidang
obat-obatan dari alat mini ditulis di atas kertas (papiry). Era selanjutnya berkembang lagi, yakni apa-apa yang
telah dapat dicatat dikertas-kertas tadi dikembangkan menjadi buku-buku, seperti " De Materia Medica ", yang
ditulis oleh Peanios Dioscorides. Juga buku " Genera Plantarum " oleh Linnaeus serta penulis-penulis lainnya.
Kemudian disusunlah bahan-bahan tumbuhan tersebut beserta persyaratan-persyaratannya dalam suatu buku
yang disebut Farmakope. Perkembangan menjadi lebih pesat lagi setelah ditemukannya komputer, internet
dan sebagainya. Dengan demikian keterangan mengenai tumbuhan obat tersebut semakin luas tersebar,
sehingga dapat diketahui dan dipelajari masyarakat seluruh pelosok dunia. Sementara itu, dengan dipelopori
oleh Galen ( tahun 131 - 200 setelah Masehi ) seorang farmasis merangkap dokter, dimulailah upaya-upaya
untuk membuat sediaan obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan. Dari rintisan Galen inilah, kemudian
dikenal cara-cara mengekstraksi (Mengambil sari) zat-zat yang berkhasiat dari bahan-bahan alami tersebut,
dan lahirlah istilah " sediaan galenik / sediaan olahan " di bidang farmasi, termasuk apa yang dikenal dengan
ekstrak dan tingtur, yang terus berkembang hingga kini.
Di Indonesia demikian pula keadaannya, terjadi perkembangan serupa yaitu sejak jaman dahulu kala, nenek
moyang kita memanfaatkan tumbuhan untuk bahan obat-obatan. Sejarah tersebut terekam dalam sebuah
dokumen tertua, yakni tahun 772 setelah Masehi, pada relief candi Borobudur berupa lukisan tentang obat,
yang sampai sekarangpun masih digunakan sebagai obat. Dokumen serupa terdapat pula pada relief candi
Prambanan, Penataran dan Tegalwangi.
Ramuan-ramuan obat yang berasal dari tumbuhan ini ditulis oleh penemunya, diatas daun lontar, yang di Bali
disebut Lontar Usada dan ditulis dari tahun 991 sampai 1016 setelah masehi. Demikian juga di Sulawesi
Selatan terdapat penulisan resep-resep yang dinamakan Lontarak Pabbura.
Di Jawa, penulisan resep-resep obat dilakukan diatas Rontal ( Ron = daun ) , daun Tal, sama dengan Lontar
juga. Dokumen-dokumen ini telah ada yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maupun asing. Salah
satu contoh dokumen hasil terjemahan tersebut adalah pada tahun 1937 di Bali, Lontar Usada diterjemahkan
oleh Dr. med. Wolfgang Weck seorang dokter pemerintah Hindia Belanda, dalam bukunya Heilkunde und
Volkstum auf Bali ( Pengetahuan tentang Penyembuhan dan Pekerti Rakyat Bali ). Juga Dr. R. Goris sejak
sebelum Perang dunia Ke-II, banyak menulis tentang the Balinese Medical Literature di pelbagai majalah yang
terbit di Indonesia maupun di luar negeri.
Disamping itu, di Indonesia sebelum era kemerdekaan terdapat pula kegiatan pengumpulan data dan
informasi tentang pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan tersebut, yang dilakukan oleh dua orang
Belanda,yaitu J. Kloppenburg-Versteegh dan Martha C. van Wijk-Fransz. Keduanya mengakhiri kegiatannya
dengan menerbitkan buku masing-masing, yakni " Indische Planten en Haar Geneeskracht " atau " Tumbuhtumbuhan Indonesia dan Khasiatnya untuk Kesehatan" dan " Martha's Indische Kruiden Recepten Boek " atau
" Buku resep-resep tumbuhan Indonesia ". Buku yang pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, menjadi dua jilid dan beredar bebas.
Pada zaman keraton-keraton Indonesia, misalnya Keraton Surakarta, pengetahuan tentang ramuan-ramuan
obat dari bahan alam ini telah dibukukan kedalam " Kawruh Bab Jampi Jawi " atau " Pengetahuan tentang
Jamu Jawa", yang diterbitkan pada tahun 1858 dan memuat sebanyak 1734 ramuan jamu. Awalnya sebagai
bahan baku obat asal tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh nenek moyang kita diambil dari tumbuhan liar
yang tumbuh di sekeliling tempat tinggalnya. Namun ketika tumbuh-tumbuhan di sekeliling rumahnya tidak
mampu lagi memenuhi kebutuhannya, maka mulailah pencarian bahan baku dilakukan di tempat yang lebih
jauh lagi, bahkan sampai ke wilayah hutan. Namun karena obat-obat nabati tersebut berasal dari tumbuhan
liar, yang umurnya tidak seragam, maka mutunya tidak seragam pula. Karenanya mulai dipikirkan untuk
membudidayakan tumbuhan sumber bahan baku tersebut agar dapat diatur pertumbuhan yang seragam,
sehingga pada waktu pengumpulan bahan baku obat nabati tersebut dapat mempunyai umur yang
bersamaan.
