neraca pembayaran dan perdagangan

advertisement
NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN
LUAR NEGERI
BAB V
NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
A. PENDAHULUAN
Kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri dalam tahun ke empat Repelita III diarahkan untuk meng hadapi tantangan yang berat, yaitu meningkatkan peranannya
sebagai usaha penunjang guna mencapai sasaran-sasaran pokok
pemerataan pembangunan, perluasan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam iklim perekonomian dunia yang semakin
suram akibat resesi ekonomi yang masih terus berlanjut. Dengan demikian, tujuan utama kebijaksanaan neraca pembayaran
dan perdagangan luar negeri dalam tahun 1982/83 ialah meningkatkan dan memperluas ekspor barang-barang di luar minyak dan
gas bumi, menghemat penggunaan devisa untuk impor barang dan
jasa dan memanfaatkan modal dari luar negeri dalam kerangka
prioritas pembangunan.
Resesi ekonomi dunia selama tahun 1982 belum menunjukkan
tanda perbaikan, bahkan dampaknya semakin mencekam khususnya
bagi negara-negara berkembang. Negara-negara industri terbenam dalam berbagai masalah ekonomi yang pelik berupa laju in flasi yang tinggi, stagnasi dalam produksi, tingkat pengangguran yang tinggi dan perdagangan luar negeri yang lesu.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh negara-negara industri
terutama tertuju pada pemberantasan inflasi yang sering meng akibatkan semakin tertekannya kehidupan ekonomi, kesempatan
kerja serta perdagangan internasional. Kebijaksanaan moneter
yang ketat telah menyebabkan bahwa laju inflasi di negara-negara industri dapat ditekan dari 10,0% dalam tahun 1981 menjadi 7,4% dalam tahun 1982. Sementara itu, tingkat pengangguran masih terus meningkat bagi semua negara industri, teru tama Inggeris, Kanada dan Amerika Serikat yang masing-masing
mengalami tingkat pengangguran sebesar 11,9%, 11,0% dan 9,7%
dalam tahun 1982. Begitu pula produksi riil negara -negara industri secara keseluruhan untuk pertama kalinya sejak tahun
1975 mengalami kemunduran sebesar 0,3% dibandingkan dengan
kenaikan sebesar 1,2% yang terjadi dalam tahun 1981. Di antara negara-negara industri utama, hanya Jepang, Perancis dan
Inggeris yang masih mengalami pertumbuhan dalam produksi
riilnya, yaitu sebesar masing-masing 3,0%, 1,6% dan 0,7%.
V/3
Resesi ekonomi yang semakin parah dalam tahun 1982 telah
juga menghambat usaha-usaha negara-negara berkembang untuk
meningkatkan pembangunan dan perdagangan luar negeri mereka.
Laju kemerosotan dalam produksi riil negara-negara pengekspor
minyak bumi selama tahun 1982 semakin besar dan-mencapai 5,4%
dibandingkan dengan penurunan sebesar 4,3% tahun sebelumnya.
Keadaan ini disebabkan karena produksi sektor minyak bumi te rus mengalami kemunduran sebesar 18,2%, sedangkan produksi di
sektor-sektor lainnya hanya naik dengan 3,8%. Begitu pula la ju pertumbuhan produksi riil negara-negara berkembang bukan
pengekspor minyak bumi mengalami penurunan dari 2,5% dalam
tahun 1981 menjadi 1,4% dalam tahun 1982.
Kelesuan kegiatan ekonomi dan semakin intensifnya tekanan
proteksionistis di negara-negara industri tercermin pula dalam volume perdagangan dunia yang dalam tahun 1982 menurun
dengan 2,5% dibandingkan dengan kenaikan sebesar 0,5% tahun
sebelumnya. Dinyatakan dalam SDR, nilai perdagangan dunia mengalami kemunduran sebesar 0,1% dibandingkan dengan kenaikan
sebesar 9,5% dalam tahun 1981. Volume ekspor negara-negara
industri dalam tahun 1982 turun sebesar 2,5%, sedangkan nilai
ekspor masih meningkat dengan 0,7% akibat kenaikan dalam har ga satuan ekspor dinyatakan dalam SDR. Negara -negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi dalam tahun yang sama hanya
mengalami kenaikan volume dan nilai ekpor sebesar masing -masing 19,1% dan 17,6%. Volume impor negara-negara industri mengalami penurunan sebesar 0,5%, sedangkan nilai impor sedikit
naik sebesar 0,4% Akibat kesukaran pada neraca pembayaran,
volume impor negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak
bumi merosot dengan 7,7% dan nilai impor turun sebesar 3,7%.
Hanya kelompok negara-negara berkembang pengekspor minyak
bumi yang masih mengalami pertumbuhan dalam volume dan nilai
impor, yaitu masing-masing sebesar 5,0% dan 8,3% dibandingkan
Dengan 19,9% dan 30,3% dalam tahun 1981.
Perkembangan nilai tukar perdagangan di dunia dalam tahun
1982 menguntungkan negara-negara industri yang mengalami kenaikan sebesar 2,5% dibandingkan dengan penurunan sebesar
0,8% pada tahun sebelumnya. Bagi negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak bumi dan pengekspor minyak bumi nilai
tukar perdagangan turun sebesar masing-masing 2,7% dan 1,3%
dibandingkan dengan penurunan sebesar 3,9% dan kenaikan sebesar 11,1% yang terjadi dalam tahun 1981. Perubahan ini dise babkan karena harga barang-barang industri dalam tahun 1982
hanya menurun dengan 2,0% sedangkan harga komoditi primer di
luar minyak bumi telah mengalami kemerosotan sebesar 12,1%.
Sementara itu, harga minyak bumi untuk pertama kalinya menga lami penurunan sebesar 4,6%.
V/4
Transaksi berjalan pada neraca pembayaran negara-negara
industri secara keseluruhan menunjukkan defisit sebesar US $
1,4 milyar dalam tahun 1982 dibandingkan dengan surplus sebesar US $ 0,6 milyar pada tahun sebelumnya. Akibat terus ber langsungnya apresiasi Dollar Amerika Serikat terhadap Mark
Jerman dan Yen Jepang, surplus transaksi berjalan Amerika Se rikat sebesar US $ 9,0 milyar dalam tahun 1981 berbalik men jadi defisit sebesar US $ 2,7 milyar. Sebaliknya, Jerman Barat dan Jepang dalam tahun 1982 berhasil menaikkan surplus
transaksi berjalan menjadi masing-masing US $ 9,9 milyar dan
US $ 7,9 milyar dari US $ 0,1 milyar dan US $ 6,2 milyar pada
tahun 1981. Negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak
bumi mengalami penurunan defist transaksi berjalan dari US $
107,7 milyar dalam tahun 1981 menjadi US $ 86,8 milyar dalam
tahun 1982. Perkembangan ini disebabkan karena menurunnya im por secara drastis akibat kemerosotan dalam kegiatan perekonomian negara-negara tersebut. Bagi negara-negara berkembang
pengekspor minyak bumi akibat terus menurunnya volume ekspor
disertai dengan penurunan harga minyak bumi dalam tahun 1982,
surplus transaksi berjalan yang pada tahun 1981 telah mundur
menjadi US $ 65,0 milyar berubah menjadi defisit sebesar US $
2,2 milyar pada tahun berikutnya.
Situasi ekonomi dunia yang sangat merugikan negara -negara
berkembang, khususnya bukan pengekspor minyak bumi, telah me nyebabkan semakin menumpuknya beban hutang negara-negara tersebut. Masalah pembayaran kembali hutang-hutang yang disertai
pula dengan penciutan pinjaman yang dapat diperoleh baik dari
bank-bank komersiil maupun dari sumber lain menunjukkan dampaknya pada kemerosotan dalam cadangan devisa negara-negara
berkembang serta meningkatnya perbandingan antara pembayaran
angsuran atas hutang terhadap nilai ekspor. Untuk membantu
mengatasi kesulitan neraca pembayaran yang dialami oleh nega ra-negara anggotanya, dalam rangka Dana Moneter Internasional
(IMF) pada tanggal 1 April 1983 telah disetujui kenaikan kuo ta ke delapan dari SDR 6,1 milyar menjadi SDR 90,0 milyar. Di
samping itu, negara-negara industri utama melalui Pengaturan
Umum untuk Meminjam (General Arrangements to Borrow) jug a
telah bersedia untuk menaikkan penyediaan dana pinjaman kepa da IMF dari SDR 6,4 milyar menjadi SDR 17,0 milyar.
Kemelut dalam perekonomian dunia dewasa ini tidak sekedar
merupakan gejalan siklis, tetapi mencerminkan ketidakseimbangan struktural dalam semua bidang sistem dan hubungan ekonomi internasional. Pada hakekatnya, kesalingtergantungan an tara negara-negara maju dan negara-negara berkembang serta
antar masalah ekonomi dunia yang merupakan dasar untuk menga -
V/5
dakan dialog dan kerjasama internasional. Namun kenyataan ini
belum sepenuhnya disadari oleh negara-negara maju, hal mana
terbukti dari kelambanan dalam berbagai negosiasi yang sudah
dan sedang berjalan dalam rangka mewujudkan Tata Ekonomi
Dunia Baru. Konperensi Tingkat Tinggi Non Blok yang diadakan
dalam bulan Maret 1983 di New Delhi telah merumuskan strategi
dan pedoman baru untuk dipergunakan dalam kelanjutan negosiasi global. Konsep yang dirumuskan pada dasarnya mengkaitkan
Negosiasi Global untuk perombakan struktural dengan tindakan-tindakan jangka pendek di bidang keuangan, perdagangan,
energi dan pangan guna menanggulangi krisis ekonomi dunia.
Sementara itu, dalam rangka usaha perjuangan yang sama khususnya di bidang perdagangan internasional, dalam bulan Pe bruari dan Maret 1983 telah diadakan Pertemuan Tingkat Menteri Kelompok-77 wilayah Asia dan Pertemuan Kelompok-77 di
Bagdad dan Buenos Aires guna menghadapi Sidang ke-VI Konperensi tentang Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) di
Beograd pada bulan Juni 1983. Di bidang perdagangan telah diselenggarakan Sidang Tingkat Menteri Persetujuan Umum tentang
Bea Masuk dan Perdagangan (GATT) pada bulan November 1982
yang sasaran utamanya ialah untuk meniadakan atau mengurangi
berbagai hambatan yang merusak sistem perdagangan internasional dewasa ini. Sidang tersebut tidak mencapai sasarannya
akibat pertentangan yang keras antara Amerika Serikat dan Masyarakat Ekonomi Eropa mengenai masalah proteksi pertanian.
Dari segi kepentingan negara-negara berkembang, sidang GATT
tidak berhasil untuk menghentikan usaha-usaha proteksi yang
terus meningkat dan makin mempersempit pasaran negara-negara
berkembang di negara-negara maju, tindakan mana bertentangan
dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh GATT.
