17 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Pelayanan

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Pelayanan
Kualitas layanan didefinisikan sebagai excellent, superior atau keunggulan
layanan yang diterima oleh pelanggan relatif terhadap apa yang diharapkan oleh
pelanggan (Zeithaml dan Bitner, 2000:17). Persepsi pelanggan merupakan
penilaian subjektif dari layanan aktual yang dialami oleh pelanggan. Hubungan
antara dua konsep, harapan pelanggan dan persepsi pelanggan, memainkan
peranan penting dalam pemasaran jasa (service marketing)
Dengan meningkatnya persaingan yang terus berkelanjutan, kualitas
pelayanan (service quality) menjadi sangat penting peranannya dalam ruang
lingkup bisnis. Kotler dan Keller (2009:54) menyatakan bahwa konsumen
menciptakan harapan-harapan layanan dari pengalaman masa lalu, komunikasi
word of mouth dan iklan. Konsumen membandingkan jasa yang dipersepsikan
dengan jasa yang diharapkan. Konsumen akan kecewa jika jasa yang
dipersepsikan berada dibawah jasa yang diharapkan, demikian pula sebaliknya.
2.1.1 Pengertian Kualitas Pelayanan Jasa
Kualitas Pelayanan, menurut Lewis dan Booms dalam Tjiptono,
(2005:121), didefinisikan sebagai ukuran seberapa baik tingkat pelayanan yang
diberikan, serta sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Artinya bahwa kualitas
pelayanan bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan
17
18
pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan
pelanggan.
Kualitas jasa lebih sulit untuk didefinisikan, diukur dan dijabarkan
dibandingkan dengan kualitas produk/ barang. Kualitas jasa sebagai penilaian
menyeluruh yaitu merupakan evaluasi yang dilakukan pelanggan secara
keseluruhan terhadap suatu jasa.
Perbedaan antara kualitas jasa dan kualitas barang dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1
Perbedaan Antara Kualitas Produk dan Jasa
No.
Kualitas Produk
Kualitas Jasa
1
Dapat secara objektif diukur dan
ditentukan oleh produsen
Diukur secara subjektif dan acapkali
ditentukan oleh konsumen
2
Kriteria pengukuran lebih mudah
disusun dan dikendalikan
Kriteri pengukuran lebih sulit
seringkali sukar dikendalikan
3
Standarisasi
kualitas
dapat
diwujudkan melalui investasi pada
otomatisasi
Kualitas sulit distandarisasikan dan
membutuhkan investasi besar pada
pelatihan sumber daya manusia.
4
Lebih mudah mengkomunikasikan
kualitas
Lebih sulit mengkomunikasikan kualitas
5
Dimungkinkan untuk melakukan
perbaikan pada produk cacat guna
menjamin kualitas
Pemulihan jasa yang buruk sulit
dilakukan karena tidak bisa mengganti
„jasa-jasa yang cacat‟
6
Produk itu sendiri memproyeksikan
kualitas
Bergantung pada komponen peripheral
untuk merealisasikan kualitas.
7
Kualitas dimiliki dan dinikmati
(enjoyed)
Kualitas dialami (experienced )
dan
Sumber: Tjiptono ( 2005 : 259 )
Lebih lanjut, Parasuraman et al. (Tjiptono,2005;121) mengemukakan dua
faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan yaitu:
19
1) Persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (Perceived
service). Kualitas harus dimulai kebutuhan konsumen dan berakhir pada
persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan
berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan.
2) Layanan yang sesunguhnya diharapkan/ diinginkan (expected service)
Dalam konteks kualitas dan kepuasan, telah tercapai konsensus bahwa harapan
pelanggan memiliki peranan yang besar sebagai faktor perbandingan evaluasi
kualitas.
Dengan demikian kualitas pelayanan dapat diukur dari perbandingan
antara expectedservice dengan perceived service. Bila dikaitkan dengan konteks
kualitas pelayanan pada perguruan tinggi sebagai penyedia jasa pendidikan, maka
yang dibandingkan adalah harapan mahasiswa dengan kinerja perguruan tinggi
yang dirasakannya, sehingga pada akhirnya kita dapat mengetahui tingkat
kepuasan mereka, yang menjadi salah satu patokan melihat kualitas pelayanan
tersebut.
