bab i pendahuluan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Telah banyak model fisika partikel yang dikembangkan oleh fisikawan untuk mencoba menjelaskan keberadaan partikel-partikel elementer serta interaksi yang
menyertainya. Salah satunya yang telah dianggap sukses menjelaskan interaksi antar
partikel elementer adalah Model Standar (selanjutnya disebut MS) yang diusulkan
oleh Glashow, Weinberg dan Salam. Pada MS terdapat 3 interaksi antar partikel elementer antara lain interaksi kuat, interaksi lemah dan interaksi elektromagnetik. MS
memperkirakan adanya partikel pembawa interaksi W ± dan Z. Partikel W ± dan Z
telah terbukti secara eksperimen dan membawa Glashow, Weinberg dan Salam memperoleh penghargaan nobel fisika pada tahun 1967 (Weinberg, 1967). Pada MS juga
diprediksi adanya partikel yang berperan dalam pembentukan massa partikel yang dikenal sebagai partikel Higgs. Keberadaan partikel Higgs akhirnya dibuktikan secara
eksperimen oleh tim ATLAS dan CMS di CERN (The Atlas Collaboration, 2012),
Genewa yang membuat Higgs dan Englert mendapatkan penghargaan nobel fisika
pada tahun 2013.
Meskipun memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan beberapa fenomena, tetapi MS masih memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan dari MS di antaranya belum mampu menjelaskan masalah yang berkaitan dengan nilai harap vakum
(Vacuum Expectation Value (VEV)) pada boson Higgs, masalah massa neutrino, masalah hirarki massa untuk neutrino dan quark, masalah pelanggaran paritas dan muatan (pelanggaran CP), masalah matriks CKM di sektor quark, tidak mengikut sertakan
interaksi gravitasi, tidak dapat menjelaskan materi gelap (Dark Matter) dan tidak dapat menjelaskan keberadaan partikel-antipartikel yang tidak seimbang di alam ini.
Kekurangan pada MS membuat para fisikawan terus mengembangkan MS. Model fisika partikel yang merupakan pengembangan dari MS antara lain Grand Unified Theory, Supersimetri, Simetri Kiri-Kanan (Left-Right Symmetry (LRS)), Model Cermin
dan lain-lain.
Model LRS adalah model perluasan dari MS yang menggunakan konsep simetri paritas. Konsep ini diperkenal oleh Pati dan Salam (1974), Mohapatra dan Pati
(1975) dan Senjanovic dan Mohapatra (1975). Dengan adanya simetri paritas ini
1
mengakibatkan konstanta kopling antara interaksi lemah di kiri dan kanan haruslah
sama (Mohapatra dan Pati, 1975). Pada model LRS Senjanovic (1979), diperkenalkan
adanya fermion berkhiralitas kiri kanan sebagai dublet. Pada model LRS yang diusulkan oleh Countinho dkk (2001), Simon dan Ponciano (2003), Almeida dkk (2010)
diperkenalkan adanya dublet dan singlet fermion MS serta pasangan cermin paritasnya. Pada model ini semua partikel fermion (tidak termasuk neutrino) mendapatkan
massanya dengan mekanisme seesaw Dirac, sedangkan neutrino memperoleh massa
melalui mekanisme seesaw Dirac ganda (Almeida dkk, 2010).
