DAFTAR ISI BAB I : Pendahuluan

advertisement
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan.................................................................................
1
BAB II : Isi.................................................................................................
3
2.1 Anatomi Telinga................................................................................
3
2.1.1 Telinga Luar...........................................................................
3
2.1.2 Telinga Tengah.......................................................................
3
2.1.3 Telinga Dalam........................................................................
4
2.2 Mekanisme Pendengaran...................................................................
6
2.3 Auditory System................................................................................
9
2.4 Area Pendengaran Telinga Manusia..................................................
10
2.5 Pitch perception.................................................................................
11
2.6 Pemeriksaan Pendengaran.................................................................
21
2.6.1 Tes Kualitatif
..
2.6.2 Tes Semikuantitatif................................................................
2.6.3 Tes kuantitatif........................................................................
23
BAB III : Penutup......................................................................................
27
Daftar Pustaka............................................................................................
29
BAB I
PENDAHULUAN
21
23
Secara umum gelombang dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu gelombang
yang dalam proses perambatannya memerlukan medium perantara(gelombang mekanik), dan
gelombang yang dalam proses perambatannya tidak harus selalu memerlukan medium
perantara(gelombang elektromagnetik).
Gelombang akustik adalah gelombang suara yang dapat diartikan oleh pendengaran
manusia. Gelombang akustik termasuk gelombang mekanik yang dapat merambat melalui zat
padat,cair atau gas. Gelombang akustik pada dasarnya merupakan gelombang perubahan
tekanan pada medium tempat gelombang akustik itu berjalan. Perubahan tekanan yang
dimaksud adalah variasi besarnya tekanan udara disekitar tekanan statis (tekanan
keseimbangan) yang diakibatkan oleh perpindahan partikel-partikel dalam medium ketika
dilewati gelombang akustik.
Seseorang menerima suara berupa getaran pada gendang telinga dalam daerah
frekuensi pendengaran manusia. Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan
udara yang dihasilkan oleh sumber bunyi dan dirambatkan ke medium sekitar nya, yang
dikenal sebagai medan akustik.
Menurut besarnya frekuensi gelombang akustik dapat dibagi menjadi tiga:
1.
gelombang infrasonik, yaitu gelombang akustik yang mempunyai frekuensi yang sangat
rendah yaitu dibawah 20Hz.
2.
gelombang sonik, yaitu gelombang akustik yang memiliki frekuensi dengan rentang
antara 20Hz-20KHz.
3.
gelombang ultrasonik,yaitu gelombang akustik yang memiliki frekuensi yang sangat
tinggi yaitu diatas 20KHz.
Suara merupakan suatu sinyal analog (kontinyu) yang secara teoritis mengandung
informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan pada tak terhingga
banyaknya jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi fasa dan
magnituda. Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik
yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan saraf pendengaran ke otak.
Proses mendengar tentunya tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai mekanisme pendengaran.
BAB II
ISI
2.1 Anatomi Telinga
Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu telinga luar, tengah, dan dalam.
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran
sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke
kanalis semisirkularis yang berisi cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang
dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis
semisirkularis; adanya ligamen antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari
gendang telinga. Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan
menghantarkan rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
2.1.1 Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari auricula (pinna) dan meatus acusticus externus. Meatus
acusticus externus dimulai dari bagian bawah concha auriclaris hingga ke membran tympani.
Epithel bertingkat yang menyusun kulit di meatus acusticus externus memiliki glandula
ceruminous. Bagian depan disusun oleh cartilago auricularis sedangkan 1.5 cm di bagian
medial disusun oleh tulang temporal.
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah atau cavitas tympani adalah suatu ruangan yang penuh berisi udara yang
dilapisi oleh membrane mucosa dan terletak di antara meatus acusticus externus dan labirin.
Telinga tengah berhubungan dengan sel-sel udara pada tulang mastoid dan dengan
nasopharynx melalui tuba Eustachius (auditory). Ossicula auditory dibentuk oleh tiga tulang
pendengaran yang terdiri dari Maleus, Incus dan Stapes. Ossicula auditory tersebut
menghubungkan membrane tympani dengan telinga bagian dalam. Manubrium maleus
melekat pada membran tympani. Musculus tensor tympani bekerja pada os maleus, mengatur
tekanan pada membran tympani. M. tensor tympani ini membagi membrane tympani menjadi
pars tensor dan pars flaccid.
Incus melekat pada Maleus dan Stapes yang pada akhirnya akan melekat pada tingkap
oval cochlea. Musculus stapedius mengatur batasan gerak dari Stapes. M. tensor tympani dan
m. stapedius berfungsi mengatur sensitifitas telinga terhadap amplitudo.
Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan eksternal dan internal pada
membran tympani. Selain itu tuba Eustachius dapat menjadi jalan bagi penyebaran infeksi
dari pharynx ke dalam telinga tengah.
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam disebut labirin karena kompleksitas dari bentuknya. Bagian ini terdiri
dari enam struktur mekanoreseptif: tiga kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus yang
merupakan organ keseimbangan, serta cochlea yang berfungsi mendeteksi gelombang suara.
Telinga dalam terdiri dari dua bagian: labirin osseus, yaitu pars petrosa dari tulang
temporal, dan labirin membranosa, yang menghubungkan sakulus dan duktus pada labirin
osseus.
Labirin osseus
Tulang temporal pada telinga bagian dalam adalah salah satu tulang terkuat pada tubuh.
