inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang

advertisement
 KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR LINGKUNGAN
PESISIR DAN LAUT YANG BERASAL DARI
NON POINT SOURCES DI TANJUNG BENOA
LAPORAN FINAL
JAKARTA 2015
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
DAFTAR ISI
Daftar Isi.....................................................................................................................
Daftar Tabel ...............................................................................................................
Daftar Gambar ...........................................................................................................
Bab I.
ii
iv
iv
Pendahuluan ...............................................................................................
1.1. Latar Belakang...................................................................................
1.2. Tujuan dan sasaran ...........................................................................
1.3. Keluaran ............................................................................................
1.4. Manfaat ..............................................................................................
1.5. Ruang Lingkup...................................................................................
1.5.1 Lingkup Wilayah Kajian .........................................................
1.5.2 Lingkup Materi Kajian ............................................................
1-1
1-1
1-2
1-2
1-2
1-2
1-2
1-3
Bab II. Metodologi ...................................................................................................
2.1 Tahapan Kegiatan ..............................................................................
2.2 Metode ...............................................................................................
2.2.1 Metode Pengumpulan Data ...................................................
2.2.2 Metode Identifikasi Batas Wilayah (DAS) ..............................
2.2.3 Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tidak Tentu .....
2-1
3-1
2-5
2-5
2-6
2-6
Bab III Kondisi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa…………………….
3.1 Wilayah Ekologi Dan Administrasi Daerah Tangkapan Air ……………
3.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan
Teluk Benoa…………………………………………………….
3.2 Klimatologi …………………………………………………………………
3.2.1 Tipe Iklim ……………………………………………………….
3.2.2 Curah Hujan ……….............................................................
3.2.3 Suhu Udara …………………………………………………….
3.2.4 Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari ………
3.3 GeomorfologI ……………………………………………………………….
3.3.1 Togografi dan Kemiringan Lahan …………………………….
3.3.2 Geologi dan Jenis Tanah ………………………………………
3.3.3 Hidrologi ………………………………………………………….
3.4 Penggunaan Lahan ………………………………………………………..
3.5 Penduduk ……………………………………………………………………
3.6 Kegiatan Sumber Pencemar Tidak Tetap ……………………………….
3.6.1 Pertanian ………………………………………………………..
3.6.2 Peternakan ……………………………………………………..
3.6.3 Pariwisata ………………………………………………………
3.7 Kondisi Kualitas Air Sungai Utama ……………………………………….
3.7.1 Tukad Mati …………………………………………………….…
3.7.2 Tukad Badung …………………………………………………
3-1
3-1
3-1
3-5
3-5
3-7
3-7
3-8
3-9
3-9
3-12
3-15
3-21
3-21
3-28
3-28
3-31
3-33
3-35
3-35
3-37
Bab IV Hasil Inventarisasi ………………………………………………………………
4-1
4.1 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik 4-1
4.2 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian 4-3
4.3 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan 4-7
4.4 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Akomodasi Pariwisata …………………………………………………….
4-10
4.5 Potensi Beban Pencemaran Dari Sumber Tidak Tentu Berbagai Kegiatan 4-13
ii
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Bab V
Kesimpulan Dan Saran ……………………………….…………………………..
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………….
5.2 Saran ……………………………………………………………………………
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………
5-1
5-1
5-3
6-1
iii
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1
Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir
dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa………… 1-3
2.1
2.2
Klasifikasi Sumber Pencemar Air ………………………………………….....
Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan
Inventarisasi ……………………………………………………………………
Faktor Emisi Limbah Domestik ……………………………………………….
Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar
Limbah Domestik ………………………………………………………………
Faktor Emisi Limbah Pertanian ………………………………………………
Faktor Emisi Limbah Ternak …………………………………………………
Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel) ……………………………………..
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14
3.15
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
2-4
2-6
2-7
2-7
2-8
2-8
2.9
Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa…….. 3-2
Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka Normal
setiap Bulan di DTA Teluk Benoa…………………………………………….
3-7
Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan Angka
Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa …………………………………… 3-8
Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama
Penyinaran Matahari Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan
di Kota Denpasar ……………………………………………………………….. 3-9
Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di Daerah Tangkapan
Air Kawasan Teluk Benoa Tahun 2013 ………………………………………. 3-21
Penggunaan Lahan menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 ………... 3-23
Jumlah Penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/
Kelurahan dan Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 ………………………… 3-25
Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut
Desa/Kelurahan Tahun 2013…………………………………………………… 3-28
Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut
Desa/Kelurahan Tahun 2013 …………………………………………………… 3-29
Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut
Daerah Tangkapan Air Tahun 2013 …………………………………………. 3-33
Akomodasi Pariwisata di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/
Kelurahan Tahun 2014 ………………………………………………………… 3-34
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap I Tahun 2014………… 3-36
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap II Tahun 2014 ……….. 3-37
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap I Tahun 2014…….. 3-38
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap II Tahun 2014 …… 3-39
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Domestik menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……..
4-2
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…………………. 4-5
Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa …….
4-5
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis
Kegiatan Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa 4-7
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ………………….. 4-7
Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Peternakan menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……. 4-7
Potensi Beban Pencemaran BOD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis
Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……………….. 4-8
iv
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
4.13
4.14
4.15
4.16
4.17
Potensi Beban Pencemaran COD dari Sumber Tidak Tentu menurut
Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa…….
Potensi Beban Pencemaran NO3 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis
Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……………
Potensi Beban Pencemaran NH4 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis
Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa ……………
Potensi Beban Pencemaran Total N dari Sumber Tidak Tentu menurut
Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……..
Potensi Beban Pencemaran Total P dari Sumber Tidak Tentu menurut
Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa …….
Potensi Beban Pencemaran Koli Total dari Sumber Tidak Tentu menurut
Jenis Ternak dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……..
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Akomodasi Pariwisata menurut Kelasnya di Daerah Tangkapan Air
di Kawasan Teluk Benoa ……………………………………………………..
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan
Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan
Teluk Benoa …………………………………………………………………….
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas
Akomodasi Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan
Teluk Benoa ……………………………………………………………………..
Potensi Beban Pencemaran Total dari Sumber Tidak Tentu menurut
Jenis Kegiatan di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa……….
4-8
4-9
4-9
4-9
4-10
4-10
4-11
4-12
4-12
4-13
v
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali………………………
3.1 Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa …
3.2 Persentase Luas DTA yang Bermuara di Kawasan Teluk Benoa ………
3.3 Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa………………………
3.4 Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ……………………..
3.5 Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …………..
3.6 Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ……………………….
3.7 Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ………………….
3.8 Peta Sungai di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ……………………..
3.9 Peta Akuifer Ait Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa …………
3.10 Peta Cekungan Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa ……
3.11 Peta Penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa……..
3.12 Sebaran Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di DTA Kawasan
Teluk Benoa tahun 2013 ……………………………………………………
3.13 Jumlah Kamar Hotel menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2014……..
4.1 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu di Daerah
Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa ………………………………………
4.2 Distribusi Potensi Beban Pencemaran menurut Daerah Tangkapan Air….
Halaman
1-5
3-2
3-4
3-4
3-10
3-11
3-13
3-14
3-18
3-19
3-19
3-24
3-27
3-35
4-3
4-12
vi
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kawasan Teluk Benoa di Provinsi Bali mengandung keanekaragaman hayati yang
tinggi baik keanekaragaman ekosistem maupun keanekaragaman jenis. Kawasan ini
merupakan habitat hutan mangrove yang berfungsi sebagai kawasan konservasi Taman
Hutan Raya Ngurah Rai. Perairan teluk merupakan habitat padang lamun, terumbu
karang, rumput laut dan berbagai jenis biota laut. Kawasan perairan Teluk Benoa pun
dimanfaatkan untuk rekreasi dan wisata air.
Pada saat ini perairan Teluk Benoa menghadapi permasalahan lingkungan yang
kompleks. Salah satu permasalahan lingkungan yang mendapat perhatian banyak
kalangan yaitu pencemaran perairan. Pencemaran lingkungan perairan dapat diakibatkan
oleh kegiatan atau aktivitas di daratan dan lautan. Pencemaran yang bersumber dari
daratan, antara lain buangan limbah industri, limbah cair domestik, limbah padat, limbah
pertanian, penebangan hutan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi
pantai. Sementara pencemaran yang bersumber dari lautan diantaranya karena kegiatan
pelayaran, eksplorasi dan eksploitasi minyak, budidaya laut (mariculture), perikanan dan
dumping limbah ke laut. Adapun sumber pencemar non point sources pada kerangka
acuan ini diantaranya adalah pertanian, penebangan hutan, budidaya laut (mariculture),
perikanan, konversi lahan mangrove dan lamun serta reklamasi pantai. Tanjung Benoa
merupakan semenanjung hasil reklamasi untuk kegiatan komersil di Pulau Bali yang
berpotensi mencemari perairan pesisir dan laut di sekitarnya.
Pengendalian pencemaran lingkungan di sekitarnya merupakan upaya pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan kualitas lingkungan agar kualitas lingkungan tetap sesuai
dengan peruntukannya. Untuk melakukan upaya peningkatan kualitas air laut melalui
penurunan beban pencemaran dari non point sources, perlu dilakukan inventarisasi
sumber pencemar non point sources yang mencemari lingkungan pesisir dan laut serta
1-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
dihitung perkiraan aliran volume limbah yang mencemari laut. Menurut Permen LH No. 1
Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, sumber tak tentu
(area/diffuse sources/non point sources) merupakan sumber-sumber pencemar air yang
tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri dari sejumlah besar
sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang dihasilkan antara lain berasal dari
kegiatan pertanian, pemukiman, industri kecil-menengah, dan transportasi.
Inventarisasi sumber pencemar air merupakan kegiatan pengumpulan data dan
informasi yang diperlukan untuk mengetahui sebab dan faktor yang menyebabkan
penurunan kualitas air. Hasil inventarisasi sumber pencemar air diperlukan antara lain
untuk penetapan program kerja pengendalian pencemaran air (Permen LH No. 1 Tahun
2010). Hasil inventarisasi berupa baseline data yang diharapkan dapat menjadi data
dasar bagi berbagai kegiatan pengelolaan lingkungan yang targetnya berupa penurunan
beban pencemar dan peningkatan kualitas air laut. Data dasar ini juga dapat menjadi data
perhitungan untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan pesisir dan perairan laut.
Selain itu, data tersebut akan menjadi input untuk melakukan evaluasi terhadap rencana
pemerintah daerah dalam kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan laut yang
bersangkutan, serta tingkat ketaatan industri terhadap kewajiban yang diamanahkan
dalam peraturan perundangan pengendalian pencemaran pesisir dan laut.
1.2 TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan Inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang berasal dari
non point sources di Tanjung Benoa adalah:
1. Melakukan inventarisasi sumber pencemar yang masuk ke dalam perairan Teluk
Benoa khususnya pencemar tidak tentu atau non point sources.
2. Estimasi besaran beban pencemaran menurut sumbernya yang masuk ke dalam
perairan Teluk Benoa.
Sedangkan sasarannya yaitu:
1. Tersedianya data dan informasi kondisi terkini (existing) sektor-sektor terkait penghasil
limbah yang berpotensi menurunkan kualitas air Teluk Benoa.
2. Tersedianya data dan informasi mengenai besaran sumber pencemar air Teluk Benoa
1.3 KELUARAN
Keluaran dari studi ini adalah Laporan yang berisikan informasi mengenai sumber,
jenis dan besaran pencemaran air di Teluk Benoa yang berasal dari sumber tidak tentu.
1.4 MANFAAT
Manfaat dari studi ini adalah sebagai rujukan informasi dalam rangka pengendalian
pencemaran perairan Teluk Benoa agar kualitas air di perairan dapat memenuhi
persyaratan bagi kehidupan biota laut beserta ekosistemnya.
1.5 RUANG LINGKUP
1.5.1 Lingkup Wilayah Kajian
Wilayah kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang
Berasal dari Non Point Sources di Tanjung Benoa terdiri dari wilayah ekologi dan wilayah
administrasi. Wilayah ekologi yaitu daerah tangkapan air (catchment area) yang
melingkupi dan bermuara di kawasan perairan Teluk Benoa. Daerah tangkapan air (DTA)
1-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
tersebut yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad
Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu
(Gambar 1.1). Sedangkan wilayah administrasi meliputi 35 desa/kelurahan dan 4
kecamatan di Kota Denpasar serta 19 desa/kelurahan dan 5 kecamatan di Kabupaten
Badung (Tabel 1.1).
Tabel 1.1
Batas Wilayah Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal
dari Non Point Sources di Tanjung Benoa
No
Wilayah Admnistrasi
A
a
1
2
3
4
5
6
b
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
C
1
2
3
4
5
6
7
8
D
1
2
3
4
5
6
B
A
1
B
1
2
3
KOTA DENPASAR
Kecamatan Denpasar Selatan
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Serangan
Kecamatan Denpasar Barat
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kelod
Dauh Puri
Dauh Puri Kaja
Dauh Puri Kauh
Pemecutan
Padangsambian
Padangsambian Kelod
Padangsambian Kaja
Tegal Harum
Tegak Kerta
Kecamatan Denpasar Utara
Dangin Puri
Dangin Puri Kauh
Dangin Puri Kangin
Ubung
Ubung Kaja
Tonja
Peguyangan
Peguyangan Kaja
Kecamatan Denpasar Timur
Kesiman
Sumerta
Sumerta Kelod
Dangin Puri Kelod
Sumerta Kaja
Sumerta Kauh
KABUPATEN BADUNG
Kecamatan Abiansemal
Darmasaba
Kecamatan Mengwi
Sading
Sempidi
Lukluk
A
B


Daerah Tangkapan Air
C
D
E
F





G
H









































1-3
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
No
Wilayah Admnistrasi
A