Peningkatan kemandirian bersama antar negara-negara berkembang sebagai unsur penting dari perwujudan Tata Ekonomi
Dunia Baru terus diusahakan. Program Aksi Caracas yang dihasilkan oleh pertemuan Kelompok-77 UNCTAD tahun 1981 telah mengidentifikasi berbagai bidang kerjasama yang meliputi sektor
perdagangan, industri dan teknologi, pangan dan pertanian,
energi dan bahan mentah, keuangan serta kerjasama teknik.
Khususnya di bidang perdagangan telah mulai dijajagi pembentukan "Global System of Trade Preferences" (GSTP), "Multinational Marketing Enterprises" (MME), "State Trading Organizations" (STO) serta Asosiasi Produsen guna meningkatkan pro duksi dan perdagangan antar negara berkembang.
Dalam tahun 1982/83 kerjasama ekonomi antar negara ariggota ASEAN terus mengalami pertumbuhan sebagai kelanjutan dari
serangkaian keputusan Sidang ke-13 dan ke-14 para Menteri
V/6
Ekonomi ASEAN yang diadakan, dalam bulan Mei 1982 di Manila
dan bulan November 1982 di Singapura. Jumlah barang yang tercakup dalam Persetujuan Perdagangan Preferensial pada akhir
tahun 1982/83 mencapai 8.554 jenis barang dengan pengurangan
bea masuk antara 20 - 25%, sedang batas tertinggi nilai impor
barang yang memperoleh perlakuan preferensial dinaikkan dari
US $ 2,5 juta menjadi US $ 10,0 juta. Selanju tnya juga disepakati untuk menaikkan tingkat konsesi bea masuk untuk ba rang-barang yang sudah menikmati preferensi hingga maksimal
50%. Di bidang kerjasama industri, pembangunan proyek pupuk
urea ASEAN di Indonesia telah mendekati tahap penyelesaian
sehingga pada awal tahun 1984 proyek tersebut diperkirakan
sudah dapat beroperasi. Sementara itu, proyek pupuk urea di
Malaysia telah mulai dipersiapkan pembangunan dasarnya. Dalam
tahun 1982/83 telah juga disahkan pendirian proyek abu soda
di Muang Thai, sedang untuk proyek pengolahan tembaga di Philipina saat ini sedang digarap pemilihan lokasinya. Mengenai
kerjasama dalam bentuk perjanjian industri komplementer, se karang ini dijajagi kemungkinan kerjasama dalam bidang komplementasi merk dagang yang akan ditempuh melalui pendirian
pabrik industri komplementer untuk komponen merk mobil tertentu. Guna mendorong kerjasama industri di sektor swasta
telah pula disepakati persetujuan dasar tentang usaha patungan ASEAN di sektor industri. Di bidang keuangan dan perbankan
telah mulai dirintis usaha-usaha ke arah pengembangan Aksep
Bank ASEAN dengan cara membentuk pasar sekunder instrumen
tersebut. Kerjasama ekonomi ASEAN juga semakin ditingkatkan
dalam hal menentukan sikap bersama dan menempuh langkah yang
terkoordinasi menghadapi berbagai masalah internasional di
bidang perdagangan, komoditi, keuangan, kerjasama ekonomi an tar negara berkembang serta negosiasi global baik di forum
multilateral, regional maupun bilateral.
B. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
1. Kebijaksanaan Perdagangan dan Keuangan Luar Negeri
Dalam tahun 1982/83 kebijaksanaan neraca pembayaran dan
perdagangan luar negeri dipusatkan pada langkah-langkah pengendalian neraca pembayaran khususnya transaksi berjalan dan
pergerakan cadangan devisa menghadapi pengaruh buruk dari resesi ekonomi dunia dan melemahnya pasaran minyak bumi inter nasional. Usaha-usaha tersebut meliputi peningkatan dan perluasan pola ekspor barang-barang di luar minyak dan gas bumi,
pengendalian impor dalam rangka penghematan devisa dan penun-
V/7
jangan produksi melalui substitusi impor, serta pemanfaatan
pinjaman dan penanaman modal luar negeri sesuai dengan stra tegi pembangunan dalam Repelita III.
Kebijaksanaan Ekspor Januari 1982 yang ter tuang dalam
Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa serta serangkaian ketentuan
pelaksanaan, ditempuh untuk menghadapi dampak yang tidak me nguntungkan dari resesi ekonomi dunia yang semakin tajam yang
pada gilirannya disertai dengan tembok-tembok proteksi yang
didirikan oleh negara-negara industri. Resesi ekonomi selama
tahun 1982 terus berlanjut dan keambrukan pasaran dunia untuk
komoditi primer tetap berlangsung menghantam ekspor negaranegara berkembang. Sementara itu, situasi minyak bumi internasional selama tahun 1982 dihadapkan dengan kelebihan pena waran terhadap permintaan di pasaran. Hal ini telah mendorong
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) untuk
menentukan kuota produksi bagi negara-negara anggotanya sejak
Maret 1982 dan menurunkan harga patokan minyak mentah dari US
$ 34,0 menjadi US $ 29,0 setiap barrel dalam bulan Maret
1983. Bagi Indonesia kuota produksi tersebut di tetapkan se besar 1,3 juta barrel per hari, sedangkan harga patokan ekspor minyak mentah (harga SLC) dalam bulan November 1982 diturunkan dari US $ 35,00 menjadi US $ 34,53 per barrel untuk
kemudian diturunkan lagi dengan drastis menjadi US $ 29,53
per barrel dalam bulan Maret 1983. Lemahnya pasaran intern asional untuk komoditi ekspor di luar minyak dan gas bumi yang
dipertajam pula oleh kemerosotan dalam produksi dan ekspor
minyak bumi telah menimbulkan tekanan yang semakin berat terhadap neraca pembayaran dan anggaran penerimaan negara. Se mentara itu, perkembangan moneter internasional dalam tahun
1982 dan awal 1983 ditandai oleh banyaknya negara yang mela kukan penurunan nilai tukar mata uangnya terutama terhadap
Dollar Amerika Serikat. Tindakan tersebut dilakukan baik
untuk merangsang ekspor yang tertekan oleh resesi maupun karena nilai Dollar A.S. terus mengalami apresiasi. Disertai
dengan laju inflasi di Indonesia yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan negara-negara lain, maka perkembangan
tersebut diatas berarti bahwa daya saing produk baran g-barang
produksi di dalam negeri telah mengalami penurunan hal mana
merugikan usaha peningkatan ekspor di luar minyak dan gas
bumi. Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi yang ditimbulkan oleh berbagai perkembangan di atas, maka Pemerintah
pada tanggal 30 Maret 1983 telah menempuh kebijaksanaan penyesuaian, yaitu dengan menurunkan nilai tukar Rupiah sebesar
27,8% dari Rp.700 menjadi Rp.970 untuk tiap Dollar AS.
V/8
Kebijaksanaan di bidang ekspor dalam tahun 1982/83 meliputi langkah-langkah pelaksanaan Kebijaksanaan Ekspor Januari
1982, usaha-usaha peningkatan daya saing barang-barang ekspor
di luar minyak dan gas bumi, serta pengembangan kerjasama
dengan negara-negara lain.
Di bidang perkreditan, suku bunga yang berlaku untuk kredit ekspor sejak Januari 1982 adalah 6% setahun baik untuk
kegiatan tahap pra pengapaian maupun kegiatan pasca pengapal an, kecuali untuk barang-barang ekspor kuat yang dikenakan
bunga 9% untuk kegiatan pra pengapaian. Teh, minyak kelapa
sawit dan biji kelapa sawit yang semulanya digolongkan sebagai barang ekspor kuat, dalam tahun 1982/83 mengalami kesuli tan dalam pemasaran hal mana disebabkan karena khususnya har ga minyak dan biji kelapa sawit di pasaran internasional te rus menurun. Oleh karena itu komoditi-komoditi tersebut tidak
lagi dimasukkan dalam kategori kuat sehingga memperoleh fasi litas kredit ekspor dengan suku bunga 6% untuk kegiatan sebe lum dan sesudah pengapalan.
Sejak ditempuhnya Kebijaksanaan Ekspor Januari 1982, berbagai penyesuaian telah terjadi dalam penentuan jenis barang-barang ekspor yang dikenakan Pajak Ekspor dan Pajak Ekspor Tambahan serta tarif pajak-pajak tersebut. Di samping
penghapusan pajak ekspor untuk kopi, lada dan karet, mulai
November 1982 telah juga ditiadakan pajak ekspor untuk minyak
kelapa sawit dan hasil-hasilnya guna memperkuat daya saing
komoditi-komoditi tersebut di pasaran internasional. Pajak
ekspor tambahan dikenakan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri darn guna membiayai usaha-usaha rehabilitasi serta peremajaan tanaman hasil-hasil yang mempunyai prospek pemasaran yang baik di luar negeri. Mengingat keadaan resesi ekonomi dunia, maka mulai bulan Oktober 1982 pajak ekspor tambahan hanya dikenakan pada beberapa jenis kayu gergajian dengan tarif yang paling tinggi untuk jenis Ebony hitam,
yaitu sebesar 20,84%.
Sertifikat Ekspor adalah suatu fasilitas yang diberikan
kepada perusahaan-perusahaan dalam bentuk pengembalian pembayaran bea masuk, PPn Impor dan MPO Impor (WAPU) untuk bahan
baku, bahan penolong dan suku cadang yang cepat aus yang di impor dan dipergunakan dalam produksi barang-barang ekspor.
Dalam perkembangan selanjutnya sistem Sertifikat Ekspor juga
meliputi perusahaan-perusahaan yang memperoleh tender internasional bagi proyek yang dibiayai dengan dana bantuan luar
negeri, jenis-jenis barang yang tidak mengandung bahan baku
dan penolong serta suku cadang impor, dan perusahaan -perusa-
V/9
haan yang khusus bekerja untuk ekspor di kawasan bonded warehouse dan industrial processing zone. Dalam tahun 1982/83
jenis barang industri yang memperoleh fasilitas Sertifikat
Ekspor telah diperluas dari 637 menjadi 873 jenis barang.
Dalam rangka diversifikasi ekspor, peningkatan industri
kayu serta perluasan lapangan kerja, secara bertahap telah
diadakan pembatasan ekspor kayu bulat sehingga pada tahun
1985 ekspor kayu bulat tidak lagi diperbolehkan. Pada dasarnya alokasi ekspor kayu bulat hanya diberikan sebagai perangsang kepada pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang sedang dalam
tahap membangun industri perkayuan terpadu yang berintikan
industri kayu lapis dan yang sudah mulai berproduksi. Guna
membantu pemasaran ekspor kayu lapis di luar negeri serta
menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama ekspo rtir, telah diadakan penyempurnaan tataniaga ekspor kayu la pis. Sehubungan dengan hal tersebut dalam bulan Mei 1982 di tetapkan bahwa ekspor kayu lapis hanya dapat dilakukan oleh
eksportir kayu lapis terdaftar yang terdiri dari perusahaan
industri kayu lapis dan eksportir yang mempunyai kontrak pemasaran dengan industri kayu lapis.
