Pola Komunikasi Pengajar FIB UI dalam

advertisement
Berbagi Informasi Di Kalangan Pengajar
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Dalam Pengembangan Ilmu1
Oleh:
Laksmi dan Dian Nurmalasari
Abstract
The purpose of this study is to examine the information sharing activity among
some lecturers at the Faculty of FIB UI in order to develope the science. Sharing
information which is defined as collaboration of two individuals or more to exchange
information is one of important activities in widening knowledge in order to develop
our field study. This activity is as a part of user studies. The study includes motivation
of information sharing, reason of choosing certain colleague to share information,
media he/she uses, kind of information to be shared, and the barriers.
The study is conducted in 2007, used quantitative approach and
questionnaires. The scope of the population are 258 lecturers of FIB UI. Based on
stratified proportional sampling, the respondents consists of 35 disseminated in 6
departments, namely, department of lingustic, litteratures, philosophy, historiology,
archeology, and library and information science.
The finding shows that the information sharing has not been as their habit yet.
This activity is just conducted at the level of its programs study. At this level,
intencity of meeting is higher than department level. Most lecturers share information
when they have materials which have to be discused. The motivation of the lecturers
are to improve their own knowledge. They prefer colleagues who have these criterias:
at the same program and has competencies in the same fields. In doing this, they
prefer to communicate face to face. The obstacle they find in performing the
information sharing is colleague who has a little enthusiasm. The suggestions are to
make activity of information sharing as routine; the faculty management and lecturers
themself grow values of togetherness and trust in the name of science development;
the faculty should motivate and appreciate more appropriately lecturers to sharing
their knowledge, in order to motivate the others.
Keywords: sharing information, lecturers, communication, science developing, FIB
UI
1. Latar Belakang
Berbagi informasi adalah saling menyediakan informasi untuk orang lain,
secara
proaktif
maupun
melalui
permintaan.
Kegiatan
ini
memungkinkan
pengembangan ilmu di dunia akademik. Pengajar di perguruan tinggi melakukan
1
Visi Pustaka, vol. 10, no. 2, Agustus, Laksmi dan Dian Nurmalasari, pp. 38-47.
proses komunikasi dalam menyebarkan informasi tersebut melalui media tertentu
seperti forum diskusi di ruang pengajar atau secara interpersonal. Proses tersebut
memungkinkan munculnya respon dari komunikan atau penerima informasi, sehingga
diskusi dapat berlangsung.
Namun yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa berbagi informasi belum
menjadi kegiatan utama di kalangan para pengajar. Padahal visi Universitas Indonesia
(UI) adalah menjadi research university. Para pengajar cenderung mengajar, meneliti,
membaca dan menulis secara individual. Lebih jauh lagi, tulisan-tulisan pengajar,
seperti laporan penelitian, penulisan artikel, buku dan sebagainya, jarang sekali yang
diciptakan oleh multi-penulis, kebanyakan ditulis oleh penulis tunggal. Kasali (2005)
mengatakan pentingnya suatu forum untuk berbagi informasi di kalangan pengajar di
UI sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dalam menulis.2 Tanpa ada
dialog di antara para pengajar untuk berdiskusi tentang disiplin ilmu mereka, maka
dapat diramalkan bahwa pengembangan ilmu menjadi lebih lambat atau bahkan
menjadi statis, demikian pula dengan dunia praktis.
Tujuan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (selanjutnya disingkat FIB UI),
sesuai dengan misi UI dan tridharma pendidikan, adalah berupaya untuk
mengembangkan pendidikan dan penelitian ilmu-ilmu budaya dalam rangka
mengukuhkan jati diri bangsa; menghasilkan sumber daya manusia yang handal dan
terpercaya dalam hal pengabdian pada masyarakat di bidang ilmu-ilmu budaya; dan
meningkatkan integrasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat di bidang
ilmu-ilmu budaya melalui kerja sama. Informasi yang diperlukan pada program S1
hingga S3 berkaitan dengan bidang ilmu pengetahuan budaya, seperti bahasa dan
kebudayaan, pengetahuan tentang aspek budaya Indonesia dan asing, linguistik,
kesusasteraan, sejarah, arkeologi, filsafat, dan ilmu perpustakaan, serta informasi
dalam
bidang
pariwisata,
perkantoran,
penyuntingan,
dan
periklanan.
Pengelompokkan ilmu di FIB-UI terdiri dari enam departemen, yaitu departemen
Linguistik, Susastra, Filsafat, Arkeologi, Sejarah, dan Ilmu Perpustakaan. Dari
pengamatan awal, pengajar di beberapa departemen di FIB UI cenderung untuk tidak
mengkomunikasikan perkembangan bidang ilmu mereka padahal ini penting untuk
proses regenerasi dosen di FIB. Seorang guru besar atau pengajar senior yang akan
2
Rhenald Kasali dalam acara pemberian penghargaan kepada 200 staf pengajar UI yang telah menulis
buku pada hari Senin tanggal 09 Mei 2005 di Kampus Depok.
2
pensiun hendaknya menyiapkan asisten setidaknya lima tahun sebelum dia pensiun
agar terjadi proses transfer ilmu pengetahuan kepada pengajar-pengajar yang ada di
program studi yang ditinggalkannya.
Berdasarkan kenyataan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kegiatan berbagi informasi di antara para pengajar di FIB UI dalam kaitannya dengan
pengembangan ilmu. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dengan metode
pengumpulan data menggunakan metode survei, serta kajian literatur dan dokumen
untuk dijadikan landasan dan memperkuat temuan yang dihasilkan. Metode
pangambilan sampel yang digunakan adalah sampel strata proporsional. Penelitian ini
digolongkan dalam kajian pemakai. Hasil penelitian ini diharapkan akan membantu
peningkatan kegiatan berbagi informasi; menciptakan hubungan yang lebih efisien;
dan motivasi di antara pengajar; serta mengembangkan tenaga pengajar di FIB untuk
menumbuhkan ilmu pengetahuan di Indonesia sesuai dengan visi UI sebagai research
university. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong
perkembangan ilmu perpustakaan dan informasi dalam aspek berbagi informasi.
