kenakalan anak di tinjau dari aspek hukum

advertisement
KEJAKSAAN TINGGI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
MATERI BINMATKUM TAHUN 2011
TENTANG PERLINDUNGAN ANAK
Latar Belakang
Dalam konsideran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, antara lain menyebutkan:
Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai
manusia seutuhnya;
Bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis
dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin
kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa
depan;
Bahwa agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung
jawabtersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang
seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, baik fisik, mental, maupun sosial, dan beraklah
mulia, perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk
mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan
jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya
perlakuan tanpa diskriminasi.
yang berkaitan
dengan Hak-hak Anak
Undang-undang
Undang-undang No.4/1979 (kesejahteraan anak)
Undang-undang No.3/1997 (pengadilan anak)
Undang-undang No.23/2002 (perlindungan anak)
Undang-undang No. 23/2004 (P. KDRT)
Undang-undang No. 21/2007 (Pemberantasan tindak
pidana Perdagangan Orang)
PENGERTIAN ANAK
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
tentang Pengadilan Anak, Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa : "Anak adalah orang yang
dalam perkara Anak Nakal telah mencapai
umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai
umur 18 (delapan belas) tahun dan belum
pernah kawin."
Anak Nakal adalah :
a. anak yang melakukan tindak pidana; atau
b. anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan
terlarang bagi anak, baik menurut peraturan
perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain yang hidup dan berlaku dalam
masyarakat yang bersangkutan.
Dengan demikian anak dalam Undang-undang
Pengadilan Anak dibatasi dengan umur antara
8 (delapan) tahun sampai berumur 18 (delapan
belas) tahun.
Sedangkan anak yang belum pernah kawin. Maksudnya
tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah
kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang
terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus
karena perceraian, maka si anak dianggap sudah
dewasa; walaupun umurnya belum genap 18 (delapan
belas) tahun.
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak dijelasakan dalam pasal 1 ayat 1 :
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Menurut Undang-Undang Pengadilan Anak
Nomor 3 Tahun 1997.
Mengatur mengenai batas usia minimum
seorang anak yang dapat diajukan ke sidang
anak, yaitu :
Pasal 4 ayat (1) : Batas umur anak nakal yang dapat
diajukan ke Sidang Anak adalah
sekurang-kurangnya 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai
18 (delapan belas) tahun.
Pasal 4 ayat (2) : Dalam hal anak melakukan tindak
pidana pada batas umur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan
ke sidang pengadilan setelah anak
yang bersangkutan melampaui batas
umur tersebut, tetapi belum mencapai
umur 21 tahun, tetap diajukan ke
Sidang Anak.
Pada Penjelasan Pasal 4 UU No. 3 Tahun 1997
disebutkan bahwa batas umur 8 tahun bagi anak nakal
untuk dapat diajukan ke Sidang Anak didasarkan pada
pertimbangan sosiologis, psikologis, dan pedagogis.
Anak yang belum mencapai umur 8 tahun dianggap
belum dapat mempertanggungjawabkannya.
Kesejahteraan anak penting untuk diakomodasikan dalam
hukum karena :
1. Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang
landasannya
telah
ditegakkan
oleh
generasi
sebelumnya;
2. Bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggung
jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan
untuk tumbuh dan berkembang secara wajar;
3. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak
yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani,
jasmani, sosial dan ekonomi;
4. Anak belum mampu untuk memelihara dirinya sendiri;
5. Bahwa menghilangkan hambatan tersebut hanya dapat
dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan
anak terjamin.
Dalam
penyelenggaraan
perlindungan
Republik
anak,
Indonesia
Negara
menganut
prinsip-prinsip dasar Konvensi Hakhak
Anak,
yang
salah
satunya
adalah kepentingan yang terbaik
bagi
anak.(Pasal
23/2002)
2
UU
No.
Tindakan yang dapat dijatuhkan
kepada Anak Nakal :
Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau
orang tua asuh
Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti
pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja;atau
Menyerahkan kepada Departemen Sosial,atau
Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak
di bidang pendidikan, pembinaan, dan latihan
kerja.(Pasal 24 ayat (1) UU No.3/1997).
Jauhkan AKH dari Penjara
Penangkapan, penahanan, atau
tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan
hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya
terkhir ( Pasal 16 ayat (3) UU No.
23/2002).
IMPLEMENTASI
PERLINDUNGAN ANAK
&
UJICOBA RESTORATIVE
JUSTICE DI PENGADILAN
NEGERI KLS I A BANDUNG
Sejarah Ruang Sidang Anak
Inisiatif dari Ketua Pengadilan Negeri
Bandung Dr.Hj. Marni Emmy, SH.,MH.
Perintis :
– Bapak H. Mashushendar,SH.,MH.
