Katekese Passio, utk Jumat Agung, 29 Maret 2013

advertisement
Ruang Katekese
Hari Jumat Agung, 29 Maret 2013
MENGAPA KISAH SENGSARA YESUS DISEBUT `PASSIO'?
Minggu Palma disebut juga Minggu Mengenangkan Sengsara Tuhan, sebab pada hari itu akan dibacakan kisah tentang hari-hari
terakhir kehidupan Yesus di dunia yang dikenal sebagai “Kisah Sengsara Tuhan Kita, Yesus Kristus”. Passio berasal dari
`Passio' bahasa Latin, yaitu suatu perasaan yang amat kuat serta mendalam. Misalnya saja cinta, benci atau marah. Di
antaranya, yang paling besar kuasanya adalah cinta.
Tuhan amat sangat mencintai kita. Tuhan bukanlah arca batu yang tanpa perasaan. Arca seperti itu tidak mati untuk siapa pun.
Tuhan Yesus wafat bagi kita. Yesus tidak berpura-pura. Ia sungguh-sungguh merasakan sakit yang amat menyiksa. Penderitaan
Tubuh-Nya jauh lebih besar dari yang dapat ditanggung manusia mana pun. Penderitaan batin-Nya - sejak ditinggalkan oleh
para sahabat-Nya hingga cercaan serta hinaan dari mereka yang hendak diselamatkan-Nya - lebih dahsyat dari yang dapat kita
bayangkan. Jadi, ketika kalian mendengarkan Kisah Sengsara-Nya, berbagilah penderitaan dengan-Nya!
MENGAPA KITA MEMBACA PASSIO DUA KALI?
Pada Hari Minggu Palma kita membaca Passio yaitu Kisah Sengsara Yesus: bacaan dari Injil bagian sengsara Yesus yang
biasanya dibacakan oleh 3 orang lektor. Kita juga akan mendengarkan kisah yang sama pada hari Kamis Putih dan Jumat
Agung. Mengapa kita mengulanginya? Alasannya ialah, bagi kebanyakan orang, Pekan Suci hanya berlangsung selama 60
menit saja. Ada banyak upacara-upacara agung dan indah dalam Pekan Suci ini untuk membantu kita mengenangkan karya
penyelamatan kita yang membawa kita kepada hidup yang kekal. Sayang sekali, sebagian orang tidak ikut ambil bagian dalam
upacara-upacara penting ini. Oleh karena itu Gereja merasa perlu menghadirkan kisah Pekan Suci secara ringkas bagi mereka,
dan menjejalkannya dalam Hari Minggu Palma. Sehingga kadang-kadang kita hampir saja lupa makna Hari Minggu Palma yang
sesungguhnya: Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya! Pekan Suci adalah pekan di mana kita seharusnya tidak melupakan
Tuhan. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita agar kita dapat hidup kekal. Kita patut melalui pekan ini sebagai pekan yang
lain daripada yang lainnya, sebagai pekan yang sungguh-sungguh SUCI. Kita patut ambil bagian dalam seluruh kegiatan
mengenangkan kembali hari-hari terakhir Yesus sebelum kematian-Nya. Jika sekarang kita meluangkan waktu bersama-Nya,
kita boleh yakin bahwa Ia akan bersama kita jika kita membutuhkan-Nya. Jangan puas dengan versi Pekan Suci yang singkat.
Setidak-tidaknya selama sepekan ini saja, biarlah Allah menikmati versi lengkapnya.
Oleh Komisi Katekese Paroki Maria Ratu Damai Tomohon, sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA PERAYAAN PASKAH JATUH PADA TANGGAL
YANG BERBEDA-BEDA SETIAP TAHUN? Matahari maupun
bulan, kedua-duanya mempunyai pengaruh dalam menentukan
Paskah. Di belahan bumi utara, saat tengah hari, matahari tidak
selalu tepat di atas kepala. Dalam musim dingin, matahari lebih
rendah pada kaki langit daripada dalam musim panas. Musim semi
tiba pada titik pertengahan di antara kedua perbedaan yang
besar tersebut. Hal ini biasanya terjadi sekitar tanggal 21
Maret dan disebut Vernal Equinox (musim semi di mana waktu
siang dan malam sama lamanya).
Bulan purnama pertama sesudah Vernal Equinox membantu menentukan tanggal
Paskah. Hari Raya Paskah jatuh pada hari Minggu pertama setelah bulan purnama
tersebut. Ada lebih dari 12 kali bulan purnama dalam satu tahun, jadi tanggal Paskah
dapat sangat bervariasi.
