REPRESENTASI ANAK-ANAK PADA IKLAN - E

advertisement
REPRESENTASI ANAK-ANAK PADA IKLAN TELEVISI
Radita Gora Tayibnapis
Program Studi Kehumasan Akademi Komunikasi BSI Jakarta
Jl. Kayu Jati V No. 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta-Timur
[email protected]
Abstract
Television advertising as a medium of audio-visual communication that convey messages with high effectiveness value in giving feed back to public. So television advertising media should pay attention to aspects
of the advertising messages delivered to the audience. In narrative Indie + Tri advertising messages delivered
tendency contrary to the representation of children being used as a figure of the ad. Based on the research
results through the use of semiotic analysis using the model of Louis Hjelmslev,I found that between expression and content of advertising is more directed at the adult message segmentation. Additionally depiction of
children in ads Tri Indie + only as an object that has a dream and not continuous with the product.
Keyword: television ,advertising, semiotics
Abstraksi
Iklan televisi sebagai media komunikasi audio visual yang menyampaikan pesan dengan memiliki nilai
efektifitas tinggi dalam memberikan umpan balik kepada masyarakatnya. Sehingga, iklan media televisi harus
memperhatikan aspek pesan iklan yang disampaikan kepada khalayaknya. Pada narasi pesan iklan Tri Indie+
yang disampaikan cenderung berlawanan dengan representasi anak-anak yang digunakan sebagai figure iklannya. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis Semiotik dengan menggunakan model Louis
Hjelmslev, ditemukan bahwa antara ungkapan dan kandungan iklan lebih mengarah pada segmentasi pesan
dewasa. Selain itu penggambaran anak-anak pada iklan Tri Indie+ hanya sebagai objek yang memiliki mimpi
masa depan yang mewah dan mapan serta tidak berkesinambungan dengan produknya.
Kata kunci: televisi, iklan, semiotika
I. PENDAHULUAN
Sebagai media informasi, iklan menempatkan
diri sebagai bagian penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi kapitalis. Karenanya iklan selalu dilihat
sebagai bagian dari. Seperti halnya penonjolan budaya popular iklan Operator Seluler Tri Indie + versi
anak –anak yang menunjukkan bentuk narasi pesan
komunikasi dengan gaya modern yang menjadi trend
saat ini yang dimana pesan narasi iklan mengarah
pada gaya bicara kalangan eksekutif muda dan bergaya menuju intelektualitas yang biasa diungkapkan
oleh para kalangan menengah atas dan pada tingkat
dewasa.
Iklan Tri Indie+ pada tayangan televisi dibagi menjadi dua versi iklan dengan memasang figur
anak–anak yang dua versi iklan Tri Indie+. Dengan narasi yang menggelitik, beberapa asumsi yang
mengatakan bahwa iklan tersebut telah mendapat
teguran baik dari kalangan agamis ataupu kalangan
yang tidak berkenan dengan kalimat narasi yang diiklankan tersebut Beberapa kutipan kalimat narasi
yang menjadi kontroversi pada iklan Tri Indie+.
Versi 1
“Kalau aku udah gede, aku pengen kerja di Multinasional Company. Aku mau kerja di gedung tinggi.
Ngomong English setiap hari. Rambut klimis, sepatu
mengkilap kayak orang penting. Tapi ngerjain kerjaan
yang kurang penting, jadi tukang fotocopy, bawain
laptop beres–beres kertas. Nggak masalah kerja 15
jam sehari, tidur cuma 5 jam sehari. Masalahnya gaji
cuma tahan sampai tanggal 15, untung di warteg bisa
makan dulu bayar belakangan. Tapi sayang nggak
berlaku buat beli pulsa. Jadi orang gede menyenangkan tapi susah sekali dijalanin”
Versi 2
“Kalau aku udah gede, aku mau jadi eksmud, mau
jadi bos. Hari–hari ngomong campur bahasa inggris.