Model Cermin merupakan perluasan MS yang menambahkan adanya sektor
cermin dengan mencerminkan partikel fermion pada MS terhadap paritas dengan besar muatan sama (Pati dan Salam, 1974). Model Cermin ini terus dikembangkan
dengan Lagrangan interaksi invarian terhadap transformasi paritas ((Foot dkk , 1991)
dan (Foot dan Volkas, 2007)). Model Cermin mampu menjelaskan kemungkinan
adanya materi gelap (partikel materi gelap adalah partikel cermin) dan mampu menjelaskan adanya osilasi neutrino. Pada model cermin terdapat konstanta kopling interaksi antara foton sektor nyata dengan foton sektor cermin. Akan tetapi fakta
pengamatan belum mampu membuktikan adanya interaksi antar foton cermin dengan
foton nyata. Untuk mengatasi masalah ini diberikan nilai konstanta kopling sangat
kecil ( ≈ 5 · 10−7 ). Pemberian nilai konstanta kopling interaksi yang sangat kecil membuat Model Cermin tidak alami. Kekurangan lain dari model cermin adalah
adanya kemungkinan terbentuknya atom dan molekul pada sektor cermin yang pada
akhirnya berkemungkinan membentuk alam semesta cermin seperti yang terjadi pada
MS (Foot , 1999). Atom atau molekul tersebut dapat terbentuk karena pada sektor
cermin terdapat partikel-partikel yang serupa dengan yang ada di MS dan foton pada
cermin mirip dengan foton MS sehingga pada sektor cermin terjadi interaksi sama seperti interaksi pada MS. Akan tetapi sampai saat ini belum ada gejala atau fenomena
kosmologi yang menunjukan adanya planet, bintang dan galaksi cermin.
Model Cermin terus dikembangkan salah satunya oleh An dkk (2010) yang
dikenal sebagai Asymetric Dark Matter. Mirip dengan Model Cermin, pada model
ini terdapat sektor nyata sepeti pada MS dan sektor cermin yang merupakan duplikat
dari MS. Pada model ini foton pada cermin bermassa dan terdapat suku campuran
antara foton cermin dengan foton MS dengan konstanta kopling yang sangat kecil
mirip dengan Model Cermin Foot. Meskipun foton cermin pada model ini massif,
akan tetapi diasumsikan bahwa foton cermin memiliki waktu hidup yang singkat.
Adanya permasalahan yang belum terjawab oleh Model Cermin membuat mo-
2
del ini terus dikembangkan. Salah satunya adalah Model Cermin Termodifikasi (selanjutnya disebut MCT) yang dikembangkan oleh Satriawan (2013). MCT dikembangkan dengan menggunakan ide dasar Simetri Kiri-Kanan (Left-Right Symmetry)
yakni dengan mencerminkan terhadap paritas. Pada MCT, bilangan kuantum U (1)x
pada model cermin Foot dkk diubah dan dilakukan penambahan partikel baru yakni neutrino tak kidal pada sektor nyata dan dua medan skalar Higgs singlet. Dalam
MCT tidak ada konstanta kopling seperti yang ada pada model cermin Foot dkk.
Pada MCT, foton cermin bermassa massif sehingga mengakibatkan interaksi elektromagnetik cermin menjadi sangat lemah. Akibatnya di sektor cermin diduga tidak
akan terbentuk atom Hidrogen dan atom-atom yang lebih komplek.
1.2
Perumusan Masalah
MCT oleh Satriawan (2013) mencoba menyempurnakan Model Cermin dan
diduga mampu menjawab tentang masalah tidak terbentuknya atom atau struktur molekul yang lebih komplek pada sektor cermin. Adanya foton cermin yang memiliki
massa massif mengakibatkan interaksi elektromagnetik cermin sangat lemah sehingga diduga kemungkinan proses pembentukan atom Hidrogen cermin dan atom-atom
yang lebih komplek akan sangat kecil. Tesis ini akan berusaha mengkaji interaksi elektromagnetik cermin dengan perantara foton massif, lebih khusus lagi tentang
kemungkinan pembentukan atom Hidrogen cermin.
1.3
Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Model fisika partikel yang ditinjau adalah MCT Satriawan (2013).
2. Proses yang ditinjau adalah interaksi elektromagnetik cermin dengan foton cermin bermassa serta proses pembentukan atom Hidrogen cermin.
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan batasan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Menentukan Potensial Elektromagnetik cermin pada MCT.
3
2. Mengkaji apakah atom Hidrogen cermin dapat terbentuk pada sektor cermin.
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk menguji adanya kemungkinan pembentukan
atom Hidrogen cermin pada MCT.
