19 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi
(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam
menentukan apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau menabung
(Boediono, 1994 :76)
Apabila dalam suatu perekonomian ada anggota masyarakat yang
menerima pendapatan melebihi apa yang mereka perlukan untuk kebutuhan
konsumsinya, maka kelebihan pendapatan akan dialokasikan atau digunakan
untuk menabung. Penawaran akan loanable funds dibentuk atau diperoleh dari
jumlah seluruh tabungan masyarakat pada periode tertentu. Di lain pihak dalam
periode yang sama anggota masyarakat yang membutuhkan dana untuk operasi
atau perluasan usahanya.
Pengertian lain tentang suku bunga adalah sebagai harga dari penggunaan
uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai ”harga”
dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi ”pertukaran” antara
satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti.
Menurut Marshall Principle : ”bunga selaku harga yang harus dibayar
untuk penggunaan modal di semua pasar, cenderung ke arah keseimbangan,
sehingga modal seluruhnya di pasar itu menurut tingkat bunga sama dengan
persediaannya yang tampil pada tingkat itu”. Tingkat bunga ditetapkan pada titik
19
20
dimana tabungan yang mewakili penawaran modal baru adalah sama dengan
permintaannya.
Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga (secara makro) yaitu harga
dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan
atas ketidaknyamanan karena melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga
kredit. Tingkat suku bunga berkaitan dengan peranan waktu didalam kegiatankegiatan ekonomi. Tingkat suku bunga muncul dari kegemaran untuk mempunyai
uang sekarang.
Teori klasik menyatakan bahwa bunga adalah harga dari loanable funds
(dana investasi) dengan demikian bunga adalah harga yang terjadi di pasar dan
investasi. Menurut teori Keynes tingkat bunga merupakan suatu fenomena
moneter. Artinya tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan
uang (ditentukan di pasar uang).
Suku bunga adalah harga dana yang dapat dipinjamkan besarnya
ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman berbagai pelaku ekonomi di
pasar. Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku
ekonomi dalam hal pinjaman dan pemberian pinjaman tetapi dipengaruhi
perubahan daya beli uang, suku bunga pasar atau suku bunga yang berlaku
berubah dari waktu ke waktu. Tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga
terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang di
informasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku
bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan
berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya
21
pada sektor-sektor pro duktif atau menyimpannya dalam bentuk kas dirumah.
Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di
masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya
pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Suku bunga yang tinggi akan
mendorong
investor
untuk
menanamkan
dananya
di
bank
daripada
menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat
risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan
melalui kebijakan tingkat suku bunga.
2.2. Pengertian Inflasi
Dalam teori ekonomi cukup banyak definisi mengenai inflasi. Definisi
inflasi seperti yang dikemukakan oleh Samuelson (2002: 683) yang menyatakan
“Inflation occurs when the general level of prices is rising”, atau dengan kata lain
inflasi terjadi ketika tingkat harga-harga secara umum meningkat. Pengertian
inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terusmenerus (Nopirin, 1987: 25). Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam
barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin saja kenaikan tersebut
tidak terjadi secara bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum
barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu.
Untuk mengukur tingkat inflasi menggunakan indeks harga. Beberapa
indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi yaitu indeks biaya
hidup (consumer price index), indeks harga perdagangan besar (wholesale price
index), dan GNP deflator.
22
Perhitungan indeks biaya hidup dengan menggunakan biaya atau
pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah
tangga untuk keperluan hidup. Besarnya inflasi diperoleh dari besarnya persentase
kenaikan indeks biaya hidup tersebut. Untuk mengukur laju kenaikan tingkat
harga-harga umum atau inflasi, dapat digunakan rumus umum sebagai berikut:
I=
t
HUt − HUt − 1
HUt − 1
Dimana:
I : Tingkat inflasi pada periode (atau tahun)
t
Hu : Harga umum aktual pada periode t
t
Hu : Harga umum aktual pada periode t-1.
t-1
Indeks perdagangan besar mengukur laju inflasi dengan menggunakan
sejumlah barang pada tingkat pedagang besar. Dengan demikian di dalam
perhitungannya termasuk harga bahan mentah, harga bahan baku dan harga
barang jadi.