Tiap Jum’at pulang kantor nongkrong
bareng sesame eksmud. Ngomongin proyek besar
59
biar kelihatan sukses. Suara digede – gedein biar
kedengaran cewek di meja sebelah. Kalau weekend
sarapan di café sambil sibuk laptopan, pesen kopi secangkir harga 40 ribuan. Minumnya pelan – pelan
biar tahan sampai siang demi wi fi gratis. Kalau tanggal tua, pagi, siang, malam makannya mie instan.
Kalau mau telpon biasanya cuma Missed Call.Jadi
orang gede menyenangkan, tapi susah dijalanin.
Hampir secara keseluruhan kalimat pada
narasi iklan menggunakan pemaknaan simbolis sebagai kehidupan orang yang sudah dewasa dan bekerja.
Dalam hal ini, pesan iklan merupakan perwajahan
simbolis. objek iklan, maka semakin komersIal objek
tersebut.Kategorisasi iklan komersial dikenal sebagai
bagian dari dunia industri dan ekonomi. perdagangan
(Bungin, 2008 ; 65).
Sesuai dengan karakteristik iklan dari perspektif komunikasi sebagai salah satu bentuk narasi,
penulis akan membahas bagaimana tanda – tanda disusun didalamnya untuk berkomunikasi dengan targetnya dan bagaimana struktur pesan tersebut merepresentasikan anak-anak.
Berdasarkan penjelasan diatas, yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah
konten narasi iklan Tri Indie+ versi anak yang dimana narasi dengan tipe dewasa pada iklan (copywriter)
yang diucapkan oleh anak-anak dan juga hubungan
narasi dengan visualisasi iklan yang ditampilkan.
Dalam meneliti permasalahan ini menggunakan
pendekatan analisis semiotik model Charles Sanders
Pierce dengan memaknai tanda dan simbol yang digunakan pada narasi iklan.
Sejalan dengan pendekatan kritikal yang dipergunakan serta kerangka analisis Semiotika, maka penelitian ini bermaksud mengungkapkan makna dan tujuan
iklan tersebut dibuat. Mencari realitas dibalik iklan.
II. KAJIAN LITERATUR
2.1. Iklan
Iklan sebagai bauran promosi yang sebagai
bagian dari bauran pemasaran. Secara sederhana
iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan
suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat
suatu media. (Kasali, 1992 ; 09). Namun demikian,
untuk membedakannya dengan pengumuman biasa,
iklan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya
membeli.
2.2.
60
Iklan Televisi
Iklan televisi merupakan salah satu dari iklan lini atas.
Umumnya iklan televisi terdiri atas iklan sponsor,
iklan layanan masyarakat, iklan spot (Morissan, 2012,
240)). Perkembangan iklan di Indonesia mengikuti
model sejarah perkembangan iklan pada umumnya,
yaitu seirama dengan perkembangan media massa.
Awal masyarakat Indonesia mengenal iklan modern
dari surat kabar, karena masyarakat baru mengenal
surat kabar, kemudian saat masyarakat Indonesia
mengenal media radio, maka lahir iklan radio, dan
kemudian di saat masyarakat mengenal televisi mala
lahirlah iklan televisi. Pada iklan televisi selain menawarkan tipe iklan yang instan, iklan televisi juga
merupakan pertunjukan ‘kecil’ dalam dunia komunikasi dengan kesan – kesan yang ‘besar’ sebagai
suatu sistem magis atau dapat merubah perilaku seseorang.
Iklan televisi telah mengangkat medium iklan
ke dalam konteks yang sangat kompleks namun jelas,
berimajinasi namun kontekstual, penuh dengan fantasi tapi nyata. Sebagai point utama yang harus diketahui dari iklan televisi adalah menampilkan audio visual. Namun dari audio visual itu kemudian dapat
merubah persepsi seseorang. Sehingga peran copywriter dan visualizer lah yang paling besar perannya
dalam memberi nuansa ‘hidup’ kepada iklan televisi.
