SP-Elia Aditya

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
KETEPATAN SENSOR ULTRASONIK DALAM
MENDETEKSI PERGERAKAN DINDING DADA PADA
PASIEN DENGAN KEGANASAN REGIO THORAKAL DAN
ABDOMINAL YANG MENJALANI RADIOTERAPI
DISUSUN OLEH:
ELIA ADITYA BANI KUNCORO
1006769165
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA / RSUPN-CM
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI ONKOLOGI RADIASI
JAKARTA, DESEMBER 2013
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
KETEPATAN SENSOR ULTRASONIK DALAM
MENDETEKSI PERGERAKAN DINDING DADA PADA
PASIEN DENGAN KEGANASAN REGIO THORAKAL DAN
ABDOMINAL YANG MENJALANI RADIOTERAPI
DISUSUN OLEH:
ELIA ADITYA BANI KUNCORO
1006769165
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA / RSUPN-CM
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PROGRAM STUDI ONKOLOGI RADIASI
JAKARTA, DESEMBER 2013
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Elia Aditya Bani Kuncoro
NPM
: 1006769165
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 14 Januari 2014
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh:
Nama
: Elia Aditya Bani Kuncoro
NPM
: 1006769165
Program Studi
: Pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi
Judul Tesis:
: Ketepatan Sensor Ultrasonik dalam Mendeteksi Pergerakan
Dinding Dada pada Pasien dengan Keganasan Regio Thorakal
dan Abdominal yang Menjalani Radioterapi.
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis
pada Program Studi Onkologi Radiasi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia.
Ka. Dept. Radioterapi RSCM / Pembimbing
Prof. DR. Dr. Soehartati G, Sp.Rad(K)Onk.Rad
...................................
KPS Onkologi Radiasi
DR. Dr. Sri Mutya S., Sp.Rad(K)Onk.Rad
...................................
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
kasih, berkat, dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Dokter Spesialis Onkologi Radiasi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari
masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. DR. Dr. Soehartati Gondhowiardjo, Sp. Rad(K)Onk.Rad selaku
pembimbing saya yang berkat bimbingannya tesis ini dapat terwujud.
2. Guru-guru yang saya hormati di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
dan di Departemen Radioterapi RSCM Jakarta: Prof. DR. Dr. Soehartati
Gondhowiardjo,
Sp.Rad(K)Onk.Rad,
Prof.
dr.
H.M.
Djakaria,
Sp.Rad(K)Onk.Rad, DR. Dr. Sri Mutya S., Sp.Rad(K)Onk.Rad, dr.
Nana
Supriana,
Sp.Rad(K)Onk.Rad,
dan
dr.
Irwan
Ramli,
Sp.Rad(K)Onk.Rad, dr. Gregorius Ben Prajogi Sp.OnkRad, dr. Arie
Munandar Sp.OnkRad, dr. Angela Giselvania Sp.OnkRad, dr. Endang
Nuryadi Sp.OnkRad yang telah membimbing dan mendidik saya dengan
penuh kesabaran.
3. Kepada rekan-rekan saya Bapak Purwatmo K., S.T. dan Bapak Joko Bagus
serta sejawat PPDS Onkologi Radiasi yang ikut membantu sehingga
penelitian ini dapat terwujud.
4. Semua keluarga saya yang telah memberikan dukungan, pengorbanan dan
berkat doa mereka, saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
5. Rekan-rekan karyawan dan karyawati Departemen Radioterapi RSCM yang
telah membantu selama masa pendidikan saya.
6. Berbagai pihak yang ikut membantu dalam penulisan tesis ini secara langsung
maupun tidak langsung.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
v
Akhir kata, saya berharap semoga Tuhan berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama
: Elia Aditya Bani Kuncoro
NPM
: 1006769165
Program Studi
: Pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi
Departemen
: Radioterapi
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Ketepatan Sensor Ultrasonik dalam Mendeteksi Pergerakan Dinding Dada pada
Pasien dengan Keganasan Regio Thorakal dan Abdominal yang Menjalani
Radioterapi.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Jakarta
Pada tanggal : 14 Januari 2014
Yang menyatakan
(dr. Elia Aditya Bani Kuncoro)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
vii
ABSTRAK
Nama
: Elia Aditya Bani Kuncoro
Program Studi
: Onkologi Radiasi
Judul
: Ketepatan Sensor Ultrasonik dalam Mendeteksi Pergerakan
Dinding Dada pada Pasien dengan Keganasan Regio Thorakal
dan Abdominal yang Menjalani Radioterapi.
Pendahuluan : Radioterapi pada regio thorakal dan abdominal semakin
menimbulkan peminatan seiring dengan berkembangnya teknik pencitraan,
perencanaan penyinaran, dan imobilisasi. Pergerakan tumor karena pernafasan
menjadi tantangan yang harus diatasi dalam penyampaian dosis radiasi.
Diperlukan mekanisme radioterapi adaptif untuk dapat melakukan penyelarasan
terhadap pergerakan nafas.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang
mengambil data pengukuran gerakan dinding dada menggunakan sensor
ultrasonik secara real-time dan dibandingkan dengan pengukuran sesungguhnya
yang diperoleh dari MotionView™. Setiap pengukuran dilakukan setiap 0,22
detik. Dilakukan pengukuran nilai korelasi antar dua set data pengukuran serta
dihitung selisih kedua pengukuran untuk mendapatkan nilai estimasi dan
simpangan deviasi dari nilai yang diperoleh.
Hasil : Sembilan orang sampel berhasil direkrut dalam penelitian ini, pada
masing-masing sampel, data diambil sebanyak 3 kali. Diperoleh median selisih
pengurukuran dari kedua instrumen adalah 1,1 mm dengan simpangan deviasi 2,0
mm. Pada uji korelasi antar hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai yang
diperoleh dari instrumen berbasiskan ultrasonik memiliki korelasi 0,97 (positif
sangat kuat; p=0,000).
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen berbasiskan
ultrasonik
memiliki
kemampuan
untuk
mengukur
pergerakan
dinding
thorakoabdominal dengan kekuatan korelasi sangat kuat, dengan ketepatan
resolusi sebesar 1,1 mm dengan simpangan deviasi ± 2,0 mm.
Kata kunci : radioterapi adaptif, gerak pernafasan, instrumen berbasis ultrasonik,
MotionView™, ketepatan, korelasi
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
viii
ABSTRACT
Name
: Elia Aditya Bani Kuncoro
Study Programme
: Radiation Oncology
Title
: The accuracy of ultrasonic sensor in detecting thoracic wall
movement in patient with toracic or abdominal cancer
underwent radiotherapy.
Introduction : The interest of radiotherapy in thoracic and abdominal
malignancy is increasing in accordance with the advance of imaging, treatment
planning, and immobilization technique. Tumor motion as a consequences of
respiration is a challanging issue in the dose delivery. Adaptive radiotherapy is
demanded to be able to synchronize radiation delivery with the respiratory
motion.
Methods : This research compares the measurements of thoracic wall movement
acquired from two different device: ultrasound based instrument vs MotionView™
as a reference standard. Each measurement data is collected every 0,22 second,
and after the data are completed, the two datasets are then analyzed to obtain the
correlation coeficient and the absolut difference between the two datasets to
calculate the point of estimate and the deviation standard between instruments.
Results : Nine samples were recruited and completed the data collection for three
sequential fractions. Median of difference between instruments were 1,1 mm with
standard deviation of 2,0 mm. Correlation test between measurements shows
positive correlation with the coeficient of 0,97 (very strong; p=0,00).
Conclusion : This study shows the ability of ultrasound based instrument to
measure the chest wall movement with a very strong correlation compared to the
reference standard. Individual point measurements show a difference of 1,1 mm
with standard deviation of 2,0 mm.
Keyword : adaptive radiotherapy respiratory motion, ultrasound based
instrument, MotionView™, accuracy, correlation
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI............................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xiii
BAB 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 2
1.4. Hipotesis ....................................................................................................... 2
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.5.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 3
1.5.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 3
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
2.1. Treatment Planning Radioterapi ................................................................... 4
2.1.1. Tujuan Planning Radioterapi ................................................................. 4
2.1.2. Pendefinisian Volume dalam Radioterapi ............................................. 5
2.1.2. Margin dan Ketidakpastian .................................................................... 6
2.2. Gerak Dinding Thoracoabdominal pada Pernafasan .................................... 8
2.2.1. Mekanisme Pernafasan .......................................................................... 8
2.2.2. Pengaruh Pernafasan terhadap pencitraan ............................................. 9
2.2.3. Pengaruh Pernafasan terhadap posisi target......................................... 10
2.3. Sensor Sonar / Ultrasonik dan Mikrokontroler .......................................... 11
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
x
2.3.1. Sensor Sonar / Ultrasonik HC-SR04 ................................................... 11
2.3.2. Mikrokontroler Arduino ...................................................................... 13
2.4. IGRT dan Radioterapi Adaptif ................................................................... 15
2.4.1. Konsep IGRT ....................................................................................... 15
2.4.2. Konsep Radioterapi Adaptif ................................................................ 16
2.4.3. Manajemen untuk Mengatasi Gerak Pernafasan ................................. 17
2.5. Kerangka Konsep Penelitian ...................................................................... 25
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 26
3.1. Desain Penelitian ........................................................................................ 26
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 26
3.3. Populasi Peneltian ...................................................................................... 26
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................... 26
3.8.1. Kriteria Inklusi ..................................................................................... 26
3.8.2. Kriteria Eksklusi .................................................................................. 26
3.5. Besar Sampel .............................................................................................. 27
3.6. Cara Pengambilan Sampel.......................................................................... 27
3.7. Cara Kerja Penelitian.................................................................................. 27
3.8. Alur Penelitian ............................................................................................ 29
3.9. Variabel Penelitian ..................................................................................... 29
3.9.1. Variabel bebas (independen): .............................................................. 29
3.9.2. Variabel terikat (dependen): ................................................................ 29
3.10. Definisi Operasional Penelitian ................................................................ 30
3.11. Rencana Analisis ...................................................................................... 30
BAB 4
HASIL PENELITIAN ........................................................................................... 31
BAB 5
PEMBAHASAN ................................................................................................... 39
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 44
6.1. Kesimpulan ................................................................................................. 44
6.2. Saran ........................................................................................................... 44
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 46
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien ............................................................................. 31
Tabel 4.2. Fase pernafasan pasien pada pengamatan setiap fraksi.. ..................... 32
Tabel 4.3. Perbedaan posisi dinding dada antar-fraksi pada inspirasi dalam........ 34
Tabel 4.4. Perbedaan posisi dinding dada antar-fraksi pada ekspirasi dalam ....... 34
Tabel 4.5. Perbedaan posisi inspirasi saat pernafasan biasa (intra dan antar fraksi)
.............................................................................................................. 35
Tabel 4.6. Perbedaan posisi ekspirasi saat pernafasn biasa (intra dan antar-fraksi)
.............................................................................................................. 36
Tabel 4.7. Tabel korelasi antara amplitudo yang ditampilkan oleh instrumen
berbasis ultrasonik dengan MotionView™ ........................................... 37
Tabel 4.8. Tabel analisis selisih pengukuran pada instrumen berbasis ultrasonik
dan MotionView™ pada seluruh sampling. .......................................... 37
Tabel 4.9. Tabel korelasi antara keseluruhan pengukuran yang ditampilkan oleh
instrumen berbasis ultrasonik dengan MotionView™ .......................... 38
Tabel 5.1 Grafik fase pernafasan pada sampel dengan metode penyaringan
modifikasi. ............................................................................................ 43
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Potongan frontal CT scan pada saat bernafas bebas (free breathing)
dan pada saat dilakukan gating ekspirasi ............................................... 9
Gambar 2.2. Besar dan arah perpindahan, pada 23 pasien dengan tumor paru dari
publikasi oleh Seppenwoolde et al. ...................................................... 11
Gambar 2.3. Sensor HC-SR04 sonar, dengan 4 buah pin. .................................... 12
Gambar 2.4. Cara kerja sensor HC-SR04 ............................................................. 13
Gambar 2.5. Metode RPM Varian ........................................................................ 20
Gambar 2.6. Metode menggunakan spirometer pneumotach................................ 22
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
xiii
DAFTAR SINGKATAN
4D-CT
: Four-dimensional Computed Tomography
AAPM
: American Association of Physicist in Medicine
ABC
: Active breathing control
CMNR
: Customer minor
CTV
: Clinical Target Volume
DIBH
: Deep inspiration breath hold
DRR
: Digitally Reconstruced Radiograph
GTV
: Gross Tumor Volume
ICRU
: International Comission on Radiation Units and Measurements
IGRT
: Image-Guided Radiotherapy
ITV
: Internal Target Volume
MLC
: Multi-leaf Collimator
MRS
: Magnetic Resonance Spectroscopy
NSCLC
: Non Small-cell Lung Cancer
OAR
: Organ at Risk
PET-CT
: Positron-emission Tomography
PRV
: Planning organ at risk Volume
PTV
: Planning Target Volume
RPM
: Real-time Positioning Management
TPS
: Treatment Planning System
TV
: Treated Volume
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sasaran radioterapi adalah untuk memberikan dosis radiasi yang cukup
dan terukur untuk jaringan tumor, dengan semaksimal mungkin mengurangi dosis
pada jaringan sehat, dengan tujuan untuk mengeradikasi sel kanker, meningkatkan
kualitas hidup, memperpanjang harapan hidup, dengan harga dan pengeluaran
yang layak.(1) Keberhasilan radioterapi ditentukan oleh keakuratan dalam
pemberian dosis pada organ target maupun keakuratan dalam menyisihkan
jaringan sehat.(2)
Pada kanker di regio thorakal yang menjalani radioterapi, perubahan
posisi karena gerakan pernafasan meningkatkan kemungkinan penyampaian dosis
radiasi yang kurang presisi sehingga mengharuskan adanya margin yang besar di
sekitar target radiasi. Pemberian margin tersebut menyebabkan dosis maupun
volume distribusi yang diterima oleh jaringan sehat seperti paru dan jantung
menjadi bertambah, dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya efek
samping lanjut.