Guna meningkatkan kembali serta memanfaatkan potensi produksi dan ekspor hasil-hasil laut khususnya di wilayah perairan Maluku dan Irian Jaya, Pemerintah telah mengizinkan penangkapan udang dengan menggunakan pukat udang. Langkah ini di
tempuh karena hasil sampingan penggunaan pukat udang lebih
sedikit dibandingkan dengan pukat harimau yang telah dilarang
untuk seluruh wilayah Indonesia. Selanjutnya para pengusaha
pukat udang diharuskan menyerahkan hasil tangkap sampingan
kepada perusahaan perikanan negara guna dimanfaatkan untuk
kepentingan masyarakat.
Dalam tahun 1982/83 usaha-usaha pemantapan daya saing
hasil-hasil ekspor di pasaran luar negeri melalui kegiatan
perbaikan mutu barang-barang ekspor terus ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan ini meliputi penentuan standar, pengujian dan
pengawasan mutu barang serta penyuluhan yang dilakukan oleh
jaringan Pusat Pengendalian Mutu Barang dan laboratorium-laboratorium penguji dan pengawasan mutu di daerah-daerah. Setiap partai barang yang akan diekspor wajib memenuhi persya ratan mutu yang tercantum dalam standar perdagangan sehingga
harus disertai dengan Sertifikat Mutu. Hingga bulan Maret
1983 telah disusun 150 standar barang dan di antaranya 100
standar ditetapkan sebagai Standar Perdagangan, sedang pene rapan standar di dalam perdagangan telah diberlakukan terhadap 24 jenis komoditi. Dengan berkembangnya teknologi
dan
V/10
permintaan konsumen, beberapa standar yang telah diterapkan
mengalami penyempurnaan. Untuk Standar Kopi diadakan perubah an sistem penentuan mutu ekspor dari sistem triage menjadi
sistem defect di mana dinilai seluruh cacad pada kopi yang
diekspor. Demikian pula telah diadakan peningkatan kualitas
ekspor pala dan fuli melalui penyempurnaan standar.
Untuk memperkuat kedudukan Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir hasil-hasil pertanian, pertambangan dan
industri, telah juga dilanjutkan berbagai usaha dalam kerang ka kerjasama multilateral, regional dan bilateral. Semenjak
akhir tahun 1979 Indonesia dihadapkan dengan masalah pemasar an tekstil dengan diberlakukannya kuota mula-mula oleh negara-negara anggota MEE, kemudian disusul oleh beberapa nega ra-negara industri lainnya. Kebijaksanaan proteksionisme tersebut menyebabkan berbagai masalah perdagangan internasional
dalam tekstil dalam kerangka GATT seperti diatur dalam Per janjian Multi Fibre Arrangement (MFA). Melalui perundingan
yang panjang, akhirnya tercapai kesepakatan untuk memperpanjang MFA dari Januari 1982 sampai dengan Juli 1986. Keputusan
terpenting yang disetujui ialah bahwa besarnya kuota masing masing negara diserahkan pada hasil perundingan bilateral;
kuota dapat dikurangi bila merugikan negara pengimpor; dan
negara pengekspor tidak diizinkan menggeser kuota yang tidak
dapat dipenuhi dalam tahun yang berjalan ke tahun berikutnya.
Dalam rangka Perjanjian Bilateral mengenai pemasaran tekstil
di MEE dalam bulan Juli 1982 telah disepakati bersama kuota
keseluruhan sebesar 10.975.000 potong pakaian jadi untuk tahun 1982, sedang untuk tahun 1983 sampai dengan tahun 1986
kuota tersebut rata-rata akan ditingkatkan dengan 6,1%. Demikian pula telah diselesaikan perundingan mengenai penentuan
kuota ekspor pakaian jadi dengan Swedia dan Amerika Serikat.
Dalam rangka Perjanjian Kopi Internasional (ICO) sejak
bulan Oktober 1980 diberlakukan ketentuan kuota ekspor kopi
dan untuk periode Oktober 1982 sampai September 1983 kuota
ekspor yang dialokasikan pada Indonesia berjumlah 144.066
ton. Untuk mengatasi masalah penurunan kuota yang terus mene rus dibarengi dengan produksi yang setiap tahun meningkat,
Pemerintah telah menempuh berbagai kebijaksanaan guna mendo rong ekspor ke negara-negara non-kuota seperti negara-negara
Eropa Timur dan Asia. Langkah-langkah yang ditempuh berupa
insentif jatah ekspor ke negara-negara kuota, pengutamaan
eksportir lemah, penurunan harga patokan serta peningkatan
mutu yang kesemuanya ditujukan untuk mempertahankan harga dan
penghasilan petani kopi. Sejak 1 Juli 1982 mulai berlaku Perjanjian Timah Internasional ke VI meskipun ratifikasi dari
V/11
kelompok negara konsumen tidak mencapai persyaratan minimum
seperti ditentukan semula. Untuk menjaga harga timah di pasa ran internasional, Dewan Timah Internasional (ITC) tetap memberlakukan kuota ekspor bagi negara-negara anggota produsen.
Meskipun resesi ekonomi dunia masih berlangsung dan Amerika
Serikat yang bukan anggota ITA ke VI masih terus melepaskan
timah dari cadangan strategisnya, harga timah sejak permulaan
tahun 1983 bergerak naik. Sementara itu, pada akhir bulan Ma ret 1983 tujuh negara produsen termasuk Indonesia telah menyetujui naskah pembentukan Asosiasi Negara Produsen Timah
(ATPC). Tujuan dari ATPC ialah untuk menjaga kepentingan pro dusen dalam kerangka ITA dan melaksanakan kerjasama secara
paling efektif dengan Pusat Penelitian Timah Internasional
(ITRC).
Salah satu langkah penting yang diambil dalam rangka Kebijaksanaan Ekspor Januari 1982 adalah pengkaitan impor Peme rintah yang pembiayaannya bersumber pada APBN atau Kredit
Ekspor dengan peningkatan ekspor di luar minyak dan gas bumi,
atau dikenal dengan sistem imbal beli. Sampai akhir tahun
1982/83, nilai kontrak imbal beli yang ditandatangani berjumlah US $ 563,6 juta dengan 14 negara penjual. Barang-barang ekspor Indonesia yang dibeli antara lain berupa hasil
pertanian seperti karet, kopi,teh, lada, udang segar; hasil
industri seperti kayu gergajian, pakaian jadi; serta hasil
tambang seperti timah dan nikel.
Guna memperluas pasaran ekspor kegiatan promosi perdagangan melalui pengiriman misi dagang, partisipasi dalam pameran dagang internasional serta pengembangan Pusat Promosi
Perdagangan di luar negeri selama tahun 1982/83 terus dilan jutkan. Selanjutnya, dalam bulan Desember 1982 telah didirikan Bursa Komoditi dalam rangka menciptakan sistem perniagaan
komoditi yang tertib dan teratur.
Kebijaksanaan impor yang ditempuh dalam tahun 1982/83 terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan produksi serta
memperkuat daya saing hasil-hasil produksi dalam negeri baik
terhadap barang-barang impor, maupun terhadap barang-barang
yang dihasilkan oleh negara-negara lain untuk pasaran ekspor
di luar negeri dalam rangka usaha peningkatan dan penghematan
penggunaan devisa. Di samping itu tetap dilanjutkan langkahlangkah untuk memperlancar pengadaan barang-barang kebutuhan
pokok serta bahan baku dan barang modal guna menunjang kesta bilan harga dan pertumbuhan industri di dalam negeri. Untuk
memperlancar pengadaan bahan-bahan yang masih dibutuhkan untuk produksi dalam negeri, dalam tahun 1982/83 Pemerintah
V/12
telah memperluas lagi pemberian fasilitas bea masuk dan PPn
impor atas beberapa jenis bahan baku dan penolong berupa pembebasan sebagian atau seluruhnya bea masuk dan PPn Impor sesuai
dengan tarif yang ditentukan. Keringanan ini antara lain
diberikan pada pemasukan lembaran dan pelat baja serta steel
slab untuk industri baja; copper rod untuk industri kabel;
semen putih untuk industri semen; dan bahan baku untuk pembuatan pelampung untuk produksi perikanan. Pengurangan bea
masuk dan PPn Impor juga dilakukan terhadap pemasukan beberapa jenis barang modal yang digunakan dalam industri baja,
plastik dan gula. Selanjutnya, guna mencegah kenaikan harga
yang tidak wajar dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat keringanan yang sama diberikan untuk impor jagung, tapioka, ka cang kedele dan semen. Sementara itu, dengan meningkatnya
produksi minyak pelumas di dalam negeri, ketergantungan pada
minyak pelumas impor terus dikurangi dengan pengawasan terhadap impor barang tersebut. Terhadap beberapa jenis barang se perti bahan-bahan kimia tertentu untuk pengawet kayu, telah
dilakukan larangan impor guna kelestarian lingkungan dan per lindungan komsumen.
Dalam rangka mendorong pertumbuhan industri dan penggunaan hasil produksi dalam negeri; penggunaan devisa secara lebih terarah; serta perluasaan lapangan kerja, Pemerintah juga
memberikan perlindungan berupa pengaturan impor barang -barang
yang telah dihasilkan di dalam negeri. Sejak akhir tahun 1982
ditempuh kebijaksanaan untuk mengatur tata niaga impor ba rang-barang listrik dan elektronika; hasil industri kimia;
suku cadang kendaraan bermotor; hasil industri tekstil; hasil
industri alat-alat besar dan suku cadangnya; hasil industri
logam; hasil industri mesin, mesin perlengkapan dan suku cadang; hasil-hasil pertanian seperti bawang, kacang, dan kela pa sawit, makanan, minuman dan buah-buahan; sisa dan logam
bekas dari besi atau baja; serta baja lembaran dan pelat. Im por barang-barang yang termasuk dalam 11 kelompok jenis produk tersebut hanya dapat dilaksanakan oleh importir terdaftar
masing-masing kelompok industri, persero niaga atau importir
nasional yang ditunjuk oleh Menteri Perdagangan. Khusus untuk
kacang hijau, jagung, kacang, tepung dan bungkil kedelai, Badan Urusan Logistik telah ditunjuk sebagai pelaksana impor hasil pertanian tersebut. Selajutnya untuk barang-barang hasil industri yang mengalami saingan yang cukup berat dari ba rang impor yang sejenis ditetapkan pembatasan jumlah yang dapat diimpor (kuota). Hingga bulan Maret 1983, lima jenis ha sil industri yang dikenakan pengaturan jumlah impornya terdi ri dari ban kendaraan bermotor khusus; chrome dan molybdate;
kertas kraftliner dan corrugating medium; piston ring; serta
tekstil bermotif batik.
