BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Pendahuluan
Bab ini bertujuan untuk menjelaskan pengertian tentang variabel-variabel yang diteliti
beserta antar hubungannya. Melalui cara ini diharapkan dapat merumuskan hipotesis penelitian.
Sehingga, hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan secara teori. Ada beberapa hal
yang akan didiskusikan yaitu konsep-konsep yang terkait dengan Kualitas pelayanan,
Relationship marketing, Kepuasan Konsumen dan Loyalitas Konsumen.
Selama beberapa dekade terakhir, sektor jasa perbankan telah mengalami perubahan yang
berpotensi berpengaruh terhadap kinerja pemasarannya, yang ditandai dengan persaingan yang
ketat, sedikit pertumbuhan permintaan primer dan peningkatan deregulasi. Levesque dan
McDougall (1996) berpendapat bahwa pada sektor jasa perbankan terjadi hubungan
berkomitmen dan diwariskan antara nasabah dengan pihak bank-nya menjadi semakin menurun
(Bloemer et. al., 1998).
Beberapa penerapan strategi dalam usaha untuk mempertahankan pelanggan telah
dilakukan dalam rangka meningkatkan loyalitas pelanggan di antaranya adalah memperkenalkan
produk dan jasa yang inovatif. Namun, karena inovasi tersebut sering diikuti dengan alasan yang
sama oleh bank kompetitor, maka pendekatan yang lebih layak bagi bank adalah fokus pada hal
yang bersifat less-tangible dan sulit untuk ditiru sebagai penentu loyalitas pelanggan yang
merupakan evaluatif penilaian pelanggan seperti kualitas layanan dan kepuasan (Worcester,
1997; Yavas dan Shemwell, 1996). Menurut Lewis (1993) Ada beberapa penelitian yang
berfokus pada isu kualitas pelayanan dan kepuasan diantaranya penelitian yang diteliti oleh
Jiang, Y. and Wang, C.L. (2006) yeng meneliti tentang pengaruh kualitas pelayanan dan
kepuasan. Lassar, W.M., Manolis, C. and Winsor, R.D. (2000) yang meneliti tentang sudut
pandang kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen pada bank swasta, namun penelitian tentang
hubungan antara kepuasan, kualitas pelayanan dan loyalitas dalam perbankan masih tetap
terbatas.
Tabel II.1
Penelitian Terdahulu dan Posisi Studi
Peneliti/tahun
Variabel Independen
Liu et al, 2011
Flexible manufacturing Customer Satisfaction.
capability, dan
Relationship
Leverin dan
Liljander, 2006
Customer relationship
satisfaction, dan
Relationship
improvement
Store image, dan Positive Affective,
Consumer Relationship Satisfaction,
Proneness.
Trust, commitment
Bloomer, and
OdekerkenSchröder,2002.
Caruana, 2002
Studi ini
Service Quality
Variabel Mediasi
Satisfaction
Service Quality, dan Satisfaction
Relationship Marketing
Variabel Dependen
Loyalty
Alat Uji
Statistik
SPSS (pretest) SEM
(AMOS 7.0)
Customer loyalty
SPSS
Word of Mouth,
Price Insensitivity,
dan
Purchase Intention
Service loyalty
Customer loyalty
SEM
(LISREL 8.3)
SEM
(LISREL)
SEM
(AMOS 18)
Sebelum membahas teori-teori dalam penelitian ini terlebih dahulu di kemukakan hasilhasil penelitian terdahulu yang dimaksudkan untuk membedakan penelitian-penelitian ini dengan
penelitian-penelitian terdahulu. akan dijelaskan secara lengkap pada tabel II.1
Variabel-variabel yang di gunakan dalam penelitian ini diadopsi dari penelitian-penelitian
yang terdahulu dapat dilihat pada tabel di atas. Penelitian yang dilakukan oleh Liu et al, (2011)
yang meneliti hubungan Flexible manufacturing capability, dan Relationship terhadap Loyalty
yang dimediasi oleh Customer Satisfaction dengan alat uji statistik menggunkan alat ujiSPSS
(pre-test) SEM .