2.3. Semiotika
Semiotika dikenal sebagai ilmu tanda. Berasal
kata dari bahasa Yunani semeion, yang berarti tanda
(Sobur, 2006 :215)). Semiotika adalah nama cabang
ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda–tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda,
seperti sistem tanda dan proses yang berlaku bagi
penggunaan tanda. Diantara semua jenis tanda yang
terpenting adalah kata –kata. Pada kenyataannya,
tanda–tanda memiliki suatu valensi ganda dan dapat
menyesatkan atau “menipu” dalam memberikan tambahan kebenaran tanda – tanda tersebut. Oleh karena
itu penting sekali untuk mengetahui atau mengerti
variasi–variasi aspek visual tanda yang mungkin bisa
dijadikan pertimbangan di berbagai analisis.
Semiotika telah menjadi hal penting yang
membantu kita dalam memahami apa yang terjadi dalam pesan, bagian–bagiannya dan bagaimana semua
bagian itu disusun. Teori ini juga membantu untuk
memahami bagaimana menyampaikan pesan supaya
bermakna.Tradisi semiotika dalam teori komunikasi sangat membantu untuk menunjukkan susunan
komponen dan pengaturan dari sebuah pesan, tetapi
komunikasi adalah sebuah hal yang besar, lebih
dari struktur dari sebuah pesan. (Littlejohn, 2009
tradisi sosial budaya yang dimana pada tradisi ini
menjauhkan kita dari perbedaan individu dan pengolahan kesadaran terhadap hubunga sosial, kelompok
dan makna yang dihasilkan melalui interaksi.
Semiotika sebagai suatu model dari ilmu
pengetahuan sosial yang memahami dunia sebagai
suatu sistem hubungan yang memiliki unit dasar dengan ‘tanda’. Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan
sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau narasi
dan wacana tertentu. Analisis bersifat paradigmatik
dalam arti berupaya menemukan makna termasuk
dari hal–hal yang tersembunyi di balik sebuah teks.
(Indiwan,2013b ; 68).
Louis Hjelmslev dalam Sobur (2006:220) bahasa merupakan suatu lembaga supraindividu yang
harus dipelajari dan dianalisis secara sendiri, bukannya
diamati sebagai sarana atau alat pengetahuan,pikiran,
dan emosi, atau sebagai cara untuk melakukan kontak
dengan yang berada diluarnya. Lebih jauh Hjelmslev
mengatakan, bahasa adalah suatu sistem penandaan
dan proses realisasi. Seperti diketahui taka da tanda
yang berdiri sendiri, namun tanda selalu ada dalam
konteks yang berhubungan dengan tanda lain dengan adanya suatu fungsi.Fungsi didefinisikan sebagai
“Ketergantungan yang memenuhi persyaratan untuk suatu analisis”. Maksudnya adanya suatu fungsi
antara tanda dan komponen–komponennya “ungkapan” dan “kandungan”. Oleh sebab itu, suatu fungsi
tanda ada di antara “terminal –terminal” yang “secara
mutlak bersatu”. Terminal yang membentuk tanda
disebutnya “functive” dalam bentuk ungkapan tanda
dan kandungan tanda, dan agar berjalan sebagaimana
mestinya, fungsi tanda harus bergantung pada saling
berhubungan semua functive yang ada. (Syuropati
dan Soebachman, 2012). Dalam konteks semiotika
komunikasi, apabila kita memandang atau mendengar sebuah iklan, hal pertama yang kita rasakan ialah
bahwa kita tengah berada dalam suatu situasi komunikasi antara penjual dan calon pembeli produk atau
jasa yang ditawarkan. Apabila dilihat dari perspektif
semiotika signifikasi, meninjau iklan berarti memberikan tekanan pada pemahaman sebagai bagian dari
proses semiotika. Dalam signifikasi ini yang terpenting adalah interpretan. Interpretan merupakan makna
suatu tanda yang dilihat sebagai suatu satuan budaya
yang diwujudkan juga melalui tanda–tanda yang lain
yang tidak bergantung pada tanda pertama. Kemudian
analisis komponen yang membagi– agi suatu satuan
budaya menjadi komponen–komponen berdasarkan
maknya. Setiap satuan yang membentuk makna satuan budaya itu dapat menjadi satuan budaya sendiri
yang diwakili oleh tanda lain yang juga bisa mengalami analisis komponen sendiri dan menjadi bagian
dari sistem tanda yang lain. (Sobur, 2006 ; 134).
