yang saya hormati bapak koordinator kopertis wlayah ix

advertisement
5. ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
5.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup secara formal di
Indonesia, didasarkan pada ”Deklarasi Stockholm”, hasil
Konferensi Lingkungan Hidup Se-Dunia yang dilaksanakan
pada 5 Juli 1972 di Stockholm – Swedia. Pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya terpadu guna melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup.
Pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia secara
formal, mulai berlaku saat diterbitkan Undang-undang
Republik Indonesia (UU) Nomor 4 Tahun 1982, serta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 29
Tahun 1986. Undang-undang ini kemudian disempurnakan
menjadi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 1997, dan peraturan pemerintahnya menjadi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
1999. Dengan adanya ketentuan-ketentuan hukum ini,
maka kelestarian lingkungan hidup kini menjadi faktor
penentu dan memiliki ketentuan hukum tetap, dalam proses
pengambilan keputusan terkait pemanfaatan dan
pengolahan sumberdaya alam di negara ini.
Sejak itu pula, maka setiap kegiatan apapun yang
diduga atau diprakirakan akan menimbulkan ”dampak
besar dan penting” (dari kegiatan tersebut) terhadap
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar, mesti
dikenakan studi AMDAL. Mengingat studi AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) wajib dilaksanakan
setiap usaha/kegiatan, sebelum usaha/kegiatan tersebut
dioperasikan, sejak berlaku ketentuan hukum yang
mewajibkan analisis lingkungan hidup ini.
Makna lingkungan hidup sesuai Reksohadiprodjo
dan Brodjonegoro (1989) secara teoritis, di bukunya
Ekonomi Lingkungan, mengatakan :
”Lingkungan hidup merupakan media hubungan
timbal-balik antara manusia dan makhluk lain
dengan faktor-faktor alam. Lingkungan hidup
terdiri dari berbagai proses ekologi dan
merupakan suatu kesatuan. Proses ini
merupakan siklus yang mendukung lingkungan
hidup terhadap pembangunan. Siklus ini berupa
(1) siklus hidrologi, yang mengatur tata perairan;
(2) siklus hara, yang mengatur tata makanan; (3)
siklus energi dan bahan yang mengatur
penggunaan dan perubahan bentuk energi; dan
(4) siklus lain yang merupakan struktur dasar
ekosistem”.
Ekologi secara etimologis berasal dari dua kata
Yunani, yaitu oikos bermakna rumah-tangga dan logos
bermakna teori/doktrin, seperti dikatakan Panayotou
(1994) di dalam ”Economy and Ecology in Sustainable
Development” di Seminar Internasional – SPES
Foundation, berikut ini :
”According to the Webster’s New World
Dictionary, ecology – derived from the Greek
words oikos meaning house and logos meaning
word, theory or doctrine – is the science that
deals with the relations between living
organisme and their environment”. (Ekologi
yakni ilmu pengetahuan yang menjelaskan
berbagai hubungan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya).
Pada Undang-undang No. 23 Tahun 1997, makna
Lingkungan Hidup,
Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dan Ekosistem dijelaskan berikut ini :
”Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain” (Pasal 1, Butir 1).
”Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian
lingkungan hidup” (Pasal 1, Butir 2).
”Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan
hidup
yang
merupakan
kesatuan
utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam
membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup” (Pasal 1, Butir 4).
Kemudian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup) yang diungkap di atas, sesuai PP No.
27 Tahun 1999 itu, merupakan :
”kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu
usaha
dan/atau
kegiatan
yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan usaha dan / atau
kegiatan” (Pasal 1, Butir 1).
Kemudian ”dampak besar dan penting” sesuai
ketentuan peraturan pemerintah itu pula, adalah :
”perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha
dan/atau kegiatan” (Pasal 1 Butir 2).
