0 DIKTAT BIMBINGAN PENULISAN ILMIAH

advertisement
DIKTAT
BIMBINGAN PENULISAN ILMIAH
Oleh
Bambang Sunarto
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengantar
1. Tipologi Karya Tulis
Pengertian penulisan ilmiah adalah kegiatan mengarang yang
menghasilkan karya tulis ilmiah, yang selanjutnya disebut karya
ilmiah. Merujuk pada tipologi karya tulis, karya ilmiah adalah karya
yang ditulis dengan objek, materi atau bahan berupa fakta, bukan
imaginasi. Namun, tidak berarti setiap karya tulis yang ditulis
dengan objek, materi, atau bahan fakta adalah karya ilmiah. Artinya
ada jenis karya tulis lain yang berdampingan dengan karya tulis
ilmiah yaitu karya tulis informatif. Keduanya sama-sama karya tulis
yang berobjek, materi atau bahan fakta. Pembagian ragam dan jenis
karya tulis pada dasarnya adalah seperti berikut.
RAGAM
KARANGAN BERDASAR
IMAGINASI
JENIS
KARANGAN
BERDASAR FAKTA
KARYA TULIS
KARYA TULIS
INFORMATIF
ILMIAH
Selanjutnya, karya tulis ilmiah dapat diklasifikasikan menjadi
dua macam, yaitu karya untuk pendidikan dan untuk kepentingan
akademik. Karya tulis kependidikan memiliki fungsi terkait dengan
kegiatan pendidikan dan pengajaran, sedang karya tulis akademik
digunakan penulisnya untuk menyampaikan gagasan atau temuantemuan ilmiah secara akademik.
1
KARYA TULIS
INFORMATIF
KARYA TULIS
ILMIAH
RUMPUN
KARYA TULIS
KARYA TULIS
KEPENDIDIKAN
JENIS
KARYA TULIS
KARYA TULIS
BERDASAR FAKTA
KARYA TULIS
AKADEMIK
RAGAM
KARYA TULIS
Sampai di sini, tipologi karya tulis masih dapat dilanjutkan.
Karya tulis ilmiah, yang telah dibagi menjadi dua rumpun karya
tulis, masih dapat dipilah-pilah lagi menjadi macam karya tulis.
Untuk karya tulis kependidikan dipisahkan menjadi karya tulis
dedaktik dan referensi, sedangkan karya tulis akademik terbagi
menjadi karya tulis untuk memenuhi tugas akhir studi dan tugas
profesi akademik, seperti di bawah ini.
KARYA TULIS BERDASAR FAKTA
KARYA TULIS
ILMIAH
KARYA TULIS
AKADEMIK
MACAM
KARANGAN
TUGAS
AKHIR STUDI
TUGAS
PROFESI
AKADEMIK
RUMPUN
KARANGAN
KARYA TULIS
KEPENDIDIKAN
KARYA TULIS
DEDAKTIK
JENIS
KARYA TULIS
KARYA TULIS
REFERENSI
RAGAM
KARYA TULIS
Tipologi terakhir adalah wujud karya tulis. Untuk karya tulis
akademik tugas akhir, wujudnya adalah disertasi, tesis dan skripsi,
sedang karya tulis kependidikan, jenis referensi berupa ensiklopedi,
kamus, dan thesaurus. Karya tulis dedaktik meliputi diktat, buku
2
ajar, modul, dan model pembelajaran. Untuk gambaran yang lengkap
dapat dilihat pada diagram di bawah ini.
KARYA TULIS BERDASAR FAKTA
JENIS
KARYA TULIS ILMIAH
KARYA TULIS
KEPENDIDIKAN
KARYA TULIS
DEDAKTIK
TUGAS PROFESI
AKADEMIK
ARTIKEL JURNAL, MAKALAH SEMINAR,
DAN LAPORAN PENELITIAN
WUJUD
KARYA TULIS
TUGAS AKHIR
STUDI
MACAM
KARYA TULIS
SKRIPSI, TESIS, DISERTASI
KARYA TULIS
AKADEMIK
DIKTAT, BUKU AJAR, MODUL, DAN
MODEL PEMBELAJARAN
RUMPUN
KARYA TULIS
KARYA TULIS
REFERENSI
KARYA TULIS
KAMUS, ENSIKLOPEDI, TESAURUS,
DST.
RAGAM
KARYA TULIS
Meskipun karya tulis ilmiah meliputi karya tulis akademik dan
kependidikan, di dalam buku ini hanya akan dibahas problemproblem penulisan bagi karya tulis ilmiah akademik saja. Meski
cukup
penting,
problem-problem
penulisan
bagi
karya
tulis
kependidikan akan dibahas tersendiri dalam kesempatan yang lain.
Hal ini perlu dibedakan, karena karya tulis kependidikan baik karya
tulis untuk referensi dan karya tulis untuk keperluan dedaktik
memiliki karakter menonjol yang berbeda dari karya tulis akademik.
3
Oleh karma itu, diperlukan waktu dan kesempatan tersendiri untuk
mengkajinya.
2. Karya Ilmiah Akademik
Pada hakikatnya, karya tulis ilmiah akademik adalah karya
tulis ilmiah yang memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat itu telah menjadi
tradisi dan kelaziman bagi masyarakat akademik yang setiap saat
bergelut dengan persoalan-persoalan ilmiah. Secara umum, karya
tulis ilmiah akademik menunjuk pada tiga hal, yaitu;
1. Pokok persoalannya merupakan salah satu persoalan yang
menjadi kajian suatu bidang ilmu.
2. Pemaparannya dilakukan secara sistematis, logis, dan cermat
dalam penggunaan bahasa baku, disertai dengan istilah-istilah
yang konsisten, dan
3. Susunannya mengikuti pola, tertib, dan bentuk yang lazim
berlaku bagi masyarakat keilmuan atau masyarakat akademik.
Menurut UNESCO (United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization), karya tulis dapat dikategorikan ilmiah apabila
karya tulis itu memberikan informasi tentang ilmu tertentu,
terutama ditujukan kepada pihak-pihak yang bergerak di bidang
ilmu yang sama. Dengan informasi yang diberikan lewat karya tulis
itu, penerima informasi dapat;
4
1. Mengulangi pandangan penulis serta menilai pendapatnya, dan
dapat pula memverifikasinya.
2. Memeriksa kembali ketelitian analisis dan menarik kesimpulan
pendapat yang sama dari penulis.
Terkait dengan setiap bidang ilmu dan masyarakat ilmuwan
ataupun masyarakat akademik, dapat ditemukan karya-karya tulis
ilmiah akademik seperti (1) artikel yang sering dimuat di dalam
berbagai jurnal ilmiah; (2) prasaran, kertas kerja, atau makalah yang
biasanya disajikan dalam diskusi, seminar, ataupun berbagai bentuk
pertemuan ilmiah; dan (3) karya-karya hasil penelitian yang boleh
jadi bersifat (a) penelitian akademis, (b) penelitian professional, dan
(c) penelitian institusional.
Penelitian akademis adalah penelitian yang dilakukan oleh
para mahasiswa dalam rangka memenuhi tuntutan akademis, yaitu
pembuatan skripsi untuk S1, tesis untuk S2, dan disertasi untuk S3.
Penelitian
ini
merupakan
sarana
pendidikan,
sehingga
yang
dipentingkan adalah validitas internalnya. Variabel, unsur-unsur
paradigma, dan kecanggihan atau kedalaman analisis disesuaikan
dengan
jenjang
pendidikannya.
Penelitian
professional
adalah
penelitian yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tumbuhkembangnya
misalnya
kegiatan
dosen.
dan
kelangsungan
Tujuannya
adalah
kehidupan
untuk
profesi,
mendapatkan
pengetahuan baru, tidak terkait dengan kebutuhan untuk syarat
5
kelulusan akademik. Mestinya, penelitian yang dilakukan dalam
rangka kebutuhan profesi memiliki atau menggunakan variable,
unsur-unsur paradigma, dan kecanggihan atau kedalaman analisis
yang tidak lagi seperti penelitian yang dilaksanakan oleh mahasiswa
dalam membuat skripsi. Tetapi lebih lengkap, disesuaikan dengan
kebutuhan informasi bagi masyarakat ilmiah. Penelitian yang
dilaksanakan pun harus memiliki validitas internal yang hasilnya
sungguh-sungguh berguna bagi pengembangan ilmu, sedangkan
penelitian institusional adalah penelitian bidang tertentu yang
ditujukan
untuk
memperoleh
informasi
yang
berguna
bagi
pengembangan lembaga sesuai bidangnya. Hasilnya diperlukan
untuk mendasari atau mendukung pimpinan dalam pengambilan
keputusan. Penelitian jenis ini lebih menekankan pada (1) validitas
eksternal atau pada kegunaan, (2) variable lengkap (kelengkapan
informasi), dan (3) kecanggihan maupun kedalaman analisisnya
disesuaikan dengan keperluan pengambilan keputusan.
3. Ciri Karya Ilmiah Akademik
Tulisan atau karya ilmiah adalah jenis karya tulis yang
utamanya memuat persoalan-persoalan keilmuan, dan umumnya
ditujukan kepada massyarakat pembaca yang berkecimpung di
dalam bidang ilmiah tertentu. Seperti dijelaskan di atas bahwa
tatacara pemaparannya serta bentuk susunannya harus taat asas,
6
mengikuti pola, tertib, dan kelaziman yang berlaku di masyarakat
akademis. Artinya, karya tulis ilmiah akademik harus memenuhi
ciri-ciri tertentu sebagai syarat utama, yaitu; (1) menyajikan faktafakta, (2) cermat dan jujur, (3) tidak memihak, (4) sistematis, (5)
tidak memiliki muatan emosional, (6) mengesampingkan pendapat
yang tidak berdasar, (7) sungguh-sungguh, (8) tidak bercorak
perdebatan, (9) tidak persuasive atau membujuk, dan terakhir (10)
tidak melebih-lebihkan.
Jadi,
tulisan
atau
karya
tulis
ilmiah
akademik
harus
mengandung persyaratan tertentu, yaitu; (1) data yang digunakan
mempunyai
validitas
yang
tinggi,
analitik,
dan
jika
datanya
merupakan hasil interpretasi, interpretasinya pun juga harus
objektif. (2) Konvensi-konvensi di dalam dunia ilmiah atau dunia
akademik mengharuskan penulis menyebut dengan jelas sumber
data dan pendapat yang digunakan di dalam tulisan itu. Kemudian,
(3) dengan jujur dan tegas harus dikemukakan dan dibedakan mana
pendapat atau temuan sendiri dengan pendapat atau temuan pihak
lain. Syarat ini berlaku umum sehingga dapat menjadi penanda
sikap dan kejujuran akademik bagi penulisnya. (4) Bentuk penulisan
harus
menggunakan
pemaparan
yang
jelas,
tegas,
singkat,
sederhana, dan teliti. Kalimat yang digunakan harus singkat, jelas,
runtut, dan sederhana. Oleh karena itu, pengarang ilmiah akademik
harus menguasai tata bahasa dan memiliki kekayaan vokabuler
7
bahasa dengan baik. Di samping itu, karya tulis ilmiah harus
memiliki
sifat
pendahuluan
kompak,
hingga
kontinyu,
penutup
dan
lancar.
merupakan
Artinya,
satu
dari
kesatuan
keseluruhan yang tidak tercerai berai. Bab demi bab, masalah-demi
masalah, alinea demi alinea merupakan satu kesatuan ide dan logika
secara utuh.
Dari sisi bahasa, karya tulis ilmiah akademik juga harus
memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Karya jenis ini berbeda dengan karya sastra, terutama dalam hal
pengguaan istilah-istilah khusus yang dirumuskan dari hal-hal
khusus, sehingga sebuah istilah atau kata yang sama yang
digunakan dalam dunia ilmiah boleh jadi berbeda dengan
penggunaannya dalam bahasa sehari-hari.
2. Bahasa yang digunakan menggunakan bahasa resmi, bukan
bahasa harian.
3. Dalam karya tulis ilmiah harus dihindari istilah-istilah yang sudah
usang atau basi, out of date.
4. Ungkapan ekstreem atau berlebihan dan kata-kata mubazir juga
harus benar-benar dihindari.
5. Kalimat dan alinea atau paragraph diupayakan tidak terlalu
panjang.
6. Penggunaan kiasan pun juga harus dibatasi.
8
7. Mengutamakan komunikasi antar pikiran dari pada komunikasi
perasaan.
B. Tugas Studi dan Tugas Profesi
Di atas telah diterangkan bahwa karya tulis ilmiah akademik
dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu karya yang dibuat untuk
keperluan tugas akhir studi pada perguruan tinggi dalam berbagai
strata, dan karya yang dibuat untuk keperluan memenuhi dan
melaksanakan tugas-tugas profesi akademik. Meskipun memiliki ciri
umum yang sama seperti telah diterangkan di atas, namun
keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Oleh karena
itu, di bawah ini hendak dipaparkan seperlunya.
1. Paper Ilmiah
Paper ilmiah adalah istilah umum karya tulis ilmiah akademik
untuk keperluan memenuhi dan melaksanakan tugas-tugas profesi
akademik. Mahasiswa, biasanya tidak pernah dituntut untuk
menulis paper ilmiah. Akan tetapi hanya dituntut untuk berlatih
menulis paper ilmiah. Tuntutan itu sebagai persiapan jika kelak
setelah lulus harus menjalani tugas sebagai seorang professional di
bidang akademik. Pada dasarnya, paper ilmiah adalah laporan hasil
penelitian
professional
atau
di
hasil
bidang
pemikiran
akademik
mendalam
mengenai
seorang
suatu
ilmuwan
hal,
yang
9
dipublikasikan baik dalam bentuk jurnal ilmiah maupun dalam
seminar atau diskusi1. Isinya harus benar-benar orisinil asli berupa
temuan-temuan baru atau penyempurnaan atas temuan-temuan
yang terdahulu.
Hal yang penting diketahui adalah; paper ilmiah tidak dapat
disamakan dengan laporan biasa seperti laporan-laporan yang dibuat
siswa
di
sekolah lanjutan,
yang biasanya
hanya
merupakan
pemaparan ulang atas informasi-informasi yang telah dipublikasikan
di beberapa referensi. Paper ilmiah tidak selalu menyajikan koleksi
data, tetapi menuntut analisis dan interpretasi intelektual atas datadata
tersebut.
Kata-kata
yang
penuh
analogi
dan
metafora
diupayakan untuk dihindari. Hal yang paling penting adalah, paper
ilmiah bergelut dengan fakta-fakta yang mesti dipaparkan secara
singkat dan jelas. Konon, paper ilmiah dapat dikatakan baik jika di
dalamnya mengandung informasi yang sebanyak-banyaknya, namun
ditulis dengan sesedikit mungkin kata-kata.
Paper ilmiah, atau karya tulis ilmiah yang lain, pada umumnya
bukan karya yang diorientasikan untuk entertaintment. Tulisan
ilmiah atau paper ilmiah mempunyai tujuan mengkomunikasikan
pemikiran atau temuan ilmiah yang baru. Ini berarti, paper ilmiah
harus ditulis sejelas-jelasnya, dan sependek-pendeknya.
1
Jadi, yang dimaksud dengan paper ilmiah meliputi artikel ilmiah yang dimuat di
dalam jurnal ilmiah maupun prasaran, kertas kerja, atau makalah yang disajikan
dalam diskusi, seminar, ataupun berbagai bentuk pertemuan ilmiah.
10
Ide-ide yang diketengahkan harus logis. Perpindahan ide
menuju ke ide lain harus mengalir lancar. Kelancaran dari
perpindahan ide diharapkan menarik perhatian pembaca agar tetap
membaca, dan kalau mungkin mengaplikasikan informasi yang
ditulis dalam paper itu, melalui kegiatan penelitian, pengajaran, atau
praktek-praktek yang mesti dijalankan. Secara eksplisit, di sini perlu
ditegaskan bahwa karya tulis yang dapat masuk kategori paper
ilmiah dalam prakteknya meliputi artikel jurnal dan makalah
seminar. Format penulisan paper ilmiah, menurut Day (1993)
maupun Matkin dan Rigar (1991) terdiri atas: Judul, Nama Penulis,
Institusi/Alamat, Abstrak, Pendahuluan, Objek dan Metode, Hasil,
Analisis, dan Kesimpulan.
2. Laporan Penelitian
Karya tulis selain artikel jurnal dan makalah seminar yang
diperuntukkan bagi pemenuhan tugas profesi akademik adalah
laporan penelitian. Salah satu tugas profesi akademik adalah
melakukan penelitian. Setelah melakukan penelitian seorang peneliti
harus membuat laporan penelitian. Tujuan utama laporan penelitian
adalah
mengkomunikasikan
hal-hal
penting
dari
persoalan
penelitian yang dilaksanakan. Terutama adalah metode-metode yang
digunakan, temuan-temuan yang diperoleh, penafsiran mengenai
hasilnya,
dan
pengintegrasiannya
dengan
teori.
Jadi,
laporan
11
penelitian adalah penyajian ilmiah dari segala hal yang diteliti dan
yang digunakan untuk meneliti, alasan mengapa penelitian itu
dilakukan, apa hasil yang didapat, atau kesimpulan apa yang dapat
ditarik pada bagian akhir, dan bagaimana temuan-temuan baru itu
berhubungan dengan penelitian-penelitian terdahulu. Semestinya
struktur penelitian yang dilakukan dekat sekali dengan laporan yang
ditulis. Sebab, pada hakikatnya laporan adalah catatan dari
penelitian itu sendiri. Tidak dapat disamakan dengan penulisan
dongeng, cerita fiktif, dan sejenisnya. Oleh karena itu, laporan
penelitian hendaknya adalah singkat tetapi komprehensip, langsung
mengenai sasaran, dan sama sekali tidak menonjolkan perasaan.
3. Skripsi, Tesis dan Disertasi
Karya tulis ilmiah akademik yang lain adalah karya yang
digunakan untuk memenuhi tugas dalam rangka mengakhiri studi di
perguruan tinggi. Sesuai jenjangnya, kita mengenal skripsi, tesis dan
disertasi. Ketiganya adalah karya tulis ilmiah akademik, isinya
memaparkan pokok persoalan yang cukup penting dalam suatu
bidang ilmu sebagai hasil penelitian pustaka dan/atau lapangan.
Penulis skripsi adalah mahasiswa berdasarkan tugas akademik dari
perguruan tinggi tempat ia kuliah, sebagai salah satu syarat
kelulusannya sebagai sarjana S-1. Sama dengan skripsi, tesis adalah
tugas akademik dari perguruan tinggi untuk mahasiswa, sebagai
12
salah satu syarat kelulusan mahasiswa S-2 untuk meraih gelar
magister, sedangkan disertasi, tidak berbeda dengan tesis, yaitu
penulisan yang dikerjakan berdasarkan tugas akademik sebagai
syarat kelulusan mahasiswa S-3, duntuk meraih gelar doctor.
Skripsi, tesis dan disertasi disusun berdasarkan penelitian,
dimaksudkan sebagai pembuktian tertinggi kepada perguruan tinggi
tentang kualitas berfikir ilmiah mahasiswa. Bukti berfikir ilmiah
dapat dilihat dari kemampuannya dalam menciptakan suatu prinsip
baru berdasarkan konsep-konsep, dalil-dalil, atau teori-teori yang
tersedia. Di samping itu juga kecakapannya dalam mencerna dan
menyatupadukan segenap pengetahuan ilmiah yang telah dipelajari
selama studi, terutama dalam memecahkan masalah secara ilmiah.
Intinya, skripsi, tesis dan disertasi adalah bagian dari usaha
mahasiswa pada akhir studinya untuk memberikan sumbangan
nyata kepada kemajuan bidang ilmu yang ditekuni dan diasuh oleh
program studinya.
Rangkaian aktivitas penulisan skripsi, tesis dan disertasi
dimulai dari perencanaan melalui penelaahan pustaka. Kemudian
dilanjutkan perumusan masalah. Setelah masalah yang dirumuskan
jelas, dilakukan penelitian lewat pengumpulan data, dilanjutkan
pengolahan data, analisis, dan penyimpulan, serta berakhir pada
penulisan skripsi itu sendiri.
13
Penulisan skripsi, tesis dan disertasi pada hakikatnya bersifat
ganda, karena meliputi empat jenis kegiatan yang berlangsung
secara simultan, yaitu kegiatan pendidikan, penelitian, pemikiran,
dan laporan kegiatan ilmiah:
1. Sebagai kegiatan pendidikan, penulisan skripsi, tesis dan disertasi
dimaksudkan
kesarjanaan
agar
mampu
mahasiswa
yang
menghubungkan
mengakhiri
dan
pendidikan
menyatupadukan
segenap pengetahuan ilmiah yang telah mereka pelajari.
2. Sebagai kegiatan penelitian, penulisan skripsi, tesis dan disertasi
ditujukan untuk memberi kesempatan mahasiswa menerapkan
metodologi penelitian dan mempraktekkan kemampuannya dalam
pengembangan ilmu.
3. Sebagai kegiatan pemikiran, skripsi, tesis dan disertasi memiliki
makna sebagai sarana bagi mahasiswa untuk menunjukkan
kemampuan berfikir, menunjukkan kompetensinya sebagai benih
ilmuwan yang dituntut daya kreatif. Sebab, hakikat ilmuwan
harus berpotensi sebagai cendekiawan yang harus memiliki
tingkat kecerdasan tertentu.
4. Sebagai kegiatan laporan kegiatan ilmiah, skripsi, tesis dan
disertasi menyajikan bukti terakhir mengenai serangkaian ide
yang bernilai. Untuk dapat menunjukkan ide yang bernilai, maka
penulisannya harus dilakukan secara sistematis, logis, dan
terpadu melalui bahasa tulis yang jelas, urut, dan koheren.
14
BAB II
STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN
A. Pengantar
Tujuan penulisan karya ilmiah akademik, baik karya ilmiah
untuk tugas akhir studi maupun untuk tugas profesi akademik
adalah mengkomunikasikan pemikiran atau temuan ilmiah yang
baru. Ini berarti, yang harus ditulis di dalam karya ilmiah akademik
adalah temuan-temuan hasil penelitian atau pemikiran-pemikiran
konseptual di bidang ilmu tertentu. Pendek kata, yang ditorehkan ke
dalam karya ilmiah akademik adalah ilmu. Untuk penulisan karya
ilmiah di bidang seni, tentu yang harus ditulis adalah pemikiran
atau temuan ilmiah baru di bidang seni pula2.
Hakikat ilmu adalah pengetahuan, tetapi pengetahuan yang
memiliki sistem sebagai dasar teoretis untuk tindakan praktis. Atau,
pengetahuan yang memiliki sistem penjelasan mengenai kaitankaitan atau hubungan-hubungan di antara realita, fakta-fakta dan
data-data di balik suatu peristiwa dan/atau gejala. Jadi, ilmu adalah
sekumpulan pengetahuan sistematik yang terdiri dari berbagai
komponen yang saling berkaitan atau terkoordinasikan. Keterkaitan
dan keterkoordinasian itu syarat mutlak, karena dimaksudkan
2
Yang dimaksud dengan pemikiran atau temuan ilmiah baru di bidang seni adalah
keilmuan di bidang seni. Saya lebih suka menyebutnya dengan istilah ilmu artistik
sebagai gantinya. Penyebutan ini diperlukan untuk membedakan seni sebagai
ekspresi artistik, yang dalam penciptaannya memerlukan paradigma, konsep,
model dan metodologi dengan ilmu yang merupakan manifestasi ideografis ekspresi
seni secara komprehensip. Selama ini kata seni digunakan secara campuraduk,
untuk menyebut dua hal yang hakikatnya satu sama lain berbeda.
