hal 42-47convert

advertisement
II. 6. 1 Obat Herbal
Teknologi Kesehatan
BIOPROSPEKSI
INDONESIA
TANAMAN
OBAT
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati
melimpah untuk dimanfaatkan sebagai sumber
bahan baku obat herbal atau untuk senyawa
obat baru. Kegiatan Bioprospeksi tanaman obat
ini merupakan kerjasama riset antara BPPT dan
Korea Research Institute of Bioscience and
Biotechnology (KRIBB). Pada tahun 2008,
kegiatan ini dititikberatkan untuk koleksi
tanaman obat dan pembuatan herbarium. Telah
dikoleksi 302 sampel tanaman obat yang
diperoleh dari 3 lokasi: Kebun Propinsi
Puspiptek Serpong-Tangerang, Taman Nasional
Ujung Kulon (TNUK), Pandeglang-Banten dan
Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH),
Sukabumi-Jawa Barat. Uji aktivitas biologi
pendahuluan (BSLT dan MTT) terhadap
ekstraks tanaman obat diperoleh sekitar 8 %
tanaman obat (25 sampel) berpotensi sebagai
obat herbal khususnya untuk obat anti kanker.
Anggota tim sedang mengambil gambar tanaman obat
dari jarak dekat, di TNGH ketingggian + 900 m dpl.
Barringtonia insignis Miq
(orang local menyebutnya
Songgom), tumbuh di Kertajaya, TNUK pada
ketinggian 79 m dpl.
Annual Report BPPT 2008
Annual Report BPPT 2008
43
Teknologi Kesehatan
TEKNOLOGI GOOD AGRICULTURE PRACTICES (GAP) TANAMAN OBAT ANTI KANKER
Salah satu upaya untuk memperoleh simplisia bahan baku obat dengan keseragaman kualitas kandungan
bahan aktifnya perlu diterapkan teknologi Good Agriculture Practices (GAP). Teknologi GAP ini merupakan
teknik yang menerapkan prinsip peningkatan produksi biomassa dan kandungan senyawa metabolit
sekunder. Upaya ini dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu teknik stimulasi fisik meliputi intensitas cahaya
dan cekaman air; teknik stimulasi kimia dengan penggunaan bahan kimia yang bersifat inhibitor; dan teknik
stimulasi biologis dengan menggunakan Rhizobacteria dan cendawan. Hasil penelitian dengan teknik
stimulasi kimia menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman yang tidak signifikan, sedangkan pada
teknik stimulasi biologis, penggunaan Rhizobacteria sebagai pemacu pertumbuhan tanaman memberikan
hasil yang cukup nyata pada morfologi tanaman tersebut.
Tanaman kontrol
PERBAIKAN MUTU TANAMAN OBAT YANG BERKHASIAT ANTI KANKER
Sebagian besar tanaman obat yang diteliti untuk khasiat anti kanker masih merupakan tanaman liar dan
belum terkarakterisasi secara filogenetik. Hal ini sering menimbulkan kekeliruan dalam penentuan simplisia.
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, melakukan penelitian dan pengkajian tanaman obat yang berkhasiat
antikanker yang meliputi eksplorasi, data fitogeografi, karakterisasi fenotip dan genotip, rejuvenisasi serta
mutasi dengan irradiasi sinar gamma. Pada tahun 2008 kegiatan difokuskan pada 3 tanaman obat yaitu Keladi
tikus (Typhonium flagelliforme), Sambiloto (Andrographis paniculata) dan Binahong (Anredera cordifolia).
Hasil yang telah dicapai yaitu koleksi tanaman induk 23 jenis tanaman obat, karakterisasi fenotip, studi awal
irradiasi, bibit hasil perbanyakan secara in vitro dan ex vitro, serta uji lapang bibit hasil rejuvenisasi terhadap
ketiga jenis tanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik.
Keladi Tikus
44
Binahong
Annual Report BPPT 2008
Sambiloto
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PASCA PANEN TANAMAN OBAT
Kegiatan Pengembangan Teknologi Pasca Panen Tanaman Obat merupakan bagian dari Program Teknologi
Pengembangan Fitofarmaka Antikanker dan Imunostimulan. Pengembangan teknologi proses pasca panen
tanaman
obat dilakukan
untuk
mendapatkan prosedur operasi standar
(standard operating procedure /SOP )
dalam penanganan pasca panen
tanaman obat herbal khususnya bahan
obat anti kanker. Produk yang ada
selama ini banyak yang dihasilkan dari
proses yang belum terstandar, misalnya
bahan simplisia hanya dikeringkan
dengan panas matahari ditempat
terbuka dan seringkali tidak terjamin
kebersihannya.
