1.2 ikatan ionik

advertisement
KIMIA ANORGANIK LOGAM
Oleh
: Kristian H. Sugiyanto
Retno D. Suyanti
Edisi Pertama
Cetakan Pertama, 2010
Hak Cipta  2010 pada penulis,
Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan
sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa
izin tertulis dari penerbit.
Candi Gebang Permai Blok R/6
Yogyakarta 55511
Telp.
: 0274-882262; 0274-4462135
Fax.
: 0274-4462136
E-mail : [email protected]
Sugiyanto, Kristian H; Suyanti, Retno D
KIMIA ANORGANIK LOGAM/Kristian H. Sugiyanto; Retno D.
Suyanti
-Edisi Pertama – Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010
xviii + 356 hlm, 1 Jil. : 23 cm.
ISBN:
978-979-756-582-4
1. Kimia
I. Judul
KATA PENGANTAR
Buku Kimia Anorganik Logam ini merupakan kelanjutan dari buku
Dasar-dasar Kimia Anorganik Nonlogam yang terkonsentrasi pada Teori Atom, Struktur Molekular, Asam-Basa, Reaksi Kimia, dan unsur-unsur
non logam dengan senyawaannya. Oleh karena itu, Dasar-dasar Kimia
Anorganik Logam diarahkan pada pembicaraan unsur-unsur logam
khususnya golongan s dan p dan d dengan senyawaannya yang dianggap penting. Pemisahan bahasan nonlogam-logam bukanlah merupakan satu-satunya model bahasan kimia anorganik yang paling tepat.
Buku ini diawali dengan pembahasan konsep Ikatan Metalik,
Ikatan Ionik, dan Dasar-dasar pengolahan Logam, dengan harapan
pembahasan unsur-unsur logam lebih terarah baik secara deskriptif
maupun teoretik. Unsur-unsur logam golongan s yaitu golongan 1
(Alkali) dan golongan 2 (Alkali tanah), dan unsur-unsur logam golongan
p hanya dipilih menyangkut golongan 13 (aluminium, galium, indium,
dan talium), golongan 14 (timah dan timbal) bersama-sama dengan
golongan 15 (bismut). Pembahasan unsur-unsur kelompok d disajikan
dalam tiap golongan, mulai dari golongan 4, Ti-Zr-Hf, hingga golongan
12, Zn-Cd-Hg. Unsur-unsur golongan d dibahas terutama untuk unsurunsur periode 4 (3d), karakteristikanya dan senyawaannya. Logam
golongan 3, Sc-Y-Lu, oleh karena kesamaan ion trivalennya, dibahas
dalam unsur kelompok f bersama-sama dengan kimia koordinasi
dalam buku (III). Karena memang besarnya jumlah unsur-unsur logam
kelompok d, maka besarnya bab ini melebihi bab-bab yang lain tak
terelakkan.
Pembahasan kemas rapat (closest pack) merupakan dasar
pemahaman geometri molekul kristal, dan ini dapat dilakukan melalui
kegiatan “praktikum” pemodelan (yang disediakan dalam Lampiran). Bahan yang digunakan adalah berbagai ukuran bola (ping-pong,
plastik, kelereng, gotri, dan sebagainya) yang tahan lama, dapat dipakai
berulang-ulang, sangat murah, dan mudah dilaksanakan.
Pembahasan senyawa ionik padatan yang tentu saja mengandung
ion logam, didasari model kemas rapat yang sesungguhnya berlaku
bagi atom-atom logam. Dalam menjelaskan berbagai aspek kimiawi
ditampilkan banyak data kuantitatif, khususnya penulis mencoba
mengenalkan peran rapatan muatan yang didefinisikan sebagai besarnya
muatan (dalam coulomb) dibagi oleh volume ion yang bersangkutan
atas dasar jari-jari ioniknya. Dalam banyak hal ternyata menunjukkan
hasil yang konsisten. Akhirnya penulis menyadari bahwa karena “belum” adanya
pembakuan terjemahan istilah-istilah kimia, penulis memilih terjemahan
istilah-istilah yang sedekat mungkin dengan menggunakan kaidahkaidah terjemahan secara umum. Penulis yakin bahwa dalam waktu
dekat akan terjadi perubahan-perubahan kandungan materi untuk agar
lebih bermanfaat bagi pembaca khususnya demi kemajuan wawasan
kimia anorganik, dan semoga buku ini dapat membantunya. Yogyakarta, November 2008
Kristian H. Sugiyarto
Guru Besar Kimia Anorganik Transisi
Universitas Negeri Yogyakarta
Dr. Retno Dwi Suyanti MSi
Pengajar Kimia Anorganik
Universitas Negeri Medan
vi
Kimia Anorganik Logam
UCAPAN TERIMAKASIH
������������������������������������������������������������
Penulisan Buku ini dapat diselesaikan atas bantuan berbagai
pihak yang layak penulis sebutkan, yakni lembaga sponsor, personal
yang terlibat dalam review dan uji coba baik internal maupun eksternal,
yang kesemuanya memberikan koreksi maupun masukan demi
kesempurnaan buku ini. Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis
sampaikan pada mereka, yaitu:
1. JICA serta counterpart-nya di Indonesia, yaitu Direktorat Jenderal
Dikti melalui proyek IMSTEP di UPI, UNY, dan UM yang telah mem­
fasilitasi dana, tempat, dan tenaga ahli.
2. Drs. Ali Kusrijadi, M.Si. (UPI), dan Drs. M. Su’aidy, M.Pd. (UM) sebagai
internal review
3. Drs. Kasmadi IS, M.S. (UNES), dan Prof. Drs. Seri Bima Sembiring, M.Sc.,
Ph.D. (USU) sebagai eksternal review
4. Dr. Asep Supriatna, M.Si (UPI), Drs. Maksum Nitiatmodjo (UM), dan
Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) yang telah melakukan uji coba
buku di universitas masing-masing.
5. Prof. A. K. Prodjosantoso, Ph. D. (UNY) sebagai penulis pendamping
yang telah membantu memberi masukan dalam revisi buku ini.
6. Semua pihak yang tidak tersebutkan oleh penulis, namun memberi
kontribusi apapun hingga terwujudnya buku ini.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................
Ucapan Terima kasih ....................................................................................... Daftar Isi .............................................................................................................. Daftar Gambar ................................................................................................... Daftar Tabel ........................................................................................................ 1
IKATAN PADA LOGAM DAN SENYAWA-SENYAWANYA
1.1 Ikatan Metalik ................................................................................ 1.2 Ikatan Ionik ...................................................................................... i
iii
v
vii
xi
1
32
2
DASAR-DASAR PENGOLAHAN LOGAM
2.1 Pendahuluan .................................................................................. 83
2.2 Preparasi Logam ........................................................................... 84
2.3 Logam Paduan (Aloi) ................................................................... 98
2.4 Soal-Soal Latihan .......................................................................... 101
3
LOGAM GOLONGAN s
3.1 Pendahuluan .................................................................................. 103
3.2 Golongan Alkali ............................................................................ 104
3.3 Golongan Alkali Tanah ............................................................... 129
4
5
LOGAM GOLONGAN p
4.1 Pendahuluan .................................................................................. 4.2 Golongan 13 .................................................................................. 4.3 Golongan 14 dan 15 .................................................................... Logam golongan d
5.1 Pendahuluan .................................................................................. 5.2 Golongan 4 .................................................................................... 5.3 Golongan 5 .................................................................................... 5.4 Golongan 6 ..................................................................................... 5.5 Golongan 7 .................................................................................. 5.6 Golongan 8 .................................................................................... 5.7 Golongan 9 .................................................................................... 5.8 Golongan 10 .................................................................................. 5.9 Golongan 11 .................................................................................. 5.10 Golongan 12 .................................................................................. 151
151
172
191
224
234
250
264
279
293
298
302
316
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN
Kimia Anorganik Logam
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik ..... 3
Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p ......................... 5
Diagram orbital molekular spesies diatomik periode dua
7
Diagram perubahan energi orbital molekular spesies diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua .................. 7
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 dan Lin .................................. 10
Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben .................................................. 12
Gambar 1.7 Skema struktur pita ........................................................................ 15
Gambar 1.8 Model pita energi ............................................................................ 17
Gambar 1.9 Semikonduktor ............................................................................... 20
Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah ........................ 21
Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah ............................................ 22
Gambar 1.12 Model lapis heksagon .................................................................. 24
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral ....................................................................... 25
Gambar 1.14 Satuan sel sistem kristal ................................................................ 26
Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi ................... 27
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model segitiga ikatan ..................................................................... 33
Gambar 1. 17 Model proses pelarutan NaCl dalam air ................................ 43
Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal ........ 45
Gambar 1.19. Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi Bravais ...................... 46
Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka .......................... 47
Gambar 1.21 Model kemas rapat bola ............................................................... 49
Gambar 1.22 Satuan sel kubus sederhana CsCl .............................................. 52
Gambar 1.23 Kemas rapat kubus, heksagon ................................................ 53
Gambar 1.24 Struktur kisi fluorit .......................................................................... 54
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil .............................................................................. 55
Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong ................................................................. 55
Gambar 1.27 Model tipe cacat ............................................................................. 56
Gambar 1.28 Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r- .............. 58
Gambar 1.29 Posisi kation ..................................................................................... 65
Gambar 1.30 Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl ................ 71
Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX .............................................................. 75
Gambar 1.32 Diagram perhitungan energi kisiNaCl ..................................... 77
Gambar 2.1 Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal ...... 88
Gambar 2.2 Bagan sel Downs untuk produksi natrium ............................. 89
Gambar 2.3 Bagan sel Heroult-Hall untukproduksi aluminium ............. 91
Gambar 2.4 Bagan sel pemurnian tembaga .................................................. 93
Gambar 2.5 Bagan tanur tinggi pengolahan besi ....................................... 96
Gambar 3.1 Siklus entalpi dan siklus entropi untuk larutan ionik M+X-. 107
Gambar 3.2 Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi nyala senyawa natrium ............................................................................. 110
Gambar 3.3 Diagram orbital molekular ........................................................... 117
Gambar 3.4 Skema preparasi NaOH secara elektrolisis NaCl .................. 119
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral .................................................................... 135
Gambar 4.1 Model pembentukan lapisan tunggal .................................... 154
Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium ............................................ 162
Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6 ................................................................ 166
Gambar 4.4 Bagian dari unit sel spinel ........................................................... 167
Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl3- ............................................................ 181
Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut ............................................ 187
Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom ..... 197
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2 pada permukaan logam nikel .................................................... 204
Gambar 5 1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan area . ...................................................................................................... 216
xii
Kimia Anorganik Logam
Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia .... Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4 ... Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 ................................................................................... Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat ................................................... Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO dan ion [M6O19]8- ........................... Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada ................................... Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 ............ Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+ ................................................. Gambar 5.4.1 Struktur rantai CrO3 dalam unit tetrahedral CrO4 ............. Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan ............. Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4- . ... Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re ......................................... Daftar Gambar
230
232
243
244
244
246
246
247
256
257
259
268
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 1.5 Tabel 1.6
Tabel 1.7.
Tabel 1.8
Tabel 1.9
Tabel 1.10.
Tabel 1.11 Tabel 1.12.
Tabel 1.13 Tabel 1.14 Tabel 1.15
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan spesies diatomik unsur-unsur periode dua ............................... 8
Celah energi beberapa bahan ...................................................... 14
Beberapa bahan semikonduktor yang umum ........................ 19
Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa
unsur ....................................................................................................... 39
Jenis klas kristal dan kondisi unit sel .......................................... 45
Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus ............... 50
Jari-jari van der Waals beberapa atom nonmetalik .............. 59
Jari-jari kovalen beberapa unsur .................................................. 60
Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen 61
Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion ..................................... 64
Hubungan rasio jari-jari dengan geometri ............................... 66
Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang
menyimpang dari kemasan-duga ............................................... 68
Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida ...................................... 70
Tetapan Madelung beberapa senyawa ...................................... 72
Energi kisi berbagai garam alkali halida .................................... 78
Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan ... 100
Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
Unsur-unsur logam kelompok s, p, d, dan f .............................. 103
Data beberapa sifat logam alkali .................................................. 105
Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih entalpi
seri natrium halida ............................................................................. 107
Tabel 3.4 Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 3.11
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 5.1.1
Tabel 5.1.2
Tabel 5.1.3
Tabel 5.1.4
Tabel 5.1.5
Tabel 5.1.6
Tabel 5.1.7
Tabel 5.1.8
Tabel 5.2.1
Tabel 5.3.1
Tabel 5.3.2
Tabel 5.3.3
Tabel 5.3.4
xvi
Faktor entropi, H, dan G hitungan pada proses pelarutan
seri natrium halida ............................................................................. 108
Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan ion golongan
alkali dan alkali tanah. ...................................................................... 127
Data beberapa sifat logam alkali tanah ..................................... 129
Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat MX2.nH2O.............................................................................................. 130
Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl ....... 132
Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl ...... 132
Perbandingan harga-harga H, S, dan G dengan energi
kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2
dan NaCl ............................................................................................... 133
Kelarutan hidroksida logam alkali tanah ................................... 141
Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13 ................................. 152
Data energi ionisasi aluminium dan talium ............................. 170
Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl+, dengan ion kalium, K+, dan ion perak, Ag+. ................................................................... 172
Karakteristika timah, timbel dan bismut ................................... 174
Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi
unsur-unsur transisi ...................................................................... 193
Beberapa data fisik logam-logam Periode 4 ............................ 194
Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam periode 4 . .............................................................................................. 196
Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom beberapa
unsur Periode 4, 5, dan 6 untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7, dan 11 .................................................................................................... 200
Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi
Periode 4, 5, dan 6 ............................................................................. 200
Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa logam (logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa
molekul gas .......................................................................................... 205
Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur-unsur
transisi (n = jumlah elektron nirpasangan) .............................. 208
Suseptibilitas diamagnetik molar, L, berbagai spesies (semua
harga dikalikan dengan 10-6 mol-1) ........................................... 211
Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4 .......... 227
Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5 .......... 238
Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium ............... 239
Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer)
dari logam-logam golongan 5 ...................................................... 245
Beberapa contoh senyawa oksovanadium .............................. 249
Kimia Anorganik Logam
Tabel 5.4.1
Tabel 5.4.2
Tabel 5.5.1
Tabel 5.5.2
Tabel 5.9.4
Tabel 5.10.1
Tabel 5.10.2
Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan ...................... 254
Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium ................ 255
Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 7 ..................... 267
Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah
reaksi mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada 25˚C .............................................................................................. 269
Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa
turunannya ........................................................................................... 273
Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8 .................... 281
Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9 .................................. 294
Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10 .................. 298
Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11 .................. 302
Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery ...... 303
Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan tembaga ................................................................................................ 304
Beberapa paduan tembaga ........................................................... 307
Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12 ..................................... 317
Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium 323
Daftar Tabel
xvii
Tabel 5.5.3
Tabel 5.6.1
Tabel 5.7.1
Tabel 5.8.1
Tabel 5.9.1
Tabel 5.9.2
Tabel 5.9.3
IKATAN Pada Logam dan senyawa-senyawanya
1
1.1 IKATAN METALIK
1.1.1 Model Ikatan
Dalam ilmu kimia, kita mengenal berbagai macam ikatan, salah
satu di antaranya ialah ikatan metalik.��������������������������������
Teori ikatan metalik mana pun
harus mampu menjelaskan sifat utama logam, khususnya sifat hantaran
listriknya yang sangat tinggi. Selain itu, teori tersebut juga harus mampu
menjelaskan sifat logam dalam hal hantaran bahang (kalor) atau
kondukstivitas termal dan sifat pantulan atau reflektivitas yang tinggi.
Di antara teori ikatan metalik yang ada, yang paling sederhana
adalah model lautan elektron. Dalam model ini, setiap elektron valensi
mampu bergerak bebas di dalam tumpukan bangun logam, dan oleh
karena itu dipakai istilah lautan elektron, dan bahkan meninggalkannya
sehingga menghasilkan ion positif. Elektron valensi inilah yang membawa dan menyampaikan arus listrik. Gerakan elektron valensi ini juga
memindahkan bahang dalam logam. Kelemahannya, model ini tidak
menjelaskan sifat logam yang berkaitan dengan daya pantul yang tinggi. Teori orbital molekular yang sangat unggul menjelaskan bahwa
ikatan kovalen ternyata mampu menyediakan model ikatan metalik
yang lebih komprehensif.�������������������������������������������������
Perluasan teori ini untuk logam sering disebut
teori pita (band theory). Tataan atom-atom dalam kristal logam dapat
ditafsirkan dalam bentuk kemas bola-bola keras. Tataan kemas (packing)
merupakan hal yang umum, baik dalam logam maupun senyawa ionik
padatan. Dengan demikian, studi ikatan metalik memberikan wawasan
penghubung antara ikatan kovalen dan ikatan ionik. 1.1.2 Teori Orbital Molekular
Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom
atau lebih bergabung membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak
lagi memiliki sifat orbital atomik secara individual, melainkan membentuk orbital molekular yang elektron-elektronnya dipengaruhi secara
serentak oleh kedua inti atom yang bergabung. Pendekatan sederhana menyarankan bahwa hanya elektron-elektron dalam orbital atomik
luar saja yang dianggap membentuk ikatan, sehingga elektron ikatan
ini berada dalam orbital molekular; sedangkan elektron-elektron dalam
orbital atomik dalam masih tetap sebagaimana keadaannya dalam masing-masing atom secara individual. Menurut pendekatan kombinasi linear (linear combination),
banyaknya orbital molekular yang terbentuk sama dengan jumlah
orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang bergabung masingmasing menyediakan satu orbital atomik (Ψ) maka dihasilkan dua orbital
molekular, satunya merupakan kombinasi jumlahan kedua orbital atomik
yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi kurangan yang saling
meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital molekular ikat
(Ψb, bonding) yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi
kurangan menghasilkan orbital molekular antiikat (Ψa, antibonding)
yang mempunyai energi lebih tinggi (Gambar 1.1). Hal ini bukan berarti
bahwa semua orbital molekular ini harus ditempati oleh elektron,
melainkan elektron mengisi orbital-orbital molekular menurut tingkat
energinya dari rendah ke tinggi. Dengan demikian terdapat perbedaan
antara jumlah elektron dalam orbital ikat dan dalam orbital antiikat;
numerik perbedaan ini dibagi dengan jumlah atom yang berikatan
disebut derajat ikatan atau orde ikatan (bond order) yang dapat dipakai
sebagai petunjuk kekuatan ikatan yang bersangkutan. Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.1 Diagram energi orbital molekular spesies dwiatomik - homonuklir
A-A (a) dan - heteronuklir A-B dengan atom B lebih elektronegatif
daripada atom A (b) (Untuk molekul H2 , ∆E ~ 458 kJ mol-1 ~ 4,5 eV)
Orbital molekular ikat adalah orbital yang rapatan elektron ikat
terpusat mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung,
dan dengan demikian menghasilkan situasi yang lebih stabil. Orbital
molekular antiikat adalah orbital di mana rapatan elektron ikat terpusat
menjauhi daerah antara kedua inti atom yang bergabung, dan dengan
demikian menghasilkan situasi yang kurang stabil. Relatif terhadap energi orbital atomik, penurunan energi orbital
molekular ikat (ΔE) sama dengan kenaikan energi orbital molekular
antiikat (Gambar 1.1a). Untuk molekul homonuklir, orbital atomik yang
sama mempunyai tingkat energi yang sama pula, tetapi dalam molekul
heteronuklir menjadi lebih rendah bagi atom yang bersifat lebih
elektronegatif (Gambar 1.1b). Jika perbedaan elektronegativitas antara
kedua atom yang bergabung ini sangat besar, yang berarti ΔE relatif
lebih kecil, karakteristika orbital molekular ikat praktis didominasi oleh
orbital atomik dari atom yang lebih elektronegatif dan sebaliknya orbital
molekular antiikat didominasi oleh orbital atomik dari atom yang bersifat
kurang elektronegatif. Jika pada daerah tumpang-tindih (overlap) ada
orbital atomik yang tidak berinteraksi dalam pembentukan ikatan,
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
orbital molekular yang dihasilkan disebut orbital nonikat (nonbonding)
dan mempunyai tingkat energi tetap sama dengan orbital atomik dari
atom yang bersangkutan. Tipe orbital molekular
Jika dua orbital atomik 1s (secara matematis masing-masing
dinyatakan dengan fungsi gelombang ΨA dan ΨB) bergabung, maka
fungsi gelombang orbital molekular ikat (bonding), Ψb, dan antiikat, Ψa,
secara berurutan dapat dinyatakan dengan persamaan :
Ψb = ΨA + ΨB dan Ψa = ΨA - ΨB
(Catatan : ΨB - ΨA bukanlah bentuk kombinasi baru melainkan bentuk lain dari
minus Ψa )
Rapatan (densitas) elektron atau tepatnya peluang mendapatkan
elektron dilukiskan oleh besaran amplitudo, yaitu kuadrat fungsi
gelombang yang bersangkutan, Ψ_2 ; bagi kedua fungsi ikat dan fungsi
antiikat tersebut adalah:
Ψb2 = ΨA2 + ΨB2 + 2ΨAΨB dan Ψa2 = ΨA2 + ΨB2 - 2ΨAΨB
Kedua persamaan fungsi peluang mendapatkan elektron dari
kedua orbital molekular tersebut berbeda dalam hal besaran ± 2ΨAΨB.�� Nilai integrasi besaran ini melukiskan integral tumpang-tindih yang
sangat penting dalam teori ikatan. Jadi, besaran tumpang-tindih dalam
orbital ikat bernilai positif, dan ini berarti rapatan elektron di antara
kedua inti atom yang bergabung naik atau membesar. Tetapi, besaran
tersebut dalam orbital antiikat berharga negatif, dan ini berarti rapatan
elektron di antara kedua inti atom yang bergabung turun atau mengecil
dan menghasilkan bidang simpul (nodal plane) yang artinya amplitudo
berharga nol sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.2.
Ikatan yang terjadi secara demikian ini disebut ikatan� ������
�� �������
dengan
rapatan elektron terpusat di sekeliling sumbu ikat. Begitu juga, tipe orbital molekular yang bersangkutan diberi notasi����������������
σ_�������������
(lengkapnya��
σ1s), dan
untuk orbital antiikat diberi tambahan superscript- bintang, (�
σ1s*). Kombinasi dua macam orbital cara ujung (yang sumbunya berimpit, misalnya orbital s dengan orbital apapun) selalu menghasilkan orbital����
σ��.
Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.2 Dua macam orbital atomik s-s, s-p, dan p-p (a), bergabung
berdasarkan sifat simetrinya (b) dan membentuk orbital molekular
- dan  - ikat dan anti ikat (c)
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
Kombinasi antara dua orbital p dapat terjadi menurut dua cara,
dan oleh karena itu menghasilkan dua tipe orbital molekular. Cara
“ujung” menghasilkan orbital��
σp dan cara “samping” menghasilkan orbital� π
�p; dalam orbital���������������������������������
�����������������������������
sumbu ikat terletak pada satu nodal plane (bidang simpul). Jadi, tumpang tindih ikatan tidak berimpit dengan sumbu
ikatan. Dapat dipahami bahwa ikatan� ���������������������������
�� umumnya
����������������������������
lebih kuat daripada
ikatan����������������������������������
������������������������������
karena tumpang-tindih ikatan���
_�������������������������������
��������������������������������
terletak pada sumbu ikat. Bila
kombinasi tumpang-tindih menghasilkan dua bidang simpul (yang saling tegak lurus), hasilnya adalah ikatan� δ;����������������������������
������������������������������
misalnya, kombinasi antara
dua orbital dxy, atau dua orbital dx2-y2, atau kombinasi antara keduanya. Kontruksi diagram energi dan konfigurasi elektronik spesies diatomik
Molekul H2 bersifat stabil, diagram energinya secara mudah dapat
disusun mirip Gambar 1.1 menghasilkan konfigurasi elektronik (σ1s)2 dan
dengan demikian mempunyai orde ikatan sebesar satu. Tetapi, molekul
“He2”, jika ada, tentu tidak stabil karena mempunyai konfigurasi (σ1s)2
(σ1s*)2 yang menghasilkan orde ikatan nol. Diagram orbital molekular untuk molekul diatomik homonuklir
periode dua, Li2 hingga F2, dapat disusun menurut kerangka Gambar
1.3a yang dalam hal ini energi πp > σp; namun, diagram ini mengabaikan adanya interaksi antara orbital s dengan orbital p dari atom yang lain
(s – p’, dan s’– p ), dan ini hanya dapat berlaku jika perbedaan energi
antara orbital 2s dan 2p cukup besar seperti dalam atom oksigen dan
fluorin. Perbedaan energi 2s – 2p unsur Li hingga Ne naik secara nyata
sebagaimana dinyatakan dengan kenaikan potensial ionisasi, 2 eV
sampai 27 eV. Oleh karena itu untuk unsur Li hingga N, interaksi s – p’ dan s’– p
tidak dapat diabaikan lagi karena perbedaan energi 2s – 2p dianggap
kecil, dan akibatnya orbital molekular σp berinteraksi dengan orbital 2s
sehingga berakibat lanjut naiknya energi yang bersangkutan hingga
menjadi lebih tinggi daripada energi πp (Gambar 1.3b).��������������������
Perubahan energi
Kimia Anorganik Logam
relatif dengan konfigurasi elektronik molekul Li2 hingga F2 ditunjukkan
oleh Gambar 1.4. Gambar 1.3 Diagram orbital molekular spesies diatomik periode dua,
(a) O2 hingga F2 , dan (b) Li2 hingga N2
Gambar 1.4 Diagram perubahan (kualitatif) energi orbital molekular ��������
spesies
diatomik homonuklir unsur-unsur periode dua
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
Perlu diingat bahwa orbital-orbital “dalam” tidak pernah berperan
pada pembentukan orbital molekular; dengan demikian, konfigurasi
elektronik molekul O2 dengan sumbu Z sebagai sumbu ikat misalnya,
dapat dituliskan sebagai [KK] (�
σ2s)2 (�
σ2s*)2 (�
π2px)2 (�
π2py)2 (�
σ2p)2 (�
π2px*)1
(�
π2py*)1. Konfigurasi elektronik ini (dalam peringkat dasar, ground state)
menunjukkan adanya dua elektron nirpasangan dalam molekul O2
sehingga dapat menjelaskan sifat paramagnetik molekul ini yang dapat
ditemui dalam fase cair (energi peringkat tereksitasi hanya sedikit lebih
tinggi, 95 kJ mol-1, dan O2 menjadi bersifat diamagnetik); jadi, inilah yang
merupakan salah satu keunggulan teori orbital molekular dibanding
dengan teori ikatan yang lain.
Berdasarkan pemahaman diagram Gambar 1.4 serta data panjang
ikatan, orde ikatan, dan energi disosiasi maka dapat dijelaskan konfigurasi
elektronik orbital molekular spesies-spesies analog seperti O2-, O2+, dan
sebagainya; perbandingan data ini dapat diperiksa pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Data panjang ikatan, orde ikatan dan energi disosiasi ikatan spesies
diatomik unsur-unsur periode dua
Spesies
H2
“He2”
Li2
“Be2”
B2
C2
N2
O2+
O2
O2O22F2
CO
NO
Jumlah
Elektron
2
4
6
8
10
12
14
15
16
17
18
18
14
15
Orde Ikatan
(derajat ikatan)
1
0
1
0
1
2
3
2,5
2
1,5
1
1
3
2,5
Panjang Ikatan
(dalam pm)
74
267
159
124
109
112
121
130
149
141
113
115
Energi Ikatan
(dalam kJ mol-1)
432
108
292
590
942
636
494
394
154
1070
628
Kimia Anorganik Logam
Bahkan demikian juga, konfigurasi molekul diatomik heteronuklir
dapat diramalkan dengan pemahaman tersebut.����������������������
Misalnya, molekul CO
diramalkan mempunyai diagram konfigurasi antara C2 dan O2 , yaitu N2. Karena CO dan N2 keduanya memang isoelektronik maka, keduanya pun
mempunyai konfigurasi elektronik yang sama; ternyata, keduanya mempunyai data panjang ikatan yang hampir sama, tetapi energi disosiasi
ikatan lebih besar pada CO. Namun demikian perlu ditekankan, bahwa
orbital molekular ikat molekul CO lebih berkarakter orbital atomik oksigen ketimbang karbon. Konstruksi diagram energi orbital molekular logam
Konstruksi diagram energi orbital molekular, misalnya untuk dua
atom Li dalam fase gas yang membentuk molekul Li2, dapat diperiksa
pada Gambar 1.4. Selanjutnya, andaikata terdapat empat orbital atom
2s dari empat atom Li bergabung dalam molekul Li4, maka diperoleh
empat orbital molekular σ2s, yaitu dua orbital ikat dan dua yang lain
antiikat. Namun agar tidak melanggar hukum kuantum, energi orbitalorbital ini tidak setingkat (degenerat), artinya energi orbital σ2s yang
satu tidak boleh mempunyai energi yang persis sama dengan energi
orbital σ2s yang lain.�����������������������������������������������������
Oleh karena itu, konstruksi diagram energi orbital
molekular Li4 dapat dilukiskan seperti Gambar 1.5a.
Dalam kristal logam, sejumlah besar (n) orbital atomik dari n atom
logam bergabung. Orbital-orbital ini berinteraksi secara tiga dimensional membentuk n orbital molekular dengan prinsip yang sama seperti
halnya pada pembentukan orbital molekular Li4 tersebut. Oleh karena
itu, misalnya dalam gabungan n atom Li menjadi Lin, akan terdapat orbital molekular ikat ½ n σ2s dan antiikat ½ n σ2s*. Karena demikian ba- nyaknya tingkat energi orbital-orbital ini, jarak tingkat yang satu dengan
yang lain menjadi sedemikian dekatnya sehingga menghasilkan suatu
bentuk kontinu (sinambung) atau ”pita”. Untuk logam litium, pita energi
orbital molekular yang dihasilkan dari orbital atomik 2s, setengahnya
akan terisi penuh yaitu bagian pita ikat ½ n σ2s, dan setengah yang lain
kosong yaitu bagian pita antiikat ½ n σ2s* (Gambar 1.5b). Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
Gambar 1.5 Diagram orbital molekular Li4 (a) dan Lin (b)
Pita energi tertinggi yang berisi penuh elektron disebut pita valensi. Pita energi tertinggi berikutnya tempat elektron dapat menjelajah
secara bebas sebagai penghantar listrik disebut pita konduksi. Mengapa demikian? Pita konduksi terdiri atas elektron-elektron yang disebut
elektron konduksi yaitu elektron yang mempunyai cukup energi sehingga tidak tertarik balik oleh tarikan ion positif; elektron-elektron lainnya pada tingkat energi yang lebih rendah dalam pita konduksi membutuhkan energi yang lebih besar untuk mencapai pita kosong dan
umumnya tidak berpartisipasi dalam sifat hantaran. Dalam pengaruh
medan listrik, elektron konduksi dipercepat ke arah medan dan hasilnya
adalah aliran elektron. Pita konduksi ini ada yang kosong, ada yang berisi elektron banyak, dan ada yang setengah penuh sebagaimana ditemui
pada logam. Pita energi ada yang saling terpisah satu sama lain dengan
menghasilkan celah energi terlarang (forbidden energy gap). Celah
energi antara pita valensi dengan pita konduksi berperan penting
dalam menentukan sifat hantaran listrik. Celah energi ini ukurannya
10
Kimia Anorganik Logam
dapat lebar ataupun sempit. Celah yang lebar tidak memungkinkan
elektron melintasinya (yakni insulator) dan celah yang sempit
memungkinkan elektron melintasinya ke pita energi yang lebih tinggi
sebagai penghantar listrik (yakni konduktor). Adanya celah energi
ini merupakan konsekuensi sifat mekanika kuantum elektron, yaitu
memungkinkan peluang mendapatkan elektron dengan nilai nol. Selain
itu, pita energi ada juga yang saling tumpang tindih. Sifat hantaran
listrik konduktor (logam), insulator (nonlogam), dan semikonduktor
dapat dijelaskan berdasarkan susunan pita-pita energi tersebut dalam
bahan yang bersangkutan. Untuk logam-logam golongan 1, pita konduksi terdiri atas setengah pita isi penuh elektron dan setengah pita kosong. Kedua bagian
tengahan pita energi ini tentu sangat dekat satu sama lain karena tidak
ada celah energi, sehingga elektron-elektron dalam pita konduksi ini
dengan mudah mampu menjelajahi pita kosong sebagai pembawa arus
listrik. Elektron-elektron berperan dalam konduksi hanya jika berada
dalam pita yang terisi secara parsial. Dalam pita yang terisi penuh dengan
tanpa adanya pita kosong cukup dekat, elektron-elektron hanya bergerak
saling bertukar tempat. Dalam pengaruh medan listrik elektron-elektron
terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlahnya dengan dua arah
yang menghasilkan resultante nol, tanpa konduksi. Untuk unsur-unsur
golongan 2, elektron-elektron dengan energi tertinggi (ns2) menempati
secara penuh pita valensi. Sepintas elektron-elektron ini bukan elektron
konduksi. Namun, pita konduksi kosong berikutnya tersusun oleh
orbital np yang ternyata tumpang-tindih dengan pita valensi, sehingga
elektron pada pita valensi mampu berperan sebagai elektron konduksi,
menjelajah bebas pada orbital np dalam pita konduksi. Elektron-elektron yang menempati energi di bawah pita valensi
disebut elektron inti (core electrons); elektron-elektron ini terikat kuat
oleh inti atom yang bersangkutan dan dianggap kurang berperan
dalam menentukan sifat konduktivitas. Jadi untuk (Be)n misalnya,
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
11
elektron-elektron inti menempati pita energi yang tersusun oleh orbitalorbital (1s2)n, yang posisinya di bawah pita valensi (2s2)n sebagaimana
ditunjukkan Gambar 1.6.
Gambar 1.6 Diagram orbital molekular Ben
Dengan adanya pita energi tersebut sifat konduktivitas listrik
suatu logam secara sederhana dapat dijelaskan, yaitu bahwa sebuah
elektron mampu mencapai ke tingkat-tingkat energi orbital antiikat yang
kosong dengan energi yang sangat sedikit lebih tinggi, dan kemudian
bergerak bebas melalui struktur logam sebagai arus listrik. Secara sama,
sifat konduktivitas termal dapat dijelaskan oleh karena adanya elektronelektron bebas yang mampu membawa energi secara translasi melalui
seluruh bangun kristalnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori atom, cahaya diserap dan dipancarkan apabila elektron pindah dari tingkat energi yang
satu ke tingkat energi yang lain, dan pancaran cahaya ini diamati sebagai spektrum garis. Menurut teori pita tersebut, dalam logam terdapat
tingkat-tingkat energi yang sangat banyak jumlahnya, sehingga jumlah
kemungkinan terjadinya transisi elektroniknya juga tak terbatas. Akibatnya, permukaan atom-atom logam dapat menyerap cahaya dengan se12
Kimia Anorganik Logam
gala panjang gelombang dan kemudian memancarkan kembali dengan
panjang gelombang yang sama karena elektron membebaskan energi
yang sama ketika kembali ke peringkat dasarnya (ground state). Jadi,
teori pita ini mampu pula menjelaskan sifat reflektivitas logam. Sifat metalik ternyata masih dapat dipertahankan pada fase cair;
pada fase ini adanya tumpang-tindih antar orbital yang menghasilkan
sifat metalik seperti halnya pada fase padatnya masih dapat dipertahankan, tetapi menjadi lenyap pada fase gas. Jadi, titik didih suatu logam
merupakan temperatur terjadinya pemutusan ikatan-ikatan metalik,
dan ini merupakan petunjuk kekuatan ikatan metalik yang bersangkut­
an. Sebagai contoh, natrium meleleh pada 98 oC tetapi baru mendidih
pada 890 oC. Kontruksi diagram orbital molekular golongan 2 dapat diwakili
unsur Berilium, Be. Unsur ini mempunyai sifat mirip logam atau semilogam. Dengan konfigurasi elektronik [He] 2s2, kedua orbital molekular
ikat��
σ2s dan antiikat��
σ2s* berisi elektron penuh, sehingga dalam daerah
pita energi��
σ2s –��
σ2s* tidak lagi terdapat daerah kosong tempat elektron
dapat bergerak bebas (Gambar 1.6). Namun demikian, orbital kosong
2p membentuk pita energi 2p yang sedikit bertumpang-tindih dengan
pita 2s, dan ini memungkinkan elektron-elektron ”menjelajah” dalam
bangun logamnya. Akibatnya, berilium mempunyai konduktivitas listrik
yang tinggi, meskipun sifat-sifat kimiawinya lebih mendekati sebagai
semilogam. Teori orbital molekular yang menghasilkan pita energi dapat diterapkan tidak hanya pada logam melainkan juga pada setiap bahan
padatan karena orbital-orbital dari atom-atom secara individu dapat saling mendekat untuk mengadakan tumpang-tindih. Ukuran celah energi antara pita valensi dan pita konduksi bervariasi dalam bahan yang
berbeda. Dalam insulator, suatu bahan yang tidak menghantar listrik,
celah energi sedemikian lebar sehingga elektron dalam pita valensi tidak mungkin dapat melintasinya. Oleh karena dalam insulator pita valensi penuh terisi elektron, aliran elektron tidak mungkin berlangsung
sehingga sifat konduksi tidak terjadi.
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
13
Dalam unsur semikonduktor, juga terdapat celah energi antara
pita valensi dan pita konduksi, namun celah ini lebih sempit dibandingkan dengan celah dalam insulator. Bahkan pada temperatur kamar, beberapa elektron mempunyai energi yang cukup untuk melompati celah ini dan masuk ke dalam pita konduksi tempat elektron ini mampu
menjelajah bebas. Celah energi ini untuk beberapa bahan ditunjukkan
dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.2 Celah energi beberapa bahan (dalam kJ mol-1)
Bahan
Celah energi
Bahan
Celah energi
B
320
Intan
502
Si
100
InP
130
Ge
67
GaAs
140
As(gray)
120
InSb
20
β-Sb
Te
10
37
CdTe
140
Semikonduktor
Semikonduktor adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Sifat konduktivitas semikonduktor tidak sebaik metal karena jumlah elektronelektron yang terdapat dalam pita konduksi lebih sedikit dibanding
dengan jumlah elektron ini dalam metal. Dengan kata lain semikonduktor mempunyai harga tahanan listrik lebih tinggi daripada tahanan listrik metal. Konduktivitas (dengan unit ohm-1 cm-1) adalah kebalikan dari
tahanan. Sebagai contoh, aluminium mempunyai tahanan listrik 2,7.10-6
ohm cm pada 20 0C; silikon murni mempunyai tahanan listrik 105 ohm
cm, sedangkan intan murni (insulator) mempunyai tahanan listrik yang
sangat tinggi, 1014 ohm cm, pada 15 0C. Semikonduktor mempunyai
tahanan listrik pada rentang 10-3 –108 ohm cm. Temperatur mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap sifat
hantaran listrik suatu logam dengan semikonduktor. Dalam kisi kristal
metalik, kenaikan temperatur mengakibatkan meningkatnya frekuensi
14
Kimia Anorganik Logam
vibrasi ion-ion pada posisi kisinya. Hal ini menyebabkan elektron yang
bergerak melalui metal dibawah pengaruh medan listrik menjadi meningkat peluangnya dalam menumbuk ion. Akibatnya, untuk logam
kenaikan temperatur menaikkan tahanan listriknya. Tetapi untuk semikonduktor, kenaikkan temperatur menyebabkan bertambahnya jumlah
elektron yang memperoleh cukup energi untuk melompat keluar dari
pita valensi ke pita konduksi. Dengan demikian, kenaikan temperatur
mengakibatkan penurunan tahanan listrik semikonduktor. Seberapa
jauh perubahan tahanan listrik oleh karena perubahan temperatur ini
bagi semikondoktor berbeda satu sama lain.�����������������������
Secara umum, konduktivitas semikonduktor menyerupai metal pada temperatur tinggi, tetapi
menyerupai insulator pada temperatur rendah. Gambar 1.7 Skema struktur pita :
(a) non logam
(b) semikonduktor intrinsik
(c) semikonduktor pengotor
Teori pita juga dapat dipakai untuk menjelaskan beberapa senyawa bersifat sebagai konduktor listrik, beberapa lainnya tidak dan beberapa yang lain semikonduktor.����������������������������������������
Dalam logam, pita-pita energi elektron
bertumpang-tindih dan mengizinkan elektron bergerak bebas melalui
pita dalam seluruh struktur kristalnya. Dalam nonmetal, pita-pita terpisah cukup lebar dan menghasilkan celah energi sehingga tidak me- mungkinkan elektron mampu bergerak bebas (Gambar 1.7a); unsur
nonmetal ini dikenal sebagai insulator. Dalam beberapa unsur, celah
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
15
atau gap energi antara pita-pita cukup kecil sehingga memungkinkan
hanya sedikit elektron dapat tereksitasi ke pita kosong di atasnya (Gambar 1.7b); unsur demikian ini dikenal sebagai semikonduktor intrinsik. Teknologi modern memerlukan material semikonduktor, dan ini
dapat disintesis sesuai dengan karakteristika yang diinginkan. Semikonduktor dapat dibuat dari unsur-unsur dengan celah pita lebar (insulator)
kemudian didadah (doping) dengan unsur-unsur lain sebagai pengotor.
Unsur tambahan ini mempunyai pita tingkat energi (isi-kosong tanpa
gap atau celah) yang ukurannya tepat pada celah antara pita isi dan pita
kosong dari bahan utama insulator tersebut (Gambar 1.7c). Melalui pita
pengotor ini beberapa elektron dari material utama dapat bergerak bebas ke pita energi kosong sehingga memungkinkan terbentuknya sifat
semikonduktor listrik; sifat ini dapat diatur sesuai dengan proses pendadahan antara bahan utama dengan bahan pengotornya seperti yang
diinginkan. Komparasi model pita energi untuk insulator (nonlogam),
logam, dan berbagai jenis semikonduktor ditunjukkan oleh Gambar 1.8.
Sifat konduktivitas semikonduktor sering dipahami dengan
penerapan dua istilah, yaitu aliran elektron bebas dalam pita konduksi
dan migrasi “lubang” dalam pita valensi yang berlawanan arah dengan
aliran elektron tersebut.��������������������������������������������������
Elektron yang melompat keluar dari pita valensi
akan meninggalkan “lubang” bekas seperti halnya seseorang bangkit dari
tempat duduk meninggalkan tempat duduk yang kosong. Andaikata
tempat duduk yang kosong ini berada di baris ujung (depan), kemudian
baris isi belakangnya pindah ke tempat kosong di depannya demikian
seterusnya, maka seolah-olah telah terjadi migrasi tempat duduk kosong
(lubang) dari depan ke arah belakang. Dibawah pengaruh medan listrik,
lubang-lubang (elektron) bermigrasi dalam pita valensi dengan cara
seperti tersebut di atas. Oleh karena lubang yang ditinggalkan elektron
memberikan efek muatan positif (sebagai akibat “kekurangan” elektron),
maka terjadilah aliran muatan positif yang berlawanan arah dengan
elektron konduksi. Dalam semikonduktor murni pada temperatur kamar, jumlah
elektron dalam pita konduksi sama dengan jumlah lubang dalam pita
valensi. Suatu bahan semikonduktor intrinsik berisi jumlah yang sama
16
Kimia Anorganik Logam
antara lubang dan elektron pembawa arus (Gambar 1.8f ); jadi, konduksi
ini adalah sifat intrinsik bahan yang bersangkutan. Pada temperatur
cukup tinggi, bahkan insulator intan dapat bersifat semikonduktor
intrinsik. Dalam suatu semikonduktor ekstrinsik, jumlah lubang dan
elektron pembawa arus tidak sama, dan sifat konduksinya bergantung
pada bahan ekstrinsik (“pengotor”) yang didadahkan. Ada dua tipe
“pengotor” yaitu donor dan akseptor.
Pengotor donor menyediakan elektron menurut cara berikut.
Dalam silikon dan germanium murni (dengan karakteristik konfigurasi
elektronik ns2 np2), setiap atom tersambung pada empat atom tetangga
dengan ikatan kovalen. Suatu atom unsur golongan 15, misalnya fosfor,
arsen, atau antimon, yang masuk dalam kisi kristal silikon atau germanium
dengan tanpa mendistorsi kisi terlalu besar juga berikatan dengan
empat atom tetangganya, silikon atau germanium. Oleh karena atom
unsur golongan 15 ini mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik
ns2 np3, maka salah satu elektron dalam setiap atomnya ditinggalkan dan
elektron ekstra ini memasuki pita valensi isi yang disebut tingkat energi
donor (donor level of energy); tingkat donor ini biasanya terletak sedikit
di bawah pita konduksi inang silikon atau germanium. Elektron dalam
tingkat donor ini sangat mudah terpromosi ke dalam pita konduksi
inang sehingga meningkatkan sifat konduktivitasnya.
Dalam semikonduktor, pengotor donor benar-benar memberi
kontribusi elektron pada pita konduksi dan hal ini tidak meninggalkan
lubang dalam pita valensi inang. Penambahan sejumlah“pengotor“ (1001000 ppm) ke dalam unsur inang ini disebut sebagai pendadahan , dan
unsur “pengotor”nya sebagai dopan (pendadah). Kristal semikonduktor
hasil pendadahan dengan dadah donor ini disebut semikonduktor
tipe-n, dengan elektron-elektron negatif sebagai pembawa arus
utama. Dalam semikonduktor tipe-n, setiap elektron yang memasuki
pita konduksi inang meninggalkan satu ion positif dalam struktur
kristalnya. Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
17
Gambar 1. 8 Model pita energi untuk (a) insulator (b-c) metal, dan (d-h) berbagai
jenis semikonduktor Atom-atom unsur golongan 13, misalnya boron, aluminium
atau indium, mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik ns2 np1;
18
Kimia Anorganik Logam
oleh karena itu, apabila atom ini masuk dalam kisi kristal silikon atau
germanium, atom tersebut hanya mampu mengikat tiga atom inang
tetangganya. Akibatnya, salah satu atom inang tetangga hanya memiliki
tiga ikatan dengan satu elektron tanpa partner (pasangan). Situasi ini
menghasilkan defisiensi satu elektron atau dengan kata lain menghasilkan
satu lubang. Pengotor akseptor memberi kontribusi terjadinya lubanglubang pada tingkat energi akseptor kosong (acceptor level of energy),
yang biasanya terletak sedikit di atas pita valensi inang. Elektronelektron dalam pita valensi inang sangat mudah terpromosi ke dalam
tingkat akseptor kosong dengan meninggalkan lubang-lubang dalam
pita valensinya. Kristal semikonduktor hasil pendadahan dengan dadah
akseptor ini disebut semikonduktor tipe-p, dengan lubang positif
sebagai pembawa arus utama. Dalam semikonduktor tipe-p, setiap
atom akseptor yang didadahkan pada inang meninggalkan satu ion
negatif dalam struktur kristalnya.
Bahan semikonduktor yang umum (Tabel 1.3) adalah silikon,
germanium, dan sejumlah senyawa biner intermetalik antara unsurunsur golongan 13 dan 15 (sering disebut senyawa III-V) atau antara
unsur-unsur dari keluarga zink dan golongan 16 (sering disebut
senyawa II-VI, karena zink, kadmium, dan raksa seperti golongan 2
mempunyai elektron ns2). Senyawa III-V, misalnya unsur golongan 13
memberi kontribusi tiga elektron per atomnya dan unsur golongan 15
memberi kontribusi lima elektron per atomnya, menghasilkan rata-rata
empat elektron per atomnya. Senyawa semacam ini membentuk kristal
dengan struktur bak-intan, mirip struktur kristal silikon dan germanium,
dan dapat didadah dengan hasil yang sama seperti unsur-unsur
semikonduktor. Tabel 1.3 Beberapa bahan semikonduktor yang umum
Unsur
Si, Ge
Senyawa 13-15
AlP, AlAs, AlSb, GaP, GaSa, GaSb, InP, InAs, InSb
Senyawa 12-16
ZnS, ZnSe, CdS, CdSe, CdTe
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
19
Diantara sifat-sifat yang menarik dalam bahan semikonduktor
adalah ukuran celah energi, konsentrasi elektron atau lubang pembawa
arus, mobilitas atau kecepatan bergerak pembawa muatan, dan umur
pembawa muatan sebelum anihilasi (pemusnahan) oleh kombinasi
elektron dan lubang. Dengan membuat berbagai variasi konsentrasi dopan
(pendadah) dapat dibuat peralatan semikonduktor sesuai dengan rentang
sifat-sifat yang dibutuhkan. Dalam aplikasinya, sebagian besar peralatan semikonduktor bergantung pada karakter yang diberikan oleh semikonduktor tipe-p dan
tipe-n terdekat. Batas antara kedua tipe semikonduktor ini disebut suatu
“sambungan” p-n; sambungan p-n ini dapat diciptakan dari pendadahan
dengan materi pendadah yang berbeda dalam posisi yang berdekatan
dalam kristal yang sama. Gambar 1.9
(a) Semikonduktor tipe-p, dengan keadaan ion negatif
stasioner dan lubang������������������������
elektron bergerak bebas
(b) Semikonduktor tipe-n, dengan keadaan ion positif
stasioner dan elektron bergerakbebas
(c) Pembentukan sambungan p-n; tahanan bahan
pada sambungan ini naik karena elektron harus
mendekati daerah negatif dan lubang harus
mendekati daerah positif
Elektron-elektron dari semikonduktor tipe-n dan lubang-lubang
dari semikonduktor tipe-p pada awalnya bermigrasi menuju “sam- bungan” tempat keduanya bergabung (Gambar 1.9). Penggabungan
ini meninggalkan ion-ion positif berlebih dalam tipe-n sebelah sam20
Kimia Anorganik Logam
bungan dan ion-ion negatif berlebih dalam tipe-p sebelah sambungan.�
(Sebelumnya tentu saja tidak ada peristiwa migrasi elektron-elektron
dan lubang-lubang tersebut karena masing-masing berada dalam lingkungan muatan yang sama). Akibatnya, muncul potensial hambatan
yang membuat tahanan pada sambungan p-n lebih tinggi daripada keseluruhan material. Karakter sambungan p-n ini dapat dimodifikasi sesuai dengan kemampuan arus yang dikehendaki.
Gambar 1.10 Operasi sambungan p-n sebagai penyearah; arus bolak-balik (AC)
diubah menjadi arus searah (DC) karena arus dapat mengalir
bebas ke satu arah
Diode adalah suatu semikonduktor yang menerapkan
sambungan p-n untuk berbagai fungsi. Sebagai contoh, suatu diode
dapat bertindak sebagai penyearah, mengubah arus listrik bolak-balik
menjadi arus listrik searah. Elektrode-elektrode dipasang pada kedua
ujung diode penyearah, dan arus bolak-balik dilewatkan melaluinya. Selama siklus arus, elektron-elektron dari bagian semikonduktor tipe-n
(kaya elektron) tertarik ke arah satu elektrode, dan lubang-lubang positif
dari bagian semikonduktor tipe-p tertarik ke arah elektrode yang lain;
hal ini mengakibatkan daerah sambungan p-n praktis menjadi kosong
tanpa adanya pembawa arus sehingga aliran arus menjadi terhenti. Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
21
Sebaliknya ketika polaritas elektrode terbalik, elektron-elektron ditolak
dari kutub (elektrode) yang tadinya menarik elektron dan sekarang
ditarik ke elektrode yang lain; sementara itu lubang-lubang positif
tertarik menuju ke elektrode yang menolak elektron. Kedua proses ini
saling menguatkan terhadap aliran arus. Dengan demikian kerja diode
penyearah adalah mencegah terjadinya aliran arus listrik ke satu arah
tetapi mengakibatkan tahanan yang sangat rendah untuk aliran arus
listrik ke arah lain (Gambar 1.10).
1.1.3 Struktur Logam dan Model Kemas Geometri
Struktur logam dapat dianggap terbentuk oleh tataan atom-atom
yang terkemas (packed) bersama dalam suatu kristal. Cara penataan
atom-atom logam ini sangat penting dalam kimia anorganik, karena hal
ini merupakan dasar pemahaman kemasan ion dalam senyawa padatan
ionik (bahkan juga kovalen) yang akan dibahas kemudian. Konsep
kemasan kristal mengasumsikan bahwa atom-atom berupa bola keras
dan tentunya mempunyai ukuran yang sama untuk atom yang sama. Dalam suatu kristal logam, atom-atom tertata dalam rangkaian terulang
yang disebut kisi kristal.
(a)
(b)
(c)
Gambar 1.11 Model lapis sebelah-menyebelah dengan empat bola tetangga�
terdekat (a), model tumpang atas A-A menghasilkan kemas ������
kubus
sederhana (b), dan model kemas kubus pusat badan (c)
Pengemasan atom-atom logam merupakan problem geometri;
cara yang paling mudah adalah menata bola-bola atom dalam bentuk satu
22
Kimia Anorganik Logam
lapis (atau layer), kemudian menempatkan lapisan-lapisan berikutnya di
atas lapisan yang terdahulu. Ada dua macam tataan bola-bola dalam
lapisan yaitu pertama dengan bola tertata persis sebelah-menyebelah
(side by side) satu sama lain sehingga setiap bola disentuh oleh empat
bola lain dan membentuk dua diagonal bujursangkar (Gambar 1.11a). Apabila lapis kedua ditata persis di atasnya, artinya tiap bola pada
lapis kedua persis di atas tiap bola lapis pertama, demikian seterusnya
sehingga diperoleh susunan lapisan A-A-A- ......, maka diperoleh model
kemasan kubus sederhana (simple cubic packing), Gambar 1.11b. Jika di
dalam rongga antara kedua lapis A-A ini terdapat satu bola ukuran sama
yang tepat menyinggung kedelapan bola dari kedua lapis dan berakibat
bola-bola pada tiap lapis A merenggang tidak lagi saling bersinggungan,
maka diperoleh model bangun kubus pusat badan (body centered cube
- bcc), Gambar 1.11c. Model tataan demikian ini bukanlah kemas rapat,
karena memang bukan paling rapat.
Dalam bangun kubus sederhana, tiap bola (atom) disentuh oleh
enam bola (atom) tetangga yaitu empat bola pada lapisannya dan
masing-masing satu bola pada lapisan atas dan lapisan bawahnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tiap atom mempunyai
bilangan koordinasi enam. Tetapi dalam bangun kubus pusat badan,
tiap atom mempunyai bilangan koordinasi delapan. Dengan demikian,
bangun kubus pusat badan lebih rapat ketimbang bangun kubus
sederhana. Penataan yang kedua berdasarkan pembentukan lapisan heksagon. Dalam lapisan ini, setiap bola disentuh oleh enam bola yang lain
(Gambar 1.12a), dan tataan demikian ini merupakan cara yang paling
rapat (mampat), oleh karena itu disebut kemas rapat (closest packing).
Jika bola-bola lapisan kedua ditempatkan persis di atas rongga-rongga antara bola-bola lapisan pertama, ternyata hanya setengahnya saja
jumlah rongga lapis pertama yang terisi (tertutupi) oleh bola-bola lapis
kedua (Gambar 1.12b); penataan dua lapis demikian ini menghasilkan
kemasan A-B, karena posisi lapis pertama tidak sama dengan posisi lapis
kedua. Penataan lapis ketiga dan selanjutnya ada dua cara. Alternatif
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
23
pertama, bola-bola lapisan ketiga ditempatkan di atas rongga-rongga
lapisan kedua sedemikian sehingga bola-bola lapisan ketiga tepat lurus
di atas bola-bola lapisan pertama, demikian seterusnya lapisan keempat tepat lurus dengan lapisan kedua; tataan demikian adalah kemasan
lapisan A-B-A-B- ...... (Gambar 1.12b), dan hasilnya adalah suatu bangun
kemas rapat heksagonal (hexagonal closest packing, hcp), Gambar 1.12c. Alternatif kedua, lapisan bola-bola ketiga ditempatkan di atas ronggarongga lapisan kedua dan tepat lurus di atas rongga-rongga lapisan
pertama yang belum tertutupi oleh lapisan kedua, sedangkan lapisan
keempat tepat lurus dengan lapisan pertama. Tataan demikian adalah
kemasan lapisan A-B-C-A-B-C-A ...... (Gambar 1.12d), dan hasilnya adalah suatu bangun kemas rapat kubik (cubic closest packing, ccp), atau kubus pusat muka, fcc (face centered cube), Gambar 1.12e. Tiap atom pada
kedua bangun geometri ini mempunyai bilangan koordinasi duabelas,
enam pada lapis yang sama, dan masing-masing tiga pada lapis di atas
dan di bawahnya. Gambar 1.12 Model lapis heksagon (a), dengan tumpang atas A-B-A ... (b)
menghasilkan bangun kemas rapat heksagonal, hcp (c), dan tumpang atas A-B-C .... (d) menghasilkan bangun kemas rapat kubus pusat muka, fcc (e).
24
Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.13 Rongga tetrahedral (a) dan oktahedral (b) dalam kemas rapat
Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan 2 tipe
celah / ruang terbuka atau rongga (atau lubang) antara lapis-lapisnya. Ada dua macam rongga dalam suatu kemas rapat yaitu rongga
tetrahedral dan rongga oktahedral (Gambar 1.13). Rongga tetrahedral
lebih kecil ukurannya daripada rongga oktahedral. Rongga tetrahedral
adalah rongga sebagai titik pusat bangun bola tetrahedron. Jadi, jika
rongga ini ditempati oleh bola (atom) lain yang tepat ukurannya, yaitu
tepat menyinggung keempat bola tetrahedron, maka ia mempunyai
bilangan koordinasi empat. Rongga oktahedral adalah rongga sebagai
titik pusat bangun oktahedron. Jadi, jika rongga ini ditempati oleh bola
(atom) lain yang tepat ukurannya yaitu tepat menyinggung keenam
bola oktahedron, maka atom tersebut mempunyai bilangan koordinasi
enam. Jumlah rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah rongga oktahedral. Untuk mengetahui hubungan jumlah dan tipe rongga, perlu
diingat bahwa pada penyusunan kemas rapat lapisan heksagon tersebut, bola-bola lapis kedua hanyalah menempati rongga di bagian atas
lapis pertama saja. Bagian bawah lapis pertama tentu juga menghasilkan jumlah rongga yang sama pula. Ronga-rongga lapis pertama yang
ditempati bola-bola lapis ke dua menghasilkan rongga tetrahedral,
dan rongga-rongga lapis pertama yang tidak ditempati bola-bola lapis
kedua menghasilkan rongga oktahedral. Dalam satu larikan (array) kemas rapat terdapat dua rongga tetrahedral dan satu rongga oktahedral
untuk setiap bola kemas rapat.
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
25
Hubungan volume ruang suatu kristal yang ditempati atau diisi
oleh bola (atom) dengan tipe bangun kemasan kira-kira 52 % untuk
kubus sederhana, 68 % untuk kubus pusat badan, dan 74 % untuk kemas
rapat heksagonal maupun kemas rapat kubus pusat muka. Ini berarti
bahwa makin besar persentase volume isian makin kecil ruang kosong
yang ditinggalkan dan makin dekat / rapat atom-atom terkemas.
Logam umumnya mengadopsi bcc, hcp, dan fcc. Sulit diramalkan
bangun mana yang diadopsi oleh suatu logam, namun ada kecenderungan umum bahwa naiknya jumlah elektron terluar paralel dengan
perubahan bangun dari bcc ke hcp kemudian fcc. Jadi, logam-logam
alkali (Li, Na, K, Cs) mengadopsi kemasan bcc, demikian juga hampir semua logam golongan 2 sampai 8 (Ba, α-Cr, α-Fe, δ-Fe, Mo, β-W). Logam-logam golongan 7, 8, dan 12 (Zn) mengadopsi bangun hcp, dan
logam-logam golongan 8 -11 (γ-Fe, β-Ni, Cu, Ag, Au) mengadopsi bangun fcc. Hal ini hanyalah kecenderungan umum dan tentunya terdapat
beberapa kekecualian, misalnya magnesium, titanium, γ-Ca, Cd, α-Co,
dan β-Cr, mengadopsi bangun hcp; kristal stronsium dapat mengadopsi
bangun ketiga-tiganya bergantung pada kondisi pengkristalan. Gambar 1.14. Satuan sel sistem kristal : (a) kubus primitif, (b) kubus pusat badan
bcc, (c) kubus pusat muka fcc, dan (d) kemas rapat heksagonal hcp
1.1.4 Unit Sel dan Perhitungan Geometri
Tataan bola-bola paling sederhana yang apabila pada pengulang­
an diperoleh seluruh bangun kristal disebut unit sel atau satuan sel. 26
Kimia Anorganik Logam
Unit sel dengan model “stick-ball” (tongkat-bola) untuk geometri kubus
sederhana, kubus pusat badan, kubus pusat muka, dan heksagon ditunjukkan Gambar 1.14. Penetapan suatu titik tempat unit sel dibangun dapat dilakukan
secara sembarang, namun sekali ditentukan harus konsisten diterapkan
pada seluruh kristal. Gambar 1.15 (a dan b) menunjukkan adanya tiga
kemungkinan unit sel, A, B, dan C pada suatu kristal yang dibangun
berdasarkan sifat simetrinya menurut arah dua dimensi. Untuk unit
sel A, titik-titik kisi terletak pada atom atau ion yang bersangkutan,
sedangkan untuk unit sel B dan C titik-titik kisi terletak di antara atomatom atau ion-ion. Satu unit sel A tersusun oleh dua lingkaran besar dan
dua lingkaran kecil, demikian juga unit sel B; tetapi, unit sel C tersusun
oleh masing-masing hanya satu lingkaran besar dan satu lingkaran kecil. Dengan demikian, sel A dan B mempunyai ukuran yang sama dan lebih
besar daripada ukuran sel C. Dari ketiganya, sel A dikatakan mempunyai
sifat simetri paling tinggi atau paling simetri karena ia mempunyai
(jumlah dan atau jenis) unsur-unsur simetri maksimum (unsur-unsur
simetri tidak dipelajari di sini melainkan dalam simetri molekular),
dan dalam hal demikian unit sel dipilih bagi sel yang mempunyai sifat
simetri tertinggi. Sel dengan ukuran (volume) terkecil dikatakan sel unit
primitif. Dengan cara yang sama, unit sel dalam arah tiga dimensi dapat
ditentukan, misalnya untuk unit sel kubus sederhana (Gambar 1.15c). Unit sel yang paling mudah dilihat adalah kubus sederhana
(Gambar 1.15c) yang dibangun oleh delapan bola yang menempati
kedelapan titik sudut kubus. Namun, apabila bangun kubus ini diulang
ke arah tiga dimensi, maka setiap bola sesungguhnya merupakan titik
sudut persekutuan dari delapan kubus. Dengan kata lain, tiap bola
hanya memberikan kontribusi 1/8 bagian saja pada tiap unit sel. Jadi, satu
unit sel kubus sesungguhnya dibangun oleh hanya satu atom saja (1/8 x
8). Untuk kubus pusat badan (Gambar 1.14b) terdapat satu bola (atom)
interior tambahan yaitu sebagai pusat bangun kubus, sehingga dalam
satu unit sel terdapat 1 + [8(1/8)] = 2 atom. Untuk bangun kubus pusat
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
27
muka (Gambar 1.14c) terdapat enam atom tambahan yang menempati
ke enam muka kubus, sehingga tiap unit sel kubus pusat muka terdapat 6(½) + [8(1/8)] = 4 atom. Gambar 1.15 Penentuan satuan sel untuk arah dua dimensi berdasarkan sifat
simetri (a), asimetri (b), dan contoh satuan sel kubus primitif untuk
arah tiga dimensi (c).
Jadi, tiap unit sel berisi sejumlah tertentu atom-atom atau ionion. Kristal molekular intan misalnya, mengadopsi bangun utama fcc
ditambah 4 atom terikat secara tetrahedral di dalamnya (interior). Oleh
karena itu, setiap unit sel intan terdapat: (8 x 1/8 atom) + (6 x ½ atom
pusat muka) + 4 atom interior = 8 atom. Untuk kristal ionik NaCl yang
mengadopsi bangun fcc, kation dan anion berselang-seling, dalam tiap
unit sel terdapat 4 ion Na+ dan 4 ion Cl-. Atas dasar pengetahuan tersebut, jika jenis bangun kemas rapat
logam telah diketahui dan densitas logam yang bersangkutan telah
ditentukan, maka jari-jari atom logam dapat dihitung. Jika jumlah atom
dalam satu unit sel diketahui, maka massa unit sel yang bersangkutan
dapat dihitung. Massa satu atom dapat dihitung dengan membagi
massa molar spesies yang bersangkutan dengan bilangan Avogadro,
kemudian hasilnya dikalikan dengan jumlah atom dalam satu unit sel. 28
Kimia Anorganik Logam
Rapatan merupakan salah satu sifat yang tidak bergantung pada
ukuran sampel. Oleh karena itu, rapatan dapat diperoleh dari massa unit
sel dibagi dengan volumenya. Secara umum hubungan antara rapatan
atau densitas dengan volume unit sel kristal (dan dengan demikian jarijari atom-atom atau ion-ion penyusunnya) adalah:
(dengan ni adalah banyaknya jenis atom atau molekul atau ion ke i yang
mempunyai massa atom atau massa rumus Mi dalam satu unit sel, V
adalah volume sel, dan N adalah bilangan Avogadro, 6,02 x 1023 atom
per mol). Panjang sisi suatu unit sel dapat diperoleh dari difraksi sinar-X. Untuk unit sel kubus, panjang sisi-sisinya adalah sama, maka volume
unit sel kubus dapat dihitung (yaitu pangkat tiga dari panjang sisi unit
sel kubus).�������������������������������������������������������������
Rapatan yang dihitung dengan cara ini untuk satu unit sel
kadang-kadang dikatakan sebagai rapatan teoretik. Rapatan teoretik
berbeda dari rapatan aktual, karena hampir semua kristal mempunyai
cacat. Kekosongan misalnya, akan menghasilkan rapatan aktual yang
lebih kecil daripada rapatan teoretik. Hadirnya pengotor (impurity) akan
menghasilkan rapatan aktual yang lebih besar atau lebih kecil daripada
rapatan teoretik bergantung pada massa relatif partikel pengotor
dibanding dengan massa relatif atom utamanya. Contoh -1. Besi,���������������������������������
������������������������������
-Fe, mengkristal dalam bangun bcc dengan rusuk
2,861Å; hitung rapatan besi ini dan demikian juga jari-jari
atomnya. Jawab : Jumlah atom dalam satu unit sel bcc adalah 2, maka:
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
29
Panjang diagonal muka bcc dengan rusuk
a adalah AB = av2, dan panjang diagonal
ruang yang lewat titik pusat kubus bcc adalah
AC = a��������������������������������
√�������������������������������
3 (lihat gambar samping). Oleh
karena diagonal ini tersusun oleh diameter
satu bola di tengah dan jari-jari dua buah
bola di sudut kubus, maka panjang diagonal
ruang ini adalah: AC = 4r = a√��������������������
3. Jadi, jari-jari
atom besi rFe = 1/4 (2,861)�������������������
√������������������
3 Å = 1,24 Å. Contoh -2. Besi juga mengkristal dalam bentuk fcc. Dengan asumsi jarijari atom besi tetap, hitung rapatan (densitas) kristal besi ini. Jawab: Panjang diagonal permukaan bujursangkar bangun fcc dengan
rusuk a, adalah a√�����������������������������������������
2. Diagonal ini tersusun oleh diameter
satu bola (dengan jari-jari r) di tengah dan jari-jari dua buah
bola di sudut kubus, maka 4r = a√�������������������
2.�����������������
Dengan asumsi rFe tetap
adalah 1,24 Å, maka rusuk kubus dapat dihitung, a = 3,50 Å. Oleh karena setiap unit sel fcc berisi 4 atom Fe, maka rapatan
kristal besi ini:
1.1.5 Soal-Soal Latihan Ikatan Metalik
1. Berikan definisi sederhana model ikatan lautan elektron untuk
logam.
2. Sebutkan 3 sifat utama logam, dan penggunaan-nya
3. Gambarkan model diagram pita orbital molekular untuk magnesium,
Mg,, dan kemudian jelaskan mengapa unsur ini bersifat metalik
12
walaupun pita 3s telah terisi penuh?
4. Jelaskan pula sifat logam dari aluminium, 13Al, dengan diagram pita
orbital molekular.
30
Kimia Anorganik Logam
5. Jelaskan, mengapa sifat logam suatu padatan masih dapat
dipertahankan dalam fase cairnya, tetapi tidak dalam fase gasnya? 6. Jelaskan, mengapa penambahan sekelumit pengotor dapat
mengubah sifat insulator menjadi konduktor?
7. Apa yang dimaksud dengan semikonduktor, dan jelaskan model
tipe yang mungkin. 8. Sebutkan (dua) tipe tataan lapisan dalam metal, dan mana yang
merupakan kemas rapat ?
9. Apa perbedaan dalam lapisan antara tataan ccp (fcc) dengan hcp? 10. Gambarkan model tataan fcc, dan hitung jumlah atom dalam satu
sel satuannya.
11. Unit sel emas adalah kubus pusat muka (fcc). Berapa jumlah atom
menempati satu unit sel emas, dan berapa massa satu unit sel emas
ini?
(Jawab: 4 atom, dan 1,308 x 10-21 g).
12. Panjang unit sel emas adalah 0,4079 nm. Hitung volume satu unit
sel kubus emas dengan informasi dari soal 1.10 tersebut; hitung
pula rapatan teoritis emas ini ?�
(Jawab: 6,787 x 10-23 cm, dan 19,27 g cm-3). 13. Panjang unit sel intan terukur 0,3567 nm. Hitung volume unit
sel kubus intan (dalam cm3) dan hitung rapatan teoritis intan jika
massa satu atom karbon adalah 12,01 g mol-1 ; bandingkan hasilnya
dengan rapatan intan terukur pada 25 oC yaitu 3,513 g cm-3.
(Jawab: 3,515 g cm-3)
1.2 IKATAN IONIK
1.2.1 Pendahuluan
Ikatan kimia tidak hanya terjadi dengan cara pembentukan persekutuan pasangan elektron antara atom-atom yang bergabung seperti
halnya pada ikatan kovalen, melainkan dapat juga terjadi dengan cara
perpindahan elektron yang menghasilkan ion positif (kation) dan ion
negatif (anion). Gaya tarik elektrostatik antara kedua ion yang berbeda
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
31
muatan inilah yang memelihara kestabilan ikatan dalam spesies yang
terjadi. Ikatan demikian ini dikatakan sebagai ikatan ionik, namun kenyataannya hanya sedikit senyawa yang bersifat ionik murni. Satu percobaan yang paling sederhana adalah pemasangan
alat uji hantaran jenis (konduktivitas) di dalam air murni. Hasil amatan
menunjukkan bahwa bola lampu tidak menyala, yang berarti air tidak
menghantarkan listrik. Tetapi, jika ke dalam air dilarutkan garam NaCl,
ternyata bola lampu menyala. Pada tahun 1884, Svante Arrhenius mangajukan teori disosiasi elektrolit untuk menjelaskan hasil percobaan tersebut, dan pada waktu itu hampir tidak ada seorang pun menerima usulan teori tersebut. Lebih sayang lagi, thesis doktornya perihal kesimpulan tersebut memperoleh nilai rendah. Namun demikian, mulai tahun
1891 terdapat banyak dukungan terhadap usulan teori bahwa partikelpartikel dalam larutan mengalami disosiasi menjadi ion-ion. Akhirnya
pada tahun 1903 setelah signifikansi hasil kerjanya disadari oleh banyak
ahli, Arrhenius diusulkan untuk mendapatkan hadiah nobel dalam bidang kimia bersama fisika; namun, karena para fisikawan menolaknya,
ia menerima hadiah nobel tersebut hanya dalam bidang kimia. Pada
waktu itu, masyarakat ilmuwan (saintis) terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu mereka yang percaya bahwa atom tak dapat terbagi dan mereka
yang tidak percaya. Arrhenius melawan keduanya, dan ia menjelaskan
bahwa garam dapur terpecah menjadi ion-ion natrium dan ion klorida
dalam larutan tetapi ion-ion ini tidak sama dengan atom-atom natrium
dan atom-atom klorin. Tak diragukan lagi bahwa ide tersebut ditolak
hingga abad penemuan elektron (tahun 1895) oleh J.J. Thomson (yang
mendapat hadiah nobel pada tahun 1906). 1.2.2 Pembentukan Ikatan Ionik
Perkembangan munculnya teori ionisasi mendorong pemahaman
adanya senyawa ionik dan senyawa kovalen atau nonionik. Senyawa
ionik sederhana terbentuk hanya antara unsur-unsur metalik dan
nonmetalik yang keduanya sangat aktif. Dua persyaratan penting, yaitu
energi ionisasi untuk membentuk kation dan afinitas elektron untuk
32
Kimia Anorganik Logam
membentuk anion, harus lebih menguntungkan (favourable) ditinjau
dari pertimbangan energi. Ini bukan berarti kedua reaksi pembentukan
ion-ion tersebut harus eksotermik, tetapi lebih berarti bahwa reaksi
tidak membutuhkan energi yang terlalu besar. Jadi, persyaratan untuk
terjadi ikatan ionik adalah salah satu atom unsur harus mampu melepas
satu atau dua elektron (jarang tiga elektron) tanpa memerlukan banyak
energi, dan atom unsur lain harus mampu menerima satu atau dua
elektron (hampir tidak pernah tiga elektron) tanpa memerlukan banyak
energi. Oleh karena itu, ikatan ionik banyak dijumpai pada senyawa dari
logam golongan 1, 2, sebagian 3, dan beberapa logam transisi dengan
bilangan oksidasi rendah, dan nonlogam golongan halogen, oksigen,
dan nitrogen. Semua energi ionisasi adalah endotermik, dan afinitas
elektron untuk halogen adalah eksotermik, tetapi untuk oksigen dan
nitrogen sedikit endotermik.
Gambar 1.16 Hubungan ikatan metalik, kovalen, dan ionik dalam model segitiga
ikatan.
Jenis ikatan atom-atom unsur dengan contoh unsur-unsur
periode ke tiga, dan senyawaannya dapat dipahami dengan mudah
menurut model ”segitiga ikatan” (segitiga Van Arkel-Ketelaar) Gambar
1.16. Pada garis dasar segitiga, dari kiri kekanan (dari Na ke Cl) atomatom unsur tersusun dari sifat dominasi ikatan metalik ke sifat ikatan
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
33
kovalen. Sifat paling logam dimiliki oleh unsur paling kiri (Na) dan sifat
paling kovalen atau nonlogam dimiliki oleh unsur paling kanan dalam
periode, sedangkan di antaranya memberikan sifat logam amfoterik
dan semikonduktor. Ikatan antara kedua atom unsur paling ujung ini
menghasilkan senyawa dengan ikatan ionik yang digambarkan sebagai
titik puncak segitiga. Senyawa di antaranya menghasilkan sifat ikatan
dari sifat metalik ke sifat ionik yaitu untuk senyawa NaX (X = Mg, Al, Si, P,
S), dan dari sifat kovalen ke sifat ionik yaitu untuk senyawa XCl (X = S, P,
Si, Al, Mg), yang keduanya digambarkan sebagai sisi-sisi miring segitiga. Akhirnya dapat dipahami bahwa MgS dan AlP merupakan senyawa
yang mempunyai karakteristika ketiga macam ikatan secara serentak. Dari model segitiga ikatan ini dapat dipahami banyaknya senyawa yang
mempunyai karakter ionik dan kovalen secara serentak dengan derajat
ionik-kovalen yang berbeda-beda. 1.2.3 Karakteristika Senyawa Ionik
Pada temperatur kamar, senyawa kovalen dapat berwujud padat,
cair, dan gas, tetapi senyawa ionik berwujud padat dan mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut :
(1)
Senyawa ionik cenderung mempunyai konduktivitas listrik sangat
rendah dalam bentuk padatan, tetapi menghantar listrik sangat
baik pada keadaan leburannya. Daya hantar listrik ini diasosiasikan
dengan adanya ion-ion positif dan negatif yang bergerak bebas
karena pengaruh listrik. Dalam keadaan padat, ion-ion ini diikat
kuat dalam kisi, tidak mengalami migrasi atau perpindahan, dan
juga tidak membawa arus listrik. Sebagai catatan, sesungguhnya
tidak ada bukti yang mutlak adanya ion-ion dalam padatan,
misalnya NaCl. Kenyataan bahwa ion-ion didapat dalam larutan
(air) bukan merupakan bukti bahwa ion-ion yang bersangkutan
juga ada dalam kristal padatannya, sehingga keberadaan ion-ion
dalam padatan hanyalah merupakan asumsi berdasarkan sifat-sifat
yang diinterpretasikan dengan gaya tarik-menarik elektrostatik. 34
Kimia Anorganik Logam
(2)
(3)
(4)
Senyawa ionik cenderung mempunyai titik leleh tinggi. Ikatan
ionik biasanya sangat kuat dan terarah ke segala arah. Ini bukan
berarti bahwa ikatan ionik lebih kuat daripada ikatan kovalen,
melainkan karena sebaran arah ikatan ke segala arah, dan inilah
yang merupakan faktor penting dalam kaitannya dengan titik
leleh yang tinggi. Intan, yang mempunyai struktur ikatan kovalen
dan bersifat multiarah, juga mempunyai titik leleh sangat tinggi. Senyawa ionik biasanya sangat keras tetapi rapuh. Kekerasan
senyawa ionik sesuai dengan argumen di atas, sekalipun
perlakuannya melalui pemisahan secara mekanik ketimbang
pemisahan secara termal terhadap gaya-gaya tarik-menarik antar
ion. Kecenderungan kerapuhan merupakan akibat sifat alami
ikatan ionik. Jika cukup gaya untuk menggeser sedikit ion-ion
(misalnya dalam unit sel NaCl, panjang ikatan menjadi memendek
separohnya), maka gaya yang semula tarik-menarik akan berubah
menjadi gaya tolak-menolak karena kontak antar anion dan antar
kation menjadi lebih signifikan. Akibatnya, kristal menjadi mudah
terpecah-belah, dan hal inilah yang banyak ditemui pada banyak
mineral. Senyawa ionik biasanya larut dalam pelarut polar dengan
permitivitas (tetapan dielektrikum) tinggi. Energi interaksi dua
partikel bermuatan dinyatakan dengan rumus
, dalam
hal ini q+ dan q- adalah muatan listrik partikel, r adalah jarak pisah
kedua partikel dan ε = permitivitas atau tetapan dielektrikum
medium; untuk medium hampa, εo = 8,85 x 10-12 C2 m-1 J-1. Pelarut
polar umumnya mempunyai tetapan dielektrikum tinggi, misalnya
untuk air ε = 7,25 x 10-10 C2 m-1 J-1, asetonitril ε = 2,9 x 10-10 C2 m-1 J1
, dan untuk amonia ε = 2,2 x 10-10 C2 m-1 J-1, atau ε(H O) = 82εo ,
2
ε(CH CN) = 33εo , dan ε(NH ) = 25 εo. Oleh karena permitivitas amonia
3
3
25 kali permitivitas hampa, maka dapat dimengerti bahwa gaya
tarik ion-ion terlarut dalam amonia hanyalah sebesar 4 % daripada
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
35
gaya yang sama tanpa pelarut; semakin tinggi permitivitas pelarut
semakin besar pengaruhnya. 1.2.4 Model Ionik dan Ukuran Ion
Berdasarkan elektronegativitas Pauling, jika perbedaan elektronegativitas antara dua atom yang berikatan kovalen membesar, sifat ikatan
menjadi semakin polar. Akhirnya, jika perbedaan tersebut sedemikian
besarnya sehingga pasangan elektron sekutu menjadi terabaikan karena lebih mendekat kepada salah satu pihak, maka ikatan yang terjadi
dapat dikatakan sebagai ikatan ionik. Dengan demikian, ikatan ionik
secara sederhana adalah gaya atraksi (tarik-menarik) elektrostatik antara
ion positif dengan ion negatif. Pauling melukiskan bahwa kenaikan perubahan perbedaan
elektronegativitas akan mengakibatkan kenaikan sifat ionik secara
perlahan dan kontinu. Perbedaan elektronegativitas nol merupakan
titik ekstrem sifat kovalen murni, perbedaan berkisar 1,7 merupakan
pertengahan sifat kovalen-ionik, dan perbedaan lebih besar 3,4
merupakan titik ekstrem sifat ionik murni. Jadi, sesungguhnya tidak
ada garis pembatas yang tegas antara karakter kovalen dan ionik,
dan kenyataannya banyak ditemui senyawa yang termasuk kategori
”intermediat” (antara), atau sering disebut kovalen polar. Kovalen polar
ini dapat bersifat ionik parsial atau dapat bersifat kovalen parsial. Karena logam umumnya mempunyai sifat elektronegativitas
rendah dan nonlogam bersifat elektronegativitas tinggi, senyawa yang
dibentuk dari keduanya sering termasuk kategori ionik. Menurut model
ionik murni, satu atau dua elektron valensi telah berpindah dari atom
berelektronegativitas rendah ke atom berelektronegativitas tinggi. Ukuran atom dalam periode semakin kecil dengan naiknya nomor
atom (dari kiri ke kanan) sebagai akibat naiknya muatan inti efektif, Zef. Tetapi, perubahan atom menjadi ion mengakibatkan perubahan yang
komparatif besar pada ukurannya. Pembentukan ion logam (kation)
dari atomnya biasanya melibatkan pelepasan semua elektron valensi,
sehingga ukuran kation akan menjadi jauh lebih kecil ketimbang
ukuran atom induknya. Sebagai contoh, jari-jari atom natrium adalah
36
Kimia Anorganik Logam
186 pm, tetapi jari-jari ionnya, Na+, hanya 116 pm. Dengan demikian
terjadi penyusutan ukuran yang sangat dramatik. Volume bola (atom/
ion), adalah V = 4/3 π� �r3, maka penyusutan jari-jari kation tersebut
mengakibatkan penyusutan volume menjadi kira-kira hanya ¼ volume
induknya. Untuk anion berlaku sebaliknya. Ukuran ion negatif lebih besar
ketimbang atom induknya. Sebagai contoh, jari-jari kovalen atom
oksigen adalah 74 pm, tetapi jari-jari ion oksidanya (O2-) adalah 124
pm; dalam hal ini kenaikan ukuran volume anion kira-kira lima kali
lipat dari volume atom induknya. Kenaikan jari-jari anion ini dapat
dijelaskan sebagai berikut: bahwa penangkapan elektron (tambahan)
mengakibatkan mengecilnya muatan inti efektif, Zef., terhadap individu
elektron terluar sehingga, gaya tarik inti melemah dan ukuran anion
menjadi lebih besar ketimbang atom induknya.
