BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Karang Ikan karang adalah

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Karang
Ikan karang adalah ikan yang hidup dari masa juvenil hingga dewasa di
terumbu karang. Menurut Nybakken (1992), ikan karang merupakan organisme
yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar yang mencolok
yang dapat ditemui di terumbu karang. Hutomo (1986) menyatakan bahwa
keragaman komposisi taksa komunitas ikan karang dari suatu terumbu karang ke
terumbu karang lainnya sangat besar, tetapi komunitas ikan karang mempunyai
kesamaan bentuk sehingga memungkinkan hasil suatu penelitian mempunyai
tingkat generalisasi yang luas bagi sistem sirkum tropis.
Dalam ekosistem terumbu karang secara nyata komunitas ikan karang
dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok ikan yang kadang-kadang
terdapat pada terumbu karang dan ikan yang tergantung pada terumbu karang
sebagai tempat mencari makan, tempat hidup atau kedua-duanya (Sopandi, 2000).
Untuk mempertahankan kelestariannya, ikan karang bereproduksi secara
generatif melalui proses pemijahan. Berdasarkan kebiasaannya, dalam ekosistem
terumbu karang terdapat empat kelompok ikan yang melakukan pemijahan, yaitu:
1. Kelompok ikan pemijah yang bermigrasi (migratory spawners), contohnya:
Serranidae, Scaridae, dan Labridae.
2. Kelompok ikan yang tinggal dan memijah berpasangan (pair spawnwers),
contohnya: Chaetodontidae, Pomacanthidae, Scorpaenidae.
3. Kelompok ikan yang membuat sarang untuk menjaga telurnya (nest builders),
contohnya: Pomacentridae, Balistidae, Gobiidae.
4. Kelompok ikan yang melindungi telur-telurnya di dalam mulut (brooders),
contohnya: Apogonidae.
Berdasarkan makanannya, ikan karang diklasifikasikan dalam 6 kelompok,
yaitu: kelompok ikan pemakan segala (omnivores), kelompok ikan pemakan
detritus (detritivores), kelompok ikan pemakan tumbuhan (herbivores), kelompok
5
6
ikan pemakan zooplankton (zooplanktivores), kelompok ikan pemakan moluska
(molluscivores) dan kelompok ikan karnivora (carnivores) (Wootton, 1992).
2.2.1 Pengelompokan Ikan Karang
English et all. (1997) mengelompokkan jenis ikan karang ke dalam tiga
kelompok utama, yaitu:
a) Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk
konsumsi. Biasanya kelompok ikan-ikan target menjadikan terumbu karang
sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target diwakili
oleh famili Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae
(ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan ekor kuning),
Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan
kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
b) Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami daerah
terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.
Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c) Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5 sampai 25
cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai
ikan hias. Kelompok ikan-ikan major umumnya ditemukan melimpah, baik
dalam jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial.
Kelompok ikan-ikan major sepanjang hidupnya berada di terumbu karang,
diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan
serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
Lowe and McConel (1987) mengelompokkan komunitas ikan karang ke
dalam dua kelompok yaitu :
1. Kelompok ikan yang terkadang terdapat pada terumbu karang seperti ikan dari
famili Scombridae dan Myctophidae
2. Kelompok ikan yang tergantung pada terumbu karang sebagai tempat mencari
makan, tempat hidup atau kedua-duanya.
Berdasarkan penyebaran hariannya, ikan-ikan karang dapat dibagi menjadi
dua kelompok yaitu ikan yang aktif pada siang hari (diurnal) dan ikan yang aktif
7
pada malam hari (nokturnal). Menurut Lowe dan McConel (1987) sebagian besar
ikan karang bersifat diurnal serta ikan yang bersifat nokturnal biasanya
merupakan ikan karnivora. Menurut Randall et all. (1990), ikan-ikan diurnal
umumnya ikan herbivora yang berwarna cerah yang pada malam hari
bersembunyi di celah-celah batu atau gua-gua kecil dekat permukaan karang serta
ada yang membenamkan diri dalam pasir. Beberapa deskripsi famili ikan karang
menurut Randall et all. (1990) yaitu:
1. Acanthuridae: dikenal sebagai surgeonfish, memakan alga dasar dan memiliki
saluran pencernaan yang panjang; makanan utamanya adalah zooplankton atau
detritus. Surgeonfishes mampu memotong ikan-ikan lain dengan duri tajam
yang berada pada sirip ekornya.