Leverin dan Liljander (2006) meneliti hubungan kedua belah-pihak antara konsumen
dengan perusahaan dalam memberikan nilai atau keuntungan jangka panjang bagi kedua belah
pihak. Penelitian Leverin dan Liljander mengkaji hubungan dari variabel relationship marketing
(pemasaran relasional), kepuasan konsumen (nasabah), loyalitas serta hubungan loyalitas pada
segmentasi profitabilitas bank dengan alat uji statistik menggunakan alat uji SPSS
Caruana (2002) lebih fokus pada aspek dari Service Quality yang di berikan kepada
konsumen anatara lain tangible, Reliability, Assurance, Responsivene dan Empaty dalam
membangun kepuasan konsumen secara keseluruhan dan pada akirnya membentuk loyalitas
pelayanan. Caruana (2002) mengkaji hubungan Service Quality pada Satifaktion serta Service
Quality dengan alat uji statistik menggunakan alat uji SEM.
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan di gunakan adalah variabel Service
Quality, Relationship Marketing, Satifaction dan Customer Loyality. dengan alat uji statistik
menggunkana alat uji SEM yang di adopsi dari penelitian terdahulu yaitu penelitian Caruana,
2002 dan Liu et al, 2011
B. Konsep Kepuasan
1. Definisi Kepuasan
Kepuasan pelanggan menurut Kotler (2000) adalah perasaan senang atau kecewa
seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap
kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.
Oliver, (1997 )Kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai penilaian bahwa fitur
produk atau layanan, atau produk atau layanan itu sendiri, memberikan tingkat
menyenangkan dari pemenuhan konsumsi terkait termasuk tingkat bawah atau di atas
pemenuhan. Kotler (2002) mendefinisikan kepuasan secara umum adalah merupakan
tingkat yang dirasakan sebagai hasil perbandingan antara kinerja actual (perceived
performance) dengan harapan pelanggan (person’s expection).
Kepuasan adalah fungsi dari tingkat relatif dari harapan dan kinerja yang
dirasakan. Harapan terbentuk atas dasar pengalaman masa lalu dengan situasi yang sama
atau mirip, pernyataan yang dibuat oleh teman-teman atau rekan lainnya (Bloomer et
al.,2002).
C. Konsep Kualitas Layanan
1. Definisi Kualitas Layanan
Persepsi kualitas layanan didefinisikan sebagai ”penilaian konsumen tentang
keunggulan
produk
secara
keseluruhan
atau superioritas
layanan”
(Zeithaml,
1988). Jhons. N, (1999) mengutip pendapat Parasuraman et al., (1986) yang
mendefiniskan kualitas layanan dari sudut pandang pelanggan adalah sebagai berikut:
“Kualitas layanan merupakan kesimpulan tentang keunggulan suatu produk atau jasa
didasarkan pada penilaian rasional karakteristik atau atribut, atau penilaian afektif atau
respons emosional mirip dengan sikap”.
Kualitas pelayanan telah menjadi topik yang relatif menarik bagi beberapa
peneliti, didorong oleh karya asli Parasuraman et. al., (1985). Konsep kualitas layanan,
kepuasan pelanggan dan loyalitas jasa saling berhubungan satu sama lain (Caruana,
2002). Kualitas layanan merupakan konstruk multidimensional, yang terdiri dari: (Kotler
& Keller, 2009).
a. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai yang telah dijanjikan secara akurat dan terpercaya/akurat.
b. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemampuan perusahaan dalam membantu
dan memberikan pelayanan secara cepat dan tepat waktu;
c. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, kesopanan, dan kemampuan karyawan
perusahaan dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pada diri konsumen
terhadap perusahaan;
d. Empathy (empati) yaitu perhatian yang tulus dan bersifat individual/pribadi
kepada pelanggan dengan upaya untuk memahami keinginan konsumen;
e. Tangible (berwujud) yaitu kemapuan suatu perusahaan dalam menunjukan
eksistensinya kepada pihak eksternal, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel,
dan bahan komunikasi.
Kualitas merupakan kunci untuk menciptakan nilai dan kepuasan pelanggan.