Dilapisi oleh periosteum dan berisi cairan perilimfe, yaitu cairan yang komposisi kimianya
menyerupai cairan serebrospinal. Di antara kanalis semisirkularis dan cochlea terdapat
vestibulum. Tingkap oval yang melekat pada Stapes, merupakan dinding lateral dari
vestibulum.
Ketiga kanalis semisirkularis terbuka ke arah vestibulum. Di depannya terdapat cochlea.
Cochlea adalah suatu sistem tuba yang melingkar-lingkar dan terdiri dari tiga tuba yaitu scala
vestibuli, scala media, dan scala tympani. Scala vestibuli dan scala media dipisahkan satu
sama lain oleh membran reissner (membran vestibuler). Scala tympani dan scala media
dipisahkan satu sama lain oleh membran basiler. Pada permukaan membran basiler terletak
organ corti, yang mengandung suatu seri sel yang sensitif secara elektromekanik yaitu sel-sel
rambut. Sel-sel ini merupakan organ reseptif akhir yang membangkitkan impuls saraf sebagai
respon terhadap getaran suara.
Labirin membranosa
Labirin membranosa terletak pada labirin osseus dan dipisahkan oleh cairan perilimfe.
Labirin membranosa berisi cairan endolimfe. Cairan endolimfe memiliki tekanan gravitasi
yang lebih tinggi dan komposisi kimianya berbeda dengan cairan perilimfe. Bagian dari
labirin membranosa yang terletak di dalam cochlea disebut duktus cochlearis atau scala
media. Reseptor organ dari pendengaran adalah organon corti. Scala media menghubungkan
organ vestibuler dari vestibulum, yaitu sakulus dan utrikulus melalui suatu tuba kecil, yang
disebut ductus reuniens. Labirin membranosa berlanjut menjadi kanalis semisirkularis, yang
masing-masing bagian ujungnya menggelembung, disebut ampula dimana melekat sel-sel
epitel sensoris. Labirin membranosa menguhubungkan sakus endolimfatikus dan cranium.
Cairan Telinga Dalam
Perilimfe dan endolimfe memiliki komposisi kimia yang berbeda. Pada kondisi normal,
kedua cairan ini menempati ruangan berbeda dan tidak bercampur satu sama lain. Distribusi
dari cairan ini memiliki peranan penting dalam transduksi telinga dalam dan menjadi faktor
utama dalam mengatur sensitifitas dari mekanoreseptor telinga dalam.
Endolimfe
Endolimfe tidak seperti cairan ekstraseluler lainnya. Kation utamanya adalah kalium;
ion natrium sangat rendah. Seperti perilimfe, di sepanjang telinga dalam komposisi endolimfe
tidak homogen.
Perilimfe
Perilimfe menyerupai cairan ekstraseluler lainnya di dalam tubuh dengan karakteristik
berupa tingginya kadar natrium. Osmolaritas perilimfe mirip dengan osmolaritas plasma,
sehingga tekanan osmotiknya menyerupai tekanan osmotik darah.
2.2 Mekanisme Pendengaran
Suara merupakan suatu sinyal analog (kontinyu) yang secara teoritis mengandung
informasi yang tak terhingga jumlahnya, yang direpresentasikan pada tak terhingga
banyaknya jumlah frekuensi dan tiap frekuensi tersebut memiliki informasi fasa dan
magnituda. Suara yang didengar telinga manusia mengalami perubahan dari sinyal akustik
yang bersifat mekanik menjadi sinyal listrik yang diteruskan syaraf pendengaran ke otak.
Proses mendengar tentunya tidak lepas dari organ pendengaran manusia yakni telinga.
Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang
ditangkap oleh daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Daun telinga dan meatus
acusticus eksternus ini menyerupai pipa kira-kira sepanjang 2 cm sehingga memiliki mode
resonansi dasar pada frekuensi sekitar 4 kHz. Kemudian gelombang suara yang telah
ditangkap akan membuat membran tympani telinga bergetar. Seseorang menerima suara
berupa getaran pada membran tympani dalam daerah frekuensi pendengaran manusia.
Getaran tersebut dihasilkan dari sejumlah variasi tekanan udara yang dihasilkan oleh sumber
bunyi dan dirambatkan ke medium sekitarnya, yang dikenal sebagai medan akustik. Variasi
tekanan pada atmosfer disebut tekanan suara, dalam satuan Pascals (Pa). Setelah melalui
membran tympani, getaran tersebut akan menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus,
incus, stapes). Pada saat maleus bergerak, incus ikut bergerak karena maleus terikat kuat
dengan inkus oleh ligamen-ligamen. Artikulasi dari incus dan stapes menyebabkan stapes
terdorong ke depan pada cairan cochlear. Ketiga tulang pendengaran tadi mengubah gaya
kecil dari partikel udara pada gendang telinga menjadi gaya besar yang menggerakkan fluida
dalam koklea. Impedansi matching antara udara dan cairan koklea ialah sekitar 1 kHz. Pada
telinga bagian dalam terdapat koklea dan di dalam koklea terdapat membran basiliar yang
bentuknya seperti serat panjangnya sekitar 32 mm. Getaran dari tulang pendengaran
diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian akan menggerakkan fluida sehingga
membran basiliar ikut bergetar akibat resonansi. Bentuk membran basiliar memberikan
frekuensi resonansi yang berbeda pada suatu bagian membran. Gelombang dengan frekuensi
tertentu akan beresonansi secara sempurna dengan membran basiliar pada titik tertentu,
menyebabkan titik tersebut bergetar dengan keras. Prinsip ini sama dengan nada tertentu yang
akan membuat garputala bergetar. Frekuensi tinggi menyebabkan resonansi pada titik yang
berada di dekat jendela oval dan frekuensi rendah menyebabkan resonansi pada titik yang
berada lebih jauh dari jendela oval. Organ korti yang terletak di permukaan membran basiliar
yang terdiri dari sel-sel rambut ini akan mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik.