2. Balistidae: golongan triggerfish, karnivora yang hidup soliter pada siang hari,
memakan berbagai jenis invertebrata termasuk moluska yang bercangkang
keras dan echinodermata; beberapa jenis juga memakan alga atau
zooplankton.
3. Blennidae: biasanya hidup pada lubang-lubang kecil di terumbu, sebagian
besar spesies penggali dasar yang memakan campuran alga dan invertebrata;
sebagian pemakan plankton, dan sebagian spesialis makan pada kulit atau sirip
dari ikan-ikan besar, dengan meniru sebagai pembersih.
4. Caesonidae: dikenal sebagai ekor kuning, pada siang hari sering ditemukan
pada gerombolan yang sedang makan zooplankton pada pertengahan perairan
diatas terumbu, sepanjang hamparan tubir dan puncak dalam gobah. Meskipun
merupakan perenang aktif, mereka sering diam untuk menangkap zooplankton
dan biasanya berlindung di terumbu pada malam hari.
5. Centriscidae: berenang dalam posisi tegak lurus dengan moncong kebawah;
memakan zooplankton yang kecil.
6. Chaetodontidae: disebut juga ikan butterfly, umumnya memiliki warna yang
cemerlang, memakan tentakel atau polip karang, invertebrata kecil, telur-telur
ikan lainnya, dan alga berfilamen, beberapa spesies juga pemakan plankton.
7. Ephippidae: bentuk tubuh yang pipih, gepeng, mulutnya kecil, umumnya
omnivora, memakan alga dan invertebrata kecil.
8
8. Gobiidae: umumnya terdapat di perairan dangkal dan disekitar terumbu
karang. Kebanyakan karnivora penggali dasar yang memakan invertebrata
dasar yang kecil, sebagian juga merupakan pemakan plankton. Beberapa
spesies memiliki hubungan simbiosis dengan invertebrata lain (misalnya :
udang) dan sebagian dikenal memindahkan ectoparasit dari ikan-ikan lain.
9. Labridae: dikenal dengan wrasses, merupakan ikan ekonomis penting,
memiliki bentuk, ukuran dan warna yang sangat berbeda. Kebanyakan spesies
penggali pasir, karnivora bagi invertebrata dasar; sebagian juga merupakan
pemakan plankton dan beberapa spesies kecil memindahkan ectoparasit dari
ikan-ikan lain yang lebih besar.
10. Mullidae: dikenal dengan goatfish, memiliki sepasang sungut di dagunya,
yang mengandung organ sensor kimia dan digunakan untuk memeriksa
keberadaan invertebrata dasar atau ikan-ikan kecil pada pasir atau lubang di
terumbu, banyak yang memiliki warna yang cemerlang.
11. Nemipteridae: dikenal sebagai threadfin breams atau whiptail breams, ikan
karnivora yang umumnya memakan ikan dasar kecil, sotong-sotongan, udangudangan atau cacing; beberapa spesies adalah pemakan plankton
12. Pomacentridae: dikenal dengan damselfishes, memiliki bermacam warna yang
berbeda secara individu dan lokal bagi spesies yang sama. Beberapa spesies
merupakan ikan herbivora, omnivora atau pemakan plankton. Damselfish
meletakkan telur-telurnya di dasar yang dijaga oleh ikan jantan. Termasuk
didalam kelompok ini ikan-ikan anemon (Amphiprioninae) yang hidup
berasosiasi dengan anemon laut.