Paskah tidak selalu jatuh pada hari Minggu. Sebagian umat Gereja Kristen Perdana
menggunakan tanggal Hari Raya Roti Tak Beragi orang Yahudi, yaitu pada tanggal 14
bulan Nisan dalam penanggalan Ibrani. Jadi, Paskah bisa saja jatuh pada hari-hari
lain selain hari Minggu! Kebanyakan umat Kristiani dari Ritus Timur masih
menggunakan Hari Raya Roti Tak Beragi untuk menentukan Hari Raya Paskah.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
BAGAIMANA PENETAPAN TANGGAL PASKAH? Sebelum tahun
325M, gereja-gereja di berbagai wilayah yang berbeda merayakan
Paskah pada tanggal yang berbeda-beda pula, dan Paskah tidak
selalu jatuh pada hari Minggu. Pada tahun 325, Konsili Nicea
mengubah hal tersebut dengan mengajarkan bahwa hari raya Paskah harus selalu
dirayakan pada hari Minggu. Pada tahun 1576, Aloysius Lilius memaklumkan bahwa
Paskah haruslah ditetapkan pada hari Minggu pertama sesudah bulan purnama
sesudah Vernal Equinox (hari pertama musim semi, lihat Mengapa paskah jatuh pada
tanggal yang berbeda-beda setiap tahun?). Gereja-gereja Barat menetapkan tanggal
Paskah sekitar tahun 1583. Hari Raya Paskah akan berkisar antara tanggal 22
Maret hingga 25 April. Siklus Paskah akan berulang setiap 5,700,000 tahun sekali tidak lebih cepat dari itu!
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
MENGAPA YESUS MENGATAKAN AKAN
MENAMPAKKAN DIRI DI GALILEA? Menurut
Kitab Suci, Yesus menampakkan diri kepada
para murid-Nya di Ruangan Atas - tempat di
mana Ia merayakan Perjamuan Terakhir. Jika
demikian, mengapa St. Matius Pengarang Injil
menceritakan bahwa Yesus berkata, “Pergi dan
katakanlah kepada saudara-saudara-Ku, supaya mereka pergi ke Galilea. Di sanalah
mereka akan melihat Aku."? Memang Yesus juga menampakkan diri kepada para
murid-Nya di Laut (atau danau) Galilea sesudahnya, tetapi ada suatu keterangan
yang menarik mengapa Ia mengatakan demikian.
Sebagian orang menganggap Bukit Zaitun sebagai “Galilea Kecil”, karena dalam
perjalanan ziarah tahunan ke Yerusalem, para peziarah dari Galilea biasa menginap
di sana. Nama itu bahkan juga digunakan untuk menyebut sebuah rumah yang
menyediakan ruangan bagi orang-orang Galilea untuk merayakan Paskah. Ruangan
itulah yang digunakan Yesus pada Hari Kamis Putih.
sumber : P. Richard Lonsdale; Catholic1 Publishing Company; www.catholic1.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan sebagian / seluruh artikel di atas dengan
mencantumkan: “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
Trihari Suci
Prapaskah
dan
40
Hari
Masa
oleh: P. William P. Saunders *
Terkadang saya mendengar imam dan juga yang lainnya mengatakan bahwa
Trihari Suci bukanlah bagian dari Masa Prapaskah. Tetapi, jika saya menghitung
hari dari Rabu Abu hingga Sabtu Suci, saya mendapati bahwa jumlahnya baru
genap 40 apabila kita menghitung juga Trihari Suci dan tanpa menghitung enam
hari Minggu sepanjang Masa Prapaskah. Saya tahu bahwa tanggal Rabu Abu
secara khusus ditetapkan supaya Masa Prapaskah berjumlah 40 hari. Jadi,
apakah benar saya mengatakan bahwa ketiga hari dari Trihari Suci adalah
sungguh bagian dari Masa Prapaskah?
~ seorang pembaca di Woodbridge
Seperti dinyatakan dalam pertanyaan di atas, Masa Prapaskah memang dimulai
pada hari Rabu Abu dan merupakan masa persiapan khusus selama 40 hari untuk
merayakan Paskah. Juga, seperti dinyatakan dalam pertanyaan, penghitungan
“40 hari” dimulai dengan hari Rabu Abu, dengan mengecualikan hari-hari Minggu
sepanjang Masa Prapaskah, dan berakhir pada hari Sabtu Suci.
Empatpuluh hari Masa Prapaskah merupakan tradisi yang telah berlangsung lama
dalam Gereja kita, teristimewa setelah disahkannya kekristenan pada tahun 313.