1.6
Metode Penelitian
Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode kajian teoritis melalui studi
literatur jurnal ilmiah, buku dan sumber ilmiah lainnya. Adapun tahapan-tahapannya
adalah:
1. Mempelajari Model Standar Fisika Partikel.
2. Mempelajari MCT, mulai dari potensial Higgs, proses perusakan simetri secara
spontan, pembangkitan massa boson dan fermion serta interaksi Yukawa.
3. Mempelajari Metode Variasi yang digunakan untuk memperoleh energi tingkat
dasar untuk potensial elektromagnetik cermin.
4. Mempelajari pendekatan Born untuk merumuskan potensial elektromagnetik
cermin.
5. Menyelesaikan energi tingkat dasar dengan potensial elektromagnetik cermin
dengan menggunakan metode Variasi.
6. Menganalis grafik energi tingkat dasar E0 dan jari-jari atom Hidrogen cermin.
7. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan grafik energi tingkat dasar E0 dan
jari-jari atom Hidrogen cermin untuk mengetahui batasan massa foton cermin
yang memungkinkan terbentuknya atom Hidrogen cermin.
1.7
Tinjauan Pustaka
Model Cermin merupakan pengembangan model LRS yang diperkenalkan
oleh Foot dkk (1991). Model Cermin menggunakan grup tera SU (3)1 ⊗ SU (2)1 ⊗
U (1)1 ⊗ SU (3)2 ⊗ SU (2)2 ⊗ U (1)2 . Indek 1 pada grup tera menyatakan sektor nyata
4
sedangkan untuk indek 2 merupakan sektor cermin. Pada Model Cermin diperkenalkan dua sektor partikel yakni partikel fermion sektor nyata yang dikenal pada MS dan
fermion cermin. Pada model ini juga diperkenalkan dua medan skalar Higgs dublet
serta memiliki Lagrangan yang invarian terhadap transformasi paritas Z2 . Partikelpartikel tersebut ditunjukan oleh tabel 1.1.
Tabel 1.1: Daftar Partikel dan Wakilan Fundamentalnya Menurut Grup Tera
dalam Model Cermin (Foot dkk , 1991)
Dunia Nyata
Fermion
Wakilan Fundamental
fL
(1, 2, −1)( 1, 1, 0)
eR
(1, 1, −2)( 1, 1, 0)
qL
(3, 2, 13 )(1, 1, 0)
uR
(3, 1, 43 )(1, 1, 0)
dR
(3, 1, − 23 )(1, 1, 0)
Medan Skalar Wakilan Fundamental
φ1
(1, 2, 1)(1, 1, 0)
Dunia Cermin
Fermion
Wakilan Fundamental
FR
(1, 1, 0)( 1, 2, −1)
EL
( 1, 1, 0)(1, 1, −2)
QR
(1, 1, 0)(3, 2, 13 )
UL
(1, 1, 0)(3, 1, 43 )
DL
(1, 1, 0)(3, 1, − 23 )
Medan Skalar Wakilan Fundamental
φ2
(1, 1, 0)(1, 2, 1)
Pada Model Cermin, foton pada sektor nyata dan sektor cermin tercampur
dalam suku Lagrangan
0
L = F µυ Fµυ
(1.1)
dengan nilai ≈ 5 · 10−7 (Foot dkk , 2001). Adanya ≈ 5 · 10−7 untuk beberapa
fisikawan dianggap tidak alami dan menjadi kelemahan bagi model cermin. Selain
partikel yang telah ditunjukan pada tabel 1.1, pada Model Cermin terdapat dua pendapat umum mengenai foton cermin yakni foton cermin bermassa atau tak bermassa
sama seperti foton sektor nyata. Menurut Foot (1994), ketika foton cermin tak bermassa maka mengakibatkan partikel cermin bermuatan elektromagnetik kecil. Foton
cermin hanya akan berinteraksi dengan sektor nyata melalui suku kinetik campuran
pada Lagrangan pada persamaan (1.1) dan tidak berinteraksi langsung dengan partikel
sektor nyata. Selain itu, pada sektor cermin terbentuk atom seperti pada sektor nyata.