13. Scaridae: dikenal sebagai parrotfish, herbivora, biasanya mendapatkan alga
dari substrat karang yang mati. Mengunyah batu karang beserta alga serta
membentuk pasir karang, hal ini membuat parrotfish menjadi salah satu
produsen pasir penting dalam ekosistem terumbu karang. Scaridae merupakan
ikan ekonomis penting.
14. Serranidae: dikenal dengan sea bass, kerapu, predator penggali dasar, ikan
komersial, memakan udang-udangan dan ikan. Subfamilinya adalah Anthiinae,
Epinephelinae dan Serranidae.
9
15. Sygnathidae: dikenal sebagai kuda laut atau pipefish. Beberapa memiliki
warna yang indah. Umumnya terbatas di perairan dangkal. Memakan
invertebrata dengan menghisap pada moncong pipanya. Jantannya memiliki
kantong eram sebagai tempat penyimpanan telur dan diinkubasikan.
16. Zanclidae: memiliki bentuk seperti Acanthuridae dengan mulut yang tabular
tanpa duri di bagian ekor. Memakan spons juga invertebrata dasar.
Menurut Sale (1991), kelompok ikan karang yang berasosiasi paling erat
dengan lingkungan terumbu karang menjadi tiga golongan utama yaitu :
a. Labroid: Labridae (wrasses), Scaridae (parrot fish), dan Pomacentridae
(damselfishes)
b. Acanthuroid: Achanturidae (surgeonfishes), siganidae (rabbitfishes), dan
Zanclidae (Moorish idols)
c. Chaetodontoid:
Chaetodontidae
(butterflyfishes)
dan
Pomachantidae
(angelfishes).
2.2.2 Ekologi Ikan Karang
Tiap kelompok ikan masing-masing mempunyai habitat yang berbeda,
tetapi banyak spesies yang terdapat pada lebih dari satu habitat. Umumnya tiap
spesies mempunyai kesukaan (preferensi) terhadap habitat tertentu (Aktani, 1990).
Wooton (1992) menyatakan bahwa ikan hanya dapat bertahan hidup dalam
kisaran kondisi lingkungan tertentu. Kondisi lingkungan tersebut secara umum
meliputi suhu, kandungan oksigen, salinitas, dan pergerakan air. Suhu
mengendalikan reaksi-reaksi kimiawi yang berlangsung di perairan. Suhu juga
berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi, pertumbuhan, dan aktivitas makan.
Oksigen yang disuplai melalui proses respirasi akan membatasi laju metabolisme
aerobik.
Dalam
suatu
ekosistem
terumbu
karang
terdapat
kelimpahan,
keanekaragaman ikan-ikan terumbu yang menyusun suatu kegiatan pemangsaan,
persaingan dan interaksi. Wootton (1992) juga menyatakan bahwa keterbatasan
sumberdaya makanan, tempat tinggal, dan tempat berlindung mengakibatkan
terjadinya mekanisme evolusi. Mekanisme evolusi mengurangi persaingan antar
10
spesies, spesies dengan kebutuhan makanan yang sama tidak
akan bersaing
karena memiliki tempat yang berbeda ini disebut dengan seleksi habitat,
kemudian seleksi sumberdaya contohnya ikan karnivora yang menunjukkan
pembagian makanan, dan juga pembagian waktu yaitu aktifitas makan pada
malam hari atau siang hari. Menurut Syakur (2000), beberapa karnivora bersifat
diurnal, aktivitas makannya berlangsung pada siang hari dan beristirahat pada
malam hari, kelompok yang lain adalah kelompok nokturnal, aktivitas makannya
berlangsung pada malam hari.