Pengukuran inflasi dengan GNP deflator yaitu dengan perhitungan nilai
barang dan jasa yang termasuk dalam perhitungan pendapatan nasional bersih
(GNP). Rumus menghitung GNP deflator adalah:
GNP deflator =
GNPNo min al
X 100
GNPRill
23
2.2.1. Jenis Inflasi
Jenis-jenis inflasi dapat digolongkan atas dasar beberapa kriteria. Kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penggolongan yang pertama berdasarkan atas “parah” tidaknya inflasi tersebut
yaitu (Boediono, 1984: 156):
a. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun)
b. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun)
c. Inflasi berat (antara 30-100% setahun)
d. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
2. Penggolongan yang kedua adalah atas dasar sebab terjadinya inflasi yaitu:
Inflasi yang timbul karena terdapat kelebihan permintaan masyarakat,
sehingga terjadi penambahan jumlah uang beredar yang sering disebut dengan
Demand-pull Inflation, sedangkan inflasi yang ditimbulkan karena kenaikan
ongkos produksi sering disebut dengan Cost-push Inflation. Hal ini terjadi karena
permintaan dan kenaikan ongkos produksi yang terus naik dan tidak diimbangi
dengan penawaran (Boediono, 1982: 156).
a. Demand-pull Inflation.
Inflasi bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregate demand),
Sedangkan perekonomian telah mencapai keadaan fullemployment. Dalam
keadaan yang belum mencapai kesempatan kerja penuh, kenaikan
permintaan total disamping menaiknya harga dapat juga menaikan hasil
produksi (output). Bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai
24
dengan pencetakan uang baru juga akan menyebabkan naiknya permintaan
akan uang, sehingga terjadi Demand-pull Inflation.
b. Cost Push Inflation
Cost push inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi.
Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai
dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregate supply) sebagai
akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan mengakibatkan
kenaikkan harga dan turunnya produksi.
3. Penggolongan ketiga berdasarkan asal dari inflasi. Dapat dibedakan menjadi:
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
Inflasi dari dalam negeri terjadi karena adanya defisit anggaran yang
dibiayai dengan pencetakan uang baru, gagal panen dan akibat dari kenaikan
pada biaya produksi barang dan jasa.
b. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi dari luar negeri ditimbulkan karena kenaikan harga-harga di luar
negeri atau negara-negara langganan perdagangan negara kita. Akibat dari
kenaikan harga barang-barang yang kita impor akan mengakibatkan (1)
secara langsung kenaikan indeks biaya hidup karena sebagian dari barangbarang yang tercakup di dalamnya berasal dari impor, (2) secara tidak
langsung menaikkan indeks harga melalui kenaikan ongkos produksi (dan
kemudian, harga jual) dari berbagai barang yang menggunakan bahan
mentah atau mesin-mesin yang harus diimpor (cost inflation), (3) secara
tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena ada
25
kemungkinan menaiknya pengeluaran pemerintah atau swasta yang berusaha
mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand inflation) (Boediono,
1982: 158).
4. Inflasi dari segi tingkat intensitasnya
Inflasi dari segi intensitasnya menitikberatkan pada cepat tidaknya laju inflasi.
Berdasarkan intensitasnya inflasi dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
a. Inflasi yang merayap (creeping inflation) yaitu inflasi yang ditandai
dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% pertahun), kenaikan harga
berjalan lamban dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang
relatif lama.
b. Inflasi menengah (galloping inflation) yaitu inflasi dengan kenaikan harga
yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif
pendek serta mempunyai sifat akselerasi. Artinya, harga-harga minggu atau
bulan saat sekarang lebih tinggi dari minggu atau bulan lalu dan seterusnya.
c. Inflasi tinggi (hiper inflation) yaitu inflasi yang kenaikannya 5 sampai 6
kali dan merupakan inflasi yang paling parah. Pada kondisi ini masyarakat
enggan menyimpan atau memegang uang tunai karena nilai uang sangat
rendah sehingga lebih baik dipertukarkan dengan barang. Akibat dari
kondisi ini yaitu tingkat perputaran uang yang sangat cepat.