Penelitian menunjukkan pada 165 pasien dengan kanker payudara kiri
yang mendapatkan radioterapi memiliki resiko 44% lebih besar untuk mengalami
kematian karena penyakit jantung.(3) Penelitian lainnya juga menunjukkan adanya
korelasi antara volume jantung yang mendapat dosis radiasi dengan mortalitas
karena penyakit jantung, dan volume paru yang mendapat dosis radiasi memiliki
korelasi dengan gangguan fungsional paru.(4) Untuk mendapatkan ketepatan yang
lebih baik, diperlukan pemberian radiasi yang dapat disesuaikan dengan
perubahan posisi target karena gerak nafas.
Usaha untuk melakukan penyesuaian tersebut memunculkan istilah baru
yang disebut respiration adaptive radiotherapy atau radioterapi adaptif.
Radioterapi adaptif telah diteliti sejak tahun 1996, dan melahirkan berbagai
teknik, termasuk menghasilkan instrumen-instrumen untuk memonitor fase dan
amplitudo pernafasan seperti SpyroDyn RX yang berbasiskan spirometri, RPM
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
2
Varian yang memonitor pergerakan dinding dada berbasiskan infrared, ANZAI
Siemens, penggunaan marker implan, dan lain-lain.(5)
Penggunaan instrumen-instrumen komersial tersebut dapat memberikan
informasi tambahan mengenai perubahan posisi karena siklus pernafasan dan
pergerakan dinding dada dengan masing-masing keunggulan dan keterbatasan.
Salah satu keterbatasan yang dijumpai adalah harga dan perawatan yang cukup
mahal. Penggunaan instrumen berbasiskan sonar sampai saat ini belum pernah
diteliti dan diketahui ketepatannya.
1.2. Rumusan Masalah
Keberhasilan radioterapi ditentukan oleh keakuratan dalam pemberian
dosis pada organ target maupun keakuratan dalam menyisihkan jaringan sehat.
Adanya gerakan pernafasan pada pasien dengan kanker di daerah thorakal
menyebabkan margin yang diberikan di sekitar target organ harus cukup besar
agar seluruh target kanker tercakup, di lain pihak meningkatkan volume atau dosis
radiasi terhadap jaringan sehat di sekitarnya. Berbagai usaha dan instrumen untuk
menyesuaikan perubahan posisi karena gerak nafas dengan pemberian radioterapi
telah dilakukan dan dikenal dengan istilah radioterapi adaptif. Penggunaan
instrumen berbasiskan sonar atau ultrasonik sampai saat ini belum pernah diteliti
dan diketahui keakuratannya.
1.3. Pertanyaan Penelitian
a. Apakah terdapat korelasi antara pengukuran yang didapatkan oleh
instrumen berbasiskan sonar / ultrasonik dengan pengukuran standar
(MotionView)?
b. Berapakah ketepatan instrumen berbasiskan sonar / ultrasonik untuk
mengukur gerakan dinding dada pada arah anterior-posterior?
1.4. Hipotesis
a. Instrumen berbasiskan sonar, memiliki korelasi positif dengan
pengukuran standar.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
3
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
Diketahuinya kemampuan instrumen berbasiskan sonar / ultrasonik dalam
memonitor pergerakan dinding dada pada pasien dengan kanker di regio
thorakal.
1.5.2. Tujuan Khusus
a.
Diketahuinya korelasi pengukuran antara instrumen berbasiskan
sonar dalam memonitor pergerakan dinding dada.
b.
Diketahuinya ketepatan instrumen berbasis sonar untuk mengukur
pergerakan dinding dada pada arah anterior-posterior.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Untuk peneliti dan pelayan di bidang kesehatan, dapat memberikan
informasi tentang instrumen radioterapi adaptif yang sederhana,
terjangkau dan dapat memonitor pergerakan dinding dada secara
akurat.
b. Untuk pasien, dapat memberikan dasar untuk digunakannya instrumen
radioterapi adaptif yang sederhana, non-invasif, dan selanjutnya dapat
memberikan dosis radiasi yang lebih rendah untuk jaringan sehat
dengan tetap memberikan cakupan yang memadahi untuk target
tumor.
c. Untuk ilmu pengetahuan dan penelitian, memberikan wawasan
tentang penggunaan sonar sebagai metode monitoring gerakan nafas
yang akurat dan selanjutnya dapat dikembangkan menjadi sistem
automatisasi yang lebih baik.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Treatment Planning Radioterapi
2.1.1. Tujuan Planning Radioterapi
Teknologi pencitraan modern seperti CT-scan dan MRI menyediakan
model tiga-demensi yang utuh dari anatomi pasien maupun bentuk serta lokasi
kankernya. Pencitraan yang canggih saat ini memunginkan ahli onkologi radiasi
uantuk mengidentifikasi tumor secara lebih akurat dan lokasi topografis terhadap
organ sehat di sekitarnya.
CT simulator dan treatment planning 3 dimensi (TPS 3D) mulai tersedia
secara komersial sejak awal tahun 1990-an dan saat ini telah menjadi standar
dalam pelayanan radioterapi.(6) Ketepatan pencitraan semakin disempurnakan
dengan adanya modalitas pencitraan fungsional seperti Magnetic Resonance
Spectroscopy (MRS) dan Positron-emission Tomography Imaging (PET-CT).
Proses treatment planning 3 dimensi melalui serangkaian tahapan, mulai
dari penempatan posisi pasien dan pengambilan pencitraan CT-scan simulator,
melakukan pendefinisian struktur anatomis dan target radiasi serta dose
prescription yang diinginkan, konfigurasi beam dan perhitungan dosis, evaluasi
dan review serta perbaikan planning, sampai pada akhirnya planning
diimplementasikan dan dilakukan verifikasi.(6, 7)
Tahapan – tahapan tersebut dilakukan demi memenuhi satu tujuan, yakni
tercapainya dosimetric goal untuk menyampaikan dosis yang adekuat serta
terukur pada jaringan tumor, dan seminimal mungkin pada jaringan sehat yang
ditentukan dalam bentuk dose constraints.(8)
Penyempurnaan perangkat keras TPS 3D beserta dengan perangkat lunak
yang mampu melakukan kalkulasi dan optimisasi dosis yang semakin baik,
didukung dengan penyempurnaan pesawat penyinaran membuat pendistribusian
dosis penyinaran menjadi semakin conform dengan dose-gradient yang lebih
curam, sehingga organ sehat di sekitar target lebih terlindung.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
5
2.1.2. Pendefinisian Volume dalam Radioterapi
ICRU Reports 50 (1993), 62 (1999), dan 83 (2007), memberikan kaidah
dalam mendefinisikan tumor beserta jaringan normal dalam kaitannya dengan
proses treatment planning dan proses pelaporan. Definisi yang disarankan
mencakup definisi tentang volume tumor yang diketahui atau GTV (Gross Tumor
Volume), definisi tentang area yang diduga mengandung infiltrasi mikroskopis
tumor atau CTV (Clinical Target Volume), dan definisi volume jaringan sehat
yang penting dan ada di sekitar area radiasi atau OAR (Organ at Risk). GTV,
CTV dan OAR merupakan kosep anatomis fisiologis yang dalam penentuannya
tidak berkaitan dengan teknik radiasi yang nantinya digunakan, jenis sinar yang
digunakan, setup pasien dan verifikasi.(8-10)
Selain itu dalam ICRU juga dijelaskan tentang PTV (Planning target
volume) yaitu area yang memastikan setiap infiltrasi mikroskopis akan menerima
dosis yang diresepkan, PRV (Planning organ-at-risk volume) yaitu area di sekitar
organ at risk yang dapat merupakan variasi posisi selama penyinaran
berlangsung, ITV (Internal target volume) atau komponen perubahan posisi tumor
karena pergerakan yang fisiologis, dan TV (treated volume) atau volume yang
dilingkupi oleh kurva isodosis sesuai dengan peresepan dosis untuk target radiasi.
Berbeda dengan ketiga definisi sebelumnya yang bersifat anatomis-fisiologis,
ITV, PTV dan PRV merupakan konsep geometris yang dipengaruhi oleh teknik
dan faktor-faktor fisika lainnya.(8-10)
Informasi yang diperoleh dari pencitraan fungsional dapat membantu
penentuan GTV dengan lebih tepat. Pencitraan fungsional menggunakan tracer
tertentu dapat menunjukkan keadaan fungsional seperti metabolisme glukosa,
proliferasi sel, sintesis protein, atau hipoksia. Pendekatan ini memunculkan
terminologi baru seperti biological target volume, proliferative target volume,dan
hypoxic target volume.(8)
Beberapa studi awal sudah mulai mencoba untuk memberikan dosis yang
lebih tinggi pada suatu daerah sub-GTV berdasarkan informasi pencitraan
fungsional, untuk memberikan dosis serap yang lebih besar pada area yang diduga
lebih radioresisten.(8,
11)
Matchay et al. melakukan review terhadap 1356 pasien
dengan NSCLC yang dilakukan kemoradiasi dan mendapatkan bahwa ekskalasi
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
6
sebesar 1Gy BED berhubungan dengan peningkatan kontrol lokoregional sebesar
3% dan berhubungan dengan peningkatan survival 2 dan 5 tahun sebesar 4%.(12)
Martel et al. mengemukakan bahwa untuk mencapai locoregional progressionfree survival pada 30 bulan sebesar 50%, diperlukan dosis sebesar 85Gy; dosis
yang relatif tinggi dari pada dosis yang lazim digunakan dalam radiasi NSCLC.(13)
Kebijakan untuk menerapkan ekskalasi dosis ini akan memerlukan
penurunan gradien dosis yang lebih signifikan agar area jaringan sehat di
sekitarnya tetap mendapat dosis toleransi yang aman. Karena itu, selain menuntut
perhitungan dan optimisasi TPS yang canggih, kebijkan ini juga menuntut adanya
variasi geometris yang lebih minimal pada saat penyampaian dosis penyinaran.
Penenentuan
margin
CTV
juga
mengikuti
prinsip
penyebaran
mikroskopis sesuai dengan kompartemen anatomisnya. Luasnya area penyebaran
mikroskopis yang dianggap bermakna adalah bila terdapat kemungkinaan adanya
occult disease di atas 5-10%. CTV yang mengalami perubahan ukuran, bentuk
dan posisi dalam tubuh pasien diperhitungkan sebagai internal target volume
(ITV). Kegunaan ITV lebih bermakna terutama pada keadaan klinis di mana
faktor ketidakpastian karena perubahan lokasi atau posisi memiliki probabilitas
yang lebih besar relatif terhadap faktor ketidakpastian karena setup, dan / atau
ketika kedua ketidakpastian tersebut bersifat independen atau tidak saling
mempengaruhi.(8)
Komponen ketidakpastian karena perubahan posisi target di dalam tubuh
pasien (variasi internal) ditambah dengan ketidakpastian karena faktor setup
(variasi eksternal) didefinisikan dalam planning target volume atau PTV. Kedua
komponen ketidakpastian tersebut akan dibahas pada subbab berikut.(8-10)
2.1.2. Margin dan Ketidakpastian
Luasnya margin PTV yang ditambahkan di sekitar CTV, bergantung
pada komponen ketidakpastian yang terjadi karena berbagai variasi yang dapat
muncul selama proses perencanaan sampai dengan penyampaian radiasi. Variasi
ketidakpastian dapat dipisahkan menjadi variasi eksternal dan variasi internal.
Selain itu, menurut sifatnya variasi ketidakpastian ini dapat dipisahkan menjadi
ketidakpastian karena kesalahan acak dan kesalahan sistematik.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
7
Variasi
eksternal
dipengaruhi
oleh
faktor-faktor
seperti
cara
memposisikan pasien (patient positioning), ketidaktepatan peralatan seperti poros
gantry yang merosot atau meja dan kolimator yang tidak tepat , dan termasuk juga
ketidakpastian dosimetris, ketidaktepatan transfer data dari CT dan simulator,
serta faktor manusia (human factor).(8)
Variasi internal dipengaruhi oleh keadaan anatomis pasien, beberapa
protokol persiapan (misalnya bowel protocol, bladder protocol), dan perbedaan
karena faktor spesifik pasien.(8)
Variasi eksternal, dapat diminimalkan dengan mengkoreksi atau menseragamkan faktor-faktor penyebab; seperti misalnya penggunaan alat imobilisasi
yang lebih reprodusibel, penggunaan program quality assurance, kalibrasi
pergerakan meja dan kolimator, dan penerapan protokol verifikasi yang
terstandarisasi dan baku.(8)
Variasi internal, dapat diminimalkan dengan melakukan kontrol terhadap
posisi anatomis / topografis dalam badan pasien seperti penggunaan protokol
persiapan seperti bowel protocol, bladder protocol, penggunaan kompresi
abdomen, penggunaan marker perantara (surrogate) internal untuk melacak posisi
tumor, penggunaan surrogate marker eksternal untuk mendeteksi perubahan
dinding dada / perut, dan termasuk di dalamnya adalah sistem respiratory gating
atau deep inspiration breath hold.(8)
Karena alasan-alasan di atas, maka besarnya variasi tersebut akan
berbeda-beda untuk antar instansi, antar pesawat, dan antar lokasi tumor. Untuk
kepentingan ini maka dilakukan pemilahan komponen variasi karena faktor
kesalahan sistematik dan karena faktor kesalahan acak yang pasti terjadi.