Keanekaragaman warna ikan-ikan karang berfungsi sebagai kamuflase,
pemberitahuan, dan jebakan. Latar belakang substrat karang dapat dijadikan
kamuflase bagi ikan-ikan karang untuk menghindar dari pemangsanya dan
sebagai jebakan untuk mencari mangsa. Warna ikan-ikan karang yang cerah
mengisyaratkan bahwa ikan tersebut beracun (Nybakken, 1988). Interaksi
mutualistik antar spesies mempengaruhi distribusi dan kelimpahan ikan karang.
interaksi ini dapat terlihat dari beberapa ikan karang yang berfungsi sebagai
pembersih, contohnya Labroides dimidiatus, memakan ektoparasit yang terdapat
di permukaan tubuh dan insang ikan-ikan lain. Interaksi mutualistik yang lain
terjadi antara ikan dan invertebrata contohnya, Amphiprion spp yang berasosiasi
dengan anemon laut. Ikan memperoleh perlindungan dari pemangsanya karena
adanya nematocyst yang terdapat pada tentakel anemon (Wotton, 1992).
Hampir seluruh ikan-ikan karang melalui fase pelagic di awal daur
hidupnya. Setelah satu bulan atau lebih juvenil-juvenil mencapai ukuran tertentu,
juvenil-juvenil akan tinggal di daerah terumbu karang. Apabila ruang di terumbu
karang terbatas, maka kematian dan migrasi ikan-ikan karang akan memberikan
peluang hidup bagi juvenil. Kapan dan dimana ruang tersebut akan tersedia tidak
dapat diperkirakan. Konsekuensi dari mekanisme tersebut adalah perubahan
komposisi spesies dan kelimpahan relatif pada waktu tertentu karena recruitment
(Wotton, 1992).
Fisiografis dasar perairan adalah faktor utama yang menentukan distribusi
dan kelimpahan ikan-ikan karang. Keberadaan ikan-ikan karang sangat
dipengaruhi oleh kesehatan terumbu karang, biasanya ditunjukkan oleh persentase
11
tutupan karang hidup (life coverage) (Aktani, 1990). Distribusi ruang (spatial
distribution) berbagai spesies, bervariasi menurut kondisi alami dasar perairan
(Aktani, 1990).
2.2 Terumbu Karang
2.2.1 Biologi Hewan Karang
Terumbu karang dibedakan antara binatang karang (reef coral) sebagai
individu organisme atau komponen komunitas dengan terumbu karang (coral
reef) sebagai suatu ekosistem, termasuk didalamnya organisme-organisme karang.
individu karang yang disebut polip merupakan binatang sederhana berbentuk
tabung dengan mulut berada diatas yang juga berfungsi sebagai anus (Gambar 1).
Di sekitar mulut terdapat tentakel yang berfungsi sebagai penangkap makanan.
Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm, mesoglea, dan endoderm. Ektoderm
merupakan jaringan terluar yang mempunyai cilia, kantung lendir (mucus) dan
sejumlah nematokis (nematocyst). Mesoglea adalah jaringan yang terletak antara
ektoderm dan endoderm, bentuknya seperti agar-agar (jelly). Endoderm
merupakan jaringan yang paling dalam dan sebagian besar berisi zooxanthellae
(Nybakken, 1992; Suharsono, 1996).
Gambar 1. Anatomi Polip Karang (Nybakken, 1992)
Karang mempunyai sistem syaraf, jaringan otot dan reproduksi yang telah
berkembang dan berfungsi secara baik. Jaringan syaraf tersebar baik di ektoderma
12
maupun di endoderma serta mesoglea yang dikoordinasi oleh sel junction yaitu sel
khusus yang bertanggung jawab memberikan respon baik terhadap mekanis
maupun kimiawi serta cahaya (Suharsono, 1996). Jaringan otot terdapat diantara
jaringan mesoglea yang bertanggung jawab atas gerakan polip untuk
mengembang atau mengkerut sebagai respon perintah jaringan syaraf (Suharsono,
1996). Jaringan mesentrial filamen berfungsi sebagai otot pencerna yang berisi
sel mucus yang berisi enzim untuk mencerna makanan. Lapisan luar dari jaringan
mesentri filamen dilengkapi sel cilia yang halus (Suharsono, 1996).