2.2.2. Efek Inflasi
Dengan adanya peningkatan inflasi, maka akan memberikan berbagai
dampak terhadap pembangunan ekonomi. Adapun dampak inflasi terhadap
perekonomian antara lain:
26
a. Efek terhadap pendapatan
Efek pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan ada pula yang
diuntungkan dengan adanya inflasi. Golongan yang dirugikan adalah orangorang yang berpenghasilan tetap, seperti pegawai negeri atau pun pegawai
swasta karena mereka menderita kerugian penurunan pendapatan riil dan
pihak-pihak yang mendapat keuntungan adalah mereka yang mempunyai
kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan persentase yang lebih
besar dari laju inflasi.
b. Efek terhadap output
Inflasi akan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi dikarenakan
dalam keadaan inflasi, kenaikan harga mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan pengusaha akan naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong
kenaikan produksi. Akan tetapi apabila laju inflasi cukup tinggi dapat
mengakibatkan keadaan yang sebaliknya, yakni penurunan output.
c. Efek terhadap perdagangan luar negeri
Inflasi menyebabkan harga barang impor lebih murah daripada harga barang
yang dihasilkan di dalam negeri dan kenaikan harga-harga akan
menyebabkan barang-barang produksi dalam negeri tidak dapat bersaing
dengan barang-barang yang sama di pasaran luar negeri.
d. Efek terhadap kesempatan kerja
Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan
aliran modal yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi
swasta ataupun pemerintah. Dengan keadaan tersebut maka akan
27
mengakibatkan terbatasnya penciptaan pekerjaan yang berakibat pada
semakin tingginya angka pengangguran.
2.3. Pengertian Pendapatan Nasional dan Gross National Product (GNP)
Pendapatan Nasional adalah istilah yang menerangkan tentang nilai
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan suatu negara dalam suatu tahun
tertentu (Sukirno,1994). Atau dengan kata lain pendapatan nasional adalah jumlah
dari pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi
barang dan jasa dalam suatu tahun tertentu. Istilah pendapatan nasional adalah
mewakili arti Produk Domestik Bruto. Menurut Suparmoko (2002) pendapatan
nasional merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diperoleh sebagai hasil dari
proses menghasilkan barang dan atau jasa yang meliputi : upah dan gaji, bunga,
modal, sewa atas barang-barang modal termasuk rumah serta keuntungan atau
laba.
Gross National Product (GNP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa
yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi yang dimiliki warga negara baik itu
di dalam maupun di luar negeri.
Pendapatan nasional berdasarkan harga berlaku dan harga tetap.
Pendapatan nasional harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang
dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga-harga berlaku
pada tahun tersebut. Pendapatan nasional harga tetap adalah harga yang berlaku
pada tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa
yang dihasilkan pada tahun-tahun lain.
28
2.4. Definisi dan Fungsi Uang
Uang sudah digunakan untuk segala keperluan sehari – hari dan
merupakan suatu kebutuhan dalam suatu kehidupan perekonomian, uang yang
merupakan sesuatu yang sangat penting dan sangat dominan dalam menentukan
kestabilan dan pertumbuhan perekonomian suatu negara. Dalam pembahasan
tentang jumlah uang beredar perlu diketahui tentang definisi dan fungsi uang.
Uang adalah yang secara umum diterima di dalam pembayaran untuk
pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-utang.
Dengan kata lain, uang merupakan alat yang dapat digunakan dalam melakukan
pertukaran baik barang maupun jasa dalam wilayah tertentu.
Pada umumnya fungsi uang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
fungsi dasar dan fungsi tambahan dari uang yang meliputi (Insukindro, 1993:14) :
Fungsi dasar dari peranan uang adalah :
a. Uang sebagai alat tukar (medium exchange)
Uang sebagai alat tukar ini mendasar adanya spesialisasi dan distribusi
dalam memproduksi suatu barang, karena dengan adanya yang tersebut
orang tidak harus menukar barang yang diinginkan dengan barang yang
diproduksinya tetapi langsung menjual produksinya di pasar dan dengan
uang yang diperolehnya, dan hasil penjualan tersebut dibelanjakan atau
dibelikan kepada barang – barang yang diinginkan.
b. Uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli (store of value)
Terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpulan kekayaan. Pemegang
uang merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan
29
tersebut dapat berupa barang yaitu tanah, rumah, mobil, perhiasan dan
lain-lain. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus bisa
menyimpan daya beli atau nilai.