Konsili Nicea (tahun 325), dalam hukum disiplinernya, mencatat bahwa dua
sinode provinsial haruslah diselenggarakan setiap tahun, “satu sebelum Masa
Prapaskah selama 40 hari.” St. Sirilus dari Alexandria (wafat 444) dalam serial
“Surat-surat Festal” juga mencatat praktek dan lamanya Masa Prapaskah, dengan
menekankan masa puasa selama 40 hari. Dan akhirnya, Paus St. Leo (wafat 461)
menyampaikan khotbahnya bahwa umat beriman wajib “melaksanakan puasa
mereka sesuai tradisi Apostolik selama 40 hari”. Orang dapat menyimpulkan
bahwa pada akhir abad keempat, masa persiapan selama 40 hari menyambut
Paskah yang disebut sebagai Masa Prapaskah telah ada, dan bahwa masa ini
berakhir pada Hari Raya Paskah.
“Konstitusi tentang Liturgi Kudus” Konsili Vatikan II memaklumkan, “Dua ciri
khas Masa Prapaskah - mengenang atau mempersiapkan pembaptisan, dan
membina tobat - haruslah diberi penekanan yang lebih besar dalam liturgi dan
dalam katekese liturgi. Masa Prapaskah merupakan sarana Gereja dalam
mempersiapkan umat beriman untuk merayakan Paskah, sementara mereka
mendengarkan Sabda Tuhan dengan lebih sering dan meluangkan lebih banyak
waktu untuk berdoa” (no. 109). Selanjutnya Konsili menekankan, “Namun puasa
Paska hendaknya dipandang keramat, dan dilaksanakan di mana-mana pada hari
Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan, dan bila dipandang berfaedah, diteruskan
sampai Sabtu Suci, supaya dengan demikian hati kita terangkat dan terbuka
untuk menyambut kegembiraan hari Kebangkitan Tuhan” (no. 110). Instruksi ini
tampaknya menyatakan bahwa Masa Prapaskah, masa persiapan dalam doa,
puasa dan matiraga terus berlanjut hingga Misa Paskah pertama, yaitu Misa
Malam Paskah.
Namun demikian, dengan pembaharuan liturgi yang diprakarsai oleh Konsili
Vatikan II, perayaan Trihari Suci (= Triduum) - Kamis Putih, Jumat Agung dan
Paskah - juga dipertimbangkan kembali. Patut diingat bahwa Paus Pius XII
sesungguhnya memulai praktek ini dan pada tahun 1951 mengembalikan Malam
Paskah ke tempatnya yang lebih sesuai. Masing-masing liturgi Kamis Putih,
Jumat Agung dan Malam Paskah tidak dipandang sekedar sebagai perayaan dari
peristiwa-peristiwa yang terpisah, melainkan ketiganya sungguh dipandang
sebagai satu misteri keselamatan. Oleh sebab itu, Misa Perjamuan Malam
Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih tidak diakhiri dengan berkat penutup;
melainkan berkat diberikan di akhir Misa Malam Paskah. Dalam ensikliknya yang
indah, “Ecclesia de Eucharistia” Paus Yohanes Paulus II yang terkasih menulis,
“Pencurahan Roh Kudus telah melahirkan Gereja, dan mengutusnya ke seluruh
dunia. Tetapi saat yang menentukan bagi pencitraannya pastilah pendasaran
Ekaristi di Ruang Perjamuan. Dasar dan sumber mata airnya adalah seluruh
Trihari Suci Paskah. Dan semuanya ini seolah diramu, dipancarkan dan
dipadatkan buat selamanya dalam karunia Ekaristi. Dalam karunia ini, Yesus
Kristus dipercayakan kepada Gereja-Nya, sebagai penghadiran abadi Misteri
Paskah. Dengan itu, Ia membentuk misteri `kesatuan waktu' antara Trihari Suci
dan perlangsungan segala abad” (no. 5). Sebab itu, orang dapat beragumentasi
bahwa Masa Prapaskah berakhir dengan perayaan Misa Perjamuan Malam
Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih, yaitu awal dari Trihari Suci; namun
demikian orang juga akan mendapati Masa Prapaskah yang kurang dari 40 hari,
yang tidak sesuai dengan tradisi yang telah lama berlangsung.
Jadi, bagaimana? Mungkin, di sini tradisi mendapatkan penekanan yang lebih.
Seperti dinyatakan di atas, Konsili Vatikan Kedua mengingatkan kita untuk
mempertahankan puasa Paskah sepanjang Masa Prapaskah hingga Malam
Paskah, yaitu Misa Paskah pertama. Namun demikian, kita juga patut merayakan
Triduum sungguh sebagai satu peristiwa penyelamatan yang memungkinkan kita
untuk hidup dalam realitas abadi dari perjamuan malam terakhir, sengsara, wafat
dan kebangkitan Tuhan. Trihari Suci bahkan merupakan masa persiapan yang
terlebih intensif dalam menyambut Paskah dan menghantar Masa Prapaskah
pada puncaknya.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of
catechetics and theology at Christendom's Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: The Triduum and 40 Days of Lent” by Fr. William P. Saunders;
Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2006 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights
reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan:
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic
Herald.”