15
sebagai dasar teoretik atau dasar penjelasan dari objek yang
dimaksud. Saling kait di antara segenap komponen itu pada
dasarnya merupakan sistem yang harus ada dan menjadi syarat
penting bagi penulisan karya ilmiah akademik. Unsur-unsur penting
itu antara lain;
(1) Jenis-jenis objek,
(2) bentuk-bentuk pernyataan atas objek,
(3) ragam proposisi, dan
(4) ciri-ciri pokok,
B. Jenis Objek
Pertama-tama adalah objek atau sasaran penulisan, sasaran
atau objek pengetahuan ilmiah yang perlu diberikan penjelasan yang
memadai. Pada hakikatnya setiap cabang ilmu atau setiap karya
tulis ilmiah, selalu mempunyai objek, yang dalam filsafat ilmu
disebut dengan proper object, atau objek yang sesugguhnya. Objek
ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu objek material dan objek
formal.
Objek material adalah gejala, fenomena, fakta atau peristiwa di
balik suatu realita yang dikaji oleh penulis dalam suatu bidang ilmu
tertentu. Ini berarti setiap bidang ilmu memiliki objek material
sendiri-sendiri. Contoh, sasaran atau objek material bagi ilmu biologi
adalah segala hal yang berhubungan dengan hidup. Objek material
16
bagi ilmu sejarah adalah segala peristiwa yang ada dalam suatu
ruang waktu tertentu. Bagi ilmu ekonomi objeknya adalah cara-cara
dan strategi meraih keuntungan sebanyak-banyaknya dalam bisnis.
Bagi antropologi objeknya adalah segala aspek yang berkaitan
dengan kehidupan manusia dan budayanya, sedangkan objek
sosiologi adalah relasi-relasi pergaulan kemanusiaan antara manusia
satu dengan lainnya dalam suatu kelompok manusia atau antara
kelompok manusia satu dengan kelompok manusia yang lain dalam
kehidupan manusia. Jadi, sangat dimungkinkan sebuah fakta,
fenomena, peristiwa atau realita ditulis beramai-ramai oleh banyak
orang karena menjadi objek bidang ilmu yang berbeda-beda.
Manusia adalah contoh yang paling nyata. Dalam kenyataannya,
manusia menjadi objek material dari biologi, sosiologi, antropologi
dan psikologi. Tetapi kenapa ilmu biologi, sosiologi, antropologi dan
psikologi merupakan ilmu yang berbeda, karena perspektif yang
digunakan untuk melihat manusia berbeda-beda. Perspektif, dalam
konstelasinya dengan objek sesungguhnya atau proper object dari
suatu bidang ilmu, atau kajian ilmiah suatu persoalan tertentu
disebut dengan objek formal.
Objek formal adalah focus perhatian dari suatu kajian
terhadap objek material dalam bidang ilmu tertentu. Tentu saja,
yang menentukan focus perhatian adalah ilmuwan sebagai penulis
dalam suatu bidang ilmu terhadap fenomena yang menjadi objek
17
materialnya. Gabungan antara objek material dan objek formal atau
perspektif yang dipilih oleh ilmuwan atau penulis merupakan pokok
persoalan tertentu. Gabungan dua objek ini harus dibahas di dalam
penulisan
pengetahuan
ilmiah,
karena
ini
merupakan
pokok
persoalan dari pengetahuan ilmiah yang hendak ditulis., sekaligus
merupakan objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang ditekuni
oleh penulis ilmiah.
Gie (2000: 139-140) mengemukakan bahwa pembagian objek
itu diperoleh dari penjelasan Klubertanz (1955:4-5) sebagai berikut.
The material object designates indeterminately and in its
entirety the subject of knowledge (especially of a demonstrative
knowledge) in relation to the proposition that can be made about
it. By the acjective ‘material’ we do not imply that there is matter
in the make-up of the subject; we mean to indicate that the object
is to the knowledge as materials are to an artist or craftsman.
When we look at demonstrative knowledges as they have been
developed today, we find that there are distinct knowledges
about the same subject (for example, biology, psicology, and
philosophy of human nature have, at least in part, the same
subject, man). And they all intend to find out what can be known
about man; they have the same material object. What then is
difference? Their ways or knowing, and the kind of knowledge
they obtain, are different; this sort of difference is the object
considered explicitly as it is knowable. That is why the manner
of our knowledge, the principles we use, the kind of argument
we employ, are included in the notion of formal object. To give a
complete ad accurate description of knowledge, we designate its
material object as specified by the formal object: this we call the
‘proper object’ of knowledge.
Artinya:
Objek material secara tak tentu dan dalam keseluruhannya
menunjukkan pokok persoalan suatu pengetahuan (terutama
suatu pengetahuan demonstratif) dalam hubungannya dengan
proposisi-proposisi yang dapat dibuat tentangnya. Dengan kata
18
sifat material, kita tidak mengimplikasikan bahwa ada materi
dalam susunan pokok persoalan itu; kita bermaksud
menunjukkan bahwa objek itu bagi pengetahuan seperti
bahan-bahan bagi seniman atau seorang tukang.
Bila kita memandang pengetahuan-pengetahuan demonstratif
sebagaimana telah dikembangkan dewasa ini, kita menemukan
bahwa ada pengetahuan-pengetahuan berbeda-beda tentang
pokok persoalan yang sama (misalnya biologi, psikologi, dan
filsafat kodrat manusia mempunyai, sekurang-kurangnya
sebagian, pokok persoalan yang sama, manusia). Dan
semuanya itu bermaksud menemukan apa yang dapat
diketahui tentang manusia; semuanya itu mempunyai objek
material yang sama. Lantas apa perbedaannya? Cara-cara
mengetahui,
dan
macam-macam
pengetahuan
yang
diperolehnya, berbeda-beda; macam perbedaan ini adalah
objek yang dipandang secara eksplisit sebagaimana objek itu
dapat diketahui. Oleh karena itu, cara pengetahuan kita, asasasas yang kita pakai, jenis argumentasi yang kita gunakan,
termasuk dalam pengertian objek formal. Untuk memberikan
lukisan yang cermat dan lengkap tentang suatu pengetahuan,
kita menunjukkan objek materialnya sebagaimana dicirikan
oleh objek formalnya; ini kita sebut ‘objek sebenarnya’ dari
suatu pengetahuan.
Bermacam-macam
fenomena,
fakta,
dan
peristiwa
yang
ditelaah dan dikaji oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan tertentu
amat sangat banyak sekali. Jika dihitung dapat mencapai jumlah
ribuan, seiring dengan dengan bertambahnya cabang-cabang ilmu
itu. Dari banyaknya fenomena, fakta, dan peristiwa yang banyak,
yang memungkinkan untuk ditelaah oleh ilmu pengetahuan tertentu,
diperlukan suatu klasifikasi atau kategorisasi sistematik sehingga
berfungsi untuk mengelompokkan objek material pengetahuan
ilmiah. Di bawah ini adalah kategori-kategori fenomena, fakta, dan
peristiwa
yang
dapat
menjadi
objek
material
suatu
ilmu
pengetahuan, yang terdiri atas enam jenis seperti berikut.
19
1.
Ide abstrak
2.
Benda fisik
3.
Jasad hidup
4.
Gejala rohani
5.
Realitas sosial
6.
Proses Tanda
Contoh dari masing-masing jenis objek material itu misalnya
adalah sebagai berikut. Objek material yang masuk kategori ide
abstrak misalnya adalah (a) konsep mengenai bilangan, (b) gagasan
penciptaan karya-karya seni (c) ideologi negara, (d) prinsip-prinsip
bisnis, (e) falsafah atau pandangan hidup masyarakat tertentu, dan
seterusnya, sedangkan objek material yang masuk kategori benda
fisik dapat dicontohkan sebagai berikut; (a) gunung berapi, (e) alatalat
musik,
(f)
alat-alat
untuk
melukis,
(g)
assesori
untuk
pementasan tari dan teater, (h) karya-karya lukisan, (i) karya-karya
musik, (j) karya-karya tari dan seterusnya. Objek material yang
termasuk kategori jasad hidup kurang lebih adalah (a) burung, (b)
manusia, (c) bunga-bunga, dan seterusnya, sedangkan gejala rohani,
dapat dicontohkan seperti (a) ingatan, (b) ketenteraman, (c) depresi,
dan seterusnya. Contoh bagi objek material yang termasuk ke dalam
kategori peristiwa sosial adalah (a) pemerintahan, (b) terbentuknya
kelompok musik, (c) pementasan suatu karya seni atau pameran
lukisan, (d) proses hubungan antara pengguna seni dan seniman di
20
dalam mengusung karya seni menjadi satu event untuk masyarakat,
dan
seterusnya.
Terakhir,
contoh
objek
material
yang
dapat
termasuk ke dalam kategori proses tanda adalah (a) ugkapanungkapan dalam bahasa, (b) ekspresi seni baik musik, teater, tari
dan seni rupa, dan seterusnya.
Dari melihat contoh-contoh dan penjelasan di atas, dapat
disimpulkan bahwa berbagai cabang ilmu pengetahuan ilmiah boleh
jadi memiliki objek material yang sama dengan cabang ilmu
pengetahuan
lain.
Contoh,
ilmu
politik
dalam
kenyataannya
memberikan perhatian dan menelaah partai politik sebagai objek
material, tetapi pada saat yang sama, partai politik juga ditelaah oleh
ilmu pengetahuan lain yaitu sosiologi. Ternyata, hal-hal yang
membedakan dari kedua cabang ilmu pengetahuan itu di dalam
menelaah partai politik adalah objek formalnya, yang dalam
kepustakaan boleh juga disebut focus interest, selective interest,
attitude of mind, atau kadang-kadang juga disebut dengan istilah
approach atau pendekatan.
Dalam membahas sosiologi dengan cabang-cabang ilmu sosial
lainya, Malver dan Page menyatakan:
“Thus the focus of none of these other science is identical with
that of sociology, and it is always the focus of interest which
distinguishes one social science from another. We should not
think of the social sciences as dividing between them physically
separate areas of reality. What distinguish each from each is the
selective interest”.
Artinya
21
Jadi, tidak satu pun dari ilmu-ilmu lain fokusnya identik
dengan focus sosiologi, dan selalu focus of interest-lah yang
membedakan ilmu sosial satu dengan ilmu sosial yang lain.
Kita tidak boleh berfikir tentang ilmu-ilmu social itu sebagai
membagi-bagi di antara mereka bidang-bidang realitas yang
secara fisik terpisah-pisah. Apa yang saling membedakan
adalah selective interest-nya atau minat selektifnya).
Dua ahli lainnya, Balu dan Moore dalam Hoselitz (1970:1)
menegaskan pengertian yang sama seperti penjelasan di atas sebagai
berikut.
Sociology is often called the study of society or of social life. But,
such a simple definition in term of subject matter does not
distinguish it from the other social sciences. For they all study
social life or, to put it more precisely, patterns of conduct that are
common to group of people. It is not their subject matter but their
approach to it that differentiates the various social sciences.
They ask different question about social conduct, focus upon
different regularities in it, and hence arrive at different
explanatory principles for it. The economist, for example, is
concerned with those patterns in a society that are produced by
men’s attempts to allocate means to ends rationally. And the
psycologist analyzes how characteristics of human personality
or organism develop and give rise to patterns of behavior. In
contrast, the sociologist is interested in the regularities in social
conduct that are due neither to psychological traits of individuals
nor to their rational economis decisions, but that are produced by
the social conditions in which they find themselves.
Artinya
Sosiologi sering kali disebut sebagai studi tentang masyaraqkat
atau tentang hidup kemasyarakatan. Tetapi, definisi sederhana
yang bertolak dari pokok persoalan seperti itu tidak
membedakan (sosiologi) dari ilmu-ilmu lainnya. Sebab,
semuanya mempelajari hidup kemasyarakatan, atau, lebih
tepat pola-pola perilaku yang umum bagi kelompok-kelompok
orang. Bukan pokok persoalannya yang membedakan berbagai
ilmu social melainkan pendekatan ilmu-ilmu itu terhadap
pokok persoalannya. Ilmu-ilmu itu mengajukan pertanyaanpertanyaan yang berbeda-beda tentang perilaku sosial,
22
memusatkan perhatian pada keteraturan-keteraturan yang
berbeda-beda dalam pokoknpersoalan itu, dan dengan
demikian mencapai asas-asas penjelas yang berbeda-beda
untuk pokok persoalan itu. Ahli ekonomi misalnya, berminat
dengan pola-pola dalam masyarakat yang dihasilkan dari
usaha-usaha manusia untuk menetapkan sarana-sarana
terhadap tujuan-tujuan secara rasional. Dan ahli psikologi
menganalisis bagaimana ciri-ciri khas kepribadian manusia
atau organisme mengembangkan dan menimbulkan pola-pola
perilaku.
Sebaliknya,
ahlsi
sosiologi
berminat
pada
keteraturan-keteraturan
dalam
perilaku
social
yang
disebabkan bukan oleh sifat-sifat khas psikologis individuindividu ataupun oleh keputusan-keputusan ekonomis mereka
yang rasional, melainkan yang dihasilkan oleh keadaankeadaan social tempat mereka berada.
C. Bentuk Pernyataan
Suatu fenomena, fakta, atau peristiwa yang hendak dikaji atau
ditelaah oleh seorang peneliti atau ilmuwan, dan bersamanya telah
ditentukan
pusat
perhatian
atau
focus
of
interest-nya,
pada
hakikatnya telah menjadi objek sebenarnya atau proper object dari
suatu bidang ilmu. Hasil dari telaah atas objek sebenarnya atau
proper object yang merupakan kombinasi objek material dan objek
formal itu dituangkan ke dalam berbagai tulisan dalam bentuk
pernyataan-pernyataan. Isinya merupakan keterangan mengenai
hakikat dari proper object dari suatu kajian. Sesugguhnya, di dalam
membuat
pernyataan-pernyataan
itu
tidak
ada
ketentuan
da
keharusan, atau bersifat bebas. Namun, kebebasan itu terikat
kedalam bentuk-bentuk yang memungkinkan. Di antara bentuk
23
pernyataan yang memungkinkan itu diantaranya adalah bentukbentuk
(1) deskripsi,
(2) preskripsi,
(3) eksposisi pola, dan
(4) rekonstruksi historis.
Bentuk deskripsi merupakan kumpulan pernyataan bercorak
deskriptif dengan memberikan penjelasan atau penggambaran rinci
mengenai (a) bentuk, (b) susunan, (c) peranan, dan hal-hal lain yang
lebih
terperici
dari
fenomena,
fakta
atau
peristiwa
yang
bersangkutan. Bentuk-bentuk ini umumnya terdapat cabang-cabang
ilmu khusus, terutama ilmu yang bercorak deskriptif seperti
misalnya ilmu anatomi, geografi, ethnography, dan sebagainya.
Bentuk preskripsi merupakan kumpulan pernyataan bercorak
preskriptif, yaitu dengan memberikan penjelasan berupa petunjukpetunjuk atau ketentuan-ketentuan mengenai apa yang perlu
berlangsung atau sebaiknya perlu dilakukan. Terutama dalam
hubungannya dengan objeknya. Bentuk pernyataan seperti ini dapat
dijumpai dalam berbagai cabang ilmu social. Misalnya dalam ilmu
pendidikan,
yang
memuat
petunjuk-petunjuk
cara
yang
baik
bagaimana mengajar di dalam kelas. Demikian pula dengan ilmu
administrasi negara, karena di sana dipaparkan asas-asas, ukuranukuran,
dan
berbagai
ketentuan
preskriptif
lainnya
tentang
24
organisasi yang baik, pengelolaan dan prosedur kerja yang efisien.
Tentu
saja,
pernyataan
ilmu
di
menejemen
dalamnya
adalah
ilmu
merupakan
yang
pernyataan-
pernyataan
berbentuk
preskriptif.
Bentuk
pernyataan
eksposisi
pola
adalah
bentuk
yang
merangkum pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola
dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderunga, atau proses dari suatu
fenomena, fakta dan peristiwa yang dikaji. Bentuk pernyataan
semacam ini dapat dijumpai di dalam antropologi yang sering sekali
memaparkan pola-pola kebudayaan berbagai suku bangsa, dan juga
dalam sosiologi yang membeberkan pola-pola perubahan masyarakat
pedesaan menjadi masyarakat perkotaan, dan seterusya.
Adapun yang terakahir adalah bentuk pernyataan rekonstruksi
histories.
Bentuk
ini
merangkum
pernyataan-pernyataan
yang
berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan penjelasan
atau alasan yang diperlukan bagi pertumbuhan suatu hal pada masa
lampau. Pertumbuhan itu dapat terjadi secara alamiah maupun
karena campurtangan manusia. Cabang-cabang ilmu khusus yang
banyak
mengandung
pernyataan
ini
adalah
sejarah
atau
historiografi, ilmu purbakala dan lain-lainnya.
D. Ragam Proposisi
25
Bagi bidang-bidang ilmu yang telah lebih matang, selain
bentuk pernyataan, juga terdapat proposisi atau keterangan3.
Berdasarkan perannya, proposisi kemudian dapat dikategorikan
menjadi tiga tipe, yaitu proposisi sebagai (1) asas ilmiah, sebagai (2)
kaidah ilmiah, dan proposisi sebagai (3) teori ilmiah.
Proposisi sebagai asas ilmiah pada dasarnya adalah proposisi
yang berisi prinsip atau suatu kebenaran yang bersifat fundamental.
Atau, boleh jadi berupa pernyataan yang menyajikan fondasi untuk
memperkokoh suatu kepercayaan, keyakinan, atau suatu tindakan.
Dalam kajian mengenai suatu kehidupan, proposisi sebagai asas
ilmiah pada hakikatnya adalah suatu aturan atau keyakinan yang
mengatur perilaku pribadi seseorang. Pendek kata, proposisi sebagai
asas ilmiah adalah keterangan-keterangan yang menyajikan suatu
pernyataan mengenai hukum alam atau dalil ilmiah yang bersifat
umum, atau basis dan sumber pokok sesuatu hal.
Agar lebih jelas dapat diterangkan di sini bahwa proposisi
sebagai asas ilmiah adalah asas atau prinsip yang mengandung
kebenaran umum, berdasarkan fakta-fakta yang telah diamati.
3
Hakikat proposisi adalah makna suatu keterangan yang dimaksudkan oleh suatu
kalimat yang dapat mempunyai nilai benar atau salah. Keterangan bukan terletak
pada kalimatnya itu sendiri, melainkan terletak pada isi dari suatu kalimat. Ini
berarti, makna atau isi yang sama dapat dinyatakan atau diungkapkan ke dalam
berbagai bentuk kalimat yang berbeda-beda. Misalnya, ungkapan atau pernyataan
all men are mortal, boleh jadi dapat diungkapkan dengan kalimat ‘semua orang
adalah fana’, ‘manusia adalah makhluk yang tak dapat hidup abadi’ atau ‘tak satu
pun orang yang hidup kekal’. Suatu ungkapan keterangan, jika yang dimaksud
adalah kalimatnya biasanya disebut statement. Namun, ada juga yang menyebut
proposisi sebagai judgment atau putusan. Dari sisi logika, pengertian proposisi itu
mencakup berbagai macam jenis.
26
Dalam ilmu-ilmu sosial, seringkali diartikan sebagai proposisi yang
dapat diterapkan pada serangkaian peristiwa untuk menjadi suatu
pedoman dalam melaksanakan tindakan-tindakan. Asas atau prinsip
yang mengandung kebenaran umum dapat kita temukan dalam ilmu
astronomi, yang di sana kita temukan asas peredaran planet. Di
dalam ilmu astronomi dikatakan bahwa makin dekat suatu planet
dengan matahari, makin pendek masa perputarannya. Adapun di
dalam ilmu sosial, dapat juga kita temukan suatu asas atau prinsip.
Misalnya adalah prinsip equal pay for equal work, yaitu prinsip
penggajian atau upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
Prinsip ini dapat dijadikan sebagai suatu acuan atau pedoman yang
benar dalam pengelolaan administrasi kepegawaian dan administrasi
penggajian.
Proposisi sebagai kaidah ilmiah adalah proposisi yang berisi
suatu prosedur tertentu untuk memenuhi atau mendekati sesuatu.
Di dalamnya terkandung suatu tertib langkah-langkah penyajian,
penelitian atau pemikiran. Jadi, proposisi sebagai kaidah ilmiah
adalah proposisi yang mengungkapkan keajegan, keteraturan atau
hubungan
yang
tertib.
Keteraturan
atau
keajegan
ini
dapat
diverifikasi atau diperiksa kebenarannya pada suatu fenomena, fakta
atau peristiwa, sehingga pada akhirnya berlaku umum untuk
berbagai fenomena yang sejenis.
27
Theodore (1970: 226) memberikan definisi dan dua ciri kaidah
ilmiah. Baginya kaidah adalah suatu pernyataan yang tepat
mengenai hubunga antar fakta, fenomena dan peristiwa, yang
berulang kali dikokohkan melalui penelitian ilmiah, dan umumnya
diterima sebagaiu suatu pernyataan yang cermat oleh para ahli di
bidangnya. Di sisi lain, kaidah juga sering dimaknai sebagai suatu
pernyataan
prediktif
dan
universal.
Pernyataan
prediktif
jika
pernyataan itu menerangkan bahwa jika kondisi-kondisi tertentu
eksist dan hadir, suatu hubungan atau pristiwa dapat diramalkan
sebelumnya dan akal menyusul. Adapun pernyataan yang bersifat
universal di sini dapat dimaknai bahwa hubungan yang ditegaskan
dalam pernyataan itu di anggap selalu terjadi dalam kondisi-kondisi
tertentu, walaupun kondisi-kondisi itu pada hakikatnya juga dapat
membatasi.
Proposisi selanjutnya adalah proposisi yang berperan sebagai
teori ilmiah. Teori dalam pengetahuan ilmiah adalah sekumpulan
proposisi
yang
saling
berkaitan
secara
logis
untuk
memberi
penjelasan mengenai sejumlah fenomena, fakta dan/atau peristiwa.
Misalnya, teori Darwin tentang evolusi organisme hidup yang
menerangkan bahwa bentuk-bentuk organisme yang lebih rumit
berasal dari sejumlah kecil bentuk-bentuk yang lebih sederhana
dalam perkembangannya secara evolusioner sepanjang masa. Tujuan
akhir dari ilmu adalah mencapai dan/atau membentuk teori yang
28
tidak
lain
peristiwa
adalah
alamiah.
penjelasan-penjelasan
Teori
berupa
fenomena,
sekumpulan
fakta
proposisi
dan
yang
mencakup konsep-konsep tertentu yang saling berhubungan. Saling
hubung di antara konsep-konsep itu membentuk suatu gambaran
dan pandangan sistematik tentang fenomena, fakta, dan/atau
peristiwa yang bersangkutan. Dengan gambaran dan pandangan
demikian, pada akhirnya teori dapat menjelaskan dan meramalkan
fenomena itu. Terlepas dari apa itu teori dan fungsinya, sebuah
karya tulis ilmiah akademik mesti menyajikan proposisi-proposisi
yang berisi konsep-konsep. Oleh karena itu, setiap penulis karya
ilmiah akademik harus menempatkan pengungkapan konsep sebagai
tujuan yang paling penting. Menurut Kerlinger teori adalah “a set of
interrelated construct (concepts), definitions, and propositions that
present a sistematic view of phenomena by specifying relation among
variables,
with
the
purpose
of
explaining
and
predicting
the
phenomena (1986: 9)’ atau ‘seperangkat konstruk (konsep), batasan
atau definisi, dan proposisi yang saling berkaitan, yang menyajikan
suatu pandangan sistematis tentang fenomena-fenomena dengan
menentukan atau merinci hubungan-hubungan antar variable,
dengan tujuan menjelasakan dan/atau memprediksi gejala itu’
(1990: 14).