Berdasarkan perkembangannya, karang dibagi menjadi dua kelompok
yaitu hermatypic coral dan ahermatypic coral. Hermatypic coral adalah binatang
karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat. Binatang
karang ini bersimbiosis dengan sejenis alga (zooxanthellae) yang hidup di
jaringan (endoderm) polip karang dan melakukan fotosintesis. Hasil samping dari
aktivitas fotosintesis tersebut adalah endapan kapur, kalsium karbonat yang
struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini yang digunakan untuk
menentukan spesies binatang karang (Supriharyono, 2000). Ahermatypic coral
adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang.
Suatu jenis karang dari genus yang sama dapat mempunyai bentuk
pertumbuhan (life form) yang berbeda pada suatu lokasi pertumbuhan. Bentukbentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh beberapa faktor alam, terutama oleh
intensitas cahaya dan tekanan gelombang. Beberapa bentuk pertumbuhan karang
antara lain:
1. Bentuk bercabang (branching), yang memiliki cabang lebih panjang dari pada
diameternya. Banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian atas
lereng, terutama yang terlindung atau setengah terbuka, memberikan tempat
perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2. Bentuk padat (massive), yang berbentuk seperti bola dengan ukuran bervariasi,
permukaannya halus dan padat. Biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu
karang dan bagian atas lereng terumbu dewasa yang belum terganggu atau
rusak. Tinggi dan lebarnya dapat mencapai beberapa meter, memberikan
13
perlindungan yang sangat baik serta berperan sebagai daerah pencarian makan
(feeding ground) bagi ikan dan hewan lain.
3. Bentuk kerak (encrusting), yang tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan
permukaan yang kasar dan keras serta berlubang kecil-kecil. Banyak terdapat
pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang
tepi lereng terumbu.
4. Bentuk meja (tabulate), yang menyerupai meja dengan permukaan yang lebar
dan datar. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu
pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5. Bentuk daun (foliaceous), yang tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang
menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau
melingkar. Terutama terdapat pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang
terlindung, memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
6. Bentuk jamur (mushroom), yang berbentuk oval dan tampak seperti jamur,
memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat
mulut.
2.1.2 Ekologi Hewan Karang
Terumbu karang tersebar pada laut dangkal, di laut tropis hingga subtropis
yaitu di antara lintang 35o LU sampai 32o LS mengelilingi bumi. Pertumbuhan
karang pembentuk terumbu tergantung pada kondisi lingkungannya yang selalu
berubah. Faktor-faktor fisik dan kimiawi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
karang antara lain cahaya matahari, suhu, salinitas, arus dan sedimentasi. Faktor
biologis yang berperan berupa predator atau pemangsa (Supriharyono, 2000).
Cahaya memegang peranan penting sebagai sumber energi bagi
kelangsungan proses fotosintesis. Cahaya dibutuhkan zooxanthellae untuk
berfotosintesis dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis
akan berkurang dan bersaman dengan itu kemampuan karang untuk menghasilkan
kalsium karbonat dan membentuk terumbu akan berkurang pula (Nybakken,
1998).
14
Menurut Supriharyono (2000), suhu yang baik untuk pertumbuhan karang
berkisar antara 25o sampai 29oC. Batas minimum suhu berkisar antara 16o sampai
17oC dan batas maksimum sekitar 36oC. Menurut Nybakken (1992),
perkembangan terumbu yang paling optimal terjadi pada perairan yang suhu ratarata tahunannya 23o sampai 25oC.
Salinitas merupakan faktor pembatas kehidupan binatang karang karena
binatang karang pembentuk terumbu (hermatypic coral) adalah organisme laut
sejati. Daya tahan setiap jenis karang berbeda-beda tergantung kondisi perairan
laut setempat. Binatang karang dapat hidup pada kisaran salinitas 17,5-52,5 ‰
(Supriharyono, 2000). Binatang karang hidup subur pada kisaran salinitas 34
sampai 36‰ (Supriharyono, 2000).