Laju firing (firing rate) sel rambut dirangsang oleh getaran membran basiliar. Kemudian sel
saraf (aferen) menerima pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf auditori, yang
akan membawa informasi tersebut ke otak, yaitu korteks serebri area pendengaran (area
Boadmann 41 dan 42) dan disadari sebagai rangsang pendengaran .
Potensial listrik
Potensial listrik di cochlea ada dua macam yaitu resting potential dan alternating current
yang timbul sebagai akibat rangsang akustik.
Resting potential +80mV di dalam scala media disebut endolimfatik potensial, sedangkan
di dalam sel rambut terdapat potensial -80mV sehingga terdapat perbedaan potensial sebesar
160mV pada atap sel rambut.
Energi potensial ini merupakan arus langsung secara konstan dan sangat sensitif terhadap
anoxia dan zat kimia yang dapat mempengaruhi metabolisme oksigen.
Mekanisme yang pasti mengenai stimulasi dari saraf ini tidak begitu diketahui, tapi
diduga bahwa stimulasi ini disebabkan oleh:
1.
Cochlear microphonics, yaitu reaksi arus bolak-balik yang timbul antara sel rambut dan
scala media.
2.
Terbentuknya dan terlepasnya zat-zat kimia pada ujung saraf dari sel-sel rambut.
2.3
Auditory System
Dalam \'mendengar\' suara, telinga manusia yang terdiri dari telinga bagian
luar, tengah dan dalam melakukan dua proses yaitu:
>> Proses receiving
Yaitu proses analisis terhadap sinyal suara yang terjadi dalam telinga bagian luar dan tengah
dimana sinyal suara berupa tekanan suara secara berturutan berubah menjadi getaran yang
berpropagasi melalui genderang, tulang-tulang telinga sampai pada bagian basilar membrane.
Pada bagian basilar membrane sinyal yang berupa getaran dirubah menjai pulsa-pulsa listrik
yang dikirim ke otak melalui syaraf-syaraf pendengaran (auditory nerves).
>> Proses perceiving
Yaitu proses tingkat lanjut setelah proses analitis terhadap sinyal suara, dimana unsur-unsur
subjektif pendengar (manusia) dan gejala-gejala korelasi silang antara teliga kiri dan kanan
memegang peranan penting dalam menentukan tanggapan atau respon pendengar terhadap
sinyal suara tersebut. Proses analitis oleh telinga manusia terhadap gelombang suara dimulai
sejak parameter tekanan suara p (N/m2) didalam cochlea (sel-sel rambut) dirubah menjadi
pulsa listrik oleh neuron. Proses analisa sinyal ini bisa terjadi jika sel-sel rambut pada basilar
membrane memperoleh amplitude eksitasi yang cukup besar, yaitu sekitar 10% lebih besar
dari batas minimum sensitivitas setiap atau sekelompok tertentu sel-sel rambut tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa rambut pada basilar membrane mempunyyai fungsi khusus dalam
pengolahan sinyal suara oleh telinga manusia, yaitu:
>> Mendeteksi energi yang terkandung dalam sinyal suara. Batas minimum energi dari sinyal
suara yang mampu mengeksitasi suatu sel rambut disebut ambang dengar atau Threshold of
Hearing.
>> Menyeleksi frekuensi yang terkandung dalam sinyal suara. Seleksi atau analisis frekuensi
dilakukan di sepanjang deretan kelompok sel-sel rambut pada basilar membrane.Berikut
gambar skematik auditory system dan pemodelan engineering dari telinga bagian luar, tengah
dan dalam telinga manusia.
2.4 Area Pendengaran Telinga Manusia
Adapun range frekuensi pendengaran telinga manusia adalah dari frekuensi 20 Hz - 20 kHz.
Selain itu, batasan lainnya adalah tingkat tekanan suara yang dapat didengar adalah dari 0 dB
- 120 dB.
Berikut beberapa level intensitas suara pendengaran telinga manusia
kondisi, seperti :
untuk masing-masing
>> Office = 50dB
>> Normal conversation (1m) = 60dB
>> Interior of car = 70dB
>> Urban street = 80dB
>> Truck passing (15m) = 90dB
>> Shouting (1.5m) = 100dB
>> Night club = 110dB+
>> Jet taking off (60m) = 120dB (pain)
>> Explosion = 130dB+
2.5 Pitch perception
Pitch dapat didefinisikan sebagai atribut sensasi auditori yang membuat manusia dapat
mengenal suara sebagai urutan tangga nada, yakni tinggi rendahnya suatu nada. Dengan kata
lain, perubahan pada pitch memberi sense melodi. Pitch berhubungan dengan laju
pengulangan sebuah gelombang suara, yakni frekuensi suara bila dikaitkan dengan pure tone,
atau frekuensi dasar (fundamental frequency) bila dikaitkan dengan tone yang kompleks.
Pitch merupakan besaran yang subjektif, oleh karena itu pitch tidak dapat diukur secara
lengsung. Pemberian nilai pitch pada suatu suara adalah untuk membuat spesifikasi frekuensi
dari suatu tone sinusoida yang memiliki picth yang sama secara subjektif.
Ada 2 teori tentang pitch perception :
>> Place Theory
Ada 2 postulat dalam teori ini, yaitu:
1.
Stimulus mengalami analisa spektral dengan resolusi yang terbatas pada telinga bagian
dalam manusia sehingga frekuensi yang berbeda akan mengeksitasi tempat yang berbeda
pada membran basiliar.
