subjek hukum internasional

advertisement
BAB V
SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)
Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat memahami
kedudukan subyek hukum dalam hukum internasional.
SASARAN BELAJAR (SB)
Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:
1. Menyebutkan subyek-subyek hukum internasional;
2. Menjelaskan peran negara sebagai subyek hukum internasional
yang utama;
3. Menjelaskan tentang Tahta Suci sebagai subyek hukum
internasional;
4. Menjelaskan pengertian organisasi internasional sebagai subyek
hukum internasional;
Malahayati, S.H., LL.M.
POKOK BAHASAN
PENGERTIAN SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL
Pengertian subjek Hukum Internasional dapat disebutkan sebagai pemegang
segala hak dan kewajiban menurut Hukum Internasional. Pengertian tersebut dapat
diletakkan kepada negara sebagai subjek Hukum Internasional yang bersifat penuh.
Disamping pengertian tersebut di atas, ada juga pengertian subjek Hukum Internasional
dalam arti yang lebih luas, dimana mencakup kenyataan bahwa yang dimiliki oleh
subjek hukum tersebut hanyalah hak dan kewajiban yang terbatas. Contoh subjek
Hukum Internasional dalam arti terbatas ini adalah orang perorangan (individu). Selain
itu ada juga subjek Hukum Internasional yang mendapatkan hak dan kewajibannya
berdasarkan hukum kebiasaan internasional yang berkembang sesuai dengan
perkembangan sejarah Hukum Internasional itu sendiri.
Adapun yang menjadi subyek hukum internasional yang akan dibahas disini
adalah: negara, Palang Merah Internasional, tahta suci, Organisasi Internasional, Orang
perorang (individu), pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent). Sedangkan
beberapa subyek yang (dianggap) masih baru, seperti perusahaan multi nasional, Non
Government Organization, dan lainnya tidak akan dibahas lebih lanjut disini.
Untuk mengenal lebih jauh subjek-subjek Hukum Internasional, ada baiknya kita
bahas juga satu per satu subjek hukum beserta hak dan kewajibannya di dalam Hukum
Internasional.
NEGARA
1. Unsur-Unsur Konstitutif Negara
Negara merupakan subjek Hukum Internasional yang paling utama dan klasik di
dalam sejarah Hukum Internasional. Hingga sekarang masih ada anggapan bahwa
Hukum Internasional itu merupakan hukum antar-negara. Untuk pembentukan
suatu negara diperlukan syarat-syarat konsitutif yang sangat penting.
Adapun syarat-syarat konstitutif tersebut adalah:
a. Adanya penduduk yang tetap;
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang hidup dalam suatu
masyarakat dan terikat dalam suatu negara melalui hubungan yuridis dan
politis yang berwujud suatu kewarganegaraan. Penduduk adalah unsur
pokok terbentuknya suatu negara. Namum, penduduk di sini harus
merupakan penduduk yang berkediaman tetap dan tidak berpindah-pindah.
Untuk menentukan kewarganegaraan seseorang biasanya ditentukan
melalui tiga cara yaitu Ius sanguinis, Ius soli dan Naturalisasi. Dalam hal ini,
Hukum Internasional tidak membatasi suatu bangsa agar memiliki satu
bangsa, tetapi boleh berbagai bangsa ataupun keturunan asalkan
mempunyai kewarganegaraan yang sama, maka penduduk tersebut dapat
memenuhi syarat pembentukan suatu negara.
b. Adanya wilayah tertentu;
Wilayah merupakan unsur mutlak yang harus dipenuhi untuk membentuk
suatu negara. Tidak mungkin ada suatu negara tetapi negara tersebut tidak
memiliki wilayah tempat penduduknya bertempat tinggal. Untuk memenuhi
persyaratan berdirinya negara tidak ditentukan oleh besar maupun kecilnya
luas wilayah negara tersebut. Luas wilayah suatu negara tidak akan
membedakan derajat suatu negara dengan negara yang lainnya. Wilayah ini
terdiri dari daratan, lautan dan udara di atasnya.