B
Daerah Tangkapan Air
C
D
E
F
G
H
4
Penarungan
C
Kecamatan Kuta Utara

1
Kerobokan Kelod

2
Kerobokan

3
Kerobokan Kaja

4
Dalung
D
Kecamatan Kuta


1
Kuta

2
Legian

3
Seminyak


4
Tuban


5
Kedongan
e
Kecamatan Kuta Selatan

1
Jimbaran


2
Benoa

3
Tanjung Benoa

4
Ungasan

5
Kutuh
Keterangan: A = DTA Tukad Badung, B = DTA Tukad Mati, C = DTA Tukad Buaji, D = DTA
Tukad Ngenjung, E = DTA Tuban, F = DTA Tukad Sama, G = DTA Tukad Bualu, H = DTA
Serangan
1.5.2 Lingkup Materi Kajian
Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal
dari Non Point Sources di Tanjung Benoa meliputi kegiatan pokok yaitu:
a. Persiapan:
 Penyusunan Rencana Kerja
b. Pelaksanaan:
 Koordinasi Pelaksanaan Inventarisasi. Koordinasi sebelum pelaksanaan
inventarisasi dengan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun
rencana inventarisasi.
 Pengumpulan data primer dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber
pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume
limbahnya yang tidak dimiliki oleh pemangku kepentingan, terutama pemerintah dan
pemerintah daerah.
 Pengumpulan data sekunder dengan tujuan untuk memperoleh data-data sumber
pencemar non point sources di kawasan Tanjung Benoa dan perkiraan volume
limbah yang diperkirakan mencemari lingkungan pesisir dan laut, yang dimiliki oleh
pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
1-4
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 1.1 Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa, Bali
1-5
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
c. Pasca Pelaksanaan:
 Pengolahan data primer, data sekunder dan data /informasi lainnya. Pengolahan
data dilakukan terhadap masing-masing jenis sumber pencemar non non point
sources di kawasan Tanjung Benoa. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan
input data jumlah kegiatan non point sources dan jumlah limbah ke dalam database,
dan membuat matrik penaatan pengendalian pencemaran dalam bentuk excel. Hasil
pengolahan data tersebut menjadi base line data yang dapat digunakan sebagai
dasar penurunan beban pencemar, daya dukung dan daya tampung serta rencana
pembangunan daerah di wilayah pesisir. Kegiatan pengolahan data dilakukan
beberapa kali pertemuan.
 Evaluasi Klarifikasi dan Verifikasi Data hasil pelaksanaan inventarisasi. Evaluasi
hasil pelaksanaan inventarisasi oleh pemrakarsa dilakukan setelah Tim melakukan
pengolahan data primer dan sekunder .Kegiatan ini dilakukan dengan mengadakan
pertemuan untuk membahas hasil inventarisasi sementara dari pengolahan data.
Dalam pertemuan ini akan dibahas hal-hal yang ditemukan dalam lapangan.
Kegiatan klarifikasi dan verifikasi data dilakukan dengan pemrakarsa dan pemangku
kepentingan. Penyusun menyampaikan data hasil olahan, pemrakarsa mengecek
kelengkapannya dan melakukan klarifikasi apabila ada hal-hal yang perlu
dipertimbangkan. Dalam kegiatan ini penyusun perlu melakukan perbaikan dan
penyempurnaan data hasil inventarisasi.
 Menyusun Laporan Awal. Menyusun laporan sementara dilakukan dengan
mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan merupakan hasil dari datadata primer dan sekunder yang telah diolah,
 Evaluasi. Setelah laporan awal disampaikan ke pemrakarsa, tim mengadakan
pertemuan dengan pemrakarsa terhadap hal-hal yang perlu mendapatkan
perbaikan dan penyempurnaan dalan penyusunan baseline data sumber pencemar
non point sourses di kawasan Teluk Benoa.
 Penyusunan dan Penyampaian Laporan Akhir. Menyusun laporan sementara
dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Laporan awal yang disajikan
merupakan hasil dari data-data primer dan sekunder yang telah diolah. Laporan
akhir disampaikan kepada pemrakarsa.
1-6
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
BAB II
METODOLOGI
2.1 TAHAPAN KEGIATAN
Kajian Inventarisasi Sumber Pencemar Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal
dari Non Point Sources di Tanjung Benoa secara garis besar meliputi beberapa tahapan
kegiatan seperti disajikan pada Gambar 2.1.
a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan terdapat dua kegiatan utama yaitu perencanaan dan
pengumpulan data awal.
1) Perencanaan merupakan tahapan yang mencakup kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan penetapan tujuan dan skala inventarisasi, pembentukan tim dan pembagian
kerja, penyusunan metodologi dan rencana kerja, dan penjadwalan kegiatan.
2) Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam
melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber
pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area).
b. Tahap Konsepsuatlisasi dan Kajian Teoritis
Konseptualisasi Kegiatan dan Kajian Teoritis merupakan kegiatan untuk merancang
kerangka kerja kegiatan inventarisasi yang meliputi:
1) Penetapan tujuan dan skala inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar air.
Kegiatan ini diperlukan untuk mengidentifikasi tujuan dan skala kegiatan inventarisasi
dan identifikasi sumber pencemar air. Kegiatan inventarisasi bertujuan untuk
mengkarakteristikkan aliran-aliran pencemar dalam lingkungan wilayahnya.
Identifikasi sumber pencemar merupakan kegiatan untuk mengenali dan
mengelompokkan jenis-jenis pencemar, sumber dan lokasi, serta pengaruh/dampak
bagi lingkungan penerimanya. Tujuan inventarisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya pada tahap perencanaan ditetapkan sebagai landasan untuk merancang
2-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
2)
rencana kerja inventarisasi sumber pencemar. Tujuan ini dikonseptualisasikan sesuai
dengan program kerja yang relevan baik bersifat umum atau khusus. Untuk yang
bersifat umum misalnya melakukan inventarisasi sumber pencemar dalam wilayah
perairan, sedangkan yang bersifat khusus adalah melakukan inventarisasi sumber
pencemar berdasarkan kegiatan tertentu, antara lain (pertanian, domestik, dan
industri) atau jenis polutan tertentu (organoklor, merkuri, dan sianida).
Berdasarkan tujuan inventarisasi ini kemudian ditentukan skala inventarisasi yang
diperlukan untuk membatasi ruang lingkup kegiatan inventarisasi yang sesuai
dengan tujuan penggunaannya, serta keterbatasan sumber daya yang tersedia, agar
didapatkan hasil estimasi sesuai dengan tingkat yang diinginkan.
Klasifikasi Sumber Pencemar Air
Dalam inventarisasi sumber pencemar air diperlukan data dan informasi untuk
mengenali dan mengelompokkan serta memperkirakan besaran dari sumber
pencemar air. Sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan
dapat dibedakan menjadi sumber limbah domestik dan sumber limbah non-domestik.
Sumber limbah domestik umumnya berasal dari daerah pemukiman penduduk dan
sumber limbah non-domestik berasal dari kegiatan seperti industri, pertanian dan
peternakan, perikanan, pertambangan, atau kegiatan yang bukan berasal dari
wilayah pemukiman. Untuk mempermudah inventarisasi, terutama dalam
memperkirakan tingkat pencemaran air yang dilepaskan ke lingkungan perairan,
sumber pencemar air berdasarkan karakteristik limbahnya diklasifikasikan menjadi
dua kelompok besar seperti dalam Tabel 2.1.
Pada kajian ini pengelompokan sumber pencemar air hanya pada jenis pencemar
tidak tentu. Sumber Tak Tentu (Area/ Diffuse Sources) yaitu sumber-sumber
pencemar air yang tidak dapat ditentukan lokasinya secara tepat, umumnya terdiri
dari sejumlah besar sumber-sumber individu yang relatif kecil. Limbah yang
dihasilkan antara lain berasal dari kegiatan pertanian, peternakan dan pemukiman.
Penentuan jumlah limbah yang dibuang tidak ditentukan secara langsung, melainkan
dengan menggunakan data statistik kegiatan yang menggambarkan aktivitas
penghasil limbah.
2-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 2.1 Skema Tahapan Kegiatan Identifikasi Inventarisasi Sumber Pencemar
Lingkungan Pesisir dan Laut yang Berasal dari Non Point Sources di
Tanjung Benoa
2-3
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 2.1
Klasifikasi Sumber Pencemar
Karakteristik Limbah
Limbah Domestik
Limbah Non-domestik
Sumber Tertentu
Aliran limbah urban dalam
sistem saluran dan sistem
pembuangan limbah
domestik terpadu
Aliran limbah aktivitas
industri, pertambangan
Sumber Tak Tentu
Aliran limbah daerah
pemukiman
Aliran limbah pertanian,
peternakan, dan kegiatan
usaha kecil-menengah.
Sumber: Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 01 Tahun 2010
3)
4)
Memperkirakan beban pencemaran air dari sumber-sumber pencemar air tak tentu
menggunakan pendekatan dan jenis data statistik kegiatan-kegiatan ekonomi, data
kependudukan, data penginderaan jarak jauh, faktor emisi dan engineering data.
Peralatan yang memfasilitasi perkiraan dari sumber tak tentu adalah sistem informasi
geografis (GIS) dan model komputer (seperti model aliran hidrologi.) Berikut ini
merupakan beberapa contoh informasi yang digunakan untuk identifikasi dan
memperkirakan tingkat pencemaran air dari sumber tak tentu, yaitu:
 Data statistik yang menggambarkan jumlah buangan yang dilepas per jumlah
populasi atau aktivitas (misalnya : kg total- N/m2 tanah pertanian)
 Data geografis, topografi, dan hidrologi: untuk mengetahui lokasi sumber
pencemar, bentang alam terutama batas daerah aliran sungai (watershed), jalur
pembuangan air limbah terutama untuk sistem saluran (sewerage), arah aliran air
permukaan dan air tanah.
Pengidentifikasian Batas Wilayah
Skala inventarisasi berhubungan erat dengan batas wilayah inventarisasi. Cakupan
batas wilayah inventarisasi ini akan sangat menentukan tingkat akurasi estimasi
tingkat pencemar. Semakin kecil wilayah geografis (tingkat resolusi geografis yang
tinggi) maka besar yang diperkirakan akan semakin akurat. Adapun batas wilayah
geografis yang diidentifikasi dalam kegiatan inventarisasi ini adalah :
a) Wilayah ekologi (catchment area), meliputi batas daerah tangkapan air Tukad
Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA
Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara
di Teluk Benoa.
b) Wilayah administrasi, meliputi batas administratif wilayah inventarisasi, yaitu
batas wilayah kabupaten/kota, kecamatan dan desa-desa di lingkup wilayah
ekologi.
Pengidentifikasian sumber pencemar.
Semua sumber pencemar yang berada dalam wilayah inventarisasi kemudian
diidentifikasi berdasarkan jenis pencemar dan sumbernya. Jenis pencemar yang
berasal dari limbah domestik akan berbeda dengan jenis pencemar dari limbah non
domestik. Karakteristik limbah yang diidentifikasi ditentukan berdasarkan tingkat
bahaya dan toksisitasnya, semakin tinggi tingkat bahaya dan toksisitasnya menjadi
prioritas inventarisasi. Hal ini menjadi isu penting dalam identifikasi jenis pencemar
mengingat adanya beberapa pencemar yang bersifat toksik/berbahaya walaupun
dalam jumlah yang relatif kecil. Selain itu, karakteristik limbah juga diidentifikasi
berdasarkan jenis pencemar spesifik untuk masing-masing kegiatan.
2-4
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
5)
Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan pada tahapan ini merupakan jenis data yang
digunakan untuk menentukan faktor emisi atau faktor emisi itu sendiri (perkiraan
spesifik), yang relevan sesuai dengan masing-masing kegiatan khususnya untuk
kategori sumber pencemar air tak tentu.
c. Verifikasi Lapangan
Kegiatan ini merupakan kegiatan lapangan guna memverifikasi jenis pencemar dan
lokasi sumber pencemar. Kegiatan lapangan dalam inventarisasi bertujuan untuk:
 Mengaktualkan konsep kerja yang dirancang pada tahap konseptualisasi kegiatan.
 Memverifikasi semua data sekunder yang diperoleh dengan data aktual di
lapangan.
d. Penentuan Beban Pencemar
Pada kajian ini penentuan beban pencemar dilakukan terhadap sumber pencemar
tak tentu (non point sources). Besaran dari sumber pencemar tak tentu diperkirakan
dengan terlebih dahulu menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masingmasing kategori kegiatan, mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk
setiap sumber pencemar tak tentu dalam wilayah inventarisasi.
2.2 METODE
2.2.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data awal yang akan digunakan sebagai rujukan dasar dalam
melakukan identifikasi sumber pencemar dan pemetaan (plotting) lokasi baik sumber
pencemar ataupun daerah tangkapan air (water catchment area) diperoleh dari instansi
terkait melalui survei instansional. Jenis data, sumber data, dan tujuan penggunaannya
pada pengumpulan data awal dalam rangka persiapan kegiatan inventarisasi seperti
disajikan pada Tabel 2.2.
2-5
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 2.2
Jenis, Sumber Data dan Tujuan Penggunaannya dalam Persiapan Inventarisasi
No
1
2
Jenis Data
Peta Dasar (Peta Rupa
Bumi Indonesia, Peta
DAS)
Lokasi dan jenis
kegiatan/industri (data
industri/profil industri)
Sumber Data
Bakosurtanal
Balai Wilayah Sungai
Bali- Penida
BLH Provinsi Bali/Kota
Denpasar/Kab. Badung
BPS Provinsi Bali/Kota
Denpasar/Kab. Badung
BPS Provinsi Bali Kota
Denpasar/Kab. Badung
3
Demografi/kependudu
kan serta distribusinya
4
Topografi, hidrologi,
klimatologi, existing
sewerage system, batas
perairan dan subDAS, informasi/peta
pemanfaatan lahan
(existing land-use)
Kuantitas dan kualitas
sumber air
BPS Provinsi Bali Kota
Denpasar/Kab. Badung,
BMG Wilayah III,
Bappeda Provinsi Bali,
BWS Bali-Penida
Data pertanian/
Peternakan
(AgriculturalData)
BPS Provinsi Bali
5
6
2.2.2
BLH Provinsi Bali, BWS
Bali-Penida
Tujuan
Rujukan pemetaan lokasi sumber pencemar
tak tentu.
Memetakan posisi dan distribusi kegiatan
yang menghasilkan pencemar dari
sumbernya khususnya sumber non-domestik.
Memetakan daerah pemukiman yang
memberikan kontribusi besar pada
pencemaran perairan dari sumber domestik.
Memetakan lokasi tangkapan pencemar pada
perairan penerima serta untuk menjajaki
distribusi pencemar dalam suatu wilayah subDAS (Daerah Air Sungai), pemetaan
luas tata guna lahan, mengetahui kondisi
hidrologis wilayah inventarisasi.
Mengetahui parameter pencemar dominan
yang memberikan kontribusi
pencemaran yang tinggi yang mempengaruhi
kualitas wilayah perairan tertentu.
Memetakan daerah pertanian/ peternakan,
kondisi dan jenis tanah, serta mengetahui
ketersebaran penggunaan pupuk/ pestisida
berdasarkan jenis tanaman
Metode Pengidentifikasian Batas Wilayah (DAS)
Penentuan batas wilayah kajian yaitu batas daerah tangkapan air Tukad Badung,
DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan, DTA Tuban,
DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu yang bermuara di Teluk Benoa secara hidrologi
dan administrasi kabupaten/kota, kecamatan dan batas desa dilakukan dengan metode
overlay menggunakan Sistem Informasi Geografis.
2.2.3
Metode Penentuan Beban Pencemaran Air Tak Tentu
Besaran dari sumber pencemar air tak tentu diperkirakan dengan terlebih dahulu
menentukan faktor emisi yang bersifat spesifik untuk masing-masing kategori kegiatan,
mengingat keterbatasan dalam pengukuran langsung untuk setiap sumber pencemar air
tak tentu dalam wilayah inventarisasi.
a. Sumber Pencemaran Air dari Kegiatan Domestik
Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang
konsumsi berikut ini dapat dibedakan menjadi:
 Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian;
 Emisi lainnya yang berkaitan dengan kepadatan penduduk, misalnya dari proses
korosi, dan pemeliharaan hewan.
Emisi ke air dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih, emisi-emisi
dari sampah padat (termasuk lindi ) secara umum dapat menyebabkan masalah-masalah
lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air tanah. Pencemar air yang
2-6
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai organik sintetis dan logam berat,
bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat dari lindi sampah padat.
Perhitungan Potensi Beban Pencemaran (PBP) Domestik:
PBP = Jumlah Penduduk x Faktor emisi x Rasio ekuivalen wilayah x .
 adalah river reaching coefficient dimana nilainya berdasarkan pola sanitasi yaitu 1
untuk pembuangan langsung ke sungai, 0,5 untuk saluran terbuka dan 0,25 untuk septic
tank. Faktor emisi limbah domestik menurut parameter sebagai berikut (Tabel 2.3):
Tabel 2.3
Faktor Emisi Limbah Domestik
No
Parameter
Satuan
1
TSS
Gram/hari
2
BOD
Gram/hari
3
COD
Gram/hari
4
Minyak & lemak
Gram/hari
5
Detergen
Gram/hari
6
NH4-N
Gram/hari
7
NO2-N
Gram/hari
8
NO3-N
Gram/hari
9
Total-N
Gram/hari
10 PO4-P
Gram/hari
11 Total-P
Gram/hari
12 Koli Tinja
Jml/hari
Sumber: Permen LH No. 1 Tahun 2010
Faktor Emisi
38
40
55
1,22
0,189
1,8
0,002
0,01
1,95
0,17
0,21
3E+14
Nilai rasio ekuivalen wilayah sebagai berikut (Tabel 2.4):
Tabel 2.4
Rasio Ekuivalen Wilayah dalam Penghitungan Beban Pencemar Limbah Domestik
No
1
2
3
b.
Wilayah
Urban/kota
Semi urban
Rural/pedesaan
Rasio Ekuivalen
1
0,8125
0,6250
Sumber Pencemaran Kegiatan Pertanian
Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah :
 Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
 Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air
permukaan, akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang
juga menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari
air tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen
dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau,
sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk
(pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan
akumulasi logam berat dalam tanah.
Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pertanian :
PBP = Luas lahan jenis pertanian x Faktor emisi. Faktor emisi limbah kegiatan
pertanian menurut jenis pertanian dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.5):
2-7
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 2.5
Faktor Emisi Limbah Pertanian
No
1
2
3
Faktor Emisi menurut Parameter
N
P
TSS
Pestisida
(kg/ha luas tanam/tahun)
(L/ha luas
tanam/tahun)
225
20
10
0,04
0,16
BOD
Jenis Pertanian
Sawah (Jerami padi yang
membusuk)
Palawija (Humus yang terkikis)
Perkebunan lain
(Humus yang terkikis)
125
32,5
10
3
5
1,5
2,4
1,6
0,08
0,024
c. Sumber Pencemaran Kegiatan Peternakan
Produksi rabuk (pupuk kandang) dari kegiatan peternakan prinsipnya merupakan
sebuah komponen dari siklus nutrien keseluruhan dan keseimbangan dalam sistem
pertanian. Akan tetapi, apabila kegiatan peternakan terdapat pada skala industri,