1.2.5 Kecenderungan pada Jari-jari Ionik
Jari-jari kation semakin kecil untuk sederet spesies isoelektronik
dalam satu periode dengan kenaikan muatan ion. Sebagai contoh,
Na+, 12Mg2+, dan 13Al3+, secara berurutan mempunyai jari-jari ionik 116,
11
86, dan 68 pm; ketiga-tiganya isoelektronik, mempunyai 10 elektron
dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s2 2p6. Satu-satunya perbedaan
adalah jumlah proton di dalam intinya; makin besar jumlah proton
atau muatan inti makin besar muatan inti efektifnya, Zef., dan oleh
karena itu makin kuat gaya tariknya terhadap elektron sehingga makin
kecil ukuran atau jari-jari ionnya. Jari-jari anion semakin kecil untuk
sederet spesies isoelektronik dalam satu periode dengan penurunan
muatan ion. Sebagai contoh, anion 7N3-, 8O2-, dan 9F-, secara berurutan
mempunyai jari-jari ionik 132, 124, dan 117 pm. Ketiga spesies anionik
ini adalah isoelektronik (10 elektron) dan dengan argumentasi yang
sama seperti tersebut di atas dapat dijelaskan penurunan ukuran anion
ini. Kedua contoh seri kation (Na+, Mg2+, Al3+) dan anion (N3-, O2-, F-) yang
juga isoelektronik menunjukkan bahwa ukuran anion jauh lebih besar
ketimbang ukuran kation. Secara umum memang benar bahwa kation
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
37
logam lebih kecil ukurannya ketimbang anion nonlogam dalam satu
periode. Dalam golongan, ukuran atom semakin besar dengan naiknya
nomor atom (dari atas ke bawah), demikian juga ukuran ionnya. Sebagai
contoh, anion halogenida, F-, Cl-, Br-, dan I-, secara berurutan mempuyai
jari-jari ionik 117, 167, 182, dan 206 pm. Akhirnya perlu diketahui bahwa ukuran ion tidak dapat diperoleh
secara langsung, melainkan secara empirik, yaitu membandingkan hasil
pengukuran lebih dari satu senyawa untuk atom-atom yang sama. Nilai
jari-jari ionik yang diperoleh Shannon dan Prewitt (Tabel 1.4) biasanya
paling sering digunakan karena dianggap lebih akurat ketimbang yang
lain. 1.2.6 Kecenderungan pada Titik Leleh
Ikatan ionik adalah hasil dari gaya tarik-menarik satu ion dengan
ion-ion berlawanan muatan di sekelilingnya dalam kisi kristal. Proses
pelelehan melibatkan pemutusan parsial gaya tarik-menarik tersebut
dan mengizinkan ion-ion dapat bergerak bebas dalam fase cairnya. Titik
leleh yang tinggi bagi senyawa ionik menyarankan bahwa ikatan ionik
tentulah sangat kuat. Semakin kecil ukuran ion berarti semakin terpusat
muatannya sehingga semakin kuat pula ikatan ioniknya, dan dengan
demikian semakin tinggi titik lelehnya. Hal ini ditunjukkan oleh contoh
sederet senyawa halida, KF, KCl, KBr, dan KI, yang secara berurutan
mempunyai titik leleh 857, 772, 735, dan 685 oC. Perbedaan titik leleh secara mencolok dapat terjadi oleh karena
perbedaan muatan, yaitu semakin tinggi muatan semakin tinggi pula
titik lelehnya. Sebagai contoh, NaCl (Na+ Cl-) meleleh pada suhu 801
o
C, sedangkan MgO (Mg2+ O2-) meleleh pada suhu yang sangat tinggi, 2800 oC. 38
Kimia Anorganik Logam
Tabel 1.4 Jari-jari ionik (dalam pm) dan bilangan koordinasi beberapa unsur
Ion
Ag+
Al3+
Au+
Au3+
B3+
Ba2+
Bi3+
BrBr3+
Br7+
C4+
Ca2+
Cd2+
ClCl5+
Cl7+
Co2+
Cr2+
Cr3+
Cr6+
Cs
+
Cu
+
Cu
2+
Bilangan
Koordinasi
2
4 (Td)
4 (bs)
4 (Td)
6
6
4 (bs)
3
6
6
6
4 (bs)
4 (Td)
6
4 (Td)
6
4 (Td)
6
6
3 (Prmd)
4
6
4
6 (ls)
6 (hs)
6 (ls)
6 (hs)
6
4 (Td)
6
6
8
2
4 (Td)
6
4 (Td)
4 (bs)
Jari-jari
Ion
81
114
116
53
67,5
151
82
15
149
117
182
73
39
53
29
114
92
109
167
26
22
41
72
79
88,5
87
94
75,5
40
58
181
188
60
74
91
71
71
Cu2+
Fe2+
Fe3+
Hg
Hg2+
+
IK+
Li+
Mg2+
Mn2+
Mn3+
Mn4+
Mn6+
Mn7+
N3N3+
N5+
Na+
Ni2+
O2OH-
Bilangan
Koordinasi
5
6
4 (Td)
6 (ls)
6 (hs)
6 (ls)
6 (hs)
6
2
4 (Td)
6
6
6
6
6
4 (hs)
6 (ls)
6 (hs)
6 (ls)
6 (hs)
4
6
4
4
6
4
6
3
6
6
8
4 (Td)
4 (bs)
6
2
4
2
Jari-jari
Ion
79
87
77
75
92
69
78,5
133
83
110
116
206
152
90
86
80
81
97
72
78,5
53
67
39,5
39
60
132
30
4,4
27
116
132
69
63
83
121
124
118
P3+
P5+
Pb2+
Pb4+
Pd2+
Pd4+
Pt2+
Ra2+
Rb+
Rh4+
Ru4+
S2S4+
S6+
Sb3+
Sb5+
Sc3+
Se2Se4Se6+
Si4+
Sn4+
Sr2+
Zn2+
Bilangan
Koordinasi
6
4
5
6
4
6
4
6
4 (bs)
6
6
4 (bs)
6
8
6
8
6
6
6
6
4 (Td)
6
5
6
6
6
6
4
6
4
6
4
6
6
8
4
6
Jari-jari
58
31
43
52
112
133
79
70
78
100
75,5
74
94
162
166
175
74
76
170
51
26
43
94
74
8,5
184
64
42
56
40
54
69
83
132
140
74
88
Catatan : Td = tetrahedron, bs = bujursangkar, hs = high-spin, ls = low-spin
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
39
1.2.7 Polarisasi dan Kovalensi
Sebagian besar penggabungan logam dan non-logam mempunyai
karakter senyawa ionik, namun terdapat beberapa kekecualian. Kekecualian ini terjadi apabila elektron terluar dari anion tertarik
begitu kuatnya ke arah kation sehingga mengakibatkan terbentuknya
ikatan kovalen hingga derajat kovalensi tertentu, artinya rapatan anion
terdistorsi ke arah kation. Distorsi (penyimpangan) dari bentuk ideal
anion ini, yaitu spherical (bentuk bola), disebut polarisasi. Semakin besar
sifat polarisasi anion semakin besar derajat ikatan kovalensinya. Aturan
yang dikemukakan oleh Kasimir Fajans perihal polarisasi adalah sebagai
berikut.
(1) Kation dengan ukuran semakin kecil dan muatan positif semakin
besar mempunyai daya mempolarisasi semakin kuat.
(2) Anion dengan ukuran semakin besar dan muatan negatif semakin
besar akan semakin mudah terpolarisasi. (3) Kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan konfigurasi
elektronik gas mulia mempunyai daya mempolarisasi lebih kuat. Ukuran daya mempolarisasi suatu kation dinyatakan dengan
rapatan muatannya. Rapatan muatan () adalah muatan ion (jumlah
unit muatan dikalikan dengan muatan proton dalam satuan coulomb,
C) per satuan volume, sehingga:  = (dengan n = muatan ion,  = muatan proton
dalam satuan coulomb, dan r = jari-jari ion). Sebagai contoh, ion natrium mempunyai muatan +1 dan jari-jari ionik
116 pm (1,16 x 10-7 mm), maka rapatan muatannya adalah:
Rapatan muatan,�  =
= 24 C mm-3. Dengan cara yang sama, rapatan muatan ion aluminium dapat
dihitung yaitu sebesar 364 C mm-3. Dengan rapatan muatan yang
jauh lebih besar, ion aluminium (Al3+) mempunyai daya mempolarisasi
40
Kimia Anorganik Logam
(terhadap anion) yang lebih kuat dibandingkan dengan daya mem­
polarisasi ion natrium, sehingga dengan anion yang sama senyawa
aluminium lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan senyawa
natrium. Salah satu cara yang paling mudah untuk membedakan sifat ionik
dari sifat kovalen suatu spesies adalah dengan membandingkan titik
lelehnya. Senyawa ionik (dan juga senyawa kovalen jaringan) cenderung
mempunyai titik leleh tinggi, tetapi senyawa kovalen sederhana
mempunyai titik leleh rendah. Sebagai contoh, senyawa AlF3 dan AlI3
mempunyai titik leleh yang sangat berbeda yaitu masing-masing 1290
dan 190 oC. Ion fluorida mempunyai jari-jari ionik 117 pm, jauh lebih
kecil daripada jari-jari ionik iodida, 206 pm. Dari data ini ukuran volume
3
anion iodida kira-kira adalah 5½ (atau 206 / 1173 ) kali ukuran volume
ion fluorida. Tingginya titik leleh aluminium fluorida mengindikasikan
bahwa senyawa ini lebih bersifat ionik. Ini berarti bahwa ion fluorida
yang ukurannya kecil tidak atau sukar terpolarisasi oleh ion Al3+
sekalipun muatan positifnya besar. Sebaliknya karena besarnya ukuran
ion iodidamaka rapatan elektronnya mudah dipolarisasi oleh ion Al3+,
sehingga senyawa AlI3 yang terbentuk lebih bersifat kovalen dengan titik
leleh yang jauh lebih rendah.�������������������������������������������
Bandingkan dengan titik leleh senyawa KI
o
o
(685 C), dan KF (857 C). Oleh karena jari-jari ionik dengan sendirinya bergantung pada
muatan ionnya, maka besarnya muatan kation sering merupakan
petunjuk yang baik untuk menentukan derajat kovalensi spesies
(sederhana) yang bersangkutan. Kation dengan muatan +1, dan +2,
biasanya mendominasi sifat ionik, sedangkan kation dengan muatan
+3 membentuk senyawa ionik hanya dengan anion yang sangat sukar
terpolarisasi seperti ion fluorida. Kation dengan muatan teoretik +4 atau
lebih sesungguhnya tidak dikenal sebagai ion, dan senyawanya sering
dianggap sebagai senyawa yang didominasi oleh sifat kovalen. Sebagai
contoh, MnO mempunyai titik leleh 1785 oC tetapi Mn2O7 berupa cairan
pada temperatur kamar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mn(II)
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
41
membentuk kisi kristal ionik dalam MnO, tetapi Mn(VII) membentuk
molekul kovalen dalam Mn2O7. Menurut perhitungan, rapatan muatan
ion Mn7+ (jika ada) adalah 1240 C mm-3 dan ion Mn2+ adalah 84 C mm3
. Rapatan muatan positif ion Mn7+ sangat tinggi, dan ukuran ion lebih
kecil dibandingkan dengan ion Mn2+, sehingga mempunyai daya
mempolarisasi yang sangat kuat terhadap anion oksida, dan akibatnya
terbentuk senyawa yang bersifat kovalen, sesuai dengan titik lelehnya
yang rendah. Aturan Fajans yang ke tiga berkaitan dengan kation yang mempunyai konfigurasi elektronik bukan gas mulia. Sebagai contoh adalah
kation Ag+ (dengan konfigurasi [Ar] 4d10), demikian juga Cu+, Sn2+, dan
Pb2+. Senyawa-senyawa perak halida, AgF, AgCl, AgBr, dan AgI, mempunyai titik leleh masing-masing 435, 455, 430, dan 558 oC. harga ini lebih rendah kira-kira 300 oC dibandingkan dengan titik leleh KF, KCl, KBr
dan KI.. Dengan demikian, kation perak mempunyai daya mempolarisasi yang lebih kuat dibandingkan dengan kation K+, sehingga senyawa-senyawa perak halida lebih bersifat kovalen dibandingkan dengan
senyawa-senyawa kalium halida. Petunjuk lain tentang sifat kovalensi
halida perak adalah kenyataan bahwa halida perak (kecuali fluorida) sukar larut dalam air sedangkan kalium halida semuanya sangat mudah
larut dalam air. Menurunnya sifat ionik atau naiknya sifat kovalen halida
perak mengakibatkan melemahnya interaksi antara molekul air dengan
muatan ion tersebut sehingga cenderung sukar larut. Untuk perak fluorida, ukuran ion fluorida yang kecil menyebabkan sukar dipolarisasi oleh
kation perak, sehingga senyawanya lebih bersifat ionik dan akibatnya
dapat larut dalam air.
Contoh lain adalah perbandingan sifat oksida dan sulfida antara
natrium(I) dengan tembaga(I). Kation natrium dan tembaga keduanya
mempunyai jari-jari yang hampir sama. Oksida maupun sulfida dari natrium bersifat ionik, larut, dan bereaksi dengan air, tetapi oksida dan sulfida tembaga(I) tidak larut dalam air. Menurut aturan Fajans yang ke tiga,
kation Cu(I) dengan konfigurasi elektronik bukan gas mulia mempunyai
42
Kimia Anorganik Logam
daya mempolarisasi yang lebih kuat hingga mempunyai kecenderungan
lebih kovalen. Hal ini paralel dengan besarnya perbedaan elektronegativitas yaitu ~ 2,5 untuk natrium oksida yang berarti lebih bersifat ionik,
dan ~ 1,5 untuk tembaga(I) oksida yang berarti lebih bersifat kovalen. 1.2.8 Hidrasi Ion
Apabila gaya tarik elektrostatik antara ion-ion merupakan gaya
pengikat senyawa ionik, pertanyaan yang muncul adalah apa yang
sesungguhnya menjadi gaya penggerak yang melarutkan banyak
senyawa ionik dalam air?������������������������������������������
Jawabannya adalah terbentuknya interaksi
ion-dipol antara senyawa ion dengan molekul air. Molekul air bersifat
polar (dwikutub), dengan muatan negatif lebih terpusat pada atom
oksigen dan muatan positif pada atom hidrogen. Pada proses pelarutan
senyawa ionik, kutub negatif oksigen dari molekul air akan mengepung
dan menarik kation, dan kutub positif atom hidrogen dari molekul air
mengepung dan menarik anion sebagaimana ditunjukkan oleh model
Gambar 1.17. Gambar 1. 17 Model proses pelarutan NaCl dalam air
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
43
Jika interaksi ion-dipol lebih kuat daripada jumlah gaya tarik
antarion dan gaya antarmolekul air, maka proses pelarutan akan
berlangsung. Secara sederhana proses pelarutan senyawa ionik NaCl
dalam air dapat dituliskan sebagai berikut :
Na+ Cl-
+ 2n H2O � →
atau Na+ Cl- + H2O �� →
Na+ (H2O)n + Cl- (H2O)n
Na+ (aq) + Cl- (aq)
Dalam hal ini terbentuk ion-ion tersolvasi (artinya ion-ion terikat oleh
pelarut) atau ion-ion terhidrasi dalam pelarut air. Apabila senyawa ionik mengkristal dari pelarutnya (air), sa­ngat
sering molekul air terkorporasi ke dalam kristal, dan terbentuklah se­
nyawa hidrat. Dalam berbagai contoh, molekul air secara sederhana
hanya menempati rongga-rongga kosong dalam kisi-kisi kristal, tetapi
umumnya molekul air terasosiasi lebih dekat kepada ion-ion, biasanya
kation. Sebagai contoh, aluminium klorida yang mengkristal sebagai
heksahidrat, AlCl3.6H2O, kenyataannya keenam molekul air tertata dalam bangun oktahedron teratur di sekeliling kation Al3+, sehingga se­
nyawa hidrat ini lebih akurat ditulis dengan formula [Al(OH2)6]3+3Cl- dan
for­mula ini menyarankan bahwa kutub negatif oksigen (air) berinteraksi
dengan kation Al3+ membentuk interaksi kation-dipol. Tentu saja dapat
di­pahami bahwa jumlah molekul air terhidrat dapat dikaitkan dengan
ukuran maupun besarnya muatan kation. 1.2.9 Struktur Kristal Ionik
Zat padat dapat diklasifikasi atas dasar tipe ikatan, yaitu ionik,
kovalen, metalik, dan van der Waals, dan atas dasar simetri kristal dalam
hal hubungan antar panjang dan sudut sumbu-sumbu kristal yaitu kubus,
tetragonal, ortorombik, heksagonal, rombohedral, monoklinik, dan
triklinik.�������������������������������������������������������������������
Klasifikasi kristal atas dasar tipe ikatan berdasarkan pada sifatsifat hantaran listrik, kekerasan, titik leleh dan sebagainya sesuai dengan
sifat-sifat kimiawi atom-atom yang terlibat. Sedangkan, klasifikasi kristal
atas dasar sifat simetrinya bergantung pada refleksi kristal terhadap
sinar-X untuk menentukan sudut-sudut antar muka atau oleh difraksi
sinar-X untuk menemukan keteraturan internal.
44
Kimia Anorganik Logam
Untuk mempermudah dalam melukiskan sifat simetri suatu kristal
diperkenalkan konsep sumbu-sumbu kristalografi. Sumbu-sumbu ini
biasanya menunjuk pada arah yang penting dalam kristal sebagaimana
didefinisikan oleh permukaan-permukaan kristal yang bersangkutan. Tiga sumbu a, b, dan c, dan sudut-sudut α, β, dan γ cukup untuk
melukiskan klas suatu kristal (Gambar 1.18). Gambar 1.18 Posisi sumbu dan Sudut dalam suatu bangun kristal
Dalam beberapa hal sumbu c diarahkan sejajar dengan arah unit
kristal yang bersangkutan, misalnya arah memanjang atau memendek.
Sumbu-sumbu a dan b yang keduanya tidak sebidang dengan sumbu c
mewakili arah terpilih kristal yang bersangkutan. Bidang-bidang kristal
dilukis menurut perpotongannya dengan sumbu-sumbu tersebut. Atas
dasar perbedaan ukuran ketiga sudut dan ulangan jarak ketiga sumbu
tersebut terdapat tujuh klas kristal sebagaimana ditunjukkan dalam
Tabel 1.5. Tabel 1.5 Jenis klas kristal dan kondisi unit sel
Klas
Kondisi sumbu dan sudut unit sel
Kubus
a = b = c ; α_=_β_=_γ_= 90o
Ortorombik
Tetragonal
Monoklinik
Triklinik
Heksagonal
Rombohedral (Trigonal)
a  b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
a = b  c ; α_=_β_=_γ_= 90o
a  b  c ; α_=_γ_= 90o  β
a  b  c ; α_ _β_ γ__ 90o
a = b  c ; α_=_β_= 90o ; γ = 120o
a = b = c ; α_=_β_=__γ__ 90o
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
45
Struktur kristal dapat dibedakan berdasarkan tipe kisi Bravais
atau kisi ruang yang dibangun berdasarkan pada sifat simetri unit sel
dan translasi yang diperlukan dalam memperoleh titik-titik ekivalen di
dalam unit sel yang bersangkutan. Hasilnya adalah empat belas macam
bangun geometri kisi Bravais sebagaimana ditunjukkan pada Gambar
1.19. Gambar 1.19 Tujuh klas kristal dengan 14 jenis kisi Bravais
(Simbol P = primitif, titik-titik kisi menempati sudut-sudut unit sel, I = berpusat interior atau
badan, C = berpusat dasar/base atau ujung / end, ����������������������
dan F = berpusat muka)
46
Kimia Anorganik Logam
Oleh karena adanya translasi titik-titik kisi (translasi nonprimitif )
inilah yang mengakibatkan beberapa kemungkinan kisi ruang menjadi
tidak perlu ada karena hal ini dapat diperoleh dari salah satu dari ke
14 kisi Bravais tersebut. Sebagai contoh, kisi tetragonal pusat muka
(BIJK-FLMN) pada Gambar 1.20 tidak diperlukan, karena kisi ini dapat
diperoleh dari translasi titik-titik kisi tetragonal pusat badan (ABCDEFGH) yang mempunyai sifat simetri lebih tinggi.
Gambar 1.20 Satu satuan sel kisi tetragonal pusat muka (BIJK-FLMN) dalam lima
satuan sel kisi tetragonal pusat badan (BCDA-FGHE)
1.2.10 Kisi Kristal Senyawa Ionik
Senyawa ionik berupa padatan, dan tataan ion-ion dalam kisi
kristalnya dapat diperlakukan seperti kemasan pada logam sebagaimana
diuraikan pada bab 1 (ikatan metalik). Pada umumnya anion mempunyai
ukuran lebih besar daripada kation, sehingga anion-anion membentuk
suatu kemasan, dan kation terselip di dalam rongga-rongga antar anion
yang disebut intertisi. Sebelum pembicaraan kemasan lebih lanjut,
prinsip umum untuk kisi ionik diuraikan terlebih dahulu seperti berikut
ini.
(1)
Ion-ion diasumsikan sebagai bola-bola bermuatan yang takterkompresi dan takterpolarisasi. Semua senyawa ionik juga mempunyai sifat kovalensi meskipun hanya dalam persentase kecil,
dan kenyataannya model bola keras berlaku baik bagi hampir semua senyawa ionik. Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
47
(2)
(3)
Ion-ion mengatur dirinya sedemikian sehingga dikelilingi oleh ion
lawan muatan sebanyak-banyaknya dan sedekat-dekatnya. Khususnya, hal ini terjadi bagi kation, dan kemas rapat yang diadopsi
ternyata tidak mengakibatkan anion-anion pengeliling saling
bersentuhan. Rasio kation terhadap anion harus menggambarkan komposisi
kimiawi senyawa yang bersangkutan. Misalnya, struktur kristal
CaCl2 harus tersusun oleh tataan ion-ion klorida dan kation kalsium yang banyaknya hanya setengah jumlah ion klorida dalam
kisi kristal. Beberapa sifat yang membedakan senyawa ionik dari senyawa
kovalen, secara sederhana dapat dilihat dari struktur kristalnya. Kristal
ionik dibangun oleh kisi-kisi yang tersusun oleh ion-ion positif dan ionion negatif sedemikian sehingga gaya tarik-menarik antara ion-ion yang
berlawanan muatan mencapai maksimum dan gaya tolak-menolak
antara ion-ion sama muatan mencapai minimum.
Kemas rapat bola-bola dengan ukuran sama menyisakan dua tipe
celah, lubang, ruang terbuka, atau rongga antara lapis-lapisnya. Satu
metode pendekatan untuk visualisasi struktur kristal senyawa ionik
adalah menggambarkan larikan (array) kemas-rapat ion-ion, dengan
ion-ion yang lebih kecil ukurannya menempati rongga. Biasanya, anionanion yang umumnya lebih besar ukurannya membentuk kemas-rapat,
dan kation yang lebih kecil ukurannya menempati rongga yaitu rongga
tetrahedral dan atau rongga oktahedral. Tetapi dalam beberapa kasus
situasi ini dapat terbalik. Suatu larikan anion-anion mungkin terbuka total
dan memulai dari kemas-rapat untuk mengakomodasi kation di dalam
rongga. Misalnya dalam kristal natrium klorida, kation Na+ menempati
rongga oktahedral dalam larikan kemas-rapat kubus pusat muka ion Clyang sedikit mengembang sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.21(A). Ada satu rongga oktahedral tiap ion Cl-, dan semua rongga ditempati
oleh ion Na+, sehingga dicapai stoikiometri NaCl = 1:1. Keenam ion Clyang membangun satu oktahedron ditunjukkan oleh Gambar 1.21(B).
48
Kimia Anorganik Logam
Setiap ion Na+ dalam rongga oktahedron dikelilingi oleh enam ion Cl-, demikian juga sesungguhnya tiap ion Cl- dikelilingi oleh enam ion Na+
sehingga masing-masing mempunyai bilangan koordinasi enam. Gambar 1.21 (A) Model kemas rapat bola
(B) Model kemas rapat “stick-ball” untuk satu satuan sel NaCl
Apabila ukuran kation relatif terlalu besar, mungkin kation ini tidak cocok baik ke dalam rongga tetrahedron ataupun rongga oktahedron dalam kemas-rapat anion yang bersangkutan. Dalam kasus seperti
ini anion-anion membangun larikan kubus sederhana yang menyisakan
rongga kubus yang menyediakan ruang/celah cukup untuk kation yang
lebih besar. Satu kation di dalam rongga kubus mempunyai bilangan
koordinasi delapan; contoh untuk ini adalah CsCl. Struktur kristal ion dipengaruhi oleh muatan relatif dan ukuran
relatif ion-ion yang bersangkutan. Suatu kristal ion bersifat stabil
apabila setiap kation tepat menyinggung anion-anion di sekelilingnya
demikian pula sebaliknya. Kation yang lebih kecil membuat singgungan
terbaik apabila dengan empat anion tetangga terdekat membentuk
bilangan koordinasi empat, dan menempati rongga tetrahedron yang
lebih kecil daripada rongga oktahedron. Ada dua rongga tetrahedron
tiap anion dalam satu larikan kemas-rapat anion. Dalam senyawa
dengan stoikiometri 2:1 seperti Li2O dan Na2S misalnya, setiap rongga
tetrahedron ditempati oleh satu kation. Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
49
Senyawa-senyawa yang mempunyai struktur kristal sama di katakan isomorfis. Beberapa senyawa ini dapat mengkristal secara bersamaan menghasilkan campuran kristal. Misalnya, campuran NaNO3
dan CaCO3 membentuk kristal campuran walaupun sifat-sifat fisik dan
semua sifat kimiawi keduanya berbeda satu sama lain. Tabel 1.6 Beberapa senyawa dengan struktur kristal khusus
Strktur Kristal
Contoh Senyawa *)
Rock-salt
NaCl, LiCl, KBr, RbI, AgCl, AgBr,
MgO, CaO, TiO, FeO, NiO, SnAs, UC, ScN
Sesium klorida
CsCl, CaS, CuZn, TlSb
Sfalerit (Zink blende)
ZnS, CuCl, CdS, HgS, GaP, InAs
Wurtzit
ZnS, ZnO, BeO, MnS, AgI, AlN, SiC
Fluorit
CaF2, HgF2, BaCl2, PbO2, UO2
Antifluorit
K2O, Na2O, Li2O, K2S, Na2S, Na2Se
Rutil
TiO2, MnO2, SnO2, WO2, MgF2, NiF2
Perovskit
CaTiO3, BaTiO3, SrTiO3
Nikel arsenida
NiAs, NiS, FeS, CoS, PtSn
*) Senyawa yang dicetak tebal memberi nama struktur kristal kelompoknya
Semua struktur kristal ion dapat dikenali menurut sistem
kristal yang telah dibicarakan di atas, dan karakteristika padatan ionik
ditunjukkan Tabel 1.6. Untuk mempermudah visualisai, bangun kisi
kristal sering dilukiskan menurut model kemas-rapat stick and ball,
sehingga baik bangun geometri, jumlah atom atau ion maupun bilangan
koordinasi dapat ditentukan dengan mudah. Senyawa sederhana
dengan rasio formula kation / anion 1:1, 1:2, 2:1, dan 2:2 akan dijelaskan
secara ringkas berikut ini :
Struktur natrium klorida
Natrium klorida mengkristal dalam bentuk kubus pusat muka (face
centered cube, fcc). Untuk membayangkan bentuk ini perhatikan posisi
salah satu ion-ion yang sama, ion-ion Na+ saja atau ion-ion Cl- saja pada
50
Kimia Anorganik Logam
sistem satu unit sel kristal sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.21. Pada
Gambar 1.21(B) delapan ion Cl- (lingkaran terang-besar) menempati kedelapan sudut suatu kubus, enam ion Cl- yang lain (lingkaran berbintikbesar) menempati keenam pusat muka kubus ini. Jika kubus tersebut
diperluas atau diperpanjang dengan tambahan masing-masing satu
muka lagi ke arah horizontal (kiri-kanan, muka-belakang) dan vertikal
(atas-bawah), maka akan terlihat bahwa tiap ion Na+ menempati pusat
setiap bangun oktahedron ion Cl-. Dengan demikian kristal NaCl dapat
dikatakan mempunyai bangun kemas-rapat kubus pusat muka ion Cldengan ion Na+ yang lebih kecil menempati rongga oktahedral. Selain
itu, perluasan bangun ini juga akan memperlihatkan adanya bentuk kubus pusat muka yang dibangun oleh ion-ion Na+ seperti halnya yang
dibangun oleh ion-ion Cl-. Oleh karena itu, kisi kristal natrium klorida
merupakan dua kisi kubus pusat muka yang saling tertanam di dalamnya (interpenetrasi). Perluasan Gambar 1.21(B) akan menunjukkan dengan jelas
bahwa tiap ion “dihubungkan” dengan enam ion lain. Maka, masingmasing ion mempunyai bilangan koordinasi enam. Dalam satu unit sel
(Gambar 1.21B), jumlah masing-masing ion/atom dengan mudah dapat
ditentukan yaitu empat, sehingga memenuhi soikiometri 1:1 dengan
formula NaCl. Struktur sesium klorida
Berbeda dengan natrium klorida, NaCl, sesium klorida, CsCl,
mengkristal dalam bentuk kubus sederhana atau kubus primitif; jadi
tidak termasuk kemas-rapat. Hal ini berkaitan dengan ukuran Cs+
yang relatif lebih besar sehingga memerlukan rongga yang lebih besar
daripada rongga oktahedron. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.22, di
dalam kisi kristalnya ion-ion Cl- menempati kedelapan titik sudut kubus
dan ion pasangannya, Cs+, menempati pusat badan kubus ini.��������
Dengan
demikian, bilangan koordinasi ion Cs+ dapat ditentukan dengan mudah,
yaitu delapan karena dihubungkan dengan delapan ion Cl-. Kedelapan
ion Cl- masing-masing menempati posisi yang ekivalen dengan nilai
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
51
yang sama dalam satu unit selnya yaitu 1/8, dan mempunyai ”satu stick ”
penghubung sebagai bilangan koordinasi. Dengan kata lain tiap ion Cltentu mempunyai ”delapan stick” penghubung atau bilangan koordinasi
delapan. Gambar 1.22 Satuan sel kubus sederhana CsCl
Catatan : struktur CsCl kadang-kadang dinyatakan dengan bentuk kubus pusat
badan - bcc yang tentu saja tidak tepat sebab dalam kisi bcc baik titik-titik sudut
maupun titik pusat badannya harus ditempati oleh ion-ion yang sama. Struktur zink blende dan wurtzit
Zink sulfida, ZnS, merupakan satu contoh senyawa polimorf,
mengkristal dalam dua macam bentuk kisi yang sangat berbeda yaitu
zink blende dan wurtzit (Gambar 1.23).�������������������������������
Dalam kedua macam bentuk ini
kedua ion Zn dan ion S masing-masing mempunyai bilangan koordinasi
empat. Zink blende mempunyai struktur kemas-rapat kubus pusat muka
anion dengan kation mengisi setengah rongga tetrahedron (Gambar
1.23A). Dalam satu unit sel, masing-masing ion dapat dihitung dengan
mudah yaitu empat untuk kubus pusat muka ion S2- dan empat untuk
ion Zn2+ interior sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:1. Wurtzit mempunyai struktur kemas rapat heksagonal ion S2- de­
ngan ion Zn2+ mengisi setengah rongga tetrahedron sebagaimana
terlihat pada Gambar 1.20B yang menunjukkan lapis A-B-A untuk
52
Kimia Anorganik Logam
atom S. Dalam satu unit sel, terdapat enam atom Zn yang terdiri atas
empat atom interior, dan 1/3 x 6 atom sudut heksagonal “tengah” ; dan
enam atom S yang terdiri atas tiga atom interior 2 x 1/6 x 6 atom muka,
dan ½ x 2 atom “pusat” muka. Dengan demikian, bangun ini memenuhi
rasio stokiometri 1:1. Pada kedua bentuk ini, masing-masing kation dan
anion mempunyai bilangan koordinasi empat. Gambar 1.23 (a) Kemas rapat kubus anion S2- dengan kation Zn2+ di dalam �
½
rongga tetrahedron dalam kristal Zink blende, ZnS�
(b) Kemas rapat heksagon anion S2- dengan kation Zn2+ di ��������
alam ½ rongga tetrahedron dalam kristal wurtzit, ZnS
Struktur fluorit
Kalsium fluorida, CaF2, mengkristal dalam bentuk struktur fluorit
(Gambar 1.24). Struktur ini merupakan kemas rapat kubus pusat muka
ion (Ca2+), dan ion (F-) menempati delapan rongga tetrahedral. Dengan
demikian, dalam satu unit sel terdapat empat ion Ca dan delapan ion
F sehingga dipenuhi rasio stoikiometri 1:2. Bilangan koordinasi ion Fdengan mudah dapat diketahui yaitu empat, sesuai dengan posisinya
sebagai atom interior yang menempati rongga tetrahedral dengan
empat ”stick” penghubung.�����������������������������������������
Bola kation menempati dua macam posisi
yaitu posisi sudut kubus dan pusat muka kubus. Posisi sudut kubus
(1/8 atom) dihubungkan oleh satu ”stick” penghubung dan ini ekivalen
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
53
dengan posisi pusat muka kubus (½ atom) yang dihubungkan dengan
empat ”stick” penghubung. Kedua posisi ini menghasilkan bilangan
koordinasi delapan untuk kation. Jika baik posisi maupun jumlah kation
dan anion dibalik, hasilnya adalah struktur antifluorit, misalnya Li2O dan
Na2O.
Gambar 1.24 Struktur kisi fluorit
Struktur rutil
Titanium dioksida,TiO2, bersifat polimorf mengkristal dalam dua
macam bentuk, yaitu rutil dan anatase. Rutil merupakan bangun kemas-rapat heksagonal ion O2-, dan ion Ti4+ menempati hanya setengah
rongga oktahedral. Susunan seperti ini menghasilkan struktur tetragonal dengan ion Ti4+ menempati pusat badan dan kedelapan sudutnya,
sehingga memberikan nilai dua ion dalam satu unit selnya (Gambar
1.25). Sedangkan keenam ion oksida yang mengakomodasi rongga oktahedral-isi, dua menempati posisi interior dan empat menempati posisi
dua bidang muka tetragon masing-masing 2 ion sehingga memberikan
total nilai empat ion. Dengan demikian, struktur ini menghasilkan rasio
stoikiometri kation/anion 1:2. Bilangan koordinasi kation adalah enam,
yaitu enam anion oksida yang tertata secara oktahedral dan bilangan
koordinasi anionnya adalah tiga, yaitu tiga kation Ti4+ yang tertata secara trigonal. 54
Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.25 Struktur kisi rutil (3 satuan sel)
Dalam anatase TiO2, anion-anion oksida membentuk larikan
kemas rapat kubus dan kation Ti4+ menempati hanya setengah rongga
oktahedral tetapi dengan pola yang berbeda dari pola dalam rutil. Perbedaan pola penempatan kation dalam rongga oktahedral dari
kedua bentuk ini ditunjukkan pada Gambar 1.26. Gambar 1.26 Pola rongga isi-kosong dalam (A) Anatase, dan (B) Rutil
Struktur β - kristobalit
Silikon dioksida, SiO2 mengkristal dalam bermacam-macam
bentuk; beberapa di antaranya distabilkan oleh kehadiran atom-atom
asing. Salah satunya adalah β - kristobalit yang mirip dengan struktur
zink blende; atom-atom silikon menempati semua posisi atom Zn dan
S di dalam struktur zink blende, dan atom-atom oksigen menempati
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
55
posisi di antara atom-atom silikon. Bentuk lain adalah tridimit yang mirip
dengan struktur wurtzit. Dalam kedua macam struktur ini bilangan
koordinasinya adalah empat untuk silikon dan dua untuk oksigen. 1.2.11 Cacat dan Poin Cacat
Kecuali kristal-kristal tunggal yang tumbuh dalam kondisi khusus,
senyawa-senyawa kristalin jarang bersifat “sempurna”. Suatu kristal
sempurna bersifat kimiawi murni dan mempunyai struktur sempurna
dengan setiap titik-titik kisi terisi seperti yang dilukiskan oleh unit sel. Sifat-sifat fisik dan kimiawi suatu padatan banyak yang bergantung
pada hadirnya cacat-cacat dalam padatan yang bersangkutan. Kristalkristal sempurna bersifat sangat kuat sedangkan hampir sebagian besar
padatan mengandung cacat yang cukup untuk menyebabkan padatan
ini mudah dipengaruhi oleh gaya-gaya mekanik. Reaksi kimia dalam
keadaan padat memerlukan gerakan atom-atom atau ion-ion melalui
padatan yang bersangkutan. Namun dalam kristal sempurna tidak ada
jalan khusus yang tersedia untuk keperluan gerakan ini, tetapi dalam
kristal-kristal “cacat” atom-atom atau ion-ion dapat bergerak dari cacat
satu ke cacat lain.�������������������������������������������������������
Jadi struktur cacat sangat berperan dalam menentukan
sifat-sifat suatu semikonduktor. Gambar 1.27 Model tipe cacat (a) kekosongan, (b) selit dan (c) pengotoran
Satu dari beberapa tipe cacat yang didefinisikan oleh para ahli
kimia zat padat adalah variasi di dalam penempatan kisi atau variasi
bagian-bagian interstitial (selit) dalam kristal.��������������������������
Ada tiga tipe dasar poin
cacat yang dapat terjadi seperti ditunjukkan pada Gambar 1.27, yaitu:
56
Kimia Anorganik Logam
(a).
(b).
(c).
kekosongan, adalah adanya bagian kisi yang tidak terisi atau
tidak dihuni
interstitial (selit), adalah adanya atom atau ion dalam ruang atau
celah di antara bagian-bagian kisi, dan
pengotoran (impurity), adalah adanya ion atau atom asing di
dalam bagian kisi regular atau bagian selit. Dalam kristal ionik, sifat kenetralan muatan listrik harus dipertahankan, dan dalam banyak hal ini dicapai melalui keseimbangan antara cacat-cacat yang bermuatan positif dan negatif. Kecenderungan
beberapa senyawa untuk mengakomodasi poin cacat dalam struktur
kristalnya menyebabkan terjadinya senyawa-senyawa nonstoikiometrik
yaitu rasio dari atom-atom berbeda yang bergabung bukan merupakan
bilangan bulat. Senyawa demikian ini hanya terdapat pada keadaan padatan dan dalam banyak hal mempunyai komposisi yang bervariasi. Sebagai contoh di dalam senyawa wüstite, FexO (0 < x < 1), bagian kationnya terdapat kekosongan hingga 14%. Untuk mempertahankan sifat
kenetralan muatan, dua ion Fe2+ diubah menjadi ion Fe3+ untuk setiap
ion Fe2+ yang hilang. Pembuatan Fe(II) oksida maupun Cu(II) sulfida di
dalam laboratorium dengan tekanan atmosfer tidak pernah dihasilkan
komposisi stoikiometrik. Dalam titanium oksida, TiO2, 15 % bagian dari
tiap tipe (rutil dan anatase) terdapat kekosongan. Oleh karena itu terdapat komposisi nonstoikiometrik titanium oksida, TiO2, dalam rentang
yang luas dengan harga x < 1 atau x > 1, bergantung pada tekanan oksigen selama pembuatan sampel senyawa yang bersangkutan. 1.2.12 Jarak Antarnuklir
Gaya-gaya kimiawi sangat penting untuk menjelaskan sifat-sifat
kimiawi senyawa.yang bersangkutan. Dalam pembahasan gaya-gaya
kimiawi, jarak antar partikel sangat penting, dan oleh karena itu perlu
pembahasan khusus perihal jarak antarnuklir suatu atom baik dalam
molekul maupun antarmolekul. Sayangnya banyak sekali istilah yang
berkaitan dengan hal ini seperti jari-jari -ikatan,- nonikatan,- ionik, Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
57
kovalen (rkov ), -metalik (rM), jari-jari van der Waals (rvdW), dan jari-jari
atomik. Berikut ini hanya dibahas perihal jari-jari van der Waals, jari-jari
ionik, dan jari-jari kovalen. Jari-jari van der Waals
Bila dua atom gas mulia dibawa bersama dengan tanpa energi
kinetik pemisah, maka keduanya akan tetap terlekat bersamaan
(Gambar 1.28). Gaya yang melekatkan keduanya menjadi bersamaan
ini adalah gaya dispersi London (kadang-kadang juga disebut sebagai
gaya van der Waals) yang sangat lemah.����������������������������
Gaya ini adalah gaya yang
ditimbulkan karena pengaruh antar dua atom yang bersifat dipol
sementara. Timbulnya sifat dipol sementara ini sebagai akibat distribusi
elektron yang tidak merata pada saat-saat tertentu hanya dalam waktu
pendek untuk menjaga terjadinya tolakan antarelektron agar minimum,
tetapi juga menjaga terjadinya interaksi tarikan nuklir-elektron menjadi
maksimum. Jarak antarnuklir akan menjadi sedemikian sehingga gayagaya tarik yang lemah tepat diseimbangkan oleh gaya-gaya tolak Pauli
yaitu antarelektron dalam kulit-kulit elektron yang berisi penuh. Jika
kedua atom gas mulia tersebut identik (sama), maka setengah jarak
antarnuklir mungkin dapat dinyatakan sebagai jari-jari van der Waals
atau jari-jari nonikatan bagi setiap atomnya seperti Gambar 1.28. Gambar 1.28 Perbandingan antara rkov , rvdW , rM , r+ dan r-
Misalnya, padatan argon terdiri atas atom-atom argon, yang satu
dengan lainnya berjarak 380 pm, membentuk kemas rapat kubus pusat
muka hingga menghasilkan jari-jari van der Waals bagi atom argon�
58
Kimia Anorganik Logam
≈� 190
���������������������������������������������������������������
pm. Walaupun pengertian jari-jari van der Waals suatu atom
nampak sederhana, kenyataannya dijumpai kasus-kasus yang bervariasi.
Ukuran atom bergantung pada sejauh mana atom yang bersangkutan
mengalami kompresi oleh gaya-gaya dari luar dan juga bergantung
pada pengaruh substituen. Misalnya dalam XeF4, jari-jari Xe terukur kirakira 170 pm, jauh lebih pendek daripada harga yang diperoleh dalam
padatan xenon yaitu 218 pm. Dalam XeF4, atom-atom Xe tidak saling
bersentuhan. Perkiraan jari-jari van der Waals Xe diperoleh dengan
pengurangan oleh jari-jari van der Waals fluorin terhadap jarak Xe–F
nonikatan yaitu jarak terpendek antara molekul (320 - 330 pm). Hal ini
dapat dijelaskan bahwa kenyataannya atom xenon tereduksi ukurannya
karena rapatan elektron menggeser ke pihak atom fluorin yang lebih
elektronegatif. Selain itu, adanya induksi muatan parsial (Xeδ��+ Fδ�-) dapat
mengakibatkan atom-atom Xe dan F menarik satu sama lain sehingga
lebih dekat. Walaupun jari-jari van der Waals agak bervariasi oleh karena
bergantung pada lingkungan atom yang bersangkutan, jarak nonikatan
dapat diperhitungkan dengan baik seperti ditunjukkan pada Tabel 1.7.
Tabel 1.7. Jari-jari van der Waals (dalam Å) beberapa atom nonmetalik
Atom
rvdW
H
1,1-1,3
N
1,5
O
1,40
F
P
1,9
S
1,85
As
2,0
Se
Sb
2,2
Te
Atom
rvdW
Atom
rvdW
He
1,40
1,35
Ne
1,54
Cl
1,80
Ar
1,92
2,00
Br
1,95
Kr
1,98
2,20
I
2,15
Xe
2,18
Atom
rvdW
Jari-jari kovalen
Jarak antarnuklir dalam molekul F2 adalah 142 pm, lebih pendek
daripada jumlah dua jari-jari van der Waals fluorin. Perbedaan ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa awan elektron atom-atom F tumpangtindih (overlap) secara ekstensif dalam pembentukan ikatan F–F. Hal ini
berbeda dengan jari-jari van der Waals antara dua molekul F2 yang jika
jaraknya memendek diikuti dengan naiknya energi tolak (repulsif ). Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
59
Suatu hal yang mungkin untuk menganggap bahwa keseim­
bangan jarak dalam molekul F2 adalah keseimbangan dengan terjadinya
tumpang-tindih orbital ikat secara maksimum. Tetapi, jika hal ini dijadikan sebagai satu-satunya kriteria, molekul F2 akan “runtuh” hingga
kedua inti atom F menjadi saling persis bertumpangan dan hal ini berakibat fungsi-fungsi gelombang orbital atomik mempunyai distribusi
ruang yang sama hingga tumpang-tindih mencapai maksimum.���������
Jelas,
hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya tolakan antara kedua muatan inti positif dan tolakan antara elektron-elektron dalam orbital. Jika
umpamanya (secara spekulatif saja) molekul F2 terdiri atas F+ F-, maka hal
ini dapat mengarah pada pemahaman bahwa molekul-molekul halogen
adalah ionik, suatu hal yang berlawanan dengan kenyataan. Faktor utama dalam penentuan jari-jari kovalen suatu atom adalah ukuran awan
elektron yang tertanam dalam kulit valensi, dan inilah jari-jari van der
Waals atom bersangkutan. Tabel 1.8 Jari-jari kovalen beberapa unsur (dalam pm)
H:
37
Li :
134 Be : 125 B :
196
77 N :
75 O :
73 F :
71 Ne :
69
130 Si :
118 P :
110 S :
102 Cl :
99 Ar :
97
Ga : 120 Ge : 122 As : 122 Se : 117 Br :
114 Kr :
110
Sn : 140 Sb : 143 Te :
Cr :
32
90 C :
Na : 154 Mg : 145 Al :
K:
He :
139 Fe : 126 Co : 126 Ni :
121 (Td)
135 I :
Zn : 120
133 Xe : 130
Rn : 145
116 (Sq)
(Td = tetrahedron, Sq = Bujursangkar / square plane)
Jari-jari kovalen dapat dihitung dari rata-rata jumlah panjang
ikatan homonuklir (Tabel 1.8). Dalam berbagai kasus, ikatan tunggal
homonuklir misalnya B-B belum diukur, jari-jari kovalennya sering
ditentukan secara tidak langsung. Misalnya, jari-jari kovalen B diperoleh
dari pengurangan panjang ikatan heteronuklir A-B dengan jari-jari
kovalen unsur A yang sudah diketahui. 60
Kimia Anorganik Logam
Panjang ikatan kovalen dalam molekul ABn ditaksir dari rA + rB;
beberapa contoh khusus disajikan pada Tabel 1.9. Untuk n berharga
besar dengan ukuran atom pusat A yang relatif kecil, kerumunan
substituen B mengakibatkan pemanjangan ikatan. Ada beberapa kasus
dengan hasil numerik penambahan jari-jari relatif jauh menyimpang. Misalnya, panjang ikatan H-H dan F-F masing-masing adalah 74 dan 142
pm, dan ini menghasilkan jari-jari kovalen H ~ 37 pm dan F ~ 71 pm. Tetapi, panjang ikatan H–F ternyata bukannya 108 pm, melainkan hanya
92 pm. Jika diasumsikan bahwa ukuran atom F tetap, maka jari-jari atom
H dalam HF adalah 21 pm, dan sebaliknya jika ukuran atom H tetap, maka
jari-jari atom F dalam HF adalah 55 pm. Sungguh, ini merupakan hargaharga yang jauh lebih kecil daripada harga dalam diatomik homonuklir
yang bersangkutan.�����������������������������������������
Sangat mungkin atom H memang merupakan
unsur unik karena absennya inti He di dalamnya. Namun demikian,
penyimpangan sifat penambahan ini umumnya dikaitkan dengan
perbedaan elektronegativitas antara atom-atom yang berikatan. Tabel 1.9 Komparasi jarak antarnuklir perhitungan dan eksperimen (dalam pm)
Molekul
Ikatan
rA + rB
robs
Molekul
Ikatan
rA + rB
robs
HF
H-F
108
92
BrCl
Br-Cl
213
214
HCl
H-Cl
136
128
ICl
I-Cl
232
232
HBr
H-Br
151
142
CH4
C-H
114
109
HI
H-I
170
161
CF4
C-F
148
136
ClF
Cl-F
170
163
CCl4
C-Cl
176
176
BrF
Br-F
185
176
CBr4
C-Br
191
194
CI4
C-I
210
215
Biasanya, hasil pengamatan menunjukkan bahwa panjang ikat­
an antara atom elektropositif dan atom elektronegatif mengalami
pemendekan dari harga yang diharapkan berdasarkan jari-jari kovalennya. Schomaker dan Stevenson menyarankan adanya hubungan:
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
61
rAB = rA + rB - 9 Δx, dengan Δx adalah perbedaan elektronegativitas
atom A dengan atom B. Sekalipun rumusan tersebut kurang akurat dan
perlu dimodifikasi, namun kenyataan bahwa adanya pemendekan ikatan sangat jelas. Ikatan heteropolar hampir selalu lebih kuat daripada
yang diharapkan atas dasar ikatan homopolarnya. Atom-atom dalam
molekul AB terikat lebih kuat dan mengalami kompresi relatif lebih kuat
terhadap situasi dalam molekul AA dan BB yang memberikan dasar perhitungan rA dan rB. Adalah lebih bermanfaat untuk menganalisis sumber
kestabilan senyawa AB ini daripada hanya sekedar pengenalan adanya
energi resonansi ionik. Kestabilan senyawa AB ini adalah akibat dari energi ikat ekstra,
yaitu energi ionik atau energi Madelung yang berasal dari muatan parsial
pada atom-atom Aδ+Bδ- sebesar:
E =
Untuk atom polivalen, muatan parsial akan bertambah pada setiap
penambahan substituen yang sangat elektronegatif. Jadi, muatan
parsial pada atom C dalam molekul CF4 jauh lebih besar daripada
muatan parsial atom C dalam CH3F, dan oleh karena itu semua ikatan
C-F memendek secara proporsional seperti data berikut:
Jenis Senyawa
CH3F
CH2F2
CHF3
CF4
Jarak C-F (dalam pm)
139,1
135,8
133,2
132,3
Jari-jari ionik
Perbedaan utama antara jari-jari ionik dengan jari-jari van der Waals
terletak pada perbedaan gaya tarik bukan pada perbedaan pada gaya
tolak. Jarak antar ion dalam LiF misalnya, merupakan jarak pada saat
gaya tolakan antara inti He (yaitu Li+) dengan inti Ne (yaitu F-) seimbang
dengan gaya elektrostatik yang kuat antara ion Li+ dengan ion F- (gaya
Madelung).�������������������
Energi tarikan Li+ F- cukup tinggi, lebih dari 400 kJ mol-1, dan
energi London He-Ne hanya berharga derajat 4 kJ mol-1. Oleh karena
itu, gaya-gaya dalam kristal LiF, jauh lebih tinggi, dan jarak antar ion,
62
Kimia Anorganik Logam
yaitu 195 pm, menjadi lebih pendek daripada yang diharapkan secara
penambahan jari-jari van der Waals He dan Ne, yaitu 294 pm.����������
Dengan
prinsip yang sama seperti halnya menaksir jari-jari kovalen, adalah
mungkin untuk meneliti jari-jari ionik. Jarak antarnuklir antara dua ion dalam struktur ionik diasumsikan
sama dengan jumlah jari-jari ionik: d = r+ + r- (r+ = jari-jari kation,
dan r- = jari-jari anion). Dengan membandingkan jarak dalam senyawasenyawa yang berbeda tetapi mengandung ion yang sama akan dapat
ditunjukkan bahwa jari-jari ion bersifat relatif tetap. Misalnya, perbedaan
jari-jari K+ dan Na+ dapat dievaluasi dalam empat senyawa halida yang
berbeda seperti berikut ini:
rK+ - rNa+ = dKF - dNaF
= dKCl - dNaCl
= dKBr - dNaBr
= dKI - dNaI
=
=
=
=
35 pm
33 pm
32 pm
30 pm
Sesungguhnya, hasil kecenderungan penurunan yang cukup nyata dengan naiknya ukuran halida adalah sebagai efek nyata yang dapat
dimengerti oleh pertimbangan sistim kemas rapat. Jika dikatakan bahwa (rK+ - rNa+) relatif tetap, maka cukup beralasan untuk mengasumsikan
bahwa rK+ dan rNa+ juga relatif tetap. Baik data penjumlahan maupun
pengurangan jari-jari ion dari senyawa-senyawa yang saling berkaitan
mudah diperoleh. Maka, bila jari-jari dari salah satu ion dapat diketahui,
jari-jari ion yang lain pun dapat ditentukan. Pauling mengusulkan suatu metode praktis untuk menghitung
rasio jari-jari ion yaitu bahwa jika dua ion mempunyai konfigurasi gas
mulia yang sama, misalnya NaF, maka rasio jari-jari harus berbanding
terbalik dengan rasio muatan nuklir yang dialami oleh elektron-elektron
terluar. Muatan inti efektif dapat dihitung dengan menggunakan
tetapan perisai empiris, misalnya seperti yang dikembangkan oleh Slater
(Lihat Dasar-dasar Kimia Anorganik Nonlogam, Sugiyarto, FMIPA, 2007). Menurut aturan Slater, sebuah elektron di dalam kulit utama kedua
yang penuh ditamengi atau dilindungi oleh semua elektron yang lain
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
63
sampai dengan elektron ini mengalami interaksi dengan muatan nuklir
sebesar 4,15 unit kurangnya dari yang aktual.������������������������
Dengan demikian, untuk
Na+ dengan muatan nuklir aktual 11, muatan efektifnya adalah 11 - 4,15
= 6,85. Untuk atom F, muatan efektifnya adalah 9,00 - 4,15 = 4,85. Maka,
menurut Pauling:
Karena jarak interionik dalam NaF adalah 231 pm, maka rNa+ + rF = 231 pm, hingga dapat diperoleh rF - = 135 pm dan rNa+ = 96 pm.��� Dengan cara ini jari-jari ionik (tradisional) untuk banyak senyawa dapat
ditentukan, dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel 1.10. Namun
menurut Shannon dan Prewitt, jari-jari ionik berkaitan dengan bilangan
koordinasi dalam kisi kristal senyawanya, dengan jari-jari kation sekitar
14 pm lebih panjang dan anion sekitar 14 pm lebih pendek daripada
harga-harga tradisional tersebut.
Tabel 1.10 Jari-jari ionik (dalam pm) beberapa ion
Ion
r
Ion
r
Ion
r
Ion
r
Ion
r
Ion
r
208
135
60
Be
Unsur-Unsur Utama
31
Na+
96
Mg2+
65
Al3+
50
S2-
184
Cl-
181
K+
133
Ca2+
99
Ga3+
62
Se2-
198
Br-
195
Rb
+
148
2+
Sr
113
3+
In
2-
221
I
216
Cs+
169
Ba2+
135
Tl3+
121
Li
+
2+
68
3+
Ti
Fe
53
Zr4+
80
Cr3+
55
Ce4+
101
140
81
Sn
4+
71
Te
95
Pb4+
84
Pb2+
Unsur-Unsur Transisi
4+
O
2-
HF-
-
Unsur-Unsur Lain
Mn
Fe2+
80
Zn2+
74
75
Cd2+
97
Co2+
Ni2+
72
69
Hg2+
110
2+
Rasio jari-jari ionik
Besarnya ukuran rongga oktahedral dalam sebuah kisi kemasrapat anion dapat ditentukan dengan mudah (Gambar 1.29). Suatu
kation yang menempati tepat sebesar rongga oktahedral, bagian
64
Kimia Anorganik Logam
aksialnya akan membentuk bujur sangkar dengan panjang diagonal sebesar 2 r+ + 2 r- . Dengan demikian, dalam segitiga siku-siku samakaki
ABC (Gambar 1. 29b) berlaku hubungan sebagai berikut:
cos 45o =
0,293 r- = 0,707 r+ , sehingga
Rasio ini ( = 0,707 r- = 0,707 r- + 0,707 r+
= 0,414 , atau = 2,42
≈ 0,414 ) akan membatasi sifat "kestabilan"
kation dalam rongga oktahedral untuk menjaga agar anion-anion dan
anion-kation tetap tepat bersinggungan. Kation dengan ukuran lebih
kecil tentu akan memilih rongga tetrahedral yang lebih kecil daripada
rongga oktahedral, dan kation yang lebih besar akan memilih rongga
kubus sederhana. Gambar 1.29 Posisi kation dalam :
(a) rongga oktahedron anion,
(b) penampang irisan mendatarnya dan (c) penampang irisan mendatar untuk struktur trigonal
Dengan cara yang sama, rasio terendah bagi rongga dengan bilangan koordinasi 3 (trigonal, Gambar 1.29c), 4 (tetrahedral), 8 ( kubus
sederhana), dan 12 ( dodekahedral ) dapat ditentukan yaitu masing-masing sebesar
≈ 0,155, 0,225, 0,732, dan 1,00. Hal ini berarti bahwa
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
65
untuk rasio 0,155 - 0,225, bentuk yang lebih diuntungkan adalah koordinasi geometri trigonal, rasio 0,225 - 0,414, koordinasi geometri tetrahedral, rasio 0,414 - 0,732 koordinasi geometri oktahedral, dan rasio 0,732
- 1,00 bentuk koordinasi geometri kubus sederhana (Tabel 1.11). Manfaat rasio jari-jari ini dapat diilustrasikan pada beberapa contoh senyawa
termasuk yang telah dibicarakan di atas dan akan dibicarakan lebih lanjut seperti berikut ini. Tabel 1.11 Hubungan rasio jari-jari dengan geometri
Geometri
Rasio Pembatas
r+ / r- atau r- / r+
3
trigonal
0,155 - 0,225 atau
4,44 – 6,45
BF3
4
tetrahedral
0,225 - 0,414 atau
2,42 - 4,44
Wurtzit, Zinkblende
6
oktahedral
0,414 - 0,732 atau
1,37 - 2,42
NaCl, Rutil
8
kubus
0,732 -1,00 atau
1,00 - 1,37
CsCl, CsF
Bilangan
Koordinasi
Kemungkinan
Struktur Kisi
Senyawa BeS mempunyai rasio jari-jari = 0,35. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa Be mempunyai bilangan
koordinasi empat karena cocok menempati rongga tetrahedral, dan
kenyataannya memang BeS mengadopsi struktur wurtzit. Demikian juga
dengan cara yang sama dapat diramalkan bahwa ion Na+ akan memilih
menempati rongga-rongga oktahedral dalam kemas-rapat kisi anion Cl, sehingga membentuk kristal NaCl dengan bilangan koordinasi enam,
karena
= 0,69. Tetapi, dengan kation yang lebih besar
seperti Cs+, struktur CsCl tidak lagi mengadopsi bilangan koordinasi
enam seperti NaCl, melainkan mengadopsi bentuk kubus sederhana
dengan bilangan koordinasi 8 karena 66
= 1,08. Kimia Anorganik Logam
Dalam senyawa yang mempunyai jumlah anion tidak sama
dengan jumlah kation, misalnya SrF2, TiO2, Li2O, dan Rb2S, penerapan
rasio jari-jari terhadap dugaan bilangan koordinasi tidak begitu mudah.
Dalam hal ini cara yang terbaik adalah dengan mempertimbangkan dua
macam perhitungan rasio jari-jari seperti pada contoh SrF2 berikut:
= 1,11 → maksimum bilangan koordinasi Sr2+ = 8
= 0,90 → maksimum bilangan koordinasi F- = 8
Oleh karena jumlah anion F- harus dua kali jumlah kation Sr2+, maka
sebaliknya bilangan koordinasi kation Sr2+ harus dua kali bilangan
koordinasi anion F-. Kesesuaian bilangan koordinasi dengan stoikiometri ini menyebabkan senyawa SrF2 mengadopsi struktur fluorit dengan
kation Sr2+ mempunyai bilangan koordinasi 8 (maksimum) dan anion
F- mempunyai bilangan koordinasi 4. Contoh ke dua adalah senyawa SnO2, dengan rasio ion:
= 0,66 → maksimum bilangan koordinasi Sn4+ = 6
= 1,52 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 6
Lagi-lagi dengan mempertimbangkan stoikiometri senyawa ini, bentuk
yang hanya mungkin diadopsi adalah struktur TiO2- rutil dengan
bilangan koordinasi 6 untuk kation Sn4+ dan bilangan koordinasi 3 untuk
anion O2. Contoh terakhir adalah senyawa K2O, dengan rasio ion:
= 1,21 → maksimum bilangan koordinasi K+ = 8
= 0,83 → maksimum bilangan koordinasi O2- = 8
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
67
Pertimbangan stoikiometri menyarankan bahwa K2O mengadopsi
struktur antifluorit, yaitu K+ dan O2- masing-masing mempunyai bilangan
koordinasi empat dan delapan. Catatan : Aplikasi rasio jari-jari ini sesungguhnya sangat terbatas dan harus hatihati, khususnya bila ikatan kovalen menjadi faktor yang harus dipertimbangkan. Perkecualian terhadap penerapan rasio jari-jari
Penerapan hubungan rasio jari-jari terhadap bangun geometri
pada berbagai contoh di atas memang cukup instruktif. Namun rasio
jari-jari hanyalah merupakan sebuah petunjuk saja yang sesungguhnya
sangat terbatas pemakaiannya dan perlu hati-hati khususnya jika ikatan
kovalen menjadi faktor yang harus dipertimbangkan. Walaupun banyak
senyawa ionik benar-benar mengadopsi bangun geometri sesuai dengan
ramalan (kira-kira ? kasus), ada banyak perkecualian dan contoh berikut
menunjukkan beberapa perkecualian yang ekstrem (Tabel 1.12). Tabel 1.12 Contoh beberapa senyawa dengan kemasan-nyata yang menyimpang
dari kemasan-duga
Senyawa
r+ / r-
Kemasan-duga
Kemasan-nyata
HgS
0,68
NaCl (koordinasi 6)
ZnS (koordinasi 4)
LiI
0,35
ZnS (koordinasi 4)
NaCl (koordinasi 6)
RbCl
0,99
CsCl (koordinasi 8)
NaCl (koordinasi 6)
Kimia bukanlah subjek yang sederhana, dan dalam senyawa yang
sangat ionik sekalipun sesungguhnya terdapat sifat kovalen parsial walaupun hanya berderajat rendah; semakin berkurang derajat ioniknya
semakin bertambah derajat kovalensinya, dan dalam keadaan demikian
ini model bola keras bagi suatu ion dalam berbagai senyawa tidak lagi tepat. Sebagai contoh, raksa(II) sulfida, HgS, mempunyai tingkat kovalensi
yang cukup tinggi sehingga dapat dipertimbangkan sebagai senyawa
dengan jaringan kovalen seperti intan dan silikon dioksida. Tingginya
sifat kovalensi ini memungkinkan pemilihan geometri tetrahedron struktur ZnS, sebagaimana sering dijumpai bagi senyawa Hg(II). 68
Kimia Anorganik Logam
Sifat kovalen parsial juga terdapat dalam litium iodida (ingat ion
iodida mudah terpolarisasi). Pemilihan bangun geometri-struktur NaCl
pada senyawa ini sungguh tidak masuk akal jika alasan didasarkan pada
harga standar jari-jari ioniknya. Ion Li+ terlalu kecil ukurannya dalam
rongga oktahedral anion iodida sehingga akan mengakibatkan posisi
kation tidak fit (pas) tetapi bergejolak terus-menerus. Studi struktur
kristal menunjukkan bahwa rapatan elektron litium tidak berupa
bola (sferis) melainkan mencuat ke luar ke arah keenam atom iodin di
sekelilingnya; oleh karena itu, litium iodida tidak dapat dipertimbangkan
sebagai senyawa yang benar-benar ionik, dan diduga mengandung
sekitar 30 % karakter kovalen. Selain itu ditemukan bukti bahwa perbedaan energi antara
kemasan geometri sering sangat kecil. Sebagai contoh rubidium klorida,
RbCl, umumnya mengadopsi geometri struktur-NaCl yaitu kubus pusat
muka, dan bukan struktur-CsCl yaitu kubus sederhana sebagaimana
diramalkan. Namun, kristalisasi dibawah tekanan dapat menghasilkan
geometri struktur-CsCl. Jadi perbedaan energi pengemasan antara
kedua bangun geometri ini tentulah sangat kecil. Akhirnya perlu diingat, bahwa nilai jari-jari ionik tidaklah tetap
dari lingkungan-tetangga yang satu ke yang lain. Sebagai contoh,
ion Cs+ mempunyai jari-jari ionik sebesar 181 pm hanya ketika ion ini
dikelilingi oleh enam anion tetangga, dan dengan delapan anion
tetangga seperti dalam CsCl, Cs+ mempunyai jari-jari ionik sedikit lebih
besar, 188 pm.�������������������������������������������������������
Untuk ion-ion berukuran besar, perbedaan ini bukanlah
merupakan faktor yang utama, tetapi untuk ion-ion berukuran kecil
perbedaannya sangat signifikan. Litium, dalam lingkungan koordinasi
empat, mempunyai jari-jari 73 pm, tetapi dalam lingkungan koordinasi
enam, Li+ mempunyai jari-jari 90 pm.
1.2.13 Energi Kisi
Energi kisi adalah kuantitas termodinamik yang didefinisikan
sebagai energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam keadaan gas
bergabung untuk menghasilkan satu mole senyawa ionik kristalin.
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
69
Energi kisi secara esensial merupakan entalpi pembentukan senyawa
ionik dari ion-ion dalam fase gas.�������������������������������������������
Seperti diilustrasikan dalam Tabel 1.13,
energi kisi bervariasi terhadap jarak antar-ion dalam kristal dan terhadap
muatan ion. Semakin dekat bergabungnya ion-ion dan semakin besar
muatan ion yang bersangkutan semakin besar energi kisinya.
Tabel 1.13 Energi kisi (dalam kJ mol-1) seri halida
Garam
Energi kisi
Jarak antarion /nm
Garam
Energi kisi
Jarak antarion /nm
NaF
-910
0,2317
FeCl2
FeCl3
-2525
-
NaCl
-769
0,282
-5364
-
NaBr
-732
0,297
-1827
-
0,323
Na2SO4
FeSO4
NaI
-682
-2983
-
LiCl
-834
0,257
Na2CO3
-2301
-
NaCl
-769
0,282
FeCO3
-3121
-
KCl
-701
0,315
RbCl
-680
0,329
CsCl
-657
-
Perhitungan Energi Kisi
Perhitungan energi kisi dimulai dari cara perhitungan entalpi
pembentukan senyawa ionik padatan dari gas-gas penyusun ion yang
bersangkutan. Sebagai contoh adalah senyawa sederhana NaCl. Studi
sinar-X menunjukkan bahwa atom-atom tersusun dalam bentuk kubus
(Gambar 1.21) dan setiap atom Na dikelilingi oleh enam atom Cl secara
oktahedron demikian juga sebaliknya. Bila diasumsikan bahwa atomatom ini berupa ion-ion Na+ dan ion Cl-, maka energi larikan dapat
dihitung melalui cara berikut. Jarak Na+– Cl- paling pendek dinyatakan
sebagai ro, maka energi elektrostatik antara dua ion bertetangga ini
dapat dinyatakan dengan rumusan Coulomb:
E (Joule) 70
, dengan εo = 8,854 x 10-2 C2 m -1 J-1.
Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.21B menunjukkan bahwa setiap ion Na+ dikelilingi oleh
6 ion Cl- pada jarak ro, dan ini menghasilkan energi atraktif sebesar
E . Ion tetangga terdekat yang lain kemudian adalah 12 ion
Na+ yang secara trigonometri berjarak ro√�����������������������������
2 (Gambar 1.30); maka energi
repulsif (tolakan) yang dihasilkan adalah .
.
Gambar 1.30 Perbandingan jarak Na-Cl-Na dalam kristal NaCl
Dengan mengulang prosedur ini hingga berakhirnya interaksi semua
ion, diperoleh penjumlahan energi sebagai berikut:
E =
=
Rumus umum bagi seri tak terbatas tersebut dapat diturunkan
untuk mendapatkan harga numerik yang semakin menyebar.����������
Harga numerik ini,
, adalah khas bagi setiap struk-
tur dan tak bergantung pada jenis ionnya. Harga penjumlahan semua
interaksi geometrik ini disebut tetapan Madelung, MNaCl, untuk struktur
NaCl. Tetapan Madelung untuk struktur ionik yang umum telah diketahui perhitungannya dan hasilnya sebagaimana ditunjukkan Tabel 1.14. Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
71
Tabel 1.14 Tetapan Madelung beberapa senyawa
Tipe
NaCl
CsCl
Rutile
CaF2
Zink blende
Wurtzit
Tetapan Madelung, M
1,74756
1,76267
2,408
2,51939
1,63805
1,64132
Bilangan koordinasi
6:6
8:8
6:3
8:4
4:4
4:4
Tetapan Madelung yang unik, didefinisikan hanya untuk strukturstruktur yang rasio vektor antar-atomik cocok oleh simetri. Untuk struktur
rutil, TiO2 terdapat dua dimensi kristal yang dapat bervariasi secara
bebas, oleh karena itu terdapat tetapan Madelung yang berbeda untuk
masing-masing dimensi yang bebas. Apabila 1 mol NaCl terbentuk dari
ion-ion gas yang bersangkutan (masing-masing ada N ion Na+ dan Cl-, N = bilangan Avogadro), maka energi total yang dibebaskan adalah:
E
= N Z + Z - MNaCl
, dengan Z + dan Z -, masing-masing
(atraktif)
adalah muatan kation (Na+) dan muatan anion (Cl-).
Hal ini memang benar demikian, karena ekspresi energi
elektrostatik untuk satu ion Cl- sama dengan energi elektrostatik untuk
satu ion Na+. Energi elektrostatik, tepatnya energi atraktif antara dua
muatan yang berlawanan, bukanlah energi aktual yang dibebaskan
dalam proses:
Na+ (g) + Cl- (g) →
NaCl (s)
Kenyataannya, ion bukanlah sebagai bola kaku (rigid). Keseimbangan pemisahan Na+ dan Cl- dalam NaCl adalah tepat ketika
gaya-gaya atraktif (tarik) benar-benar tepat diseimbangkan oleh gayagaya repulsif (tolak). Secara umum menurut Born, energi total repulsif
per mol dapat dituliskan kaitannya dengan jarak r, yaitu :
72
E (rep) = , dengan B = konstante
Kimia Anorganik Logam
Pada keadaan keseimbangan-jarak, r = ro , energi (bersih) U untuk
proses reaksi tersebut di atas adalah:U = N Z + Z - MNaCl (
)+
Catatan:
1. Perhatikan bahwa gaya atraktif menghasilkan kontribusi eksotermik
sedangkan gaya repulsif menghasilkan kontribusi endotermik.
2. Dari eksperimen, informasi eksponen B, yaitu n, dapat diperoleh
dari data kompresibilitas yaitu perubahan fraksional volume per
perubahan unit tekanan (
)P, karena ion-ion menunjukkan sifat menahan bila
dipaksa untuk mendekat lebih lanjut satu terhadap yang lain. Hargaharga ini ada hubungannya dengan tipe konfigurasi elektronik ionion yang bersangkutan, dan beberapa sudah dapat diketahui yaitu:
konfigurasi : He
n : 5 Ne
7 Ar, Cu+ 9 Kr, Ag+ 10 Xe, Au+
12
Energi pada keadaan keseimbangan-jarak ini adalah minimum (yang
berarti U = nol pada r = ro), dan ini dapat ditentukan dari turunan U
terhadap r sebagai berikut:
(
)r = ro = 0 = -
- Secara fisik persamaan ini adalah persamaan gaya elektrostatik atraktif
dan gaya repulsif antar ion-ion, dan harga B dapat ditentukan yaitu:
B = -
Selanjutnya, karena energi yang dibicarakan sudah tertentu yaitu energi
minimum, maka digunakan istilah Uo untuk menyatakan energi pada
keseimbangan-jarak, sehingga diperoleh:
Uo = Uo = - Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
73
Persamaan ini adalah persamaan Born-Lande untuk energi kisi
senyawa-senyawa ionik, yang sangat sukses dalam meramalkan hargaharga energi kisi secara akurat walaupun persamaan ini menghilangkan
faktor-faktor energi tertentu sebagaimana akan dibicarakan kemudian.
Persamaan ini hanya memerlukan pengetahuan struktur kristal yang
bersangkutan didalam memilih harga-harga yang tepat bagi tetapan
Madelung, M, dan jarak antar ion, ro, yang keduanya tersedia melalui studi
difraksi sinar-X. Eksponen Born bergantung pada tipe ion yang terlibat,
ion lebih besar yang mempunyai densitas elektron lebih besar akan
mempunyai harga n yang lebih besar.���������������������������������
Untuk kristal NaCl, penggunaan
persamaan tersebut melibatkan harga faktor-faktor berikut:
M = 1,74756 N =6,022 x 1023 mol-1
e = 1,60210 x 10-19 C ro =2,81 x 10-10 m ( rNa+ + rCl- )
Z + = +1 (Na+) Z - =-1 (Cl-)
���������
= 3,14159 εo =8,854185 x 10-12 C2 J-1 m-1
n = 8 , rata-rata harga untuk Na+ (Ne) dan Cl- (Ar). Atas dasar besaran tersebut harga Uo dapat dihitung, yaitu -755 kJ
mol ; harga eksperimen terbaik adalah -770 kJ mol-1 (kesalahan ~ 2%).
Untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna, beberapa fungsi telah
disarankan untuk diganti khususnya energi repulsif tersebut. Tambahan
pula ada tiga term energi yang mempengaruhi hasil perhitungan
tersebut sampai dengan harga belasan (~12 kJ mol-1), seperti gayagaya van der Waals, London, energi titik nol dan koreksi kapasitas panas. Energi titik nol muncul karena berdasarkan analogi partikel dalam kotak,
sekalipun pada nol Kelvin (0 K) ion-ion tetap akan melakukan gerakan
vibrasi dalam kisi karena tidak mungkin tidak bergerak. -1
Siklus Born-Haber
Salah satu uji manfaat deskripsi model ionik tersebut adalah
kemampuannya menghasilkan perhitungan harga entalpi pembentukan
yang akurat, misalnya bagi NaCl. Perlu dicatat bahwa pada proses
reaksi pembentukan NaCl (s) dari ion-ionnya, Na+ (g) dan Cl-(g), secara
prinsip memungkinkan dilakukan pengukuran entalpi pembentukan
74
Kimia Anorganik Logam
secara langsung meskipun secara eksperimen hal ini tidak mungkin
layak dapat dilaksanakan. Tetapi, untuk proses sebaliknya jelas tidak
mungkin dilaksanakan karena NaCl(s) tidak menguap menjadi ionionnya, melainkan menjadi NaCl (g) baru kemudian mengalami disosiasi
menjadi atom-atomnya. Untuk mengatasi problem ini pada tahun 1919,
M. Born, K. Fajans dan F. Haber menerapkan siklus termodinamik yang
kemudian dikenal sebagai siklus Born-Haber. Hal ini didasarkan pada
peran hukum Hess yang menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah sama
meskipun reaksi yang bersangkutan terjadi dalam satu tahap ataupun dalam beberapa tahap. Reaksi seperti ini dalam siklus pembentukan logam-halida,
MX, sebagaimana ditunjukkan Gambar 1.31 mewakili konversi logam
padat menjadi kation dalam fase gas (tahap 1 dan 2), konversi molekulmolekul halogen menjadi anion dalam fase gas (tahap 3 dan 4), dan
konversi penggabungan ion-ion untuk menjadi senyawa padatan. Entalpi tahap akhir, U (tahap 5), disebut sebagai energi kisi. Jadi, energi
kisi kristal suatu senyawa ionik adalah energi yang dibebaskan bila ionion dari jarak tak berhingga (berupa gas) bergabung membentuk kristal
menurut persamaan reaksi:M+ (g)+ X- (g)� →MX (s)
Gambar 1.31 Siklus pembentukan MX
Menurut Gambar 1.31 berlaku:
ΔHf =��
ΔHAM +��
ΔHAX +��
ΔHIE +��
ΔHEA + U ; dalam hal ini�
ΔHAM = entalpi atomisasi logam (atau entalpi sublimasi untuk logam
yang menguap membentuk gas monoatomik),��
ΔHAX = entalpi atomisasi
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
75
nonlogam (atau entalpi disosiasi atau energi ikatan untuk gas nonlogam
diatomik),��
ΔHIE = energi ionisasi, dan���
ΔHEA = afinitas elektron, serta U =
energi kisi kristal.
Energi sublimasi (tahap 1), energi ionisasi (tahap 2) dan energi
ikatan (tahap 3), umumnya diperoleh dari pengukuran-pengukuran
eksperimental. Afinitas elektron (tahap 4) dan energi kisi (tahap 5) yang
keduanya sukar diukur secara eksperimental sering ditentukan melalui
kalkulasi siklus Born-Haber. Tahap 1, 2, dan 3 semuanya memerlukan
energi input, jadi dengan��
ΔH berharga positif.�����������������������������
Afinitas elektron (tahap 4)
berharga negatif untuk halogen dengan rentang harga dari -349 hingga
-295 kJ mol-1. Energi kisi (tahap 5) selalu berharga negatif. Apabila energi
kisi dan afinitas elektron yang digabungkan menyediakan energi yang
diperlukan oleh tahap 1 hingga tahap 3, pembentukan senyawa ionik
yang diharapkan bersifat eksotermik dan umumnya lebih sering terjadi
daripada yang bersifat endotermik. Diterapkan pada NaCl, entalpi pembentukan NaCl (s) dapat
dipecah menjadi beberapa tahapan seperti ditunjukkan oleh diagram
Gambar 1.32 sehingga dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
ΔHf (entalpi pembentukan) NaCl = - 411 kJ mol-1
-��
ΔHvap (entalpi penguapan) Na (s)� →Na (g)
= - 108 kJ mol-1
- ½��
ΔHdis (entalpi atomisasi) Cl2 (g) �→2 Cl (g) = - 121 kJ mol-1
-��
ΔHEA (afinitas elektron) Cl (g) + e→Cl- (g) = 349 kJ mol-1
-��
ΔHIE (energi ionisasi) +
Na (g)�→ Na______________________
(g)+ e = - 496 kJ mol-1
+
-1
Uo = - 787 kJ mol
Jadi, energi kisi NaCl, Uo adalah -787 kJ mol-1.���������������������
Hasil perhitungan
siklus ini sangat dekat dengan hasil perhitungan teoretik (755 kJ mol1
) dengan beda kurang lebih 4 %. Dengan demikian rumusan teoretik
untuk model ionik di atas sangat berguna untuk memprediksi energi
ikatan suatu senyawa ionik.
76
Kimia Anorganik Logam
Gambar 1.32 Diagram perhitungan energi kisi NaCl
Suatu hal yang penting dari siklus tersebut yang berkaitan dengan
ikatan kimia adalah bahwa:
(1)���
ΔHA selalu positif, tetapi biasanya relatif kecil dari besaran-besaran
yang lain dan tidak besar variasinya untuk berbagai senyawa. (2) ΔHIE (energi ionisasi) selalu positif (endotermik) dan besar nilainya
(3) ΔHEA (afinitas elektron) halogen selalu eksotermik, tetapi untuk
kalkogen endotermik, hal ini terjadi karena gaya tarik inti terhadap
elektron kedua
pada ion X- ( X = kalkogen) lebih kuat.
(4) Dalam berbagai kasus, jumlah energi ionisasi, (ΔHIE), ditambah
afinitas elektron, (ΔHEA), selalu positif (endotermik) dan kestabilan
senyawa ionik terhadap sifat disosiasi menjadi unsur-unsurnya
menjadi bertambah karena adanya kelebihan eksotermik yang
ditimbulkan oleh gaya atraktif antar ion-ion yang berlawanan. Siklus Born-Haber sering digunakan dengan cara berbeda. Bila
diasumsikan bahwa energi kisi, U, yang dihitung menurut model ionik
tersebut adalah benar, maka siklus ini dapat digunakan untuk menaksir
beberapa energi yang terlibat. Misalnya, tidak ada cara langsung
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
77
yang dapat dipakai untuk mengukur pembentukan entalpi ion CN-(g).
Dari model siklus Born-Haber untuk NaCN, harga-harga untuk entalpi
penguapan dan entalpi ionisasi unsur Na diketahui dan U dapat
dihitung, maka��
ΔHf untuk CN-(g) dapat ditentukan, yaitu ~ 29 kJ mol1
. Harga-harga energi kisi beberapa senyawa yang diperoleh dari data
eksperimen menurut metode siklus Born-Haber dengan berbagai model
dan dengan perhitungan teoritik ditunjukkan pada Tabel 1.15. Tabel 1.15 Energi kisi berbagai garam alkali halida
Eksperimen
Born-Haber
Garam
Perhitungan
Teoritik
Perhitungan
Terkoreksi
Kapustinskii
LiF
1034,0
1008,0
1033,0
952,7
LiCl
840,1
811,3
845,2
803,7
LiBr
781,2
766,1
797,9
792,9
LiI
718,4
708,4
739,7
713,0
NaF
914,2
902,0
915,0
884,9
NaCl
770,3
755,2
777,8
752,9
NaBr
728,4
718,8
739,3
713,4
NaI
680,7
663,2
692,0
673,6
KF
812,1
797,5
813,4
788,7
KCl
701,2
687,4
708,8
680,7
KBr
671,1
659,8
679,5
674,9
KI
632,2
623,0
640,2
613,8
RbF
780,3
761,1
777,8
760,2
RbCl
682,4
661,5
686,2
661,9
RbBr
654,0
636,4
659,0
626,3
RbI
616,7
602,5
622,2
589,9
CsF
743,9
723,0
747,7
713,0
CsCl
629,7
622,6
652,3
625,1
CsBr
612,5
599,6
632,2
602,1
CsI
584,5
568,2
601,2
563,6
78
Kimia Anorganik Logam
Kapustinskii berpendapat bahwa tetapan Madelung, jarak antar nuklir,
dan formula empiris senyawa ionik semua saling berhubungan. Jika
struktur kristal tidak diketahui energi kisi dapat ditaksir melalui persamaan:
U = dengan v adalah jumlah ion per molekul senyawa, ro (pm) ditaksir
sebagai jumlah jari-jari ion (r+ + r-). Untuk NaCl, v = 2, ro = 281 pm,
sehingga menghasilkan harga energi kisi 753 kJ mol-1 atau kira-kira 98 %
signifikan terhadap harga eksperimen. Hasil ini sebanding dengan hasil
perhitungan teoritik sebagaimana dirumuskan dimuka. Dengan hasil yang signifikan tersebut, maka suatu tahapan
dalam siklus Born - Haber yang sukar atau belum dapat dilakukan
secara eksperimen langsung, misalnya penentuan afinitas elektron,
dapat ditaksir melalui taksiran harga U secara teoritik. Selain itu, adalah
mungkin untuk menduga harga entalpi pembentukan suatu senyawa
yang tidak diketahui sebelumnya. Taksiran yang cukup baik dalam hal
entalpi atomisasi, energi ionisasi, dan afinitas elektron sekarang sudah
tersedia untuk hampir semua unsur. Oleh karena itu cukup beralasan
bila kemudian dilakukan dugaan yang cukup baik terhadap struktur kisi
termasuk jarak antar nuklir dan geometrinya. Jarak antar nuklir ditaksir
dengan jari-jari ionik (Tabel 1.10 atau Tabel 1.4) yang pada gilirannya juga
dapat ditaksir geometri senyawa yang bersangkutan untuk kemudian
dapat ditentukan tetapan Madelung-nya. Dengan demikian, energi kisi,
U, atau entalpi pembentukannya dapat ditentukan.
Siklus Born-Haber dapat pula digunakan untuk merasionalisasi
formula suatu senyawa. Misalnya, mengapa hanya senyawa NaCl
ditemui sedangkan senyawa NaCl2 tidak. Untuk senyawa hipotetis NaCl2,
energi kisinya akan lebih besar karena muatan Z adalah +2, sehingga
jika dikaitkan dengan tingkat kestabilan seharusnya NaCl2 lebih stabil
dibandingkan dengan NaCl. Namun, jika semua aspek yang terlibat
dievaluasi ternyata didapatkan bahwa naiknya energi yang diperlukan
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
79
untuk ionisasi kedua untuk atom Na menjadi Na2+ jauh lebih besar (4562
kJ mol-1) daripada energi kisi NaCl2. Dengan asumsi bahwa senyawa
hipotetis NaCl2 mengadopsi bentuk struktur fluorit (CaF2), dan jarak
antarnuklir relatif sama dengan jarak antarnuklir dalam NaCl hingga
mempunyai tetapan Madelung 2,54, maka energi kisinya dapat dihitung
kira-kira sebesar -2155 kJ mol-1. Dengan siklus Born-Haber (Uo = -2155,
ΔHA (Na) = 109, ΔHA (Cl) = 242, ΔHIE (1) = 495, ΔHIE (2) = 4562, dan 2ΔHEA = - 698
) entalpi pembentukan dapat dihitung, yaitu ΔHf = + 2555 kJ mol-1. Jadi
pada pembentukan senyawa hipotetis NaCl2 dibutuhkan energi sebesar
2555 kJ mol-1. Energi ini jauh lebih besar daripada energi kisi yang
bersangkutan, sekalipun perhitungan kasar energi kisi ini dikoreksi lebih
lanjut. Dengan kata lain, senyawa hipotetis NaCl2 tidak akan ditemui
karena kestabilan ekstra dari energi kisi tidak cukup mengkompensasi
energi ionisasi-kedua atom natrium yang sangat besar. 1.2.14 Soal-Soal Latihan Ikatan Ionik
1. Jelaskan spesies mana yang mempunyai titik leleh lebih tinggi dari
antara pasangan-pasangan spesies berikut:
(a) NaCl - NaI ; (b)
NaCl - KCl. 2. Dari antara dua ion fluorida dan iodida, jelaskan:
(a) Mana yang lebih besar rapatan muatannya
(b) Mana yang lebih mudah terpolarisasi
(c) Mana yang lebih ionik dalam garam alkalinya
3. Jelaskan dengan parameter rapatan muatan dan sifat ikatan dalam
senyawaannya bahwa SnCl2 mempunyai titik leleh yang jauh lebih
besar (227 0C) daripada titik leleh SnCl4 (-33 0C).