Mangacu pada definisi yang ditawarkan oleh Kerlinger di atas,
dapat dipahami bahwa pengertian teori mengandung tiga hal
29
penting. Pertama, teori adalah seperangkat proposisi yang terdiri dari
konstruk-konstruk yang terdefinisikan dan saling terhubung. Kedua,
teori tersusun atas antar hubungan dari seperangkat konstruk atau
variable, sehingga teori merupakan suatu pandangan sitematis
peneliti, penulis karya ilmiah akademik, atau para perumus teori,
mengenai
fenomena-fenomena
yang
dideskripsikan
di
dalam
variable-variabel atau konstruk-konstruk itu. Terakhir, teori adalah
alat, sarana, atau wahana untuk menjelaskan suatu fenomena.
Penjelasan itu diajukan dengan cara menunjuk secara rinci variablevariabel atau konstruk-konstruk tertentu yang saling berkait dengan
variabel atau konstruk-konstruk lainnya.
Dalam dunia seni, seseorang peneliti atau penulis karya ilmiah
akademik mungkin dapat menghasilkan suatu teori mengenai
kegagalan atau keberhasilan musisi atau pengrawit dalam belajar
memainkan,
menyajikan
atau
mengekspresikan
suatu
karya
komposisi atau gendhing. Konstruk-konstruk atau variable yang
dapat berfungsi menjelaskan kegagalan atau keberhasilan itu
mungkin di antaranya adalah (1) kompetensi kognitif yaitu tingkat
penguasaan
vokabuler,
(2)
kompetensi
psikomotorik
yaitu
ketrampilan memainkan instrument, (3) ketajaman sense musikal,
(4) motivasi atau minat terkait dengan kelas sosial dan seterusnya.
Fenomena yang hendak dijelaskan tentu adalah kegagalan atau
keberhasilan dalam belajar, baik dalam konteks formal atau
30
informal, yaitu di kelas-kelas dalam perkuliahan atau latihan
kesenimanan yang bersifat non-formal dan informal.
Kegagalan atau keberhasilan itu dijelaskan dengan menyajikan
hubungan-hubungan spesifik atas masing-masing konstruk atau
variable yang terdiri dari empat macam itu, atau kombinasi dari
keempatnya.
Ilmuwan
yang
berhasil
menggunakan
perangkat
konstruk, berarti memahami persoalan kegagalan atau keberhasilan
orang dalam belajar memainkan, menyajikan atau mengekspresikan
karya komposisi atau gendhing.
Agar mendapat kejelasan lebih lanjut, perlu diperhatikan
batasan teori ilmiah yang diajukan oleh Lachman, yang menyatakan
bahwa teori adalah pernyataan objektif dan tegas berupa dugaan
atau rekaan yang menyatupadukan kumpulan-kumpulan data
terpisah menjadi suatu kerangka atau framework yang konsisten dan
koheren. Di dalam kerangka itu terdapat perincian, ketentuan
dan/atau ketetapan hubungan antara satuan-satuan data empiris
dan memungkinkan terjadinya peramalan logis atas hubunganhubungan yang ditegaskan menuju suatu fenomena yang belum
diteliti (1964: 46).
Selanjutnya, Lachman menyatakan bahwa teori mempunyai
peranan atau kegunaan yaitu:
1. Membantu mensistematisasikan dan menyusun data maupun
pemikiran tentang data sehingga mencapai pertalian logis di
31
antara bermacam-macam jenis data yang semula kacau balau.
Jadi, teori berfungsi sebagai kerangka atau framework, bagan
sistematisasi atau sistem acuan.
2. Memberikan suatu skema atau rencana sementara mengenai
medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat suatu
orientasi.
3. Memberi petunjuk atau saran mengenai arah-arah penelitian
lebih lanjut yang diperlukan.
Oleh karena kaidah ilmiah merupakan pernyataan yang
bersifat prediktif, dan teori ilmiah juga berupa proposisi yang
meramalkan fenomena, kadang-kadang dapat timbul kekaburan
dalam pembedaan antara kaidah ilmiah dan teori ilmiah. Dalam
menerangkan suatu fenomena, mungkin sebuah teori mengacu
kepada suatu ‘kaidah’ umum, dalam arti ‘keteraturan’, atau pada
beberapa kaidah seperti itu. Kaidah-kaidah itu mungkin telah
ditemukan sebelumnya, dan teori itu hanya mengacu pada kaidahkaidah itu sebagai diketahui; atau teori dapat terdiri dari saran
bahwa
suatu
kaidah
umum
yang
sebelumnya
tersembunyi
menerangkan kejadian yang bersangkutan. Dalam hal terakhir,
kaidah yang disarankan mengkin perlu penguatan lebih lanjut, tentu
saja. Teori-teori baru sering menggabungkan referensi-referensi
kepada kaidah-kaidah yang telah lama mapan dengan saran suatu
kaidah baru. Oleh karena itu, sebuah teori tidak pernah merupakan
32
sebuah kaidah; teori mengacu kepada kaidah-kaidah dan mungkin
menyarankan adanya ekistensi kaidah tambahan, tetapi teori sendiri
bukanlah kaidah. Teori mungkin mencoba untuk menerangkan
sebuah kaidah, berarti ia harus mengacu kepada suatu kaidah yang
lebih umum. Sebaliknya, sebuah kaidah bukanlah sebuah teori.
Kaidah
adalah
‘sebuah
fakta’
yaitu
fakta
yang
faktor-faktor
pembentuknya selalu berkaitan ‘sebagai aturannya’ atau ‘pada
umumnya’.
E. Ciri Pokok
Tidak setiap cabang ilmu, terutama ilmu khusus telah berhasil
merumuskan kaidah-kaidahdan teori-teori ilmiah untuk meramalkan
atau untuk menerangkan bermacam fenomena, fakta dan peristiwa
yang seluas-luasnya. Padahal, perumusan teori merupakan tujuan
paling dasar atau tujuan paling akhir dari pengkajian, penelitian,
ataupun penggalian suatu ilmu. Bahkan ada pendapat bahwa hal
ideal bagi suatu ilmu yang sungguh-sungguh telah matang adalah
kemampuan ilmu itu dalam mengembangkan teori yang pada
timngkat keumuman demikian tinggi semua fakta, proposisi, dan
kaidah dari ilmu itu dapat diturunkan dari teori itu. Jadi, teori tidak
dapat dijadikan sebagai ciri pokok sebuah ilmu. Di antara ciri-ciri
pokok itu antara lain adalah (1) sistematisasi, (2) keumuman, (3)
rasionalitas, (4) objektivitas, (5) verifiabilitas, (6) komunalitas.
33
Ciri pokok pertama bagi setiap ilmu pengetahuan adalah
keharusan adanya sistematisasi pada ilmu pengetahuan yang
bersangkutan. Artinya, setiap ilmu pengetahuan ilmiah harus
mengandung saling terkait yang bersifat sistematik dari fakta-fakta.
Di dalam sistematisasi terkandung pula arti bahwa pengetahuan
ilmiah harus disusun menjadi semacam sistem yang memiliki
bagian-bagian penting dan hubungan-hubungan yang bermakna.
Ilmu sebagai pengetahuan ilmiah berwujud sekumpulan proposisi
sistematik yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang
benar. Sejumlah pernyataan betapapun benarnya seperti misalnya
peribahasa-peribahasa atau ucapan-ucapan orang arif tidak dapat
menjadi ilmu kalau tidak dapat disusun menjadi suatu kebulatan
saling berkait secara sistematik.
Namun, fakta-fakta yang disusun semata-mata menjadi suatu
kebulatan sistematik juga bukan merupakan ilmu. Sistematisasi
bukanlah satu-satunya ciri pokok bagi pengetahuan ilmiah. Jika ciri
utama atau pokoknya kebulatan informasi yang sitematik, maka
sebuah buku petunjuk telepon yang disusun secara sistematik
menurut abjad, disajikan dengan cara-cara yang tertib, ada saling
kaitan antara nama pemilik atau pemegang pesawat dengan nomor
telepon dan dapat diperiksa kebenaranya akan merupakan sebuah
moografi ilmiah. Oleh karena itu, sistematisasi sebagai ciri pokok
pertama harus dilengkapi dengan ciri pokok selanjutnya, yaitu
34
keumuman atau generality. Kemudian disusul ciri rasionalitas,
objektivitas, dan adanya kemungkinan kemampuan untuk diperiksa
kebenarannya (verifiability), dan kemungkinan kemampuan untuk
menjadi milik umum (communality).
Ciri keumuman atau generality menunjuk pada kualitas
pengetahuan ilmiah untuk merangkum fenomena yang senantiasa
makin luas dengan penentuan konsep-konsep yang paling umum
dalam pembahasan sasaran atau objeknya. Misalnya adalah jika
ilmu politik menjelaskan suatu fenomena berkenaan dengan partai
politik. Penjelasan yang memuaskan ialah jika pembahasan dapat
beralih dari suatu partai politik tertentu dalam suatu Negara
khusus, dapat berlaku penjelasan dalam bahasan itu pada semua
partai politik di Negara itu. Bahkan, semakin meluas dan makin
umum lagi hingga keberlakuannya sampai padapada umumnya
partai politik di berbagai Negara dan di berbagai masa. Contoh di
atas menunjukkan bahwa buku telepon yang sistematik bukan
merupakan
karya
ilmiah
karena
sama
sekali
tidak
ada
ciri
keumumannya. Kumpulan informasi pada buku itu hanya menunjuk
pada orang-orang tertentu, nomor-nomor tertentu, kota tertentu, dan
tahu tertentu.
Ciri rasional berarti bahwa ilmu sebagai pengetahuan ilmiah
bersumber pada pemikiran rasional yang mematuhi kaidah-kaidah
logika. Alat penguji pengetahuan ilmiah adalah penalaran yang
35
benar, dan perbindangan yang logis, tanpa melibatkan factor-faktor
non-rasional seperti emosi sesaat maupun kesukaan pribadi. Apalgi
dengan hal-hal yang irrasional. Karena ada ciri rasionalitas itulah,
maka ilmu pengetahuan juga mempunyai ciri objektivitas. Dalam
kaitannya dengan ciri objektivitas, buzzati-traverso menjelaskan
bahwa jenis realitas yang dijelaskan atau diungkapkan oleh ilmu
mempunyai satu ciri khusus, yaitu jenis realitas itu sama dan samasama valid atau sahih bagi siapapun yang mau menjalani proses
memperoleh pengetahuan melalui cara yang khusus itu. Pendek
kata, ilmu adalah pengetahuan antar pribadi dan di dalam dan di
balik pengetahuan antar pribadi ini objektivitas berdiri. Dan, ciri ini
tidak dimiliki oleh pengetahuan yang diperoleh melalui cara-cara lain
dalam mendekati realitas, seperti misalnya pengalaman artistik
(1977: 423). Kemudian, ciri berikutnya adalah ciri verifiabilitas.
Artinya, pengetahuan ilmiah harus dapat diperiksa kebenarannya,
diteliti atau diselidiki kembali, atau diuji ulag oleh setiap orang lain
dari masyarakat ilmuwan.
Jika ciri objektivitas menekankan diri pada sifat ilmu sebagai
interpersonal knowledge (pengetahuan antar perseorangan), maka
ciri komunalitas sebagai ciri pokok terakhir menitik-beratkan ilmu
sebagai pengetahuan yang menjadi milik umum. “Science is public
knowledge”,
pengetahuan
kata
yang
Ziman
telah
(1974:8).
diteliti
Jadi,
dan
ilmu
bukan
diterbitkan,
sekedar
melainkan
36
pengetahuan yang telah diuji, ditelaah ulang, dan atau diverifikasi
secara
objektif
masyarakat,
oleh
para
menjadi
ilmuwan,
kesepakatan
dan
akhirnya
pendapat
diterima
rasional
bagi
masyarakat umum.
Demikian gambaran ringkas berkenaan dengan struktur ilmu
pengetahuan, yang jika dibuat dalam bentuk bagan yang sistematis
dapat terjabarkan seperti berikut.
1. Ide Abstrak
2. Benda Fisik
3. Jasad Hidup
1. Objek Material
4. Gejala Rohani
5. Peristiwa Sosial
6. Proses Tanda
a. Objek Sebenarnya
2. Objek Formal
Pusat Perhatian
1. Deskripsi
2. Preskripsi
b. Bentuk Pernyataan
3. Eksposisi Pola
4. Rekonstruksi Historis
PENGETAHUAN
ILMIAH
1.Asas Ilmiah
c. Ragam Proposisi
2. Kaidah Ilmiah
3. Teori Ilmiah
1. Sistematisasi
2.Kemumuman/Generality
d. Ciri Pokok
3. Rasionalitas
4. Objektivitas
5. Verifiabilitas
6. Komunalitas
37
BAB III
ANATOMI KARYA ILMIAH
A. Pengantar
Seperti telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa karya
tulis ilmiah akademik terdiri atas dua kategori, yaitu karya untuk
keperluan tugas akhir studi pada perguruan tinggi, dan karya untuk
memenuhi tugas-tugas profesi akademik. Karya ilmiah akademik
untuk tugas akhir studi terdiri atas skripsi, tesis dan disertasi,
sedangkan karya ilmiah akademik untuk tugas profesi akademik
terdiri atas paper ilmiah seperti artikel jurnal dan makalah serta
laporan penelitian.
Pada dasarnya, skripsi, tesis, dan disertasi adalah karya yang
harus dikerjakan mahasiswa sebagai syarat menyelesaikan studi
pada pendidikan akademik, yaitu pendidikan yang diarahkan pada
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni pada
sekolah tinggi, institut, dan universitas. Tujuannya menyiapkan
mahasiswa memiliki kemampuan akdemik dalam menerapkan,
mengembangkan, dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan,
teknologi dan/atau seni, serta menyebarluaskan dan mengupayakan
penggunaannya.
Seperti telah diterangkan di depan bahwa skripsi, tesis, dan
disertasi terkait dengan jenjang pendidikan yang masing-masing
memiliki kualifikasi tersendiri. Skripsi, adalah karya tulis yang
diwajibkan
bagi
mahasiswa
program
sarjana
yang
memiliki
kualifikasi lulusan sebagai berikut:
c.
menguasai dasar-dasar ilmiah dan ketrampilan dalam bidang
keahlian tertentu sehingga mampu menemukan, memahami,
38
menjelaskan, dan merumuskan cara penyelesaian masalah yang
ada di dalam kawasan keahliannya;
d. mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dimilikinya sesuai dengan bidang keahliannya dalam kegiatan
produktif dan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan
perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan bersama;
e.
mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi,
dan/atau seni yang merupakan keahliannya.
Adapun tesis adalah karya tulis yang diwajibkan bagi mahasiswa
program magister yang memiliki kualifikasi lulusan sebagai berikut:
1. mampu mengembangkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan/atau seni dengan cara menguasai dan memahami,
pendekatan,
metode,
kaidah
ilmiah
disertai
ketrampilan
bidang
keahliannya
penerapannya;
2. mampu
memecahkan
permasalahan
di
melalui kegiatan penelitian dan pengembangan berdasarkan
kaidah ilmiah;
3. mampu mengembangkan kinerja profesionalnya yang ditunjukkan
dengan
ketajaman
analisis
permasalahan,
keserbacakupan
tinjauan, kepaduan pemecahan masalah atau profesi yang
serupa;
Terakhir,
disertasi
adalah
karya
tulis
yang
diwajibkan
bagi
mahasiswa program doktor yang memiliki kualifikasi lulusan sebagai
berikut:
1. mampu mengembangkan konsep ilmu, teknologi, dan/atau seni
baru di dalam bidang keahliannya melalui penelitian;
39
2. mampu mengelola, memimpin, dan pengembangkan program
penelitian;
3. mampu pendekatan interdisipliner dalam berkarya di bidang
keahliannya.
Penjelasan di atas kiranya dapat digunakan untuk membedakan
kualifikasi skripsi, tesis dan disertasi. Artinya, kualifikasi kandungan
skripsi, tesis dan disertasi disesuaikan dengan tuntutan kualifikasi
lulusan. Biasanya, skripsi, tesis dan disertasi adalah karya tulis yang
dihasilkan dari suatu penelitian, oleh karena itu, ketiganya pada
dasarnya adalah laporan penelitian dengan kualifikasi kandungan
yang berbeda. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan umum yang
berlaku bagi penulisan skripsi, tesis, dan disertasi juga berlaku bagi
penulisan laporan penelitian. Atau, berlaku juga bagi karya tulis
akademik yang merupakan hasil manifestasi pelaksanaan tugas
profesi akademik.
Meskipun dibedakan dalam wujud yang bermacam-macam,
pada hakikatnya karya tulis ilmiah akademik, baik paper ilmiah
(artikel jurnal dan makalah), laporan penelitian, skripsi, tesis dan
disertasi memiliki ciri umum dalam struktur anatominya. Oleh
karena itu, dalam beberapa hal ada ketentuan-ketentuan yang
sifatnya khusus bagi tiap wujud karya ilmiah akademik, namun ada
pula ketentuan-ketentuan yang berlaku umum untuk semua.
Artinya, ada ketentuan khusus bagi paper ilmiah yang tidak
diberlakukan bagi skripsi, tesis, dan disertasi. Namun ada pula
ketentuan-ketentuan yang dikenakan bagi paper ilmiah, laporan
penelitian, skripsi, tesis dan disertasi. Untuk memulai berikut ini
40
akan dipaparkan berbagai seluk beluk penulisan yang berkait
dengan paper ilmiah (artikel jurnal dan makalah).
B. Paper Ilmiah
Paper ilmiah merupakan karya tulis yang bayak diterima
bahkan diharap dan ditunggu-tunggu oleh komunitas ilmiah.
Umumnya, paper jenis ini merupakan laporan hasil penelitian yang
ditulis dan dipublikasikan baik dalam seminar ilmiah maupun dalam
jurnal ilmiah. Namun, tidak jarang pula paper jenis ini merupakan
hasil
perenungan
atau
pemikiran
mendalam
dalam
upaya
pengembangan suatu bidang ilmu tertentu. Isinya harus orisinil.
Jika merupakan temuan hasil penelitian mestinya menyajikan suatu
penemuan yang benar-benar baru, atau penyempurnaan dari
temuan-temuan yang telah lebih dulu ditemukan oleh pihak lain.
Jika merupakan hasil pemikiran atau perenungan yang mendalam
harus pula merupakan pemikiran yang menawarkan gagasan atau
konsep-konsep baru.
Paper ilmiah bukan laporan biasa seperti dibuat oleh siswa
Madarasah baik Tsanawiyah maupun Aliyah, siswa SMP, SMU dan
SMK, yang biasanya hanya merupakan pemaparan ulang informasiinformasi yang telah dipublikasikan di dalam beberapa referensi.
Paper ilmiah tidak selalu harus menyajikan koleksi data-data,
melainkan diutamakan atau dituntut untuk menyajikan analisis dan
interpretasi intelektual atas data-data tersebut. Paper ilmiah juga
tidak diseyogyakan menggunakan kata-kata atau kalimat-kalimat
yang berisi analogi dan metaphor. Paper ilmiah mengutamakan
penyajiannya atas fakta-fakta yang dipaparkan secara singkat dan
41
jelas. Dan, paper ilmiah dikatakan baik bila di dalamnya terkandung
informasi sebanyak-banyaknya, dan diungkapkan dengan kalimat
dan kata yang sedikit-dikitnya.
Hal terpenting yang harus diperhatikan oleh seorang penulis
adalah, karya tulis ilmiah akademik dirancang bukan untuk tujuan
hiburan atau entertaintment, melainkan untuk mengkomunikasikan
penemuan ilmiah yang baru. Oleh karena itu, penulisan paper ilmiah
harus sejelas dan sependek mungkin. Secara singkat, paper ilmiah
yang
terdiri
dari
artikel
untuk
jurnal
dan
makalah
dapat
didefinisikan sebagai berikut.
1.
Merupakan publikasi pertama dari hasil penelitian atau hasil
perenungan pemikiran ilmiah yang orisinil.
2.
Disajikan
dalam
bentuk
pemaparan
yang
memungkinkan
pembaca melakukan pengecekan kesimpulan atau melakukan
pengulangan eksperimen.
3.
Dimuat di dalam jurnal ilmiah atau sumber dokumen lain yang
tersedia dalam komunitas ilmuwan, atau dipresentasikan dalam
suatu forum ilmiah di kalangan komunitas iomuwan sejenis.
Ide-ide
yang
diajukan
di
dalam
paper
ilmiah
harus
disampaikan secara jelas dan logis. Perpindahan dari satu ide ke ide
lain harus mengalir lancar. Proses pengembangan ide seperti itu
diperlukan agar menarik pembaca untuk tetap setia membaca
sampai titik terakhir dari paper itu. Bahkan harus diupayakan agar
pembaca
tidak
hanya
setia
membaca
sampai
selesai,
tetapi
terinspirasi untuk mengaplikasikan atau menerapkan ide-ide yang
diinformasikan dalam paper itu. Terutama untuk kegiatan penelitian
42
yang lain, pengajaran, atau praktek-praktek tertentu yang terkait
dengan bidang ilmunya.
Motivasi penulisan, pemikiran, dan perancangan penelitian
serta pelaksanaan penelitian yang ditulis di dalam paper harus
dilaporkan secara lengkap. Perlunya agar dapat mempengaruhi
pembaca untuk menerima atau menolak hasil penelitian atau
pemikiran yang dipaparkan dalam tulisan. Jika hasil penelitian dan
pemikiran itu dapat bertahan dari segala macam kritik, maka ia
diterima sebagai bagian dari tubuh ilmu pengetahuan sampai
diperoleh atau sampai muncul penemuan baru yang lain, yang
mampu menyangkal hasil penelitian dan pemikiran ilmiah itu.
Anatomi paper ilmiah seklurang-kurangnya memuat:
1.
Judul
2.
Baris Kepemilikan
3.
Abstrak
4.
Pendahuluan
5.
Pemaparan dan Diskusi
6.
Kesimpulan
7.
Daftar Pustaka
Pada
kenyataannya,
hampir
setiap
jurnal
ilmiah
selalu
menyertakan petunjuk penulisan kepada para penyumbang tulisan.
Di sisi lain, tidak pernah ada penyelenggara seminar mengeluarkan
petunjuk atau ketentuan-ketentuan penulisan bagi para pemakalah
yang hendak dihadirkan. Untuk artikel pada jurnal ilmiah, semua
petunjuk itu harus benar-benar diikuti, jika tulisan seseorang benarbenar ingin dimuat di jurnal itu. Oleh karena itu, sebelum menulis
paper ilmiah untuk artikel jurnal seorang penulis harus mempelajari
43
lebih dulu ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh penyuting
jurnal itu. Perlu disadari bahwa segala bentuk penyimpangan hanya
akan membuka dan memperbesar peluang untuk ditolaknya artikel
yang diajukan itu. Namun, tidak kalah pentingnya juga perlu
diperhatikan beberapa hal seperti berikut.