c. Adanya pemerintah;
Sebagai subjek hukum, negara membutuhkan sejumlah organ ataupun
lembaga untuk menyalurkan dan mewakili kehendaknya. Bagi Hukum
Internasional, suatu wilayah yang tidak mempunyai pemerintahan tidak
dapat disebut sebagai negara dalam arti yang sesungguhnya. Walaupun
Hukum Internasional mensyaratkan adanya pemerintahan di dalam suatu
negara, namun tidak ditentukan mengenai bentuk dari pemerintahan
tersebut. Bentuk pemerintahan diserahkan kepada masing-masing negara
dan hukum nasionalnya.
Yang dimaksud dengan pemerintah biasanya adalah badan eksekutif di
dalam suatu negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya,
yang stabil dan efektif untuk mempermudah hubungan dengan negara
tersebut.
d. Adanya kedaulatan;
Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 menyebutkan bahwa unsur konstitutif
suatu negara adalah adanya capacity to enter into relations with other
states. Konsep ini telah memperluas konsep klasik mengenai pembentukan
negara yang hanya mensyaratkan tiga hal yaitu penduduk, wilayah dan
pemerintahan. Bagi Konvensi ini, tiga hal tersebut di atas belum memenuhi
syarat untuk mempunyai kapasitas dalam melakukan hubungan dengan
negara lain.
Namun perkembangan Hukum Internasional selanjutnya mensyaratkan
bahwa kapasitas tersebut harus digantikan dengan istilah kedaultan, yang
artinya bahwa suatu negara yang mempunyai penduduk tetap, wilayah
tertentu dan pemerintahan yang pasti, harus didukung oleh adanya
kedaulatan dari negara tersebut, baik kedaulatan intern, ekstern dan
teritorial.
Kedaulatan merupakan kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara
untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan
keinginannya asalkan tidak bertentangan dengan Hukum Internasional.
2. Bentuk-Bentuk Negara
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Hukum Internasional tidak membedakan
derajat suatu negara berdasarkan besar-kecilnya negara tersebut. Demikian juga
dengan bentuk-bentuk negara yang berbeda satu sama lainnya. Ada baiknya kita
juga mengetahui mengenai bentuk-bentuk dari negara yang merupakan subjek
Hukum Internasional yang paling utama ini.
i.
Negara Kesatuan;
Undang-undang dasar negara kesatuan memberikan kekuasaan penuh
kepada pemerintahan pusat untuk melaksanakan kegiatan hubungan luar
negeri, walaupun kepada provinsi-provinsinya tetap diberikan otonomi
yang sangat luas.
ii. Negara Federal;
Negara federal merupakan gabungan sejumlah negara bagian yang diatur
oleh suatu undang-undang dasar yang membagi wewenang antara
pemerintah federal dan negara-negara bagiannya. Namun, di dalam Hukum
Internasional, yang menjadi subjek Hukum Internasional adalah negara
federalnya dan mempunyai wewenang utnuk melakukan kegiatan luar
negeri. Wewenang ini ditentukan oleh konstitusi negara federal tersebut
terutama mengenai masalah peperangan, membuat perdamaian, membuat
perjanjian politik dan militer.
iii. Gabungan Negara-negara Merdeka;
Gabungan negara-negara merdeka ini ada dua jenis, yaitu uni riil dan uni
personil. Uni riil adalah penggabungan dua negara atau lebih melalui suatu
perjanjian internasional dan berada di bawah kepala negara yang sama dan
melakukan kegiatan internasional sebagai suatu kesatuan.
Uni personil terbentuk dari dua negara yang berdaulat yang bergabung
karena mempunyai raja yang sama. Dalam uni personil masing-masing
negara tetap mempunyai wewenang sebagai subjek Hukum Internasional.