4. Ion magnesium dan ion tembaga(II) mempunyai jari-jari ionik yang
hampir sama. Ramalkan spesies mana yang mempunyai titik leleh
lebih tinggi antara MgCl2 dan CuCl2 ?����������
Jelaskan !�
5. Ramalkan apakah NaCl larut dalam CCl4 ? Jelaskan !
6. Jelaskan mengapa CaCO3 tidak larut dalam air ?
80
Kimia Anorganik Logam
7. Ramalkan spesies mana yang mudah terhidrasi dalam fase
padatannya antara NaCl dan MgCl2? Jelaskan !
8. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan kristal
aluminium klorida.
9. Susun diagram siklus Born-Haber untuk pembentukan senyawa
hipotetik NaCl2. Energi kisi teoretik NaCl2 dapat dihitung ˜ - 2155
kJ mol-1, energi ionisasi pertama dan kedua atom natrium secara
berurutan 496 dan 4562 kJ mol-1 (data besaran-besaran lain dapat
diperiksa dari diktat; NaCl2 diasumsikan mempunyai struktur fluorit.
dan jarak antar nuklir dalam NaCl2 dan dalam NaCl diasumsikan
sama). Hitung energi pembentukan senyawa hipotetik NaCl2
tersebut; mungkinkah NaCl2 lebih stabil ketimbang NaCl ?
10. Jelaskan mengapa padatan MgCl2 lebih mudah larut dalam air
sedangkan MgO tidak?
----- 0 -----
Ikatan pada Logam dan Senyawa-senyawanya
81
DASAR - DASAR PENGOLAHAN LOGAM
2
2.1 Pendahuluan
Tinjauan sifat-sifat logam (metal), struktur dan ikatannya telah
dibahas dalam Bab 1. Pada bab ini akan dibicarakan pengolahan logam
yang merupakan bagian yang tidak kalah pentingnya mengingat manfaat
logam yang sangat luas menyentuh semua aspek kehidupan. Oleh karena
itu perlu dipahami sifat-sifat logam dan kaitannya dengan sumbersumbernya di alam. Logam umumnya dibayangkan sebagai bahan
yang “keras”, mempunyai densitas dan titik leleh tinggi, dapat ditempa,
dan merupakan konduktor panas dan listrik yang baik. Ada beberapa
perkecualian sifat yang mencolok misalnya, densitas litium hanya 0,534
g cm-3 sedangkan platina 21,45 g cm-3. Raksa (merkurium) berwujud cair
pada temperatur kamar, tetapi osmium meleleh pada 3045 oC. Demikian
juga natrium dan kalium cukup lunak untuk dipotong dengan pisau, tetapi
besi sangat keras. Bentuk kelimpahan logam yang terdapat di alam (kerak bumi)
sangat bergantung terutama pada reaktivitas logam yang bersangkutan,
kelarutan garamnya, dan kemudahan garamnya bereaksi dengan air
atau terhadap proses oksidasi. Logam-logam yang tidak reaktif seperti
emas, perak, dan platina, biasanya terdapat di alam sebagai unsurnya
sedangkan logam-logam yang agak reaktif biasanya terdapat sebagai
sulfida, misalnya CuS, PbS, dan ZnS. Oleh karena kelarutannya sangat
rendah, senyawa-senyawa sulfida ini tahan terhadap oksidasi dan tidak
ada reaksi dengan air. Logam-logam yang sedikit lebih reaktif diubah
menjadi oksidanya, misalnya MnO2, Al2O3, dan TiO2, sedangkan logamlogam yang sangat reaktif membentuk garamnya, misalnya magnesium
dan kalsium terdapat sebagai karbonat, sulfat, dan silikat. Magnesium
sulfat larut dalam air dan terdapat dalam sumber air mineral, sedangkan
kalsium sulfat, CaSO4.2H2O (gipsum), hanya sedikit larut dalam air tetapi
cukup mengakibatkan air alam menjadi sadah. Kalsium karbonat menjadi
larut dalam air sebagai hidrogen karbonat karena adanya karbon dioksida
yang terlarut, sehingga air alam juga menjadi sadah olehnya :
CaCO3 (s) + CO2 (s) + H2O (���
l��) →Ca2+ (aq) + 2 HCO3- (aq)
Aluminium banyak terdapat dalam bentuk aluminosilikat, seperti muskovit, KAl2(OH)2Si3AlO10, yaitu salah satu bentuk mika, dan kaolin,
H4Al2Si2O9 (lempung), dan kadang-kadang aluminium terdapat juga sebagai oksida tak-larut, Al2O3.nH2O, dan garam kompleks fluorida, Na3[AlF6]. Natrium (Na) dan Kalium (K) terdapat di alam sebagai garam-garam
yang larut dalam air laut atau air alam, atau sebagai garam-garam tak-larut,
tak-reaktif aluminosilikat seperti albit, NaAlSi3O8, dan ortoklas, KAlSi3O8. Kedua silikat ini banyak terdistribusi di alam, tetapi karena sifatnya sangat
stabil, keduanya tidak dipakai sebagai sumber logam, namun demikian,
perubahan cuaca secara lambat mengakibatkan ortoklas membebaskan
ion kalium yang sangat esensial bagi pertumbuhan tanaman. 2.2 Preparasi Logam
2.2.1 Metalurgi
Metalurgi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi logam, peng­
olahan dari bijihnya, pemurnian, serta studi sifat maupun penggunaannya. Namun demikian, dalam kesempatan ini hanya dipelajari pemurnian
logam hasil pengolahan dari bijihnya. Prosedur pengolahan logam dari
84
Kimia Anorganik Logam
bijihnya melewati tiga tahap yang umum yaitu pemekatan bijih, ekstraksi
logam dari bijihnya termasuk reduksi logam, dan pemurnian (refining) logam. Pemekatan
Pada tahap ini mineral yang berharga dipisahkan semaksimal
mungkin dari batu-batuan yang tidak diinginkan. Biasanya hal ini dilakukan
dengan penggerusan bijih menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil,
kemudian pemisahan dapat dilakukan dengan metode flotasi (flotation). Menurut metode ini, bijih gerusan halus dimasukkan ke dalam sebuah
tangki yang berisi air, agen pelengket, seperti minyak tusam (pine oil),
yang akan membasahi mineral pembawa logam tetapi tidak membasahi
partikel-partikel batu silikat yang tak diinginkan, agen aktif permukaan,
dan mungkin juga agen pembuih. Agen aktif permukaan berfungsi
seperti molekul sabun atau detergen yang memiliki satu ujung polar yang
dapat diadsorbsi pada permukaan mineral dan satu ujung hydrofobik –
(hidrokarbon) yang dapat ditarik ke dalam gelembung membawa mineral
ke dalam buih (busa). Campuran kemudian diaduk dengan kuat, dan
arus udara disemprotkan dengan kuat ke dalam tanki sehingga partikel
mineral terbawa ke permukaan oleh gelembung udara sebagai buih
dan selanjutnya dapat dipisahkan. Sebagian besar batu-batuan yang tak
diinginkan tenggelam ke dasar tangki. Ekstraksi
Ekstraksi logam dari bijih pekat melibatkan proses reduksi logam
dari tingkat oksidasi positif menjadi logam bebas. Sebelum reduksi,
biasanya diperlukan beberapa perlakuan lain seperti proses sintering
(pelengketan), yaitu suatu pemanasan bijih lembut tanpa pelelehan untuk
memperoleh bijih yang lebih besar ukurannya, atau calcining (kalsinasi),
yaitu suatu pemanasan bijih karbonat atau oksida untuk membebaskan
gas karbon dioksida, misalnya :
4 FeCO3 (s) + O2 (g)
2 Fe2O3 (s) + 4 CO2 (g)
Selain itu dapat juga dilakukan roasting (pemanggangan), yaitu suatu
proses pemanasan dalam oksigen atau udara di bawah titik leleh bijih
Dasar-dasar Pengolahan Logam
85
yang bersangkutan yang biasanya dilakukan pada bijih sulfida untuk
memperoleh oksidanya, misalnya:
2 PbS (s) + 3 O2 (g)
2 PbO (s) + 2 SO2 (g)
Kedua proses tersebut pada dasarnya dilakukan untuk memperoleh
bijih oksidanya. Proses untuk ekstraksi, reduksi dan pemurnian logam
secara umum, dibagi dalam tiga macam metalurgi yaitu pirometalurgi,
elektrometalurgi, dan hidrometalurgi. Pirometalurgi melibatkan reaksi kimia yang dilaksanakan pada
temperatur tinggi. Misalnya dalam smelting (peleburan atau pelelehan),
reduksi mineral menghasilkan lelehan logam yang dapat dipisahkan dari
batuan yang tak diinginkan. Dalam proses reduksi ini biasanya dipakai
karbon atau logam lain. Oksida-oksida hasil pemanggangan bijih sulfida
atau hasil kalsinasi bijih karbonat tersebut umumnya direduksi dengan
peleburan oleh karbon, menurut persamaan reaksi:
ZnO (s) + C (s) Zn (s) + CO (g)
Biasanya, pemekatan bijih tidak sampai memisahkan secara sempurna
batu-batuan pengotor yang tak diinginkan dari mineralnya. Batu-batuan
pengotor dipisahkan dalam proses peleburan dengan penambahan
pereaksi flux (fluks) untuk menghasilkan slag (terak atau ampas bijih)
yang berupa cairan pada temperatur proses dalam tungku. Sebagian
besar slag adalah silikat, misalnya:
SiO2 (s) + batuan pengotor
CaCO3 (s) fluks CaSiO3 (l) + CO2 (g)
slag
Lelehan logam dan slag membentuk lapisan yang terpisah dalam tungku
sehingga dapat dipisahkan. Slag dapat dipadatkan sebagai massa mirip
gelas (glassy) untuk dibuang atau dipakai pada pembuatan semen
Portland. Metode pirometalurgi diterapkan untuk produksi tembaga,
zink, dan besi. Elektrometalurgi merupakan suatu proses reduksi mineral atau
pemurnian logam yang menggunakan energi listrik. Natrium dan alumi­
nium diproduksi menurut metode elektrometalurgi. 86
Kimia Anorganik Logam
Hidrometalurgi merupakan istilah umum untuk suatu proses
yang melibatkan air dalam ekstraksi dan reduksi logam. Dalam proses
peluluhan atau pelumeran (leaching), logam atau senyawanya terlarut
dan lepas dari bijihnya atau langsung keluar dari endapan bijihnya oleh
air, sehingga terbentuk larutan logam tersebut dalam air. Larutan ini
dapat dimurnikan dan setelah itu, senyawa logam murni dapat direduksi
langsung menjadi logamnya, sedangkan jika yang terbentuk berupa
endapan dapat dipisahkan dengan penyaringan. Larutan hasil peluluhan
sering dapat diregenerasi dan dipakai kembali untuk proses peluluhan. Tembaga dapat diluluhkan oleh asam sulfat bersama oksigen, dan emas
oleh larutan sianida bersama oksigen menurut persamaan reaksi berikut :
2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g) bijih tembaga
larutan peluluh
4 Au (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (����
l���) bijih emas
larutan peluluh 4 [Au(CN)2] (aq) + 4 OH- (aq)
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (��
l�)
-
Setelah larutan ion logamnya terbentuk, lalu ion logam tersebut
direduksi dengan logam lain yang lebih reaktif atau dengan pereduksi
lain. Untuk kedua ion logam di atas, dipakai masing-masing logam besi
dan zink sebagai reduktor menurut persamaan persamaan reaksi:
CuSO4 (aq) + Fe (s)
FeSO4 (aq) + Cu (s)
2 [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s)
2 Au (s) + [Zn(CN)4]- (aq)
Hidrometalurgi memberikan beberapa keuntungan:
(1) bijih tidak harus dipekatkan, melainkan hanya dihancurkan menjadi
bagian - bagian yang lebih kecil,
(2) pemakaian batubara dan cokas pada pemanggangan bijih dan
sekaligus sebagai reduktor dalam jumlah besar dapat dihilangkan,
(3) polusi atmosfer oleh hasil samping pirometalurgi sebagai belerang
dioksida, arsenik(III) oksida, dan debu tungku dapat dihindarkan,
(4) untuk bijih-bijih peringkat rendah (lower grade) metode ini lebih
efektif.
Dasar-dasar Pengolahan Logam
87
Pemurnian logam
Pemurnian (refining) logam kasar sangat penting ditinjau dari dua
aspek. Pertama, adanya pengotor mungkin mengakibatkan logam yang
bersangkutan tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang diinginkan ,
misalnya, adanya arsenik dalam persentase yang sangat kecil saja sebagai
pengotor,umumnya dalam tembaga, mengakibatkan penurunan sifat
konduktivitas listrik 10 - 20%. Ke dua, adanya pengotor dalam logam
itu sendiri mungkin sangat berharga, misalnya sebagaian besar perak
merupakan hasil samping dari metalurgi timbel dan tembaga. Metode untuk pemurnian logam kasar meliputi pemurnian (1)
elektrolitik, misalnya untuk tembaga, (2) oksidasi pengotor yang harus
dipisahkan, misalnya untuk besi, atau (3) distilasi logam dengan titik
didih rendah seperti untuk raksa dan zink dan nikel, dan (4) zone refining
(pemurnian zona). Gambar 2.1 Bagan metode zone refining untuk pemurnian metal
Zone refining merupakan teknik pemurnian logam dengan hasil
kemurnian yang sangat tinggi (Gambar 2.1). Teknik ini berdasarkan pada
kenyataan bahwa pengotor lebih mudah larut dalam fase cairan daripada
fase padatan. Dalam proses ini batangan logam yang akan dimurnikan
di lewatkan secara perlahan ke dalam kumparan pemanas listrik yang
mengakibatkan logam meleleh dan pengotor larut di dalam fase lelehan
logam. Batangan logam bergerak terus maju dan ketika keluar dari
88
Kimia Anorganik Logam
kumparan pemanas maka bagian ujung luar menjadi dingin dan segera
memadat kembali, sedangkan pengotor akan tetap tertinggal larut dalam
zona pelelehan di dalam kumparan pemanas. Karena batangan logam
bergerak maju terus maka batangan yang keluar dari kumparan menjadi
beku-murni dan semakin panjang, sehingga pada akhirnya sebagian
besar pengotor terkumpul pada bagian ujung belakang, dan ini dapat
dipisahkan dengan pemotongan. 2.2.2 Elektrometalurgi
Natrium
Natrium merupakan logam alkali yang paling banyak dibutuhkan
untuk keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang lain, natrium
tidak ditemukan dalam keadaan murni di alam karena reaktivitasnya
yang sangat tinggi. Logam putih keperakan ini dalam pabrik biasanya
diproduksi secara elektrometalurgi menurut proses Downs ( Gambar
2.2), yaitu dengan mengelekrolisis lelehan natrium klorida ( titik leleh ~ 801 oC). Gambar 2. 2 Bagan sel Downs untuk produksi natrium
Elektrolisis ini dikerjakan dalam sebuah sel silindrik dengan anode
grafit dipasang ditengah (sentral) dan katode baja dibuat mengelilingi
anode. Untuk menurunkan suhu elektrolisis, ditambahkan kalsium klorida
(titik leleh 600 oC) sebagai campuran. Campuran 33 % CaCl2 - 67 % NaCl
ternyata mampu menurunkan titik leleh menjadi 580 oC. Kedua elektroda
Dasar-dasar Pengolahan Logam
89
dipisahkan dengan diafragma ayakan baja silindrik sehingga lelehan
natrium yang terbentuk mengapung pada bagian atas katode dan tidak
bersentuhan dengan gas klorin yang terbentuk pada ruang anode. Natrium
cair yang mengandung ~ 0,2 % logam kalsium didinginkan hingga 110 oC
agar logam kalsium memadat dan terkumpul di dasar wadah sehingga
natrium cair dapat dipompa ke dalam wadah pencetak dingin tempat
logam natrium memadat.������������������������������������������
Persamaan reaksi elektrolisisnya adalah:
Katode : 2 Na+(NaCl) + 2 e
2 Na (��
l�)
Anode
Cl2 (g)+ 2 e
: 2 Cl- (NaCl)
Aluminium
Logam aluminium juga diproduksi secara elektrometalurgi. Sumber utama aluminium berasal dari mineral bauksit yaitu suatu hidrat
aluminium oksida, Al2O3.nH2O. Bauksit berisi sebagian besar silika, SiO2,
dan besi(III) oksida, Fe2O3, dan keduanya ini harus dipisahkan. Pemurnian
bauksit dilakukan dengan proses Bayer yang berdasarkan pada perbedaan
sifat asam-basa dari oksida-oksida yang bersangkutan. Oksida aluminium
bersifat amfoterik, besi(III) oksida bersifat basa, dan silika relatif inert
atau sedikit asam. Bijih bauksit digerus dengan larutan panas natrium
hidroksida dengan tekanan tinggi untuk melarutkan aluminium oksida
menjadi garam kompleks tetrahidroksoaluminat(III), Na[Al(OH)4] menurut
persamaan reaksi:
Al2O3 (s) + 2 NaOH (aq)+ 3 H2O (��
l�)
2 Na[Al(OH)4] (aq)
Besi(III) oksida dan material lain sebagai pengotor yang tak larut dapat
dipisahkan dengan penyaringan. Filtratnya kemudian diencerkan dengan
air dan didinginkan sehingga diperoleh endapan aluminium hidroksida;
endapan ini kemudian dipisahkan dengan penyaringan, dan diubah
menjadi aluminium oksida anhidrat dengan pemanasan, menurut
persamaan reaksi :
2 Na[Al(OH)4] (aq)
2 Al(OH)3 (s)
2 Al(OH)3 (s) Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
90
+ 2 NaOH (aq)
Kimia Anorganik Logam
Larutan natrium hidroksida yang diperoleh dapat dipekatkan dan
digunakan lagi.
Logam aluminium, selanjutnya diperoleh dari oksidanya secara
elektrolisis menurut metode yang dikenal sebagai proses Hall. Dalam
proses ini, sel elektrolisis (Gambar 2.3) berupa bak-kotak yang dibuat dari
baja yang pada bagian dalamnya dilapisi dengan karbon sebagai katode,
dan batang-batang karbon sebagai anode dipasang berjajar di dalam
bak, tercelup di dalam eleltrolit lelehan kriolit, Na3AlF6 yang mempunyai
titik leleh ~1000 oC, dan Al2O3 terlarut di dalamnya. Proses elektrolisis ini
berlangsung pada temperatur tinggi, ~ 1000 oC. Selama elektrolisis, ion Al3+
dari oksidanya bermigrasi ke katode kemudian direduksi menjadi logam
cair yang akan mengumpul pada bagian dasar sel. Ion O2- bermigrasi ke
anode dan selanjutnya dioksidasi menjadi gas oksigen. Gas oksigen yang
terbentuk bereaksi dengan anode karbon sehingga anode karbon akan
semakin berkurang dan harus diganti secara periodik.�����������������
Elektrolit [AlF6]3tidak tereduksi karena mempunyai stabilitas yang sangat tinggi. Dengan
proses ini dapat diperoleh aluminium dengan kemurnian 99,0 - 99,9%. Gambar 2. 3 Bagan sel Heroult-Hall untuk produksi aluminium
2.2.3 Pengolahan Logam dari Bijih Sulfida
Tembaga
Pada mulanya, bijih tembaga dipekatkan dengan penggerusan,
kemudian dipanggang dan dilebur dalam proses multitahap yang
memisahkan besi dan tembaga sulfida yang sebagian besar ada dalam
Dasar-dasar Pengolahan Logam
91
bijih tembaga (kalkosit - Cu2S, kalkopirit-CuFeS2). Bijih pertama-tama
dipanggang untuk membebaskan sebagian belerang sebagai belerang
dioksida dan belerang trioksida. Kemudian pemanasan dalam tungku
dengan fluks silika akan mengubah oksida-oksida besi dan beberapa
besi belerang menjadi ampas (slag), dan menghasilkan campuran lelehan
tembaga sulfida dan besi sulfida dengan ampas besi silikat terapung di
atas. Beberapa persamaan reaksi yang penting dalam proses ini adalah:
FeS2 (l) + O2 (g) FeS (l) + SO2 (g)
3 FeS (l) + 5 O2 (g) Fe3O4 (l)+ 3 SO2 (g)
2 CuFeS2 (������
l�����
) + O2 (g) Fe3O4 (������������������������
l�����������������������
) + FeS (������������
l�����������
) + 4 SiO2 + O2 (g) Cu2S (��������������������
l�������������������
) + 2 FeS (��������
l�������
) + SO2 (g)
4 FeSiO3 (���������
l��������
) + SO2 (g)
ampas besi silikat
Campuran lelehan sulfida dibawa ke tangki pengubah (conventer)
untuk dilebur dengan silika bersama oksigen yang ditiupkan melalui
campuran. Di bagian ini sisa besi dipisahkan sebagai ampas besi silikat
dan langkah terakhir adalah reduksi menjadi logam tembaga. Persamaan
reaksinya adalah:
2 Cu2S (��������
l�������
) + 3 O2 (g)
2 Cu2O (���������
l��������
)+ 2 SO2 (g)
2 Cu2O (�������
l������
)+ Cu2S (��
l�)
6 Cu (�������
l������
) + SO2 (g)
Gas belerang dioksida merupakan produk pencemar (polutan),
oleh karena itu diusahakan untuk dihilangkan dengan oksidasi katalitik
menjadi asam sulfat via belerang trioksida, atau dengan mengalirkan gas
ini melalui bara karbon hingga terjadi reduksi menjadi belerang:
SO2 (g) + 2 C (s) S (l) + 2 CO (g)
Tembaga yang diperoleh dari peleburan bijih sulfida belum murni
dengan pengotor utama adalah perak, emas, besi, zink, timbel, arsenik,
belerang, tembaga(I) oksida, dan sedikit ampas. Dengan pemanasan
lelehan logam tak murni ini dengan arus udara, sebagian besar arsenik
dan belerang diubah menjadi oksidanya yang mudah menguap. Pengotor
92
Kimia Anorganik Logam
yang lain dihilangkan melalui proses pemurnian secara elektrolisis
(elektrorefining) seperti pada Gambar 2.4. Batang-batang tembaga kasar
dipasang sebagai anode dalam sel elektrolisis dan lempengan tembaga
murni sebagai katode, dan elektrolitnya adalah campuran asam sulfat
encer, natrium klorida, dan tembaga(II) sulfat. Dengan mengontrol
secara hati-hati voltase arus listrik yang digunakan, hanya tembaga dan
pengotor logam yang lebih elektropositif (besi, zink, timbel) dalam anode
yang teroksidasi dan larut. Logam pengotor yang kurang elektropositif
(perak, emas) tidak terpengaruh dan jatuh dari anode yang mengalami
disintegrasi. Jika terjadi oksidasi terhadap perak, maka Ag akan diendapkan
sebagai AgCl. Proses seperti ini mampu menghasilkan tembaga dengan
kemurnian > 99,9 %. Gambar 2. 4 Bagan sel pemurnian tembaga
Zink
Bijih zink yang paling umum adalah sfalerit atau zinkblende,
ZnS, dan smitsonit, ZnCO3 ; lainnya adalah zinkit, ZnO, dan franklinit,
(Zn,Mn)O.nFe2O3, dengan rasio Zn, Mn, dan Fe2O3 bervariasi. Titik didih zink
yang rendah (907 oC) memungkinkan dapat dilakukan distilasi terhadap
lelehan bijih zink yang sering diikuti distilasi lanjut untuk pemurnian
logam zink.�����������������������������������������������������������������
Metalurgi bijih franklinit sangat menarik, karena pada reduksi
pada temperatur tinggi menghasilkan zink, mangan, dan besi. Zink dapat
dipisahkan dengan distilasi, sedangkan campuran mangan-besi dapat
langsung dijadikan logam paduan atau baja. Dasar-dasar Pengolahan Logam
93
Sebagian besar, bijih zink dipanggang untuk mengubah sulfida
menjadi oksidanya, kemudian dilanjutkan dengan reduksi pada
temperatur tinggi dengan karbon untuk menghasilkan logam zink yang
kemudian dikondensasi dan dimurnikan.�����������������������������
Persamaan reaksinya adalah:
ZnO (s) + C (s)
Zn (s) + CO (g)
Logam zink juga dapat diekstrak menurut proses hidrometalurgi.
Sebagai contoh, larutan zink sulfat dapat diperoleh secara peluluhan
dengan asam sulfat dan oksigen pada bijih sulfida yang telah dipanggang
sebelumnya.�����������������������������
Persamaan reaksinya adalah:
2 ZnS (s) + O2 (g) + 2 H2SO4 (aq)
ZnSO4 (aq) + 2 S (s) + 2 H2O (��
l�)
Debu zink kemudian diaduk bersama dalam larutan zink sulfat untuk
mereduksi dan mengendapkan logam-logam yang lebih mudah tereduksi
daripada zink. Larutan kemudian disaring dan dielektrolisis untuk
menghasilkan logam zink murni. 2.2.4 Besi dan Baja
Sumber dan penggunaan besi
Seperti halnya tembaga dan zink, besi terdapat di alam sebagai
sulfidanya, FeS,.atau Fe2S3. Tetapi, mineral ini tidak dimanfaatkan sebagai
bijih karena sisa-sisa kelumit belerang sulit dihilangkan. Hematit, Fe2O3,
adalah yang paling tinggi kelimpahannya setelah magnetit, Fe3O4 atau
FeO.Fe2O3, dan sangat berharga sebagai bijih karena kandungan besinya
yang sangat besar. Seperti dinyatakan oleh namanya, magnetit bersifat
tertarik oleh magnet. Siderit, FeCO3, terdapat dalam berbagai macam tanah, dan
mengakibatkan air tanah bersifat sadah karena garam ini dapat terlarut
sebagai hidrogen karbonat; tetapi dalam udara terbuka, larutan besi(II)
hidrokarbonat teroksidasi menjadi besi(III) oksida yang tak-larut dalam air.�� Persamaan reaksinya adalah:
FeCO3 (s)+ CO2 (g) + H2O (���
l��)
Fe2+ (aq) + HCO32- (aq)
4 Fe2+ (aq) + 4 HCO32- (aq) + O2 (g)
2 Fe2O3 (s) + 8 CO2 (g) + 4H2O (��
l�)
94
Kimia Anorganik Logam
Hal seperti ini dapat ditemui pada terbentuknya noda coklat dari tetesan
air keran yang disebabkan oleh kontak air sadah dengan udara. Bijih takonit, terutama merupakan oksida-oksida besi yang mengandung silika, dewasa ini penggunaannya sebagai sumber besi di Amerika mengalami kenaikan. Bijih ini benar-benar sangat keras dan sulit ditangani, namun penelitian metalurgi telah berhasil mengatasi sebagian besar problem yang dihadapi. Dalam penggunaannya sebagai bahan untuk berbagai keperluan,
seperti mesin-mesin industri, otomotif, dan sebagainya, besi tidak cukup
kuat sehingga perlu dicampur dengan materi lain dalam bentuk paduan. Salah satu paduan yang dikenal dengan nama baja (steel) merupakan
paduan antara besi dan karbon atau sedikit logam lain. Sifat baja ini
bergantung pada cara peleburannya dan persentase kandungan karbon
dan logam lainnya dalam paduan tersebut. Kandungan karbon rendah ~
0,2 % (baja lembek) memberikan sifat dapat ditempa, dan digunakan pada
pembuatan kawat, pipa dan lembaran baja. Baja medium (kandungan
karbon 0,2 - 0,6 %) digunakan sebagai rel kereta api, piring didih, dan
batangan-batangan kerangka bangunan. Baja karbon tinggi (kandungan
karbon 0,6-1,5 %) bersifat keras tetapi kurang ulet dan kurang luwes,
banyak digunakan sebagai peralatan-peralatan dapur.�������
Baja stainless
merupakan baja medium yang mengandung lebih dari 4 % kromium. Preparasi besi - Tanur tinggi
Bahan mentah untuk preparasi besi adalah (1) bijih besi yang telah
dipekatkan, (2) kokas, dan (3) batu kapur, CaCO3 yang berperan sebagai
fluks. Besi kasar (besi gubal - pig iron) diproduksi di dalam tanur tinggi,
suatu tanur dengan ketinggian ~ 100 kaki dan diameter 25 kaki yang
dilapisi dengan batu bata yang tahan panas. Campuran bijih besi, kokas, dan batu kapur dimasukkan dari bagian
atas tanur (Gambar 2.5). Hembusan kuat (kecepatan ~ 350 mph) udara
panas atau oksigen ditiupkan melalui bagian bawah tanur tempat kokas
diubah menjadi gas CO yang kemudian berperan sebagai agen pereduksi. Dasar-dasar Pengolahan Logam
95
Campuran menjadi lebih panas secara perlahan dengan semakin
menurunnya ke posisi dasar tanur. Uap air pertama-tama akan terdesak
ke luar, kemudian sebagian bijih mulai tereduksi oleh karbon monoksida. Pada bagian tanur yang lebih panas, proses reduksi bijih menjadi logam
besi menjadi sempurna, batu kapur melepaskan CO2 dan bereaksi dengan
pengotor-pengotor bijih terutama silikon dioksida tetapi juga oksidaoksida mangan dan fosfor dengan menghasilkan lelehan ampas. Lelehan
besi dan ampas keduanya tidak bercampur melainkan membentuk dua
lapisan pada dasar tanur. Gambar 2.5 Bagan tanur tinggi pengolahan besi
Proses reduksi bersifat dapat balik / reversibel, dan reduksi sempurna hanya terjadi jika karbon dioksida yang terbentuk dihilangkan. Hal ini
dapat dilakukan dengan penambahan kokas berlebihan yang akan mereduksi karbon dioksida menjadi karbon monoksida. 96
Kimia Anorganik Logam
Preparasi Baja
Besi gubal hasil pengolahan tanur tinggi mengandung sedikit
karbon, belerang, fosfor, silikon, mangan, dan pengotor lain. Pada tingkat
ini besi bersifat sedemikian rapuh sehingga belum dapat dimanfaatkan.
Preparasi besi (ironmaking) adalah proses reduksi, tetapi preparasi baja
(steelmaking) adalah proses oksidasi, yaitu mengoksidasi pengotorpengotor. Dua tujuan utama pada preparasi baja adalah membakar habis
pengotor-pengotor yang tidak diinginkan dari besi gubal, dan menambah
atau menanamkan sejumlah tertentu logam atau material lain untuk
memperoleh sifat-sifat yang diinginkan. Mangan, fosfor, dan silikon di dalam lelehan besi gubal diubah oleh
udara atau oksigen menjadi oksidanya yang kemudian bereaksi dengan
fluks yang sesuai menjadi ampas. Belerang masuk ke dalam ampas sebagai
sulfidanya, dan karbon terbakar menjadi karbon monoksida atau karbon
dioksida. Jika pengotor utama adalah mangan, fluks asam yang harus
digunakan adalah oksida nonlogam, biasanya yaitu silikon dioksida, yang
akan menghasilkan mangan silikat dengan persamaan reaksi sebagai
berikut:
MnO (s) + SiO2 (s)
MnSiO3 (��
l�)
Jika pengotor utama adalah silikon atau fosfor (kasus yang lebih umum),
maka fluks yang harus ditambahkan adalah basa seperti magnesium
oksida atau kalsium oksida, sehingga terbentuk silikat ataupun pospat
menurut persamaan reaksi:
MgO (s) + SiO2 (s)
MgSiO3 (��
l�)
P4O10 (s) + 6 CaO (s) 2 Ca3(PO4)2(��
l�)
Tanur preparasi baja biasanya dilapisi dengan batu-bata yang terbuat
dari material fluks, dan lapisan ini menyerap bagian oksida yang harus
dipisahkan. Perlakuan pemanasan baja
Pada temperatur tinggi, besi dan karbon bergabung membentuk
besi karbida (Fe3C), yang disebut sementit. Reaksinya bersifat reversibel
Dasar-dasar Pengolahan Logam
97
dan endotermik, berbeda dengan sebagian besar reaksi penggabungan
lainnya yang bersifat eksotermik:
3 Fe (s) + C (s) + panas
Fe3C (s)
Dengan demikian, stabilitas sementit bertambah dengan naiknya
temperatur, paling tidak pada rentang temperatur yang terlibat pada
pemanasan baja. Apabila baja sementit didinginkan secara perlahan,
keseimbangan reaksi bergeser ke arah pembentukan besi dan karbon,
dan karbon ini terpisah sebagai lapisan tipis grafit yang memberikan
warna abu-abu pada baja yang bersangkutan. Tetapi, jika baja didinginkan
secara cepat, keseimbangan tidak tercapai dan karbon tetap tinggal
dalam bentuk sementit yang berwarna terang. Pada temperatur kamar,
sifat dekomposisi sementit sangat lambat dan tidak berpengaruh untuk
tujuan-tujuan praktis. Baja yang mengandung sementit lebih keras dan
lebih rapuh daripada baja yang mengandung grafit. Kandungan karbon
sebagai grafit ataupun sementit dalam baja dapat dimodifikasi melalui
pemanasan yang sesuai dalam waktu yang pendek kemudian diikuti
dengan pendinginan mendadak. 2.3 Logam Paduan (Aloi)
Kombinasi dua jenis logam atau lebih disebut aloi atau paduan
logam. Atom-atom dalam aloi diikat bersama oleh ikatan metalik
seperti halnya dalam logam umumnya. Ikatan ini paralel dengan ikatan
kovalen dalam nonlogam; ikatan kovalen mengikat pasangan atom-atom
nonlogam yang sama maupun pasangan atom-atom nonlogam berbeda
dalam membentuk molekulnya.������������������������������������������
Demikian juga ikatan metalik dalam aloi
mengikat bersama atom-atom logam yang berbeda. Ada dua tipe aloi, yaitu larutan padat dan senyawa aloi. Dalam
larutan padat, logam lelehan bercampur membentuk suatu campuran
homogen. Untuk membentuk larutan padat, atom-atom kedua jenis logam
itu harus mempunyai ukuran yang hampir sama dan struktur kristal metalik
keduanya juga harus sama. Selain itu, sifat-sifat kimiawi keduanya juga
98
Kimia Anorganik Logam
harus mirip. Emas dan tembaga misalnya, membentuk satu fase tunggal
dari campuran 100 % emas ke 100 % tembaga. Keduanya mempunyai
jari-jari yang tidak terlalu besar bedanya yaitu 114 pm untuk emas dan
128 pm untuk tembaga, dan mempunyai struktur kemas yang sama
yaitu ccp. Timbel dan timah mempunyai jari-jari yang tidak terlalu jauh
bedanya, masing-masing 175 pm dan 162 pm; tetapi, timbel mengadopsi
fcc sedangkan timah mengadopsi kemasan yang lebih rumit. Oleh karena
itu, hanya sebagian kecil saja aloi yang dapat terbentuk dari timbel dan
timah, dan larutan padat tidak lebih dari 20 % timah. Akibatnya, kristal
aloi ini diperkaya oleh titik leleh yang tinggi dari timbel tetapi larutannya
membeku pada temperatur rendah, sehingga dapat digunakan pada
pekerjaan patri dengan solder (campuran timbel dengan timah). Dalam beberapa kasus dengan struktur kristal yang berbeda dari
dua komponen logam, campuran logam lelehan akan menghasilkan persis fase-fase stoikiometrik yaitu dengan komposisi atom-atom bilangan
bulat. Sebagai contoh, tembaga dan zink membentuk tiga macam senyawa aloi, CuZn (���������������
�������������
-kuningan), Cu5Zn8 (���������������������
�������������������
-kuningan), dan CuZn3 (�������������
�����������
-kuningan).
Formula ini berdasarkan kaidah Hume - Rothery yaitu rasio jumlah elektron valensi terhadap jumlah atom dalam senyawa menunjukkan nilai
yang teratur (kecuali bagi logam golongan 8, 9 dan 10 yang dianggap
tidak menyediakan elektron valensi untuk ikatan metalik). Dengan perhitungan satu elektron valensi bagi tiap atom tembaga dan dua bagi tiap
atom zink, akan diperoleh rasio jumlah elektron valensi total per jumlah
atom total sebagaimana ditunjukkan Tabel 2.1. (Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery dapat dilihat pada Tabel 5.9.2.)
Tabel 2.1 mengindikasikan bahwa, senyawa aloi ini ada hubungannya
dengan jumlah elektron valensi 21 untuk setiap paduan. Naiknya rasio
jumlah elektron valensi terhadap jumlah atom dalam senyawa aloi
mengakibatkan atom-atom logam terikat bersama lebih kuat, sehingga
menaikkan sifat kekerasan, tetapi menurunkan sifat tempa dan keuletan.�� Jadi,� �������������������������������������������������������������������
���������������������������������������������������������������������
- kuningan bersifat rapuh, dan bila dipukul dengan palu akan hancur
seperti gelas. Dasar-dasar Pengolahan Logam
99
Beberapa aloi digunakan berdasarkan sifat-sifatnya misalnya
kuningan yang merupakan campuran dari Cu: 70-85 % dan Zn: 15-30 %,
lebih keras daripada tembaga murni dan sering digunakan sebagai pipa. Emas 18 karat yang terdiri atas campuran Au: 75 %, Ag: 10-20 %, Cu: 515 %, lebih keras dibandingkan dengan emas murni. Stainless steel terdiri
atas campuran Fe: 65-85 %, Cr: 12-20 %, Ni: 2-15 %, Mn: 1-2 %, C: 0,1-1 %,
Si: 0,5-1 %, dan bersifat tahan karat. Tabel 2.1 Kaidah Hume – Rothery dalam beberapa logam paduan
Rasio jumlah elektron valensi per jumlah atom
β = 3 elektron / 2 atom
atau
21 elektron / 14 atom
γ = 21 elektron / 13 atom
ε ����������������������
= 7 elektron / 4 atom
atau
21 elektron / 12 atom
CuZn
Cu5Zn8
CuZn3
AgZn
Ag5Zn8
AgZn3
AuZn
Cu9Al4
Ag5Al3
AgCd
Cu31Sn8
Cu3Sn
Cu3Al
Na31Pb8
Cu3Si
Cu5Sn
Rh5Zn21
CoAl
Pt5Zn21
FeAl
NiAl
2.4 Soal-Soal Latihan Pengolahan Logam
1. (a) Sebutkan sifat-sifat umum logam.
(b) Dalam bentuk mineral / senyawa apa saja umumnya logamlogam tembaga, timbel, zink, dan aluminium terdapat dikerak
bumi? 2. (a) Beri batasan sederhana tentang metalurgi dan tahapan-tahapan
apa saja yang termasuk di dalamnya. 100
Kimia Anorganik Logam
(b) Beri batasan sederhana perihal pirometalurgi, elektrometalurgi,
dan hidrometalurgi.
(c) Sebutkan empat macam metode pemurnian logam
3. Apa yang dimaksud dengan istilah-istilah: roasting (pemanggangan),
calcining (kalsinasi), leaching (peluluhan / pelumeran), penambahan
fluks, dan reduksi, dalam proses metalurgi ?
4. Lengkapi dengan koefisien persamaan reaksi berikut dan identifikasi
menurut jenisnya dalam proses metalurgi (sesuai dengan���������
istilah
dalam soal 3)
(a) FeCO3 (s) + O2 (g)
Fe2O3 (s) + CO2 (g)
(b) PbS (s) + O2 (g)
PbO (s) + SO2 (g)
(c) SiO2 (s) + MgCO3 (s)
MgSiO3 (�������
l������
) + CO2 (g)
(d) Au (s) + CN- (aq) + O2 (g)+ H2O (����
l���)�� →� [Au(CN)2]- (aq) + OH- (aq)
(e) [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s)�� → Au (s)+ [Zn(CN)4]- (aq)
5. Tulis persamaan reaksi yang melukiskan elektrolisis larutan garam
dapur untuk menghasilkan NaOH, H2, dan Cl2.��������������������
Berapa massa tiap
spesies yang dihasilkan dalam sel elektrolisis untuk tiap mol elektron
terlibat dalam sel.
6. Secara singkat uraikan proses Hall untuk preparasi logam aluminum
perdagangan. 7. Spesies utama apa yang terdapat dalam bijih bauksit, apa saja sebagai
pengotornya, dan secara singkat bagaimana cara pemurniannya. 8. Pada proses peleburan (smelting) tembaga dari bijih sulfidanya
maupun mineral sulfida yang lain, gas apa yang dihasilkan; gas ini
berbahaya, beracun dan merupakan polutan. Bagaimana cara
mengatasi efek polutan ini?
9. Pada proses ekstraksi tembaga dari bijihnya terjadi reaksi-reaksi
sebagai berikut :
(a) Cu2S (���������������
l��������������
) + O2 (g)��
→
(b) Cu2O (��������������
l�������������
) + Cu2S (���
l��)� →
Dasar-dasar Pengolahan Logam
Cu2O (�������
l������
) + SO2 (g)
Cu (�������
l������
) + SO2 (g)
101
Tunjukkan agen-agen pengoksidasinya demikian juga pereduksinya.
Lengkapi koefisiennya kemudian tunjukkan bahwa penurunan
bilangan oksidasi sama dengan kenaikan bilangan oksidasinya. 10. (a) Apa yang dimaksud dengan aloi, dan sebutkan dua tipe aloi ? Jelaskan kondisi yang diperlukan untuk pembentukan masingmasing tipe aloi tersebut. (b) Dalam beberapa kasus dijumpai senyawa aloi yang tersusun oleh
fase - fase stoikiometrik ; sebutkan tiga tipe senyawa aloi (dengan
contoh). Identifikasi senyawa aloi Au3Sn termasuk tipe yang
mana? ----- 0 -----
102
Kimia Anorganik Logam
logam Golongan s
3
3. 1 Pendahuluan
Unsur-unsur dalam sistem periodik yang dipertimbangkan bersifat
logam adalah unsur-unsur golongan s (Alkali = golongan 1, dan Alkali
tanah = golongan 2), sebagian golongan p (misalnya Al = golongan 13,
Sn dan Pb = golongan 14), unsur-unsur golongan d (golongan 4-12) dan
golongan 3 (Sc, Y, Lu), dan golongan f. Tabel 3.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi ������������
Unsur-unsur
logam kelompok s, p, d, dan f.
← s →
p
Logam
← Nonlogam →
H
Reaktif
Li Be
d
← Logam Transisi →
Na Mg
Al
K Ca
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Rb Sr
Y
Cd
Sn
Pb
Cs Ba 1) Lu
Hg
miskin logam 2) Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt
(amfoterik)
Pascaaktinoida
1) Seri Lantanoida, 4f 2)
Seri Aktinoida, 5f
Model pengelompokan demikian ini relatif menguntungkan dalam hal
sifat-sifat khas masing-masing kelompok, misalnya logam kelompok s
bersifat paling reaktif ionik, kelompok p bersifat amfoterik, kelompok
d membentuk senyawa kompleks dengan berbagai warna dan sifat
magnetik, dan kelompok f dengan karakteristik sifat magnetiknya.
3.2 GOLONGAN ALKALI
3.2.1 Kecenderungan Golongan Alkali
Logam biasanya dianggap sebagai padatan yang keras dengan
rapatan massa yang tinggi dan tidak reaktif. Namun kenyataannya, sifatsifat logam-logam alkali berlawanan dengan sifat-sifat tersebut yaitu,
lunak, rapatan massa rendah, dan sangat reaktif. Semua logam alkali (Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr) tampak mengkilat,
berwarna keperakan, merupakan konduktor listrik dan panas yang baik.
Logam alkali bersifat sangat lunak, dan semakin lunak dengan naiknya
nomor atom. ��������������������������������������������������������
Litium dapat dipotong dengan pisau, tetapi kalium dapat
diremas seperti mentega lunak. Sebagian besar logam mempunyai
titik leleh yang sangat tinggi, tetapi logam alkali mempunyai titik leleh
rendah dan semakin rendah dengan naiknya nomor atom. Sesium, Cs,
meleleh pada temperatur sedikit di atas temperatur kamar. Kombinasi
antara sifat konduktivitas panas yang tinggi dan titik leleh yang rendah,
membuat natrium bermanfaat untuk mentransfer panas pada reaktor
nuklir. Kelunakan dan kerendahan titik leleh logam-logam alkali dapat
dikaitkan dengan lemahnya ikatan metalik dalam unsur-unsur ini. Perubahan entalpi atomisasi logam-logam umumnya berharga antara
400 - 600 kJ mol-1, tetapi untuk logam-logam alkali harga ini jauh lebih
rendah antara 78 - 162 kJ mol-1. Ternyata terdapat hubungan antara sifat
lunak dan rendahnya titik leleh dengan rendahnya perubahan entalpi
atomisasi. Tabel 3.1 menunjukkan sifat-sifat fisik beberapa logam alkali.
104
Kimia Anorganik Logam
Tabel 3.2 Data beberapa sifat logam alkali
Karakteristika
3Li
11Na 19K 37Rb 55Cs 87Fr
[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
2s1
3s1
4s1
5s1
6s1
7s1
Konfigurasi elektronik
Titik leleh / oC
o
Titik didih / C
Densitas / g cm-3 (20 oC)
Jari-jari atomik / pm
+
Jari-jari ionik M / pm
-1
Energi ionisasi / kJ mol
Potensial reduksi standar / V
-1
∆Hatomisasi / kJ mol
Elektronegatifitas
Warna Nyala
λ / nm)
180,5
97,8
63,2
39,0
28,5
-
1347
881,4
765,5
688
705
-
0,534
0,968
0,856
1,532
1,90
-
152
186
227
248
265
-
76
102
138
152
167
180
520
496
419
403
376
375
- 3,03 - 2,713 -2,925 -2,93
-2,92
-
79
-
0,7
biru
-
162
110
90
88
1,0
0,9
0,8
0,8
merah kuning violet merah
tua
violet
670,8 589,2 766,5 780,0
455,5
Densitas (rapat massa) logam-logam alkali juga jauh lebih kecil
dibandingkan dengan densitas logam-logam lain pada umumnya. Sebagian besar logam mempunyai densitas antara 5 - 15 g cm-3,
sedangkan densitas logam alkali jauh lebih rendah yaitu antara 0,52
- 1,87 g cm-3 (Tabel 3.1). Litium misalnya, mempunyai densitas hanya
setengah dari densitas air. Biasanya logam alkali disimpan di dalam
minyak untuk menghindari terjadinya kontak langsung dengan udara;
kontak langsung dengan udara segera mengakibatkan terbentuknya
suatu lapisan oksida yang tebal pada permukaan logam tersebut. Litium
misalnya, di udara akan teroksidasi dengan cepat menjadi litium oksida
yang selanjutnya bereaksi dengan karbon dioksida membentuk litium
karbonat menurut persamaan reaksi berikut:
4
������
Li (s) +
O2 (g) →
2 Li2O (s)
Li2O (s)+
CO2 (g) →
Li2CO3 (s)
Logam Golongan s
105
Reaksi logam-logam alkali dengan air bersifat sangat eksotermik
dan dramatik, kecuali litium yang bereaksi tenang menghasilkan
gelembung-gelembung gas hidrogen dan hidroksidanya. Natrium
terapung di atas permukaan air dan terlihat seperti bundaran-bundaran
perak, dan gas hidrogen yang dihasilkan biasanya terbakar, kadangkadang disertai dengan ledakan. Untuk logam alkali yang lebih berat,
reaksinya dengan air berlangsung lebih hebat. ��������������������
Rubidium dan Cesium
misalnya, reaksinya dengan air sering disertai dengan ledakan. Ledakan
ini sebagai akibat terbakarnya campuran gas hidrogen dan oksigen
(udara) oleh karena permukaan logam yang panas. Karena sifatnya yang
jauh lebih reaktif daripada logam lain umumnya, maka logam alkali
sering disebut sebagai superlogam. 3.2.2 Sifat Umum Senyawa Logam Alkali
Beberapa sifat umum senyawa logam alkali berkaitan dengan
karakter ionik, kestabilan anion-anion besar bermuatan rendah, hidrasi
ion, dan kelarutan sebagaimana diuraikan berikut ini. (1)
Karakter ionik; ion logam alkali selalu mempunyai tingkat oksidasi +1, dan sebagian besar senyawanya berupa padatan ionik dan
stabil. �������������������������������������������������������
Senyawa-senyawanya tidak berwarna kecuali dengan anion
yang berwarna, misalnya kromat dan permanganat. (2)
Hidrasi ion; semakin tinggi densitas muatan ion, semakin kuat ion
tersebut terhidrasi. Oleh karena logam-logam alkali mempunyai
densitas yang jauh lebih rendah daripada densitas logam-logam
pada umumnya, maka energi hidrasi senyawa-senyawanya juga
sangat rendah. Ion Li+ misalnya, mempunyai energi hidrasi
sebesar 519 kJ mol-1, sedangkan ion Mg2+ energi hidrasinya
1920 kJ mol-1. Energi hidrasi semakin kecil dengan kenaikan jarijari ion, sebagaimana ditunjukkan Tabel 3.2.
(3)
Kelarutan; sebagian besar senyawa-senyawa logam alkali larut
dalam air, walaupun kelarutannya berbeda-beda. Sebagai contoh,
larutan jenuh litium klorida (LiCl) mempunyai konsentrasi 14 mol
L-1, tetapi larutan jenuh litium karbonat (Li2CO3) mempunyai
konsentrasi hanya 0,18 mol L-1. 106
Kimia Anorganik Logam
3.2.3 Kelarutan Garam Alkali
Kelarutan garam alkali dalam air sangat besar sehingga sangat
bermanfaat sebagai pereaksi di laboratorium. Namun demikian, kelarutan
ini sangat bervariasi sebagaimana ditunjukkan oleh seri natrium halida
(Tabel 3.2). Untuk menjelaskan kecenderungan kelarutan tersebut,
diperlukan pemahaman siklus energi yang melibatkan pembentukan
suatu larutan dari fase padatan yang bersangkutan. Tabel 3.3 Data kelarutan, energi kisi, entalpi hidrasi, dan selisih entalpi seri
natrium halida
Senyawa
Kelarutan
Energi Kisi
Entalpi Hidrasi
∆H
-1
-1
-1
-1
(dalam mol L ) (dalam kJ mol ) (dalam kJ mol ) (dalam kJ mol )
NaF
0,099
+ 930
- 929
+1
NaCl
0,62
+ 788
- 784
+4
NaBr
0,92
+ 752
- 753
-1
NaI
1,23
+ 704
- 713
-9
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada besaran-besaran entalpi
yaitu energi kisi, entalpi hidrasi kation dan anion dan juga perubahan
entropi yang bersangkutan (Gambar 3.1). + -
Gambar 3.1 Siklus entalpi (a) dan siklus entropi (b) untuk larutan ionik M X .
(arah ke atas menyatakan endotermik, dan ke bawah eksotermik)
Dari formula ∆Go = ∆Ho - T ∆So, harga ∆Go harus negatif agar
suatu garam dapat larut dengan mudah. Data eksperimen (Tabel 3.2)
menunjukkan bahwa energi kisi relatif sama dengan entalpi hidrasi. Logam Golongan s
107
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida, harga
entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi kristal
lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam keadaan
gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini dikombinasikan
untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G ) pada proses pelarutan,
ternyata diperoleh kecenderungan yang benar-benar paralel dengan
kecenderungan kelarutannya (Tabel 3.3).
Tabel 3.4 Faktor entropi (dalam besaran T ��������������������������������������
∆�������������������������������������
S ), ��������������������������������
∆�������������������������������
H, dan ������������������������
∆�����������������������
G hitungan pada proses
pelarutan seri natrium halida
Entropi (S )
Senyawa
-1 Hidrasi / kJ
Kisi / kJ mol
-1
mol
T ∆S /
-1
kJ mol
∆H /
-1
kJ mol
∆G /
-1
kJ mol
NaF
+ 72
- 74
-2
+1
+3
NaCl
+ 68
- 55
+ 13
+4
- 11
NaBr
+ 68
- 50
+ 18
-1
- 19
Na I
+ 68
- 45
+ 23
-9
- 32
Apabila dilakukan perhitungan terhadap perubahan entropi
(∆S ), ternyata diperoleh data bahwa kecuali natrium fluorida, harga
entropi yang dicapai oleh ion-ion ketika dibebaskan dari kisi kristal
lebih besar daripada entropi yang hilang ketika ion-ion dalam keadaan
gas terhidrat dalam larutan. Apabila kedua besaran ini dikombinasikan
untuk memperoleh perubahan energi bebas (∆G ) pada proses pelarutan,
ternyata diperoleh kecenderungan yang benar-benar paralel dengan
kecenderungan kelarutannya (Tabel 3.3).
Selain itu terdapat hubungan yang bermakna antara kelarutan
garam alkali dengan jari-jari kation untuk anion yang sama, namun
hubungan ini dapat menghasilkan kurva kontinu dengan kemiringan
(slope) positif maupun negatif. Sebagai contoh, kelarutan alkali fluo108
Kimia Anorganik Logam
rida naik dengan naiknya jari-jari kationnya (berarti slope positif ), tetapi
kelarutan alkali iodida turun dengan naiknya jari-jari kationnya (berarti
slope negatif ). ����������������������������������������������������
Perbedaan kecenderungan ini dapat dijelaskan khususnya terhadap penekanan aspek energi kisi. Energi kisi bergantung kuat
pada muatan ionik, namun rasio ukuran kation-anion juga harus dipertimbangkan. Rasio ukuran kation dan anion yang tidak tepat akan
mengakibatkan rendahnya energi kisi dari harga yang diharapkan. Jarijari kation Li+ dan Cs+ masing-masing adalah 90 dan 181 pm, sedangkan jari-jari anion F- dan I- masing-masing adalah 119 dan 206 pm. Perbedaan jari-jari yang terlalu besar antara kation dan anion pasangannya
dalam LiI mengakibatkan padatan ini lebih mudah larut daripada LiF
yang mempunyai jari-jari ionik tidak terlalu besar bedanya. �����������
Sebaliknya
CsI lebih sukar larut dibandingkan dengan CsF. 3.2.4 Warna Nyala
Sebagian besar senyawa-senyawa alkali larut dalam air, sehingga
uji pengendapan tidak mungkin dapat dipakai untuk identifikasi. Untungnya, setiap logam alkali menghasilkan warna nyala yang karak­
teristik jika senyawa-senyawa alkali tersebut dibakar dalam nyala api.
Warna yang terlihat dari masing-masing logam (Tabel 3.1) adalah merah
tua (litium), kuning (natrium), lilak (kalium), merah-violet (rubidium),
dan biru (sesium). Sejumlah energi tertentu dari nyala api diserap oleh
elektron-elektron atom logam hingga terjadi eksitasi, dan kembalinya
elektron ke peringkat dasar membebaskan energi nyala yang khas,
sesuai dengan energi transisi elektronik atom logam yang bersangkutan.
Jadi, setiap atom logam alkali mengalami transisi elektronik yang unik
bagi dirinya sendiri. Sebagai contoh, warna nyala kuning dari senyawa
natrium yang dibakar berasal dari emisi foton (energi) yang dibebaskan
ketika elektron yang berada pada orbital 3p1 (dalam peringkat ter­
eksitasi) kembali ke orbital 3s1 (dalam peringkat dasar). Elektron 3p1 ini
berasal dari reaksi pembakaran dalam nyala api yang ditangkap oleh ion
Na+ dalam senyawanya (Gambar 3.2).
Logam Golongan s
109
Gambar 3.2 Diagram terjadinya warna nyala kuning pada reaksi nyala senyawa
natrium; ion natrium, Na+, (a) menangkap elektron menjadi atom
netral Na dalam peringkat tereksitasi (b), kemudian kembali ke
peringkat dasar (c) dengan disertai pembebasan energi nyala
kuning.
3.2.5 Litium, 3Li
Litium terdapat sekitar 0,006 % dari massa kerak bumi, dan kira-kira 0,1 ppm terdapat dalam air laut. Sumber utama litium adalah
mineral spodumene, LiAlSi2O6. Logam litium dapat diperoleh dari
elektrolisis lelehan LiCl dengan campuran beberapa garam inert untuk
menurunkan titik leleh hingga ~ 500 oC. Densitas litium hanya setengah dari densitas air, sehingga litium
merupakan unsur yang paling kecil rapatan massanya dibandingkan
dengan semua unsur padatan lain pada temperatur kamar dan tekanan
normal. Logam ini mempunyai kenampakan permukaan yang mengkilat seperti perak, namun bila terkena udara lembab segera tertutup
oleh lapisan tebal hitam litium karbonat yang berasal dari reaksi litium
dengan oksigen dan diikuti reaksi lanjut dengan gas karbon dioksida.
Litium merupakan satu-satunya logam yang bereaksi dengan gas di­
nitrogen dan untuk memutuskan ikatan ganda tiga dalam molekul di­
nitrogen diperlukan energi sekitar 945 kJ mol-1. Untuk menyeimbangkan kebutuhan energi ini, energi kisi senyawa hasil harus sangat tinggi. Dari kelompok logam alkali, hanya ion litium mempunyai densitas
muatan yang paling besar, dan membentuk senyawa nitrida dengan
110
Kimia Anorganik Logam
energi kisi yang cukup tinggi. Persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut:
6 Li (s) + N2 (g) → 2 Li3N (s)
Senyawa nitrida ini sangat reaktif, membentuk amonia jika bereaksi
dengan air menurut persamaan reaksi:
Li
��3N (s)+ 3 H2O ( l ) → 3 LiOH (aq) + NH3 (g)
Litium mampu bergabung dengan molekul dihidrogen membentuk
senyawa hidrida menurut persamaan reaksi:
2 Li (s) + H2 (g) → 2 LiH (s)
Litium hidrida mudah bereaksi dengan air, demikian juga dengan
aluminium klorida menurut persamaan reaksi berikut:
LiH (s) + H2O ( l )
LiH
�����(s) + AlCl3 (s)
→ LiOH (aq) + H2 (g)
→ LiAlH4 (s) + LiCl (s)
Sifat tersebut membuat litium hidrida bermanfaat sebagai zat pengering
untuk pelarut-pelarut organik, dan litium aluminium hidrida banyak
dimanfaatkan sebagai zat pereduksi yang baik pada sintesis senyawasenyawa organik. Litium cair sampai saat ini diketahui sebagai zat yang paling
korosif. Sebagai contoh, jika logam litium dilelehkan dalam suatu wadah
dari bahan gelas, maka akan terjadi reaksi spontan dengan gelas, dengan
meninggalkan lubang pada wadah tersebut, dan reaksi ini disertai
dengan pancaran cahaya putih kehijauan yang tajam. Selain itu, litium
mempunyai standar potensial reduksi paling negatif dibandingkan
dengan unsur-unsur lainnya:
Li
��+ (aq)+ e → Li (s)
Eo = - 3,05 V
Jadi, reaksi kekiri berjalan spontan dan ini berarti bahwa pada proses
oksidasi terhadap logam litium dibebaskan energi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan oksidasi terhadap unsur-unsur lainnya. Namun
Logam Golongan s
111
demikian, reaksi litium dengan air berlangsung paling lambat dan te­
nang, berbeda dengan reaksi logam-logam alkali lainnya. Kespontanan
reaksi selalu berkaitan dengan aspek termodinamik, yaitu perubahan
energi bebas (∆G), sedangkan laju reaksi berkaitan dengan aspek kinetik, yang dikontrol oleh energi aktivasi (penghalang). Dalam kasus ini,
reaksi antara logam litium dengan air diasumsikan mempunyai energi
aktivasi (penghalang) paling tinggi, sehingga reaksinya berlangsung
paling lambat. Rapatan muatan litium sangat besar dibandingakan dengan
rapatan muatan logam-logam alkali lainnya, dan sifat inilah yang sering
dikaitkan dengan sifat-sifat khusus litium berbeda dengan logam lain
di dalam kelompoknya. Rapatan muatan ion-ion Li+, Na+, K+, Rb+,
dan Cs+, masing-masing secara berurutan adalah 98, 24, 11, 8, dan
6 C mm-3. Litium sangat banyak ditemui dalam senyawa-senyawa
organometalik, dan garam LiCl bahkan larut dalam berbagai pelarut
organik yang pempunyai polaritas rendah seperti etanol, dan aseton. Dengan demikian, ikatan senyawa-senyawa litium mempunyai tingkat
kovalensi yang cukup tinggi. Densitas yang rendah membuat litium dapat dimanfaatkan
sebagai bahan aloi untuk pesawat terbang. Sebagai contoh, aloi tipe LA
141 yang terdiri atas 14 % Li, 1 % Al, dan 85 % Mg, mempunyai densitas
hanya sebesar 1,35 g cm-3, hampir setengah dari densitas logam
aluminium murni. Litium juga dimanfaatkan sebagai bahan teknologi
pembuatan baterai; potensial reduksi standar yang tinggi dan densitas
yang hanya seperduapuluh dari densitas timbel, memungkinkan dapat
dibuat baterai yang lebih ringan-kompak. Salah satu kombinasi daur (siklus) redoks adalah penerapannya
pada setengah sel logam litium dalam larutan litium nitrat. Untuk
menghindari terjadinya reaksi dengan air, atom-atom litium ditanam
dalam rongga-rongga kisi oksida logam. Proses penanaman atom
“tamu” (guest) ke dalam rongga-rongga kisi oksida logam “tuanrumah”
(host) ini dikenal dengan proses interkalasi, dan hasilnya disebut
112
Kimia Anorganik Logam
senyawa interkalasi. Dalam proses ini hanya sedikit terjadi perubahan
struktur reversibel. Dalam lingkungan seperti ini ternyata potensial
reduksi litium berubah secara dramatik dari nilai keadaan “normal” nya
yaitu Eo = - 3,05 V. Potensial reduksi litium dalam senyawa interkalasi
ini bergantung pada identitas oksida logam “tuan rumah”-nya. Sebagai
contoh, potensial reduksi litium dalam mangan dioksida berharga
positif, tetapi dalam vanadium dioksida berharga negatif:
Li
��+ (aq)+ e → Li (Mn2O4) (s)
Eo = + 1,0 V
Li+ (aq)+ e → Li (VO2) (s)
Eo = - 0,5 V
Perbedaan potensial sebesar 1,5 V antara kedua lingkungan litium yang
berbeda inilah yang menggerakkan terjadinya reaksi sel baterai. Pada
proses pemakaian sel baterai terjadi reaksi redoks pengosongan sel
sebagai berikut :
Li+ (aq)+ e → Li (Mn2O4) (s)
Eo = + 1,0 V
Li
����(VO2) (s) → Li+ (aq) + e Eo = + 0,5 V
Pengisian kembali sel baterai mengakibatkan terjadinya reaksi
sebaliknya.
Industri terbesar pemanfaat litium adalah industri lemak atau
minyak pelumas-litium, dan lebih dari 60 % dari berbagai macam minyak
pelumas otomotif mengandung litium. Senyawa-senyawa yang dipakai
adalah litium stearat, C17H35COOLi, yang dicampurkan ke dalam
minyak agar tahan terhadap air sehingga diperoleh pelumas yang tidak
mengeras pada temperatur rendah tetapi tetap stabil pada temperatur
tinggi. Litium mempunyai kemampuan membentuk senyawa kovalen
dengan berbagai unsur lain. Senyawanya dengan karbon misalnya,
menjadi sangat bermanfaat pada reaksi-reaksi organik, misalnya butillitium, LiC4H9. Senyawa ini dapat dibuat dari reaksi logam litium dengan
klorobutana dalam pelarut organik seperti heksana, C6H14. ������������
Reaksi yang
terjadi menurut persamaan berikut:
Logam Golongan s
113
2
������
Li (s) + C4H9Cl (C6H14 ) → LiC4H9 (C6H14 ) + LiCl (s)
Hasilnya dapat dipisahkan dengan penyaringan, kemudian diikuti
dengan distilasi. Butillitium berupa cairan yang akan terbakar secara
spontan jika kontak dengan oksigen udara, oleh karena itu harus
ditangani dengan hati-hati dalam lingkungan atmosfir gas inert. 3.2.6 Natrium, 11Na
Natrium adalah logam alkali yang dibutuhkan paling banyak untuk
keperluan industri. Seperti logam-logam alkali yang lain, natrium tidak
ditemukan dalam keadaan murni di alam karena reaktivitasnya yang
sangat tinggi. Logam putih keperakan ini diproduksi (dalam industri)
secara elektrometalurgi menurut proses Downs (Bab. 3). Logam natrium digunakan dalam berbagai sintesis senyawa
natrium, namun ada dua kegunaan utamanya. Pertama untuk ekstraksi
logam-logam lain. Cara yang paling mudah untuk mendapatkan logamlogam yang lebih sedikit kelimpahannya seperti torium, zirkonium,
tantalum dan titanium, adalah dengan mereduksi senyawa-senyawanya
dengan logam natrium. Sebagai contoh, logam titanium dapat diperoleh
dari reduksi titanium klorida dengan natrium menurut persamaan
reaksi:
TiCl
����4 ( l ) + 4 Na (s) → Ti (s) + 4 NaCl (s)
Logam titanium murni dapat diperoleh jika endapan yang terbentuk
dicuci dengan air yang akan melarutkan natrium klorida.
Penggunaan kedua adalah dalam produksi zat aditif bahan bakar
minyak, tetraetiltimbel (TEL) yang disintesis dari aloi Na-Pb dengan etil
klorida menurut persamaan reaksi :
4 NaPb (s) + 4 C2H5Cl (g) → (C2H5)4Pb (l�) + 3 Pb (s) + 4 NaCl (s)
3.2.7 Kalium, 19K
Kalium yang terdapat di alam bersifat sedikit radioaktif karena
mengandung kira-kira 0,02% isotop radioaktif 40K dengan waktu paroh
114
Kimia Anorganik Logam
1,3 x 109 tahun. Ternyata, proporsi radiasi yang dihasilkan tubuh manusia cukup signifikan berasal dari isotop 40K. Ekstraksi logam kalium dalam sel elektrolitik akan sangat berbahaya karena sifatnya yang sangat reaktif. Proses ekstraksi melibatkan
reaksi logam natrium dengan lelehan kalium klorida pada temperatur
850 oC menurut persamaan reaksi:
KCl
�����(l) + Na (l) K (g) + NaCl (l)
Keseimbangan reaksi tersebut sesungguhnya menggeser ke kiri pada
temperatur 850 oC, namun kalium berupa gas (titik didih kalium 766
oC, dan titik didih natrium 890 oC). Oleh karena itu dengan prinsip
Le Châtelier, keseimbangan reaksi dapat didorong ke kanan dengan
memompa gas kalium hasil yang berwarna hijau keluar dari sistem
untuk kemudian dipadatkan. Telah disebutkan di muka bahwa sifat kelarutan senyawa-senyawa
alkali berkaitan dengan ukuran pasangan kation-anion yang bersangkutan. Ukuran antara pasangan kation-anion yang relatif sama mempunyai kelarutan yang sangat kecil. �������������������������������������
Jadi, anion berukuran besar akan membentuk senyawa yang sukar larut dengan kation alkali berukuran besar.
Konsep ini berlaku bagi anion berukuran besar seperti anion heksanitr
itokobaltat(III), [Co(NO2)6]3-. Anion ini dengan litium maupun dengan
natrium menghasilkan garam yang larut dalam air, tetapi dengan kalium, rubidium ataupun sesium terbentuk garam-garam yang sukar larut. Jadi, identifikasi ion kalium dapat dilakukan dengan penambahan ion
heksanitritokobaltat(III) yang akan membentuk endapan kuning cemerlang menurut persamaan reaksi:
3
���
K+ (aq) + [Co(NO2)6]3- (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
Anion tetrafenilborat,[B(C6H5)4]-, juga dapat mengendap dengan
membentuk kalium tetrafenilborat yang berwarna putih:
K
�+ (aq) + [B(C6H5)4]- (aq)
→ K[B(C6H5)4] (s)
Logam Golongan s
115
3.2.8 Oksida Logam Alkali
Sebagian besar logam bereaksi dengan gas dioksigen membentuk ion oksida O2-. Tetapi untuk logam alkali, selain membentuk oksida,
2juga dapat membentuk peroksida, O2 , kecuali litium yang hanya membentuk oksida biasa (”normal)” menurut persamaan reaksi:
4
������
Li (s) + O2 (g) → 2 Li2O (s)
Natrium misalnya, bereaksi dengan dioksigen menghasilkan
natrium dioksida(2-), Na2O2, yang biasa disebut natrium peroksida
menurut persamaan reaksi:
2 Na (s)+ O2 (g) → Na2O2 (s)
Natrium peroksida mengandung ion dioksida(2-), O22-, atau ion
peroksida. Notasi “2-” hanya untuk menunjukkan muatan pada ion yang
bersangkutan, dan penulisan angka Arab dalam penamaan ini mengikuti
rekomendasi the American Chemical Society (Masyarakat Kimia Amerika)
yang diterapkan apabila terdapat kemungkinan lebih dari satu muatan
ionik seperti yang ditunjukkan pada contoh-contoh berikut. Natrium dioksida(2-) bersifat diamagnetik, dan panjang ikatan
_
O O kira-kira 149 pm, jauh lebih panjang daripada ikatan pada molekul
dioksigen (O=O) yaitu 121 pm. Sifat diamagnetik dan lemahnya ikat­
an senyawa ini dapat dijelaskan dengan model orbital molekular ion
dioksida(2-) sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3a. Diagram tersebut
menunjukkan semua elektron berpasangan dan menempati empat orbital ikat (bonding) dan tiga orbital antiikat (antibonding), menghasilkan
derajat ikatan (bond order) 1 (satu) sehingga dengan demikian, senyawa
ini bersifat diamagnetik dan panjang ikatan lebih panjang daripada
panjang ikatan molekul O2 yang mempunyai derajat ikatan 2 (Tabel 1.1,
Bab. 1)
Tiga logam alkali yang lain bereaksi dengan dioksigen berlebih
membentuk dioksida(1-), atau biasa disebut superoksida, yang bersifat
paramagnetik oleh karena mengandung ion dioksida(1-), O2-; misalnya,
logam kalium bereaksi menurut persamaan reaksi:
116
Kimia Anorganik Logam
K (s) + O2 (g) → KO2 (s)
_
Panjang ikatan O O dalam ion-ion dioksida(1-) ini yaitu 133 pm, lebih
pendek daripada panjang ikatan dalam ion dioksida(2-), tetapi sedikit
lebih panjang daripada panjang ikatan dalam molekul dioksigen. Sebagaimana ditunjukkan Gambar 3.3b, diagram orbital molekular
ion dioksida(1-) menunjukkan adanya satu elektron tak-berpasangan
dan oleh karena itu memberikan sifat paramagnetik, dan derajat ikatan
_
sebesar 1½. Dengan demikian data panjang ikatan O O dalam ketiga
spesies O2, O2-, dan O22- konsisten (taat asas) dengan besarnya derajat
ikatan spesies yang bersangkutan. Gambar 3.3 Diagram orbital molekular untuk (a) ion dioksida(2-), dan (b) ion
dioksida(1-)
Spesies O22- lebih mudah terpolarisasi daripada O2-, dan
daya mempolarisasi ion Na+ lebih kuat daripada ion K+. Oleh karena
itu dapat dipahami bahwa oksida natrium stabil sebagai dioksida (2-) atau peroksida, dan oksida kalium stabil sebagai dioksida (1-) atau
superoksida. Logam Golongan s
117
Semua oksida alkali berekasi hebat dengan air membentuk larut­
an alkali hidroksida. Tambahan pula reaksi air dengan dioksida (2-)
menghasilkan hidrogen peroksida, dan dengan dioksida (1-) menghasilkan hidrogen peroksida dan gas dioksigen, menurut persamaan reaksi:
2
����
Li2O (s) + H2O (l) → 2 LiOH(aq)
Na2O2 (s) + 2 H2O (l) → 2 NaOH(aq) + H2O2(aq)
2 KO2 (s) + 2 H2O (l) → 2 KOH(aq) + H2O2(aq) + O2 (g)
Kalium dioksida(1-), KO2, digunakan dalam kapsul ruang
angkasa, kapal selam, dan beberapa jenis peralatan pernafasan, sebab
dioksida(1-) menyerap karbon dioksida hasil pernafasan (dan uap air)
dan membebaskan oksigen, menurut persamaan reaksi:
2
����
KO2 (s) + 2 CO2 (g) → 2 K2CO3 (s) + 3 O2 (g)
K
�2CO3 (s) + CO2 (g) + H2O (g) → 2 KHCO3 (s)
3.2.9 Hidroksida Logam Alkali
Padatan
������������������������������������������������������������
alkali hidroksida berwarna putih, tembus cahaya dan
menyerap uap air udara hingga terlarut dalam air berlebih. Satu-satunya kekecualian adalah litium hidroksida oktahidrat, LiOH.8H2O. Semua
alkali hidroksida berbahaya, sebab bereaksi dengan protein kulit sehingga menghilangkan permukaan kulit. Natrium hidroksida dan kalium hidroksida disediakan dalam bentuk pelet - butiran yang diproduksi
dengan memasukkan lelehan-nya ke dalam cetakan. Sebagai padatan
maupun dalam larutan alkali hidroksida menyerap karbon dioksida dari
atmosfer membentuk karbonat, menurut persamaan reaksi:
2 NaOH (aq) + CO2 (g) → Na2CO3 (aq) + H2O ()
Alkali hidroksida merupakan sumber hidroksida yang baik karena sangat
mudah larut dalam air. Natrium
������������������������������������������������������������
hidroksida dapat dibuat dari larutan garam dapur secara elektrolisis: (1) dalam sel diafragma, (2) sel membran, atau (3) dalam
118
Kimia Anorganik Logam
sel katode merkuri (raksa), sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.4.
Setiap sel elektrolisis mempunyai kelebihan maupun kelemahan. Pada
sel diafragma dan sel membran terjadi reaksi penukaran ion pada elektrode sebagai berikut :
Katode : 2 H2O (aq) + 2 e → H2 (g) + OH- (aq)
Anode : 2 Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2 e Eo = - 0,83 V
Eo = +1,36 V
Pada katode tidak terjadi reduksi ion natrium karena mempunyai Eo
jauh lebih negatif (-2,17 V).
Gambar 3. 4 Skema preparasi NaOH
secara elektrolisis NaCl dengan :
(a) sel diafragma
(b) sel membran, dan
(c) katode raksa
Dalam sel diafragma asbes, ion-ion natrium dan klorida dapat
menembus diafragma asbes yang basah, tetapi molekul-molekul gas
hidrogen dan klorin tidak. Adanya tekanan pada ruang anode mence-
Logam Golongan s
119
gah aliran balik ion OH- dari ruang katode. Larutan NaOH yang dihasilkan pada katode terkontaminasi dengan NaCl yang tidak terelektrolisis
yang selanjutnya dapat diendapkan dengan pemekatan larutan tersebut, sehingga dapat dipisahkan dengan penyaringan. Dalam membran
penukaran ion, hanya ion natrium saja yang dapat melewati membran
tersebut, sedangkan ion-ion klorida, hidroksida dan molekul-molekul
gas hidrogen serta klorin tidak. Larutan NaOH yang dihasilkan tidak
terkontaminasi oleh ion klorida dan dengan demikian lebih pekat dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari sel diafragma. Pada sel katode merkuri (raksa), dipakai logam titanium sebagai
anode. Ion klorida dioksidasi menjadi gas klorin pada anode, dan ion
natrium direduksi menjadi logam natrium pada katode yang kemudian
larut dalam raksa menjadi amalgama menurut persamaan reaksi:
Anode (Ti) : 2 Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2 e
Katode (Hg): 2Na+ (aq) + 2e + Hg → 2Na (Hg)
Reduksi ion natrium menjadi logamnya ini terjadi karena permukaan
elektrode merkuri bersifat menghambat terjadinya setengah reaksi yang
menghasilkan gas, sehingga menaikkan potensial elektrode di atas nilai
standar (over-voltage). Dengan demikian reduksi ion hidrogen menjadi
gas hidrogen memerlukan potensial yang lebih tinggi daripada potensial reduksi ion natrium. Amalgam (natrium-raksa) yang dihasilkan dialirkan ke dalam suatu wadah, kemudian direaksikan dengan air pada
permukaan grafit untuk memperoleh natrium hidroksida yang bebas
dari NaCl, menurut persamaan reaksi:
2
������
Na (Hg) + 2 H2O (l) → 2 NaOH (aq) + H2 (g) + Hg (l)
Reaksi ini berlangsung dengan tenang karena adanya medium raksa. Larutan natrium hidroksida terdapat sebagai lapisan bagian atas dan
cairan raksa sebagai lapisan bagian bawah, sehingga larutan NaOH dapat dipisahkan dan dipekatkan untuk kemudian dipadatkan. Larutan
NaOH yang dbuat dengan cara seperti ini mempunyai kemurnian yang
120
Kimia Anorganik Logam
sangat tinggi. Raksa cair yang diperoleh dialirkan dengan pompa kembali ke ruang katode.
Jadi, dari ketiga macam sel tersebut reaksi elektrolisis larutan NaCl
jenuh yang terjadi adalah:
2
������
NaCl (aq) + 2 H2O (l)
2 NaOH (aq) + H2 (g) + Cl2 (g)
Manfaat natrium hidroksida
Sebagian besar natrium hidroksida dimanfaatkan sebagai pe­
reaksi pada berbagai pabrik sintesis senyawa organik, anorganik, dan
dikonsumsi pada pembuatan pulp dan pabrik kertas. Natrium hidroksida
juga banyak dimanfaatkan untuk bahan pembersih peralatan rumah
tangga (oven misalnya) dari kotoran lemak. Bahan pembersih ini biasa­
nya be­rupa serbuk campuran natrium hidroksida dengan aluminium,
yang bila ditambah air akan bereaksi menghasilkan [Al(OH)4]- dan gas
H2. Timbulnya gelembung gas H2 ini akan mengocok larutan sehingga
terjadi kontak lebih cepat antara natrium hdroksida dengan lemak. 3.2.10 Garam – garam Alkali
Natrium karbonat
Logam-logam alkali (demikian juga amonium) karbonat merupakan satu-satunya kelompok senyawa karbonat yang larut dalam air. Alkali karbonat yang terpenting adalah natrium karbonat yang umumnya stabil sebagai kristal anhidrat, monohidrat, dan dekahidrat. ������
Natrium karbonat dapat diperoleh dari bahan tambang “trona” yang mengandung ~ 90% karbonat-hidrogen karbonat, (Na2CO3. NaHCO3.2H2O),
atau natrium sesquikarbonat (sesqui artinya satu setengah) dan ini merupakan jumlah ion natrium yang terdapat dalam setiap unit karbonat di
dalam mineral. Natrium sesquikarbonat bukanlah suatu campuran dua
senyawa melainkan satu senyawa yang dalam kisi kristalnya terdapat
ion-ion karbonat dan bikarbonat secara bergantian (berselang-seling)
dengan ion natrium dan molekul air dengan rasio = 1 : 1 : 3 : 2, yaitu
Na3(HCO3)(CO3).2H2O. Logam Golongan s
121
Natrium karbonat monohidrat dapat diperoleh dari ekstraksi
”trona” yang ditambang seperti batubara kira-kira 400 m di bawah tanah,
diluluhkan kemudian dipanaskan dalam tempat pemanas yang berputar. �����������������������������������������������������������
Proses ini mampu mengubah sesquikarbonat menjadi karbonat :
∆
2[Na2CO3. NaHCO3.2H2O] (s) 
→ 3 Na2CO3 (s) + 5 H2O (g) + CO2 (g)
Karbonat yang diperoleh dilarutkan di dalam air, disaring kemudian
diuapkan hingga kering untuk menghasilkan natrium karbonat monohidrat, yang jika dipanaskan dalam pemanas berputar akan diperoleh
natrium karbonat tanpa hidrat. Kebutuhan dunia akan natrium karbonat dari proses penam­
bangan ini ternyata belum tercukupi, dan kebutuhan ini masih harus
dipenuhi dari proses Solvay yang melibatkan reaksi sederhana yang secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)
Keseimbangan reaksi ini sangat jauh bergeser ke kiri dan untuk
membuat reaksi bergeser ke kanan, diperlukan beberapa tahapan tak
langsung. Tahap pertama, karbon dioksida dimasukan ke dalam larutan
yang dijenuhkan oleh NaCl dan amonia, sehingga terjadi reaksi antara
gas karbon dioksida dengan amonia sebagai berikut:
(1) CO2 (g) + NH3 (aq) + H2O (l) → NH4+ (aq) + HCO3- (aq)
(2)
Hadirnya ion hidrogen karbonat dengan ion natrium akan
mengkristalkan natrium hidrogen karbonat yang mempunyai
kelarutan rendah pada temperatur rendah:
HCO3- (aq) + Na+ (aq) → NaHCO3 (s)
Padatan hidrogen karbonat ini dipisahkan dengan penyaringan,
kemudian dipanaskan dengan hati-hati untuk memperoleh
karbonat:
122
Kimia Anorganik Logam
∆
NaHCO3 (s) 
→ Na2CO3 (s) + H2O (g) + CO2 (g)
Amonia dapat diperoleh kembali dari garam amonium yang
dihasilkan pada reaksi (1) dengan penambahan basa Ca(OH)2:
(4) 2 NH4+ (aq) + 2 Cl- (aq) + Ca(OH)2 (s) →
2 NH3 (g) + CaCl2 (aq) + 2 H2O (l)
(3)
Kalsium hidroksida dan karbon dioksida yang dipergunakan
dalam proses tersebut diperoleh dari pemanasan batu kapur :
∆
CaCO3 (s) 
→CaO (s) + CO2 (g)
(6) CaO (s) + H2O (l) → Ca(OH)2 (s)
(5)
Penjumlahan dari keenam persamaan reaksi tersebut menghasilkan
satu persamaan reaksi keseluruhan:
2 NaCl (aq) + CaCO3 (s) → Na2CO3 (aq) + CaCl2 (aq)
Problem yang ditemui dalam proses Solvay ini adalah jumlah
CaCl2 yang diproduksi sebagai hasil samping terlalu banyak daripada
keperluan pasar. Selain itu proses ini juga membutuhkan energi yang
cukup tinggi hingga lebih mahal dibandingkan dengan metode ekstraksi
mineral “trona”. Manfaat natrium karbonat
Sekitar 50 % produksi natrium karbonat di Amerika Serikat
digunakan untuk pembuatan gelas. Dalam proses ini natrium karbonat
direaksikan dengan silikon dioksida (pasir) dan komponen-komponen
yang lain pada suhu ~ 1500 oC. Formula gelas yang dihasilkan sangat
bergantung pada rasio stoikiometrik bahan-bahan pereaksi. Reaksi
kuncinya adalah terbentuknya natrium silikat dan karbon dioksida
menurut persamaan reaksi:
Na
��2CO3 (l) + x SiO2 (s) → Na2O.x SiO2 (l) + CO2 (g)
Natrium karbonat juga dapat digunakan untuk menghilangkan
ion-ion logam alkali tanah dalam air minum. Ion-ion logam alkali tanah
seperti magnesium dan kalsium yang berasal dari mineral dolomit
Logam Golongan s
123
dan batu kapur,akan diubah menjadi senyawa karbonatnya yang
mengendap. �������������������������������������������������������
Proses ini dikenal sebagai proses pelunakan air sadah (hard
water) menurut persamaan reaksi:
CO
��32- (aq) + Mg2+ / Ca2+ (aq) → MgCO3 / CaCO3 (s)
Natrium hidrogen karbonat
Logam-logam alkali, kecuali litium, membentuk satu-satunya
padatan hidrogen karbonat atau bikarbonat. Natrium hidrogen karbonat
lebih sukar larut dalam air dibandingkan dengan karbonatnya, oleh
karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mengalirkan gas karbon
dioksida ke dalam larutan jenuh karbonatnya menurut persamaan
reaksi:
Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (l) → 2 NaHCO3 (s)
Natrium karbonat dapat diperoleh kembali pada pemanasan menurut
persamaan reaksi:
∆
2 NaHCO3 (s) 
→ Na2CO3 (aq) + CO2 (g) + H2O (g)
Sifat reaksi ini dapat diaplikasikan pada manfaat natrium bikarbonat
sebagai bahan utama pemadam kebakaran, karena serbuk ini selain
mampu menyelimuti api juga gas karbon dioksida yang dihasilkan
dapat mematikan api. Dalam industri makanan, natrium bikarbonat dipakai untuk
campuran adonan roti agar roti yang dihasilkan mengembang, dan oleh
karena itu natrium bikarbonat disebut juga soda roti atau soda bakar. Pada pembuatan roti bakar ini natrium bikarbonat sering dicampurkan
dengan kalsium dihidrogen fosfat dan sejumlah pati (amilum) sebagai
filler (pengisi). Kalsium dihidrogen fosfat bersifat asam, sehingga jika
basah akan bereaksi dengan bikarbonat menghasilkan gas karbon
dioksida yang berfungsi menggelembungkan adonan roti pada
pembakaran menurut persamaan reaksi : 2 NaHCO3 (s) + Ca(H2PO4)2 (s) →
124
Na2HPO4 (s) + CaHPO4 (s) + 2 CO2 (g) + 2 H2O (l)
Kimia Anorganik Logam
Natrium nitrat dan Kalium nitrat
Deposit natrium nitrat (saltpeter) dalam jumlah yang sangat besar
terdapat di Chili. Senyawa ini terurai menjadi senyawa nitrit dan oksigen
pada temperatur ~ 500 oC menurut persamaan reaksi:
∆
2 NaNO3 (s) 
→ 2 NaNO2 (s) + O2 (g)
Kalium nitrat dibuat dari kloridanya dengan natrium nitrat menurut
persamaan reaksi:
KCl (aq) + NaNO3 (aq)� → KNO3 (aq) + NaCl (aq)
Proses ini dilangsungkan pada temperatur dibawah 100 oC; karena
KNO3 paling rendah kelarutannya pada temperatur kamar senyawa
ini dapat dipisahkan dan dimurnikan dengan kristalisasi bertingkat. Seperti halnya NaNO3, KNO3 juga mengalami dekomposisi yang sama
pada pemanasan. Kalium nitrat dapat juga digunakan sebagai bahan
untuk membuat serbuk peluru yang dicampur dengan, arang kayu,
dan belerang dengan rasio massa sekitar 6 : 1 : 1. Jika campuran ini
dipanaskan, terjadi reaksi:
2 KNO3 (s) + S (s) + C (s)�� → K2S (s) + N2 (g) + 3 CO (g)
Terbentuknya gas sebagai hasil reaksi disertai dengan suhu tinggi
mengakibatkan pengembangan mendadak sehingga terjadi ledakan. 3.2.11 Reaksi dengan Amonia
Logam-logam alkali mempunyai sifat yang menarik dalam hal
kelarutannya dalam amonia yang menghasilkan larutan biru tua jika
larutannya encer. Larutan ini dapat menghantarkan arus listrik, dengan
spesies utama yang diduga membawa arus dalam larutan adalah elektron
yang tersolvasi sebagai hasil ionisasi logam alkali. Misalnya untuk logam
natrium, persamaan ionisasi dalam larutan amonia adalah:
Na
�� (s) + NH3 Na+ (NH3 ) + e (NH3 )
Jika larutan ini dipekatkan dengan penguapan, warna larutan berubah
menjadi seperti perunggu dan berperilaku seperti logam cair. Jika dibiarkan dalam waktu lama atau dipercepat dengan penambahan kataLogam Golongan s
125
lisator logam transisi, larutan ini terurai dengan menghasilkan garam
amida dan gas hidrogen menurut persamaan reaksi:
2 Na+ (NH3 ) + 2 NH3 (l) + 2 e → 2 NaNH2 (NH3 ) + H2 (g)
3.2.12 Amonium sebagai Ion Logam Pseudo-Alkali
Walaupun ion amonium merupakan kation poliatomik yang
terdiri atas atom nitrogen dan hidrogen, keduanya unsur non-logam,
sifat-sifatnya dalam banyak hal mirip ion logam alkali. Sebagai contoh,
garam-garam amonium mudah larut dalam air sama seperti garamgaram logam alkali. Ion amonium adalah kation besar dengan muatan
rendah, berjari-jari 151 pm, hampir sama dengan jari-jari ion kalium
(152 pm). Salah satu perbedaannya dengan logam alkali adalah pada
pemanasan garam nitratnya yang menghasilkan produk berbeda,
menurut persamaan reaksi:
2 NaNO3 (s) ∆

→ 2 NaNO2 (s) + O2 (g)
NH4NO3 (s)
∆

→ N2O (g) + 2 H2O (g)
3.2.13 Kemiripan Litium dengan Logam Akali-tanah
Litium dalam banyak hal menunjukkan sifat yang berbeda dengan
anggota logam alkali lainnya tetapi justru lebih mirip dengan logam
alkali tanah seperti sifat-sifat berikut ini:
(1)
(2)
(3)
(4)
126
Kekerasan litium terbesar dalam golongan alkali, mirip dengan
kekerasan logam alkali tanah.