Menurut Gronroos dalam Tjiptono (2005:260), kualitas suatu jasa yang
dipersepsikan pelanggan terdiri atas dua dimensi utama, yaitu :
1) Technical quality/ outcome dimension
Hal ini berkaitan dengan kualitas output jasa yang dipersepsikan pelangan,
yang dapat dijabarkan menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Search quality, yang berarti dapat dievaluasi sebelum dibeli, contohnya
harga produk/jasa,
20
b) Experience quality, hanya bisa dievaluasi setelah dikonsumsi, contohnya
ketepatan waktu, kecepatan layanan dan kerapihan hasil
c) Credence quality, sukar dievaluasi sekalipun pelanggan telah melakukan
konsumsi jasa tersebut, misalnya dalam tindakan operasi bedah jantung.
2) Functional quality/ process-related dimension
Berkaitan dengan kualitas penyampaian jasa atau menyangkut proses transfer
kualitas teknis, output atau akhir hasil data dan penyedia jasa kepada
pelanggan, contohnya; teller bank, konsultan bisnis, pengajaran dosen,
perilaku pramusaji, pramugari, serta bagaimana karyawan jasa melakukan
tugas mereka serta apa saja yang mereka ucapkan.
2.1.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Terdapat berbagai pendapat ahli berkaitan dengan apa yang menjadi
dimensi atau unsur-unsur dari kualitas layanan. Parasuraman et al. (1985) dalam
Tjiptono dan Chandra (2005:132) menyatakan sepuluh dimensi pokok dari service
quality yang dihasilkan dari penelitiannya, yaitu:
1) Reliabilitas (kehandalan), melibatkan konsisitensi dari kinerja dan keterkaitan.
Berarti perusahaan dituntut untuk memberikan pelayanan dengan benar dan
tepat.
2) Daya tanggap, berhubungan dengan kesiapsiagaan atau kesediaan dari
karyawan untuk menyediakan layanan. Responsiveness melibatkan ketepatan
waktu dari pelayanan.
3) Kompetensi (kemampuan), berarti memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang diperlukan untuk melaksanakan layanan.
21
4) Akses (mudah didapat), berarti memiliki kemudahan untuk mengadakan
kontak.
5) Kesopanan, melibatkan kesopanan, rasa hormat, pertimbangan dan keakraban
dari kontak personal.
6) Komunikasi, berarti memelihara konsumen dengan bahasa yang mudah
dipahami dan mau mendengarkan konsumen.
7) Kredibilitas, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
8) Keamanan, berarti bebas dari bahaya, resiko dan ancaman.
9) Kemampuan memahami pelanggan, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan
pelanggan.
10) Kemampuan fisik, berarti bukti secara fisik yang meliputi fasilitas fisik,
penampilan personil, peralatan dan perlengkapan yangdisediakan.
Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan pelayanan seperti
apakah seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan para
pelanggan didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi,
pengalaman dimasa lalu, dan komunikasi secara eksternal (melalui iklan dan
berbagai bentuk promosi lainnya).
Gronroos (2000) dalam Ika P. (2009) memaparkan tiga dimensi utama
atau faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas yaitu: outcome–
related (technical quality), process-related (functional quality), dan image-related
dimension. Ketiga dimensi ini kemudian dijabarkan sebagai berikut :
1) Profesionalism and Skill, yaitu merupakan outcome related, dimana pelanggan
menganggap bahwa penyedia jasa, para karyawan, sistim operasional dan
22
sumber daya fisiknya memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.
2) Attitude and behaviour, yaitu merupakan process related. Pelanggan merasa
bahwa karyawan dalam memberikan pelayanan selalu memperhatikan mereka
dan berusaha membantu memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan
dengan senang hati.
3) Accessibility and Flexibility merupakan process related. Pelanggan merasa
bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan sistim operasionalnya
dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat
mengaksesnya dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar
dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan dari permintaan dan keinginan
pelanggan.
4) Reliability and Trustworthness merupakan process related. Pelanggan
meyakini bahwa apapun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa
mengandalkan penyedia jasa, karyawan dan sistemnya dalam memenuhi janjijanjinya dan bertindak demi kepentingan pelanggan.
5) Service Recovery, merupakan process related. Pelanggan meyakini bahwa bila
ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, penyedia jasa
akan segera dan secara aktif mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi
dan menemukan solusi yang tepat.
6) Servicescape, merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa kondisi
fisik dan aspek lingkungan service encounter lainnya mendukung pengalaman
positif atas proses jasa.
23
7) Reputation and Credibility, merupakan image related. Pelanggan meyakini
bahwa bisnis penyedia jasa dapat dipercaya.