Dalam kepustakaan terdapat banyak rekomendasi untuk menghitung
kesalahan acak dan kesalahan sistemik dan memperoleh nilai margin PTV. Bel et
al. mengeluarkan rekomendasi pada tahun 1996, dilanjutkan dengan Antolak dan
Rosen (1998), McKenzie (2000), dan yang saat ini banyak dianut adalah
rekomendasi dari Stroom (1999) dan van Herk (2000). Persamaan dari Stroom
dan van Herk berturut-turut dapat dituliskan sebagai berikut:(8, 14)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
8
Dengan ∑ adalah nilai standar deviasi dari kesalahan sistematik, dan σ
adalah standar deviasi dari kesalahan acak. Dari persamaan tersebut tampak
bahwa faktor komponen kesalahan sistemik memiliki pengaruh yang lebih besar
daripada kesalahan acak. Karena itu koreksi terhadap kesalahan sistemik akan
memberikan benefit yang paling bermakna.(14)
Koreksi terhadap kesalahan sistemik yang mungkin terjadi, akan
memungkinkan ahli onkologi radiasi untuk memberikan margin PTV yang
minimal dengan tetap mempertahankan cakupan dosis pada target radiasi yang
adekuat. Perkembangan teknik radiasi yang semakin kompleks dan konform
secara otomatis harus juga diimbangi dengan akurasi penyinaran yang juga
semakin tinggi.
Apabila faktor ketidakpastian karena pernafasan dapat diminimalkan,
maka ketepatan dalam penyampaian dosis akan menjadi lebih baik, dan
diharapkan margin PTV, treated volume, dan dosis pada OAR dapat
diminimalkan tanpa mengorbankan probabilitas kontrol tumor.
2.2. Gerak Dinding Thoracoabdominal pada Pernafasan
2.2.1. Mekanisme Pernafasan
Fungsi utama paru-paru adalah untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2
dari udara ke pembuluh darah atau sebaliknya. Pernafasan merupakan proses
involunter yang pada keadaan dan batasan tertentu dapat juga dilakukan secara
volunter dan dikendalikan baik frekuensi, maupun magnitudonya, seperti pada
saat seseorang menahan nafas.
Secara anatomis, paru-paru terletak dalam rongga thoraks, yang
dibungkus oleh pleura dan dinding thoraks. Pada saat inspirasi, peningkatan
volume di dalam rongga thoraks menyebabkan udara terhirup dan mengisi paruparu. Bagian otot pernafasan yang paling penting dalam proses inspirasi adalah
diafragma. Pada saat otot-otot diafragma mulai bekontraksi, abdomen akan
terdorong ke arah inferior dan anterior, sedangkan rongga dada akan meluas ke
arah superior-inferior dan ke anterior sehingga meningkatkan diameter lateral dan
anteroposterior dinding dada. Sebaliknya proses ekspirasi sebagian besar
merupakan proses pasif karena relaksasi dari otot-otot pernafasan.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
9
2.2.2. Pengaruh Pernafasan terhadap pencitraan
Paru-paru, payudara, esofagus, hati, pankreas, prostat, dan ginjal telah
diketahui ikut bergerak bersama dengan pergerakan nafas. Pergerakan nafas yang
terjadi pada saat CT-planning radioterapi dapat membuat penurunan kualitas
gambar yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil planning.
Gambar 2.1. Potongan frontal CT scan pada pasien yang sama yang diambil
pada saat bernafas bebas (free breathing) dan pada saat dilakukan gating
ekspirasi.(15)
Pergerakan nafas juga dapat menimbulkan artefak pada modalitas
pencitraan lainnya, termasuk PET-CT; pencitraan yang menjadi standar untuk
NSCLC. Pergerakan tumor dapat menyebabkan gambaran PET yang kabur dan
mempengaruhi batas delineasi margin.(16, 17)
Pengaruh pergerakan nafas terhadap organ maupun tumor juga dapat
diamati pada modalitas pencitraan lainnya seperti pada USG, CT, MRI, dan
fluoroskopi. Pengambilan gambaran pencitraan seperti CT-scan pada saat
inspirasi dan ekspirasi dengan menahan nafas dapat memberikan gambaran
rentang pergerakan tumor dalam 3 dimensi, tetapi sayangnya tidak dapat
memberikan keterangan tentang arah perpindahan (trajectory) dan detail waktu
dari naik-turun nya fase pernafasan. Metode ini beranggapan bahwa hubungan
geometris antar organ selama pasien menahan nafas adalah sama dengan pada saat
pasien bernafas, yang mana hal ini adalah kurang tepat.(17)
CT-scan 4 dimensi (4D-CT) atau CT-scan terkorelasi-pernafasan
(respiratory correlated CT) berusaha untuk menggabungkan fungsi ketepatan fase
atau waktu (time resolution) dengan sekaligus dapat memberikan informasi
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
10
rekonstruksi 3D yang baik dengan modalitas pencitraan CT. Penerapan 4D-CT ini
tergantung dari fitur / spesifikasi yang disediakan oleh produsen 4D CT-scanner
tersebut; ada yang menggunakan single-slice,multislice, atau cone-beam.
Pada konsep respiratory gating, breath holding, maupun respiratory
tracking untuk tujuan radioterapi, maka pesawat 4D-CT ini akan dihubungkan
dengan suatu alat yang memantau fase pernafasan, baik itu dengan penanda
eksternal atau menggunakan penanda internal.
2.2.3. Pengaruh Pernafasan terhadap posisi target
Umumnya, pergerakan organ intraabdomen akibat proses pernafasan
lebih besar pada dimensi superior-inferior, sedangkan pada dimensi anteriorposterior atau lateral pergerakan organ tidak lebih dari 2 milimeter.(18) Tumor
pada paru sayangnya memberikan perubahan besar dan arah perpindahan
(trajectory) yang berbeda pada saat pergerakan nafas.(17)
Data tentang perubahan posisi berbagai tumor paru-paru pada saat
proses pernafasan pernah diteliti oleh Seppenwoolde et al. yang mengukur besar
dan arah perpindahan (trajectory) pada 23 pasien dengan menggunakan pencitraan
fluoroskopi dari marker yang diimplan pada atau di dekat tumor.(19) Besarnya
pergerakan berkisar antara 1mm sampai dengan lebih dari 2 cm, dengan sebagian
besar (78%) pergerakannya kurang dari 1 cm. (Gambar 2.) Selain itu, dari
penelitian ini juga ditunjukkan bahwa pergerakan yang terjadi tidaklah linear pada
separuh dari fiducial marker yang ditanamkan.(19)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
11
Gambar 2.2. Besar dan arah perpindahan, pada 23 pasien dengan tumor paru
dari publikasi oleh Seppenwoolde et al. Gambaran ini diperoleh dengan marker
implan dan diamati melalui fluoroskopi dengan proyeksi dari anteroposterior
(kiri) dan lateral (kanan).
Pergerakan posisi tesebut ini membuat ahli onkologi radiasi harus
mempertimbangkan pemberian PTV sedikitnya 7-10 mm untuk kanker payudara,
dan untuk kanker paru sedikitnya 5 mm pada diameter antero-posterior dan
laterolateral, dan 10 mm pada diameter superior-inferior atau sesuai dengan
pengamatan fluoroskopik.(20)
Instrumen monitoring pernafasan, dapat memberikan gambaran fase
pernafasan pasien secara real-time, memperkirakan posisi tumor pada fase
pernafasan tertentu, dan selanjutnya mengontrol fase pernafasan pasien agar
berada pada periode yang paling optimal untuk menyalakan / mematikan sinar
(beam on - beam off). Dengan demikian arah maupun besarnya perpindahan dapat
diminimalkan.
2.3. Sensor Sonar / Ultrasonik dan Mikrokontroler
2.3.1. Sensor Sonar / Ultrasonik HC-SR04
Saat ini penggunaan teknologi sensor elektrik telah semakin maju dan
bertambah luas kegunaannya. Dalam hal penggunaan sensor elektrik untuk
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
12
mendeteksi perpindahan, saat ini sudah terdapat berbagai macam sensor nonkontak (non-contact displacement sensor) dengan berbagai prinsip kerja.
Sensor sonar atau ultrasonik pada dasarnya bekerja menggunakan
gelombang suara untuk menentukan jarak suatu objek dengan melakukan
perhitungan jeda waktu antara gelombang yang dikeluarkan dengan gelombang
yang diterima.
Sensor HC-SR04 mampu melakukan pengukuran jarak non kontak
dengan cukup akurat dan stabil, serta mudah diaplikasikan. Sensor ini dapat
membaca objek berjarak antara 2cm sampai 400 cm, dan bekerja tanpa
terpengaruh oleh sinar ultraviolet atau warna objek yang diukur.(21)
Sensor ini memiliki dimensi ukuran 40mm x 20mm x 15mm, bekerja
pada tegangan 5 volt, resolusi pengukuran yang dapat dibaca 0.3cm, dengan sudut
pengukuran efektif <15°, dan frekuensi ultrasonik yang dikeluarkan adalah
40kHz.(21, 22)
Gambar 2.3. Sensor HC-SR04 sonar, dengan 4 buah pin.
Sensor ini memiliki 4 buah pin, VCC, Trig, Echo, dan GND. VCC dan
GND sebagai arus masuk dan keluar dengan beda potensial 5 volt, sedangkan Trig
/ trigger dan Echo sebagai penghantar impuls keluar dan penerima impuls masuk.
Untuk memulai pengukuran, pin trigger harus menerima impuls 1 atau ‘high’
selama 10uS, pada saat itu sensor akan mengeluarkan 8 buah pulsa ultrasonik
40kHz dan akan menunggu pulsa kembali. Ketika sensor mendeteksi pulsa
kembali pada receiver, sensor akan men-set impuls pada pin Echo sebagai 1 atau
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
13
‘high’ dan membuat delay selama periode tertentu yang mewakili / proporsional
dengan jarak antara sensor dan objek yang dideteksi.(21, 22)
Gambar 2.4. Cara kerja sensor HC-SR04
Panjangnya impuls Echo / delay diterima dalam satuan uS, dan dengan
mengetahui kecepatan gelombang suara adalah 340m/s, kita dapat menghitung
jarak tempuh yang diukur. Spesifikasi dari sensor ini adalah akan memberikan
nilai antara 150uS – 25mS dan di set maksimum pada 35mS bila tidak ada objek
atau hambatan sama sekali.(21)
2.3.2. Mikrokontroler Arduino
Arduino Uno adalah board mikrokontroler dengan basis prosesor 8 pin
ATmega 328. Board arduino uno memiliki 14 pin input/output digital, 6 pin input
analog, osilator, port USB, jack power, ICSP, dan tombol reset. Flash memori
yang dimiliki adalah 32 KB dengan SRAM 2KB, clock speed berjalan pada 16
MHz.(23)
Ke -14 pin digital Arduino Uno dapat digunakan sebagai input maupun
output dengan perintah pinMode(), digitalWrite(), dan digitalRead() pada bahasa
C++. Ke-14 pin tersebut bekerja pada tegangan 5 volt. Dan setiap pin dapat
menerima maksimum 40mA.(23)
Arduino Uno memiliki fasilitas untuk berkomunikasi dengan computer,
atau mikrokontroler lainnya dengan pin maupun dengan menggunakan universal
serial bus. Software arduino juga memasukkan fitur serial monitor yang membuat
data teks sederhana dapat dikirimkan dari dan menunu board Arduino.(23, 24)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
14
Pemrograman Arduino Uno dapat dilakukan dengan software Arduino
menggunakan
perintah
dalam
bahasa
pemrograman
Arduino
(Arduino
programming language) yang berbasiskan C++, dan dapat dijalankan dalam
sistem operasi Linux, Windows, maupun Mac.
Untuk menggunakan sensor HC-SR04 dalam pengukuran jarak,
diperlukan library baru dari NewPing (dirilis pada Mei 2012) dan selanjutnya
dimulai dengan melakukan definisi pin trigger dan echo, dilanjutkan dengan
pengaturan atau setup untuk serial monitor; pada komputer yang digunakan ini
menggunakan pengaturan pada baud rate 115200 bps.
Pengaturan serial monitor tersebut akan menampilkan pengulangan
(loop) dari fungsi delay, fungsi ping (dalam satuan uS), dan fungsi pencetak
(Serial.println) dalam data serial yang sudah ditranformasi dari satuan waktu
menjadi satuan jarak yang diinginkan.