”Perubahan lingkungan hidup yang sangat
mendasar” yang dimaksudkan Pasal 1 Butir 2 di atas,
dijelaskan pada Pasal 3 Butir 1 peraturan tersebut, antara
lain sebagai berikut :
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang
alam;
b. Eksploitasi sumberdaya alam baik yang
terbaharui maupun yang tak terbaharui;
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial
dapat
menimbulkan
pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup, serta kemerosotan sumberdaya alam
dalam pemanfaatannya;
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan
dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial
dan budaya.
e. Dan lain-lain ( e sampai dengan i )”.
Sasaran pengelolaan lingkungan hidup terdapat di
dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 itu,
yakni :
a. Tercapainya keselarasan, keserasian dan
keseimbangan
antara
manusia
dan
lingkungan hidupnya,
b. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai
insan lingkungan hidup yang mempunyai
sikap dan tindak melindungi dan membina
lingkungan hidup,
c.Terjaminnya kepentingan generasi masa kini
dan masa mendatang,
d. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan
hidup,
e. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya
secara bijaksana,
f.
Terlindunginya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dari dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah negara
yang menyebabkan pencemaran dan
kerusakan lingkungan hidup.
Selanjutnya dalam Undang-undang tersebut, disebut
pula pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup, yang dituangkan dalam Bab III tentang
Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat, di mana pada
Pasal 5 disebutkan mengenai hak masyarakat sebagai
berikut :
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat,
2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi
lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan lingkungan hidup
3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan
dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Selanjutnya dalam Pasal 6 diatur kewajiban masyarakat
sebagai berikut :
1) Setiap orang berkewajiban memelihara
kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup
2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau
kegiatan berkewajiban memberikan informasi
yang benar dan akurat mengenai pengeloaan
lingkungan hidup.
Pada Pasal 7, diatur mengenai peran masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut :
1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang
sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengellaan lingkungan hidup
2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas,
dilakukan dengan cara :
a) Meningkatkan kemandirian, keberdayaan
masyarakat dan kemitraan
b) Menumbuhkembangkan kemampuan dan
kepeloporan masyarkat
c) Menumbuhkan
ketanggapsegeraan
masyarakat
untuk
melakukan
pengawasan sosial
d) Memberikan saran pendapat
e) Menyampaikan
informasi
menyampaikan laporan
dan/atau
Jadi dapat dikatakan bahwa pengelolaan lingkungan
hidup harus dapat memadukan antara sasaran
pertumbuhan ekonomi dengan kelestarian lingkungan
hidup. Aktivitas pembangunan harus dilakukan dengan
tujuan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
tanpa
melupakan
kelestarian
lingkungan
hidup.
Pembangunan yang memperhatikan kelestarian lingkungan
hidup disebut pembangunan berkelanjutan atau biasa juga
disebut pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan didefiniskan sebagai
pembangunan
yang
mengusahakan
dipenuhinya
kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi
yang
akan
datang
dalam
memenuhi
kebutuhannya.
Dengan
demikian
pembangunan
berkelanjutan, berarti suatu pembangunan yang dapat
dilaksanakan sekarang dan di masa akan datang.
Panayotou (1994) pada Seminar Internasional –
SPES Foundation dalam tulisan sama yang telah diajukan
sebelumnya, mengatakan :
”Development may be unsustainable for many
reasons, such as political, social and financial;
but it is the interaction between economy and
ecology that defines sustainable development”.
[Pembangunan barangkali tidak berkelanjutan
karena sejumlah alasan, seperti politik, sosial,
dan
keuangan,
tetapi
suatu
kegiatan
(pembangunan) yang menimbulkan interaksi
ekonomi dan ekologi itulah, yang didefinisikan
sebagai pembangunan berkelanjutan].
Kemudian Panayotou menambahkan bahwa :
The relationship between economy and ecology
is at heart of sustainable development.
Sustainability – itself not a very clearly defined
concept – has become the acid test of the
optimal integration of economy and ecology in
the development process and vice versa (Lihat
juga Tietenberg, 1992 : 599-600). [Hubungan
antara ekonomi dan ekologi terletak atau
merupakan jiwa (hati) dari pembangunan
berkelanjutan. Keberlanjutan – itu sendiri
belumlah merupakan konsep yang sangat jelas –
telah dijadikan alat-uji (acid test) bagi integrasi
(penyatuan) optimal ekonomi dan ekologi dalam
proses pembangunan dan sebaliknya].