Namun saat ini gabungan negara-negara ini sudah tidak dapat kita jumpai
lagi.
iv. Konfederasi;
Konfederasi adalah gabungan dari sejumlah negara melalui suatu
perjanjian internasional yang memberikan wewenang tertentu kepada
konfederasi. Dalam gabungan ini, negara-negara anggota federasi tetap
merupakan subjek Hukum Internasional yang tetap berdaulat atas
negaranya masing-masing. Bentuk inipun hanya ada pada abad lalu.
v. Negara-negara Netral;
Negara-negara netral merupakan negara yang membatasi dirinya untuk
tidak terlibat ke dalam berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat
internasional
vi. Negara yang Terpecah;
Negara ini merupakan akibat Perang Dunia II yang menimbulkan
pendudukan terhadap negara-negara yang dilakukan oleh negara-negara
besar yang menang perang. Setelah Perang Dunia II terdapat empat negara
yang terpecah yaitu Jerman, Cina, Korea, dan Vietnam. Ditambah dengan
Cyprus yang terpecah karena adanya intervensi dari Yunani dan Turki.
vii. Negara-negara Kecil;
Negara-negara kecil adalah negara-negara yang mempunyai wilayah sangat
kecil dengan penduduk yang sangat sedikit, namun negara tersebut tetap
mempunyai unsur-unsur konstitutif yang dipersyaratkan oleh Hukum
Internasional.
viii. Protektorat;
Negara protektorat merupakan rejim konvensional antara dua negara yang
tidak sama dalam membagi wewenangnya. Negara kolonial mempunyai
sejumlah wewenang terhadap negara yang dilindunginya, sedangkan
negara yang dilindungi mempunyai kapasitas yang terbatas di dalam
melakukan hubungan luar negeri dan pertahanan negaranya.
PALANG MERAH INTERNASIONAL
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempta
tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Organisasi ini sebagai subyek yang
terbatas lahir karena sejarah walaupu kedudukannya diperkuat dalam perjanjianperjanjian internasional dan kemudian konvensi-konvensi Palang Merah.
TAHTA SUCI
Tahta suci memiliki hukum dan kewenangan penuh sebagaimana kedudukan
yang dimiliki oleh negara. Hal ini timbul sejak diadakannya perjanjian antara Italia
dengan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 (Lateran Treaty) yang
mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada tahta suci dan memungkinkan
didirikannya negara Vatikan. Tahta suci ini mempunyai kegiatan di bidang keagamaan,
politik, ekonomi, dan social budaya.
ORGANISASI INTERNASIONAL
1. Pengertian
Organisasi internasional adalah perhimpunan negara-negara merdeka yang
berdaulat dan mempunyai tujuan tertentu, dan untuk mencapai tujuan tersebut
dilaksanakan oleh alat perlengkapan negara, misalnya melalui dewan keamanan,
dewan ekonomi social, majelis umum, dan sebagainya. Organisasi internasional
mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam Konvensi-konvensi
internasional yang merupakan anggaran dasar organisasi tersebut.
Berbeda dengan negara sebagai subjek Hukum Internasional, organisasi
internasional yang merupakan himpunan dari negara-negara bukanlah subjek
Hukum Internasional yang sebenarnya atau hanya merupakan subjek hukum
buatan semata. Organisasi ini hanya menjalankan kehendak-kehendak negara
anggotanya yang dituangkan dalam suatu perjanjian internasional.
2. Pembentukan Dan Komposisi Organisasi Internasional
Suatu organisasi internasional baru lahir apabila negara-negara
menghendakinya dan kehendak itu kemudian dirumuskan di dalam suatu perjanjian
internasional. Ketika telah lahir suatu organisasi internasional, maka saat itu juga
dia telah menjadi subjek Hukum Internasional. Bila negara sepakat untuk
mendirikan suatu organisasi internasional, maka dirumuskanlah suatu instrumen
yuridik yang diberi nama akte konstitutif.