Parasuraman et al. (1988) dalam Kotler dan Keller (2009:56), menyatakan
ada lima dimensi dari service quality yang disebut Servqual, yang merupakan
intisari dari hasil penelitian sebelumnya, yang terdiri dari:
1) Keandalan (Reliability), kemampuan melaksanakan layanan yang dijanjikan
secara meyakinkan dan akurat.
2) Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan
dan memberikan pelayanan dengan cepat.
3) Jaminan (Assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan
mereka menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
4) Empati (Empathy), kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan
khusus kepada masing-masing pelanggan.
5) Bukti fisik (Tangibles) penampilan fasilitas fisik, perlengkapan , karyawan,
dan bahan komunikasi.
Kualitas pelayanan pada sektor pendidikan, khususnya pada pendidikan
tinggi merupakan aspek fundamental dari kualitas pendidikan yang ekselen.
Spooren et al. (2007) memberikan sudut pandang bahwa keharmonisan
organisasi, kemampuan intelektual tenaga pengajar, pengembangan profesional,
evaluasi terhadap mahasiswa yang transparan, pelatihan dan umpan balik
merupakan unsur-unsur yang sangat penting didalam pengembangan mental
mahasiswa. Mahasiswa akan lebih termotivasi bila institusi menyediakan fasilitas
24
yang handal. Semakin tinggi kualitas yang diterimanya, semakin tinggi tingkat
afiliasi dan daya tariknya
Secara lebih spesifik dimensi kualitas pelayanan pada perguruan tinggi,
seperti yang dikemukakan oleh Kotler dan Fox (1995:414), bahwa terdapat enam
dimensi utama dalam kualitas pelayanan pada perguruan tinggi, yaitu :
1) Kualitas pembelajaran (Quality of instruction)
Berkaitan dengan kemampuan dosen/ instruktur dalam penguasaan materi,
keramahannya, objektivitas dalam memberikan nilai, dan sebagainya.
2) Bimbingan Akademik (Academic advising)
Berhubungan dengan dosen yang menjadi pembimbing akademik dalam hal
kontinyuitas, kesabaran, ketelitian, dan ketersediaan waktu dalam memberikan
bimbingan akademik, dan sebagainya.
3) Sumber Daya Pendukung (Library resource)
Meliputi ketersediaan laboratorium, perpustakaan, ruang kuliah, dan
sebagainya.
4) Aktivitas ekstra kurikuler (Extracurricular activity)
Meliputi jumlah dan daya tarik berbagai aktivitas ekstra kurikuler, dukungan
perguruan tinggi terhadap kegiatan mahasiswa, dan sebagainya.
5) Komunikasi dengan pimpinan (Opportunity to talk with faculty members)
Berkaitan dengan aspek kemudahan untuk menghubungi pimpinan/ staf pada
tingkat universitas, fakultas, jurusan atau program studi.
6) Aspek Pelayanan Administrasi (Job placement service)
25
Meliputi kemampuan dan kecepatan staf bagian administrasi pada tingkat
universitas, fakultas, jurusan atau program studi dalam memberikan
pelayanan. Secara ilustrasi, Kualitas Layanan Pada Perguruan Tinggi dapat
dilihat pada Gambar 2.1
Service Quality Dimension
in Higher Educational
Institution
1. Quality of Instruction
2. Academic Advising
3. Library Resources
4. Extracurricular Activity
5. Opportunities to Talk
with Faculty Members
6. Job Placement Service
Importance
Student
Expectation
Customer
Satisfaction
Performance
Student
Perceived
Gambar 2.1.
Kualitas Pelayanan pada Perguruan Tinggi
Sumber: Kotler dan Fox (1995: 414)
2.2 Kepuasan Pelanggan ( Customer Satisfaction )
2.2.1 Definisi Kepuasan Pelanggan
Lovelock dan Wirtz (2007: 102) mendefinisikan kepuasan sebagai
keadaan emosional, reaksi paska pembelian berupa kemarahan, ketidak puasan,
kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau kesenangan.