Mirip dengan logam alkali tanah tetapi berbeda dengan logam
alkali karena litium membentuk oksida ”normal”, Li2O, bukan
dioksida(2-) atapun dioksida(1-).
Litium adalah satu-satunya logam alkali yang membentuk se­
nyawa nitirida seperti halnya semua logam alkali tanah.
Demikian juga litium adalah satu-satunya logam alkali yang
membentuk senyawa dikarbida(2-), Li2C2 yang sering disebut
Kimia Anorganik Logam
(5)
(6)
litium asetilida, seperti halnya semua logam alkali tanah juga
membentuk senyawa dikarbida(2-).
Garam-garam litium dengan karbonat, fosfat, dan fluorida,
mempunyai kelarutan sangat rendah dalam air, sedangkan garamgaram alkali tanah dengan karbonat, fosfat, dan fluorida, tak larut
dalam air.
Litium membentuk berbagai senyawa organometalik (senyawa
dengan atom logam terikat langsung dengan atom karbon
organik) sama seperti logam magnesium. Dalam banyak senyawa
garam, litium dan magnesium menunjukkan banyak kesamaannya
termasuk sifat kovalensinya yang relatif tinggi.
Tabel 3.4 Jari-jari (dalam ppm) dan rapatan muatan (dalam C mm-3) ����
ion
golongan alkali dan alkali tanah.
Ion
Li+
Na+
K+
Rb+
Cs+
Jari-jari
Rapatan muatan
73
98
116
24
152
11
166
8
181
6
Ion
(Be2+)
Mg2+
Ca2+
Sr2+
Ba2+
Jari-jari
Rapatan muatan
59
1100
86
120
114
52
132
33
149
23
Hubungan antara litium dengan logam alkali tanah sering disebut
sebagai hubungan diagonal dalam sistem periodik unsur-unsur, yaitu
kemiripan sifat-sifat unsur Periode 2 dengan unsur di sebelah kanan bawahnya pada Periode 3, dalam hal ini litium dengan magnesium. Kemiripan sifat-sifat litium dengan magnesium mungkin dapat diterangkan
dari sifat rapatan muatan kationnya. Dalam golongannya, litium mempunyai ukuran (volume) terkecil, dan muatan ion positifnya terpusat dalam ukurannya yang kecil ini sehingga kation litium mempunyai daya
mempolarisasi terbesar. Rapatan muatan kation litium adalah 98 C mm-3
(Lihat Tabel 3.4), ternyata jauh lebih besar dari rapat muatan kation lain
dalam golongannya dan relatif dekat dengan rapatan muatan kation
Logam Golongan s
127
magnesium (120 C mm-3). Kedekatan rapatan muatan ion litium ini diduga menyebabkan kemiripan sifat-sifat kimia senyawa-senyawa litium
dengan magnesium (alkali tanah). Hal yang sama berlaku bagi kation
natrium (rapatan muatan 24 C mm-3) dengan kation barium (rapatan
muatan 23 C mm-3) yang menunjukkan kemiripan sifat-sifat kimianya
terutama dalam hal reaksinya dengan dioksigen membentuk senyawa
dioksida(2-), Na2O2 dan BaO2. 3.2.14 Soal-soal Golongan Alkali
1. Uraikan secara singkat kecenderungan sifat-sifat logam golongan
alkali, dan reaktifitasnya terhadap air dan asam. 2. (a) Beberapa sifat khas litium justru mirip dengan magnesium
dan sifat ini �����������������������������������������������
membuat litium berbeda dari logam-logam alkali
lainnya. Sebutkan sifat-sifat yang dimaksud. (b) Unsur-unsur alkali dalam banyak hal jelas mirip logam, namun
dalam hal lain berbeda dari logam pada umumnya. Uraikan
aspek-aspek kemiripan maupun perbedaan ini. 3. Jelaskan kecenderungan daya polarisasi ion-ion logam alkali. 4. Jelaskan mengapa oksida litium stabil sebagai oksida normal, yaitu
litium oksida(2-) -Li2O, dan oksida natrium stabil sebagai natrium
dioksida(2-), Na2O2 - (peroksida), sedangkan oksida kalium stabil
sebagai kalium dioksida(1-), KO2 -(superoksida). 5. Jelaskan mengapa kalium dioksida(2-) dapat dipakai pada sistem
sirkulasi udara dalam pesawat ruang angkasa.
6. Ion-ion logam alkali umumnya tidak berwarna. ���������������
Bagaimana cara
menguji ion alkali misalnya kalium? Tulis persamaan reaksinya. 7. Jelaskan manfaat natrium bikarbonat dalam hubungannya dengan
pemadam kebakaran maupun dalam industri makanan. 8. Salah satu bahan campuran serbuk peluru adalah kalium nitrat.
Sebutkan dua serbuk yang lain yang digunakan dalam campuran
tersebut dan bagaimana proses kerja campuran serbuk ini sehingga
dapat digunakan sebagai serbuk yang mudah meledak?
128
Kimia Anorganik Logam
9. Jelaskan bagaimana larutan logam-logam alkali dalam amonia cair
mampu mengantar listrik.
10. Tuliskan persamaan reaksi dan kondisi reaksi yang diperlukan untuk
pembuatan padatan NaOH, Na2CO3, dan NaHCO3. 3.3 GOLONGAN ALKALI TANAH
3.3.1 Kecenderungan Golongan Alkali Tanah
Golongan alkali tanah terdiri atas Be, Mg, Ca, Sr, Ba, dan Ra. Berilium
merupakan anggota pertama dalam golongannya bersifat hampir semilogam, dan oleh karena itu lebih baik dibicarakan terpisah, dan radium
yang merupakan anggota terakhir bersifat radioaktif sehingga sifat-sifat
kimianya belum banyak diketahui secara mendalam. Tabel 3.5 Data beberapa sifat logam alkali tanah
Karakteristika
Konfigurasi elektronik
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
-3
o
Densitas / g cm (20 C)
Jari-jari atomik / pm
2+
Jari-jari ionik M / pm
-1
Energi ionisasi / kJ mol I
II
Potensial reduksi standar / V
-1
∆Hatomisasi / kJ mol
Elektronegativitas
Warna Nyala
Logam Golongan s
4Be 12Mg 20Ca 38Sr 56Ba 88Ra
[2He] [10Ne] [18Ar] [36Kr] [54Xe] [86Rn]
2s 2
3s 2
4s 2
5s 2
6s 2
7s 2
1283
649
839
768
727
~ 700
2770
1107
1487
1384
1850 ~ 1700
1,85
1,74
1,54
2,58
3,65
5,5
111
160
197
215
217
-
-
86
114
132
149
-
900
1757
738
1450
590
1145
550
1058
503
958
509
975
- 1,85
- 2,36
- 2,87
- 2,89
- 2,91
- 2,92
149
177
164
175
-
1,5
1,2
1,0
1,0
0,9
-
-
-
merah
bata
krimson
(merah
tua)
hijau
-
129
Logam alkali tanah berwarna putih keperakan dan mempunyai
densitas (rapatan) relatif rendah, dan semakin besar dengan naiknya
nomor atom kecuali kalsium (Tabel 3.5). Ikatan metalik logam-logam
alkali tanah lebih kuat daripada ikatan metalik logam alkali sebagaimana
ditunjukkan oleh harga entalpi atomisasi; titik leleh dan kekerasan
logam alkali tanah juga lebih besar daripada logam alkali. Walaupun
densitas logamnya naik dengan naiknya nomor atom seperti halnya
dengan logam-logam alkali, titik leleh dan entalpi atomisasi berubah
hanya sedikit saja, berbeda dari titik leleh dan entalpi atomisasi logamlogam alkali. Logam-logam alkali tanah kurang reaktif, atau kurang
elektropositif, dibandingkan dengan logam alkali, namun lebih reaktif
daripada logam-logam yang lain. Sebagai contoh, Ca, Sr, dan Ba bereaksi
dengan air dingin, dan reaksi yang paling hebat adalah reaksi air dengan
barium.
Ba (s) + 2 H2O (l) → Ba(OH)2 (aq)
+
H2 (g)
Seperti halnya golongan alkali, logam-logam alkali tanah semakin reaktif dengan naiknya nomor atom. Jadi, magnesium tidak bereaksi dengan
air dingin, tetapi bereaksi lambat dengan air panas untuk menghasilkan
magnesium hidroksida dan gas hidrogen.
3.3.2 Sifat Umum Senyawa-Senyawa Logam Alkali Tanah
Karakter ionik
Ion logam alkali tanah selalu mempunyai tingkat oksidasi +2,
dan senyawanya bersifat stabil, padatannya bersifat ionik, tak berwarna
kecuali jika anioniknya berwarna. Sebagian sifat kovalen dijumpai pada
senyawa magnesium, terlebih-lebih senyawa berilium didominasi oleh
ikatan kovalen. Hidrasi ion
Garam-garam logam alkali tanah hampir semuanya terhidrat. Jumlah molekul hidrat dalam kristal garam-garam ini bervariasi antara
2 – 12 seperti ditunjukkan pada Tabel 3.6. Tampaknya ada hubungan
130
Kimia Anorganik Logam
paralel antara besarnya rapatan muatan ion logam dengan jumlah
molekul hidrat. Tabel 3.6 Jumlah maksimum molekul air dalam kristal hidrat MX2.nH2O
M
: MCl2.nH2O :
M(NO3)2.nH2O :
MSO4.nH2O
:
Mg
Ca
Sr
Ba
12
6
6
2
9
4
4
0
12
2
0
0
Kelarutan garam-garam alkali tanah
Berbeda dengan garam-garam golongan alkali yang mudah
larut dalam air, berbagai garam logam golongan alkali tanah tidak
larut dalam air. Pada umumnya garam alkali tanah yang larut dalam
air adalah garam-garam nitrat dan klorida (dari anion valensi tunggal)
sedangkan yang sukar larut adalah garam-garam seperti karbonat,
dan fosfat (anion bervalensi ganda). Beberapa anion menunjukkan
kecenderungan kelarutan yang cukup mencolok seperti misalnya garam
sulfat yang mempunyai kecenderungan semakin sukar larut dari atas ke
bawah dalam golongannya sedangkan hidroksidanya menunjukkan hal
yang sebaliknya yaitu semakin sukar larut. Dalam bab sebelumnya telah dibicarakan kelarutan halida alkali
berkenaan dengan fungsi-fungsi termodinamika. Untuk halida alkali
tanah, harga setiap fungsi termodinamik berbeda secara dramatis
dibandingkan dengan harga setiap fungsi untuk halida alkali, tetapi
untuk perubahan total entalpi maupun entropi dalam proses pelarutan
hanya sedikit berbeda. Faktor Entalpi
Tahap pertama siklus entalpi adalah penguapan kisi kristal. Garam kation dipositif (ion logam alkali tanah) membutuhkan energi
penguapan kisi kristal kira-kira sebesar tiga kali lipat dari energi yang
sama untuk garam kation monopositif (ion logam alkali). Hal ini
disebabkan adanya gaya tarik menarik (atraksi) elektrostatik yang jauh
lebih besar dalam garam kation dipositif. Selain itu, untuk setiap mol
Logam Golongan s
131
garam kation dipositif, ada tiga ion (yaitu M2+ dan 2 X- ) yang harus
dipisahkan dibanding dengan dua ion (M+ dan X-) pada garam kation
monopositif. Tetapi, entalpi hidrasi garam kation dipositif juga jauh lebih besar
daripada entalpi hidrasi garam kation monopositif. Oleh karena densitas
muatan kation golongan alkali tanah lebih besar daripada densitas
muatan kation golongan alkali, maka molekul-molekul air akan tertarik
lebih kuat oleh kation dipositif, sehingga energi yang dibebaskan pada
pembentukan ion tersolvasi menjadi lebih besar pula. Sebagai contoh,
entalpi hidrasi ion Mg2+ adalah -1921 kJ mol-1 sedangkan untuk ion
Na+ adalah - 435 kJ mol-1. Perbandingan harga entalpi untuk MgCl2
dan NaCl ditunjukkan pada Tabel 3.7. Data ini menyarankan bahwa jika
garam anhidrat MgCl2 dilarutkan dalam air maka proses pelarutannya
akan bersifat eksotermik. Tabel 3.7 Faktor Entalpi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
Senyawa Energi Kisi / kJ mol-1
Entalpi Hidrasi / kJ mol-1
∆H / kJ mol-1
MgCl2
+ 2526
- 2659
- 133
NaCl
+ 788
- 784
+4
Faktor Entropi
Entropi kisi magnesium klorida adalah sekitar satu setengah kali
entropi kisi natrium klorida (Tabel 3.8). Hal ini paralel dengan jumlah ion
gas yang dihasilkan yaitu tiga ion gas untuk tiap molekul MgCl2 dan dua
ion gas untuk tiap molekul NaCl. Tetapi, oleh karena densitas muatan
ion Mg2+ jauh lebih besar dibandingkan dengan densitas muatan ion
Na+, maka entropi hidrasi ion Mg2+ negatif jauh lebih besar daripada
entropi hidrasi ion Na+. Lapisan molekul-molekul air di seputar ion
Mg2+ yang terikat kuat merupakan lingkungan yang jauh lebih teratur
sehingga secara keseluruhan faktor entropi tidak mendukung proses
pelarutan garam MgCl2 , dan hal ini berbeda dengan proses pelarutan
garam NaCl yang justru didukung oleh faktor enropinya. 132
Kimia Anorganik Logam
Tabel 3.8 Faktor Entropi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl (dinyatakan
dalam T ∆S)
Senyawa
Entropi Kisi / kJ
mol-1
Entropi Hidrasi / kJ mol-1
∆S / kJ mol-1
MgCl2
+ 109
- 143
- 34
NaCl
+ 68
- 55
+ 13
Energi Bebas
Kombinasi kedua faktor tersebut, yaitu entalpi dan entropi,
menunjukkan bahwa proses pelarutan terutama sebagai akibat dari
besaran besaran perbedaan (∆) yang sangat kecil dalam besaranbesaran energi kisi dan entalpi hidrasi yang sangat besar sebagaimana
ditunjukkan Tabel 3.9. Lebih lanjut untuk MgCl2, faktor entalpi (negatif )
mendukung pelarutan dan faktor entropi (negatif ) melawannya, tetapi
berlaku sebaliknya bagi NaCl. Tabel 3.9 Perbandingan harga-harga ∆H, ∆S, dan ∆G (dalam kJ mol-1 ) dengan
energi kisi dan entalpi hidrasi pada proses pelarutan MgCl2 dan NaCl
Senyawa
∆H
∆S
∆G
Energi kisi
Entalpi hidrasi
MgCl2
- 133
- 34
- 99
+ 2526
- 2659
NaCl
+4
+ 13
+ 11
+ 788
- 784
Energi kisi yang sangat tinggi mengakibatkan garam-garam
anion di- dan tri-negatif sukar larut. Naiknya muatan ion mengakibatkan
naiknya energi penguapan (pada tahapan siklus energi kisi) untuk
mengatasi gaya tarik elektrostatik. Garam-garam ion dinegatif (misalnya
sulfat) dibanding dengan garam-garam ion mononegatif (misalnya
2+
klorida) dari kation yang sama (misalnya Mg ), jumlah ion-ionnya lebih
sedikit (yaitu 2 untuk MgSO4 dan 3 untuk MgCl2), sehingga total entalpi
hidrasi ion akan lebih kecil. Kombinasi kedua faktor ini, yaitu gaya tarik
elektrostatik dan jumlah ion, menjadi penyebab rendahnya kelarutan
garam-garam yang bersangkutan. Logam Golongan s
133
3.3.3 Berilium, 4Be
Berilium merupakan anggota golongan alkali tanah yang unik,
tampak seperti baja berwarna abu-abu, keras, mempunyai titik leleh
tinggi, dan densitas rendah. ������������������������������������������
Berilium bersifat penghantar listrik yang
baik sehingga berilium benar-benar merupakan suatu logam. Berilium
juga bersifat tahan terhadap korosi, kuat, dan nonmagnetik sehingga
paduan logam berilium sering digunakan untuk instrumen yang memerlukan presisi (ketepatan) yang tinggi, misalnya giroskop. Berilium
juga umum dipakai sebagai bahan paduan logam dengan tembaga
untuk menaikkan kekerasan. Penggunaan berilium dalam jumlah sangat sedikit namun bersifat krusial adalah pada jendela tabung sinar-X. Serapan terhadap sinar-X naik dengan kuadrat nomor atom, dan karena
berilium mempunyai nomor atom terendah dari semua logam yang stabil terhadap udara, maka berilium merupakan salah satu bahan yang
paling transparan untuk spektrum sinar-X. Berilium juga dapat dipakai
sebagai “moderator” terhadap neutron yang dihasilkan pada reaksi nuklir. Sumber berilium di alam adalah batu permata beril, Be3Al2Si6O18,
yang mempunyai berbagai warna tergantung pada jumlah kelumit
pengotornya. Warna biru-hijau muda beril disebut akuamarin, hijau
tua beril disebut emeral. Warna hijau disebabkan oleh adanya ~ 2 % ion
Cr(III) dalam struktur kristalnya. Tentu saja emeral tidak digunakan untuk
memproduksi logam berilium, namun sebagai gantinya digunakan
kristal-kristal beril yang tak-sempurna dan tak berwarna atau beril
coklat. Berilium murni dapat diperoleh dengan mengubah bijih beril
menjadi oksidanya, BeO, kemudian oksida ini diubah menjadi klorida
atau fluoridanya. Pemanasan fluorida dengan magnesium dalam
tungku pada suhu sekitar 1000 oC menghasilkan logam berilium:
BeF2 (s) + Mg (l) → Be (s) + MgF2 (s)
Senyawa berilium terasa manis, tetapi sangat beracun (pada abad
19, penemuan senyawa baru biasanya dilakukan uji rasa, titik leleh, dan
kelarutan). Jika debu senyawa berilium terhirup, dapat mengakibatkan
134
Kimia Anorganik Logam
kondisi kronik beriliosis. Sifat racun berilium ini disebabkan oleh kemampuan ion Be2+ berkompetisi dengan Mg2+ pada berbagai macam
enzim. Kimia berilium sangat berbeda dengan kimia golongan alkali tanah
lainnya karena sifat ikatan kovalen mendominasi senyawaan berilium. Ukuran kation berilium yang jauh sangat kecil dalam golongannya,
menyebabkan densitas muatan yang sangat besar (1100 C mm-3)
sehingga mampu mempolarisasi anion apapun di seputarnya dan ini
mengakibatkan terjadinya tumpang-tindih rapatan elektron sehingga
memberikan sifat kovalen. Energi ionisasi pertama dan ke dua berilium
lebih besar daripada energi ionisasi ionisasi pertama dan ke dua unsur
alkali tanah yang lainnya karena elektron-elektron 2s2 hanya ditamengi
oleh elektron 1s2 saja. Namun, elektron 2s2 mudah dipromosikan ke
orbital 2p untuk membentuk orbital hibrida sp, sehingga berilium
membentuk senyawa kovalen sederhana dengan bentuk molekul linear
seperti BeH2, BeCl2, dan BeBr2. Oleh karena itu tidak ditemui senyawa
kristalin atau larutan yang mengandung ion bebas Be2+. Spesies berilium ionik hanya terdapat pada ion-ion yang muat­
annya dapat dilokalisasi ke dalam beberapa atom misalnya pada ion
tetraakuaberilium(II), [Be(H2O)4]2+. Dalam spesies ini keempat atom
oksigen dari molekul air terikat secara kovalen pada ion pusat berilium
dengan menempati keempat titik sudut tetrahedron karena ion berilium
membentuk orbital hibrida sp3, sehingga berilium dalam hal ini mempunyai bilangan koordinasi empat. Beberapa contoh lain adalah [BeF4]2-,
[BeCl4]2-, dan [BeBr4]2-. Jadi, berilium oksida dan berilium halida bersifat kovalen, dan ini berbeda dengan oksida dan halida dari anggota alkali tanah yang lain yang bersifat ionik.
Gambar 3.5 Geometri tetrahedral [Be(H2O)4]2+ dan [Be(OH)4]2Logam Golongan s
135
Berilium termasuk logam “daerah batas” (borderline) sebagaimana
ditunjukkan oleh sifat reaksi oksidanya. Oksida logam umumnya
bereaksi dengan asam menghasilkan kation logam yang bersangkutan,
dan dengan basa tidak menghasilkan anion oksi. Tetapi, berilium
oksida menunjukkan kedua sifat tersebut, yaitu dengan asam (ion
hidronium) membentuk kation tetraakuaberilium(II), dan dengan basa
(ion hidroksida) membentuk anion tetrahidroksoberilat(II); jadi, berilium
oksida menunjukkan sifat amfoterik. ���������������������������������
Kedua ion ini mempunyai struktur
tetrahedral (Gambar 3.5), menurut persamaan reaksi berikut:
H
�2O (l) + BeO (s) + 2 H3O+ (aq) → [Be(H2O)4]2+ (aq)
H2O (l) + BeO (s) + 2 OH- (aq) → [Be(OH)4]2- (aq)
3.3.4 Magnesium, 12Mg
Di alam, magnesium didapatkan sebagai salah satu komponen
dari sejumlah campuran garam seperti karnalit, MgCl2.KCl.6H2O, dan
dolomit, MgCO3.CaCO3. Senyawa-senyawa ini sesungguhnya bukan
sekedar campuran garam rangkap, melainkan kristal-kristal ionik
murni. Dalam kristal ini kation-kation yang berbeda ukurannya secara
berselang-seling menyokong kestabilan yang lebih besar pada kisi
kristalnya dibandingkan dengan jika hanya disokong oleh salah satu
kationnya saja. Oleh karena itu, karnalit tersusun oleh rakitan anionanion klorida yang diselang-selingi oleh kation magnesium, kalium, dan
molekul air dengan rasio 3 : 1 : 1 : 6, dalam formula KMgCl3.6H2O. Magnesium adalah ion paling umum ketiga yang dijumpai dalam
air laut setelah natrium dan klorida, sehingga air laut merupakan sumber
paling besar untuk industri logam ini. ���������
Dari 1 km3 air laut terdapat kirakira satu juta ton magnesium (~ 0,001 ppm). Dengan 108 km3 air laut di
planet bumi kita, kebutuhan logam magnesium lebih dari cukup. Proses
ekstraksi kimiawi menurut Dow didasarkan pada kenyataan bahwa
magnesium hidroksida mempunyai kelarutan lebih rendah daripada
kelarutan kalsium hidroksida. Jadi, jika suspensi serbuk halus kalsium
hidroksida ditambahkan pada air laut maka akan terjadi pengendapan
magnesium hidroksida menurut persamaan reaksi:
136
Kimia Anorganik Logam
Ca(OH)2 (s) + Mg2+ (aq) → Ca2+ (aq) + Mg(OH)2 (s)
Magnesium hidroksida disaring kemudian dinetralkan dengan asam
hidroklorida untuk memperoleh larutan magnesium klorida menurut
persamaan reaksi:
Mg(OH)2 (s) + 2 HCl (aq) → MgCl2 (aq) + 2 H2O (l)
Larutan diuapkan hingga kering dan resultannya dimasukkan ke dalam
sel elektrolitik yang mirip dengan sel Downs yang digunakan untuk
memproduksi natrium menurut persamaan reaksi berikut :
Katode : Mg2+ (MgCl2) + 2e Mg (l)
Anode : Cl- (MgCl2) → Cl2 (g) + 2e
Logam magnesium terkumpul pada permukaan katode yang kemudian
dapat dipisahkan dengan penyedotan, sedangkan gas klorin yang
dihasilkan pada ruang anode, dapat direduksi kembali menjadi hidrogen
klorida sehingga dapat digunakan lagi untuk menetralkan magnesium
hidroksida. Logam magnesium dapat teroksidasi oleh udara secara perlahanlahan pada temperatur kamar, tetapi pada pemanasan reaksinya
sangat hebat. ������������������������������������������������������
Jika logam magnesium dibakar, akan timbul nyala putih
yang sangat terang. Oleh sebab itu pada awal fotografi (bahkan masih
sering hingga sekarang), serbuk magnesium dibakar sebagai sumber
penerangan (iluminasi):
2 Mg (s) + O2 (g) → 2 MgO (s)
Reaksi pembakaran logam magnesium tersebut berlangsung
sangat hebat, sehingga tidak dapat dipadamkan dengan bahan pemadam api dari karbon dioksida, melainkan harus dipadamkan dengan
bahan pemadam kebakaran klas D yang mengandung grafit atau natrium klorida, (klas A, B, dan C digunakan untuk pemadam kebakaran
konvensional). Bila grafit dengan logam dibakar akan dihasilkan karbida
logam yang akan membungkus permukaan logam yang terbakar sehingga secara efektif dapat menahan reaksi pembakaran lebih lanjut. Natrium klorida meleleh pada temperatur pembakaran magnesium dan
Logam Golongan s
137
membentuk lapisan inert yang akan membungkus permukaan logam
sehingga mencegah terjadinya kontak lebih lanjut dengan oksigen.
Magnesium yang sedang terbakar bahkan dapat bereaksi dengan
karbon dioksida menghasilkan magnesium oksida dan karbon menurut
persamaan reaksi:
2 Mg (s) + CO2 (g) → 2 MgO (s) + C (s)
Reaksi pembakaran tersebut secara demonstratif dapat dilakukan dalam
rongga dry ice (karbon dioksida padat), menimbulkan nyala terang yang
dapat diamati secara transparan dan akan meninggalkan padatan hitam
karbon (arang) dan abu putih (MgO).
Walaupun magnesium sangat reaktif, kereaktifannya tidak
seperti yang diharapkan berdasarkan nilai potensial reduksinya (-2,37
V). Kurangnya kereaktifan magnesium ini disebabkan oleh cepatnya
pembentukan oksidanya yang membungkus permukaan logam ini
sehingga melindungi kontak lebih lanjut dengan oksigen udara. Salah
satu perbedaan sifat kimiawi magnesium dari logam alkali tanah
lain dalam kelompoknya adalah sifat dekomposisi garam kloridanya. Magnesium klorida monohidrat terdekomposisi menjadi garam klorida
basa pada pemanasan, sedangkan garam terhidrat klorida kalsium,
stronsium, dan barium membentuk garam anhidrat pada pemanasan,
menurut persamaan reaksi:
∆
MCl
���2.2H2O (s) 
→ MCl2 (s) + 2 H2O (l) (M = Ca, Sr, Ba)
∆
MgCl2.H2O (s) 
→ Mg(OH)Cl (s) + HCl (g) Magnesium mudah membentuk senyawa kovalen khususnya
dengan senyawa organik berukuran relatif besar. ������������������
Hal ini berkaitan
dengan densitas muatan ion magnesium yang relatif tinggi, 120 C mm-3
(bandingkan dengan densitas muatan ion kalsium yang hanya 52 C mm3). Sebagai contoh, logam magnesium dapat bereaksi dengan senyawa
halokarbon (alkil halida), misalnya bromoetana (C2H5Br) dalam pelarut
etoksietana, (C2H5)2O (eter). Atom magnesium menyusup masuk di
antara atom-atom karbon dan halogen membentuk ikatan kovalen
dengan keduanya, dan menghasilkan suatu senyawa organologam,
138
Kimia Anorganik Logam
yang dikenal sebagai pereaksi Grignard, dan sangat luas dipakai pada
sintesis senyawa-senyawa organik; persamaan reaksinya adalah :
C2H5Br (eter) + Mg (s) → C2H5MgBr (eter)
Sebagian besar logam magnesium juga dimanfaatkan untuk logam
paduan aluminium-magnesium karena sifatnya yang ringan dengan
densitas rendah yaitu 1,74 g cm-3.
3.3.5 Kalsium dan Barium
Kedua logam ini berwarna keabu-abuan, bereaksi lambat de­ngan
oksigen udara pada temperatur kamar tetapi terbakar hebat pada pemanasan. Kalsium terbakar hanya menghasilkan oksidanya, tetapi barium
dapat menghasilkan dioksida(2-) dalam kondisi oksigen berlebihan, menurut persamaan reaksi:
2 Ca (s) + O2 (g) →
2 Ba (s) + O2 (g) →
Ba (s) + O2 (g) →
2 CaO (s)
2 BaO (s)
BaO2 (s)
Pembentukan barium dioksida(2-) dapat dijelaskan dengan sifat densitas muatan ion barium yang rendah (23 C mm-3), hampir sama dengan densitas muatan ion natrium (24 C mm-3), sehingga mampu men­
stabilkan ion-ion yang mudah terpolarisasi seperti dioksida(2-), O22-. Berilium
���������������������������������������������������������������
meneruskan sinar-X tetapi kalsium dan barium menyerap
kuat. Kerangka (tulang) dapat difoto dengan sinar-X karena tulang
mengandung kalsium yang dapat menyerap sinar-X. Namun, unsurunsur dalam jaringan lunak tidak menyerap sinar-X, sehingga tidak
memungkinkan untuk memvisualisasi gangguan sakit perut dan usus
besar dengan sinar-X. Ion barium merupakan penyerap sinar-X yang
baik, walaupun sangat beracun dapat digunakan. Untuk mengatasi hal
ini dapat dilakukan dengan menelan senyawa BaSO4 yang sukar larut
dalam bentuk suspensi (slurry) dengan konsentrasi yang cukup aman
terhadap kesehatan yaitu 2,4 x 10-3 g L-1. Dengan demikian keadaan
organ-organ dalam perut dan usus dapat terdeteksi oleh sinar-X
Logam Golongan s
139
sedangkan senyawa BaSO4 akhirnya akan turut keluar bersama-sama
kotoran. 3.3.6 Oksida Logam Alkali Tanah
Logam-logam alkali tanah terbakar dalam udara membentuk
oksida normal, kecuali anggota kelompok yang densitas muatannya
rendah seperti barium yang membentuk (barium) peroksida. Kecuali
magnesium oksida yang tidak larut dalam air, oksida-oksida logam
alkali tanah umumnya bereaksi dengan air membentuk hidroksidanya
menurut persamaan reaksi:
MO
����(s) + H2O (l) →
M(OH)2 (s)
(M = Ca, Sr, Ba)
Magnesium oksida mempunyai titik leleh yang sangat tinggi (2825
oC), oleh karena itu senyawa ini jika dicampur dengan tanah liat (batu
bata) sangat bermanfaat sebagai bahan pelapis tungku pada industri. Kristal magnesium oksida merupakan senyawa yang sedikit berbeda dari
oksida logam alkali tanah lainnya, karena senyawa ini bersifat konduktor
panas yang baik tetapi menunjukkan sifat konduktor listrik yang buruk
walaupun pada temperatur tinggi. Kalsium oksida sering disebut kapur tohor (quicklime), banyak
digunakan pada produksi baja, dan dapat diperoleh dari pemanasan
kalsium karbonat pada temperatur sangat tinggi (> 1170 oC), menurut
persamaan reaksi :
∆
CaCO3 (s) 
→ CaO (s) + CO2 (g)
Kalsium oksida sebagai padatan dengan titik leleh yang sangat tinggi
bersifat unik. Jika nyala api diarahkan pada cetakan-cetakan kalsium
oksida, maka cetakan-cetakan ini menyala dengan warna putih terang. Gejala ini dikenal sebagai termopendar cahaya (thermoluminescence),
sebagaimana juga ditemui pada Torium(IV) oksida, ThO2, sehingga
senyawa ini sering digunakan pada mantel lampu dengan bahan bakar
gas untuk keperluan berkemah).
140
Kimia Anorganik Logam
Kalsium oksida bereaksi dengan air membentuk hidroksidanya
dan sering dipakai untuk menetralkan tanah yang bersifat asam. Namun,
penggunaan kalsium oksida ini dapat juga mengakibatkan tanah terlalu
basa, oleh karena itu lebih baik jika dipakai serbuk batu kapur sebagai
agen netralisasi; persaman reaksinya adalah:
Ca(OH)2 (aq) +H3O+ (aq) → Ca2+ (aq) + 3 H2O (l)
CaCO3 (s) + 2 H3O+ (aq) → Ca2+ (aq) + CO2 (g) +3H2O(l)
3.3.7 Hidroksida Logam Alkali Tanah
Kelarutan hidroksida logam-logam alkali tanah dalam air semakin
besar dengan naiknya nomor atom (Tabel 3.10) dan hanya magnesium
hidroksida yang sukar larut dalam air. Sifat magnesium hidroksida yang
sukar larut ini sangat penting dalam kehidupan sehari-hari misalnya
yang berkaitan dengan penggunaan obat sakit perut antasit. Sakit perut
dapat disebabkan oleh kandungan asam yang terlalu tinggi dalam perut. Untuk menetralkannya dapat dipakai ion hidroksida, namun sayangnya
ion hidroksida bersifat sangat korosif dan dapat mengakibatkan rasa
sakit seperti terbakar jika dicerna. Oleh karena itu, untuk mengatasi
masalah tersebut dipakai serbuk halus suspensi magnesium hiroksida
murni dalam air) yang disebut susu magnesia. Kelarutan magnesium
hidroksida yang rendah berarti konsentrasi ion hidroksida bebas dalam
suspensi tersebut sangat kecil. Larutan jenuh kalsium hidroksida disebut juga air kapur. Larutan
ini dapat dipakai untuk melakukan uji paling sederhana terhadap gas
karbon dioksida yang pada awalnya memberikan endapan putih kalsium
karbonat, namun endapan tersebut larut kembali sebagai kalsium
hidrogen karbonat pada penambahan gas karbon dioksida berlebihan,
menurut persamaan reaksi:
Ca(OH)2 (aq) + CO2 (g) →
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) →
Ca(HCO3)2 (aq)
Ca2+ (aq) + CO2 (g) + 2 OH- (aq) → CaCO3 (s) + H2O (l)
atau
Logam Golongan s
CaCO3 (s)
141
CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO3- (aq)
Gas karbon dioksida bersifat asam, dan oleh karena itu dapat menye- babkan kerusakan secara perlahan-lahan pada batu marmer yang dipakai pada bagian luar bangunan.
Tabel 3.10 Kelarutan hidroksida logam alkali tanah
Hidroksida
-1
Kelarutan / g L
Mg(OH)2
Ca(OH)2
Sr(OH)2
Ba(OH)2
0,0001
1,2
10
47
3.3.8 Garam-garam logam Alkali Tanah
Kalsium Karbonat, CaCO3
Kalsium yang merupakan unsur terbanyak kelima di bumi,
sangat banyak terdapat sebagai kalsium karbonat dalam deposit masif
kapur (chalk), gamping atau batu kapur (limestone), dan marmer yang
tersebar luas di mana-mana. Kapur terbentuk juga di dalam laut,
terutama selama abad “Cretaceous” kira-kira 135 juta tahun lalu, yang
berasal dari kerangka organisme laut yang tak terhitung jumlahnya. Batu kapur terbentuk dalam laut ini, tetapi sebagai endapan sederhana
karena jumlahnya yang semakin besar sehingga berlebihan. Persamaan
reaksinya adalah :
Ca2+ (aq) + CO32- (aq) CaCO3 (s). Marmer terbentuk sebagai akibat dari adanya kombinasi panas
dan tekanan terhadap deposit batu kapur yang terpendam jauh di dalam
kerak bumi yang mengakibatkan batu kapur meleleh. Lelehan batu kapur
ini menjadi dingin kembali karena terdorong balik ke permukaan yang
akhirnya memadat menjadi bentuk padatan tebal yang disebut marmer. Kalsium karbonat yang sangat murni terdapat dalam dua bentuk kristal
yang berbeda yaitu kalsit dan “Iceland spar” (yang artinya tiang kapal
Islandia). Kristal yang kedua ini lebih jarang dijumpai, namun kristal ini
bersifat unik dalam hal kemampuannya meneruskan dua bayangan dari
suatu objek yang diletakkan dibawahnya. Kedua bayangan ini muncul
142
Kimia Anorganik Logam
karena kristal ini memepunyai dua indeks refraksi atau indeks bias yang
berbeda. Gua-gua kapur terbentuk karena aliran air hujan yang mengandung
karbon dioksida menerobos batu-batu kapur, dan melarutkan sebagian
batu kapur ini serta membawanya pergi dalam aliran air dengan
meninggalkan rongga-rongga sebagai gua, menurut persamaan reaksi:
CaCO
����3 (s) + CO2 (g) + H2O (l) → Ca2+ (aq) + 2 HCO3- (aq)
Ion hidrogen karbonat bersifat sangat mudah terpolarisasi, oleh
karena itu hanya distabilkan oleh kation yang densitas muatannya
rendah seperti natrium (densitas muatannya 24 C mm-3), tetapi ion ini
tidak distabilkan oleh ion kalsium yang densitas muatannya tinggi yaitu
52 C mm-3. Dengan demikian penguapan larutan kalsium hidrogen
karbonat mengakibatkan terbentuknya kembali padatan kalsium
karbonat, menurut persamaan reaksi:
Ca(HCO3)2 (aq) → CaCO3 (s) + CO2 (g) + H2O (l)
Padatan kalsium karbonat inilah yang membentuk stalagmit, yaitu
kalsium karbonat yang bertumbuh terus-menerus dan semakin tinggi
dari dasar gua, dan stalagtit yaitu kalsium karbonat yang bertumbuh
terus menerus mengarah ke bawah dari atap gua. Salah satu misteri terbesar di bidang geokimia adalah proses
pembentukan mineral dolomit. Dolomit dijumpai sebagai deposit
(endapan) yang sangat besar. Struktur kimianya adalah CaMg(CO3)2,
yang tersusun oleh ion-ion karbonat yang diselang-selingi secara
bergantian oleh ion kalsium dan magnesium. Satu hal yang menarik
adalah bahwa banyak deposit hidrokarbon (minyak) dijumpai di
dalam deposit dolomit. Jika larutan ion-ion kalsium, magnesium, dan
ion karbonat dicampur di laboratorium, maka hanya akan diperoleh
campuran kristal kalsium karbonat dan kristal magnesium karbonat.
Untuk membentuk dolomit dibutuhkan temperatur diatas 150 oC,
suatu kondisi yang tidak mungkint erjadi pada permukaan bumi . Selain
itu, konsentrasi ion magnesium di dalam air laut jauh lebih rendah
Logam Golongan s
143
dibandingkan dengan ion kalsium. Hipotesis yang paling populer
adalah bahwa dasar batu kapur terbentuk lebih dulu dan terpendam
sangat dalam di dalam tanah, kemudian air yang kaya ion magnesium
diduga tersirkulasi melalui pori-pori batu kapur ini dan secara selektif
terjadi penggantian ion kalsium oleh ion magnesium. Kelemahan yang
mencolok dari hipotesis ini adalah adanya hal yang sulit dimengerti
mengapa pertukaran ion kalsium denga ion magnesium dapat terjadi
secara teratur (uniform) hingga ribuan km3. Meskipun ada kelemahan
dari hipotesisi ini, sampai dengan saat ini hipotesis tersebut masih
merupakan penjelasan yang terbaik. Kalsium
������������������������������������������������
karbonat dikenal secara populer sebagai antasit. Walaupun antasit menyediakan salah satu unsur esensial yang diperlukan tubuh, namun menimbulkan kerugian. Reaksinya dengan asam lambung
menghasilkan gas karbon dioksida dan ion kalsium yang ternyata mempunyai efek yang berlawanan dengan ion magnesium. Ion kalsium menimbulkan efek sembelit (atau menyulitkan) sedangkan ion magnesium
menimbulkan efek pencahar (pencuci). Antasit tertentu mengandung
kedua jenis kation ini untuk saling menetralkan efek yang ditimbulkan. Semen
Telah disadari kira-kira sejak 1500 BC, bahwa pasta dari campuran
kalsium hidroksida dan pasir (mortar) dapat dipakai untuk merekatkan
batu bata atau batu-batu dalam konstruksi bangunan. Campuran
material tersebut secara perlahan mengikat karbon dioksida dari udara
dan mengubah kalsium hidroksida menjadi padatan keras kalsium
karbonat. Antara 100 BC hingga 400 AD, orang-orang Romawi dengan
sempurna menggunakan mortar kapur (gamping) untuk mendirikan
bangunan-bangunan dan pipa-pipa saluran air, dan sampai sekarang
produknya banyak yang masih bertahan. Mereka juga membuat
penemuan-penemuan yang penting yaitu bahwa campuran abu gunung
berapi dengan mortar kapur (gamping) memberikan material yang jauh
lebih kuat. Material-material ini merupakan bahan dasar pembuatan
semen modern. 144
Kimia Anorganik Logam
Semen merupakan salah satu produk industri kimia terbesar
di dunia. Semen dibuat dengan menggerus batu kapur dan serpih
(alumino silikat) bersama-sama lalu memanaskan campuran ini hingga
1500 oC. Reaksi kimia yang terjadi membebaskan karbon dioksida
dan melelehkan sebagian komponen membentuk padatan gumpalan
(bongkahan) yang disebut dengan kerak-arang (clinker). Kerak-arang
ini kemudian digerus menjadi serbuk dan dicampurkan dengan sedikit
kalsium sulfat. Campuran ini dikenal sebagai semen Portland. Susunan
kimia semen ini adalah ~ 26 % Ca2SiO4 (dikalsium silikat), 51 % Ca3SiO5
(trikalsium silikat), dan 11% Ca3Al2O6 (trikalsium aluminat). Ketika air
ditambahkan maka terjadi berbagai reaksi hidrasi yang kompleks yang
salah satu tipe reaksinya adalah:
2 Ca2SiO4 (s) + 4 H2O (l) → Ca3Si2O7.3H2O (s) + Ca(OH)2 (s)
Silikat trihidrat yang disebut gel tobermorit membentuk kristal kuat
yang merekatkan ikatan-ikatan kuat silikon-oksigen dengan pasir dan
agregat kerikil (batu-batu kecil) yang dicampurkan pada semen. Karena
produk lain dalam reaksi tersebut adalah kalsium hidroksida, campuran
ini harus diperlakukan sebagai material korosif ketika mengeras. Kalsium klorida
Kalsium klorida anhidrat bersifat higroskopik, mudah menyerap
uap air, dan oleh karena itu sering dipakai sebagai bahan pengering
di laboratorium kimia. Reaksi pembentukan heksahidrat, CaCl2.6H2O,
bersifat eksotermik. Kalsium klorida, sebagai ganti natrium klorida,
dapat dipakai untuk melelehkan es menurut dua cara. Pertama, reaksinya
dengan air sangat eksotermik, dan kedua, kalsium klorida membentuk
campuran yang membeku yang berakibat banyak mereduksi titik leleh. Kelarutan kalsium klorida dalam air sangat besar, dan larutan
dengan konsentrasi 30 % massa kalsium klorida dapat tetap bertahan
sebagai cairan hingga temperatur -55 oC, sangat jauh lebih rendah
daripada temperatur terendah -18 oC yang dihasilkan oleh larutan
Logam Golongan s
145
natrium klorida. Salah satu keuntungan penggunaan kalsium klorida
adalah bahwa ion kalsium kurang merusak tanaman disbanding dengan
ion natrium. Larutan kalsium klorida pekat bersifat seperti lem yang
terasa sangat lengkèt, dan sifat ini dapat diaplikasikan untuk menangkap
debu pada permukaan jalan yang tidak diperkeras. Magnesium sulfat dan kalsium sulfat
Magnesium sulfat dijumpai sebagai heptahidrat, MgSO4.7H2O;
pada mulanya diberi nama garam Epsom, yaitu nama suatu kota
di Inggris tempat garam tersebut pertama kali ditemukan. Seperti
garam magnesium yang lain, magnesium sulfat bersifat laksatif (efek
memperlancar). Kalsium sulfat terdapat sebagai dihidrat, CaSO4.2H2O, dan dikenal
sebagai gipsum. Deposit mineral murni gipsum dengan densitas sangat
tinggi disebut alabaster, dan telah digunakan untuk keperluan seni
pahat. ����������������������
Jika dipanaskan ~ 100 oC terbentuk hemihidrat, plester (gips
Paris), menurut persamaan reaksi :
∆
CaSO4.2H2O (s) 
→ CaSO4.½H2O (s) + 1½ H2O (l)
Padatan serbuk putih ini bereaksi dengan air secara perlahan membentuk
jarum-jarum yang bersambungan dari kristal kalsium sulfat dihidrat
yang sangat kuat-keras digunakan sebagai plester (pembalut). Biasanya
bahan ini lebih dikenal sebagai pembalut gipsum. Salah satu manfaat utama gipsum adalah penggunaannya sebagai
dinding tembok atau penyekat ruangan yang tahan api. �������������
Gipsum tidak
bisa terbakar dan dapat diproduksi dengan biaya murah. Gipsum
lebih disukai daripada kapur karena sifat reaksi dehidrasi gipsum yang
menghasilkan hemihidrat tersebut. Reaksi ini akan terjadi dengan
adanya api (kebakaran). Oleh karena reaksinya bersifat endotermik
(hingga ~ 446 kJ mol-1), maka jika terjadi kebakaran gypsum ini akan
menyerap energi dari api. Selain itu, setiap mol air yang dihasilkan akan
menyerap energi sebesar entalpi penguapan (~ 44 kJ mol-1) untuk
146
Kimia Anorganik Logam
mengubahnya menjadi gas atau uap air, dan uap air ini akan mencegah
konsumsi oksigen oleh api sehingga kebakaran lanjut dapat dihambat. Kalsium karbida, CaC2
Kalsium dengan karbon membentuk senyawa yang sangat
penting dalam industri yaitu kalsium karbida. Walaupun disebut karbida,
senyawa ini tidak mengandung ion karbida, C4-, tetapi ion dikarbida(2-),
C22-, yang umumnya disebut ion asetilida. Senyawa ini mengadopsi
struktur NaCl, yaitu semua ion dikarbida(2-) menempati posisi anion
(seperti halnya Cl-) dan semua ion kalsium menempati posisi kation
(seperti halnya Na+) dalam struktur NaCl. Kalsium karbida dibuat dengan memanaskan karbon (kokas) dan
kalsium oksida pada temperatur ~ 2000 oC dalam tanur listrik menurut
persamaan reaksi:
∆
CaO (s) + 3 C (s) 
→ CaC2 (s) + CO (g)
Penggunaan utama dikarbida ini adalah untuk memproduksi etuna
(asetilena) yang dipergunakan pada pengelasan, menurut persamaan
reaksi:
∆
CaC2 (s) + H2O (l) 
→ Ca(OH)2 (s) + C2H2 (g)
Sejarahnya, lampu-lampu penambang menggunakan pembakaran gas
etuna yang diperoleh dari reaksi karbida dengan air. Para penjelajah
gua-gua masih sering menggunakan lampu karbida-air ini karena dapat
menghasilkan cahaya terang. Reaksi dengan dioksigen bersifat sangat
eksotermik (sehingga dapat dimanfaatkan pada proses pengelasan),
menurut persamaan reaksi:
2 C2H2 (g) + 5 O2 (g) → 4 CO2 (g) + 2 H2O (g) + kalor
Reaksi
���������������������������������������������������������
penting yang lainnya adalah dengan gas nitrogen. Pada pemanasan sangat tinggi (~ 1100 oC) dalam tanur listrik terjadi
pemutusan ikatan ganda tiga dinitrogen membentuk senyawa kalsium
sianamida menurut persamaan reaksi :
∆
CaC2 (s) + N2 (g) 
→ CaCN2 (s) + C (s)
Logam Golongan s
147
Ion sianamida, [N=C=N]2-, bersifat isoelektronik dengan karbon dioksida
dan juga mempunyai bentuk molekul yang sama yaitu linear. Kalsium
sianamida merupakan bahan dasar untuk pembuatan berbagai senyawa
organik, termasuk plastik melamin. Senyawa ini juga dapat digunakan
untuk pupuk karena reaksinya dengan air akan dibebaskan nitrogen
secara perlahan menurut persamaan reaksi:
CaCN2 (s) + H2O (l) → CaCO3 (s) + 2 NH3 (g)
3.3.9 Kesamaan Berilium dengan Aluminium
Berilium (anggota pertama golongan 2) dan aluminium (anggota
ke dua golongan berikutnya, 3) mempunyai paling tidak tiga kesamaan
mencolok yaitu:
(1)
(2)
(3)
Di udara, kedua unsur membentuk lapisan oksida yang dapat
melindungi permukaan unsur di bawahnya dari kontak lanjut
dengan udara. Kedua unsur bersifat amfoterik, bereaksi dengan asam membentuk
garamnya dan bereaksi dengan ion hidroksida pekat membentuk
anion berilat dan aluminat. Keduanya dapat membentuk karbida (Be2C dan Al4C3) yang
jika bereaksi dengan air membentuk metana, berbeda dengan
dikarbida(2-) anggota golongan alkali tanah lainnya yang bereaksi
dengan air membentuk etuna, menurut persamaan reaksi:
Be
��2C (s) + 4 H2O (l) → 2 Be(OH)2 (s) + CH4 (g)
Al
��4C3 (s) + 12 H2O (l) → 4 Al(OH)3 (s) + 3 CH4 (g)
Namun demikian, terdapat perbedaan sifat kimiawi yang besar
antara berilium dan aluminium. Salah satu perbedaan ini adalah formula
senyawa hidratnya, berilium membentuk ion [Be(H2O)4]2+ sedangkan
aluminium membentuk ion [Al(H2O)6]3+. Bilangan koordinasi atom
pusat berilium yang rendah (koordinasi 4) diduga sebagai akibat dari
tidak tersedianya orbital d (untuk membentuk orbital hibrida sp3d2) dan
kecilnya ukuran ion berilium untuk mengakomodasi enam molekul air. 148
Kimia Anorganik Logam
Perbedaan besar antara berilium dengan anggota golongan
alkali tanah lainnya dan kesamaan berilium dengan aluminium dapat
dijelaskan melalui aspek densitas muatan. Densitas muatan ion berilium
dalam geometri tetrahedron adalah ~ 1100 C mm-3, sedangkan untuk
ion aluminium dalam geometri tetrahedron dengan jari-jari 53 pm
adalah ~ 770 C mm-3 (dan dalam geometri oktahedron dengan jarijari 68 pm yaitu ~ 364 C mm-3). Jadi, densitas muatan ion berilium
lebih mendekati densitas muatan ion aluminium, dan sangat jauh
menyimpang dari densitas muatan ion anggota alkali tanah yang lain
(120 - 23 C mm-3, Tabel 3.4). 3.3.10 Soal-soal Golongan Alkali Tanah
1. Tuliskan persamaan reaksi dari proses berikut:
(a) Pemanasan kalsium dalam oksigen
(b) Pemanasan kalsium karbonat
(c) Penguapan larutan kalsium hidrogen karbonat
(d) Pemanasan kalsium oksida dengan karbon
2
Untuk logam-logam alkali tanah (tanpa berilium):
(a) logam mana yang paling lunak
(b) logam mana yang mempunyai densitas terbesar
(c) hidroksida mana yang paling sukar larut
(d) garam sulfat mana yang paling sukar larut
3. Jelaskan garam mana yang lebih mudah larut dalam air: Garamgaram logam alkali tanah dengan anion dinegatif atau garamgaram logam alkali tanah dengan anion mononegatif ?
4. Jelaskan mengapa ion terhidrat untuk berilium mempunyai formula
[Be(H2O)4]2+, sedangkan untuk magnesium adalah [Mg(H2O)6]2+ ?
5. Logam magnesium relatif berbeda dari anggota logam alkali tanah
dibawahnya. Jelaskan hal ini !
6. Jelaskan secara ringkas bagaimana terjadinya gua kapur?.
7. Beberapa garam alkali tanah mempunyai nama konvensional, beri
formula dan nama ilmiahnya untuk (a) karnalit, (b) dolomit, (c)
gipsum, (d) susu magnesia.
Logam Golongan s
149
8. Jelaskan mengapa barium dapat membentuk senyawa peroksida,
BaO2, sedangkan logam alkali tanah yang lain tidak. 9. Jelaskan kesamaan antara berilium dengan aluminium.
10. Jelaskan mengapa magnesium berbeda dengan logam alkali tanah
yang lain dalam hal kemampuannya membentuk senyawa dengan
senyawa-senyawa organik, misalnya sebagai pereaksi Grignard !
----- 0 -----
LOGAM GOLONGAN p
4
4.1 Pendahuluan
Logam-logam golongan utama terdiri atas golongan s yaitu
golongan 1 (alkali) dan golongan 2 (alkali tanah), dan golongan p yang
meliputi golongan 13, 14, dan 15. Pada bab ini yang akan dibicarakan
adalah logam-logam utama golongan 13, 14 dan 15 secara selektif.
Logam golongan 13, yang akan dibicarakan adalah aluminium, galium,
indium, dan talium, golongan 14 adalah timah, dan timbel, sedangkan
dari golongan 15 hanya satu unsur saja yaitu bismut. ������������
Secara umum
logam-logam golongan p kurang reaktif dibandingkan dengan logamlogam golongan s. 4.2 GOLONGAN 13
4.2.1 Kecenderungan Golongan 13
Golongan 13 terdiri atas unsur-unsur boron, aluminium, galium,
indium, dan talium. Dari semua unsur golongan ini, boron merupakan
satu-satunya unsur nonlogam dan diklasifikasi sebagai unsur semilogam,
yang secara terpisah telah dibicarakan dalam Buku Kimia Anorganik
Nonlogam. Unsur-unsur dari golongan ini tidak menunjukkan pola
titik leleh yang sederhana (teratur), tetapi menunjukkan pola titik didih
yang cenderung menurun dengan naiknya nomor atom (Tabel 4.1). Ketidakteraturan sifat ini disebabkan oleh perbedaan organisasi struktur
fase padat dari masing-masing unsur. Boron membentuk kluster dengan
12 atom yang mempunyai bangun geometri isosahedron. Aluminium
mengadopsi struktur kubus pusat muka (fcc), tetapi galium membentuk
struktur yang unik yang tersusun oleh pasangan-pasangan atom,
sedangkan indium dan talium masing-masing mempunyai struktur
yang berbeda lagi. Tabel 4.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 13
Karakteristika
Konfigurasi elektronik
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
-3
Densitas / g cm
Jari-jari atomik / pm
3+
Jari-jari ionik, M / pm
(Bilangan koordinasi 4)
Energi ionisasi I
-1
/ kJ mol III
Elektronegativitas
o
E /V
3+
M + 3e → M (s)
*)
Tingkat oksidasi
5B
13Al
31Ga
49In
2180
660
30
157
303
3650
2467
2403
2080
1457
2,35
2,73
5,9
7,3
11,5
(80-90)
143
122
163
170
25
51
62
76
+
95 (Tl ,147)
800,6
3659,8
577,6
2744,8
578,8
2963
558,3
2705
589,3
2878
2,0
1,5
1,8
1,5
1,4
- 0,87**)
- 1,66
- 0,53
- 0,343
- 0,719
+3
+3
(+1), +3
(+1), +3
+1, (+3)
10
[10Ne] [18Ar] 3d10 [36Kr] 4d
2s2 2p1 3s2 3p1 4s2 4p1
5s2 5p1
[2He]
81Tl
14
[54Xe] 4f
10
5d 6s2 6p1
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih jarang ditemui
+
**) untuk reaksi H3BO3 + 3 H + 3 e → B (s) + H2O
Boron yang bersifat semilogam, cenderung membentuk ikatan
kovalen. Namun demikian, ikatan kovalen juga umum terjadi pada
unsur-unsur metalik dalam golongan ini. Hal ini dikaitkan dengan
tingginya muatan (+3) dan pendeknya jari-jari tiap ion logam yang
152
Kimia Anorganik Logam
bersangkutan sehingga menghasilkan densitas muatan positif yang
sangat tinggi, yang pada gilirannya mampu mempolarisasi setiap anion
yang mendekatinya untuk membentuk ikatan kovalen. Golongan 13 umumnya membentuk senyawa dengan tingkat
oksidasi +3, namun Ga, In, dan Tl dapat juga membentuk tingkat
oksidasi lainya yaitu +1. Ga dan In lebih dominan dengan tingkat
oksidasi +3, sedangkan Tl lebih dominan dengan tingkat oksidasi +1. Sesungguhnya perlu dicatat bahwa formula suatu senyawa kadangkadang menyesatkan. Misalnya, galium membentuk garam klorida,
GaCl2, suatu formula yang mengindikasikan adanya galium dengan
tingkat oksidasi +2. Tetapi, struktur yang sesungguhnya untuk senyawa
ini yang telah berhasil diidentifikasi adalah [Ga]+[GaCl4]-. Jadi, senyawa
ini mengandung galium dengan tingkat oksidasi +1 dan +3. Kestabilan keadaan ionik golongan 13 ini berkaitan dengan terjadinya hidrasi ion logam yang bersangkutan. Untuk ion tripositif aluminium misalnya, entalpi hidrasi yang sangat tinggi, yaitu - 4665 kJ mol-1,
hampir sama dengan jumlah ketiga energi ionisasinya yaitu sebasar ~ +
5137 kJ mol-1. Jadi, senyawa aluminium yang dianggap sebagai senyawa ionik tidak mengandung ion sederhana Al3+ tetapi sebagai ion kompleks heksakuaaluminium(III),[Al(H2O)6]3+. 4.2.2 Aluminium, 13Al
Nama aluminium diturunkan dari kata alum yang menunjuk
pada senyawa garam rangkap KAl(SO4)2.12H2O. Kata ini berasal dari
bahasa latin alumen yang artinya garam pahit. Oleh Humphry Davy,
logam dari garam rangkap ini diusulkan dengan nama alumium dan
kemudian berubah menjadi aluminum. Namun, nama inipun segera
termodifikasi menjadi aluminium yang menjadi populer di seluruh
dunia kecuali di Amerika Utara tempat American Chemical Society
(Himpunan Masyarakat Kimia Amerika) pada tahun 1925 memutuskan
tetap menggunakan istilah aluminum di dalam publikasinya. Logam Golongan p
153
Aluminium dengan konfigurasi elektronik [10Ne] 3s2 3p1
mempunyai tingkat oksidasi +3 dalam senyawanya. Logam aluminium
tahan terhadap korosi udara, karena reaksi antara logam aluminium
dengan oksigen udara menghasilkan oksidanya, Al2O3, yang merupakan
lapisan nonpori dan membungkus permukaan logam tersebut sehingga
tidak terjadi reaksi lanjut. Lapisan dengan ketebalan 10-4-10-6 mm sudah
cukup mencegah terjadinya kontak lanjut permukaan logam dengan
oksigen. Hal ini dapat terjadi karena ion oksigen mempunyai jari-jari
ionik ~124 pm, tidak jauh berbeda dari jari-jari metalik atom aluminium
(143 pm). Akibatnya, kemasan permukaan hampir tidak berubah, karena
jari-jari ion aluminium (~ 68 pm) “tepat” menempati rongga-rongga
struktur permukaan oksida sebagaimana dilukiskan Gambar 4.1. Hal
ini berbeda dengan oksida besi yang berpori, tidak mampu melindungi
bagian dalam logam besi sehingga korosi terus berlanjut.
Gambar 4.1 Model pembentukan lapisan tunggal Al2O3 pada permukaan logam
aluminium
Untuk menaikkan daya tahan terhadap korosi, logam aluminium
“dianodasi” artinya permukaan logam aluminium sengaja dilapisi
dengan aluminium oksida secara elektrolisis. Aluminium yang dianodasi
ini mempunyai ketebalan lapisan ~ 0,01 mm dan lapisan oksida setebal
ini mampu menyerap zat warna sehingga permukaan logam dapat
diwarnai. Pada proses “anodasi” ini, logam aluminium dipasang sebagai
anode, grafit sebagai katode dan larutan asam sulfat sebagai elektrolit. Persamaan reaksi elektrolisisnya adalah:
154
Kimia Anorganik Logam
Pada anode terjadi oksidasi Al:
2 Al (s ) + 6 H2O (l) → Al2O3 (s ) + 6 H3O+ (aq ) + 6 e
(reaksi ini tidak akan berlanjut manakala anode Al telah terlapisi rata oleh Al2O3)
Pada katode (reduksi):
6 H3O+ (aq ) + 6 e → 6 H2O (l) + H2 (g)
Logam aluminium berwarna putih, mengkilat, mempunyai titik
leleh tinggi yaitu sekitar 660 oC, moderat lunak dan lembek-lemah jika
dalam keadaan murni, tetapi menjadi keras dan kuat jika dibuat paduan
dengan logam-logam lain. Densitasnya sangat ringan yaitu sebesar 2,73
g cm-3. Aluminium merupakan konduktor panas dan konduktor listrik
yang baik, namun sifat ini lebih rendah dibandingkan dengan sifat
konduktor tembaga. �������������������������������������������������
Atas dasar sifat-sifat tersebut, logam aluminium
sangat banyak manfaatnya. Dalam industri rumah tangga, misalnya
untuk peralatan masak / dapur, dalam industri makanan misalnya untuk
pembungkus makanan, kaleng minuman, pembungkus pasta gigi dan
lain sebagainya. Sebagai bahan bangunan misalnya untuk mebel, pintu,
dan jendela, juga sebagai bahan dasar dalam industri pesawat terbang,
kapal dan mobil. Serbuk aluminium dapat pula dipakai untuk bahan
cat-aluminium, dan masih banyak lagi yang lain. Bahan bakar yang dipakai untuk mendorong roket yang membawa
pesawat ulang-alik Columbia buatan Amerika Serikat adalah campuran
padatan dari logam aluminium dan NH4ClO4. Mengapa? Reaksi oksidasi
logam aluminium bersifat eksotermik dengan nilai entalpi pembentukan
aluminium oksida yang sangat tinggi. Jika campuran Al dan NH4ClO4
dibakar, maka NH4ClO4 akan terurai dan logam aluminium dioksidasi
menjadi Al2O3 menurut persamaan reaksi:
2
����
NH4ClO4 (s) → N2 (g) + Cl2 (g) + 2 O2 (g) + 4 H2O (g)
½ Al + 1½ O2 → Al2O3
Logam Golongan p
�
∆H = - 376,7 kJ mol-1
∆
�H o = - 1670 kJ mol-1
f
155
Pembebasan panas yang sangat tinggi tersebut (�
∆H o) menyebabkan
f
gas-gas yang terbentuk mengalami ekspansi yang sangat kuat sehingga
mampu mengangkat roket. Manfaat lain yang istimewa bagi logam aluminium adalah
afinitasnya (daya gabung) yang sangat kuat dengan oksigen. Sebagai
contoh, reaksi serbuk aluminium dengan oksida-oksida logam transisi
Fe2O3 juga menghasilkan kalor yang sangat tinggi:
Al
����(s) + Fe2O3 (s) → Al2O3 (l) + Fe (l) �
∆Ho = - 852 kJ mol-1
Reaksi ini (reaksi termit) menghasilkan panas yang sangat tinggi hingga
temperatur kira-kira 3000 oC, dan oleh karena itu reaksi ini sering
dimanfaatkan misalnya pada proses pengelasan besi atau baja rel kereta
api. Senyawa tawas, misalnya KAl(SO4)2.12H2O, barangkali dapat
dengan mudah dijumpai di pasaran, bermanfaat dalam proses
penjernihan air dan industri pencelupan atau pewarnaan. Aluminium
sulfat dapat juga dipakai sebagai bahan pemadam kebakaran tipe busa
jika dicampur dengan soda NaHCO3. Dalam proses penjernihan air, biasanya tawas dicampur dengan
air kapur, Ca(OH)2 , dan persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Al3+(aq) + SO42- (aq) + Ca2+(aq) + 3 OH-(aq) → Al(OH)3(s) + CaSO4(s)
Produk reaksi ini berupa gelatin yang mampu menyerap kotoran dan
zarah bakteri untuk dibawa mengendap ke dasar tempat air sehingga
diperoleh air yang jernih. Dalam industri pencelupan warna, larutan tawas ditambahkan
dan dipanaskan dengan uap air bersama dengan bahan (kain) yang
akan dicelupkan. Pada proses ini tawas akan mengalami hidrolisis
menghasilkan endapan gelatin Al(OH)3 yang akan melekat pada serat
kain, dan menyerap serta melekatkan warna pada serat kain menjadi
lebih kuat. 156
Kimia Anorganik Logam
Bahan
��������������������������������������������������������
pemadam kebakaran, dapat berupa larutan aluminium
sulfat dan larutan NaHCO3. Jika kedua larutan ini bercampur maka
akan terjadi reaksi asam-basa. Larutan garam aluminium sulfat bersifat
asam, artinya hidrolisis garam ini menghasilkan endapan Al(OH)3
dan ion H3O+ yang membawa sifat asam. Ion ini selanjutnya bereaksi
dengan HCO3- sehingga terjadi dekomposisi yang menghasilkan gas
CO2. Campuran CO2(g) dan Al(OH)3(s) ini dihasilkan sebagai busa yang
distabilkan oleh pengemulsi hingga dapat disemprotkan pada api. Busa
ini akan menyelimuti api dan mencegah kontak dengan oksigen-udara
sehingga api menjadi padam. �������������������������������������
Persamaan reaksinya secara sederhana
adalah:
Al3+ (aq)+ 3 HCO3- (aq) → Al(OH)3 (s) + 3 CO2 (g)
Batu permata alami yang secara umum tersusun oleh oksida
Al2O3, dapat berwarna karakteristik dan menarik dengan adanya
pengotor tertentu dalam jumlah yang sangat sedikit saja. Misalnya safir
biru dengan pengotor Fe, Ti, safir hijau dengan pengotor Co, safir kuning
dengan pengotor Ni, Mg, safir bintang dengan pengotor Ti, safir merah
dengan pengotor, Cr, dan safir putih tanpa pengotor. Dengan demikian,
batu permata sintetis dapat dibuat dengan reaksi pencampuran dari
lelehan korundum (����
��
-Al2O3) dengan oksida logam tertentu sesuai
dengan warna yang dikehendaki. Sifat Kimiawi Aluminium
Serbuk aluminium terbakar dalam api menghasilkan debu awan
aluminium oksida menurut persamaan reaksi:
4 Al (s) + 3 O2 (g) → 2 Al2O3 (s)
Logam aluminium bersifat amfoterik, bereaksi dengan asam kuat
membebaskan gas hidrogen, dan dengan basa kuat membentuk
aluminat dan gas hydrogen menurut persamaan reaksi:
2
������
Al (s) + 6 H3O+ (aq) → 2 Al3+ (aq) + 6 H2O (l) + 3 H2 (g)
2 Al (s) + 2 OH- (aq) + 6 H2O (l) → 2 [Al(OH)4]- (aq) + 3 H2 (g)
Logam Golongan p
157
Dalam air, ion aluminium terdapat sebagai ion heksaakua­
aluminium(III), [Al(H2O)6]3+, tetapi mengalami hidrolisis secara bertahap hingga menjadi ion tetraakuadihidroksoaluminium(III) menurut reaksi:
[Al(H2O)6]3+(aq) + H2O (l)
[Al(H2O)5(OH)]2+(aq) + H3O+(aq)
[Al(H2O)5(OH)]2+ (aq) + H2O (l) [Al(H2O)4(OH)2]+(aq) + H3O+ (aq)
Jadi, larutan garam aluminium bersifat asam dengan tetapan ionisasi
asam hampir sama dengan asam asetat. Campuran dalam antiperspiran
(antipeluh) yang biasa disebut aluminium hidrat terdiri atas garamgaram klorida dari kedua ion kompleks hidrokso tersebut. Ion aluminium
dalam kedua senyawa inilah yang berperan mengkerutkan pori-pori
permukaan kulit. Penambahan ion hidroksida pada ion aluminium pada awalnya
menghasilkan endapan gelatin aluminium hidroksida, kemudian larut
kembali pada penambahan hidroksida berlebihan membentuk ion
aluminat, menurut persamaan reaksi:
-
-
+ OH
+ OH
[Al(H
�����2O)6]3+ (aq) → Al(OH)3 (s) → [Al(OH)4]- (aq)
Ini berarti bahwa ion aluminium larut pada pH rendah dan tinggi tetapi
tidak larut pada kondisi netral. Sumber dan Ekstraksi Aluminium
Aluminium sangat berlimpah terdapat di alam, dan merupakan
logam terbanyak di kerak bumi (~ 8,3 % berat kerak bumi) dan terbanyak
ketiga setelah oksigen (~ 45,5 %) dan silikon (~25,7 %). Oleh karena
aluminium sangat reaktif khususnya dengan oksigen, unsur aluminium
tidak pernah dijumpai dalam keadaan bebas di alam, melainkan sebagai
senyawa yang merupakan penyusun utama dari bahan tambang bijih
bauksit yang berupa campuran oksida dan hidroksida aluminium. Bauksit adalah batuan aluminium yang terjadi karena iklim alam
setempat, pada mulanya ditemukan oleh P. Berthier pada tahun 1821
di daerah dekat Les Baux, Provence. Di daerah dengan iklim temperatur
158
Kimia Anorganik Logam
seperti Eropa (mediteran), bauksit terutama terdapat sebagai aluminium
oksida monohidrat, AlO(OH) atau Al2O3.H2O, sedangkan di daerah
tropik umumnya terdapat sebagai aluminium oksida trihidrat, Al(OH)3
atau Al2O3.3H2O. Rumus umum bauksit adalah AlOx (OH)3-2x (0 < x < 1). Komposisi bauksit dalam perdagangan biasanya adalah:
Al2O3 (40 – 60 %)
Fe2O3 (7 – 30 %)
TiO2 (3 – 4 %)
H2O terikat (12 – 30 %)
SiO2 bebas dan terikat (1 - 15 %)
F, P2O5, V2O5, dan lain-lain (0,05 - 0,2 %)
8
Produksi aluminium di dunia cukup besar, kira-kira 10 ton pada
tahun 1988. Dari sebanyak ini, Australia memproduksi ~ 36 %, Guinea
~ 17 %, Brazil ~ 8 %, Yamaika ~ 7 %, dan Rusia ~ 6 %. Sayang sekali,
produksi bauksit di negara kita belum tercatat di urutan ke berapa di
dunia ini. Bauksit sangat mudah ditambang karena mineral ini pada
umumnya terdapat sebagai lapisan yang luas dengan ketebalan 3 -10
meter dari permukaan tanah. Aluminium merupakan unsur penyusun utama mineral-mineral
alam asli; selain bauksit yaitu kelompok batuan aluminosilikat termasuk
feldspar dan mika. ��������������������������������������������
Iklim setempat, khususnya temperatur, dapat
menghasilkan berbagai mineral lempung seperti:
kaolin - Al2(OH)4 Si2O5 spinel - MgAl2O4 garnet - Ca3 Al2 (SiO4)3 beril - Be3 Al2 Si6O18 korundum - (�����
���
)-Al2O3 kriolit - Na3AlF6
atau
atau
atau
atau dan Al2O3.2H2O.2SiO2,
MgO.Al2O3,
3CaO.3SiO2.Al2O3.
3BeO.6SiO2.Al2O3.
Pada dasarnya, pembuatan logam aluminium meliputi dua tahap
(Lihat Bab 3) yaitu (1) tahap ekstraksi, pemurnian, dan dehidrasi bijih
bauksit, dan (2) tahap elektrolisis sebagaimana ditunjukkan secara
diagramatik pada Gambar 4.2. Dewasa ini bauksit diolah menurut
proses Bayer. Pada awalnya bijih bauksit kasar dan tidak murni yaitu
yang bercampur sebagian besar dengan oksida-oksida besi dan silikon
Logam Golongan p
159
digiling sampai halus (grinding), kemudian ditambahkan larutan NaOH
pekat Oleh karena (bijih) oksida aluminium bersifat amfoterik maka akan
diperoleh larutan aluminat dan oksida silikon menjadi larutan silikat. Reaksi yang terjadi pada tahap ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Al2O3 (s)+ 2 OH- (aq) + 3 H2O (l) → 2 [Al(OH)4]- (aq)
SiO
���2 (s)+ 2 OH- (aq) →
SiO32- (aq) + H2O (l)
Sisa material lain yang tidak larut terutama oksida besi dan TiO2 yang
berupa lumpur merah, dapat dipisahkan dengan penyaringan. Untuk
memisahkan larutan aluminat dari silikat, ke dalam larutan basa ini
dialirkan gas CO2 yang bersifat asam lemah sehingga pH larutan turun,
dan dengan demikian aluminat akan berubah menjadi Al(OH)3 yang
mengendap, sedangkan ion silikat masih tetap berada dalam larutan.
Pengendapan ini dapat pula dilakukan dengan penambahan Al­2O3
sebagai pengumpan. Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai
berikut:
CO
��2 (g) + 2 H2O (l) → HCO3- (aq) + H3O+ (aq)
H3O+ (aq) + [Al(OH)4]- (aq) → Al(OH)3 (s) + 2H2O (l)
Endapan basa Al(OH)3 yang telah dipisahkan, selanjutnya dikeringkan
dan dipanaskan pada temperatur tinggi, kira-kira 1200 oC, untuk
melepaskan molekul air dari basanya hingga diperoleh oksidanya:
∆
2 Al(OH)3 (s) 
→ Al2O3 (s) + 3 H2O (g)
Oksida ini kemudian diproses dalam tahap kedua yaitu elektrolisis. Aluminium oksida dengan muatan ion yang tinggi mempunyai energi
kisi yang tinggi pula, sehingga mengakibatkan titik lelehnya juga sangat
tinggi (~ 2045 oC). Untuk perlakuan elektrolisis diperlukan titik leleh
yang lebih rendah, dan ini dapat dilakukan dengan melarutkan Al2O3
ke dalam elektrolit kriolit, Na3[AlF6]. Titik leleh campuran ini jauh lebih
rendah (~ 1000 oC), sehingga proses ini dapat dioperasikan pada
temperatur ~ 950 oC. Dalam proses ini dipakai rangkaian anode karbon
yang dipasang secara paralel dan katode karbon yang dipasang sebagai
160
Kimia Anorganik Logam
pelapis bak sel (Gambar 3.3). Persamaan reaksi pada proses elektrolisis
ini adalah:
Anode : ( 2 O2- (Na3 [AlF6] ) → O2 (g) + 4 e ) 3x
Katode : (
Al3+ (Na3 [AlF6] ) + 3 e → Al (l) ) 4x
_________________________________________ +
Persamaan reaksi total : 2 Al2O3 (l) → 4 Al (l) + 3 O2 (g)
Oksigen yang dihasilkan pada proses dengan temperatur tinggi
ini dapat bereaksi dengan anode karbon, menghasilkan gas CO dan CO2,
sehingga lama kelamaan anode karbon semakin berkurang dan harus
diganti dengan yang baru secara periodik. Lelehan logam aluminium
hasil elektrolisis ini (titik leleh ~ 660 oC) mengumpul pada bagian dasar
bak sel, sehingga mudah untuk dikeluarkan, dan Al2O3 yang baru dapat
ditambahkan sehingga proses berlanjut terus. Dengan proses seperti
ini dapat diperoleh logam aluminium dengan kemurnian yang tinggi
yaitu antara 99,8 - 99,9 %. Proses elektrolisis ini membutuhkan energi
listrik yang sangat tinggi yaitu arus listrik ~ 3,5 x 104 A pada 6 V, dan
oleh karena itu proses ini mempunyai nilai ekonomis yang tinggi hanya
jika energi listrik murah. Sebagai gambaran, untuk memproduksi 1 kg
aluminium dibutuhkan ~ 2 kg aluminium oksida, 0,6 kg anode karbon, 0,1 kg kriolit, dan 16 kWh listrik. Kebutuhan kriolit, Na3[AlF6], untuk proses elektrolisis ternyata
tidak tercukupi dari sumber alam, oleh karena itu diupayakan penyediaan
kriolit yang dapat diperoleh dari dua cara reaksi sintesis berikut:
(1) 12 HF (aq) + Al2O3.3 H2O (s) + 6 NaOH (aq) → 2 Na3 AlF6 (s) + 12 H2O (l)
(2) 3 SiF4 (g)+ 2 H2O (l) → 2 H2SiF6 (aq) + SiO2 (s)
H2SiF6 (aq) + 6 NH3(aq) + 2 H2O (l) →
6 NH4F(aq) + Na[Al(OH)4] + 2 NaOH (aq) → Logam Golongan p
6 NH4F(aq) + SiO2 (s)
Na3 AlF6 (s) + 6 NH3(aq) + 6 H2O (l)
161
Namun demikian, fungsi kriolit sebagai elektrolit kadang-kadang dapat
digantikan dengan campuran garam-garam fluorida, 2 AlF3 - 6 NaF - 3
CaF2. Gambar 4.2 Bagan ekstraksi logam aluminium
Produksi aluminium selalu disertai dengan empat hasil samping
yang menimbulkan problem besar yaitu polusi yang berupa:
(1) lumpur merah hasil dari pemurnian bauksit yang bersifat sangat
basa
(2) gas hidrogen fluorida hasil reaksi kriolit dengan kelumit-kelumit
uap dalam aluminium oksida
(3) oksida-oksida karbon hasil reaksi anode dengan oksigen, dan
(4) fluorokarbon hasil reaksi fluorin dengan anode karbon. Untuk mengatasi problem dalam pembuangan lumpur merah,
suspensi keruh (slurry) lumpur dimasukkan ke dalam tangki penenang
hingga komponen cairan yang sebagian besar larutan natrium hidroksida
dapat dipisahkan dari padatannya untuk kemudian didaur ulang atau
dinetralisasi. Padatan lumpur yang sebagian besar adalah besi(III) oksida
dapat dilebur dan besinya dapat diekstraks. Penyebaran gas hidrogen
fluorida dapat diatasi dengan memasang filter Al2O3 sehingga gas
hidrogen fluorida dapat diserap menjadi produk baru yaitu AlF3, yang
selanjutnya dapat ditambahkan secara periodik ke dalam luluhan untuk
162
Kimia Anorganik Logam
didaur ulang. Produksi gas beracun karbon monoksida dapat dikurangi
dengan pemanasan di udara sehingga terjadi karbon dioksida. Untuk produksi setiap ton aluminium dihasilkan ~ 1 kg tetrafluorometana, CF4, dan 0,1 kg heksafluoroetana, C2F6. Kedua senyawa ini
merupakan pendukung klorinfluorokarbon yang memberikan kontribusi pada efek greenhouse, dan problem ini belum teratasi hingga kini. Oksida, Hidroksida, dan Garam Aluminium
Sebagaimana telah dinyatakan pada bagian terdahulu bahwa
unsur aluminium sangat reaktif, dan hanya mempunyai satu macam
tingkat oksidasi yaitu +3. Dengan demikian, hanya ada satu macam
senyawa oksidanya yaitu Al2O3 dan satu macam hidroksidanya yaitu
Al(OH)3 yang berwarna putih dan sukar larut dalam air. Oleh karena itu,
bila ke dalam larutan garam aluminium ditambahkan suatu basa maka
akan terbentuk endapan putih-gelatin menurut persamaan reaksi:
Al
��3+ (aq) + 3 OH- (aq) →
Al(OH)3 (s)
Ion Al3+ relatif kecil ukurannya, namun karena muatan ionnya
tinggi (+3) sehingga densitas muatannya juga tinggi, maka dalam
larutan air kation ini mampu mengakomodasi enam molekul H2O, yang
bersifat polar dengan atom O mengarah pada ion logam, membentuk
ion kompleks [Al(H2O)6]3+ dengan bentuk geometri oktahedron. ������
Dalam
perspektif senyawa kompleks, persamaan reaksi tersebut di atas lebih
sering dituliskan sebagai :
[Al(H
�����2O)6]3+ (aq) + 3 OH- (aq) → [Al(H2O)3(OH)3] (s) + 3 H2O (l)
Gugus OH- yang terikat pada endapan aluminium hidroksida
tersebut sesungguhnya bukan berasal dari basa yang ditambahkan
melainkan berasal dari molekul H2O dalam ion kompleks [Al(H2O)6]3+
yang terionisasi menghasilkan asam (H3O+):
[Al(H2O)6]3+ (aq) + H2O (l) [Al(H2O)5(OH)]2+ (aq) + H3O+ (aq)
Logam Golongan p
163
Ionisasi ini menjadi semakin kuat, artinya keseimbangan bergeser ke
kanan jika ke dalam ion kompleks ini ditambahkan suatu basa yang
akan menetralkan ion H3O+ yang terbentuk. Dengan demikian, jumlah
molekul H2O dalam ion kompleks yang terionisasi semakin bertambah
dan akhirnya terbentuk endapan putih Al(OH)3 atau senyawa kompleks
triakuatrihidroksoaluminium(III), [Al(H2O)3(OH)3]. Larutan sulfida atau karbonat juga mampu mengendapkan
aluminium hidroksida, karena larutan tersebut menghasilkan konsentrasi
ion OH- yang cukup tinggi sebagai akibat terjadinya hidrolisis menurut
persamaan reaksi:
S2- (aq) + H2O (l) HS- (aq) + OH- (aq)
CO32- (aq) + H2O (l) HCO3- (aq) + OH- (aq)
Oksida aluminium dapat diperoleh dari pemanasan hidroksidanya. Pemanasan hidroksida ini di atas 850 oC menghasilkan oksida yang tak
larut dalam asam maupun basa, tetapi pada pemanasan di bawah 600
o
C diperoleh oksida yang larut dalam asam maupun basa atau bersifat
amfoterik. Hidroksida aluminium juga bersifat amfoterik.