V/13
Usaha-usaha untuk meningkatkan penghasilan devisa dan
menghemat penggunaan devisa juga dilakukan di sektor jasa -jasa. Dalam bulan Maret 1983 dikeluarkan Keputusan Presiden
No.15 tahun 1983 tentang Kebijaksanaan Pengembangan Kepariwisataan yang kemudian diikuti oleh serangkaian kebijaksanaan
pelaksanaan. Langkah-langkah tersebut ditujukan untuk meningkatkan pemerimaan devisa dari sektor pariwisata melalui pe ngembangan industri pariwisata dan fasilitas bagi para wisatawan luar negeri. Antara lain Pemerintah memberi pembebasan
dari kewajiban untuk memiliki visa bagi wisatawan yang bera sal dari 26 negara tertentu untuk batas waktu kunjungan dua
bulan; pembebasan bea masuk dan PPn Impor terhadap minuman
dan rokok dalam jumlah yang wajar; serta pembebasan dari pemeriksaan barang di pelabuhan laut dan udara. Guna menghemat
penggunaan devisa, sejak bulan November 1982 dilakukan pengaturan perjalanan ke luar negeri dengan cara menaikkan biaya
Surat Keterangan Fiskal Luar Negeri menjadi Rp 150.000 bagi
setiap orang yang bepergian ke luar negeri. Selanjutnya, mu lai April 1982 Pemerintah telah menentukan bahwa pengangkutan
barang-barang ekspor dan impor milik Pemerintah atau badan
usaha milik negara hanya dilaksanakan oleh kapal-kapal yang
dioperasikan oleh perusahaan pelayaran Indonesia. Di samping
penghematan pengeluaran devisa, langkah tersebut ditujukan
untuk meningkatkan peranan armada niaga nasional dalam pengangkutan muatan ekspor dan impor.
Perkembangan neraca pembayaran dan defisit
transaksi
berjalan yang semakin besar mengakibatkan bahwa pemasukan mo dal, dana dan sumber-sumber dari luar negeri baik berupa pinjaman Pemerintah maupun pemasukan modal sektor swasta masih
tetap perlu dimanfaatkan. Dana tersebut berfungsi sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan dan memenuhi persyaratan bahwa
penggunaannya sesuai dengan rencana dan program pembangunan,
terlepas dari ikatan politik, mencegah ketergantungan pada
luar negeri, sedang pelunasannya tidak membebankan neraca
pembayaran di masa mendatang.
Untuk menunjang pengembangan industri dalam negeri dan
perluasan kesempatan kerja, diusahakan agar sejauh mungkin
barang-barang yang dibiayai dengan pinjaman luar negeri tidak
diimpor dalam bentuk jadi melainkan berupa komponen , ketrampilan dan keahlian yang dapat digunakan untuk peningkatan ka pasitas produksi. Di samping itu dilanjutkan usaha -usaha untuk melepaskan kaitan pinjaman luar negeri dengan pembelian
dari negara-negara pemberi pinjaman, sehingga dana bersangku tan dapat digunakan baik untuk membeli hasil-hasil produksi
dalam negeri maupun untuk membeli barang-barang produksi negara-negara berkembang.
V/14
Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemerintah telah mengusahakan penganekaragaman sumber dana luar negeri. Dala m hubungan ini Pemerintah memasuki pasar uang dan modal internasional
dengan penerbitan obligasi dan surat-surat berharga, dan mengusahakan pinjaman dari kelompok beberapa bank. Dalam tahun
1982/83 telah satu kali diterbitkan obligasi dalam Yen dan
dua kali surat berharga dengan bunga mengambang (floating rate note) sehingga sampai akhir Maret 1983 Pemerintah telah
tujuh kali menerbitkan obligasi dan dua kali surat berharga
dengan bunga mengambang.
Agar penanaman modal baik yang berasal dari dalam negeri,
maupun dari luar negeri lebih berdaya guna dan tepat guna,
penggunaannya diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dan
strategis yang dapat meningkatkan ekspor, bersifat padat kar ya, mengikutsertakan golongan ekonomi lemah dan mengembangkan
kegiatan ekonomi di daerah-daerah. Untuk lebih mengarahkan
penanaman modal, Pemerintah mengeluarkan Daftar Skala Priori tas yang berlaku untuk satu periode tertentu. Sejak 1 April
1982 berlaku DSP yang disempurnakan dengan memperluas bidang usaha penanaman modal asing yang diberi prioritas dari 296
menjadi 326 jenis usaha. Selanjutnya juga diadakan penyederhanaan prosedur penanaman modal agar lebih menarik bagi para
calon pananam modal.
Di bidang minyak dan gas bumi, Pemerintah masih tetap
memberikan prioritas utama kepada kegiatan eksploitasi yang
lebih intensif dari lapangan yang ada, serta peningkatan usa ha-usaha pencarian minyak di lapangan baru baik di daratan
maupun lepas pantai dengan memperhatikan batasan kuota pro duksi OPEC serta kemampuan pemasaran. Guna mengurangi ketergantungan terhadap BBM impor untuk menuhi kebutuhan dalam ne geri pembangunan kilang-kilang di dalam negeri terus dilakukan, antara lain pembangunan Kilang Cilacap, Balikpapan dan
Dumai yang diperkirakan akan selesai paling lambat pada akhir
tahun 1983. Dapat ditambahkan bahwa pembangunan perluasan Ki lang Cilacap diusahakan untuk selesai lebih cepat dari renca na sehingga kilang tersebut sudah dapat mulai berproduksi pa da bulan Agustus 1983.
Dalam rangka peningkatan produksi dan ekspor gas alam
cair telah dilakukan pembangunan kilang baru di Arun dan di
Badak masing-masing sebanyak dua train sehingga menjadi lima
dan empat train. Menurut rencana pada akhir tahun 1983 dan
awal tahun 1984 unit-unit perluasan tersebut sudah mulai
berproduksi. Usaha perluasan pemasaran tetap dilakukan dengan
pendekatan-pendekatan kepada calon pembeli baru antara lain
V/15
Taiwan, Korea Selatan dan Singapura, sedangkan kontrak pema saran ke Korea Selatan diharapkan akan ditandatangani dalam
waktu dekat. Pendekatan terhadap Singapura adalah sehubungan
dengan ditemukannya gas alam dalam jumlah yang cukup besar di
lepas pantai Pulau Natuna.
2. Perkembangan Neraca Pembayaran.
Resesi ekonomi dunia yang berkepanjangan menuju titik
terendahnya, pasaran komoditi primer internasional yang semakin tertekan akibat kemunduran dalam kegiatan ekonomi dan
permintaan di negara-negara industri serta merosotnya pasaran
minyak bumi internasional telah menyebabkan perkembangan neraca pembayaran ke arah yang amat suram dalam tahun 1982/83.
Kelebihan pengeluaran devisa untuk impor barang dan jasa
terhadap penerimaan devisa dari ekspor barang dan jasa melonjak dengan US $ 3.925 juta dari US $ 2.790 juta dalam tahun
1981/82 menjadi US $ 6.715 juta dalam tahun 1982/83. Kenaikan
dalam defisit transaksi berjalan tersebut disebabkan karena
nilai ekspor berkurang dengan US $ 4.243 milyar,
sedangkan
pengeluaran devisa netto untuk impor barang dan jasa hanya
menurun dengan US $ 318 juta. Defisit transaksi berjalan sebagian dibiayai dengan pemasukan modal netto sebesar US $
3.435 juta, sedangkan selebihnya harus ditutup dengan pe ngurangan dalam cadangan devisa resmi sebesar US $ 3.280 juta
(lihat Tabel V - 1).
Untuk pertama kalinya sejak Repelita I, nilai ekspor keseluruhan dalam tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar
18,5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencapai US $
18.751 juta. Dalam tahun 1981/82 nilai ekspor masih menunjuk kan kenaikan, meskipun hanya sebesar 0,5%. Dengan diterapkan nya Kebijaksanaan Ekspor Januari 1982, laju penurunan nilai
ekspor di luar minyak dan gas bumi dapat diperkecil menjadi
6,6% dibandingkan dengan kemerosotan sebesar 25,4% dalam ta hun 1981/82. Nilai ekspor di luar minyak dan gas bumi dalam
tahun 1982/83 adalah sebesar US $ 3.893 juta, atau turun dengan US $ 277 juta dari US $ 4.170 juta tahun sebelumnya.
Penurunan tersebut terjadi selama tiga triwulan pertama tahun
1982/83, sedangkan nilai ekspor triwulan terakhir berbalik
menunjukkan kenaikan sebesar 4,6% dibandingkan dengan periode
yang sama pada tahun 1981/82. Nilai ekspor minyak bumi bruto
dalam tahun 1982/83 merosot dengan tajam sebesar 24,4% atau
US $ 4.024 juta dibandingkan dengan nilai ekspor tahun
1981/82, yaitu dari US $ 16.482 juta menjadi US $ 12.458 juta. Kemunduran ini terutama disebabkan karena volume ekspor
V/16
TABEL V – 1
RINGKASAN NERACA PEMBAYARAN,
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
3) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM
hasil olahan (croes purchase) eenilai US $ 1.016 jute (1979/80);
US $ 1.099 jute ( 1 9 8 0 / 8 1 ) ; U S $ 1.849 jute (1981/82) dan US $ 668 juta (1982/83)
4) Termasuk impor BUM sebagai hasil pertukaran dengan ekspor minyak bumi
mentah
senilai US $ 520 juta.
5) Pokok pinjaman
V/17
mengalami penurunan sebesar 23,0% menjadi 360,3 juta barrel
baik akibat diberlakukannya produksi sebesar 1,3 juta barrel
per hari sesuai dengan ketentuan OPEC sejak Maret 1982, mau pun karena kesulitan dalam pemasaran. Di samping itu harga
ekspor minyak bumi rata-rata yang tahun sebelumnya meningkat
dengan 11,3%, dalam tahun 1982/83 turun dengan 1,7% menjadi
US $ 34,54. Nilai ekspor gas alam cair tahun 1982/83 menun jukkan kenaikan hanya sebesar 2,5% dari US $ 2.342 juta menjadi US 2.400 juta. Hal ini disebabkan karena volume ekspor
naik dengan 3,2% sedangkan harga turun sebesar 0,6% searah
dengan perubahan harga minyak bumi (lihat Tabel V-2 dan V-3).
Bila ekspor minyak bumi dan LNG diperhitungkan atas dasar
netto (bersih dari pengeluaran devisa untuk impor dan jasajasa), maka nilai ekspor minyak bumi dan LNG masing-masing
menurun dari US $ 8.379 juta dan US $ 1.382 juta dalam tahun
1981/82 menjadi US $ 5.839 juta dan US $ 1.352 juta dalam ta hun 1982/83 atau kemunduran sebesar masing-masing 30,3% dan
2,2%. Laju penurunan nilai ekspor minyak bumi dan LNG netto
lebih besar dari laju penurunan nilai bruto karena nilai im por sektor minyak bumi hanya mengalami penurunan sebesar
10,6%, sedang nilai impor sektor LNG malah naik dengan 18,6%.