Sedimentasi mengakibatkan pertumbuhan karang terganggu karena
menurunnya ketersediaan cahaya, abrasi dan meningkatnya pengeluaran energi
selama penolakan terhadap sedimen. Gangguan penetrasi cahaya akibat kekeruhan
yang tinggi yaitu terbatasnya fotosintesis zooxanthellae dan secara tidak langsung
membatasi pertumbuhan karang. Energi yang digunakan untuk pertumbuhan dan
reproduksi berkurang karena dipindahkan untuk aktivitas-aktivitas penolakan
terhadap sedimen sehingga polip karang tidak dapat menangkap plankton secara
efektif (Connel dan Hawker 1992).
Arus dibutuhkan untuk mendatangkan makanan berupa plankton,
disamping itu arus dapat membersihkan karang dari sedimen yang menutupi
karang. Pertumbuhan karang pada daerah berarus lebih baik dibandingkan dengan
perairan yang tenang (Nontji, 1987).
Kompleksnya tipe habitat yang ada di terumbu karang berhubungan
dengan ketersediaan relung makanan dan ruang sebagai sumberdaya bagi karang
dan hewan penghuni. Tiap-tiap tipe habitat mempunyai karakteristik sendiri untuk
menunjang distribusi dan kelimpahan biota karang. terumbu karang tidak hanya
terdiri dari binatang karang saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk dan
celah, daerah alga, dan juga perairan yang dangkal dan dalam, serta zona-zona
yang berbeda (Nybakken, 1992).
15
Penggolongan komponen morfologis dan dasar penyusun ekosistem
terumbu karang dan kode yang digunakan menurut Bradbury dan Young (1981)
dalam Dartnall dan Jones (1986) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Daftar penggolongan komponen morfologis dasar penyusun terumbu
karang dan pengkodeannya.
Kelompok
Karang Batu
- Dead Coral (Karang mati)
- Dead Coral Algae (Karang dengan penutupan alga)
- Acropora branching
- Acropora encrusting
- Acropora submassive
- Acropora tabulate
- Non Acropora branching
- Non Acropora encrusting
- Non Acropora foliose
- Non Acropora massive
- Non Acropora sub massive
- Non Acropora mushroom
- Non Acropora millepora
- Non Acropora heliopora
Fauna Lain
- Soft coral
- Sponges
- Zoanthids
- Lain-lain (Acidian, Anemones, Gorgonians, Kimah)
Algae
- Algae assemblage
- Corraline algae
- Halimeda
- Turf algae
Abiotik
- Sands(pasir)
- Rubble(pecahan karang)
- Silt(lumpur)
- Water (air)
Kode
DC
DCA
ACB
ACE
ACS
ACT
CB
CE
CF
CM
CS
CMR
CME
CHL
SC
SP
ZO
OT
AA
CA
HA
TA
S
R
SI
WA
16
2.3 Hubungan Ikan Karang Dengan Terumbu Karang
Setiap spesies ikan mempunyai kesukaan habitat tertentu (Hutomo, 1995).
Distribusi spasial ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan
interaksi di antara ikan-ikan itu sendiri, baik yang bersifat hubungan antara
spesies maupun hubungan antara individu dengan spesies tertentu (Nybakken,
1992). Interaksi ikan karang dengan ekosistem terumbu karang yaitu:
a. Pemangsaan
Dua kelompok ikan yang secara aktif memakan kolono-koloni karang, yaitu
spesies
karang
yang
memakan
polip
karang
seperti
ikan
buntal
(Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monachantidae), ikan pakol (Balistidae), dan
ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan sekelompok ikan multivora (omnivora)
yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan alga di dalam kerangka
karang atau sebagai invertebrata yang hidup dalam lubang kerangka (famili
Acanthuridae dan Scaridae).
b. Grazing
Kegiatan memakan alga oleh ikan-ikan herbivora dari jenis Siganiidae,
Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae mampu meningkatkan kemampuan
karang dalam melakukan pemulihan dengan mengurangi jumlah alga.
Tipe pemangsaan yang paling banyak adalah karnivora, yakni lebih kurang
50% sampai 70%. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok
besar ke dua yaitu lebih kurang 15% dari spesies yang ada dan yang paling
penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya
diklasifikasikan sebagai omnivora yaitu ikan-ikan famili Pomacentridae,
Chaetodontidae,
Pomachantidae,
Monachantidae,
Ostaciantidae,
dan
Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang
kecil yaitu ikan dari famili Clupidae dan Antherenidae (Nybakken, 1992).