Fungsi delay, menentukan panjang / pendeknya jarak antar sampling
pengukuran. Fungsi ping, berfungsi untuk mengirimkan ping dan menerima ping
dalam satuan uS. Dan fungsi println(uS*10/US_ROUNDTRIP_CM) berfungsi
untuk mengkonversi menjadi satuan millimeter. Perintah inti dari pengambilan
data serial dari jarak yang diukur secara singkat adalah seperti berikut:
#include <NewPing.h>
#define TRIGGER_PIN 12 //
#define ECHO_PIN 11 //
#define MAX_DISTANCE 200 //
NewPing sonar(TRIGGER_PIN, ECHO_PIN, MAX_DISTANCE); //
void setup() {
Serial.begin(9600); //
}
void loop() {
delay(200);
//
unsigned int uS = sonar.ping(); //
Serial.println ((uS * 10) / US_ROUNDTRIP_CM);
}
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
15
2.4. IGRT dan Radioterapi Adaptif
2.4.1. Konsep IGRT
Definisi dari Image Guided Radiotherapy (IGRT) sampai saat ini belum
ditentukan secara baku. Penafsiran IGRT sendiri masih terbuka untuk berbagai
intepretasi.(25) Departemen kesehatan Inggris dalam publikasi Radiotherapy in
England 2012, memberikan definisi IGRT sebagai penggunaan setiap modalitas
pencitraan sebelum pelaksanaan radioterapi yang menghasilkan peningkatan atau
memberikan verifikasi dari ketepatan radioterapi.(26) Sedangkan Loren et al.
memberikan definisi IGRT sebagai penggunaan modalitas pencitraan modern
khususnya pemaduan pencitraan fungsional dan biologis untuk meningkatkan
delineasi target penyinaran, dan penggunaan pencitraan untuk menyesuaikan
pergerakan target atau ketidak-tepatan posisi, serta untuk menyesuaikan
penyinaran yang diberikan dengan respon tumor.(25)
Walaupun terdapat berbagai definisi, tujuan dari IGRT tetaplah sama
yaitu untuk memperoleh positioning pasien yang reprodusibel sehingga
penyinaran dapat diberikan secara akurat, dan dengan tujuan ini maka tercapai
tujuan sekunder yakni mengurangi toksisitas terhadap jaringan sehat, atau
memungkinkan peningkatan dosis radiasi yang lebih tinggi dengan harapan
meningkatkan kontrol tumor.(25)
Saat ini terdapat teknologi yang memungkinkan IGRT untuk dapat
dijalankan dalam berbagai modalitas, termasuk untuk menilai perubahan yang
terjadi baik intrafraksi maupun interfraksi. Perubahan intrafraksi ini mendasari
konsep pemberian radioterapi adaptif yang akan dijelaskan pada sub bagian
berikutnya.
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk diimplementasikan
dalam sistem IGRT. USG misalnya, telah dikembangkan oleh Varian (SonArray),
BrainLAB (I-Beam) pada IGRT pasien kanker prostat. Video System juga
dikembangkan di Universitas John Hopkins dengan merekam video sebagai
gambar referensi (reference image) di setiap setup dan ditimpakan (superimposed)
pada kamera video yang berjalan.(25)
Media lain yang juga saat ini digunakan secara luas adalah acceleratormounted imaging system atau on-board imagers. Linac modern seperti Varian
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
16
Trilogy, Elekta Synergy, dan Siemens ONCOR dilengkapi dengan dua jenis
sistem pencitraan: sebuah pencitra sinar-x kilovoltage yang merupakan tabung
sinar-x konvensional bersama dengan flat-panel image detector, dan sebuah
pencitra sinar-x megavoltage – electronic portal imaging device dengan flat-panel
nya sendiri.(27)
Baik pencitra kV maupun MV dapat memberikan gambaran radiografi
dua dimensi, fluoroskopi (hanya kV), maupun pencitraan cone-beam CT.
keuntungan kV CT adalah dapat membeirkan citra dengan kontras yang baik,
resolusi spasial submilimeter tanpa memberikan dosis yang tinggi pada pasien,
dan dapat melakukan tracking secara online untuk melihat pergerakan intrafraksi.
Walaupun demikian MV CT tetap memiliki beberapa kelebihan karena
kemungkinan artefak yang lebih sedikit, dan tidak perlu dilakukan koreksi
dosimetris untuk koefisien atenuasi anatara kV menjadi MV.(27)
Fitur fluoroskopi kV yang dimiliki oleh Elekta Synergy S dengan
branding MotionView™ akan digunakan sebagai pencitra pembanding dalam
penelitian ini.
2.4.2. Konsep Radioterapi Adaptif
Secara tradisional, treatment planning radioterapi adalah merupakan
proses yang statis, dimana plan tersebut dihasilkan dari suatu waktu dari keadaan
anatomis pasien (single snap shot patient’s anatomy), dan plan yang dihasilkan
kemudian diterapkan dalam beberapa minggu.
IGRT memberikan keterangan tentang keadaan pasien pada tiap-tiap
fraksi penyinaran, sehingga membuka kemungkinan untuk melakukan perubahan
dari suatu proses treatment planning yang statis menjadi suatu proses yang
dinamis. Proses dinamis ini kemudian melahirkan konsep radioterapi yang dapat
melakukan adaptasi atau penyesuaian (adapting) sehingga muncul istilah
radioterapi adaptif.
Radioterapi adaptif didefinisikan sebagai pemberian dosis radiasi yang
memiliki kemampuan untuk menyesuaikan perubahan struktur geometris yang
berubah sepanjang waktu penyinaran mapun sepanjang fraksinasi penyinaran
(intra dan inter-fraksi).(26) Radioterapi adaptif, sesuai dengan definisinya, adalah
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
17
merupakan konsep yang luas. Perubahan planning selama pasien menjalani
penyinaran seperti misalnya replanning untuk pengecilan lapangan karena
penurunan berat badan pasien, atau karena tumor mengalami pengecilan juga
merupakan penerapan konsep adaptif.
Kemajuan dalam teknologi IGRT untuk memberikan informasi
perubahan set-up pasien dan pergerakan organ yang terjadi interfraksi atau
intrafraksi menyebabkan perubahan penyampaian radiasi maupun treatment
planning dapat di-adapt atau disesuaikan secara lebih rinci dan memuaskan.(25)
Fitur fluoroskopi real-time pada pesawat-pesawat Linac yang modern misalnya,
memberikan informasi tentang perpindahan massa paru yang terjadi karena
gerakan nafas. Karena massa paru tidak selalu dapat dilihat secara fluoroskopi,
penanda pengganti atau surrogate marker sering digunakan untuk memantau
pergerakan secara real-time.(17)
Surrogate marker yang digunakan dapat berupa marker internal, atap /
dome diafragma, maupun dinding dada, yang kesemuanya ikut bergerak
sepanjang pernafasan pasien.(17) Penerapan ini memenuhi definisi adaptif dalam
hal menyesuaikan pemberian dosis radiasi terhadap perubahan posisi karena
faktor waktu (fase pernafasan).
Kemajuan teknologi komputer dan fisika memunculkan teknologi
penyesuaian registrasi yang disebut dengan deformable registration. Deformable
registration dapat melakukan perubahan bentuk dan posisi dari struktur organ atau
target radiasi dalam treatment planning, menyesuaikan dengan waktu atau
pergerakan yang terjadi pada pasien selama fraksinasi.
Teknologi ini nantinya akan dapat menunjang penyesuaian planning
dengan periode lebih pendek bahkan melakukan “matching” CT-planning dengan
pencitraan yang didapat pada hari itu. Teknologi ini sedang berkembang sekarang
dan mungkin akan menjadi tren radioterapi yang baru di waktu yang akan
datang.(28)
2.4.3. Manajemen untuk Mengatasi Gerak Pernafasan
Gerak pernafasan akan terjadi baik pada saat perencanaan penyinaran
maupun pada saat penyampaian dosis penyinaran itu sendiri. Oleh karena itu
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
18
penyesuaian atau adaptasi terhadap gerak pernafasan harus dilakukan baik pada
saat perencanaan penyinaran (pengambilan citra, dan pembuatan planning)
maupun pada saat penyampaian dosis penyinaran (radiation delivery).
Pada intinya metode untuk mengatasi pegerakan pernafasan adalah
mengontrol pergerakan tumor atau memperbolehkan tumor untuk tetap bergerak
tetapi mempertahankan agar posisi target tetap konstan dari beam-eye view; atau
dengan kata lain, beam-eye view akan mengikuti pergerakan tumor.(25)
Pada saat pengambilan citra, terdapat empat teknik melakukan CTplanning untuk dapat mendapatkan citra pergerakan tumor. Cara pertama adalah
dengan melakukan CT-planning dengan lambat (slow CT-planning). CT-scanner
dioperasikan dengan sangat pelan sehingga berbagai fase pernafasan terekam pada
setiap lapisan (slice) dan menghasilkan volume yang dilewati oleh tumor selama
bergerak. Kerugian dari cara ini adalah resolusi yang dihasilkan biasanya
cenderung kabur karena efek dari pergerakan. Cara ke-dua yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan CT-planning saat insprasi dan ekspirasi (inhale and
exhale breath-hold CT). Kerugian metode ini adalah tidak dapat mengetahui
trajectory pada saat tumor berada di antara ke-dua titik inspirasi dan ekspirasi
tersebut. Metode ini sebaiknya diiringi dengan suatu bentuk monitoring
pernafasan untuk memastikan pasien menahan nafasnya dengan benar. Cara ketiga adalah dengan menggunakan 4D-CT (respiratory-correlated CT baik dalam
bentuk konvensional maupun cone-beam CT) di mana CT-scan terus melakukan
pengambilan citra secara multislice dan diselaraskan dengan fase pernafasan yang
dipantau dari alat monitoring pernafasan. Cara terakhir adalah dengan melakukan
CT yang dipicu oleh respirasi (Respiratory Triggered CT / RTCT). Pada cara ini
meja dan tube akan digerakkan serta mengambil gambar hanya pada fase
pernafasan yang ditentukan yang dimonitor dengan alat monitoring pernafasan.(17,
29)
Metode untuk mengatasi pergerakan nafas dalam hal pemberian dosis
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan metode gating respirasi (respiratory
gating), metode menahan nafas (breath-hold method), dan metode pelacakan
tumor secara actual (real-time tumor tracking).(17, 30, 31)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
19
Metode respiratory gating dapat diartikan sebagai memberikan dosis
radiasi pada saat porsi tertentu dari fase pernafasan pasien, yang disebut sebagai
gate. Penentuan posisi dan lamanya gate tersebut ditentukan dengan memonitor
fase pernafasan pasien, baik menggunakan sinyal respirasi eksternal atau marker
implan internal.(17)
Metode gating dengan marker eksternal tersedia secara komersial dengan
brand Varian Real-time Position Management™ atau RPM System dari Varian,
dan ExacTrac Gating/Novalis Gating®. RPM adalah metode yang sampai saat ini
paling luas dipakai serta banyak tercantum dalam publikasi. ExacTrac
menggunakan marker eksternal untuk gating radiasi dengan juga dilengkapi
pencitra sinar-x untuk menentukan posisi anatomi internal dan untuk
memverifikasi anatomi organ dalam pada saat pelaksanaan radiasi. Siemens
Medical System juga memiliki Linac dengan gating interface dan Anzai belt.(30)
RPM System dari Varian menggunaakan marker eksternal sebuah kotak
plastik yang memantulkan infra-merah pada permukaan anterior dinding
abdomen, di tengah antara processus xyphoideus dan umbilicus. Posisi ini
dianggap merupakan titik yang mengalami pergerakan anteroposterior paling
maksimal pada saat proses pernafasan. Lokasi penempatan marker eksternal
tersebut diberikan tanda sehingga pada saat menjalani simulasi maupun pada
setiap fraksi, lokasi peletakan tersebut selalu sama. Setelah marker diletakkan,
pasien diberikan instruksi untuk mengikuti perintah secara audible atau secara
visual. Jika monitoring pernafasan sudah berjalan dengan tidak ada masalah, dan
pasien mulai dapat bernafas secara teratur, pemberian dosis radiasi dimulai.
Bantuan pencitraan portal yang menunjukkan lokasi tumor (jika dapat terlihat),
atau perantara anatomis internal (biasanya diafragma) akan membantu memantau
performa sistem gating. AAPM menganjurkan bahwa sebaiknya selalu dilakukan
monitoring berupa fluoroskopi atau CT cine mode bersama dengan sistem
monitoring pernafasan yang dipakai selama 30 detik di awal penyinaran. Tidak
boleh terdapat delay yang lebih dari setengah detik antara gambaran yang
diperoleh dari sistem monitoring dan gambaran fluoroskopi; jika terjadi delay
lebih dari setengah detik, maka koreksi wajib untuk dilakukan.(17, 30)
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
20
Metode gating dengan marker internal dilakukan dengan marker yang
diimplan pada tumor atau pada struktur di dekatnya, biasanya dengan marker
emas ø 2mm, dan dilakukan pelacakan secara tiga dimensi menggunakan
pencitraan kilovoltage dan dikombinasikan dengan software deteksi otomatis.
Ketika fiducial tersebut memasuki range yang diinginkan pada kedua citra yang
diperoleh dari kilovoltage, linac memancarkan radiasi.(17)
Gambar 2.5. Metode RPM Varian menggunakan kotak pada dinding abdomen
pasien yang dimonitor oleh kamera (kiri). Gambar tampilan antarmuka RPM
Varian (kanan).
Metode menahan nafas (breath-hold methods) juga merupakan metode
yang luas dipakai. Walaupun sebagian besar penerapannya dilakukan pada
penyinaran kasus-kasus kanker paru, penerapan breath-hold pada penyinaran
payudara juga merupakan opsi yang menguntungkan. Hal ini karena walaupun
pergerakan intrafraksi cukup minimal pada kanker payudara, tetapi diafragma
yang terdorong saat inspirasi akan membuat jantung terdorong ke posterior dan
inferior dan menjauh dari dinding dada / payudara, sehingga menyebabkan
penurunan toksisitas baik jantung maupun paru-paru.(17, 32)
Metode breath-hold ini dapat dilakukan dalam beberapa cara seperti
menggunakan spirometer pneumotach, kontrol pernafasan aktif (active breathing
control), dan kontrol pernafasan sendiri dengan/tanpa monitoring pernafasan (selfheld breath-hold with/without respiratory monitoring).
Spirometer pneumotach seperti yang dikomersialkan dalam VMAX
Spectra 20C (VIASYS Healthcare Inc) dan SpiroDyn’RX (Dyn’R, Muret, France)
menggunakan spirometer untuk memonitor fase pernafasan, dimana spirometer
berfungsi sebagai tranduser tekanan yang mengukur laju aliran udara. Instrumen
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
21
ini umumnya dipakai untuk melakukan deep-inspiration breath-hold (DIBH),
dengan dibantu dengan instruksi suara / coaching oleh petugas penyinaran.