Kualitas total adalah tugas semua orang, seperti halnya pemasaran. Pemasaran
memainkan beberapa peran dalam membantu perusahaan dalam membri pengetahuan
tentang produk dan mengantarkan produk dan jasa berkualitas tinggi kepada pelanggan
sasaran (Kotler & Keller, 2008). Pengaruh kualitas: kualitas produk dan jasa, kepuasan
pelanggan, dan profitabilitas perusahaan adalah tiga hal yang terkait erat. Semakin tinggi
tingkat kualitas, semakin tinggi pula tinggkat kepuasan pelanggan yang dihasilkan, yang
mendukung harga yang lebih tinggi dan menurunkan biaya yang lebih rendah (biaya
operasional/pemasaran). Studi telah memperlihatkan korelasi yang tinggi antara kualitas
produk relatif dan profitabilitas perusahaan.
Menurut Abdullah and Rozario, (2009), kualitas pelayanan dipengaruhi oleh
harapan, kualitas proses dan kualitas output dengan kata lain standar pelayanan
didefinisikan oleh pelanggan yang telah mengalami layanan itu dan menggunakan
pengalaman dan perasaan mereka untuk membentuk keputusan/penilaian.
Menurut Juran (1988), kualitas terdiri dari dua unsur utama: (1) untuk memenuhi
kebutuhan konsumen, dan (2) untuk memuaskan keinginan konsumen (bebas dari
kekurangan). Kualitas pelayanan diyakini tergantung pada kesenjangan antara kinerja
yang diharapkan dan dirasakan (Anderson et al., 1994). Dalam studi Bloemer, (1998)
menemukan hasil bahwa kualitas pelayanan yang dirasakan memiliki pengaruh positif
tidak langsung terhadap loyalitas melalui kepuasan (Beerli, et al. 2004).
2. Pengaruh Kualitas Layanan dengan Kepuasan
Anderson et. al., (1994) telah menunjukkan bahwa Servqual mempunyai efek
positif terhadap kepuasan dan kemudian terhadap profitabilitas perusahaan. Semakin baik
kualitas layanan yang diberikan perusahaan penyedia layanan jasa akan meningkatkan
tingkat kepuasan konsumen yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku minat beli
konsumen untuk tetap menggunakan layanan tersebut, dengan demikian akan semakin
meningkatkan tingkat profitabilitas perusahaan. Hal tersebut ditegaskan juga oleh
pendapat dan hasil para peneliti ekonomi, bahwa hasil yang dicapai dengan
meningkatkan kepuasan konsumen adalah menunjukkan efek jangka panjang dan
memiliki efek langsung pada minat beli konsumen.
Beberapa pendapat serta hasil terdahulu yang diungkap oleh Bloemer et al.,
(1998) menunjukkan kesepakatan hasil dan kesimpulan, bahwa dalam kebanyakan model
evaluasi konsumen
pada layanan perbankan ritel telah fokus pada penilaian
perbandingan dari harapan terhadap kinerja yang dirasakan menghasilkan dua penilaian
evaluatif utama yaitu kualitas pelayanan yang dirasakan dan kepuasan konsumen. Kedua
konsep telah sering digunakan dan diukur di layanan perbankan ritel (Lewis, 1993; Lewis
dan Mitchell, 1990; Smith, 1992). Berdasarkan literatur serta hasil penelitian tersebut,
maka hipotesis pertama yang diajuk kan dalam penelitian ini adalah:
H.1. : Kualitas layanan berpengaruh positif pada kepuasan.