Nilai impor (c.&f.) dalam tahun 1982/83 meningkat sedi kit dengan 2,0% dibandingkan dengan laju kenaikan sebesar
25,7% tahun sebelumnya. Nilai impor di luar sektor minyak dan
gas alam cair naik dengan 6,4% dari US $ 14.561 juta dalam
tahun 1981/82 menjadi US $ 15.490 juta dalam tahun 1982/83,
sedangkan kenaikan tahun sebelumnya mencapai 23,0%. Penurunan
laju pertumbuhan yang demikian besarnya disebabkan karena
nilai impor gula dan beras masing-masing menurun sebesar US $
441 juta dan US $ 69 juta, sedangkan laju kenaikan nilai im por barang-barang modal dalam rangka pinjaman proyek juga me ngalami kemunduran. Dari nilai impor di luar sektor minyak
dan gas alam cair, 60,6% merupakan impor yang dibiayai dengan
hasil devisa ekspor dan cadangan devisa dan 39,4% dibiayai
oleh pinjaman dan penanaman modal luar negeri. Pada tahun
1981/82 persentase tersebut adalah masing-masing 67,6% dan
32,4%. Perkembangan ini disebabkan karena sumber pembiayaan
yang tersedia dari ekspor netto dalam tahun 1982/83 mengalami
penurunan sebesar 20,4%, sedangkan devisa yang tersedia dalam
rangka pinjaman serta penanaman modal luar negeri netto meningkat dengan 34,2%. Nilai impor minyak bumi dan gas alam
cair dalam tahun 1982/83 masing-masing menurun dengan 10,6%
dan naik dengan 18,6%. Dibandingkan dengan kemunduran nilai
ekspor minyak bumi bruto 24,4%, penurunan nilai impor relatif
kecil hal mana disebabkan karena baik impor minyak mentah
V/18
TABEL V – 2
NILAI EKSPOR (P.O.B),
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
Angka diperbaiki
2) Angka sementara
3) Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM
sebagai hasil olahan (cross purchase) senilai US $ 1.016 juta (1979/80);
us $ 1.099 juta (1980/81); Us $ 1.849 juta (7981/82) dan us $ 668 juta (1982/83)
V/19
GRAFIK V – 1
NILAI EKSPOR (F.O.B.),
1978/79 – 1982/83
*)
Termasuk pertukaran ekspor minyak bumi mentah dengan impor BBM hasil
olahan (cross purchase) senilai US $ 1.016 juta (1979/80);
US $ 1.099 juta (1980/81); US $ 1.849 juta (1981/82) dan US $ 688 juta
(1982/83)
V/20
TABEL V - 3
NILAI EKSPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (F.O.B.),
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
2)
Angka diperbaiki
Angka sementara
V/21
maupun impor BBM masih terus harus dipertahankan (lihat Tabel
V-4 dan V-5).
Pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa dalam tahun
1982/83 adalah sebesar US $ 5.102 juta dibandingkan dengan US
$ 5.815 juta tahun sebelumnya, yang berarti penurunan sebesar
12,3%. Bila dalam tahun 1981/82 pengeluaran devisa netto untuk jasa-jasa di luar sektor minyak bumi dan LNG mengalami
penurunan sebesar 2,7%, maka dalam tahun 1982/83 pengeluaran
untuk jasa-jasa naik dengan 6,9%. Kenaikan tersebut terjadi
karena pada satu pihak pembayaran bunga naik dengan 14,4%,
sedangkan pada
lain pihak penerimaan bunga bruto dari piutang luar negeri menurun dengan 27,9% baik akibat penurunan
suku bunga maupun karena jumlah piutang yang lebih kecil. De ngan demikian, pengeluaran devisa netto untuk pendapatan investasi dalam tahun 1982/83 meningkat dengan 86,7% dibanding kan dengan penurunan sebesar 48,6% dalam tahun 1981/82. Sebaliknya pengeluaran untuk jasa-jasa lainnya mengalami penurunan sebesar 18,0%. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa di sektor minyak burai dan gas alam cair dalam tahun 1982/83 berjumlah US $ 2.793 juta atau 54,7% dari seluruh pengeluaran untuk
jasa-jasa, hal mana berarti telah terjadi penurunan sebesar
23,6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut disebabkan karena menurunnya pendapatan investasi perusahaan-perusahaan minyak asing sejalan dengan penurunan produksi dan ekspor minyak bumi.
Pinjaman Pemerintah yang digunakan dalam tahun 1982/83
berjumlah US $ 4.727 juta dibandingkan dengan US $ 3.521 juta
dalam tahun 1981/82 atau meningkat dengan 34,3% Bantuan program, yang seluruhnya berupa bantuan pangan, mengalami penu runan sebesar 8,0% dari US $ 50 juta dalam tahun 1981/82 menjadi US $ 46 juta dalam tahun 1982/83. Realisasi pinjaman un tuk proyek dalam tahun 1981/82 adalah sebesar US $ 2.614 juta
dan meningkat dengan 18,2% menjadi US $ 3.091 juta pada tahun
1982/83. Dari jumlah pinjaman tersebut, pinjaman bersyarat
lunak mengalami kenaikan sebesar 21,9% sedang pinjaman sete ngan lunak dan komersial bertambah dengan 16,0%. Peningkatan
yang paling besar terjadi untuk pinjaman tunai, yaitu sebesar
85,5% dari US $ 857 juta dalam tahun 1981/82 menjadi US $
1.590 juta pada tahun 1982/83. Dengan demikian peranan pinjaman proyek dalam jumlah seluruh pinjaman Pemerintah menurun
dari 74,3% dalam tahun 1981/82 menjadi 65,4% dalam tahun
1982/83, sedangkan peranan pinjaman tunai dalam periode yang
sama meningkat dari 24,3% menjadi 33,6%. Pinjaman tunai dalam
tahun 1982/83 terdiri dari hasil penjualan obligasi di luar
negeri sebesar US $ 315 juta, sedang sisanya sejumlah US $
1.275 juta berupa pinjaman dari beberapa bank di luar negeri.
V/22
TABEL V - 4
NILAI IMPOR (C. $ F.)
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
2)
3)
Angka diperbaiki
Angka sementara
Termasuk BBM sebagai hasil pertukaran dengan ekspor minyak bumi mentah
senilai US$ 1.016 juta (1979/80); US $ 1.099 juta (1980/81); US $ 1.849 juta (1981/82)
dan US $ 688 juta (1982/83)
V/23
GRAFIK V – 2
NILAI IMPOR (C. & F.)
1978/79 – 1982/83
*)
Termasuk impor BBM sebagai hasil pertukaran dengan ekspor minyak bumi
mentah senilai US$ 1.016 juta (1979/80); US $ 1.099 juta (1980/81);
US $ 1.849 juta (1981/82) dan US $ 520 juta (1982/83)
V/24
TABEL V - 5
NILAI IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM CAIR (C. & F.)
1978/79 – 1982/83
(dalam juta US dollar)
1) Angka diperbaiki
2) Angka sementara
V/25
Pelunasan pokok pinjaman Pemerintah. yang dalam tahun
1981/82 berjumlah US $ 809 uta, mengalami kenaikan sebesar
18,0% sehingga mencapai US $ 955 juta dalam tahun 1982/83.
Dari jumlah tersebut 13,6% berupa angsuran pelunasan pokok
hutang-hutang yang terjadi sebelum Juli 1966 dan 90,4% adalah
angsuran atas hutang-hutang setelah Juli 1966. Dengan memperhitungkan jumlah pelunasan hutang-hutang, maka pemasukan
modal Pemerintah netto dalam tahun 1982/83 meningkat dengan.
US $ 1.060 juta atau 39,1% dari US $ 1.712 juta pada tahun
1981/82 menjadi US $ 3.772 juta.
Pemasukan modal lain atas dasar netto naik dengan US $ 25 7
juta atau 22,5% menjadi US $ 1,397 juta dalam tahun 1982/83
dibandingkan dengan US $ 1.d40 juta dalam tahun 1981/82.
Realisasi penanaman modal asing dalam tahun 1982/83 naik
dengan pesat sebesar 43,6% mencapai jumlah US $ 599 juta
dibandingkan dengan kenaikan sebesar 3,7% yang dialami pada
tahun 1981/82. Sementara itu, pembayaran angsuran atas kompo nen pinjaman dalam rangka penanaman modal asing berjumlah US
$ 288 juta dibandingkan dengan US $ 275 juta pada tahun sebe lumnya. Pinjaman lainnya yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan negara dalam tahun 1982/83 hampir tidak mengalami perubahan yaitu sebesar US $ 397 juta dibandingkan dengan US $
398 juta pada tahun sebelumnya. Transaksi modal lainnya meningkat dengan 21,0% dari US $ 1.005 juta dalam tah un 1981/82
menjadi US $ 1.216 juta pada tahun 19,82/83. Pemasukan modal
lain tersebut meliputi pembiayaan perluasan kilang gas alam
cair di Badak dan Arun sebesar US $ 85 juta, transaksi modal
bank-bank komersial, serta pelunasan tas kredit ekspor minyak bumi dan gas alam cair yang diberikan tahun sebelumnya.
Dalam tahun 1982/83 pos selisih yang tidak diperhitungkan
kembali menunjukkan jumlah negatif sebesar US $ 1.734 juta
dan terutama mencerminkan transaksi modal jangka pendek yang
tidak tercakup dalam transaksi-transaksi neraca pembayaran
lainnya.
Defisit transaksi berjalan dalam tahun 1981/82 berjumlah
US $ 2.790 juta dan bertambah dengan U $ 3.925 juta mencapai
jumlah US $ 6.715 juta dalam tahun 1982/83 sebagai akibat merosotnya nilai ekspor dengan 18,5% pada satu pihak dan menurunnya pengeluaran devisa netto untuk impor dan jasa -jasa hanya sebesar 1,2% pada lain pihak. Sebagian dari defisit ter sebut dapat dibiayai dengan pemasukan modal sektor Pemerintah
dan swasta netto, akan tetapi selisihnya telah dibiayai dengan menggunakan cadangan devisa. Hal ini berarti bahwa cadangan devisa dalam tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar
V/26
US $ 3.280 juta sehingga jumlah cadangan devisa resmi pada
akhir Maret 1983 menjadi US $ 3.074 juta. Jumlah cadangan devisa tersebut cukup untuk membiayai impor di luar sektor mi nyak bumi dan LNG untuk rata-rata 2,4 bulan. Perkembangan
yang meresahkan ini menunjukkan betapa sulitnya masalah -masalah neraca pembayaran yang harus diatasi dalam waktu dekat
ini.