III. METODE PENELITIAN
Metode peneltian yang digunakan ialah kualitatif dengan jenis penelitian bersifat deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, yakni penelitian adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan
secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan oleh manusia, yaitu peneliti itu sendiri. Peneliti pada penelitian kualitatif bekerja sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir,
dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitiannya. (Moleong, 2006 ;121). Data dalam penelitian ini
didapat dari dokumen resmi eksternal yaitu berupa
narasi dan visual iklan yang dikeluarkan oleh produsen Trie Indie+. Dokumen resmi eksternal menurut
Moleong adalah dokumen yang berisi bahan – bahan
informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial
misalnya majalah, bulletin, berita dan iklan yang disiarkan kepada media massa.
Pada analisis penelitian narasi iklan ini menggunakan metode semiotika yang dikemukakan oleh
Louis Hjelmslev yang dimana pada teks narasi memiki kandungan dan ungkapan yang merupakan dua
functive tak terpisah pada fungsi tanda. Ungkapan
bisa muncul dalam berbagai cara. Misalnya melalui
wicara, tulisan, isyarat dan masing-masing medium
ini bisa direalisasikan dalam banyak media lainnya.
Pada sisi kandungan juga terdapat bentuk dan substansi, yang secara umum “kandungan” itu dapat
didefinisikan sebagai suatu bentuk di mana makna
diartikulasikan.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Analisis Semiotika Iklan Trie Indie + Versi Anakanak
Kategorisasi dalam penelitian ini dilakukan juga terkait dengan salah satu konstruksi sosial
media massa iklan yang digunakan peneliti. Proses
konstruksi sosial dimulai ketika seorang konstruktor
(pembuat pesan iklan) melakukan objektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan persepsi terhadap suatu objek. Pada penelitian kali ini dilakukan
61
proses penafsiran atas kalimat narasi iklan Trie Indie + versi anak-anak dan juga nilai yang terkandung
pada kalimat iklan dan kontroversinya.
Terdapat 2 versi iklan Trie Indie + versi anak
–anak dengan 19 narasi yang dianalisis oleh peneliti
dengan menggunakan metode Semiotika dari Louis
Hjelmslev yang melihat penafsiran berdasarkan pada
hubungan “ungkapan” dan “kandungan” isi pesan terutama pada sisi bahasa yang terdapat pada narasi yang
digunakan sebagai item utama untuk menguatkan pesan iklan dan mengetahui hubungan tanda pada kalimat. Pada narasi disini memiliki peran kuat dibandingkan visualnya karena narasi yang dibacakan oleh
anak-anak sebagai penonjolan utama dari iklan yang
disampaikannya.
4.2. Pembahasan Analisa Penggunaan Tanda pada
Ungkapan
Dengan dilihat berdasarkan kedua narasi iklan
yang terdiri dari 19 baris kalimat yang diucapkan
oleh anak-anak pada iklan Trie Indie+ mengungkapkan tentang kiasan-kiasan berupa harapan jika sudah
dewasa dan harapan bekerja dengan mengedepankan
kemapanan dalam pekerjaan yang diperoleh. Terdapat empat baris pesan iklan Trie Indie+ versi anak-anak
yang pertama dan enam pesan iklan Trie Indie+ versi
anak-anak pada versi iklan yang kedua.