D. Definisi Loyalitas
Atchariyachanvanich et. al., (2006) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai
komitmen kosumen yang mendalam untuk membeli ulang atau berlangganan kembali
produk atau jasa yang istimewa dimasa depan meskipun situasi yang mempengaruhi dan
upaya-upaya pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perpindahan. Sedangkan studi
yang berbeda mendefinisi loyalitas konsumen sebagai komitmen kosumen yang
mendalam untuk membeli ulang atau berlangganan kembali produk atau jasa yang
istimewa dimasa depan meskipun situasi yang mempengaruhi dan upaya-upaya
pemasaran berpotensi untuk menyebabkan perpindahan (Atchariyachanvanich et. al.,
2006). Loyalitas pelanggan merupakan dorongan perilaku untuk melakukan pembelian
secara berulang-ulang dan untuk membangun kesetiaan pelanggan terhadap suatu
produk/jasa yang dihasilkan oleh badan usaha tersebut membutuhkan waktu yang lama
melalui suatu proses pembelian yang berulang-ulang tersebut (Olson, 1993)
1. Pengaruh Kualitas Layanan dengan Loyalitas
Bloemer et. al., (1998) mendifinisikan bahwa persepsi atas kualitas layanan, serta
kepuasan telah diidentifikasi sebagai faktor penting dalam membentuk loyalitas
konsumen dalam industri perbankan serta perusahaan jasa lainnya (Dick dan Bas, 1994;
Lewis, 1993). Namun, ada sejumlah alasan mengapa temuan di bidang loyalitas produk
tidak dapat digeneralisasi untuk layanan loyalitas dan yang dibutuhkan penelitian lebih
mendalam pada sektor jasa tertentu (Gremler dan Brown, 1996; Keaveney, 1995). Hal
tersebut disebabkan loyalitas layanan lebih tergantung pada pengembangan hubungan
interpersonal yang bertentangan dengan loyalitas pada produk yang nyata (Berry, 1983),
sedangkan untuk interaksi person-to-person merupakan elemen penting dalam pemasaran
jasa (Crosby et al., 1990; Czepiel dan Gilmore, 1987; Surprenant dan Salomo, 1987).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa loyalitas produk ditentukan oleh
sejauhmana kualitas produk yang diterima oleh konsumen, sedangkan loyalitas layanan
terbentuk oleh kualitas dari layanan yang diberikan oleh interaksi hubungan langsung
antara penyedia layanan dengan konsumen.
Menurut Boulding et al., (1993), semakin tinggi persepsi kualitas layanan secara
keseluruhan atau overall atas layanan yang disediakan, semakin tinggi kemungkinan
pelanggan akan terlibat dalam perilaku bermanfaat bagi perusahaan atau sikap loyalitas
terhadap perusahaan (Jayawardhena, 2010). Bendapudi dan Leone (2002), menemukan
secara khusus, Kualitas pelayanan telah terbukti memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap niat pelanggan untuk mengulang pembelian baik dalam konteks bisnis-kekonsumen dan konteks bisnis ke bisnis (Jayawardhena, 2010). Jayawardhena et al.,
(2007) sebelumnya menemukan bahwa kualitas layanan secara overall berpengaruh
positif pada loyalitas terhadap organisasi. Berdasarkan kajian literatur serta penelitian
tersebut, maka hipotesis kedua yang diajukkan dalam penelitian ini adalah:
H.2. : kualitas layanan secara positif berhubungan dengan loyalitas.
E. Relationship Marketing
1. Definisi Relationship Marketing
Pendekatan berbasis hubungan adalah perspektif yang muncul dalam literatur
pemasaran (Sheth , 1995). Relationship marketing menurut pendapat Gronroos (1991)
dan Peck et al., (1999) dapat didefinisikan sebagai filosofi pemasaran yang bertujuan
untuk mempertahankan dan memperkuat hubungan dengan konsumen saat ini,
dibandingkan harus mengidentifikasi dan memperoleh pelanggan baru (Guenzi, 2004).
Dalam perspektif ini, tujuan dasar dari pendekatan relationship marketing adalah
mendapatkan dan mendorong loyalitas pelanggan (Gremler, 1999). Sebagai sesuatu hal
untuk memahami bagaimana dan mengapa loyalitas berkembang pada pelanggan setia
menjadi salah satu isu penting manajemen, terutama adalah untuk mengeksplorasi peran
yang
dimainkan
oleh
faktor
interpersonal
terkait
dalam
memperoleh
dan
mengembangkan loyalitas pelanggan pada perusahaan pemasar jasa atau layanan (Guenzi
and Pelloni, 2004). Relationship marketing diyakini paling efektif ketika pelanggan
terlibat pada barang atau jasa, terdapat unsur interaksi pribadi, dan pelanggan bersedia
untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan hubungan.