2. Berbagi informasi dan jaringan komunikasi
Berbagi informasi merupakan bagian dari proses komunikasi. Secara umum,
komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada
orang lain. Brent D. Ruben (1998) mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses
saat individu, dalam hubungannya dengan kelompok, organisasi, dan masyarakat,
menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasi
lingkungannya dan orang lain.3 Awal tahun 1960-an David K. Berlo membuat
formula unsur komunikasi yang sederhana yang terdiri atas unsur pengirim, pesan,
media, dan penerima, sementara pakar lainnya menambahkan lagi unsur efek dan
umpan balik sebagai pelengkap dalam komunikasi yang sempurna. Setelah
komunikan menerima pesan, yang berisi tentang ilmu pengetahuan, hiburan,
informasi, nasihat atau propaganda, komunikan mendapatkan pengaruh atau efek,
yaitu perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima
sebelum dan sesudah menerima pesan.
3
Brent D Ruben dan Lea W. Stewart. (1998). Communication and human behavior. Boston: Allyn and
Bacon, h. 1.
3
Dalam organisasi, individu-individu saling berinteraksi dan bertukar pesan,
yang dilakukan melalui jaringan komunikasi. Dalam hal ini, jaringan diartikan sebagai
hubungan sehari-hari dari anggota organisasi, bersifat formal maupun informal.4
Jaringan komunikasi dibedakan berdasarkan jumlah anggota dan strukturnya.
Hubungan struktur sosial dalam organisasi ditentukan pola hubungan interaksi
individu dengan arus informasi dalam jaringan komunikasi. Jaringan terbentuk dari
hubungan atau koneksi orang-orang dalam organisasi serta kelompok tertentu (klik);
adanya keterbukaan satu kelompok dengan kelompok lainnya; serta orang-orang yang
memegang peranan utama dalam suatu organisasi. Ada tiga peran dalam jaringan
komunikasi yaitu :
1) Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam satu organisasi yang
menghubungkan anggota satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka saling
membantu memberi informasi dan mengkoordinasi di antara anggota kelompok.
2) Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu tersebut bukan
anggota satu kelompok tetapi ia merupakan penghubung di antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Ia juga membantu dalam berbagi informasi yang
relevan di antara kelompok-kelompok dalam organisasi.
3) Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang
lain dalam organisasi. Ia menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan
oleh teman-temannya. Berikut adalah bagan suatu jaringan komunikasi.5
Gambar 1. Jaringan Komunikasi
dalam Organisasi
Klik 2
Isolate
Liaison
Bridge
Klik 1
Isolate
Bridge
4
Gerald L. Pepper. (1995). Communicating in organizations: .... New York: McGraw Hill, h. 167
Rogers. (1981). Communication networks. New York: The Free Press, h. 130; Arni Muhammad.
(1995). Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara, h. 102-103.
5
4
Jaringan komunikasi berfungsi untuk mengokoordinasi aktivitas individu,
mengarahkan dan memberikan fasilitas. Fungsi pengarah aktivitas secara keseluruhan
dalam organisasi adalah untuk memudahkan organisasi dalam mencapai tujuan.
Fnngsi pemberi fasilitas pertukaran informasi dalam organisasi memungkinkan alur
pertukaran informasi menjadi lebih mudah. Dalam lingkungan akademik, hal ini
bermanfaat untuk pengembangan disiplin ilmu karena informasi terbaru mengenai
suatu disiplin ilmu dapat disebarluaskan kepada segenap civitas akademik melalui
jaringan komunikasi.
Keberhasilan komunikasi, pertama-tama, tergantung dari komunikator; yaitu
kepercayaan pada komunikator serta keterampilan komunikator dalam berkomunikasi.
Ketua Jurusan atau Dekan adalah contoh komunikator yang pasti diterima oleh
komunikan yang merupakan pengajar atau civitas akademika lainnya. Komunikator
memerlukan daya tarik sumber dan kredibilitas sumber kepercayaan komunikan
kepada komunikator.6
Kedua, keberhasilan komunikasi tergantung pada pesan yang disampaikan,
yaitu daya tarik pesan, kesesuaian pesan dengan kebutuhan, dan peranan pesan.
Komunikan cenderung memilih pesan yang disampaikan, dan mengabaikan pesan
yang mereka anggap tidak menarik. Faktor lain yang turut berpengaruh adalah
kesesuaian isi pesan dengan kebutuhan komunikan. Bahkan, meskipun pesan yang
disampaikan sesuai dengan kebutuhan komunikan, namun bila isi pesan tidak
memberikan peran dalam memenuhi kebutuhannya, komunikan memilih untuk
mengabaikannya. Keberhasilan komunikasi juga tergantung dari kemampuan
komunikan menafsirkan pesan dan adanya kesadaran dalam diri komunikan bahwa
pesan yang diterimanya bisa memenuhi kebutuhannya.
Ketiga, keberhasilan komunikasi tergantung pada konteks, setting atau
lingkungan tertentu. Pertama, faktor lingkungan fisik, seperti jarak yang begitu jauh,
apalagi tanpa fasilitas komunikasi; seringkali menghambat komunikasi; demikian pula
dengan faktor lingkungan sosial budaya, antara lain seperti bahasa, kepercayaan, adat
istiadat, dan status sosial. Faktor dimensi psikologis, yaitu pertimbangan kejiwaan
yang
digunakan
dalam
berkomunikasi,
misalnya
menghindari
kritik
yang
menyinggung perasaan orang lain; dan faktor dimensi waktu, misalnya situasi yang
6
Onong Uchjana Effendy. (1990). op cit, h. 39.
5
tepat untuk melakukan komunikasi, merupakan hambatan yang lazim ditemui dalam
komunikasi. Komunikasi juga tergantung pada metode dan media penyampaian,
media cetak atau media elektronik, yang disesuaikan dengan berbagai jenis indera
penerima pesan. Di lingkungan akademik, sistem penyampaiannya dapat berupa
seminar, diskusi, tulisan atau artikel yang kemudian dipublikasikan.
Ardichvili (2002) menyebutkan hambatan dalam berbagi informasi di
antaranya adalah adanya keinginan untuk menimbun informasi karena ilmu
pengetahuan adalah aset pribadi dan memiliki nilai saing yang menguntungkan.