(Hakim Anak PN Bandung)
– Dr. Ignatius Pohan, SH.,MH
(Konsultan LPA JABAR)
– Ir. Anton Yuliarto Sigit (Arsitek)
– Ibu Dra.Rinna Sutiarny,Psi
(Phisiholog)
KERJASAMA DENGAN UNICEF
PN Bandung dijadikan Pilot Project /
Percontohan untuk seluruh Pengadilan
di seluruh Indonesia dalam penyediaan
ruang sidang anak.
Ruang Sidang Anak PN Bandung
terdaftar dalam annual report UNICEFPBB Newyork
Diresmikan oleh Ketua Mahkamah
Agung RI Bapak Prof. Dr. Bagir Manan,
SH., MCL. Pada tanggal 13 Agustus
2004
Dihadiri para Muspida Kota Bandung
dan KPT Bandung, KPN Se Jawa Barat
Sumber dana dari swadaya pemerhati
Surat Edaran Ketua Mahkamah
Agung RI No. 1 tahun 2005
(MA/Kumdil/31/I/K/2005) :
Kewajiban pada setiap
Pengadilan Negeri agar
diupayakan ruang sidang khusus
& ruang tunggu khusus untuk
anak yang akan disidangkan.
Ruang Sidang Anak Pengadilan
Negeri Bandung lebih dikenal
dengan Ruang Sidang Ramah
Anak oleh pemerhati Anak di Kota
Bandung
Saat ini sedang diadakan
penelitian tentang rencana Kota
Bandung akan dijadikan Kota
Desain Ruang Sidang Anak
GEDUNG PENGADILAN NEGERI
KELAS I A BANDUNG
Ruang Sidang Ramah Anak PN
Kelas I A Bandung
Daftar Kunjungan Tamu Ke
Ruang Sidang Ramah Anak PN
Kls IA Bandung
Tamu dari Luar Negeri:
1. UNICEF Bangkok
2. Prof. Dr. D Schaffmeister (Guru Besar Hukum Pidana
University Of Leiden-Belanda)
3. Dr. Maryanne Thermorzhuizen (Program kerja sama
Hukum Indonesia-Belanda)
4. Prof. Dr. Tatsuya Ota (Keio University Japan)
5. Staf Akhli Diraja Malaysia
6. Family Court Australia
7. Amerika Serikat
8. Singapura
9. Philipina
10.Jepang
11. Wakil Ketua Mahkamah Agung RRC
Dari dalam Negeri :
1.
2.
3.
4.
5.
UNICEF Jakarta
UNICEF Aceh
UNICEF NTB
LPA NTB
Ketua Mahkamah Agung RI (Prof.Dr. Bagir
Manan, SH.,MCL)
6. Wakil Ketua Mahkamah Agung RI
7. Para Ketua Muda MARI
8 Menteri Hukum dan HAM (Dr. Hamid
Awaluddin,SH.,MH)
9. Jaksa Agung RI (Abd.Rachman Saleh,SH)
10. Para Hakim Agung
11. Dirjen Peradilan Umum (Hatta Ali,
SH.,MH)
12. Muspida Kota Bandung
13. Peserta pelatihan Hakim Anak di Bandung
UJICOBA RESTORATIVE
JUSTICE DI PENGADILAN
NEGERI KL.1A BANDUNG
RESTORATIVE JUSTICE
ADALAH METODA
PENYELESAIAN
MUSYAWARAH PEMULIHAN
Sesuai dengan kebiasaan
bermusyawarah yang telah
melembaga dalam masyarakat.
Dapat mengakomodasi keterlibatan
masyarakat atau pihak ketiga lainnya
dalam proses penyelesaian (bukan
hanya korban dan pelaku).
Tujuan yang hendak dipakai melalui
proses musyawarah adalah untuk
memulihkan segala kerugian dan
‘luka’ yang telah diakibatkan oleh
peristiwa kenakalan anak tersebut.
Pra Syarat Berdasarkan
Karakteristik Restorative
Justice
Harus ada :
1. Pengakuan atau pernyataan bersalah dari
pelaku.
2. Persetujuan dari pihak korban untuk
melaksanakan penyelesaian diluar sistem
peradilan pidana anak yang berlaku.
3. Persetujuan
dari
kepolisian,
sebagai
institusi yang memiliki diskresioner, atau
dari kejaksaan.
4. Dukungan komunitas setempat untuk
melaksanakan penyelesaian diluar sistem
peradilan pidana anak.
Kriteria Kasus
1. Bukan kasus kenakalan anak yang
mengorbankan kepentingan orang
banyak dan bukan pelanggaran lalu
lintas jalan.
2. Kenakalan anak tersebut tidak
mengakibatkan hilangnya nyawa
manusia, luka berat atau cacat
seumur hidup.