Trihari Suci dimulai dengan Ekaristi petang pada Kamis Putih, memuncak pada perayaan Malam Paskah,
dan berakhir pada Ibadat Sore Minggu Paskah. Selama tiga hari suci ini, Gereja merayakan misteri
terbesar
karya
penebusan:
sengsara,
wafat
dan
kebangkitan
Yesus.
KAMIS
PUTIH
Pada hari Kamis Putih, seluruh umat beriman mengenang Perjamuan Malam Terakhir yang diadakan
Yesus bersama murid-murid-Nya. Pada hari ini, kita mengenangkan penetapan Ekaristi, wujud
pengurbanan Yesus. Di dalamnya, Ia menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya, yakni seluruh diri-Nya demi
keselamatan kita. Maka setiap perayaan Ekaristi merupakan kenangan akan Perjamuan Paskah dan
pengurbanan Kristus. Dalam perjamuan itu, Ia memberikan teladan pelayanan dengan membasuh kaki
para
murid,
dan
memberikan
perintah
baru
agar
kita
saling
mengasihi.
Kamis Putih juga merupakan hari rekonsiliasi. Pada hari ini Gereja menyambut para petobat yang
kembali
berdamai
dengan
Allah
dan
jemaat.
Sesudah Perayaan Ekaristi meriah, diadakan perarakan Sakramen Mahakudus dan tuguran (malam
berjaga)
di
hadapan
Sakramen
Mahakudus.
Perayaan Kamis Putih ditata sebagai berikut: Pembukaan, Liturgi Sabda, Pembasuhan Kaki, Liturgi
Ekaristi,
Pemindahan
Sakramen
Mahakudus.
JUMAT
AGUNG
Pada hari ini, Kristus - Anakdomba Paskah kita dikurbankan. Dalam Ibadat Sabda sesudah tengah hari
(pukul 15.00), Gereja mengenangkan sengsara dan wafat Yesus, menghormati salib dan mengenang
kembali
kelahirannya
dari
lambung
Yesus
yang
tergantung
di
salib.
Pada hari ini tidak ada perayaan Ekaristi; Gereja menjalani puasa Paskah yang dipandang penting. Bila
mungkin, puasa ini diperpanjang sampai hari Sabtu Suci supaya kita dapat merayakan kegembiraan
kebangkitan
Tuhan.
Ibadat Jumat Agung terdiri dari tiga bagian: Liturgi Sabda, Penghormatan Salib dan Komuni.
MALAM
PASKAH
Malam Paskah adalah malam suci kebangkitan Tuhan, yang merupakan puncak perayaan Trihari Suci.
Pada malam ini Gereja berjaga, menantikan kebangkitan Kristus dan merayakannya dalam ibadat suci.
Pada Malam Paskah ini, Gereja juga membaptis para katekumen. Kebiasaan ini didasarkan pada
keyakinan bahwa dengan dibaptis, pada katekumen ambil bagian dalam misteri Paskah: mati dan
bangkit bersama Kristus. Sebagaimana Kristus wafat, dikubur, lalu bangkit, demikian pula para baptisan
mati terhadap dosa, dikuburkan (ditenggelamkan dalam air), dan bangkit (keluar dari air) untuk hidup
baru
sebagai
anak
Allah.
Dalam hubungan ini pula, kaum beriman diajak membarui janji baptis dalam Perayaan Malam Paskah.
Maka Perayaan (Malam) Paskah juga selalu menjadi perayaan kebangkitan kita sebagai orang beriman:
mati
terhadap
dosa,
dan
hidup
baru
sebagai
anak
Allah.
Liturgi
Upacara
Malam
Cahaya
yang
Paskah
berpusat
disusun
pada
sebagai
Kristus
Sang
berikut.
Cahaya.
Liturgi Sabda , yaitu merenungkan karya-karya agung Allah sejak awal mula.
Liturgi Baptis , di sini Gereja membaptis para katekumen dan membarui janji baptis.
Liturgi Ekaristi , dimana kita diundang ke perjamuan Tuhan, yakni perjamuan sukacita karena
kebangkitan-Nya.
Masing-masing liturgi Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah tidak dipandang sekedar sebagai
perayaan dari peristiwa-peristiwa yang terpisah, melainkan ketiganya sungguh dipandang sebagai satu
misteri keselamatan. Oleh sebab itu, Misa Perjamuan Malam Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih tidak
diakhiri dengan berkat penutup; melainkan berkat diberikan di akhir Misa Malam Paskah.
Semoga kita semakin menghayati Pekan Suci ini dalam mempersiapkan hati menyambut kebangkitan
Kristus. Marilah kita kuburkan segala dosa kita dan bangkit bersama Kristus... Alleluya!
Sumber : http://santovincentius.sch.id/component/content/article/111-tri-hari-suci.html
Download