C. EKSPOR
Cekaman resesi ekonomi dunia, keretakan dalam pasaran mi nyak bumi internasional serta kerapuhan pasaran komoditi primer dunia, telah mengakibatkan bahwa dalam tahun 1982/83
nilai ekspor secara keseluruhan untuk pertama kalinya mengalami kemunduran, yaitu sebesar 18,5%. Kemerosotan ini terutama disebabkan karena nilai ekspor minyak bumi, yang dalam tahun 1981/82 masih mengalami kenaikan sebesar 8,5%, menurun
dengan 24,4% dalam tahun 1982/83. Sebaliknya laju penurunan
ekspor di luar minyak dan gas bumi dapat diperkecil menjadi
6,6% dibandingkan dengan 25,4% dalam tahun 1981/82. Dengan
demikian peranan ekspor minyak bumi dan gas alam cair dalam
nilai seluruh ekspor menurun dari 81,9% menjadi 79,2%, sedangkan peranan ekspor di luar minyak dan gas bumi naik dari
18,1% menjadi 20,8% dalam tahun 1982/83 dibandingkan dengan
tahun sebelumnya. Selama tahun 1982 harga minyak bumi di pa saran internasional untuk pertama kalinya mengalami penurunan
sebesar rata-rata 4,6%. Selanjutnya, keambrukan yang terjadi
di pasaran dunia untuk komoditi primer lainnya sejak permulaan tahun 1981 terus berkelanjutan, sehingga kemerosotan harga
sebesar rata-rata 14,8% dalam tahun 1981 kembali disusul dengan penurunan harga rata-rata sebesar 12,1% dalam tahun
1982. Selama triwulan pertama tahun 1983 pasaran komoditi
primer dunia mulai menguat dengan bergeraknya harga beberapa
komoditi ke arah yang menaik. Perkembangan ini tercermin dari
meningkatnya ekspor di luar minyak dan gas bumi dengan 4,6%
dalam triwulan pertama tahun 1983 dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya, hal mana terjadi untuk pertama
kalinya sejak triwulan ke dua tahun 1980 (lihat Tabel V - 3).
Bila pada tahun 1981/82 semua jenis komoditi ekspor, kecuali
hasil kerajinan tangan termasuk pakaian jadi dan pupuk urea,
telah mengalami penurunan dalam nilai, maka dalam tahun
1982/83 nilai ekspor alat-alat listrik; teh; minyak sawit;
hasil kerajinan tangan; bungkil kopra; serta udang, ikan dan
hasil hewan lainnya
pulih kembali mencapai tingkat pertumbuhan di atas 10% Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun
resesi ekonomi dunia masih membayangi pasaran komoditi perta nian dan pertambangan internasional dan harga rata-rata masih
V/27
mengalami penurunan, kebijaksanaan ekspor yang ditempuh oleh
Pemerintah sejak Januari 1982 telah berhasil meningkatkan ke mampuan ekspor Indonesia (lihat Tabel V - 6 dan V - 7).
Ekspor kayu tetap menduduki urutan pertama di antara ha sil-hasil ekspor di luar minyak dan gas alam cair dengan nilai US $ 860,9 juta dalam tahun 1982/83 dibandingkan dengan
US $ 951,6 juta tahun sebelumnya, yang berarti penurunan se besar 9,5%. Volume ekspor menurun dengan lebih besar
lagi,
yaitu sebesar 18,1% dari 5.948,0 ribu ton menjadi 4.874,0 ri
bu ton. Perkembangan ini masih merupakan akibat lanjutan dari
kebijaksanaan Pemerintah yang membatasi ekspor kayu bulat ke
pasaran luar negeri (lihat Tabel V - 6). Seperti telah disebut terdahulu, kebijaksanaan tersebut dimaksudkan untuk meme nuhi kebutuhan bahan baku bagi industri kayu di dalam negeri
sehingga dapat meningkatkan kapasitas ekspor kayu olahan. Da ri keseluruhan nilai ekspor kayu dalam tahun 1982/83, 36,6%
atau senilai US $ 314,7 juta merupakan ekspor kayu lapis dan
28,8% atau senilai US $ 248,1 juta merupakan ekspor kayu gergajian. Nilai ekspor kayu lapis dan gergajian tersebut me ningkat masing-masing dengan 57,7% dan 1,8% bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
Walaupun ekspor karet mengalami penurunan dalam tahun
1982/83, karet tetap merupakan penghasil devisa terbesar ke
dua setelah kayu. Nilai ekspor karet menurun dengan 22,6% dari US $ 770,0 juta pada tahun 1981/82 menjadi US $ 595,8 juta
pada tahun 1982/83, sedangkan volume ekspornya mengalami pe nurunan sebesar 3,7% dari 882,5 ribu ton menjadi 849,5 ribu
ton. Tingkat penurunan nilai ekspor yang lebih besar dari
tingkat penurunan volume ekspor menunjukkan terus berlangsungnya kemerosotan harga karet di pasaran internasional.
Harga karet rata-rata di pasaran internasional dalam tahun
1982/83 menurun dengan 11,9%, menyusul penurunan sebesar
22,2% dalam tahun 1981/82 (lihat Tabel V - 7).
Kopi yang dalam tahun 1981/82 hanya merupakan penghasil
devisa dengan urutan ke empat setelah kayu, karet dan timah,
dalam tahun 1982/83 meningkat menjadi penghasil devisa dengan
urutan ke tiga. Nilai dan volume ekspor kopi dalam tahun
1982/83 mencapai US $ 355,8 juta dengan volume ekspor sebesar
234,6 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1981/82 nilai dan volume ekspor masing-masing adalah sebesar US $ 342,7 juta dan
219,2 ribu ton. Hal ini berarti bahwa nilai dan volume ekspor
kopi masing-masing naik dengan 3,8% dan 7,0%. Kenaikan ekspor
tersebut selain disebabkan oleh meningkatnya harga kopi di
V/28
TABEL V – 6
VOLUME DAN NILAI BEBERAPA BARANG EKSPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI, 1)
1978/79 – 1982/83
(Volume dalam ribu ton dan nilai dalam juta US dollar)
1)
nomor dalam kurung adalah urutan
besarnya nilai ekspor pada
tahun bersangkutan
2) Angka-angka diperbaiki
3) Angka sementara
V/29
GRAFIK V – 3
VOLUME DAN NILAI BEBERAPA BARANG EKSPOR DI LUAR MINYAK DAN GAS BUMI,
1978/79 – 1982/83
(Volume dalam ribu ton dan nilai dalam juta US dollar)
V/30
(Lanjutan Grafik V - 3)
V/31
(Lanjutan Grafik V - 3)
V/32
(Lanjutan Grafik V - 3)
V/33
(Lanjutan Grafik V - 3)
V/34
TABEL V - 7
HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR,1 )
1978/79 - 1982/83
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Harga rata-rata, kecuali harga kayu dan teh (akhir bulan)
Karet RSS III. New York dalam US $ sen/lb
Kopi Robusta ex Palembang, NewYork dalam US$ sen/1b
Minyak sawit ex Sumatera, London dalam US $/long ton
Lada hitam ex Lampung, New York dalam US $ sen/1b
Timah putih, London dalam £ /long ton
Kayu, US Lumber, Tokyo dalam 1.000 Y/meter kubik
Tea Plain, London dalam £ /kg
V/35
GRAFIK V - 4
HARGA BEBERAPA JENIS BARANG EKSPOR
1978/79 - 1982/83
V/36
(Lanjutan G ra fik V - 4)
V/37
(Lanjutan G ra fik V - 4)
V/38
pasaran internasional juga disebabkan karena berhasilnya usaha peningkatan ekspor kopi ke negara-negara non kuota.
Dalam tahun 1981/82 , timah merupakan penghasil devisa dengan urutan ke tiga setelah kayu dan karet; tetapi karena
ekspor timah mengalami kemunduran maka dalam tahun 1982/83
kedudukan timah menurun menjadi penghasil devisa dengan urutan keempat. Volume ekspor timah dalam tahun 1982/83 hanya
mencapai 27,2 ribu ton sedangkan dalam tahun 1981/82 volume
ekspor mencapai 31,1 ribu ton, hal mana berarti bahwa volume
ekspor dalam tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar 12,5%.
Penurunan volume ekspor tersebut merupakan akibat dari adanya
penetapan kuota ekspor timah yang dilakukan oleh Dewan Timah
Internasional sejak bulan Juli 1982 sehubungan dengan melemahnya pasaran timah dunia. Sementara itu harga timah di pa saran internasional juga mengalami penurunan sebagai akibat
dari pelepasan cadangan timah yang masih terus dilakukan oleh
Amerika Serikat sejak bulan Juli 1980. Harga timah di pasaran
internasional menurun dari £ 7.557 per long ton dalam tahun
1981/82 menjadi £ 6.799 per long ton dalam tahun 1982/83. Sebagai akibat dari penurunan harga timah dan volume ekspor,
nilai ekspor mengalami kemerosotan dengan tingkat penurunan
yang cukup besar, yaitu sebesar 20,0% dari US $ 436,5 juta
menjadi US $ 349,1 juta.
Ekspor hasil-hasil tambang di luar timah merupakan penghasil devisa dari komoditi ekspor di luar minyak dan gas bumi
dengan urutan ke lima. Nilai ekspor kelompok komoditi ini
dalam tahun 1981/82 mencapai jumlah US $ 306,9 juta, dan ke mudian naik menjadi US $ 319,2 juta atau meningkat dengan
4,0%. Sebaliknya volume ekspor menurun dengan 22,5% yaitu dari 3.276,2 ribu ton menjadi 2.539,4 ribu ton. Terjadinya pe ningkatan nilai ekspor dari kelompok komoditi ini dimungkin kan karena telah dimulainya ekspor alumunium dengan nilai US
$ 48,4 juta.
Nilai ekspor udang, ikan dan hasil hewan lainnya dalam
tahun 1982/83 adalah US $ 327,2 juta dengan volume ekspor sebesar 105,8 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan tahun
1981/82 di mana nilai ekspor mencapai US $ 213,2 juta dengan
volume ekspor sebesar 105,4 ribu ton, maka nilai dan volume
ekspor dalam tahun 1982/83 mengalami kenaikan masing -masing
sebesar 11,3% dan 0,4%.
Seperti halnya dalam tahun 1981/82 nilai dan volume eks por hasil kerajinan tangan dalam tahun 1982/83 juga menunjukkan peningkatan. Nilai dan volume masing-masing naik dengan
V/39
14,2% dan 30,4% yaitu dari US $ 147,5 juta menjadi US $ 168,4
juta dan dari 29,6 ribu ton menjadi 38,6 ribu ton. Ekspor ha sil kerajinan tangan sebagian besar berupa pakaian jadi, dan
dalam tahun 1982/83 nilai ekspor pakaian jadi meningkat dengan 15,9% dari US $ 124,0 juta menjadi US $ 143,7 juta. Pe ningkatan ekspor pakaian jadi terjadi karena disetujuinya
permintaan peningkatan kuota ekspor Indonesia oleh negara -negara anggota MEE serta akibat berhasilnya usaha perluasan pasar ke Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Afrika dan Timur Tengah.