1. Pembuatan Judul
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
dengan volume informasi yang dapat dikatakan meluap setiap hari,
pembuatan judul harus benar-benar diperhitungkan oleh setiap
penulis paper ilmiah. Sebab, judul adalah satu-satunya bagian
tulisan yang paling banyak dibaca orang. Oleh karena itu, judul
harus menarik perhatian pembaca yang semula hanya membaca
sepintas saja. Oleh karena itu, perlu diusahakan agar judul dapat
memikat orang yang sedang mencari informasi berkeinginan untuk
terus mencari tahu lebih dalam dengan menelaah keseluruhan isi
artikel. Judul yang tidak jelas, yang terlalu umum, kurang
informative, tidak memikat dan bisu akan menyebabkan tulisan
diremehkan oleh pembaca.
Jadi, judul adalah bagian yang sangat penting dari paper
ilmiah. Secara langsung, judul ikut menentukan jumlah pembaca.
Sebab, judul mengungkapkan abstraksi tertinggi paper ilmiah, dan
juga merupakan wadah isi atau esensi dari paper ilmiah. Jadi,
dengan judul yang baik, pembaca sudah dapat menangkap isi atau
esensi dari paper yang disajikan. Oleh karena itu, judul harus
dipersiapkan dengan sangat teliti. Usahakan agar sekali baca judul,
44
pembaca langsung
dapat menangkap maknanya, tanpa perlu
membaca hingga dua kali.
Menurut Day (1993) dan juga Rifai (2005), judul yang baik
adalah judul yang sedikit menggunakan kata-kata, tetapi cukup
menjelaskan isi paper. Namun, judul juga diseyogyakan tidak terlalu
pendek, sehigga menyebabkan pembaca bingung karena kurang
lengkapnya informasi. Sebaliknya, judul yang terlalu panjang juga
akan membuat pembaca tambah bingung. Dulu, judul-judul panjang
memang sering digunakan, tetapi ketika itu ilmu pengetahuan belum
terspesialisasi seperti sekarang. Karena sekarang ilmu pengetahuan
telah terspesialisasi, maka penulis harus menghindari judul-judul
yang bersifat umum, karena spesialisasi dan fokusnya tidak akan
kelihatan. Rifai memberi patokan agar judul tidak lebih dari 12 patah
kata, atau paling banyak terdiri dari 90 ketuk mesin ketik.
Menurutnya, ini harus mutlak dipatuhi. Bahkan, dalam tulisan
berbahasa Inggris, jumlah maksimum yang diperkenankan adalah
10 kata, sedangkan untuk naskah berbahasa Jerman malah dibatasi
hanya 8 kata. Oleh karena itu, dalam menyusun judul harus dipilih
kata yang padat makna, kata kunci yang khas, dan sejauh mungkin
mampu mencirika seluruh isi tulisan.
Dalam
menyusun
judul
harus
benar0benar
dihindari
penggunaan kata-kata klise seperti, penelitian pendahuluan, studi
perbandingan,
penelaahan
terhadap,
pengaruh
pemberian,
dan
pengamatan awal. Pemakaian kata kerja sedapat mungkin harus
dihindari, sebab kata kerja pada awal judul tidak lazim digunakan
dalam karya tulis ilmiah akademik. Judul juga tidak boleh
menggunakan singkatan atau akronim. Untuk mudahnya, agar judul
45
benar-benar dapat mewakili isi atau esensi tulisan, maka gunakan
objek material dan objek formal sebagai pertimbangan untuk
membuat judul.
2. Baris Kepemilikan
Umumnya, baris kepemilikan terdiri atas dua unsur, yaitu (1)
nama atau nama-nama penulis, dan (2) nama atau nama-nama
lembaga yang menaungi kegiatan penulisan dan penelitian yang
dilakukan oleh penulis atau para penulis. Kalau perlu juga
dicantumkan alamat lengkap yang dapat dicapai pos atau alamat
email dan nomor facsimile untuk keperluan surat menyurat. Untuk
unsur pertama, catumkan hanya nama(-nama) orang yang secara
nyata dan langsung terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan,
analisis, sistesis, dan penulisan hasil penelitian yang dilaporkan.
Jadi, yang dimasukkan hanya nama(-nama) orang yang berhak
mendapat
kredit
kepengarangan
atas
tulisan
itu.
Sebab,
pencantuman nama seseorang secara moral memiliki konskwensi
tersendiri. Konskwensinya, setiap orang yang tercantum sebagai
pengarang memiliki kewajiban moral untuk bias menjawab segala
sesuatu dan keseluruhan isi yang tertuang dalam naskah. Oleh
karena itu, pencantuman nama orang yang secara tidak langsung
terlibat dalam penelitian (sering kali pimpinan lembaga atau proyek)
tidak memenuhi norma dank ode etik ilmiah yang berlaku. Begitu
pula,
tidak
dibenarkan
untuk
menyebutkan
hanya
seorang
pengarang disertai penunjuk et al., cs. atau dkk. Perlu pula diketahui
bahwa baris kepemilikan dapat pula diberikan kepada suatu
lembaga, atau tidak kepada siapa-siapa (anonim).
46
Penyebutan nama dan alamat lembaga(-lembaga) dalam baris
kepemilikan menandakan penelitian tersebut dilakukan atas inisiatif
lembaga, dan bukan perorangan
di lembaga tersebut. Kalau
pengarang pindah lembaga waktu tulisan diterbitkan, jangan berikan
kredit kepengarangan kepada lembaga yang baru untuk penelitian
yang dikerjakan sebelumnya. Kalau perlu, untuk melancarkan suratmenyurat, cantumkan alamat lembaga yang baru dalam kurung atau
pada catatan kaki. Jika suatu karya ditulis oleh beberapa orang yang
bekerja pada lembaga berbeda, pencantuman nama pengarang dan
lembaga yang menaungi pengarang harus jelas, tepat, dan tidak
meragukan.
Nama pengarang dan lembaga mestinya ditulis secara mantap
sesuai dengan kebiasaan resmi. Khusus untuk nama pengarang,
perlu ditekankan agar memakai hanya satu bentuk cara penulisan
dan ejaan. Perlunya adalah untuk menghindari kesimpangsiuran
penyusunan penulisan indeks dan bibliografi. Bagian terakhir nama
jangan disingkat, sebab pengindeksan nama pengarang umumnya
dilakukan dengan mengambil nama bagian terakhir.
Terakhir, di dalam penulisan nama biasakan agar tidak
menyertakan pangkat, jabatan, kedudukan, dan gelar akademik. Ini
perlu, karena di dalam tradisi penulisan ilmiah ada prinsip untuk
tidak berpamer diri. Tulisan ilmiah ditakar bukan berdasarkan pada
pekerjaan, pangkat, kedudukan, jabatan atau gelar penulisnya,
tetapi berdasarkan kadar orisinalitas sumbangan keilmuannya.
47
3. Abstrak
Tujuan abstrak adalah menyediakan informasi yang cukup
agar pembaca dapat mengambil keputusan, apakah dia perlu
membaca keseluruhan isi paper atau tidak. Oleh karena itu, abstrak
adalah ringkasan paper ilmiah, mengandung informasi lengkap,
komprehensif, dan jelas mengenai isi tulisan.
Abstrak berisi seluruh informasi yang diperlukan untuk
membantu pembaca dalam menyimpulkan isi dari seluruh hasil
kegiatan penelitian. Dengan demikian, abstrak membantu pembaca
dengan menerangkan secara ringkas (1) objek penelitian/tulisan, (2)
tujuan penelitian/penulisan, (3) metode/pelaksanaan penelitian, (4)
hasil-hasil yang diperoleh, dan (5) signifikansi/nilai manfaat dari
penelitian/tulisan tersebut. Di samping itu, abstrak harus ditulis
dengan teliti, dengan kata-kata yang sesedikit-sedikitnya, agar dapat
memberikan efek yang berarti bagi pembaca. Selain memperhatikan
judul, umumnya para pembaca paper ilmiah, baik dalam bentuk
artikel jurnal maupun makalah, selalu juga membaca abstrak.
Mereka akan membaca secara utuh paper-paper yang menarik dan
penting bagi mereka, sementara yang mereka anggap kurang
menarik akan diabaikan. Oleh karena itu, penulisan abstrak
diupayakan agar pembaca mendapatkan informasi mengenai seluruh
isi tulisan.
Umumnya,
abstrak
untuk
paper
disajikan
dalam
satu
paragraph dengan menggunakan tidak lebih dari 200 kata. Namun,
abstrak untuk skripsi, tesis, disertasi dan/atau laporan penelitian
tidak ada batasan yang mengikat. Ada pembimbing yang secara ketat
meminta penulisan abstrak tidak lebih dari satu halaman. Namun
48
ada pula yang cukup memberi kelonggaran lebih dari satu halaman.
Pada dasarnya, abstrak untuk skripsi, tesis, disertasi dan laporan
penelitian dapat dibuat seperti berikut.
1. Objek penelitian terdiri dari satu paragraph.
2. Tujuan penelitian dan metode/pelaksanaan penelitian masingmasing satu paragraf, atau digabung menjadi satu menjadi satu
paragraph.
3. Hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian terdiri dari satu
paragraph atau lebih.
4. Signifikansi/nilai manfaat penelitian sepanjang satu paragraf.
Agar
dapat
memberikan
informasi
secara
padat,
maka
dianjurkan untuk tidak mengulang kata-kata yang dipakai dalam
judul. Tabel dan grafik tidak dibenarkan dicantumkan di dalam
abstrak. Begitu pula dengan singkatan-singkatan yang cepat dikenal,
ataupun pengacuan pada pustaka.
Abstrak
pada
umumnya
dibaca
lebih
sering
dari
pada
papernya sendiri. Dari ribuan paper yang dipublikasikan baik di
jurnal maupun dalam seminar ilmiah, umumnya pembaca yang juga
peneliti tidak memilikicukup waktu untuk membaca seluruh isi
paper. Sekalipun papar itu berkaitan dengan penelitian yang hendak
mereka lakukan. Oleh karena itu, biasanya mereka memilih
membaca paper-paper yang berkaitan langsung dengan penelitian
yang sedang mereka kerjakan. Lebih khusus lagi, biasanya pembaca
memilih membaca paper-paper yang diulis oleh orang-orang yang
terkenal. Pilihan semacam ini relative dapat dipahami, masuk akal,
karena
ada
keyakinan
mempublikasikan
bahwa
orang-orang
penelitian-penelitian
bermutu
terkenal
yang
selalu
biasanya
49
mengimbas pada lahirnya bermacam-macam masalah penelitian
baru.
Walaupun abstrak dalam suatu paper muncul paling awal4,
umumnya abstrak ditulis paling akhir oleh penulisnya. Setelah
bagian batang tubuh paper telah lengkap selesai ditulis. Abstrak
harus merupakan ringkasan yang jelas tentang masalah, pemecahan
dan kesimpulan yang dicapai. Abstrak juga harusmemberikan
informasi yang memadai bagi pembaca.
5. Pendahuluan
Bagian pendahuluan adalah pintu penting ketiga, setelah judul
dan abstrak, yang diorganisasikan untuk berpindah dari informasi
yang bersifat umum ke informasi spesifik. Hal yang amat perlu
diingat adalah, jangan melangkah terlalu jauh ketika menulis
pendahuluan. Oleh karena itu, dalam menulis pendahuluan, penulis
harus membatasi diri pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
studi, kajian, atau penelitian yang sedang dilaksanakan, dan
kontribusi
khas
yang
dihasilkan
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
Pendahuluan mirip dengan undangan yang ditujukan kepada
pembaca agar merelakan waktu sebagai investasi untuk membaca
paper yang ditawarkan oleh penulis. Memang seringkali tidak mudah
di dalam menulis pendahuluan. Oleh karena itu, sebagai jembatan
perlu diperhatikan saran-saran berikut ini.
1. Cari antara 5-15 paper yang dapat digunakan sebagai latar
belakang dari penelitian yang hendak dilakukan.
4
Setelah judul dan baris kepemilikan.
50
2. Lakukan review terhadap masing-masing paper tersebut.
3. Cari
orang
yang
mengerjakan
bidang
yang
sama
untuk
memberikan kritik terhadap paper yang anda tulis. Mereka bias
teman dalam studi, dosen pembimbing, senior, atau rekan dari
lembaga lain.
Hal yang paling penting dalam penulisan pendahuluan adalah
urutan material, sehingga masalah ini perlu sekali dipikirkan sebaikbaiknya. Pada dasarnya, pendahuluan mendefinisikan objek dari
laporan yang ditulis dalam paper. Di samping itu pendahuluan juga
mesti mendifinisikan tujun ilmiah dari penelitian, pemikiran atau
penulisan yang dilakukan. Oleh karena itu, pendahuluan mesti
memberikan latar belakang yang cukup bagi pembaca untuk
memahami bagian-bagian selanjutnya dari paper itu.
Pendahuluan
yang
baik
sekurang-kurangnya
dapat
memberikan penjelasan mengenai beberapa pertanyaan seperti
berikut:
1. Mengapa sebuah penelitian, pemikiran, atau penulisan perlu
dilakukan. Jawaban dari pertanyaan itu tentu dapat diambil dari
pengematan alamiah, atau juga dari berbagai referensi bacaan
dari
berbagai
pengamatan
sumber.
alamiah
melatarbelakangi,
Dengan
dan
penulis
juga
dapat
memaparkan
berbagai
bukti-bukti
referensi
mengemukakan
yang
bahwa
ditemukan suatu persoalan yang sengat bernilai dan penting
untuk dipecahkan, sehingga penelitian itu sangat perlu untuk
dilakukan.
51
2. Sampai di mana pemahaman para ahli di bidang yang sedang
ditulis itu. Jawaban bagi pertanyaan ini dapat dilakukan dengan
mereview beberapa literatur, terutama literatur-literatur terbaru.
3. Apa masalah yang masih muncul hingga pemahaman yang ada
saat ini. Untuk menjawab pertanyaan ini hanya dapat diketahui
dari mempelajari paper-paper terbaru. Dari sana akan diketahui
adanya masalah yang belum terjawab. Sebab, memang tidak
pernah ada tulisan ilmiah yang benar-benar lengkap. Semua
tulisa ilmiah selalu meninggalkan pertanyaan-pertayaan baru
yang dapat menjadi persoalan penelitian baru. Kadang-kadang
permasalahan yang masih tertinggal itu tidak disadari oelh
penulis. Tetapi, ada juga penulis-penulis yang rendah hati
menyatakan
secara
langsug
kekurangan-kekurangan
hasil
penelitian mereka, dan mengatakan belum sanggup memecahkan
beberapa persoalan hingga paper mereka tulis. Masalahnya, tidak
semua penulis menyatakan secara eksplisit hal-hal yang masih
menjadi sisa persoalan karena belum terjawab. Oleh karena itu,
seringnya membaca artikel ilmiah merupakan wahana untuk
mengasah feeling untuk segera menangkap persoalan yang belum
terselesaikan atau belum terjawab ketika membaca paper ilmiah.
4. Apa proposisi ilmiah (penting) atau hipotesis yang memotivasi
dilakukannya penelitian. Hal ini sangat penting, karena akan
menjelaskan tujuan spesifik dari studi yang dilaporkan dalam
paper yang anda tulis. Dalam bagian ini, anda sebagai penulis
sekaligus peneliti mendapatkan kesempatan untuk mengatakan
bahwa karya anda adalah penyempurnaan yang bermanfaat dari
paper-paper tertentu yang di atas telah anda review. Biasanya,
52
jika tulisan ilmiah tidak menampilkan proposisi ilmiah atau
hipotesis, sering dikatakan oleh para ahli sebagai tulisan tanpa
motivasi.
5. Apa agenda yang hedak ditulis dalam paper. Bagian ini umumya
ditulis di bagian akhir suiatu pendahuluan. Agenda meringkas
apa yang hendak disampaikan penulis kepada pembaca. Dalam
agenda, penulis harus menyebutkan alur bagaimana paper ditulis
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Jika perlu,
penulis dapat mengungkapkan kesimpulan sederhana pada
bagian ini. Namun, ada juga yang tidak menyebutkan kesimpulan
sederhana di bagian ini. Artinya, penyebutannya di bagian ini
bukan suatu keharusan.
Biasanya, paper ilmiah yang baik selalu mengandung sejumlah
pernyataan luas, dari (1) asumsi-asumsi klasik, (2) pengetahuan
yang telah dipahami masyarakat secara umum, dan (3) spekulasispekulasi dugaan yang lengkap. Beberapa hal yang perlu diketahui
oleh setiap penulis adalah kesalahan-kesalah yang tidak perlu
terjadi. Berikut ini dipaparkan beberapa cara penulisan yang
dirasakan tidak efektif, sehingga perlu sekali untuk dihindari ditulis
di bagian pembuka suatu pendahuluan.
1. Membuat pernyataan yang sudah umum diketahui orang, atau
pernyataan yang bersifat common sense. Hal ini perlu dihindari
karena paper atau artikel ilmiah mestinya berisi sesuatu yang
pantas dipublikasikan (newsworthy), dan penting di mata para
pakar, peneliti dan bukan khalayak umum. Apa gunanya
mempublikasikan
sesuatu
yang
sudah
jelas-jelas
diketahui
umum?
53
2. Membuat cerita atau kisah yang menceritakan asal-muasal
objek penelitian atau bagian dari objek. Misalnya; “Penelitian
tentang pathet telah dimulai semenjak para sarja Barat datang ke
Indonesia, dan mempelajari musik gamelan, jauh sebelum bangsa
Indonesia memproklamirkan dirinya merdeka. Tradisi penelitian
itu terus berkembang, kemudian setelah Indonesia merdeka pada
tahun 1945, dibukalah sekolah-sekolah kesenian tradisional yang
dimaksud untuk memperkokoh eksistensi kebudayaan Indonesia
di mata dunia. Dalam konteks mendewasakan sekolah-sekolah
itu, seorang peneliti pribumi yang belajar di Durham University
melahirkan sebuah teori pathet baru”. Uraian seperti itu tidak
menarik dan tidak ada gunanya. Jika uraian itu dianggap
penting, maka penempatannya tidak di bagian pendahuluan,
melainkan di bagian review artikel atau tulisan-tulisan terdahulu.
3. Membuat Definisi. Definisi memang diperlukan, agar pembaca di
dalam memahami isi karya tidak nglambrang ke mana-mana,
tetapi diikat oleh satu kesatuan pengertian yang sama dengan
yang dimaksudkan oleh penulis. Tetapi, penempatan yang baik
tidak pada bagian pendahuluan atau di bagian pembukaan.
Banyak penulis kenamaan yang menyarankan agar diselipkan di
tengah, terutama di bagian ‘kerangka teori’ atau pada sub-bagian
lain setelah bagian pembukadari suatu pendahuluan.
4. Merujuk pada dokumen penting, pernyataan pejabat atau
membuat pernyataan yang terlalu spesifik (khusus). Hal ini
perlu dihindari karena jika dipaksakan, tulisan itu akan terasa
parochial, dan cakupannya tampak terlalu terbatas. Biasanya,
pembaca artikel ilmiah, para intelektual cenderung mencari paper
54
ilmiah yang memiliki scope pemahaman yang tidak terbatas,
dalam suatu objek yang amat sangat terbatas. Oleh karena itu,
merujuk dokumen penting, pernyataan pejabat atau membuat
pernyataan yang terlalu spesifik (khusus) dapat menjadi tidak
relevan dalam penulisan karya ilmiah. Pernyataan semikian tentu
bukan tidak boleh dimasukkan di dalam paper ilmiah, tetapi
tempatnya lebih cocok jika dimasukkan dalam ‘analisis’ atau
‘diskusi’, ketika penulis memaparkan suatu hal yang memang
benar-benar bersifat khusus.
Hal yang perlu diingat bagi setiapa penulis paper ilmiah adalah
pernyataan pertama paper ilmiah sebaiknya berupa pernyataan yang
berlaku umum, atau berupa generalisasi. Hal ini perlu dibedakan
dengan pengertian pada point pertama di atas, yang menganjurkan
untuk tidak membuat pernyataan yang sudah umum diketahui
orang, atau pernyataan yang bersifat common sense.
6. Pemaparan
Dalam paper ilmiah bagian pemaparan adalah bagian yang
merupakan tempat seorang penulis atau peneliti paling bebas
menyatakan ekspresi. Namun, meski bebas, ada saran yang perlu
diperhatikan, yaitu agar setiap pemaparan (1) jangan berpanjang
lebar melakukan pembahasan, (2) melakukan pembahasan dengan
argumentasi logis, menggunakan logika, (3) pendapat yang telah
direview di bagian pendahuluan tidak diulang lagi, tetapi cukup
diacu seperlunya.
Pemaparan adalah bagian yang digunakan untuk menyajikan
data-data atau hasil penelitian. Bagian ini merupakan inti karya
55
karena di bagian inilah data dan informasi penting yang ditemukan
peneliti dipaparkan. Bagian inilah yang nanti akan berguna sebagai
pijakan atau dasar bagi penulis untuk membuat kesimpulan dan
penyusunan teori baru. Oleh karena itu, bagian pemaparan harus
menggunakan
sistem.
Penggunaan
sistem
bergantung
kepada
luasnya ruang lingkup dan kedalaman penelitian, menggunakan
anak-anak bab sesuai keperluan.
Sistem adalah sesuatu yang kompleks dan utuh, yaitu satu set
berbagai hal yang bekerja bersama, sebagai atau oleh sebab
mekanisme atau jaringan yang saling berhubungan. Agar dapat
memaparkan sesuatu dengan menggunakan sistem, penulis atau
peneliti harus dapat membuat definisi dan klasifikasi. Kemampuan
mengenai dua hal itu adalah kemampuan paling mendasar yang
harus dikuasai oleh setiap penulis dan peneliti. Jadi, penulis dan
peneliti tidak akan dapat menyajikan pemaparan yag bersistem
manakala dia tidak dapat membuat definisi dan klasifikasi.
a. Definisi
Membuat Definisi adalah pengetahuan atau ketrampilan dasar
yang diperlukan seorang baik dalam dunia kehidupan ilmiah
maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ketika seseorang memasuki
diskusi tentang sesuatu hal, tentang objek tertentu, definisi atas
objek dan sesuatu itu selalu diperlukan. Dalam kehidupan seharihari, tidak jarang seorang ibu diminta anaknya untuk menjelaskan
pengertian
sebuah
kata
yang
digunakannya.
Penjelasan
itu
diperlukan anak, agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemahaman
sebuah kata dalam penggunaannya.
56
Definisi
adalah
keterangan
yang
memuat
uraian
atau
penjelasan tentang makna suatu kata, istilah atau ungkapan.
Membuat definisi adalah menyebut sekelompok karakteristik suatu
kata, istilah atau ungkapan sehingga dapat diketahui pengertiannya
dan dapat dibedakan dengan kata, istilah atau ungkapan lain yang
menunjuk objek yang lain pula. Lantas, apakah yang dimaksud
karakteristik suatu kata, istilah atau ungkapan itu? Karakteristik
adalah jenis dan sifat pembeda. Jadi, mendefinisikan kata, istilah
atau ungkapan adalah menganalisis denotasi kata, istilah atau
ungkapan dengan menyebut jenis dan sifat pembeda yang dikandung
oleh kata, istilah atau ungkapan itu. Mengapa jenis harus disebut,
tidak lain untuk mendekatkan dan mengenalkan cakupan ‘sesuatu’
yang diwakili oleh kata, istilah atau ungkapan itu, termasuk ke
dalam kelompok atau jenis apa ‘sesuatu’ yang diwakili oleh kata,
istilah atau ungkapan itu. Sifat pembeda juga perlu disebut, karena
untuk menunjuk ketepatan wujud ‘sesuatu’ yang diwakili kata,
istilah atau ungkapan itu. Sebab, setelah diketahui jenis atau
kelompok ‘sesuatu’ yang diwakili dengan kata, istilah atau ungkapan
itu,
dengan
disebut
sifat
pembedanya,
maka
‘sesuatu’
yang
dimaksudkan di balik kata, istilah atau ungkapan itu menjadi jelas
cakupan maknanya.