Dengan cara tersebut, maka dapat diupayakan bahan baku obat nabati memilki mutu yang seragam.
Tinggallah sekarang dipikirkan kapan pengumpulan (panenan) bahan baku tersebut dilakukan, agar memilki
mutu yang baik (optimal). Untuk rimpang , biasanya pemanenan sebaiknya dilakukan pada akhir musim
kemarau, saat pertumbuhan tumbuh-tumbuhan tersebut berhenti. Kondisi terbaiknya dapat diketahui jika
batang atau daunnya mulai mengering dan menguning, dan dipilih akar yang berdaging / gemuk. Selanjutnya
untuk daun, pucuk berbunga atau seluruh bagian tumbuhan di atas permukaan tanah, sebaiknya dipanen
antara jam 09.00 - 11.00, karena belakangan diketahui bahwa pada saat itu pertukaran zat ( asimilasi )
berlangsung maksimal. Disamping itu hendaknya dipanen pada saat tumbuhan itu berbunga atau sebelum
masknya buah. Kemudian kulit batang (misalnya kulit batang pulai), berdasarkan pengalaman dikumpulkan
pada musim penghujan, ketika pertunasan mulai terjadi. Diketahui bahwa pada saat itu kulit batang paling
banyak mengandung zat-zat berkhasiat. Sementara bunga-bunga berdasarkan pengalaman dipanen sebelum
atau ketika terjadi penyerbukan (sudah mulai didatangi lebah atau kupu-kupu). Kemudian untuk buah
dipanen sebelum masak (cabe jawa, kemukus dan lada hitam ) atau pada saat masak ( adas manis, adas atau
lada putih ). Akhirnya biji dikumpulkan pada saat buah yang mengandungnya masak.
Namun dengan masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia, ikut pula masuk pengetahuan Barat, yang lambat
laun menggeser pengetahuan tentang obat alam pada masyarakat, selanjutnya mengakibatkan berkurangnya
pengetahuan tentang obat alam, bahkan hingga enggan menggunakan karena dianggap obat kampung dan
tidak berkhasiat. Padahal kenyataan menunjukkan bahwa tidak seperti yang diduga, obat alam mampu
berperan dalam mengatasi masalah kesehatan, yang ternyata dari jaman dahulu pada saat obat kimia belum
dikenal, nenek moyang kita mampu bertahan hidup serta mampu menurunkan generasi-generasi penerus.Ini
sebenarnya merupakan bukti bahwa obat alam memiliki kemampuan menanggulangi masalah kesehatan yang
dihadapi.
Walaupun kedatangan penjajah Belanda sempat mengikis kepedulian kita pada obat alam, namun kenyataan
menunjukkan bahwa kepedulian tersebut tidaklah punah sama sekali, karena pada jaman perjuangan
merebut kemerdekaan Indonesia, dalam rangka mengantisipasi kurangnya obat-obatan bagi para pejuang
kemerdekaan, para dokter yang bertugas di medan juang memalingkan perhatiannya pada obat yang berasal
dari alam, khususnya tumbuh-tumbuhan.
Maka dengan meneladani semangat cinta obat alam yang telah ditunjukkan oleh Prof. Dr. M. Sardjito, Drs.
Med. Ramali, yang ketika itu berjuang di daerah Surakarta, mempelopori penyusunan buku tentang formula
obat-abat alam, yang kemudian diberi nama " Formularium Medicamentorum Soloensis". Demikianlah maka
ketika dunia barat mendengungkan semboyan " Back To Nature ", kita sebenarnya telah mendahului
memanfaatkan obat alam dalam pelayanan kesehatan, hanya saja karena lambannya pertumbuhan semangat
cinta obat alam tersebut, maka sampai kinipun perjuangan untuk memulihkan kedudukan obat alam dalam
dunia kesehatan masih harus terus kita lakukan.