Untuk menjadi anggota dalam suatu organisasi internasional, maka
keanggotaan itu harus merupakan wakil dari suatu negara. Artinya hanya negaralah
yang berhak untuk menjadi anggota organisasi internasional. Namun, tidak tertutup
kemungkinan untuk menerima suatu bentuk lain selain negara, seperti yang terjadi
kepada PLO, yang merupakan gerakan-gerakan pembebasan nasional.
3. Hak-Hak Istimewa Organisasi Internasional
Sebagai subjek Hukum Internasional yang ditugaskan untuk melakukan
berbagai kegiatan negara, organisasi internasional dilengkapi dengan hak-hak
istimewa dan kekebalan-kekebalan, yang diberikan kepada organisasi beserta para
pegawainya. Hak-hak istimewa dan kekebalan ini diatur didalam Konvensi Majelis
Umum PBB tanggal 13 Februari 1946 dan Konvensi Majelis Umum PBB tanggal 21
November 1947. Kedua konvensi ini merupakan sumber hukum positif bagi
organisasi internasional, terutama PBB dan lembaga-lembaga yang berada di
bawahnya.
Adapun hak-hak istimewa yang dimiliki oleh organisasi internasional adalah
tidak boleh diganggu gugat kantor-kantor organisasi, yang secara umum diakui
dalam persetujuan-persetujuan kantor pusat organisasi. Kekebalan yurisdiksi yang
dimiliki memungkinkan organisasi internasional bebas dari tuntutan hukum
peradilan nasional negara setempat, yang berlaku untuk semua perbuatan
organisasi tersebut.
Hak-hak istimewa dan kekebalan yang dimiliki oleh pegawai organisasi pada
dasarnya sama dengan yang diberikan kepada organisasi itu sendiri, termasuk
kekebalan fiskal. Tujuannya adalah untuk menjamin kelancaran kegiatan pegawaipegawai tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi
mereka. Namun kekebalan ini dapat dicabut oleh organisasi itu sendiri.
INDIVIDU
Orang perorangan ataupun individu pada dasarnya sudah cukup lama dapat
dijadikan subjek Hukum Internasional, walaupun hanya dalam pengertian yang
terbatas. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Mahkamah Internasional Permanen
mengenai Kasus Danzig Railway Official’s Case. Dalam kasus ini diputuskan bahwa
apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak tertentu kepada perorangan,
maka hak itu harus diakui dan mempunyai kekuatan hukum dalam Hukum
Internasional, atau harus diakui oleh suatu badan peradilan internasional.
Penerapan yang lain terhadap individu yang dianggap sebagai subjek Hukum
Internasional adalah dalam kasus penuntutan penjahat-penjahat perang di mahkamah
internasional yang khusus diadakan oleh negara-negara sekutu yang menang dalam
peperangan. Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Penjahat Perang yang dilakukan di
Nurnberg dan Tokyo. Dan selanjutnya diikuti dalam Mahkamah Eropa tentang Hak Asasi
Manusia yang menjamin hak individu yang diberikan oleh Konvensi Eropa tersebut.
Dalam konvensi ini disebutkan bahwa individu dapat mengajukan negaranya sendiri
kepada Mahkamah Eropa, melalui negaranya ataupun Komisi Eropa.
PEMBERONTAK (INSURGENSI ATAU BELLIGERENT)
Apabila di dalam suatu negara ada suatu kelompok pemberontak yang telah
berkembang menjadi kuat dan besar serta menentang pemerintah yang berkuasa,
maka kelompok tersebut dapat digolongkan sebagai Belligerent. Adapun syarat agar
suatu kelompok tersebut dapat dianggap sebagai belligerent adalah:
i.