Fungsi tambahan dari peranan uang adalah :
a.
Uang sebagai satuan hitung (unit of account)
Uang mempermudah dalam tukar menukar, dengan fungsi ini maka nilai
suatu barang dapat diukur dan diperbandingkan misalnya, seorang petani
hanya mempunyai padi yang harus dijual sedangkan dia menginginkan
membeli sebuah alat pertanian yaitu traktor / alat-alat pertanian yang lain.
Maka dalam hal ini kesulitan dalam nilai tukar tersebut dan juga dalam
mencari pembeli padi sekaligus penjual alat-alat pertanian tersebut.
b.
Uang sebagai ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for
deffered payments)
Sebagai ukuran bagi pembayaran masa depan, uang terkait dengan
transaksi pinjam meminjam/transaksi kredit artinya barang sekarang
dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan uang nanti.
Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian adalah
penting untuk membedakan diantara mata uang dalam peredaran dan uang
beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang yang telah
dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri dari dua
jenis yaitu uang kertas dan uang logam. Mata uang dalam peredaran sama dengan
uang kartal. Uang beredar adalah semua jenis uang yang ada di dalam
perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah uang
30
beredar atau money supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti
sempit dan arti luas (Sukirno, 2004 : 281).
2.4.1. Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1)
Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa uang
beredar adalah daya beli yang langsung digunakan untuk pembayaran bisa
diperluas dan mencakup alat – alat pembayaran yang ”mendekati” uang, misalnya
deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada
bank – bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan
pada bank atau dapat diartikan pula sebagai uang kartal ditambah uang giral
M1
= C + DD
di mana :
C
= currency (uang kartal)
DD
= demand deposits (uang giral)
Seperti halnya definisi uang beredar dalam arti paling sempit yaitu uang
kartal (C), maka uang giral (DD) disini hanya mencakup saldo rekening
koran/giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank, sedangkan saldo
rekening koran milik bank pada bank lain atau pada bank sentral ataupun saldo
rekening koran milik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukkan
dalam definisi DD. Satu hal lagi yang penting untuk dicatat mengenai DD ini
adalah bahwa yang dimaksud di sini adalah saldo atau uang milik masyarakat
yang masih ada di bank dan belum digunakan oleh pemiliknya untuk membayar
atau berbelanja (Boediono, 1994 : 3-4).
31
2.4.2. Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2)
M2 disebut juga sebagai likuiditas moneter. Uang beredar dalam arti luas
(M2) diartikan sebagai M1 ditambah dengan deposito berjangka dan saldo
tabungan milik masyarakat pada bank – bank, karena perkembangan M2 ini juga
bisa memperngaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada
umumnya.
M2
= M1 + TD + SD
Dimana :
TD
= time deposits (deposito berjangka)
SD
= saving depsoits (deposito berjangka)
Definisi M2 yang berlaku umum untuk semua Negara tidak ada, karena
hal-hal khas masing-masing negara perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, M2
besarnya mencakup semua deposito berjangka dan saldo tabungan dalam rupiah
pada bank-bank dengan tidak tergantung besar kecilnya simpanan tetapi tidak
mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan dalam mata uang asing
(Boediono, 1994: 5-6).
2.4.3. Uang Beredar Dalam Arti Lebih Luas (M3)
Definisi uang beredar dalam arti lebih luas adalah M3, yang mencakup
semua deposito berjangka dan saldo tabungan, besar kecil, rupiah atau mata uang
asing milik penduduk pada bank oleh lembaga keuangan non bank. Seluruh
deposito berjangka dan saldo tabungan ini disebut uang kuasi/quasi money.
M3
= M2 + QM
32
di mana :
QM
= quasi money
Di negara yang menganut sistem devisa bebas (artinya setiap orang boleh
memiliki dan memperjualbelikan devisa secara bebas). Seperti Indonesia,
memang sedikit sekali perbedaan antara deposito berjangka dan saldo tabungan
dalam rupiah dan deposito berjangka dan saldo tabungan dalam dollar. Setiap kali
membutuhkan rupiah dollar bisa langsung menjualnya ke bank, atau sebaliknya .