Perlu diketahui bahwa obat dari bahan tumbuh-tumbuhan, mempunyai keunggulan dibandingkan dengan obat
kimia murni. Keunggulannya antara lain dalam hal khasiat yang lebih baik serta efek samping yang lebih kecil
daripada obat berbahan kimia murni.Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Tumbuhan obat mengandung sekelompok zat aktif, yang secara kimia berbeda-beda rumus molekulnya. Oleh
karena itu jika salah satu bagian tumbuhan obat itu digunakan, maka zat-zat aktif tersebut saling berinteraksi,
sehingga khasiat yang ditunjukkan adalah merupakan hasil akhir ( resultante ) antar aksi zat-zat aktif tersebut.
Dalam tulisan yang berjudul " Drugs Used In The Chemotherapy of Protozoal Infections " atau obat-obatan
kimia yang digunakan dalam pengobatan Protozoa, dalam buku The Pharmacological Basis of Therapeutics
atau Dasar Farmakologik Pengobatan, Lelie T. Webster Jr. menyatakan bahwa, walaupun rumus molekul zatzat berkhasiat dalam suatu tumbuhan itu berbeda-beda, namun umumnya memiliki inti molekul yang sama.
Selanjutnya, zat-zat yang memilki inti molekul yang sama itu memilki khasiat yang sama, hanya saja besar
kecil atau kuat lemahnya berbeda, atau bahkan kadang jenis khasiat zat yang satu berlawanan dengan yang
satunya, sehingga jika dicampur maka akan saling menguatkan atau melemahkan yang lainnya.
Agar memudahkan kita untuk membayangkan hal tersebut, dapat diambil contoh kulit kina. Bahan ini
mengandung alkaloid-alkaloid antara lain kinina, sinkonina, kinidina, dan sinkonidina. Zat-zat ini memiliki inti
molekul yang sama, yaitu kinolina, maka semua zat ini memiliki khasiat yang sama, misalnya sebagai
antipiretika (penurun demam), analgetik (penghilang nyeri), anti malaria dan anti aritmia jantung (anti denyut
jantung yang tidak seirama), namun kekuatan atau besarnya saja yang berbeda. Demikian juga efek
sampingnya sama jenisnya seperti pusing kepala dan berdengingnya telinga yang ditimbulkan oleh zat kinina,
namun besar dan kuatnya saja yng berbeda.
Dengan demikian maka jika digunakan obat dari bahan tumbuhan maka seperti telah diuraikan, khasiatnya
merupakan hasil akhir antar aksi semua jenis zat kandungan bahan tumbuhan tersebut, yaitu lebih baiknya
khasiat dan lebih kecilnya efek samping obat dari bahan alam tumbuhan tersebut.
Hal yang demikian itu tak dapat ditunjukkan oleh zat kimia tunggal murni, karena baik khasiat maupun efek
sampingnya adalah murni berasal dari zat kimia tersebut, dan tidak ada yang mempengaruhinya.
Bahwa obat dari bahan tumbuhan memiliki khasiat yang lebih baik dan efek samping yang lebih kecil daripada
obat kimia murni dapat ditunjukkan pada kenyataan berikut : Jika kita menggunakan akar pulai pandak dan
reserpina (zat kandungan akar pulai pandak) untuk pengobatan penyakit tekanan darah tinggi kemudian
hasilnya dibandingkan, maka akan dapat diketahui bahwa penggunaan akar pulai pandak memberi khasiat
yang lebih baik dan efek samping yang lebih kecil daripada reserpina. Hal itu dapat diketahui dari kenyataan
bahwa jika untuk memberikan efek penurunan tekanan darah yang diharapkan, kita menggunakan reserpina
murni akan diperlukan 1 mg, sedang jika digunakan akar pulai pandak cukup cukup hanya menggunakan 250
mg saja. Akar pulai pandak sejumlah ini hanya mengandung ¼ mg reserpina, hal ini berarti bahwa
penggunaan akar pulai pandak lebih efektif daripada reserpina murni, sehingga berkhasiat dan efek
sampingnya lebih kecil dari reserpina murni tunggal.
Terdapat pula kenyataan lain bahwa jika 4 bagian verodoksin, salah satu zat kandungan daun Digitalis
dicampur dengan 6 bagian digitoksin zat kandungan daun Digitalis pula, ternyata daya pengobatannya setara
dengan daya pengobatan 10 bagian digitoksin. Dengan demikian campuran tersebut lebih efektif daripada
digitoksin saja, sedang efek sampingnya ternyata lebih kecil. Hal ini membuktikan bahwa daun Digitalis yang
mengandung verodoksin dan digitoksin itu lebih efektif daripada digitoksin murni dan jelas pula seperti halnya
akar pulai pandak, efek sampingnya akan lebih kecil daripada digitoksin murni tunggal.