Kelompok atau jenis yang dipilih mestinya harus jenis yang
terdekat,
sehingga
dengan
menghadirkan
sifat
pembedanya,
pemahaman atau pengertian kata, istilah atau ungkapan itu
langsung dapat diketahui. Jenis yang terdekat biasanya adalah nama
umum yang langsung mencakup ‘sesuatu’ yang didefinisikan. Jadi,
jika kita hendak mendifinisikan ‘kursi’ kita harus memulai dengan
57
penjelasan ‘tempat duduk’, setelah itu disusul dengan penjelasan
yang lebih lengkap yang menunjuk pada sifat pembeda dari berbagai
macam tempat duduk. Jika kita hendak mendefinisikan ‘perkutut’
kita harus memulainya dengan penjelasan awal ‘burung’ kemudian
disusul dengan penjelasan yang berupa sifat pembeda dari berbagai
macam burung.
Agar pembuatan definisi dapat lebih efektif, berikut adalah halhal elementer yang perlu diketahui, yaitu:
1. Deifinisi tidak boleh menggunakan kata yang didefinisikan.
Definisi seperti ini disebut tautologi atau circular definition, atau
definisi mulêk. Berikut adalah contoh-contoh definisi mulêk; (a)
Keadilan adalah putusan hakim bagi para pemohon keadilan. (b)
Wajib adalah perbuatan yang harus (wajib) dikerjakan oleh setiap
orang. (3) Merdeka adalah dalam keadaan bebas (merdeka).
2. Definisi tidak boleh lebih luas atau lebih sempit dari konotasi
kata, istilah, atau ungkapan yang didefinisikan. Definisi yang
terlalu luas misalnya adalah; (a) Merpati adalah burung yang
dapat terbang cepat [Padahal, banyak sekali burung lain yang
bukan merpati yang dapat terbang cepat], (b) Pidato adalah cara
untuk mempengaruhi orang lain dengan menggunakan kata-kata
[Padahal, banyak cara untuk mempengaruhi orang lain dengan
kata-kata tetapi bukan pidato, misalnya iklan], (c) Negara adalah
organisasi masyarakat yang mempunyai peraturan-peraturan
[Padahal, banyak sekali organisasi masyarakat yag mempunyai
peraturan-peraturan tetapi bukan Negara], sedangkan definisi yang
terlalu sempit misalnya adalah; (a) Kursi adalah tempat duduk
yag dibuat dari kayu, bersandaran dan berkaki [Padahal, banyak
58
juga kursi yang tidak terbuat dari kayu], (b) Jujur adalah sikap
mau mengakui kesalahan sendiri [Padahal, mau mengakui
kelebihan kawan atau lawan juga dapat disebut jujur], (c)
Kekayaan adalah hasil pertanian yang dapat disimpan [Padahal,
banyak
sekali
selain
hasil
pertanian
yang
dapat
disebut
kekayaan].
3. Definisi tidak boleh menggunakan bentuk negarif. Contohnya
adalah seperti berikut; (a) Benar adalah sesuatu yang tidak salah,
(b) Indah adalah sesuatu yang tidak jelek, (c) Miskin adalah
keadaan tidak kaya, (d) Syair adalah bentuk sastra lirik bukan
pantun, (e) Manusia adalah binatang bukan kambing, dan (f) Ilmu
ekonomi adalah ilmu sosial bukan ilmu politik. Namun, ada suatu
keadaan yang tidak mungkin dihindari bentuk negatif, maka
definisi dengan bentuk negatif diperbolehkan. Contohnya adalah;
(a) Orang buta adalah orang yang indera penglihatannya tidak
berfungsi,
(b)
Orang
buntung
adalah
orang
yang
anggota
tubuhnya tidak lengkap, (c) Orang miskin adalah orang yang
penghasilannya tidak mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari.
Namun, selama masih dapat diupayakan, pembuatan definisi
dengan menggunakan bentuk negatif amat sangat dianjurkan
untuk dihindari.
4. Definisi tidak boleh menggunakan penjelasan yang membuat
bingung atau tidak jelas. Biasanya, definisi seperti ini adalah
definisi yang keterangannya menggunakan kalimat-kalimat yang
bersifat plastis. Biasanya pula, kalimat plastis tidak sesuai
dengan denotasi dan konotasi yang sesungguhnya. Pendek kata,
menggunakan penjelasan yang tidak mudah dimengerti oleh
59
masyarakat umum. Contoh dari definisi yang tidak jelas dan
membingungkan adalah; (a) Sejarah adalah samudra pengalaman
dengan gelombang yang tak putus-putusnya, (b) Sedekah adalah
kunci pembuka pintu surga, dan (c) Kehidupan adalah manis
anggur yang penuh makna.
b. Klasifikasi
Klasifikasi adalah pengelompokan sesuatu yang sama dan
pemisahan sesuatu yang berbeda dari spesia atau jenisnya. Adapun
spesia atau jenis kurang lebih adalah suatu kelompok benda,
peristiwa, dan/atau fenomena yang terdiri dari individu-individu
yang memiliki sifat-sifat yang mirip satu sama lain, dan pada saat
yang sama juga memiliki sifat-sifat pembeda yang disebut kelas.
Berdasarkan sifat-sifat mirip dan sifat pembeda yang dimiliki itu
dapat disusun suatu bentuk taksonomi, yaitu klasifikasi. Klasifikasi
dapat dilakukan dengan dua macam cara yaitu, (1) pembagian dan
(2) penggolongan.
Klasifikasi menurut pembagian adalah pembuatan kategori
dengan cara memisah-misahkan suatu jenis berdasarkan denotasi
atau
cakupannya.
Jadi,
kalsifikasi
menurut
pembagian
pada
hakikatnya adalah analisis berdasarkan denotasi suatu jenis. Jadi
pembagian merupakan penjelasan yang lebih lengkap mengenai
suatu jenis terhadap kelasnya. Agar didapat kelas yang benar, maka
dalam pembagian perlu diperhatikan patokan sebagai berikut.
1. Pembagian harus berdasar sifat persamaan yang ada pada suatu
jenis
secara
menyeluruh.
Kelasnya
merupakan
perubahan
tertentu dari sifat persamaannya. Misalnya bidang datar, dapat
60
dibagi berdasarkan perubahan tertentu dari sifat jenisnya, yaitu
jumlah sisi yang membentuknya, sehingga di antara berbagai
bidang datar itu akan dapat diperoleh kelas segi tiga, segi empat,
segi lima, segi enam, segi lebih dari enam, (tiga sisi), (empat sisi),
(lima sisi), dan (enam sisi). Jika bidang datar dibagi menjadi
misalnya ke dalam bentuk-bentuk seperti belah ketupat, bujur
sangkar, dan jajaran genjang, berarti pembagian itu tidak
didasarkan pada sifat yang ada pada jenis secara menyeluruh dari
bidang datar, melainkan berdasarkan perubahan tertentu dari
bidang datar segi empat. Pembagian jenis ini, yaitu pembagian
berdasarkan sifat yang ada pada jenis secara menyeluruh adalah
pembagian yang disebut fundamentum divisionis. Syarat ini
menjamin agar pembagian itu dapat menghasilkan kelas-kelas
yang langsung berada di bawah jenis. Jika pembagiannya
dilakukan dengan cara yang tidak demikian, maka jenis yang
dihasilkan adalah jenis yang tidak langsung karena ada kelas
yang dilompati.
2. Pembagian harus dilakukan berdasarkan pada satu dasar saja.
Pembagian yang dilakukan berdasarkan pada satu dasar akan
menghasilkan kelas yang simpang siur, (everlap, ada cross
division, dan terselip tidak keruan). Contoh suatu pembagian
yang overlap adalah membagi manusia menjadi; manusia berkulit
putih, manusia bangsa Aria, manusia Asia, manusia penyabar
dan seterusnya. Di sini terdapat empat macam dasar pembagian,
yaitu:
warna
kulit,
ras,
regional,
dan
sifat
psikis,
yang
diperlakukan secara sejajar, sehingga hasilnya relatif cukup
membingungkan. Pembagian yang benar adalah pembagian yang
61
dilakukan menggunakan satu dasar saja. Misalnya pembagian
manusia dengan dasar warna kulit, akan didapat kelas-kelas
seperti; manusia berkulit putih, berkulit hitam, kulit sawo
matang, berkulit kuning, dan seterusnya.
3. Pembagian harus lengkap, yaitu menyebut seluruh spesia yang
dicakup oleh kelas. Ini memang sulit karena tidak selalu pembuat
definisi mengetahui seluruh spesia atau jenis suatu kelas. Oleh
karena itu, hal ini sangat tergantung pada keluasan wawasan dan
pengetahuan
pembuat
definisi
terhadap
kelompok
benda,
peristiwa dan fenomena. Mendefinisikan makna manusia dengan
menonjolkan pembagian atas dasar warna kulit saja akan
menghasilkan pengetahuan atau pemahaman yang tidak benar.
Sebab, masih ada spesia atau jenis yang tertinggal. Demikian pula
ketika mendefinisikan agama wahyu dengan menyebut misalnya
‘agama wahyu adalah Islam, Kristen dan Yahudi’.
Suatu ketika, pembuat definisi akan mentok, tidak dapat
membuat klasifikasi dengan membagi sebagaimana model di atas.
Hal itu dimungkinkan karena memang keterbatasan terhadap
pengetahuan atas kelompok benda, fakta, peristiwa, dan fenomena.
Apabila hal itu terjadi, maka pembagian dapat dilakukan dengan
logika jenis lain, yaitu pembagian dikotomis. Pembagian model ini
adalah pembagian suatu kelas kepada jenis yang dicakupnya dengan
cara mengelompokkannya menjadi dua golongan yang dibedakan
atas kualitas dan/atau ciri-ciri tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat contoh sebagai berikut.
62
GENDHING
Inkonvensional
Konvensional
Lugu
Aeng
Penyimpangan
Isi Gatra
Pembagian
berdasarkan
dikotomi,
Penyimpangan
Jumlah Gatra
meskipun
memberikan
gambaran yang kurang lengkap, namun dapat sangat berguna
sebagai suatu cara dalam membuat klasifikasi. Sebab, dengan
pembagian demikian, dapat menjadi jalan untuk menemukan
klasifikasi yang lebih rumit pada kategori bagian-bagian bawah.
Misalnya, setelah pada klasifikasi gendhing aeng, ada kategori aeng
yang disebabkan oleh adanya penyimpangan jumlah gatra, dan
penyimpangan
isi
gatra.
Di
bawah
gendhing
aeng
karena
penyimpangan jumlah gatra, akan ditemukan wujud kategori yang
tidak lagi dikotomis, tetapi menjadi lebih rumit karena ditemukan
macam-macam wujud yang beragam. Oleh karena itu, ada baiknya
disarankan di sini, apabila sejak awal tidak dapat membuat
pembagian yang relatif lengkap, coba pikirkan pembagian dikotomis
lebih dahulu, kemudian di setiap kategori pikirkan sedalamdalamnya agar ditemukan ragam yang lengkap.
Demikian penjelasan mengenai definisi dan klasifikasi, yang
penguasaannya menjadi syarat utama bagi peneliti dan penulis
untuk melakukan pemaparan. Tanpa kemampuan atas keduanya,
63
tidak mungkin seorang penulis atau peneliti berhasil menyajikan
pemaparan secara baik. Apalagi, bentuk ilmu pengetahuan yang
dipaparkan
adalah
pengetahuan-pengetahuan
yang
bersifat
ideografis. Namun sesungguhnya ada hal yang tidak kalah penting
yang perlu diketahui agar pemaparan menjadi memuaskan. Secara
umum, bagian pemaparan dalam suatu paper ilmiah dapat dibagi
menjadi tiga bagian yaitu, (1) uraian data-data temuan atas
informasi yang terkumpul, (2) analisis sesuai dengan metode dan
rancangan penelitian, (3) penafsiran dan penjelasan sintesisnya.
4. Kesimpulan
Dalam ilmu logika, kesimpulan adalah proposisi yang didapat
dari berbagai data dan argumen yang disajikan dalam pemaparan.
Diskusi tentang pertanyaan dan data-data yang diperoleh, diringkas
seringkas-ringkasnya pada bagian ini. Hal penting yang perlu
dimasukkan pada bagian ini adalah kemungkinan adanya (1)
kekurangan-kekurangan metode yang digunakan oleh peneliti, dan
(2) potensi-potensi yang dimiliki oleh metode yang digunakan.
Kesimpulan memang bagian yang harus ditulis secara ringkas
dan memuat informasi yang cukup. Dengan membaca kesimpulan,
pembaca mengetahui bahwa penulis atau peneliti telah memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukannya sendiri, sekaligus
mengetahui kelebihan dan kekurangan metode yang digunakannya.
Panjang kesimpulan kurang lebih sama dengan panjang
abstrak. Kadang kala, malah ada orang yang menulis kesimpulan
persis sama dengan abstrak. Tentu saja ini tidak benar, walaupun
dapat terjadi sebagian isi kesimpulan sama dengan isi abstrak.
64
Mengapa penulisan demikian tidak dapat dibenarkan, karena
denotasi dan tujuan penulisan abstrak berbeda dengan denotasi dan
tujuan penulisan kesimpulan.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan ketika seorang
penulis
membuat
kesimpulan
adalah;
(1)
tidak
mengulang
pembahasan atas hasil yang telah dibicarakan pihak lain, (2)
pembahasan difokuskan kepada temuan yang sesuai dengan tujuan
penelitian dan penulisan, (3) hubungkan temuan-temuan yang
didapat dari penelitian yang pernah dilakukan pihak lain degan jalan
menunjukkan persamaan dan membahas perbedaannya. Dalam
menghubungkan kesimpulan dengan penelitian yang dilakukan oleh
pihak lain, hindari pernyataan seperti ini “…kesimpulan Sadra
(2001) mendukung penelitian ini…”. Pernyataan semacam itu kurang
menguntungkan, karena lebih menekankan pembahasan pada
pemikiran pihak lain, bukan pada hasil penelitian sendiri. Oleh
karena itu, lebih tepat jika dinyatakan seperti berikut, “…penelitian
ini memperkuat kesimpulan Sadra (2001),…”.
5. Daftar Pustaka/Bibliografi
Pengertian daftar pustaka atau bibliografi adalah suatu
susunan daftar karya-karya pustaka yang diacu dalam penelitian
atau penulisan secara sistematis dan komprehensip. Dalam paper
ilmiah, pencantuman daftar pustaka atau bibliografi adalah suatu
keharusan. Oleh karena itu, upayakan agar setiap kepustakaan yang
diacu harus disertakan di dalam daftar pustaka. Adapun cara
penulisannya terkait dengan format dan gaya penulisan paper
ilmiah,
yang
secara
akademis
telah
menjadi
kesepakatan
65
internasional terdiri dari beberapa gaya. Dalam hal format dan gaya
penulisan, setidak-tidaknya terdapat gaya (1) Chicago Manual Style,
(2) Modern Language of America [MLA], dan (3) American Psycological
Association [APA]. Penulis dapat memilih salah satu gaya atau format
tertentu dengan penulisan yang konsisten pada satu gaya. Artinya,
tidak boleh ada percampuran format atau gaya berbeda dalam satu
paper ilmiah.
66
BAB IV
FORMAT DAN BAHASA
A. Pengantar
Salah satu syarat menjadi penulis ilmiah yang baik adalah
menguasai ejaan bahasa Indonesia yang berlaku. Tanpa kemampuan
menguasai ejaan, dapat dipastikan akan gegal menjadi penulis yang
baik, sebab, di dalam tulisan hasil karyanya akan ditemui banyak
kesalahan dan inkonsistensi dalam penulisan.
Ejaan dalam bahasa Indonesia yang sekarang berlaku adalah
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Ejaan ini mulai
berlaku tanggal 17 Agustus 1972 dan direvisi tanggal 9 September
1987. Kaidah ejaan ini telah dimuat dalam sebuah buku berjudul
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1987
edisi Balai Pustaka; 1993 edisi yang direvisi terbitan Grasindo).
“Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” mengatur hal-hal
sebagai berikut:
1. pemakaian huruf,
2. pemenggalan kata,
3. pemakaian tanda baca,
4. penulisan kata,
5. penulisan singkatan dan akronim,
6. penulisan angka dan bilangan, dan
7. penulisan unsur serapan.
Pendek kata, ejaan dalam konteks penulisan ilmiah adalah
bagian dari konvensi penulisan yang harus dipatuhi. Beberapa
konvensi yang berkenaan dengan penulisan ilmiah, terutama terkait
dengan bahasa tulis perlu dikuasai dengan sempurna. Berikut ini
67
akan dipaparkan dua hal penting yang bersifat teknis yaitu (1)
masalah
perangkat
penulisan,
dan
(2)
masalah
perangkat
kebahasaan.
B. Format Penulisan
Seperti bahasa-bahasa lain di dunia, di dalam tata penulisan
bahasa Indonesia telah dibakukan seperangkat aturan untuk
memudahkan penyusunan karya tulis secara efektif. Namun, selama
ini perangkat aturan itu kurang dimanfaatkan secara maksimal,
sehingga banyak tulisan para ahli, peneliti dan ilmuwan Indonesia
kurang memperlihatkan cirri bahasa teks baku. Berikut adalah
penjelasan mengenai perangkat-perangkat yang penting untuk
diketahui dan dikuasai dalam praktek dan penerapannya.
1. Penggunaan Huruf
Dalam penulisan paper ilmiah, penggunaan huruf harus
mengikuti aturan main yang berlaku, dan tidak dapat digunakan
secara semena-mena. Oleh karena itu, jenis-jenis huruf seperti huruf
italic, huruf kapital, huruf kapital kecil dan huruf tebal diatur
penggunaannya seperti berikut.
a. Huruf Italic
Huruf jenis ini pada dasarnya adalah huruf latin biasa yang
ditampilkan miring seperti tulisan tangan. Huruf italic disebut juga
dengan huruf miring atau huruf kursif. Apabila ditulis dengan mesin
ketik manual (bukan komputer) atau ditulis tangan, huruf italic ini
68
ditandai dengan garis bawah tunggal di bawah kata atau kalimat.
Huruf jenis ini umumnya dipakai untuk menyebut.
1. Kata dan ungkapan asing yang ejaannya bertahan pada bahasa
aslinya;
2. Kata atau istilah yang baru diperkenalkan dalam rangka diskusi
khusus;
3. Kata atau frase yang diberi penekanan;
4. Pernyataan rujukan silang dalam indeks – (misalnya: lihat, lihat
juga);
5. Judul buku atau jurnal yang disebut di dalam teks dan dalam
daftar pustaka;
6. Tiruan bunyi – (misalnya: dari balik gunung sayup-sayup
terdengar suara gamelan yang lirih namun dengan aksen
menghentak-hentak, ning nong ning gung ning nong ning gung…).
b. Huruf Kapital
Huruf kapital digunakan sebagai huruf pertama pada
1. Awal kalimat.
2. Setiap kata dalam judul buku atau jurnal, kecuali kata dan, yang,
untuk, di, ke, dari yang tidak terletak di posisi awal.
3. Nama bangsa, bahasa, agama, orang, hari, bulan, tarikh,
peristiwa sejarah, lembaga, jabatan, gelar dan pangkat yang
diikuti nama orang atau nama tempat.
4. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada judul
buku, nama bangsa dan lain-lain seperti dimaksud dalam butir 2)
dan 3) di atas – (Contoh: Undang-Undang Dasar 1945, Garis-Garis
Besar Haluan Negara, Perserikatan Bangsa-Bangsa).
69
5. Nama-nama geografi seperti sungai, kota provinsi, Negara, dan
pulau.
Tetapi, bersamaan dengan ketentuan yang terdiri dari lima point
seperti diatas, ada ketentuan khusus yaitu huruf kapital tidak
dipakai pada (1) nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis
(Contoh: kacang bogor, garam inggris, gula jawa, dst.), atau (2)
sebagai bentuk dasar kata turunan (Contoh: keinggris-inggrisan,
mengindonesiakan, pengaraban, penjawaan, dst.). Untuk judul dan
judul bab keseluruhannya sering dicetak dengan menggunakan
huruf kapital.
2. Penggunaan Angka
Sekarang, huruf latin digunakan secara luas. Di dalam huruf
latin dikenal dua macam angka, yaitu angka Arab dan angka
Romawi. Angka Arab lebih banyak dipakai sebab memiliki kmudahan
karena sistemnya yang efektif. Tetapi, angka Romawi juga masih
digunakan terutama untuk keperluan-keperluan khusus.
a. Angka Arab
Dalam bahasa tulis, angka Arab dipakai untuk
1) Menyatakan jumlah yang mendahuluii satuan ukuran – (4 gram,
9 Cm, 13 jam, 100 ha, 250 cc, 3 gongan, 4 kenongan);
2) Menyatakan nilai uang, tanggal, waktu, halaman, penunjukan
urutan yang diawali dengan kata ke-, dan persentase – (Rp.
125.000,-, 17 Agustus 1945, Jam 7:30, halaman 255, tahun ke-6,
40%);
70
3) Menunjukkan
jumlah
yang
berkaitan
dengan
manipulasi
matematika – (26 dikalikan 3, suatu factor 6).
Untuk hal-hal selain tiga hal di atas, dapat dipakai huruf
untuk mengeja bilangan satu samnpai sembilan, dan angka untuk
bilangan yang lebih besar – (tiga sendok, tujuh harimau, 14 bagian,
28 batang, 175 pohon). Dalam satu deret sejenis yang mengandung
beberapa angka kurang atau lebih dari 10 dapat dipakai angka –
(percobaan pemeraman buah dilakukan dengan memakai 3 mangga,
7 jeruk, 15 rambutan, 45 kedondong, 100 salak. Atau, gendhing itu
memiliki keunikan, sebab dalam 3 rambahan terdiri atas 6 gongan,
18 kenongan, dan 9 cengkok). Untuk penulisan bilangan besar yang
berakhir dengan beberapa angka 0, dapat dipakai kata untuk bagian
bilangan besar tersebut – (3,7 juta, bukan 3.700.000).
Ada hal penting yang perlu diperhatikan yaitu,
1) Jangan mulai kalimat dengan angka. Nyatakan angka dengan
huruf, atau ubah susunan kalimatnya.
2) Angka yang menyatakan kisaran dipisahkan dengan kata sampai
atau tanda pisah (-). Kata sampai biasanya digunakan dalam teks,
sedangkan tanda pisah digunakan dalam table dan pengacuan
pasti – (Paceklik melanda daerah-daerah Sragen mulai dari tahun
1986-1997…”
Tetapi
“sewaktu
perang
kemerdekaan
1945-
1949…”).
3) Angka dan tahun termasuk ditulis memakai tanda pisah dapat
ditulis penuh (1945-1949) tetapi dapat pula disingkat dengan
menghilangkan bagian yang sama (1945-49). Penyingkatan seperti
itu hanya dapat dilakukan pada angka yangb melebihi dua digit.