Begitupun dalam uraian lain, Mitchell dkk (2000) mengutip
pernyataan yang bersumber dari Komisi Bruntland (Komisi
Lingkungan Hidup), bahwa :
“Pembangunan
berkelanjutan
merupakan
pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan
saat kini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi
mendatang
kebutuhannya”.
untuk
mencukupi
Soemarwoto (2001) berpendapat bahwa, untuk dapat
mencapai pembangunan berkelanjutan, pembangunan
yang bersifat anti lingkungan hidup haruslah diganti dengan
pembangunan yang ramah lingkungan, baik lingkungan
hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya.
Selanjutnya dikatakan, ramah pada lngkungan hidup
mempunyai makna tidak ”menyakiti” lingkungan hidup dan
peranan ekologisnya dalam proses pembangunan yang
dilaksanakan.
2.2. Pandangan Islam Terhadap Lingkungan Hidup
Sejak tanggal 5 Juni (setiap tahunnya) ditetapkan
selaku hari lingkungan hidup se-dunia, keperdulian umat
manusia pada kelestarian lingkungan hidup membahana ke
seluruh dunia termasuk Indonesia. Berbagai upaya telah
dilaksanakan untuk menunjukkan keperdulian pada
kelestarian lingkungan hidup, dan hal itu tampak pada
banyak wujud-kegiatan pembenahan lingkungan hidup di
berbagai jenjang kegiatan masyarakat.
Masalahnya adalah upaya-upaya keperdulian tersebut
ternyata tidak diikuti oleh menjadi lestarinya lingkungan
hidup, dan lingkungan hidup tetap saja terdegradasi. Hal
ini dapat dilihat dari fenomena terjadinya lahan kritis,
rusaknya vegetasi hutan, dan lainnya seperti yang telah
dikemukakan pada uraian sebelumnya, di bagian
pendahuluan.
Lahan kritis, rusaknya vegetasi hutan, serta
pencemaran udara dan air terjadi karena ketidakperdulian
usaha industri maupun usaha pertambangan atas ambangbatas yang ditetapkan dan diperkenankan, sehingga hal itu
telah menimbulkan berbagai bentuk bencana di manamana.
Fenomena bencana karena ulah manusia yang tidak
ramah pada lingkungan itu, telah memberi dampak buruk
pada negara ini, sehingga diingatkan oleh Soemarwoto
(2001) lagi, bahwa :
Jika kebijakan dan kelakuan kita terhadap
lingkungan hidup tidak berubah, ada bahaya riil
dimana kita akan mengikuti sejarah negara
purba Mesopotamia, Maya dan Aztek yang
punah dari permukaan bumi oleh bencana
lingkungan hidup yang diperbuat.
Pada hal keperdulian atas kelestarian lingkungan
hidup ini telah dimulai ratusan tahun sebelum konferensi
Stockholm 1972, dimana ajaran Islam melalui Nabi Besar
Muhammad SAW sudah mengamanahkan hal itu,
sebagaimana juga telah diungkapkan sebelumnya
(Pendahuluan).
Berbagai ayat-ayat suci Al Quran (maupun hadits)
secara tersurat maupun tersirat menyampaikan amanah
tersebut, agar Umat Islam peduli pada kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan. Selain surah AlBagarah 11 dan Ar-rum ayat 41, yang juga telah diajukan
dan diuraikan di muka (Pendahuluan), terdapat pula di
dalam surah An-Anbiyaa’ 16, di mana telah difirmankan
Allah SWT :
yang artinya :
”dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi
dan segala yang ada di antara keduanya
dengan bermain-main” [Maksudnya: Allah
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
di antara keduanya itu adalah dengan maksud
dan tujuan yang mengandung hikmat.]
maupun surah Al-Qashas 77, Allah SWT berfirman ,
yang artinya :
”Dan
carilah
pada
apa
yang
telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan
bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat
baiklah
(kepada
orang
lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.