Berdasarkan wawancara dengan seorang narasumber di Gedung II FIB-UI, ada
beberapa pengajar yang enggan membagi informasi yang dimilikinya karena
informasi tersebut merupakan aset pribadinya, baik untuk melakukan penelitian atau
mengajar mata kuliah, sehingga ia dapat meningkatkan angka kredit, golongan dan
jabatannya, yang berpengaruh pada penghasilannya. Hambatan lainnya adalah adanya
kekhawatiran jika informasi tidak relevan dengan topik diskusi yang sedang berjalan.
Kekhawatiran ini timbul karena kurangnya perhatian atau rendahnya ketertarikan
individu lain terhadap topik tersebut. Hambatan lain yang datang dari luar individu
adalah kurangnya dukungan dari pihak manajemen dan iklim/pola komunikasi
organisasi tersebut.7
3. Berbagi informasi di lingkungan akademik
Proses yang asasi dalam komunikasi adalah penggunaan bersama, artinya
suatu hal yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama (to share).
Proses saling berbagi atau menggunakan informasi secara bersama dan pertalian
antara para peserta dalam proses informasi disebut komunikasi.8 Berbagi informasi
didefinisikan sebagai kolaborasi antara dua individu atau lebih dengan maksud
menukar
informasi
untuk
mencapai
tujuan
masing-masing,
yang meliputi
menyediakan informasi, menetapkan bahwa informasi telah diterima dan telah
dipahami dengan baik.
Komunitas akademik adalah struktur strata sosial yang dibangun dalam
atmosfer kompetisi dalam berprestasi dan kebutuhan untuk diakui. Berbagi informasi
Alexander Ardichvili, dkk. (2002). “Motivation and barriers to participants in virtual knowledgesharing communities of practice” dalam Konferensi OKLC 2002 di Athena, Yunani.
8
D. Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm. (1987). Asas-asas komunikasi antar manusia, h. 6.
7
6
adalah hal yang fundamental bagi kalangan intelektual dan dasar untuk kompetensi
mereka karena melalui kegiatan tersebut mereka mendapatkan pengakuan atas karyakaryanya dalam pengembangan ilmu. Sumber informasi yang digunakan oleh
kalangan intelektual adalah sumber formal dan informal. Sumber formal yaitu jurnal,
buku, artikel ilmiah, dan lain-lain, sumber informal yaitu interaksi antara seorang
intelektual dengan intelektual lainnya. Sumber informal memberikan akses lebih
mudah dan cepat ke informasi mengenai penelitian yang sedang berjalan. Interaksi
langsung dalam pertukaran informasi dianggap sebagai salah satu cara penting,
sehingga kalangan intelektual umumnya memiliki jaringan sosial sendiri.9
Penelitian yang dilakukan oleh Clara Chu (1999) mengenai kebiasaan
informasi kalangan intelektual di bidang sastra (humaniora) mengatakan bahwa
mereka melalui enam tahap kegiatan, yaitu menghasilkan ide, persiapan, perincian,
analisis dan menulis, penyebaran, serta penulisan dan penyebaran lanjutan. Setiap
tahap disertai dengan aktivitas penelusuran informasi, membaca, menambah materi
dalam tahap persiapan, serta menyimpulkan dan mendiskusikan ide dalam tahap
perincian. Ia juga mengatakan bahwa komunikasi informal di antara kalangan
intelektual di bidang sastra sama pentingnya dengan bidang lainnya.10 Borgman
(1990) mendefinisikan dan menggambarkan komunikasi intelektual sebagai
pemanfaatan dan penyebaran informasi melalui saluran formal dan informal. Graham
membagi komunikasi intelektual menjadi tiga tingkatan yaitu komunikasi dalam
jaringan informal, seperti diskusi; penyebaran ilmu melalui konferensi atau seminar;
dan terakhir adalah publikasi formal melalui artikel dalam jurnal terkemuka.11
4. Temuan
Penyebaran kuesioner dilakukan pada tanggal 27 April–4 Mei 2007 terhadap
35 responden di FIB UI. Dari 35 kuesioner yang disebarkan secara acak proporsional,
Gunilla Wiklund. (1998). “Information as social and intellectual capital in the research career: a
gender perspective” dalam Information Research, Vol. 4 No. 2.
10
Donald O. Case. (2002). Looking for information: .... Amsterdam: Academic Press, h. 240-241.
11
Leah Halliday. (2001). “Scholarly communication, scholarly publication and the status of emerging
formats” dalam Information Research, Vol. 6 No. 4, July 2001.
9
7
Tabel 1. Jumlah pengajar dan sampel dari setiap Departemen
Nama Departemen
Departemen Susastra
Departemen Linguistik
Departemen Sejarah
Departemen Arkelogi
Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi
Departemen Filsafat
Jumlah
Pengajar
78
77
51
16
15
21
258
Jumlah
Sampel
11
10
7
2
2
3
35
setelah dilakukan penyuntingan ternyata 3 kuesioner tidak kembali dan 1
kuesioner tidak lengkap, sehingga hanya 31 kuesioner yang layak untuk diolah.
a. Pengembangan ilmu di FIB UI
Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang narasumber di gedung II FIB
yang merupakan gedung pusat administrasi FIB, didapatkan informasi bahwa FIB UI
mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi di kalangan pengajar. Selama ini
fakultas sudah memfasilitasi kegiatan tersebut, seperti mengajak pengajar untuk
menjadi pemakalah atau peserta seminar baik di dalam maupun di luar negeri,
membiayai pengajar yang ingin menempuh pendidikan yang lebih tinggi, mengadakan
lomba penelitian setiap tahun, menghimbau pengajar untuk menulis dan mengadakan
penelitian mandiri untuk meningkatkan kualitas diri, namun fakultas belum
memfasilitasi adanya diskusi formal di setiap departemen maupun program studi,
fakultas menyerahkan kebijakan dalam hal pengembangan ilmu tersebut pada masingmasing departemen maupun program studi.