Pesan iklan yang disampaikan sebagai sebuah
tanda dimana penguatan ungkapan yang digunakan
pada narasi disini berfungsi untuk menggambarkan
sebuah harapan untuk bekerja dengan mengedepankan kemapanan dalam pekerjaan. Dicontohkan pada
kalimat di barisan pertama versi 1 “Kalau aku udah
gede, aku pengen kerja di multinasional company”
dan versi 2 “Kalau aku udah gede, aku mau jadi
eksmud, mau jadi bos”. Kedua kalimat baris pertama
ini menandakan akan harapan untuk kemapanan dalam bekerja yang dimana anggapan bekerja di multinational company atau perusahaan multinasional
yang mayoritas sebagai perusahaan milik asing yang
berada pada tingkat strata yang tinggi dan seringkali
mendapatkan anggapan dan gambaran sebagai perusahaan yang memberikan penghasilan atau gaji besar
kepada karyawannya. Sementara itu pada kalimat
baris pertama versi kedua adalah menjadi Eksmud
yang berarti eksekutif muda dan menjadi bos sebagai
ukuran berdasarkan tingkat posisi yang tinggi yang
berperan penting dalam membawahi bawahan yang
juga direpresentasikan sebagai simbol kemapanan
dengan ukuran kelas menengah keatas. Pada iklan
versi kedua terdapat empat baris dari narasi iklan
yang memiliki hubungan tanda sebagai simbol yang
62
paling kuat menggambarkan tentang kemapanan dengan ukuran kelas menengah keatas. Sementara pad
aiklan versi pertama hanya terdapat dua baris pesan
yang memiliki hubungan tanda yang berkaitan sebagai simbol kemapanan pekerjaan. Adapun kesamaan
pada kedua narasi pesan yang memiliki tanda sebagai
anggapan sama pada “Ngomong English setiap hari”
dan “Hari–hari ngomong campur bahasa inggris”.
Bahasa Inggris disini sebagai bahasa internasional
yang di interpretasikan sebagai bahasa yang biasa
diucapkan oleh kalangan–kalangan tertentu dalam
lingkup pekerjaan yang berhubungan dengan orang
asing atau pekerjaan yang mengacu pada segmentasi
pekerja menengah keatas yang kerap menggunakan
bahasa Inggris sebagai simbol intelektualitas berkomunikasi.
Selain itu kesamaan kedua pada kalimat versi
dua iklan yaitu “Jadi orang gede menyenangkan tapi
susah sekali dijalanin” yang dimaknai sebagai kehidupan yang lebih sulit dihadapi ketika sudah beranjak dewasa. Pada kalimat ini merupakan ikon utama
pada iklan Trie Indie+ sebagai penonjolan utama pengenalan brand produk.
4.3. Pembahasan Analisa Penggunaan Tanda pada
Kandungan
Pada interpretasi kedua narasi versi iklan
memiliki kandungan yang berbeda pada isi ungkapannya secara keseluruhan. Interpretasi ini sebagai
penggambaran yang ditonjolkan pada kedua iklan
ini adalah sebagai penggambaran posisi pada lingkup pekerjaan dan juga penggambaran tingkat profesi
pekerjaan yang ditekankan pada narasi iklannya. Jika
diamati pada versi iklan yang pertama dan keduanya
memberikan pemaknaan yang berbeda pada tingkat
strata harapan yang berbeda berdasarkan narasi iklan
yang diucapkan. Tingkat strata harapan tersebut pada
iklan versi yang pertama lebih menggambarkan pada
harapan bekerja di perusahaan multinasional namun
pada posisi rendah. Hal tersebut terlihat pada kalimat “Tapi ngerjain kerjaan yang kurang penting, jadi
tukang fotocopy, bawain laptop beres–beres kertas.