pencemar amonia, nitrogen, dan fosfor ke air dan tanah dari limbah peternakan dapat
menyebabkan masalah lingkungan. Pencemar amonia, khususnya terkonversi menjadi
asam nitrat setelah terjadi deposisi atmosferik dan konversi mikroorganisme dalam tanah
di daerahdaerah yang mengintensifkan kegiatan pertanian.
Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Peternakan :
PBP = Jumlah populasi ternak x Faktor emisi. Faktor emisi limbah ternak menurut
jenis ternak dan parameter sebagai berikut (Tabel 2.6):
Tabel 2.6
Faktor Emisi Limbah Ternak
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis
Ternak
Sapi
Kerbau
Kuda
Kambing
Domba
Ayam
Bebek
Babi
Koli Total
(jml/ekor/hr)
3,70E+06
9,20E+06
5,00E+05
2,E+06
2,10E+05
4,30E+04
1,00E+05
3,70E+06
BOD
COD
NO2
292
206,71
226
34,1
55,68
2,36
0,88
292
716
529,19
558,1
92,91
136,23
5,59
2,22
716
0
0,01637
0
0,00272
0
0
0
0
NO3
NH4
(gr/ekor/hari)
0,18333 0,6067
0,17417 2,2046
0,08958 37,6792
0,075
1,46830
0,03333 0,2175
0,00110 0,0006
0,00050 0,0003
0,18333 0,6067
N-Total
P-Total
0,933
2,599
38,083
1,624
0,278
0,002
0,001
0,933
0,153
0,39
0,306
0,116
0,115
0,003
0,005
0,153
d. Sumber Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel)
Perhitungan Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pariwisata (Hotel) : PBP =
Jumlah kamar hotel x Faktor emisi. Faktor emisi limbah hotel menurut parameter
sebagai berikut (Tabel 2.7):
2-8
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 2.7
Faktor Emisi Limbah Pariwisata (Hotel)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Parameter
TSS
BOD
COD
Minyak & lemak
Detergen
NH4-N
NO2-N
NO3-N
Total-N
PO4-P
Total-P
Koli Tinja
Satuan
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Gr/kamar/hr
Jml/kamar/hr
Faktor Emisi
38
40
55
1,22
0,189
1,8
0,017
0,002
1,95
0,01
0,21
3E+14
2-9
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
BAB III
KONDISI DAERAH TANGKAPAN AIR KAWASAN TELUK BENOA
3.1 WILAYAH EKOLOGI DAN ADMINISTRASI DAERAH TANGKAPAN AIR
3.1.1 Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa
Kawasan Teluk Benoa terletak di “kaki” Pulau Bali yang menghubungkan daratan
utama (mainland) Pulau Bali dengan daerah perbukitan Nusa Dua. Berdasarkan peta
daerah aliran sungai (BP DAS Unda-Anyar), secara ekologi daerah tangkapan air yang
bermuara ke kawasan Teluk Benoa terdiri atas 8 daerah tangkapan air (DTA) yaitu DTA
Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA
Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu.
Secara adminsitrasi, daerah tangkapan air tersebut termasuk wilayah Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung, meliputi empat kecamatan dan 35 desa/kelurahan di
Kota Denpasar dan lima kecamatan dan 19 desa/kelurahan di Kabupaten Badung. Luas
wilayah secara keseluruhan daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa yaitu 15.911 ha,
terdiri atas 9.475 ha Kota Denpasar dan 6.436 ha Kabupaten Badung. Wilayah
administrasi daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa secara rinci disajikan pada
Gambar 3.1 dan Tabel 3.1.
3-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.1 Peta Daerah Tangkapan Air dan Administrasi Kawasan Teluk Benoa
3-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.1
Wilayah Administrasi Daerah Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa
No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
I
A
KOTA DENPASAR
DENPASAR SELATAN
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
34
35
II
A
1
B
2
3
4
5
C
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
Ubung Kaja
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
Sumerta
Kesiman
Dangin Puri Kelod
Dangin Puri
KABUPATEN BADUNG
ABIANSEMAL
Darmasaba
MENGWI
Sempidi
Sading
Lukluk
Penarungan
KUTA UTARA
Badung
4610
1257
Buaji
2471
1871
843
413
128
336
739
223
86
359
755
314
136
39
20
166
59
22
280
Luas Daerah Tangkapan Air (Ha)
Ngenjung
Serangan
Mati
Tuban
289
481
1623
0
251
481
0
0
Sama
Bualu
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
186
38
0
0
0
0
138
113
0
481
0
1357
136
54
11
15
38
412
374
409
2291
64
347
61
109
75
142
181
644
214
454
307
72
73
10
38
49
188
0
0
0
266
42
320
17
38
151
10
38
142
65
1069
433
433
636
99
284
149
104
0
0
0
0
0
0
0
1668
0
362
0
2128
0
1209
0
0
0
0
147
147
0
0
0
0
0
0
659
0
0
0
3-3
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
No
6
7
8
9
D
10
11
12
13
14
E
15
16
17
18
19
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Kerobokan Kelod
Kerobokan
Kerobokan Kaja
Dalung
KUTA
Tuban
Kuta
Legian
Seminyak
Kedonganan
KUTA SELATAN
Jimbaran
Benoa
Kutuh
Ungasan
Tanjung Benoa
Jumlah
Badung
0
0
5679
Buaji
0
0
2471
Luas Daerah Tangkapan Air (Ha)
Ngenjung
Serangan
Mati
Tuban
0
0
289
0
0
481
244
161
177
78
862
58
373
305
127
0
3292
Sama
362
147
145
79
70
0
79
2049
1169
551
106
222
362
2128
Bualu
0
1209
970
239
1209
Secara geografis, daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa secara garis
besarnya terdiri atas dua karakter yaitu daerah tangkapan air dari arah utara teluk dan
dari arah selatan teluk. Daerah tangkapan air dari arah utara meliputi wilayah Kota
Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan aliran sungai-sungai parennial yang
melewati wilayah dataran rendah sedangkan DTA dari arah selatan meliputi wilayah
Kabupaten Badung merupakan wilayah perbukitan dengan aliran sungai intermitten.
Terdapat delapan DTA bermuara di Teluk Benoa dengan cakupan wilayah sebagai
berikut:
1. DTA Tukad Badung
Luas DTA Tukad Badung
Daerah Tangkapan Air
adalah 5.679 ha, merupakan
Bualu
DTA terluas yang bermuara di
7.60%
Teluk Benoa yaitu mencakup
Sama
area 35,70% dari keseluruhan
Badung
13.37%
35.70%
Tuban
luas DTA Teluk Benoa. DTA ini
2.27%
mencakup
wilayah
Kota
Denpasar
dan
Kabupaten
Mati
20.69%
Badung.
Di wilayah Kota
Buaji
Denpasar meliputi 4 kecamatan
15.53%
dan 25 desa/kelurahan.
Di
Serangan Ngenjung
3.02%
wilayah Kabupaten Badung
1.82%
meliputi 2 kecamatan dan 5
Gambar 3.2 Persentase Luas DTA yang Bermuara di
desa/kelurahan.
Kawasan Teluk Benoa
2. DA Tukad Buaji
DTA Tukad Buaji luasnya 2.471 ha atau 15,23% luas DTA kawasan Teluk Benoa.
Secara administratif, DTA ini hanya mencakup wilayah Kota Denpasar, meliputi 3
kecamatan dan 13 desa/kelurahan.
3. DTA Tukad Ngenjung
3-4
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
4.
5.
6.
7.
8.
Luas DTA Tukad Ngenjung adalah 289 ha atau 1,82% luas DTA kawasan Teluk
Benoa. DTA ini hanya berada di Kecamatan Denpasar Selatan, mencakup 3
desa/kelurahan.
DTA Serangan
DTA Serangan adalah sebuah pulau kecil dan tidak terdapat aliran sungai. Luas DTA
Serangan 481 ha atau 3,02% luas DTA kawasan Teluk Benoa, mencakup 1
desa/kelurahan yaitu Kelurahan Serangan.
DTA Tukad Mati
Luas DTA Tukad Mati adalah 3.292 ha atau 20,69% luas DTA kawasan Teluk Benoa.
Secara administratif, mencakup wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung. Di
wilayah Kota Denpasar meliputi 2 kecamatan dan 9 desa/kelurahan, sedangkan di
wilayah Kabupaten Badung meliputi 3 kecamatan dan 9 desa/kelurahan.
DTA Tuban
DTA Tuban luasnya 362 ha atau 2,27% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini tidak
memiliki aliran sungai, meliputi 3 kelurahan di Kecamatan Kuta Kabupaten Badung.
DTA Tukad Sama
DTA Tukad Sama merupakan daerah perbukitan dengan luas 2.128 ha atau 13,37%
luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini hanya berada pada 2 kecamatan di
Kabupaten Badung yaitu Kecamatan Kuta mencakup 1 kelurahan yaitu Kedonganan
dan 4 desa/kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan yaitu Jimbaran, Benoa, Ungasan
dan Kutuh.
DTA Bualu
DTA Bualu luasnya 1.209 ha atau 7,60% luas DTA kawasan Teluk Benoa. DTA ini
meliputi dua kelurahan di Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung yaitu Benoa
dan Tanjung Benoa.
3.2 KLIMATOLOGI
3.2.1 Tipe Iklim
Berdasarkan klasifkasi Schmidt-Ferguson, daerah tangkapan air Teluk Benoa
berada di dalam wilayah dengan sebaran tipe iklim C di daerah hulu sampai tipe F di
daerah hilir. Tipe iklim C adalah perbandingan antara rata-rata bulan kering dan rata-rata
bulan basah berkisar 33,3 – 60,0%, tipe iklim D berkisar 60,0 – 100%, tipe E berkisar
100 – 167% dan tipe iklim F berkisar 167 – 300%. Wilayah dengan tipe iklim C terdapat
di daerah hulu meliputi Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Mengwi Kabupaten
Badung, mencakup DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati. Wilayah di bawahnya
meliputi Kecamatan Denpasar Utara, sebagian Denpasar Timur, sebagian Denpasar
Barat dan sebagian Kecamatan Kuta Utara memiliki tipe iklim C. DTA dengan tipe iklim C
meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati dan DTA Tukad Buaji. Wilayah dengan tipe
iklim D tersebar luas di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung khususnya
Kecamatan Kuta Utara dan Kuta, mencakup DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA
Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Serangan dan DTA Tuban. Sedangkan tipe
iklim F terdapat di Kecamatan Kuta Selatan, mencakup DTA Tukad Sama dan DTA Tukad
Bualu (Gambar 3.3).
3-5
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.3 Peta Tipe Iklim Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-6
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
3.2.2 Curah Hujan
Daerah tangkapan air Teluk Benoa termasuk ke dalam daerah monsun yang
ditandai dengan pergantian arah angin permukaan sekitar enam bulan sekali. Angin barat
bertiup bulan Januari – Maret dan Desember sedangkan bulan April – November bertiup
angin tenggara. Dibandingkan dengan kondisi normal, terjadi perbedaan pada bulan April
dimana kondisi normal pada bulan ini merupakan angin barat. Pada musim Barat, cuaca
di wilayah ini dipengaruhi oleh angin Barat melalui Samudra Hindia. Samudera ini
mempengaruhi karakteristik curah hujan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung.
Monsun barat umumnya menimbulkan banyak hujan (musim hujan), monsun timur
umumnya menyebabkan kondisi kurang hujan (musim kemarau).
Pengaruh tingginya suhu permukaan laut (SPL) di Samudera Hindia mendorong
intensifnya evaporasi dan pembentukan awan pada musim angin Barat sehingga
mendorong terjadinya curah hujan yang tinggi pada bulan November sampai Maret.
Sebaliknya pada musim angin Timur, SPL di Samudera Hindia menurun dan mencapai
suhu terendah pada bulan Agustus, menyebabkan terjadinya musim kering dengan curah
hujan yang sangat rendah.
Menurut data BMKG (dalam BPS Provinsi Bali, 2014), jumlah curah hujan pada
Stasiun Ngurah Rai tahun 2013 adalah 1.803,9 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi
pada bulan Januari sebesar 516,2 mm dan terendah bulan Agustus yaitu 0,4 mm.
Selama tahun 2013 terjadi 7 bulan basah yaitu Januari-Maret, Mei-Juni dan NovemberDesember. Apabila curah hujan tahun 2013 dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu
periode 2002 – 2012 tampak bahwa curah hujan tahun 2013 berada di bawah normal.
Sebaran curah hujan bulanan terdapat 5 bulan di atas normal yaitu bulan Januari, Mei-Juli
dan November. Sedangkan curah hujan bulan-bulan lainnya berada di bawah normal.
Perbandingan keadaan curah hujan dengan angka normal di DTA Teluk Benoa tahun
2013 disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Angka Perbandingan Curah Hujan Tahun 2013 dengan Angka
Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa
Curah
Hujan (mm)
Realisasi
1
Januari
516,2
2
Februari
142,1
3
Maret
137,4
4
April
55,9
5
Mei
143,5
6
Juni
168,8
7
Juli
99,2
8
Agustus
0,4
9
September
14,8
10
Oktober
17,0
11
November
231,5
12
Desember
277,1
Jumlah
1.803,9
Sumber : BPS Provinsi Bali (2014)
Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012
No
Bulan
Curah
Hujan (mm)
Normal
320
268
248
173
118
24
28
22
45
97
220
338
1901
Curah
Hujan (mm)
Perbedaan
196,2
-125,9
-110,6
-117,1
25,5
144,8
71,2
-21,6
-30,2
-80,0
11,5
-60,9
-97,1
Persentase
38,0
-88,6
-80,5
-209,5
17,8
85,8
71,8
-5400,0
-204,1
-470,6
5,0
-22,0
-5,4
3.2.3 Suhu Udara
Suhu udara rata-rata bulanan di DTA Teluk Benoa pada tahun 2013 berkisar antara
27,0 ºC – 29,4 ºC (Tabel 3.3). Suhu udara rata-rata terendah terjadi pada bulan Agustus
3-7
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
dan tertinggi pada bulan Februari dan April. Suhu maksimum bulanan berkisar antara
32,4 oC – 35,6 oC, tertinggi pada bulan Februari. Suhu minimum bulanan berkisar 20,2 oC
– 23,6 oC, terendah pada bulan Agustus. Apabila suhu udara rata-rata tahun 2013
dibandingkan dengan rata-rata normal yaitu periode 2000 - 2009 tampak bahwa
penyebaran suhu udara rata-rata bulanan seluruhnya berada di atas normal. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata di Kota Denpasar tahun 2013 cenderung
meningkat dibandingkan suhu normal.
Tabel 3.3
Angka Perbandingan Suhu Udara Rata Tahun 2013 dengan
Angka Normal setiap Bulan di DTA Teluk Benoa
No
Bulan
Suhu Udara Rata-Rata (oC)
Realisasi
Normal
Perbedaan
1
Januari
28,4
2
Februari
29,4
3
Maret
29,0
4
April
29,4
5
Mei
28,8
6
Juni
28,9
7
Juli
27,5
8
Agustus
27,0
9
September
27,3
10
Oktober
28,6
11
November
28,7
12
Desember
28,3
Sumber : BPS Provinsi Bali (2014)
Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012
27,9
28,1
28,1
28.1
27,7
26,9
26,3
26,1
26,9
27,7
28,4
27,9
0,5
1,3
1,0
1,4
1,1
2,0
1,1
0,7
0,3
0,8
0,4
0,4
3.2.4 Kelembaban Udara dan Lama Penyinaran Matahari
Kelembaban udara rata-rata bulanan tahun 2013 berkisar antara 701 – 79%
Kelembaban udara terendah terjadi pada bulan Oktober, sedangkan kelembaban
tertinggi terjadi pada bulan Januari. Apabila dibandingkan dengan kelembaban udara
normal, kelembaban udara bulanan seluruhnya berada di bawah normal (Tabel 3.4).
Penyinaran matahari pada tahun 2013 berkisar antara 54 - 85%, tertinggi pada
bulan Agustus dan Oktober, serta terendah pada bulan Desember. Apabila penyinaran
matahari tahun 2013 dibandingkan dengan penyinaran matahari normal, sebagian besar
penyinaran matahari bulanan berada di bawah normal, kecuali bulan Februari, April dan
September (Tabel 3.4). Jika data penyinaran matahari dibandingan dengan curah hujan,
tampak bahwa semakin tinggi curah hujan maka penyinaran matahari semakin rendah.
Hal ini terlihat pada bulan-bulan dengan curah hujan tinggi seperti Januari, November dan
Desember diikuti dengan penyinaran matahari yang rendah.
3-8
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.4
Angka Perbandingan Kelembaban Udara Rata-Rata dan Lama Penyinaran Matahari
Tahun 2013 dengan Angka Normal setiap Bulan di Kota Denpasar
Kelembaban Udara (%)
Realisasi
Normal
Perbedaan
1
Januari
79
80
-1
2
Februari
73
79
-2
3
Maret
73
79
-6
4
April
73
80
-7
5
Mei
75
79
-4
6
Juni
75
78
-3
7
Juli
75
78
-3
8
Agustus
71
77
-6
9
September
72
78
-6
10 Oktober
70
78
-8
11 November
75
79
-4
12 Desember
78
81
-3
Sumber : BPS Provinsi Bali (2014)
Normal : rata-rata tahun 2002 – 2012
No
Bulan
Penyinaran Matahari (%)
Realisasi
Normal
Perbedaan
58
67
-9
65
63
2
62
66
-4
65
76
9
57
77
-20
62
83
-21
75
83
-8
83
85
-2
84
83
1
97
85
12
58
75
-17
44
54
-10
3.3 GEOMORFOLOGI
3.3.1 Togografi dan Kemiringan Lahan
Daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa terdiri atas dua unit topografi yang
berbeda yaitu dominasi daerah dataran rendah di bagian utara dan daerah perbukitan di
bagian selatan. DTA Teluk Benoa berada pada ketinggian 0 – 140 m dpl dengan
kemiringan lereng beragam mulai dari 0 – 2% sampai > 40%. Kondisi topografi dan
kemiringan lahan menurut daerah tangkapan air sebagai berikut:
 DTA Tukad Badung berada pada ketinggian 0 – 140 m dpl. DTA Tukad Badung
umumnya landai dengan kemiringan lahan didominasi 0 – 2%, kecuali di daerah
hulu terdapat lahan dengan kemiringan 2 – 15%.
 DTA Tukad Buaji berada pada ketinggian 0 – 25 m dpl dengan kemiringan lahan
sebagian besar 0 – 2%, kecuali di bagian hulu dengan kemiringan 2 – 15%.
 DTA Tukad Ngenjung berada pada ketinggian 0 – 20 m dpl dengan kemiringan
lahan seluruhnya 0 – 2%.
 DTA Serangan berada pada ketinggian 0 – 6 m dpl dengan kemiringan lahan
seluruhnya 0 – 2%.
 DTA Tukad Mati berada pada ketinggian 0 – 90 m dpl. Kemiringan lahannya
seluruhnya 0 – 2%, yang menunjukkan DTA ini tergolong landai.
 DTA Tuban berada pada ketinggian 0 – 20 m dpl dengan kemiringan lahan
seluruhnya 0 – 2%.
 DTA Tukad Sama berada pada ketinggian 0 – 160 m dpl dengan kemiringan lahan
bervariasi 0 – 2% di bagian hilir, meningkat menjadi 15 – 40% di bagian tengah,
meningkat menjadi > 40% di bagian hulu dan mendatar menjadi 15 – 40% di bagian
paling hulu.
 DTA Tukad Bualu berada pada ketinggian 0 – 71 m dpl dengan kemiringan lahan 0
– 2% di bagian hilir dan 15 - 40% di bagian hulu.
3-9
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.4 Peta Topografi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-10
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.5 Peta Kemiringan Lahan Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-11
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
3.3.2 Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Geologi Lembar Bali, Nusa Tenggara (Purwo-Hadiwidjojo dkk.,
1998), geologi DTA Teluk Benoa tersusun atas endapan permukaan dan batuan sedimen
serta batuan gunungapi. Struktur geologi regional di Bali pada umumnya dimulai dengan
adanya kegiatan di lautan selama Miosin Bawah yang menghasilkan batuan lava bantal
dan breksi yang disisipi oleh batu gamping. Di bagian selatan terjadi pengendapan oleh
batu gamping yang kemudian membentuk Formasi Selatan. Sebaran formasi geologi
yang terdapat di DTA Teluk Benoa selengkapnya sebagai berikut (Gambar 3.6):
 Endapan Aluvium, berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lempung; sebagai
endapan sungai, danau dan pantai. Batuan ini terbentuk pada kala Tersir Holosen,
menempati lahan-lahan sekitar teluk (desa/kelurahan sekeliling teluk).
 Batuan Gunungapi Kelompok Buyan-Beratan & Batur, terbentuk pada kala Kwarter,
terdiri dari breksi gunung api dan lava, setempat tufa. Batuan ini sebarannya sangat
luas di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah (DTA Tukad Badung,
DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngendung, DTA Serangan, dan DTA Tukad Mati).
 Formasi Selatan, terbentuk pada kala Miosin, terdiri dari batugamping terumbu,
setempat napal; sebagian berlapis, terhablur-ulang dan berfosil. Batuan ini terdapat