Program relationship marketing yang berorientasi pada pelanggan yang
meningkatkan arus informasi antara bank dan pelanggan meningkatkan perasaan positif
pelanggan terhadap bank mereka, demikian juga meningkatkan kepuasan dan kekuatan
hubungan (Barnes dan Howlett, 1998; Ennew dan Binks, 1996). Meskipun studi
terdahulu memberikan pengetahuan mengenai sifat dan pentingnya hubungan perbankan
dari pelanggan, bisnis, dan interaksi dari pihak pemasar jasa layanan perbankan dengan
nasabah. Sebagian besar bank ritel ditandai dengan memiliki pelanggan baik
menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Mempertahankan pelanggan yang
menguntungkan telah menjadi semakin sulit dilakukan di lingkungan yang kompetitif di
mana lembaga-lembaga perbankan lainnya mengkhususkan diri dalam menawarkan
layanan yang menarik dan harga untuk segmen yang menguntungkan ini. Investasi pada
semua segmen pelanggan tidak akan menghasilkan keuntungan yang sama (Zeithaml et
al., 2001), Abratt dan Russell berpendapat relationship marketing sering diarahkan hanya
pada segmen yang paling menguntungkan yang ditentukan oleh pendapatan dan kekayaan
(Leverin dan Liljander, 2006).
Kesepakatan pandangan beberapa peneliti (lihat Berry, 1983; Dwyer et al, 1987;
Gronroos, 1991; Gummesson, 1994; Sheth dan Parvatiyar, 2000) mengenai relationship
marketing yang merupakan sebuah pandangan pemasaran yang berlaku sebagai
serangkaian transaksi, karena diakui bahwa banyak pertukaran didalamnya terutama pada
industri jasa. Walsh et al., (2004), mendefinisikan relationship marketing dalam ritel
perbankan sebagai "kegiatan yang dilakukan oleh bank untuk menarik, berinteraksi,
mempertahankan, dan memperoleh keuntungan lebih atau net-worth tinggi pelanggan”.
Pemasaran relasional bertujuan untuk meningkatkan profitabilitas pelanggan sekaligus
memberikan pelayanan yang lebih baik bagi pelanggan. Beberapa studi (Naidu et al,
1999; Palmatier dan Gopalakrishna, 2005) telah menunjukkan secara empiris hubungan
positif antara strategi relationship marketing dan kinerja bisnis (Leverin dan Liljander,
2006). Dalam konteks perbankan, Keltner (1995) menemukan bahwa bank-bank di
Jerman berorientasi relationship marketing pada pelanggan berhasil mempertahankan
posisi pasar yang stabil selama tahun 1980 dan awal 1990-an sebagai konsekuensi dari
berorientasi pada strategi hubungan perbankan, berbeda dengan bank-bank di Amerika,
yang cenderung berorientasi relationship marketing l pada penjualan.
2. Pengaruh Relationship Marketing dengan Kepuasan
Langkah-langkah evaluasi pelanggan harus mencerminkan jenis pertukaran yang
sedang dievaluasi, yaitu transaksi atau relasional. Langkah-langkah yang sering
digunakan dalam konteks hubungan adalah kualitas hubungan, dan kepuasan hubungan.
Banyak studi yang menunjukkan terdapat hubungan yang positif antara kualitas
pelayanan dan kepuasan pada sektor perbankan. Hubungan kualitas dengan kepuasan
tersebut
merupakan konstruksi sangat berkorelasi yang terkadang sulit untuk
memisahkan interaksi transaksional dengan perspektif hubungan froma (Bitner and
Hubbert, 1994; Dabholkar, 1995). Dalam hubungan jangka panjang persepsi kualitas dan
kepuasan cenderung untuk menggabungkan diri ke evaluasi keseluruhan dari kepuasan
hubungan (relationship satisfaction). Salah satu prinsip dasar dari relationship marketing
adalah orientasi pelanggan, yang dikembangkan oleh Saxe dan Weitz (1982), didasarkan
pada premis bahwa penjualan berorientasi pelanggan berusaha untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan jangka panjang. Orientasi tenaga penjual dianggap memprioritaskan
pencapaian penjualan langsung dengan mengorbankan kebutuhan pelanggan. Penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa tingkat orientasi pelanggan memang memiliki efek pada
hubungan perusahaan dengan pelanggan (Clark, 1997). Dalam sebuah penelitian terhadap
jasa keuangan. Bejou et. al., (1998) menemukan bahwa karyawan yang berorientasi
pelanggan memiliki dampak positif, sedangkan karyawan berorientasi pemasaran
relasional pada penjualan memiliki dampak negatif, pada kepuasan hubungan pelanggan
(Leverin dan Liljander, 2006). Berdasarkan kajian literatur tersebut maka hipotesis yang
diajukan selanjutnya adalah:
H.3. : Relationship marketing secara positif berpengaruh dengan kepuasan.