Teknik ini mengandalkan pasien untuk dapat mematuhi instruksi yang diarahkan
oleh petugas sehingga pasien yang dapat melakukan teknik DIBH harus terseleksi
dengan tepat. Selama simulasi, dilakukan pengambilan gambar pada saat
pernafasan biasa (free breathing), insipirasi dalam, dan inspirasi biasa di mana
ketiganya dipantau dengan instrument monitoring. Scan pada saat nafas biasa
berfungsi sebagai image-set alternatif, bila pasien tidak dapat menyelesaikan
menahan nafas sekaligus melihat apakah respirasi merubah posisi tulang belakang
sehingga membantu pada saat melakukan positioning pasien saat pasien bernafas
biasa. Scan pada saat inspirasi biasa berguna untuk mengetahui toleransi dalam
menahan nafas. Pada saat pencitraan maupun penyinaran, petugas harus
menunggu kira-kira 1 detik setelah menahan nafas untuk merelaksasikan
diafragma. Untuk teknik konformal dengan dosis 2Gy per fraksi dengan laju dosis
linac 500-600 MU/menit, satu kali menahan nafas biasanya cukup untuk setiap
lapangan penyinaran. Untuk teknik IMRT 20 detik untuk 200MU yang diberikan
dengan laju dosis 600 MU/menit juga umumnya akan mencukupi. Lamanya
waktu / sesi penyinaran biasanya adalah 5 sampai 10 menit lebih lama dengan
teknik pernafasan biasa (free breathing) jika menggunakan konfigurasi
penyinaran yang sama. Keuntungan dari teknik DIBH adalah volume paru
mengalami peningkatan rata-rata sebanyak 1.9 kali dari pada saat bernafas biasa,
sehingga memungkinkan dosis radiasi untuk diberikan dengan lebih tinggi dengan
risiko toksisitas paru yang sama; MSKCC mencatat bahwa dosis dapat
ditingkatkan dari 69.4Gy dengan teknik free-breathing, menjadi 87.9Gy dengan
DIBH.(17, 32)
Kontrol aktif pernafasan (Active breathing control / ABC) merupakan
metode untuk melakukan tahan nafas dengan cara aktif untuk menjaga
reprodusibilitasnya. Cara ini dikomersialkan oleh Elekta dengan nama Active
Breathing Coordinator™. Pada prosedur ABC, pasien bernafas normal melalui
alat yang disediakan, dan ketika operator mengaktifkan sistem, volume paru dan
siklus pernafasan yang sudah ditentukan melalui balon berkatup akan ter-set, dan
pasien kemudian diminta untuk mencapai volume paru yang ditentukan tersebut.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
22
Lamanya menahan nafas ini adalah sekitar 15-30 detik. Suatu pengukur waktu
menampilkan berapa lama pasien telah menahan nafas. William Beaumont
Hospital menunjukkan bahwa inspirasi dalam sedang (moderate deep inspiration
breath hold) yang diset pada 75% inspirasi dalam dapat mencapai dan cukup
reprodusibel untuk menjaga agar pasien tetap nyaman. Repodusibilitas yang
diperoleh dengan DIBH maupun ABC memang cukup tinggi, asalkan kalibrasi
dari pneumotach dan balon serta katup dilakukan dengan teratur dan pasien harus
dapat bekerja sama dengan baik. Peralatan serta sterilitas alat juga merupakan
perhatian pada teknik ini dan harus dilakukan per-pasien secara khusus.(17)
Gambar 2.6. Metode menggunakan spirometer pneumotach (kiri) dan antarmuka
dari SpiroDynr’X untuk memberi informasi pada pasien maupun petugas
(kanan).(33)
Metode menahan nafas dengan / tanpa sistem monitoring (Self-held
breath-hold) adalah metode dimana pasien secara mandiri menahan nafasnya di
titik tertentu di dalam siklus pernafasan, baik dengan pantauan oleh suatu sistem
pemantau respirasi atau tanpa dipantau oleh sistem respirasi khusus. Self-held
breath hold without respiratory monitoring dikembangkan dengan nama
Customer Minor™ (CMNR) yang diterapkan pada Varian seri C, di mana pasien
diberikan pengontrol (handle switch) yang dihubungkan dengan sirkuit CMNR.
Sirkuit CMNR pada dasarnya adalah switch untuk interlocking, sehingga pada
waktu switch dilepas, interlock CMNR aktif, sehingga mesin tidak dapat
menyalakan sinar (tidak bisa melakukan beam-on). Petugas adalah satu-satunya
yang dapat menyalakan sinar, dan baik petugas maupun pasien dapat mematikan
sinar. Siklus pernafasan yang dipilih dapat pada saat inspirasi dalam atau
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
23
ekspirasi, tetapi seperti pada monitoring respirasi lainnya, keadaan inspirasi dalam
memiliki beberapa kelebihan. Studi untuk teknik ini memang tidak terlalu luas
dilakukan karena sistem ini tidak dijual secara komersial. Salah satu pusat
radioterapi yang menjalankan metode ini adalah Cross Cancer Institute pada 28
kasus pasien yang dilakukan IMRT paru-paru dengan teknik delivery step-andshoot dengan 5 lapangan dan 10 segmen per lapangan dengan dosis 2.4Gy per
fraksi. Setiap lapangan memerlukan sekitar 150-200MU atau sekitar 15-20 detik
dengan laju dosis 600MU/menit, dan biasanya dapat diberikan dalam 2 atau 3 kali
menahan nafas.(17)
Metode Self-held breath-hold with respiratory monitoring, juga
merupakan sistem yang mengandalkan fungsi alat monitoring Varian Respiratory
Positioning Management™ atau RPM Varian, tetapi pasien diminta untuk
menahan nafas pada fase tertentu dalam siklus pernafasan. Kelebihan dari sistem
ini adalah simulasi dan penyinaran dapat dilakukan dengan lebih efisien daripada
dengan metode gating pada pernafasan biasa, karena radiasi diberikan sepanjang
pasien menahan nafas. Pasien yang diseleksi adalah pasien yang dapat menahan
nafas dalam periode minimal 10 detik dan dapat mengikuti perintah / instruksi
secara verbal. Pada saat simulasi di CT-scan, pasien diberikan instruksi seperti
“tarik nafas”, “buang nafas”, “tahan nafas”, dan “nafas biasa”. Bila waktu
melakukan CT-scan cukup panjang, maka proses scanning dapat di bagi menjadi
beberapa segmen, sementara petugas memantau melalui RPM system dan
memastikan pasien dalam posisi fase pernafasan yang diinginkan. Pada saat
melakukan planning, harus dipikirkan bahwa margin PTV selain mencakup
ketidakpastian setup, juga reprodusibilitas breath-hold, tujuan treatment, frekuensi
dilakukannya verifikasi, dan digunakan atau tidak nya marker implant yang ikut
dimonitor. Jumlah MU yang diperlukan untuk melakukan treatment juga
dipikirkan serta menghindari penggunaan wedge. Jumlah breath-hold yang
diperlukan juga dapat diperkirakan sehingga penerapan di pesawat penyinaran
dapat lebih efisien. Untuk kepentingan QA, puncak diafragma sebaiknya
dilakukan delineasi dan ditampilkan baik pada DRR AP/lateral untuk
perbandingan dengan portal images. Posisi pasien dan posisi gating sebaiknya
diverifikasi dengan portal image, yaitu dengan memberikan instruksi pada pasien
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
24
untuk tarik nafas kemudian tahan nafas sambil memastikan bahwa dalam RPM
Varian posisi pernafasan pasien ada dalam interval yang diinginkan kemudian
portal imaging dilakukan. Pada pertengahan antar fase menahan nafas, pasien
diberikan waktu sejenak untuk istirahat biasanya sekitar 20 detik, dan baru
dilanjutkan dengan interval penyinaran berikutnya. Dibandingkan metode freebreathing gating, cara ini memberikan beerapa keuntungan diantaranya adalah
waktu yang lebih efisien (kurang lebih setengah dari free-breathing) dan posisi
diafragma yang lebih reprodusibel. Reprodusibilitas ditunjukkan dengan nilai
standar deviasi dari self-hold with respiratory monitoring adalah antara 0-4mm,
lebih kecil dibandingkan dengan free-breathing gating yang sebesar 2-7mm
(p=0.06). AAPM menyatakan bahwa metode breath-hold dapat diterapkan untuk
IMRT dimana sinyal dari alat monitoring mengontrol beam on/off, dan untuk
penggunaan dynamic MLC, sinyal dari alat monitoring juga mengontrol interupsi
maupun resumption dari pergerakan gantry maupun MLC, demikian halnya dalam
pesawat helical tomotherapy, dimana sinyal mengatur juga pergerakan meja.(17, 34)
Metode lain dengan metode real-time tumor tracking merupakan teknik
dimana penyinaran secara dinamis selalu mengikuti pergerakan arah target (beam
eye-view selalu mengikuti / men-tracking target). Teknik ini dapat dilakukan
dengan cara menggunakan MLC dinamis pada linac, atau dengan menggunakan
arm robotik seperti pada CyberKnife® Accuray, yang dikatakan tumor tracking
yang sesungguhnya. Tracking secara real-time dan kontinyu pada CyberKnife®
dapat mengeliminasi kebutuhan pergerakan tumor dalam mendefiniskan margin.
Teknik tracking dapat menggunakan pencitraan langsung tumor dengan
fluoroskopi, pencitraan marker implant dengan fluoroskopi, predikisi sinyal
ekspirasi (tidak sepenuhnya tumor-tracking) dan dengan RFID atau radiofrekuensi
(Calypso System). Sistem real-time tumor tracking, menuntut informasi dan cara
pelacakan yang akurat untuk mengikuti trajectory secara 3 dimensi yang cukup
kompleks, dengan kecepatan untuk mengikuti pergerakan yang juga akurat. Delay
yang terjadi tidak boleh melebihi dari 0.5 detik, dimana ini harus disesuaikan
dengan kemampuan dynamic MLC untuk bergerak secara konstan dan cukup
cepat, serta arm robotik dari CyberKnife® yang dapat bergerak dengan efisien
pada 6 degree of freedom nya. Penerapan teknologi ini memberikan konformitas
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
25
yang baik, margin PTV yang minimal, dan waktu yang efisien dalam
pemberiannya, namun juga menuntut quality assurance yang lebih kompleks dan
biaya yang lebih tinggi.(17)
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Pasien dengan
keganasan di regio
thorakal dan abdomen
Perubahan posisi karena
gerakan nafas
Penilaian
gerak nafas
dengan
MotionView™
Penilaian
gerak nafas
dengan
Sonar
1. Jarak sensor - dinding
dada
2. Fase pernafasan
3. Amplitudo gerak nafas
Pengukuran ketepatan
jarak/amplitudo dan
fase pernafasan
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
26
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang mengambil data
pengukuran gerakan dinding dada menggunakan sensor sonar / ultrasonik secara
real-time dan dibandingkan dengan pengukuran dari motion view™ sebagai
reference standard, pada pasien yang dilakukan radioterapi di pesawat Synergy S,
kemudian dilakukan perbandingan antara kedua pengukuran.
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Department Radioterapi RSCM selama 2 bulan
dari bulan September sampai dengan Oktober 2013.
3.3. Populasi Peneltian
Populasi target adalah seluruh pasien dengan kanker di regio thorakal dan
abdominal. Populasi terjangkau adalah pasien kanker di regio thorakal dan
abdominal yang menjalani radiasi di pesawat Synergy S di Department
Radioterapi RSCM pada periode waktu penelitian yang ditentukan.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.8.1. Kriteria Inklusi
1. Kasus kanker regio thorakal dan abdominal yang mendapatkan
radioterapi di pesawat Synergy S.
2. Memiliki KPS > 80% dan dapat mematuhi instruksi.
3. Bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.
3.8.2. Kriteria Eksklusi
1. Kasus dengan keluhan batuk atau sesak
2. Kasus yang mengalami gangguan pendengaran untuk mengikuti
instruksi yang diberikan melalui interkom.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
27
3. Kasus dengan gangguan dalam menangkap informasi dan tidak
mampu mematuhi instruksi yang diberikan.
3.5. Besar Sampel
Perhitungan besar sampel menggunakan rumus besar sampel untuk
penelitian analitik numerik berpasangan.
N1=N2 adalah besar sampel yang dicari
Zα adalah kesalahan tipe I yang ditetapkan 5%, dengan nilai 1.64
Zβ adalah kesalahan tipe II yang ditetapkan 10%, dengan nilai 1.28
(x1-x2) adalah selisih minimal yang dianggap bermakna, dengan nilai 2
s adalah standar deviasi yang diperkirakan sebesar 2 mm
Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh besar sampel untuk penelitian
ini adalah N1=N2 sebesar 8.75 ~ 9 orang.
3.6. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling, pada pasien
yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak masuk dalam kriteria eksklusi.
3.7. Cara Kerja Penelitian
1. Dilakukan pengujian terhadap sistem monitoring pernafasan berbasis
sonar / ultrasonik dengan menggunakan treatment couch, sampai
dengan orde milimeter.
2. Pasien dengan kanker di regio thorakal dan abdominal yang datang
ke bagian radioterapi RSCM pada periode yang ditentukan,
dilakukan CT planning dan perencanaan planning di pesawat
Synergy S.
3. Dilakukan coaching oleh peneliti, mengenai instruksi khusus yang
disampaikan melalui pesawat intercom di dalam ruangan penyinaran,
agar pasien dapat bernafas mengikuti instruksi yang diberikan oleh
petugas. Pasien dijelaskan tentang adanya 3 instruksi utama: tarik
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
28
nafas dalam dan tahan, buang nafas dalam dan tahan, serta nafas
biasa.