Kemudian dilanjutkan pada kalimat. Nggak masalah
kerja 15 jam sehari, tidur cuma 5 jam sehari. Jika
diartikulasikan pada kedua kalimat tersebut merupakan kalimat yang berperan sebagai tanda yang memiliki keterkaitan hubungan yang memberikan makna
yang sama dalam posisi pekerjaan seperti pesuruh.
Pada makna ini merupakan hasil interpretasi tanda
berupa kalimat yang dibangun untuk menjelaskan
posisi pekerjaan pada tingkat yang rendah. Kemudian dari interpretasi kedua kalimat itu juga diperkuat
kalimat itu juga diperkuat ada kalimat berikutnya disimpulkan bahwa :
1. Secara keseluruhan ungkapan iklan Trie Indie+
“Masalahnya gaji cuma tahan sampai tanggal 15,
lebih menggambarkan pada harapan yang dimiuntung di warteg bisa makan dulu bayar belakangan”
liki anak-anak ketika dewasa untuk bekerja sedan “Tapi sayang nggak berlaku buat beli pulsa”.
cara mapan.
Pada keempat kalimat diatas dijadikan sebagai tanda
2. Narasi dari kedua versi iklan lebih menggamketidak mapanan yang dilihat secara tegas dari makna
barkan pada pengucapan yang biasa diucapkan
kalimat sebagai tanda yang saling berhubungan.
sehari – hari oleh orang dewasa.
Pada iklan Tri Indie+ versi kedua, tingkat
3. Representasi anak – anak disini terutama pada
strata harapan bekerja lebih mengarah pada harapan
pesan komunikasinya bukan diperankan sepekerjaan pada posisi yang tinggi. Hal tersebut dalayaknya perilaku anak-anak untuk keseharianpat dilihat melalui kalimat “Ngomongin proyek besar
nya, melainkan pengucapan yang selayaknya
biar kelihatan sukses”- “Suara digede–gedein biar
diucapkan oleh orang dewasa. Sehingga disini
kedengaran cewek di meja sebelah” kemudian juga
terdapat pertentangan antara konten narasi denditambahkan pada kalimat “Kalau weekend sarapan
gan karakteristik anak-anak.Hal tersebut dapat
di café sambil sibuk laptopan, pesen kopi secangkir
dilihat melalui visual, dimana pada visual yang
harga 40 ribuan”. Jika diartikulasikan pada ketiga
menggambarkan anak-anak yang sedang berkalimat tersebut merupakan kalimat yang berperan
main dan berbicara di dalam dan luar ruangan
sebagai tanda yang memiliki keterkaitan hubungan
tidak menunjukkan tanda yang menonjol sebayang memberikan makna yang sama dalam posisi
gai penguatan karakter iklan karena karakter
pekerjaan seperti pekerjaan menengah atas. Hal tersepada kedua iklan lebih dikuatkan pada konten
but juga ada hubungan pada kalimat pertama “Kalau
narasinya. Penguatan konten narasi disini lebih
aku udah gede, aku mau jadi eksmud, mau jadi bos”.
menitikberatkan pada konten narasi dewasa.SeTanda maupun makna yang terkandung disini saling
hingga pertentangannya adalah pada visual dan
berhubungan yang kemudian dari hubungan tanda
narasi iklan yang tidak berkesinambungan.
tersebut juga dapat memberikan interpretasi secara
4. Dilihat dari sisi denotasinya, kemapanan disini
garis besar kandungan makna iklan. Dari penjelasan
digambarkan sebagai bekerja dengan posisi tingkalimat dapat dimaknai sebagai pandangan positif
gi seperti menjadi bos,bekerja di gedung tinggi
dalam menyikapi sebuah fakta, namun padakalimat
dan bekerja di perusahaan multinasional yang
akhir kedua versi iklan memiliki sikap apriori dalam
di artikan sama bahwa dari ketiga hal yang diskalimatnya. Seperti pada kesamaan kedua kalimat
ebutkan memiliki persepsi nilai tersendiri yang
seperti kalimat “Masalahnya gaji cuma tahan samdi sejajarkan pada nilai tingkat strata sosial yang
pai tanggal 15, untung di warteg bisa makan dulu
tinggi. Sehingga perspektif kemapanan disini
bayar belakangan” dan “Tapi sayang nggak berlaku
diartikan pada bekerja sebagai bos, bekerja di
buat beli pulsa” pada iklan versi pertama. Kemudian
perusahaan multinasional dan bekerja di gedung
juga pada dua baris kalimat “Kalau tanggal tua, pagi,
tinggi meskipun jika berbicara dalam fakta tidak
siang, malam makannya mie instan” dan “Kalau mau
selalu yang disampaikan pada pesan iklannya.