di Kuta Selatan meliputi DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu.
 Daratan reklamasi, yaitu daratan hasil reklamasi di Pulau Serangan, berupa fraksi
koral dan pasir yang diperoleh melalui pengerukan dasar laut di sebelah utara
Pulau Serangan.
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Bali (1970), jenis tanah di DTA Teluk Benoa terdiri
atas jenis Regosol, Latosol dan Mediteran. Sebaran jenis tanah di DTA Teluk Benoa
sebagai berikut (Gambar 3.7):
 Regosol, terdiri atas Regosol Coklat Kelabu, Regosol Kelabu, Regosol Coklat dan
Regosol Berhumus. Jenis tanah ini berbahan induk endapan laut, abu volkan dan
intermedier dengan fisiografi beting pantai dan kipas volkan. Jenis tanah ini tersebar
di daerah dekat kawasan teluk dan Pulau Serangan.
 Latosol, terdiri atas Latosol Coklat Kekuningan, Latosal Coklat, Latosol Coklat
Kemerahan dan Litosol. Jenis tanah ini berbahan induk abu dan tufa volkan serta
intermedier. Sebarannya terdapat di DTA yang berada di Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung bagian tengah, meliputi DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji,
DTA Tukad Ngendung dan DTA Tukad Mati.
 Mediteran, terdiri atas Mediteran Coklat dan Mediteran Coklat Merah. Jenis tanah ini
berbahan induk batu kapur karang dan batu gamping dengan fisiografi pantai
berkarang dan bukit angkatan. Tersebar di DTA Tukad Sama dan DTA Tukad
Bualu.
3-12
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.6 Peta Geologi Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-13
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.7 Peta Jenis Tanah Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-14
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
3.3.3 Hidrologi
a. Sungai
Sebagian besar sungai-sungai yang mengalir di wilayah Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung bermuara di Teluk Benoa. Sungai yang mengalir di DTA Teluk Benoa
terdiri atas sungai utama, sungai yang terbentuk dari saluran irigasi akibat erosi
kedalaman (vertikal) serta alur rawa-rawa dan sungai intermiten. Sungai-sungai yang
mengalir di DTA Teluk Benoa yaitu (Gambar 3.8):
1) Sungai utama:
 Tukad Badung. Sungai ini merupakan sungai utama dan sungai terbesar di DTA
Teluk Benoa dengan panjang 17 km. Sungai ini mengalir di tengah Kota Denpasar
dan berperanan penting dalam sistem jaringan drainase pusat Kota. Pada muara
sungai dibangun waduk (Waduk Muara Nusa Dua) untuk sumber air baku.
 Tukad Mati. Sungai ini panjangnya 12,0 km, mengalir di Kecamatan Denpasar
Utara, Denpasar Barat dan Kuta.
2) Sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa:
 Tukad Buaji. Sungai ini mengalir di Panjer dan perbatasan Desa Sesetan dan
Kelurahan Panjer serta bermuara di Suwung Batan Kendal.
 Tukad Pekaseh. Sungai ini mengalir membelah Desa Sesetan dan bermuara di
Suwung. Aliran sungai ini termasuk ke dalam DAS Buaji.
 Tukad Punggawa. Sungai ini merupakan anak sungai Tukad Buaji, mengalir di
Panjer dan Sidakarya dan bermuara di Tukad Buaji di daerah Kerta Petasikan.
 Tukad Ngenjung. Sungai ini mengalir di Panjer dan Sidakarya dan bermuara di
Suwung Kangin.
3) Sungai intermiten:
 Tukad Sama. Sungai ini mengalir di Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan.
 Tukad Bualu. Sungai ini mengalir di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan.
b. Akuifer Air Tanah
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Aliran air tanah itu sendiri dimulai pada daerah resapan air tanah atau
sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini
adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air
permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori
tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan
berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur
batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu
zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah
(discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam
zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol
struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air
tanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).
Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akuifer
yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini
mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan
penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan tekanan inilah yang
didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined
aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering dalam
3-15
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
bentuk penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur
bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya.
Kondisi DTA Teluk Benoa secara umum merupakan daerah dataran rendah dan
landai kecuali di Kecamatan Kuta Selatan yang berbukit. Sumber pengisian air tanah di
DTA ini berasal dari daerah redischarge di wilayah hulu yaitu Kabupaten Bangli dan
Kabupaten Badung bagian utara, ditambah dengan proses infiltrasi air hujan setempat
yang diperkirakan mencapai 10%. Kedudukan muka air tanah akuifer bebas pada DTA
Teluk Benoa mencapai 2 hingga 4 meter dari permukaan tanah, sehingga banyak
dimanfaatkan sebagai sumur dangkal oleh masyarakat. Berdasarkan Peta Hidrogeologi
Lembar P. Bali (Sudadi dkk, 1986), akuifer dan air tanah di DTA Teluk Benoa merupakan
akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir, aliran melalui celahan dan ruang antar
butir, serta aliran celahan, rekahan dan saluran. Karakteristik dan produktivitas akuifer di
DTA Teluk Benoa sebagai berikut (Gambar 3.9):
1) Aliran melalui ruang antar butir:
 Akuifer produktivitas tinggi dengan penyebaran luas. Akuifer dengan keterusan
sedang sampai tinggi, muka air tanah atau tinggi pisometri air tanah umumnya dekat
muka tanah, debit sumur umumnya > 10 liter/detik. Akuifer ini mendominasi DTA
Teluk Benoa di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian tengah.
 Akuifer produktif dengan penyebaran luas. Akuifer dengan keterusan sedang, muka
air tanah atau tinggi pisometri air tanah dekat atau di bawah muka tanah, debit
sumur umumnya 5 - 10 liter/detik. Akuifer ini terdapat di sekitar Teluk Benoa,
meliputi wilayah pantai dan dekat pantai Desa Pemogan, Pedungan, Sesetan,
Sidakarya, Kuta dan Tuban.
 Setempat akuifer dengan produktivitas sedang. Akuifer tidak menerus, tipis dengan
keterusan rendah, debit sumur umumnya <5 liter/detik. Terdapat di Pulau Serangan,
serta Tanjung Benoa dan sebagian Kelurahan Benoa yang merupakan DTA Tukad
Bualu.
 Akuifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran luas, muka air tanah beragam
dari di atas atau dekat muka tanah sampai lebih dalam dari 10 meter di bawah muka
tanah, debit sumur umumnya < 5 liter/detik. Terdapat di Kelurahan Tuban,
Kedonganan dan Jimbaran.
2) Aliran melalui celahan dan ruang antar butir:
 Akuifer dengan produktivitas tinggi dan penyebaran luas, keterusan dan kisaran
kedalaman muka air tanah sangat beragam, debit sumur umumnya > 5 liter/detik.
Akuifer jenis ini tersebar di bagian hulu DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati.
3) Aliran melalui celahan, rekahan dan saluran:
 Setempat, akuifer produktif, aliran air tanah terbatas pada zona celahan, rekahan,
dan saluran pelarutan, muka air tanah umumnya dalam. Terdapat di DTA Tukad
Sama dan sebagian DTA Tukad Bualu di wilayah Kecamatan Kuta Selatan.
Menurut Kajian Teknis Air Tanah Kota Denpasar (Dinas PU Kota Denpasar, 2014),
kedalaman muka air tanah DTA Teluk Benoa di wilayah Denpasar Selatan berkisar 0,45 –
4,50 m dan rata-rata 1,53 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 2,00 – 6,40 m dan
rata-rata 3,54 m. Di wilayah Kecamatan Denpasar Utara, kedalaman muka air tanah
berkisar 0,80 – 16,10 m dan rata-rata 5,63 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 2,60
– 24,10 m dan rata-rata 10,24 m. Kedalaman muka air tanah di Denpasar Timur berkisar
0,40 – 11,55 m dan rata-rata 4,06 m. Sedangkan kedalaman sumur berkisar 1,90 – 20,55
m dan rata-rata 7,22 m. Sementara itu, berdasarkan karakteristik sumur gali, kedalaman
3-16
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
muka air tanah di Denpasar Barat berkisar 2,40 – 18,20 m dan rata-rata 7,41 m.
Sedangkan kedalaman sumur berkisar 8,90 – 21,20 m dan rata-rata 12,41 m.
Potensi air tanah di DTA Teluk Benoa tersebar dalam dua Cekungan Air Tanah
(CAT) yaitu CAT Denpasar-Tabanan dan CAT Nusa Dua. Cekungan air tanah adalah
suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah
berlangsung. Secara umum air tanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah
yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Cekungan Air Tanah DenpasarTabanan merupakan CAT lintas kabupaten/kota terluas di Bali yaitu 2.080 km2 dan
potensi air terbesar pula yaitu air tanah bebas 894 juta m 3/tahun dan air tanah tertekan 8
juta m3/tahun. Sementara itu, luas CAT Nusa Dua adalah 99 km 2, dengan potensi air
tanah bebas 38 juta m 3/tahun dan tidak terdapat potensi air tanah tertekan. Sebaran CAT
di DTA Teluk Benoa disajikan pada Gambar 3.10.
3-17
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.8 Peta Sungai di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-18
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.9 Peta Akuifer Ait Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-19
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.10 Peta Cekungan Air Tanah di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-20
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
3.4 PENGGUNAAN LAHAN
Berdasarkan data BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014),
penggunaan lahan di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 terdiri dari sawah dengan
luas 2.244,51 ha (14,11%), tegal/kebun dengan luas 1.883,63 ha (11,84%), perkebunan
dengan luas 784,70 ha (4,93%), pekarangan dengan luas 8.849,22 ha (55,62%) dan
lainnya (jalan, hutan, sungai lahan kosong, dll) dengan luas 2.149,19 ha (13,51%) (Tabel
3.5). Dengan demikian, lahan terbangun di DTA ini mencapai 55,62%. Tingginya proporsi
lahan terbangun karena DTA ini merupakan kawasan perkotaan dengan kepadatan
penduduk tertinggi di Bali dan pusat-pusat perekonomian daerah Bali.
Tabel 3.5
Penggunaan Lahan menurut Desa/Kelurahan di Daerah Tangkapan Air Kawasan
Teluk Benoa Tahun 2013
No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
I
A
KOTA DENPASAR
DENPASAR SELATAN
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
Ubung Kaja
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
Sumerta
Kesiman
Sawah
1411,15
631,19
218,00
215,00
14,00
85,49
70,70
28,00
0
255,85
162,85
0
0
0
0
0
0
62,00
0
31,00
0
482,79
0
0
6,00
0
0
5,00
11,81
167,00
218,71
74,27
41,32
0
0
10,29
0,00
28,03
Tegal
210,62
158,00
20,00
11,00
30,00
0
0
22,00
75,00
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
5,00
0
0
0
0
0
5,00
0
0
0
0
47,62
1,00
23,00
3,67
1,94
2,00
Penggunaan Lahan
Pekarangan
Perkebunan
6247,99
21,14
1896,46
15,00
462,11
10,00
389,84
5,00
456,01
0
222,27
0
97,52
0
246,32
0
22,39
0
1858,86
0
261,76
0
179,01
0
48,00
0
34,00
0
156,67
0
46,00
0
58,43
0
328,00
0
288,00
0
294,00
0
165,00
0
1937,62
5,94
58,53
0
330,10
0
90,64
0
99,00
0
71,00
0
126,00
0
158,99
3,94
439,02
2,00
174,30
0
390,05
0
555,05
0,20
87,00
0
41,00
0
183,72
0
45,70
0
15,62
0,20
Lainnya
1584,33
1159,16
260,75
128,19
238,54
53,52
31,69
62,51
383,96
277,89
24,98
11,00
2,00
1,00
8,90
13,00
2,01
22,00
86,00
84,00
23,00
125,71
5,32
17,14
6,00
10,00
4,00
6,00
6,30
36,00
7,45
27,51
21,57
0,94
9,35
1,46
0,73
2,86
Jumlah
9475,23
3859,81
970,86
749,03
738,55
361,29
199,91
358,83
481,35
2392,60
449,58
190,01
50,00
35,00
165,57
59,00
60,44
412,00
374,00
409,00
188,00
2557,06
63,85
347,23
102,64
109,00
75,00
142,00
181,03
644,02
400,46
491,83
665,76
88,94
73,35
199,14
48,38
48,72
3-21
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Penggunaan Lahan
Sawah
Tegal
Pekarangan
Perkebunan
34 Dangin Puri Kelod
3,00
16,00
118,00
0
35 Dangin Puri
0
0
64,00
0
II
KABUPATEN BADUNG
833,36
1673,01
2601,23
763,56
E ABIANSEMAL
252,78
80,57
75,61
13,21
36 Darmasaba
252,78
80,57
75,61
13,21
F
MENGWI
329,28
116,48
282,99
42,97
37 Sempidi
91,17
22,08
108,98
19,23
38 Sading
95,00
52,00
121,00
13,00
39 Lukluk
75,84
27,96
37,92
4,74
40 Penarungan
67,27
14,43
15,10
5,99
G KUTA UTARA
233,58
91,32
296,49
0
41 Kerobokan Kelod
116,73
17,64
91,28
0
42 Kerobokan
35,94
41,58
73,83
0
43 Kerobokan Kaja
39,44
22,65
107,80
0
44 Dalung
41,48
9,46
23,58
0
H KUTA
17,71
203,20
1015,77
0
45 Tuban
0
60,45
142,36
0
46 Kuta
9,56
25,81
443,18
0
47 Legian
0,60
70,25
224,56
0
48 Seminyak
7,55
5,70
102,98
0
49 Kedonganan
0
40,98
102,68
0
I
KUTA SELATAN
0
1181,44
930,37
707,38
50 Jimbaran
0
548,60
260,08
272,85
51 Benoa
0
388,27
548,63
294,42
52 Kutuh
0
0,53
8,20
45,57
53 Ungasan
0
136,58
28,71
53,78
54 Tanjung Benoa
0
107,46
84,75
40,76
Jumlah
2244,51
1883,63
8849,22
784,70
Persentase (%)
14,11
11,84
55,62
4,93
Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Lainnya
5,00
1,23
564,86
10,84
10,84
11,47
4,99
3,00
2,37
1,11
37,80
18,50
9,62
6,65
3,02
65,97
2,19
39,03
9,59
10,28
4,88
438,78
87,91
289,94
51,98
2,92
6,03
2149,19
13,51
Jumlah
142,00
65,23
6436,01
433,02
433,02
783,18
246,45
284,00
148,83
103,90
659,20
244,15
160,97
176,55
77,53
1302,64
205,01
517,59
305,00
126,51
148,54
3257,97
1169,44
1521,26
106,28
221,99
239,00
15911,25
100
Penggunaan lahan menurut daerah tangkapan air sebagaimana Tabel 3.6 terlihat
bahwa penggunaan lahan untuk pekarangan mendominasi DTA Tukad Badung, DTA
Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung, DTA Tukad Mati dan DTA Tuban. DTA Tukad Sama
dan DTA Tukad Bualu didominasi oleh lahan tegal sedangkan DTA Serangan didominasi
oleh lahan lainnya (lahan kosong reklamasi).
Luas lahan pertanian di DTA kawasan Teluk Benoa luasnya 4.912,84 ha atau
30,88% dari luas DTA. Lahan pertanian terdiri dari sawah 2.244,51 ha atau 14,11% dari
luas DTA, tegal/kebun campuran 1.883,63 ha atau 11,84% dan perkebunan 784,70 ha
atau 4,93%.
Salah satu isu strategis di DTA kawasan Teluk Benoa yaitu alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan terbangun untuk perumahan, perdagangan dan jasa, industri
serta fasilitas pariwisata. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya daerah resapan air
sehingga tingkat limpasan permukaan (run off) semakin tinggi.
3-22
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.6
Penggunaan Lahan menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2013
No
Daerah Tangkapan Air
Sawah
Tegal
Penggunaan Lahan (Ha)
Perkebunan
Pekarangan
Lainnya
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
Badung
1442
240
62
3429
506
5679
Buaji
261
79
4
1654
473
2470
Ngenjung
74
1
0
175
39
289
Serangan
0
75
0
22
384
481
Mati
465
216
11
2309
291
3292
Tuban
3
70
0
274
15
362
Sama
0
848
479
550
250
2128
Bualu
0
355
228
435
191
1209
Jumlah
2245
1884
785
8849
2149
15911
Diolah dari BPS Kota Denpasar (2014), BPS Kabupaten Badung (2014) dan BP DAS Unda Anyar
3.5 PENDUDUK
Penduduk yang bermukim di DTA kawasan Teluk Benoa tahun 2013 berjumlah
785.200 orang. Jumlah penduduk di DTA Tukad Badung adalah terbanyak yaitu 354.078
orang atau 45,09%, disusul DTA Buaji berjumlah 201.171 orang (25,62%), DTA Tukad
Mati 148.572 orang (18,92%), DTA Tukad Sama 31.378 orang (4,00%), DTA Tukad
Ngenjung 19.334 orang (2,46%), DTA Tukad Bualu 14.418 orang (1,84%), DTA Tuban
12.265 orang (1,56%) dan terkecil di DTA Serangan 3.989 orang (0,51%) (Tabel 3.7).
Kepadatan penduduk di DTA kawasan Teluk Benoa tahun 2013 rata-rata 4.935
orang/km2, tergolong kepadatan penduduk sangat tinggi. Kepadatan penduduk menurut
desa/kelurahan berkisar 455 orang/km 2 sampai 61.157 orang/km 2. Kepadatan penduduk
tertinggi di Desa Tegalkerta Kecamatan Denpasar Barat dan terendah di Desa Kutuh
Kecamatan Kuta Selatan. Sebaran penduduk menurut desa kelurahan disajikan pada
Gambar 3.12.
Kepadatan penduduk menurut DTA berkisar 829 orang/km 2 sampai 8.140
orang/km2 dimana kepadatan tertinggi di DTA Tukad Buaji dan terendah di DTA
Serangan. Kepadatan penduduk relatif tinggi lainnya terdapat di DTA Tukad Ngenjung,
DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati dan DTA Tuban (Tabel 3.7).
Secara relatif, penduduk di wilayah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tergolong
tinggi di Bali. Jumlah penduduk di kedua kota/kabupaten tersebut berdasarkan hasil
sensus penduduk tahun 2010 masing-masing 788.589 orang dan 543.332 orang.
Pertumbuhan penduduk di kedua kota/kabupaten ini pun paling tinggi diantara kabupaten
lainnya yaitu masing-masing 4,01% pertahun dan 4,62% pertahun. Sedangkan rata-rata
pertumbuhan penduduk Provinsi Bali secara keseluruhan sebesar 2,14% pertahun.
Kecamatan-kecamatan di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian selatan
umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang sangat tinggi menurut hasil sensus
penduduk tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk di kecamatan-kecamatan Kota
Denpasar berkisar 3,21 – 4,84% pertahun (tertinggi di Denpasar Selatan) sedangkan laju
pertumbuhan di kecamatan-kecamatan Kabupaten Badung yang termasuk DTA kawasan
Teluk Benoa berkisar 1,77 – 9,11% pertahun, tertinggi di Kuta Selatan.
Kota Denpasar dan Kabupaten Badung bagian selatan termasuk di DTA Kawasan
Teluk Benoa merupakan pusat pemerintahan, perekonomian dan pendidikan di Bali.
Dengan demikian wilayah ini menjadi tujuan dari pusat-pusat migrasi penduduk masuk
baik yang berasal dari kabupaten lainnya di Bali maupun dari luar Bali.
3-23
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.11 Peta Penggunaan Lahan di Daerah Tangkapan Air Teluk Benoa
3-24
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.7
Jumlah Penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan dan Daerah
Tangkapan Air Tahun 2013
No
Kecamatan/
Desa/Kelurahan
A
1
DENPASAR SELATAN
Pemogan
2
3
Luas
(Ha)
Jumlah Penduduk (Orang)
Badung
Buaji
3860
971
57185
29539
141089
4469
Pedungan
Sesetan
749
739
27646
22476
54692
4
5
Sidakarya
Renon
361
200
12778
6562
6
7
Panjer
Serangan
359
481
40111
B
8
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
9
10
Ngenjung Serangan
16494
3986
Mati
Tuban
Bualu
Jumlah
0
218753
34008
5667
3503
50122