Ini berarti angka 34-39 tidak boleh disingkat menjadi 34-9, atau
71
334-339 menjadi 334-39 atau 334-9. penyingkatan tidak boleh
dilakukan apabila angka yang pertama berakhir pada 00.
Misalnya, 200-208, bukan 200-08 atau 200-8. tetapi, apabila
angka terakhir keduanya didahului 0, tulis hanya angka terakhir
tersebut, dengan contoh 1903-1908 dapat disingkat menjadi
1903-8, bukannya 1903-08.
b. Angka Romawi
Angka Romawi terbentuk dari kombinasi berbagai huruf
capital I, V, X, L, C, D, M, dipakai untuk keperluan
1. Membedakan raja, paus, atau orang seketurunan yang bernama
sama, Misalnya Elizabeth II, Hamengkubuwono IX, Paus Paulus
IV, dan James R. Watson III.
2. Menunjukkan urutan yang tidak diawali dengan ke-, misalnya
abad XXI, Konggres Bahasa Jawa VI, Lustrum XI.
3. Penomoran bab utama atau heading.
4. Penunjukkan babak atau adegan dalam suatu naskah lakon
dalam teater, kethoprak, atau wayang. Misalnya, “dalam naskah
Jaya Karta karya Maringan Simanjutak, Babak II, adegan ii, baris
43…” atau “dalam naskah lakon Haryo Penangsang karya
Sumanto Babak I, adegan iii,…” dan seterusnya.
3. Tanda Baca
Penulisan yang baik, agar mampu menggunakan kata yang
sesuai, yang tepat di tempatnya, memerlukan tanda-tanda baca.
Tanda baca adalah tanda yang diperlukan sebagai alat Bantu bagi
pembaca untuk memahami maksud suatu kalimat yang tertulis.
72
Dalam komunikasi lisan yang dilakukan secara tatap muka, kalimat
yang diucapkan oleh seseorang dapat jelas maknanya sebab dibantu
dengan
suara,
tarikan
napas,
gerak-gerik
mimik
muka,
dan
sebagainya. Dalam bahasa tulis, bantuan seperti itu tidak ada. Oleh
karena itu, ketiadaan bantuan itu mesti diatasi dengan penggunaan
tanda-tanda baca. Namun, tetap harus disadari bahwa tanda baca
tidak
dapat
menggantikan
peletakan
kata
yang
tepat
pada
tempatnya.
Tanda baca yang paling biasa dipakai adalah tanda titik (.),
koma (,), titik koma (;), titik dua (:)tanda tanya (?), dan tanda seru (!).
dalam
buku
Pedoman
Umum
Ejaan
Bahasa
Indonesia
yang
Disempurnakan (1987 edisi Balai Pustaka; 1993 edisi yang direvisi
terbitan Grasindo) secara panjang lebar telah diuraikan tata
pemakaian tanda baca. Berikut diberikan sedikit pemakaian tanda
baca dalam kaitannya dengan bahasa penulisan ilmiah.
a. Titik (.)
Titik selalu digunakan
1. pada akhir suatu kalimat pernyataan;
2. pada beberapa singkatan tertentu (B. Sunarto, M.Sn., gb., hlm.);
3. di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar atau
daftar – (3.1., 3.1.1., 3.1.2, 3.2. dan seterusnya);
4. sebagai tanda pemisah bilangan angka ribuan dan kelipatannya
yang menunjukkan jumlah – (9.000.000, 27.259).
Titik tidak digunakan untuk
73
1. menyatakan pecahan persepuluhan – (untuk itu, penunjukkan
angka pecahan digunakan koma, sehingga setengah mesti ditulis
0,5 bukan 0.5 atau seperempat ditulis 0,25 bukan 0.25);
2. menghubungkan jam dan menit – (untuk itu, untuk menunjuk
pukul setengah sembilan mesti ditulis 20:30, bukan 20.30);
3. memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menyatakan jumlah – (tahun 1987, halaman 1479, nomor
rekening 57217658);
4. singkatan nama negara dan lembaga (USA, UK, dan UNESCO);
5. satuan ukuran (kg, cm, 1, oF);
6. Akhir judul, anak judul atau heading.
b. Koma (,)
Tanda koma digunakan untuk memisahkan
1. butir-butir dalam suatu deret – (tabuh, rancakan, pluntur,
wilahan);
2. menceraikan nama depan dan nama belakang dalam daftar
pustaka;
3. untuk menyatakan angka pecahan persepuluhan, seperti angka
seperempat ditulis 0,25 dan setengah ditulis 0,5;
c. Titik Koma (;)
Titik koma merupakan tanda koordinasi dan digunakan untuk
memisahkan unsur-unsur sintaksis yang setara, atau dalam deret
yang di dalamnya sudah mengandung tanda baca lain – (lihat
penjelasan mengenai titik dan koma di atas).
74
d. Titik Dua (:)
Titik dua digunakan untuk
1. menandakan pengutipan ang pajang;
2. menandakan perbandingan;
3. menekankan urutan pemikiran di antara dua bagian kalimat
lengkap.
4. memisahkan nomor angka tahun, jilid dan halaman dalam
pengutipan dengan parenthetical reference atau acuan yang
disisipkan dalam teks dengan menggunakan tanda kurung,
seperti misalnya (Gould, 1989:II:724) atau tahun dan halaman
saja (Gould, 1988:234);
5. memisahkan surat dan ayat dalam kitab suci, seperti (Al Maidah:
37);
6. memisahkan angka penunjuk jam dan menit, seperti pukul
14:35).
e. Tanda Tanya (?)
Tanda tanya digunakan untuk
1. menandai setiap akhir kalimat pertanyaan langsung;
2. menunjukkan keragu-raguan dalam suatu pernyataan [untuk
kasus ini ada kalanya tanda tanya diapit oleh tanda kurung,
seperti (?)].
f.
Tanda Seru (!)
Dalam penulisan ilmiah, tanda ini jarang sekali digunakan.
Namun, adakalanya digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu
bahan bukti penelitian dilihat langsung oleh penulisnya.
75
Di samping tanda-tanda baca di atas sebagai tanda baca
utama, masih ada beberapa tanda baca yang lain. Namun fungsinya
tidak
untuk
menunjukkan
sesuatu
sebagai
tanda
ekspresi,
melainkan untuk menjelaskan posisi kata atau frase dalam suatu
kalimat. Tanda-tanda itu adalah sebagai berikut.
g. Tanda Hubung (-)
Tanda hubung digunakan untuk
1. menyambung bagian-bagian tanggal, bulan, dan tahun, yang
seluruhnya ditulis dengan angka seperti 17-8-1945. Namun harus
diperhatikan, dalam penulisan ilmiah yang lazim adalah 17
Agustus 1945;
2. merangkai kata se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan
huruf kapital, misalnya se-Indonesia;
3. merangkai kata ke- dengan angka, misalnya ‘abad ke-21’;
4. merangkai angka dengan –an seperti misalnya ‘tahun ’80-an’;
5. memperjelas hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan.
Misalnya, berevolusi vs. be-revolusi, dua-puluh lima-ribuan, 20 x
5.000 vs. dua-puluh-lima-ribuan, 1 x 25.000).
h. Tanda Kurung ((…))
Tanda kurung digunakan untuk
1. Mengapit keterangan atau penjelasan tambahan yang merupakan
bagian integral dari pokok pembahasan atau pembicaraan.
2. Mengapit kata atau huruf yang kehadirannya dalam kalimat
dapat dihilangkan.
76
3. Menunjukkan penomoran yang dimasukkan dalam kalimat.
Misalnya adalah “Objek material yang masuk kategori ide abstrak
misalnya (a) konsep mengenai bilangan, (b) gagasan penciptaan
karya-karya seni (c) ideologi negara, (d) prinsip-prinsip bisnis, (e)
falsafah
atau
pandangan
hidup
masyarakat
tertentu,
dan
seterusnya.”
i.
Tanda Kurung Siku ([…])
Tanda kurung siku digunakan untuk
1. Mengapit huruf atau kata yang ditambahkan pada kalimat
kutipan untuk memperbaiki kesalahan yang terdapat pada
sumber aslinya. Contoh, (“Objek material yang masuk kate[g]ori
ide abstrak misalnya…”).
2. Mengapit keterangan dalam kalimat yang telah bertanda kurung.
j.
Tanda Petik (“…”)
Tanda petik digunakan untuk
1. Mengapit petikan atau kutipan pembicaraan langsung.
2. Mengapit istilah yang kurang dikenal atau kata yang memiliki
makna khusus.
k. Tanda Petik Tunggal (‘…’)
Tanda petik tunggal digunakan untuk
1. Mengapit petikan atau kutipan yang tersusun dalam petikan atau
kutipan lain.
2. Mengapit
makna,
terjemahan,
atau
penjelasan
kata
atau
ungkapan asing.
77
l.
Tanda Elipsis/Titik Tiga (…)
Tanda titik tiga (…) biasa digunakan untuk menunjukkan
kutipan yang bagian tertentu dihilangkan. Bagian yang dihilangkan
pada suatu kutipan itu diganti dengan tanda titik tiga (…).
Penulisannya tidak dipisahkan oleh spasi.
m. Tanda Garis Miring (/)
Tanda garis miring digunakan untuk
1. Mengganti tanda bagi atau menunjukkan bilangan pecahan (1/2
= 0,5).
2. Mengganti kata riap (125 ton/ha).
3. Mengganti kata dan, atau di antara dua perkataan yang tidak
dimaksudkan
sebagai
pilihan
sinonim
yang
diselangkan
–
(permusyawaratan/perwakilan).
n. Tanda Ampersan (&)
Tanda ampersan berfungsi sebagai pengganti kata dan, bila
penulis
menghendaki
bentuk
yang
lebih
singkat.
Tanda
ini
dianjurkan dipakai dalam pengacuan bibliografi, terutama bibliografi
yang pengarangnya dua orang, sehingga dengan tanda ini dapat
membantu
mengurangi
pengulangan.
Berikut
adalah
contoh
penggunaannya.
Bentuk menurut Reid & Webster (1968), Le Gal & Arpin (1969),
Kobayasi & Imai (1973), Abyad & Husein tampak jauh lebih rapi jika
dibandingkan dengan bentuk menurut Amos & Anjello (1975),
Soedarso & Rifa’I (1976), dan Mueller & Loffer (1978). Namun di
78
dalam teks, yang tidak terkait dengan pengacuan bibliografi, tanda
ampersan tidak disarankan untuk digunakan.
C. Perangkat Kebahasaan
Bahasa
merupakan
salah
satu
bekal
utama
penulisan
karya/paper ilmiah. Oleh karena itu, setiap penulis dan/atau
peneliti
wajib
menguasai
seluk-beluk
bahasa
sebagai
media
komunikasi sebaik-baiknya. Bahasa Indonesia yang sekarang sedang
dirancang dan dikembangkan menjadi bahasa ilmiah perlu dikuasai
sebaik-baiknya pula. Hal ini perlu diperhatikan, karena bahasa
Indonesia memiliki ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis yang
berbeda. Dalam paper ilmiah, ragam bahasa lisan tidak dapat
digunakan. Ini tidak seperti dalam bahasa Inggris. Untuk penulisan
paper atau karya ilmiah dalam bahasa Inggris, orang dapat memberi
nasehat kepada yuniornya “…write as you speak….” Sementara
paper ilmiah berbahasa Indonesia, nasehat setara “…tulis seperti apa
yang kau ucapkan…” tidak dapat diterapkan sepenuhnya. Artinya,
ragam bahasa yang diucapkan seseorang tidak dapat digunakan
dalam penulisan.
Namun, bila ada nasehat “…tulis seperti apa yang kau
ucapkan…” seperti di atas, berarti yang dimaksudkan pemberi
nasehat itu adalah agar isi persoalan yang pernah diucapkan itu
ditulis kembali. Jadi, isi persoalan yang diucapkan dapat digunakan.
Tentu saja harus menggunakan ragam bahasa lain. Karena isi
persoalan yang diucapkan harus ditulis menggunakan ragam bahasa
lain, kenyataan ini menimbulkan kesulitan serius bagi penulis.
Terutama
adalah
mereka
yang
enggan
berlatih,
dan
tidak
79
membiasakan diri menulis dengan tertib dan efektif. Kesulitan itu
semakin
nyata,
karena
bahasa
tulis
dan
bahasa
ilmiah
mengharuskan penggunaan bahasa yang memiliki ciri tepat, singkat,
jelas, teratur, dan resmi. Sementara itu, bentuk penulisan ilmiah
harus
menggunakan
pemaparan
yang
jelas,
tegas,
singkat,
sederhana, dan teliti. Kalimat yang digunakan harus singkat, jelas,
runtut, dan sederhana. Oleh karena itu, pengarang ilmiah akademik
harus menguasai perangkat kebahasaan dengan baik.
Untuk menguasai perangkat kebahasaan dengan baik, berikut
adalah beberapa patokan yang perlu diperhatikan.
1. Gunakan
kalimat-kalimat
pendek.
Usahakan
patokan
ini
terlaksana dengan baik, kecuali terpaksa. Ini berarti, sedapat
mungkin penggunaan kalimat-kalimat majemuk harus dihindari.
2. Gunakan kata dan istilah yang mudah dipahami. Apabila
terpaksa menggunakan istilah baru, istilah itu perlu dijelaskan
sebaik-baiknya agar konsep yang diwadahi di dalam istilah itu
dapat dipahami.
3. Gunakan kalimat-kalimat negatif. Karya tulis ilmiah memang
berbeda dengan karya tulis untuk tujuan jurnalistik. Dalam
pedoman penulisan untuk jurnalistik lebih banyak disarankan
agar penulisan dilakukan dengan menggunakan kalimat positif.
Tetapi, untuk karya ilmiah agar diupayakan agar pemaparan
dilakukan dengan menggunakan kalimat-kalimat pasif.
Selain patokan seperti disebutkan di atas dan konvensi yang
terkait dengan perangkat penulisan, ada pula perangkat konvensi
yang terkait dengan tata istilah, tata kalimat, dan gaya. Penguasaan
terhadap konvensi ini juga merupakan suatu keharusan. Sebab,
80
dapat memperlancar penulis dalam menuangkan renungan, gagasan,
data-data, dan segala hasil jerih payah kegiatan keilmuan yang
dilakukan. Oleh karena itu, keberhasilan seorang penulis dalam
meningkatkan diri di bidang ini adalah indikasi keberhasilannya
dalam menyampaikan pemikiran ilmiah sebagai buah gagasannya.
Sebab, orang yang mahir dalam penulisan ilmiah adalah orang yang
mampu secara cermat (1) memilih format dan teknis penulisan
sebagai media penuangan, (2) memilih kata yang tepat, dan (3) teliti
menyusun kalimat. Orang yang menulis paper ilmiah didasari oleh
kemahiran
dalam
mempertimbangkan
ketiga
hal
itu,
dapat
dipastikan bahwa karya yang dihasilkan mencerminkan pikiran yang
teratur dan tidak ceroboh.
Berikut ini dipaparkan beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian seorang penulis karya ilmiah. Antara lain menyangkut
sejumlah kata dan frase, gabungan kata, dan penulisan nama jenis.
1. Kata dan Frase
a. Kata dan Frase yang Diikuti Koma
Ada sejumlah kata/frase penghubung antarkalimat dalam
bahasa Idonesia yang diikuti tanda koma jika digunakan pada awal
kalimat. Kata-kata dan frase-frase itu adalah sebagai berikut.
Agaknya,...
Akan tetapi,...
Akhirnya,...
Akibatnya,...
Artinya,...
Berkaitan dengan itu,...
81
Biarpun begitu,...
Biarpun demikian,...
Dalam hal ini,...
Dalam hubungan ini,...
Dalam konteks ini,...
Dengan demikian,...
Dengan kata lain,...
Di pihak lain,…
Di samping itu,...
Di satu pihak,...
Jadi,…
Jika demikian,…
Kalau begitu,…
Kalau tidak salah,…
Kecuali itu,…
Lagi pula,…
Meskipu demikian,…
Meskipun begitu,…
Namun,…
Oleh karena itu,…
Oleh sebab itu,…
Pada dasarnya,…
Pada hakikatnya,…
Pada prinsipnya,…
Sebagai kesimpulan,…
Sebaiknya,…
Sebaliknya,…
82
Sebelumnya,…
Sebenarnya,…
Sebetulnya,…
Sehubungan dengan itu,…
Selain itu,…
Selanjutnya,…
Sementara itu,…
Sesudah itu,…
Sesungguhnya,…
Setelah itu,…
Sungguhpun begitu,…
Sungguhpun demikian,…
Tambahan lagi,…
Tambahan pula,…
Tampaknya,...
Umumnya,
Untuk itu,…
Walaupun demikian,…
b. Kata-Kata yang Didahului Koma
Dalam bahasa Indonesia, ada pula sejumlah kata, terutama
adalah kata penghubung intrakalimat yang penulisannya harus
didahului tada koma. Kata-kata itu terdiri dari kata-kata berikut ini.
…, padahal…
…, sedangkan…
…, seperti…
…, tetapi…
83
…, yaitu/yakni…
c. Kata-Kata yang Tidak Didahului Koma
Ada empat buah kata yang sering disangka didahului koma, namun
sesungguhnya empat kata itu tidak perlu didahului atau diikuti oleh
koma. Empat kata itu adalah (1) bahwa, (2) karena, (3) maka, dan (4)
sehingga. Penulisan yang benar adalah seperti berikut.
…bahwa…
…karena…
…maka…
…sehingga…
d. Kata-Kata yang Tidak Diikuti Titik Dua
Ada pula sejumlah kata yang sering kali ditulis dengan diikuti
oleh titik dua, namun sesungguhnya titik dua sungguh tidak
diperlukan. Kata-kata itu adalah sebagai berikut.
…adalah…
…ialah…
…yaitu…
…yakni…
2. Gabungan Kata
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang merupakan
bentukan baru sebagai gabungan dari dua buah kata. Masalah
gabungan kata ini sudah diatur dalam Pedoman Umum Ejaan
84
Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Di antara pengaturannya
adalah sebagai berikut.
1. Gabungan kata yang merupakan kata majemuk dan istilah
khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, mata pelajaran, orang tua, simpang empat, kambing
hitam, meja tulis, papan tulis, persegi panjang, kereta api cepat luar
biasa, rumah sakit umum, dan seterusnya.
2. Gabungan kata dan istilah khusus yang mungkin menimbulkan
kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubug untuk
menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya:
alat pandang-dengar
anak-istri saya
buku sejarah-baru
ibu-bapak kami
orang-tua muda
mesin-hitung tangan
3. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya:
acapkali
adakalanya
akhirulkalam
alhamdulillah
astagfirullah
bagaimana
barangkali
beasiswa
belasungkawa
bilamana
bismilah
bumiputra
dukacita
halalbihalal
hulubalang
kacamata
kasatmata
kepada
kilometer
manakala
manasuka
matahari
olahraga
padahal
saptamarga
saputangan
saripati
sebagaimana
sediakala
segitiga
sekalipun
silaturahmi
sukacita
sukarela
sukaria
syahbadar
85
daripada
darmabakti
darmasiswa
darmawisata
paramasastra
peribahasa
puspawarna
radioaktif
titimangsa
wasalam
4. Namun, jika salah satu unsur gabungan kata hanya digunakan
dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai.
Misalnya:
adipati
aerodinamika
antarkota
anumerta
audiogram
bikarbonat
biokimia
dasawarsa
demoralisasi
dwiwarna
ekstrakurikuler
infrastruktur
introspeksi
kolonialisme
mahasiswa
mancanegara
multilateral
narapidana
panteisme
paripurna
poligami
pramuniaga
prasangka
purnawirawan
saptakrida
semiprofesional
subseksi
swadaya
transmigrasi
tritunggal
ultramodern
Meskipun sudah ada aturan baku, ada sejumlah kata yang
merupakan gabungan kata yang penulisannya sering salah. Hal itu
disebabkan kaidah gabungan kata itu memang dapat dikatakan
unik. Jika tidak mendapat awalan atau akhiran maka gabungan kata
itu ditulis terpisah menjadi dua kata. Jika mendapat awalan atau
akhiran saja, gabungan kata itu pun ditulis terpisah. Tetapi, jika
gabungan kata itu sekaligus mendapat awalan dan akhiran, maka
penulisan gabungan kata itu ditulis serangkai. Rupanya, kaidah ini
tidak mudah untuk diingat, sehingga setiap penulis karya ilmiah
harus benar-benar menyadari dan tidak boleh melupakan kaidah itu.
Berikut
ini
adalah
sejumlah
gabungan
kata
yang
kaidah
penulisannya perlu mendapat perhatian dalam penulisan karya
ilmiah.
86
Gabungan
Kata
Mendapat
Awalan
beri tahu
Mendapat
Akhiran
menberi
tahu
---
beri
tahukan
garis
bawahi
bekerja sama --berlipat
lipat
ganda
gandakan
tersebar luas sebar
luaskan
Mendapat Awalan dan
Akhiran Sekaligus
tanda
tangan
bertanda
tangan
tanda
tangani
tanggung
jawab
bertanggung
jawab
---
terima
kasih
tidak cocok
berterima
kasih
---
---
memberitahukan
pemberitahuan
menggarisbawahi
digarisbawahi
--melipatgandakan
dilipatgandakan
menyebarluaskan
disebarluaskan
penyebarluasan
menandatangani
ditandatangani
penandatanganan
mempertanggungjawabkan
dipertanggungjawabkan
pertanggungjawaban
---
---
ketidakcocokan
garis
bawah
kerja sama
lipat ganda
sebar luas
Gabungan
kata
dalam
bahasa
Indonesia
dimugkinkan
untuk
dilakukan pengulangan atau reduplikasi. Kaidah untuk pengulangan
gabungan kata adalah dilakukanhanya dengan mengulang unsure
pertamanya. jadi tidak perlu mengulang seluruh gabungan kata. oleh
karena itu perlu diperhatikan contoh-contoh di bawah ini.
Gabungan Kata
kereta api
orang tua
rumah sakit
surat kabar
dapur umum
Pengulangan
yang Benar
kereta-kereta api
orang-orang tua
rumah-rumah
sakit
surat-surat kabar
dapur-dapur
umum
Pengulangan yang
Salah
kereta api-kereta api
orang tua-orang tua
rumah
sakit-rumah
sakit
surat
kabar-surat
kabar
dapur
umum-dapur
umum
87
3. Pemakaian Kata
Ada sejumlah kata tertentu yang dalam bahasa Indonesia
sering digunakan secara salah. kesalahan itu seyogyanya tidak
dilakukan oleh para penulis karya ilmiah. kata-kata itu antara lain
adalah kata adalah/ialah, yaitu/yakni, atar-, beberapa, banyak,
para, saling, sedangkan, sehingga, dan dari/daripada.
a. Kata adalah, ialah, yaitu dan yakni
Seringkali para penulis membubuhkan tanda baca titik dua (:)
setelah kata adalah, ialah, yaitu, dan yakni. Padahal, sesungguhnya
sesudah kata itu tidak diperlukan tanda baca titik dua (:), tetapi
langsung diikuti kata-kata atau bagian kalimat selanjutnya. Contoh:
1. ISI Surakarta adalah perguruan tinggi seni tertua di Indonesia.
2. Kata
sambung
atau
konjungtor
ialah
kata
tugas
yang
menghubungkan dua klausa atau lebih.