Atom cermin dan atom sektor nyata berinteraksi membentuk keadaan terikat (bound
state) dan menimbulkan anomali pada berat atom (Foot dan Mitra (2002)). Selain
atom, pada Model Cermin juga memungkinkan terbentuknya molekul bahkan galaksi
cermin seperti yang terbentuk pada sektor nyata (Foot, 2014). Akan tetapi seperti
yang diketahui sampai saat ini belum terdapat fakta observasi yang menunjukan ada-
5
nya galaksi cermin. Meskipun demikian Model Cermin mampu menjelaskan tentang
osilasi neutrino (Foot dan Volkas, 1995) dan materi gelap (Foot, 2014) yang belum
mampu dijelaskan oleh MS. Partikel cermin inilah yang diduga menjadi materi gelap.
Pendapat kedua adalah foton cermin bermassa. Ketika foton cermin bermassa
maka tidak akan didapati partikel fermion bermuatan elektromagnetik kecil dan foton
cermin akan mampu berinteraksi langsung dengan partikel sektor nyata. Foton cermin
massif dapat diperoleh dari proses Compton-like scattering:
e + γ −→ e + γ m
(1.2)
dengan e, γ, γ m adalah elektron, foton dan foton cermin. Jika foton cermin memiliki
massa di atas 1 MeV, foton ini akan meluruh menjadi partikel cermin yang bermassa
lebih kecil. Akan tetapi hal inipun belum mampu terbukti secara eksperimen (Foot ,
1994).
Pendapat mengenai foton cermin bermassa ini juga dikembangkan oleh An
dkk (2010). Seperti halnya pada Model Cermin Foot, pada model ini terdapat dua
sektor partikel yaitu sektor nyata dan sektor cermin. Pada model ini sektor cermin merupakan duplikat MS. Antara kedua sektor dapat berinteraksi satu sama lain melalui
interaksi gravitasi dan memungkinkan medan skalar singlet MS berinteraksi sangat
lemah. Bilangan barion dan lepton partikel pada sektor cermin sama dengan bilangan barion dan lepton partikel sektor nyata. Foton cermin pada model ini diasumsikan
bermassa dengan orde massa ∼ 102 MeV. Interaksi foton cermin dengan Fermion MS
menurut suku kinetik campuran pada Lagrangan pada persamaan (1.1) dan kemudian
meluruh menjadi positron dan elektron (e± ) sehingga waktu hidup foton cermin singkat. An dkk (2010) meninjau proses leptogenesis serta mencoba menjelaskan adanya
nukleon ringan pada sektor cermin yang menjadi kandidat materi gelap. Akan tetapi pada model ini belum meninjau adanya kemungkinan pembentukan atom sektor
cermin.
Perluasan Model Cermin lainnya yang menggunakan foton bermassa adalah MCT oleh Satriawan (2013). MCT dibangun berdasarkan grup tera SU (3)1 ⊗
SU (3)2 ⊗ SU (2)L ⊗ SU (2)R ⊗ U (1)Y ⊗ U (1)X . Partikel pada MCT dibagi menjadi
dua jenis yaitu fermion sektor nyata dan fermion sektor cermin. Terdapat dua medan
skalar Higgs dublet dan dua medan Skalar Higgs singlet pada model ini. Lagrangan MCT invarian terhadap transformasi cermin Z2 . Hal ini mengharuskan konstanta kopling pada interaksi lemah di sektor cermin harus sama dengan sektor nyata.
6
Yang membedakan model MCT dengan Model Cermin adalah muatan elektromagnetik sektor nyata dan sektor cermin pada model ini berbeda. Operator elektromagnetik
sektor cermin dan nyata juga berbeda. Selain itu partikel pembawa interaksi foton
cermin pada model ini bermassa sehingga interaksi elektromagnetik pada sektor cermin sangat kecil.
7
Download