Dalam tahun 1982/83 volume ekspor teh menurun dengan
27,3% dari 94,2 ribu ton dalam tahun 1981/82 menjadi 63,8 ribu ton, sedangkan nilai ekspornya meningkat dengan 20,6% yaitu dari US $ 94,2 menjadi US $ 113,6 juta. Kejadian ini me nunjukkan bahwa peningkatan ekspor semata-mata disebabkan
oleh meningkatnya harga teh di pasaran internasional di mana
harga teh rata-rata dalam tahun 1982/83 meningkat dengan
15,4%. Meningkatnya harga teh di pasaran internasional terja di sebagai akibat dari pembatasan penjualan yang dilakukan
oleh negara-negara penghasil teh utama.
Setelah mengalami penurunan dalam tahun 1981/82, ekspor
alat-alat listrik kembali mengalami peningkatan dalam tahun
1982/83 dengan laju kenaikan yang cukup tinggi. Nilai ekspor
naik dari US $ 72,0 juta dalam tahun 1981/82 menjadi US $
110,6 juta atau meningkat dengan 53,6%. Volume ekspor naik
dengan lebih besar yaitu dengan 60,0% dari 0,5 ribu ton men jadi 0,8 ribu ton. Kenaikan ekspor yang pesat ini terjadi karena semakin meningkatnya ekspor ke daerah pemasaran baru te rutama ke negara-negara Afrika.
Nilai dan volume ekspor tapioka dan bahan makanan lainnya
mengalami kemunduran dalam tahun 1982/83 sebesar masing-masing 36,1%, yaitu dari US $ 91,4 juta dalam tahun 1981/82
menjadi US $ 58,4 juta dalam tahun 1982/83, dan 38,7% dari
969,9 ribu ton menjadi 594,8 ribu ton. Tingginya laju kenaik an konsumsi tapioka di dalam negeri merupakan penyebab utama
menurunnya jumlah tapioka yang dapat diekspor. Nilai ekspor
lada mengalami penurunan sebesar 17,8% dari US $ 48,4 juta
menjadi US $ 40,1 juta, sedang volume ekspor mundur dengan
11,4% dari 37,8 ribu ton dalam tahun 1981/82 menjadi 33,5 ribu ton pada tahun 1982/83. Sementara itu, harga lada rata-rata dalam tahun 1982/83 juga mengalami penurunan, yaitu sebe sar 3,1%. Menurunnya volume ekspor dan harga lada disebabkan
karena lesunya pasaran lada internasional sebagai akibat dari
peningkatan penawaran lada terutama dari Brazilia.
V/40
Berbeda dengan tahun sebelumnya, ekspor bungkil kopra me ngalami kenaikan baik dalam nilai maupun volume sebesar masing-masing 11,4% dan 15,3%, yaitu dari US $ 32,4 juta dan
299,9 ribu ton dalam tahun 1981/82 menjadi US $ 36,1 jut a dan
345,8 ribu ton dalam tahun 1982/83 Lebih tingginya laju kenaikan volume ekspor menunjukkan bahwa kenaikan dalam nilai
ekspor semata-mata disebabkan oleh peningkatan volume ekspor.
Ekspor tembakau dalam tahun 1982/83 kembali mengalami penurunan baik dalam nilai maupun dalam volume. Nilai ekspor
dalam tahun 1981/82 berjumlah US $ 49,0 juta, sedangkan dalam
tahun 1982/83 hanya mencapai US $ 32,4 juta, yang berarti penurunan sebesar 33,9% Volume ekspor menurun dari 26,4 ribu
ton menjadi 17,5 ribu ton atau sebesar 33,7%.
Volume ekspor pupuk yang dalam tahun-tahun sebelumnya selalu menurun, dalam tahun 1982/83 menunjukkan peningkatan se besar 15,5% dari 41,4 ribu ton pada tahun 1981/82 menjadi
47,8 ribu ton. Sebaliknya nilai ekspornya tetap mengalami penurunan yaitu dengan 1,9% sehingga nilai ekspor dalam tahun
1982/83 hanya sebesar US $ 10,4 juta dibandingkan dengan US $
10,6 juta tahun sebelumnya. Hal ini mencerminkan bahwa harga
pupuk ekspor Indonesia mengalami kemerosotan. Meningkatnya
volume ekspor pupuk dimungkinkan karena adanya surplus pro duksi terhadap konsumsi dalam negeri dalam jumlah yang cukup
besar. Ekspor semen dalam tahun 1982/83 kembali mengalami penurunan baik dalam volume maupun nilai.Apabila nilai ekspor
dalam tahun 1981/82 mencapai US $ 22,6 uta maka dalam tahun
1982/83 nilai ekspor hanya berjumlah US $ 9,3 juta atau penu runan sebesar 50,0%. Volume ekspor mengalami kemunduran yang
lebih besar lagi yaitu sebesar 58,8% dari 470,0 ribu ton men jadi 235,2 ribu ton. Menurunnya ekspor semen berkaitan dengan
kebijaksanaan Pemerintah untuk mengutamakan kebutuhan dalam
negeri yang dalam tahun 1982/83 berkembang dengan pesat. Pola
ekspor pupuk dan semen masih sulit untuk diperkirakan karena
sangat bergantung kepada surplus produksi terhadap konsumsi
dalam negeri.
Nilai dan volume ekspor minyak bumi mentah dan hasil -hasilnya, termasuk ekspor minyak mentah yang diimpor kembali
dalam bentuk BBM, dalam tahun 1982/83 masing-masing berjumlah
US $ 12.458,2 juta dan 360,3 juta barrel. Dibandin gkan dengan
nilai dan volume ekspor sebesar masing-masing US $ 16.481,5
juta dan 468,1 juta barrel dalam tahun 1981/82, maka dalam
tahun 1982/83 nilai ekspor mengalami kemunduran sebesar 24,4%
sedang volume ekspor menurun dengan 23,0%. Kemunduran dalam
nilai ekspor terutama disebabkan karena menurunnya volume
V/41
ekspor baik akibat kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel per
hari yang dikenakan oleh OPEC maupun karena lemahnya permin taan dunia akan minyak bumi. Di samping itu, nilai ekspor sedikit dipengaruhi oleh penurunan harga ekspor rata-rata dari
US $ 35,13 dalam tahun 1981/82 menjadi US $ 34,54 per barrel
dalam tahun 1982/83 atau sebesar 1,7%.
Nilai ekspor gas alam cair
mengalami kenaikan sebesar
2,4% dari US $ 2.342,6 juta dalam tahun 1981/ 82 menjadi US $
2.399,6 juta dalam tahun 1982/83. Peningkatan ini disebabkan
karena volume ekspor naik dari 458,0 juta MMBTU mencapai
472,8 juta MMBTU atau sebesar 3,2%. Kenaikan dalam volume me lebihi kenaikan dalam nilai ekpor karena harga gas alam cair
yang diekspor rata-rata menurun dengan 0,6% dari US $ 5,11
per MMBTU dalam tahun 1981/83 menjadi US $ 5,08 per MMBTU.
D. IMPOR
Laju kenaikan nilai impor (c.& f.) menurun dengan
dari 25,7% dalam tahun 1981/82 menjadi 2,0% dalam
1982/83 yang terdiri dari kenaikan sebesar 6,4% untuk
di luar sektor minyak dan gas bumi; penurunan sebesar
untuk impor sektor minyak bumi; dan peningkatan sebesar
untuk impor sektor gas alam cair.
tajam
tahun
impor
10,6%
18,6%
Perkembangan impor di luar sektor minyak dan gas bumi dalam tahun 1982/83 dipengaruhi oleh usaha-usaha yang dijalankan dalam rangka penghematan penggunaan devisa dan penunjang an pertumbuhan produksi serta kesempatan kerja di dalam nege ri. Di samping itu, dalam keadaan resesi ekonomi dunia harga
barang-barang industri di pasaran internasional selama tahun
1982 mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,0%.
Penghematan penggunaan devisa untuk impor barang-barang
konsumsi terjadi karena peningkatan produksi pangan di dalam
negeri dan sebagai akibat pengendalian atas impor barang-barang yang tidak merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Nilai
impor barang-barang konsumsi atas dasar pembukaan L/C dalam
tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar 28,3% menyusul pe nurunan sebesar 20,6% yang terjadi pada tahun 1981/82. Nilai
impor pangan menurun dengan 17,7% hal mana disebabkan karena
dalam tahun 1982/83 tidak terdapat pembukaan L/C baik untuk
impor beras maupun gula, sedang nilai impor bahan makanan
lainnya termasuk biji gandum terus berkurang yaitu sebesar US
$ 101,0 juta atau 59,3% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan dilakukannya pengawasan yang lebih ketat, pengeluaran
devisa untuk impor di luar pangan dapat dikurangi dengan US $
V/42
306,4 juta atau 35,6% dibandingkan dengan kenaikan
26,3% dalam tahun 1981/82 (lihat Tabel V - 8).
sebesar
Langkah-langkah yang ditempuh guna lebih mengarahkan
penggunaan devisa dan menunjang pertumbuhan industri yang dapat menghasilkan barang-barang pengganti impor, banyak mempengaruhi perkembangan impor yang tergolong b ahan baku dan
penolong serta impor barang-barang modal. Dalam tahun 1982/83
nilai impor bahan baku dan penolong atas dasar pembukaan L/C
turun dengan 15,2% atau US $ 558,2 juta dari US $ 3.663,6 juta tahun sebelumnya menjadi US $ 3.105,4 juta. Nilai impo r
bahan kimia; preparat kimia dan farmasi; besi dan baja bata ngan masing-masing mengalami penurunan sebesar US $ 93,9 ju ta, US $ 67,2 juta dan US $ 64,6 juta. Demikian pula nilai
impor bahan baku lainnya menurun sebesar US $ 357,2 juta se bagai akibat meningkatnya produksi dalam negeri yang dapat
mengsubsitusi barang-barang impor. Impor beberapa jenis bahan
baku seperti pupuk dan semen masih mengalami kenaikan karena
kebutuhan akan bahan-bahan baku tersebut terus meningkat, sedang kestabilan harga di dalam negeri harus tetap dijaga.
Nilai impor barang-barang modal dalam tahun 1982/83 mengalami penurunan sebesar 18,4% atau US $ 674,5 juta dari US
$ 3.658,1 juta pada tahun 1981/82 menjadi US $ 2.983,E juta.