Interaksi ikan karang dengan terumbu karang dapat dibagi menjadi tiga
bentuk (Choat and Bellwood 1991) yaitu :
a. Interaksi langsung, sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa
terutama bagi ikan-ikan muda.
17
b. Interaksi dalam mencari makan, meliputi hubungan antara ikan karang dan
biota yang hidup pada karang termasuk alga.
c. Interaksi tidak langsung sebagai akibat dari struktur karang dan kondisi
hidrologis dan sedimen.
Interaksi beberapa jenis ikan karang terhadap koloni karang disajikan pada
gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Interaksi Ikan Karang dengan Koloni Karang Tipe Bercabang
(Nybakken, 1992)
Gambar 3. Interakasi Ikan Karang dengan Koloni Karang Tipe Datar
(Nybakken, 1992)
18
2.3.1 Terumbu Karang Sebagai Ruang
Keberadaan ruang biasanya berkaitan dengan individu ikan yang bersifat
teritorial, yaitu densitas yang tinggi dan diversitas dari ikan-ikan di pengaruhi oleh
ruang terumbu karang. Fluktuasi dalam populasi ikan karang salah satunya
disebabkan karena berkurangnya ruang di terumbu karang. Menurut Jones (1991),
pentingnya ruang bagi ikan karang adalah karena:
1. Ikan karang yang bersifat teritorial sangat terbatas pada ruang untuk
mengembangkan
populasinya,
sehingga
perubahan
ruang
cenderung
menurunkan jumlah populasi.
2. Perbedaan kelas umur cenderung menggunakan tipe ruang yang berbeda
3. Kompetisi ruang dapat terjadi jika terdapat banyak ruang yang kualitasnya
bervariasi
2.3.2 Terumbu Karang Sebagai Tempat Perlindungan
Keberadaan lubang atau celah merupakan tempat perlindungan (shelter)
ikan karang, terutama selama adanya serangan badai atau serangan predator.
Korelasi umum antara topografi karang dengan kelimpahan ikan karang serta
observasi dalam pertahanan ikan di lokasi perlindungan bersifat nyata sebagai
sumber daya pembatas. Studi komprehensif yang dilakukan dengan hipotesis
tentang pentingnya tempat perlindungan, menggambarkan bahwa tempat
perlindungan memberikan perbedaan yang nyata dalam kelimpahan ikan karang.
Peningkatan jumlah tempat perlindungan mengakibatkan peningkatan kelimpahan
ikan yang secara spesifik menjadikan karang sebagai tempat persembunyian
(Jones, 1991).
2.3.3 Terumbu Karang Sebagai Sumber Pakan
Salah satu sumber pakan (food) bagi ikan yang banyak dijumpai di
terumbu karang adalah lendir yang dihasilkan oleh karang yang sebenarnya
digunakan karang untuk menangkap mangsanya. Lendir tersebut dikeluarkan oleh
beberapa jenis karang yang tidak memiliki tentakel atau tentakelnya telah
19
tereduksi. Lendir ini merupakan sumber pakan penting bagi jenis ikan tertentu dan
hewan karang lainnya (Barnes, 1980).
Keberadaan karang merupakan pakan dari beberapa jenis ikan pemakan
karang famili Chaetodontidae, Apogonidae, Balistidae, Labridae dan sekelompok
kecil Scaridae (Gambar 4). Kelompok ikan dari famili Chaetodontidae, Labridae,
dan Scaridae secara langsung memakan jaringan lendir (mucus) yang diproduksi
oleh karang, sedangkan kelompok Acanthurids dan kebanyakan spesies dari famili
Labridae lainnya memakan alga yang tumbuh dalam batuan keras berkapur
(calcareous) (Gambar 5). Pemakan karang sangat bergantung kepada jaringan
hidup karang sebagai pakannya dan hal ini hanya terdapat pada struktur karang
yang masih hidup. Keberadaan karang hidup juga memberikan perlindungan
terhadap invertebrata dan organisme bentik lainnya yang merupakan pakan
beberapa jenis ikan karang (Aktani, 1990).