telpon biasanya cuma missed call”pada iklan Trie
5. Pada makna konotasinya, iklan Trie Indie+ versi
Indie+ versi kedua. Dari kalimat-kalimat ini melamanak-anak menggiring pada pengamatan iklan
bangkan sikap apriori sebagai kandungan maknanya.
sebagai sikap apriori. Hal tersebut dapat dilihat
Secara keseluruhan, pada iklan Trie Indie+
pada ungkapan dan kandunan yang tertera pada
mencoba mengurai fakta tentang lingkup pekerjaan
akhir kalimat pada kedua iklan.Selain itu sikap
yang merujuk pada lingkup pekerjaan di perkotaan.
priori juga ditekankan pada kalimat akhir iklan
Bahkan dalam kandungan makna memiliki dua makna
sebagai ikon utama iklan Trie Indie+ nya.
iklan sebagai penggambaran tingkat strata menengah
6. Ada kerancuan pada pengartian kemapanan
ke bawah dan tingkat strata menengah ke atas. Tidak
dan tingkat pekerjaan melalui narasi iklan versi
ada singgungan pada tingkat gender namun lebih mepertama yang dimana pada narasi awal sebanitik beratkan atau bersinggungan dengan tingkat stagai bentuk harapan untuk kemapanan bekerja,
tus sosial yang dilihat dari pekerjaan dan kehidupan
namun pada baris kelima, kerancuan itu munpersonalnya.
cul tidak sesuai dengan artikulasi baris kalimat yang pertama. Sehingga kerancuan disini
V. PENUTUP
juga memiliki makna sebagai pertentangan.
7. Adanya ketidaksinambungan antara narasi iklan
Dari hasil penelitian dan kajian dapat
63
dengan produk kartu seluler.Sehingga pesan iklan
yang disampaikan tidak memberikan penguatan
pada brand produk ataupun pengenalan produk
dan cenderung bertentangan karena penuh dengan makna ambigu.
DAFTAR PUSTAKA
Barthes, Roland. 2012. Elemen–Elemen Semiologi
: Sistem Tanda Bahasa, Hermeneutika, dan
Strukturalisme. Yogyakarta: IRCiSoD.
Bungin, Burhan. 2008. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Kasali, Rhenald. 1992. Manajemen Periklanan :
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Umum Grafiti.
Kriyantono, Rachmat. 2008. Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
LittleJohn & Foss. 2008. Teori Komunikasi : Theories
of Human Communication Jakarta. Salemba
Humanika.
Macnamara, Jim & Silih Agung Wasesa. 2010. Strategi Public Relations. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Moleong. J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Morissan, 2012, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup.
Putrayasa, Ida Bagus. 2000. Analisis Kalimat. Bandung Penerbit : Relika Aditama.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media : Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika dan Analisis Framing. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.
-------. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung. CV. Alfabeta.
Syuropati & Subachman. 2012. 7 Teori Sastra Kontemporer & 17 tokohnya (Sebuah Perkenalan),
Yogyakarta: In Azna Books.
Wibowo, Indiwan. 2013. Semiotika Komunikasi : Aplikasi praktis bagi penelitian dan skripsi komunikasi Edisi ke 2. Mitra Wacana Media.
64
Download