3. Kenakalan anak tersebut bukan
merupakan
kejahatan
terhadap
kesusilaan
yang
serius
yang
menyangkut kehormatan.
Pihak-pihak Yang Dilibatkan
Dalam
Musyawarah
Pemulihan
1. Korban dan Keluarga Korban
2. Pelaku dan Keluarga
3. Wakil Masyarakat
Anggota Working Group Restorative
Justice Jawa Barat
Dra. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd
Sri Judaningsih
Iptu. Grace
LPA Jawa Barat
Kepolisian
Bripka Watini
Ismail Otto,SH.,MH
Hj. D.S. Dewi, SH.,MH
Artha Theresia, SH.,MH
Kajari Garut
PN Bandung
Drs. Tatan Rahmawan,M.Si
BAPAS KLS 1 Bandung
Distia Aviandari, SH
LAHA
Wirawan, SH.,S.pN
LBH Bandung
Melani. SH
UNPAS
Drs. Rd. Subagia Suradhipradja,
SH
Wakil Masyarakat
Agus Noor Alamsyah
Saudara Sejiwa
Uji Coba Restorative Justice di
tingkat pemeriksaan persidangan
PN Bandung.
Koordinasi BAPAS → kejaksaan (JPU
Anak) → PN (Hakim Anak) →
memenuhi kriteria RJ → dilimpahkan
berkas acara singkat / Sumir
Musyawarah Antara Pihak-pihak
Terkait Dilakukan Diruang Mediasi
Proses Persidangan → Acara Singkat
Tuntutan dan putusan dikembalikan
pada orang tua
KESELURUHAN
MONITORING
DIBAWAH PENGAWASAN
BAPAS
DATA PERKARA PIDANA ANAK ( TAHUNAN )
DI PENGADILAN NEGERI KL. I A BANDUNG
DARI TAHUN 2001 S/D 2006
1 JENIS TINDAK PIDANA
TAHUN
No
KUALIFIKASI PERKARA
2001
2002
2003
2004
1 Pencurian
38
51
28
31
2 Narkotika
15
11
9
3
3 Psikotropika
2
2
4 Kesusilaan
4
3
7
6
5 Penganiayaan
2
6 Pemerasan
5
6
2
7 Kekerasan terhadap orang/Barang
1
1
2
8 Penggelapan
1
1
9 Penipuan
1
4
10 Undang - Undang Darurat
2
2
Kelalaian Menyebabkan
11 Mati/Luka
1
1
12 Pembunuhan
1
13 Perjudian
Undang - Undang Perlindungan
14 Anak
19
52
57
15 Lain - lain
2
82
52
57
Jumlah
83
2005
27
2
1
1
2
2
3
3
1
2
2006
22
5
3
-
1
1
-
2
1
1
3
51
51
1
48
48
2 JENIS PENJATUHAN PIDANA
No
TAHUN
AMAR PUTUSAN
1 Bebas
2 Lepas dari tuntutan Hukum
3 Dijatuhi pidana penjara/ bersyarat
4 Dikembalikan Kepada orang tua
Diserahkan kepada negara/LPA
5 Tangerang
6 Diserahkan Kepada Dinas Sosial
Jumlah
2001
2002
2003
2004
2005
2006
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
80
76
46
56
43
42
2
5
5
1
8
4
-
-
1
-
-
1
-
-
-
-
-
1
82
83
52
57
51
48
Rekap Putusan Pidana Anak
(Pasal 24 UU No. 3/1997)
Tahun 2001 S/D 2006
Putusan berupa tindakan :
dikembalikan kepada ORTU 25 Orang
Diserahkan Kepada LPA Tangerang 2 orang
Diserahkan kepada Departemen Sosial
(Panti Sosial Marsudi Putra Cileungsi Bogor)
1 orang
Dihukum pas tahanan selanjutnya
Diserahkan kepada Yayasan Sosial (Yayasan
Sosial Bahtera) untuk dididik keterampilan
menjahit 1 Orang
Dikembalikan kepada Orang tua,
selanjutnya dididik dan dibina di Pesantren
1 orang
Kendala
Ujicoba RJ dalam setiap tingkatan
mengalami hambatan dengan adanya
mutasi pelaksana tugas instansi
terkait.
Apabila tuntutan JPU dijatuhi pidana
sedangkan putusan Hakim Anak
dikembalikan kepada orang tua, JPU
sesuai dengan ketentuan di
Kejaksaan harus banding sehingga
anak masih harus menunggu
kepastian hukum
Saran
Merekomendasikan agar adanya
kaderisasi anggota Working Group di
setiap instansi terkait
Sosialisasi RJ di setiap instansi
terkait (polisi anak, petugas BAPAS,
JPU anak, Hakim Anak dan para
Advokat/PERADI).
Download