Dalam hal komunikasi, fakultas sudah menyediakan milis bagi para pengajar
untuk berbagi informasi terbaru mengenai disiplin ilmu. Milis ini juga dimanfaatkan
pengajar untuk berkeluh-kesah mengenai keadaan fakultas. Jika dikembangkan dan
diberi perhatian, milis ini dapat dijadikan sarana untuk pengembangan kualitas
pengajar FIB. Untuk seminar, fakultas belum membuat kebijakan bagi pengajar yang
mengikuti seminar untuk menyebarluaskan hasil seminar yang diterimanya ke rekan
pengajar baik melalui tatap muka/diskusi formal maupun informal dan belum ada
kebijakan untuk menyerahkan hasil seminar kepada pihak fakultas untuk selanjutnya
disebarkan melalui milis fakultas. Untuk mendukung misi UI yaitu world class
8
university, fakultas baru dalam tahap menghimbau para pengajar untuk meningkatkan
kualitas bahasa Inggrisnya, dengan menyediakan kursus bahasa Inggris secara gratis.
b. Pengajar di FIB UI
Populasi dalam penelitian ini adalah kalangan pengajar FIB UI yang
keseluruhannya berjumlah 258 orang. Departemen yang memiliki anggota terbanyak
adalah departemen Susastra yang mencapai 78 pengajar, disusul oleh departemen
Linguistik 77 pengajar, dan departemen Sejarah 51 pengajar.
Pengajar yang merupakan anggota suatu departemen tersebar di 14 program
studi. Pengajar yang tergabung di departemen Linguistik dan Susatra merupakan
departemen yang bersifat heterogen, sebab terdiri dari para pengajar yang berasal dari
program studi Inggris, Indonesia, Jawa, Rusia, Cina, Arab, Jepang, Perancis, Belanda,
dan Jerman. Departemen Filsafat, Arkeologi, Ilmu Perpustakaan, dan Sejarah lebih
bersifat homogen. Umumnya pengajar di departemen Filsafat juga mengajar di
program studi Filsafat, begitu pula dengan pengajar di departemen Arkeologi, Ilmu
Perpustakaan, dan Sejarah. Meskipun demikian, beberapa pengajar di departemen
Sejarah ada yang mengajar di program Studi Cina, Rusia, atau Jepang. Hal ini
mengakibatkan disiplin ilmu mengalami perkembangan, misalnya di program studi
Rusia tidak hanya diajarkan mengenai kebudayaan Rusia atau Bahasa Rusia, tetapi
juga mengenai sejarah Rusia. Sehingga di dalam ruangan program studi Rusia dapat
terjadi diskusi diantara pengajar dari berbagai departemen mengenai Rusia yang
ditinjau dari segi budaya, bahasa, dan sejarahnya. Hal ini dapat meningkatkan
wawasan pengajar.
Latar belakang pengajar FIB bervariasi antara S1 hingga S3. Hampir seluruh
responden (81% atau 25 orang) memiliki latar belakang S2. Hanya sebagian kecil
responden yang memiliki latar belakang S1 (6% atau 2 orang), dan S3 (13% atau 4
orang). Lama mengajar mempengaruhi kedekatan atau interaksi personal dengan
rekan pengajar lain. Hal ini mempengaruhi proses berbagi informasi karena umumnya
individu yang ingin mendapatkan suatu informasi mencari ke lingkungan terdekatnya
terlebih dahulu. Penelitian Johnson (2004) mengenai perilaku informasi individu,
menyebutkan bahwa sumber informasi yang utama adalah orang yang dekat
9
dengannya.12 Hasil serupa juga ditemukan dalam penelitian Fisher, dkk (2005). Selain
itu, lama mengajar yang bisa mempengaruhi perkembangan wawasan pengajar karena
berbagai pengalaman, ia dapat membaginya dengan rekan pengajar yang lebih muda.
Dari diagram 1 diketahui bahwa hampir setengah responden (42% atau 13 orang)
telah mengajar selama 11 – 15 tahun.
Lama Mengajar
Diagram 1. Lama mengajar
Di atas 20 tahun
13%
0 - 5 tahun
16%
0 - 5 tahun
6 - 10 tahun
3%
6 - 10 tahun
11 - 15 tahun
16 - 20 tahun
26%
16 - 20 tahun
Di atas 20 tahun
11 - 15 tahun
42%
Jumlah persentase dosen yang dekat dengan responden dapat dijadikan acuan
dalam melihat jaringan informal responden dan bagaimana interaksinya di lingkungan
akademik. Hal ini dipengaruhi oleh salah satunya adalah lama ia mengajar.
Berdasarkan diagram 2 diketahui bahwa hampir setengah responden (36%)
menyatakan sebanyak 26–49% pengajar yang dekat dengan mereka. Hal ini
menunjukkan bahwa interaksi responden dengan lingkungan sekitarnya cukup baik
sehingga memudahkan terjadinya kegiatan berbagi informasi di lingkungan fakultas.
Diagram 2. Persentase dosen yang dekat
Presentase Dosen yang Dekat
6%
0%
1 - 25 % diantaranya
32%
26 - 49 % diantaranya
26%
50 % diantaranya
51 - 75 % diantaranya
76 - 100 % diantaranya
36%
Catherine A. Johnson. (2004). “Choosing people: the role of social capital in information seeking
behaviour” dalam Information Research, Vol. 10 No. 1, October 2004.
12
10
Responden telah mengajar selama 11-15 tahun dan memiliki latar belakang
pendidikan S2. Seperti pada teori keberhasilan komunikasi, latar belakang pendidikan
ini berpengaruh pada pemahaman responden terhadap pesan/informasi yang
disampaikan oleh rekannya. Selain itu hal ini juga berpengaruh pada alasan pemilihan
rekan dalam berbagi informasi yang didasarkan pada kompetensi rekan. Selama 11-15
tahun mengajar, responden hanya mengenal sebanyak 26-49% dari jumlah pengajar
keseluruhan yaitu 258 orang. Persentase tersebut menandakan rendahnya jaringan
komunikasi baik formal maupun informal diantara pengajar, sehingga berpengaruh
pada kegiatan berbagi informasi karena jaringan komunikasi merupakan suatu sarana
dalam kegiatan tersebut.
c. Berbagi informasi di kalangan kengajar dalam pengembangan imu
1)
Frekuensi berbagi informasi
Berbagi informasi untuk pengembangan ilmu dapat tercapai bila dilakukan
secara kontinu dan meminimalisir hambatan yang muncul. Dari diagram 3 diketahui
bahwa hampir seluruh responden (77% atau 24 orang) menyatakan mereka sering
berbagi informasi dengan sesama pengajar di lingkungan FIB. Jawaban ini
menandakan berbagi informasi di tingkat fakultas sudah berjalan meski belum
maksimal karena masih ada sebagian kecil responden yang menjawab jarang berbagi
informasi dengan sesama pengajar di lingkungan FIB (23% atau 7 orang).