Dalam hal ini perbedaan antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. Deposito
berjangka dan saldo tabungan dollar milik bukan penduduk tidak termasuk dalam
definisi uang kuasi (Boediono, 1994:6).
2.5. Teori - Teori Permintaan Uang
2.5.1. Teori Kuantitas Uang
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan sekaligus
penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini
adalah hubungan antara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang
(tingkat harga). Hubungan antara kedua variabel tersebut dijabarkan melalui
konsepsi (teori) mengenai permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar
atau pernawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya
menentukan nilai uang (Boediono,1994:17).
Teori kuantitas uang merupakan suatu hipotesa mengenai penyebab utama
nilai uang atau tingkat harga. Teori ini menghasilkan kesimpulan bahwa
33
perubahan nilai uang atau tingkat harga terutama merupakan akibat daripada
adanya perubahan jumlah uang beredar.
2.5.1.1. Teori Kuantitas Irving Fisher
Fisher (1930) menyatakan bahwa aspek moneter adalah faktor yang
mempunyai arti penting dalam proses terjadinya inflasi. Teori mengenai kuantitas
uang banyak yang mengacu pada hukum kuantitas uang dari fisher yang dituliskan
sebagai berikut:
MV = PT
di mana:
M : Money
V : velocity
P : price
T : volume transaksi
Nilai barang yang dijual harus sama dengan volume transaksi dikalikan
dengan rata-rata dari barang tersebut (P). Disisi lain, nilai dari barang yang
ditransaksikan ini harus sama pula dengan volume uang yang ada pada
masyarakat (M) dikalikan frekuensi rata-rata perputaran uang dalam periode
tersebut (V).
2.4.1.2. Teori Cambridge ( Marshall – Pigou)
Teori Cambridge, seperti halnya dengan teori Fisher (kuantitas uang) dan
teori-teori klasik lainnya, berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar
34
umum (means of exchange). Karena itu, teori-teori klasik termasuk teori
Cambridge dan teori Fisher melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang
dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.
Perbedaan utama antara teori Cambridge dan teori Fisher terletak pada
tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam
mengalokasikan kekayaanya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan yang
salah satunya bisa berbentuk uang. Perilaku ini diperngaruhi oleh pertimbangan
untung rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge
mengatakan bahwa kegunaan dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang adalah
karena uang memiliki sifat likuid sehingga dengan mudah bisa ditukarkan dengan
barang lain. Uang dipegang atau diminta oleh seseorang karena sangat
mempermudah transaksi atau kegiatan – kegiatan ekonomi lain dari orang tersebut
jadi berbeda dengan teori Fisher yang menekankan bahwa permintaan akan uang
semata-mata merupakan proporsi konstan dari volume transaksi yang dipengaruhi
oleh faktor-faktor kelembagaan yang konstan, teori Cambridge lebih menekankan
faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara
permintaan
akan
uang
seseorang
dengan
transaksi
yang
direncanakan
(Boediono,1994:23-24).
Teori Cambridge menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan
uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Md =k, P, Y
di mana : Y adalah pendapatan nasional rill
P adalah tingkat harga umum
k adalah jumlah kekayaan
35
2.5.2. Teori Keynes
Teori permintaan akan uang Keynes adalah teori yang bersumber pada
teori Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul-betul
berbeda dengan teori moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini
terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai
store of value dan bukan hanya means of exchange. Teori ini kemudian dikenal
dengan nama teori Liquidity Preference (Boediono,1994:27).
Di dalam analisis Keynes masyarakat meminta (memegang) uang untuk
tiga tujuan antara lain :
a) Permintaan uang untuk transaksi
Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang
memegang uang guna memenuhi dan melacarkan transaksi – transaksi
yang dilakukan, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk
tujuan ini diperngaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat
bunga.
b) Permintaan uang untuk berjaga – jaga
Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan
melakukan pembayaran-pembayaran yang tidak reguler atau yang
diluar rencana transaksi normal, karena sifat uang yang likuid, yaitu
mudah untuk ditukar dengan barang lain.
c) Permintaan uang untuk spekulasi
Motif memegang uang untuk spekulasi bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang
36
tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul. Uang tunai
dianggap tidak mempunyai penghasilan, sedangkan obligasi dianggap
memberikan penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode
selama waktu yang tak terbatas.