3. Pengaruh Relationship Marketing dengan Loyalitas
Salah satu yang perlu dipertimbangkan yang mendasari sikap dalam perilaku
pembelian ulang pelanggan, tercermin dalam ikatan emosional dan psikologis dalam
loyalitas (Bowen dan Chen, 2001).
Beberapa literatur pemasaran mengakui kualitas
hubungan sebagai dasar untuk membangun hubungan jangka panjang dan retensi
pelanggan (Hennig-Thurau et. al., 2000) yang menunjukkan koneksi yang melekat antara
loyalitas pelanggan dan relationship marketing (Kumar dan Shah, 2004). Dengan
demikian hipotesis keempat yang diajukkan adalah:
H.4. Relationship marketing secara positif berpengaruh dengan loyalitas.
4. Pengaruh Kepuasan dengan Loyalitas
Kepuasan pelanggan dan loyalitas, Oliver (1999) menunjukkan bahwa kepuasan
dan loyalitas terkait. Ehrenberg dan Scriven mendefinisikan loyalitas sebagai
“kecenderungan yang sedang berlangsung untuk membeli merek, biasanya sebagai salah
satu atau dari beberapa pembelian”. Terjaminnya tingkat kepuasan konsumen yang lebih
tinggi mengarah pada peningkatan keinginan untuk membeli sekaligus tingkat kesetiaan.
Kepuasan pasca pembelian sangat berguna untuk menguatkan kepercayaan dan pilihan
konsumen terhadap produk dan jasa yang mereka beli dan menguatkan keinginan mereka
untuk membeli secara berulang. Dengan kata lain, perilaku minat dari konsumen
biasanya dipengaruhi oleh pengalaman ketika membeli suatu produk atau jasa dan respon
emosional mereka (Parasuraman et al., 1998). Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
hipotesis selanjutnya yang diajukkan dalam penelitian ini adalah:
H.5. : Tingkat kepuasan berpengaruh secara positif pada loyalitas nasabah.
F. Kerangka Pikir Penelitian
Bagi sebuah perusahaan atau organisasi yang bergerak di bidang pelayanan jasa,
sangatlah pneting untuk mengetahui variabel apa saja yang dapat berpengaruh proses
dalam pembentukan/peningkatan loyalitas konsumen. Model yang dikonstruksi pada studi
ini merupakan hasil konstruksian peneliti yang dihasilkan dari kajian literature studi terdahulu.
Model penelitian ini terdiri dari empat variabrl yang digunakan untuk menjelaskan proses
terbentuknya customer loyalty dengan implementasi strategi relationship marketing dan service
quality. Adapun hubungan antar variabel tersebut digambarkan dalam model penelitian
sebagai berikut:
Tangible
Reliability
Assurance
KUALITAS
PELAYANAN
Emphaty
H2
H1
LOYALITAS
KEPUASAN
H3
Responsivene
RELATIONSHI
P MARKETING
H5
H4
Gambar II.2
Kerangka Pikir Penelitian
Model ini bertujuan untuk menguji hubungan pengaruh service quality pada customer
satisfaction (H1), pengaruh service quality pada customer loyalty (H2), pengaruh
relationship marketing pada customer satisfaction (H3), relationship marketing (H4), dan
menjelaskan pengaruh customersatisfaction pada customer loyalty (H5).
Download