Kotler (2004:40), mendefinisikan “Satisfaction is a person’s feeling of
pleasure or disapointment resulting from comparing a product’s perceived
performance (or outcom ) in relation to his or her expectation“, bahwa kepuasan
adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang
dirasakannya dibandingkan dengan harapannnya. Kepuasan pelanggan tergantung
pada anggapan kinerja produk dalam memberikan nilai dalam hitungan relatif
26
terhadap harapan pembeli. Dan, pelanggan yang puas akan kurang tertarik dengan
tawaran pesaing (Lovelock dan Wirtz, 2007:104). Bai dan Chiao (2001)
menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah mediator untuk semua kualitas
layanan yang dirasakan. Disamping itu, kepuasan pelanggan dipandang sebagai
indikator terbaik untuk masa depan. Tabel 2.2 menunjukkan daftar atribut-atribut
dalam menilai kualitas keseluruhan jasa.
Tabel 2.2
Atribut dan Dimensi Model SERVQUAL
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Atribut
Peralatan yang modern
Fasilitas yang secara visual menarik
Karyawan yang memiliki penampilan yang rapi
Bahan-bahan materi yang enak dipandang yang diasosiasikan
dengan layanan
Memberikan layanan sesuai janji
Ketergantungan dalam menangani masalah layanan
pelanggan
Melakukan layanan pada saat pertama
Menyediakan layanan pada waktu yang dijanjikan
Mempertahankan rekor yang bebas cacat
Mengusahakan pelanggan tetap terinformasi
Layanan yang tepat pada pelanggan
Keinginan untuk membantu pelanggan
Kesiapan untuk menanggapi pelanggan
Karyawan yang membangkitkan kepercayaan kepada
pelanggan
Membuat pelanggan aman dalam transaksi mereka
Karyawan yang sangat santun
Karyawan yang mempunyai pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan pelanggan
Memberikan perhatian personal kepada pelanggan
Karyawan yang menghadapi pelanggan yang peduli mode
Sangat memperhatikan pelanggan terbaik
Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan mereka
Jam bisnis yang nyaman
Sumber : Zeithml et al. (Kotler and Keller,2007:58)
Dimensi
Bukti fisik
Bukti fisik
Bukti fisik
Bukti fisik
Keandalan
Keandalan
Keandalan
Keandalan
Keandalan
Daya tanggap
Daya tanggap
Daya tanggap
Daya tanggap
Jaminan
Jaminan
Jaminan
Jaminan
Empati
Empati
Empati
Empati
Empati
27
Berdasarkan beberapa definisi mengenai kepuasan dapat dijelaskan bahwa
kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan atau penilaian emosional dari
pelanggan ketika harapan dan kebutuhan terpenuhi atas penggunaan produk atau
jasa perusahaan. Kepuasan pelanggan inilah yang yang menjadi dasar menuju
terciptanya pelanggan yang mempunyai loyalitas atau setia kepada produk atau
perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah gambaran
dan karakteristik menyeluruh dari layanan yang menunjukkan kemampuannya
dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan konsumen.
2.2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai evaluasi kesadaran dan
kecintaan pelanggan terhadap barang atau jasa yang telah disampaikan kepadanya
oleh produsen tertentu. Kepuasan pelanggan dipengaruhi tingkat harapan atas
kualitas jasa (Cronin dan Taylor pada Birgelen et al., 2000).
Terciptanya kualitas pelayanan akan memberi manfaat kepada perusahaan
karena pembeli merasa terpenuhi keinginannya dan kebutuhan akan melakukan
pembelian ulang, terbangunnya citra perusahaan, dan terciptanya loyalitas
terhadap jasa pelayanan yang diterima, selanjutnya mereka akan menyebar
luaskan informasi positif dan memberikan rekomendasi (word of mouth) untuk
menggunakan jasa perusahaan dan hal ini akan sangat menguntungkan
perusahaan.
Brown et al.(2001), menyatakan kepuasan pelanggan berhubungan erat
dengan loyalitas pelanggan, dimana pelanggan yang terpuaskan akan menjadi
pelanggan yang loyal. Kemudian pelanggan yang loyal tersebut akan menjadi
28
“tenaga pemasaran yang dasyat“ bagi perusahaan dengan memberikan
rekomendasi dan informasi positif kepada calon pelanggan lain. Kondisi seperti
ini dapat menimbulkan ikatan emosional yang sangat kuat dengan merek atau
perusahaan penyedia jasa tersebut.