2.
Pitch dari suatu stimulus terkait dengan bentuk eksitasi yang dihasilkan stimulus
tersebut.
>> Temporal Theory
Pitch dari suatu stimulus terkait dengan time pattern dari spike saraf yang dihasilkan stimulus
tersebut. Firing saraf cenderung terjadi pada suatu fasa dan tertentu dari bentuk gelombang
stimulus sehingga interval antara impuls saraf yang berurutan mendekati kelipatan bulat dari
perioda sinyal stimulus. Teori ini tidak berlaku untuk frekuensi tinggi, diatas 5 kHz.
Berikut akan dibahas mengenai pitch perception dari beberapa tone:
1. Pitch perception from pure tone
Diskriminasi frekuensi berkaitan dengan kemampuan untuk memisahkan komponen
frekuensi suatu suara kompleks. Diskriminasi frekuensi berkaitan dengan kemampuan
membedakan perubahan frekuensi dalam suatu waktu.Perubahan terkecil yang terdeteksi
disebut difference limen (DL).
Ada 2 cara untuk mengukur diskriminasi frekuensi, yaitu:
·
Difference Limen for Frequency (DLF) adalah cara yang berkaitan dengan
diskriminasi 2 steady tone yang berurutan dengan perbedaan frekuensi yang kecil.
·
Frequency Modulation Detection Limen (FMDL) adalah cara yang berkaitan erat
dengan modulasi pada frekuensi rendah dan jumlah modulasi yang diperlukan untuk
mendeteksi modulasi ini harus ditentukan terlebih dahulu. Place theory yang memodelkan
diskriminasi frekuensi memperkirakan bahwa diskriminasi frekuensi terkait dengan
selektifitas frekuensi. Semakin tajam bentuk tuning curve, semakin kecil frekuensi DL dan
frekuensi DL bervariasi terhadap frekuensi sama seperti ketergantungan CB terhadap
frekuensi. Pada kenyataannya, prediksi ini gagal untuk DLF tetapi cukup baik untuk
FMDL,terutama pada rate modulasi di atas 5 Hz. Dua tone yang memiliki komponen
frekuensi dalam interval 1 oktaf (salah satu komponen memiliki frekuensi 2 kali frekuensi
komponen lainnya) memiliki suara yang sama dalam musik. Nama yang diberikan kepada
dua tone ini sama dalam terminologi musik. Ada teori yang digunakan untuk menjelaskan
fenomena tersebut bahwa ada 2 dimensi dalam suatu musical pitch. Salah satu aspek
berhubungan terhadap frekuensi (untuk pure tone) dan dikenal sebagai tinggi tone (tone
height). Aspek lainnya berhubungan dengan kelas pitch, yang dikenal dengan nama tone
chroma. Dimensi persepsi dari tinggi tone konsisten pada seluruh range frekuensi
pendengaran namun tone chroma hanya muncul pada range frekuensi dibawah 5 kHz.
Gambar 9 memperlihat 2 dimensi dalam musical tone, yakni tone height dan tone
chroma,dimana dua tone yang terletak pada chroma yang sama (misal nada C) namun salah
satu tone terletak pada height yang lebih tinggi dari tone lainnya akan memiliki suara yang
sama dengan tone pertama namun lebih tinggi 1 atau beberapa oktaf. Gambar 9 Fenomena 2
dimensi dalam musical pitch. Pitch perception dari pure tone ditentukan sebagian besar oleh
frekuensi, namun level suara (sound level) juga mempunyai pengaruh terhadap pitch. Pitch
dari tone di bawah 2 kHz menurun ketika sound level meningkat sedangkan pitch dari tone di
atas 4 kHz meningkat ketika sound level meningkat. Untuk tone antara 1 dan 2 kHz,
perubahan pitch terhadap level kurang dari 1%. Untuk tone tone dengan frekuensi di atas atau
di bawah range tesebut, perubahannya bisa mencapai 5 %. Ketika sinyal sinusoida dengan
suatu frekuensi tertentu dibunyikan secara bergantian pada 2 telinga dengan menggunakan
headphone, telinga manusia akan mendeteksinya sebagai 2 pitch yang berbeda sedikit. Efek
ini disebut dengan diplacusis. Efek ini dapat dikuantisasi dengan meminta pendengar untuk
menyetel frekuensi pada salah satu telinga agar pitch nya sama dengan tone pada telinga
lainnya. Umumnya pergeseran yang diukur dengan cara tersebut kurang dari 1 %. Teori yang
terkait dengan hal ini adalah kemungkinan time pattern dari spike saraf dianalisa dan diubah
menjadi bentuk lain dari kode pulsa saraf pada bagian sebelum binaural interaction.
2. Pitch perception from complex tone
Place theory kesulitan menjelaskan persepsi dari complex tone. Untuk tone seperti itu,
persepsi pitch yang dihasilkan telinga tidak terjadi karena posisi eksitasi maksimum dari
membran basiliar. Ilustrasi hal ini dapat dilihat pada suatu fenomena yang disebut missing
fundamental. Misalnya suatu suara terdiri dari suatu sinyal impuls (click) yang terjadi 200
kali per detik. Suara ini memiliki pitch yang rendah yang sangat dekat dengan suatu pure tone
dengan frekuensi 200 Hz dengan timbre yang tajam. Suara ini memiliki komponen harmonik
dengan frekuensi 200, 400, 600, 800 dan 1000Hz. Namun ketika suara tersebut difilter
sehingga tidak ada komponen 200 Hz pitch yang terdengar tetap sama, hanya timbre (warna
suara) tersebut yang berubah sedikit. Selain itu, bila semua komponen kecuali sekelompok
kecil dari harmonik pada frekuensi di tengah-tengah dihilangkan, pitch rendah tetap terdengar
meskipun timbre yang terdengar cukup berbeda dari suara ketika seluruh komponen
harmonik masih ada. Beberapa teori dan analisa telah digunakan untuk menjelaskan picth
dari complex tone, seperti periodicity pitch dan virtual pitch. Schouten menyebut pitch
rendah yang berhubungan dengan kelompok harmonik yang tinggi dengan nama \'residue\'.