Dengan kedua kenyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa obat dari bahan tumbuhan lebih efektif
dan lebihb kecil efek sampingnya dibandingkan dengan obat kimia murni.
Namun pernyataan di atas jangan disalah artikan bahwa obat dari bahan tumbuhan tersebut tidak punya efek
samping, adalah keliru. Daun kecubung misalnya, yang mengandung zat antropina, jelas memilki efek
samping yang keras. Namun efek sampingnya tetap lebih kecil jika dibandingkan dengan zat antropina murni.
Ramuan asli Indonesia atau Jamu atau yang juga dikenal sebagai obat asli Indonesia sebenarnya telah ada
sejak jaman dulu. Jamu kemudian lebih berkembang dan dikenal karena secara eksis digunakan oleh kaum
bangsawan kerajaan-kerajaan di Indonesia, terutama yang terletak di tanah jawa, sebagai upaya perawatan
atau pengobatan untuk kesehatan. Semua ramuan jamu berasal atau menggunakan tanaman-tanaman asli
dan alami.
Meski tidak terlalu tampak, perkembangan dan penggunaan Jamu di Indonesia makin menyebar dan "
merakyat ". Usaha jamu sendiri dirintis sejak ratusan tahun yang lalu, oleh perusahaan jamu Ny. Item dan Ny.
Kembar di Ambarawa, di tahun 1825. Setelah itu, di era tahun 1900-an bermunculan pabrik-pabrik jamu lain
diantaranya adalah SidoMuncul.
Saat ini, di Indonesia terdapat kurang lebih 600 industri jamu, besar dan kecil, sementara jumlah pengrajin
jamu hampir mencapai 400 pengrajin.
Industri jamu juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Pengembangan
Industri jamu yang berbasiskan tanaman obat alami / bahan natural, dapat dikembangkan dalam berbagai
bidang produk, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Herbal
Herbal
Herbal
Herbal
Herbal
Herbal
Herbal
dll
Medicine
Food
Drinks
Cosmetics
Candy
Tea
Flower
1.
" Best Encouragement Product 2003" , tingkat ASEAN, untuk produk minuman Turmeric Natural
Drinks/ Kunyit Asam.
Penghargaan " Best Product Encouragement Prize ", diperoleh pada event International The 8th
ASEAN FOOD CONFERENCE, di Vietnam pada 6 - 7 dan 8 - 11 Oktober 2003 lalu. Pada acara tersebut,
produk Kunyit Asam bersaing dengan ratusan produk pangan dari berbagai industri pangan, dari 10
negara ASEAN, dengan komposisi dewan juri yang terdiri dari para pakar ilmu pangan se-ASEAN serta
dari Australia, Korea, USA dan China. Kriteria pemilihan yang ditetapkan antara lain: kreatifitas,
kontribusi, pengembangan dari hasil riset, kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan manusia,
kandungan lokal, penilaian dan penerimaan konsumen serta dampak ekonomi secara luas. AFC sendiri
merupakan event yang diadakan 3 tahun sekali,dengan partisipan 22 negara, termasuk 10 anggota
ASEAN, Jepang, Korea, Australia, USA dan Congo.
2.
Anugerah " Solo Customer Satisfaction Index ( SCSI ) 2003 " , sebagai merek Jamu terpopuler.
PT. SidoMuncul meraih Penghargaan SCSI 2003 ( Solo Customer Satisfaction Index ) untuk
kategori Jamu, serta produk Kunyit Asam Fiber ( salah satu varian Kunyit Asam ) meraih peringkat ke-3
untuk kategori minuman berserat. Event ini diadakan Fakultas Ekonomi Univesitas Sebelas Maret, Solo
dengan Harian Umum Solo Pos. Survei untuk mendukung SCSI melingkupi daerah eks-karesidenan
Surakarta, antara lain : Kota Surakarta, Kab. Sukoharjo, Kab Karanganyar, Kab.Klaten, Kab, Wonogiri,
Kab. Sragen dan Kab. Boyolali , dengan jumlah sample 2.059 KK, dan jangka waktu pelaksanaan survei
sekitar 3 bulan. Malam penganugerahan Penghargaan SCSI diadakan pada 16 Oktober 2003 di Solo.
SCSI menggambarkan loyalitas pelanggan terhadap suatu produk ( brand awareness, market share,
customer satisfaction.
3.
Penghargaan " Best Brand " dari Frontier dan majalah SWA, untuk produk KukuBima.