Gambar 4. Ikan karang yang memangsa koloni karang (Nybakken, 1992)
Gambar 5. Beberapa ikan karang herbivor (Nybakken, 1992).
20
2.4 Daerah Perlindungan Laut
Daerah
Perlindungan
Laut
yang
berbasis
masyarakat
(DPL-BM)
merupakan daerah pesisir dan laut yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup
secara permanen dari kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya laut serta
dikelola oleh masyarakat setempat (Tulungan et all., 2002). Daerah Perlindungan
Laut dibentuk berdasarkan ekosistem yang ada yaitu terumbu karang, hutan
mangrove, padang lamun, dan sebagainya. Berbagai hal yang dipertimbangkan
dalam menentukan sebuah DPL-BM adalah kemampuan masyarakat dalam
mengawasi kawasan dari kegiatan eksploitatif tidak diperkenankan. Hal ini sangat
mempengaruhi pemilihan lokasi dan besar ukuran DPL-BM (Sinaga, 2009).
Faktor utama yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang di
Indonesia karena kurangnya kepedulian masyarakat untuk menjaga dan
melestarikan ekosistem terumbu karang. Daerah Perlindungan Laut berbasis
masyarakat merupakan program dengan kegiatan utama memberikan wawasan
dan menanamkan kepedulian kepada masyarakat untuk bersama-sama menjaga
ekosistem pesisir yang ada disekitarnya yang dijadikan DPL-BM. Dengan
program DPL-BM, masyarakat akan dirangsang untuk rasa memiliki terhadap
ekosistem terumbu karang sehingga berkembangnya metode penangkapan yang
ramah lingkungan dan lestari. Daerah Perlindungan Laut berbasis masyarakat
merupakan program konservasi laut yang berdasarkan aspirasi masyarakat akan
tetapi pembentukan DPL-BM harus dilakukan bersama antara masyarakat,
pemerintah setempat, dan para pemangku kepentingan lain yang ada (Sudarno,
2010).
Daerah Perlindungan Laut merupakan salah satu metode efektif untuk
mengatur kegiatan perikanan, melindungi tempat ikan bertelur, membesarkan
larva, sebagai daerah asuhan juvenil (ikan kecil), melindungi suatu wilayah dari
kegiatan penangkapan ikan, dan menjamin ketersediaan stok perikanan secara
berkelanjutan (Sinaga, 2009). Menurut Tulungan et all. (2002), tujuan penetapan
Daerah Perlindungan Laut berbasis masyarakat adalah:
1. Meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan di sekitar daerah
perlindungan
21
2. Menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut seperti
keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan, dan organisme lainnya
3. Dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuan wisata
4. Meningkatkan pendapatan/kesejahteraan masyarakat setempat
5. Memperkuat masyarakat setempat dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam
6. Mendidik masyarakat dalam hal perlindungan/konservasi sehingga dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan kewajiban masyarakat untuk
mengambil peran dalam menjaga dan mengelola sumberdaya secara lestari
7. Sebagai lokasi penelitian dan pendidikan keanekaragaman hayati pesisir dan
laut bagi masyarakat, sekolah, lembaga penelitian dan perguruan tinggi.
Mutaqqin (2006) menyatakan bahwa peningkatan kondisi terumbu karang
pada tahun 2005 di DPL Pulau Sebesi Lampung membuktikan bahwa penetapan
DPL di Pulau Sebesi Lampung pada tahun 2002 telah mengurangi tingkat
kerusakan terumbu karang, khususnya kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia. Daerah Perlindungan Laut merupakan salah satu usaha untuk menjaga
kelestarian terumbu karang. Dengan adanya DPL, ikan akan memiliki kesempatan
untuk berkembang biak dengan baik tanpa ada gangguan dari manusia.
Download