Diagram 3. Frekuensi berbagi informasi
Frekuensi Berbagi Informasi
Jarang
23%
Sering
Jarang
Sering
77%
2)
Berbagi informasi dengan rekan pengajar
Dari diagram 4 diketahui bahwa sebagian besar responden (68% atau 21
orang) menyatakan mereka tidak hanya berbagi informasi dengan sesama pengajar di
dalam program studi. Jawaban ini menandakan bahwa lingkup mereka dalam berbagi
11
informasi tidak hanya dengan rekan di satu program studi, melainkan juga dengan
rekan di program studi lain maupun departemen lain. Hal ini memungkinkan disiplin
ilmu mengalami perkembangan.
Dari diagram 5 diketahui bahwa sebagian besar responden (62% atau 19
orang) menyatakan kegiatan bertukar informasi di departemen adalah hal yang tidak
sering dilakukan, kegiatan ini dilakukan hanya bila ada materi yang perlu
didiskusikan, jawaban ini menandakan berbagi informasi belum menjadi budaya di
tingkat departemen, meski di tingkat fakultas kegiatan ini sudah cukup sering
dilakukan, dan hampir setengah responden (35% atau 11 orang) menyatakan kegiatan
bertukar informasi merupakan hal yang rutin dilakukan di departemen mereka.
Diagram 4. Berbagi informasi dengan rekan
Berbagi
Informasi
dengan
pengajar dalam
Program
Studi Rekan Pengajar
dalam Program Studi
Ya
32%
Diagram 5. Rutinitas berbagi informasi
di Departemen
Frekuensi Berbagi Informasi
Tidak Pernah
3%
Ya
Selalu
35%
Selalu
Tidak
Tidak Sering
Tidak
68%
Tidak Pernah
Tidak Sering
62%
3)
Jenis informasi yang dibagi
Berdasarkan teori mengenai keberhasilan komunikasi, informasi yang dibagi
harus memiliki daya tarik dan mengandung peran dalam memenuhi kebutuhan
informasi komunikan. Dari diagram 6 diketahui bahwa sebagian besar responden
(58% atau 18 orang) menyatakan jenis informasi yang mereka bagi adalah mengenai
perkembangan disiplin ilmu. Jawaban ini menandakan tingkat kepedulian mereka
terhadap perkembangan disiplin ilmu mereka cukup tinggi.
Tabel 6. Jenis
informasi
yang dibagiyang
Jenis
Informasi
Dibagi
Keadaan
Universitas
13%
Perkembangan Disiplin
Ilmu
Hal Pribadi
10%
Buku-buku
Terbaru
19%
Buku-buku Terbaru
Perkembangan
Disiplin Ilmu
58%
Hal Pribadi
Keadaan Universitas
12
4)
Motivasi berbagi informasi
Motivasi berbagi informasi bervariasi menurut kebutuhan masing-masing
pihak, baik untuk memenuhi kebutuhan individu maupun kelompok. Talja
menyebutkan bahwa berbagi informasi bukan perilaku individu, melainkan usaha
bersama yang terjadi di dalam jaringan sosial, seperti komunitas akademik.13 Dari
diagram 7 diketahui bahwa hampir setengah responden (43% atau 13 orang)
menyatakan motivasi mereka melakukan kegiatan berbagi informasi adalah untuk
pengembangan pengetahuan pribadi, meskipun hampir setengah responden yang lain
(35% atau 11 orang) menyatakan untuk pengembangan kurikulum departemen.
Diagram
7. Motivasi
berbagi
informasi
Motivasi
Berbagi
Informasi
19%
43%
Pengembangan Pengetahuan
Pribadi
Pengembangan Kurikulum
Departemen
0%
3%
Meningkatkan Angka Kredit
Menunjang Proses Regenerasi
Program Studi
35%
5)
Memotivasi Pengajar Lain
Dalam Pengembangan Ilmu
Media dalam berbagi informasi
Media yang digunakan dalam berbagi informasi bervariasi menurut
ketertarikan pihak yang terlibat dalam proses ini, dapat melalui tatap muka, tulisan,
atau melalui sarana internet dan telepon. Di kalangan intelektual seperti lingkungan
akademik umumnya komunikasi dilakukan melalui tulisan yang kemudian disebarkan
melalui jurnal ilmiah sehingga dapat dimanfaatkan oleh akademisi-akademisi di masa
depan.14 Dari diagram 8 diketahui bahwa hampir setengah responden (36% atau 22
orang) melakukan tatap muka dalam berbagi informasi, dan hampir setengah
responden yang lain (28% atau 17 orang) melalui tulisan yang kemudian disebarkan
(artikel) sebagai media berbagi informasi.
13
Sanna Talja. (2002). Information sharing in academic communities: types and levels of collaboration
in information seeking and use.
14
Anne Buck, dkk (1999). Scholar’s forum: a new model for scholarly communication.
13
Diagram
8. Media
dalamBerbagi
Berbagi Informasi
Media
dalam
Informasi
Lainnya
3%
Internet
Internet
18%
Tatap Muka
Tulisan
28%
Telepon
Tulisan
Lainnya
Tatap Muka
36%
Telepon
15%
6)
Rekan dalam berbagi informasi
Dari diagram 9 diketahui bahwa sebagian besar responden (71% atau 22
orang) paling sering berbagi informasi dengan rekan pengajar di satu program studi,
dan hanya sebagian kecil responden (23% atau 7 orang) paling sering berbagi
informasi dengan rekan pengajar di satu departemen. Hal tersebut dikarenakan oleh
faktor geografis yang memungkinkan frekuensi mereka bertemu dengan rekan satu
program studi lebih tinggi. Untuk departemen dengan jumlah anggota yang sedikit
dan anggotanya bersifat homogen seperti Arkeologi, Filsafat dan Ilmu Perpustakaan
mereka memang memiliki intensitas pertemuan yang cukup tinggi.