Al2O3 (s)+ 6 H3O+ (aq) → 2 Al3+ (aq) + 9 H2O (l)
Al2O3 (s)+ 2 OH- (aq) +3 H2O (l) → 2 [Al(OH)4]- (aq)
Al(OH)3 (s) + 3 H3O+ (aq) → Al3+ (aq) + 6 H2O (l)
Al(OH)
������3 (s) + OH- (aq) → 2 [Al(OH)4]- (aq)
Ion
���������������������
aluminat, [Al(OH)4]-, kadang-kadang dituliskan sebagai
AlO2- atau lebih sering [Al(H2O)2(OH)4]-. Rumusan yang terakhir ini
menunjukkan bahwa kation Al3+ dikelilingi oleh empat ion negatif (OH) dan dua molekul polar H2O, sehingga muatan negatif di seputar ion
3+
logam Al dianggap terlalu tinggi. Akibatnya, senyawa kompleks tidak
stabil dan melepaskan dua molekul H2O sehingga formula senyawa
kompleks menjadi [Al(OH)4]-, yang berarti mengadopsi bentuk geometri
tetrahedron. 164
Kimia Anorganik Logam
Dengan demikian, penambahan basa kuat sedikit demi sedikit
ke dalam larutan garam aluminium akan menghasilkan endapan putih
gelatin yang kemudian larut kembali menurut persamaan reaksi:
-
+ 3 OH
3+

→
[Al(H2O)6] (aq) 
- 3 H2O
-
+ OH

→
[Al(H2O)3(OH)3] (s) 
- 3 H2O
[Al(OH)4] (aq)
Jadi, ion Al3+(aq) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H2O)6]3+(aq),
endapan Al(OH)3 (s) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(H2O)3(OH)3] (s),
dan ion aluminat AlO2- (aq) lebih tepat dituliskan sebagai [Al(OH)4]- (aq). Sejumlah garam aluminium mengkristal dari larutannya
dalam bentuk terhidrat seperti AlX3.6H2O (X = Cl, Br, I, dan ClO3) dan
Al(NO3)3.9H2O. Aluminium sulfat yang dapat dibuat dari aluminium
oksida dengan asam sulfat pekat-panas, mengkristal sebagai
Al2(SO4)3.18H2O. Garam ini dapat dibuat dengan bahan dasar lempung
kaolin - Al2Si2O5(OH)4. Demikian juga reaksi kalium sulfat dengan
aluminium sulfat dalam jumlah mol yang sama akan menghasilkan
garam rangkap tawas K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O atau KAl(SO4)2.12H2O. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa garam-garam aluminium
umumnya mudah larut dalam air sebagai [Al(H2O)6]3+ yang bersifat
asam seperti dijelaskan di atas. Aluminium klorida anhidrat berupa kristal putih yang dapat
menyublim pada suhu 180oC. Dari pengukuran densitas dapat ditunjukkan bahwa garam ini berbentuk dimer (bentuk yang terulang dua
kali) dalam fase uap sehingga rumus molekulnya harus ditulis Al2Cl6. Dalam molekul fase gas ini, setiap atom aluminium mengikat empat
atom klorin dalam bangun tetrahedron. Dua dari keempat atom klorin
ini masing-masing terikat pada dua atom aluminium sehingga dapat dikatakan ke-dua atom klorin ini berfungsi sebagai jembatan tidak hanya
penghubung antara kedua atom aluminium tetapi juga antara kedua
monomer AlCl3. Kedua jembatan atom klorin ini masing-masing selain
terikat secara kovalen dengan atom aluminium yang satu juga menyediakan sepasang elektron untuk dipakai ikatan bersama dengan atom
aluminium yang lain, sehingga tiap atom aluminium membangun kon-
Logam Golongan p
165
figurasi elektronik oktet. Dengan demikian, molekul Al2Cl6 (Gambar
4.3) membentuk bangun dua tetrahedron yang berimpit pada salah
satu sisinya yang terdiri atas dua jembatan atom klorin. Gambar 4.3 Struktur molekul Al2Cl6
Hasil pengamatan sinar-X menunjukkan bahwa rangkaian
molekul-molekul AlCl3 dalam padatan aluminium klorida tidak terbatas
jumlahnya. Oleh karena itu formula senyawa ini dalam padatannya
biasanya tetap ditulis sebagai AlCl3 walaupun strukturnya berbentuk
lapisan polimer yang tidak tersusun oleh molekul AlCl3 secara individu. Senyawa tersebut dapat dibuat dari klorinasi langsung logam
aluminium atau dari pemanasan alumina-bauksit (Al2O3) dengan
karbon dan gas klorin, menurut persamaan reaksi:
2 Al (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s)
�
∆Ho = - 1408 kJ
Al2O3 (s) + 3 C (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AlCl3 (s) + 3 CO (g) ∆
�Ho = - 64,0 kJ
Spinel
Spinel pada mulanya adalah suatu senyawa magnesium
aluminium oksida, MgAl2O4. Tetapi, ternyata kemudian banyak ditemui
senyawa lain yang mengadopsi struktur yang sama dengan oksida
tersebut juga disebut spinel. Jadi, formula umum spinel adalah AB2X4,
dengan A dan B masing-masing adalah ion logam dipositif dan tripositif,
dan X adalah anion dinegatif, biasanya oksigen.
Jaringan kerangka satu unit sel spinel terdiri atas 32 atom oksigen
yang tertata dalam geometri kemas rapat kubus (ccp) yang hampir
sempurna. Jadi, komposisi satu unit sel spinel yang sesungguhnya
166
Kimia Anorganik Logam
adalah A8B16O32. Bagian dari unit sel spinel ditunjukkan pada Gambar
4.4 dan kerangka ini hanya melukiskan seperdelapan saja dari satu unit
sel spinel. Ion-ion oksigen menempati geometri kubus pusat muka (fcc);
rongga-rongga octahedral terdapat di pusat kubus fcc dan di tengahtengah sisi-sisi kubus fcc, dan rongga-rongga tetrahedral terdapat
di pusat setiap seperdelapan kubus fcc yang bersangkutan. Dalam
struktur spinel normal, kation A (atau M2+) menempati seperdelapan
dari rongga tetrahedral yang ada, dan kation B (atau M3+) menempati
setengah dari rongga oktahedral yang ada. Dalam seperdelapan unit
sel tersebut (Gambar 4.4) terdapat empat ion oksigen (fcc: ⅛ x 8 + ½ x
6 = 4), satu kation A (interior) , dan dua kation B (¼ x 8 = 2), sehingga
membentuk formula AB2O4. Untuk menyatakan jenis rongga yang
ditempati oleh kation yang bersangkutan sering digunakan subskrip t
untuk rongga tetrahedral dan o untuk rongga oktahedral. Jadi, spinel
MgAl2O4 lebih informatif ditulis (Mg2+)t(2Al3+)o(O2-)4.
Gambar 4.4 Bagian (⅛) dari unit sel spinel
Ada beberapa senyawa dengan komposisi spinel AB2O4, namun
kation-kation dipositif (M2+) menempati rongga-rongga oktahedral. Oleh karena dalam kemas rapat kubus jumlah rongga tetraheral
adalah dua kali lipat jumlah rongga oktahedral, maka hanya setengah
jumlah kation tripositif (M3+) saja yang menempati rongga tetrahedral;
senyawa seperti ini disebut spinel terbalik, dan dengan demikian lebih
Logam Golongan p
167
informatif ditulis dengan formula (B)t(AB)oO4. Contoh senyawa dengan
struktur spinel terbalik yang paling umum adalah magnetit, Fe3O4,
yang komposisinya terdiri atas Fe2+ dan 2Fe3+ yang tentu saja lebih
informatif ditulis dengan formula (Fe3+)t(Fe2+, Fe3+)o(O2- )4. Ukuran rongga tetrahedral lebih kecil daripada ukuran rongga
oktahedral, demikian juga ukuran kation tripositif umumnya lebih kecil daripada ukuran kation dipositif. Meskipun demikian tidak semua
senyawa dengan komposisi AB2O4 memilih struktur spinel terbalik.
Kestabilan senyawa tidak hanya disebabkan oleh pemilihan faktor ukuran saja, melainkan juga faktor energi. Oleh karena energi kisi bergantung pada ukuran muatan ionik, maka kation tripositif lebih berperan
dalam menentukan besaran energi. Energi kisi akan lebih besar jika M3+
mempunyai bilangan koordinasi 6 (menempati rongga oktahedral) dibandingkan dengan jika M3+ mempunyai bilangan koordinasi 4 (menempati rongga tetrahedral). Namun demikian untuk logam-logam
transisi, struktur spinel terbalik lebih banyak dijumpai, karena konfigurasi elektron pada orbital dn mempengaruhi energi kestabilan struktur
yang bersangkutan. Tabel 4.2 Data energi ionisasi aluminium dan talium
Unsur
Energi ionisasi / MJ mol-1
Pertama
Ke dua
Ke tiga
Aluminium
0,58
1,82
2,74
Talium
0,59
1,97
2,88
4.2.3 Talium dan Efek Pasangan Inert
Logam talium tidak terlalu banyak diproduksi, dan manfaatnyapun
sangat khusus. Sebagai contoh, talium(I) bromida dan talium(I) iodida
adalah dua dari sedikit senyawa yang mempunyai sifat transparansi
yang sangat tinggi sehingga dapat digunakan untuk keperluan
radiasi inframerah dengan panjang gelombang yang panjang. ������
Dalam
bentuk lembaran dari kedua senyawa ini digunakan untuk unit-unit
168
Kimia Anorganik Logam
detektor inframerah. Sifat kimia talium juga cukup menarik karena
talium mempunyai dua tingkat oksidasi yaitu +1 dan +3. Kestabilan
pembentukan kation +1 (oleh karena pelepasan satu elektron 6p1)
sering dikaitkan dengan kestabilan oleh karena efek pasangan inert
(6s2). Mengapa hal ini dapat terjadi pada atom talium? Menurut efek
relativistik, kecepatan elektron terluar khususnya pada orbital 6s menjadi
semakin mendekati kecepatan cahaya. Akibatnya, massa elektron 6s
naik dan rata-rata jaraknya dengan inti atom memendek atau dengan
kata lain orbital 6s terbenam ke arah inti atom. Hal ini sesuai dengan
kecenderungan penurunan energi ionisasi unsur-unsur dalam satu
golongan dengan naiknya nomor atom, namun ternyata justru energi
ionisasi talium lebih tinggi daripada energi ionisasi aluminium seperti
sebagaimana ditunjukkan Tabel 4.2 .
Menurut daur Born-Harber (Bab 1), tingginya energi yang
diperlukan untuk pembentukan kation (input) harus diimbangi oleh
tingginya energi kisi (output). Tetapi, ukuran kation talium(III) jauh lebih
besar daripada ukuran kation aluminium(III). Dengan demikian, energi
kisi senyawa ionik talium(III) akan lebih rendah daripada energi kisi
senyawa aluminium(III) analog. Kombinasi kedua faktor ini, khususnya
energi ionisasi yang lebih besar, akan mengakibatkan rendahnya
kestabilan senyawa ionik talium(III), dan dengan demikian, kestabilan
senyawa ionik talium(I) lebih tinggi. Talium(I) dengan densitas muatan yang sangat rendah (~ 9 C mm3), dalam banyak hal, mirip dengan logam alkali kelompok bawah (K+ ~
11, dan Rb+ ~ 8 C mm-3), tetapi juga mirip dengan ion perak dalam hal
lain (Ag+ ~ 15 C mm-3). Tabel 4.3 menunjukkan beberapa kemiripan
dan perbedaan antara talium, kalium, dan perak. Talium sangat beracun
karena mudah larut dalam air, berukuran besar, dan mempunyai densitas
muatan rendah seperti halnya kalium, sehingga dapat masuk ke dalam
sel-sel tubuh mengganti kalium dan hal ini mengganggu proses kerja
enzim. Logam Golongan p
169
+
+
Tabel 4.3 Komparasi sifat-sifat ion talium(I), Tl , dengan ion kalium, K , dan ion
perak, Ag+.
Sifat kalium
Sifat perak
Sifat ion talium(I)
Membentuk dioksida(1-)
(bukan oksida normal)
Membentuk oksida
normal
Membentuk oksida
normal
Hidroksidanya sangat
kuat - larut
Hidroksidanya tidak larut
Hidroksidanya sangat kuat
- larut
Hidroksidanya bereaksi
dengan karbon dioksida
membentuk karbonat
Hidroksidanya stabil
Hidroksidanya bereaksi
dengan karbon dioksida
membentuk karbonat
Semua halida larut
dalam air
Semua halida tidak larut
dalam air kecuali fluorida
Semua halida tidak larut
dalam air kecuali fluorida
Senyawa talium(III) halida telah dikenal, namun seperti diduga
dari relatif tingginya densitas muatan kation (~ 105 C mm-3), senyawa
ini bersifat kovalen. Sebagai contoh, talium(III) fluorida bereaksi dengan
air membentuk hidroksida dan hidrogen fluorida :
TlF
���3 (s) + 3 H2O (l) → (OH)3 (s) + 3 HF (g)
Sesuatu yang menarik untuk dicatat adalah bahwa senyawa TlI3
bukanlah terdiri atas Tl(III) dan I- seperti talium(III) halida yang lain,
namun sesungguhnya terdiri atas Tl+ dan I3-. �����������������������
Hal ini dapat dipahami
atas dasar nilai potensial reduksi standar seperti berikut ini:
Tl
��3+ (aq) + 2 e → Tl+ (aq)
Eo = + 1,25 V
I3- (aq) + 2 e → 3 I- (aq)
Eo = + 0,55 V
Jadi, iodida akan mereduksi talium(III) menjadi talium(I) dan iodida
sendiri akan teroksidasi menjadi I3-.
170
Kimia Anorganik Logam
4.2.4 Soal-Soal Logam Golongan 13
1.
Tulis persamaan reaksi berikut :
(a) kalium cair + padatan aluminium klorida
(b) logam aluminium + ion hidroksida (basa)
(c) logam aluminium + ion hidronium (asam)
(d)
������������������������������������������������������
larutan talium(I) hidroksida + gas karbon dioksida
2. Jelaskan mengapa ion Al3+ tidak mungkin berada dalam keadaan
bebas melainkan sebagai ion terhidrat ?
3. Jelakan mengapa alumium yang termasuk logam reaktif namun
lembaran aluminium ternyata tahan korosi terhadap oksidasi udara.
4. Jelaskan secara singkat sifat ionik dan sifat kovalen senyawa AlCl3,
serta sifat keasaman atau kebasaannya dalam larutan air. 5. Jelaskan secara ringkas pengolahan aluminium dari bauksit
6. Jelaskan secara ringkas perbedaan antara spinel dengan spinel
terbalik
7. (a) Jelaskan kestabilan talium(I) relatif terhadap kestabilan talium(III)
(b) Jelaskan mengapa talium(I) lebih bersifat ionik daripada talium(III)
8. Ke dalam larutan yang mengandung ion aluminum(III) diteteskan
ion hidroksida hingga berlebihan. Jelaskan apa yang terjadi dan tulis
pula persamaan reaksinya
9. Jelaskan proses penjernihan air secara sederhana dengan penambahan
tawas.
4.3 GOLONGAN 14 DAN 15
4.3.1 Sifat dan Penggunaan Timah dan Timbel
Timah dan timbel termasuk unsur-unsur golongan 14 (p) yang
lebih bersifat logam dibanding dengan tiga anggota pertama yaitu
karbon, silikon, dan germanium. Karakteristika kedua logam ini dapat
diperiksa pada Tabel 4.4 bersama-sama dengan bismut (golongan 15). Logam Golongan p
171
Tabel 4.4 Karakteristika timah, timbel dan bismut
50Sn
Karakteristika
Konfigurasi elektronik
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
-3
Densitas / g cm
Jari-jari atomik ( pm)
2+
Jari-jari ionik, M / pm
-1
Energi ionisasi / kJ mol I
II
IV
Elektronegativitas
Potensial reduksi standar / V
2+
M + 2e → M (s)
+
+
BiO + 2H + 3 e → Bi (s) + H2O
Tingkat oksidasi
*)
82Pb
83Bi
232
327
271
2270
1620
1560
5,75 (abu-abu)
6,97 (rapuh)
7,28 (putih)
11,29
9,80
141
175
93
120
155
96 (M3+)
0,7086
1,4118
3,9303
0,7155
1,4504
4,083
1,7
1,6
1,9
- 0,136
- 0,126
0,32
(+2 , +4)
(+2), +4
(+3), +5
[36Kr] 4d10
5s2 5p2
[54Xe] 4f14 [54Xe] 4f14
5d10 6s2 6p2 5d10 6s2 6p3
*) Tingkat oksidasi dalam tanda kurung, ( ), lebih stabil
Meskipun tidak sebanyak aluminium, timah merupakan logam
yang juga dapat dijumpai di sekitar kita. Timah, demikian juga timbel,
merupakan unsur-unsur yang bersifat logam dalam golongannya, tetapi
lunak, tidak kuat, dan mempunyai titik leleh rendah (232 oC) sehingga
mudah ditempa menjadi bentuk piringan, serta tahan terhadap
korosi. Ada tiga macam timah yang dikenal yaitu timah abu-abu yang
mempunyai bentuk kristal kubus, timah putih rapuh dengan bentuk
kristal rombik, dan timah putih-lunak dengan bentuk kristal tetragonal
masing-masing dengan rapatan 5,75, 6,79 dan 7,28, g cm-3. Pada
temperatur kamar, timah putih paling stabil, pada temperatur dibawah
172
Kimia Anorganik Logam
13,2 oC berubah secara perlahan menjadi serbuk abu-abu amorf; dan
jika dipanaskan diatas 161 oC berubah menjadi timah rapuh. Atas dasar sifat fisiknya, timah banyak digunakan dalam industri
makanan sebagai pembungkus bahan makanan, dan kaleng minuman
selain aluminium. Timah merupakan bahan pembentuk paduan,
misalnya perunggu (Cu-Sn) dengan kadar Sn 5-10 % massa, dan bahan
”solder” (Sn-Pb) dengan kadar Sn yang bervariasi antara 2 - 63 %
bergantung pada penggunaannya. Solder ini ternyata mempunyai titik
leleh yang lebih rendah daripada titik leleh logam asalnya (titik leleh
timbel 328 oC). Paduan timah dan timbel dengan kadar yang sangat
tinggi, 90-95 %, dipakai sebagai bahan pembuat alat musik seperti pipa
organ. Logam babit, yaitu paduan Sn-Cu-Pb, digunakan sebagai bahan
untuk alat penduga (kompas). Paduan yang lain adalah pewter yang
terdiri atas ~ 90 % Sn, Sb dan Cu. Seperti halnya aluminium, timah bersifat logam amfoterik, bereaksi
dengan asam kuat dan basa kuat. Timah dengan konfigurasi elektronik
[36Kr] 4d10 5s2 5p2, dalam senyawa-senyawanya, dapat mempunyai
tingkat oksidasi +2 dan +4 (yang lebih stabil). Senyawa fluorida, SnF2,
digunakan sebagai bahan aditif pasta gigi untuk mencegah terjadinya
lubang pada gigi. Oksidanya, SnO2, digunakan sebagai bahan ampelas
atau penggosok permata, dan sulfidanya, SnS2, dipakai pada industri
pewarnaan serta proses penyepuhan atau bahan imitasi. Dewasa ini, industri keramik sangat maju pesat di Indonesia. Oksida timah, SnO2 dapat digunakan sebagai campuran glasir sekaligus
memberi warna kuning SnO2-V2O5, warna biru abu-abu SnO2-Sb2O5,
dan warna pink SnO2-Cr2O3. Senyawa SnCl4 bersama-sama SnO2
dipakai sebagai pelapis permukaan botol atau gelas agar lebih kuat dan
tahan abrasi. Uap SnCl4 dihembuskan pada permukaan kaca atau gelas
yang baru terbentuk yang kemudian akan bereaksi dengan molekul air
pada permukaan kaca atau gelas membentuk lapisan tipis SnO2. Lapisan
tipis ini dapat memperkuat kaca atau gelas seperti pada kaca mata. Lapisan SnO2 yang lebih tebal bertindak sebagai lapisan penghantar
Logam Golongan p
173
arus listrik. Kaca jendela cockpit pesawat terbang menggunakan lapisan
tebal ini; dengan aliran arus listrik akan terjadi panas pada kaca yang
selanjutnya mencegah terjadinya pengembunan uap air pada kaca
jendela cockpit tersebut. Selain itu, SnCl4 juga dapat dipakai sebagai
katalisator dalam reaksi-reaksi organik seperti pada pembuatan asam
asetat, oksalat, oleat dan asam stearat. Timbel sebagai logam berat merupakan unsur yang terbanyak di
alam. Istilah logam berat digunakan karena timbel mempunyai densitas
(rapatan) yang sangat tinggi (11,34 g cm-3), jauh melebihi densitas
tertinggi logam transisi pertama (yaitu 8,92 g cm-3 untuk tembaga). Timbel bersifat lembek-lemah dengan titik leleh ~ 327 oC, nampak
mengkilat / berkilauan ketika baru dipotong, tetapi segera menjadi
buram ketika terjadi kontak dengan udara terbuka. Hal ini karena terjadi
pembentukan lapisan timbel-oksida atau timbel karbonat yang melapisi
secara kuat, sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi lebih lanjut.
Karena sifat ini, timbel sering dipakai, misalnya sebagai bingkai-bingkai
kaca berwarna yang dibentuk sebagai lukisan pada suatu jendela kaca. Selain itu SnO2 dapat juga digunakan sebagai campuran bahan atap,
dan pipa saluran air. Memang pemakaian logam timbel di sekitar kita agak jarang
dijumpai, tetapi campuran timbel dan timah digunakan sebagai bahan
solder untuk perekat atau pematri barang-barang elektronik. Timbel
merupakan salah satu bahan paduan yang mempunyai kemampuan
sangat tinggi untuk menahan sinar-X dan sinar-����������������������
��������������������
, sehingga lempengan
timbel banyak dipakai sebagai pelindung bahan radioaktif. Timbel yang terletak pada golongan 14 dalam sistem periodik
unsur-unsur, mempunyai konfigurasi elektronik [54Xe] 4f14 5d10 6s2
6p2, pada umumnya membentuk senyawa-senyawa dengan tingkat
oksidasi +2 (lebih stabil) dan +4. Sebagai persenyawaan, timbel ternyata
sangat banyak bermanfaat. Dalam industri cat, senyawa timbel banyak
digunakan sebagai pigment (pewarna). Misalnya, PbCrO4 berwarna
174
Kimia Anorganik Logam
kuning yang banyak digunakan untuk cat pewarna jalan atau bahan
plastik, PbMoO4 berwarna merah orange, PbO berwarna kuning kenari,
dan 2PbCO3.Pb(OH)2 memberi warna putih. Dalam industri keramik,
PbSi2O5 (atau PbO.2SiO2) yang tak berwarna dipakai untuk pelapis
glasir. Untuk mendapatkan gelas yang mempunyai densitas, indeks
bias dan stabilitas tinggi, namun sedikit menghantar panas dipakai PbO
yang berwarna merah, orange atau -kuning, bergantung pada metode
pembuatannya. Selain itu dapat juga dipakai senyawa tribasa timbel
sulfat, 3PbO.PbSO4.H2O. Meni, Pb3O4, yang merupakan oksida campuran Pb(II) dan Pb(IV),
2PbO.PbO2, berfungsi terutama untuk menghambat terjadinya korosi
sehingga sering juga digunakan sebagai cat dasar. ������������������
Selain itu, warna
merah meni juga dipakai untuk pewarnaan pada bahan karet dan
plastik. Sel aki terdiri atas pelat-pelat katode PbO2 yang berwarna merahcoklat dan anode berbentuk bunga-karang / busa yang terbuat dari
logam Pb yang dipadu sedikit dengan antimon-Sb, dan elektrolit yang
digunakan adalah larutan asam sulfat. Pada proses pengeluaran arus
listrik, pada anode Pb dan katode PbO2 terjadi reaksi kimia sehingga
terbentuk PbSO4 menurut persamaan reaksi total sebagai berikut:
Pb (s ) + PbO2 (s ) + 4 H3O+ (aq) + 2 SO42- (aq) →
2 PbSO4 (s) + 6 H2O (l)
Endapan PbSO4 ini melapisi kedua elektrode, dan larutan elektrolit
menjadi semakin encer karena dihasilkan air, sehingga lama kelamaan
kerja aki semakin terhambat. Untuk mengaktifkan aki kembali dilakukan
pengisian, yaitu dengan mengalirkan arus listrik pada aki tersebut
dengan elektrode dipasang berlawanan sehingga terjadi reaksi yang
berlawanan arah dengan reaksi tersebut di atas. Tetraethyllead - TEL, (C2H5)4Pb, adalah suatu senyawa organologam yang mempunyai titik didih rendah, dan telah lama dipakai seba-
Logam Golongan p
175
gai bahan anti letupan (antiknocking) karena sifatnya yang dapat menaikkan angka oktan bahan bakar minyak (bensin) hingga mencapai 80.
Namun, di sisi lain ternyata TEL memberikan dampak polusi terhadap
lingkungan hidup yaitu mencemari udara. Senyawa Pb yang dihasilkan
dari pembakaran pada mesin kendaraan bermotor sangat berbahaya,
dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan
pada sistem syaraf dan sistem peredaran darah. 4.3.2 Sumber Timah dan Cara Ekstraksinya
Di antara kuburan-kuburan kuno di Mesir (Pyramida, dan Spink)
ditemukan timah, sebagai bukti bahwa logam timah telah dikenal dalam
peradaban manusia sekurang-kurangnya sejak awal sejarah Mesir. Dari
data yang tersedia diketahui bahwa pada tahun 1977, produksi timah
di dunia berasal dari beberapa negara terkenal seperti Malaysia (~ 25
%), Rusia (~ 14 %), Bolivia (~ 14 %), Indonesia (10 %), Thailand (~ 10 %),
dan Cina (~ 9 %) dengan total produksi timah ~ 200.000 ton per tahun.
Konsumen timah terbesar yang menggunakan lebih dari separoh
produksi timah dunia adalah Amerika Serikat yang terpaksa harus
mengimpor dari negara-negara lain. Negara kita termasuk pemasok
kebutuhan timah dunia yang cukup besar. Timah di alam terutama terdapat sebagai mineral kasiterit atau
batu timah, SnO2, dan mineral inilah yang merupakan sumber utama
logam timah. Prinsip pengolahannya menjadi logam adalah dengan
mereduksi bijih oksida tersebut. Pada zaman kuno, reduksi bijih SnO2
dilakukan dengan menggunakan batubara panas (glowing coal),
menurut persamaan reaksi:
∆
SnO
���2 (s) + 2 C (s) 
→ Sn (l) + CO2 (g)
Pada tahap awal, bijih timah dipekatkan dalam suatu wadah de­
ngan proses flotasi-buih. Dalam proses ini, serbuk bijih timah dibuat menjadi suspensi dalam air, kemudian ke dalam suspensi ini disemprotkan
udara melalui saluran yang berlubang-lubang dan berputar agar terjadi
gelembung-gelembung udara yang naik ke permukaan. Penambahan
176
Kimia Anorganik Logam
zat aditif tertentu, seperti minyak pinus dan natrium etilxantat ke dalam
suspensi akan mengakibatkan terbentuknya buih atau busa yang menyelimuti bijih timah, sehingga terbawa ke atas bersama dengan gelembung-gelembung udara. Bijih-bijih timah yang mengapung kemudian
dikumpulkan dengan cara penumpahan keluar; sedangkan bijih pengotor yang tidak dipengaruhi oleh zat aditif tersebut akan jatuh ke bagian
dasar wadah. Bijih timah yang sudah pekat kemudian dipanggang. Oleh karena
bijih timah sudah dalam bentuk oksidanya, maka proses pemanggangan
ini bertujuan untuk mengoksidasi logam pengotor dan menghilangkan
belerang dan arsen sebagai oksidanya yang mudah menguap. Proses
selanjutnya adalah mereduksi oksida timah dengan karbon. Teknik
modern untuk proses ini menggunakan tanur bergaung (reverberatory)
pada temperatur 1200 - 1300 oC. Kesulitan utama dengan teknik ini
adalah adanya unsur besi sebagai pengotor bijih yang mengakibatkan
hasil yang diperoleh bercampur dengan logam besi dan menjadi lebih
keras. Hal ini terjadi karena besi oksida sebagai pengotor memiliki sifatsifat oksidator yang mirip dengan SnO2. Oleh karena itu, sangat vital
proses reduksi bijih kasiterit dilaksanakan dengan kondisi tekanan
oksigen yang cukup tinggi untuk mencegah terjadinya reduksi oksida
besi pengotor menjadi logam besi. Untuk itu, lelehan timah yang belum
murni dari hasil reduksi dengan karbon dipisahkan dari logam-logam
lain yang tidak meleleh. Selanjutnya lelehan timah ini diaduk dengan
kuat, kemudian dialiri dengan udara (oksigen atmosfer) atau uap air
panas agar bahan pengotor yang ada teroksidasi kembali. Oksida-oksida
pengotor ini pada pengadukan biasanya akan membentuk film yang
mengambang di atas permukaan larutan, sehingga dapat dipisahkan
dari logam timahnya. 4.3.3 Sumber Timbel dan Cara Ekstraksinya
Di alam timbel terutama terdapat sebagai galena, PbS, namun
beberapa bijih lain yang mungkin terbentuk sebagai akibat pengaruh
iklim atau cuaca pada galena adalah sebagai karbonat, cerrusite (kerusit),
Logam Golongan p
177
PbCO3, dan sebagai sulfat, anglesite (anglesit), PbSO4. Dalam proses
ekstraksinya, mula-mula bijih galena dipekatkan dengan teknik flotasibuih, selanjutnya ditambahkan sejumlah kwarsa, SiO2, kemudian diikuti
dengan pemanggangan terhadap campuran ini. �����������������
Persamaan reaksi
utama pada proses ini adalah:
∆
2 PbS (s) + 3 O2 (g) 
→ 2 PbO (s) + 2 SO2 (g)
Kemudian proses reduksi dilaksanakan dengan batubara coke (C) dan
air-kapur dengan persamaan reaksi utamanya adalah:
∆
PbO
�����(s) + C (s) 
→ Pb (l) + CO (g)
∆
PbO (s) + CO (g) 
→ Pb (l) + CO2 (g)
Maksud penambahan SiO2 sebelum pemanggangan dan
penambahan air-kapur pada proses reduksi adalah agar PbSO4 yang
mungkin terjadi dalam proses pemanggangan galena pada temperatur
tinggi diubah menjadi PbSiO3 oleh karena hadirnya kwarsa menurut
persamaan reaksi:
∆
PbSO4 (s)+ SiO2 (s) 
→ PbSiO3 (s) + SO3 (g)
Silikat ini pada proses reduksi akan diubah oleh air-kapur, CaO,
menjadi PbO yang selanjutnya tereduksi oleh batubara menjadi logam
timbel, Pb, dan kapur diubah menjadi kalsium silikat sebagai kerak atau
ampas menurut persamaan reaksi :
∆
PbSiO
�����3 (s) + CaO (s) 
→ PbO (s) + CaSiO3 (s)
Alternatif lain pada proses reduksi adalah pemakaian bijih galena segar
sebagai reduktor pengganti batubara (coke):
∆
PbS (s) + 2 PbO (s) 
→ Pb (l) + SO2 (g)
Sampai dengan tahap ini, logam timbel yang dihasilkan masih
belum murni, dan masih mengandung banyak unsur pengotor seperti
tembaga, perak, zink, arsen, antimon dan bismut. Oleh karena itu masih
perlu proses pemurnian lebih lanjut yang meliputi beberapa tahap
seperti diuraikan berikut ini. 178
Kimia Anorganik Logam
Pertama-tama, logam timbel yang dihasilkan dilelehkan selama
beberapa waktu pada temperatur dibawah titik leleh tembaga, sehingga
tembaga pengotor akan mengkristal dan dapat dipisahkan. Tahap
berikutnya, udara ditiupkan di atas permukaan lelehan timbel sehingga
pengotor seperti arsen dan antimon akan diubah menjadi arsenat
dan antimonat atau oksidanya, termasuk bismut sebagai buih di atas
permukaan dapat dipisahkan dengan disendoki ke luar. Selanjutnya,
untuk memisahkan pengotor seperti emas atau perak ditambahkan kirakira 1-2 % zink agar pengotor ini larut dalam lelehan zink. Campuran ini
kemudian didinginkan secara perlahan dari sekitar 480 oC menjadi 420
oC, sehingga logam emas atau perak akan terbawa dalam zink yang akan
mengkristal lebih dulu untuk dipisahkan dari lelehan timbel. Kelebihan
zink, jika ada, dapat dipisahkan dengan teknik penyulingan hampa atau
pada tekanan sangat rendah. Pemurnian
�������������������������������������������������������
tahap akhir biasanya dilakukan dengan teknik
elektrolisis menurut metode Betts. Proses ini memakai elektrolit larutan
timbel heksafluorosilikat, PbSiF6 dan asam heksafluorosilikat, H2SiF6.
Lembaran-lembaran tebal timbel dipasang sebagai katode dan pelatpelat timbel yang belum murni dipasang sebagai anode. Anode timbel
akan mengalami oksidasi menjadi larutan Pb2+ yang kemudian akan
tereduksi menjadi logam Pb dan melekat pada katode. Dengan proses
ini akan diperoleh timbel dengan kemurnian yang sangat tinggi, (~ 99,9 %). 4.3.4 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timah
Timah mempunyai konfigurasi elektronik ”terluar” 5s2 5p2, dan
oleh karena itu dapat membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +2
dan +4. Secara khusus, kestabilan timah(II) sering dikaitkan dengan inert
pair effect (efek pasangan elektron inert), 5s2, yakni dalam senyawanya
elektron 5s2 ini tidak terlibat dalam pembentukan ikatan (sehingga
diklasifikasi sebagai pasangan elektron inert). Pelepasan dua elektron
membentuk timah(II) atau stano tentu akan lebih mudah daripada
pelepasan empat elektron dengan membentuk timah(IV) atau stani.
Oleh karena itu dapat dipahami bahwa timah(II) umumnya lebih
Logam Golongan p
179
bersifat ionik sedangkan timah(IV) lebih bersifat kovalen. Sifat kovalen
timah(IV), sama seperti atom karbon yang segolongan dengannya
(Gol.14), menyarankan bahwa timah(IV) juga membentuk hibridisasi
sp3-tetrahedron. Timah(IV) relatif stabil, berbeda dengan timbel(IV),
dan oleh karena itu timah(II) bersifat sebagai reduktor. Timah(II). Stano oksida, SnO, berupa serbuk hitam atau hijau
bergantung pada cara pembuatannya. Oksida ini dapat dibuat dengan
mereaksikan larutan panas senyawa timah(II) dengan larutan karbonat
atau dengan memanaskan timah(II) oksalat tanpa udara. ∆
Sn
��2+ (aq) + CO32- (aq) 
→ SnO (s) + CO2 (g)
∆
Sn(COO)2 (s) 
→ SnO (s) + CO2 (g) + CO (g)
Bagaimana
����������������������������������������������������������������
sifat stano oksida terhadap asam dan basa? Timah(II)
oksida bereaksi dengan asam membentuk ion Sn2+, dan dengan basa
kuat membentuk ion stanit, [Sn(OH)4]2-. Jadi, SnO menunjukkan sifat
2amfoterik. Dengan melepaskan satu molekul air, ion stanit [Sn(OH)4]
sering ditulis dengan formula SnO22- (hal ini analog dengan ion
aluminat).
SnO
�����(s) + 2 H3O+ (aq) → Sn2+ (aq) + 3 H2O (l)
SnO (s) + 2 OH- (aq) + H2O (l) → [Sn(OH)4]2- (aq)
Larutan basa kuat mengendapkan timah(II) dari larutannya
sebagai hidroksida yang berwarna putih-gelatin, tetapi larut kembali
pada penambahan basa ini secara berlebihan membentuk ion stanit,
sama seperti yang terjadi pada oksidanya tersebut di atas menurut
persamaan reaksi berikut: Sn
��2+ (aq) + 2 OH- (aq) → Sn(OH)2 (s)
Sn(OH)2 (s) + 2 OH- (aq) → [Sn(OH)4]2- (aq)
Salah satu garam timah(II) yang perlu diketahui adalah garam
kloridanya yaitu SnCl2. Garam ini yang dapat diperoleh sebagai
dihidratnya, SnCl2.2H2O, dibuat dengan menguapkan larutan yang
180
Kimia Anorganik Logam
diperoleh dari reaksi antara oksidanya dengan asam hidroklorida
menurut persamaan reaksi: ∆
SnO
�����(s) + 2 HCl (aq) + H2O (l) 
→ SnCl2.2H2O (s)
SnCl2 dalam air mudah terhidrolisis membentuk endapan putih gelatin
timah(II) hidroksiklorida, Sn(OH)Cl, seperti ditunjukkan oleh persamaan
reaksi berikut:
SnCl2 (aq) + 2 H2O (l) Sn(OH)Cl (s) + H3O+ (aq) + Cl- (aq)
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana cara menyediakan larutan
stano klorida yang relatif stabil misalnya untuk keperluan laboratorium? Dengan memperhatikan persamaan reaksi tersebut di atas berarti arah
keseimbangan harus diusahakan agar bergeser ke kiri. Untuk itu perlu
penambahan sedikit asam klorida ke dalam larutan SnCl2 tersebut. Demikian juga karena stano mudah teroksidasi oleh udara menjadi stani,
maka seyogyanya pembuatan larutan SnCl2 harus selalu dalam keadaan
segar. Stano klorida juga dapat diperoleh dari reaksi antara logam timah
dengan asam hidroklorida.
Gambar 4.5 Struktur SnCl2 dan SnCl3-
Timah(II) klorida, seperti diduga menurut teori Valence Shell Electron Pair Repulsion, VSEPR, mempunyai bentuk molekul huruf V dengan
_ _
sudut Cl Sn Cl ~95o (Gambar 4.5). Bentuk molekul dan besarnya sudut ini berkaitan dengan adanya sepasang elektron menyendiri (lone
pair electron). Pada umumnya, adanya pasangan elektron menyendiri
dalam suatu molekul akan memberikan sifat basa Lewis molekul tersebut. Namun kenyataannya, timah(II) klorida bersifat asam Lewis. Jadi,
pasangan elektron menyendiri nampak tidak reaktif, dan dengan demiLogam Golongan p
181
kian benar-benar merupakan pasangan elektron yang inert. Sebagai
contoh, timah(II) klorida bereaksi dengan ion klorida membentuk ion
_ _
triklorostanat(II), [SnCl3]-. Sudut ikatan Cl Sn Cl mendekati 90o (Gambar 4.5); hal ini menyarankan bahwa ion timah(II) dalam senyawa ini
menggunakan orbital p murni dalam ikatannya. Bila demikian halnya,
pasangan elektron menyendiri berada dalam orbital s yang lebih terbenam daripada orbital p sehingga spesies tersebut tidak menunjukkan
sifat basa Lewis. Data bentuk molekul dan sudut ikatan tersebut menyarankan bahwa SnCl2 juga tidak membentuk orbital hibrida sp2 ataupun
sp3. Jadi, ion timah(II) dalam hal ini menggunakan orbital p kosong untuk membentuk ikatan dengan pasangan elektron ion klorida. Garam stano yang lain adalah stano sulfida, SnS, yang berupa
padatan coklat tua, dan sering digunakan untuk menguji adanya
ion Sn2+. ��������������������������������������������������������������
Garam ini dapat diperoleh dari larutan timah(II) yang dialiri
gas hidrogen sulfida. Ion stano, maupun ion stanit, ternyata bersifat
reduktor aktif. Sebagai contoh, bismut hidroksida direduksi oleh ion
stanit menjadi logamnya dan ion stanit berubah menjadi ion stanat, [Sn(OH)6]2-, menurut persamaan reaksi: ��������
2 Bi(OH)3 (s)
+ 3 [Sn(OH)4]2- (aq) 2 Bi (s) +
23 [Sn(OH)6] (aq)
Timah(IV). Timah yang dibakar dalam udara akan mengalami
oksidasi berkelanjutan membentuk stani oksida yang berwarna kuning
ketika panas dan menjadi putih setelah dingin. Hal ini menunjukkan
bahwa timah, maupun timah(II), mudah teroksidasi. Oleh karena itu,
reaksi timah dengan asam nitrat pekat (oksidator kuat) juga menghasilkan
stani oksida (dan gas NO2). ∆
Sn
����(s) + O2 (g) 
→ SnO2 (s)
∆
Sn (s) + 4 HNO3 (l) 
→ SnO2 (s) + 4 NO2 (g) + 2 H2O (l)
Seperti halnya stano oksida, stani oksida juga bereaksi dengan
asam, dan basa membentuk ion stanat, [Sn(OH)6]2-, yang juga sering
ditulis dengan formula SnO32-, menurut persamaan reaksi: 182
Kimia Anorganik Logam
SnO2 (s) + 4 H3O+ (aq) → Sn4+ (aq) + 6 H2O(l)
SnO2 (s) + 2 OH- (aq) + 2 H2O(l) → [Sn(OH)6]2- (aq)
Timah(IV) hidroksida tidak dikenal, melainkan terbentuk sebagai
ion kompleks stanat yang dapat diperoleh dari reaksi langsung timah
dengan basa kuat dalam keadaan panas, menurut persamaan reaksi: 2∆
Sn (s) + 2 OH- (aq) + 4 H2O(l) 
→ [Sn(OH)6] (aq) + 2 H2 (g)
Namun demikian, jika ke dalam larutan timah(IV) ditambahkan basa
alkali ternyata diperoleh endapan putih. Endapan ini sangat mungkin
berupa stanioksida atau yang terhidrat menurut persamaan reaksi:
SnX4 (aq) + 4 MOH (aq) → SnO2.2H2O (s) + 4 MX (aq)
Timah(IV) klorida berupa cairan tak berwarna, dan dapat diperoleh
dari reaksi langsung logam timah dengan gas klorin berlebihan (ingat
bahwa klorin juga bersifat oksidator kuat) menurut persamaan reaksi:
Sn (s) + 2 Cl2 (g) → SnCl4 (l)
Kenyataan bahwa stani klorida bukan penghantar listrik dan larut dalam
pelarut organik nonpolar seperti CCl4 menyarankan bahwa garam ini
tersusun oleh ikatan kovalen dengan bangun tetrahedron. Stani klorida dapat larut dalam air, tetapi mengalami hidrolisis membentuk oksidanya
atau yang terhidrat, dan dalam asam hidroklorida pekat terbentuk asam
heksaklorostanat, menurut persmaan reaksi berikut: SnCl
����4 (l) + 2 H2O (l) → SnO2 (s) + 4 HCl (aq)
SnCl4 (l) + 2 HCl (pekat) → H2[SnCl6]
Seperti halnya stano sulfida, stani sulfida merupakan senyawa
khas untuk mengidentifikasi adanya stani. Jadi, jika ke dalam larutan
timah(IV) dialiri gas H2S akan diperoleh endapan kuning SnS2. Berbeda
dengan stano sulfida, endapan SnS2 larut dalam sulfida berlebihan,
misalnya dengan Na2S membentuk ion tiostanat, [SnS3]2- yang dapat
diendapkan kembali dengan penambahan asam, menurut persamaan
reaksi: Logam Golongan p
183
SnX4 (aq) + 2 H2S (aq) → SnS2 (s) + 4 HX (aq)
SnS2 (s) + Na2S (aq) → [SnS3]2- (aq) + 2 Na+ (aq)
[SnS3]2- (aq) + 2 H3O+ (aq) → SnS2 (s) + H2S (g) + 2 H2O (l)
Endapan stani sulfida juga larut dalam asam klorida pekat membentuk
ion heksaklorostanat(IV) menurut persamaan reaksi:
SnS2 (s) + 6 HCl (pekat) + 2 H2O (l) →
[SnCl6]2- (aq) +2 H2S (g) + 2H3O+ (aq)
4.3.5 Oksida, Hidroksida, dan Garam Timbel
Sifat-sifat timbel sangat mirip dengan timah, namun satu hal
yang berbeda adalah bahwa peran pasangan elektron inert (6s2) dalam
senyawa timbel(II) relatif lebih besar dalam menstabilkan senyawasenyawanya dibandingkan dengan peran tersebut dalam senyawa
timah(II). Oleh karena itu, timbel(II) relatif lebih stabil dan lebih banyak
ditemui daripada timbel(IV). Dengan demikian, timbel(II) bukan
reduktor yang baik tidak seperti halnya timah(II), melainkan timbel(IV)
merupakan oksidator yang lebih baik dibanding dengan timah(IV). Ada tiga macam oksida timbel yang penting yaitu PbO yang
berewarna kuning, PbO2 yang berwarna coklat, dan Pb3O4 yang
berwarna merah meni. Timbel(II) oksida yang mempunyai struktur
sama dengan timah(II) oksida, dapat diperoleh dari pemanasan timbel
dengan udara:
∆
2 Pb (s)+ O2 (g) 
→ 2 PbO (s)
Jadi, berbeda dengan pemanasan timah dengan udara yang
menghasilkan timah(IV) oksida, pemanasan timbel dengan udara di
atas 500 oC akan menghasilkan Pb3O4. Timbel(IV) oksida dapat diperoleh dari oksidasi timbel(II) dalam
larutan basa. Dengan oksidator larutan natrium hipoklorit, NaClO,
184
Kimia Anorganik Logam
timbel(II) dapat diubah menjadi timbel(IV) oksida menurut persamaan
reaksi sebagai berikut:
ClO- (aq) + H2O (l) + 2 e → Cl-( aq) + 2 OH- (aq)
_________________________________________________
Pb2+ (aq) + 4 OH- (aq) → PbO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e
+
Pb2+ (aq) + 2 OH- (aq) + ClO- (aq) → PbO2 (s) + Cl- (aq) + 2 H2O (l)
Timbel(IV) oksida merupakan oksidator yang baik dan dapat
mengoksidasi asam klorida menjadi gas klorin: PbO2 (s) + 4 HCl (aq) → PbCl2 (s) + Cl2 (g) + 2 H2O (l)
Pb3O4 dapat diperoleh dari oksidasi PbO dalam udara terbuka
dengan pemanasan pada temperatur sekitar 400 - 500 oC, menurut
persamaan reaksi : ∆
6 PbO (s) + O2 (g) 
→ 2 Pb3O4 (s)
kuning
merah
Dengan demikian, Pb3O4 dapat dipandang sebagai hasil oksidasi “tak
sempurna” dari PbO, dan oleh karena itu dapat dipandang tersusun oleh
campuran timbel dengan dua macam tingkat oksidasi yaitu +2 dan +4. Dengan demikian, formula oksida ini mungkin dapat dituliskan sebagai
PbO2.2PbO. Hal ini didukung oleh reaksinya dengan asam nitrat yang
menghasilkan timbel(II) nitrat dan endapan timbel(IV) oksida:
Pb3O4 (s) + 4 HNO3 (aq) → PbO2 (s) + 2 Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l)
Sama seperti oksida-oksida aluminium dan timah, oksida-oksida timbel, PbO dan PbO2 juga bersifat amfoterik. Paralel dengan oksidaoksida timah, reaksi oksida timbel dengan basa kuat menghasilkan ion
plumbit [Pb(OH)4]2- dan plumbat, [Pb(OH)6]2-. Apabila larutan basa alkali ditambahkan ke dalam larutan
timbel(II), diperoleh endapan putih Pb(OH)2. Basa inipun bersifat
amfoterik, oleh karena itu larut kembali dalam basa alkali berlebihan
dengan membentuk ion plumbit dan dapat juga bereaksi dengan asam
menghasilkan kembali garam timbel(II). Ion stanit merupakan reduktor
Logam Golongan p
185
yang aktif, tetapi tidak demikian halnya dengan ion plumbit yang bukan
merupakan reduktor yang baik. Timbel(II) klorida, PbCl2, berupa padatan putih yang sukar larut
dalam air, tetapi larut dalam air panas. Garam ini dapat diperoleh dari
interaksi langsung unsur-unsurnya, berbeda dari logam timah yang
menghasilkan timah(IV) klorida. Timbel(II) klorida juga dapat diperoleh
dari reaksi antara timbel(II) oksida dengan asam klorida, atau dari reaksi
2+
pengendapan ion Pb oleh ion Cl-. Ternyata, endapan timbel(II) klorida
larut dalam larutan klorida konsentrasi tinggi dengan membentuk ion
kompleks tetrakloroplumbat(II): PbCl2 (s) + 2 Cl- (aq) [PbCl4]2- (aq)
Kristal timbel(II) nitrat, tak berwarna dan mudah larut dalam air,
dapat diperoleh dari reaksi timbel(II) oksida dengan asam nitrat. Garam
ini ternyata mudah terhidrolisis dalam air membentuk endapan putih
hidroksinitrat, kecuali jika larutan dibuat sedikit asam dengan asam
nitrat.
Pb(NO3)2 (aq) + 2 H2O (l) Pb(OH)(NO3) (s) + NO3- (aq) + H3O+ (aq)
Persamaan reaksi keseimbangan di atas mudah dipahami bahwa de­
ngan penambahan sedikit asam nitrat ke dalam larutan akan mencegah
terjadinya hidrolisis. Padatan timbel(II) nitrat juga tidak stabil pada temperatur agak
tinggi, dan seperti halnya dengan senyawa nitrat dari logam-logam
berat lainnya, akan terurai menjadi oksidanya dengan membebaskan
gas coklat, NO2, menurut persamaan reaksi:
∆
2 Pb(NO3)2 (s) 
→ 2 PbO (s) + 4 NO2 (g) + O2 (g)
Larutan timbel(II) yang paling stabil dalam air adalah larutan timbel
asetat, Pb(CH3COO)2. Oleh karena itu, larutan ini sering disediakan
untuk menguji timbel(II). 186
Kimia Anorganik Logam
Ion-ion apa saja yang dapat digunakan untuk menguji karak­
teristik timbel(II)? Ternyata cukup banyak. Sifat khas adanya timbel(II)
dalam larutan tidak hanya diendapkan oleh ion klorida tetapi juga pembentukan endapan putih oleh ion sulfat, SO42-. Demikian juga Pb2+
membentuk endapan kuning dengan ion kromat, CrO42-. Seperti halnya timah(II), timbel(II) juga diendapkan oleh ion sulfida dengan warna
hitam, menurut persamaan reaksi umum:
M
�2+ (aq) + S2- (aq) → MS (s) (M = Sn dan Pb)
hitam
4.3.6 Bismut
Bismut adalah logam golongan “utama” yang mempunyai nomor
atom tertinggi, mempunyai sifat metalik yang paling rendah, rapuh,
berwarna putih kemerahan, dan mempunyai struktur sama seperti
struktur arsen (As) dan stibium (Sb), serta merupakan penghantar listrik
yang paling rendah. Gambar 4.6 Struktur jaringan berkerut bismut
Bismut, seperti halnya arsen dan stibium, mempunyai beberapa alotrop.
Struktur yang paling stabil pada temperatur kamar tersusun oleh
jaringan heksagonal berkerut dengan setiap atom terikat oleh tiga
atom lain terdekat dan tiga atom lain lebih jauh seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.6. Bismut, seperti halnya air, mengalami ekspansi jika
memadat. Bismut terbakar di udara menjadi Bi2O3, suatu oksida yang
berwarna kuning, bersifat basa, dan menghasilkan ion BiO+ dan Bi3+
jika dilarutkan dalam larutan asam. Logam Golongan p
187
Sebagian besar bismut yang digunakan dalam perdagangan
berkaitan dengan rendahnya titik leleh aloi (dengan Pb, Sn, Cd) seperti
pada sekering listrik (fuse), solder, sistem penyemprot air otomatis
(sprinkler), sumbat pengaman dalam silinder bertekanan gas, dan
pembalut. BiOCl digunakan dalam komestik, dan beberapa senyawa
bismut digunakan dalam medis. ��������������������������������������
Aloi bismut dengan timbel dan stibium
digunakan untuk piringan pita stereo. Bismut terdapat di alam sebagai bijih sulfidanya dan Bi2S3
(bismuth glance), dan dalam bijih tembaga, timah dan timbel. Bismut
dapat diperoleh dari bijihnya dengan proses yang sederhana, yaitu
dipanggang untuk memperoleh oksidanya, Bi2O3, kemudian direduksi
dengan karbon atau dengan H2. Bismut dapat terdapat dalam
senyawaanya dengan tingkat oksidasi +3 dan +5. Senyawa bismut
dengan tingkat oksidasi +5 (NaBiO3, BiF5) bersifat oksidator kuat. Semua garam bismut(III) halida dapat dijumpai, namun hanya BiF3 saja
yang ditemui sebagai garam. Seperti halnya pada timah dan timbel,
bismut(III) lebih stabil daripada bismut(V). 4.3.7 Soal-Soal Logam Golongan 14 dan 15
1. Timbel(IV) fluorida meleleh pada ~ 600 oC, sedangkan timbel(IV)
klorida meleleh pada ~ -15 oC. Jelaskan perihal sifat ikatan kedua
senyawa ini.
2. Suatu sel volta terdiri atas setengah sel elektrode timah yang
dicelupkan dalam larutan timah(II) nitrat dengan konsentrasi 1,00
M dan setengah sel elektrode timbel yang dicelupkan dalam larutan
timbel(II) nitrat dengan konsentrasi 1,00 M. Kedua setengah sel
dihubungkan dengan jembatan garam natrium nitrat. Elektrode
mana yang akan bertindak sebagai katode dan anode, dan berapa
potensial sel yang dihasilkan ? ���������������������������������
(Gunakan nilai potensial reduksi
standar dari tabel dalam buku / diktat referensi). 188
Kimia Anorganik Logam
3. Tulis dengan lengkap persamaan reaksi berikut:
(a) SnO (s)+ H3O+ (aq) →
(b)
���������
SnO (s)+ OH- (aq) + H2O (l) →
(c) SnO2 (s) + H3O+ (aq) →
(d) SnO2 (s) + OH- (aq) + H2O(l) →
(e) SnX4 (aq) + H2S (aq) →
(f ) SnS2 (s) + Na2S (aq) →
(g) [SnS3]2- (aq) + H3O+ (aq) →
(X = halida)
4. Ion timah(II) dan timbel(II), keduanya bersifat amfoterik.Tuliskan
persamaan reaksinya dengan ion hidroksida berlebihan.
5. Senyawa SnCl2 mempunyai sudut ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~95o. Jelaskan struktur molekul ini dengan teori VSEPR. Reaksi senyawa
ini dengan ion klorida menghasilkan spesies [SnCl3]- dengan sudut
ikatan Cl-Sn-Cl sebesar ~90o. Jelaskan peran pasangan elektron
inert terhadap pembentukan struktur, dan orbital-orbital mana
yang terlibat dalam ikatan. 6. Jelaskan mana yang lebih ionik, Sn(II) ataukah Sn(IV) ?
7. Mana yang lebih stabil (lebih banyak dijumpai) timbel(II) ataukah
timbel(IV)?
Jelaskan dengan menggunakan nilai energi ionisasi (lihat tabel
referensi)
8. Jelaskan mengapa timbel(II) bukan reduktor yang baik sedangkan
timbel(IV) adalah oksidator yang baik.
9. Anion-anion apa saja yang sering dipakai sebagai uji adanya
ion timbel(II) Tulis persamaan reaksi dengan warna karakteristik
senyawa yang terjadi !
Logam Golongan p
189
Bagaimana jika [Al(OH)4]- ditulis AlO2- + H2O, sehingga konsisten dengan
yang di bawah?
(Comment: Mungkin ada baiknya jika sebagai pengantar terlebih
dahulu diuraikan logam-logam apa saja yang akan dibicarakan
pada subbab ini , yaitu gol 14 dan 15, sebelum masuk ke sifatsifat timah dan timbel)
(Comment: Reaksi ini mungkin tidak relevan dengan pernyataan
terakhir)
2+
[Pb(H2O)6] (aq) -
+ OH
+
+ H3O
-
[Pb(H2O)4(OH)2] (s) + OH
+
+ H3O
2 [Pb(OH)4] (aq)
----- 0 -----
190
Kimia Anorganik Logam
LOGAM GOLONGAN d
5
5.1 PENDAHULUAN
5.1.1 Pengertian Unsur-Unsur Transisi
Ada berbagai pandangan perihal kelompok unsur-unsur transisi. Posisi unsur-unsur yang termasuk kelompok transisi atau peralihan
dapat diperiksa pada kerangka sistem periodik unsur bentuk panjang,
Tabel 5.1.1. Tabel 5.1.1 Kerangka Sistem Periodik Unsur menunjukkan posisi unsur-unsur
transisi
← s →
Logam
Reaktif
K
H
d
← Logam Transisi →
Ca
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Y
Cd
1) Lu
Hg
2)
Lr Db Jl Rf Bh Hn Mt
Pascaaktinoida
1) Seri Lantanoida, 4f
2)
He
p
← Nonlogam →
Al
Sn
Pb
miskin logam (amfoterik)
Seri Aktinoida, 5f
� Dari kerangka sistem periodik tersebut nampak bahwa dari kiri ke
kanan ada pergeseran atau peralihan sifat kelompok unsur-unsur dari
logam reaktif yang berkurang secara perlahan dan akhirnya menjadi
bersifat nonlogam. Dengan demikian, secara sederhana unsur-unsur
transisi menunjuk pada unsur-unsur yang terletak antara kelompok
logam reaktif dengan kelompok nonlogam, atau antara kelompok
s dengan kelompok p, yaitu kelompok d dan kelompok f yang sering
disebut transisi dalam (inner transition). Ada tiga kelompok unsur-unsur transisi d yaitu transisi pertama
3d, transisi ke dua 4d, dan transisi ke tiga 5d. Namun, pada bagian ini
pembicaraan lebih banyak ditekankan pada kelompok unsur-unsur
transisi pertama, 3d, saja. Barangkali dapat langsung diduga bahwa yang
dimaksud kelompok ini yaitu unsur-unsur Sc-Zn. Sesungguhnya, banyak
para ahli kimia anorganik menyatakan bahwa logam zink tidak termasuk
unsur transisi seri 3d, mengapa? Baik atom Zn ataupun senyawanya
yang dikenal, tidak ditentukan oleh karakter peran elektron 3d10, karena
orbital ini telah penuh berisi elektron; dan dengan demikian kelompok
logam ini yaitu golongan 12 sering dibicarakan secara terpisah. Jadi, unsur-unsur transisi didefinisikan sebagai unsur-unsur baik
dalam atom netralnya dan atau atom dalam senyawanya mengandung
konfigurasi elektronik belum penuh pada orbital d, karena memang
inilah yang berperan khas bagi sifat-sifat unsur transisi. Unsur-unsur
golongan 12, yaitu Zn, Cd, dan Hg, masing-masing mempunyai
konfigurasi elektronik [18Ar] 3d10 4s2, [36Kr] 4d10 5s2, dan [54Xe] 4f 14
5d10 6s2, jadi sudah penuh berisi elektron untuk orbital d demikian juga
dalam senyawanya untuk tingkat oksidasi +2 (maupun +1 untuk Hg). Oleh karena itu, Zn, Cd, dan Hg sering tidak dimasukkan dalam kelompok
unsur-unsur transisi melainkan kelompok unsur representatif. Unsur-unsur Golongan 3 (Sc, Y, Lu, dan Lr), khususnya tiga unsur
pertama hingga kini hanya dikenal membentuk senyawa dengan tingkat
oksidasi +3 (d 0), jadi tidak menunjukkan variasi peran orbital d. Oleh
192
Kimia Anorganik Logam
karena itu, kelompok unsur ini sering juga dikeluarkan dari kelompok
unsur transisi d, dan dibahas secara bersamaan dengan unsur-unsur
kelompok lantanoida dan aktinoida. 5.1.2 Sifat Unsur-Unsur Transisi
Logam-logam transisi mempunyai struktur kemas rapat (closest
pack), artinya setiap atom mengalami persinggungan yang maksimal
dengan atom-atom yang lain yaitu sebanyak duabelas atom tetangganya.
Dalam periode, elektron-elektron mengisi orbital (n-1)d (artinya orbital
ini terletak di sebelah dalam dari orbital ns2) yang semakin banyak
dengan naiknya nomor atom, sehingga jari-jari atomiknya relatif semakin
pendek. Akibat dari struktur kemas rapat dan kecilnya ukuran atomik
adalah bahwa logam-logam transisi membentuk ikatan logam yang
kuat antara atom-atomnya sehingga logam-logam ini dapat ditempa
dan kuat. Maka relatif terhadap logam-logam golongan s seperti kalium
dan kalsium, logam-logam transisi mempunyai titik leleh lebih tinggi,
titik didih lebih tinggi, densitas lebih tinggi, dan panas penguapan yang
lebih tinggi pula. �����������������������������������������������
Perbandingan beberapa sifat fisik dengan logam
golongan s dalam periode yang sama ditunjukkan dalam Tabel 5.1.2. Berdasarkan pada nilai potensial reduksinya, Eo, logam-logam
transisi kurang elektropositif dibandingkan dengan logam-logam
kelompok s (alkali dan alkali tanah), namun kecuali Cu, logam-logam
transisi tetap bereaksi dengan asam kuat encer, ~ 1,0 M HCl dengan
menghasilkan gas H2. Kenyataannya untuk beberapa logam, reaksi
berlangsung secara perlahan karena terbentuknya lapisan oksida nonpori
yang melapisi dan menghalangi logam bagian dalam dari serangan
asam lebih lanjut. Kromium(III) oksida, Cr2O3, adalah pelindung yang
terbaik dari oksidasi lanjut maupun korosi, seperti halnya Al2O3. Ion-ion logam transisi lebih kecil ukurannya dibanding dengan ionion logam kelompok s dalam periode yang sama. Hal ini menghasilkan
rasio muatan per jari-jari yang lebih besar bagi logam-logam transisi. Atas dasar ini, relatif terhadap logam kelompok s diperoleh sifat-sifat
logam transisi sebagai berikut:
Logam Golongan d
193
(1) Oksida-oksida dan hidroksida logam-logam transisi (M2+, M3+)
kurang bersifat basa dan lebih sukar larut.
(2) Garam-garam logam-logam transisi kurang bersifat ionik dan juga
kurang stabil terhadap pemanasan.
(3) Garam-garam dan ion-ion logam transisi dalam air lebih mudah
terhidrat dan juga lebih mudah terhidrolisis menghasilkan sifat
agak asam.
(4) Ion-ion logam transisi lebih mudah tereduksi. Tabel 5.1.2 Beberapa data fisik logam-logam Periode 4
Unsur
o
Titik Leleh / C
o
Titik didih C
K
Ca
64
850 1540 1680 1900 1890 1240 1540 1500 1450 1080 420
Jari-jari atom M
(dalam pm)
+
ion M
2+
ion M b)
Ti
V
Cr
Mn
Fe
Co
Ni
Cu
Zn
770 1490 2730 3260 3400 2480 2100 3000 2900 2730 2600 910
Densitas / g cm-1 0,86 1,54
Hantaran
Listrik a)
Sc
3,0
4,5
6,1
7,2
7,4
7,9
8,9
8,9
8,9
7,1
-
-
-
2
3
10
2
17
24
24
97
-
235
197
161
145
132
127
124
124
125
125
128
133
152
91
114
-
100
93
87
94
81
97
75
92
79
89
83
87
72
69
69
3+
89
81
78
76
ion M b)
79
79
75
o
E / V:
+0,52
+
M → M -2,93
2+
-2,76
-1,36 -1,18 - 0,91 -1,19 - 0,44 - 0,28 - 0,23 +0,34 - 0,76
M → M
3+
M → M
-2,08
a) angka ini merupakan nilai sembarang dibandingkan dengan nilai 100 untuk perak
b) nilai di atas adalah nilai terendah (low-spin) dan nilai di bawah adalah nilai tertinggi (high-spin)
Walaupun senyawa logam-logam transisi dengan tingkat oksidasi
+2 dan +3 sering dipertimbangkan ionik, namun tingginya muatan
kation atau tingginya tingkat oksidasi ini dan pengaruhnya pada
polarisasi anion sekalipun hanya kecil mengakibatkan beberapa oksida
194
Kimia Anorganik Logam
menunjukkan sifat asam dan senyawanya menjadi bersifat kovalen.
Sebagai contoh, Cr2O3 dan Mn2O3 menunjukkan sifat amfoterik, dan
semakin tinggi tingkat oksidasinya seperti pada CrO3 dan Mn2O7,
oksida ini menjadi oksida asam. Perubahan ukuran ion yang sangat kecil dari Sc hingga Cu,
mengakibatkan senyawa-senyawa hidrat untuk ion-ion dengan tingkat
oksidasi +2 dan +3 mempunyai struktur kristal, jumlah air kristal dan sifat
kelarutan yang mirip satu sama lain. Misalnya, semua M3+ (M = Sc–Cu)
membentuk senyawa tawas (alum) dengan tipe K2SO4 M2(SO4)3.24H2O,
tetapi semua M2+ membentuk isomorf sulfat rangkap, (NH4)2 SO4
MSO4.6H2O. 5.1.3 Konfigurasi Elektronik Unsur-Unsur Transisi
Konfigurasi elektronik suatu atom dapat dituliskan secara lebih
sederhana yaitu dengan menuliskan lambang atom gas mulia terdekat
yang mempunyai nomor atom lebih kecil, kemudian diikuti dengan
konfigurasi elektronik “kekurangannya”; ini berarti bahwa pada bagian
dalam atom itu dibangun oleh konfigurasi elektronik gas mulia terdekat
sebelumnya. Oleh karena gas mulia bersifat stabil dalam arti sukar
mengadakan perubahan, maka konfigurasi elektronik “kekurangannya”
ini sajalah yang justru menjadi penting. Konfigurasi elektronik dua
atom unsur pertama untuk periode 4, yaitu 19K dan 20Ca, masingmasing dapat dituliskan K: [18Ar] 4s1 dan Ca: [18Ar] 4s2. Menurut
diagram aufbau, elektron selanjutnya tentu mengisi orbital 3d secara
berkelanjutan, yaitu 3d1 - 3d10, untuk atom-atom unsur Sc - Zn. Tiga simpulan yang sangat penting perlu diketahui dari hasil
rasionalisasi data energi ionisasi hasil eksperimen adalah bahwa:
(1) Energi ionisasi untuk elektron-elektron (n-1)d lebih besar dibandingkan dengan energi ionisasi untuk elektron-elektron ns.
(2) Dengan naiknya muatan inti atau nomor atom, elektron-elektron (n1)d menjadi semakin lebih stabil daripada elektron-elektron ns.
Logam Golongan d
195
(3) Jika atom unsur transisi melepaskan satu elektron, maka ion positif
yang dihasilkan mempunyai konfigurasi elektronik yang berbeda
dari konfigurasi elektronik atom-atom netral sebelumnya dalam
peringkat dasar (ground state), misalnya:
21Sc : [18Ar] 3d1 4s2 → 21Sc+ : [18Ar] 3d1 4s1 + e
Konfigurasi elektronik [18Ar] 3d1 4s1 tidak pernah dijumpai pada
atom netral dalam peringkat dasar. Hal ini berbeda dengan atom-atom
unsur kelompok s dan p, misalnya:
20Ca : [18Ar] 4s2 → 20Ca+ : [18Ar] 4s1 + e
17Cl : [10Ne] 3s2 3p5 → 17Cl- : [10Ne] 3s2 3p4 + e
Konfigurasi elektronik [18Ar] 4s1 dan [10Ne] 3s2 3p4 masing-masing
menunjuk pada konfigurasi elektronik atom netral sebelumnya yaitu
19K dan 16S. Tabel 5.1.3 Konfigurasi elektronik dan tingkat oksidasi logam periode 4
Unsur
Lambang
Kalium
19K
Kalsium
20Ca
Skandium
21Sc
Titanium
22Ti
Vanadium
23V
Kromium
24Cr
Mangan
25Mn
Besi
26Fe
Kobalt
27Co
Nikel
28Ni
Tembaga
29Cu
Zink
30Zn
196
Konfigurasi
Elektronik
[18Ar] 4s1
2
[18Ar] 4s
[ Ar] 3d1 4s2
Ion yang
umum
K+
[18Ar] 3d2 4s2
[18Ar] 3d3 4s2
[18Ar] 3d5 4s1
[ Ar] 3d5 4s2
Ti4+
V3+
18
18
Ca2+
Sc3+
Cr3+
Mn2+
[18Ar] 3d6 4s2
Fe2+, Fe3+
7 2
2+
3+
[18Ar] 3d 4s
Co , Co
8 2
2+
[18Ar] 3d 4s
Ni
10 1
+
2+
[18Ar] 3d 4s
Cu , Cu
[18Ar] 3d10 4s2
Zn2+
Tingkat Oksidasi
+1
+2
+3
+2 , +3, +4
+2 , +3, +4, +5
+2 , +3 , +6
+2 , +3 , +4 , +6 , +7
+2 , +3
+2 , +3
+2
+1, +2
+2
Kimia Anorganik Logam
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi orbital 3d yang
terisi elektron selalu lebih rendah dibandingkan dengan energi orbital 4s
yang sudah terisi (Kimia Anorganik I). Perbedaan tingkat energi antara
keduanya semakin besar dengan bertambahnya elektron pada orbital
3d, sehingga urutan penulisannya juga mendahuluinya. Jadi, konfigurasi
elektronik atom Sc dituliskan [18Ar] 3d1 4s2, tidak [18Ar] 4s2 3d1,
demikian seterusnya untuk yang lain sebagaimana ditunjukkan Tabel
5.1.3. Hal ini sangat penting untuk pemahaman proses ionisasi, bahwa
elektron yang mudah dilepas lebih dahulu adalah elektron terluar dalam
arti pula elektron dengan energi tertinggi. Dengan kata lain, pada proses ionisasi elektron-elektron 4s akan
selalu dilepas lebih dahulu sebelum elektron-elektron 3d. Perubahan
energi ikat elektron pada “daerah kritis” unsur-unsur transisi, 3d, 4d, 5d,
dan 6d, ditunjukkan oleh Gambar 5.1.1.
Gambar 5.1.1 Perubahan energi ikat elektron menurut nomor atom
Analisis spektroskopi menyarankan adanya penyimpangan atau
perkecualian dari konfigurasi elektronik menurut diagram aufbau yaitu
bagi atom kromium dan tembaga untuk seri transisi 3d. Konfigurasi
Logam Golongan d
197
elektronik 24Cr adalah [18Ar] 3d5 4s1 bukan [18Ar] 3d4 4s2 sebagaimana
diramalkan oleh aturan aufbau. �������������������������������������
Ini berarti bahwa energi konfigurasi
5
1
[18Ar] 3d 4s lebih rendah (atau lebih stabil) daripada energi konfigurasi
[18Ar] 3d4 4s2. �������������������������������������������������������
Hal ini sering dikaitkan dengan stabilitas konfigurasi
elektronik setengah penuh baik untuk orbital 3d maupun 4s. Dalam
hal ini elektron-elektron terdistribusi secara lebih merata di sekeliling
inti yang mengakibatkan energi tolakan antar-elektronnya menjadi
minimum dan akibatnya energi total konfigurasi menjadi lebih rendah.
Dengan argumentasi yang sama dapat dijelaskan bahwa konfigurasi
elektronik 29Cu adalah [18Ar] 3d10 4s1 dan bukan [18Ar] 3d9 4s2.
Perkecualian konfigurasi elektronik bagi unsur-unsur transisi seri 4d dan
5d adalah:
Seri4d : 41Nb : [Kr] 4d4 5s1 ; 42Mo : [Kr] 4d5 5s1 ; 44Ru : [Kr] 4d7 5s1 ; 45Rh : [Kr] 4d8 5s1 ; 46Pd : [Kr] 4d10 ; 47Ag : [Kr] 4d10 5s1
Seri5d : 78Pt : [Xe] 4f14 5d9 6s1;
79Au : [Xe] 4f14 5d10 6s1 5.1.4 Kecenderungan dalam Periode dan Golongan
Bagi unsur-unsur seri 3d, elektron-elektron 4s1 2 menempati
energi paling luar atau paling tinggi, dan oleh karena itu elektronelektron inilah yang paling mudah dilepas dalam membentuk ionnya. Namun demikian, energi elektron 4s1-2 ini tidak berbeda banyak dengan
energi elektron-elektron 3dx. Oleh karena itu unsur-unsur transisi
dapat membentuk ion-ion yang hampir sama kestabilannya dengan
melepaskan pula elektron-elekron 3dx, sehingga diperoleh berbagai
macam tingkat oksidasi dari terendah +1 (Cu) hingga tertinggi +7 (Mn). Tetapi, dari berbagai macam senyawa oksida dan klorida-nya, ternyata
tingkat oksidasi yang paling umum dijumpai adalah +2 dan +3.
Kecenderungan dalam periode
Untuk kelompok transisi seri 3d ternyata diperoleh kecenderungan
bahwa terdapat satu atau dua variasi tingkat oksidasi pada awal seri,
198
Kimia Anorganik Logam
Sc(III), dan akhir seri, Cu(I) dan Cu(II), dan Zn(II), tetapi variasi tingkat
oksidasi menggelembung semakin banyak pada pertengahan deret,
Mn: +2, +3, +4, +6, +7. Mengapa demikian? Hal ini dapat dikaitkan
dengan jumlah elektron 3d. Pada awal deret, jumlah elektron 3d terlalu
sedikit (d1-2) untuk berperan dalam ikatan baik ionik ataupun kovalen. Tetapi, pada akhir deret jumlah elektron 3d terlalu banyak (yaitu d9-10),
sehingga orbital yang sudah penuh atau yang setengah penuh terlalu
sedikit untuk dapat berperan dalam ikatan. Seri 4d dan 5d ternyata tidak
menunjukkan variasi tingkat oksidasi sebagaimana seri 3d. Kestabilan tingkat oksidasi tinggi dari awal hingga akhir seri
menunjukkan kecenderungan yang menurun. Hal ini dikaitkan
dengan semakin kuatnya pengaruh muatan inti terhadap elektron
3d dengan naiknya nomor atom, khususnya mulai dari pertengahan
seri; atau dengan kata lain, elektron 3d semakin tertarik ke dalam oleh
inti sehingga elektron ini semakin sukar dilepas. Ion Sc2+ (3d1) tidak
dikenal melainkan Sc3+, karena tarikan muatan inti terhadap 3d1 lemah
hingga hanya membentuk satu macam tingkat oksidasi saja. Logam
titanium dapat membentuk tingkat oksidasi, +2, +3 dan +4, tetapi secara
berurutan Ti4+ paling stabil. Pada pertengahan deret, tingkat oksidasi
tertinggi logam mangan adalah +7 misalnya dalam MnO4- yang sangat
stabil, tetapi untuk unsur-unsur berikutnya tingkat oksidasi tertinggi
menjadi menurun. Untuk tembaga dikenal sebagai Cu+ dan Cu2+,
tetapi untuk zink hanya Zn2+. Kecenderungan dalam golongan
Untuk golongan utama, yaitu s dan p, terdapat kecenderungan
golongan yang sangat jelas. Untuk logam-logam transisi, unsur-unsur
periode 5 dan 6 menunjukkan kemiripan sifat kimia yang sangat kuat
dalam satu kelompok. Kemiripan sifat ini sebagai akibat elektronelektron yang mengisi orbital 4f14 tidak mampu menamengi elektronelektron dalam orbital lebih luar, 5d dan 6s. Logam Golongan d
199
Tabel 5.1.4 Kecenderungan jari-jari kationik dan jari-jari atom �����������
(dalam pm)
beberapa unsur Periode 4, 5, dan 6 �������������������������������������
untuk Golongan 2, 4, 5, 6, 7, dan 11
Ion
Ca
Sr
2+
2+
Ba
2+
r
Ion
r
114
4+
Ti
60,5
V
132
Zr
72
Nb
149
4+
Hf
71
Ta
+
+
4+
Ion
3+
3+
3+
r
Atom
r
Atom
r
Atom
r
64
Cr
128
Mn
127
Cu
128
72
Mo
139
Tc
136
Ag
144
72
W
139
Re
137
Au
144
+
Dengan muatan inti efektif yang lebih besar, jari-jari atomik, jarijari kovalen dan jari-jari ionik unsur-unsur periode 6 (seri 5d) mengalami
penyusutan hingga besarnya hampir sama dengan jari-jari unsur-unsur
periode 5 (seri 4d). Ilustrasi kecenderungan ini dapat dilihat pada Tabel
5.1.4, yang menunjukkan jari-jari ionik golongan 2 (alkali tanah) dari atas
ke bawah naik secara signifikan, tetapi tidak demikian bagi kelompok
4d dan 5d dalam golongannya. Unsur-unsur transisi seri 4d dan 5d umumnya mempunyai tingkat oksidasi yang lebih tinggi daripada
tingkat oksidasi seri 3d sebagaimana ditunjukkan Tabel 5.1.5.
Tabel 5.1.5 Tingkat oksidasi yang paling umum logam-logam transisi �����������
Periode 4,
5, dan 6
Ti
+4
V
+3 , +4
Cr
+3, +6
Mn
+2, +3, +7
Fe
+2, +3
Co
+2, +3
Ni
+2
Cu
+1, +2
Zr
+4
Nb
+5
Mo
+6
Tc
+4, +7
Ru
+3
Rh
+3
Pd
+2
Ag
+1
Hf
+4
Ta
+5
W
+6
Re
+4, +7
Os
+4, +8
Ir
+3, +4
Pt
+2, +4
Au
+3
5.1.5 Sifat Katalitik Unsur-Unsur Transisi
Banyak sekali dijumpai bahwa suatu reaksi kimia yang mestinya
dapat berlangsung secara termodinamik, namun kenyataannya reaksi
berjalan sangat sukar atau sangat lambat. Hal ini dapat diatasi dengan
melibatkan zat “pemicu” agar reaksi berlangsung dengan laju lebih cepat
200
Kimia Anorganik Logam
atau lebih mudah seperti yang diharapkan, sedangkan zat pemicu itu
sendiri tidak dikonsumsi menjadi produk, melainkan diperoleh kembali
pada akhir reaksi. Zat pemicu demikian ini disebut sebagai katalisator
atau katalis, dan reaksinya dikatakan reaksi katalitik. Reaksi katalitik ini
sesungguhnya banyak dijumpai di alam, dalam tubuh, lebih-lebih dalam
bidang industri kimia maupun di laboratorium. Tentu merupakan suatu keuntungan apabila dapat ditemukan
suatu katalisator untuk jenis reaksi tertentu yang sukar berlangsung,
dan untuk itu perlu dipelajari cara kerja katalis dan materi apa yang
cocok untuk memenuhi persyaratan sebagai katalis. Cara kerja katalisator ditinjau dari aspek kimiawi secara umum, mungkin terlibat dalam
pembentukan senyawa-senyawa kompleks “antara” yang tidak stabil,
namun dapat mengakibatkan reaktan menjadi aktif, atau mungkin
menyediakan media pusat-pusat aktif bagi reaktan. Katalisator dapat
dibedakan menjadi katalisator homogen, artinya reaktan dan katalisator keduanya mempunyai fase atau wujud yang sama, dan katalisator
heterogen jika keduanya mempunyai fase berbeda. Katalisator homogen
Cara kerja katalis homogen umumnya melibatkan pembentukan
senyawa-senyawa kompleks antara yang bersifat tidak stabil dalam
tahap-tahap reaksi. Katalis dengan reaktan membentuk kompleks antara
yang mengakibatkan reaktan dalam kompleks menjadi aktif membentuk
produk baru dengan disertai pelepasan kembali katalisatornya. Oleh
karena itu, unsur-unsur transisi sangat berperan dalam reaksi katalitik
karena sifatnya mudah membentuk senyawa kompleks, misalnya pada
banyak reaksi organik dipakai senyawa Pd(II) dan Pt(II). Selain pembentukan senyawa kompleks, reaktan sering dibuat aktif oleh karena keterlibatan proses redoks pada katalisnya, dan dengan
demikian unsur-unsur transisi sangat berperan karena kemampuannya
membentuk variasi tingkat oksidasi. Sebagai contoh, pasangan Cu2+ /
Cu+ , Co3+ / Co2+, dan pasangan Mn3+ / Mn2+ yang merupakan paLogam Golongan d
201
sangan transfer satu elektron, banyak dipakai pada oksidasi hidrokarbon dalam skala besar-besaran. Berikut ini dikemukakan beberapa contoh reaksi organik katalitik: (1) Pada reaksi hidrocarbonilasi alkena menjadi aldehid (artinya
pengikatan hidrogen dan karbonil, CO) dipakai katalisator Co(I)
atau Rh(I) :
RHC= CH2 + H2 + CO Reaksi ini, walaupun kurang tepat, sering juga disebut sebagai
reaksi hidroformilasi yang mengacu pada terikatnya formaldehid
pada alkena. Katalisator Co(I) dalam bentuk kompleks
hidrokarbonil diduga mengalami perubahan sebagai berikut:
HCo(CO)4 HCo(CO)3 + CO
(2) Pada reaksi oksidasi etena menjadi metanal (proses Wacker)
dipakai katalisator Pd(II) dan Cu(II) :
H2C = CH2 + O2 Pada proses ini dipakai katalisator PdCl yang pada awalnya
2
diduga terjadi reaksi dengan etena : �
C2H4 + PdCl2 + H2O → CH3CHO + Pd + 2 HCl
Oksidasi Pd kembali menjadi Pd(II) dipercepat dengan penambahan
katalisator Cu(II): Pd + 2 Cu2+ → Pd2+ + 2 Cu+, dan Cu+
mudah teroksidasi oleh udara kembali menjadi Cu2+:
4 Cu+ + O2 + 4 H+ → 4 Cu2+ + 2 H2O
(3) Pada sintesis asam asetat dengan proses karbonilasi metanol
(proses Monsanto)dipakai katalisator Co(III), atau Rh(III), atau Ir(III),
namun yang paling efektif adalah Rh(III) dalam bentuk kompleks
[RhI2(CO)2]-:
202
CH3OH + CO CH3COOH
Kimia Anorganik Logam
Peran katalisator di sini sesungguhnya merupakan media penyalur CO kepada iodometana membentuk asetil iodida yang kemudian mengalami hidrolisis membentuk asam asetat dan asam
hidrogen iodida. Asam hidrogen iodida ini kemudian bereaksi
dengan metanol membentuk iodometana, demikian seterusnya. Persamaan reaksinya adalah: CH3 I + CO + H2O → CH3COOH + H I
CH3OH + H I → CH3 I + H2O
Katalisator heterogen
Katalisator heterogen dalam bentuk padatan banyak dipakai
dalam bidang industri untuk reaksi-reaksi fase gas yang biasanya
berlangsung pada temperatur relatif tinggi. Oleh karena logam-logam
transisi mempunyai titik leleh yang sangat tinggi dan kuat, maka
dapat memenuhi syarat untuk berperan sebagai katalisator. Salah satu
keuntungan pemakaian katalis heterogen adalah bahwa produk reaksi
langsung terpisah dari fase katalisnya, sehingga tidak memerlukan
tahapan pemisahan khusus. Biasanya, reaktan dilewatkan pada lorong
katalis melalui satu ujung dan ke luar menjadi produk pada ujung yang
lain. Katalisator padatan ini dapat berupa logam murni, paduan maupun
senyawa oksidanya. Selain memberikan permukaan yang luas, fase padat dimaksudkan
memberikan bentuk pori-pori yang sesuai untuk media terjadinya
reaksi secara efektif. Untuk itu, katalisator dapat dibuat dalam bentuk
serbuk yang disebarkan pada suatu wadah atau suporter. Sebagai
contoh, serbuk paduan Pt-Rh, yang disebarkan pada suporter ����
��
-Al2O3,
dipakai dalam alat gas buang auto-mobil untuk media terjadinya reaksi
oksidasi gas buang CO dan reduksi gas-gas oksida nitrogen yang sangat
berbahaya agar ke luar sebagai CO2 dan N2. Logam Golongan d
203
Laju reaksi persenyawaan antara gas hidrogen dengan oksigen
pada temperatur 800 K juga dipercepat dengan pemakaian katalisator
logam platina, Pt:
Pt ; ∆
2
���
H2 (g) + O2 (g) 
→ 2 H2O (g)
Bagaimana cara kerja katalisator padatan demikian ini? Interaksi
molekul-molekul gas reaktan dengan logam katalis dibedakan dalam
dua jenis, physisorption (fisisorpsi) dan chemisorption (kemisorpsi). Pada jenis pertama molekul-molekul gas reaktan sekedar mengumpul
terkonsentrasi pada permukaan lorong-lorong katalis. Pada jenis ke
dua molekul-molekul gas reaktan terpecah ikatannya sebagian atau
seluruhnya karena melekat berikatan secara lemah dengan logam
katalis, sehingga ikatan dalam reaktan menjadi lemah atau reaktan
berubah menjadi atom-atomnya yang bersifat aktif sehingga dengan
mudah dapat membentuk ikatan baru antar reaktan. Dari hasil penelitian ternyata diperoleh kesimpulan bahwa logamlogam transisi mempunyai kecenderungan lebih mudah melakukan
kemisorpsi terhadap molekul gas-gas tertentu relatif terhadap logamlogam lain sehingga cocok dipakai sebagai katalisator, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.1.6. Contoh skematik fisisorpsi dan kemisorpsi molekul gas H2 pada permukaan logam Ni ditunjukkan pada Gam- bar 5.1.2.