54692
6692
7405
20669
15165
5721
7586
40111
3986
11178
828
243099
48757
10160
10845
23172
14241
12195
28482
21405
20104
61157
12142
3850
9705
6525
16056
25551
38176
25551
38176
6202
10207
21941
21941
16197
5365
8615
143789
3464
5623
5425
36935
8062
10637
7855
0
0
Sama
0
7891
8603
3986
0
0
Kepad.
(orang/
km2)
2393
450
101259
34008
28897
112943
14749
0
0
0
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
190
50
16587
11174
6585
11
12
Tegalkerta
Pemecutan
35
166
11946
20104
13
14
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
59
60
3850
3591
15
16
Padangsambian Kelod
Padangsambian
412
374
17
18
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
409
188
C
19
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
2557
64
141929
3464
20
21
Pemecutan Kaja
Ubung
347
103
36935
7540
22
23
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
109
75
15968
8669
15968
8669
14650
11559
24
Dangin Puri Kaja
142
14751
14751
10388
25
Tonja
181
16564
16564
9150
26
27
Peguyangan
Ubung Kaja
644
400
16209
14738
16209
16016
2517
3999
28
D
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
492
666
7092
33042
31186
7151
67068
1454
10074
29
Sumerta Kauh
89
6567
1550
30
Sumerta Kaja
73
8818
31
32
Sumerta Kelod
Sumerta
199
48
759
6802
33
34
Kesiman
Dangin Puri Kelod
49
142
2900
35
E
Dangin Puri
ABIANSEMAL
65
433
7196
7289
36
F
Darmasaba
MENGWI
433
783
7289
13373
37
38
Sempidi
Sading
246
284
1577
7064
39
40
Lukluk
Penarungan
149
104
3301
1431
G
41
KUTA UTARA
Kerobokan Kelod
659
244
0
42
43
Keobokan
Kerobokan Kaja
161
177
3067
9459
6114
16197
0
0
0
1859
0
0
0
522
1278
11285
1772
2840
0
59
0
0
0
0
2840
16578
0
0
0
2331
0
0
0
2331
0
0
0
15984
4595
2774
6252
0
0
0
8117
9126
8818
12022
14885
8574
7474
17723
2900
16578
5953
11675
7196
7289
11032
1683
7289
15704
1683
2005
3908
7064
1586
2487
3301
1431
2218
1377
15984
4595
2425
1882
2774
6252
1723
3542
3-25
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Kecamatan/
Desa/Kelurahan
No
Luas
(Ha)
Mati
2363
Tuban
15454
3026
12265
7668
518
6379
2483
305
3532
127
149
2517
44
Dalung
78
H
45
KUTA
Tuban
1303
205
46
Kuta
47
Legian
48
49
Seminyak
Kedonganan
I
50
KUTA SELATAN
Jimbaran
3258
1169
51
52
Benoa
Kutuh
53
54
Ungasan
Tanjung Benoa
Jumlah
Luas (Ha)
Kepadatan Pend
(orang/km2)
Bualu
Jumlah
2363
Kepad.
(orang/
km2)
3048
0
30122
10693
2312
5216
8862
1712
3532
1158
2517
4518
1990
3041
Jumlah Penduduk (Orang)
Badung
0
Buaji
0
Ngenjung Serangan
0
0
Sama
2403
2115
2403
0
28975
21392
14418
43393
21392
1332
1829
1521
106
5215
484
9176
14391
484
946
455
222
239
1884
5242
1884
5242
849
2193
4935
15911
0
0
0
0
0
354078
201171
19334
3986
148572
12265
31378
14418
785200
5679
2471
289
481
3292
362
2128
1209
15911
6234
8140
6685
829
4514
3392
1475
1193
4935
Sumber: Diolah dari BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
.
3-26
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Gambar 3.12 Sebaran Kepadatan Penduduk menurut Desa/Kelurahan di DTA Kawasan
Teluk Benoa tahun 2013
3-27
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
3.6 KEGIATAN SUMBER PENCEMAR TIDAK TETAP
3.6.1 Pertanian
Berdasarkan peta penggunaan lahan (Gambar 3.11) terlihat bahwa kegiatan
pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa terdiri dari pertanian lahan basah (sawah) yang
berlokasi di DTA bagian utara dan pertanian lahan kering (tegal dan perkebunan) di DTA
bagian selatan. Luas lahan pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 adalah
4.912,84 ha atau 30,88% dari luas DTA, terdiri atas sawah 2.244,51 ha, tegal 1.883,63 ha
dan perkebunan 784,70 ha. Sawah tesebar di wilayah DTA Tukad Badung, DTA Tukad
Mati, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Ngenjung. Sedangkan lahan kering (tegal dan
perkebunan) mendominasi di DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu.
Komoditi pertanian yang diusahakan meliputi padi, palawija, hortikultura dan
beberapa komoditi perkebunan. Sesuai dengan sebaran sawah, produksi padi dihasilkan
di DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Ngenjung.
Wilayah aministrasinya meliputi Kecamatan Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Denpasar
Barat, Denpasar, Utara, Denpasar Selatan dan Denpasar Timur. Di Kecamatan Kuta
masih terdapat lahan sawah seluas 17,71 ha dengan produksi padi 274 ton. Komoditi
palawija jenis kedelai terutama diusahakan di Kecamatan Denpasar Selatan, Mengwi dan
Kuta Utara. Palawija jenis jagung banyak diusahakan di Denpasar Timur dan Kuta
Selatan. Palawija jenis lainnya seperti kacang tanah, kacang hijau, dan ubi kayu
menyebar secara terbatas hanya di beberapa desa. Sedangkan komoditi perkebunan
utamanya adalah kelapa, tersebar terutama di Kecamatan Mengwi, Kuta dan Kuta
Selatan (Tabel 3.8).
Tabel 3.8
Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2013
No
I
A
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
Kecamatan
Desa/Kelurahan
KOTA DENPASAR
DENPASAR SELATAN
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Padi
Kedelai
Jagung
2541
2696
176
1056
992
330
40
268
10
10
191
20
Produksi Pertanian (Ton)
Kacang tanah
Kacang hijau
Ubi kayu
Bayan
42
6
240
375
142,36
1584,4
141,27
1693,63
3-28
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
No
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
34
35
II
E
1
F
2
3
4
5
G
6
7
8
9
H
10
11
12
13
14
I
15
16
17
18
19
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Padi
32,8
Kedelai
Jagung
Produksi Pertanian (Ton)
Kacang tanah
Kacang hijau
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
317,08
Ubung Kaja
1534,07
Peguyangan Kaja
1804,04
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
127,9
40,14
Sumerta
53,79
Kesiman
1309,23
Dangin Puri Kelod
962,92
1,52
Dangin Puri
KABUPATEN BADUNG
ABIANSEMAL
Darmasaba
2164
233
16
5
MENGWI
Sempidi
1034
Sading
1145
49,33
28,56
Lukluk
1384
16,47
Penarungan
4221
67,1
KUTA UTARA
Kerobokan Kelod
5179
39,33
Kerobokan
2346
72,11
Kerobokan Kaja
1989
Dalung
3467
37,65
KUTA
Tuban
Kuta
38
Legian
Seminyak
236
Kedonganan
KUTA SELATAN
Jimbaran
24
3
Benoa
15
3
Kutuh
10
8
Ungasan
78
14
Tanjung Benoa
Jumlah
40502,43
984,26
449,45
67,56
Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
Ubi kayu
Bayan
2,85
1,28
72
56
77
253
4,13
458
657
3-29
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.8
Produksi Komoditi Pertanian di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2013 (Lanjutan)
No
I
A
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
34
35
II
E
1
F
2
3
4
5
G
6
7
8
Kecamatan
Desa/Kelurahan
KOTA DENPASAR
DENPASAR SELATAN
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
Ubung Kaja
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
Sumerta
Kesiman
Dangin Puri Kelod
Dangin Puri
KABUPATEN BADUNG
ABIANSEMAL
Darmasaba
MENGWI
Sempidi
Sading
Lukluk
Penarungan
KUTA UTARA
Kerobokan Kelod
Kerobokan
Kerobokan Kaja
Bawang merah
Produksi Pertanian (Ton)
Bawang putih
Cabai
Semangka
44
33
32
54
55
14
14
15
13
Kelapa
Mete
Kakao
150
380
1402
2100
51
41,1
2,56
3,57
24,99
21,98
23,33
0,16
7,83
3-30
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
Bawang merah
Produksi Pertanian (Ton)
Bawang putih
Cabai
Semangka
9
H
10
11
12
13
14
I
15
16
17
18
19
Dalung
KUTA
Tuban
Kuta
Legian
Seminyak
Kedonganan
KUTA SELATAN
Jimbaran
Benoa
Kutuh
Ungasan
Tanjung Benoa
Jumlah
109
109
56
Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
Kelapa
Mete
Kakao
8,89
4,52
4,55
3,54
7,75
4032
16,24
13,2
0,88
3,92
5,92
235,38
66,68
6,4
11,84
84,92
10,55
3.6.2 Peternakan
Usaha peternakan di DTA Kawasan Teluk Benoa merupakan peternakan skala kecil
atau skala rumah tangga. Hewan ternak yang diusahakan didominasi sapi dan babi.
Jumlah populasi sapi tahun 2013 sebanyak 8.589 ekor dan babi sebanyak 11.035 ekor.
Walaupun sebagai daerah perkotaan namun populasi sapi dan babi menyebar di
sebagian besar desa. Populasi sapi dan babi terbanyak terdapat di Kecamatan Denpasar
Selatan. Hewan ternak besar lainnya yaitu kerbau dan kuda jumlahnya hanya beberapa
ekor dan hanya terdapat di Desa Pemogan. Sedangkan populasi kambing sebanyak 641
ekor, relatif sedikit dan terkonsentrasi di Denpasar Selatan (Tabel 3.9).
Ternak unggas yang diusahakan penduduk di DTA Kawasan Teluk Benoa adalah
ayam dan itik. Jumlah populasi ayam mencapai 140.067 ekor, menyebar di seluruh desa
dengan populasi terbanyak di Kecamatan Kuta Utara. Sedangkan populasi itik sebanyak
28.353 ekor dimana populasinya terkonsentrasi di Kecamatan Denpasar Barat yaitu
mencapai 84,18% dari total populasinya.
Sebaran populasi hewan ternak dan unggas menurut daerah tangkapan air
disajikan pada Tabel 3.10. Populasi sapi menyebar di seluruh DTA dengan jumlah
terbanyak tersebar pada empat DTA yaitu Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Sama dan
Tukad Buaji. Populasi babi menyebar tidak merata menurut DTA dimana sebagian besar
(50,91%) terdapat di DTA Tukad Badung. Populasi kambing juga menyebar tidak merata
dimana jumlah terbanyak di DTA Tukad Badung. Jumlah populasi ayam terkonsentrasi
pada dua DTA yaitu DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati yaitu dengan proporsi
masing-masing 39,70% dan 31,63%. Demikian pula populasi itik terkonsentrasi pada dua
DTA Tukad Badung dan DTA Tukad Mati yaitu dengan proporsi masing-masing 40,86%
dan 40,20%.
3-31
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.9
Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan
Tahun 2013
No
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
34
35
E
36
F
37
38
39
40
G
41
42
43
44
H
Desa/Kelurahan
DENPASAR SELATAN
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
Ubung Kaja
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
Sumerta
Kesiman
Dangin Puri Kelod
Dangin Puri
ABIANSEMAL
Darmasaba
MENGWI
Sempidi
Sading
Lukluk
Penarungan
KUTA UTARA
Kerobokan Kelod
Keobokan
Kerobokan Kaja
Dalung
KUTA
Sapi
2716
548
892
200
229
97
187
564
1394
229
29
20
0
13
0
0
350
276
477
0
896
0
25
59
0
0
0
9
226
126
450
45
0
0
0
0
43
2
0
418
418
353
94
139
59
61
279
124
62
51
41
360
Populasi Hewan Ternak dan Unggas (Ekor)
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
3983
2
6
454
7642
417
2
6
112
1778
1939
46
2138
909
92
198
472
54
1477
81
0
500
165
0
466
0
150
1085
1036
16
23867
821
9
3515
193
7
1613
0
0
1562
0
0
1051
22
0
2866
0
0
939
0
0
1389
0
0
3924
0
0
2661
0
0
2518
0
0
1829
553
50
4758
0
0
195
20
0
379
33
0
315
0
48
245
0
0
315
0
0
430
30
0
405
149
0
705
83
2
313
238
0
1455
660
2
10362
0
0
356
218
0
1482
118
0
1841
0
0
1766
225
2
741
99
0
1486
0
0
2690
1025
0
20188
1025
0
20188
1643
14
13779
345
11
3730
719
0
5167
175
0
1445
403
3
3436
651
92
27257
217
16
6075
143
0
4928
116
63
8188
176
13
8066
192
13
9059
Itik
2857
147
2138
360
72
51
6
82
23867
3515
1613
1562
1051
2866
939
1389
3924
2661
2518
1829
15
0
0
0
0
0
0
4
5
6
0
359
0
78
113
60
47
37
23
322
322
374
38
124
141
70
325
176
50
84
15
143
3-32
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Populasi Hewan Ternak dan Unggas (Ekor)
Sapi
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
45 Tuban
119
60
0
3108
46 Kuta
108
7
11
488
47 Legian
20
0
0
542
48 Seminyak
53
14
0
2019
49 Kedonganan
60
111
2
2902
I
KUTA SELATAN
2128
1293
0
23156
50 Jimbaran
820
135
0
5223
51 Benoa
727
1052
0
13031
52 Kutuh
211
22
0
431
53 Ungasan
316
59
0
2757
54 Tanjung Benoa
54
25
0
1715
Jumlah
8589
11035
2
6
641
140067
Sumber: BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
No
Desa/Kelurahan
Itik
0
0
106
0
37
465
72
377
7
10
0
28353
Tabel 3.10
Populasi Ternak dan Unggas di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Daerah Tangkapan
Air Tahun 2013
Populasi Ternak dan Unggas (Ekor)
Sapi
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Badung
1
2800
5618
2
6
298
55600
Buaji
2
1065
2569
0
0
63
9463
Ngenjung
3
142
249
0
0
80
1199
Serangan
4
564
0
0
0
10
1085
Mati
5
1714
1151
0
0
183
44297
Tuban
6
143
97
0
0
4
3724
Sama
7
1642
656
0
0
1
14676
Bualu
8
518
696
0
0
0
10024
Jumlah
8589
11035
2
6
641
140067
Sumber: Dianalisis dari BPS Kota Denpasar (2014) dan BPS Kabupaten Badung (2014)
No
Daerah Tangkapan Air
Itik
11584
4709
78
82
11397
17
245
240
28353
3.6.3 Pariwisata
Pariwisata merupakan sektor unggulan perekonomian Kota Denpasar dan
Kabupaten Badung. Kota dan kabupaten ini merupakan pusat kegiatan pariwisata di Bali.
Salah satu fasilitas pariwisata yang terus berkembang seiring dengan meningkatnya
jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan mancanegara ke Bali yaitu akomodasi
pariwisata. Pada tahun 2014, di Kota Denpasar tersedia 26 hotal bintang dengan 3.463
kamar, 200 hotel melati dengan 4.858 kamar dan 67 pondok wisata dengan 364 kamar.
Sedangkan di Kabupaten Badung tersedia 154 hotal bintang dengan 24.210 kamar, 362
hotel melati dengan 10.333 kamar dan 441 pondok wisata dengan 1801 kamar (Dinas
Pariwisata Provinsi Bali, 2015).
Wilayah yang termasuk di dalam DTA Kawasan Teluk Benoa merupakan pusat
penyediaan akomodasi pariwisata. Jumlah akomodasi pariwisata di DTA ini tahun 2014
mencapai 919 buah dengan 30.759 kamar, terdiri atas 121 hotal bintang dengan 16.376
kamar, 457 hotel melati dengan 12.950 kamar dan 341 pondok wisata dengan 1.433
kamar (Tabel 3.11). Hotel bintang terutama terdapat di Kecamatan Kuta, Kuta Selatan
dan Kuta Utara. Sedangkan hotel melati dan pondok wisata menyebar di beberapa
desa/kelurahan akan tetapi juga terbanyak terdapat di ketiga kecamatan tersebut.
Sebaran jumalh kamar akomodasi pariwisata terpusat di DTA Tukad Mati yaitu
mencapai 19.332 kamar atau 62,85% mengingat DTA ini mencakup wilayah Kecamatan
3-33
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Kuta dan Kuta Utara yang merupakan pusat-pusat kegiatan pariwisata di Kabupaten
Badung (Gambar 3.13). DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Bualu walaupun
luasnya relatif kecil akan tetapi jumlah kamar hotel relatif besar. Di DTA tuban terdapat
4.271 kamar hotel. Di DTA Tukad Sama terdapat 1.207 kamar hotel dimana sebagian
besar hotel di Jimbaran dan Benoa berlokasi di DTA ini. Sedangkan di DTA Tukad Bualu
terdapat 2.895 kamar hotel dimana akomodasi pariwisata di DTA ini terutama berada di
Tanjung Benoa.
Tabel 3.11
Akomodasi Pariwisata di DTA Kawasan Teluk Benoa menurut Desa/Kelurahan Tahun
2014
No
Desa/Kelurahan
1
2
3
4
5
6
7
B
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
C
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
D
29
30
31
32
33
34
35
E
36
F
37
DENPASAR SELATAN
Pemogan
Pedungan
Sesetan
Sidakarya
Renon
Panjer
Serangan
DENPASAR BARAT
Pemecutan Kelod
Dauh Puri Kauh
Tegal Harum
Tegalkerta
Pemecutan
Dauh Puri Kangin
Dauh Puri
Padangsambian Kelod
Padangsambian
Padangsambian Kaja
Dauh Puri Kelod
DENPASAR UTARA
Dangin Puri Kauh
Pemecutan Kaja
Ubung
Dauh Puri Kaja
Dangin Puri Kangin
Dangin Puri Kaja
Tonja
Peguyangan
Ubung Kaja
Peguyangan Kaja
DENPASAR TIMUR
Sumerta Kauh
Sumerta Kaja
Sumerta Kelod
Sumerta
Kesiman
Dangin Puri Kelod
Dangin Puri
ABIANSEMAL
Darmasaba
MENGWI
Sempidi
Hotel Bintang
Jumlah
Kamar
0
0
1
158
1
158
0
0
0
0
Hotel Melati
Jumlah
Kamar
8
203
1
5
25
129
2
49
44
5
1
1156
162
25
2
11
5
3
2
60
214
66
131
47
1
14
53
1
3
25
5
7
11
1
16
435
1342
14
77
630
162
176
258
25
Pondok Wisata
Jumlah
Kamar
2
10
2
6
1
10
29
4
Total
Jumlah
Kamar
10
213
1
7
25
139
2
49
51
6
2
1343
166
183
2
11
5
3
5
60
214
66
131
62
1
16
63
1
5
30
6
8
11
1
16
445
1401
14
87
663
168
181
258
25
3
15
2
10
10
59
2
5
1
1
10
33
6
5
1
5
1
5
10
247
1
5
11
252
5
1
2
135
25
45
1
5
5
2
2
135
30
45
0
0
2
0
42
0
0
0
2
0
42
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3-34
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
No
Hotel Bintang
Jumlah
Kamar
Desa/Kelurahan
Hotel Melati
Jumlah
Kamar
38
39
40
G
41
42
43
44
H
45
46
47
48
49
I
50
51
52
53
54
Sading
Lukluk
Penarungan
KUTA UTARA
10
940
Kerobokan Kelod
10
940
Kerobokan
Kerobokan Kaja
Dalung
KUTA
89
12143
Tuban
5
923
Kuta
43
6631
Legian
22
2881
Seminyak
19
1708
Kedonganan
KUTA SELATAN
21
3135
Jimbaran
5
451
Benoa
3
555
Kutuh
Ungasan
Tanjung Benoa
13
2129
Jumlah
121
16376
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2015)
27
26
760
736
1
24
288
9
174
65
39
1
27
15
3
8459
275
5160
1794
1182
48
783
393
119
9
457
271
12950
Pondok Wisata
Jumlah
Kamar
86
57
26
327
218
102
3
201
7
847
60
45
95
1
35
17
10
8
341
Jumlah
Total
Kamar
301
204
338
4
156
74
46
123
93
26
1
3
578
14
277
132
153
2
83
37
16
2027
1894
102
24
7
21449
1198
12092
4879
3228
52
4074
918
720
36
1433
30
919
2436
30759
25000
19332
Jumlah Kamar
20000
15000
10000
5000
4271
2127
825
0
Badung
Buaji
102
1207
0
Ngenjung Serangan
Mati
Tuban
Sama
2895
Bualu
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2015)
Gambar 3.13 Jumlah Kamar Hotel menurut Daerah Tangkapan Air Tahun 2014
3.7 KONDISI KUALITAS AIR SUNGAI UTAMA
3.7.1 Tukad Mati
Hasil pemantauan kualitas air Tukad Mati oleh Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Bali tahun 2014 disajikan pada Tabel 3.12 dan Tabel 3.13. Secara fisik, air Tukad Mati
menunjukkan kondisi yang jernih atau tingkat kekeruhan yang rendah baik musim hujan
maupun kemarau. Akan tetapi secara kimiawi, air sungai ini terindikasi tercemar oleh
bahan-bahan organik yang ditandai dengan tingginya kadar BOD, COD, fosfat dan total
coliform. Kondisi cemar sungai ini mulai terpantau di Jembatan Jalan Gatot Subroto
3-35
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Barat. Sedangkan di bagian paling hulu masih relatif baik kecuali kadar total coliform
yang melampaui baku mutu air kelas I.
Sebagai konsekuensi aliran sungai di daerah perkotaan yang padat dengan
berbagai aktivitas, air sungai ini tercemar bahan organik yang ditunjukkan dengan kadar
BOD yang tinggi mulai dari Jembatan Jalan Gatot Subroto Barat sampai ke hilir. Bahkan
terdapat peningkatan kadar BOD kearah hilir. Peningkatan BOD juga terjadi pada
pemantauan musim kemarau karena berkurangnya pengenceran masukan limbah dari
daerah sekitarnya. Peningkatan bahan-bahan organik ini menyebabkan kerja bakteri
aerob meningkat dan efeknya terjadi penurunan kadar oksigen terlarut hingga nilai yang
sangat rendah terutama pada tiga lokasi pemantauan kearah hilir. Pada musim kemarau
dimana debit air semakin menurun, kadar oksigen terlarut mengalami penurunan yang
tajam hingga berada dalam kadar yang sangat rendah.
Kadar COD juga relatif tinggi, melampaui baku mutu air kelas I mulai dari Jembatan