Rekan dalam Berbagi Informasi
Diagram 9. Rekan dalam berbagi informasi
Guru Besar di
Program
Studi Anda
6%
Lainnya
0%
Rekan
Pengajar di
Satu
Departemen
23%
Alasan
Memilih
Diagram 10. Alasan
memilih
rekanRekan
Kompeten Di
Bidangnya
52%
Lain-lain
3%
Rekan Pengajar di
Satu Departemen
Rekan Pengajar di
Satu Program Studi
Akrab Dengan
Anda
45%
Guru Besar di
Program Studi Anda
Rekan
Pengajar di
Satu Program
Studi
71%
Akrab Dengan
Anda
Kompeten Di
Bidangnya
Lain-lain
Lainnya
Dari diagram 10 diketahui bahwa sebagian besar responden (52% atau 16
orang) beralasan karena rekan tersebut kompeten di bidangnya, dan hampir setengah
responden (45% atau 14 orang) menyatakan alasannya karena akrab dengan
responden. Hasil ini serupa dengan penelitian yang diadakan oleh Fisher, mengenai
kebiasaan informasi yang mengatakan bahwa hampir sebagian besar responden
14
memilih lingkungan terdekatnya, seperti keluarga dan teman akrab sebagai sumber
informasinya.15 Hal ini disebabkan oleh tingkat kepercayaan yang lebih tinggi bahwa
lingkungan terdekatnya akan memberikan informasi yang tepat dibanding dengan
lingkungan luar, selain itu lingkungan terdekat lebih mudah diakses dan ditemui.
Hasil ini juga ditemukan dalam penelitian Johnson (2004).
7)
Pola komunikasi
Pola komunikasi formal memberikan pengaruh pada interaksi formal yang
berlangsung di dalam organisasi. Berbagi informasi tidak hanya terjadi dalam situasi
formal, namun juga dapat terjadi dalam situasi informal. Dalam situasi formal seperti
diskusi formal yang dilakukan secara rutin.
Dari diagram 11 diketahui bahwa hampir seluruh responden (90% atau 28
orang) menyatakan departemen mereka memiliki pola komunikasi formal yang
mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Hal ini menandakan pola
komunikasi formal bukan merupakan hambatan dalam berbagi informasi di
departemen meskipun berjalan maksimal karena berbagi informasi di departemen
hanya dilaksanakan bila ada materi yang perlu didiskusikan.
Pola Komunikasi Formal
dalam Departemen
Diagram 11. Pola komunikasi formal
Tidak
Mendukung
10%
Pola Komunikasi Informal
dalam Departemen
Diagram 12. Pola komunikasi informal
Tidak
Mendukung
10%
Mendukung
Mendukung
Tidak Mendukung
Tidak Menduku
Mendukung
90%
Mendukung
90%
Pola komunikasi informal memberikan pengaruh pada interaksi informal yang
berlangsung di dalam organisasi. Berbagi informasi dalam situasi informal seperti
diskusi yang dilakukan secara santai dan tidak rutin pada saat jam makan siang atau
Karen Fisher, dkk. (2005). “Something old, something new: preliminary findings from an
exploratory about people’s information habits and information grounds”.
15
15
tidak ada jam mengajar. Dari diagram 12 diketahui bahwa hampir seluruh responden
(90% atau 28 orang) menyatakan departemen mereka memiliki pola komunikasi
informal yang mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Hal ini juga
menandakan bahwa pola komunikasi informal bukan merupakan hambatan dalam
berbagi informasi di kalangan anggota departemen. Berdasarkan diagram 11 dan 12
diketahui bahwa pola komunikasi formal maupun informal di tiap departemen
mendukung terjadinya kegiatan berbagi informasi. Sehingga pola komunikasi bukan
merupakan hambatan bagi para pengajar untuk berbagi informasi.
8)
Hambatan dalam berbagi informasi
Dari diagram 13 diketahui bahwa hampir seluruh responden (81% atau 25
orang) menyatakan hambatan dalam berbagi informasi adalah rekan pengajar yang
kurang antusias. Jawaban ini menandakan rendahnya antusiasme pengajar terhadap
kegiatan berbagi informasi secara umum, terutama bila rekannya tidak memiliki
kompetensi yang sama baik itu dalam hal disiplin ilmu maupun latar belakang
pendidikannya.
Hambatan dalam Berbagi Informasi
Diagram 13. Hambatan dalam berbagi informasi
19%
Rekan Pengajar yang
Kurang Antusias
0%
Tidak Adanya Dukungan
dari Ketua Departemen
0%
Anda Memang Tidak Mau
Berbagi Informasi
Lainnya
81%
9)
Jaringan Komunikasi
Dari diagram 14 diketahui bahwa sebagian besar responden (52% atau 16
orang) menyatakan mereka tidak memiliki jaringan komunikasi tersebut. Hal ini
mempengaruhi kegiatan berbagi informasi karena jaringan komunikasi merupakan
salah satu media terjadinya kegiatan tersebut.
16
Dari diagram 15 diketahui bahwa hampir setengah responden (40% atau 12
orang) menyatakan anggota jaringan komunikasi mereka adalah rekan pengajar satu
departemen, hal ini menandakan responden cukup memahami bahwa departemen
adalah tempat terjadinya pengembangan ilmu karena departemen dibuat berdasarkan
pengelompokkan disiplin ilmu.