Selain ayat-ayat suci Al Quran yang antara lain telah
diajukan di atas, pun terdapat sejumlah hadits Nabi Besar
Muhammad SAW yang menyiratkan amanah, agar Umat
Islam menjaga kelestarian lingkungan. Hadits itu seperti
yang telah disabdakan Nabi Muhammad SAW, sebagai
amanah kepada Sa’ad bin Abi Waqas, bahwa :
”Siapa saja diantara kalian menemukan
orang yang merusak lingkungan, maka
pukullah dan rampaslah barang-barangnya
termasuk pakaiannya”.
Hadits ini sangat sesuai dengan sabda lain
Rasulullah tentang kezaliman, yang diriwayatkan Bukhari
dan ditulis kembali Sunarto serta Noor (2005) dalam
Himpunan Hadits Shahih Bukahri, sebagai berikut :
‫ﻋﻥ ﻋﺒﺪ ﺃﷲ ﺑﻥ ﻋﻤﺭﺭ ﺿﻲ اﷲ ﻋﻧﮭﻤﺎ ﻋﻥاﻟﻧﺑﻲ ﺻﻟﻲ اﷲ ﻋﻟﻳﻪ‬
‫ﻭﺳﻟﻡ ﻗﺎﻝ ׃ اﻟﻅﻟﻡ ﻅﻟﻣﺎ ﺕ ﻳﻭﻡ‬
.] ‫[ ﺭﻭاﻩاﻟﺑﺧﺎﺭﻱ‬.‫اﻟﻗﻳﺎﻣﺔ‬
yang artinya :
Dari Abdullah bin Umar RA., dari Nabi
SAW, bersabda : Zalim itu adalah
kegelapan di hari Kiamat (HR. Bukhari).
Kedua hadits jelas sangat memperkuat pentingnya
melestarikan lingkungan hidup, karena pengrusakan
lingkungan hidup adalah perbuatan zalim (semena-mena
atau aniaya) atas alam beserta isinya, dan sangat tidak
disukai oleh Allah SWT maupun Rasul-Nya (Nabi
Muhammad SAW). Mengingat perbuatan pengrusakan
lingkungan hidup ini bisa menimbulkan sejumlah
kesengsaraan bagi sesama umat manusia, apatah lagi
bila yang sengsara itu sesama umat Islam. Oleh
karenanya kesengsaraan atau keresahan umat manusia,
khususnya Umat Islam, seyogianya tidak boleh terjadi
dengan alasan yang tidak jelas. Mengingat semuanya
memiliki sangsi (akibat), seperti sabda Rasulullah (Nabi
Muhammad SAW) yang didengar Shafwan bin Muhriz AlMazani yang terdapat di Sunarto dan Noor (2005), tentang
larangan menzalimi sesama muslim serta sangsinya, di
bawah ini :
‫ﻭﻋﻧﻪاﻳﺿﺎاﻥﺭﺳﻭﻝاﷲﺻﻟﻰاﷲﻋﻟﻳﻪﻭﺳﻟﻡ ﻗﺎﻝ ׃‬
‫اﻟﻣﺳﻟﻡاﺧﻭاﻟﻣﺳﻟﻡﻻﻳﻅﻟﻣﻪﻭﻻﻳﺳﻟﻣﻪﻭﻣﻥﻛﺎﻥﻓﻰﺣﺎ‬
‫ﺟﺔاﺧﻳﻪﻛﺎﻥاﷲﻓﻰﺣﺎﺟﺗﻪﻭﻣﻥﻓﺭﺝﻋﻥﻣﺳﻟﻡﻛﺭﺑﺔﻓﺭﺝاﷲﻋﻧﻪﻛﺭﺑﺔﻣﻥﻛﺭﺑ‬
‫ ﺎﺕﻳﻭﻡاﻟﻗﻳﺎﻣﺔﻭﻣﻥﺳﺗﺭﻣﺳﻟﻣﺎ‬.] ‫[ ﺭﻭاﻩاﻟﺑﺧﺎﺭﻱ‬.‫ﺳﺗﺭﻩاﷲﻳﻭﻡاﻟﻗﻳﺎﻣﺔ‬
yang artinya :
.........