Penurunan yang paling besar terjadi untuk golongan barang
bis, truk dan traktor; mesin industri dan perdagangan; mesin
tenaga; serta barang modal lainnya, yaitu sebesar masing-masing US $ 210,6 juta, US $ 115,1 juta, US $ 102,8 juta dan US
$ 286,5 juta. Sementara itu, nilai impor meningkat dengan US
$ 71,0 juta untuk alat-alat pengangkutan air dan US $ 20,0
juta untuk motor listrik dan transformator. Seperti halnya
dengan impor bahan baku dan penolong, menurunnya jenis-jenis
barang modal tertentu mencerminkan kebijaksanaan Pemerintah
untuk memperketat penggunaan devisa melalui pengaturan ataupun pembatasan impor pada barang-barang modal yang dibutuhkan
untuk peningkatan kapasitas produksi di sektor-sektor yang
benar-benar mempunyai prioritas.
Akibat kebijaksanaan Pemerintah yang ditempuh dalam tahun
1982/83 di bidang impor dalam kerangka usaha-usaha untuk
menghadapi masalah-masalah neraca pembayaran yang timbul karena dampak resesi dunia dan rapuhnya pasaran minyak bumi in ternasional, maka dilihat dari pembukaan L/C nilai impor di
luar minyak dan gas bumi menunjukkan penurunan sebesar 18,7%.
Di samping itu, dengan laju kemunduran yang lebih besar untuk
impor barang-barang konsumsi juga terjadi perubahan dalam
komposisi impor. Peranan impor barang-barang konsumsi terus
V/43
TABEL V-8
PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI (C.& F.). 1)
1978/79 – 1982/83
(dalam juta US dollar)
1) Berdasarkan pembukaan L/C
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
V/44
GRAFIK V – 5
PERKEMBANGAN IMPOR DI LUAR MINYAK BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI
1978/79 – 1982/83
(dalam persen)
V/45
menurun dari 16,5% dalam tahun 1981/82 menjadi 14,6% dalam
tahun 1982/83, sedang peranan impor bahan baku dan penolong
serta barang-barang modal masing-masing meningkat dari 41,8%
menjadi 43,6% dan dari 41,7% menjadi 41,8% (lihat Tabel V -9).
Nilai impor sektor minyak bumi dalam tahun 1982/83 ber jumlah US $ 4.720,8 juta dibandingkan dengan US $ 5.728.5 juta tahun sebelumnya atau menurun dengan 10,6%. Penurunan ni lai impor tersebut disebabkan karena nilai impor BBM sebagai
hasil pertukaran dengan ekspor minyak mentah berkurang dari
US $ 1.849,0 juta dalam tahun 1981/82 menjadi US$ 520,0 juta
pada tahun 1982/83. Di lain pihak telah terjadi peningkatan
impor minyak mentah yang digunakan untuk kilang-kilang di dalam negeri. Di sektor gas alam cair nilai impor meningkat dari US $ 129,1 juta pada tahun 1981/82 menjadi US $ 152,8 juta
dalam tahun 1982/83 sebagai akibat kelanjutan dalam pembangu nan kapasitas produksi.
E. PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH
Pengusahaan penggunaan pinjaman luar negeri pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi nasional
untuk melaksanakan dan membiayai pembangunan dengan sumber sumber yang dihasilkan di dalam negeri. Dengan demikian tetap
berlaku pedoman bahwa penggunaan pinjaman luar negeri harus
menunjang tercapainya sasaran-saaaran pembangunan seperti ditentukan dalam Repelita III dan bahwa perayaratan pinjaman
berada dalam batas-batas kemampuan neraca pembayaran.
Persetujuan pinjaman luar negeri dalam tahun 1982/83 berjumlah US $ 7.721,3 juta yang berarti mengalami kenaikan sebesar 47,7% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan
ini terutama terjadi karena adanya pelonjakan pada pinjaman
tunai sebesar 550,2%. Sebagai akibat dari perkembangan teraebut, komposisi pinjaman luar negeri tahun 1982/83 mengalami
pergeseran sehingga peranan pinjaman lunak maupun pinjaman
setengah lunak dan komersial untuk pembiayaan proyek mengala mi penurunan masing-masing dari 34,5% dan 58,4% menjadi 24,9%
dan 45,8%, sedangkan peranan pinjaman tunai naik dari 6,7%
menjadi 29,3% (Lihat tabel V-10 dan V-11).
Kenaikan pinjaman lunak disebabkan oleh meningkatnya bantuan proyek dengan syarat lunak sebesar 6,7% yaitu dari US $
1.805,3 juta, menjadi US $ 1.925,9 juta, sedangkan untuk bantuan pangan dalam tahun ini tidak ada persetujuan yang ditandatangani. Pinjaman lunak terdiri dari pinjaman yang diberi-
V/46
TABEL V - 9
PERKEMBANGAN IMPOR TANPA MINYAK BUMI
MENURUT GOLONGAN EKONOMI, 1)
1978/79 – 1982/83
(dalam persentase)
Golongan Ekonomi
1. Barang Konsumsi
2.
3.
Bahan Baku/
Penolong
Barang Modal
Jumlah :
1)
2)
3)
1978/79
1979/80
1980/81
1981/822)
1982/833)
24,7
29,3
19,1
16,5
14,6
39,6
33,7
35,7
41,8
43,6
35,7
37,0
45,2
41,7
41,8
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Berdasarkan pembukaan L/C
Angka diperbaiki
Angka sementara
TABEL
V
- 10
PERKEMBANGAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,1 )
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
2)
3)
4)
5)
Angka berdasarkan persetujuan
Angka diperbaiki
Angka sementara
Termasuk kredit ekspor
Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari sekelompok bank
V/48
TABEL V - 11
KOMPOSISI PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,1)
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
2)
3)
4)
5)
Angka berdasarkan persetujuan
Angka diperbaiki
Angka sementara
Termasuk kredit ekspor
Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari sekelompok bank
V/49
kan oleh Bank Dunia sebesar US' $ 925,0 juta; Bank Pembangunan
Asia sebesar US $ 345,0 juta; Jepang US $ 257,4 juta, Amerika
Serikat sebesar US $ 95,0 juta; Belanda US $ 60,7 juta serta
negara-negara dan badan-badan lain sebesar US $ 242,8 juta
(lihat tabel V-12). Pinjaman yang diberikan oleh Bank Dunia
menunjukkan kenaikan yang paling besar yaitu sebesar 23,3%
dari US $ 750,7 juta dalam tahun 1981/82 menjadi US $ 925,0
juta.
Pinjaman setengah lunak dan komersial untuk pembiayaan
proyek dalam tahun 1982/83 menunjukkan kenaikan sebesar
15,8%, yakni dari US $ 3.051,8 juta dalam tahun sebelumnya
menjadi US $ 3.532,8 juta. Pinjaman yang disetujui tersebut
sebagian besar direncanakan untuk membiayai proyek -proyek
besar seperti Aromatic Centre, Alumina Bintan dan tambang ba tubara Bukit Asam, kilang minyak Cilacap, Balikpapan, Musi
dan Dumai. Adapun negara-negara yang memberikan pinjaman setengah lunak dan komersial untuk pembiayaan proyek-proyek
terdiri dari Jepang sebesar US $ 1.582,8 juta; Inggeris sebe sar US $ 498,7 juta; Jerman Barat sebesar US $ 409,9 juta;
Amerika Serikat sebesar US $ 378,1 juta; Swedia sebesar US $
222,8 juta; Perancis sebesar US $ 213,0 juta serta negara-negaTa lain sebesar US $ 227,5 juta. Pelonjakan pinjaman tunai
sebesar 550,2% dari US $ 348,0 juta menjadi US $ 2.262,6 juta
terutama disebabkan karena semakin banyaknya proyek -proyek
besar yang harus dibiayai.,Perlu ditambahkan bahwa jenis pinjaman ini berupa pinjaman tunai dari sekelompok bank di luar
negeri dari hasil penjualan obligasi serta surat -surat berharga lainnya dengan bunga mengambang (floating rate note) di
luar negeri.
Pelunasan hutang-hutang luar negeri Pemerintah dalam tahun 1982/83 berjumlah US $ 1.959 juta dibandingkan dengan US
$ 1.629 juta dalam tahun 1981/82 atau meningkat dengan 20,3%
(lihat Tabel V – 13) Dari jumlah tersebut, pelunasan angsuran pokok hutang mencapai US $ 955 juta atau mengalami kenaik an sebesar 18,0% dibandingkan dengan US $ 809 juta pada tahun
1981/82. Pembayaran bunga atas pinjaman luar negeri dalam periode yang sama meningkat dengan 22,4% dari US $ 820 juta
menjadi US $ 1.004 juta. Dalam tahun 1982/83 penghasilan de visa dari ekspor di luar minyak dan gas bumi, serta ekspor
minyak bumi dan gas alam cair atas dasar netto telah mengalami penurunan sebesar 20,4% dari US $ 13..931 juta dalam tahun
1981/82 menjadi US $ 11.084 juta. Perkembangan yang cukup me resahkan ini telah menyebabkan kenaikan perbandingan antara
jumlah pelunasan pinjaman luar negeri Pemerintah terhadap ni lai ekspor dari 11,7% pada tahun 1981/82 menjadi 17,7% dalam
tahun 1982/83.
V/50
TABEL V - 12
PERSETUJUAN PINJAMAN LUAR NECERI PEMERINTAH,
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
1)
2)
3)
4)
Angka diperbaiki
Angka sementara
Termasuk kredit ekspor
Berupa pinjaman obligasi dan pinjaman dari sekelompok bank
V/51
TABEL V - 13
PELUNASAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH,
1978/79 - 1982/83
(dalam juta US dollar)
(% dari nilai
Ekspor)
Pelunasanl)
Pinjaman
1978/79
1.117
7.989
(14,0)
1979/80
1.327
13.146
(10,1)
1980/81
1.339
16.188
( 8,3)
1.629
13.931
(11,7)
1.959
11.084
(17,7)
1981/823)
1982/834)
1) Pokok dan bunga pinjaman Pemerintah
2) Termasuk ekspor minyak bumi dan gas
alam cair (LNG) atas dasar netto
3) Angka diperbaiki
4) Angka sementara
V/52
V/52
Nilai2)
Ekspor
Tahun
Di tengah suasana resesi ekonomi dunia dan kerapuhan pasaran minyak bumi internasional, berbagai indikator pada ne raca pembayaran Indonesia selama tahun 1982/83 telah bergerak ke arah yang sangat memprihatinkan. Defisit transaksi
berjalan sebesar US $ 6.715 juta, penurunan cadangan emas dan
devisa resmi dengan US $ 3.280 juta, serta bertambah besarnya
perbandingan antara pembayaran angsuran atas hutang-hutang
luar negeri membuktikan betapa pentingnya pelaksanaan kebi jaksanaan yang telah mulai ditempuh di bidang perdagangan dan
keuangan luar negeri.
V/53
Download