Rupiah Dihantui Problem Baru Amerika

advertisement
Rupiah Dihantui Problem Baru Amerika
Menimbang efek plus minus krisis anggaran Amerika Serikat bagi
Indonesia
JAKARTA. Ekonomi Indonesia masih rentan bergejolak. Usai mendapat angin segar
dari dalam negeri berupa surplus neraca perdagangan dan redanya tekanan inflasi, kini
gangguan baru datang lagi dari Negeri Uwak Sam; penghentian (shutting down)
jalannya pemerintahan Amerika Serikat (AS) karena kekurangan dana.
Senin (30/9) malam waktu AS, Kongres AS mengalami kebuntuan saat membahas
usulan Presiden AS Barack Obama untuk menambah pagu utang (debt ceiling)
pemerintah federal senilai US$ 16,7 triliun. Partai Republik ngotot menolak usulan
tambahan pagu utang karena menolak program kesehatan ala Obama atawa
Obamacare.
Akibat penlakan ini, pemerintah Amerika Serikat harus menghentikan operasionalnya
di beberapa kegiatan.
Tak kurang sekitar 800.000 pegawai negeri AS menganggur sementara waktu demi
menghemat anggaran negara. Langkah ini ditempuh demi menyediakan dana
pembayaran utang pemerintah AS yang jatuh tempo pada 17 Oktober 2013. Jika tidak,
utang AS bisa gagal bayar alias default.
Tentu saja, problem ini bisa menular pula pada ekonomi Indonesia. Ynag tentan
terkena dampaknya adalah rupiah.
Tak heran, Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo, memencet tombol
alarm tanda waspada potensi ancaman baru bagi otot rupiah. Sebab, bukan tak
mungkin, dana asing yang ada di Indonesia akan keluar dan mencari tempat baru yang
lebih aman. “Saya pikir, kita harus memperbaiki nilai tukar rupiah supaya tidak
volatil,” Jelasnya, Selasa (1.10).
Padahal kemarin rupiah tengah mendapat obat kuat. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS), setelah sekian lama defisit, neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar US$
132,4 juta pada Agustus 2013.
Gejolak harga barang juga mereda, September 2013, terjadi deflasi 0,35%, Alhasil, inflasi
tahunan pada September turun menjadi 8,4%. Nah, kabar baik dari negeri ini sempat
mengangkat rupiah ke posisi Rp 11.593 per dollar AS, dari sebelumnya di kisaran Rp
11.600 per dollar AS.
Bisa positif
Walau begitu kita juga bisa melihat kemelut di AS sebagai hal positif. Sebab ini berarti
kemungkinan besar Bank Sentral AS akan mempertahankan stimulus alias Quantitative
Easing lebih lama. Artinya, “Ada potensi dana yang dipegang investor AS masuk lagi
ke emerging market seperti Indonesia,” kata Lana Soelistianingsih, Ekonom Universitas
Indonesia.
Menteri Keuangan Chatib Basri juga tak terlalu khawatir dengan kejadian di AS. Ia
yakin, AS tak akan membiarkan ekonominya terus berdarah-darah.
Fekonom Senior Standard Chartere Bank Fauzi Ichsan memang melihat ada potensi
masuknya aliran dana asing di Indonesia. Tapi, dia mengingatkan, jika melihat sejarah
17 tahun lalu saat terjadi shutdown di AS, rupiah anjlok.
KONTAN, Rabu, 2 Oktober 2013
Download