sesungguhnya
Rasulullah
SAW
bersabda : Orang Islam adalah saudara orang
Islam,
tidak
menganiaya
dan
tidak
membiarkannya. Barangsiapa yang berada
dalam memenuhi kebutuhan saudaranya,
maka Allah berada dalam kebutuhannya.
Barangsiapa yang melapangkan satu kesulitan
dari seorang muslim, maka Allah melapangkan
darinya satu kesulitan dari kesulitan-kesulitan
hari kiamat, dan barangsiapa yang menutup
aib atau aurat seorang muslim, maka Allah
akan menutupnya pada hari kiamat (HR.
Bukhari).
Jadi hubungan manusia dengan Allah SWT
(hubungan vertikal) maupun hubungan antar sesama umat
manusia (hubungan horizontal), khususnya sesama umat
Islam, merupakan perbuatan ibadah (berbuat baik) yang
kelak mendapat ganjaran setimpal di hari perhitungan (hari
pembalasan). Olehnya, Rasulullah SAW telah memberi
sejumlah rambu yang terkait dengan kedua hubungan di
atas (vertikal dan horizontal), agar manusia dapat
berinteraksi secara damai tanpa gangguan yang berarti
(mudah dimaafkan). Hubungan horizontal ini tentu
termasuk ke dalam hubungan dalam melestarikan
lingkungan hidup, tempat sesama umat manusia maupun
umat Islam berdiam dan mencari nafkah.
Masih banyak firman Allah SWT maupun sabda
Rasulullah SAW yang tersurat maupun tersirat dalam ayat-
ayat suci Al Quran dan hadits Nabi Besar Muhammad SAW
yang memerintahkan Umat Islam agar menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan.
Berdasarkan hal itu, dapat disimpulkan bahwa ajaran
Islam merupakan agama yang sangat peduli pada
kelestarian lingkungan hidup, dan hal itu disampaikan pada
saat wawasan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang
dimiliki manusia masih sangat teramat rendah (± 1.300
Tahun SM lalu).
Dalam ajaran Islam telah ditetapkan bahwa manusia
diciptakan untuk menjadi “Khalifah” di muka bumi ini, dan
salah satu tugas ke-Khalifah-an itu adalah menjaga
kelestarian lingkungan hidup, seperti terdapat di Surah
Al An’aam 165, sebagai berikut :
yang artinya :
”dan dia lah yang menjadikan kamu
penguasa-penguasa (khalifah) di bumi dan
dia meninggikan sebahagian kamu atas
sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang
diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”.
Jadi sesungguhnya secara kodrati (alamiah) manusia
memiliki tanggung jawab yang sangat besar, sebagai
amanah yang diterimanya dari Allah SWT, dalam
kedudukan
selaku
khalifah
di
muka
bumi.
Konsekwensinya manusia sejak lahir memikul beban
yang sungguh tidak ringan dengan sangsi siksaan Allah
SWT,
sehubungan
keberlangsungan
lingkungan
hidupnya maupun sumberdaya alam yang diamanahkan
kepadanya.
Dalam melaksanakan peran beserta tanggungjawab ke-khalifah-an itulah, maka manusia kemudian
melakukan berbagai upaya, dan salah satunya adalah
implementasi kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Di
antara upaya yang dapat dilakukan dan dianggap selama
ini sangat efektif, demi upaya pelestarian itu, adalah upaya
yang dilakukan melalui kegiatan pendidikan. Upaya ini
(melalui pendidikan) dapat dilakukan dengan cara
“melarutkan” materi pelestarian lingkungan hidup ke
dalam kurikulum, sehingga menjadi bagian dari ”sistem
proses belajar-mengajar”.