Jalan Gatot Subroto Barat sampai ke hilir baik pada musim hujan maupun musim
kemarau. Selain mengandung bahan-bahan organik biodegradable, beban limbah
organik ke dalam sungai juga mengandung banyak bahan-bahan organik nonbiodegradable. Tingginya beban pencemar bahan-bahan organik baik biodegradable
maupun non-biodegradable, proses perombakannya menyebabkan penurunan kadar DO
hingga kadar yang sangat rendah.
Selain tercemar bahan-bahan organik, sungai ini juga mendapatkan beban
pencemaran yang yang mengandung fosfat, diantaranya bersumber dari limbah rumah
tangga dan industri yang mengandung deterjen. Kadar deterjen walaupun di bawah baku
mutu tetapi kadarnya relatif tinggi dan mengalami peningkatan kearah hilir dan pada
musim kemarau semakin meningkat karena berkurangnya pengenceran. Sementara itu
kadar total coliform sudah tinggi di lokasi pemantauan paling hulu. Pada pemantauan
musim kemarau, kadar total coliform meningkat di semua lokasi pemantauan.
Tabel 3.12
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap I Tahun 2014
No
Parameter
Satuan
BAKU
MUTU*)
1
°C
Deviasi
3
26,3
1
Suhu
NTU
40,8
2
Kekeruhan
6-9
6,46
3
pH
Mg/ l
2
1,28
4
BOD
Mg/ l
10
8
5
COD
Mg/ l
>6
7,32
6
DO
Mg/ l
0,2
0,138
7
PO4
Mg/ l
10
2,17
8
NO3
Mg/ l
0,1
0,028
9
Deterjen
Mg/ l
0,01
< 0.0001
10
Cd
Mg/
l
0,3
0,159
11
Fe
JML/100 ML
500
930
12
Total Koli
Sumber: BLH Provinsi Bali (2014)
*) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007
**) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir
2
27,0
41,1
6,49
3,66
12
5,8
1,172
2,82
0,029
< 0.0001
0,189
1100
Tukad Mati
Lokasi Sampling**)
3
4
27,7
30,7
38,9
37,5
6,56
6,52
4,55
5,86
12
14
5,51
3,8
0,161
0,202
2,64
3,19
0,047
0,049
< 0.0001
< 0.0001
0,197
0,217
2400
4600
5
28,4
47,2
6,57
6,78
17
3,17
0,317
3,58
0,059
< 0.0001
0,288
2400
6
28,9
34,1
6,6
6,82
19
1,9
0,382
4,27
0,072
< 0.0001
0,372
2400
3-36
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 3.13
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Mati Tahap II Tahun 2014
No
Parameter
Satuan
BAKU
MUTU*)
1
°C
Deviasi 3
26,8
1
Suhu
NTU
36,7
2
Kekeruhan
6
9
6,59
3
pH
Mg/ l
2
1,42
4
BOD
Mg/ l
10
8
5
COD
Mg/ l
>6
7,15
6
DO
Mg/ l
0,2
0,142
7
PO4
Mg/ l
10
2,13
8
NO3
Mg/ l
0,1
0,019
9
Deterjen
Mg/ l
0,01
< 0.0001
10
Cd
Mg/ l
0,3
0,1552
11
Fe
JML/100
ML
500
1500
12
Total Koli
Sumber: BLH Provinsi Bali (2014)
*) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007
**) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir
2
27,8
26,6
6,58
5,98
14
2,00
0,188
3,14
0,038
< 0.0001
0,1814
2400
Tukad Mati
Lokasi Sampling**)
3
4
28,4
29,3
88,4
24,6
6,63
6,63
6,14
8,17
15
19
2,26
1,31
0,174
0,214
3,22
4,21
0,053
0,089
< 0.0001
< 0.0001
0,0211
0,2142
4600
9500
5
29,1
22,4
6,51
6,89
18
2,28
0,316
4,13
0,058
< 0.0001
0,2812
7500
6
29,2
10,9
6,73
8,05
19
2,01
0,358
4,10
0,079
< 0.0001
0,3621
4600
3.7.2 Tukad Badung
Hasil pemantauan beberapa parameter kualitas air Tukad Badung oleh Badab
Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2014 (Tabel 3.14 dan Tabel 3.15) menunjukkan air
Tukad Badung telah mengalami pencemaran dimana sebagian besar nilai parameter
kualitas air telah berada di atas baku mutu air I. Walaupun secara fisik air tergolong jernih
yaitu dengan tingkat kekeruhan yang rendah akan tetapi secara kimiawi telah tercemar
oleh berbagai limbah. Kekeruhan air cenderung menurun kearah hilir karena semakin ke
hilir aliran air semakin melambat sehingga disposisi bahan-bahan tersuspensi semakin
besar.
Pada pemantauan musim hujan, kadar BOD dan COD melampaui baku mutu air
kelas I mulai dari Dam Mertagangga. Dari Dam Mertagangga sampai Alangkajeng
Menak, Desa Pemecutan, kadar BOD dan COD semakin meningkat dan sedikit menurun
kearah hilir. Pada pemantauan musim kemarau, kadar BOD dan COD mengalami
peningkatan di semua lokasi pemantauan. Hal ini menunjukkan bahwa air sungai ini telah
tercemar oleh bahan-bahan organik terutama bersumber dari limbah domestik mengingat
sebagian besar aliran sungai ini berada di daerah permukiman Kota Denpasar yang padat
penduduknya. Peningkatan kadar BOD dan COD ini menyebabkan kadar oksigen terlarut
menurun kearah hilir sampai pada konsentrasi yang sangat rendah mulai dari Jembatan
Jalan Gajah Mada. Bahkan pada musim kemarau terjadi penurunan lagi kadar DO di
semua lokasi.
Dengan tingginya kandungan bahan organik maka nitrat dan fosfat yang dihasilkan
dari perombakan bahan organik juga tinggi di perairan. Kadar fosfat melampaui baku
mutu terpantau mulai dari Jembatan Jalan Gajah Mada kearah hilir baik pada musim
hujan maupun musim kemarau. Sementara kadar nitrat walaupun meningkat tetapi masih
di bawah baku mutu.
Paramater lainnya yang mengindikasikan pencemaran limbah domestik yaitu total
coliform. Kadar total coliform di Tukad Badung berada di atas baku mutu di semua lokasi
pemantauan. Pada pemantauan musim kemarau terjadi peningkatan total coliform di
seluruh lokasi pemantauan. Kadar deterjen juga relatif tinggi dan cenderung meningkat
3-37
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
kearah hilir dan ada kecenderungan peningkatan di semua lokasi pada musim kemarau
akan tetapi kadarnya masoih di bawah baku mutu. Banyak sumber-sumber limbah yang
masuk ke sungai mengandung deterjen mengingat penggunaan deterjen yang beragam
baik untuk kegiatan rumah tangga, pencucian mobil maupun industri.
Tabel 3.14
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap I Tahun 2014
No
Parameter
Satuan
BAKU
MUTU*)
1
°C
Deviasi 3
26,3
1
Suhu
NTU
43,4
2
Kekeruhan
6-9
6,43
3
pH
Mg/ l
2
1,12
4
BOD
Mg/
l
10
5
5
COD
Mg/
l
>
6
7,34
6
DO
Mg/ l
0,2
0,131
7
PO4
Mg/ l
10
1,42
8
NO3
Mg/ l
0,1
0,011
9
Deterjen
Mg/ l
0,01
< 0.0001
10
Cd
Mg/ l
0,3
0,238
11
Fe
JML/100 ML
500
1500
12
Total Koli
Sumber: BLH Provinsi Bali (2014)
*) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007
**) Lokasi sampling: 1 = paling hulu dan 6 paling hilir
2
26,5
39,5
6,4
3,86
11
7,01
0,162
2,81
0,016
< 0.0001
0,242
2100
Tukad Badung
Lokasi Sampling*)
3
4
27,5
28
28,3
30,4
6,46
6,54
4,78
8,82
16
22
5,74
4,87
0,237
0,426
2,92
6,81
0,026
0,068
< 0.0001
< 0.0001
0,247
0,31
2400
7500
5
28,7
23,5
6,4
7,34
18
4,75
0,402
4,79
0,059
< 0.0001
0,289
4600
6
29,5
20,4
6,46
6,86
16
3,71
0,399
4,52
0,061
< 0.0001
0,275
4600
Tabel 3.15
Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Tukad Badung Tahap II Tahun 2014
No
Parameter
Satuan
BAKU
MUTU*)
1
°C
Deviasi 3
26,0
1
Suhu
NTU
42,6
2
Kekeruhan
6-9
6,61
3
pH
Mg/ l
2
1,61
4
BOD
Mg/ l
10
6
5
COD
Mg/
l
>
6
7,41
6
DO
Mg/ l
0,2
0,138
7
PO4
Mg/ l
10
1,38
8
NO3
Mg/ l
0,1
0,013
9
Deterjen
Mg/ l
0,01
< 0.0001
10
Cd
Mg/ l
0,3
0,2313
11
Fe
JML/100 ML
500
2100
12
Total Koli
Sumber: BLH Provinsi Bali (2014)
*) Mutu air kelas I menurut Pergub Bali No. 8 Tahun 2007
2
26,5
28,2
6,62
4,08
12
6,78
0,169
3,06
0,018
< 0.0001
0,2432
4600
Tukad Badung
Lokasi Sampling*)
3
4
26,8
28,9
40,5
32,2
7,02
6,60
7,89
9,16
19
23
4,89
4,02
0,297
0,399
4,26
6,92
0,029
0,072
< 0.0001
< 0.0001
0,2541
0,2972
7500
24000
5
28,7
14,1
6,72
9,27
23
3,93
0,411
5,83
0,069
< 0.0001
0,2015
9500
6
29,5
11,3
6,69
8,46
20
2,96
0,407
4,93
0,072
< 0.0001
0,2772
7500
3-38
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
BAB IV
HASIL INVENTARISASI
4.1 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN
DOMESTIK
Sumber-sumber yang berasal dari kegiatan domestik dan penggunaan barang
konsumsi berikut ini dapat dibedakan menjadi:
 Emisi polutan yang berasal dari proses sanitasi dan pencucian
 Emisi lainnya yang berkaitan dengan kepadatan penduduk, misalnya dari proses
korosi, dan pemeliharaan hewan.
Emisi ke air dari proses sanitasi dan penggunaan produk permbersih, emisi-emisi dari
sampah padat (termasuk lindi ) secara umum dapat menyebabkan masalah-masalah
lingkungan lewat kontaminasi sumber air permukaan dan air tanah. Pencemar air yang
terlibat mungkin bervariasi dari limbah organik sampai organik sintetis dan logam berat,
bergantung pada proses pencucian dan sifat-sifat dari lindi sampah padat.
Pencemaran air dari kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi
umumnya digolongkan sebagai sumber pencemar air tak tentu. Hal ini karena dari
kegiatan domestik dan penggunaan barang konsumsi dapat menjadi sumber pencemar
air khususnya pada tingkat lokal. Akan tetapi, sumber-sumber individual terlalu kecil atau
terlalu banyak untuk diidentifikasi dan diukur sebagai sumber pencemar air tertentu yang
terpisah dalam inventarisasi. Dengan demikian, dari kegiatan domestik dan penggunaan
barang konsumsi yang secara khusus berasal dari sekumpulan kegiatan individu dalam
suatu daerah, secara umum digolongkan sebagai sumber pencemar air tak tentu
(diffused sources) dalam inventarisasi sumber pencemar air.
Penduduk yang bermukim di daerah tangkapan air (DTA) kawasan Teluk Benoa
pada umumnya termasuk komunitas perkotaan (urban), kecuali di Desa Darmasaba
Kecamatan Abiansemal dikategorikan semi-perkotaan (semi-urban). Penduduk di desadesa Kecamatan Mengwi yang termasuk ke dalam DTA kawasan Teluk Benoa termasuk
4-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
kawasan perkotaan Mangupura, sedangkan di Kecamatan lainnya termasuk kawasan
perkotaan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Penduduk di kawasan
ini mempunyai sistem sanitasi yang baik. Limbah-limbah domestik dan hotel di Denpasar
Utara, Denpasar Selatan dan Denpasar Barat serta di Kecamatan Kuta dilayani oleh
sistem perpipaan terpusat melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Suwung.
Sedangkan di wilayah lainnya dilakukan dengan sistem setempat. Penduduk yang belum
terlayani jaringan sanitasi perpipaan, mengolah limbahnya dengan septic tank.
Potensi beban pencemaran sumber tidak tetap dari kegiatan domestik yang
dianalisis terdiri dari paramter TSS, BOD, COD, minyak dan lemak, deterjen, NH4,
NO3, PO4, NO2 Total N, Total P dan koli tinja disajikan pada Tabel 4.1. Potensi beban
pencemaran yang sangat besar yaitu TSS, BOD, COD, Amonia, Total N dan koli tinja.
Potensi beban pencemaran Total Suspended Solids (TSS) sebesar 2717,95 ton/tahun,
Biochemical Oxygen Demand (BOD) sebesar 2861,00 ton/tahun, Chemical Oxygen
Demand (COD) sebesar 3933,87 ton/tahun, amonium (NH4) sebesar 128,74 ton/tahun,
total N sebesar 139,23 ton/tahun dan koli tinja 2,15E+16 Jml/tahun.
Potensi beban pencemaran setiap parameter menurut daerah tangkapan air
menunjukkan bahwa DTA Tukad Badung, DTA Tukad Buaji dan DTA Tukad Mati
merupakan DTA penyumbang beban pencemaran terbesar yaitu mencapai 89,62%.
DTA Tukad Badung menyumbang beban pencemaran tertinggi yaitu 45,00%, disusul
dari DTA Tukad Buaji sebesar 25,66% dan dari DTA Tukad Mati sebesar 18,95%.
Sementara potensi beban pencemaran dari DTA lainnya sebesar 10,38%, terbagi
menurut DTA dengan rata-rata kurang dari 5% di setiap DTA (Gambar 4.1).
Tabel 4.1
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Domestik menurut
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
Badung
Buaji
PBP Domestik menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun)
Ngenjung Serangan
Mati
Tuban
Sama
Bualu
Jumlah
1
2
TSS
BOD
Ton/Tahun
Ton/Tahun
1223,03
1287,40
697,56
734,27
67,04
70,57
13,82
14,55
515,17
542,29
42,53
44,77
108,80
114,53
49,99
52,63
2717,95
2861,00
3
4
COD
M&L
Ton/Tahun
Ton/Tahun
1770,17
39,27
1009,63
22,40
97,03
2,15
20,00
0,44
745,64
16,54
61,56
1,37
157,48
3,49
72,36
1,61
3933,87
87,26
5
6
Deterjen
NH4
Ton/Tahun
Ton/Tahun
6,08
57,93
3,47
33,04
0,33
3,18
0,07
0,65
2,56
24,40
0,21
2,01
0,54
5,15
0,25
2,37
13,52
128,74
7
8
NO2
NO3
Ton/Tahun
Ton/Tahun
0,065
0,323
0,037
0,184
0,004
0,018
0,001
0,004
0,027
0,136
0,002
0,011
0,006
0,029
0,003
0,013
0,14
0,72
9
10
Total N
PO4
Ton/Tahun
Ton/Tahun
62,76
5,47
35,80
3,12
3,44
0,30
0,71
0,06
26,44
2,30
2,12
0,19
5,41
0,49
2,57
0,22
139,23
12,16
11
Total P
Ton/Tahun
6,76
3,85
0,37
0,08
2,85
0,24
0,60
0,28
15,02
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
9,69E+15
5,51E+15
5,29E+14
1,09E+14
4,07E+15
3,35E+14
8,58E+14
3,94E+14
2,15E+116
Sumber: Hasil analisis
4-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Sama Bualu
Tuban 4.00% 1.84%
1.56%
Mati
18.95%
Badung
45.00%
Serangan
0.51%
Ngenjung
2.47%
Buaji
25.66%
Gambar 4.1 Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu di Daerah
Tangkapan Air Kawasan Teluk Benoa
4.2 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN
PERTANIAN
Sumber utama pencemar air yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adalah :
 Penggunaan pestisida, herbisida, dan fungisida.
 Penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Kandungan nutrien dalam pupuk menyebabkan proses eutrofikasi pada air
permukaan, akumulasi nitrat dalam air tanah, pengasaman tanah, dan N2O (gas yang
juga menyebabkan efek rumah kaca). Air lindi yang mengandung nitrat yang mencemari
air tanah dan air permukaan juga mengancam ketersediaan sumber air minum. Nitrogen
dan Fosfat yang terbawa menuju air permukaan menyebabkan eutrofikasi pada danau,
sungai, dan perairan dangkal. Penggunaan limbah organik sebagai pupuk, seperti rabuk
(pupuk kandang) dan lumpur pembuangan (sewage sludge), juga menyebabkan
akumulasi logam berat dalam tanah.
Pestisida, herbisida, dan senyawa agrokimia lainnya (khususnya jenis organoklorin)
terbawa angin atau air, dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi zat beracun dalam
air permukaan dan tanah. Pestisida yang tidak terurai dengan mudah atau hilang melalui
penguapan atau adsorpsi dapat menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan dan
kesehatan jangka panjang. Pestisida-pestisida dan metabolitnya juga dapat berpindah ke
dalam sistem air tanah, yang kemudian mencemari sumber-sumber air minum pada saat
ini dan dimasa mendatang. Pestisida juga dapat mempengaruhi makhluk hidup non-target
seperti serangga penyerbukan dan pemangsa parasit dan hama alami, dengan demikian
akan mengganggu mekanisme pengaturan alami. Masalah lainnya adalah terbentuknya
resistansi dari hama pengganggu terhadap pestisida tertentu yang dapat menyebabkan
siklus penggunaan dosis pestisida yang lebih tinggi. Pencemaran air yang sangat buruk
sering berasal dari pembuangan limbah organik (padatan, bahan organik yang
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat, dan mikroorganisme) yang dihasilkan dari
proses pemanenan hasil pertanian atau limbah peternakan.
4-3
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Pencemaran air yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian dikategorikan sebagai
sumber pencemar air tak tentu karena berasal dari kumpulan beberapa kegiatan
individual secara periodik dan jumlahnya terlalu banyak untuk diidentifikasi sebagai
sumber-sumber pencemar air tertentu dalam inventarisasi. Kegiatan-kegiatan ini meliputi
penggunaan senyawa agrokimia dan pemupukan/perabukan. Kegiatan pertanian sebagai
sumber pencemar air tak tentu memberikan kontribusi yang berarti pada pencemar air
secara nasional, khususnya di daerahdaerah yang menggunakan senyawa agrokimia dan
teknik produksi pertanian modern secara luas. Di daerah dimana produksi pertanian
dilakukan secara intensif, penggunaan senyawa agrokimia seperti pestisida, herbisida,
dan pupuk kimia dapat menyebabkan beban pencemaran yang berarti pada sumber air
melalui aliran larian (runoff) yang mengandung residu bahan-bahan tersebut. Eutrofikasi
merupakan fenomena yang secara luas mempengaruhi sumber air yang telah menerima
senyawa Nitrat dan Fosfat. Pada daerah-daerah dimana kegiatan peternakan dilakukan
secara intensif, biasanya merupakan sumber utama pencemar air yang umum seperti
padatan, BOD, nutrien, dan mikroorganisme. Perkiraan kasar tingkat pencemaran air dari
kegiatan pertanian dapat diperoleh berdasarkan data primer produksi dan data
penggunaan agrokimia yang meliputi antara lain informasi jenis dan jumlah hasil panen,
komposisi dan volume pestisida dan pupuk yang digunakan, dan jumlah ternak. Untuk
menentukan tingkat pencemar berdasarkan data primer, tingkat kebutuhan tenaga dan
waktu sebaiknya diperlunak. Akan tetapi, karena metoda ini mengkaji hanya cakupan
geografis yang terbatas dan tidak menyajikan kekhususan dari kategori pencemar air,
digunakan terbatas untuk tujuan inventarisasi yang sangat umum.
Potensi beban pencemaran sumber tidak tentu dari kegiatan pertanian meliputi
pertanian sawah, tegal dan perkebunan. Beban pencemaran berasal dari sawah
berupa jerami padi yang membusuk, sedangkan dari perkebunan dan tegalan berupa
humus yang terkikis. Besaran potensi beban pencemaran air dari kegiatan pertanian di
DTA kawasan Teluk Benoa untuk parameter BOD, Total N, Total P, TSS dan Pestisida
disajikan pada Tabel 4.2. Potensi beban pecemaran BOD mencapai 766,11 ton/tahun,
masih lebih kecil dibandingkan potensi beban pencemaran oleh kegiatan domestik.
Beban Total N dan Total P masing-masing 66,09 ton/tahun dan 19,95 ton/tahun, juga
lebih rendah dari beban pencemaran dari kegiatan domestik.
Potensi beban
pencemaran TSS hanya 0,63 ton/tahun. Sedangkan besarnya potensi beban
pencemaran pestisida mencapai 100,27 liter/tahun.
Distribusi potensi beban pencemaran menurut DTA disajikan pada Tabel 4.3,
Potensi beban pencemaran BOD, Total N dan pestisida sebagian besar berasal dari
DTA Tukad Badung dimana di DTA ini kegiatan pertanian didominasi pertanian lahan
basah (sawah). DTA Tukad Mati dan DTA Tukad Sama menyumbang potensi beban
pencemaran Total P relatif tinggi dibandingkan DTA lainnya. Sedangkan potensi beban
pencemaran TSS sebagian besar berasal dari DTA Tukad Sama. Pertanian lahan
kering menyumbang beban pencemaran TSS yang lebih tinggi dibandingkan pertanian
lahan basah.
4-4
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.2
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian menurut
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
Badung
Buaji
PBP Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun)
Ngenjung Serangan
Mati
Tuban
Sama
Bualu
Jumlah
1
BOD
Ton/Tahun
356,47
68,73
16,78
9,38
131,98
9,43
121,57
51,79
766,11
2
Total N
Ton/Tahun
31,43
6,02
1,49
0,75
11,49
0,76
9,92
4,23
66,09
3
4
Total P
TSS
Ton/Tahun
Ton/Tahun
2,67
0,09
3,01
0,03
0,75
0,00
0,38
0,02
5,75
0,07
0,38
0,02
4,96
0,28
2,12
0,12
19,95
0,63
5
Pestisida
Liter/Tahun
54,36
10,19
2,67
0,75
18,91
0,81
8,85
3,73
100,27