Secara konseptual kepuasan pelanggan dapat dilihat pada Gambar 2.2
Tujuan
Perusahaan
Kebutuhan dan Keinginan
Pelanggan
Produk
Harapan Pelanggan
Terhadap Produk
Nilai Produk Bagi
Pelanggan
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
Gambar 2.2
Konsep Kepuasan Pelanggan
Sumber: Tjiptono(2007:147)
29
2.2.3 Metode Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur kepuasan
pelanggan. Kotler dan Keller (2009:179), merumuskan 4 (empat) metode untuk
mengukur kepuasan pelanggan, yang terdiri atas :
1) Sistem keluhan dan saran
Perusahaan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer oriented)
seharusnya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pelanggannya
untuk menyampaikan keluhan, saran, komentar melalui media yang meliputi
telepon khusus bebas pulsa (customer hotline), situs, web, e mail, SMS, dan
lain-lain. Metode ini bersifat pasif, sehingga sulit mendapat gambaran yang
lengkap mengenai kepuasan pelanggan, hal ini dikarenakan tidak semua
pelanggan bersedia melakukannya. Bagi konsumen yang terpenting adalah
bagaimana perusahaan menyikapi keluhan dan saran tersebut sehingga
perusahaan dapat memuaskan pelanggannya.
2) Survey kepuasan pelanggan secara berkala.
Kegiatan ini dilakukan agar perusahaan mempunyai gambaran yang jelas
tentang kualitas layanan yang sudah diberikan dapat memberikan kepuasan
kepada pelanggannya.
3) Ghost shopping
Metode ini dilakukan dengan cara menyewa beberapa orang untuk menjadi
ghost shoppers dan melakukan peran sebagai pembeli potensial. Dari
pembelanja misterius tersebut perusahaan dapat mengevaluasi kualitas
layanan yang dijalankan.
30
4) Lost customers analysis
Metode ini dilakukan dengan menghubungi pelanggan-pelanggan yang telah
berhenti bertransaksi atau mengurangi frekwensi bertransaksinya dengan
perusahaan dan beralih keperusahaan lain. Informasi yang didapat dapat
digunakan
untuk
melakukan
evaluasi
kebijaksanaan
dan
dijadikan
rekomendasi dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan.
Perusahaan yang berfokus pada pelanggan, kepuasan pelanggan adalah
sasaran dan sekaligus alat pemasaran. Perusahaan-perusahaan yang mencapai
tingkat kepuasan yang tinggi akan memastikan bahwa pasar sasaran (target
market) mereka mengetahuinya (Kotler dan Keller, 2009: 180).
Mahasiswa akan lebih puas dan termotivasi untuk menyelesaikan studinya
jika institusi menyediakan lingkungan akademik yang mendukung dan
memotivasi pencapaian keberhasilan mahasiswa dalam pengembangan bidang
akademisnya. Mahasiswa akan lebih termotivasi, loyal dan berkinerja baik jika
institusi tempat mereka belajar menyediakan fasilitas akademik yang memadai
dengan tenaga pengajar yang memberikan pengajaran dan pelatihan keterampilan
yang baik. Kinerja pengajar didalam kelas maupun diluar kelas merupakan hal
yang sangat signifikan mendorong motivasi dan kepuasan mahasiswa.
2.3 Citra (Image)
Didalam dunia pemasaran pembentukan citra perusahaan yang positif akan
sangat membantu perusahaan dalam kegiatan pemasarannya, karena di dalam
kondisi persaingan yang sangat ketat, maka setiap perusahaan akan berusaha
menempatkan dirinya sebaik mungkin dimata konsumennya agar dapat dipercaya
31
untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu strateginya adalah membentuk citra
positif sebagai variable yang bisa mempengaruhi konsumen dalam proses
pengambilan keputusan. Semakin tinggi komitmen semua komponen perusahaan
untuk memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan, maka persepsi
pelanggan atas pelayanan akan semakin baik, dan hal ini juga membuat citra
perusahaan semakin baik.
Citra merupakan peran yang terpusat pada persepsi pelanggan akan
kualitas jasa atau kualitas layanan. Citra merupakan hal yang penting bagi suatu
perusahaan atau organisasi lainnya. Oleh karena itu penting sekali untuk
mengelola citra dengan suatu cara yang tepat.
Citra merupakan suatu intangible asset atau goodwill perusahaan yang
memiliki efek positif pada penilaian pasar atas perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai citra baik mampu menimbulkan kepercayaan, keyakinan dan
dukungan daripada perusahaan yang mempunyai citra buruk (Dowling, 1986).
Alma (2003: 92) menyatakan bahwa citra adalah impresi perasaan atau konsepsi
yang ada pada publik mengenai perusahaan, mengenai suatu objek, orang atau
mengenai lembaga. Jefkins (2004: 22) Citra perusahaan ( ada pula yang
menyebutkan citra lembaga) adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan.