Gambar 5.1.2 Model fisisorpsi (a) dan kemisorpsi (b) molekul gas H2 pada
permukaan logam nikel
Molekul atau atom reaktan yang mengalami fisisorpsi ataupun
kemisorpsi ternyata dapat melakukan migrasi pada permukaaan dengan aktif sehingga interaksi antara molekul-molekul atau atom-atom
204
Kimia Anorganik Logam
reaktan terjadi lebih aktif membentuk molekul produk; molekul produk
ini kemudian akan mengalami desorpsi (pelepasan) dari permukaaan
logam katalisnya. Tabel 5.1.6 Kecenderungan melakukan proses kemisorpsi beberapa logam
(logam transisi 3d dicetak tebal) terhadap beberapa molekul gas;
(+ = kuat, ± = lemah, dan - = tak teramati )
Unsur
Gas
O2
+
C2H2
+
C2H4
CO
CO2
N2
+
H2
+
+
+
+
Zr, Nb, Ta, Mo
+
+
+
+
+
+
+
Hf, W, Ru, Os
+
+
+
+
+
+
+
Ni, Co
+
+
+
+
+
+
-
Rh, Pd, Pt, Ir
+
+
+
+
+
-
-
Mn, Cu
+
+
+
+
±
-
-
Al, Au
+
+
+
+
-
-
-
Na, K
+
+
-
-
-
-
-
Ag, Zn, Cd
+
-
-
-
-
-
-
In, Si, Ge, Sn
+
-
-
-
-
-
-
Pb, As, Sb, Bi
+
-
-
-
-
-
-
Ti, V, Cr, Fe
Contoh reaksi katalitik fisisorpsi adalah hidrogenasi etena menjadi
etana dengan katalisator logam nikel yang ditemukan oleh Paul Sabatier
pada tahun 1900, menurut persamaan reaksi berikut:
Ni ; ∆
CH2 = CH2 + H2 
→ C2H4
Reaksi sintesis amonia dari gas nitrogen dan hidrogen dengan
katalis logam besi dan dengan sedikit alumina dan garam kalium sebagai
promotor, diduga berlangsung secara kemisorpsi. Adanya ikatan rangkap
tiga dalam molekul nitrogen tentu mengakibatkan proses kemisorpsi
gas ini menjadi lebih lambat daripada proses kemisorpsi gas hidrogen. Tahapan reaksinya mungkin dapat dituliskan sebagai berikut:
Logam Golongan d
205
Fe ; ∆
Kemisorpsi peruraian N2 : N2 (g) 
→ N2 (Fe) → 2 N (Fe)
Fe ; ∆
Kemisorpsi peruraian H2 : 3 H2 (g) 
→ 6 H (Fe)
Fe ; ∆
Penggabungan atom-atom reaktan : 2 N (Fe) + 6 H (Fe) 
→ 2 NH3 (Fe)
Desorpsi (pelepasan) molekul produk NH3 : 2 NH3 (Fe) → 2 NH3 (g)
Reaksi total Fe ; ∆
: N2 (g) + 3 H2 (g) 
→ 2 NH3 (g)
Contoh lain adalah, pemakaian garam kalium vanadat (K3VO4)
dalam industri asam sulfat yang melibatkan tiga tahapan reaksi sebagai
berikut:
(1) S
������� (s) + O2 (g) → SO2 (g)
(2) SO2 (g) + ½ O2 (g) → SO3 (g)
(3) SO
��������3 (g) + H2O (l) → H2SO4 (aq)
Reaksi tahap (2) ternyata berlangsung sangat lambat, dan oleh karena
itulah pada tahap ini dipakai katalisator vanadat dengan atom pusat
V5+ yang ditempatkan dalam wadah suport silika, SiO2, dengan luas
permukaan yang besar. Namun pada temperatur tinggi ~ 600 oC,
vanadat meleleh sehingga terjadi reaksi redoks dengan laju yang cukup
tinggi sebagai berikut:
SO2 (g) + 2 V5+ O2- → 2 V4+ + SO3 (g)
2 V4+ + O2 → 2 V5+ O2-
Jadi, laju reaksi oksidasi tahap (2) dipercepat oleh proses reduksi vanadat yang kemudian diperoleh kembali. Satu jenis lagi pemakaian katalisator heterogen adalah pada proses elektrolisis. Dalam hal ini molekul-molekul gas hasil elektrolisis biasanya mengumpul di sekitar elektrode, sehingga menghambat proses
elektrolisis lebih lanjut. Akibatnya, sel elektrolisis mengalami overpotential (tegangan berlebih), dan semakin panas. Untuk mengurangi ham206
Kimia Anorganik Logam
batan ini dapat dipakai oksida-oksida logam transisi yang diserakkan di
seputar elektrode, sehingga memperlancar evolusi gas hasil. Misalnya
untuk gas hasil Cl2, dapat dipakai RuO2, dan untuk gas hasil O2 dapat
dipakai kompleks tetrafenilporfirinakobalt(II), Co(TPP). Sesungguhnya,
masih banyak lagi peran unsur-unsur transisi sebagai katalisator enzimatik, namun tidak mungkin dibicarakan pada kesempatan ini. 5.1.6 Sifat Magnetik Senyawa Unsur-Unsur Transisi
Senyawa kompleks banyak ditemui bersifat paramagnetik,
yaitu tertarik oleh medan magnetik; selain itu juga banyak juga yang
bersifat diamagnetik, yaitu tertolak oleh medan magnetik. Ukuran sifat
magnetik suatu spesies sering dinyatakan dengan besaran momen
magnetik, µ, dalam satuan Bohr Magneton (BM). Sifat paramagnetik
suatu senyawa disebabkan oleh adanya elektron nirpasangan (elektron
tak-berpasangan, unpaired electron) dalam konfigurasi elektronik spesies
yang bersangkutan. Hubungan antara banyaknya elektron nirpasangan
dengan sifat paramagnetik spin atau momen magnetik spin, µs, adalah:
atau
s
2 ns(ns 1) BM,
s
n( n 2) BM
dengan s = ½ = bilangan kuantum
spin dan n = banyaknya elektron
nirpasangan atau Sebagai contoh, harga momen magnetik untuk suatu ion yang
mempunyai hanya satu elektron nirpasangan (n =1) adalah: µs = √3 = 1,73
BM. Dengan demikian secara teoretik, momen magnetik suatu spesies
dapat diramalkan berdasarkan pada jumlah elektron nirpasangan yang
dapat diketahui dari konfigurasi elektronik spesies yang bersangkutan. Spesies dengan konfigurasi elektronik dx, menghasilkan 1 hingga 5
elektron nirpasangan, dan harga momen magnetiknya sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.1.7.
Sebagai contoh, garam FeCl2 dan FeSO4, keduanya memberikan
kation Fe(II). Untuk anion Cl- maupun SO42-, semua elektron dalam
orbital-orbital yang bersangkutan selalu berpasangan, sehingga tidak
Logam Golongan d
207
menentukan sifat paramagnetik melainkan hanya diperhitungkan sifat
koreksi diamagnetiknya saja. Untuk mempermudah pemahaman, cara
penulisan konfigurasi elektronik ion besi(II), 26Fe2+ ditunjukkan seperti
berikut ini:
26Fe2+ : [18Ar] 3d6 →
Dari diagram konfigurasi elektronik tersebut dapat dimengerti
bahwa ion Fe2+ memiliki empat elektron nirpasangan dalam orbital
3d6. Dengan demikian dapat diramalkan bahwa ion ini mempunyai
nilai µs sebesar 4,90 BM. Dengan cara yang sama, nilai µs spesies yang
lain dapat ditentukan. Tabel 5.1.7 Nilai momen magnetik spin, µs , untuk senyawa unsur - unsur transisi
(n = jumlah elektron nirpasangan)
3dx
3d0
3d1
3d2
3d3
3d4
3d5
3d6
7
3d
8
3d
9
3d
10
3d
n
µs = BM
0
0
1
1,73
2
2,83
3
3,87
4
4,90
5
5,92
4
4,90
3
3,87
2
2,83
1
1,73
0
0
Contoh, ion
Sc3+ , Ti4+ , V5+
Ti3+ , V4+
Ti2+, V3+
Cr3+, V2+
Cr2+ , Mn3+
Mn2+ , Fe3+
Fe2+ , Co3+
2+
Co
2+
Ni
2+
Cu
+
2+
Cu , Zn
Catatan : perlu diingat bahwa bagi setiap konfigurasi elektron d gasal (dx, x = gasal),
spesies yang bersangkutan pasti bersifat paramagnetik ; tetapi untuk x = genap terdapat
dua kemungkin�������������������������������������������������������������������������
an, yaitu paramagnetik jika terdapat elektron yang tidak berpasangan dan
diamagnetik jika semua elektron berpasangan.
208
Kimia Anorganik Logam
Asal-usul sifat magnetik
Benda magnet mempunyai kemampuan menarik benda-benda
lain (tentunya yang lebih ringan) ke arah dirinya. Dalam hal ini ada
magnet permanen atau magnet tetap, artinya kemampuan menarik
ini tidak lenyap, dan magnet sementara artinya kemampuan menarik
menjadi lenyap jika penyebab timbulnya sifat magnet dihilangkan. Misalnya, logam yang dililiti kumparan arus listrik menjadi magnet
yang kemudian disebut sebagai elektromagnet. �������������������������
Namun, jika arus listrik
dihilangkan maka sifat magnet menjadi hilang pula. Logam besi dapat
ditarik atau dipengaruhi oleh magnet sehingga dikatakan bersifat
magnetik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak senyawa kimia
khususnya dari logam transisi yang dipengaruhi oleh magnet, artinya
berinteraksi tertarik oleh medan magnetik dari luar. Senyawa demikian
dikatakan bersifat paramagnetik. Sebaliknya terdapat senyawa-senyawa
yang berinteraksi tertolak oleh medan magnetik, dan dengan demikian
senyawa ini bersifat diamagnetik. Sesungguhnya, masih ada jenis sifat
magnetik lain namun untuk kesempatan ini hanya akan dibicarakan
kedua sifat magnetik tersebut. Barangkali muncul pertanyaan dari mana atau apa penyebab
munculnya sifat magnetik suatu materi? Menurut teori fisika klasik,
secara sederhana dapat dikatakan bahwa setiap benda atau partikel
yang berputar pada porosnya akan menghasilkan sifat magnet. Misalnya
planet bumi, oleh karena putaran pada porosnya menghasilkan sifat
magnet yang terdiri atas kutub magnet utara (N) dan kutub magnet
selatan (S). Sebuah elektron, yang secara individu dapat dipandang
sebagai partikel solid yang bermuatan, juga berputar pada porosnya
yang diasosiasikan dengan bilangan kuantum spin, s, dengan nilai ½.
Dengan demikian, spin elektron tentulah menghasilkan magnet, atau
dengan kata lain elektron sendiri merupakan magnet elementer, dan
Logam Golongan d
209
inilah yang merupakan sumber munculnya sifat magnetik khususnya
dalam senyawa kimia; sifat magnetik seperti ini sering dikatakan
sebagai sifat magnetik spin. Namun, dua elektron yang berada dalam
satu orbital akan saling berpasangan dengan arah spin yang saling anti
paralel atau nilai spin yang saling berlawanan, +½ dan -½. Oleh karena
itu, sifat magnetik yang dihasilkan saling melenyapkan atau dengan kata
lain resultante sifat magnetiknya berharga nol. Sesungguhnya, revolusi
elektron pada orbitalnya juga menghasilkan sifat magnetik, namun
nilainya ternyata relatif lebih kecil dibandingkan dengan sifat magnetik
spin. Oleh karena itu, sifat magnetik orbital ini hanya merupakan faktor
kontribusi saja terhadap sifat magnetik senyawa yang bersangkutan.
Sifat diamagnetik
Diamagnetik adalah sifat yang selalu dimiliki oleh setiap atom
dalam materi atau senyawa tanpa memandang tipe sifat magnetik total
dari senyawa yang bersangkutan. Sifat ini hanya muncul jika ada medan
magnetik dari luar yang dikenakan pada atom yang bersangkutan
sehingga terjadi interaksi antara medan magnetik luar dengan medan
terinduksi dalam kulit-kulit yang terisi penuh elektron. Medan terinduksi
ini harus melawan medan magnetik luar sejauh mungkin untuk
melenyapkan interaksi tersebut, sehingga suseptibilitas (kerentanan)
diamagnetik berharga negatif.
Mengapa di dalam orbital-orbital yang terisi penuh elektron dapat dihasilkan medan terinduksi? Sifat magnetik spin dari elektron-elektron dalam orbital yang terisi penuh saling meniadakan karena arah spin
yang saling berlawanan; namun, elektron-elektron yang berpasangan
dalam kulit/orbital, menurut teori fisika klasik dapat diperlakukan sebagai loop-loop arus, sehingga berinteraksi menolak medan magnetik
dari luar yang mengenainya. Oleh karena itu, sifat diamagnetik ini tidak dipengaruhi oleh temperatur maupun besarnya kuat medanmagnetik
luar, tetapi hanya ditentukan oleh ukuran dan bentuk orbital. 210
Kimia Anorganik Logam
Tabel 5.1.8 Suseptibilitas diamagnetik molar, χL, berbagai spesies �������������
(semua harga
-6
dikalikan dengan 10 mol-1)
Ion
χL
+
Ag
Ion
χL
-11,0
χL
2+
-28,0
-22,5
ClO4
-32,0
-15,0
NO2
-
-10,0
-
-9,1
NO3
-
-18,9
-
-23,4
OH
-
-12,0
-
-34,6
O
-25,0
Fe
-10,0
Zn
2+
-10,4
Hg
2+
-40,0
F
2+
-22,0
K
+
-14,9
Cl
2+
-12,0
Li
+
-1,0
Br
3+
-10,0
Mg
2+
-5,0
I
2+
-15,0
Mn
2+
-14,0
BF4
3+
-11,0
Na
+
-6,8
CN
+
-35,0
NH4
-13,3
+
-12,0
Ni
2+
-12,0
CNS
Ca
Cd
Co
Co
Cr
Cs
Cu
+
Ligan
χL
air
-13
H2O
NH3
amonia
N2H4
hidrazin
CO
carbonil
-
CHO2
format
-18
-20
-10
-28,0
+
-13,0
Rb
2+
-
S
-
-13,0
SO3
2-
-38,0
CNO
-
-21,0
SO4
2-
-40,1
-
-31,0
SO4H
malonat
-45
-
asetilasetonat
-52
C5H5
siklopentadienil
-68
CH4N2O urea
-34
C5H5N
piridina
-49
CH4N2S tiourea
-42
C6H6
benzena
-55
-
C2H3O2
etilen
-15
C10H8N2 bipiridina
-105
asetat
-30
C12H8N2 fenantrolina
-128
-
C2H3NO2 glisinat
-
-35,0
-46
-17
C2H4
-38,0
χL
-25
-
2-
-148,0
-39,0
oksalat
C5H7O2
-7,0
-
2-
C3H2O4
22-
C2H8N2 etilendiamin
C2O4
CO3
-50,6 PtCl6
Ligan
2-
χL
-
Pb
3+
-24,0
Ion
2-
Fe
3+
Cr
Cu
2+
2+
Ba
Bi
-28,0
2+
Ion
-37
Dalam molekul, nilai sifat diamagnetik total merupakan jumlah
dari masing-masing atomnya. Besarnya suseptibilitas diamagnetik tiap
atom adalah:
χA = - 2,83 x 10-10 Σ� r 2,
i
Logam Golongan d
211
dengan ri = rata-rata jari-jari rotasi elektron (dengan asumsi rotasi elektron tidak selalu berbentuk lingkaran). Harga ini untuk tiap-tiap atom
unsur, molekul, ion , gugus ion, maupun berbagai jenis ikatan telah berhasil ditentukan, dan kemudian disebut sebagai tetapan Pascal. Nilai ini
sangat kecil, kira-kira hanya 10-1 - 10-3 kali dari nilai sifat paramagnetik,
sehingga hanya merupakan faktor koreksi saja terhadap sifat magnetik
senyawanya. Nilai tetapan Pascal tersebut sebagai faktor koreksi diamagnetik, dan untuk berbagai spesies telah berhasil ditabulasikan oleh
Lewis sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.1.8.
Sifat paramagnetik
Sistem atomik, molekular, radikal bebas, atau ion yang memiliki
satu atau lebih elektron nirpasangan akan memiliki momen magnetik
permanen yang ditimbulkan oleh momentum sudut spin dan
momentum sudut orbital elektron nirpasangan ini. Elektron ini dapat
berasal dari orbital s misalnya untuk uap atom logam alkali, orbital p
misalnya pada O2, NO, ClO2, dan radikal bebas, orbital d untuk seri logam
transisi 3d, 4d, dan 5d, dan orbital f untuk seri lantanoida dan aktinoida. Semua senyawa dengan momen magnetik permanen menunjukkan sifat paramagnetik normal. Jika senyawa paramagnetik dikenai
medan magnetik luar, atom-atom atau molekul-molekul magnet permanen akan menata diri searah dengan arah medan sehingga tertarik
menuju medan. Hal ini menghasilkan suseptibilitas magnetik (���
χ��) positif
yang tak bergantung pada besar medan magnetik yang mengenainya,
tetapi bergantung pada temperatur karena agitasi termal akan melawan orientasi dwi kutub magnetik. Maka, efektivitas medan magnetik
akan hilang dengan naiknya suhu. Secara matematik, kebergantungan
C
ini telah dilukiskan menurut hukum Curie, ����
χ���
=
, atau Curie – Weiss, ��χ�
T
C
=
, dengan C = tetapan Curie dan ��
���������������������������������
���������������������������������
= tetapan Weiss. Nilai ini meruT- θ
pakan sifat individual senyawa dan harus ditentukan secara eksperimen
dengan variasi temperatur. Dalam pengukuran suseptibilitas molar suatu senyawa, nilai
koreksi diamagnetik atom-atom konstituennya harus diperhitungkan,
212
Kimia Anorganik Logam
dan hasilnya adalah suseptibilitas molar terkoreksi, �χM’. Hubungan antara
suseptibilitas molar dengan momen magnetik menurut mekanika
kuantum dinyatakan dalam rumusan:
N 2 2
χM’ = 3kT ………….. (1.1)
23
-1
dengan N = bilangan Avogadro = 6,02205 . 10 mol , ������������
����������
= 1 BM =
-23
-23
-1
0,9273.10 J T-1, k = tetapan Boltzmann = 1,38066 . 10 J K , dan ����
µ���
=
momen magnetik permanen dalam BM. Dengan memasukkan nilainilai tetapan tersebut diperoleh formula:
µ
�eff = 2,83 ÷ M ' T BM
………….. (1.2)
Momen magnetik spin
Bilangan kuantum spin elektron dianalogikan dengan konsep
rotasi elektron pada sumbunya sendiri. Dengan demikian menurut
mekanika gelombang, momentum sudut elektron yang berkaitan
dengan bilangan kuantum spin adalah terkuantisasi sebesar s ( s + 1)
h/2��������������������������������������������������
�����������������������������������������������
, sehingga momen magnetik spin mengikuti rumusan:
µs = g β
s ( s + 1) e.m.u = 2
s ( s + 1) BM =
4 s ( s + 1) BM ..... (1.6)
dengan g = faktor pembelahan Lande atau rasio giromagnetik yaitu
rasio momen magnetik terhadap momentum sudut yang besarnya
untuk elektron bebas secara eksak adalah 2,002320 �����������������������
±����������������������
0,000004. Nilai ini
adalah 1 untuk momen orbital dan sering dibulatkan menjadi 2 untuk
momen spin. Perbedaan nilai 0,00232 bagi elektron bebas oleh karena
koreksi relativistik. Momen magnetik tersebut adalah momen permanen, oleh karena
itu jika dikenai medan magnetik dari luar akan berinteraksi menghasilkan
efek paramagnetik. Tipe paramagnetik
Sifat magnetik senyawa kompleks berkaitan dengan jumlah
elektron nirpasangan dalam sistem molekul kompleks ini. Oleh karena
Logam Golongan d
213
itu perlu diturunkan suatu rumusan momen magnetik yang berkaitan
dengan jumlah elektron nirpasangan yang nilainya teruji oleh hasil
pengukuran menurut rumusan (1.2) tersebut. Oleh karena sifat magnetik
dalam sistem multielektron berasal dari momentum sudut spin dan
momentum sudut orbital elektron nirpasangan dalam sistem ini, maka
kedua total momentum ini harus ditambahkan menurut aturan kuantum
penjumlahan vektor. Sifat paramagnetik normal suatu senyawa kompleks bergantung
paling tidak pada tiga faktor yaitu (1) jumlah elektron nirpasangan,
(2) tingkat dasar spektroskopik, dan tingkat eksitasi di atasnya jika
pembelahan seharga orde kT, dan (3) kuat medan ligan dan konfigurasi
geometrinya.
Spin only
Tipe momen magnetik ini sesungguhnya sama dengan yang
berlaku bagi pembelahan multiplet kecil tetapi dengan L = 0 sehingga
nilai momen magnetik hanya didominasi oleh momentum sudut spin
saja; atau dengan kata lain untuk tipe ini kontribusi momentum sudut orbital lenyap sama sekali sehingga rumusan momen manetiknya
menjadi:
µs = 4 S ( S + 1) BM ; dengan mengingat bahwa S = n/2, maka
= n (n + 2) BM ………………. (1.9)
Tipe momen magnetik semacam ini kemudian dikenal sebagai momen
magnetik spin only. Koreksi diamagnetik
Secara umum, senyawa paramagnetik terdiri atas pusatpusat paramagnetik dan gugus-gugus diamagnetik, bahkan ion
paramagnetik monoatomik juga mempunyai nilai diamagnetik; gugusgugus diamagnetik ini tentu saja harus diperhitungkan sebagai faktor
koreksi. Jadi, suseptibilitas molar suatu senyawa merupakan jumlah
aljabar suseptibilitas atom, ion atau molekul penyusun senyawa ini. Oleh karena itu, suseptibilitas per mol terkoreksi (�χM’) suatu ion logam
214
Kimia Anorganik Logam
paramagnetik dalam suatu senyawa dapat diperoleh dengan mengukur
suseptibilitas molar senyawa ini (�χM) dan kemudian dikurangi dengan
faktor diamagnetik ion atau molekul penyusunnya (�χL) :
χM’ = �χM (pengukuran) - �χL
Suseptibilitas magnetik dan pengukurannya
Ukuran sifat magnetik suatu senyawa yang dinyatakan dengan
nilai momen magnetik tidak dapat diukur langsung melainkan dihitung
dari nilai suseptibilitas magnetiknya, dan nilai suseptibilitas inilah
yang diperoleh dari pengukuran. Dua buah kutub magnet berlawanan
menunjukkan garis-garis gaya dalam daerah medan magnetik (Gambar
5.1.3a). Apabila suatu senyawa sampel ditempatkan dalam medan magnetik dengan kuat medan H (Gambar 5.1.3b – 5.1.3c) maka medan terinduksi fluks, B, dalam senyawa dinyatakan dengan hubungan:
B = H + 4�
πI , dengan I = intensitas magnetisasi. Jika kedua ruas persamaan tersebut dibagi dengan B, maka akan
diperoleh rasio B yang disebut sebagai permeabilitas magnetik
H
senyawa yang bersangkutan dalam bentuk hubungan: B = 1 + 4 π�
��( I )
H
H
I
Rasio
atau sering dituliskan dengan lambang k inilah yang disebut
H
sebagai suseptibilitas magnetik per volume atau suseptibilitas volume. Bagaimana nilai suseptibilitas tersebut bagi sampel diamagnetik
dan sampel paramagnetik? Rasio B tersebut dapat dipandang sebagai
H
rasio rapatan garis-garis gaya magnet dalam sampel terhadap rapatan
garis-garis gaya medan magnet untuk area yang sama jika tanpa
sampel. Dengan demikian, dalam medium vakum atau hampa (Gambar
5.1.3a) nilai B = H atau B = 1, sehingga k = nol. Senyawa diamagnetik
H
berinteraksi menolak beberapa garis gaya (Gambar 5.1.3b) sehingga B <
H, dan akibatnya suseptibilitas, k, berharga negatif. Sebaliknya, senyawa
paramagnetik berinteraksi menarik beberapa garis gaya “tambahan”
Logam Golongan d
215
(Gambar 5.1.3c) sehingga B >H dan akibatnya suseptibilitas, k,
berharga positif. Jadi dengan kata lain, dalam medan magnetik senyawa
diamagnetik tertolak ke dalam daerah yang mempunyai rapatan garis
gaya rendah sedangkan senyawa paramagnetik tertarik ke dalam daerah
yang mempunyai rapatan garis gaya tinggi. Gambar 5.1.3 Jumlah garis gaya antara dua kutub magnet per satuan area
(a), menjadi berkurang ketika melewati sampel diamagnetik (b),
tetapi bertambah ketika melewati sampel paramagnetik (c), dan
timbangan magnetik model Gouy (d)
Cara pengukuran suseptibilitas magnetik
Sampel diamagnetik tertolak ke atas menjauh dari medan magnetik
ke daerah yang kurang rapat garis gaya magnetiknya; akibatnya, massa
sampel tentu menjadi terukur lebih ringan atau berkurang. Sebaliknya,
sampel paramagnetik tertarik ke bawah, ke daerah yang lebih rapat garis
gaya magnetiknya, sehingga massa sampel menjadi terukur lebih berat
atau bertambah relatif terhadap massa sampel jika ditimbang tanpa
medan magnetik. Adanya perbedaan massa inilah yang mendasari
pengukuran suseptibilitas magnetik suatu senyawa. 216
Kimia Anorganik Logam
Jadi, untuk mengukur besaran ini sampel yang akan ditimbang
dimasukkan ke dalam tabung (tabung Gouy) yang digantungkan
di antara dua kutub magnet tetap atau elektromagnet; alat seperti
ini dikenal sebagai timbangan Gouy (Gambar 5.1.3d). Oleh karena
dalam hal ini besaran massa atau besaran molar lebih instruktif, maka
suseptibilitas volume, k, diubah menjadi suseptibilitas massa, χg , atau
suseptibilitas molar, χM, menurut hubungan berikut:
χg =
k
, dengan d = densitas sampel, gram/cm3, dan
d
χ� = χ . Mr, dengan Mr = Massa rumus relatif (berat molekul) sampel. M
g
Hubungan massa sampel dengan kuat medan magnetik yang
menunjuk pada gaya magnetik yang bekerja pada sampel dapat
dinyatakan dalam rumusan berikut:
[∆w1 − ∆w2 ]. . g .M
w.H 2
χM = ∆
�w1 = perbedaan antara massa sampel + tabung yang ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik
∆
�w2 = perbedaan antara massa tabung yang ditimbang dengan
dan tanpa medan magnetik (berharga negatif)
w = massa sampel yang ditimbang tanpa medan magnetik
l
= tinggi / panjang sampel dalam tabung
Mr = massa rumus relatif (berat molekul) sampel
H = kuat medan magnetik
g
= gaya gravitasi bumi di mana dilakukan pengukuran
r
, dengan Semua besaran-besaran yang terlibat dalam pengukuran tersebut telah
diketahui, sehingga χM dapat dihitung. Harga ini tentu masih harus
dikoreksi dengan suseptibilitas diamagnetik, χL, sehingga diperoleh χ ’ = χ - χL. Selanjutnya nilai momen magnetik, µ, dihitung menurut
M
M
persamaan (1.2),
µs = 2,828√(χM’.T) BM, dengan T = temperatur sampel (dalam Kelvin)
Logam Golongan d
217
Pengukuran dan perhitungan seperti ini dari banyak macam sampel
menghasilkan nilai-nilai yang relatif tidak berbeda dengan µs teoretik
berdasarkan jumlah elektron nirpasangan (Tabel 5.1.7). 5.1.7 Soal-Soal Latihan
1. Jelaskan secara singkat batasan mengenai unsur transisi dan bagai­
mana pengelompokannya; sebutkan pula sifat-sifat kimiawinya
yang khas.
2. Tuliskan formula umum konfigurasi elektronik unsur-unsur transisi;
jelaskan perbedaan konfigurasi elektronik (ion) hasil pelepasan satu
elektron terluar bagi unsur-unsur transisi dibandingkan dengan
unsur-unsur golongan utama (representatif ).
3. Tuliskan konfigurasi elektronik atom unsur transisi 24Cr, 25Mn, 26Fe,
28Ni, dan 29Cu ; jelaskan pula kestabilannya untuk atom kromium
dan tembaga ditinjau dari diagram aufbau.
4. Jelaskan secara singkat variasi dan banyaknya variasi tingkat oksidasi
unsur-unsur transisi serta kestabilannya yang umum.
5. Jelaskan secara singkat perihal sifat diamagnetik, sifat paramagnetik,
dan komparasi nilai keduanya.
6. Jelaskan dengan singkat bagaimana efek medan magnetik terhadap
massa sampel diamagnetik dan paramagnetik
7. Jelaskan mengapa senyawa transisi umumnya bersifat paramagnetik,
dan beri contohnya !
8. Jelaskan secara singkat pengertian katalisator, cara kerja katalisator
dan beri contohnya.
Lingkari salah satu alternatif jawaban yang paling tepat
1. Pernyataan perihal ”batasan” unsur-unsur transisi berikut yang
paling tepat adalah:
a. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi elektronik
”d” tidak penuh bagi atom-atomnya
218
Kimia Anorganik Logam
b. Unsur-unsur transisi mempunyai karakteristik konfigurasi
elektronik (n-1)d (0-10) ns2 bagi atom-atomnya
c. Unsur-unsur transisi mempunyai sifat paramagnetik bagi
senyawa - senyawanya
d. Unsur-unsur transisi selalu mempunyai konfigurasi elektronik
”d” tidak penuh bagi atom-atom atau ion-ionnya
2. Diantara pernyataan-pernyataan berikut ini yang tidak menyatakan
sifat unsur-unsur transisi adalah :
a. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai rapatan relatif
tinggi daripada unsur-unsur non-transisi
b. Unsur-unsur transisi umumnya mempunyai titik leleh dan titik
didih yang relatif tinggi daripada unsur-unsur ”non-transisi”
c. Sifat basa unsur-unsur transisi lebih lemah daripada sifat basa
logam-logam alkali-alkali tanah
d. Unsur-unsur transisi umumnya ”lebih reaktif” daripada logamlogam alkali-alkali tanah
3. Pernyataan berikut ini yang kurang tepat perihal unsur-unsur
transisi adalah :
a. Dalam satu seri periode, jejari atom unsur-unsur transisi semakin
besar dengan naiknya nomor atom
b. Energi elektron-elektron ”(n-1)d” lebih rendah daripada energi
elektron-elektron ”ns”
c. Ionisasi unsur-unsur transisi merupakan pelepasan elektronelektron ”ns” lebih dulu sebelum elektron-elektron (n-1)d
d. Terjadinya variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi disebabkan
oleh kemungkinan pelepasan elektron-elektron ”d”
4. Penulisan konfigurasi elektronik sangat tepat diurutkan berdasarkan
kenaikan energi orbital dari rendah ke tinggi; oleh karena itu
penulisan konfigurasi elektronik yang paling tepat bagi spesies
berikut ini adalah:
Logam Golongan d
219
a. 25Mn : [18Ar] 4s2 3d5
b. 29Cu : [18Ar] 4s2 3d 9
c. 29Cu+: [18Ar] 4s1 3d9
d. 22Ti : [18Ar] 3d2 4s2
5. Konfigurasi elektronik “spesies” berikut ini benar kecuali :
a. 24Cr : [18Ar] 3d5 4s1
b. 24Cr2+ : [18Ar] 3d 4 c. 29Cu+: [18Ar] 3d 9 4s1
d 29Cu : [18Ar] 3d10 4s1
6. Salah satu sifat atom unsur 21Sc yang benar adalah:
a. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 oleh
karena melepaskan kedua elektron 4s2
b. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +3 oleh
karena melepaskan elektron 4s2 3d1
c. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +2 dan +3 d. Stabil dalam senyawaan dengan tingkat oksidasi +1 oleh
karena melepaskan elektron 3d1
7. Variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi ”3d ” dalam satu seri :
a.
b.
c.
d.
semakin banyak dengan naiknya nomor atom
semakin sedikit dengan naiknya nomor atom
relatif semakin banyak sampai dengan pertengahan seri
tidak jelas
8. Pernyataan berikut yang kurang tepat berkaitan dengan seri 3d
adalah:
a. Tingkat oksidasi unsur-unsur transisi 3d yang paling umum
adalah +2 dan +3
b. Tingkat oksidasi rendah terdapat pada awal dan ujung seri
c. Tingkat oksidasi tertinggi dimungkinkan bagi unsur dengan
nomor atom terttinggi
220
Kimia Anorganik Logam
d. Tingkat oksidasi tertinggi terdapat pada atom unsur
pertengahan seri
9. Pernyataan-pernyataan berikut ini berkaitan dengan banyaknya
variasi tingkat oksidasi unsur-unsur transisi kecuali:
a. banyaknya orbital d yang masih kosong atau yang sudah isi
setengah penuh pada pertengahan pertama seri transisi
b. daya tarik inti yang relatif lemah terhadap orbital-orbital d yang kosong s dan atau setengah penuh
c. daya tarik inti yang relatif semakin kuat terhadap orbital d yang
berisi setengah penuh dan penuh
d. jejari atom yang semakin pendek sampai dengan pertengahan
pertama sseri transisi
10. Pernyataan yang kurang tepat berkaitan dengan atom 26Fe adalah:
a. mempunyai konfigurasi elektronik [18Ar] 3d 6 4s2
b. mudah melepas elektron 4s 2 menghasilkan tingkat oksidasi +2
c. mudah melepaskan tiga elektron dan meninggalkan kofigurasi
3d5 - setengah penuh bagi spesies dengan tingkat oksidasi +3
d. kestabilan Fe(II) dikaitkan dengan konfigurasi elektronik setengah
penuh [18Ar] 3d5 4s1
11. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan dengan
sifat magnetik adalah:
a. Setiap elektron secara individual bersifat magnetik permanen
oleh karena gerakan spin (s) elektron yang bersangkutan
b. Setiap (2) elektron yang berpasangan dalam orbitalnya bersifat
saling meniadakan sifat magnetik-spin oleh karena arah spin
yang saling anti- paralel
c. Sifat magnetik-spin spesies (ion, atom, molekul) unsur-unsur
transisi terutama sebanding dengan banyaknya elektronelektron yang tidak berpasangan
d. Sifat magnetik suatu spesies ditimbulkan oleh karena adanya
induksi medan magnit dari luar
Logam Golongan d
221
12. Salah satu pernyataan berikut yang tidak tepat berkaitan dengan
sifat magnetik sampel adalah:
a. Suatu sampel diamagnetik yang diletakkan dalam pengaruh
medan magnetik luar akan berinteraksi tertolak menjauhi medan
b. Suatu sampel diamagnetik tidak akan berubah beratnya
sekalipun ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik luar
c. Suatu sampel paramagnetik yang diletakkan dalam pengaruh
medan magnetik luar akan berinteraksi tertarik ke dalam
medan
d. Suatu sampel paramagnetik akan bertambah beratnya jika
ditimbang di dalam pengaruh medan magnetik luar
13. Salah satu pernyataan berikut yang tidak benar adalah:
a. Senyawa CuSO4.5H2O bersifat paramagnetik
b. Senyawa CuCl2 mempunyai momen magnetik kira-kira 1,7 BM
c. Molekul FeCl3 mungkin dapat bersifat diamagnetik
d. Spesies 26Fe(II) mungkin dapat bersifat diamagnetik
14. Sifat paramagnetik dapat ditunjukkan oleh senyawa berikut:
a. Cu2SO4
b. CuCl c. TiCl4 d. VCl
���4
15. Senyawaan mangan (25Mn) yang pasti bersifat diamagnetik
adalah:
a. KMnO4
2b. MnO4 c. MnSO4
d. Mn
��2O3
16. Ion-ion berikut mungkin saja bersifat diamagnetik, kecuali :
a. 27Co2+
3+
b. 27Co 2+
c. 28Ni +
d. 29Cu
222
Kimia Anorganik Logam
17. Berikut ini adalah sifat-sifat unsur-unsur transisi yang dapat dikaitkan
dengan perannya sebagai katalisator, kecuali :
a. Kemampuannya membentuk senyawa kompleks antara
b. Adanya variasi tingkat oksidasi hingga memungkinkan
terjadinya reaksi redoks
c. Kemampuan adsorpsi (kemis-fisis) terhadap molekul-molekul
reaktan (gas)
d. Reaktifitas yang relatif rendah daripada logam alkali-alkali
tanah.
18. Dalam reaksi-reaksi fase gas, berikut ini adalah keadaan kemungkinan
keterlibatan katalisator yang umum, kecuali :
a. Katalisator dalam fase padatan, baik logam ataupun oksidanya
b. Katalisator berperan dalam pembentukan senyawa kompleks
c. Katalisator terlibat dalam proses redoks
d. Katalisator bekerja secara adsorbsi (kemis-fisis)
19. Dalam reaksi sintesis amonia : 2 N2 (g) + 3 H2 (g) 2 NH3 (g) , dipakai katalisator besi, Fe ; mekanisme kerja katalisator ini
diduga:
a. mengadsorpsi secara kemis (kemisorpsi) molekul-molekul
reaktan sehingga menjadi lebih aktif
b. terlibat dalam reaksi redoks, Fe Fe2+ hingga meningkatkan
laju reaksi
c. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe_H yang
mudah diserang oleh molekul N2
d. terlibat dalam pembentukan senyawa kompleks Fe_N yang
mudah diserang oleh molekul H2
20. Dalam proses reaksi pembuatan asam sulfat dari oksidasi belerang
oleh oksigen dipakai katalisator vanadat, Vanadium(V); kerja
katalisator ini diduga:
a. mengadsorpsi molekul-molekul gas oksigen hingga lebih aktif
mengoksidasi belerang
b. mengadsorpsi molekul-molekul gas SO3 hasil oksidasi hingga
aktif bereaksi dengan air
Logam Golongan d
223
5.2 Golongan 4
tITANIUM, ZIRKONIUM, DAN HAFNIUM
5.2.1 Pendahuluan
Unsur titanium yang pada mulanya ditemukan oleh William
Gregor pada tahun 1791 dalam bijih ilmenit, FeTiO3, dapat dipisahkan
dari unsur besinya dengan penambahan asam hidroklorida untuk
memperoleh titanium oksidanya, TiO2. Empat tahun kemudian (1795)
M.H. Klaporth (Jerman) secara terpisah juga menemukan unsur titanium
dalam bentuk oksidanya yang kemudian disebut rutil, TiO2. Pada tahun
1789, Klaporth juga telah berhasil memisahkan zirkon oksida, ZrO2, dari
bijih zirkon, ZrSiO4. J. J. Berzelius (Swedia) telah berhasil mengisolasi Zr
(1824) dan Ti (1825), namun belum cukup murni. Unsur hafnium (hafnia
adalah nama latin untuk Kopenhagen) ditemukan dalam zirkon dari
Norwegia pada tahun 1922-1923 oleh D. Coster dari Belanda dan G. von
Hevesy dari Hungaria. Titanium merupakan unsur transisi terbanyak ke sembilan di
dalam kerak bumi, sedangkan zirkonium dan hafnium sama seperti
sebagian besar logam-logam transisi periode 5 dan 6 sangat jarang
dijumpai. Dari ketiga unsur dalam golongan ini, titanium merupakan
logam yang paling banyak dimanfaatkan. Titanium sangat vital bagi
industri pertahanan, namun jumlah yang sangat besar dari bijih
tambang titanium ini dimanfaatkan untuk pembuatan bahan pigmencat. Titanium merupakan logam yang keras dan kuat, putih keperakan
dan mempunyai densitas yang paling rendah (4,5 g cm-1) di antara
kelompok logam-logam transisi. Kombinasi sifat keras-kuat dan densitas
yang rendah dari logam titanium ini sangat menguntungkan untuk
bahan pembuatan pesawat terbang dan kapal laut nuklir. Sebelum penemuan manfaat titanium(IV) oksida sebagai bahan
cat, yang digunakan adalah “timbel putih”, Pb3(CO3)2(OH)2. Namun,
Pb3(CO3)2(OH)2 bersifat racun, dan oleh karena mengalami pelunturan
warna garam ini dapat mengubah atmosfer kota industri menjadi hitam
oleh timbel(II) sulfida. Titanium(IV) oksida tahan terhadap pelunturan
224
Kimia Anorganik Logam
oleh udara yang terpolusi dan mempunyai sifat racun yang rendah,
sehingga dapat dipakai untuk mengganti peran timbel putih tersebut.
Titanium(IV) oksida mempunyai indeks bias tertinggi dari antara senyawa
anorganik putih atau tak berwarna, bahkan lebih tinggi daripada intan.
Oleh karena itu senyawa ini mempunyai kemampuan yang tinggi
dalam memancarkan cahaya, dan dapat secara efektif menutupi atau
menyembunyikan lapisan cat di bawahnya. Selain itu penambahan
titanium(IV) oksida ke dalam cat berwarna akan mengakibatkan
melunturnya warna cat yang bersangkutan. Paduan logam Zr - Nb dapat digunakan sebagai magnet
superkonduktor, sayangnya logam zirkonium sangat sedikit atau
jarang dijumpai. Zirkonium digunakan untuk membuat kontainer atau
wadah bahan bakar nuklir, karena logam ini mempunyai penampang
lintang tangkapan neutron yang rendah, artinya tidak menyerap
neutron yang terlibat dalam proses fisi. Sayangnya, hafnium yang selalu
terdapat bersama-sama dengan zirkonium sebagai pengotor karena
sifat kimiawinya yang sangat mirip, mempunyai penampang lintang
tangkapan neutron yang tinggi, sehingga dapat menyerap neutron. 5.2.2 Ekstraksi Logam Titanium dan Zirkonium
Titanium murni sulit diperoleh dari TiO2 walaupun senyawa ini
yang paling umum ditemui di alam. Mineral penting lainnya adalah
ilmenit, FeTiO3. Reduksi titanium(IV) oksida dengan karbon ternyata
bukan menghasilkan logamnya, melainkan menghasilkan karbidalogam, TiC. Cara yang paling praktis menurut proses Wilhelm Kroll,
adalah cara yang pada awalnya melibatkan pengubahan titanium(IV)
oksida menjadi titanium(IV) klorida melalui pemanasan dengan karbon
dan diklorin menurut persamaan reaksi:
∆
TiO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g) 
→ TiCl4 (g) + 2 CO (g)
Titanium(IV) klorida yang dihasilkan sebagai gas dikondensasikan
pada temperatur 137 oC. Untuk mereduksi titanium(IV) klorida menjadi logamnya paling baik digunakan logam magnesium, bukan karbon
Logam Golongan d
225
ataupun hidrogen berdasarkan kecenderungan energi bebas pembentukan spesies kloridanya, yaitu MgCl2, yang lebih menguntungkan (faReduksi ini dapat berlangsung pada temperatur 850 oC menvourable). ��������������������������������������������������
urut persamaan reaksi:
∆
TiCl
����4 (g) + 2 Mg (l) 
→ Ti (s) + 2 MgCl2 (l)
Padatan titanium yang diperoleh berwujud busa-berpori, sedangkan
magnesium klorida dan kelebihan logam magnesium dapat dilarutkan
dan dipisahkan dengan penambahan asam encer. Butiran-butiran
titanium kemudian dapat dibentuk seperti yang diinginkan. Logam
wolfram juga dapat digunakan untuk mereduksi TiX4 menurut proses
van Arkel - de Boer:
W;∆
TiX4 (g) 
→ Ti + 2 X2 (g)
Sumber utama zirkonium adalah mineral zirkon, ZrSiO4, dan
baddeleyite, ZrO2. Logam zirkonium dapat diperoleh dari bijih
baddeleyite, ZrO2, melalui proses yang sama seperti metoda yang
digunakan pada titanium (proses Kroll):
∆
ZrO2 (s) + 2 C (s) + 2 Cl2 (g) 
→ ZrCl4 (g) + 2 CO (g)
Pada tahapan ini, kira-kira 2 % pengotor yaitu hafnium(IV) klorida, HfCl4,
dapat dipisahkan dari zirkonium(IV) klorida dengan sublimasi fraksional. Fraksi senyawa hafnium menyublim pada temperatur sekitar 319 oC, dan
senyawa zirkonium pada temperatur sekitar 331oC. Kemudian, ZrCl4
murni direduksi dengan logam magnesium menurut persamaan reaksi:
∆
ZrCl4 (g) + 2 Mg (l) 
→ Zr (s) + 2 MgCl2 (l)
Dengan metode van-Arkel - de Boer, zirkonium dipanaskan dalam
wadah yang bertekanan rendah (atau vakum) bersama dengan sedikit
iodin hingga temperatur sekitar 200 oC sehingga ZrI4 yang dihasilkan
berada dalam keadaan uap. Senyawa ini kemudian dipanaskan
dengan filamen wolfram (W) pada temperatur ~ 1300 oC hingga terjadi
dekomposisi, dan logam murni Zr mengendap pada filamen. Logam
zirkonium mempunyai struktur hcp hingga temperatur sekitar 862 oC, 226
Kimia Anorganik Logam
kemudian berubah menjadi bcc pada titik lelehnya (1852 oC). Logam
zirkonium terbakar di udara pada temperatur tinggi, dan bereaksi
lebih cepat dengan nitrogen daripada dengan oksigen menghasilkan
campuran, nitrida, oksida, dan oksida nitrida, Zr2ON2. Tabel 5.2.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 4
Karakteristika
22Ti
40Zr
72Hf
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
4400
220
4,5
Densitas / g cm-3
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
4,49
6,52
13,31
1667
1857
2222
3285
4200
4450
Jari-jari atomik / pm
147
160
159
Jari-jari ionik / pm:
4+ 3+ 2+
M ;M ;M
(bilangan koordinasi 6)
60,5 ; 67 ; 86
72 ; - ; -
71 ; - ; -
o
Potensial reduksi : E / V
4+
M + 4e → M (s)
- 0,86
- 1,43
- 1,57
2 2
[18Ar] 3d 4s
2 2
[36Kr]4d 5s
1,5
1,4
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
[54Xe] 4f
14
2 2
5d 6s
1,3
5.2.3 Kecenderungan Golongan 4
Karakteristika masing-masing unsur dalam golongan ini ditunjukkan oleh Tabel 5.2.1. Kemiripan sifat unsur titanium dan zirkonium yang
disebabkan oleh kemiripan konfigurasi elektronik terminal, berakibat
kedua unsur ini saling mengotori dalam senyawaannya. Terlebih-lebih
lagi antara zirkonium dan hafnium yang keduanya mempunyai jari-jari
atomik sangat dekat yaitu masing-masing 160 dan 159 pm. Rendahnya
jari-jari atomik hafnium adalah sebagai akibat kontraksi lantanoida yaitu
terjadinya penyusutan jari-jari atomik unsur-unsur lantanoida dengan
naiknya nomor atom (proton) sedangkan ”pengisian” elektron hanya
terjadi pada sub-kulit 4f. Logam Golongan d
227
Sifat-sifat umum logam-logam ini yang mirip adalah reaksinya
dengan dioksigen, halogen, uap air, dan dengan asam hidroklorida
pekat, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut:
∆
M + O2 
→ MO2 ∆
M + 2 X2 
→ MX4
∆
M + 2
���������
H2O 
→ MO2 + 2 H2
∆
M + 4 HCl 
→ MCl4 + 2 H2 (Untuk M = Ti diperoleh hasil TiCl3)
Dengan demikian, senyawa logam-logam golongan ini paling stabil
dengan tingkat oksidasi +4, dan hanya titanium yang ternyata dapat
memberikan senyawa Ti(III) yang stabil dalam larutan. Larutan titanium(IV) dan zirkonium(IV) bereaksi dengan hidrogen
peroksida (10 %) menghasilkan ion perokso [M(O2)]2+ atau lebih tepat
[M(O2)(OH)(H2O)n]+ yang berwarna oranye untuk titanium tetapi
takberwarna untuk zirkonium menurut persamaan reaksi:
2 Ti4+ (aq) + 2 H2O2(aq) + (n + 8) H2O →
2 [Ti(O2)(OH)(H2O)n]+ (aq) + 6 H3O+ (aq)
oranye
Warna oranye larutan titanium-perokso ini berubah menjadi tak
berwarna pada penambahan larutan NaF oleh karena terbentuknya ion
kompleks [TiF6]2- :
[Ti(O2)(OH)(H2O)n]+ (aq) + 3 H3O+ (aq) + 6 F- (aq) →
[TiF6]2- (aq) + H2O2 + (n+4) H2O
Potensial reduksi Ti(IV) / Ti(III) adalah sekitar 0,1 V, oleh karena
itu, Ti(IV) dapat direduksi menjadi Ti(III) oleh logam zink dalam asam,
sedangkan Zr(IV) tidak tereduksi pada kondisi ini. Sifat Zr(IV) yang
lebih tahan terhadap reduksi dibandingkan dengan Ti(IV) berkaitan
dengan ukuran jari-jari Ti(IV) yang relatif lebih kecil daripada jari-jari
Zr(IV), sehingga lebih mudah bagi Ti(IV) untuk menangkap elektron. Senyawaan hafnium tidak banyak dikenal, namun mempunyai karakter
yang amat dekat dengan senyawaan zirkonium. 228
Kimia Anorganik Logam
5.2.4 Oksida dan Oksida Campuran
Titanium oksida
Mineral rutil, TiO2, paling banyak dijumpai, tetapi tidak terlalu
murni untuk langsung digunakan. Proses pemurniannya melibatkan
pengubahan rutil menjadi kloridanya seperti halnya pada preparasi
logamnya, kemudian dioksidasi dengan dioksigen pada temperatur
sekitar 1200 oC untuk mendapatkan titanium(IV) oksida murni menurut
persamaan reaksi:
∆
TiCl4 (g) + O2 (g) 
→ TiO2(s) + 2 Cl2 (g)
Gas diklorin yang dihasilkan dapat dipakai ulang untuk mengubah bijih
rutil menjadi kloridanya. Titanium(IV) oksida terhidrat dapat diperoleh sebagai endapan
putih dari reaksi Ti4+ dengan basa, menurut persamaan reaksi:
Ti4+ (aq) + 4 OH- (aq) + (n-2) H2O → TiO2.nH2O (s)
Endapan putih ini larut kembali dalam basa alkali pekat membentuk
berbagai titanat terhidrat dengan formula seperti M2TiO3.nH2O dan
M2Ti2O5.nH2O ( M = logam alkali). Titanium(IV) oksida terdapat di alam dalam tiga bentuk modifikasi
yaitu rutil, brokit, dan anatasa. Ketiganya mempunyai bilangan koordinasi
enam untuk atom titanium dan tiga untuk atom oksigen. Dalam anatasa
dan brokit terjadi bentuk oktahedral yang terdistorsi kuat pada posisi
atom oksigen sehingga dua atom oksigen relatif lebih dekat dengan
atom pusat titanium dibandingkan dengan keempat atom oksigen yang
lain. Oksida
�������������������
campuran TiO2 yang banyak diperdagangkan antara lain
perovskit, CaTiO3, SrTiO3 dan BaTiO3. Titanat lain yang mempunyai
struktur ilmenit (FeTiO3) adalah MgTiO3, MnTiO3, CoTiO3, dan NiTiO3,
dan yang mempunyai struktur spinel adalah Mg2TiO4, Zn2TiO4, dan
Co2TiO4. Reduksi TiO2 dengan H2 pada temperatur tinggi menghasilkan
titanium(III) oksida, Ti2O3, yang berwarna violet menurut persamaan
reaksi:
2TiO2 (s) + 2H2 (g) → Ti2O3 (s) + H2O (g)
Logam Golongan d
229
Zirkonium oksida
Zirkonium(IV) oksida dapat diperoleh sebagai endapan putih
seperti gelatin dari reaksi larutan zirkonium(IV) dengan basa, seperti
halnya oksida titanium, menurut persamaan reaksi:
Zr
��4+ (aq) + 4 OH- (aq) + (n-2) H2O → ZrO2.nH2O (s)
Jika reaksi tersebut berlangsung dengan pemanasan yang kuat akan
dihasilkan padatan putih yang keras ZrO2, yang mempunyai titik leleh
sangat tinggi (~2700 oC). Oksida ini tahan terhadap serangan asam
maupun basa, serta merupakan bahan untuk pembuatan crush dan
tungku pemanas. Oksida ZrO2 bersifat basa lebih kuat daripada TiO2,
dan pada dasarnya tidak larut dalam basa berlebihan. Gambar 5.2.1 Geometri spesies zirkonium(IV) oksida dalam zirkonia baddeleyite
(a) dan kubus (b), dan perovskit, CaTiO3
Dalam kristal zirkonium(IV) oksida dengan bentuk kristalin baddeleyite, setiap ion zirkonium(IV) dikelilingi oleh tujuh ion oksida (Gambar
5.2.1a). Pada suhu di atas 2300 oC, senyawa ini tersusun kembali (menata-ulang) menjadi struktur fluorit dengan bilangan koordinasi delapan
(Gambar 5.2.1b) yaitu kubus zirkonia yang dapat berperan sebagai batu
permata pengganti intan. Sekalipun indeks bias dan kekerasan zirkonia
lebih rendah dibandingkan dengan intan, titik leleh yang sangat tinggi
230
Kimia Anorganik Logam
(~ 2700 oC) membuatnya lebih stabil terhadap panas daripada intan. Zirkonium(IV) oksida dengan suatu proses tertentu (yang telah dipatenkan) dapat diproduksi dalam bentuk serabut-serabut seperti sutera
yang hampir berdimensi uniform dengan diameter ~ 3 µm dan panjang
2-5 cm. Serabut-serabut ini dapat ditenunkan ke dalam suatu material
yang stabil hingga ~ 1600 oC, sehingga dapat berfungsi sebagai baju
zirkonia yang tahan terhadap temperatur tinggi. Oksida campuran dari ZrO2 yang disebut juga zirkonat dapat
dibuat dari campuran oksida, hidroksida, dan nitrat dari logam-logam
lain, mirip dengan senyawa zirkonium yang dibakar pada antara 1000
- 2500 oC. �����
CaZrO3 bersifat isomorfi dengan perovskit. Struktur Spinel
II
dari M ZrO4 juga telah dikenal. 5.2.5 Halida
Titanium
��������������������������������������������������������������
halida dikenal dalam beberapa tingkat oksidasi yaitu
Ti(II), Ti(III), dan Ti(IV). TiF4 berupa padatan putih dan dapat diperoleh
dari reaksi TiCl4 dengan HF anhidrat, atau dari reaksi langsung antara
logam titanium dengan F2 pada suhu ~ 200 oC. Jika digunakan larutan
HF berlebihan dapat mengakibatkan terbentuknya ion kompleks
[TiF6]2-. TiF3 berupa padatan biru, dapat diperoleh dari reaksi logam
titanium dengan HF anhidrat pada suhu ~ 700 oC. Senyawa kompleks
yang mengandung ion [TiF6]3- juga telah dikenal. Ada beberapa senyawa titanium klorida yang dikenal, yaitu serbuk
hitam TiCl2, padatan violet atau coklat TiCl3, dan cairan tak berwarna
TiCl4. Titanium(IV) klorida merupakan halida terpenting, khususnya
sebagai bahan awal untuk pembuatan senyawa-senyawa titanium
yang lain. Dalam udara lembab, TiCl4 mengeluarkan asap dengan kuat
dan terhidrolisis menjadi TiO2. Tetapi, adanya HCl atau berkurangnya
kandungan H2O dapat mengakibatkan hidrolisis parsial menjadi
senyawa okso klorida, [TiO2Cl4]4- atau [TiOCl5]3-. �������������������
Dalam larutan yang
dijenuhkan dengan gas HCl dapat terbentuk ion kompleks [TiCl6]2-. Logam Golongan d
231
Reaksi TiCl4 dengan asam sulfat pekat menghasilkan titanium(IV)
sulfat, Ti(SO4)2 ataupun TiOSO4, dan reaksi TiCl3 dengan asam sulfat
encer menghasilkan garam sulfatnya, Ti2(SO4)3.8H2O. Halida lain yang
dikenal adalah sebagai TiBr4, TiBr3, TiI4, TiI3, dan TiI2. Gambar 5.2.2 Bangun zig-zag ZrCl6 oktahedral dalam struktur ZrCl4
(bulatan atom-atom pada oktahedral tengah saja yang digambar)
Zirkonium(IV) klorida, ZrCl4, berupa padatan putih yang
menyublim pada temperatur ~ 331 oC. Dalam keadaan uap garam
ini mempunyai struktur tetrahedral dan monomerik, tetapi dalam
padatannya mempunyai struktur rantai zig-zag oktahedral - ZrCl6
yang bersekutu pada salah satu sisinya (Gambar 5.2.2) sehingga atomatom klorin menyusun rangkaian kemas rapat kubus ccp (cubic closest
packing). Senyawa ZrBr4, HfCl4, dan HfBr4 mempunyai tipe yang sama.
Senyawa-senyawa Zr(III) terbatas pada pelarut bukan air. ZrCl3,
ZrBr3, dan ZrI3, dapat dipreparasi dari reduksi ZrX4 dengan H2 atau
dengan Zr. Ketiga senyawa ini mempunyai tipe yang sama dengan Hf
I3. 232
Kimia Anorganik Logam
5.2.6 Soal-soal Latihan Ti-Zr-Hf
1. Sebutkan sumber utama logam titanium dan zirkonium, dan jelaskan
prinsip-prinsip reaksi pada ekstraksi logam-logam tersebut (metode
Kroll dan van Arkel - de Boer)
2. Tuliskan sifat umum yang mirip pada reaksi pemanasan logam Ti-ZrHf dengan (a) oksigen, (b) halogen, (c) air, dan (d) asam, HCl.
3. Tulis persamaan reaksi H2O2 (~ 10%) dengan (a) larutan titanium(IV),
dan (b) larutan zirkonium(IV)
4. Mana yang lebih stabil terhadap reduksi, Ti(IV) atau Zr(IV). Jelaskan !
5. Sebutkan contoh-contoh bentuk spinel dari Ti dan Zr. 5.3 GOLONGAN 5
VANADIUM, NIOBIUM, DAN TANTALUM
5.3.1 Pendahuluan
Vanadium berasal dari kata vanadis, yaitu nama dewi kecantikan
di Skandinavia, pada mulanya ditemukan oleh N.G. Selfström di Swedia
pada tahun 1830, bersama-sama dalam bijih besi. Disebut demikian karena senyawaannya kaya akan warna. Sesungguhnya, unsur ini telah dikenali oleh A.M. del Rio pada tahun 1801 yang ditemukan dalam bijih timbel
yang disebut dengan eritronium. Namun sayangnya, beliau sendiri membatalkan penemuannya ini. Logam ini tampak bersinar cemerlang, cukup
lunak sehingga mudah dibentuk seperti pembuluh, mempunyai titik leleh
1915 oC dan titik didih 3350 oC, serta tahan terhadap korosi. Vanadium
dapat bersenyawa dengan karbon di dalam baja, membentuk senyawa
V4C3 yang berupa butiran-butiran halus terdispersi dan membuat baja
menjadi lebih tahan lama dan tahan sobekan walaupun pada temperatur
tinggi, sehingga lebih baik daripada baja biasa. Penambahan karbon kirakira 10 % mengakibatkan kenaikan titik leleh yang sangat mencolok menjadi kira-kira 2700 oC. Dengan sifat seperti ini, produksi vanadium sebagian
besar (~ 80 %) digunakan untuk logam aditif pada baja, khususnya untuk
keperluan baja yang tahan goncangan pada kecepatan tinggi. Selain itu
logam vanadium juga dipakai sebagai logam paduan dengan logam aluminium dengankomposisi kira-kira10 % berat. Logam Golongan d
233
Niobium pada mulanya dikenali oleh C. Hatchett pada tahun 1801. Beliau berhasil mengisolasi oksidanya dari mineral columbit menjadi unsur yang dia sebut columbium. Sementara itu A.G. Ekeberg pada tahun
1802 mengidentifikasi adanya unsur baru yang disebut tantalum karena
sifat mineralnya yang sukar larut dalam berbagai asam. Pada saat itu hingga tahun 1844 unsur columbium dan tantalum diduga hanya satu saja. Namun H. Rose kemudian berhasil menunjukkan bahwa mineral columbit
ternyata mengandung dua unsur yang berbeda, yaitu yang pertama disebut tantalum sebagaimana ditemukan Ekeberg dan yang ke dua diberi
nama niobium yang artinya anak tantalum. Nama ini kemudian diadopsi
oleh IUPAC (1950) walaupun nama columbium lebih dulu dikenalkan. Logam niobium ketika pertama kali diisolasi oleh C.W. Bloomstrand pada tahun 1866 dari reduksi garam kloridanya dengan hydrogen masih belum
murni. Preparasi logam murninya berhasil dilakukan pertama kali pada
tahun 1907 oleh W. von Bolton melalui reduksi garam fluorometalat dengan natrium. Logam-logam golongan 5 ini belum terlalu banyak diketahui manfaatnya, kecuali vanadium yang digunakan sebagai baja vanadium yang
merupakan logam paduan keras dan sering dipakai untuk pisau maupun
peralatan-peralatan pertukangan lain. Niobium banyak digunakan pada
berbagai stainless steel terutama untuk penggunaan pada temperatur
tinggi, dan kawat Nb/Zr digunakan dalam magnet superkonduktor. Tantalum, yang sangat tahan terhadap korosi pada temperatur kamar, sangat
ideal untuk material peralatan operasi (bedah), peralatan industri elektronik seperti kapasitor dan kawat-filamen
5.3.2 Ekstraksi Logam-Logam V, Nb dan Ta
Ekstraksi Logam Vanadium (V)
Vanadium dalam kerak bumi diduga terdapat sekitar 136 ppm
(bandingkan dengan niobium 20 ppm dan tantalum hanya 1,7 ppm), dan
merupakan unsur transisi terbanyak ke lima setelah besi, titanium, mangan,
dan zirkonium. Logam ini terdapat bersama-sama dengan logam-logam
lain dalam sekitar 60 macam mineral, dan oleh karena itu logam vanadium
234
Kimia Anorganik Logam
sering merupakan hasil ikutan saja dari suatu proses pemisahan. Mineral
yang penting sebagai sumber logam vanadium adalah, patronit - VS4,
yang merupakan suatu polisulfida. Oleh karena mudah bereaksi dengan
oksigen, logam ini juga terdapat pada berbagai mineral vanadat misalnya
vanadinat yaitu timbel(II) klorida vanadat, PbCl2.3Pb3(VO4)2, karnonit yaitu
kalium uranil vanadat, K(UO2)(VO4).1,5H2O, dan vanadinit yaitu Pb3(VO4)2.
Pb2(VO4)Cl atau Pb5(VO4)3Cl.
Langkah pertama ekstraksi logam ini adalah mendapatkan
vanadium dalam bentuk oksidanya, V2O5, dari bijihnya melalui berbagai
macam proses dan reaksi. Untuk itu biasanya ditempuh prosedur umum
dengan pemanggangan (roasting) bijih-bijih yang telah diremukkan atau
residu vanadium dengan garam NaCl atau N2CO3 pada temperatur kirakira 850 oC. Tahap ini akan menghasilkan natrium vanadat, Na3VO4, yang
kemudian diluluhkan dengan air. Pengasaman dengan asam sulfat hingga
pH = 2 - 3 akan menghasilkan padatan merah yang disebut“roti-merah”(red
cake) yang merupakan suatu senyawa polivanadat, dan pemanggangan
langsung pada temperatur kira-kira 700 oC akan menghasilkan padatan
hitam V2O5. Langkah selanjutnya adalah proses reduksi terhadap V2O5 yang pada
garis besarnya dibedakan dalam dua perlakuan berdasarkan tujuannya.
Jika logam vanadium yang diperoleh dimaksudkan untuk keperluan
zat aditif pada baja, maka reduksi dilakukan dalam tanur listrik dengan
penambahan bijih besi (Fe), silikon (Si) dan kapur, CaO. Hasilnya adalah
ferovanadium dengan kadar vanadium (35-95 %) yang dapat dipisahkan
dari ampas atau kerak CaSiO3 menurut persamaan reaksi berikut:
2 V2O5+ 5 Si + Fe + 5 CaO +5 CaSiO3
Produk ini dapat langsung dipakai sebagai zat aditif pada baja
ferovanadium tanpa pemurnian lebih lanjut. Jika yang diinginkan logam
vanadium murni, maka reduksi terhadap V2O5 dapat dilakukan dengan
kalsium, dan lelehan logam vanadium yang terbentuk dapat dipisahkan
dari kerak CaO menurut persamaan reaksi:
Logam Golongan d
235
V2O5 (s) + 5 Ca (s) 2 V (���������������
l��������������
) + 5 CaO (s)
Jika bahan dasar yang digunakan mengandung vanadium(II) klorida, VCl2,
maka logam vanadium dengan kemurnian tinggi dapat diperoleh dengan
elektrolisis leburan NaCl-LiCl-VCl2, atau dengan proses van Arkel - de Boer
yaitu melewatkan uap garam vanadium klorida yang sudah dimurnikan
melalui kawat panas dalam keadaan vakum (tekanan rendah). Ekstraksi Niobium dan Tantalum
Produksi niobium dan tantalum mempunyai skala lebih kecil
dibandingkan dengan produksi vanadium, dan prosesnya lebih bervariasi
serta kompleks. Kedua logam ini dapat dipisahkan dari bijihnya dengan
cara fusi, yaitu peleburan bijih-bijihnya dengan alkali atau pemasakan
bijih-bijihnya dengan berbagai asam.���������������������������������������
Proses fusi ini menghasilkan larutan
kedua logam Nb dan Ta yang kemudian dapat dipisahkan satu dari yang
lain. Pada mulanya, proses ini dikembangkan oleh M.C. Marignac pada
tahun 1866. Pada pemakaian HF encer, niobium cenderung membentuk
senyawa K3NbOF5.2H2O yang mudah larut, berbeda dengan tantalum
yang cenderung membentuk senyawa K2TaF7 yang sedikit larut. Dewasa ini proses pemisahan niobium dan tantalum yang lebih
umum digunakan adalah teknik ekstraksi pelarut. Sebagai contoh,
tantalum dapat diekstrak dari larutan HF encer oleh pelarut organik metil
isobutil keton, dan dengan membuat keasaman fase larutan HF lebih
tinggi, niobium dapat diekstrak dengan pelarut segar yang sama. Masingmasing logam kemudian dapat diperoleh setelah proses pengubahan
menjadi pentaoksidanya dan diikuti dengan reduksi pentaoksida ini oleh
Na atau C, atau melalui elektrolisis. 5.3.3 Kecenderungan Golongan 5
Karakteristika masing-masing unsur dalam golongan ini ditunjukkan
pada Tabel 5.3.1. Ketiga logam ini mempunyai kenampakan mengkilap
seperti perak dan mempunyai struktur kubus pusat badan, bcc. Logam-
236
Kimia Anorganik Logam
logam golongan ini sedikit kurang elektropositif dibandingkan dengan
logam-logam golongan sebelumnya (golongan 4). Niobium (Nb) dan
tantalum (Ta), keduanya mempunyai ukuran yang relatif sama sebagai
akibat kontraksi lantanoida. Dengan demikian, logam-logam transisi
seri kedua (4d) dan seri ketiga (5d) ini mempunyai sifat-sifat kimiawi yang
sangat dekat seperti halnya Zr-Hf. Dibandingkan dengan logam-logam
golongan 4, logam-logam golongan 5 ini mempunyai satu elektron
ekstra pada orbital d. Hal ini mengakibatkan ikatan logam yang lebih kuat
sebagaimana ditunjukkan oleh kecenderungan titik leleh dan titik didih
logam-logam golongan 5 (Tabel 5.3.1) yang relatif lebih tinggi daripada
titik leleh dan titik didih logam-logam golongan 4 (Tabel 5.2.1) untuk
periode yang sama. Tabel 5.3.1 Data beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 5
Karakteristika
V
23
Nb
41
Ta
73
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
136
20
1,7
Densitas / g cm-3 (20 oC)
6,11
8,57
16,65
Titik leleh ( oC)
1915
2468
2980
Titik didih ( oC)
3350
4758
5534
Jari-jari atomik / pm
(bilangan koordinasi 12)
134
146
146
Jari-jari ionik / pm
M5+; M4+; M3+; M2+
(bilangan koordinasi 12)
54 ; 58 ; 64 ;79
64 ; 68 ; 72 ; -
64 ; 68 ; 72 ; -
[18Ar] 3d3 4s2
[36Kr] 4d4 5s1
[54Xe] 4f14 5d3 6s2
1,6
1,6
1,5
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
Dengan konfigurasi elektronik terminal (n-1)d3 ns2, atom-atom
logam golongan ini dapat melepaskan 2 hingga 5 elektron menghasilkan
tingkat oksidasi +2, +3, +4, atau +5, namun yang paling umum adalah +2,
+3, dan +4. Kemudahan melepaskan elektron tentu saja berkaitan dengan
Logam Golongan d
237
kedudukan ketiga unsur kelompok ini sebagai awal anggota deret transisi
yang tarikan intinya terhadap elektron-elektron d masih relatif lemah. Demikian juga berkaitan dengan ikatannya terhadap atom-atom yang
bersifat sangat elektronegatif seperti oksigen, senyawa-senyawanya
bersifat kovalen atau dalam bentuk kompleks. Atas dasar ukurannya, atom
logam ukuran terkecil dengan tingkat oksidasi tertinggi (+5) mempunyai
daya oksidasi terkuat. Jadi, vanadium(V) merupakan oksidator terkuat
dalam golongannya. Nilai potensial reduksi, Eo, spesies vanadium dengan
berbagai tingkat oksidasi dalam suasana asam ditunjukkan oleh diagram
Latimer berikut:
VO2+ kuning - oranye
VO2+ biru
V3+ hijau
V2+ V
violet
Dari nilai potensial reduksi tersebut dapat diketahui bahwa vanadium(V),
VO2+, merupakan oksidator yang baik dengan berubah menjadi
vanadium(IV), VO2+, yang relatif stabil, atau bahkan menjadi V3+ yang
paling stabil. Perubahan tingkat oksidasi bertahap satu elektron tersebut
dapat dilakukan dalam larutan air dengan reduktor campuran Zn dan
asam hidroklorida. 5.3.4 Oksida dan Ion-okso
Senyawa-senyawa oksida utama dari ketiga unsur dalam golongan
ini adalah V2O5 - Nb2O5 - Ta2O5 untuk tingkat oksidasi +5, VO2 - NbO2 - TaO2
untuk tingkat oksidasi +4, V2O3 untuk tingkat oksidasi +3, dan VO - NbO
- TaO untuk tingkat oksidasi +2.����������������������������������������
Karakteristika oksida vanadium dengan
238
Kimia Anorganik Logam
bentuk ionnya ditunjukkan dalam Tabel 5.3.2.
Tabel 5.3.2 Karakteristika oksida dan beberapa ion vanadium
Tingkat
Oksidasi
Oksida
Sifat dan
Warna
Ion
3
+ 2 (3d )
VO
basa
hitam - abu-abu
2+
V
- vanado
- vanadium(II)
violet
2
+ 3 (3d )
V2O3
basa
hitam
3+
- vanadi
- vanadium(III)
hijau
+4 (3d )
VO2
amfoterik
biru legam
0
+ 5 (3d )
V2O5
amfoterik
kuning-oranye
1
V
2+
VO
n[X] *
+
VO2
3VO4
Nama ion
- oksovanadium(IV)
- vanadil
- hipovanadat
- vanadit
Warna ion
biru
coklat
kuning
- dioksovanadium(V)
- vanadat
tak berwarna
[X]n- * Tidak ada bentuk anionik vanadit yang sederhana melainkan bersifat poliatomik ; salah satu contoh adalah [V4O9]2-. ����������������������������������������������������
Dengan rentang tingkat oksidasi yang panjang tersebut maka
dapat dipahami bahwa sifat basa dari oksidanya akan melemah dengan
naiknya tingkat oksidasi. VO dan V2O3 bersifat basa sedangkan VO2 dan
V2O5 bersifat amfoterik dengan membentuk anion vanadat, VO43-, atau
kadang-kadang dirumuskan VO3- untuk vanadium(V), sedangkan untuk
vanadium(IV) bentuk anion vanadit tidak ditemui sebagai ion sederhana
melainkan sangat bervariasi. Vanadium pentoksida, V2O5
Berdasarkan argumentasi rasio jari-jari relatif terhadap oksigen(2), vanadium(+5) agak terlalu besar ukurannya untuk koordinasi struktur
tetrahedron (bilangan koordinasi 4), tetapi terlalu kecil untuk koordinasi
oktahedron (bilangan koordinasi 6). Oleh karena itu, V2O5 mengadopsi
struktur trigonal bipiramid terdistorsi (bilangan koordinasi 5) yang
bersekutu pada sisi-sisinya membentuk rantai double zig-zag yang
nampak agak rumit. Tetapi spesies anion okso, tetraoksovanadat(V),
Logam Golongan d
239
VO43-, mempunyai struktur tetrahedron.
V2O5 berwarna kuning-oranye, dapat diperoleh dari pemanasan
vanadat, NH4VO3 menurut persamaan reaksi berikut :
2 NH4VO3 (s) NH3 (g) + V2O5 (s) + H2O (g)
Padatan V2O5 ini mempunyai titik leleh kira-kira 650 oC, dan membeku
pada pendinginan dengan membentuk kristal-kristal yang berbentuk
jarum. Oksida ini juga dapat diperoleh dari penambahan larutan asam
encer ke dalam larutan amonium vanadat :
2 NH4 VO3 (aq) + H2SO4 (aq) → (NH4)2SO4 (aq) + H2O (������
l�����
) + V2O5 (s)
Kelarutan V2O5 dalam air sangat kecil (kira-kira 0,007 g L-1), dan
oksida ini lebih bersifat amfoterik. Oleh karena itu, V2O5 larut dalam
basa kuat, misalnya natrium hidroksida, menghasilkan ion vanadat
yang tak berwarna. Jika ke dalam larutan ini selanjutnya ditambahkan
asam pH ~ 6,5, larutan menjadi oranye cemerlang. Jika penambahan
asam diteruskan hingga pH ~ 2, ternyata diperoleh endapan berwarna
coklat, V2O5, tetapi endapan ini larut kembali pada penambahan asam
lebih lanjut dengan membentuk kation okso, adalah ion kompleks
dioksovanadium(V), VO2+. Persamaan reaksi yang telah diusulkan
secara sederhana dapat dituliskan sebagai berikut :
Pada penambahan basa V2O5 (s) + 6 OH- (aq) → 2 [VO4]3- (aq) + 3 H2O (��
l�)
tak berwarna
Pada penambahan asam hingga pH = 6,5
[VO4]3- (aq) + 2 H3O+ (aq) → [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H2O (��
l�)
kuning-oranye
Pada penambahan asam hingga pH = 2
2 [VO2(OH)2]- (aq) + 2 H3O+ (aq) → V2O5 (s) + 5 H2O (l)
coklat
240
Kimia Anorganik Logam
Pada penambahan asam lebih lanjut
V2O5 (s) + 2 H3O+ (aq) → 2 [VO2]+ (aq) + 3 H2O (l)
Jadi, terdapat dua macam ion okso vanadium(V), yaitu dalam
bentuk kompleks anion tetraoksovanadat(V),[VO4]3-, dan kation
dioksovanadium(V), [VO2]+. V2O5 bersifat oksidator sedang dengan perubahan tingkat oksidasi
dari +5 menjadi +4; misalnya oksidasi terhadap HCl dengan membebaskan
gas klorin: V2O5 (s) + 2 HCl (aq) → 2 VO2 (s) + H2O (���������
l��������
) + Cl2 (g)
Dalam larutan, reaksi ionnya dapat dituliskan sebagai berikut :
Reduksi : [VO2+ (aq) + 2 H3O+ + e → VO2+ (aq) + 3 H2O] 2x
Oksidasi : 2 Cl- (aq) → Cl2 (g) + 2 e
__________________________________________________ +
2 VO2+ (aq) + 4 H3O+ + 2 Cl- (aq) 2 VO2+ (aq) + 6 H2O (��������
l�������
) + Cl2 (g)
Vanadium dioksida, VO2
Vanadium dioksida, VO2, berwarna biru legam, dan dapat diperoleh
dari reduksi padatan V2O5 dengan reduktor sedang seperti CO dan SO2,
atau pemanasan langsung V2O5 dengan asam oksalat. Vanadium dioksida,
VO2, bersifat amfoterik sama seperti V2O5, larut dengan kelarutan yang
sama banyak baik dalam asam maupun basa. Dalam asam non-oksidator
VO2 larut dengan membentuk ion oksovanadium(IV) atau ion vanadil,
[VO]2+, yang berwarna biru. Dalam alkali VO2 larut dengan membentuk
larutan yang berwarna kuning hingga coklat dari ion vanadat(IV) atau
hipovanadat, [V4O9]2-, atau ion [VO4]4-pada pH tinggi.������������������
Pada temperatur
kamar VO2 mengadopsi struktur mirip rutil. Vanadium trioksida, V2O3
Vanadium trioksida, V2O3, berwarna hitam, dapat diperoleh dari
reduksi V2O5 dengan H2 atau CO secara bertahap. V2O3 mengadopsi
struktur corundum (����
��
-Al2O3). Oksida ini bersifat basa, oleh karena itu
Logam Golongan d
241
dengan asam bereaksi menghasilkan ion vanadium(III), V3+ yang berwarna
biru atau hijau dan bersifat reduktor kuat:
V2O3 (s) + 6 H3O+ (aq) → 2 V3+ (aq) + 9 H2O (l)
Vanadium oksida, VO
Vanadium oksida, VO, berwarna abu-abu hitam, dapat diperoleh
dari reduksi V2O3 dengan logamnya, V. Oksida ini bersifat basa seperti
halnya V2O3, larut dalam asam membentuk ion V2+ yang berwarna violet: VO (s) + 2 H3O+ (aq) → V2+ (aq) + 3 H2O (l)
Struktur oksida dan isopolimetalat
V2O5 mengadopsi struktur rantai trigonal bipiramida terdistorsi.
Setiap unit trigonal bipiramida saling bersekutu pada dua sisi, salah satu
titik sudutnya, dan satu titik sudut yang lain bebas sehingga terbentuk
rantai double zig-zag yang nampak agak rumit seperti tampak pada
Gambar 5.3.1a dengan formula V 3(O)? 1(O)½ (O) atau VO2,5 atau V2O5. Ion-ion vanadat sangat analog dengan ion-ion fosfat. Ion ortovanadat, VO43-, yang analog dengan ion fosfat, PO43-, mengadopsi struktur
tetrahedron, dan ion piro-vanadat, [V2O7]4-, yang juga analog dengan
ion pirofosfat, [P2O7]4-, merupakan ion dinuklir yang dibangun dari dua
tetrahedron VO4 yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya seperti
ditunjukkan pada Gambar 5.3.2. Demikianjuga ion meta-vanadat yang
mengadopsi struktur yang dibangun oleh ion VO3, namun struktur ini
sangat bergantung pada keadaan hidrasinya atau jumlah air hidrat yang
terikat pada molekulnya. Ion metavanadat anhidrat, misalnya NH4VO3,
tersusun oleh rantai unit tetrahedron VO4 yang tak terbatas, yang bersekutu
pada sudut-sudutnya sepeti ditunjukkan pada Gambar 5.3.1b. Tetapi, ion
metavanadat terhidrat seperti KVO3.H2O (Gambar 5.3.1c) tersusun oleh
rantai unit trigonalbipiramid VO5, dan kristal kuning dekana-vanadat
seperti Na6V10O28.18H2O, mengandung anion [V10O28]6- yang tersusun oleh
10 oktahedron VO6 yang bersekutu pada sisi-sisinya.
242
Kimia Anorganik Logam
Gambar 5.3.1 Struktur V2O5 (a), dan metavanadat tanhidrat dengan unit VO4 (b),
dan metavanadat terhidrat dengan unit VO5 (c)
(bulatan atom-atom yang mewakili saja yang digambarkan)
VO2 mengadopsi struktur bak-rutil (TiO2), V2O3 mengadopsi struktur
corundum (α-Al2O3), dan VO mempunyai struktur NaCl alami atau rock
salt. NbO2 mempunyai struktur rutil terdistorsi, dan NbO mempunyai
struktur sedemikian sehingga setiap enam atom Nb membentuk bangun
oktahedron dalam suatu kubus dengan atom O menempati pertengahan
dari setiap rusuk kubus seperti tampak pada Gambar 5.3.3a. Dengan
ukuran logam yang lebih besar daripada vanadium, Nb2O5 dan Ta2O5
dalam spesies niobat, [NbO3]-, dan tantalat, [TaO4]3-, mengadopsi struktur
yang bervariasi, dengan unit-unit oktahedron MO6 yang bersekutu pada
titik-titik sudut dan sisi-sisinya seperti pada heksa-metalat, [M6O19]8- (M
= Nb, Ta) sebagaimana terlihat pada Gambar 5.3.3b. Tantalum(IV) dan
tantalum(II) - oksida, juga telah dikenal, namun belum dipelajari secara
mendalam. Logam Golongan d
243
Gambar 5.3.2 Berbagai struktur ion vanadat yang mengadopsi geometri unit
tetrahedral VO4 dan oktahedral VO6 ; untuk ion [V10O28]6- dua unit VO6
tertutup di belakang
Gambar 5.3.3 Struktur (unit sel) NbO (a) dan ion [M6O19]8- (b)
5.3.5 Senyawa halida dan oksohalida
Logam-logam golongan 5 membentuk banyak senyawa halida
dengan berbagai variasi warna sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
5.3.3 yang disusun secara informatif berdasarkan kelompok. Untuk tingkat
oksidasi +5, vanadium hanya membentuk VF5, sedangkan niobium
dan tantalum membentuk MX5 (X = F, Cl, Br, dan I). Vanadium(IV) tidak
membentuk senyawa iodida, sedangkan vanadium(III) dan vanadium(II)
membentuk semua senyawa-senyawa halida.������������������������������
Spesies Nb dan Ta cenderung
diasosiasikan ke dalam bangun tetramer, dimer atau kluster (gerombolan). 244
Kimia Anorganik Logam
Tabel 5.3.3 Warna beberapa senyawa halida sederhana (monomer) dari logamlogam golongan 5
Tingkat
Oksidasi
+5
+4
+3
+2
Fluorida
VF5 -tak berwarna
Klorida
Bromida
Iodida
-
-
-
NbF5 - putih
NbCl5 - kuning
NbBr5 - oranye
NbI5 - kuningan
TaF5 -putih
TaCl5 - putih
TaBr5-kuning pucat
TaI5 - hitam
VF4 -hijau limau
VCl4-merah-coklat
VBr4 - magenta
-
NbF4 – hitam
NbCl4-violet-hitam
NbBr4 -coklat gelap
NbI4-abu-abu
gelap
TaCl4 - hitam
TaBr4 - biru gelap
TaI4 -
VF3 -kuning-hijau
VCl3 -merah violet
VBr3-abu-abu coklat VI3 - coklat-hitam
NbF3 - biru
NbCl3 - hitam
NbBr3 -coklat gelap
NbI3
TaF3 - biru
TaCl3 - hitam
TaBr3
-
VF2 - biru
VCl2 - hijau pucat
VBr2 -oranye coklat
VI2- merah violet
VF5 merupakan polimer yang terdiri atas unit-unit oktahedron
dengan kedua sudut pada salah satu sisinya saling bersekutu sehingga
terbentuk suatu rantai zig-zag tak berhingga. Berbeda dengan VF5, NbF5
dan TaF5 membentuk tetramer (M4X20) dari unit-unit oktahedron, dan
NbCl5, TaCl5, NbBr5, dan TaBr5 membentuk dimer (M2X10) dari dua unit
oktahedron sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.3.4. Warna senyawa
halida ini bervariasi dari putih untuk fluorida, kuning untuk klorida, oranye
untuk bromida, hingga coklat untuk iodida. Naiknya sifat kepolaran dari
anion F- hingga I- mengakibatkan menurunnya energi transfer muatan
yang sesuai dengan warna yang bersangkutan.