Schouten menyatakan bahwa virtual pitch dapat dikenali secara subjektif dari komponen
fundamental yang ada oleh distorsi non-linier yang terjadi pada telinga manusia, sehingga
persepsi vitual pitch tidak tergantung pada aktivitas pada titik pada membran basiliar yang
merespon secara maksimum pada frekuensi suatu pure tone yang memiliki pitch yang hampir
sama. Ketika rate repetisi gelombang dari suatu complex tone berubah, semua komponen
berubah dalam domain frekuensi dengan perbandingan yang sama. Akibatnya terdengar
virtual pitch yang berbeda. Kemampuan untuk mendeteksi perubahan pada pitch lebih baik
daripada kemampuan untuk mendeteksi perubahan frekuensi dari sinyal sinusoida pada
frekuensi fundamental, bahkan bisa lebih baik dari kemampuan untuk mendeteksi perubahan
frekuensi dari sinyal sinuoida pada tiap komponen dari complex tone.
Beberapa teori dan analisa telah diajukan untuk menghitung virtual pitch, yaitu :
>> Spectral theory
menyebutkan bahwa persepsi pitch untuk suatu complex tone terdiri dari 2 tingkatan.
Tingkatan pertama adalah analisa yang menentukan frekuensi dari beberapa komponen
sinusoida yang tergantung pada resolusi dari komponen harmonik yang rendah pada
membran basiliar. Tingkatan kedua adalah pengenal bentuk yang menentukan pitch dari
bentuk kompleks dari frekuensi dari komponen yang telah dipisahkan. Pengenal bentuk
mencoba untuk menemukan deret harmonik yang cocok dengan komponen frekuensi yang
telah dipisahkan tersebut. Frekuensi fundamental dari deret harmonik ini menentukan ptch
yang diterima oleh telinga.
>> Temporal theory
mengasumsikan bahwa pitch ditentukan oleh betuk waktu dari gelombang pada titik dimana
membrane basilar merespon terhadap harmonik yang lebih tinggi. Pitch diasumsikan
berkaitan dengan selang waktu antara titik yang berkaitan dengan titik korespondensi pada
struktur gelombang yang mendekati envelope (pembungkus gelombang) maksimum yang
berdekatan. Firing saraf akan terjadi pada titik ini sehingga jangka waktu akan ada pada time
pattern dari impuls saraf. Teori-teori yang digunakan untuk menghitung virtual pitch seperti
spectral teori maupun temporal teori sama-sama memiliki kelemahan. Oleh karena itu
sekarang ini digunakan teori spectrotemporal yang menggabungkan kedua teori tersebut
sehingga dapat menutupi kelemahan dari masing-masing teori untuk menghitung virtual
pitch. Spectrotemporal melakukan analisa spektral pada cochlea diikuti oleh analisa dari time
pattern pada tiap tempat.
Beberapa variabel fisis yang mempengaruhi virtual pitch :
>> Existence region dari virtual pitch.
Virtual pitch hanya dapat didengar bila setidaknya salah satu komponen frekuensi dari
stimulus dapat didengar, sehingga virtual pitch tidak bisa didengar untuk stimulus yang hanya
terdiri dari harmonik yang sangat tinggi. Ritsma meneliti tentang audibilitas dari virtual pitch
untuk sinyal AM dan ia menemukan bahwa karakter tone dari virtual pitch hanya ada dalam
suatu range frekuensi terbatas yang disebut existence region. Ketika jumlah harmonik terlalu
banyak, pitch tidak bisa terdeteksi, suara yang terdengar hanya seperti dengungan yang
tinggi. Virtual pitch hanya dapat didengar dengan jelas pada jumlah harmonik antara 10 dan
20 dan frekuensi harmonik di bawah 5 kHz.
>> Efek fasa relatif dari komponen pitch.
Perubahan fasa relatif pada suatu komponen akan mengubah struktur temporal complex tone,
tetapi hanya memiliki efek yang kecil terhadap representasi auditory untuk komponen
harmonic yang rendah. Fasa dapat mempengaruhi diskriminasi virtual pitch.Struktur temporal
dari suatu complex tone mempengaruhi persepsi pitch.
>> Prinsip dominansi
Ritsma melakukan eksperimen untuk menentukan komponen mana pada suatu complex tone
yang sangat penting untuk menentukan pitch dari tone tersebut dan ia menemukan bahwa
untuk frekuensi fundamental antara 100 dan 400 Hz dan untuk level sensasi paling kecil 50
dB diatas threshold dari sinyal lainnya, harmonik frekuensi yang terdiri dari komponen
harmonik ketiga, keempat, dan kelima cenderung mendominasi sensasi pitch.
>> Pitch dari complex tones yang tidak harmonic.