4. Pada saat penyinaran fraksinasi pertama, dilakukan pemasangan alat
monitoring pernafasan pada treatment couch, sesuai dengan posisi
lubang indexing yang sesuai (1,2,3,a,b,c); indexing dicatat dalam
dokumentasi.
5. Detektor diposisikan kurang lebih di pertengahan antara processus
xyphoideus dan umbilicus, dan dengan bantuan inroom laser,
detektor diposisikan secara tegak lurus pada titik acuan. Titik acuan
kemudian diberikan tatto.
6. Detektor diletakkan pada jarak / ketinggian 5-10 cm dari dinding
abdomen, parameter ketinggian dicatat dalam dokumentasi.
7. Sistem monitoring pernafasan dinyalakan dari dalam ruang kontrol,
bersamaan dengan dinyalakannya MotionView™.
8. Data pengukuran gerakan pernafasan kemudian diambil, dan
diekstraksi dalam bentuk tabel jarak terhadap waktu.
9. Hasil pengukuran dari sistem monitoring pernafasan berbasiskan
sonar
/
ultrasonik
dibandingkan
dengan
pengukuran
dari
MotionView™, dan dilakukan analisis data.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
29
3.8. Alur Penelitian
Pasien dengan keganasan di
regio thorakal dan
abdomen (n=9)
MotionView™
Monitoring berbasis
sonar
Deteksi gerak dinding
thoraco-abdomen arah
AP ( diambil dari arah
90°)
Pengukuran
dalam 30 detik
fase pernafasan,
diukur setiap 0.25
detik
Deteksi gerak dinding
thoraco-abdomen
menurut pengukuran
Pengukuran
dalam 30 detik
fase pernafasan,
diukur setiap 0.25
detik
Fase
pernafasan
Amplitudo
pernafasan
Perbandingan
skala numerik
Data fase pernafasan
dan angka pengukuran
Nilai ketepatan
Penyajian data dengan
bentuk grafik
3.9. Variabel Penelitian
3.9.1. Variabel bebas (independen):
Hasil pengukuran yang diperoleh dari MotionView™
3.9.2. Variabel terikat (dependen):
Hasil pengukuran yang diperoleh dari sistem monitoring pernafasan
berbasiskan sonar / ultrasonik.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
30
3.10. Definisi Operasional Penelitian
1. Jarak dinding dada: adalah pengukuran jarak dari titik referensi pada
dinding abdomen dan titik referensi pada alat pengukur, dinyatakan
dalam satuan mm (milimeter).
2. Fase pernafasan: adalah periode pernafasan yang mencakup inspirasi
dan ekspirasi, diukur dari puncak ekspirasi – puncak inspirasi –
puncak ekspirasi kembali, dinyatakan dalam bentuk grafik.
3. Amplitudo: adalah pengukuran jarak perubahan dinding abdomen
saat puncak inspirasi dan puncak ekspirasi, dinyatakan dalam satuan
mm (milimeter).
4. Ketepatan: perbandingan nilai yang diperoleh dari hasil pengukuran
dengan sonar, dibandingkan dengan pengukuran baku yang diperoleh
dari fluoroskopi menggunakan MotionView™. Dinyatakan dalam mm
(milimeter)
5. Koefisien korelasi: adalah nilai kekuatan hubungan antara dua
variable. Nilai dibawah 0,2 diintepretasikan sebagai korelasi sangat
lemah, 0,2-0,39 sebagai korelasi lemah, 0,4-0,59 sebagai korelasi
sedang, 0,6-0,79 sebagai korelasi kuat, di atas 0,8 sebagai sangat
kuat.
3.11. Rencana Analisis
Data dari kedua pengukuran, akan diolah dengan menggunakan program
SPSS 20.0. Uji yang dilakukan adalah uji korelasi dengan hasil arah korelasi,
signifikansi dan kekuatan korelasi. Nilai yang didapat juga akan dianalisis untuk
mendapatkan standar deviasi.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
31
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Department Radioterapi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo. Pengumpulan sampel dilakukan selama bulan Oktober sampai
dengan November 2013 di Department Radioterapi RSCM. Pada penelitian ini
didapatkan 9 subjek yang memenuhi kriteria inklusi.
Tabel 4.1. Karakteristik Pasien
Karakteristik
Kelompok umur
- < 40 thn
- 40-50 thn
- >50 thn
Jenis kelamin
- Laki – laki
- Perempuan
Jenis keganasan
- Kanker payudara
- Kanker paru
- Thymoma
- Chordoma pelvis
- Kanker serviks
- Schwannoma pelvis
n (9)
%
2
1
6
22,2
11,1
66,6
3
6
33,3
66,6
2
1
1
1
3
1
22,2
11,1
11,1
11,1
33,3
11,1
Rentang usia subjek penelitan adalah antara 32-69 tahun dengan rerata
usia adalah 52 tahun . Distribusi jenis kelamin pada subjek penelitian terdiri dari 6
orang berjenis kelamin perempuan, dan 3 orang pasien berjenis kelamin laki-laki.
Karakteristik sampel menurut regio / jenis keganasan, terdiri dari 1
pasien dengan thymoma, 1 pasien dengan chordoma pelvis, 3 pasien dengan
kanker serviks, 2 pasien dengan kanker payudara, 1 pasien dengan schwannoma
pelvis, dan 1 pasien dengan kanker paru. Distribusi pasien sesuai dengan
karakteristiknya dapat dijelaskan pada tabel 4.1.
Tabel 4.2. menunjukkan rangkaian fase pernafasan yang diperoleh dari
kedua seri pengambilan data, yaitu dari instrumen ultrasonik dan MotionView™.
Analisis masing-masing data akan diuraikan pada bagian berikut.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
32
Tabel 4.2. Fase pernafasan pasien pada pengamatan setiap fraksi. Garis biru
menunjukkan fase yang diperoleh dari instrumen ultrasonik dan warna merah
yang diperoleh dari MotionView™.
70.0
70.00
70.00
60.0
60.00
60.00
50.0
50.00
50.00
40.0
40.00
40.00
30.0
30.00
30.00
20.0
20.00
20.00
10.0
10.00
10.00
0.0
0.00
0.00
US
US s
70.00
50.00
60.00
60.00
50.00
50.00
40.00
40.00
30.00
30.00
30.00
20.00
20.00
20.00
10.00
10.00
10.00
0.00
0.00
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
US s
MV
US
US s
60.00
50.00
50.00
40.00
40.00
30.00
30.00
20.00
20.00
10.00
10.00
0.00
0.00
MV
US
MV
US s
50.00
40.00
40.0
40.00
30.00
30.0
30.00
20.00
20.0
20.00
10.00
10.0
10.00
0.00
0.0
0.00
MV s
US
MV
US
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
MV s
8
24
40
56
72
88
104
120
136
50.0
2
16
30
44
58
72
86
100
114
128
50.00
US s
MV s
1
15
29
43
57
71
85
99
113
127
60.00
2
18
34
50
66
82
98
114
130
146
70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
MV s
3
21
39
57
75
93
111
129
147
US
MV s
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
70.00
0.00
4
US s
60.00
40.00
3
MV s
9
25
41
57
73
89
105
121
137
2
MV
2
22
42
62
82
102
122
142
Fraksi 3
1
17
33
49
65
81
97
113
129
Fraksi 2
1
21
41
61
81
101
121
141
1
Fraksi I
8
24
40
56
72
88
104
120
136
No.
MV
33
70.0
60.0
60.0
60.0
50.0
50.0
50.0
40.0
40.0
40.0
30.0
30.0
30.0
20.0
20.0
20.0
10.0
10.0
10.0
0.0
0.0
0.0
US
US s
70.0
60.0
60.0
60.0
50.0
50.0
50.0
40.0
40.0
40.0
30.0
30.0
30.0
20.0
20.0
20.0
10.0
10.0
10.0
0.0
0.0
MV
US
3
17
31
45
59
73
87
101
115
129
143
MV
US
45.00
35.0
40.00
30.0
30.0
35.00
25.0
25.0
20.0
20.0
15.0
15.0
10.0
10.0
10.00
5.0
5.0
5.00
0.0
0.0
0.00
25.00
20.00
7
23
39
55
71
87
103
119
135
15.00
US
MV
US
80.00
60.00
70.00
70.00
50.00
60.00
60.00
50.00
50.00
40.00
40.00
30.00
30.00
20.00
20.00
20.00
10.00
10.00
10.00
0.00
0.00
0.00
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
30.00
US
MV
US
MV
US
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
MV
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
80.00
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
70.00
40.00
MV
30.00
1
15
29
43
57
71
85
99
113
127
141
2
18
34
50
66
82
98
114
130
146
40.0
35.0
MV
MV v
0.0
1 7 1319253137434955616773
40.0
US
8
US s
70.0
US
7
MV s
70.0
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
6
MV
2
18
34
50
66
82
98
114
130
146
70.0
1
15
29
43
57
71
85
99
113
127
141
70.0
2
18
34
50
66
82
98
114
130
146
5
MV
34
70.0
70.0
70.00
60.0
60.0
60.00
50.0
50.0
50.00
40.0
40.0
40.00
30.0
30.0
30.00
20.0
20.0
10.0
10.0
0.0
0.0
US s
MV s
20.00
10.00
1
17
33
49
65
81
97
113
129
145
0.00
1
15
29
43
57
71
85
99
113
127
141
1
15
29
43
57
71
85
99
113
127
141
9
US
US
MV
Tabel 4.3. Perbedaan posisi dinding dada antar-fraksi pada inspirasi dalam
No.
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Mean
inspirasi
dalam(mm)
37,30
43,37
36,43
23,33
46,51
40,11
21,13
45,41
41,67
Perbedaan terhadap
fraksi ke
1
2
3
-1,54
0,71
0,85
2,21
1,75
-3,97
0,87
-1,72
0,85
2,29
-1,06
-1,22
3,22
-0,61
-2,61
-0,74
2,37
-1,61
0,63
-1,33
0,72
-1,9
1,73
0,17
2,53
0,29
-2,82
Mean
SD
SD
(mm)
1,34
3,44
1,49
1,98
2,96
2,09
1,16
1,82
2,69
2,11
Tabel 4.3. menunjukkan besarnya perubahan posisi dinding dada pada
saat inspirasi dalam pada fraksi pertama, kedua, dan ketiga. Pada pengamatan ini
didapatkan adanya rerata SD perbedaan posisi saat inspirasi dalam sebesar 2,11
mm.
Tabel 4.4. Perbedaan posisi dinding dada antar-fraksi pada ekspirasi dalam
No.
Sampel
Mean
ekspirasi
dalam (mm)
1
2
3
4
5
60,61
54,69
56,97
50,36
61,64
Perbedaan terhadap fraksi
ke
1
2
3
-1,61
0,19
1,37
0,22
1,82
-0,79
1,56
-3,62
-1,56
-0,02
0,01
0
0
-0,14
-1,24
SD
(mm)
1,50
1,32
2,61
0,02
0,68
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
MV
35
6
7
8
9
62,9
36,14
65,09
59,64
-0,22
-0,39
-3,97
-1,94
1,33
-0,34
-0,34
2,52
-1,1
0,74
4,32
-0,59
Mean Ʃ SD
1,23
0,64
4,16
2,29
1,60
Tabel 4.4. Menunjukkan besarnya perubahan posisi dinding dada pada
saat ekspirasi pada fraksi pertama, kedua, dan ketiga. Pada pengamatan ini tampak
adanya rerata SD perbedaan posisi dinding dada saat ekspirasi dalam sebesar 1,6
mm.
Tabel 4.5. Perbedaan posisi inspirasi saat pernafasan biasa (intra dan antar fraksi)
No. Fraksi
ke
1 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
2 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
3 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
4 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
5 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
6 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
7 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
8 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
9 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Ins 1
Ins 2
Ins 3
Ins 4
Ins 5
Ins 6
53,35
54,59
56,28
47,14
48,74
45,61
50,76
41,44
42,98
32,87
31,08
31,43
48,17
51,2
47,5
51,8
53,35
49,9
26,94
29,10
28,08
49,21
53,35
52,84
49,40
54,91
45,58
51,8
56,14
55,78
48,17
49,78
45,1
49,73
45,07
44,53
33,91
30,56
33,51
47,66
55,8
49
52,84
55,43
53
27,45
28,60
28,60
50,76
54,39
54,39
53,35
55,62
56,28
48,17
47,71
44,06
52,84
47,14
46,6
35,46
26,94
29,88
52,32
48,5
45,9
55,43
56,98
52,5
27,45
29,10
29,10
50,76
56,46
53,87
52,8
57,18
57,32
48,17
47,71
44,06
52,84
48,18
49,71
54,39
50,96
56,28
47,14
47,71
43,54
51,8
41,96
48,67
47,14
56,48
39,2
45,4
55,94
57,5
52
27,46
29,60
22,89
48,69
51,80
55,94
54,39 53,87
56,8
47,14
48,74
46,13
47,66
46,08
57,3
48,69
20,2
30,10 22,40
55,43
53,87
52,84
Ins 7
Mean SD
SD
intra- mean
fx
antar-fx
52,14
2,59
2,19
54,90
2,39
56,46
0,53
47,66
0,56
2,45
47,71 48,30
0,81
37,84 43,76
2,77
50,94
2,01
3,20
44,76
3,01
46,43
2,51
34,08
1,30
2,28
29,53
2,26
31,61
1,82
52,15
3,54
1,91
48,68
7,00
49,02
4,84
52,94
2,94
2,05
55,82
1,86
51,85
1,36
25,90
3,19
1,13
28,15
2,86
27,17
2,88
49,86
1,07
2,55
54,00
1,96
54,49
1,24
49,40
2,94
54,39
0,74
49,21
5,13
Mean SD
2,43
2,30
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
36
Posisi inspirasi pada saat pernafasan biasa terdapat perbedaan baik intrafraksi maupun antar-fraksi. Perbedaan intra-fraksi yang dijumpai menunjukkan
deviasi sebesar 2,43 mm. Sedangkan pada pengamatan antar-fraksi, deviasi
perubahan posisi adalah sebesar 2,3 mm.