Sumber: Hasil analisis
Tabel 4.3
Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Pertanian
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Disrbusi Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Pertanian menurut DTA (%)
Badung
1
BOD
46,53
2
Total N
47,55
3
Total P
13,11
4
TSS
14,09
5
Pestisida
54,21
Sumber: Hasil analisis
Buaji
8,97
9,11
15,09
4,19
10,16
Ngenjung
Serangan
2,19
2,25
3,73
0,15
2,67
1,22
1,13
1,88
3,59
0,75
Mati
17,23
17,39
28,81
11,11
18,86
Tuban
1,23
1,15
1,90
3,36
0,81
Sama
15,87
15,01
24,86
44,61
8,83
Bualu
6,76
6,41
10,61
18,90
3,72
Jumlah
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Potensi beban pencemaran menurut parameter, DTA dan jenis kegiatan pertanian
disajikan pada Tabel 4.4. Untuk beban pencemaran BOD sebesar 766,11 ton/tahun,
sebesar 65,93% berasal dari lahan sawah, sisanya 30,74% dari tegal dan 3,33% dari
perkebunan. Untuk beban pencemaran BOD sebesar 766,11 ton/tahun, sebesar 65,93%
berasal dari lahan sawah, sisanya 30,74% dari tegal dan 3,33% dari perkebunan. Beban
pencemaran BOD dari sawah, sesuai dengan luas lahan sawah, terbesar berasal dari
DTA Tukad Badung. Untuk beban pencemaran Total N sebesar 66,09 ton/tahun, sebesar
67,94% berasal dari lahan sawah, sisanya 28,51% dari tegal dan 3,56% dari perkebunan.
Beban pencemaran BOD dan Total N dari sawah, sesuai dengan luas lahan sawah,
terbesar berasal dari DTA Tukad Badung. Beban pencemaran Total P sebesar 19,95
ton/tahun, sebesar 51,09% berasal dari lahan sawah dan 43,01% dari tegal dan sisanya
5,89% dari perkebunan. Beban pencemaran TSS sebesar 0,63 ton/tahun, sebesar
90,29% berasal dari lahan tegal dan sisanya 6,51% dari perkebunan dan 3,23% dari
sawah. Beban pencemaran Total P dan TSS paling banyak berasal dari DTA Tukad
Sama. Sementara itu, beban pencemaran pestisida sebesar 100,27 liter/tahun dimana
80,60% berasal dari kegiatan pertanian sawah, sisanya 18,79% dari tegal dan 0,61% dari
perkebunan. Kegiatan pertanian padi sawah umumnya intensif menggunakan pestisida
dalam pengendalian hama dan penyakit. Beban pencemaran pestisida ini sebagian
besar berasal dari DTA Tukad Badung (54,21%).
4-5
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.4
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sawah
1
Badung
324,45
2
Buaji
58,73
3
Ngenjung
16,65
4
Serangan
0
5
Mati
104,63
6
Tuban
0,68
7
Sama
0
8
Bualu
0
Jumlah
505,13
Sumber: Hasil analisis
BOD (Ton/Tahun)
Tegal
Perkebunan
30,00
2,02
9,88
0,13
0,13
0
9,38
0
27,00
0,36
8,75
0,00
106,00
15,57
44,38
7,41
235,50
25,48
Jumlah
356,47
68,73
16,78
9,38
131,98
9,43
121,57
51,79
766,11
Sawah
28,84
5,22
1,48
0
9,3
0,06
0
0
44,90
Total N (Ton/Tahun)
Tegal
Perkebunan
2,4
0,186
0,79
0,012
0,01
0
0,75
0
2,16
0,033
0,7
0
8,48
1,437
3,55
0,684
18,84
2,35
Jumlah
31,426
6,022
1,49
0,75
11,493
0,76
9,917
4,234
66,09
Tabel 4.4
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan Pertanian
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan)
No
DTA
Sawah
1
Badung
2,16
2
Buaji
2,61
3
Ngenjung
0,74
4
Serangan
0
5
Mati
4,65
6
Tuban
0,03
7
Sama
0
8
Bualu
0
Jumlah
10,19
Sumber: Hasil analisis
Total P (Ton/Tahun)
Tegal
Perkebunan
0,36
0,09
0,40
0,01
0,01
0
0,38
0
1,08
0,02
0,35
0,00
4,24
0,72
1,78
0,34
8,58
1,18
Jumlah
2,62
3,01
0,75
0,38
5,75
0,38
4,96
2,12
19,95
Sawah
0,013
0,002
0,001
0
0,004
0,000
0
0
0,020
TSS (Ton/Tahun)
Tegal
Perkebunan
0,072
0,003
0,024
0,000
0,000
0
0,023
0
0,065
0,001
0,021
0
0,254
0,025
0,107
0,012
0,565
0,041
Jumlah
0,088
0,026
0,001
0,023
0,070
0,021
0,279
0,118
0,626
Tabel 4.4
Potensi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan
Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
DTA
Badung
Buaji
Ngenjung
Serangan
Mati
Tuban
Sama
Bualu
Jumlah
Sumber: Hasil analisis
Sawah
51,91
9,40
2,66
0
16,74
0,11
0
0
80,82
Pestisida (Liter/Tahun)
Tegal
Perkebunan
2,40
0,05
0,79
0,00
0,01
0
0,75
0
2,16
0,01
0,70
0,00
8,48
0,37
3,55
0,18
18,84
0,61
Jumlah
54,36
10,19
2,67
0,75
18,91
0,81
8,85
3,73
100,27
4-6
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
4.3 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN
PETERNAKAN
Produksi rabuk (pupuk kandang) dari kegiatan peternakan prinsipnya merupakan
sebuah komponen dari siklus nutrien keseluruhan dan keseimbangan dalam sistem
pertanian. Akan tetapi, apabila kegiatan peternakan terdapat pada skala industri,
pencemar amonia, nitrogen, dan fosfor ke air dan tanah dari limbah peternakan dapat
menyebabkan masalah lingkungan. Pencemar amonia, khususnya terkonversi menjadi
asam nitrat setelah terjadi deposisi atmosferik dan konversi mikroorganisme dalam tanah
di daerah-daerah yang mengintensifkan kegiatan pertanian.
Potensi beban pencemaran dari kegiatan peternakan yang diinventariwsasi yaitu
BOD, COD, NO2, NO3, NH4, Total N, Total P dan Koli Total, sebagaimana disajikan
pada Tabel 4.5. Beban pencemaran BOD mencapai 2.229,91 ton/tahun, COD sebesar
5460,65 ton/tahun, NO3 sebesar 1,392 ton/tahun, NH4 sebesar 4,775 ton/tahun, Total
N sebesar 7,261 ton/tahun, Total P sebesar 1,329 ton/tahun dan Koli Total sebanyak
1,2E+13 Jml/tahun.
Tabel 4.5
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan menurut
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
PBP Pertanian menurut Daerah Tangkapan Air (Ton/Tahun)
Badung
Buaji
Ngenjung
Serangan
Mati
Tuban
Sama
Bualu
Jumlah
1
BOD
Ton/Tahun
953,12
397,77
43,71
61,20
349,43
28,90
257,72
138,06
2229,91
2
3
COD
NO2
Ton/Tahun
Ton/Tahun
2334,41
0
975,01
0
107,36
0
150,02
0
854,52
0
70,61
0
630,90
0
337,82
0
5460,65
0
4
5
NO3
NH4
Ton/Tahun
Ton/Tahun
0,596
2,108
0,250
0,839
0,029
0,130
0,038
0,130
0,217
0,734
0,018
0,055
0,160
0,510
0,085
0,269
1,392
4,775
6
7
Total N
Total P
Ton/Tahun
Ton/Tahun
3,173
0,566
1,284
0,225
0,182
0,027
0,199
0,033
1,121
0,237
0,087
0,018
0,794
0,145
0,421
0,079
7,261
1,329
8
Koli Total
Jml/Tahun
1,2E+13
1,4E+13
6,7E+09
1,1E+09
4,7E+11
2,2E+12
1,0E+12
3,0E+13
1,2E+13
Sumber: Hasil analisis
Distribusi potensi beban pencemaran menurut DTA disajikan pada Tabel 4.6,
Potensi beban pencemaran dari kegiatan peternakan sebagian besar dari DTA Tukad
Badung untuk semua parameter. Sumbangan beban pencemaran dari kegiatan
peternakan di DTA Tukad Badung untuk setiap parameter berkisar 43,34% sampai
44,14%. Kontribusi terbesar kedua adalah DTA Tukad Buaji dan ketiga dari DTA Tukad
Mati.
Tabel 4.6
Distribusi Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Peternakan
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Disrbusi Potensi Beban Pencemaran Kegiatan Peternakan menurut DTA (%)
Badung
42,74
42,75
2
COD
42,83
3
NO3
44,14
4
NH4
43,71
5
Total N
42,34
6
Total P
42,66
7
Koli Total
Sumber: Hasil analisis
1
BOD
Buaji
17,84
17,86
17,93
17,57
17,68
16,88
17,46
Ngenjung
Serangan
1,96
1,97
2,07
2,71
2,50
2,07
2,01
2,74
2,75
2,76
2,73
2,74
2,56
2,61
Mati
15,67
15,65
15,56
15,37
15,44
17,82
16,93
Tuban
1,30
1,29
1,27
1,16
1,20
1,40
1,28
Sama
11,56
11,55
11,48
10,67
10,94
10,92
11,07
Bualu
6,19
6,19
6,13
5,63
5,79
6,00
5,97
Jumlah
100
100
100
100
100
100
100
4-7
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Potensi beban pencemaran menurut parameter, DTA dan jenis ternak disajikan
pada Tabel 4.7 sampai Tabel 4.13. Beban pencemaran BOD sebesar 2.229,91 ton/tahun
dimana menurut jenis ternak disumbang terbesar oleh ternak babi dan sapi yaitu masingmasing 52,74% dan 41,05%. Distribusi beban pencemaran yang disumbang oleh babi
terbanyak di DTA Tukad Badung, disusl DTA tukad Buaji di urutan kedua dan DTA Tukad
Mati di urutan ketiga. Sedangkan beban pencemaran BOD oleh ternak sapi tertinggi di
DTA Tukad Badung, disusul DTA Tukad Mati di urutan kedua, DTA Tukad Sama di urutan
ketiga dan DTA Tukad Buaji di urutan keempat.
Pola distribusi beban pencemaran COD serupa dengan BOD dimana ternak babi
dan sapi sebagai penyumbang terbesar dan menurut wilayahnya terbesar dari DTA
Tukad Badung. Beban pencemaran COD oleh ternak babi terbanyak kedua berasal dari
DTA Tukad Buaji. Ternak babi dan sapi juga sebagai penyumbang terbesar pada beban
pencemaran NO3, NH4, Total N, Total P dan Koli Total dengan distribusi terbesarnya
berasal dari DTA Tukad Badung, Tukad Mati dan Tukad Buaji.
Tabel 4.7
Potensi Beban Pencemaran BOD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
298,43
Buaji
113,55
Ngenjung
15,14
Serangan
60,11
Mati
182,64
Tuban
15,27
Sama
175,05
Bualu
55,18
Jumlah
915,38
Sumber: Hasil analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
Potensi Beban Pencemaran BOD (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
598,72
0,15
0,49
3,71
47,89
3,72
273,77
0
0
0,79
8,15
1,51
26,51
0
0
1,00
1,03
0,03
0,00
0
0
0,13
0,93
0,03
122,68
0
0
2,28
38,16
3,66
10,36
0
0
0,05
3,21
0,01
69,94
0
0
0,02
12,64
0,08
74,17
0
0
0,00
8,63
0,08
1176,15
0,15
0,49
7,98
120,65
9,11
Jumlah
953,12
397,77
43,71
61,20
349,43
28,90
257,72
138,06
2229,91
Tabel 4.8
Potensi Beban Pencemaran COD dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
1
731,77
Buaji
2
278,43
Ngenjung
3
37,13
Serangan
4
147,40
Mati
5
447,85
Tuban
6
37,44
Sama
7
429,23
Bualu
8
135,30
Jumlah
2244,55
Sumber: Hasil analisis
Potensi Beban Pencemaran COD (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
1468,09
0,39
1,22
10,11
113,44
9,39
671,31
0,00
0,00
2,15
19,31
3,82
64,99
0,00
0,00
2,72
2,45
0,06
0,00
0,00
0,00
0,35
2,21
0,07
300,83
0,00
0,00
6,22
90,38
9,24
25,42
0,00
0,00
0,14
7,60
0,01
171,49
0,00
0,00
0,04
29,94
0,20
181,87
0,00
0,00
0,00
20,45
0,19
2883,99
0,39
1,22
21,73
285,79 22,97
Jumlah
2334,41
975,01
107,36
150,02
854,52
70,61
630,90
337,82
5460,65
4-8
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.9
Potensi Beban Pencemaran NO3 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
0,187
Badung
0,071
Buaji
0,010
Ngenjung
0,038
Serangan
0,115
Mati
0,010
Tuban
0,110
Sama
0,035
Bualu
0,575
Jumlah
Sumber: Hasil analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
Potensi Beban Pencemaran NO3 (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
0,376
0,000
0,000
0,008
0,022 0,002
0,172
0
0
0,002
0,004 0,001
0,017
0
0
0,002
0,000 0,000
0,000
0
0
0,000
0,000 0,000
0,077
0
0
0,005
0,018 0,002
0,007
0
0
0,000
0,001 0,000
0,044
0
0
0,000
0,006 0,000
0,047
0
0
0
0,004 0,000
0,738
0,000
0,000
0,018
0,056 0,005
Jumlah
0,596
0,250
0,029
0,038
0,217
0,018
0,160
0,085
1,392
Tabel 4.10
Potensi Beban Pencemaran NH4 dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
1
0,620
Buaji
2
0,236
Ngenjung
3
0,031
Serangan
4
0,125
Mati
5
0,379
Tuban
6
0,032
Sama
7
0,364
Bualu
8
0,115
Jumlah
1,902
Sumber: Hasil analisis
Potensi Beban Pencemaran NH4 (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
1,244
3,1E-05
8,3E-02
1,6E-01
1,5E-06
1,3E-03
0,569
0
0
0,034
0,000
0,001
0,055
0
0
0,043
0,000
0,000
0,000
0
0
0,006
0,000
0,000
0,255
0
0
0,098
0,000
0,001
0,022
0
0
0,002
0,000
0,000
0,145
0
0
0,001
0,000
0,000
0,154
0
0
0
3,1E-08
2,6E-05
2,444
0,000
0,083
0,343
0,000
0,003
Jumlah
2,108
0,839
0,130
0,130
0,734
0,055
0,510
0,269
4,775
Tabel 4.11
Potensi Beban Pencemaran Total N dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
1
0,954
Buaji
2
0,363
Ngenjung
3
0,048
Serangan
4
0,192
Mati
5
0,584
Tuban
6
0,049
Sama
7
0,559
Bualu
8
0,176
Jumlah
2,925
Sumber: Hasil analisis
Potensi Beban Pencemaran Total N (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
1,913
0,002
0,083
0,177
0,041
0,004
0,875
0
0
0,038
0,007
0,002
0,085
0
0
0,048
0,001
0,000
0
0
0
0,006
0,001
0,000
0,392
0
0
0,109
0,032
0,004
0,033
0
0
0,002
0,003
0,000
0,223
0
0
0,001
0,011
0,000
0,237
0
0
0,000
0,007
0,000
3,758
0,002
0,083
0,380
0,102
0,010
Jumlah
3,173
1,284
0,182
0,199
1,121
0,087
0,794
0,421
7,261
4-9
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.12
Potensi Beban Pencemaran Total P dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak dan
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
0,156
Buaji
0,059
Ngenjung
0,008
Serangan
0,031
Mati
0,096
Tuban
0,008
Sama
0,092
Bualu
0,029
Jumlah
0,480
Sumber: Hasil analisis
1
2
3
4
5
6
7
8
Potensi Beban Pencemaran Total P (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
0,314
0,000
0,001
0,013
0,061
0,021
0,143
0
0
0,003
0,010
0,009
0,014
0
0
0,003
0,001
0,000
0
0
0
0,000
0,001
0,000
0,064
0
0
0,008
0,049
0,021
0,005
0
0
0,000
0,004
0,000
0,037
0
0
0,000
0,016
0,000
0,039
0
0
0,000
0,011
0,000
0,616
0,000
0,001
0,027
0,153
0,052
Jumlah
0,566
0,225
0,027
0,033
0,237
0,018
0,145
0,079
1,329
Tabel 4.13
Potensi Beban Pencemaran Koli Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Ternak
dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
DTA
Sapi
Badung
1
3,78E+12
Buaji
2
1,44E+12
Ngenjung
3
1,92E+11
Serangan
4
7,62E+11
Mati
5
2,31E+12
Tuban
6
1,93E+11
Sama
7
2,22E+12
Bualu
8
6,99E+11
Jumlah
1,16E+13
Sumber: Hasil analisis
Potensi Beban Pencemaran Total P (Ton/Tahun) menurut Jenis Ternak
Babi
Kerbau
Kuda
Kambing
Ayam
Itik
7,6E+12
6,72E+09 1,10E+09 2,18E+11 8,73E+11
4,23E+11
3,5E+12
0
0 4,62E+10 1,49E+11
1,72E+11
335,9E+9
0
0 5,86E+10 1,88E+10
2,86E+09
0
0
0 7,51E+09 1,70E+10
2,99E+09
1,55E+12
0
0 1,34E+11 6,95E+11
4,16E+11
1,31E+11
0
0 2,96E+09 5,84E+10
6,38E+08
8,86E+11
0
0 9,06E+08 2,30E+11
8,94E+09
9,40E+11
0
0
0 1,57E+11
8,76E+09
1,49E+13
6,72E+09 1,10E+09 4,68E+11 2,20E+12
1,03E+12
Jumlah
1,29E+13
5,27E+12
6,08E+11
7,89E+11
5,11E+12
3,87E+11
3,34E+12
1,81E+12
3,02E+13
4.4 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU KEGIATAN
AKOMODASI PARIWISATA
Jumlah kamar akomodasi pariwisata di daerah tangkapan air kawasan Teluk
Benoa tahun 2014 adalah 30.759 kamar, terdiri atas 16.376 kamar hotel bintang, 12.950
kamar hotel melati dan 1.433 kamar pondok wisata. Rata-rata tingkat hunian kamar
akomodasi pariwisata di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung tahun 2014 yaitu hotel
bintang 60,77%, hotel melati 47,16% dan pondok wisata 26,11%.
Potensi beban pencemaran dari akomodasi pariwisata menurut kelasnya disajikan
pada Tabel 4.14. Potensi beban pencemaran kegiatan akomodasi pariwisata yang
relatif besar yaitu TSS, COD, BOD dan koli tinja. Potensi beban pencemaran TSS
mencapai 228,011 ton/tahun, BOD sebesar 240,012 ton/tahun, COD sebesar 330,016
ton/tahun dan koli tinja sebanyak 1,8E+15 Jml/tahun. Akomodasi hotel bintang
menyumbang 60,57% dari total beban pencemaran, sisanya dari hotel melati sebesar
37,15% dan pondok wisata 2,28%.
4-10
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.14
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata
menurut Kelasnya di Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
1
TSS
Ton/Tahun
2
BOD
Ton/Tahun
3
COD
Ton/Tahun
4
M&L
Ton/Tahun
5
Deterjen
Ton/Tahun
6
NH4
Ton/Tahun
7
NO2
Ton/Tahun
8
NO3
Ton/Tahun
9
Total N
Ton/Tahun
10
PO4
Ton/Tahun
11
Total P
Ton/Tahun
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
Sumber: Hasil analisis
Bintang
138,114
145,383
199,902
4,434
0,687
6,542
0,062
0,007
7,087
0,036
0,763
1,1E+15
PBP menurut Kelas Hotel
Melati
PW
84,707
5,190
89,165
5,463
122,602
7,511
2,720
0,167
0,421
0,026
4,012
0,246
0,038
0,002
0,004
0,000
4,347
0,266
0,022
0,001
0,468
0,029
6,7E+14
4,1E+13
Jumlah
228,011
240,012
330,016
7,320
1,134
10,801
0,102
0,012
11,701
0,060
1,260
1,8E+15
Distribusi potensi beban pencemaran menurut daerah tangkapan air disajikan pada
Tabel 4.15. Dari delapan DTA di kawasan ini, potensi beban pencemaran tersebar pada
enam DTA dimana di DTA Ngenjung dan DTA Serangan tidak merupakan sumber
pencemaran dari kegiatan akomodasi pariwisata. Distribusi potensi beban pencemaran
bersumber tidak tentu dari kegiatan akomodasi pariwisata cenderung terkonsentrasi di
DTA Tukad Mati dengan sumbangan sebesar 68,51%. Hal ini karena terkonsentrasinya
fasilitas akomodasi di DTA Tukad Mati baik hotel bintang, hotel melati dan pondok wisata.
DTA ini mencakup kawasan pariwisata yang sangat maju yaitu Kawasan Pariwisata Kuta
dan Kawasan Pariwisata Tuban.
DTA Tukad Badung menyumbang beban pencemaran sebesar 6,50%. Beban
pencemaran di DTA ini 89,57% berasal dari hotel melati dan sisanya dari hotel bintang
dan pondok wisata. DTA Tukad Buaji menyumbang beban pencemaran sebesar 2,28%,
terutamanya berasal dari hotel melati yaitu sebesar 98,25% dan sisanya dari pondok
wisata.
Potensi beban pencemaran kegiatan akomodasi pariwisata di DTA Tukad Mati
sebagian besar (65,66%) berasal dari hotel bintang. Hotel bintang di DTA ini tersebar di
Kuta, Legian, Seminyak dan Kerobokan Kelod. Sementara itu, DTA Tuban menyumbang
beban pencemaran sebesar 8,55% dimana 58,51% dari hotel melati, 39,93% dari hotel
bintang dan sisanya dari pondok wisata.
DTA Bualu menyumbang beban pencemaran yang signifikan di kawasan Teluk
Benoa yaitu sebesar 10,28% Potensi beban pencemaran dari akomodasi pariwisata di
DTA ini terdapat di Tanjung Benoa, Bualu, Terora dan sekitarnya. Sedangkan akomodasi
di kawasan BTDC tidak termasuk daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa. Potensi
beban pencemaran di DTA ini didominasi oleh hotel bintang yaitu dengan share 89,31%,
sisanya dari hotel melati 9,69% dan pondok wisata 1,01%.
Beban pencemaran dari DTA Tukad Sama dari kegiatan akomodasi pariwisata
berasal dari akomodasi pariwisata di Jimbaran dan Mumbul. Sumbangannya sebesar
3,89% dimana hotel bintang merupakan penyumbang terbesar yaitu mencapai 62,01%,
sisanya hotel melati 34,10% dan pondok wisata 3,88%.
4-11
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.15
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu Kegiatan Akomodasi Pariwisata
menurut Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
Badung
PBP Akomodasi Pariwisata menurut Daerah Tangkapan Air
Ngenjung Serangan
Mati
Tuban
Sama
Buaji
Jumlah
Bualu
1
TSS
Ton/Tahun
14,82
5,19
0
0
156,22
19,49
8,86
23,43
228,01
2
BPD
Ton/Tahun
15,60
5,47
0
0
164,44
20,51
9,33
24,67
240,01
3
4
COD
M&L
Ton/Tahun
Ton/Tahun
21,45
0,48
7,52
0,17
0
0
0
0
226,11
5,02
28,20
0,63
12,83
0,28
33,92
0,75
330,02
7,32
5
6
Deterjen
NH4
Ton/Tahun
Ton/Tahun
0,07
0,70
0,03
0,25
0
0
0
0
0,78
7,40
0,10
0,92
0,04
0,42
0,12
1,11
1,13
10,80
7
8
NO2
NO3
Ton/Tahun
Ton/Tahun
0,007
0,001
0,002
0,000
0
0
0
0
0,070
0,008
0,009
0,001
0,004
0,000
0,010
0,001
0,10
0,01
9
10
Total N
PO4
Ton/Tahun
Ton/Tahun
0,76
0,00
0,27
0,00
0
0
0
0
8,02
0,04
1,00
0,01
0,45
0,00
1,20
0,01
11,70
0,06
11
12
Total P
Koli Tinja
Ton/Tahun
Jml/Tahun
0,08
1,17E+14
0,03