Diagram 14. Jaringan komunikasi
Diagram 15. Anggota jaringan komunikasi
Anggota Jaringan Komunikasi
Jaringan Komunikasi
Tidak
52%
Ya
48%
Ya
Tidak
Rekan Luar
Universitas
17%
Lainnya
3%
Rekan Satu Departem
Rekan Satu
Departemen
40%
Rekan Lintas
Fakultas
10%
Rekan Lintas Departem
Rekan Lintas Fakultas
Rekan Luar Universita
Lainnya
Rekan Lintas
Departemen
30%
9.1)
Posisi responden dalam jaringan
Dari diagram 16 diketahui bahwa sebagian besar responden (60% atau 9
orang) menyatakan posisi mereka dalam jaringan komunikasi adalah sebagai anggota
dan merupakan penghubung antar jaringan, saling memberi informasi dengan jaringan
yang lain dan mengkoordinasi jaringan tersebut (A = bridge). Posisi ini menandakan
pengajar FIB menduduki posisi penting dalam jaringan komunikasi tempatnya
tergabung, sebab koordinasi dipegang oleh posisi ini.
dalam dalam
Jaringan
Diagram 16.Posisi
Posisi responden
jaringan
C
33%
A
B
A
60%
C
B
7%
9.2)
Tujuan jaringan komunikasi
Dari diagram 17 diketahui bahwa sebagian besar responden (73% atau 11
orang) menyatakan tujuannya adalah untuk pengembangan disiplin ilmu, dan sebagian
17
kecil responden (20% atau 3 orang) menyatakan tujuan dibentuknya jaringan
komunikasi untuk memotivasi pengajar lain dalam pengembangan ilmu. Hal ini
menandakan tingkat kepedulian responden terhadap perkembangan ilmu cukup tinggi.
Tujuan Jaringan Komunikasi
Diagram 17. Tujuan jaringan komunikasi
7%
20%
Memotivasi Pengajar
Lain
Pengembangan Disiplin
Ilmu
Lainnya
73%
10)
Aktivitas untuk Menambah Ilmu Pengetahuan
Dalam proses ini, masing-masing pihak saling memberikan kontribusi positif
mengenai topik yang sedang dibahas, sehingga dapat memperluas wawasan masingmasing dan disiplin ilmu semakin berkembang. Untuk itu, masing-masing pihak harus
memiliki wawasan agar tidak menjadi pihak yang pasif dalam proses berbagi
informasi. Dari diagram 18 diketahui bahwa sebagian besar responden (64% atau 20
orang) memilih membaca buku untuk menambah ilmu pengetahuan mereka. Hal ini
diperkuat oleh Case (2002: 240) mengatakan bahwa ilmuwan humaniora lebih suka
membaca buku untuk menambah wawasan.
Aktivitas
Menambah
Diagramuntuk
18. Aktivitas
untuk Pengetahuan
Menambah Pengetahuan
13%
Membaca Buku
0%
Berselancar di Internet
13%
Mengikuti Seminar atau
Pelatihan
Berbagi Informasi dengan
Rekan
10%
64%
Lainnya
18
11)
Aktivitas Setelah Mengikuti Seminar
Umumnya seminar diikuti oleh pihak-pihak dengan latar belakang disiplin
ilmu yang sama. Pengajar yang mengikuti seminar diharapkan dapat membagi
informasi yang diterimanya dalam seminar ke rekan-rekan pengajar lain sehingga
dapat menambah wawasan pengajar lain. Dari diagram 19 diketahui bahwa lebih dari
separo responden (65% atau 20 orang) memilih mendiskusikan hasil seminar kepada
rekan pengajar yang lain. Hal ini menandakan kesadaran responden untuk berbagi
informasi mengenai hasil seminar yang diterimanya cukup tinggi.
Aktivitas Setelah Ikut Seminar
Diagram 19. Aktivitas Setelah Mengikuti Seminar
13%
0%
Menyerahkan Makalah ke
Fakultas
19%
3%
Diskusikan Makalah dengan
Jaringan Komunikasi
Diskusikan Makalah dengan
Rekan
Menyimpan Makalah untuk
Sendiri
Lainnya
65%
12)
Respon rekan mengenai informasi yang Anda bagi
Kesibukan dalam mengajar atau aktivitas lain dan rendahnya tingkat
kepedulian pengajar terhadap perkembangan disiplin ilmu adalah salah satu sebab
rendahnya antusiasme pengajar dalam berbagi informasi. Dari diagram 20 diketahui
bahwa hampir seluruh responden (87% atau 27 orang) memberikan respon antusiasme
terhadap informasi mengenai hasil seminar yang dibagi oleh rekannya.
Respon Rekan dalam Berbagi Informasi
Diagram 20. Respon Rekan dalam Berbagi Informasi
Kurang
Antusias
3%
Tidak Antusias
0%
Sangat
Antusias
10%
Sangat Antusias
Antusias
Kurang Antusias
Tidak Antusias
Antusias
87%
19
Berdasarkan analisis di atas, kegiatan berbagi informasi di kalangan pengajar
dalam pengembangan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut:

Responden sering berbagi informasi mengenai perkembangan disiplin ilmu
dengan sesama pengajar di tingkat program studi. Hal ini dapat terjadi karena
intensitas pertemuan dengan rekan di satu program studi lebih tinggi dibanding
dengan rekan di satu departemen atau dengan rekan di departemen lain. Untuk di
tingkat departemen, berbagi informasi hanya dilakukan bila ada materi yang perlu
didiskusikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa berbagi informasi belum menjadi
budaya di lingkungan departemen di FIB UI, meskipun tingkat kepedulian mereka
terhadap perkembangan disiplin ilmu sudah cukup besar.

Motivasi pengajar dalam melakukan kegiatan berbagi informasi adalah untuk
pengembangan pengetahuan pribadi, bukan untuk peningkatan kualitas organisasi,
dalam hal ini adalah departemen.

Dalam memilih rekan untuk berbagi informasi pun responden cukup selektif,
mereka memilih rekan yang menurutnya berkompeten di bidang ilmunya,
sehingga mereka kurang antusias dalam berbagi informasi bila ada rekan yang
menurut mereka kurang berkompeten. Ini adalah salah satu hambatan dalam
kegiatan berbagi informasi.

Jaringan komunikasi baik formal maupun informal adalah salah satu sarana yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagi informasi. Namun responden sebagian besar
tidak memiliki jaringan ini. Responden membentuk jaringan ini untuk
pengembangan disiplin ilmu dalam lingkup masing-masing departemen karena
anggotanya terdiri atas rekan-rekan di satu departemen.