Permintaan Total Akan Uang, bentuk yang sederhana dari fungsi
permintaan total akan uang dari teori Keynes adalah :
Md
= [ k Y + Ø (R, W) ]
P
Md
adalah permintaan total akan uang dalam arti riil; suku pertama
P
dalam kurung, yaitu k Y adalah permintaan akan uang untuk transaksi berjagajaga, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil; Ø
(R,W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan
sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai riil dari aset
(kekayaan atau wealth) yang ada di masyarakat (W). Variabel W ini dimasukkan
karena permintaan akan uang untuk motif spekulasi dinyatakan sebagai bagian
dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai.
Teori moneter Keynes mempunyai implikasi teoritis maupun kebijakan
yang penting :
a. Teori Keynes mempunyai implikasi bahwa sektor volume uang
yang beredar dan tingkat harga umum bisa saling mempengaruhi.
b. Teori permintaan akan uang dari Keynes mempunyai implikasi
bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah
37
fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser
dan berubah posisi dengan cepat dari waktu ke waktu.
2.5.3. Perkembangan Teori Keynes
Perkembangan teori uang dari Keynes mengikuti sistem pembagian
permintaan akan uang menurut Keynes, yaitu permintaan untuk tujuan transaksi
dan permintaan untuk tujuan spekulasi.
2.5.3.1. Permintaan untuk transaksi (Baumol-Tobin)
Model dari Baumol bertitik tolak dari anggapan bahwa orang ini menerima
pendapatan sejumlah tertentu secara reguler setiap waktu misalnya awal bulan dan
kebutuhan dana (uang tunai) per satuan waktu adalah konstan. Selanjutnya
dianggap bahwa pendapatan totalnya bisa ia pegang sebagai uang tunai, atau
semuanya dalam bentuk obligasi dan mendapat penghasilan tambahan berupa
bunga, atau sebagian dalam bentuk uang tunai dan sebagian dalam bentuk
obligasi. Penentuan jumlah tersebut sesuai dengan pertimbangan biaya yang
paling menguntungkan. Biaya total (C) dari pemegangan ”stok” ini adalah :
C=b
T
K
+R
K
2
T
disini adalah berapa kali dalam periode penghasilannya ia akan
K
menjual obligasi,sedangkan b adalah biaya tetap setiap kali ia menjual obligasi.
Jadi b
T
adalah seluruh biaya penjualan obligasi selama periode penghasilannya.
K
K adalah jumlah (atau nilai) obligasi yang dijual setiap kalinya; atau dengan kata
38
lain K adalah jumlah ”stok” awal dari uang tunai yang setiap kalinya ia akan
pegang, untuk memenuhi kebutuhan transaksi.
2.5.3.2. Permintaan uang untuk spekulasi (Tobin)
Teori Tobin bertitik tolak pada anggapan bahwa seseorang akan
mendapatkan kepuasan (utility) yang lebih besar nilai kekayaannya atau
penghasilannya; tetapi ia akan mendapatkan kepuasan negatif (disutility) bila ia
menghadapi ”risiko” yang semakin besar yang bersangkutan dengan kekayaannya.
Ketidaktentuan adalah resiko,yang memberikan kepuasan negatif (disutility), salah
satu cara untuk mengukur besarnya resiko adalah dengan menggunakan konsep
statistik yang kita kenal dengan nama deviasi standard atau σ. Tobin menganggap
bahwa orang bisa menilai secara konsisten (dan kemudian memilih diantaranya)
berbagai nilai kekayaan atau pendapatan yaitu berbagai expected value dari
kekayaan/pendapatan
terbuka
baginya
beserta
resiko
masing-masing
kemungkinan tersebut.
Sejalan dengan teori utility mengenai barang-barang lain, maka Tobin
menganggap bahwa untuk kekayaan atau pendapatan berlaku hukum marginal
utility yang menurun (law of dimishing marginal utility), yaitu semakin besar
kekayaan/pendapatan semakin kecil tambahan utility yang diperoleh dari setiap
rupiah kenaikan kekayaan/pendapatan tersebut.