Schouten meneliti tentang pitch dari suatu gelombang sinus AM (gambar 10). Jika frekuensi
carrier (fc) dimodulasi gelombang sinus AM oleh sebuah modulator dengan frekuensi g,
maka komponen yang telah termodulasi akan mengandung komponen frekuensi fc-g, fc, dan
fc+g. Contoh : Sebuah frekuensi carrier sebesar 2000 Hz dimodulasi 200 kali per detik, maka
sinyal yang telah termodulasi akan mengandung frekuensi 1800, 2000, dan 2200 Hz dan
memiliki pitch mirip dengan pure tone 200 Hz. Misal terjadi pergeseran frekuensi carrier
hingga menjadi 2040 Hz, maka komponen frekuensi yang terdapat pada sinyal tersebut
adalah 1840, 2040 dan 2240 Hz yang tidak membentuk deret harmonik yang sederhana.
Ternyata pitch yang dihasilkan mendekati pure tone dengan frekuensi 204 Hz.
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran
ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya
dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising(satuan yang dipakai adalah
desibel (dB). Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung sementara namun dapat
juga menetap. Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara
(noise-inducedtemporary threshold shift) dan perubahan ambang pendengaran akibat bising
yang berlangsung permanen (noise-induced permanent threshold shift). Pajanan bising
intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di
telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea atau di seluruh sel
rambut di cochlea. Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik
berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada
pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika semata, namun
juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel
tersebut. Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan
gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang
mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen.
Trauma Akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga akibat adanya energi suara yang sangat
besar. Efek ini terjadi akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam sehingga
terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke organ Corti. Kerusakan dapat berupa
pecahnya gendang telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan langsung
organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untuk menentukan saat terjadinya trauma yang
menyebabkan kehilangan pendengaran.
Noise-Induced Temporary Threshold Shift
Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang pendengaran secara sementara setelah adanya
pajanan terhadap suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan auditorik, maka
ambang pendengaran diukur kembali 2 menitsetelah pajanan suara. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah level suara, durasi
pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor
lain seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan (beberapa obat dapat bersifat
ototoksik sehingga menimbulkan kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum
pajanan.
Noise-Induced Permanent Threshold Shift
Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang pendengaran permanen didapatkan
dari laporan-laporan dari pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan eksperimen
pada manusia. Dari data observasi di lingkungan industri, faktor-faktor yang mempengaruhi
respon pendengaran terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di udara, durasi
total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke telinga, serta kerentanan individu terhadap
kehilangan pendengaran akibat bising.
Memeriksa pendengaran
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya
mengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami kesulitan
berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang
yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau merasa keberatan
jika orang berbicara tidak jelas, dan sering timbul tinitus. Biasanya pada proses yang
berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja
bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada
pekerja lain atau pada pihak keluarga. Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan
anatomis telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan
perlu dilakukan secara lengkap dan seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik
yang menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena agen
fisik lainnya, gangguan telinga karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf
pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di susunan saraf pusat yang
(dapat) menggangggu pendengaran.
EFEK FISIOLOGIS KEBISINGAN
Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan dalam efek jangka
pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di lingkungan
seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan
sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis; mustahil
untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya faktor risiko. Efek jangka pendek
berlangsung sampai beberapa menit setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang
terjadi sampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka panjang dapat terjadi
akibat efek kumulatif dari stimulus yang berulang.
Efek jangka pendek
Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot,
refleks pernapasan berupa takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia,
meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat pula terjadi respon pupil mata
berupa miosis, respon gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas sampai
timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi pecahnya organ-organ tubuh selain gendang
telinga (yang paling rentan adalah paru-paru).
Efek jangka panjang
Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh hormonal. Efek ini dapat berupa
gangguan homeostasis tubuh karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis yang
secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat gangguan saraf otonom, serta aktivasi
hormon kelenjar adrenal seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. Secara
sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan.
2.6 Pemeriksaan Pendengaran
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan secara kualitatif (cara klasik) dengan
mempergunakan garpu tala dan secara kuantitatif (cara modern) dengan menggunakan
audiometer, audioscope, dan lain-lain.
2.6.1 Tes Kualitatif
a.
Tes Rinne
Tes Rinne adalah tes untuk membandingkan hantaran udara dan hantaran melalui tulang pada
telinga yang diperiksa.
Cara pemeriksaannya yaitu: penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosessus
mastoideus setelah terdengar penala dipegang di depa telinga kira-kira 2.5 cm.
Penilaian: bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-).
b.
Tes Weber
Tes Weber adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan
tulang telinga kanan.
Cara pemeriksaannya yaitu: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah
kepala (vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah gigi seri atau dagu).
Penilaian: apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi (normal).
c.
Tes Swabach
Tes Swabach adalah membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa yang
pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosessus mastoideus
sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosessus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Penilaian: bila pemeriksa masih dapat mendengar, diulang dengan cara sebaliknya yaitu
penala diletakkan pada prosessus mastoideus pemeriksa terlebih dahulu. Bila pasien masih
dapat mendengar bunyi disebut Swabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira
sama-sama mendengarnya disebut dengan Swabach sama dengan pemeriksa.
d.
Tes Bing (Tes Oklusi)
Cara pemeriksaan: Tragus telinga yang diperiksa ditekan sampai menutup liang telinga,
sehingga terdapat tuli konduktif kira-kira 30 dB. Penala digetarkan dan diletakkan pada
pertengahan kepala (seperti tes Weber).
Penilaian: Bila terdapat lateralisasi ke telinga yang ditutup, berarti telinga tersebut normal
atau tuli saraf. Bila bunyi pada telinga yang ditutup tidak bertambah keras, berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif.
e.
Tes Stenger
Tes Stenger digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura tuli).