Berbagi informasi melibatkan proaktif dari dua atau lebih pihak. Masing-masing
pihak saling menyediakan informasi yang mereka miliki. Untuk itu mereka harus
selalu menambah wawasan. Responden lebih memilih membaca buku untuk
menambah wawasan mereka, sedangkan dalam berbagi informasi mereka lebih
suka secara tatap muka.

Secara umum, respon rekan dalam berbagi informasi kurang antusias, namun
mereka memberikan respon positif bila ada rekan yang berbagi informasi
mengenai hasil seminar yang telah diikutinya. Begitu pula dengan kesadaran
20
pengajar yang baru pulang dari seminar untuk membagi informasi yang
diterimanya di seminar sudah cukup tinggi.
5. Kesimpulan
Karena pengajar FIB lebih sering berbagi informasi mengenai perkembangan
disiplin ilmu dengan sesama pengajar di program studi, bukannya di departemen,
dapat dikatakan bahwa berbagi informasi belum menjadi budaya di lingkungan
departemen di FIB UI. Selain adanya kepentingan pribadi, kondisi tersebut
disebabkan oleh kurangnya rasa percaya terhadap rekan yang dianggap kurang
kompeten di bidang ilmunya dan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan rekannya.
Jaringan komunikasi baik formal maupun informal diantara pengajar yang masih
terbilang rendah, menunjukkan kurangnya nilai kebersamaan dan saling percaya.
Untuk mengatasi permasalah di atas, berikut ini adalah saran-saran yang
diajukan. Pertama, sebaiknya setiap departemen menjadikan kegiatan berbagi
informasi menjadi kegiatan rutin, karena departemen adalah wadah pengembangan
ilmu. Kedua, pihak fakultas dan pengajar itu sendiri menumbuhkan nilai kebersamaan
dan rasa saling percaya demi perkembangan ilmu yang ada. Ketiga, fakultas
sebaiknya lebih memfasilitasi kegiatan berbagi informasi, seperti mengadakan forum
diskusi lintas departemen secara berkala atau pembuatan newsletter dalam bidang
ilmu. Fakultas juga lebih memotivasi dengan memberikan penghargaan yang
memadai kepada pengajar untuk menuliskan hasil penelitian atau informasi baru
dalam bentuk tulisan, sehingga dapat memotivasi pengajar lain untuk melakukan hal
serupa.
~ o0o ~
DAFTAR PUSTAKA
Ardichvili, Alexander, dkk. 2002. “Motivation and barriers to participants in virtual
knowledge-sharing communities of practice” dalam Konferensi OKLC 2002 di
Athena,
Yunani,
diturunkan
dari
www.alba.edu.gr/OKLC2002/Proceedings/pdf_files/ID78.pdf
Bruce, Harry, William Jones, dan Susan Dumais. 2004. “Information behavior that
keeps found things found”. Dalam Information Research, 10 (1), diakses dari
http://informationr.net/ir/10-1/paper207.html tanggal 9 Februari 2007.
21
Cangara, Hafied. 2005. Pengantar ilmu komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Case, Donald O. 2002. Looking for information: a survey of research on information
seeking, need, and behavior. Amsterdam: Academic Press.
Effendy, Onong Uchjana. 1990. Komunikasi: teori dan praktek. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Halliday, Leah. 2001. “Scholarly communication, scholarly publication and the status
of emerging formats” dalam Information Research, 6 (4), July. Diakses dari
http://informationr.net/ir/paper111.html tanggal 26 Februari 2007.
Kincaid, D. Lawrence, dan Wilbur Schramm. 1987. Asas-asas komunikasi antar
manusia. Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial (LP3ES) bekerjasama dengan East-West Communication Institute (EWCI),
Hawaii.
Levy, Philippa. 1997. “Continuing professional development for networked learner
support: a progress review of research and curriculum design” dalam Information
Research, 3 (1), diakses dari http://informationr.net/ir/3-1/paper35.html tanggal 9
Februari 2007.
Muhammad, Arni. 1995. Komunikasi organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Pepper, Gerald L. 1995. Communicating in organizations: a cultural approach. New
York: McGraw Hill.
Rhenald Kasali, dalam acara pemberian penghargaan kepada 200 staf pengajar
Universitas Indonesia yang telah menulis buku pada hari Senin tanggal 09 Mei
2005
di
Kampus
Depok
diakses
dari
http://www.ui.edu/indonesia/main.php?hlm=berita&id=2005-05-11%2011:46:54#
pada tanggal 31 Januari 2007.
Rogers, Everett M. dan D. Lawrence Kincaid. 1981. Communication networks:
toward a new paradigm for research. New York: The Free Press.
Ruben, Brent D, dan Lea W. Stewart. 1998. Communication and human behavior.
Boston: Allyn and Bacon.
Scudder, Virgil. 2007. “The Importance Of Communication In A Global World”
dalam Vital Speeches of the Day (New York), 70 (18), Juli 2004, diakses dari
http://feliterature.proquestlearning.co.uk/quick/displayItem.do?QueryName=critic
ism&ResultsID=10FFCDFB84A&forAuthor=0&ItemNumber=9
tanggal
06
Februari.
Sevilla, Consuelo G., dkk. 1993. Pengantar metodologi penelitian. Jakarta: UI Press.
Sonnenwald, Diane H. 2006. “Challenges in sharing information effectively:
examples from command and control” dalam Information Research, 11 (4), July,
diakses dari http://informationr.net/ir/11-4/paper270.html
Suprapto, Johanes. 1992. Teknik sampling untuk survey dan eksperimen. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tamura, Shunsaku. 2007. “Information sharing between different groups: a qualitative
study of information service to business in Japanese public libraries” dalam
Information
Research,
12
(2),
January
2007,
diakses
dari
http://informationr.net/ir/12-2/paper306.html tanggal 9 Februari.
Tubbs, Stewart L., dan Sylvia Moss. 1996. Human communication: prinsip-prinsip
dasar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wiklund, Gunilla. 1998. “Information as social and intellectual capital in the research
career: a gender perspective” dalam Information Research, 4 (2) diakses dari
http://informationr.net/ir/4-2/isic/wiklund.html tanggal 26 Februari.
22
Download