Angkatan perangnya adalah kesatuan yang sah sesuai dengan hukum perang
dan bukan para pembajak;
ii. Peperangan antara pihak harus sesuai dengan hukum perang;
iii. Kapal-kapal perangnya adalah kapal-kapal perang yang sah dan bukan bajak
laut;
iv. Blokade-blokade yang dilakukannya di laut harus dihormati oleh negaranegara netral;
v. Harus menguasai beberapa wilayah dalam suatu negara;
vi. Menjalankan pemerintahan yang teratur sebagai tandingan terhadap
pemerintah yang berkuasa;
vii. Bersedia melindungi warga negara asing dan harta bendanya.
Menurut Lauterpacht, syarat-syarat belligerent adalah:
 Adanya peperangan sipil yang diikuti dengan pertikaian terbuka;
 Adanya
pendudukan
wilayah
tertentu
dan
penyelenggaraan
pemerintahannya;
 Dipimpin oleh seorang pemimpin yang bertanggung jawab terhadap anak
buahnya;
 Adanya negara ketiga yang menyatakan sikapnya terhadap pertikaian
tersebut.
RINGKASAN
1. Menyebutkan subyek-subyek hukum internasional;
Negara, tahta suci, Palang Merah Internasional, Organisasi Internasional, Orang
perorang (individu), pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent).
2. Menyebutkan syarat-syarat sebuah negara sebagai subyek hukum internasional;
Adanya wilayah, adanya penduduk, adanya pemerintahan dan adanya kedaulatan.
3. Menjelaskan tentang Tahta Suci sebagai subyek hukum internasional;
Tahta suci memiliki hukum dan kewenangan penuh sebagaimana kedudukan yang
dimiliki oleh negara. Hal ini timbul sejak diadakannya perjanjian antara Italia
dengan Tahta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 (Lateran Treaty) yang
mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada tahta suci dan memungkinkan
didirikannya negara Vatikan.
4. Menjelaskan pengertian organisasi internasional dalam perkembangan hukum
internasional;
Organisasi internasional adalah perhimpunan negara-negara merdeka yang
berdaulat dan mempunyai tujuan tertentu, dan untuk mencapai tujuan tersebut
dilaksanakan oleh alat perlengkapan negara, misalnya melalui dewan keamanan,
dewan ekonomi social, majelis umum, dan sebagainya. Organisasi internasional
mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam Konvensi-konvensi
internasional yang merupakan anggaran dasar organisasi tersebut.
LATIHAN
1. Mengapa tahta suci juga menjadi subyek hukum internasional?
2. Mengapa Palang Merah menjadi Subyek Hukum Internasional?
3. Bagaimana kedudukan Organisasi Internasional sebagai subyek Hukum
internasional?
4. Mengapa pemberontak (belligerent) dapat dijadikan subyek hukum
internasional?
5. Bagaimana status individu sebagai subyek hukum internasional?
DAFTAR PUSTAKA
Akehurst, Michael, A Modern Introduction to International Law, 7th edition, Peter
Malanczuk, Routledge, New York, 1997
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung
Brierly, J.L, The Law of Nations, 6th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock,
Oxford, London, 1985
Brownly, Ian. Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford
University Press, 1990
-----------------, Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford,
1974.
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989
Dunoff, Jeffrey L. International Law: Norm, Actors, Process: A Problem Oriented
Approach, 2nd edition. Aspen Publishers, NY. 2006
Kusumaatmadja. Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung,
2003.
Schwarzenberger, Georg, and Brown, A Manual of International Law, 6th edition,
Professional Books Limiter, London and Cardiff, 1976.
Soekotjo Hardiwinoto, Pengantar Hukum Internasional, Badan Penerbit Undip,
Semarang, 1995.
Starke, An Introduction to International Law, 9th edition, Butterworths, London,
1987
Sam Suheidi, “Sejarah Hukum Internasional”.Bina Cipta, Bandung, 1969.
Vienna Convention on Succession of States in Respect of Treaties
http://treaties.un.org/doc/Treaties/1996/11/19961106%200551%20AM/Ch_XXIII_02p.pdf.
Download