Penghargaan ini dilakukan guna memilih merek-merek paling top dan menjadi top of mind di Indonesia,
diadakan rutin pada setiap tahunnya oleh Majalah SWA, yang dalam surveinya bekerjasama dengan dua
lembaga penelitian pemasaran independen, yaitu Frontier Marketing & Research Consultant dan PT.
Capricorn Mars Indonesia, pada periode yang bebeda. Survei diadakan di lima kota besar di Indonesia,
yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan.
4.
Merek Dagang Unggulan Indonesia 2003..
Penghargaan Merek Dagang Unggulan Indonesia merupakan penghargaan pemerintah yang digagas
oleh Departemen Perdagangan dan Perindustrian. Nominator penerima penghargaan ini berjumlah 36,
dan SidoMuncul terpilih untuk menerima penghargaan kategori Merek Unggulan Indonesia.
Penghargaan diserahkan langsung oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri pada penutupan Pameran
Produksi Indonesia ( PPI ) 2003. Nama para nominator sendiri merupakan hasil masukan masyarakat
Indonesia, berjumlah sekitar 18.600 orang yang tersebar di seluruh penjuru nusantara.
5.
Penghargaan dari Departemen Perhubungan dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk
program Mudik Lebaran Gratis ke -13 kali, tahun 2002
Tradisi Mudik Lebaran Gratis diawali pada tahun 1991, dan diperuntukkan bagi para penjual jamu di
Jabotabek. Bila di-total, jumlah keseluruhan para pemudik yang mengikuti program Mudik Lebaran
SidoMuncul adalah 140.000 orang. Di tahun 2002, setelah 13 kali mengadakan program Mudik ini,
pemerintah memberikan penghargaan karena dinilai telah memberikan sumbangsih dan membantu
dalam mengatasi permasalahan mudik lebaran pada setiap tahunnya. Penghargaan berupa piagam
diberikan langsung oleh Menteri Perhubungan, Agum Gumelar dan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Jacob Nuwa Wea.
6.
Peraih " Cakram Award 2002 " , untuk kategori Pengiklan terbaik 2002
Setiap tahunnya, majalah khusus Kehumasan dan periklanan Indonesia ini mengadakan pemilihan
tentang perusahaan atau institusi ataupun insan-insan yang memiliki prestasi atau potensial yang terkait
dengan kegiatan periklanan dan Humas. Di tahun 2002, SidoMuncul berkesempatan untuk memperoleh
Anugerah Cakram Award, khususnya untuk produk Tolak Angin karena iklannya dinilai inovatif, mampu
mempengaruhi dan merubah persepsi masyarakat, bahwa jamu itu tradisonal menjadi jamu yang
modern, disamping juga mampu mendongkrak nilai penjualan produk.
7.
Penghargaan " ICSA 2002 ", untuk produk KukuBima / Kategori Jamu dan Obat Kuat Pria
ICSA atau Indonesia Customer Satisfaction Award merupakan penghargaan yang diberikan pada
produk-produk maupun perusahaan yang menurut survey menduduki posisi teratas dalam konteks
kepercayaan masyarakat. Penghargaan ini diprakarsai oleh majalah SWA sembada.
8.
Perusahaan Teladan " Cara baik Bung Hatta " , tahun 2002.
Bertepatan dengan peringatan 100 tahun kelahiran tokoh Proklamator Indonesia , Muhammad Hatta,
atau lebih dikenal dengan Bung Hatta, yang tepatnya jatuh pada 12 Agustus 2002, Maka keluarga besar
Bung Hatta, bekerjasama dengan harian Republika, mengadakan pemilihan perusahaan yang dinilai
telah menerapkan teladan dan cara Bung Hatta dalam melaksanakan aktifitas bisnis, maupun
menggerakkan perekonomian rakyat.
9.
Penerima Kehati Award 2001, kategori Pelaku Bisnis Peduli Lingkungan.
Penghargaan pertama yang diberikan kepada pelaku bisnis karena telah membuktikan kepeduliannya
terhadap lingkungan, upaya meletarikan keanekaragaman hayati Indonesia, pengolahan limbah hingga
menghasilkan manfaat baru dan membuat pabrik yang ramah lingkungan serta meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
10.
Penerima Sertifikat CPOTB dan CPOB 2000, sebagai perusahaan Jamu pertama di Indonesia yang
melakukan standarisasi Farmasi.
Pelaksanaan penyerahan sertifikat langsung dilakukan oleh Menteri Kesehatan RI, Ahmad Sujudi, dan
dengan keberadaan Sertifikat ini, maka produk-produk Sidomuncul dinilai setara dengan produk farmasi,
sekaligus pada segi operasional pembuatan produknya.
Download