4,10E+13
0
0
0
0
0,86
1,23E+15
0,11
1,54E+14
0,05
7,00E+13
0,13
1,85E+14
1,26
1,80E+15
Sumber: Hasil analisis
Sama
3.89%
Tuban
8.55%
Badung
6.50%
Bualu
10.28%
Buaji
2.28%
Ngenjung
0.00%
Serangan
0.00%
Mati
68.51%
Gambar 4.2 Distribusi Potensi Beban Pencemaran menurut Daerah Tangkapan Air
Tabel 4.16
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi
Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
Badung
Buaji
Bintang
Melati
PW
Jumlah
Bintang
Melati
PW
Jumlah
1
TSS
Ton/Tahun
1,332
13,272
0,214
14,817
0
5,102
0,091
5,193
2
BOD
Ton/Tahun
1,402
13,970
0,225
15,597
0
5,371
0,095
5,466
3
COD
Ton/Tahun
1,928
19,209
0,309
21,446
0
7,385
0,131
7,516
4
M&L
Ton/Tahun
0,043
0,426
0,007
0,476
0
0,164
0,003
0,167
5
Deterjen
Ton/Tahun
0,007
0,066
0,001
0,074
0
0,025
0,000
0,026
6
NH4
Ton/Tahun
0,063
0,629
0,010
0,702
0
0,242
0,004
0,246
7
NO2
Ton/Tahun
0,001
0,006
0,000
0,007
0
0,002
0,000
0,002
8
NO3
Ton/Tahun
0,000
0,001
0,000
0,001
0
0,000
0,000
0,000
9
Total N
Ton/Tahun
0,068
0,681
0,011
0,760
0
0,262
0,005
0,266
10
PO4
Ton/Tahun
0,000
0,003
0,000
0,004
0
0,001
0,000
0,001
11
Total P
Ton/Tahun
0,007
0,073
0,001
0,082
0
0,028
0,001
0,029
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
1,05E+13
1,05E+14
1,69E+12
1,17E+14
0E+00
4,0E+13
7,1E+11
4,1E+13
Sumber: Hasil analisis
4-12
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Tabel 4.16
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi
Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan)
No
Parameter
Satuan
Mati
Bintang
Melati
Tuban
PW
Jumlah
Bintang
Melati
PW
Jumlah
1
TSS
Ton/Tahun
102,578
49,640
4,002
156,221
7,780
11,401
0,304
19,485
2
BOD
Ton/Tahun
107,977
52,253
4,212
164,443
8,189
12,001
0,320
20,511
3
COD
Ton/Tahun
148,469
71,848
5,792
226,109
11,260
16,502
0,440
28,202
4
M&L
Ton/Tahun
3,293
1,594
0,128
5,016
0,250
0,366
0,010
0,626
5
Deterjen
Ton/Tahun
0,510
0,247
0,020
0,777
0,039
0,057
0,002
0,097
6
NH4
Ton/Tahun
4,859
2,351
0,190
7,400
0,369
0,540
0,014
0,923
7
NO2
Ton/Tahun
0,046
0,022
0,002
0,070
0,003
0,005
0,000
0,009
8
NO3
Ton/Tahun
0,005
0,003
0,000
0,008
0,000
0,001
0,000
0,001
9
Total N
Ton/Tahun
5,264
2,547
0,205
8,017
0,399
0,585
0,016
1,000
10
PO4
Ton/Tahun
0,027
0,013
0,001
0,041
0,002
0,003
0,000
0,005
11
Total P
Ton/Tahun
0,567
0,274
0,022
0,863
0,043
0,063
0,002
0,108
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
8,10E+14
3,92E+14
3,16E+13
1,23E+15
6,1E+13
9,0E+13
2,4E+12
1,5E+14
Sumber: Hasil analisis
Tabel 4.16
Potensi Beban Pencemaran dari Sumber Tidak Tentu menurut Kelas Akomodasi
Pariwisata dan Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa (Lanjutan)
No
Parameter
Satuan
Sama
Bintang
Melati
Bualu
PW
1
TSS
Ton/Tahun
5,496
3,022
0,344
2
BOD
Ton/Tahun
5,785
3,181
3
COD
Ton/Tahun
7,954
4,374
4
M&L
Ton/Tahun
0,176
5
Deterjen
Ton/Tahun
6
NH4
7
8
Jumlah
Bintang
Melati
PW
Jumlah
8,862
20,929
2,270
0,235
23,434
0,362
9,328
22,030
2,389
0,248
24,667
0,498
12,826
30,292
3,285
0,341
33,917
0,097
0,011
0,285
0,672
0,073
0,008
0,752
0,027
0,015
0,002
0,044
0,104
0,011
0,001
0,117
Ton/Tahun
0,260
0,143
0,016
0,420
0,991
0,108
0,011
1,110
NO2
Ton/Tahun
0,002
0,001
0,000
0,004
0,009
0,001
0,000
0,010
NO3
Ton/Tahun
0,000
0,000
0,000
0,000
0,001
0,000
0,000
0,001
9
Total N
Ton/Tahun
0,282
0,155
0,018
0,455
1,074
0,116
0,012
1,203
10
PO4
Ton/Tahun
0,001
0,001
0,000
0,002
0,006
0,001
0,000
0,006
11
Total P
Ton/Tahun
0,030
0,017
0,002
0,049
0,116
0,013
0,001
0,130
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
4,3E+13
2,4E+13
2,7E+12
7,0E+13
1,7E+14
1,8E+13
1,9E+12
1,9E+14
Sumber: Hasil analisis
4.5 POTENSI BEBAN PENCEMARAN DARI SUMBER TIDAK TENTU BERBAGAI
KEGIATAN
Potensi beban pencemaran total di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari
sumber tidak tentu meliputi kegiatan domestik, pertanian, peternakan dan akomodasi
pariwisata disajikan pada Tabel 4.17. Potensi beban pencemaran TSS, minyak dan
lemak, NH4, Total N, PO4, dan koli tinja menunjukkan bahwa kegiatan domestik
menyumbang potensi beban pencemaran yang paling tinggi dibandingkan kegiatan
lainnya. Sementara itu beban pencemaran BOD paling banyak disumbang oleh kegiatan
domestik yaitu sebesar 46,92% akan tetapi peternakan juga menyumbang relatif tinggi
yaitu sebesar 36,57% dari 6097,05 ton/tahun potensi beban pencemaran BOD. Kegiatan
pertanian menyumbang BOD sebesar 12,57%, lebih tinggi dibandingkan kegiatan
akomodasi pariwisata yang menyumbang sebesar 3,94%. Sedangkan untuk COD,
4-13
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
sumbangan terbesar dari kegiatan peternakan yaitu 56,15%, lebih tinggi dibandingkan
dari kegiatan domestik yang menyumbang sebesar 40,45%. Sisanya disumbang dari
kegiatan akomodasi pariwisata sebesar 3,39%.
Tabel 4.17
Potensi Beban Pencemaran Total dari Sumber Tidak Tentu menurut Jenis Kegiatan di
Daerah Tangkapan Air di Kawasan Teluk Benoa
No
Parameter
Satuan
1
TSS
Ton/Tahun
2
BOD
Ton/Tahun
3
COD
Ton/Tahun
4
M&L
Ton/Tahun
5
Deterjen
Ton/Tahun
6
NH4
Ton/Tahun
7
NO2
Ton/Tahun
8
NO3
Ton/Tahun
9
Total N
Ton/Tahun
10
PO4
Ton/Tahun
11
Total P
Ton/Tahun
12
Koli Tinja
Jml/Tahun
13
Pestisida
Liter/Tahun
Sumber: Hasil analisis
Domestik
2717,95
2861,00
3933,87
87,26
13,52
128,74
0,14
0,72
139,23
12,16
15,02
2,15E+16
-
Pertanian
0,63
766,13
66,09
20,02
100,27
Jenis Kegiatan
Peternakan
2229,91
5460,65
4,77
0
1,39
7,26
1,33
3,02E+13
-
Pariwisata
228,01
240,01
330,02
7,32
1,13
10,80
0,10
0,01
11,70
0,06
1,26
1,80E+15
-
Jumlah
2946,59
6097,05
9724,53
94,58
14,65
144,32
0,25
2,12
224,29
12,22
37,63
2,33E+16
100,27
Beban pencemaran nitrit (NO2) terutama bersumber dari dua kegiatan yaitu
domestik dan pariwisata dimana sumbangan masing-masingnya sebesar 58,42% dan
41,58%. Beban pencemaran nitrat (NO3) didominasi dari kegiatan peternakan dengan
menyumbang sebesar 65,68% dari 2,12 ton/tahun dan sisanya berasal dari kegiatan
domestik dengan sumbangan sebesar 33,80%. Sedangkan Total N terutama berasal dari
kegiatan domestik dengan sumbangan sebesar 62,08% dan pertanian dengan
sumbangan sebesar 29,47%.
Beban pencemaran fosfat (PO4) sebanyak 12,22 ton/tahun dimana sangat dominan
berasal dari kegiatan domestik yaitu 99,50%, sisanya sebesar 0,49% berasal dari
akomodasi pariwisata. Sedangkan Total P sebesar 36,63 ton/tahun, sebagian besar
(53,20%) dari kegiatan pertanian dan kedua sebesar 39,92% dari domestik.
Beban pencemaran koli tinja sebanyak 2,33E+16 Jml/tahun, sebesar 92,15% dari
kegiatan domestik, sedangkan dari kegiatan peternakan dan akomodasi pariwisata relatif
kecil yaitu masing-masing 0,13% dan 7,72%. Selanjutnya potensi pencemaran pestisida
hanya dari kegiatan pertanian dengan total potensi bebannya sebanyak 100,27
liter/tahun.
4-14
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil studi inventarisasi sumber pencemar lingkungan pesisir dan laut yang
berasal dari non point sources di kawasan Teluk Benoa dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1)
2)
3)
Daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa meliputi wilayah yang relatif luas
mencakaup 54 desa/kelurahan, 9 kecamatan dan 2 kabupaten/kota dengan luas
159,11 km2. Terdapat delapan daerah tangkapan air yang bermuara ke Teluk Benoa
yaitu DTA Tukad Badung, DTA Tukad Mati, DTA Tukad Buaji, DTA Tukad Ngenjung,
DTA Serangan, DTA Tuban, DTA Tukad Sama dan DTA Tukad Bualu.
Morfologi daerah tangkapan air di kawasan Teluk Benoa dapat dibedakan atas dua
unit topografi yaitu daerah dataran rendah dengan kemiringan landai (0-2%) di
daerah bagian utara dan daerah berbukit dengan kemiringan hingga >40% di bagian
selatan.
Sungai-sungai yang mengalir ke Teluk Benoa yang secara langsung membawa input
beban pencemaran ke dalam teluk terdiri atas sungai utama, sungai terbentuk dari
saluran irigasi dan alur rawa dan sungai intermitten. Sungai utama yaitu Tukad
Badung dan Tukad Mati. Tukad Badung mengalir di tengah Kota Denpasar dan
berperanan penting dalam sistem jaringan drainase pusat Kota. Tukad Mati mengalir
di perbatasan Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dan berperana penting dalam
sistem jaringan dranase Denpasar bagian barat dan kawasan Kuta di Kabupaten
Badung.. Sungai terbentuk dari saluran irigasi dan alur rawa yaitu Tukad Buaji, Tukad
Pekaseh, Tukad Punggawa dan Tukad Ngenjung dimana sungai-sungai ini berperan
penting sebagai sistem jaringan drainase pusat Kota Denpasar sampai ke daerah
5-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
4)
5)
6)
7)
8)
9)
10)
11)
12)
13)
14)
15)
16)
huilir di Teluk Benoa. Sedangkan sungai intermiten yaitu Tukad Sama dan Tukad
Bualu, mengalir di bagian selatan Teluk Benoa dan memberi kontribusi limpasan
permukaan yang besar pada musim hujan.
Penggunaan lahan di daerah tangkapan air Kawasan Teluk Benoa tahun 2013 terdiri
dari sawah 2.244,51 ha (14,11%), tegal/kebun 1.883,63 ha (11,84%), perkebunan
784,70 ha (4,93%), pekarangan 8.849,22 ha (55,62%) dan lainnya (jalan, hutan,
sungai lahan kosong, dll) 2.149,19 ha (13,51%). Dengan demikian, lahan terbangun
di DTA ini mencapai 55,62%. Tingginya proporsi lahan terbangun karena DTA ini
merupakan kawasan perkotaan dengan kepadatan penduduk tertinggi di Bali dan
pusat-pusat perekonomian daerah Bali.
Penduduk yang bermukim di daerah tangkapan air kawasan Teluk Benoa tahun 2013
berjumlah 785.200 orang. Kepadatan penduduknya rata-rata 4.935 orang/km 2,
tergolong kepadatan penduduk sangat tinggi.
Potensi beban pencemaran Total Suspended Solids (TSS) di daerah tangkapan air
kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 2946,59 ton/tahun dimana
92,24% berasal dari kegiatan domestik.
Potensi beban pencemaran Biochemical Oxygen Demand (BOD) di daerah
tangkapan air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 6097,05
ton/tahun dimana 46,92% berasal dari kegiatan domestik, 36,57% dari peternakan
dan sisanya dari pertanian dan akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran Chemical Oxygen Demand (COD) di daerah tangkapan
air kawasan Teluk Benoa dari sumber tidak tentu sebanyak 9724,53 ton/tahun
dimana 56,15% berasal dari kegiatan peternakan dan 40,45% dari kegiatan domestik
dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran minyak dan lemak sebanyak 94,58 ton/tahun, 92,26%
berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran deterjen sebanyak 14,65 ton/tahun dimana 92,27%
berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran amonium (NH4) sebanyak 144,32 ton/tahun dimana
89,21% berasal dari kegiatan domestik dan sisanya dari kegiatan peternakan dan
akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran nitrit (NO2) sebanyak 0,25 ton/tahun, terutama
bersumber dari dua kegiatan yaitu domestik dan pariwisata dimana sumbangan
masing-masingnya sebesar 58,42% dan 41,58%.
Potensi beban pencemaran nitrat (NO3) sebanyak 2,12 ton/tahun, didominasi dari
kegiatan peternakan yaitu 65,68% dan sisanya dari kegiatan domestik sebesar
33,80%.
Potensi beban pencemaran Total N sebanyak 224,29 ton/tahun, terutama berasal
dari kegiatan domestik dengan sumbangan sebesar 62,08% dan pertanian dengan
sumbangan sebesar 29,47%.
Potensi beban pencemaran fosfat (PO4) sebanyak 12,22 ton/tahun dimana sangat
dominan berasal dari kegiatan domestik yaitu 99,50%, sisanya sebesar 0,49%
berasal dari akomodasi pariwisata.
Potensi beban pencemaran Total P sebesar 36,63 ton/tahun, sebagian besar
(53,20%) dari kegiatan pertanian dan kedua sebesar 39,92% dari domestik.
5-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
17) Potensi beban pencemaran koli tinja sebanyak 2,33E+16 Jml/tahun, sebesar 92,15%
dari kegiatan domestik, sedangkan dari kegiatan peternakan dan akomodasi
pariwisata relatif kecil yaitu masing-masing 0,13% dan 7,72%.
18) Potensi beban pencemaran pestisida hanya dari kegiatan pertanian dengan total
potensi bebannya sebanyak 100,27 liter/tahun.
5.2 SARAN
Memperhatikan besarnya potensi beban pencemaran di daerah tangkapan air
kawasan Teluk Benoa yang berimplikasi terhadap kualitas lingkungan Teluk Benoa
sebagai sebuah sistem ekologi yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menopang
berbagai kegiatan ekonomi masyarakat melalui perikanan dan pariwisata maka sebagai
langkah tindak lanjut dari hasil studi ini disarankan sebagai berikut:
1) Pemerintah Provinsi Bali sesuai kewenangannya mendorong kerjasama dengan
Pemerintah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar dalam upaya pengendalian
pencemaran yang berasal dari sumber tidak tetap.
2) Untuk menunjang program pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan,
maka perlu dilanjutkan dengan studi penghitungan Daya Tampung Beban
Pencemaran di Teluk Benoa.
3) Dalam rangka pengendalian beban pencemaran dan pengelolaan limngkungan
melalui pendekatan daerah aliran sungai secara terintegrasi maka Pemerintah,
Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) dan para pemangku kepentingan
terkait menyusun rencana dan strategi pengelolaan daerah tangkapan air kawasan
Teluk Benoa dengan memperhatikan potensi beban pencemaran dan daya tampung
beban pencemaran.
5-3
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Alabaster, J.S. and R. Lloyd. 1982. Water Criteria Quality for Freshwater Fish. 2nd edition.
Butterworth Scientific. London (UK).
Alerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
APHA. 1992. Standard methods for the examination of water and wastewater. 18th ed.
American Public Health Association, Washington, DC.
Anonimous, 2009. Pengolahan
greenradio.fm.
Limbah
Deterjen
dengan
Biofilter.
http://www.
Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. http://.wordpress.com.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific
Publishing Company. Amsterdam.
Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Fourth Printing. Urburn
University Agricultural Experiment Station. Alabama, USA.
Boyles, W. 1997. The Science of Chemical Oxygen Demand. Technical Information
Series, Booklet No. 9. Hach Company. Loveland, USA.
Cotton, C. A. 1949. Classifikation and correlation of River Terrasces. Journal
Geomorphology, Vol 3. New York: Grw Hill.
Davis, M.L. and D.A. Cornwell. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second
edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.
Duce, R A. 2008. Impacts of Atmospheric Anthropogenic Nitrogen on the Open Ocean.
Science. Vol 320.
Dugan, P.R. 1972. Biochemical Ecology of Water Pollution. Plenum Press. New York.
Edward dan M.S Tarigan. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fosfat Dan
Nitrat di Laut Banda. Makara, Sains, Vol. 7, No. 2, Agustus 2003.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Fardiaz,S., 1995. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Hadiukusumah. 2008. Variabilitas Suhu dan Salinitas di perairan Cisadane. Makara,
Sains, Vol. 12. No. 2 November 2008: 82-88.
Hasan, 2006. Dampak Penggunaan Klorin. J. Tek. Ling. P3TL-BPPT. 7(1): 90-96.
Issa, A.A. and M.A. Ismail. 1995. Effect of detergent on River Nile water microfora. Acta
Hidrobiol. 37: 93-102.
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta
5-1
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
McNeely, R.N., V.P. Nelmanis and L. Dawyer. 1979. Water Quality Source Book. A Guide
to Water Quality Parameter. Island Water Directorate, Water Quality Branch. Ottawa,
Canada.
Miller, G.T. 1992. Living in the Environment. Seventh edition. Wadswooth Publishing
Company, California.
Miller, G.T. 1972. Living in the Environment, Concepts, Problems and Alternatives.
Wadswooth Publishing Company, California.
Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag. New York.
Mulyanto., H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mason, C.F. 1993. Biology of Freshwater Pollution. Second edition. Longman Scientific
and Technical. New York.
Metcalf and Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering—Treatment, Disposal, and Reuse.
3rd ed. McGraw-Hill Publishing Company, New York, New York. (DCN 00213)
McNeely, R.N., V.P. Nelmanis and L. Dwyer. 1979. Water Quality Source Book, A Guide
to Water Quality Parameter. Inland Waters Directorate, Water Quality Branch,
Ottawa. Canada.
Moore, J.W. 1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springer-Verlag. New York.
Penn, M.R., J.J. Pauer and J.R. Mihelcik. 2011. Biochemical Oxygen Demand.
Environmental and Ecological Chemistry, Vol. II. Encyclopedia of Live Support
System (EOLSS).
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for Tropical
Countries. AIT. London.
Polprasert, C. 1989. Organic Waste Recycling. John Wiley & Son. Chichester.
Purwahadidjanto, P. Sunari dan S. Andayani. 2008. Pemupukan dan Kesuburan Perairan
Budidaya. Faperik UB Malang.
Rao, C.S. 1992. Environmental Pollution Control Engineering. Wiley Eastern Limited. New
Delhi.
Rubiyatadji, R. 1993. Penurunan Kadar Deterjen (Alkyl Benzene Sulphonate) Dalam Air
Dengan Proses Adsorpsi Karbon Aktif. Tugas Akhir. Program Studi Teknik
Lingkungan, ITS, Surabaya.
Sawyer, C.N. and P.L. McCarty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering. Third
edition. McGraw-Hill Company. Tokyo.
Tang, U. M. dan Kasnawati. 1992. Hewan Markobenthos sebagai Indikator Biologi
Pencemaran Bahan Organik di Sungai. Majalah Pengembangan Ilmu-ilmu
Peternakan dan Perikanan, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
17 (1) : 20 – 23.
Toy, A.D.F. and E.N. Walsh. 1987. Phosphorus chemistry in everyday living (2nded).
American Chemical Society. Washington, DC.
Wardhana, W.S. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
5-2
KEMETERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DIREKTORAT PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT
Wattayakorn, G. 1988. Nutrient Cycling in estuarine. Paper presented in the Project on
Research and its Application to Management of the Mangrove of Asia and Pasific.
Ranong, Thailand.
Widiyani, P. 2010. Dampak Dan Penanganan Limbah Deterjen. Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Widowati, W. et al. 2008. Efek Toksik Logam: Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran. Penerbit ANDI, Yogyakarta.
Zahidin, M. 2008. Kajian Kualitas Air di Sungai Pekalongan di Tinjau dari Indeks
Keanekaragaman Makrobentos dan Indeks Saprobitas Plankton. Tesis.
Pascasarjana. UNDIP.
5-3
Download