Keadaan ini bisa
mengakibatkan
kontaminasi
dan
berkurang/hilangnya bahan aktif dari
tanaman obat yang dikeringkan. Pada
kegiatan ini pengeringan dilakukan
dengan sistem pengering
yang
memberikan hasil dengan warna yang
tidak terlalu berbeda dari warna bahan
Persiapan ekstraksi bahan obat yang telah melalui proses pasca panen
segarnya.
untuk dianalisa kadar bahan aktifnya
PENGEMBANGAN FITOFARMAKA UNTUK
PENANGANAN PENYAKIT KANKER DAN
DEGENERATIF
Produk-produk sediaan obat herbal saat ini telah dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip evidence based medicine, di mana
khasiat dan keamanan pakai produk tersebut harus
dibuktikan melalui serangkaian uji farmakologi dan
toksikologi yang ketat dan berjenjang. Mengikuti
perkembangan obat herbal di dunia, sejak tahun
2004 Indonesia
menerapkan
kebijakan
pengembangan obat herbal dalam tiga kelompok,
yaitu jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka.
Untuk pengembangan produk herbal terstandar
dan fitofarmaka maka diperlukan penerapan
teknologi budidaya, paska panen dan teknik
ekstraksi sehingga dihasilkan bahan baku simplisia
dan ekstrak yang terstandar. Pada dasarnya
standarisasi bahan baku merujuk pada kandungan
senyawa aktif. Produk herbal sendiri harus diuji
dengan model hewan yang sesuai, sehingga dapat
terjamin khasiat dan keamanannya. Saat ini,
teknologi formulasi modern diterapkan untuk
menghasilkan sediaan yang aman dipakai oleh
pasien dengan dosis yang terukur.
Unit Destilasi
Vakum,
Kapasitas 200
Liter/batch
Annual Report BPPT 2008
45
Teknologi Kesehatan
UJI AKTIVITAS ANTIKANKER EKSTRAK HERBAL SAMBILOTO (Andrographis
paniculata), BIJI KLABET (Trigonella foenum-graecum L) DAN DAUN LABAN ABANG
(Aglaia elliptica Blume) PADA HEWAN COBA
OPTIMASI TEKNOLOGI PRODUKSI
POLISAKARIDA DARI JAMUR UNTUK
IMUNOSTIMULAN
Uji praklinis merupakan tahapan utama dalam pengembangan formula obat herbal. Salah satu tahapan
dalam uji praklinis tersebut adalah uji efikasi pada hewan coba. Telah dilakukan uji aktivitas antikanker
(payudara) secara in vivo pada tikus putih galur Sprague Dawley terhadap ekstrak herbal sambiloto
(Andrographis paniculata), biji klabet (Trigonella foenumgraecum L) dan daun laban abang (Aglaia elliptica
Blume) dengan metode induksi bahan karsinogen DMBA (7,12-Dimethylbenz [á]anthracene). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak sambiloto, ekstrak biji klabet dan ekstrak daun laban abang pada dosis yang
sesuai dapat menghambat pertumbuhan kanker payudara hewan coba yang diinduksi dengan DMBA.
Lentinan adalah salah satu bahan aktif senyawa
polisakarida (beta glukan) dari Shiitake (Lentinus
edodes) yang berperan dalam meningkatkan sistim
pertahanan tubuh. Lentinan dapat diperoleh dari
proses ekstraksi tubuh buah dan miselium atau dari
medium cair dalam proses fermentasi bawah
permukaan. Ekstrak lentinan dapat dibuat dalam
sediaan kapsul, tablet, atau minuman setelah melalui
uji khasiat. Berdasarkan hasil optimasi diperoleh
bahwa jumlah biomassa miselia dan lentinan
ekstraseluler (terlarut dalam media) adalah tertinggi
saat diinkubasi selama 35 hari. Peningkatan skala
produksi polisakarida dari jamur secara fermentasi
akan diterapkan lebih lanjut untuk mendukung
pengembangan produk imunostimulan.
Optimasi fermentasi bawah permukaan
produksi lentinan dari jamur Lentinus edodes
PENGEMBANGAN
SEDIAAN
HERBAL IMUNOSTIMULAN
Uji efikasi pada hewan coba
TABLET
Mengacu pada hasil uji praklinis yang telah dilakukan
pada tahun sebelumnya (2006-2007), telah dilakukan
pengembangan sediaan tablet herbal imunostimulan
yang berisi 3 (tiga) jenis ekstrak tanaman obat yaitu
pegagan (Centella asiatica), mahkota dewa (Phaleria
macrocarpha) dan benalu teh (Scurrulla atropurpure
(BL)). Dengan pemilihan bahan pembantu formulasi
sediaan (recipient) dan teknik granulasi tablet yang
tepat, telah berhasil dikembangkan prototipe sediaan
tablet obat herbal imunostimulant yang memenuhi
persyaratan farmasetis.
Tablet Imunostimulan
46
Annual Report BPPT 2008
Annual Report BPPT 2008
47
Download