3. Anak Pak Rasita tiga orang yaitu Laras, Putri dan Anggi.
4. Anak Pak Cucup dua orang yakni Yoyok dan Irvan.
b. Kata antarKata antar dalam bahasa Indonesia juga sering mengalami
persoalan dalam penulisan. Hal itu dapat dimaklumi karena kata ini
memang ada dua macam. Pertama, merupakan kata dasar, sehingga
menurunkan kata baru yaitu pengantar dan mengantar. Kedua,
sebagai awalan terikat, yang sering dipahami secara keliru. Sebab,
penulisannya dipisahkan dengan kata yang diawalinya. Sebagai
awalan terikat, mestinya penulisan kata antar digabung atau
88
disatukan dengan kata yang diawalinya, bukan dipisahkannya.
Berikut adalah pemakaian kata antar- yang benar dan yang salah.
Benar
Salah
antarbangsa (hubungan
antarbangsa)
antarbenua
antardaerah
antarkampus
antarkelompok
antarkota (bus antarkota)
antarlingkungan
antarnegara (hubungan
antarnegara)
antarpulau (kapal/feri
antarpulau)
antar bangsa Asia dan bangsa
Eropa1
antar Indonesia dan Malaysia2
antar kedua negara3
antar kampus
antar kelompok
antar kota (bus antar kota)
antar lingkungan
antar negara (hubungan antar
negara)
antar pulau (kapal/feri antar
pulau)
1. Kalimat “antar bangsa Asia dan bangsa Eropa” dapat diganti
dengan “antarbangsa Asia dan Eropa.”
2. Kalimat “antar Indonesia dan Malaysia” dapat diganti dengan
“antara Indonesia dan Malaysia.”
3. Kalimat “antar kedua Negara” dapat diganti “antara kedua
Negara.”
c. Kata beberapa
Kata beberapa berarti ‘jumlah (benda) lebih dari dua, tetapi
tidak
banyak’.
Bahkan
dalam
kamus
itu
juga
dicontohkan
penggunaan kata beberapa dalam suatu kalimat. “Di ruang baca itu
tampak beberapa orang murid sedang membaca” (Badudu & Zain,
2001: 140). Contoh kalimat dan penjelasan di atas menunjukkan
bahwa kata beberapa adalah bermakna jamak. Berarti, setelah kata
beberapa tidak diperlukan lagi diikuti oleh kata yang bermakna
89
jamak pula. Sebab, kata beberapa dalam konteks ini telah bertugas
untuk menjamakkan kata yang mengikutinya. Contoh:
Benar
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
lagu
rumah
seniman
karya
pemain musik
gamelan
Salah
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
beberapa
lagu-lagu
rumah-rumah
seniman-seniman
karya-karya
pemain-pemain musik
gamelan-gamelan
d. Kata banyak dan para
Kata banyak berarti ‘besar jumlahnya, lawan dari kata sedikit’
(Badudu & Zain, 2001: 124). dengan kata lain, kata bayak juga sama
artinya dengan kata ‘tidak sedikit’. Di samping kata banyak, dalam
bahasa Indonesia juga ada kata yang memiliki makna yang setara,
yaitu kata para. Kata ini adalah kata yang biasa digunakan di depan
kata benda untuk menyatakan makna jamak atau kumpulan
(Badudu & Zain, 2001: 1002). Jadi, kata banyak dan para bermakna
jamak atau plural. Karena sudah bermakna jamak, kata banyak dan
para tidak perlu diikuti kata-kata yang menunjukkan kejamakan
atau kepluralan.
Benar
banyak lagu
banyak rumah
banyak seniman
banyak pemain musik
banyak gamelan
Salah
banyak
banyak
banyak
banyak
banyak
banyak
banyak
lagu-lagu
rumah-rumah
seniman-seniman
para seniman
pemain-pemain musik
para pemain musik
gamelan-gamelan
90
banyak jurnal
banyak karya
banyak tembang
para seniman
para pemain musik
para penyanyi
para swarawati
para penari
para penikmat
para penghayat
banyak jurnal-jurnal
banyak karya-karya
banyak tembang-tembang
para seniman-seniman
para pemain-pemain musik
para penyanyi-penyanyi
para swarawati-swarawati
para penari-penari
para penikmat-penikmat
para penghayat-penghayat
e. Kata berbagai/pelbagai
Kata berbagai berarti berarti ‘bermacam-macam; berjenis-jenis’
(Alwi, 2001:74). kata pelbagai berarti ‘1. berbagai-bagai; beberapa; 2.
beraneka macam; bermacam-macam’ (Alwi, 2001: 734). Dengan
penjelasan makna berdasarkan kamus seperti itu menandakan
bahwa kata berbagai berbagai/pelbagai sesungguhnya juga sudah
memiliki arti jamak atau plural. Oleh karena itu, setelah kata
berbagai/pelbagai tidak perlulagi diikuti dengan kata jamak lagi,
sebab kata berbagai/pelbagai berfungsi untuk menjamakkan kata
yang mengikutinya. Contoh:
Benar
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
lagu
rumah
seniman
karya
pemain musik
gamelan
Salah
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
berbagai
lagu-lagu
rumah-rumah
seniman-seniman
karya-karya
pemain-pemain musik
gamelan-gamelan
f. Kata saling
91
Bila kita mendengar atau membaca frase saling tudingmenuding, saling caci-mencaci, saling hormat-menghormati, saling
cinta-mencintai, saling harga-menghargai, apakah tidak terpikir
bahwa frase-frase itu memiliki persoalan? Sepintas lalu, frase-frase
itu tidak memiliki persoalan. Namun, jika diperhatikan lebih cermat,
sesungguhnya frase-frase itu tidak tepat, karena berlebihan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa kata saling bermakna
‘kata
untuk
menerangkan
perbuatan
yang
berbalas-balasan’,
sedangkan Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan bahwa
kata saling adalah ‘kata yang digunakan di depan kata kerja untuk
menyatakan bahwa pekerjaan dilakukan oleh kedua belah pihak’
(Badudu & Zain, 2001: 1206). Oleh karena itu, jika hendak
menerangkan perbuatan dua orang atau lebih yang berbalas-balasan
harus dipilih salah satu bentuk di atas, yaitu
1. saling menuding, saling mencaci, saling menghormati, saling
mencintai, saling menghargai, atau
2. tuding-menuding,
caci-mencaci,
hormat-menghormati,
cinta-
mencintai, harga-menghargai.
Untuk alternatif kedua tidak lagi diperlukan kata saling.
g. Kata sedangkan dan sehingga
Perlu diketahui bahwa kata sedangkan dan sehingga adalah
kata
sambung
atau
konjungtor.
Tugas
dan
fugsinya
adalah
menyambung kalimat satu dengan kalimat lainnya. Oleh karena itu,
dua kata ini tidak dapat digunakan untuk mengawali kalimat.
Contoh:
1. Gending petegak adalah istilah dalam karawitan Bali, sedangkan
gending klenengan adalah istilah dalam karawitan Jawa.
92
2. Lagu Suwe Ora Jamu adalah lagu rakyat Jawa berlaras pelog,
sedangkan lagu Inan Tampuo adalah lagu rakyat Minangkabau
berlaras diatonis.
3. Penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi adalah penelitian
sebagai sarana pendidikan, sehingga yang dipentingkan adalah
validitas internalnya.
4. Banyaknya fenomena, fakta, dan peristiwa yang memungkinkan
ditelaah oleh ilmu pengetahuan, diperlukan klasifikasi sistemik
sehingga dapat mengelompokkan objek material pengetahuan
ilmiah.
4. Kalimat
Setiap penulis memiliki kewajiban untuk berusaha agar karya
tulisnya mudah dipahami oleh pembaca. Oleh karena itu, penulis
karya
ilmiah
yang
baik
tidak
boleh
tidak
harus
memiliki
pengetahuan dan ketrampilan cukup untuk menyusun kalimatkalimat yang benar. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan masalah
ini,
penulis
akan
sering
menyajikan
kalimat-kalimat
yang
bermasalah, alias membingungkan pembaca. Berikut akan dibahas
sejumlah kalimat yang perlu mendapat perhatian, yaitu kalimat
membosankan, kalimat mubazir, dan kalimat rancu.
a. Kalimat Membosankan
Kalimat membosankan biasanya mengandung dua buah kata
yang berasal dari kata dasar yang sama. Karena mengulang-ulang
hal yang tidak perlu, akibatnya terasa membosankan. Oleh karena
itu, setiap penulis karya tulis ilmiah harus berusaha menghindari
93
penulisan kalimat seperti itu, karena kalimat seperti itu dapat
membuat pembaca bosan atau jenuh. Contoh:
1. Tumbuhan itu dapat bertumbuh di ladang atau juga di sawah.
2. Beberapa tempat telah ditempati.
3. Pertanyaan itu sedah sering dipertanyakan, sehingga tidak perlu
mempertanyakan lagi.
4. Tim itu telah menjuarai kejuaraan di berbagai festival.
5. Perlu diinformasikan bahwa mereka tidak mempunyai hak dan
kompetensi untuk menginformasikan informasi itu.
6. Saya sangat menghargai penghargaan itu karena merasa dihargai.
b. Kalimat Mubazir
Kalimat mubazir adalah kalimat yang mengandung kata-kata
berlebihan atau kata-kata yang tidak diperlukan, sehingga kehadiran
kata itu di dalam kalimat adalah sia-sia atau mubazir. Jadi, disebut
dengan kalimat mubazir karena di dalamnya terdapat kata mubazir.
Kata
mubazir
adalah
kata
yang
bila
tidak
digunakan
tidak
mengganggu kelancaran komunikasi. Kata mubazir juga merupakan
kata yang sifatnya berlebih-lebihan, sehingga bila dihilangkan justru
memperlancar komunikasi. Beberapa kata yang berpotensi menjadi
kata mubazir adalah sebagai berikut.
(1) Kata ‘bahwa’
Kita
sudah
terbiasa
menggunakan
kata
bahwa
sebagai
penyambung dua kalimat. Tegasnya, kata bahwa digunakan untuk
menggabungkan induk kalimat dengan anak kalimat, pengganti
subjek atau objek secara eksplisit. Contoh:
94
1. Pak Raji mengumumkan kepada mahasiswa, bahwa setelah
latihan berakhir segera dilaksanakan persiapan pentas.
2. Pak Gimin menegaskan, bahwa tradisi yang diwarisi dari nenek
moyang jangan dianggap sebagai penghalang kemajuan.
Hal yang perlu dipersoalkan, apakah kata bahwa itu betul-betul
perlu dipakai dalam kalimat atau tidak. Marilah kalimat di atas kita
bandingkan dengan kalimat berikut ini.
1. Pak Raji mengumumkan kepada mahasiswa, setelah latihan
berakhir segera dilaksanakan persiapan pentas.
2. Pak Gimin menegaskan, tradisi yang diwarisi dari nenek moyang
jangan dianggap sebagai penghalang kemajuan.
Dari perbandingan di atas tampak jelas, sesungguhnya kata bahwa
dapat
dihilangkan
tanpa
mengganggu
makna
kalimat
yang
dimaksudkan. Oleh karena itu, setiap penggunaan kata bahwa
dalam karya tulis ilmiah harus dilihat ulang fungsi dan kegunaannya
dalam kalimat.
(2) Kata ‘adalah’
Dalam bahasa Inggris, subjek (S) dan predikat (P) dalam
kalimat nominal5 dihubungkan oleh kata bentuk to be (am, is, are)
atau kopula. Contoh:
That is my house. Artinya; Itu adalah rumah saya.
I am a lecturer. Artinya; Saya adalah seorang dosen.
They are students. Artinya; Mereka adalah para mahasiswa.
Dalam bahasa Inggris, kata to be (am, is, are) atau kopula dalam
kalimat-kalimat di atas adalah sendi kalimat. Penggunaannya adalah
5
Kalimat nominal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata kerja.
95
suatu keharusan. Tanpa to be (am, is, are) atau kopula kalimatkalimat bahasa Inggris di atas tidak menjadi kalimat yang baik,
walaupun maknanya masih dapat dipahami.
Karena pengaruh bahasa asing itulah, akhir-akhir ini lahir
bentuk kalimat seperti di atas, dan itu sering diungkapkan banyak
orang yaitu kalimat sejenis ‘itu adalah rumah saya’. Pemakaian kata
adalah sebagai laiknya to be (am, is, are) atau kopula dalam bahasa
Inggris telah menjadi kenyataan yang diterima. Meskipun pada
dasarnya dalam bahasa Indonesia kehadiran kopula atau kata
sejenis to be bukan suatu keharusan. Oleh karena itu, kalimat that is
my house dapat diterjemahkan menjadi ‘itu rumah saya’. Kalimat I
am a lecturer tidak harus diterjemahkan menjadi ‘saya adalah
seorang dosen’ tetapi boleh juga menjadi ‘saya seorang dosen’, atau
bahkan cukup dengan ‘saya dosen’. Kalimat they are students boleh
diterjemahkan ‘mereka para mahasiswa’ bukan ‘mereka adalah para
mahasiswa’.
Kesalahan yang sering dijumpai dalam Bahasa Indonesia
adalah penggunaan kata adalah sekaligus dengan kata merupakan.
Padahal kedua kata itu sama-sama menduduki fungsi sebagai
kopula dalam kalimat. Contoh:
1. Perbuatan itu adalah suatu penyelewengan.
2. Perbuatan itu merupakan suatu penyelewengan.
Dua kalimat di atas adalah kalimat yang baik. Namun, dalam
kenyataan kita sering membaca kalimat seperti di bawah ini.
3. Perbuatan itu adalah merupakan suatu penyelewengan.
Kalimat nomor tiga di atas adalah kalimat yang berlebihan, karena
menggunakan dua kata kopula sekaligus. Seharusnya, kata kopula
96
dalam kalimat hanya dibutuhkan satu saja. Oleh karena itu, kalimat
nomor tiga di atas adalah contoh kalimat yang kurang baik. Oleh
karena itu, sebagai penulis karya ilmiah, penggunaan kopula ganda
seperti
itu
harus
benar-benar
dihindari.
Saran
yang
perlu
diperhatikan bagi para penulis karya ilmiah, agar sedapat mungkin
mengurangi penggunaan kata kopula.
Perlu pula diperhatikan hal penting lain yang berkenaan
dengan penggunaan ‘adalah’. Kata adalah kadang-kadang digunakan
orang di awal kalimat. Pemakaian seperti itu sesugguhnya tidak
perlu. Contoh:
“Adalah merupakan kenyataan, bahwa para dosen dan mahasiswa
ISI Surakarta kurang berminat pada kegiatan ilmiah”.
Kalimat di atas dapat disingkat menjadi:
“Merupakan kenyataan, para dosen dan mahasiswa ISI Surakarta
kurang berminat pada kegiatan ilmiah”.
(3) Kata ‘telah’
Berbeda dengan bahasa Inggris, Bahasa Indonesia bebas dari
tenses. Oleh karena itu, Bahasa Indonesia lebih sederhana. Apakah
seseorang itu sekarang, kemarin atau lusa dalam melakukan suatu
pekerjaan tertentu, bentuk kata kerjanya tidak akan berubah. Untuk
menunjuk peristiwa yang telah lampau (note: dalam bahasa Inggris
mungkin dapat disetarakan dengan past tense), biasanya digunakan
kata telah. Contoh:
1. Pak Kamso telah menulis buku kendhangan.
2. Pak Pardi telah menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Pak Budi telah menyajikan karya komposisinya.
97
Berdasarkan contoh diatas, penulisan kata telah seolah biasa saja,
tidak ada persoalan. Namun, untuk menghemat kata, sesungguhnya
kata
telah
dapat
dihilangkan
apabila
di
dalam
kalimat
ada
keterangan waktu yang jelas. Contoh:
1. Tahun lalu Pak Kamso telah menulis buku kendhangan.
Sesungguhnya kalimat nomor 1 diatas dapat diperbaiki menjadi
kalimat nomor 2 berikut ini.
2. Tahun lalu Pak Kamso menulis buku kendhangan.
Perbaikan itu dimungkinkan karena telah ada keterangan waktu
‘tahun lalu’. Ini menandakan bahwa pekerjaan menulis buku
kendhangan yang dilakukan oleh Pak Kamso telah berakhir. Dalam
konteks kalimat itu, penggunaan kata telah menjadi bersifat
berlebih-lebihan. Artinya, kata telah dalam kalimat di atas menjadi
kata mubazir.
(4) Kata ‘akan’
Selain kata telah dalam arti past tense yang dapat dihilangkan
seperti contoh diatas, kata akan dalam arti future tense juga dapat
dihilangkan. Syaratnya, di dalam kalimat itu ada keterangan waktu
yang jelas. Contoh:
1. Pak Kamso akan menulis buku kendhangan.
2. Pak Pardi akan menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Pak Budi akan menyajikan karya komposisinya.
Dalam kenyataannya, banyak penulis sering keliru karena meski di
dalam kalimatnya ada keterangan waktu, masih juga disisipkan kata
akan. Contoh.
1. Nanti, Pak Kamso akan menulis buku kendhangan.
98
2. Besok, Pak Pardi akan menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Tahun depan, Pak Budi akan menyajikan karya komposisinya.
Kalimat-kalimat di atas dapat dikoreksi menjadi seperti berikut.
1. Nanti, Pak Kamso menulis buku kendhangan.
2. Besok, Pak Pardi menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Tahun depan, Pak Budi menyajikan karya komposisinya.
(5) Kata ‘sedang’
Kata sedang dalam arti present tense juga dapat dihilangkan.
Syaratnya sama dengan penghilangan kata ‘telah’ dan ‘akan’ seperti
di atas, yaitu di dalam kalimat ada keterangan waktu yang jelas.
Sebab, banyak sekali penulis yang menulis seperti berikut.
1. Pak Kamso sedang menulis buku kendhangan.
2. Pak Pardi sedang menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Pak Budi sedang menyajikan karya komposisinya.
Padahal, kalimat-kalimat di atas dapat dikoreksi menjadi seperti
berikut.
1. Pak Kamso menulis buku kendhangan.
2. Pak Pardi menunda perjalanannya ke Amerika.
3. Pak Budi menyajikan karya komposisinya.
(6) Kata ‘untuk’
Beberapa kalimat di bawah ini adalah contoh kalimat mubazir
karena menggunakan kata mubazir ‘untuk’.
1. Pak Kamso ke ruang kerja untuk menulis notasi.
2. Pak Pardi diminta pimpinannya untuk menunda perjalanan ke
Amerika.
99
3. Pak Budi berniat untuk menyajikan karya komposisinya.
Dalam tiga kalimat di atas, kata untuk harus dihilangkan. Cukup
dengan mengatakan:
1. Pak Kamso ke ruang kerja menulis notasi.
2. Pak Pardi diminta pimpinannya menunda perjalanan ke Amerika.
3. Pak Budi berniat menyajikan karya komposisinya.
Apabila
penulis
menyadari
hal
ini,
dan
mendisiplinkan
diri
menghilangkan kata untuk dalam tulisannya, pasti tulisannya akan
lebih lancar dan enak dibaca. Dapat dibayangkan jika dalam sebuah
kalimat panjang terdapat tiga atau empat kali kata untuk, maka
kesan yang diperoleh kurang begitu enak. Persoalannya, apakah
penghilangan kata untuk ini harga mati yang tidak dapat ditawar?
Apakah penulis mesti main babat saja terhadap penggunaan kata
untuk? Tidak! Penulis dapat menggunakan kata untuk apabila
hendak (1) meletakkan ‘titik-berat’ pada sesuatu, (2) menunjukkan
unsur kesengajaan, dan (3) sifat yang eksplisit. Misalnya:
“Para dosen ke kampus untuk mengamati kegiatan peningkatan
kompetensi yang diselenggarakan oleh mahasiswa.”
Pada kalimat di atas, penulis hendak menunjukkan para dosen tidak
pergi ke kampus mengajar atau memberi kuliah, sebagaimana
lazimnya. Tetapi, kepergian para dosen ke kampus dengan tujuan
khusus yaitu mengamati kegiatan mahasiswa. Karena penulis
hendak meletakkan titik berat pada hal itu, maka penggunaan kata
untuk dapat dibenarkan.
(7) Kata ‘dari’ dan ‘pada’
100
Dalam bahasa Inggris, kata of dalam hubungan milik atau
pengertian kepunyaan sering diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi dari. Misalnya:
“the statement of Prof. Waridi”
sering diterjemahkan menjadi
“pernyataan dari Prof. Waridi”
Sesungguhnya, pemakaian kata dari dalam konteks kalimat seperti
itu dapat dihilangkan, sehingga kalimatnya lebih ringkas dan padat.
“pernyataan Prof. Waridi”.
Dari contoh di atas dapat dipahami bahwa penggunaan kata
dari dan pada sering simpang siur. Beberapa hal yang perlu diingat
antara lain:
1. Kata dari menunjukkan:
(a). tempat asal, misalnya: gamelan dari Karaton sudah tiba;
(b). permulaan, misalnya: dari siang hingga malam.
2. Kata pada menunjukkan:
(a). nama bilangan, waktu, atau benda yang bukan berarti “tempat”,
misalnya:
pada masa kejayaan Paku Buwono X;
pada waktu jumenengan dalem Paku Buwono X;
jurnal itu ada pada Pak Kamso.
(b). menurut, misalnya:
pada hemat kami;
pada pemikiran mereka;
pada pendapat saya.
101
Pendek kata, kata dari dan pada adalah kata yang berpotensi
menjadi kata mubazir. Oleh karena itu, penggunaannya harus selalu
dipertimbangkan.
(8) Kata Mubazir Lain.
Beberapa kalimat di bawah ini juga mengandung kata
mubazir. Oleh karena itu penggunaannya perlu dipertimbangkan.
1. Pak Pardi berangkat menuju ke Singapura dua hari yang lalu.
2. Prof. Waridi menguraikan tentang peran karawitan dalam upacara
ritual di Karaton Surakarta.
3. Pak Sadra telah berkali-kali membicarakan mengenai perlunya
disiplin phisik bagi seorang seniman.
Dari penjelasan tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
Walaupun bagus suara Bu Isti, namun rekamannya dilakukan secara
amatiran.
Meskipun bagus suara Bu Isti, tetapi rekamannya tidak laku juga.
Karya-karya yang dipentaskan malam itu bermacam ragamnya,
seperti kontemporer, klasik, pop, pop klasik, dan sebagainya.
Dari contoh kalimat-kalimat di atas, kata ke, tentang, mengenai,
tersebut di atas, walaupun bergandengan dengan kata namun, kata
meskipun berkaitan dengan kata tetapi, dan kata seperti adalah katakata yang memiliki potensi sebagai kata mubazir. Oleh karena itu,
setiap penggunaannya harus selalu diperhatikan, dikoreksi dan
dipertimbangkan kembali. Jadi, dilihat dari keperluan bahasa ilmiah
yang menghendaki sifat singkat, padat, dan lancar, maka pemakaian
kata-kata mubazir harus setiap saat ditinjau kembali.
102
BAB V
FORMAT PENULISAN REFERENSI
A. Pengantar
Secara umum, format penulisan ilmiah sesungguhnya ada tiga
macam. Semuanya untuk penulisan artikel jurnal, makalah, skripsi,
tesis, disertasi, dan laporan penelitian. Ketiga format itu masingmasing dirumuskan University of Chicago Press dalam Chicago
Manual of Style, Modern Language Associasion of America (MLA)
dalam MLA Hanbook for Writers of Research Papers, dan American
Psycological Association (APA) dalam Publication Manual of the
American Psycological Association. Ketiga format itu telah menjadi
tradisi penulisan ilmiah akademik di berbagai perguruan tinggi
dunia, dan profesi akademik lainnya di luar perguruan tinggi, yaitu
dalam dunia bisnis, pemerintahan, dan berbagai macam profesi.