Teori permintaan uang untukmotif spekulasi dari Tobin menganalisa
perilaku spekulatif konsumen (pemilik kekayaan) dengan cara yang sama dengan
perilaku yang dikenal dalam teori mikro, yaitu menggunakan prinsip maksimisasi
utility. Demikian pula hubungan antara permintaan spekulatif akan uang dengan
39
faktor-faktor penentunya (tingkat bunga, besarnya kekayaan, tingkat resiko dan
selera).
2.6. Teori Kuantitas Modern
Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan memutuskan aktivaaktiva apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang akan ia pegang atas dasar
perbandingan manfaat. Pengertian kekayaan dari Friedman mempunyai ciri khas,
yaitu bahwa yang dimasukkan dalam definisi kekayaan tidak hanya aktiva-aktiva
yang berbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi termasuk juga
nilai (tepatnya, ”nilai sekarang” atau present value) dari aliran penghasilan di
tahun-tahun mendatang dari tenaga kerjanya karena tenaga kerja dari seseorang
juga potensial menghasilkan aliran pendapatan di masa mendatang, maka tenaga
kerja orang tersebut pada hakikatnya adalah kekayaan (human wealth) atau
kekayaan manusiawi, sedangkan aktiva-aktiva lain adalah kekayaan bukan
manusiawi (non human wealth).
Manfaat atau returns dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor
pertimbangan bagi pemilik kekayaan untuk memutuskan berapa jumlah dari
masing-masing bentuk aktiva yang akan ia pegang. Friedman beranggapan bahwa
Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain
menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang.
Friedman menganggap bahwa pemilik kekayaan bisa memilih 5 bentuk
kekayaan untuk dipegang : (a) uang tunai (M); (b) obligasi (B); (c) saham-saham
atau equities (E); (d) barang-barang fisik bukan manusiawi (G); (e) kekayaan
40
manusiawi (human capital) (H). Dalam bentuk persamaan, maka permintaan akan
uang tunai adalah :
M = f (W,P,R,R -
dR / dt
dR / dt dP / dt dP / dt
,R+
,
, K,u)
R
R
P
P
Berapa jumlah aktiva yang akan dipegangnya dalam bentuk uang tunai (M)
ditentukan oleh :
1. Besarnya kekayaan total yang dimilikinya (W); semakin besar W semakin
banyak M yang dibutuhkan oleh orang tersebut (atau
∂M
> 0).
∂W
2. Perbandingan antara ”return” dari berbagai macam aktiva yang bisa
dipegang. Semakin tinggi tingkat harga (P), semakin besar M nominal
yang diminta, karena kebutuhan M riil tertentu semakin besar kebutuhan
M nominal. Semakin tinggi return untuk obligasi (R-
dR / dt
) semakin
R
sedikit M yang diminta, karena return untuk obligasi ini merupakan
”opportunity cost” bagi M (seandainya ia memegang lebih sedikit M dan
lebih banyak B, maka ia akan mendapatkan penghasilan yang lebih
banyak).
∂M
<0
dR / dt
)
∂( R −
R
Demikian pula semakin tinggi return untuk saham-saham,semakin kurang
menarik bagi orang tersebut untuk memegang M.
∂M
<0
dR / dt dP / dt
)
∂( R −
+
R
R
41
Semakin besar return untuk aktiva-aktiva fisik, semakin menarik aktiva ini
untuk dipegang dan semakin kurang menarik uang tunai untuk dipegang.
∂M
<0
dP / dt
)
∂(
P
(Ini bisa juga diuraikan sebagai : semakin besar kenaikan harga yang
diharapkan terjadi di masa depan semakin kurang menarik uang tunai
untuk dipegang karena ini berarti kerugian berupa menurunnya nilai riil
dari kekayaan yang dipegang dalam bentuk uang tunai tersebut. Inilah
sebabnya mengapa dalam masa inflasi yang berat maka orang enggan
memegang uang tunai dan lebih suka memegang barang).
3. Rasio antara kekayaan manusiawi dan kekayaan bukan manusiawi (K).
Semakin besar K, yaitu semakin besar human capital relatif terhadap nonhuman capital, semakin besar M yang diminta.
∂M
>0
∂K
4. Selera (u)
Download