Tabel 4.6. Perbedaan posisi ekspirasi saat pernafasn biasa (intra dan antar-fraksi)
No. Fraksi
ke
1 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
2 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
3 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
4 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
5 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
6 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
7 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
8 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
9 Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Eks 1
Eks 2
Eks 3
Eks 4
Eks 5
Eks 6
59,05
60,8
61,98
54,39
53,4
53,9
57,5
51,28
52,3
39,09
38,33
41,28
59,57
61,5
60,4
60,61
63,2
59,2
34,2
34,8
36,88
57,50
62,68
61,12
57,1
62,16
57,50
58,02
60,8
61,98
53,87
53,4
52,87
56,46
51,28
53,34
39,61
39,37
41,80
60,09
60,9
59,9
62,16
63,71
61,3
35,75
34,30
34,80
58,53
64,68
62,68
57,70
59,57
59,05
58,02
60,28
60,94
54,39
53,92
52,87
58,02
51,8
53,34
39,61
35,74
40,76
60,61
60,4
59,9
62,68
64,23
61,3
35,75
35,80
35,32
58,02
64,23
64,23
59
60,28
61,46
54,39
53,4
52,35
58,53
53,35
54,37
39,69
58,02
59,77
60,94
54,39
53,92
52,35
57,5
52,84
55,41
58,02
Eks 7
Eks 8
Mean
58,36
60,39
59,39
61,12
54,91
54,39
53,4 51,33 56,51 53,25
52,35 50,28 52,87 52,42
58,53
57,76
52,11
55,41
54,03
39,50
37,81
41,28
60,61 60,61 61,64 61,12
60,61
55,3
59,53
59,9 59,9
60,00
62,16 59,57
61,44
63,71 63,2
63,61
61,8
60,90
35,23 34,19
35,02
35,80 35,80 34,80
35,22
35,32
35,58
59,05 61,12
58,84
64,75
64,09
63,71 62,68 69,41
63,97
57,42
56,98
59,57
59,05
58,53
Mean SD
SD
SD
intra- mean
antar-fx
fx
0,52
0,43
0,96
0,33
0,88
1,09
0,78
0,94
1,25
0,28
1,87
0,52
0,67
2,85
0,22
1,30
0,43
1,15
0,79
0,66
0,90
1,40
0,96
2,87
0,99
2,87
1,73
0,54
1,43
0,28
2,99
1,08
2,59
0,89
1,06
Posisi ekspirasi pada saat pernafasan biasa terdapat perbedaan baik intrafraksi maupun antar-fraksi. Perbedaan intra-fraksi yang dijumpai menunjukkan
deviasi sebesar 1,06 mm. Sedangkan pada pengamatan antar-fraksi, deviasi
perubahan posisi adalah sebesar 1,48 mm.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
1,43
1,48
37
Tabel 4.7. Tabel korelasi antara amplitudo yang ditampilkan oleh instrumen
berbasis ultrasonik dengan MotionView™
Amplitudo US
Amplitudo MV
Amplitudo US
Amplitudo MV
Koefisien Korelasi
1,000
0,824
p
-
0,000
Koefisien Korelasi
0,824
1,000
p
0,000
-
Analisis mengenai nilai amplitudo yang ditampilkan instrumen berbasis
ultrasonik dikorelasikan dengan MotionView™ menunjukkan korelasi positif
dengan kekuatan korelasi 0,824 dan nilai p=0,000. Kekuatan korelasi 0,824
menunjukkan adanya korelasi yang sangat kuat antara kedua alat ukur dalam
menunjukkan amplitudo gerak dinding dada, dengan tingkat kemaknaan yang
tinggi.
Tabel 4.8. Tabel analisis selisih pengukuran pada instrumen berbasis ultrasonik
dan MotionView™ pada seluruh sampling.
No.
Nilai
(mm)
1.
Mean
2.
95% Interval kepercayaan
1,152
Bawah:
0,973
Atas:
1,332
3.
Median
1,020
4.
Simpangan Deviasi
2,066
5.
Minimum
-4,70
6.
Maksimum
8,91
Tabel 4.8. menerangkan rerata selisih pengukuran antara kedua
instrumen pengukuran. Dari tabel ditunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara
kedua alat ukur dengan rata-rata perbedaan sebesar 1,15 mm, dengan simpangan
deviasi 2,06 mm.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
38
Tabel 4.9. Tabel korelasi antara keseluruhan pengukuran yang ditampilkan oleh
instrumen berbasis ultrasonik dengan MotionView™
Pengukuran US
Pengukuran MV
Pengukuran US
Pengukuran MV
Koefisien Korelasi
1,000
0,97
p
-
0,000
N
1987
1987
Koefisien Korelasi
0,97
1,000
p
0,000
-
N
1987
1987
Analisis mengenai nilai dari keseluruhan 1987 pasang titik korelasi, dari
pengukuran yang ditampilkan instrumen berbasis ultrasonik dikorelasikan dengan
MotionView™ menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi 0,97 dan
nilai p=0,000. Kekuatan korelasi 0,97 menunjukkan adanya korelasi yang sangat
kuat antara kedua alat ukur tersebut, dengan tingkat kemaknaan yang tinggi.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
39
BAB 5
PEMBAHASAN
Perubahan posisi karena pergerakan yang terjadi secara fisiologis seperti
pernafasan, menyebabkan faktor ketidakpastian pada saat perencanaan penyinaran
menjadi bertambah. Keadaan ini dapat diminimalkan dengan memantau gerak
pernafasan baik secara langsung maupun menggunakan surrogate marker
sehingga besar pergerakan tersebut
menjadi parameter yang terukur atau
terkendali.
Salah satu surrogate marker yang paling lazim digunakan adalah marker
dinding dada sebagai penanda pergerakan dan fase pernafasan pasien. Naik atau
turunnya dinding dada diharapkan berkorelasi dengan pergerakan tumor sehingga
penyinaran dapat diberikan pada ambang posisi dinding dada tertentu.
Pentingnya penentuan nilai ambang (threshold) terhadap posisi tersebut
ditunjukkan dalam data yang diperoleh bahwa pada saat inspirasi dalam, ekspirasi
dalam, maupun respirasi biasa, posisi dinding dada dapat mengalami deviasi baik
intra maupun antar-fraksi.
Studi oleh Nøttrup et al. memaparkan mengenai evaluasi variasi dalam
free-uncoached breathing (pernafasan biasa tanpa panduan) pada pasien dengan
kanker paru, serta memisahkan secara khusus mengenai variasi intra dan antar /
inter-fraksi. Studi ini menggunakan Real-time Position Management (RPM)
Varian.(35) Studi ini menemukan variasi intrafraksi pada keadaan ekspirasi dengan
rata-rata 1,6 mm (range 0,8-2,5mm); lamanya pengamatan intra-fraksi dilakukan
selama kurang-lebih 100 detik. Hasil ini sesuai dengan yang diperoleh pada
penelitian ini, dimana variasi ekspirasi intrafraksi adalah sebesar 1,60 mm pada
ekspirasi dalam, dan sebesar 1,06 mm pada ekspirasi biasa. Pada studi tersebut
pengamatan inter-fraksi memperoleh perbedaan variasi yang besar dengan median
14,8 mm, nilai ini jauh lebih besar dibandingkan dengan variasi yang diperoleh
pada penelitian ini yaitu sebesar 1,48 mm. Penelitian lain oleh Hugo et al.
memaparkan nilai variasi inter-fraksi sebesar 4,97 mm hasil ini juga lebih besar
dibandingkan nilai variasi inter-fraksi yang diperoleh dalam peneltian ini. Hal ini
dapat terjadi karena pada penelitian ini, kami melakukan audio-coaching
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
40
(panduan melalui suara) untuk mengarahkan pasien saat sebelum pengambilan
data, dan pada saat pengambilan data dilakukan; selain itu, peneltian oleh Nøttrup
et al. memantau
sebanyak 30 fraksi dan pada studi tersebut peneliti juga
menjelaskan adanya kesalahan pemposisian pasien pada meja dan set-up saat
memberikan tattoo pada kulit pasien, di mana hal ini bisa dipengaruhi oleh
penurunan berat badan selama penyinaran.(35)
Pemberian panduan berupa suara, instruksi, atau secara gambaran visual
yang dapat dilihat oleh pasien, akan membantu pasien untuk dapat memposisikan
dinding dada dengan lebih reprodusibel, dan menginformasikan pada pasien
mengenai threshold yang harus dicapai.
Panduan (coaching) yang diberikan melalui suara berperan terutama
dalam
menstabilkan frekuensi pernafasan, sedangkan panduan secara visual
selain dapat menstabilkan frekuensi pernafasan juga dapat menstabilkan
amplitudo karena dapat menampilkan threshold yang telah disepakati. Cradenley
et al. mengemukakan pentingnya panduan visual untuk meningkatkan
reprodusibilitas posisi dinding dada maupun posisi internal organ pada saat deep
inspiration breath-hold dengan RPM System.(36) Penelitian oleh Baba et al. juga
menyimpulkan keuntungan penggunaan gating bersama dengan panduan audiovisual mengurangi internal movement dengan mean sebesar 37,6% (rentang 1660%) dibandingkan dengan free-breathing.(37)
George et al. melakukan percobaan yang membandingkan secara
langsung pada pasien yang sama untuk melakukan pernafasan bebas tanpa
panduan suara, dengan panduan suara, dan dengan panduan audiovisual.
Penelitian ini mengemukakan bahwa walaupun dilakukan dengan sistem gating,
masih terdapat pergerakan residual (residual motion) karena tidak konsistennya
fase pernafasan pasien. Penelitian ini menunjukkan panduan audio-visual
memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan panduan suara saja secara
signifikan; dan panduan tersebut meningkatkan reprodusibilitas intra-maupun
inter-fraksi, sehingga dapat mengurangi variabilitas pergerakan residual.(38)
Variasi posisi dinding dada pada saat inspirasi dalam maupun inspirasi
biasa cenderung lebih besar dibandingkan dengan pada saat ekspirasi. Pada
penelitian ini diperoleh variasi intra dan inter-fraksi pada saat inspirasi biasa
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
41
sebesar ±2,43 mm dan ±2,30 mm; sementara pada inspirasi dalam diperoleh
variasi ±2,11 mm. Hal ini sesuai dengan studi oleh Vedam et al. yang
memaparkan bahwa simpangan deviasi pada saat inspirasi cenderung lebih besar
dari saat ekspirasi, sehingga penggunaan gating pernafasan pada saat ekspirasi
dikatakan lebih reprodusibel dibandingkan pada saat inspirasi.(31)
Performa instrumen monitoring pernafasan berbasiskan ultrasonik dapat
ditunjukkan dengan nilai korelasi terhadap pembanding standar (MotionView™)
dalam hal menentukan amplitudo maupun dalam keseluruhan titik pengukuran.
Nilai korelasi yang ditunjukkan dalam menentukan amplitudo berkorelasi positif
dengan kekuatan korelasi sangat kuat yakni sebesar 0,82 (p=0,00); sedangkan
nilai korelasi yang ditunjukkan dalam menentukan setiap titik pengukuran juga
berkorelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat kuat yakni sebesar 0,97
(p=0,00).
Lu et al. melakukan penelitian yang membandingkan korelasi antara
perubahan paru-paru saat bernafas yang dipantau dengan 4D-CT sebagai acuan,
dan dikorelasikan dengan nilai yang diperoleh dari pergerakan dinding thoracoabdominal yang diamati oleh RPM varian. Penelitian ini merekrut 5 pasien
dengan penyinaran di area toraks dan abdomen. Penelitian ini menunjukkan
korelasi antara perubahan volume paru yang teramati dengan 4D-CT scan dengan
perubahan tinggi dinding thoraco-abdominal dengan kekuatan korelasi sebesar
0,96-0,99 (sangat kuat).(39)
Pertanyaan mengenai apakah pergerakan dinding thoraco-abdominal
sebenarnya terbukti berhubungan dengan posisi tumor yang sebenarnya juga
menjadi pertanyaan penting.
Chang et al. melakukan pemantauan terhadap 5 pasien yang diamati fase
pernafasannya dengan RPM Varian, bersamaan dengan dilakukan tumor tracking
menggunakan BrainLab ExacTrac. Hasilnya, terdapat korelasi antara pergerakan
dinding dada yang diamati oleh RPM Varian dengan amplitudo pergerakan tumor
yang di-tracking dengan kekuatan korelasi sebesar 0,94-0,98. Penelitian ini
membuktikan bahwa pergerakan dinding dada berkorelasi sangat kuat dengan
amplitudo pergerakan massa tumor. Walaupun demikian, penelitian ini dilakukan
hanya dengan jumlah sampel yang minimal dan meliputi 1 kali fraksi
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
42
pemeriksaan. Pada penelitian oleh Seppenwoolde et al. yang meneliti pergerakan
massa tumor pada 23 orang pasien, mendapati bahwa variasi pergerakan antar
pasien bisa memiliki arah yang berbeda-beda dan tidak ada yang memastikan
bahwa arah pergerakan tidak mengalami perubahan arah selama fraksinasi
berjalan.(19) Karenanya perubahan dalam setiap fraksi harus selalu dipantau, dan
dilihat apakah pergerakan massa masih memiliki arah yang sama, dan apakah
perubahan amplitudonya masih seiring dengan naik-turun nya dinding dada.