Meskipun terdapat tiga macam format, tidak pernah ada
sebuah karya ilmiah yang dianggap baik yang menggunakan tiga
format sekaligus secara bersamaan. Sebab, penggunaan dua atau
tiga macam format sekaligus dalam satu karya memang tidak
dibenarkan. Dalam satu karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi,
laporan penelitian dan artikel jurnal harus menggunakan satu
macam format saja. Artinya, penulis sejak awal harus memilih
format yang digunakan. Apabila penulis telah menentukan pilihan
menggunakan format Chicago Manual, ia tidak lagi diperkenankan
menggunakan format MLA dan APA dalam karya yang ditulisnya.
Sebaliknya, bila telah menggunakan format MLA atau APA, tidak
dibenarkan pula menggunakan format Chicago Manual secara
bersamaan. Tentu saja ia diperkenankan ganti format dalam karya
103
lain yang ditulisnya. Tetapi, di dalam satu karya tulis, tidak boleh
berganti format. Penulis harus tetap konsisten pada pilihannya.
Penguasaan tiga jenis format ini sangat diperlukan bagi para peneliti
dan penulis karya-karya ilmiah, karena berguna membantu proses
pokok penyajian hasil penelitian. Terutama format bagaimana
presentasi
kepustakaan
atau
acuan
yang
digunakan,
prinsip
pencatatan atau penyajian referensi, dan penyajian hasil penelitian
secara lengkap.
Dalam penulisan referensi, ketiga macam format penulisan itu
juga memiliki cara masing-masing. Perebedaan itu tampak terutama
pada cara pengutipan, penunjukan acuan, dan penulisan bibliografi
atau daftar pustaka. Agar lebih jelas, berikut pemaparan mengenai
ketiga hal itu.
B. Kutipan
1. Tujuan Pengutipan
Dalam menulis paper untuk artikel jurnal, makalah, skripsi,
tesis, dan disertasi, serta laporan penelitian, tidak mungkin seorang
penulis menumpahkan seluruh tulisan dari hasil pemikiran sendiri.
Oleh karena itu, penggunaan kutipan dalam karya ilmiah tidak
dapat dihindarkan, terutama kutipan untuk menegaskan isi uraian
dan membuktikan hal yang didiskusikan dalam karya tulis itu.
Kutipan adalah kalimat atau pendapat pinjaman dari orang
lain yang memiliki hubungan signifikan dengan persoalan yang
ditulis. Kalimat atau pendapat itu dapat berupa penuturan lisan
atau pernyataan tertulis. Penuturan lisan dapat diperoleh dari
pembicaraan informal, wawancara, ceramah, atau pidato-pidato.
104
Pernyataan tertulis terdapat dalam buku, majalah, koran, artikel
jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi, maupun laporan penelitian. Salah
satu alasan pengutipan adalah untuk menghemat waktu. Akan
banyak waktu terbuang apabila kebenaran yang telah diteliti,
dibuktikan, ditemukan dan dipublikasikan harus diteliti ulang hanya
untuk menemukan kesimpulan yang sama. Penulis karya ilmiah
tidak punya waktu meneliti hal-hal kecil dari tulisannya secara
mendalam. Oleh karena itu, hal-hal penting yang sudah pernah
dipublikasikan pihak lain tidak perlu diteliti lagi. Penulis cukup
mengutip atau meminjam kalimat atau pendapat yang dianggap
benar, dengan menyebut dari mana dan siapa pendapat itu
diperoleh, sehingga pembaca dapat mengecek kutipan itu dengan
sumber aslinya.
Meskipun pendapat pihak lain dapat dikutip, tidak berarti
dibenarkan seluruh isi karya ilmiah hanya berisi kutipan-kutipan.
Penulis harus mengelola sebaik mungkin karyanya untuk tidak
terlalu
banyak
menggunakan
kutipan
supaya
tidak
seperti
himpunan bermacam pendapat, sehingga diledek orang ‘seperti
kliping koran’. Pendek kata, garis besar dan kesimpulan harus
sepenuhnya pendapat penulis sendiri. Kutipan-kutipan itu hanya
untuk menunjang pendapatnya.
2. Jenis Kutipan
Pada dasarnya ada dua jenis kutipan, yaitu (1) kutipan
langsung dan (2) kutipan tidak langsung. Kutipan langsung adalah
pendapat pinjaman dari sumber tertentu secara lengkap, sesuai
sumber aslinya, tanpa perubahan kata, kalimat, dan huruf-
105
hurufnya. Kutipan tidak langsung adalah pendapat pinjaman dari
sumber tertentu, dengan perubahan kata, kalimat, dan huruf-huruf
dari sumber aslinya tanpa merubah makna isinya. Perubahannya
dilakukan dengan mensarikan atau mengikhtisarkan pendapat yang
dikutip.
Semua kutipan langsung harus dimasukkan ke dalam tanda
kutip (“…”), sedangkan kutipan tidak langsung tidak perlu diapit
tanda kutip. Agar tidak terjadi kesalahan, sejak pengumpulan data
dari berbagai sumber (buku, majalah, koran, artikel jurnal, makalah,
manuskrip, laporan penelitian, leaflet, skripsi, tesis, dan disertasi),
hal ini harus sudah dilakukan. Kutipan jangan terlalu panjang,
misalnya hingga satu halaman atau lebih. Penulis mesti mengutip
seperlunya, supaya tidak merusak dan mengganggu uraian yang
dibuatnya. Apabila dipandang perlu memasukkan kutipan panjang,
lebih baik masukkan ke dalam bagian Lampiran atau Apendiks.
3. Prinsip Membuat Kutipan
Bagi para penulis karya ilmiah, ada beberapa prinsip yang
benar-benar harus diperhatikan ketika membuat kutipan.
a. Melakukan Perubahan
Ketika
melakukan
pengutipan
dengan
bentuk
kutipan
langsung, penulis yang mengutip tidak dibenarkan merubah katakata, kalimat, huruf-huruf, atau kaidah penulisan dari teks asli yang
dikutipnya. Apabila pengutip perlu melakukan perubahan, ia harus
memberi keterangan yang jelas mengenai perubahan itu. Contoh,
dalam sumber asli tidak ada kalimat atau bagian kalimat yang
106
dicetak miring (dengan huruf kursif) atau diberi garis bawah,
sedangkan penulis mempertimbangkan perlu dicetak dengan huruf
miring pada bagian kalimat tertentu, maka hal itu dapat dilakukan
tetapi harus diberi keterangan yang jelas. Keterangan itu diletakkan
setelah kalimat atau bagian kalimat yang dilakukan perubahan, dan
diberi tanda kurung segi empat […]. Keterangan itu biasanya
berbunyi; [huruf miring dari saya, penulis]. Rata-rata, pertimbangan
penulis melakukan perubahan untuk memberi atau menunjukkan
aksentuasi, contoh, dan mungkin adanya pertentangan.
b. Ada Kesalahan
Apabila penulis mengutip kalimat, yang pada sumber aslinya
terdapat kekeliruan penulisan atau keganjilan, penulis tidak boleh
melakukan perbaikan. Penulis harus menuliskan kutipan apa
adanya, termasuk kekeliruan penulisan atau keganjilan yang ada
pada sumber yang dikutip. Biasanya, kesalahan itu terletak pada
masalah ejaan dan ketatabahasaan. Apabila penulis tidak setuju
dengan bagian tertentu dari kalimat-kalimat yang dikutipnya,
penulis boleh melakukan perbaikan dengan cara memberi catatan
terhadap bagian-bagian yang tidak ia setujui, atau bagian-bagian
yang salah. Perbaikan atau catatan itu dapat diberikan dalam
bentuk catatan kaki, atau ditempatkan dalam tanda kurung segi
empat […] seperti ketika penulis melakukan perubahan seperti di
atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu ditempatkan
langsung di belakang kata atau unsur yang perlu diperbaiki, diberi
catatan, atau yang tidak disetujui. Dalam tradisi penulisan ilmiah,
catatan itu berupa kata yang hanya terdiri dari satu suku kata, sic!
107
yang ditempatkan di dalam tanda kurung segi empat [sic!]. Tanda
atau
catatan
seperti
itu
menunjukkan
bahwa
penulis
tidak
bertanggung jawab atau kekeliruan itu, ia hanya mengutip sesuai
aslinya.
Contoh:
“karya tulis ilmiah harus memiliki sifat kompa [sic!],
kontinyu, dan lancar ”
Kata kompa dalam kutipan di atas sesungguhnya salah cetak,
seharusnya kompak. Namun, dalam mengutip, penulis tidak boleh
secara langsung merubah dan memperbaiki kesalahan itu, tetapi
harus menuliskan apa adanya, dengan ditambahkan catatan [sic!].
Dengan demikian pembaca mengetahui bahwa kesalahan bukan
dilakukan oleh penulis yang mengutip, tetapi dilakukan oleh pihak
yang pendapatnya dikutip.
c. Menghilangkan Bagian Kutipan
Dalam mengutip, penulis boleh menghilangkan bagian-bagian
tertentu dari kalimat-kalimat yang dikutip dari sumber aslinya.
Syaratnya, penghilangan bagian tertentu tidak boleh mengakibatkan
inti
makna
asli
atau
makna
keseluruhan
menjadi
berubah.
Penghilangan itu dinyatakan dengan tiga titik […]. Jika unsur yang
dihilangkan terdapat pada akhir sebuah kalimat, ketiga titik berspasi
itu ditambahkan setelah titik yang mengakhiri kalimat itu. Apabila
ada tanda kutip, titik-titik itu – baik pada awal kutipan maupun di
akhir kutipan – harus dimasukkan ke dalam tanda kutip, sebab
unsur yang dihilangkan dianggap sebagai bagian dari kutipan.
108
Contoh:
Tentang pengertian gaya dalam karawitan Supanggah merumuskan
sebagai berikut.
“…gaya adalah kekhasan atau kekhususan yang ditandai
oleh ciri fisik, estetik (musikal), dan/atau sistem bekerja
(garap) yang dimiliki oleh atau yang berlaku pada (atau atas
dasar inisiatif dan/atau kreativitas) perorangan (pengrawit),
kelompok (masyarakat seni) atau kawasan (budaya) tertentu
yang diakui eksistensinya oleh dan/atau berpotensi untuk
mempengaruhi individu, kelompok (masyarakat) atau
kawasan (budaya, musik, kesenian) lainnya, baik itu
terberlakukannya dengan sengaja atau tidak, maupun yang
terjadi atas hasil berbagai cara dan/atau bantuan dari
berbagai sarana dan/atau media.”
3. Cara Mengutip
Kutipan langsung dan tak langsung masing-masing memiliki
konskwensi berlainan ketika penulis hendak memasukkannya ke
dalam teks. Berdasarkan panjang pendeknya kutipan, kutipan
langsung juga demikian, memiliki konskwensi yang berlainan. Agar
lebih jelas, berikut adalah penjelasan mengenai cara mengutip
langsung dan tidak langsung.
a. Kutipan Langsung
Kutipan langsung pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua
jenis, yaitu (1) kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris,
dan (2) kutipan langsung yang lebih dari empat baris.
Sebuah kutipan yang panjangnya tidak lebih dari empat baris
ketikan, cara memasukkannya ke dalam teks adalah sebagai berikut.
(1) kutipan diintegrasika langsung ke dalam teks;
(2) jarak antara baris dengan baris dua spasi;
109
(3) kutipan diapit dengan tanda kutip atau tanda petik (“…”);
(4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan.
Sebuah kutipan yang panjangnya lima baris atau lebih, maka
seluruh kutipan harus diperlakukan sebagai berikut.
(1) kutipan dipisahkan dari teks, dalam jarak 2,5 spasi;
(2) jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
(3) kutipan boleh diapit dan boleh tidak diapit tanda kutip atau
tanda petik (“…”);
(4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan.
(5) seluruh kutipan dimasukkan (menjorok) ke dalam kurang
lebih 5-7 ketuk.
(6) bila kutipan terdiri dari beberapa alinea, baris pertama tiap
alinea dimasukkan atau dimenjorokkan lagi kira-kira 5-7
ketuk.
b. Kutipan tak Langsung
Pada kutipan tak langsung, yang dikemukakan penulis bukan
kalimat-kalimat asli pendapat yang dikutip, melainkan isi atau
saripati pendapat itu. Oleh karena itu, kutipan tidak boleh
menggunakan
tanda
kutip
(“…”).
Beberapa
hal
yang
harus
diperhatikan penulis dalam membuat kutipan tak langsung adalah
sebagai berikut.
(1) kutipan diintegrasika langsung ke dalam teks;
(2) jarak antara baris dengan baris dua spasi;
(3) kutipan tidak diapit dengan tanda kutip atau tanda petik
(“…”);
(4) setelah kutipan berakhir diberi tanda penunjuk acuan.
110
C. Penunjuk Acuan
Seperti telah dijelaskan di atas bahwa format penulisan ilmiah
ada tiga macam style, yaitu Chicago Manual of Style, Modern
Language Associasion of America (MLA), dan American Psycological
Association (APA). Perbedaan yang paling nyata dari ketiga style itu
terletak pada cara membuat penunjuk acuan. Semua kutipan, baik
yang langsung maupun tak langsung harus dijelaskan sumbernya.
Oleh karena itu, setiap akhir suatu kutipan harus ada penunjuk
acuan.
1. Chicago Style
Penunjuk acuan menurut Chicago Manual of Style ada dua
macam, yaitu menggunakan catatan kaki atau footnote atau catatan
akhir atau endnote. Catatan kaki atau footnote adalah keteranganketerangan atas teks karangan yang ditempatkan di kaki halaman
karangan yang bersangkutan. Catatan akhir atau endnote adalah
keterangan semacam footnote yang ditempatkan di akhir bab atau
diakhir karangan. Ada tiga jenis keterangan yang dapat dimuat di
dalam catatan kaki atau catatan akhir, yaitu (1) keterangan
berkenaan
dengan
sumber
atau
referensi
suatu
kutipan,
(2)
keterangan penjelas, dan (3) gabungan antara sumber dan penjelas.
Hubungan antara catatan kaki, catatan akhir dan teks yang
dikutip dinyatakan dengan nomor-nomor yang sama, baik di dalam
teks maupun di dalam catatan kaki atau catatan akhir. Nomor di
dalam teks diletakkan di akhir kutipan, dan diangkat setengah spasi
dari teks, demikian pula nomor di dalam catatan kaki atau catatan
akhir. Kesamaan nomor antara nomor dalam teks dan catatan kaki
111
atau catatan akhir menunjukkan bahwa keterangan yang ada pada
catatan kaki atau catatan akhir adalah sumber acuan dan catatan
bagi pernyataan yang dikutip dalam teks.
a. Keterangan Sumber atau Referensi
Jenis keterangan pada catatan kaki atau catatan akhir yang
berupa keterangan mengenai sumber kutipan atau referensi harus
memuat informasi sumber secara lengkap. Informasi itu berupa (1)
nama pengarang, (2) judul sumber, (3) tempat diterbitkannya
sumber, (4) nama lembaga atau badan yang menerbitkan, dan (5)
tahun penerbitan.
D. Bibliografi
Pada dasarnya, bibliografi adalah daftar kepustakaan yang
digunakan
seorang
penulis
ilmiah
yang
diterakan
di
akhir
tulisannya. Tulisan itu dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya dalam memanfaatkan berbagai kepustakaan yang diacu,
dikutip, dan digunakan sebagai sumber maupun sebagai bahan
pertimbangan.
Ada dua hal yang perlu diperhatikan seorang penulis dalam
memuat daftar pustaka; (1) urutan bahan bacaan (buku, jurnal atau
majalah, paper atau makalah, dan lain-lain), dan (2) sistematika
penulisan untuk setiap bahan kepustakaan. Umumnya, bibliografi
atau daftar pustaka ditulis urut secara alfabetis. Sistematika
penulisannya juga ada beberapa macam style. Seorang penulis dapat
mengguakan salah satu style.
112
Ada penulis yang menaruh tahun terbit buku, jurnal, atau
kepustakaan yang lain diletakkan setelah nama pengarang buku,
jurnal, atau kepustakaan yang lain. Namun ada pula yang
meletakkannya di belakang, yaitu setelah tempat penerbitan dan
nama penerbit. Sistem mana yang hendak dipakai tidak terlalu
penting, namun yang harus benar-benar diperhatikan adalah
konsistensi penulisannya.
113
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. et. al. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III
Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Pustaka.
Badudu, J.S. & Zain, S.M. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pustaka Siar Harapan.
Buzzati-Traverso, A. 1977. The Sciencetific Enterprise, Today and
Tomorrow. Paris: Unesco.
Campbell, W.G. et. al. 1991. Form and Style: Thesis, Reports, Term
Papers. Philippine Copyright. Edisi ke-8. Quezon
City: Houghton Miffin Company.
Day, R.A. 1993. How to Write and Publish a Scientific Paper. Cetakan
ke-2. ISI Press: Philadelpia.
Gibaldi, J. 1999. MLA Handbook for Writers of Research Papers. New
York: Modern Language Association of America.
Gie, T.L. 2000. Pengnatar Filsafat Ilmu. Cetakan ke-5. Yogyakarta:
Penerbit Liberti.
Hoselitz, B.F. (Ed.) 1970. A Reader’s Guide to the Social Sciences.
Revised Edition. New York: Free Press.
Kerlinger, F.N. 1986. Foundation of Behavioral Research. Edisi ke-3.
New York: Holt, Rinehart dan Winston.
Kerlinger,
F.N.
1990.
Asas-asas
Penelitian
Behavioral.
Edisi
Terjemahan Foundation of Behavioral Research.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Klubertanz, G.P. 1955. Introduction to Philosophy of Being. New York:
Appleton-Century-Crofts.
Lachman, S.J. 1964. The Foundation of Science. Edisi Revisi. Cetakan
ke-4. London: Routledge & Kegan Paul.
114
Malver, R.M. dan Page, C.H. 1949. Society: An Introductory Analysis.
New York: Rinehart.
Matkin, R.E. dan T.F. Rigar. 1991. Pewrsistent and Publish: Helfull
Hints
for
Academic
Writing
and
Publishing.
University Press: Colorado.
Rifai, M.A. 2005. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan
Penerbitan
Karya
Ilmiah
Indonesia.Edisi
ke-5.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Supanggah, R. 2002. Bothekan Karawitan I. Jakarta: The Ford
Foundation
&
Masyarakat
Sèni
Pertunjukan
Indonesia.
Theodorson, G.A. 1970. A Modern Dictionary of Sociology. New York:
Thomas Y. Crowell.
University of Chicago Press. 1993. The Chicago Manual Style. Edisi
ke-14. Chicago: University of Chicago Press.
Ziman, J.M. 1974. Public Knowledge: An Essay Concerning the Social
Dimension
of
Science.
Edisi
Revisi.
London:
Cambridge University Press.
115
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………….i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….iii
BAB I ............................................................................................... 0
PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. PENGANTAR ................................................................................ 1
1. Tipologi Karya Tulis................................................................... 1
2. Karya Ilmiah Akademik ............................................................. 4
3. Ciri Karya Ilmiah Akademik ...................................................... 6
B. TUGAS STUDI DAN TUGAS PROFESI........................................... 9
1. Paper Ilmiah ............................................................................. 9
2. Laporan Penelitian .................................................................. 11
3. Skripsi, Tesis dan Disertasi ..................................................... 12
BAB II ............................................................................................ 15
STRUKTUR ILMU PENGETAHUAN ................................................. 15
A. PENGANTAR .............................................................................. 15
B. JENIS OBJEK ............................................................................ 16
C. BENTUK PERNYATAAN .............................................................. 23
D. RAGAM PROPOSISI ................................................................... 25
E. CIRI POKOK............................................................................... 33
BAB III ........................................................................................... 38
ANATOMI KARYA ILMIAH ............................................................... 38
A. PENGANTAR .............................................................................. 38
B. PAPER ILMIAH ........................................................................... 41
1. Pembuatan Judul ................................................................. 44
2. Baris Kepemilikan................................................................. 46
3. Abstrak ................................................................................. 48
5. Pendahuluan ........................................................................ 50
6. Pemaparan ........................................................................... 55
a. Definisi ................................................................................ 56
b. Klasifikasi ............................................................................ 60
4. Kesimpulan .......................................................................... 64
5. Daftar Pustaka/Bibliografi .................................................... 65
BAB IV ........................................................................................... 67
FORMAT DAN BAHASA .................................................................. 67
A. PENGANTAR .............................................................................. 67
B. FORMAT PENULISAN ................................................................. 68
1. Penggunaan Huruf ................................................................ 68
a. Huruf Italic ........................................................................ 68
b. Huruf Kapital .................................................................... 69
2. Penggunaan Angka ............................................................... 70
a. Angka Arab ........................................................................ 70
b. Angka Romawi ................................................................... 72
3. Tanda Baca .......................................................................... 72
116
a. Titik (.) ............................................................................... 73
b. Koma (,) ............................................................................. 74
c. Titik Koma (;) ..................................................................... 74
d. Titik Dua (:) ....................................................................... 75
e. Tanda Tanya (?) ................................................................. 75
f. Tanda Seru (!) .................................................................... 75
g. Tanda Hubung (-) .............................................................. 76
h. Tanda Kurung ((…)) ........................................................... 76
i. Tanda Kurung Siku ([…]) ................................................... 77
j. Tanda Petik (“…”) ............................................................... 77
k. Tanda Petik Tunggal (‘…’) ................................................... 77
l. Tanda Elipsis/Titik Tiga (…) .............................................. 78
m.
Tanda Garis Miring (/) .................................................... 78
n. Tanda Ampersan (&) .......................................................... 78
C. PERANGKAT KEBAHASAAN ....................................................... 79
1. Kata dan Frase ........................................................................ 81
a. Kata dan Frase yang Diikuti Koma ....................................... 81
b. Kata-Kata yang Didahului Koma .......................................... 83
c. Kata-Kata yang Tidak Didahului Koma ................................. 84
d. Kata-Kata yang Tidak Diikuti Titik Dua ................................ 84
2. Gabungan Kata ....................................................................... 84
3. Pemakaian Kata ...................................................................... 88
a. Kata adalah, ialah, yaitu dan yakni ...................................... 88
b. Kata antar- .......................................................................... 88
c. Kata beberapa ...................................................................... 89
d. Kata banyak dan para ......................................................... 90
e. Kata berbagai/pelbagai ........................................................ 91
f. Kata saling ............................................................................ 91
g. Kata sedangkan dan sehingga .............................................. 92
4. Kalimat ................................................................................... 93
a. Kalimat Membosankan ......................................................... 93
b. Kalimat Mubazir .................................................................. 94
BAB V .......................................................................................... 103
FORMAT PENULISAN REFERENSI ............................................... 103
A. PENGANTAR .......................................................................... 103
B. KUTIPAN ................................................................................ 104
1. Tujuan Pengutipan................................................................ 104
2. Jenis Kutipan ....................................................................... 105
3. Prinsip Membuat Kutipan ..................................................... 106
a. Melakukan Perubahan ....................................................... 106
b. Ada Kesalahan ................................................................... 107
c. Menghilangkan Bagian Kutipan .......................................... 108
3. Cara Mengutip ...................................................................... 109
a. Kutipan Langsung .............................................................. 109
b. Kutipan tak Langsung ........................................................ 110
C. PENUNJUK ACUAN ................................................................ 111
117
1. Chicago Style......................................................................... 111
a. Keterangan Sumber atau Referensi .................................... 112
D.
BIBLIOGRAFI...................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 114
118
Download