Dalam konteks pendidikan dan pelestarian
lingkungan hidup inilah, maka Allah SWT mengawali
firman-Nya dengan menurunkan surah Al-A’laq (Ayat 1
s/d 19) di dalam Kitab Suci Al-Qur’anulkarim sebagai
surah pertama sekaligus peringatan bagi manusia, yang
disaji lengkap berikut ini :
yang artinya :
1. Bacalah dengan ( menyebut ) nama
Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari
segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha
pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.
6. Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia
benar-benar melampaui batas,
7. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
8. Sesungguhnya
Hanya
kepada
Tuhanmulah kembali(mu).
9. Bagaimana pendapatmu tentang orang
yang melarang,
10. Seorang hamba ketika mengerjakan
shalat,
11. Bagaimana pendapatmu jika orang yang
melarang itu berada di atas kebenaran,
12. Atau dia menyuruh bertakwa (kepada
Allah)?
13. Bagaimana
pendapatmu
jika orang
yang melarang itu mendustakan dan
berpaling?
14. Tidaklah
dia
mengetahui
bahwa
sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya?
15. Ketahuilah, sungguh jika dia tidak
berhenti (berbuat demikian) niscaya kami
tarik ubun-ubunnya
16. Ubun-ubun orang yang mendustakan lagi
durhaka.
17. Maka Biarlah dia memanggil golongannya
(utk menolongnya),
18. Kelak kami akan memanggil malaikat
Zabaniyah,
19. Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh
kepadanya;
dan
sujudlah
dan
dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).
Jelas dari kandungan Surah Al-A’laq di atas, tampak
bahwa Allah SWT tidaklah bermain-main dengan
peringatan-Nya, terutama yang tersurat pada Ayat 5, Ayat
6, Ayat 7, Ayat 12, Ayat 13, dan Ayat 14 selaku kondisi
sifat keterlaluan manusia, hingga sangsinya adalah ayatayat selanjutnya. Surah ini secara tegas memperlihatkan
sifat-sifat kemunafikan manusia dari tugas ke-khalifahan setelah tugas itu diterima, dan Allah SWT telah
mengetahuinya hingga diperingatkan sejak dini agar tidak
melampaui batas. Dengan kata lain, secara tersirat,
pelestarian lingkungan hidup pada surah tersebut memiliki
sifat wajib dijaga oleh semua umat manusia, terutama umat
Islam, bila hendak menghindari akibat (sangsi) dari
perbuatan merusaknya.
Bacalah sebagai kata pembuka pada surah di atas,
dengan tegas dan jelas tersirat keseriusan perintah Allah
SWT kepada manusia untuk melihat lingkungan sekitar
(sejak interaksi vertikal, horizontal, hingga lihat dan amati
lingkungan hidup), yang adalah karunia-Nya agar disyukuri
dan dipelihara. Kesyukuran atas nikmat yang telah
disediakan dan diberikan Allah SWT ini, agar dapat
dijadikan gambaran kebesaran-Nya sekaligus juga agar
dapat dijaga, karena bila tidak dilakukan akan menimbulkan
bencana bagi manusia itu sendiri (Ayat 1 s/d 6). Keseriusan
Allah SWT tersebut dicerminkan pula dengan tegas dan
jelas di kandungan ayat selanjutnya, yang memberi pesan
sangsi (hukuman) ”niscaya kami tarik ubun-ubunnya”
(yaitu memasukkan manusia ke dalam neraka dengan
menarik kepalanya).
Hukuman memasukkan manusia ke dalam neraka
dengan cara menarik ubu-ubunnya itu, mempertegas serta
memperjelas pula bahwa Allah SWT kelak akan
menghukum manusia bilamana tidak menggunakan akalfikiran dengan benar dan sehat di kala hidupnya. Hal ini
perlu diajukan, mengingat manusia adalah insan yang
berasal dari kata sana’ berarti lemah, sehingga harus
diperingati sejak awal dan berlangsung terus-menerus
selama hidup.
Download