Citra adalah penghargaan yang didapat oleh perusahaan karena adanya
keunggulan-keunggulan yang ada pada perusahan tersebut, seperti kemampuan
yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga perusahaan akan terus dapat
mengembangkan dirinya untuk terus dapat menciptakan hal-hal yang baru bagi
pemenuhan kebutuhan konsumen (Herbig dan Milewics, 1993). Citra adalah
32
seperangkat kepercayaan, daya ingat dan kesan-kesan yang dimiliki seseorang
terhadap suatu objek (Kotler, 2004). Citra perusahaan yang positif akan
membantu dalam era kondisi persaingan saat ini . Menurut Zeitthaml (1996), citra
perusahaan yang baik merupakan asset bagi kebanyakan perusahaan, karena citra
dapat berdampak kepada persepsi atas kualitas, nilai dan kepuasan.
Perusahaan dapat membangun berbagai macam citra, seperti citra kualitas,
citra pemasaran, citra inovasi produk, dan lain sebagainya. Citra perusahaan akan
menurun bila gagal didalam memenuhi apa yang disyaratkan pasar (Herbig et al.,
1994).
Andreassen et al. (1998) dalam penelitiannya mengenai orientasi
konsumen mengemukakan bahwa citra adalah faktor penting yang saling
berhubungan dengan kepuasan dan loyalitas. Dijelaskan juga oleh Eva (2007)
bahwa kepuasan pelangan berpengaruh secara signifikan terhadap citra
perusahaan.Milesdan Covin (2000) berpendapat bahwa citra perusahaan adalah
pandangan atau persepsi atas perusahaan oleh orang-orang, baik yang berada
didalam maupun di luar perusahaan.
Konsumen yang memperoleh pengalaman yang memenuhi harapannya
dan merasa puas atas layanan yang diterimanya akan memiliki sikap positip
terhadap sebuah produk. Sikap konsumen ini akan menunjukkan proses pembelian
dimasa yang akan datang yaitu dengan melakukankonsumsi ulang atau
menceritakan kepada orang lain.
Faktor citra Perguruan Tinggi berpengaruh terhadap keputusan yang
diambil oleh calon mahasiswa pada saat memilih suatu Perguruan Tinggi. Alma
33
(2003:94), menyatakan bahwa komponen yang membentuk citra Perguruan
Tinggi antara lain: reputasi akademis, penampilan kampus, iuran, pelayanan
karyawan, lokasi dan jarak kampus, alumni, penempatan kerja, kegiatan social
dan program studi.
Citra atau reputasi Perguruan Tinggi sebagai salah satu faktor dalam
meningkatkan daya saing dan juga merupakan salah satu elemen kunci intangible
resources yang akan menjadi sumber dari penciptaan kondisi keunggulan daya
saing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Citra diperoleh
melalui serangkaian kemampuan dan pengalaman yang terakumulasi sehingga
Perguruan Tingi memiliki kinerja terbaik bagi stake holder.
2.4 Word of Mouth
2.4.1 Pengertian Word of Mouth
Word of Mouth Communication, pada dasarnya adalah pesan tentang
produk atau jasa suatu perusahaan, ataupun tentang perusahan itu sendiri, dalam
bentuk komentar tentang kinerja produk, keramahan, kejujuran, kecepatan
pelayanan dan hal lainnya yang dirasakan dan dialami oleh seseorang yang
disampaikan kepada orang lain. Pesan yang disampaikan dapat berbentuk pesan
yang sifatnya positif maupun negatif, tergantung pada apa yang dirasakan oleh
sipemberi pesan tersebut atas jasa yang dia konsumsi.
Menurut Word of Mouth Marketing Association (WOMMA), word of
mouth
merupakan
usaha
pemasaran
yang
memicu
konsumen
untuk
membicarakan, mempromosikan, merekomendasikan dan menjual produk atau
merk kepada pelanggan serta calon konsumen lain.
34
Perilaku Word of Mouth dapat dihubungkan dengan kepuasan dan ketidak
puasan konsumen dengan pengalaman konsumsinya terdahulu (Blodget,1993;
Brown & Belttramini, 1989).