Cara pemeriksaan: menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpurapura tuli pada telinga kiri. Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing
diletakkan di depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang diperiksa.
Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (normal) sehingga jelas
terdengar. Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di depan
telinga kiri (yang pura-pura tuli). Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya
telinga kiri yang mendengar bunyi jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi
telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
2.6.2 Tes Semikuantitatif
Tes Berbisik
Tes berbisik menentukan derajat ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah
ruangan cukup tenang, dengan panjang minimal 6 m. Pada nilai normal tes berbisik 5/6-6/6.
2.6.3. Tes Kuantitatif
a. Pemeriksaan menggunakan audiometer
Audiometer adalah alat standar klinik untuk memeriksa gangguan fungsi
pendengaran. Terdiri dari sebuah osilator untuk menghasilkan dan menyeleksi frekuensi yang
berkisar antara 125-12000 Hz ,sebuah amplifier attenuator atau sebuah pengontrol volume
suara dan alat pendengar yang dapat bekerja otomatis atau dengan adanya rangsang panas.
Pengeluaran nada oleh osilator disesuaikan pada masing-masing frekuensi supaya volume
kontrol diatur pada titik nol, pengeluaran suara atau nada dari alat pendengarmewakili sebuah
sinyal yang berhubungan erat dengan level tekanan dari referensi standar. Audiometer
mengubah bentuk energi listrik menjadi nada murni dan teratur, mempunyai tingkatan dan
intensitas yang dapat diatur oleh operator. Audiometer biasanya telah disesuaikan sehingag
frekuensinya berturt-turut satu oktaf dengan intensitas 5dB. Hasil catatan tersebut dicatat
dalam audiogram.
b. pemeriksaan autoskop
Adalah suatu sumber cahaya biasa yang dilekatkan pada spekulum yang mempunyai kaca
pembesar. Tutp atas nya dibuang untuk mencegah kontaminasi silang. Alat ini juga
dilengkapi dengan perlengkapan untuk memasang pipa karet dan pompa insuflasi udara.
Spekulum telinga atau otoskop hendaknya dipergunakan pada pemeriksaan saluran
pendengaran luar.cara penggunaannya yaitu: sebelum spekulum dimasukan, tarik sedikit
daun telinga penderita ke atas,belakang dan luar, kemudian pastikan tidak terdapat serumen
dalam saluran tersebut. Salah satu keadaan yang sering ditemukan adalah serumen yang
berlebihan atau serumen yang mengeras, yang dapat menyumbat telinga dan mengganggu
pendengaran cukup hebat.
c. Welch Allyn Audioscope3(WAA)
Adalah peralatan cepat dan tepat serta akurat yang digunakan untuk memeriksa
kehilangan pendengaran.proses pemeriksaan nya berupa prosedur sederhana dan hanya
memakan waktu beberapa detik. Alat ini mempunyai level HL 20,25,40dB, pada pemeriksaan
audiometric dan autroskop pada unit menggunakan cahaya halogen dan serat optic untuk
melihat hasil yang jelas dari membrane tympani dan liang telinga selama pemeriksaan
pendengaran dilakukan. Pasien diperiksa mungkin dengan satu instrument saja. Nada
diinterpretasikan pada interval acak untuk memastikan keobjektifitasnya, sehingga pasien
tidak dapat menduga tes pendengaran tersebut. Alat ini mempunyai nada murni 100Hz di
presentasikan pada HL 20dB diatas tingkatan pemerikasaan. Sebelum pasien diperiksa
diberikan kesempatan untuk mempraktikan pendengarannya. Setelah nada murni, pasien
tersebutdiberikan nada yang paling kecil pada awal tes tersebut, dimulai dengan 1000Hz.
Diharapkan cara tersebut reliabilitas dan trespon pasien dapat terlihat secara nyata.
d. Visual Rinforcement Audiometry(VRA)
Adalah sbuah alat menggunakan tekhnik cahaya atau gerakan dengan suara ke kondisi anak
untuk melihat sumber masalah.alt ini cocok untuk digunakan untuk bayi yang berusia 6-18
bulan dan anak-anak. Bayi dan anak-anak berusia dibawah 3 tahun memiliki metode yang
berbeda dengan orang dewasa.
e. Elektrostagmografi
Digunakan untuk menilai keseimbangan dan ketidakberesan vestibuler.tes dapat
digunakan untuk bayi, anak-anak, dan dewasa.tes ini tidak menyakiti pasien dan mencakup
evaluasi audiologikal untuk mengetahui sensitivitas pendengaran pada nada dan pelafalan.
Audiometri impedansi untuk mengukur telinga tengah, emisi auto akustik untuk mencakup
penilaian objektif dari fungsi telingadalam dan respon batang otakauditorius secara objektif
dari sensitivitas auditorius.