Rekomendasi oleh Korreman et al. juga menyatakan bahwa mekanisme gating
dengan pemantauan dinding dada sebaiknya selalu dipantau bersamaan dengan
ikut melihat pergerakan tumor setidaknya secara fluoroskopik selama 10 fase
pernafasan pada saat awal sebelum penyinaran dilakukan.(40) Marker implan akan
dapat membantu melihat pergerakan tumor dengan lebih jelas. AAPM TG 76
menyarankan untuk selalu memantau pergerakan tumor dengan fluoroskopi
selama 30 detik sebelum penyinaran diberikan.(17)
Pada penelitian ini, walaupun didapati adanya korelasi sangat kuat,
penulis mendapati ketepatan secara individual nilai yang dihasilkan memiliki
resolusi sedang yakni sebesar 1,1 mm dengan deviasi sebesar ±2mm. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam menggambarkan pergerakan dinding dada, instrumen
monitoring berbasiskan ultrasonik dapat mememberikan gambaran fase secara
akurat, dengan toleransi terhadap titik perubahan terhadap posisi dinding dada
sebesar 1,1 mm (±2mm).
Instrumen yang dicoba pada penelitian ini menggunakan delay time antar
pengukuran dengan jarak 50 us, dan menghasilkan 960 kali pengukuran per detik.
Nilai yang diperoleh kemudian dilakukan “filtering” dengan menghitung rerata
dari setiap 40 nilai pengukuran, sehingga nilai yang muncul pada grafik diperoleh
dengan sampling rate setiap 0,04 detik. Nilai ini masih dapat ditingkatkan apabila
kapasitas clock time dapat ditingkatkan dan kapasitas komputer dalam menangkap
data juga memadahi. Peneliti telah mencoba untuk meningkatkan mekanisme
filtering secara optimal, dengan cara mengganti komputer yang dipakai dengan
spesifikasi yang lebih baik dan memperpendek delay time menjadi 10 us, dan
rerata yang dihitung dilipat gandakan menjadi 100 nilai pengukuran. Hal ini
menghasilkan sampling rate pada grafik setiap 0,011 detik.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
43
Hasil dari modifikasi ini dicobakan pada 1 sampel, dan didapatkan
gambaran seperti pada tabel 5.1. Pada perhitungan nilai korelasi, diperoleh nilai
korelasi positif dengan kekuatan 0,96. Nilai simpangan deviasi juga berkurang
dari ±2mm menjadi ±1,3mm. Modifikasi ini masih dapat dikaji lagi dengan
menggunakan algoritma penyaringan / filtering yang lebih kompleks.
Tabel 5.1 Grafik fase pernafasan pada sampel dengan metode penyaringan
modifikasi.
No
7.
Fx 1
Fx 2
70.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66
Series1
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71
Series2
Series1
Series2
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
44
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Penelitian pada 9 pasien dengan menggunakan 1987 pasang titik
pengukuran didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan posisi dinding dada pada saat inspirasi dalam,
inspirasi biasa dan ekspirasi biasa, baik pada pengamatan intra
maupun inter-fraksi.
2. Untuk mengurangi perbedaan posisi dinding dada pada intra maupun
inter-fraksi dapat dilakukan usaha untuk memberikan feed-back pada
pasien, agar pasien mengetahui ambang / threshold yang diberikan,
sehingga besarnya pergerakan posisi dinding dada menjadi lebih
terkontrol.
3. Penelitian pertama untuk menguji kinerja alat monitoring pergerakan
nafas, menunjukkan bahwa dalam uji korelasi dalam hal amplitudo
gerakan dinding dada, hasil yang diperoleh dengan instrumen
pengukuran berbasiskan ultrasonik menunjukkan arah korelasi
positif, dengan kekuatan korelasi sangat kuat terhadap pengukuran
sebenarnya.
4. Dalam uji korelasi terhadap seluruh titik pengukuran secara
keseluruhan,
instrumen
pengukuran
berbasiskan
ultrasonik
menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi sangat kuat.
Ketepatan resolusi yang dapat dicapai oleh instrumen berbasiskan
ultrasonik adalah sebesar 1,1 mm dengan simpangan deviasi ±2 mm.
6.2. Saran
1. Penelitian pertama untuk menguji kinerja alat monitoring pergerakan
nafas menunjukkan potensi instrumen berbasiskan ultrasonik untuk
memonitor siklus pernafasan secara presisi. Potensi ini masih dapat
dikembangkan lagi dengan melakukan modifikasi seperti:
a. Mengganti jenis sensor dengan sensor lain yang memiliki
grade industri,
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
45
b. Melakukan multiplikasi jumlah sensor,
c. Mengganti algoritma pengukuran dan algoritma filtering yang
lebih sempurna.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menyempurnakan interfacing
maupun ketepatan pengukuran dengan ketersediaan dana yang lebih
mencukupi dan tenaga professional yang lebih memadahi, sekaligus
dengan pengulangan fraksi yang lebih banyak / panjang.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
46
Daftar Pustaka
1. Perez CA, editor. Principle and practice of Radiation Oncology. 5 ed.
Philadelphia USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
2. I Jacobs JV, P Scalliet. Influence of respiration on calculation and delivery of
the prescribed dose in external radiotherapy. Radiotherapy and Oncology.
1996;39:121-8.
3. Wojtowicz L. Benefits, disadvantages, and challanges of respiratory gating
used to treat left sided breast cancer patients receiving radiotherapy. 2012.
4. Coen W H, BC John Cho, Eugene Damen. Reduction of cardiac and lung
complication probabilities after breast irradiation using conformal
radiotherapy with or without intensity modulation. Radiotherapy and
Oncology. 2002;62:161-71.
5. Ann B, Jane Dobbs, Stephen Morris, editor. Practical radiotherapy planning. 4
ed. Italy: Hodder Arnold; 2009.
6. Perez CA, editor. Principle and practice of Radiation Oncology. 5 ed.
Philadelphia USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
7. Khan FM. 3D conformal radiation therapy: dosimetry and treatment planning.
In: Khan FM, editor. Khan's lectures: handbook of the physics of radiation
therapy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 287-96.
8. HG Menzel AW, DTL Jones. Prescribing, recording, and reporting photon
beam intensity-modulated radiation therapy (IMRT). Journal of the ICRU.
2010;Report no. 83(1):1-90.
9. Allisy A. Prescribing, recording, and reporting photon beam therapy. Journal
of the ICRU. 1993;Report no.50(1):1-69.
10. Allisy A WA, RS Caswell. Prescribing, recording, and reporting photon beam
therapy (Supplement to ICRU Report 50). Journal of the ICRU. 1999;Report
no.62(1):1-50.
11. C Clifton Ling JH, Steven Larson, Howard Amols, Zvi Fuks, Steven Leibel,
Jason A Koutcher. Towards multidimensional radiotherapy (MD-CRT):
biological imaging and biological conformality. Intl J Radiation Oncology
Biol Phys. 2000;47(3):551-60.
12. Mitchell Machtay KB, Benjamin Movsas, Rebecca Paulus, Elizabeth M. Gore,
Ritsuko Komaki, Kathy Albain, William T. Sause, Walter J. Curran. Higher
Biologically Effective Dose of Radiotherapy Is Associated With Improved
Outcomes for Locally Advanced Non–Small Cell Lung Carcinoma Treated
With Chemoradiation: An Analysis of the Radiation Therapy Oncology Group
International
Journal
of
Radiation
Oncology*Biology*Physics.
2012;82(1):425-34.
13. Mary Kaye Martel RKTH, Mark B Hazuka, Marc L Kessler, Myla
Strawderman, Andrew T Turrisi, Theodore S Lawrence, Benedick A Fraass,
Allen S Lichter. Estimation of tumor control probability model parameters
from 3-D dose distributions of non-small cell lung cancer patients. Lung
Cancer. 1999;24(1):31-7.
14. Heijmen B. IGRT-tumor set-up correction strategies. ESTRO-physics for
clinical radiotherapy; Bangkok, Thailand: Erasmus MC University Medical
Center Amsterdam; 2012.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
47
15. PJ Keall VK, SS Vedam, R Mohan. Potential radiotherapy improvements with
respiratory gating. Australasian Physical & Engineering Sciences in Medicine.
2002;25(1):1-6.
16. Nehmeh SA, Yusuf E Erdi, Clifton C Ling. Effect of Respiratory Gating on
Quantifying PET Images of Lung Cancer. The Journal of Nuclear Medicine.
2002;43(7):876-81.
17. Keall P, Mageras GS, Balter JM, . The Management of Respiratory Motion in
Radiation Oncology. College Park American Association of Physicist in
Medicine, 2006 Contract No.: 91.
18. Davies SC HA, Holmes RB, Halliwell M. Ultrasound quantitation of
respiratory organ motion in the upper abdomen. The British Journal of
Radiology. 1994;67:1096-102.
19. Seppenwoolde Y, Shirato H, Kitamura K, . Precise and real-time measurement
of 3D tumor motion in lung due to breatheing and heartbeat, measured during
radiotherapy. International Journal of Radiation Oncology*Biology*Physics.
2002;53(4):822-34.
20. Perez CA, editor. Principle and practice of Radiation Oncology. 5 ed.
Philadelphia USA: Lippincott William & Wilkins; 2008.
21. Kang Wei TN. Product User's manual - HC-SR04 Ultrasonic Sensor. In: Bhd.
CTS, editor. Robot Head to Toe. v.01 ed. Johor, Malaysia: Cytron
Technologies Sdn. Bhd.; 2013. p. 1-11.
22. Itead Studio Team C. Ultrasonic ranging module: HC-SR04. In: Studio I,
editor. China: Itead Studio; 2010.
23. Casey R. Arduino UNO product overview. In: Arduino, editor. Technical
specification. Italy: Arduino; 2013. p. 1-8.
24. Casey R. Arduino Uno. Ivrea, Italy: Arduino; 2013 [updated 27 April 2013;
cited
2013
20
Agustus
2013];
1:[Available
from:
http://arduino.cc/en/Main/arduinoBoardUno.
25. Perez CA, editor. Principle and practice of Radiation Oncology. 5 ed.
Philadelphia USA: Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
26. Department of Health Cancer Policy Team. Radiotherapy in England 2012. In:
Department of Health, editor. London: England Department of Health,; 2012.
p. 1-58.
27. Khan FM. Image-guided radiation therapy: on-board imagers, online tumor
tracking, and imaging dose. In: Khan FM, editor. Khan's lectures: handbook of
the physics of radiation therapy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2011. p. 355-64.
28. National Radiotherapy Advisory Group. Advice to national radiotherapy
advisory group radiotherapy tecnical development sub-group. In: Department
of Health cancer Policy Team, editor. London: NRAG; 2007. p. 1-45.
29. Wong J. Methods to manage respiratory motion in radiation treatment. In:
Wong J, editor.; William Beaumont Hospital Royal Oak, USA: NCI (USA)
and Elekta Inc.
30. Tomohiro O, Hideki Takegawa, Tatsuya Ageishi. Respiratory monitoring with
an acceleration sensor. IOP Publishing Physics in Medicine and Biology.
2011;56:6279-89.
31. Vedam S, Keall, PJ, Kini, VR, Mohan, R. Determining parameters for
respiration-gated radiotherapy. Medical Physics. 2001;28(10):2139-46.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
48
32. Cervino LI, Sonia G, Mary AR. Using surface imaging and visual coaching to
improve the reproducibility and stability of deep-inspiration breath hold for
left-breast-cancer radiotherapy. IOP Publishing Physics in Medicine and
Biology. 2009;54:6853-65.
33. Metzig M. Lung radiotherapy and deep inspiration breath hold. Beratung
Germany: Robert Strohmann Medizinische Physik; 2008 [cited 2013 27
Agustus
2013];
Available
from:
http://www.stroehmannmedphysik.de/sdx/sdx3_1_lung_e.html.
34. Anthony M B, Richard Emery, Lara Rodriguez. Clinical experience using
respiratory gated radiation therapy, Comparison of free-breathing and breathhold
techniques.
International
Journal
of
Radiation
Oncology*Biology*Physics. 2004;60(2):419-26.
35. Nottrup JT KS, Perdesen AN. Intra- and interfraction breathing variation
during curative radiotherapy for lung cancer. Radiotherapy and Oncology.
2007;84:40-8.
36. Crandley E.F. PWR, M.M. Morris Efficiency and accuracy of goggle-based
visual feedback for voluntary deep inspiration brath hold (DIBH) radiation
therapy of the left breast. [Abstract]. In press 2012.
37. Baba F SY, Matsui T. Abstract. Clinical experience with respiratory gated
stereotactic body radiation therapy (SBRT) for lung tumors using audio
coaching. [Abstract]. In press 2012.
38. Rohnini George TDC, Sastry S.V. Audio-visual biofeedback for respiratory
gated radiotherapy: impact of audio instruction and audio-visual biofeedback
on respiratory gated radiotherapy. International Journal of Radiation
Oncology*Biology*Physics. 2006;65(3):924-33.
39. Lu W, Daniel AL, Parag JP, . Comparison of spirometry and abdominal height
as four-dimensional computed tomography metrics in lung. Medical Physics.
2005;32(7):2351-7.
40. Korreman SS NT, Boyer AL. Respiratory gated beam delivery cannot
facilitate margin reduction, unless combined with respiratory correlated image
gudiance. Radiotherapy and Oncology. 2008;86:61-8.
Universitas Indonesia
Ketepatan sensor….., Elia Aditya, FK UI, 2013
Download