Harisson & Walker dalam Brown et al. ( 1993) menyatakan bahwa word
of mouth merupakan sebuah komunikasi informal diantara seorang pembicara
yang tidak komersil dengan orang yang menerima informasi mengenai sebuah
merek, produk, perusahaan atau jasa. Word of mouth dapat diartikan sebagai
aktivitas komunikasi dalam pemasaran yang mengindikasikan beberapa
kemungkinan pelanggan akan bercerita kepada orang lain tentang pengalamannya
didalam proses pembelian suatu produk atau jasa. Pengalaman pelanggan tersebut
bisa positif ataupun negatif.
Suprapti (2010:247) mengemukakan bahwa komunikasi getok tular atau
word ofmouth merupakan komunikasi pribadi antara dua individu atau lebih,
misalnya antara pelanggan atau antar anggota dari suatu kelompok. Pentingnya
komunikasi getok tular didasari keyakinan bahwa “ pelanggan yang puas adalah
tenaga penjual yang paling baik”.
Word of mouth memegang peranan penting dalam membentuk sikap dan
perilaku pelanggan. Word of mouth yang diperoleh pelanggan melalui orang yang
dipercaya seperti para ahli, teman, dan keluarga cenderung lebih cepat diterima.
Komunikasi word of mouth yang positif diakui sebagai media yang berharga
untuk mempromosikan produk dan jasa dari sebuah perusahaan. Sifat komunikasi
word of mouth yang non komersial dipandang tidak terlalu skeptis dari upaya-
35
upaya promosi yang dilakukan perusahaan, walaupun komunikasi word of mouth
bisa menjadi faktor yang sangat mempengaruhi setiap keputusan pembelian.
Word of mouth dalam batasan tertentu mempengaruhi tahap pengumpulan
informasi sebelum proses transaksi. Word of mouth memiliki suatu pengaruh
terhadap awareness atau tahap pengenalan produk dan dapat memiliki dampak
atas keputusan akhir konsumen. (Mitchel, 2005:3). Word of mouth berawal dari
suatu bentuk yang timbul secara alamiah dan tidak didesain oleh perusahaan dan
juga pemasar. Belakangan word of mouth ditujukan untuk menggantikan program
komunikasi pemasaran konvensional seperti iklan yang kian kehilangan
kredibilitasnya.
Word of mouth memiliki pengaruh yang begitu penting. Word of mouth
menjadi kekuatan karena manusia adalah mahluk sosial, suka berbicara satu
dengan yang lain tentang hal baik maupun hal yang buruk. (Jerram, 2003).
Menurut Kartajaya (2007:183), word of mouth merupakan media komunikasi
yang paling efektif.
Rekomendasi dari mulut ke mulut merupakan salah satu faktor penting
yang berpengaruh terhadap keputusan sesorang dalam membeli suatu produk/jasa.
Hal ini dikarenakan pada bisnis jasa sulit mengetahui faktor kualitas baik sebelum
maupun sesudah pembelian, dimana ciri-ciri jasa adalah bersifat abstrak. Gremier
(1994) dalam Rahmatya (2010).
Dari hasil survey online konsumen global oleh Nielsen pada bulan April
2007 di 47 negara, Indonesia berada dalam jajaran 5 besar Negara yang
menganggap word of mouth sebagai bentuk komunikasi pemasaran yang paling
36
kredibel bagi konsumen. Indonesia dengan 89% berada dibawah Taiwan (91%)
dan Hongkong (93%). Dibawah Indonesia menyusul India dan Korea Selatan
dengan masing-masing sebesar 81%. Lima Negara tersebut dalam deretan Negaranegara yang konsumennya paling mengandalkan rekomendasi orang lain
mengenai suatu produk.
Menurut Rosen (2004:16) ada tiga alasan yang membuat word of mouth
menjadi begitu penting:
1) Kebisingan (noise)
Para calon konsumen hampir tidak dapat mendengar karena banyaknya
kebisingan yang dilihat atau didengar di berbagai media setiap hari. Mereka
bingung sehingga untuk melindungi diri, mereka menyaring sebagian besar
pesan yang berjejalan dari media massa. Sebenarnya mereka cenderung lebih
mendengarkan apa yang dikatakan orang atau kelompok yang menjadi rujukan
seperti teman-teman atau keluarga.
2) Keraguan (skepticism)
Para calon konsumen umumnya bersikap skeptis ataupun meragukan
kebenaran informasi yang diterimanya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
kekecewaan yang dialami konsumen saat harapannya ternyata tidak sesuai
dengan kenyataan di saat mengkonsumsi produk. Dalam kondisi ini konsumen
akan berpaling ke teman ataupun orang yang bisa dipercaya untuk
mendapatkan produk yang mapu memuaskan kebutuhannya.