f. GSR dan EEG audiometri
Dua bentuk lain audiometri yang ada digunakan bagi anak-anak dan pasien yang tidak
dapat menerti instruksi untuk tes pendengaran rutin. Galvaric skin respons(GSR) adalah jenis
tes yang mana pasien dikondisikan menerima shoklistrik ringan. Kapanpun penderita
mendengar bunyi, shok mengeluarkan GSR, caranya dengan merekam dan mencatat respon
dari kulit, jika terjadi perubahan ketika bunyi didengarkan pada level yang berbeda dan
operator dapat menetukan ambang pendengaran pasien. Dalam tes EEG, contoh pada sebuah
grafik listrik di otak yang disebut juga electr encephalic response(EER), yang terjadi dalam
ketidaksadaran digunakan sebagai indikasi bahwa bunyi yang diberikan telah didengar. EEG
direkam oleh elektroda yang ditempelkan pada kulit kepala yang akan memberikan tanda
tertentu apabila nada tersebut telah didengar. Tanggapan ini direspon oleh EEG melalui
rangsang suara untuk menyelesaikan letak elektroda. Operator menentukan nilai amabang
dari suatu interpretasi rekaman.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan Schwabach) akan menunjukkan suatu
keadaan tuli saraf: Tes Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber menunjukkan
adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pendengaran yang lebih baik, sedangkan
pemeriksaan Schwabach memendek. Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan
pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik yaitu frekuensi (pada axis
horizontal) dan intensitas (pada axis vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program
pemeliharaan pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya diwajibkan
memeriksa nilai ambang pendengaran untuk frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan
6000 Hz. Bila sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka dilakukan
pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan
adanya kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa
frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi
akibat kebisingan atau karena sebab yang lain. Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat
menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran yang terjadi. Banyak faktor yang
mempengaruhi seperti lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran
ambang pendengaran sementara setelah pajanan terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat
pula permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah menderita gangguan
pendengaran permanen. Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan pendengaran
adalah speech audiometry, pengukuran impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga
dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai adanya faktor
psikogenik. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada pekerja perlu dilakukan
dengan cara seksama dan hati-hati untuk menghindari kesalahan dalam memberikan
kompensasi.
BAB III
PENUTUP
Telinga merupakan indra pendengaran bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Selain itu
juga membantu menjaga keseimbangan. Informasi yang masuk ke telinga dan posisi kepala
disampaikan oleh saraf pendengaran ke otak untuk diartikan. Telinga terdiri dari telinga luar,
tengah dan dalam. Telinga luar terdiri dari auricula (pinna) dan meatus acusticus externus.
Telinga luar berfungsi mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran
sampai ke gendang telinga.
Telinga tengah atau cavitas tympani adalah suatu ruangan yang penuh berisi udara yang
dilapisi oleh membrane mucosa dan terletak di antara meatus acusticus externus dan labirin
Telinga tengah menghubungkan gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi
cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang dihasilkan tadi diteruskan melewati
tulang-tulang pendengaran sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen antar
tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari gendang telinga.
Telinga dalam disebut labirin karena kompleksitas dari bentuknya. Bagian ini terdiri dari
enam struktur mekanoreseptif: tiga kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus yang
merupakan organ keseimbangan, serta cochlea yang berfungsi mendeteksi gelombang suara.
Telinga dalam terdiri dari dua bagian: labirin osseus, yaitu pars petrosa dari tulang temporal,
dan labirin membranosa, yang menghubungkan sakulus dan duktus pada labirin osseus.
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf pendengaran yang akan menghantarkan
rangsangan suara tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
Proses pendengaran ini diawali dengan masuknya gelombang bunyi yang ditangkap oleh
daun telinga melewati meatus acusticus eksternus. Kemudian gelombang suara yang telah
ditangkap akan membuat membran tympani telinga bergetar. Setelah melalui membran
tympani, getaran tersebut akan menggetarkan ketiga tulang pendengaran (maleus, incus,
stapes). Getaran dari tulang pendengaran diteruskan melalui jendela oval, yang kemudian
akan menggerakkan fluida sehingga membran basiliar ikut bergetar akibat resonansi. Organ
korti yang terletak di permukaan membran basiliar yang terdiri dari sel-sel rambut ini akan
mengubah getaran mekanik menjadi sinyal listrik. Kemudian sel saraf (aferen) menerima
pesan dari sel rambut dan meneruskannya ke saraf auditori, yang akan membawa informasi
tersebut ke otak, yaitu korteks serebri area pendengaran (area Broadmann 41 dan 42) dan
disadari sebagai rangsang pendengaran.
Pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan secara kualitatif (cara klasik) dan secara
kuantitatif (cara modern). Pemeriksaan yang merupakan tes kualitatif antara lain: tes Rinne,
tes Weber, tes Swabach, tes Bing (oklusi), dan tes Stenger. Pemeriksaan yang merupakan tes
kuantitatif yaitu: pemeriksaan dengan menggunakan audiometer, pemeriksaan autoskop,
Welch Allyn Audioscope 3 (WAA), Visual Reinforcement Audiometry (VRA),
Elektrostagmografi, GSR dan EEG audiometri. Tes semi kuantitatif yaitu tes berbisik.
Manfaat memeriksa gangguan fungsi pendengaran yaitu untuk memeriksa derajat ketulian
seseorang, kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, penyebab tuli
hantaran tulang, untuk mendeteksi peradangan akut, untuk mendeteksi gangguan telinga
bagian luar, untuk melihat adanya benjolan, dan untuk memeriksa meningitis bulosa.
Daftar Pustaka
http://www.neurophys.wisc.edu/~ychen/textbook/SOUND_TRANSMISSION.HTML
http://www.neurophys.wisc.edu/~ychen/textbook/general_structure.html
http://www.neurophys.wisc.edu/~ychen/textbook/SOUND_TRANSMISSION.HTML
http://www.neurophys.wisc.edu/~ychen/textbook/chap-6.html
www.keluargasahat.com/sekitar-lingkunganisi.php?news_id=791-13khttp://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenaga
Kerja.pdf/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenagaKerja.html
http://66.102.7.104/search?q=cache:pyFKmmgzJCEJ:akademik.tf.itb.ac.id/eLearning/file.php
/24/moddata/forum/29/31/Fandy_Putar.pdf+fisiologi+pendengaran&hl=en&ct=clnk&cd=15
&client=opera
Download