Logam Golongan d
245
Gambar 5.3.4 Struktur rantai oktahedron MX6 pada
(a) VF5, (b) M2X10, dan (c) Nb4F20
Struktur spesies halida vanadium lebih sederhana, misalnya VCl4 (d1)
mengadopsi bangun tetrahedron monomerik, dan bersifat paramagnetik. Nb dan Ta - tetrahalida (d1) mengadopsi bangun polimerik, tetapi bersifat
diamagnetik. Sifat diamagnetik ini muncul sebagai akibat dari interaksi
ikatan logam-logam. Gambar 5.3.5 Struktur MX4 membentuk rantai oktahedron MX6 yang bersekutu
pada (a) sudut-sudutnya dan (b) sisi-sisinya
Padatan hitam NbF4 mempunyai struktur yang berupa lembaran (sheet)
oktahedra NbF6 yang tak berhingga yang bersekutu pada 4 sudutnya.
Untuk NbI4, struktur geometrinya didasarkan pada kemas rapat heksagonal
(hcp) atom-atom iodin dengan seperempat rongga oktahedron ditempati
oleh atom-atom Nb sedemikian sehingga terbentuk rantai lurus dari
246
Kimia Anorganik Logam
unit-unit oktahedral NbI6 yang bersekutu pada sisi-sisi yang berlawanan,
yang panjangnya tak berhingga. Atom-atom pusat Nb yang bertetangga
tergeser tempatnya dari pusat oktahedron secara berlawanan sehingga
membentuk pasangan Nb - Nb lebih dekat dengan jarak ~ 3,31Å (Gambar
5.3.5)
Nb dan Ta dapat juga membentuk sejumlah halida lain yang atom
logamnya tidak mempunyai bilangan oksidasi bulat melainkan pecahan,
misalnya Nb6I11, Nb6Cl14, Nb6F15, dan Nb3Cl8. Dalam spesies ini terdapat
“kerumunan” atau kluster atom-atom logam dengan interaksi yang kuat
antar logam-logam sehingga mengakibatkan spesies bersifat diamagnetik
atau paramagnetikyang melemah. Nb6Cl14 ternyata dapat dipandang mempunyai formula [Nb6Cl12]2+[Cl]2 (Gambar 5.3.6). Dalam unit [Nb6Cl12]2+, atom-atom Nb tersusun dalam
bangun oktahedron dengan jembatan atom Cl terletak di atas titik tengah
dari setiap sisi oktahedron. Unit [M6X12]2+ (M = Nb, Ta ; X = Cl, Br) merupakan
suatu entitas kimiawi yang tepat dalam kesatuan suatu reaksi. Misalnya,
reaksi oksidasi terhadap [M6X12]2+ akan menghasilkan [M6X12]3+, oksidasi
lanjut akan menghasilkan [M6X12]4+, dan reaksi adisi dengan ligan L akan
menghasilkan [M6X12L4]2+. Senyawa kluster seperti ini agak umum terjadi
pada logam-logam transisi seri ke dua (4d) dan ke tiga (5d). Gambar 5.3.6 Struktur geometri [Nb6Cl12]2+
Logam vanadium ternyata dapat membentuk senyawa kation okso
yang sangat bervariasi baik ditinjau dari perspektif senyawa kompleks
maupun non-kompleks. Tingkat oksidasi +5 dapat dipandang sebagai
Logam Golongan d
247
turunan dari dioksovanadium(V), VO2+, dan oksovanadium(V), VO3+. Tingkat
oksidasi +4 dapat dipandang sebagai turunan dari oksovanadium(IV),
VO2+, dan untuk tingkat oksidasi +3 sebagai turunan dari VO+. Beberapa
senyawa oksovanadium yang telah dikenal dapat dilihat pada Tabel 5.3.4.
Garam ionik dioksovanadium(V), VO2+, umumnya berwarna kuning,
tetapi oksovanadium(IV), VO2+, umumnya berwarna biru. VOBr3 yang berupa cairan merah tua, dapat diperoleh dari
pemanasan langsung dari V2O3 dan Br2:
2 V2O3 + 6 Br2 4 VOBr3 + O2
VOBr2 yang berupa serbuk kuning, dapat diperoleh dari pemanasan
VOBr3, atau pemanasan V2O5 dengan HBr dalam larutan etanol, C2H5OH: 2 VOBr3 2 VOBr2 + Br2
2 V2O5 + 8 HBr
4 VOBr2 (s) + 4 H2O + O2
Dengan cara yang sama, padatan hijau VOCl2 dapat diperoleh
menurut persamaan reaksi yang terakhir di atas.�������������������������
Selain itu senyawa ini
juga dapat diperoleh dari reduksi VOCl3 dengan H2.
2 V2O5 + 8 HCl 2 VOCl3 +H2 4 VOCl2 (s) + 4 H2O + O2
2 VOCl2 (s) + 2 HCl
VOSO4.5H2O berwarna biru, dan ternyata merupakan
senyawa kompleks tetraakuaoksosulfatovanadium(IV) monohidrat,
[VO(OSO3)(H2O)4] .H2O, yang berhasil dibuat dari reduksi V2O5 dalam asam
sulfat dengan SO2 menurut persamaan reaksi berikut:
V2O5 + H2SO4 + SO2 + 9 H2O 2 [VO(OSO3)(H2O)4] .H2O
Garam-garam lain non-okso tentu saja stabil pada tingkat oksidasi +2
dan +3, dan sebagai senyawa kompleks umumnya mempunyai bilangan
koordinasi empat dan enam. Sebagai contoh [V(H2O)6] SO4 , [VCl2(H2O)4],
[VF6]3-, dan [VCl4]-, dan masih banyak lagi yang dalam air memberikan
rumusan umum [V(H2O)6]2+ yang berwarna violet, dan [V(H2O)6]3+ yang
berwarna hijau. 248
Kimia Anorganik Logam
Tabel 5.3.4 Beberapa contoh senyawa oksovanadium
Tingkat
oksidasi
+5
Senyawa dan warnanya
VO2F - coklat
VO2Cl - oranye
VOF3 - kuning
VOCl3 - kuning
[VOCl4]
[VO2Cl4]3-
-
[VOF4]
+4
VOF2 - kuning
+3
-
VOCl2 - hijau
[VO(CN)4]2-- biru-hijau
VOCl
VOBr3 - merah tua
VOBr2 - kuning coklat
- kuning coklat VOBr
- violet
5.3.6 Soal-Soal Latihan Logam-Logam V-Nb-Ta
1. Jelaskan mengapa vanadium sangat baik untuk bahan campuran
aliasi �(paduan)
2. Sebutkan mineral apa saja yang merupakan sumber vanadium
3. Jelaskan dengan singkat ekstraksi vanadium baik sebagai aliasi
(paduan) maupun logam bebas
4. Sebutkan jenis-jenis oksida vanadium dan sifat-sifatnya, demikian
juga ion vanadium dengan karakteristika warnanya.
5. Tuliskan tahapan persamaan reaksi V2O5 : (a) dengan penambahan
basa (b) dilanjutkan dengan penambahan asam hingga pH ~ 6,5,
(c) dilanjutkan dengan penambahan asam hingga pH ~ 2, dan (d)
dengan penambahan asam lebih lanjut.
6. Struktur geometri oksida dan metalat dari V-Nb-Ta sangat variatif.�� Sebutkan (dan atau gambarkan) struktur, V2O5, VO43- (orto-vanadat),
VO3- (meta-vanadat), V2O74- (piro-vanadat), NbO3- (niobat), dan TaO43-.
7. Vanadium ditemui dalam banyak warna menurut tingkat oksidasi senyawa-senyawanya; sebutkan spesies dan karakteristika warna
masing-�������
masing.
Logam Golongan d
249
5.4 GOLONGAN 6
Kromium, Molibdenum, dan wolfram
5.4.1 Pendahuluan
Pada tahun 1778 seorang ahli kimia terkenal Swedia, C. W.
Scheele, telah berhasil membuat suatu oksida unsur baru dari mineral
molibdenit, MoS2, dan dengan demikian ia mampu membedakan
mineral ini dengan grafit yang pada waktu itu diduga identik. Logam
molibdenum berhasil diisolasi sekitar 3 - 4 tahun kemudian oleh P.J.
Hjelm dari pemanasan oksida ini dengan batubara. Nama molibdenum
berasal dari kata Yunani molibdos yang artinya mengandung makna
kebingungan ketika menghadapi mineral-mineral lunak hitam yang
dapat dipakai untuk menulis, yaitu grafit yang dia sebut timbel hitam
dan plumbako. Pada tahun 1781 Scheele dan juga T. Bergmann mengisolasi
oksida baru yang lain dari mineral yang kemudian disebut skelit, CaWO4. Hasilnya disebut tungsten yang artinya batu berat. Dua tahun kemudian
dua bersaudara, J.J. dan F. d’Elhuyar dari Spanyol menunjukkan bahwa
oksida yang sama merupakan konstituen dari mineral wolframit, dan
pemanasan oksida ini dengan batubara berhasil mereduksinya menjadi
logam yang kemudian diberi nama wolfram dengan simbol W. Nama ini
direkomendasi oleh IUPAC, namun komunikasi bahasa Inggris memilih
memakai nama tungsten. Akhirnya pada tahun 1797, L.N. Vauquelin dari Perancis
menemukan oksida unsur baru dalam suatu mineral dari Siberia yaitu
krokoit (crocoite) yang kemudian dikenal sebagai PbCrO4. Satu tahun
kemudian unsur logam baru ini dapat diisolasi dengan mereduksi
mineral tersebut dengan batubara (charcoal), dan diberi nama dalam
bahasa Yunani kroma (chroma) yang artinya warna, karena banyaknya
macam warna dalam senyawanya. Kromium merupakan logam masif, berwarna putih perak, dan
lunak jika dalam keadaan murni dengan titik leleh kira-kira 1900 oC dan
titik didih kira-kira 2690 oC. Logam ini sangat tahan terhadap korosi,
250
Kimia Anorganik Logam
karena reaksinya dengan udara menghasilkan lapisan Cr2O3 yang
bersifat non-pori sehingga mampu melindungi logam yang terlapisi
dari reaksi lebih lanjut. Dengan sifat logam yang tahan korosi, manfaat
utama dari logam kromium adalah untuk pelapis logam atau baja. Selain
itu, lapisan kromium juga menghasilkan warna yang mengkilat sehingga
logam ini memberikan manfaat tambahan sebagai alat dekoratif. Pada pelapisan kromium dengan proses electro chromium plating
dipakai kromium(III) oksida, Cr2O3, yang dilarutkan dalam H2SO4
sebagai elektrolit. Ion Cr3+ akan tereduksi menjadi logam kromium
yang akan melapisi logam lain yang dipasang sebagai katoda. Jika
suatu logam langsung dilapisi dengan kromium, biasanya hasil lapisan
ini mudah retak. Untuk memperoleh lapisan yang baik, kuat dan tidak
retak-retak, logam yang akan dilapisi dengan kromium harus terlebih
dahulu dipalisi dengan tembaga atau nikel. Kromium, molibdenum, dan wolfram merupakan bahan paduan
baja yang menjadikan baja ini bersifat keras dan kuat. Stainless steel
yang biasanya mengandung kromium dan sedikit nikel banyak digunakan pada industri alat-alat dapur. Logam paduan tanpa besi, termasuk nikrom dan kromel (Ni dan Cr) digunakan untuk berbagai macam
bahan peralatan tahan panas karena logam paduan ini bukan merupakan penghantar listrik. ����������������������������������������
Wolfram juga dimanfaatkan sebagai kawat
filamen dalam bola lampu listrik (bolam). Senyawa-senyawa kromium mempunyai cukup banyak manfaat. Misalnya, kromium dioksida, CrO2, yang berwarna coklat gelap, bersifat
magnetik dan konduktor listrik yang tinggi, banyak digunakan sebagai
bahan pita rekaman. Kromium(III) oksida, Cr2O3, dan kromat, PbCrO4,
dapat digunakan sebagai bahan pewarna cat, dan gelas. Dikromat,
Na2Cr2O7, dapat digunakan sebagai oksidan dalam industri kimia. Dalam proses penyamakan, kulit yang akan disamak dibasahi dengan
larutan dikromat, kemudian direduksi dengan gas SO2 sehingga
terbentuk kromi sulfat basa, Cr(OH)SO4. Kolagen, adalah jenis protein
utama dalam kulit, akan bereaksi membentuk senyawa kompleks kromi,
dan senyawa ini mengakibatkan kulit menjadi bersifat liat, lentur, dan
tahan terhadap kerusakan biologis. Logam Golongan d
251
5.4.2 Sumber Logam dan Ekstraksinya
Logam kromium relatif jarang ditemukan dan kandungannya
dalam kerak bumi diduga kira-kira hanya 0,0122 % atau 122 ppm, lebih
rendah daripada vanadium (136 ppm) dan klorin (126 ppm); tetapi molibdenum dan wolfram, keduanya jauh lebih sedikit (~ 1,2 ppm). Sumber kromium yang terpenting dalam perdagangan adalah bijih kromit
(chromite), FeCr2O4, yang banyak terdapat di Rusia dan Afrika Selatan
(kira-kira 96 % cadangan kromium dunia), dan Pilipina. Sumber kromium lainnya yang lebih sedikit jumlahnya adalah krokoit (crocoite),
PbCrO4, dan oker kroma (chrome), Cr2O3. Batu-batuan permata seperti
zamrud (emerald) yang berwarna hijau dan merah ruby yang mengandung sekelumit kromium sebagai pengotor. Sumber molibdenum yang
terpenting adalah molibdenit sulfida, MoS2, dan yang lain adalah bijih
wulfenit, PbMoO4, dan powelit, Ca(Mo,W)O4. Wolfram terdapat sebagai
tungstat skelit, CaWO4, dan wolframit, (Fe,Mn)WO4. Kromium
Berdasarkan penggunaannya ada dua macam cara ekstraksi logam kromium, yaitu sebagai paduan ferokrom (Cr-Fe), dan sebagai
logam murni kromium. Sebagai paduan, ferokrom dibuat dari reduksi
kromit dengan batubara (coke) dalam tanur listrik. Ferokrom dengan
kandungan karbon rendah dapat diperoleh dari reduksi kromit dengan
menggunakan ferosilikon sebagai pengganti batubara (coke). Hasil paduan Cr-Fe ini dapat digunakan langsung sebagai bahan aditif pada
baja kromium stainless. Persamaan reaksinya adalah:
∆
FeCr2O4 + C 
→ + 4 CO (g)
Sebagai logamnya, kromium murni dapat diperoleh melalui tahap-tahap berikut. Tahap pertama, bijih kromit dalam lelehan alkali
karbonat dioksidasi dengan udara untuk memperoleh natrium kromat, Na2CrO4. Tahap ke dua, adalah peluluhan dan pelarutan Na2CrO4
dalam air yang dilanjutkan dengan pengendapan sebagai dikromat, Na252
Kimia Anorganik Logam
2Cr2O7. Tahap ke tiga, adalah reduksi dikromat yang diperoleh dengan
karbon menjadi oksidanya, Cr2O3. Tahap terakhir, adalah reduksi Cr2O3
dengan aluminium melalui proses alumino termik atau dengan silikon. Persamaan reaksinya adalah:
∆
FeCr2O4 + 2 Na2CO3 + O2 (g) 
→ 2 Na2CrO4 (aq) + 2 CO2 (g) + Fe (s)
∆
2 Na2CrO4 (aq) + H2O 
→ Na2Cr2O7 (s) + 2 NaOH
∆
Na2Cr2O7 + 2 C 
→ Cr2O3 + Na2CO3 + CO (g)
∆
Cr2O3 + 2 Al 
→ 2 Cr (l) + Al2O3 (s)
∆
2 Cr2O3 + 3 Si 
→ 4 Cr (l) + 3 SiO2 (s)
Molibdenum dan Wolfram
Logam molibdenum diproduksi sebagai hasil utama maupun hasil sampingan dalam pengolahan tembaga. Pada proses tersebut, bijih
molibdenit terlebih dahulu dipisahkan dengan teknik flotasi, kemudian
dipanggang untuk memperoleh oksidanya, MoO3. Jika ingin digunakan langsung sebagai paduan seperti pada pabrik baja, oksida ini diubah menjadi feromolibdenum dengan proses aluminotermik. Untuk
memperoleh logam yang lebih murni, molibdenum oksida dilarutkan
dalam larutan amonia untuk dikristalkan sebagai amonium molibdat,
kadang-kadang sebagai dimolibdat, [NH4]2[Mo2O7], atau sebagai paramolibdat, [NH4]6[Mo7O24].4H2O bergantung pada kondisinya. Molibdat ini kemudian dapat direduksi dengan gas H2 menjadi serbuk logam molibdenum yang berwarna abu-abu. Logam wolfram dapat diperoleh dengan pemanasan langsung
hingga meleleh campuran bijihnya, tungstat skelit, CaWO4, dan wolframit, (Fe,Mn)WO4, dengan alkali, kemudian diendapkan dalam air sebagai WO3 dengan penambahan asam. Reduksi oksida ini dengan H2
pada ~ 850 oC akan menghasilkan serbuk logam wolfram berwarna
abu-abu. Pengubahan serbuk logam menjadi padatan masif baik untuk
logam Mo maupun W dapat dilakukan dengan kompresi tinggi menggunakan gas H2.
Logam Golongan d
253
5.4.3 Kecenderungan Logam-Logam Golongan 6
Karakteristika
�������������������������������������������������������������
logam-logam golongan ini dapat diperiksa pada
Tabel 5.4.1. Tabel 5.4.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 6
Karakteristika
24Cr
42Mo
74W
Kelimpahan / ppm
-3
Densitas / g cm
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
122
1,2
1,2
7,14
10,28
19,3
1900
1620
(3380)
2690
4650
(5500)
128
139
139
44 ; 49 ; 55 ; 61,5 ;
73 (l.s) ; 80 (h.s)
5 1
[18Ar] 3d 4s
59 ; 61 ; 65 ; 69 ;
5 1
[36Kr] 4d 5s
60 ; 62 ; 66 ; - ;
14 4 2
[54Xe] 4f 5d 6s
1,6
1,8
1,7
Jari-jari atomik / pm
(Bilangan koordinasi =12)
Jari-jari ionik / pm
6+ 5+ 4+ 3+
M ;M ;M ;M ;
2+
M (Bilangan koordinasi 6)
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
Konfigurasi elektronik untuk kromium dan molibdenum menyimpang
dari diagram aufbau. Dibandingkan molibdenum dan wolfram, kromium
lebih mudah bereaksi dengan asam non oksidator menghasilkan Cr(II),
tetapi dengan asam oksidator reaksinya menjadi terhambat dengan
terbentuknya lapisan kromium(III) oksida. Logam golongan ini pada tingkat oksidasi rendah semakin tidak
stabil dengan naiknya nomor atom. Jadi, kromium mempunyai variasi
tingkat oksidasi yang paling banyak, sehingga logam kromium lebih
banyak membentuk berbagai senyawa. 5.4.4 Senyawa-Senyawa Oksida
Oksida Kromium
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.4.2, oksida kromium
bersama-sama ionnya, yang penting adalah Cr2O3 - hijau, dan CrO3 merah tua. Kromium(IV) oksida, CrO2 - coklat kehitaman, juga dikenal
254
Kimia Anorganik Logam
dan sangat bermanfaat karena bersifat feromagnetik yang sangat baik
untuk bahan pembuat pita rekaman magnetik seperti pita-kaset atau
video, namun hanya sedikit senyawa kromium(IV) yang dikenal. Tabel 5.4.2 Karakteristika beberapa oksida dan ion kromium
Tingkat
Oksidasi
Oksida
(a)
Hidroksida
+2
CrO
Cr(OH)2
+3
Cr2O3
hijau
+6
Cr(OH)3 (c)
CrO3
CrO2(OH)2
merahtua Cr2O5(OH)2
Nama
Warna
Ion
kromo
kromium(II)
biru
muda
3+
Cr atau
kromi atau
3+
amfoterik [Cr(H2O)6]
kromium(III)
[Cr(OH)4] (d)
violet
hijau
Sifat
basa
asam
Ion
2+ (b)
Cr
2CrO4
2Cr2O7
kromat
kuning
dikromat
oranye
2+
(a) : kromium(IV) dikenal oksida sebagai CrO2 ; (b) : ion ini dalam air sebagai [Cr(H2O)6[
(c) : formula lain adalah [Cr(H2O)3(OH)3] ; (d) : formula lain adalah [Cr(H2O)2(OH)4]
Seperti
��������������������������������������������������������������
halnya pada oksida vanadium, sifat basa oksida dan hidroksida kromium menurun (atau sifat asam naik) dengan naiknya
tingkat oksidasi. Oleh karena itu, Cr2O3 dan Cr(OH)3 bersifat amfoterik,
sama seperti oksida dan hidroksida aluminium, dan CrO3 yang mempunyai tingkat oksidasi lebih tinggi bersifat asam. Hal ini dapat dipahami
bahwa Cr(VI) mempunyai jari-jari ionik lebih pendek dan rapatan muatan lebih tinggi sehingga spesies ini mempunyai kecenderungan yang
lebih besar sebagai akseptor pasangan elektron, dan dengan demikian
bersifat asam. Kromium(III) oksida, Cr2O3, dapat diperoleh dari dekomposisi
termal amonium dikromat menurut persamaan reaksi berikut :
∆
(NH
���4)2Cr2O7 (s) 
→ Cr2O3 (s) + N2 (g) + 4 H2O (g)
Kromium(III) oksida merupakan oksida kromium yang paling stabil
mengadopsi struktur corundum, dan digunakan untuk pigment hijau.
Oksida ini menunjukkan sifat semikonduktor dan antiferomagnetik
pada temperatur di bawah 35 oC. Logam Golongan d
255
Kromium(IV) oksida, CrO2, dapat diperoleh dari reduksi CrO3
secara hidrotermal menurut persamaan reaksi berikut :
∆
CrO3 (s) + H2 (g) 
→ CrO2 (s) + H2O (g)
Kromium(VI) oksida, CrO3, dapat diperoleh dari penambahan
asam sulfat pada larutan pekat alkali dikromat menurut persamaan
reaksi berikut:
K2Cr2O7 (aq) + H2SO4 (aq) → 2 CrO3 (s) + K2SO4 (aq) + H2O (l)
merah
Kromium(VI) oksida mengadopsi struktur rantai unit-unit tetrahedral
CrO4 yang bersekutu pada salah satu titik sudutnya sebagaimana
ditunjukkan Gambar 5.4.1.
2-
Gambar 5.4.1 Struktur rantai CrO3 dalam unit tetrahedral CrO4 , �������
ion CrO4 , dan
2ion Cr2O7
Kromium
����������������������������������������������������������������
trioksida bersifat sangat asam dan bereaksi dengan basa
menghasilkan kromat, CrO42-. Penurunan pH, dengan penambahan
asam ke dalam larutan kromat, pada mulanya mengakibatkan
kondensasi unit-unit tetrahedron CrO4 menjadi ion dikromat, Cr2O72-,
dan kondensasi lebih lanjut menghasilkan endapan CrO3. Oksida Molibdenum dan Wolfram
Oksida molibdenum dan wolfram banyak yang sudah dikenal,
namun oksida-oksida yang sederhana adalah MoO3, WO3, Mo2O5,
MoO2, dan WO2. Oksida-oksida yang lain mempunyai formula nonstoikiometrik dan strukturnya rumit. 256
Kimia Anorganik Logam
MoO3 dan WO3 mudah dibuat dengan memanaskan logamnya
atau sulfidanya dalam oksigen. Oksida-oksida ini tidak bereaksi dengan
asam, tetapi larut dalam basa membentuk larutan molibdat dan
wolframat. MoO3 berupa padatan putih pada temperatur kamar tetapi
menjadi kuning pada keadaan panas dan meleleh pada suhu ~ 795
oC menjadi cairan warna kuning legam. WO berupa padatan kuning
3
o
lemon dengan titik leleh ~ 1200 C. Mo2O5 berupa padatan violet yang larut dalam asam hangat. Oksida ini dapat diperoleh dari reduksi MoO3 dengan serbuk
molibdenum pada ~ 750 oC. Penambahan amonia ke dalam larutan
yang mengandung Mo(V) hasil reduksi tersebut akan diperoleh endapan
coklat MoO(OH)3 dan jika endapan ini dipanaskan akan menghasilkan
Mo2O5.
MoO2 dapat diperoleh dari reduksi MoO3 dengan H2 atau NH3
pada temperatur dibawah 470 oC, dan di atas temperatur ini terjadi
reduksi lebih lanjut menjadi logamnya. Selain itu, MoO2 juga dapat
diperoleh dari reaksi molibdenum dengan uap air panas pada suhu
~ 800 oC. Oksida ini berupa padatan coklat violet, tidak larut dalam
asam-asam mineral non-oksidator tetapi larut dalam asam nitrat pekat
dan terjadi oksidasi lebih lanjut menjadi Mo(VI). ���
MoO2 (dan WO2)
mengadopsi struktur rutil (TiO2). Gambar 5.4.2 Struktur MoO3, dalam jaringan unit persekutuan sisi dan sudut
oktahedra MoO6 (atom Mo dalam pusat oktahedra tidak digambar)
Logam Golongan d
257
MoO3 mempunyai struktur lapis (Gambar 5.4.2). Tiap kelompok
oktahedral MoO6 bersekutu pada dua sisi terdekat dengan kelompok
tetangganya. Ke arah tegaklurus dari bidang persekutuan ini, setiap
bangun oktahedral dihubungkan melalui titik-titik sudutnya. Tiga atom
oksigen dari tiap kelompok oktahedral MoO6 menjadi milik bersama
dari tiga oktahedron, dua atom oksigen menjadi milik bersama dari
dua oktahedron, dan satu atom oksigen (yang ke enam) bebas tidak
bersekutu, sehingga diperoleh formula Mo(3O)⅓ (2O)½ (O) atau MoO3. WO3 mengadopsi struktur geometri yang dikenal sebagai
struktur renium trioksida (ReO3). Struktur ini dapat dipandang sebagai
suatu kubus yang setiap sudutnya ditempati oleh atom W dan pada
pertengahan dari setiap sisinya ditempati oleh atom O (Gambar 5.4.3). Suatu kubus yang tersusun oleh 8 atom W pada titik-titik sudutnya akan
diselingi oleh 12 atom O pada tiap pertengahan sisinya, sehingga setiap
atom W akan mengikat enam atom O dan tiap atom O ini mengikat dua
atom W untuk menghasilkan formula W(6O)½ atau WO3.
Oksida biru. Mo(VI) dan W(VI), keduanya miskin daya oksidasi,
tetapi dalam suasana asam, larutan molibdat dan tungstat atau
suspensi MoO3 dan WO3 dalam air dapat mengalami reduksi parsial
oleh reduktor moderat tertentu seperti Sn2+, SO2, N2H4, dan H2S
menghasilkan molibdenum biru atau wolfram biru. Spesies biru ini
adalah non-stoikiometrik, tetapi jelas mengandung dua logam dengan
tingkat oksidasi berbeda yaitu +6 dan +5, seperti misalnya pada formula
[MoO2]2[MoO4]. Struktur oksi-kromium terdiri atas Cr(VI) yang dibatasi oleh
geometri unit-unit tetrahedal CrO4 (koordinasi 4), sedangkan struktur
oksi-molibdenum dan oksi-wolfram masing-masing terdiri atas Mo(VI)
dan W(VI) yang keduanya mengadopsi geometri unit-unit oktahedral
MO6 (koordinasi 6) dan unit-unit tetrahedral MO4 (koordinasi 4).
Larutan ionik orto-molibdat (MoO42-) atau orto-tungstat (WO42-)
yang keduanya mengadopsi struktur tetrahedron, tetapi jika pH larutan diturunkan secara perlahan akan terbentuk spesies isopolianion
258
Kimia Anorganik Logam
. Pada kondisi ini, bilangan koordinasi logam naik menjadi enam dan
terbentuk unit-unit oktahedral MO6 dengan persekutuan sisi-sisi dan
titik-titik sudut oktahedron (Gambar 5.4.3). Spesies isopolianion seperti
heksamolibdat [Mo6O19]2-, heptamolibdat (paramolibdat) [Mo7O24]6, oktamolibdat [Mo8O26]4-, dan paratungstat [W12O46]20-, dan masih
banyak lagi yang sejenis telah berhasil dikarakterisasi.
Gambar 5.4.3 Struktur geometri WO3, [Mo7O24]6-, dan [Mo8O26]4(atom Mo menempati titik pusat dan O menempati sudut-sudut oktahedron tidak digambar)
5.4.5 Garam Kromium
Kromium(II)
�����������������������������������������������������������������
oksida dan juga hidroksidanya tidak banyak dikenal. Tetapi garam kromonya, seperti kromium(II) halida, dan sulfat, dalam
larutan air dikenal sebagai ion [Cr(H2O)6]2+ yang berwarna biru, namun
sangat mudah teroksidasi menjadi Cr3+ sebagaimana dinyatakan oleh
harga potensial reduksinya, - 0,41 V:
Cr
��3+ (aq) + e → Cr2+ (aq)
Eo = - 0,41 V Sifat mudah teroksidasi ini dapat dimanfaatkan untuk menghilangkan
adanya kelumit gas O2 berdasarkan reaksi yang sangat mudah
berlangsung menurut besarnya nilai potensial elektroda yaitu:
4 Cr2+ (aq) + O2 (g) + 4 H3O+ (aq) → 4 Cr3+ (aq) + 6 H2O (l) E0sel = + 1,64 V
Logam Golongan d
259
Oleh karena itu, baik proses sintesis Cr(II) dalam larutannya
maupun penyimpanannya harus dilakukan sedemikian rupa agar
terhindar dari udara dan disimpan dalammlingkungan atmosfer gas
nitrogen. Senyawa-senyawa yang telah berhasil diisolasi misalnya
CrSO4.5H2O, CrCl2.4H2O, Cr(ClO4)2.6H2O, dan senyawa binuklir
[Cr(CH3COO)2]2.2H2O yang berwarna merah dan sukar larut dalam air.
Senyawa Cr(II) dapat diperoleh dari reaksi logam kromium dengan asam
non-oksidator, seperti HCl / H2SO4 (encer):
Cr (s) + 2 HCl (aq) → Cr2+ (aq) + H2 (g)
Garam kromium(III) - kromi, yang berwarna violet, dalam
larutannya biasanya dinyatakan sebagai ion [Cr(H2O)6]3+. Beberapa
senyawa garam kromium yang terkenal adalah CrCl3.6H2O,
Cr2(SO4)3.18H2O, dan tawas kromium, MICr(SO4)2.12H2O. Senyawa
kompleks, CrCl3.6H2O, mempunyai tiga macam isomer hidrat yang
masing-masing mempunyai warna yang khas, yaitu anhidrat-violet
[Cr(H2O)6][Cl3], monohidrat-hijau pucat, [Cr(H2O)5Cl][Cl].H2O, dan
dihidrat-hijau tua, [Cr(H2O)4Cl2][Cl].2H2O, masing-masing mempunyai
bilangan koordinasi enam. Kromium(VI), yang merupakan turunan dari CrO3, dapat dijumpai
dalam dua macam senyawa yang sangat terkenal yaitu kromat-kuning,
CrO42-, dengan struktur tetrahedron dan dikromat-merah oranye,
Cr2O72-, dengan struktur dua tetrahedron yang bersekutu pada salah
_
satu titik sudutnya (atom O). Pada molekul dikromat jarak Cr O pada
_ _
_
Cr O Cr penghubung sedikit lebih panjang daripada jarak Cr O yang
lain sebagaimana ditunjukkan Gambar 5.4.1. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa CrO3 bersifat
asam. Oleh karena itu, dalam kondisi mendekati basa atau pH tinggi
kira-kira 6, oksida ini membentuk anionik kromat yang berwarna kuning,
CrO42- menurut persamaan reaksi berikut ini:
CrO
���3 (s) + 2 OH- (aq) 260
CrO42- (aq) + H2O (l)
kuning
Kimia Anorganik Logam
Selanjutnya dalam suasana asam, pH = 2 - 6, terjadi keseimbangan
dengan bentuk dikromat sebagai berikut :
2 CrO42- (aq) + 2 H3O+ (aq) kuning
Cr2O72- (aq) + 3 H2O (l)
merah oranye
atau :
2 CrO42- (aq) + H2O (l) kuning
Cr2O72- (aq) + 2 OH- (aq)
merah oranye
Jika ke dalam larutan ini ditambahkan asam, maka keseimbangan akan
bergeser kekanan sehingga diperoleh warna larutan merah oranye, dan
jika ditambahkan basa terjadi sebaliknya yaitu terjadi warna kuning. Jadi dalam kondisi asam, Cr2O72- lebih dominan, sebaliknya
dalam suasana basa CrO42- menjadi lebih dominan. ����������������
Hal ini sungguh
sangat penting berkaitan dengan aspek-aspek berikut ini.
(1)
Metode pengendapan atau kristalisasi garam yang bersangkutan,
bergantung pada kondisi larutan, garam dikromat dapat dikristalkan dalam kondisi sedikit asam atau netral, tetapi kristalisasi
garam kromat hanya dapat terjadi dalam kondisi basa. (2) Fungsi oksidator, bagi dikromat harus berada dalam suasana asam
dan sebaliknya bagi kromat harus dalam suasana basa.
Oleh karena itu, baik kromat maupun dikromat, dapat dibuat
dengan bahan dasar yang sama yaitu dengan melarutkan oksida CrO3
dalam air, dan dalam hal ini ion kromat sedikit lebih mendominasi. Jika
kemudian ke dalam larutan ini ditambahkan basa alkali, misalnya NaOH,
maka berdasarkan reaksi keseimbangan kromat
dikromat tersebut
di atas, Na2CrO4 dapat dikristalkan; tetapi, jika ditambahkan Na2SO4,
maka yang terjadi adalah pengendapan Na2Cr2O7. Untuk peran oksidator, ternyata dikromat merupakan oksidator
kuat dalam suasana asam, tetapi dalam suasana basa dikromat bukan
merupakan oksidator yang baik. Hal ini sesuai dengan perubahan harga
Logam Golongan d
261
tingkat oksidasi serta nilai potensial reduksinya seperti ditunjukkan
persamaan setengah reaksi berikut ini:
Cr2O72- (aq) + 14 H3O+ (aq) + 6 e 2 Cr3+ (aq) + 21 H2O (l) Eo = + 1,33 V
CrO42- (aq) + 4 H2O (l) + 3 e Cr(OH)3 (s) + 5 OH- (aq) Eo = - 0,13 V
Ion kromat dalam larutannya diendapkan oleh ion-ion Ag+, Pb2+, dan
Ba2+ sebagai garam kromat yang berwarna kuning menurut persamaan
reaksi berikut :
Ag+ (aq) + CrO42- (aq) → Ag2CrO4 (s)
kuning
Kromil klorida
Reaksi antara CrO3 dengan asam klorida membentuk senyawa
okso halida, yaitu kromil klorida, CrO2Cl2, yang berupa cairan merah tua
dengan titik ����
117 oC, menurut persamaan reaksi berikut ini:
CrO3 (s) + 2 HCl (aq) → CrO2Cl2 (l) + H2O (l)
Kromil klorida juga dapat langsung diperoleh dari kalium dikromat yang
dicampur dengan natrium klorida, kemudian mereaksikan campuran ini
dengan asam sulfat pekat menurut persamaan reaksi:
K2Cr2O7 (s) + 4 NaCl (s) + 6 H2SO4 (l) →
2 CrO2Cl2 (l) + 2 KHSO4 (s) + 4 NaHSO4 (s) + H2O (l)
Reaksi tersebut sekaligus dapat dipakai untuk menguji adanya
ion klorida karena bromida dan iodida tidak membentuk senyawa yang
analog. Pada pemanasan secara perlahan dan hati-hati, uap merah
tua kromil klorida yang beracun dapat dipisahkan dan ditampung,
kemudian akan terkondensasi sebagai cairan merah gelap. Jika cairan
ini ditambahkan ke dalam larutan basa akan terjadi hidrolisis dan
terbentuk senyawa kromat berwarna kuning:
262
Kimia Anorganik Logam
CrO2Cl2 (l) + 4 OH- (aq) → CrO42- (aq) + 2 Cl- (aq) + 2 H2O (l)
Molekul kromilklorida mengadopsi bangun tetrahedron dengan
karakter ikatan rangkap Cr = O yang cukup kuat. 5.4.6 Soal-Soal Latihan Cr-Mo-W
1. Salah satu sifat logam kromium adalah tahan korosi, mengapa
demikian dan ���������������������
apa pula kegunaannya.
2. Jelaskan peran/manfaat dikromat pada proses penyamakan kulit
3. Jelaskan dengan singkat cara mengekstraksi logam kromium baik
untuk digunakan sebagai bahan aliasi (paduan) maupun sebagai
kromium bebas.
4. Sebutkan oksida-oksida dan ion-ion kromium
yang penting, jelaskan sifatnya, dan karakteristik
warnanya.
5. Jelaskan kestabilan dan tulis persamaan reaksi
keseimbangan kromat-dikromat, dan tulis pula bangun
molekulnya.
6. Kromium dijumpai dalam banyak senyawa dengan berbagai variasi
tingkat oksidasi dan warna. Sebutkan spesies menurut tingkat
oksidasi dan warnanya.
7. Jelaskan struktur : (a) MoO2, dan WO2, (b) MoO3, dan WO3 (c)
perbedaan struktur Cr(VI) dengan Mo(VI) dan W(VI).
Logam Golongan d
263
5.5 GOLONGAN 7
MANGAN, TEKNESIUM, DAN RENIUM
5.5.1 Pendahuluan
Barangkali tidak mudah untuk menjumpai logam mangan, karena
logam ini biasanya memang tidak digunakan dalam keadaan murni
melainkan sebagai campurannya.��������������������������������������
Mangan bersifat metalik dengan titik
leleh kira-kira 1244 oC dan titik didih 1962 oC. Dalam keadaan murni,
logam mangan berwarna putih seperti perak, sangat keras, tetapi mudah
patah. Mangan mudah teroksidasi oleh udara, bereaksi lambat dengan
air, dan membentuk berbagai macam senyawa dengan tingkat oksidasi
yang paling bervariasi yaitu dari +2 hingga +7. Sama seperti logam vanadium dan kromium, produksi logam
mangan sebagian besar (kira-kira 95 %) digunakan untuk membuat baja
paduan, misalnya feromangan yang mengandung kira-kira 80 % Mn. Baja dengan kandungan ~ 12% mangan sangat kuat, sehingga dapat
digunakan untuk rel kereta api , dan untuk mesin-mesin berat. Pada
proses pembuatan logam paduan, mangan juga mampu mengikat
oksigen, nitrogen dan sulfur dari campuran logamnya sehingga paduan yang dihasilkan menjadi lebih kuat. Paduan manganin yang terdiri atas Cu
(84 %), Mn(12 %), dan Ni (4 %), bersifat tahan terhadap pengaruh listrik dan
terhadap perubahan temperatur sehingga sangat cocok digunakan untuk
membuat alat-alat ukur. Sebagai senyawanya, misalnya KMnO4, karena
sifat oksidatornya dapat digunakan untuk disinfektan, pembunuh kuman
(germicide) seperti pada campuran air mandi bagi penderita penyakit kulit,
dan juga sebagai deodoran. MnO2 yang berupa serbuk hitam sangat banyak manfaatnya, antara
lain dipakai untuk pewarnaan gelas, email/pelapis hitam, pengering
dalam cat hitam, dan sebagai oksidator dalam sel baterai kering Le
Clanche. Dalam baterai ini, MnO2 dicampur dengan NH4Cl dan ZnCl2
dalam air dan ditambah tepung kanji agar diperoleh medium pasta yang
kental sebagai perekat untuk menghindari kebocoran. Campuran ini juga
264
Kimia Anorganik Logam
berfungsi sebagai media elektrolit kering, dibungkus dengan lembaran Zn
yang berfungsi sebagai anode, sedangkan di dalamnya (bagian tengah)
ditanamkan sebatang karbon sebagai katode. Adapun reaksi yang terjadi
pada peristiwa pengeluaran arus listrik searah adalah sebagai berikut :
Anode (oksidasi): Zn (s) → Zn2+ (aq) + 2 e
Katode (reduksi): 2 NH4+ (aq) + 2 MnO2 (s) + 2 e →
Mn2O3 (s) + 2 NH3 (aq) + H2O (l)
______________________________________________________ +
Zn (s) + 2 NH4+ (aq) + 2 MnO2 (s)�� → Zn2+ (aq) + Mn2O3 (s)+ 2 NH3 (aq) + H2O (l)
Reaksi tersebut menunjukkan bahwa anode Zn, yang juga merupakan
wadah bahan-bahan kimia dalam baterai ini, akan mengalami korosi
selama reaksi berlangsung, sehingga suatu saat akan terjadi kebocoran. 5.5.2 Sumber dan Ekstraksi Logam
Karena logam mangan reaktif terhadap oksigen maka unsur ini
tidak ditemui dalam keadaan bebas di alam. Batu-batuan kerak bumi
mengandung mangan kira-kira 0,11 % massa atau ~1066 ppm. Mangan
merupakan unsur terbanyak yang ke duabelas, dan ke tiga untuk unsurunsur transisi setelah besi dan titanium. Karena tingkat oksidasinya
sangat bervariasi, unsur ini terdistribusi di dalam lebih dari tiga ratus
macam mineral, dan duabelas di antaranya merupakan mineral penting
yang diperdagangkan. Beberapa di antaranya adalah:
MnO2, pirolusit Mn3O4 atau MnOMn2O3, hausmanit
Mn2O3, braunit Mn2O3.H2O atau MnO(OH), manganit
(Fe,Mn,Zn)O, franklinit
MnCO3, rodokrosit (rhodochrosite)
BaMn9O16(OH)4, psilomelan
Mangan juga terdapat sebagai nodul, yaitu endapan mirip batuan
dengan komposisi kira-kira 15-30 % Mn yang dalam bentuk oksidanya
bersama-sama dengan oksida-oksida Fe, Co, Cu, dan Ni. Nodul ini berupa
Logam Golongan d
265
butiran-butiran bola dengan diameter dari beberapa milimeter sampai
dengan 15 cm, dan terakumulasi pada dasar lautan, dan yang terbanyak
terdapat di daerah bagian tenggara kepulauan Hawai. Logam mangan
dalam mineral pirolusit sudah dikenal sejak zaman peradaban Mesir kuno
(raja Firaun), merupakan mineral utama sebagai sumber mangan. Mangan pertama kali diisolasi pada tahun 1774 oleh C.W. Scheele
dan J.G. Gahn (dari Swedia) dari pemanasan MnO2 dengan batubara
(charcoal) dan minyak, meskipun kemurnian hasilnya masih rendah. Reduksi pirolusit yang biasanya bercampur dengan oksida besi Fe2O3
dengan batubara (kokas) dalam tanur listrik menghasilkan feromangan,
yang mengandung kira-kira 80 % Mn.
MnO2 (s) + Fe2O3(s) + 5 C(s) Mn (s) + 2 Fe(s) + 5 CO (g)
Jika mineral pirolusit mengandung silikon, maka unsur ini dapat
dihilangkan dengan penambahan air kapur Ca(OH)2, sehingga silikon
akan diubah menjadi kalsium silikatnya. Sebagian besar baja mengandung logam mangan. Terlibatnya
logam ini dalam proses pembuatan baja sangat menguntungkan karena
mangan dapat mengikat belerang, sehingga mencegah terjadinya FeS
yang dapat merapuhkan baja. Selain itu, mangan juga mampu mengikat
oksigen sehingga dapat mencegah terjadinya rongga-rongga (gelembung)
pada baja yang terbentuk setelah proses pendinginan dilakukan. Untuk memperoleh logam mangan murni, pirolusit diolah
menurut proses termit. Dalam proses ini pirolusit (MnO2) dipanaskan agar
mengalami reduksi sebagian menjadi Mn3O4. Reduksi lebih lanjut dengan
logam aluminium menghasilkan logam mangan yang dapat dipisahkan
sebagai lelehannya (ingat bahwa Al2O3 mempunyai titik leleh yang jauh
lebih tinggi ~ 2045 oC). Pemurnian logam mangan lebih lanjut dilakukan
secara distilasi. Persamaan reaksi utama yang terjadi dalam proses ini
adalah :
266
Kimia Anorganik Logam
2 MnO2 (s) 3 Mn3O4 (s) + 8 Al (s) Mn3O4 (s)+ O2 (g)
4 Al2O3 (s)+ 9 Mn (l)
Logam Mn dengan kemurnian yang tinggi (~99,9 %) telah dapat diisolasi
sejak tahun 1930 dengan cara elektrolisis larutan Mn2+. Tabel 5.5.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 7
Karakteristika
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
-3
o
Densitas / g cm (20 C)
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
Jari-jari atomik / pm
(bilangan koordinasi 12)
Jari-jari ionik / pm (bilangan koordinasi 6)
7+ 6+ 5+ 4+
M ;M ;M ;M ;
3+ 2+
M ;M
(* bilangan koordinasi 4)
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
25Mn
43Tc
75Re
1050
sangat rendah
0,0007
7,43
11,5
21,0
1244
2200
3180
2060
4567
5650
127
136
137
46 ; 25,5* ; 33* ; 53
(58-ls, 64,5-hs) ; 67
56 ; - ; 60 ; 64,5
- ; -
5 2
[18Ar] 3d 4s
6 1
[36Kr] 4d 5s
1,5
1,9
53 ; 55 ; 58 ; 63
- ; [54Xe] 4f
14
5 2
5d 6s
1,9
5.5.3 Kecenderungan Logam Golongan 7
Pada dasarnya, mangan lebih reaktif daripada teknesium dan
renium. Dalam keadaan masif, mangan teroksidasi oleh udara terbuka
pada bagian luarnya, tetapi akan terbakar dalam keadaan serbuk
halus. Logam mangan juga bereaksi dengan air dan membebaskan
gas hidrogen, serta mudah larut dalam larutan asam membentuk ion
mangan(II). Dengan unsur-unsur non metal tidak begitu reaktif tetapi
sering bereaksi hebat pada pemanasan. Jadi, mangan terbakar dalam
oksigen, nitrogen, klorin, dan fluorin, menghasilkan Mn3O4, Mn3N2,
MnCl2, MnF2 dan MnF3. Mangan juga dapat bersenyawa secara langsung
dengan B, C, Si, P, As, dan S. Logam Golongan d
267
Teknesium dan renium kurang reaktif dibandingkan dengan
mangan sebagaimana umumnya logam-logam lebih berat lainnya. Dalam keadaan masif kedua logam ini tahan terhadap oksidasi dan
hanya memudar secara perlahan oleh udara lembab. Namun dalam
keadaan serbuk atau bangun bunga karang kedua logam ini lebih reaktif. Pemanasan dalam oksigen mengakibatkan kedua logam ini terbakar
membentuk heptoksida-M2O7 yang mudah terbakar. Dengan fluorin,
logam Tc membentuk senyawa TcF5 dan TcF6 sedangkan logam Re
membentuk ReF6 dan ReF7. Interaksi langsung dengan belerang dapat
menghasilkan MS2 (M = Tc dan Re). Teknesium dan renium, keduanya
tidak larut dalam asam hidrofluorida dan asam hidroklorida, tetapi larut
dalam asam-asam oksidator seperti HNO3 dan H2SO4 pekat, dan juga air
bromin membentuk asam-asam perteknat dan perenat (HMO4 ; M = Tc
dan Re). Mn, Tc, dan Re membentuk senyawa dalam berbagai tingkat
oksidasi, dan komparasi stabilitas relatif tingkat oksidasi ketiga logam
ini dalam larutan air dan asam dicerminkan oleh nilai potensial reduksi
sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.5.2 dan Gambar 5.5.1.
Gambar 5.5.1 Diagram Frost untuk Mn, Tc, dan Re
Sifat mencolok yang ditunjukkan oleh diagram Frost (Gambar
5.5.1) adalah posisi relatif tingkat oksidasi +2. Untuk mangan, tingkat
oksidasi +2 ini jauh paling stabil daripada tingkat oksidasi yang lain,
268
Kimia Anorganik Logam
dan ini diasosiasikan dengan konfigurasi elektronik simetri high-spin
d5. Tetapi, rendahnya titik leleh, titik didih dan entalpi atomisasi mencerminkan lemahnya gaya-gaya kohesif dalam kisi logam Mn. Untuk Tc
dan Re yang memiliki ikatan logam jauh lebih kuat, tingkat oksidasi +2
tidak terlalu dominan dan bahkan dominasi kluster dengan ikatan M_M
dalam logam Re mengakibatkan tingkat oksidasi +3 lebih stabil untuk
logam ini. Tabel 5.5.2Potensial reduksi standar (Eo) beberapa pasangan setengah reaksi
mangan, teknesium, dan renium dalam larutan asam pada 25°C. Pasangan setengah reaksi
Mn2+ (aq) + 2 e Mn3+ (aq) + 3 e Mn (s)
Mn (s)
+
MnO2 + 4 H + 4 e Mn (s) + 2 H2O
+
2+
MnO42- + 8 H + 4 e Mn (aq) + 4 H2O
+
2+
MnO4- + 8 H + 5 e Mn (aq) + 4 H2O
Tc2+ (aq) + 2 e Tc (s)
+
TcO2 + 4 H + 4 e Tc (s) + 2 H2O
+
TcO3 + 2 H + 2 e TcO2 + H2O
+
2+
TcO4- + 8 H + 5 e Tc (aq) + 4 H2O
Re3+ (aq) + 3 e Re (s)
+
ReO2 + 4 H + 4 e Re (s) + 2 H2O
+
3+
ReO3 + 6 H + 3 e Re (aq) + 3 H2O
+
3+
ReO42- + 8 H + 3 e Re (aq) + 4 H2O
ReO4- + 8 H+ + 4 e Re3+ (aq) + 4 H2O
o
E /V
o
- n E / V.mol e
- 1,185
- 2,370
- 0,283
- 0,849
�����
0,024
0,096
�����
1,742
4,598
�����
1,507
5,155
0,400
0,800
�����
0,272
1,088
�����
0,757
2,602
�����
0,500
3,300
0,300
0,900
�����
0,251
1,004
�����
0,318
1,854
�����
0,795
3,285
�����
0,422
2,588
Sifat mencolok yang lain adalah tingkat oksidasi +7; ion
permanganat, MnO4-, menunjukkan sifat oksidator yang sangat kuat,
sedangkan ion TcO4- dan ReO4- keduanya hanya menunjukkan sifat
oksidator medium. Tc dan Re dengan tingkat oksidasi lebih tinggi
dari +2 mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada Mn, sebagaimana
dibuktikan oleh keberadaan senyawa masing-masing unsur. Logam Golongan d
269
5.5.4 Senyawa-Senyawa Mangan, Teknesium, dan Renium Oksida mangan - teknesium - renium
Mangan, teknesium, dan renium ketiganya membentuk heptoksida,
M2O7. Heptoksida teknesium dan renium terbentuk sebagai produk
terakhir pada pembakaran kedua logam yang bersangkutan dalam
oksigen berlebihan. Tetapi, pembentukan Mn2O7 memerlukan oksidasi
lebih dahulu hingga +7. Mangan heptoksida berupa minyak berwarna
hijau dengan titik leleh 5,9 oC, mudah meledak dan dapat diperoleh dari
reaksi garam manganat(VII) dengan H2SO4 pekat. Mn2O7 secara perlahan
dapat melepaskan oksigen dan membentuk MnO2 yang bersifat eksplosif,
serta dapat mengoksidasi hampir semua material organik. Molekul Mn2O7
tersusun oleh dua bangun tetrahedron MnO4 yang bersekutu pada salah
satu sudutnya dan membentuk jembatan bengkok Mn_O_Mn. Teknesium dan renium heptoksida, keduanya berupa padatan
kuning; Tc2O7 mempunyai titik leleh 119,5 oC dan titik didih 310,6 oC ,
dan Re2O7 mempunyai titik leleh 300 oC dan titik didih 360,3 oC. Dalam
keadaan gas, keduanya mempunyai bangun dua tetrahedral MO4 yang
bersekutu pada salah satu sudutnya. Tetapi dalam keadaan padat, hanya
Tc2O7 yang mempunyai struktur sama seperti di atas, sedangkan padatan
Re2O7 mempunyai bangun yang tidak umum, terdiri atas lapisan polimerik
ganda dengan bangun tetrahedral ReO4 silih berganti dengan bangun
oktahedral ReO6 yang bersekutu pada sudutnya. Trioksida yang stabil hanya dikenal untuk renium, ReO3. Oksida ini
berupa padatan merah dan dapat diperoleh dari reduksi Re2O7 dengan CO. ReO3 mempunyai struktur oktahedron yaitu setiap atom Re dikelilingi oleh
enam atom oksigen. ReO3 tidak reaktif terhadap air, asam maupun alkalis,
tetapi jika dipanaskan dalam alkali pekat akan mengalami disproporsionasi
menjadi ReO4- dan ReO2. Ketiga logam Mn, Tc, dan Re membentuk dioksida dengan tingkat
oksidasi +4, dan diantara ketiganya yang paling stabil adalah TcO2 . Semua
sistem Tc_O jika dipanaskan pada temperatur tinggi akan membentuk
270
Kimia Anorganik Logam
TcO2 sebagai produk akhir, tetapi ReO2 akan mengalami disproporsionasi
menjadi Re2O7 dan logamnya pada temperatur ~ 900 oC. TcO2 berwarna
coklat gelap dan ReO2 biru-hitam. Kedua padatan ini mengadopsi struktur
rutil terdistorsi sama seperti MoO2. Kedua oksida ini dapat dibuat dari
reduksi larutan MO4- (M=Tc dan Re) dengan zink dan asam hidroklorida. Mangan dioksida, MnO2, sekalipun bukan dioksida yang stabil karena
dapat terurai menjadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, merupakan dioksida yang
sangat penting karena bermanfaat sebagai zat pengoksidasi. Asam sufat
dan asam hidroklorida pekat panas akan mereduksi MnO2 menjadi Mn(II):
2 MnO2 (s) + 2 H2SO4 pekat (aq) → 2 MnSO4 (aq) + O2 (g) + 2 H2O (l)
2 MnO2 (s) + 2 HCl pekat (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g) + 2 H2O (l)
Dari ketiga logam tersebut, hanya mangan yang mempunyai tingkat
oksidasi dibawah +4 dalam senyawa oksidanya. Mn3O4 adalah mineral
berwarna hitam, yang dapat dibuat dari semua oksida mangan dengan
pemanasan hingga suhu ~ 1000 oC di udara. Oksida ini mempunyai
struktur spinel, dan supaya lebih informatif dapat diformulasikan sebagai
(Mn2+)(2Mn3+)(O2-)4 atau (Mn2+)t (2Mn3+)o (O2-)4; dalam spinel ini ion-ion Mn2+
menempati rongga tetrahedral dan Mn3+ menempati rongga oktahedral
dari suatu kemas rapat kubus pusat muka (fcc) anion O2-. Semua mangan oksida dapat direduksi dengan hidrogen
membentuk oksida dengan tingkat oksidasi terendah MnO yang berwarna
abu-abu kehijauan.����������������������������������������������������
Oksida ini bersifat basa, mempunyai struktur NaCl,
dan bersifat antiferomagnetik dengan titik Néel 118 K. MnO2 juga bersifat
antiferomagnetik dibawah temperatur 92 K, sedangkan Mn3O4 bersifat
ferimagnetik dibawah temperatur 43 K oleh karena spin elektron-elektron
menjadi paralel. Beberapa senyawa mangan
Mangan mampu membentuk senyawa mulai dari tingkat oksidasi
terendah +2 hingga tertinggi +7; jadi, mangan merupakan logam yang
paling banyak variasi tingkat oksidasinya. Oleh karena itu dapat dipahami
bahwa salah satu sifat terpenting senyawa mangan adalah yang berkaitan
Logam Golongan d
271
dengan reaksi redoks. Dua diagram Latimer untuk spesies mangan dalam
suasana asam dan basa adalah sebagai berikut:
(1).
Dalam larutan asam, [H3O+] = 1,0 M
(2).
Dalam larutan basa, [OH-] = 1,0 M
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari diagram di atas
adalah:
(1)
Dalam suasana asam, ion Mn3+ bersifat tidak stabil, mudah
mengalami swaredoks atau disproporsionasi, yaitu secara serentak
teroksidasi menjadi MnO2 dan tereduksi menjadi Mn2+ oleh dirinya
sendiri menurut persamaan reaksi:
(2)
2 Mn3+ (aq) + 6 H2O → Mn2+ (aq) + MnO2 (s) + 4 H3O+ Eo = 0,54 V
Demikian juga ion manganat, MnO42-, tidak stabil, dan dalam
suasana asam mengalami disproporsionasi secara spontan:
3 MnO42- (aq) + 4 H3O+ → 2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 6 H2O (l)
Eo = 1,70 V
(3)Namun demikian, sifat disproporsionasi ini dalam suasana basa
hanya menghasilkan nilai Eo yang sangat kecil (+ 0,04 V) dan oleh
karena itu, ion manganat, MnO42-, dapat diperoleh dalam suasana
basa:
3 MnO42- (aq)+ 2 H2O
272
2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 4 OH- (aq) Eo = 0,04 V
Kimia Anorganik Logam
Ini berarti bahwa jika konsentrasi [OH-] dibuat cukup tinggi,
reaksi tersebut dapat berlangsung ke arah sebaliknya (ke kiri) sehingga
konsentrasi MnO42- dalam larutan semakin tinggi. Hidroksida, anion-okso dan garam mangan
Karakteristika oksida dan hidroksida mangan, dan beberapa
turunannya yang penting ditunjukkan pada Tabel 5.5.3. Oksida-oksida
mangan dengan tingkat oksidasi lebih rendah bersifat basa dan bereaksi
dengan asam membentuk garam kation Mn(II) dan Mn(III). Oksida-oksida
dengan tingkat oksidasi lebih tinggi sebaliknya bersifat asam dan bereaksi
dengan alkalis menghasilkan garam-garam anion-okso. Jika MnO2 dilebur
dengan hidroksida logam alkali dan oksidator seperti KNO3 maka akan
terbentuk garam manganat(VI) yang berwarna hijau legam. Garam ini
stabil dalam larutan alkali kuat, tetapi terdisproporsionasi dalam larutan
netral atau asam (lihat diagram Frost, Gambar 5.5.1):
MnO2 (s) + 2 OH- (aq) + NO3- (aq) → MnO42- (aq) + H2O (���������
l��������
) + NO2- (aq)
3 MnO42- (aq) + 4 H3O+ (aq) → 2 MnO4- (aq) + MnO2 (s) + 6 H2O (l)
Tabel 5.5.3 Karakteristika oksida, hidroksida mangan dan beberapa turunannya
Tingkat
Oksidasi
Oksida
+2
MnO
Hidroksida
Mn(OH)2
Sifat
Ion
basa moderat
Mn
Basa lemah
Mn
2+
3+
Nama
Warna
Ion
Mangan(II)
Pink
Mangan(III)
Violet
+3
Mn2O3 Mn(OH)3
+4
MnO2
MnO(OH)2
atau
H2MnO3
amfoterik /
asam lemah
2MnO3
Manganit
Coklat
+6
MnO3
H2MnO4
asam moderat
2MnO4
Manganat
Hijau
+7
Mn2O7 HMnO4
Asam kuat
MnO
4-
Permanganat Ungu
Mangan(II)
Berdasarkan nilai potensial reduksinya, mangan(II) merupakan
spesies mangan yang paling stabil, dan ini mungkin dapat dikaitkan
dengan konfigurasi elektronik setengah penuh, 3d5. Larutan garam-garan
Logam Golongan d
273
mangan(II) seperti garam klorida, sulfat dan nitrat, dalam air berwarna
pink pucat dan sering dinyatakan sebagai ion Mn2+, atau dalam perspektif
ion kompleks sebagai [Mn(H2O)6]2+. Penambahan alkali hidroksida ke
dalam larutan Mn2+ diperoleh endapan Mn(OH)2 yang berupa gelatin
putih hingga pink pucat, tetapi di udara terbuka hidroksida ini segera
teroksidasi menjadi mangan(III) oksihidroksi, MnO(OH) yang berwarna
coklat gelap. Persamaan reaksinya adalah:
Mn2? (aq) + 2 OH- (aq) → Mn(OH)2 (s)
4 Mn(OH)2 (s) + O2 (g) → 4 MnO(OH) (s) + 2 H2O (l)
Mangan(II) hidroksida hanya diendapkan sebagian saja oleh larutan
amonia, karena endapan Mn(OH)2 larut dalam larutan garam amonium
menurut persamaan reaksi sebagai berikut:
Mn(OH)2 (s) + 2 NH4+ (aq)
Mn2+ (aq) + 2 NH3 (g) + 2 H2O (��
l�)
Mn(OH)2 bersifat basa moderat, oleh karena itu larut dalam asam,
dan tidak larut dalam basa alkali. Pemanasan basa ini tanpa udara dapat
menghasilkan oksidanya, MnO, yang berwarna abu-abu- hijau. Mn(OH)2 (s) MnO (s) + H2O (g)
Mangan(III) Mangan(III) di alam terdapat sebagai oksidanya, yaitu Mn2O3 dan
MnO(OH), tetapi ion Mn3+ tidak stabil dalam air dan mudah tereduksi
menjadi Mn2+ sebagaimana dinyatakan oleh rendahnya nilai potensial reduksinya. Mineral Mn3O4, berwarna hitam, merupakan campuran oksida
Mn(II) dan Mn(III), yang dapat terbentuk pada pemanasan semua jenis
mangan oksida hingga ~1000 oC di udara.Larutan garam MnCl3 (hitam)
dapat diperoleh dari reaksi MnO2 dengan asam hidroklorida pada temperatur rendah, dan akan terurai pada temperatur diatas -40 oC, menurut
persamaan reaksi :
2 MnO2 (s) + 8 HCl (aq) → 2 MnCl3 (aq) + 4 H2O + Cl2 (g)
2 MnCl3 (aq) → 2 MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
274
Kimia Anorganik Logam
Mangan(IV)
Mangan(IV) terdapat sebagai oksidanya yaitu MnO2 yang bersifat
antiferomagnetik di bawah temperatur ~ 92 K. MnO2, dapat terurai menjadi Mn2O3 pada ~ 530 oC, namun oksida ini sangat penting, karena merupakan oksidator yang baik. Oksida ini bersifat amfoterik namun relatif inert
terhadap asam ataupun basa. Hal ini terlihat nyata dari reaksinya dengan
asam hidroklorida pekat dalam keadaan dingin, yaitu menghasilkan larutan hijau dari ion Mn4+ yang bersifat tidak-stabil, berubah menjadi larutan
pink karena terbentuk ion Mn2+. Mn(SO4)2 juga bersifat tidak stabil, sehingga reaksi MnO2 dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan MnSO4. Persamaan reaksinya adalah:
MnO2 (s) + 4 HCl (aq) MnCl4 (aq) MnO2 (s) + 2 H2SO4 (aq) → Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (��
l�)
2 Mn(SO4)2 (aq) + 2 H2O (l) → 2 MnSO4 (aq) + 2 H2SO4 (aq) + O2 (g)
→ MnCl4 (aq) + 2 H2O (���
l��)
→ MnCl2 (aq) + Cl2 (g)
Namun demikian, Mn(IV) dalam beberapa senyawa kompleks bersifat
cukup stabil dan tidak mudah terurai, misalnya dalam kompleks K2[MnF6]
(kuning), dan Rb2[MnCl6] (merah tua). Hidroksida Mn(IV) bersifat asam
lemah, oleh karena itu setiap molekul hidroksidanya dapat melepaskan
satu molekul H2O hingga rumus molekulnya menjadi MnO(OH)2 atau
sering ditulis sebagai H2MnO3. Keberadaan spesies MnO32- ini ditunjukkan
oleh reaksi lelehan MnO2 dan CaO yang menghasilkan kalsium manganit,
CaMnO3 yang berwarna coklat menurut persamaan reaksi:
MnO2+ CaO CaMnO3
Mangan(VI)
Mangan(VI) hanya dikenal stabil sebagai spesies manganat, MnO42-,
dengan bangun tetrahedron dan berwarna hijau gelap. Kalium manganat
dapat diperoleh dari reaksi lelehan MnO2 dan basa alkali dengan hadirnya
oksidator misalnya udara atau KNO3, menurut persamaan reaksi berikut:
2 MnO2 (s) + 4 KOH (s) + O2 (g) Logam Golongan d
2 K2MnO4 (s) + 2 H2O (g)
275
Dalam larutannya, ion manganat hanya stabil dalam suasana basa
sedangkan dalam air ataupun dalam suasana asam, ion ini akan mengalami
disproporsionasi menjadi ion permanganat dan MnO2 (periksa kembali
keterangan diagram potensial reduksi). Dalam suasana asam ion MnO42- bersifat oksidator:
MnO42- (aq) + 8 H3O+ + 4 e Mn2+ (aq) + 12 H2O (����
l���) Eo = 1,74 V
K2MnO4 isomorfis (sama bentuk) dengan K2SO4 dan K2CrO4.������
Asam
manganat, H2MnO4, sangat tidak stabil dan sukar diisolasi. Mangan(VII) Mangan heptoksida, Mn2O7 berupa cairan seperti minyak berwarna
hijau yang mudah meledak dan dapat diperoleh dari reaksi garam
manganat(VI) dengan H2SO4 pekat. Senyawa anion-okso Mn(VII) yang
dikenal penting hanya satu, adalah kalium permanganat, KMnO4, yang
berwarna ungu. Senyawa ini stabil dalam larutannya, dan peran utamanya
adalah sebagai oksidator yang sangat kuat baik dalam suasana asam
maupun dalam keadaan basa ataupun netral. Secara komersial kalium permanganat dibuat dari oksidasi kalium
manganat oleh klorin dalam suasana alkalin. Jika larutan yang terbentuk
ini kemudian dipekatkan, maka akan diperoleh kristal ungu KMnO4. Persamaan reaksinya adalah:
2 K2MnO4 (aq) + Cl2 (g) → 2 KMnO4 (aq) + 2 KCl (aq)
Jika larutan KMnO4 direduksi dengan larutan Na2SO3 maka terbentuk
senyawa manganat(V) atau hipomanganat, MnO43-, yang warna biru
cemerlang yang tidak stabil. Anion-okso, dan garam teknesium dan renium
Semua anion-okso [MO4]n- mempunyai bangun tetrahedron
dengan panjang ikatan M_O 162,9 pm dalam MnO4- dan 165,9 pm dalam
MnO42-. Tetapi, anion-okso tetrahedron untuk Tc dan Re hanya ditemui
276
Kimia Anorganik Logam
pada teknetat(VII) atau perteknetat, TcO4-, dan renat(VII) atau perenat,
ReO4-. HTcO4 dan HReO4 keduanya termasuk asam kuat seperti halnya
HMnO4, dan dapat diperoleh dengan melarutkan heptoksidanya dalam
air. Penguapan larutan secara berhati-hati akan menghasilkan kristal
yang berwarna merah gelap untuk HTcO4, dan kristal yang berwarna
kekuningan untuk (HReO4)2.H2O atau Re2O7.2H2O dengan struktur O3Re_
O_ReO3(H2O)2. Ion-ion [TcO4]- dan [ReO4]- dapat diperoleh dari oksidasi senyawasenyawa Tc dan Re dengan oksidator asam nitrat atau hidrogen peroksida.
Daya oksidasi perteknetat dan perenat lebih lemah daripada daya oksidasi
permanganat meskipun keduanya (dalam larutannya) dapat tereduksi
oleh Sn(II), Fe(III), Ti(III) dan I-. Berbeda dengan ion MnO4-, kedua anionokso ini stabil dalam larutan basa dan tidak berwarna. 5.5.5 Soal-Soal Latihan Mn-Tc-Re
1.
Dikaitkan dengan sifatnya, jelaskan bahwa logam mangan sangat
baik untuk campuran baja aliasi (paduan).���������������������������
Jelaskan pula salah satu
peran (manfaat) senyawa MnO2 dalam baterei - sel kering
Mangan terdapat dalam berbagai bijih mineral dan sebutkan
minimal lima macam.
Jelaskan secara singkat ekstraksi logam mangan baik sebagai bahan
aliasi (paduan) maupun sebagai mangan bebas.
Sebutkan oksida-oksida mangan yang dikenal dan sifat-sifatnya,
demikian juga ion-ionnya dengan karakteristik warnanya.
Jika diketahui potensial reduksi setengah reaksi berikut:
2.
3.
4.
5.
MnO42- + 4 H3O+
MnO2+ 6 H2O+ 2 e
Eo = 2,26 V
MnO4- + MnO42- Eo = 0,56 V
e
Jelaskan sifat stabilitas ion manganat, MnO42-. 6.
Tuliskan persamaan reaksi pembakaran mangan dalam (a) oksigen,
(b) nitrogen, (c) klorin, dan (d) fluorin.
Logam Golongan d
277
7.
8.
9.
10.
Tulis persamaan reaksinya masing-masing pada pemanasan logam
teknesium dan renium dalam (a) oksigen, dan (b) fluorin. Baik logam teknesium maupun renium dapat larut dalam asamasam oksidator seperti HNO3 dan H2SO4 pekat membentuk asam
perteknat dan perrenat. Tuliskan persamaan reaksinya. Jelaskan formula oksida mangan yang mempunyai struktur
spinel. Mangan dapat membentuk berbagai spesies / ion dengan berbagai
tingkat oksidasi dan berbagai warna. Sebutkan dan identifikasi
tingkat oksidasi dan warna spesies-spesies yang bersangkutan.
5.6 Golongan 8
Besi, Rutenium, dan Osmium
5.6.1 Pendahuluan
Dalam
������������������������������������������������������������������
sistem periodik Mendeleev, sembilan unsur, Fe - Ru - Os, Co
- Rh - Ir, dan Ni - Pd - Pt, terletak dalam golongan VIII. Tiga logam kelompok
pertama, kedua dan ketiga masing-masing terletak dalam golongan
8, 9 dan 10 menurut sistem penomoran IUPAC. Kesembilan unsur ini
sering dibicarakan menurut lajur horizontal oleh karena kemiripan
sifatnya, khususnya untuk Fe - Co - Ni. Keenam unsur yang lain dikenal
sebagai kelompok logam-logam platina, yang terbagi dalam dua set
triad horizontal. Namun seiring dengan kemajuan penemuan senyawasenyawa dari kesembilan unsur ini, pembahasan berdasarkan lajur
golongan lebih tepat dibandingkan dengan pembahasan berdasarkan
lajur horizontal.
Besi telah dikenal sejak ~ 4000 BC dan sangat banyak digunakan
untuk berbagai macam keperluan industri. ����������������������������
Demikian juga besi berperan
sangat penting dalam bidang biologi. Rutenium dan osmium kurang
begitu dikenal manfaatnya dibanding dengan besi. Rutenium dan
osmium umumnya terdapat sebagai logamnya bersama-sama dengan
logam-logam kelompok platina yang lain. Sumber utama kelompok
logam-logam platina adalah bijih nikel dan tembaga sulfida yang
278
Kimia Anorganik Logam
banyak terdapat di Afrika Selatan, Kanada, dan pasir sungai di Ural,
Rusia. Kelimpahannya dalam batuan kerak bumi adalah: Ru (~ 0,0001
ppm) dan Os (0,005 ppm), jauh lebih sedikit dibanding dengan besi
(~ 62000 ppm) yang merupakan unsur ke empat terbanyak setelah
oksigen, silikon dan aluminium. Besi juga banyak terdistribusi sebagai
oksida dan karbonat, dan beberapa yang terpenting diantaranya adalah
hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4), limonit (~ 2Fe2O3.3H2O), dan
siderit (FeCO3). Selain itu, pirit atau besi sulfida, (FeS2), juga umum
dijumpai, tetapi tidak digunakan sebagai sumber ekstraksi besi karena
sulitnya menghilangkan belerang. Pengolahan besi dari bijihnya secara
mendalam dapat diperiksa pada Bab Metalurgi (Gambar 2.5). Rutenium dan osmium dibuat dari konsentrat platina yang
umumnya didapatkan sebagai lumpur anode dalam proses pemurnian
nikel secara elektrolisis. Logam-logam ikutan Pt, Pd, dan Au disingkirkan
dengan pereaksi air raja (aqua regia) dan Ag dipisahkan sebagai larutan
nitratnya melalui proses pemanasan dengan timbel karbonat dan
penambahan asam nitrat. Residu tak larut terdiri atas Ru, Os, Rh, dan Ir. Logam-logam ini kemudian dipisahkan secara bertahap. Rodium dapat
dipisahkan dengan mengubahnya menjadi larutan Rh2(SO4)3 melalui
proses fusi (fused) yaitu pemanasan bijih rodium bersama dengan NaHSO4
yang diikuti dengan pencucian dengan air. Berikutnya adalah fusi dari
residu yang tak larut pada proses di atas dengan Na2O2, yang diikuti
dengan pencucian dengan air sehingga campuran larutan [RuO4]2- dan
[OsO4(OH)2]2- akan terpisah dari residu padatan IrO2. Pengaliran gas Cl2
ke dalam larutan panas [RuO4]2- dan [OsO4(OH)2]2- akan menghasilkan
uap OsO4 dan RuO4; keduanya akan dapat dipisahkan melalui dua cara
penampungan yang berbeda yaitu, (1) dalam HCl dengan pemanasan
akan menghasilkan larutan H3RuCl6, dan (2) dalam alkoholik NaOH akan
menghasilkan larutan [OsO2(OH)4]2-. Penambahan NH4Cl ke dalam
masing-masing larutan akan menghasilkan endapan (NH4)3RuCl6
dan OsO2(NH3)4Cl2, dan jika endapan ini direduksi dengan H2 akan
diperoleh serbuk atau bongkahan logam yang bersangkutan. Manfaat
Logam Golongan d
279
utama dari rutenium adalah untuk pengerasan logam platina dan
paladium, sedangkan osmium dimanfaatkan untuk membentuk logam
paduan yang lebih keras.
Ketiga logam ini tampak berkilauan dan berwarna keperakan. Jika murni, besi bersifat lunak dan mudah dibentuk, tetapi rutenium dan
osmium lebih sukar dibentuk. Logam rutenium dan osmium keduanya mengadopsi struktur hcp tetapi besi mengadopsi struktur bcc pada temperatur kamar (����������������������������������������������������������
��������������������������������������������������������
-besi). Sifat besi agak unik, pada temperatur tinggi (>
o
910 C) besi mengadopsi fcc (������������������������������������������
����������������������������������������
-besi), dan pada temperatur sekitar 1390
o
C berubah kembali menjadi bcc (���������������������������������������
�������������������������������������
-besi). Beberapa karakteristika kelompok logam ini dapat diperiksa pada Tabel 5.6.1.
Tabel 5.6.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 8
Karakteristika
26Fe
44Ru
76Os
62000
0,0001
0,005
7,874
12,41
22,57
o
1535
2282
3045
Titik didih / C
o
2750
4050
5025
Jari-jari atomik / pm
(bilangan koordinasi 12)
126
134
135
* 8+
36 - Ru
* 7+
38 - Ru
5+
56,5 - Ru
4+
62 - Ru
3+
68 - Ru
*
8+
39 - Os
7+
52,5 - Os
6+
54,5 - Os
5+
57,5 - Os
4+
63 - Os
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
o
-3
Densitas / g cm (20 C)
Titik leleh / C
6+
*
25 - Fe
4+
58,5 - Fe
Jari-jari ionik / pm
3+
55 - Fe (ls)
(bilangan koordinasi 6 ;
3+
64,5 - Fe (hs)
* = bilangan koordinasi 4)
2+
61 - Fe (ls)
2+
78 - Fe (hs)
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
280
6 2
7 1
14 6 2
[18Ar] 3d 4s [36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
1,8
2,2
2,2
Kimia Anorganik Logam
5.6.2 Kecenderungan Golongan 8
Besi lebih reaktif daripada kedua logam anggota golongan 8
lainnya, ataupun golongan triad-triad lainnya. Misalnya, besi bereaksi
dengan asam nonoksidator maupun asam oksidator. Rutenium dan
osmium tidak terpengaruh oleh asam-asam nonoksidator, tetapi
umumnya reaktif terhadap bahan-bahan pengoksidasi, misalnya dengan
asam nitrat pekat menghasilkan OsO4. Kedua logam ini larut dalam
lelehan alkali dengan adanya udara atau lebih baik oksidator fluks seperti
Na2O2 atau KClO3 dan menghasilkan rutenat-[RuO4]2- dan osmat[OsO2(OH)4]2-. Tingkat oksidasi yang paling umum untuk besi adalah +2 dan +3, rutenium +3, dan osmium +4. Tingkat oksidasi tertinggi yang
dikenal untuk besi adalah +6 adalah dalam [FeO4]2-, namun spesies ini
sangat mudah tereduksi. Sebaliknya, Ru dan Os dikenal dengan tingkat
oksidasi +8, dan Ru(VIII) kurang stabil dibandingkan dengan Os(VIII). 5.6.3 Senyawa-Senyawa Besi
Besi(III)
Ion besi(III) berukuran relatif kecil dengan rapatan muatan 349
C mm-3 untuk low-spin dan 232 C mm-3 untuk high-spin, sehingga
mempuyai daya mempolarisasi yang cukup untuk menghasilkan
ikatan berkarakter kovalen. �������������������������������������������
Sebagai contoh, besi(III) klorida berwarna
merah-hitam, berupa padatan dengan struktur jaringan kovalen. Pada
pemanasan hingga fase gas terbentuk spesies dimerik, Fe2Cl6. Besi(III)
klorida dapat dibuat dari pemanasan langsung besi dengan klorin
menurut persamaan reaksi:
∆
2 Fe (s) + 3 Cl2 (g) 
→ 3 FeCl3 (s)
Besi(III) bromida mirip dengan besi(III) klorida, tetapi besi(III) iodida tidak
dapat diisolasi sebab ion iodida mereduksi besi(III) menjadi besi(II):
2 Fe3+ (aq) + 2 I- (aq) → 2 Fe2+ (aq) + I2 (aq)
Besi(III) klorida anhidrat bereaksi dengan air menghasilkan gas HCl
karena reaksinya bersifat eksotermik, kontras dengan padatan kuning
Logam Golongan d
281
keemasan garam heksahidrat, FeCl3.6H2O, yang larut begitu saja dalam
air menghasilkan ion heksahidrat, [Fe(H2O)6]3+:
FeCl3 (s) + 3 H2O (l) → Fe(OH)3 (s) + 3 HCl (g) + kalor
Ion heksaakuobesi(III), [Fe(H2O)6]3+, berwarna agak ungu pucat,
seperti halnya warna besi(III) nitrat nanohidrat. Warna kekuningan untuk
senyawa kloridanya dapat dikaitkan dengan terjadinya transfer muatan
_
_
Fe3+ Cl-→ Fe2+ Cl0 dalam ion [Fe(H2O)5Cl]2+.
Semua
�����������������������������������������������������������
garam besi(III) larut dalam air menghasilkan larutan
asam. Rapatan muatan kation yang relatif tinggi (232 C mm-3) mampu
mempolarisasikan molekul air ligan dengan cukup kuat, sehingga
molekul air pelarut dapat berfungsi sebagai basa dan memisahkan
proton dari air ligan tersebut menurut persamaan reaksi:
[Fe(H2O)6]3+ (aq) + H2O (l) [Fe(H2O)5(OH)]2+ (aq) + H2O (l) H3O+ (aq) + [Fe(H2O)5(OH)]2+ (aq)
H3O+ (aq) + [Fe(H2O)4(OH)2]+ (aq)
Keseimbangan reaksi tersebut sangat bergantung pada pH. Penambahan ion hidronium tentu akan menggeser keseimbangan ke kiri,
menghasilkan ion [Fe(H2O)6]3+ yang hampir tak berwarna. Sebaliknya,
penambahan ion hidroksida akan menggeser keseimbangan kekanan,
menghasilkan larutan kuning dan lebih lanjut endapan gelatin besi(III)
oksida hidroksida, FeO(OH) yang berwarna karat. Walaupun biasanya spesies besi(III) mengadopsi geometri
oktahedron, tetapi ligan ion klorida dapat menghasilkan geometri
tetrahedron ion tetrakloroferat(III), [FeCl4]-. Ion kompleks ini berwarna
kuning dan dapat diisolasi dengan penambahan HCl pekat ke dalam
larutan ion heksaakuobesi(III) menurut persamaan reaksi:
[Fe(H2O)6]3+ (aq) + 4 Cl- (aq) [FeCl4]- (aq) + 6 H2O (l)
Uji terhadap adanya ion besi(III) dapat dilakukan dengan penambahan larutan ion heksasianoferat(II), [Fe(CN)6]4-, yang menyebabkan terjadinya endapan biru Prusian besi(III) heksasianoferat(II), Fe4[Fe(CN)6]3.
282
Kimia Anorganik Logam
4 Fe3+ (aq) + 3 [Fe(CN)6]4- (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s)
Warna biru senyawa ini sering dimanfaatkan untuk pembuatan tinta,
cat, termasuk pigment cetak biru. Selain itu, uji paling sensitif adanya
ion besi(III) adalah dengan menambahkan larutan ion tiosianat ke dalam
larutan Fe(III); terjadinya warna merah darah oleh karena terbentuk ion
pentaaquotiosianatobesi(III), sebagai indikasi adanya ion Fe3+ dalam
larutan.
[Fe(H
�����2O)6]3+ (aq) + SCN- (aq) → [Fe(H2O)5(SCN)]2+ (aq) + H2O (l)
Warna ini sangat khas dan mudah dikenali, sehingga hadirnya sekelumit
pengotor ion besi(III) dapat terdeteksi dengan ion tiosianat ini. Reaksi ion besi(III) lainnya yang cukup unik adalah dengan larutan
ion tiosulfat dalam keadaan dingin (pada suhu es), menghasilkan warna
violet gelap ion bis(tiosulfato)ferat(III):
[Fe(H2O)6]3+ (aq) + 2 [S2O3]2- (aq) → [Fe(S2O3)2]- (aq) + 6 H2O (l)
Jika larutan ini dihangatkan hingga temperatur kamar terjadi reaksi
redoks:
Fe3+ (aq) + [Fe(S2O3)2]- (aq) → 2 Fe2+ (aq) + [S4O6]2- (aq)
3-
Ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6] , berwarna agak kemerahan dan dapat
4dibuat dari oksidasi heksasianoferat(II), [Fe(CN)6] , misalnya dengan Cl2. Kemiripan ion besi(III) dengan aluminium(III)
Ion besi(III) dan aluminium(III) mempunyai muatan sama,
dan ukuran setara, jadi densitas muatan setara, sehingga keduanya
mempunyai beberapa sifat kimiawi yang setara pula. Sebagai contoh
dalam fase gas, kedua ion membentuk senyawa klorida yang bersifat
kovalen dalam bentuk dimer M2Cl6. Kedua klorida anhidrat dapat
dipakai sebagai katalisator pada reaksi organik Friedel - Crafts oleh
karena sifat asamnya ion [MCl4]-. �����������������������������������
Ion heksaoqua dari kedua ion logam
3+
ini, [M(H2O)6] , juga bersifat asam. Besi(III) juga membentuk senyawa
yang paralel dengan tawas (alum), salah satunya adalah garam amonium,
Logam Golongan d
283
NH4Al(SO4)2.12H2O dan NH4Fe(SO4)2.12H2O. Kesamaan antara kedua
ion logam ini dalam air berkaitan dengan konfigurasi elektronik 3d5
yang simetris (high-spin) untuk besi(III) sehingga ion ini berkelakuan
seperti ion logam golongan utama. Namun
����������������������������������������������������������
demikian, terdapat perbedaan yang sangat signifikan
antara keduanya. Besi(III) membentuk senyawa-senyawa berwarna seperti halnya logam-logam transisi yang lain, tetapi senyawa-senyawa
aluminium(III) tak berwarna (putih). Oksida dari keduanya juga berbeda,
aluminium oksida bersifat amfoterik, tetapi besi(III) oksida bersifat basa. Hal ini mungkin dapat diasosiasikan dengan densitas muatan Al3+ yang
relatif sedikit lebih tinggi (364 C mm-3) daripada densitas muatan Fe3+
sehingga sifat kovalensi ikatan Al-O lebih kuat daripada sifat kovalensi
Fe-O. Besi(II)
Besi(II) klorida anhidrat, FeCl2, dapat dibuat dengan mengalirkan
gas HCl kering pada logam besi panas. Karena gas H2 yang dihasilkan
bersifat reduktor, maka oksidasi lanjut Fe(II) menjadi besi(III) dapat
dicegah:
Fe (s) + 2 HCl (g) → FeCl2 (s) + H2 (g) Besi(II) klorida anhidrat tak berwarna demikian juga tetrahidratnya,
tetapi heksahidratnya menjadi agak kehijauan. Baik besi(II) klorida
anhidrat maupun terhidrat, keduanya adalah ionik. ��������������
Hal ini dapat
diasosiasikan dengan rendahnya densitas muatan besi(II) (~ 98 C
mm-3) yang jauh berbeda dengan besi(III) (~ 232 C mm-3). Semua
garam besi(II) terhidrat mengandung ion [Fe(H2O)6]2+ yang berwarna
pucat kehijauan, jika sebagian teroksidasi menjadi besi(III) warna
menjadi kuning kecoklatan. Kristal garam besi(II) sulfat heptahidrat,
FeSO4.7H2O, cenderung kehilangan beberapa molekul air (efloresense). Dalam fase padat, garam rangkap amonium besi(II) sulfat heksahidrat,
(NH4)2Fe(SO4)2.6H2O, atau lebih tepatnya amonium heksaakuobesi(II)
sulfat, [(NH4)2Fe(H2O)6][SO4]2, atau disebut juga garam Mohr,
284
Kimia Anorganik Logam
menunjukkan stabilitas kisi yang paling tinggi. Garam ini di udara
terbuka tidak mengalami efluoresense dan juga tidak teroksidasi,
sehingga sering dipakai sebagai larutan standar khususnya pada titrasi
redoks, misalnya untuk standarisasi larutan kalium permanganat. Garam
tris(1,2-diaminoetana)besi(II) sulfat, [Fe(en)3][SO4], juga dapat dipakai
sebagai standar redoks. Kehadiran nitogen monoksida, NO, dapat menggantikan posisi
salah satu molekul air dalam ion heksaaquobesi(II) menjadi ion pentaa
quonitrosilbesi(II) yang berwarna coklat tua dan sering muncul sebagai
”cincin coklat” pada uji ion nitrat dalam tabung uji:
NO (aq) + [Fe(H2O)6]2+ (aq) [Fe(H2O)5(NO)]2+ (aq) + H2O (l)
cincin coklat
Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion besi(II) pada
awalnya menghasilkan endapan gelatin hijau besi(II) hidroksida.