37
3) Keterhubungan (connectivity)
Kenyataan bahwa para konsumen selalu berinteraksi dan berkomunikasi satu
dengan yang lain, mereka saling berkomentar mengenai produk yang dibeli
ataupun bahkan bergosip mengenai persoalan lain. Dalam interaksi ini sering
terjadi dialog tentang produk seperti pengalaman mereka menggunakan
produk.
Word of mouth dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan atau malah
mendatangkan masalah. Oleh karena itu menurut sifatnya word of mouth dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Word of mouth positif (Positive Word of Mouth)
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul manakala produk yang sudah
dikonsumsi berhasil memuaskan konsumennya. Konsumen yang sudah
terpuaskan belum tentu akan menceritakan kepada orang lain. Word of mouth
positif baru akan muncul dari suatu pengalaman yang dianggap luar biasa oleh
konsumen yang pada saat itu tingkat kepuasan emosionalnya tinggi. Artinya
apa yang diperoleh konsumen setelah transaksi lebih tinggi dari harapannya.
Sehingga tanpa diminta konsumen akan menceritakan pengalaman yang
dirasakan kepada orang terdekatnya. Dalam Hospitality Management hal ini
disebut juga emotional satisfaction yaitu kepuasan yang muncul karena emosi
terhadap kualitas.
2) Word of mouth negatif (Negative Word of Mouth)
Yaitu bentuk word of mouth yang dapat timbul ketika produk yang
dikonsumsi ternyata mengecewakan. Merupakan suatu fenomena yang paling
38
ditakutkan perusahaan karena seorang konsumen yang kecewa akan berbicara,
tidak hanya ke orang-orang terdekatnya saja. Konsumen akan berusaha
menyampaikan kekecewaannya ke sebanyak mungkin orang.
2.4.2 Menciptakan Positive Word of Mouth
Untuk menciptakan word of mouth sebuah produk atau jasa haruslah
mempunyai sesuatu yang berharga untuk dibicarakan. Rosen (2000), menyatakan
bahwa ada enam unsur yang harus dimiliki oleh suatu produk untuk menghasilkan
word of mouth secara positif dan terus menerus, antara lain:
1) Produk tersebut harus mampu membangkitkan tanggapan emosional.
2) Produk tersebut harus mampu memberikan efek sesuatu yang delight atau
exitement. Ini berarti produk tersebut harus mampu memberikan sesuatu yang
melebihi dari ekpektasi konsumen. Dengan kata lain suatu produk akan
mengasilkan word of mouth bila produk tersebut memberikan kepuasan yang
melebihi harapan konsumennya.
3) Produk tersebut harus mempunyai sesuatu yang dapat mengiklankan dirinya
sendiri atau memberikan inspirasi seseorang untuk menanyakan hal tersebut.
4) Suatu produk menjadi lebih powerfull bila penggunaannya banyak. Semakin
banyaknya pengguna berarti semakin banyak orang yang terlibat. Mereka akan
merasa ditinggal manakala tidak berpartisipasi didalamnya. Sehingga disisi
lain, sekali mereka berpartisipasi, mereka mendapat tambahan nilai guna
untuk dijelaskan kepada lebih banyak temannya.
5) Produk tersebut haruslah kompatibel dengan produk lainnya, khususnya dapat
diaplikasikan di produk yang mengandalkan teknologi.
39
6) Unsur
terakhir
yang
paling
penting,
yaitu
pengalaman
konsumen
menggunakan produk itu pertama kali.
Selain hal tersebut di atas ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
menciptakan word of mouth, diantaranya adalah:
1) Conversation tracking, yaitu memonitor pembicaraan yang berkaitan dengan
suatu produk, baik pembicaraan offline maupun online.
2) Menciptakan komunitas dengan ketertarikan bidang yang sama.
3) Program brand advocacy, yaitu memilih pelanggan yang loyal untuk bertindak
mewakili brand tersebut.
4) Memberikan pelayanan yang superior, sehingga menciptakan kepuasan
pelanggan
5) Blog marketing, yaitu mengelola blog perusahaan yang terkait dengan produk
dan berhubungan dengan konsumen melalui blog.
6) Influencer marketing, yaitu mengidentifikasi siapa saja yang mempunyai
pengaruh dalam social network dan bekerjasama dengan mereka.
Download