Tetapi, hadirnya oksidator misalnya dari udara, mengakibatkan terjadi
perubahan warna menjadi kuning-coklat dari besi(III) oksida terhidrat
menurut persamaan reaksi:
Fe2+ (aq) + 2 OH- (aq) → Fe(OH)2 (s)
Sama seperti ion besi(III) yang dapat diidentifikasi dengan ion
heksasianoferat(II), [Fe(CN)6]4-, ion besi(II) juga dapat dideteksi dengan
ion heksasianoferat(III), [Fe(CN)6]3-, dengan menghasikan produk yang
sama dengan biru Prusian (yang pada mulanya disebut biru Turnbull
ketika diduga merupakan produk berbeda):
3 Fe2+(aq) + 4 [Fe(CN)6]3- (aq) → Fe4[Fe(CN)6]3 (s) + 6 CN- (aq)
Harga
������������������������������������������������������������������
potensial oksidasi besi(II) menjadi besi(III) sangat bergantung pada ligannya. Sebagai contoh, ion heksasianoferat(II), [Fe(CN)6]4-,
jauh lebih mudah teroksidasi daripada ion heksaaquobesi(II), [Fe(H2O)6]2+: [Fe(CN)
�������6]4- (aq) → [Fe(CN)6]3- (aq) + e
Eo = - 0,36 V
[Fe(H2O)6]2+ (aq) → [Fe(H2O)6]3+ (aq) + e Eo = - 0,77 V
Logam Golongan d
285
Perbedaan nilai potensial reduksi tersebut terutama berkaitan
dengan (1) muatan ion, dan (2) sifat spin ion besinya yang disebabkan
oleh perbedaan kuat medan ligan yang bersangkutan. Pada dasarnya
ion logam bermuatan rendah lebih stabil daripada ion bermuatan
tinggi. Untuk ion komplek pertama, bola koordinasi ligan menghasilkan
muatan negatif yang terlalu besar (6CN ) di seputar ion pusat besi(II) dan
muatan ion total yang terlalu tinggi (-4) sehingga mengurangi stabilitas
muatan ion pusat. Tetapi, ligan siano menghasilkan medan ligan kuat,
sehingga ion kompleks bersifat low-spin dengan energi penstabilan
medan ligan yang lebih besar dan konfigurasi elektronik yang relatif
6
lebih simetri pada [Fe(CN)6]4-- d dibandingkan dengan kedua aspek
5
tersebut pada [Fe(CN)6]3- d . Dengan demikian, kompensasi kedua aspek
ini kurang saling mendukung untuk kestabilan kedua tingkat oksidasi
dan akibatnya nilai potensial reduksi ion kompleks ini agak rendah. Hal ini berbeda dengan kompleks [Fe(H2O)6]2+. Pada kompleks
ini bola koordinasi ligan air bersifat netral sehingga tidak mengganggu
stabilitas muatan ion pusat besi(II). Tambahan pula, bola koordinasi
ligan air menghasilkan medan ligan lemah sehingga ion kompleks
bersifat high-spin dengan energi penstabilan medan ligan yang lebih
6
besar pada [Fe(H2O)6]2+ - d dibandingkan dengan energi tersebut
5
pada [Fe(H2O)6]3+ - d . Dengan demikian dapat dipahami bahwa
dalam kompleks ini, stabilitas besi(II) lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan dengan besi(III) dan akibatnya mempunyai nilai potensial
reduksi yang cukup tinggi. Proses pengaratan besi
Oksidasi logam besi secara perlahan oleh dioksigen udara dikenal
sebagai proses pengaratan. Dengan menggunakan indikator dapat
ditunjukkan adanya kenaikan pH di sekitar permukaan besi yang
berkarat. Proses pengaratan besi merupakan pembentukan oksida
terhidrat, Fe(OH)3 atau FeO(OH), secara elektrokimia dan ini hanya
terjadi oleh karena hadirnya dioksigen, air dan suatu elektrolit. Jika salah
satu dari ketiga zat tersebut absen, proses pengaratan akan terhambat.
286
Kimia Anorganik Logam
Di suatu titik permukaan besi yang mengandung konsentrasi dioksigen
lebih besar terjadilah proses reduksi menjadi ion hidroksida:
O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e → 4 OH- (aq)
Batang besi bertindak seperti kawat (kabel) penghubung baterai
yang mengangkut elektron dari titik permukaan besi yang lain yang
mempunyai konsentrasi dioksigen lebih rendah tempat terjadinya
proses oksidasi:
Fe (s) → Fe2+ (aq) + 2 e
Kedua ion tersebut terdifusi dan bertemu menghasilkan endapan
besi(II) hidroksida, Fe(OH)2, yang teroksidasi lebih lanjut dalam suasana
basa menjadi besi(III) oksida hidroksida. Jadi, secara ringkas persamaan
reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut :
Katode : O2 (g) + 2 H2O (l) + 4 e 4 OH- (aq)
: Fe (s) + 3 OH- (aq) FeO(OH) (s) + H2O (l) + 4 e
Anode
___________________________________________________
Redoks : Fe (s) + O (g) + H O (l) FeO(OH) (s) + OH- (aq)+
2
2
Oksida dan anion-okso
Oksida besi
Ada tiga macam oksida besi yang umum dikenal yaitu besi(II)
oksida, FeO, besi(III) oksida, Fe2O3, dan besi(II) besi(III) oksida, Fe3O4.
Besi(II) oksida yang berwarna hitam sesungguhnya merupakan senyawa
nonstoikiometrik, selalu sedikit kekurangan ion besi(II). Formula yang
paling akurat adalah Fe0,84O - Fe0,95O. Besi(II) oksida bersifat basa,
larut dalam air menghasilkan ion Fe2+. Besi(III) oksida atau hematit terdapat dalam deposit yang besar
di bawah tanah dan deposit besi(III) oksida tertua diduga berumur dua
bilion tahun. Oleh karena besi(III) oksida hanya dapat terbentuk dalam
oksigen atmosfer, maka atmosfer planet bumi tentulah sangat kaya
akan oksigen pada waktu itu. Besarnya jumlah dioksigen menyarankan
Logam Golongan d
287
bahwa fotosintesis, dan dengan demikian kehidupan itu sendiri, telah
tersebar luas di bumi dua bilion tahun lalu. Besi(III) oksida dapat dibuat di laboratorium yaitu dengan
memanaskan (~ 200oC) besi(III) oksida hidroksida, yang diperoleh dari
penambahan ion hidroksida pada ion Fe3+. Hasil yang diperoleh dengan
cara ini adalah α-Fe2O3 yang mempunyai struktur korundum seperti
V2O3 dan Cr2O3, dengan tataan kemas rapat heksagonal (hcp) ion-ion
O2- dengan ion-ion Fe3+ menempati duapertiga rongga oktahedron. Bentuk struktural yang lain adalah γ-Fe2O3 , yang dapat diperoleh dari
oksidasi Fe3O4. Oksida ini mengadopsi tataan kemas rapat kubus (ccp)
ion-ion O2- dengan ion-ion Fe3+ terdistribusi secara random dalam
rongga-rongga tetrahedron dan oktahedron. Barangkali, senyawa kimia
yang paling mewarnai kehidupan modern dewasa ini adalah γ-Fe2O3. Senyawa ini tepat memenuhi karakteristika magnetik yang diperlukan
untuk bahan pita-pita audio-video dan untuk permukaan hard disc dan
floppy disc pada komputer. Namun, untuk keperluan rekaman magnetik
dibutuhkan keadaan yang ultra murni dengan rentang ukuran partikel
yang tepat. Besi(II) besi(III) oksida, FeOFe2O3 atau Fe3O4, mengadopsi bangun spinel terbalik, yaitu setengah jumlah ion Fe3+ menempati rongga tetrahedron dan setengah yang lain menempati rongga oktahedron,
dan semua ion Fe2+ menempati rongga oktahedron dari suatu tataan
kemas rapat kubus (fcc) ion O2-. ���������������������������������������
Oksida ini lebih informatif ditulis de3+
2+
3+
ngan formula (Fe )t(Fe , Fe )o(O2-)4. Secara alamiah Fe3O4 terdapat sebagai magnetit atau lodestone. Fe3O4 sebagai bahan pigment
dapat diperoleh sebagai hasil samping dari reaksi sintesis anilin:
FeCl2


→ 4 C6H5NH2 (l) + Fe3O4 (s)
4 C6H5NO2 (l) + 9 Fe (s) + H2O (l) 
FeO, Fe3O4, dan ����
��
-Fe2O3, ketiganya mempunyai struktur dasar
kemas rapat kubus (fcc) ion O2-, berbeda dari ����
��
-Fe2O3 yang mempunyai
2struktur kemas rapat heksagonal (hcp) ion O . Oleh karena itu dapat
dipahami bahwa ketiga oksida tersebut dapat saling terbentuk. Di
288
Kimia Anorganik Logam
dalam FeO, ion Fe2+ menempati rongga-rongga oktahedron; sifat
nonstoikiometrik terjadi oleh karena oksidasi sebagian kecil ion Fe2+
menjadi ion Fe3+. Oksidasi lanjut menghasilkan Fe3O4 dengan ion
Fe2+ tetap menempati rongga oktahedron sedangkan setengah jumlah
ion Fe3+ menempati rongga-rongga oktahedron dan setengah yang
lain tetrahedron. Akhirnya oksidasi lebih lanjut menghasilkan ����
��
-Fe2O3,
3+
dengan ion-ion Fe secara acak menempati rongga-rongga oktahedron
dan tetrahedron. Oksida besi bukan satu-satunya bahan magnetik yang penting,
melainkan beberapa oksida logam campuran dengan besi merupakan
salah satunya. Bahan ini merupakan magnetokeramik yang disebut
ferit. Ada dua kelas ferit yaitu ferit lunak dan ferit keras. ������������������
Istilah ini bukan
menunjuk pada kekerasan fisik melainkan sifat magnetik. Sifat magnetik
ferit lunak dapat dibuat secara cepat dan efisien dengan elektromagnet,
tetapi sifat magnetiknya hilang segera setelah arus listrik diputus. Sifat
seperti ini sangat esensial untuk head rekam-hapus dalam sistem pita
audio dan drive head pada komputer. Oksida ini mempunyai formula MFe2O4, dengan M adalah ion logam dipositif seperti Mn2+, Ni2+,
Co2+, atau Mg2+ dan besinya adalah Fe3+. Ferit lunak ini mempunyai
struktur spinel. Ferit keras mempertahankan sifat magnetiknya dengan konstan,
artinya merupakan magnet tetap. Bahan ini banyak digunakan dalam
motor DC, alternator, dan peralatan listrik yang lain. Formula umum
senyawa ini adalah MFe12O19, dengan M adalah ion metal yang
dipilih yaitu M = Ba2+ dan Ca2+ , dan Fe tetap dalam bentuk Fe3+. Ferit
keras mengadopsi struktur yang lebih kompleks daripada ferit lunak. Pemakaian kedua ferit tersebut di dunia perdagangan tidaklah terlalu
besar dalam hal kuantitasnya, tetapi dalam hal nilai uang mencapai
milyard-an dollar setiap tahunnya. Oksida rutenium dan osmium
Oksida rutenium dan osmium, jumlahnya tidak sebanyak yang
dijumpai pada oksida besi. Tingkat oksidasi terendah sebagai oksidanya
Logam Golongan d
289
yang stabil adalah +4. RuO2 berupa padatan biru-hitam, mempunyai
struktur rutil, dan dapat diperoleh dari pemanasan logamnya secara
langsung pada ~ 1000 oC. OsO2 berupa padatan kuning-coklat, juga
mempunyai struktur rutil, dan biasanya dibuat dari pemanasan logamnya
pada ~ 650 oC dalam NO. Tetraoksida dari kedua logam ini berwarna kuning, dan mudah
menguap; RuO4 mempunyai titik leleh 25 oC, dan titik didih 40 oC, dan
OsO4 mempunyai titik leleh 40 oC dan titik didih 130 0C. RuO4 kurang
stabil dibandingkan dengan OsO4, dan pada pemanasan diatas 100 oC
akan terurai menjadi RuO2. Pada temperatur kamar, jika RuO4 kontak
dengan pelarut organik yang mudah teroksidasi misalnya alkohol, oksida
ini akan tereduksi menjadi RuO2. RuO4 juga mengoksidasi larutan HCl
baik pekat maupun encer menjadi Cl2, dan dalam larutan alkali tereduksi
menjadi [RuO4]2-. OsO4 hanya dapat mengoksidasi larutan HCl pekat
(bukan larutan encer) menjadi H2OsCl6, dan larut dalam larutan alkali
membentuk [OsO4(OH)2]2-. Kedua tetraoksida ini mengadopsi struktur
tetrahedron, dan dapat diperoleh dari oksidasi logam atau senyawanya
dengan oksidator yang lebih kuat seperti KMnO4, KIO4 atau Cl2 untuk
Ru, dan asam nitrat untuk Os. Anion-okso
Beberapa senyawa oksoanion besi yang berdasarkan unit tetrahedron FeO4 telah berhasil diidentifikasi. Besi(III), misalnya Na5FeO4 dan
K6[Fe2O6] mengadopsi dua bangun tetrahedron yang bersekutu pada
salah satu sisinya. Selain mangan, logam-logam transisi periode-4 tidak
membentuk senyawa dengan konfigurasi elektronik d0. Kenyataannya,
logam dengan tingkat oksidasi lebih tinggi dari +3 sangat sulit disintesis, dan senyawa demikian ini hanya stabil dalam fase padat. Ion ferat, [FeO4]2-, merupakan salah satu senyawa besi dengan
tingkat oksidasi +6 yang dapat dibuat dari oksidasi suspensi Fe2O3
dalam alkali pekat dengan gas klorin. Stabilitas ion ferat ini mungkin
290
Kimia Anorganik Logam
dapat diasosiasikan dengan daya polarisasi yang sangat tinggi karena
rapatan muatan Fe(VI) sangat tinggi ~ 3862 C mm-3, sehingga ikatan FeO bersifat kovalen. Ion ini berwarna ungu (purple), mempunyai bangun
geometri tetrahedron, dan dapat distabilkan dengan pembentukan
suatu senyawa ionik tak larut, misalnya padatan barium ferat, BaFeO4,
yang berwarna merah-ungu. Senyawa “campuran” oksida ini bersifat
sebagai oksidator kuat, misalnya dapat mengoksidasi NH3 menjadi N2
walaupun pada temperatur kamar, dan dapat disimpan dalam larutan
alkalin selama beberapa jam, tetapi dalam larutan asam atau netral
dengan cepat akan mengoksidasi air dengan membebaskan oksigen
menurut persamaan reaksi:
4 [FeO4]2- + 10 H2O (l) → 4 Fe3+ (aq) + 20 OH- (aq) + 3 O2 (g)
Oksoanion rutenium dikenal dalam rutenium(VII), [RuO4]- perrutenat, dan rutenium(VI), [RuO4]2-- rutenat. Kristal hitam kalium
perrutenat, K[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi RuO4 dengan larutan
dingin KOH encer atau oksidasi larutan K2RuO4 dalam air dengan klorin. Senyawa ini kurang stabil kecuali dalam keadaan kering, dan tereduksi
oleh air khususnya jika dalam keadaan alkalin membentuk ion rutenat,
[RuO4]2- yang berwarna oranye. K2[RuO4] dapat diperoleh dari reaksi
langsung antara Ru dengan KOH dan KNO3 dengan cara pemanasan
hingga campuran melebur. Reaksi OsO4 dengan larutan dingin KOH menghasilkan kristal
oksoanion osmium(VIII), K2[OsO4(OH)2] - perosmat yang berwarna
merah legam dan sangat mudah tereduksi menjadi osmium(VI),
K2[OsO2(OH)4] - osmat yang berwarna ungu. Kedua anion mengadopsi
struktur oktahedron, trans - OH untuk perosmat dan trans -O untuk
osmat. Logam Golongan d
291
5.6.4 Soal-Soal Latihan Fe-Ru-Os
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
adanya ion besi(III), (a) dengan reaktan [Fe(CN)6]4-, dan (b) dengan
reaktan kalium tiosianat. Tuliskan persamaan reaksi (a) ion besi(III) dengan ion tiosulfat
pada suhu rendah (pendinginan dengan es). Jelaskan kemiripan dan perbedaan besi(III) dengan aluminium(III).
Jika logam besi direaksikan dengan asam hidroklorida, ion
besi dengan tingkat oksidasi berapa yang dihasilkan? Jelaskan
mengapa demikian dan tuliskan persamaan reaksinya?. Tuliskan persamaan reaksi dan warna khas pada identifikasi
adanya ion besi(II) dengan ion [Fe(CN)6]3Jelaskan formula oksida besi yang mengadopsi struktur geometri
spinel terbalik. Tuliskan persamaan reaksi redoks ion ferat dengan (a) NH3, dan
(b) H2O
5.7 Golongan 9
KOBALT, Rodium, dan Iridium
5.7.1 Pendahuluan
Logam
������������������������������������������������������������
kobalt baru mulai digunakan pada abad 20, namun bijih
kobalt sesungguhnya telah digunakan ribuan tahun sebelumnya sebagai
pewarna biru pada gelas maupun berbagai perkakas dapur. Sumber
warna biru pada kobalt dikenali pertama kali oleh G. Brandt (ahli kimia
Swedia) pada tahun 1735 yang mengisolasi logam tak murni yang diberi
nama cobalt rex. Pada tahun 1780, T.O. Bergman menunjukkan bahwa
cobalt rex adalah unsur baru yang kemudian diberi nama turunan dari
kata kobold (bahasa Jerman) yang artinya globin atau roh hantu. Pada
tahun 1803 rodium dan iridium ditemukan dalam residu-hitam yang
tertinggal ketika bijih platina kasar dilarutkan dalam air raja. W.H.
Wollaston menemukan rodium dan memberi nama dari turunan kata
292
Kimia Anorganik Logam
Yunani ροδον (rodon) yang artinya mawar (rose) oleh karena garamnya
berwarna merah mawar / pink, yang umumnya dihasilkan dalam larutan
air. S. Tenant menemukan iridium bersamaan dengan osmium dan
memberi nama dari nama dewi Yunani Iris yang memiliki tanda pelangi,
oleh karena berbagai warna senyawanya. Ketiga logam ini tampak mengkilat keperakan dan sedikit kebiruan untukkobalt. Kobalt lebih lunak daripada rodium dan iridium tetapi
masih cukup lebih keras daripada besi. Ketiganya mempunyai struktur
fcc yang berdasarkan teori pita lebih stabil daripada struktur bcc atau
hcp apabila jumlah elektron pada orbital dn hampir penuh. ���������
Beberapa
sifat ketiga logam ini dapat diperiksa pada Tabel 5.7.1.
5.7.2 Kecenderungan Golongan 9
Kobalt kurang reaktif dibandingkan dengan besi, demikian juga
rodium dan iridium tidak banyak berbeda. Tingkat oksidasi yang umum
untuk kobalt adalah +2 dan +3, dan untuk rodium dan iridium adalah
+3 dan +4. Dalam larutan air, ion [Co(H2O)6]2+ dan [Co(H2O)6]3+
keduanya dikenal, tetapi kobalt(III) bersifat oksidator, dan dalam larutan
air kecuali dalam lingkungan asam, terurai dengan cepat karena Co(III)
mengoksidasi air dengan membebaskan gas dioksigen. Tabel 5.7.1 Beberapa sifat unsur-unsur golongan 9
Karakteristika
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
-3
o
Densitas / g cm (20 C)
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
Jari-jari atomik / pm
(bilangan koordinasi 12)
Logam Golongan d
27Co
45Rh
77Ir
29
0,0001
0,001
8,9
12,39
22,61
1495
1960
2443
3100
3760
4550
125
134
135,5
293
Jari-jari ionik / pm (bilangan koordinasi 6)
4+
53 - Co
3+
54,5 - Co (ls)
3+
61 - Co (hs)
2+
65 - Co (ls)
2+
74,5 - Co (hs)
Konfigurasi elektronik
7 2
[18Ar] 3d 4s
Elektronegativitas
1,8
5+
55 - Rh
4+
60 - Rh
3+
66,5 - Rh
5+
57 - Ir
4+
62,5 - Ir
3+
68 - Ir
8 1
14 7 2
[36Kr] 4d 5s [54Xe] 4f 5d 6s
2,2
2,2
5.7.3 Senyawa-Senyawa Oksida
Beberapa oksida logam golongan ini yang dikenal adalah kobalt(II)
- CoO, campuran Co(II) dan Co(III) - Co3O4, rodium(III) - Rh2O3, rodium(IV)
- RhO2, dan satu-satunya iridium(IV) - IrO2. Satu-satunya oksida logam
divalen, CoO yang berupa serbuk hijau, dapat diperoleh dari pemanasan
logamnya dalam udara atau dengan uap air, atau pemanasan hidroksida,
karbonat atau nitrat dalam kondisi tanpa udara. CoO mempunyai
struktur NaCl alam, dan stabil; pemanasan 600 - 700 oC mengakibatkan
terbentuknya Co3O4-hitam. Oksida Co3O4 mempunyai struktur spinel
normal sehingga lebih tepat ditulis dengan formula (Co2+)t 2(Co3+)o
(O2-)4. Oksidasi Co(OH)2 atau penambahan larutan alkali ke dalam
kompleks kobalt(III) diperoleh kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH). Rodium(III) oksida, Rh2O3 yang berwarna abu-abu gelap, dapat
diperoleh dari pemanasan logam rodium atau rodium(III) klorida dalam
atmosfer oksigen pada ~600 oC. Rodium(IV) oksida, RhO2-hitam , dapat
diperoleh dari pemanasan Rh2O3 dalam oksigen pada tekanan tinggi. Rh2O3 mengadopsi struktur korundum dan RhO2 mengadopsi struktur
rutil. Iridium(IV) oksida, IrO2-hitam, dapat diperoleh dari pemanasan
logamnya dalam oksigen, atau dengan dehidrasi endapan yang diperoleh
dari penambahan alkali ke dalam larutan [IrCl6]2- juga menghasilkan
IrO2. Oksida ini mempunyai struktur rutil. 294
Kimia Anorganik Logam
5.7.4 Kobalt(III)
Semua senyawa kompleks kobalt(III) mengadopsi geometri
oktahedron, misalnya ion heksaaminakobalt(III), [Co(NH3)6]3+, dan
heksasianokobaltat(III), [Co(CN)6]3-. Ion kompleks heksanitrokobaltat(III),
[Co(NO2)6]3-, yang berwarna kuning dan biasanya dibuat sebagai
garam natriumnya, menunjukkan sifat yang tak lazim. Seperti lazimnya
garam-garam alkali, Na3[Co(NO2)6] larut dalam air, tetapi garam kaliumnya sangat sukar larut dalam air, demikian juga garam-garam rubidium
maupun sesium-nya. Hal ini dikaitkan dengan ukuran ion relatif. Ion
kalium mempunyai ukuran relatif jauh lebih dekat dengan ukuran
anion kompleksnya, sehingga kristalnya memiliki energi kisi yang lebih
tinggi dan kelarutan lebih rendah. Sifat ini merupakan salah satu reaksi
penunjuk kualitatif adanya ion kalium:
3 K+ (aq) + [Co(NO2)6]3- (aq) → K3[Co(NO2)6] (s)
kuning
Seperti pada ion-ion besi, perbedaan ligan mengakibatkan
perbedaan harga potensial reduksi yang sangat signifikan, sehingga
hal ini mempengaruhi kestabilan tingkat oksidasi ion kompleks yang
bersangkutan. Sebagai contoh adalah:
[Co(H
�����2O)6]3+ (aq) + e [Co(H2O)6]2+ (aq) Eo = + 1,82 V
2+
[Co(NH3)6]3+ (aq) + e Eo = + 0,10 V
[Co(NH3)6] (aq) Nilai potensial reduksi ion [Co(NH3)6]3- (+0,10V) jauh lebih rendah
daripada nilai potensial reduksi oksigen (+1,23 V):
O2 (g) + 4 H3O+ (aq) + 4 e → 6 H2O (l)
Eo = + 1,23 V
Oleh karena itu, oksigen sangat potensial sebagai oksidator yang baik
terhadap ion [Co(NH3)6]2+ menurut persamaan reaksi:
2+
4 [Co(NH3)6]
Logam Golongan d
3+
(aq) + O2 (g) + 2 H2O (l) → 4 [Co(NH3)6]
(aq) + 4 OH (aq)
295
5.7.5 Kobalt(II)
Garam kobalt(II) berwarna pink jika ion logam ini mengadopsi
geometri oktahedral, misalnya sebagai [Co(H2O)6]2+, tetapi berwarna
biru jika mengadopsi geometri tetrahedral, misalnya sebagai [CoCl4]2. Kristal CoCl2.6H2O berwarna pink (demikian juga dalam larutan air),
namun pada penambahan HCl pekat akan diperoleh larutan biru karena
terbentuk ion tetrahedral [CoCl4]2- :
[Co(H2O)6]2+ (aq) + 4 Cl- (aq) [CoCl4]2- (aq) + 6 H2O (l)
pink
biru
Hasil yang sama juga dapat diperoleh pada proses pelarutan
kristal pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut atau aseton; dalam
hal ini, pelarut etanol/aseton berfungsi menarik ligan air dari sekeliling
2+
ion pusat Co , sehingga posisi ligan digantikan oleh ion Cl namun
membentuk geometri yang berbeda. Kondisi keseimbangan warna
antara pink – biru dapat dibuat “tepat” dengan cara melarutkan kristal
pink CoCl2.6H2O di dalam etanol absolut, kemudian menambahkan
air secara tetes demi tetes sehingga larutan biru hampir tepat berubah
menjadi pink. Larutan dalam kondisi keseimbangan seperti ini sangat
sensitif terhadap perubahan temperatur, yaitu jika larutan dipanaskan
maka warna larutan menjadi biru, tetapi jika larutan didinginkan
(dalam air es) warna larutan menjadi pink menurut persamaan reaksi
keseimbangan berikut:
pemanasan
[Co(H2O)6]2+ (aq) + 4 Cl- (aq) [CoCl4]2- (aq) + 6 H2O (l)
pink
pendinginan
biru
Penambahan ion hidroksida ke dalam larutan ion kobalt(II)
menghasilkan endapan kobalt(II) hidroksida yang berwarna biru pada
awalnya, tetapi menjadi pink setelah dibiarkan beberapa lama :
[Co(H2O)6]2+ (aq) + 2 OH- (aq) → Co(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
Secara perlahan, kobalt(II) hidroksida teroksidasi oleh oksigen udara
menjadi kobalt(III) oksida hidroksida, CoO(OH). 296
Kimia Anorganik Logam
Kobalt(II) hidroksida barangkali dapat dianggap sebagai hidroksida
amfoterik, sebab penambahan ion hidroksida pekat menghasilkan
larutan biru ion tetrahidroksokobaltat(II):
Co(OH)
������2 (s) + 2 OH- (aq) → [Co(OH)4]2- (aq)
5.7.6 Soal-Soal Latihan Co-Rh-Ir
1.
2.
3.
4.
Jelaskan satu-satunya senyawa kalium-kobalt yang sukar larut
dalam air.
Kobalt(II) klorida heksahidrat berwarna pink, tetapi dalam alkohol
(absolut) atau aseton diperoleh larutan biru. Jika ke dalam larutan
biru ini kemudian ditambahkan (beberapa tetes) air, perubahan
apa yang terjadi. Jelaskan mengapa demikian
Ke dalam larutan biru kobalt(II) klorida heksahidrat dalam alkohol
ditambahkan air tetes demi tetes sedemikian sehingga warna
larutan hampir tepat berubah. Larutan ini kemudian dimasukkan
ke dalam penangas air dan ke dalam pendingin es secara
bergantian, demikian seterusnya; perubahan apa yang terjadi. Jelaskan ! Salah satu uji kualitatif terhadap ion-ion logam alkali dipakai
senyawa kobalt. ��������������������������������������
Senyawa apa ini dan apa indikasinya. 5.8 Golongan 10
Nikel, Paladium, dan Platina
5.8.1 Pendahuluan
Logam paduan nikel telah dikenal di Cina lebih dari 2000 tahun
yang lalu, dan penambang-penambang Saxon telah terbiasa dengan
bijih NiAs yang berwarna kemerahan, yang secara sekilas mirip dengan
Cu2O. Para penambang tersebut tidak mampu mengekstrak “tembaga”
dari bijihnya dan memberi nama kupfernikel, artinya tembaganya pak
tua Nick. Pada tahun 1751, A.F. Constedt mengisolasi logam tak murni
dari bijih yang berasal dari Swedia, dan mengidentifikasinya dengan
Logam Golongan d
297
komponen logam kupfernikel sebagai logam baru dengan nama nikel. Akhirnya pada tahun 1804, J. B. Richter berhasil mengisolasi logam nikel
dengan hasil yang lebih murni dan mengidentifikasi sifat-sifatnya. Tabel 5.8.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 10
Karakteristika
28Ni
46Pd
78Pt
Kelimpahan / ppm
(dalam kerak bumi)
-3
o
Densitas / g cm (20 C)
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
99
0,015
0,01
8,908
11,99
21,41
1455
1552
1769
2920
2940
4170
Jari-jari atomik / pm
(bilangan koordinasi 12)
124
137
138,5
Jari-jari ionik / pm (bilangan koordinasi 6)
Konfigurasi elektronik
Elektronegativitas
4+
48 - Ni
3+
56 - Ni (ls)
3+
60 - Ni (hs)
2+
69 - Ni
8 2
[18Ar] 3d 4s
1,8
4+
61,5 - Pd
3+
76 - Pd
2+
86 - Pd
[36Kr] 4d
2,2
10
5+
57 - Pt
4+
62,5 - Pt
2+
80 - Pt
14 9 1
[54Xe] 4f 5d 6s
2,2
Logam platina pada awalnya, tahun 1736, dikenali sebagai “perak
kecil” oleh A.de Ulloa (Spanyol), kemudian pada tahun 1741 sebagai
“emas putih” oleh C. Wood (Inggris). Sampai saat ini istilah “emas putih”
dipakai untuk menunjuk pada logam paduan Au-Pd. Pada tahun 1803,
Wollaston berhasil mengidentifikasi paladium, Pd, dari residu larutan
platina yang diendapkan sebagai (NH4)2PtCl6 dalam air raja. Nama
paladium diturunkan dari nama dewi kebijakan (Yunani) yaitu Pallas
yang paladion (παλλαδιον), sama dengan nama asteroid baru yang
ditemukan. Bijih nikel yang penting dalam perdagangan ada dua tipe
yaitu (1) laterit, yang merupakan bijih oksida-silikat seperti garnerit,
(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8, dan nikeliferos limonit, (Fe,Ni)O(OH).nH2O, dan
(2) sulfida seperti pentladit, (Ni,Fe)9S8 yang tercampuri tembaga dan
kobalt hingga bijih mengandung ~ 1,5 % Ni. 298
Kimia Anorganik Logam
5.8.2 Kecenderungan Golongan 10
Beberapa karakteristika logam golongan 8 ditunjukkan oleh Tabel
5.7.1. Logam golongan ini berwarna putih keperakan, mengkilat dan
mudah ditempa, dan ketiganya juga mudah didapat sebagai serbuk
yang sangat aktif sebagai katalis. Misalnya platina hitam, berupa serbuk
beludru yang dapat diperoleh dari penambahan etanol ke dalam
larutan PtCl2 dalam KOH dan air yang hangat. Ketiga logam golongan
ini mempunyai struktur kubus pusat muka, fcc. Dalam keadaan masif, ketiga logam tidak ada yang reaktif, dan
sangat tahan terhadap korosi atmosfer pada temperatur normal. Pada
pemanasan, nikel bereaksi dengan unsur-unsur B, Si, P, S, dan halogen,
tetapi dengan F2, reaksinya paling lambat dari kedua logam yang lain. Pada pemanasan hingga membara, nikel teroksidasi oleh uap air, larut
dalam asam-asam mineral encer umumnya secara perlahan tetapi cukup
cepat dalam HNO3 encer. Nikel tahan terhadap HNO3 pekat, demikian
juga terhadap alkali. Paladium dioksidasi oleh O2, F2, dan Cl2 pada pamanasan hingga
membara, dan larut dalam asam-asam oksidator. Platina pada dasarnya
lebih tahan terhadap berbagai reaksi daripada paladium, dan sama
sekali tidak terpengaruh oleh berbagai asam mineral kecuali air raja. Kedua logam ini juga larut dalam leburan panas oksida dan peroksida.
5.8.3 Senyawa-Senyawa Nikel(II)
Sebagian besar senyawa kompleks nikel mengadopsi struktur
geometri oktahedron, hanya sedikit mengadopsi geometri tetrahedron
dan bujursangkar. Ion heksaakuonikel(II) berwarna hijau; penambahan
amonia menghasilkan ion biru heksaaminanikel(II) menurut persamaan
reaksi:
[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 6 NH3 (aq) → [Ni(NH3)6]2+ (aq) + 6 H2O (l)
hijau
Logam Golongan d
biru
299
Penambahan larutan ion hidroksida ke dalam larutan garam nikel(II)
menghasilkan endapan gelatin hijau nikel(II) hidroksida menurut
persamaan reaksi:
[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 2 OH- (aq) → [Ni(OH)2] (s) + 6 H2O (l)
Seperti halnya kobalt(II), kompleks yang lazim mengadopsi geometri
tetrahedron adalah halida, misalnya ion tetrakloronikelat(II) yang
berwarna biru. Senyawa kompleks ini terbentuk dari penambahan HCl
pekat ke dalam larutan garam nikel(II) dalam air menurut persamaan
reaksi:
[Ni(H2O)6]2+ (aq) + 4 Cl- (aq) → [NiCl4]2- (aq) + 6 H2O (l)
hijau
biru
Senyawa kompleks nikel(II) bujursangkar yang umum dikenal
adalah ion tetrasianonikelat(II), [Ni(CN)4]2-, yang berwarna kuning, dan
bis(dimetilglioksimato)nikel(II), [Ni(C4N2O2H7)2] yang berwarna merah
pink. Warna yang karakteristik pada kompleks yang ke dua ini sering
digunakan untuk reaksi uji terhadap ion nikel(II). Senyawa kompleks ini
dapat diperoleh dari penambahan larutan dimetilglioksim (C4N2O2H8
= DMGH) ke dalam larutan nikel(II) yang dibuat tepat basa dengan
penambahan amonia menurut persamaan reaksi:
[Ni(H2O)6]2+(aq) + 2 DMGH (aq) + 2 OH- (aq) →
[Ni (DMG)2] (s) + 8 H2O (l)
5.8.4 Soal-Soal Latiham Ni-Pd-Pt
1. Ion nikel(II) dalam air (misalnya NiCl2.6H2O) berwarna hijau; dalam
perspektif senyawa kompleks, bagaimana formula ion ini. a. Jika kemudian amonia ditambahkan, perubaan apa yang terjadi. Jelaskan ! b Sebagai ganti amonia dipakai basa kuat NaOH misalnya;
jelaskan apa yang terjadi. c. Sebagai ganti amonia dipakai HCl pekat, jelaskan apa yang
terjadi. 300
Kimia Anorganik Logam
2. Salah satu uji kualitatif adanya ion nikel(II) adalah reaksinya terhadap
DMGH. Jelaskan apa yang terjadi dengan penambahan DMGH pada
larutan yang mengandung ion nikel(II), dan tulis rumus bangun
senyawa kompleks yang terjadi. 5.9 Golongan 11
Tembaga, Perak, dan Emas
5.9.1 Pendahuluan
Tembaga, perak, dan emas sering disebut logam “mata uang”
karena menurut sejarahnya, ketiga logam ini merupakan bahan utama
untuk membuat mata uang logam. Empat alasan utama bahwa logam
ini menjadi bahan mata uang logam adalah, (1) ketiga logam ini lebih
banyak terdapat langsung sebagai logamnya, (2) bersifat dapat ditempa
sehingga mudah dibentuk sesuai desain yang dikehendaki, (3) bersifat
tidak reaktif secara kimiawi, dan (4) sangat berharga khususnya karena
kelimpahan yang sangat jarang untuk perak dan emas. Kelimpahan
ketiga unsur ini dalam kerak bumi adalah, Cu ~ 68 ppm, Ag ~ 0,08 ppm,
dan Au ~ 0,004 ppm. Tabel 5.9.1 Beberapa sifat unsur-unsur transisi golongan 11
Karakteristika
Konfigurasi elektronik
29Cu
[Ar] 3d10 4s1
47Ag
79Au
[Kr] 4d10 5s1 [Xe] 4f14 5d10 6s1
Elektronegativitas
1,9
1,9
2,4
Jari-jari metalik /pm
(koordinasi 12)
128
144
144
73 (+2) ; 77 (+1)
115 (+1)
137 (+1)
745,3
730,8
889,9
1083
961
1064
2570
2155
2808
8,95
10,49
19,32
Jari-jari ionik / pm
Energi ionisai pertama
/ kJ.mol-1
o
Titik leleh / C
o
Titik didih / C
o
-3
Densitas (20 C) / g cm
Logam Golongan d
301
Tembaga terdapat terutama sebagai sulfida, oksida atau karbonat, seperti
bijih tembaga pirit, kalkopirit (chalcopyrite) yaitu tembaga(I) besi(III) sulfida, CuFeS2, tembaga glance kalkosit (chalcocite), Cu2S, kuprit (cuprite),
Cu2O, dan malasit (malachite), Cu2CO3(OH)2. Mineral yang lebih jarang
adalah turkuis (turquoise), batu permata biru CuAl6(PO4)4(OH)8.4H2O. Perak terdapat banyak sebagai bijih sulfida, dan yang paling penting
adalah perak glance (argentit), Ag2S; tanduk perak (horn silver), AgCl,
yang diduga berasal dari reduksi bijih sulfida oleh air garam, banyak ditemui di Chile dan New South Wales. Emas umumnya terdapat sebagai
telurida, terasosiasi dengan kwarsa atau pirit. Beberapa sifat ketiga logam golongan 11 ditunjukkan pada Tabel 5.9.1
5.9.2 Kecenderungan Golongan 11
Logam tembaga, perak, dan emas ketiganya mengadopsi struktur
kubus pusat muka, fcc, dengan elektron valensi satu. Paduan logam ini
dengan logam-logam di sebelah kanannya dalam tabel periodik unsur,
misalnya Zn, akan menaikkan konsentrasi elektron menurut metode
W. Hume-Rothery dalam paduan utama - fase-α yang dapat dilukiskan
sebagai larutan padat fcc logam M dalam Cu, Ag, atau Au. Tabel 5.9.2 Klasifikasi fase paduan logam menurut Hume-Rothery
Konsentrasi
elektron
Struktur-fase
Contoh
1,0 - 1,4
larutan
padat-α (fcc)
CuMx , AgMx, AuMx
~ 1,5 yaitu
fase-β (bcc)
3/2 atau 21/14)
fase-β (hcp)
302
CuM (M = Be, Zn) ; Cu3M (M = Al, Ga, In) ;
Cu5M (M = Si, Sn) ; AgM (M = Mg, Zn, Cd) ;
Ag3M (M = Al, In) ; AuM( M = Mg, Zn, Cd) ; Au3Al (struktur kompleks kubus Mn-)
Ag3Ga, Au3In ; Cu5Ge, Ag5Sn, Au5Sn ; Ag7Sb
Kimia Anorganik Logam
~ 1,62
(yaitu 21 : 13)
fase-γ
(kompleks kubus
dengan jumlah
atom : 4x13 = 52
dalam satuan sel )
~ 1,75 yaitu
fase-ε (hcp)
7/4 atau 21/12
Cu5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ;
Cu9M4 (M = Al, Ga, In); Cu31M8 (M = Si, Sn)
Ag5M8 (M = Zn, Cd, Hg) ; Ag9In4
Au5M8 (M = Zn, Cd) ; Au9In4
CuM3 (M= Be, Zn, Cd) ; Cu3M (M= Si, Ge, Sn)
Cu13Sb3
AgM3 (M = Zn, Cd) ; Ag5Al3 ; Ag3Sn ; Ag13Sb3
AuM3 (M = Zn, Cd) ; Au5Al3 ; Au3Sn
Jika konsentrasi elektron mendekati 1,5 struktur fcc menjadi
kurang stabil dibandingkan dengan struktur bcc sehingga paduan
mengkristal sebagai fase-��������������������������������������
, misalnya kuningan-�������������������
�����������������
, CuZn. ���������
Kenaikan
konsentrasi elektron lebih lanjut menghasilkan struktur yang lebih
kompleks, kuningan fase-������������������
, dengan formula Cu5Zn8. Paduan logam
ini mempunyai konsentrasi elektron:
1,615. Fase ini
masih berbentuk kubus, tetapi terdiri atas 52 atom tiap satuan sel yaitu
4Cu5Zn8. Fase-�����������������������������������������������
���������������������������������������������
ini masih dapat menampung tambahan Zn hingga
mencapai konsentrasi kritis ketiga yaitu ~ 1,75 (atau 7/4), sehingga
paduan mengadopsi struktur hcp, fase-������
����
CuZn3. Klasifikasi fase paduan
golongan logam ini menurut Hume-Rothery dapat dilihat pada Tabel 5.9.2
Ketiga logam tersebut mempunyai tingkat oksidasi +1, seperti
halnya logam-logam alkali. Tembaga lebih umum dengan tingkat
oksidasi +2 daripada +1, dan emas dengan tingkat oksidasi +3
lebih stabil secara termodinamik. Logam-logam ini sukar teroksidasi
sebagaimana ditunjukkan oleh nilai positif potensial reduksinya:
Cu
��2+ (aq) + 2 e → Cu (s)
Eo = + 0,34 V
Ag+ (aq) + e → Ag (s)
Eo = + 0,80 V
Au3+ (aq) + 3 e → Au (s)
Eo = + 1,68 V
Logam Golongan d
303
Tabel 5.9.3 Perbandingan sifat logam alkali dan logam golongan tembaga
Sifat
Logam Golongan Alkali
Logam Golongan Tembaga
Tingkat oksidasi
yang umum
+1
Perak selalu +1, tembaga dan
emas jarang +1
Reaktivitas
kimiawi
Sangat tinggi, dan naik
dari atas ke bawah
sangat rendah, dan menurun
dari atas ke bawah
Densitas
(masa jenis)
Sangat rendah, dan naik
dari atas ke bawah
(~ 0,5 - 1,9 g cm-3
Tinggi, dan naik dari atas ke
-3
bawah (~9 - 19 g cm )
Titik leleh
Sangat rendah, dan
turun dari atas ke bawah Tinggi, ketiganya ~ 1000 oC
o
(181 - 29 C)
Pada mulanya, golongan tembaga dan alkali dipertimbangkan
mempunyai hubungan sifat tertentu, khususnya karena hanya logamlogam inilah yang umumnya menunjukkan tingkat oksidasi +1. ����
Hal
ini dapat diasosiasikan dengan kemiripan konfigurasi elektronik yang
karakteristik (n-1)d10 ns1 dengan (n-1)p6 ns1. Namun kenyataannya,
sifat-sifat kedua kelompok logam ini sangat berbeda sebagaimana
ditunjukkan Tabel 5.9.3. 5.9.3 Ekstraksi Tembaga
Ekstraksi tembaga dari bijih sulfida dapat dilakukan dengan
proses termal yaitu pirometalurgi atau dengan proses pelarutan air
yaitu hidrometalurgi. Pada proses pirometalurgi, bijih pekat dipanaskan
(proses roasting) dalam kondisi udara terbatas. Proses ini menguraikan
garam rangkap sulfida menjadi besi(III) oksida dan tembaga(I) sulfida
menurut persamaan reaksi:
4 CuFeS2 (s) + 9 O2 (g) → 2 Cu2S (l) + 6 SO2 (g) + 2 Fe2O3 (s)
Ke dalam lelehan campuran ditambahkan pasir untuk mengubah besi(III)
oksida menjadi ampas atau terak besi(III) silikat menurut persamaan
reaksi:
304
2 Fe2O3 (s) + 3 SiO2 (s) → Fe2(SiO3)3 (l)
Kimia Anorganik Logam
Cairan ini berada pada permukaan dan dapat dituang terpisah. Udara
kemudian ditambahkan lagi untuk mengubah tembaga(I) sulfida
menjadi tembaga(I) oksida:
2 Cu2S (l) + 3 O2 (g) →
2 Cu2O (s) + 2 SO2 (g)
Penambahan udara dihentikan setelah kira-kira ⅔ tembaga(I) sulfida
teroksidasi. Campuran tembaga(I) oksida dan tembaga(I) sulfida
kemudian mengalami reaksi redoks khusus dan menghasilkan logam
tembaga tak murni:
Cu2S (l) + 2 Cu2O (s) → 6 Cu (l) + SO2 (g)
Proses pirometalurgi mempunyai beberapa keuntungan. Proses
kimia dan teknologinya sangat terkenal dan dipahami, banyak dijumpai
pada peleburan-peleburan tembaga, dan merupakan proses yang relatif
cepat. Kelemahan proses ini adalah bahwa bijih harus dipekatkan cukup
tinggi, proses peleburannya membutuhkan banyak energi, dan selain
itu membebaskan emisi gas SO2 dalam jumlah besar sebagai polutan
yang mencemari udara atau lingkungan. Sebagian besar logam diekstrak dengan proses pirometalurgi
pada temperatur tinggi dengan menggunakan bahan pereduksi
karbon monoksida. Tetapi, proses ini membutuhkan energi yang tinggi
dan membebaskan limbah (polutan) pada udara dan tanah. Proses
hidrometalurgi, yaitu ekstraksi logam dengan proses pelarutan, telah
dikenal berabad-abad sebelumnya, tetapi hingga abad ke duapuluh
belum banyak digunakan, dan hanya digunakan untuk logam khusus
perak dan emas. Proses ini lebih banyak keuntungannya dibandingkan
dengan proses pirometalurgi antara lain karena (1) hasil samping
biasanya lebih sedikit mengakibatkan problem lingkungan, (2) pabrik
pengolahan dapat dibangun dalam skala kecil yang dapat diperluas
kemudian, (3) proses tidak memerlukan temperatur yang terlalu tinggi
sehingga energi dapat dihemat, dan (4) metode ini dapat memproses
bijih dengan kandungan logam rendah. Logam Golongan d
305
Secara umum, proses hidrometalurgi terdiri atas tiga tahapan
utama yaitu, pelumeran (leaching), pemekatan (concentration), dan
pemulihan (recovery). Tahap pelumeran berupa peremukan bijih dan
pengguyuran dengan pereaksi tertentu seperti asam sulfat encer untuk
ekstraksi tembaga atau larutan ion sianida untuk ekstraksi perak dan
emas menurut persamaan reaksi sebagai berikut: 2 CuFeS2 (s) + H2SO4 (aq) + 4 O2 (g) → bijih tembaga larutan peluluh
2 CuSO4 (aq) + Fe2O3 (s) + 3 S (s) + H2O (l)
4 Au (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
bijih emas larutan peluluh
4 [Au(CN)2]- (aq) + 4 OH- (aq)
Jadi, dalam proses hidrometalurgi, belerang dibebaskan dalam bentuk
ion sulfat dalam larutan dan belerang padatan, bukan sebagai gas
belerang dioksida sebagaimana dihasilkan pada proses pirometalurgi.
Tabel 5.9.4 Beberapa paduan tembaga
Paduan logam
Komposisi
Karakteristika
Kuningan
77 % Cu, 23 % Zn
Lebih keras daripada tembaga
Perunggu
80 % Cu, 10 % Sn, 10 % Zn Lebih keras daripada kuningan
Mata uang nikel 75 % Ni, 25 % Cu
Tahan korosi
Mata uang perak 92,5 % Ag, 7,5 % Cu
Lebih tahan lama daripada
perak murni
Kadang-kadang, pada tahap pelumeran dipakai larutan bakterium
thiobacillus ferrooxidan hingga dikenal sebagai proses biohidrometalurgi.
Fungsi bakteri ini adalah mengokasidasi sulfida dalam metal sulfida tak
larut menjadi sulfat terlarut. Larutan encer ion metal ini dipisahkan,
kemudian dipekatkan. Akhirnya, metal dapat diperoleh melalui proses
pengendapan kimiawi yaitu reaksi pendesakan misalnya dengan logam
besi untuk ekstraksi tembaga dan zink untuk ekstraksi emas menurut
persamaan reaksi:
306
Kimia Anorganik Logam
CuSO
����4 (aq) + Fe (s) → FeSO4 (aq) + Cu (s)
2 [Au(CN)2]- (aq) + Zn (s) → 2 Au (s) + [Zn(CN)4]- (aq)
Pada tahap akhir, logam dapat pula diperoleh secara elektrokimia, dan
produk gas oksigen sebagai hasil ikutan dapat digunakan untuk oksidasi
pada tahap awal menurut persmaan reaksi :
Anode : 2 H2O (l) → O2 (g) + 4 H + (aq) + 4 e
Katode : 2Cu2+ (aq) + 4 e → 2Cu (s)
Tembaga yang diperoleh belum murni, dan ini dapat dimurnikan secara
elektrolisis dengan hasil kemurnian ~ 99,95 %. Untuk itu digunakan
larutan elektrolit CuSO4, katode tembaga murni, dan tembaga tak
murni dipasang sebagai anode. Dengan voltase yang sesuai selama
elektrolisis berlangsung, anode tembaga akan mengalami ionisasi
dengan meninggalkan perak dan emas sebagai sisa atau ampas anode,
dan ion tembaga dalam larutan akan menempel pada katode. Karena
reaksi dalam proses ini sesungguhnya tidak menghasilkan produk baru,
maka voltase yang dibutuhkan sangat rendah (~ 0,2 V) dan dengan
demikian memerlukan energi yang cukup kecil. Tembaga murni merupakan penghantar panas tertinggi di antara semua logam, dan konduktor listrik kedua setelah perak. Tembaga
adalah logam yang relatif lunak, dan sering digunakan sebagai logam
paduan, misalnya kuningan dan perunggu. Beberapa paduan logam
tembaga dengan komposisinya dapat diperiksa pada Tabel 5.9.4.
5.9.4 Senyawa-Senyawa Tembaga
Tembaga(II)
Tembaga membentuk senyawa dengan tingkat oksidasi +1 dan +2, namun hanya tembaga(II) yang stabil dan mendominasi dalam
larutannya. Dalam air, hampir semua garam tembaga(II) berwarna biru
oleh karena warna ion kompleks koordinasi enam, [Cu(H2O)6]2+. Suatu
perkecualian yang terkenal adalah tembaga(II) klorida yang berwarna
Logam Golongan d
307
kehijauan oleh karena ion kompleks koordinasi empat [CuCl4]2-, yang
mempunyai bangun geometri dasar tetrahedral atau bujursangkar
bergantung pada anion ligannya. ��������������������������������������
Dalam larutan encer garam klorida ini
berwarna biru karena terjadinya pendesakan ligan Cl- oleh ligan H2O. Oleh karena itu, jika warna hijau ingin dipertahankan, ke dalam larutan
pekat CuCl2 dalam air dapat ditambahkan ion senama Cl- misalnya
dengan penambahan padatan NaCl atau HCl pekat atau HCl gas. [CuCl
�����4]2- (aq) + 6 H2O (l) hijau
[Cu(H2O)6]2+ (aq) + 4 Cl- (aq)
biru
Jika larutan amonia ditambahkan ke dalam larutan ion Cu2+,
larutan biru berubah menjadi biru tua karena terjadinya pendesakan
ligan air oleh ligan amonia menurut reaksi:
[Cu(H2O)6]2+ (aq) + 5 NH3 (aq) → [Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)]2+ + 5 H2O (l)
biru
biru tua
–
Reaksi ion Cu2+ dengan OH pada berbagai konsentrasi
bergantung pada metodenya. Penambahan ion hidroksida ke dalam
larutan tembaga(II) sulfat (0,1-0,5M) secara bertetes dengan kecepatan ~
1 mL / menit mengakibatkan terjadinya endapan gelatin biru muda dari
garam tembaga(II) hidroksi sulfat, [CuSO4.nCu(OH)]2 , bukan endapan
Cu(OH)2, menurut persaman reaksi: (n+1)[Cu(H2O)6]2+ (aq) + SO42- (aq) + 2nOH- (aq) →
[CuSO4.nCu(OH)]2 (s) + 6(n+1) H2O (l)
biru muda
Reaksi pengendapan terjadi sempurna pada pH ≈ 8, dan nilai n bervariasi
bergantung pada temperatur reaksi dan laju penambahan reaktan. Sebagai contoh, dengan laju penambahan reaktan ~ 1 mL / menit, reaksi
tersebut menghasilkan CuSO4.3Cu(OH)2 jika reaksi berlangsung pada
o
o
suhu 20 C, dan CuSO4.4Cu(OH)2 pada suhu 24 C. Adanya gugus sulfat baik sebagai SO42- maupun HSO4- dalam
endapan tersebut dapat ditunjukkan oleh serapan khas spektrum
308
Kimia Anorganik Logam
inframerah yang muncul pada daerah 600 - 1200 cm-1. Secara kualitatif,
adanya ion sulfat dapat dibuktikan dengan perlakuan berikut. Endapan
biru, setelah dipisahkan dari larutannya dengan penyaringan dan
pencucian dengan air berkali-kali, dilarutkan dengan HCl. Ke dalam
larutan ini kemudian ditambahkan larutan BaCl2, dan terjadinya endapan
putih membuktikan adanya ion sulfat dalam endapan biru semula. Tetapi, jika prosedur penambahan dibalik, yaitu ke dalam larutan
NaOH ditambahkan larutan CuSO4, maka peran ion sulfat dalam
endapan menjadi berkurang bahkan lenyap hingga endapan biru muda
didominasi oleh Cu(OH)2; dan uji adanya ion sulfat dalam endapan biru
muda ini tentu saja negatif. 2 OH- (aq) + [Cu(H2O)6]2+ (aq) → Cu(OH)2 (s) + 6 H2O (l)
biru muda
Pemanasan kedua jenis endapan biru tersebut mengakibatkan
dekomposisi menjadi hitam, CuO.
∆
Cu(OH)2 (s) 
→ CuO (s) + H2O (l)
∆
CuSO4.3Cu(OH) 2 (s) 
→ 3 CuO (s) +3 H2O (l) + SO2(g) + ½ O2(g) hitam
hitam
Tembaga(II) hidroksida tidak larut dalam basa encer, tetapi
larut dalam hidroksida pekat membentuk larutan biru tua ion
tetrahidroksokuprat(II), [Cu(OH)4]-. Tembaga(II) hidroksida juga larut
dalam larutan amonia memberikan larutan biru tua ion
[Cu(NH3)(4-5)(H2O)(2-1)]2+. Larutan tembaga(II) dengan berbagai ligan sangat stabil secara
termodinamik, tetapi ligan pereduksi seperti iodida akan mereduksi
tembaga(II) menjadi endapan tembaga(I):
2 Cu2+ (aq) + 4 I- (aq) →
2 CuI (s) + I2 (aq)
Logam Golongan d
309
Tembaga(I)
Pada dasarnya, tembaga bukanlah logam reaktif, namun logam ini
dapat diserang oleh asam-asam pekat. Secara khusus, tembaga bereaksi
dengan asam hidroklorida pekat-mendidih dengan menghasilkan
larutan tak berwarna dan gas hidrogen. Peristiwa ini sesungguhnya
cukup “mengejutkan” mengingat asam hidroklorida bukanlah asam
oksidator kuat seperti asam nitrat. �����������������������������������
Ion tembaga(I) yang terjadi segera
bereaksi dengan ion klorida membentuk ion kompleks tak berwarna
diklorokuprat(I), [CuCl2]-. Tahap reaksi ke dua inilah yang diduga
berlangsung sangat cepat sehingga memicu terjadinya tahap reaksi
pertama menurut persamaan reaksi seperti berikut ini:
Cu
��� (s) + H3O+ (aq) Cu+ (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Cu
��+ (aq) + 2 Cl- (aq) [CuCl2]- (aq)
Jika larutan ini dituangkan ke dalam air suling bebas udara, diperoleh
endapan putih tembaga(I) klorida menurut persamaan reaksi: [CuCl2]- (aq) → CuCl (s) + Cl- (aq)
Tembaga(I) klorida harus segera dipisahkan, dicuci dan disimpan dalam
wadah yang bebas udara, sebab interaksinya dengan udara dan uap air
akan menghasilkan tembaga(II). Dalam kimia organik, diklorokuprat(I) digunakan untuk mengubah
benzena diazonium klorida menjadi klorobenzena menurut reaksi
Sandmeyer:
[CuCl2 ]
+
→ C6H5Cl (l) + N2 (g)
[C
��6H5N2] Cl (aq) 
Pada umumnya, senyawa tembaga(I) tidak berwarna atau putih,
karena ion ini mempunyai konfigurasi elektronik penuh, 3d10. Dalam air,
ion tembaga(I) terhidrat tidak stabil dan mengalami disproporsionasi
310
Kimia Anorganik Logam
menjadi ion tembaga(II) sesuai dengan ramalan diagram potensial
reduksi Frost. 2 Cu+ (aq) Cu2+ (aq) + Cu (s)
5.9.5 Perak
Perak terdapat sebagian besar sebagai unsur bebas dan perak(I)
sulfida, Ag2S. Jumlah perak yang cukup signifikan diperoleh pada
ekstraksi timbel dari bijihnya, dan pada pemurnian tembaga secara
elektrolisis. Salah satu metode ekstraksi logam melibatkan peremukan
Ag2S dengan larutan natrium sianida yang teraerasi; dalam proses
ini garam perak diekstrak sebagai ion kompleks disianoargentat(I),
[Ag(CN)2]- menurut persamaan reaksi:
2 Ag2S (s) + 8 CN- (aq) + O2 (g) + H2O (l) →
4 [Ag(CN)2]- (aq) + 2 S (s) + 4 OH- (aq)
Penambahan logam zink mengakibatkan terjadinya reaksi pendesakan
atau penggantian tunggal ion Ag+ oleh logam zink, membentuk ion
kompleks yang sangat stabil [Zn(CN)4]2- :
2 [Ag(CN)2]- (aq) + Zn (s) → [Zn(CN)4]2- (aq) + 2 Ag (s)
Selanjutnya, pemurnian logam perak dapat dilakukan secara elektrolisis
dengan elektrolit perak nitrat yang diasamkan, dan perak tak murni
dipasang sebagai anode dan perak murni dipasang sebagai katode. Senyawa-senyawa perak
Dalam hampir semua senyawaan perak sederhana (nonkompleks),
logam perak mempunyai tingkat oksidasi +1, dan ion Ag+ adalah satusatunya ion perak yang stabil dalam air. Senyawa perak yang paling
penting adalah perak nitrat, satu-satunya garam perak yang sangat
mudah larut dalam air dan tak berwarna. Untuk kepentingan industri,
perak nitrat digunakan sebagai bahan untuk membuat senyawa-
Logam Golongan d
311
senyawa perak yang lain, terutama perak halida yang banyak digunakan
dalam fotografi.
Di laboratorium, larutan standar perak nitrat digunakan untuk
menguji adanya ion klorida, bromida, dan iodida, yang masing-masing
memberikan endapan putih, krem, dan kuning. Karena intensitas warna
bergantung pada ukuran partikel, kadang-kadang cukup sulit untuk
membedakan warna bromida dengan klorida, dan warna bromida
dengan iodida. ����������������������������������������������������������
Oleh karena itu, pengujian lebih lanjut sering diperlukan
dengan penambahan larutan amonia encer. Perak klorida larut dalam
larutan amonia dan menghasilkan ion kompleks [Ag(NH3)2]+, dan
perak bromida hanya sedikit larut tetapi larut dalam amonia pekat juga
membentuk ion kompleks diaminargentat(I), sedangkan perak iodida
tak larut dalam larutan amonia. Untuk memahami perbedaan sifat perak halida ini, perlu dibahas
adanya dua persamaan reaksi keseimbangan, yaitu reaksi keseimbangan
pengendapan dan reaksi keseimbangan pengompleksan, yang keduanya berkompetisi sebagai berikut:
AgX (s) (1)
Ag
��+ (aq) + X- (aq) Ag+ (aq) + 2 NH3 (aq) [Ag(NH3)2]+ (aq) (2)
Secara kualitatif, reaksi keseimbangan dengan nilai tetapan keseimbangan
lebih besar akan mendominasi kompetisi. Jadi untuk X = I, terbentuknya
perak iodida yang kelarutannya sangat kecil, mengakibatkan reaksi
keseimbangan pengendapan (1) akan lebih dominan. Ini berarti
bahwa reaksi keseimbangan (1) bergeser kekanan sehingga di dalam
larutan tidak cukup ion Ag+ untuk membuat reaksi keseimbangan (2)
bergeser kekanan. Sebaliknya, jika X = Cl, terbentuknya perak klorida
yang kelarutannya lebih besar mengakibatkan konsentrasi ion Ag+ di
dalam larutan cukup besar untuk memicu terjadinya pergeseran reaksi
keseimbangan (2) ke arah pembentukan ion kompleks, [Ag(NH3)2]+. Ini
berarti bahwa reaksi keseimbangan (2) bergeser kekanan dan akibatnya
reaksi keseimbangan (1) bergeser ke kiri.
312
Kimia Anorganik Logam
Sifat sukar larut AgCl, AgBr, dan AgI dapat dijelaskan berdasarkan
karakter kovalensinya, tetapi AgF padatan putih yang mudah larut
dalam air dipertimbangkan berkarakter ionik baik padatan maupun
dalam larutan (lihat Bab Ikatan Ionik, bagian Polarisasi dan Kovalensi). Perak klorida, perak bromida, dan perak iodida sangat sensitif terhadap
cahaya; sifat ion Ag+ yang mudah tereduksi menjadi logam Ag (Eo = +
0,80 V) mengakibatkan padatan menjadi berwarna gelap jika terkena
cahaya, dan oleh karena itu senyawa-senyawa perak dan larutannya
harus disimpan dalam botol gelap. Hampir semua senyawa perak sederhana menunjukkan tingkat
oksidasi +1, namun terdapat beberapa perkecualian. Sebagai contoh,
logam perak dapat dioksidasi menjadi AgO hitam, yang sesungguhnya
merupakan oksida perak(I) dan perak(III), Ag+Ag3+(O2-)2. Senyawa ini
bereaksi dengan asam perklorat menghasilkan ion tetraakuaperak(II),
[Ag(H2O)4]2+ yang bersifat paramagnetik. Jadi, reaksi ini merupakan
kebalikan dari disproporsionasi, dan sifat oksidator kuat asam perklorat
menstabilkan perak dengan tingkat oksidasi +2 menurut persamaan
reaksi:
Ag+Ag3+(O2-)2 (s) + 4 H3O+ (aq) + 2 H2O (l) →
2 [Ag(H2O)4]2+ (aq)
atau AgO (s) + 2 H3O+ (aq) → Ag2+ (aq) + 3 H2O (l)
5.9.6 Emas
Tingginya nilai potensial reduksi emas mengakibatkan logam
ini selalu terdapat di alam dalam keadaan bebas. Untuk keperluan
ekstraksi emas dari bijihnya, digunakan senyawa sianida sama seperti
yang dilakukan pada ekstraksi logam perak. Emas membentuk berbagai
senyawa kompleks, tetapi hanya sedikit senyawa anorganik sederhana
yang dikenal. Salah satu senyawa emas yang stabil dengan tingkat
oksidasi +1 adalah Au2O. Seperti halnya tembaga, tingkat oksidasi +1
pada emas hanya stabil dalam senyawa padatan, karena semua larutan
garam emas(I) mengalami disproporsionasi menjadi logam emas dan
Logam Golongan d
313
ion emas(III) menurut persamaan reaksi:
3 Au+ (aq) → 2 Au (s) + Au3+ (aq)
Salah satu senyawa emas yang paling umum dikenal adalah emas(III)
klorida, AuCl3, yang dapat dibuat dengan mereaksikan kedua unsur
secara langsung menurut persamaan reaksi:
2 Au (s) + 3 Cl2 (g) → 2 AuCl3 (s)
Senyawa ini dapat larut dalam asam hidroklorida pekat menghasilkan
ion tetrakloroaurat(III), [AuCl4]-, yaitu suatu ion yang merupakan salah
satu komponen dalam suatu campuran spesies emas yang disebut
“emas cair”, yang akan mengendapkan suatu film logam emas jika
dipanaskan. 5.9.7 Soal-Soal Latihan Cu-Ag-Au
1. Ion tembaga(II) dalam air berwarna biru. a. Jika ditambahkan larutan amonia , apa yang terjadi. Jelaskan !
b. Jika ditambahkan basa kuat sebagai ganti amonia apa yang
terjadi. Jelaskan !
2. Walaupun sesungguhnya tembaga bukanlah logam yang reaktif,
kenyataannya tembaga dapat bereaksi dengan asam hidroklorida
pekat mendidih. ���������
Jelaskan !�
3. a. Jelaskan kecenderungan kelarutan garam halida perak, AgF,
AgCl, AgBr, ��������������������
dan AgI dalam air. c. Jelaskan kecenderungan kelarutan AgCl, AgBr, dan AgI dalam
amonia
b. Jelaskan mengapa senyawaan perak harus disimpan dalam
botol yang berwarna gelap
314
Kimia Anorganik Logam
Catatan:
Extract (v) = ekstrak, jadi untuk kalimat pasif saya lebih suka memakai kata
diekstrak bukan diekstraksi
Extraction (n) = ekstraksi
(bagaimana jika pendesakan tunggal diganti dengan pertukaran?)
pendesakan = penggantian (replacement), berbeda dengan pertukaran
(exchange)
AB + CD ��
→� AD + CB adalah reaksi pertukaran
Tetapi AB + C ��
→� CB + A adalah reaksi pendesakan
Pada Tabel 5.9.3, usulan kata “dalam golongannya” dalam kolom 2 dan 3
menurut saya tidak diperlukan karena judul kolomnya sudah menunjukkan
golongan. Kalimat : Walaupun ………. , namun ….. bersifat pengulangan pernyataan
penyangkalan; pemakaian kata namun tidak diperlukan karena pada
awalnya sudah mencantumkan walaupun atau sebaliknya tidak perlu
pakai walaupun.
5.10 GOLONGAN 12
ZINK, KADMIUM, DAN RAKSA
5.10.1 Kecenderungan Golongan 12
Logam-logam golongan 12 terdiri atas zink, Zn, kadmium, Cd, dan
merkuri atau raksa, Hg. Logam-logam golongan ini dan logam-logam
golongan 2 (alkali tanah) mempunyai konfigurasi elektronik terluar
yang sama yaitu elektron valensi ns2. Perbedaan antara kedua golongan
ini adalah bahwa untuk periode yang sama, logam-logam golongan 12
mengandung elektron penuh (n-1)d10, tetapi logam-logam golongan
2 sama sekali tidak mengandung elektron (n-1)d0. Oleh karena itu
dalam beberapa hal, logam-logam golongan 12 mempunyai kemiripan
sifat kimiawi dengan logam-logam golongan 2, dan dengan demikian
sering dipertimbangkan sebagai golongan unsur-unsur utama atau
representatif. Konsisten dengan pandangan ini adalah, bahwa hampir
Logam Golongan d
315
semua senyawanya tidak berwarna (atau putih) kecuali jika anionnya
berwarna. Zink dan kadmium sangat mirip sifat kimiawinya, dan
mempunyai tingkat oksidasi +2 dalam semua senyawa sederhananya. Raksa mempunyai tingkat oksidasi +1 dan +2, namun ion Hg+ tidak
dijumpai melainkan Hg22+. Data sifat-sifat fisik golongan ini dapat
diperiksa pada Tabel 5.10.1.
Kelompok
��������������������������������������������������������
logam ini secara dangkal sering nampak seperti
termasuk dalam kelompok logam-logam transisi, tetapi kenyataannya
sifat fisik logam-logam ini menunjukkan perbedaan-perbedaan yang
mencolok dengan logam-logam transisi. Sebagai contoh, titik leleh
zink dan kadmium masing-masing adalah 419 oC dan 321 oC, jauh
lebih rendah daripada titik leleh logam-logam transisi yang mendekati
1000 oC. Raksa pada temperatur kamar berupa cairan, dan ini dapat
dijelaskan secara memuaskan dengan efek elektron relativistik, yaitu
bahwa kontraksi atau kontraksi/penyusutan orbital-orbital atomik
terluar mengakibatkan unsur-unsur berperilaku lebih mirip “cairan mulia”
(noble liquid). Kemiripan logam-logam golongan ini dengan logamlogam transisi hanyalah terletak pada pembentukan senyawa-senyawa
kompleksnya, khususnya dengan ligan amonia, ion sianida, dan ion
halida. Zink dan cadmium, lebih-lebih raksa, cenderung membentuk
senyawa kovalen daripada ionik. Tabel 5.10.1 Beberapa sifat-sifat unsur golongan 12
Karakteristika
Konfigurasi elektronik
Densitas / g cm-3
o
Titik leleh / C
Titik didih / oC
Jari-jari atomik / pm
(Bilangan Koordinasi : 12)
316
30Zn
[18Ar]
3d10 4s2
48Cd
[36Kr]
4d10 5s2
80Hg
[54Xe]
4f 14 5d10 6s2
7,14
8,65
13,534 (l)
419,5
320,8
- 38,9
907
765
357
134
151
151
Kimia Anorganik Logam
Jari-jari ionik, M2+ / pm
-1
Energi ionisasi / kJ mol : I
: II
Elektronegativitas
Potensial reduksi standar / V
(M2+ + 2 e → M)
74
95
102
119 (M+)
906,1
1733
876,5
1631
1007
1809
1,6
1,7
1,9
- 0, 7619
- 0,4030
+ 0,8545
5.10.2 Zink
Sifat-sifat kimiawi
Logam zink dan kadmium bersifat lunak, dan sangat reaktif,
misalnya bereaksi dengan asam encer menghasilkan ion dipositif
menurut persamaan reaksi berikut:
Zn
�� (s) + 2 H3O+ (aq) → Zn2+ (aq) + H2 (g) + 2 H2O (l)
Logam ini juga terbakar jika dipanaskan secara perlahan dalam gas
klorin menghasilkan ZnCl2 :
Zn (s) + Cl2 (g) →
ZnCl2 (s)
Ekstraksi zink
Sumber utama logam zink adalah bijih zink blende, ZnS, namun
ekstraksi logam ini tidak sederhana. Tahap pertama dalam ekstraksi ini
adalah pemanggangan bijih zink sulfida di udara pada suhu ~ 800 oC
untuk mengubah bijih menjadi oksidanya menurut persamaan reaksi:
∆
2 ZnS (s) + 3 O2 (g) 
→ 2 ZnO (s) + 2 SO2 (g)
Tahap berikutnya adalah mereduksi oksida ini dengan kokas berlebihan
pada suhu ~ 1400 oC untuk memperoleh logamnya menurut persamaan
reaksi:
∆
ZnO (s) + C (s) 
→ Zn (g) + CO (g)
Logam Golongan d
317
Tujuan penggunaan kokas berlebihan adalah untuk mencegah terjadinya
reoksidasi zink menjadi oksidanya oleh gas CO2 yang terbentuk pada
proses reduksi tersebut melainkan justru mereduksi gas CO2 menjadi
gas CO menurut persamaan reaksi:
∆
CO2 (g) + C (s 
→ 2 CO (g)
Selain itu, gas zink yang terbentuk sangat panas dan didinginkan secara
tiba-tiba dengan menyemprotkan timbel pada proses ini. Kedua jenis
logam ini kemudian dengan mudah dapat dipisahkan karena kedua
cairan logam ini tidak bercampur; zink dengan densitas lebih rendah,
7 g cm-3, mengapung di atas timbel yang mempunyai densitas lebih
tinggi, 11 g cm-3. Zink terutama digunakan sebagai pelapis besi untuk mencegah
terjadinya korosi. Proses pelapisan ini dikenal sebagai proses galvanisasi
dan dilakukan berdasarkan pada sifat elektrokimia proses yang
bersangkutan. Logam zink sebenarnya tidak begitu reaktif. Hal ini
disebabkan oleh pembentukan lapisan pelindung pada permukaan
logamnya, pada awalnya sebagai oksidanya, tetapi kemudian oksida ini
bereaksi lebih lanjut dengan uap air dan gas karbon dioksida dari udara
membentuk karbonat basa, Zn2(OH)2CO3. Pelapisan ini mempunyai
keuntungan yaitu bahwa logam zink akan teroksidasi lebih dulu bahkan
sekalipun lapisan zink telah terkoyak, sehingga besinya nampak ke luar. Hal ini sebagai konsekuensi dari nilai potensial reduksi zink yang lebih
negatif daripada besi, sehingga zink bertindak sebagai anode yang
terkorbankan menurut persamaan reaksi:
Anode : Zn (s) → Zn2+ (aq) + 2 e Eo = + 0,76 V
Katode : Fe2+ (aq) + 2 e →
Fe (s) Eo = - 0,44 V
Garam zink
Sebagian besar garam zink larut dalam air, dan larutan
ini mengandung ion kompleks tak berwarna heksaakuazink(II),
[Zn(H2O)6]2+. Padatan garamnya umumnya terhidrat, misalnya
318
Kimia Anorganik Logam
heksahidrat untuk zink nitrat, heptahidrat untuk zink sulfat, dan ini
mirip dengan magnesium dan kobalt(II). Struktur zink sulfat heptahidrat
adalah [Zn(H2O)6]2+[SO4.H2O]2-. Larutan garam zink bersifat asam karena terjadi hidrolisis bertahap
seperti halnya garam aluminium menurut persamaan reaksi:
[Zn(H2O)6]2+ (aq) [Zn(H2O)3(OH)]+ (aq) + H3O+ (aq) + H2O (l)
Penambahan basa menyebabkan terjadinya endapan putih gelatin zink
hidroksida:
[Zn(H2O)3(OH)]+ (aq) + OH- (aq) → Zn(OH)2(s) + 3 H2O (l)
Tetapi, endapan ini larut kembali dalam basa berlebihan oleh karena sifat
amfoterik dengan membentuk ion kompleks tetrahidroksozinkat(II):
Zn(OH)2(s) + 2 OH- (aq) → [Zn(OH)4]2- (aq)
Endapan zink hidroksida juga larut dalam amonia membentuk ion
kompleks tetraaminzink(II), [Zn(NH3)4]2+, menurut persamaan reaksi:
Zn(OH)2(s) + 4 NH3 (aq) → [Zn(NH3)4]2+ (aq) + 2 OH- (aq)
Zink klorida merupakan salah satu senyawa zink yang paling banyak
digunakan. Senyawa ini dapat diperoleh sebagai dihidrat, ZnCl2.2H2O,
dan sebagai batangan-batangan zink klorida anhidrat. Zink klorida
anhidrat sangat mudah larut baik dalam air maupun dalam pelarutpelarut organik seperti alkohol dan aseton, dan sifat ini menunjukkan
adanya karakter kovalen dalam ikatannya. Zink klorida dapat digunakan
sebagai fluks dalam pengelasan, dan sebagai bahan pengawet kayu
gelondongan. Kedua manfaat ini berkaitan dengan sifat senyawa ini
sebagai asam Lewis. Dalam pengelasan, film oksida pada permukaan
logam yang akan disambung harus dihilangkan terlebih dahulu, jika tidak
bahan solder tidak akan melekat (tidak menyambung). Pada temperatur
di atas ~ 275 oC, zink klorida meleleh dan menghilangkan film oksida
dengan pembentukan senyawa kompleks melalui ikatan kovalen
dengan ion oksigen. Solder kemudian dapat melekat atau menempel
pada permukaan logam yang telah bersih. Apabila hal ini diperlakukan
Logam Golongan d
319
pada gelondongan kayu, maka zink klorida membentuk ikatan kovalen
dengan atom-atom oksigen dari molekul-molekul selulose. Akibatnya,
kayu terlapisi dengan lapisan zink klorida sebagai senyawa yang beracun
terhadap kehidupan organisme. Zink oksida
Zink oksida dapat diperoleh dari pembakaran logam zink di udara
atau dekomposisi termal dari zink karbonat menurut persamaan reaksi:
2 Zn (s) + O2 (g) → ZnO (s)
∆
ZnCO3 (s) 
→ZnO (s) + CO2 (g)
Zink
��������������������������������������������������������������
oksida berupa padatan putih dan mempunyai struktur intan
dengan jaringan ikatan kovalen. Dalam kristalnya, setiap atom zink
dikelilingi oleh empat atom oksigen dalam geometri tetrahedron, dan
demikian juga setiap atom oksigen dikelilingi oleh empat atom zink
dalam geometri tetrahedron. Tidak seperti oksida logam putih yang
lain, zink oksida menunjukkan perubahan warna menjadi kuning pada
pemanasan dan kembali menjadi putih pada pendinginan. Perubahan
warna seperti ini yang terjadi oleh karena perbedaan temperatur, dikenal
sebagai sifat termokromik. Perubahan warna zink oksida tersebut karena
pada pemanasan beberapa atom oksigen hilang dari kisi kristalnya
sehingga meninggalkan kisi kristal dalam keadaan kelebihan muatan
negatif dan ini menghasilkan warna yang berbeda; kelebihan muatan
negatif (elektron) dapat di pindahkan via kisi kristal dengan perbedaan
potensial. Jadi, oksida zink ini bersifat sebagai semi konduktor. Pada
pendinginan, atom-tom oksigen yang keluar dari kisi kristal pada
pemanasan tersebut kembali lagi ke posisi semula sehingga diperoleh
warna semula. Zink oksida merupakan senyawa zink yang paling penting. Senyawa ini digunakan sebagai pigmen putih, sebagai filter dalam karet,
dan sebagai komponen dalam berbagai glazes, enamels dan antiseptik. 320
Kimia Anorganik Logam
Kombinasi dengan kromium(III) oksida digunakan sebagai katalisator
dalam pabrik pembuatan metanol. Pengawetan buku
Sebagian besar kertas murah yang berkualitas rendah seperti
kertas koran akan menghitam dan membusuk oleh karena terjadi reaksi
yang menghasilkan asam dalam serat kertas yang bersangkutan. ������
Tentu
saja hal ini sangat merugikan khususnya untuk keperluan penyimpananarsip. Berbagai usaha untuk mendapatkan proses yang tidak merusak
kertas dan tinta telah dilakukan. Senyawa yang sangat menjanjikan
untuk keperluan tersebut adalah senyawa organometalik dietilzink,
Zn(C2H5)2, yang disintesis pertama kali oleh Edward Frankland pada
tahun 1849. Dalam proses pengawetan yang diterapkan oleh Library
of Congress, sekitar 9.000 buku ditempatkan dalam suatu ruangan, lalu
udara dipompa ke luar, dan ruangan diisi kembali dengan gas nitrogen
murni bertekanan rendah. Hal ini untuk menghilangkan oksigen karena
dietilzink sangat mudah terbakar menurut persamaan reaksi:
Zn(C2H5)2 (g) + O2 (g) → ZnO (s) + 4 CO2 (g) + 5 H2O (l)
Kemudian, uap dietilzink dipompakan ke dalam ruangan, meresap
ke dalam halaman-halaman buku, dan terjadilah reaksi dengan ion
hidronium (asam) menghasilkan ion zink dan gas etana menurut
persamaan reaksi:
Zn(C
����2H5)2 (g) + 2 H3O+ (aq) → Zn2+ (aq) + 2 C2H6 (g) + 2 H2O (l)
Senyawa dietilzink juga bereaksi dengan uap air pada buku membentuk
zink oksida menurut persamaan reaksi:
Zn(C2H5)2 (g) + H2O (l) → ZnO (s) + 2 C2H6 (g)
Zink oksida lebih bersifat basa sehingga mampu berfungsi menjaga
kemungkinan terjadinya asam lagi pada proses pembusukan lebih
lanjut. Logam Golongan d
321
Kelebihan dietilzink dan gas etana yang dihasilkan dalam ruangan
dipompa kembali ke luar, dan ruangan dicuci dengan aliran gas nitrogen
dan udara, setelah itu buku-buku baru dapat dipindahkan. Prosedur ini
relatif lambat, memerlukan waktu 3-5 hari. Komparasi zink dan magnesium
Banyak kesamaan sifat-sifat fisika dan kimia unsur-unsur golongan
2 dengan unsur-unsur golongan 12, terutama berkaitan dengan
kemiripan karakter konfigurasi elektronik, ns2 untuk golongan 2 dan (n1)d10 ns2 untuk golongan 12. �����������������������������
Kedua golongan ini membentuk kation
dipositif dengan kehilangan elektron ns2. Tabel 5.10.2 mengungkap
perbandingan sifat fisika dan kimia zink dengan magnesium. Dalam
�����������������������������������������������������������
beberapa hal logam zink juga mirip dengan aluminium,
misalnya kationnya bersifat asam Lewis kuat dan terhidrolisis dalam air
menghasilkan larutan asam (seperti telah dibicarakan terdahulu), dan
logamnya bersifat amfoterik:
Zn
�� (s) + 2 H3O+ (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(H2O)4]2+ (aq) + H2 (g)
Zn (s) + 2 OH- (aq) + 2 H2O (l) → [Zn(OH)4]2- (aq) + H2 (g)
Tabel 5.10.2 Komparasi sifat-sifat fisika dan kimia zink dan magnesium
Karakteristika
Zink
Magnesium
Jari-jari ionik
74 pm
72 pm
Tingkat oksidasi
+2
+2
Warna ion
Ion terhidrat
Tak-berwarna
2+
[Zn(H2O)6]
Tak-berwarna
2+
[Mg(H2O)6]
Garam-garam yang larut
klorida, sulfat
klorida, sulfat
Garam sukar larut
karbonat
karbonat
Klorida
kovalen, higroskopik
kovalen, higroskopik
Hidroksida
Amfoterik
Basa
322
Kimia Anorganik Logam
5.10.3 Kadmium
Kadmium terdapat dalam mineral “greenockite” , CdS, yang relatif
jarang dan dalam jumlah yang sangat kecil, kurang dari 1 % dalam
beberapa bijih zink. Sebagian besar kadmium diperoleh dari leburan
zink dan endapan lumpur yang diperoleh dari pemurnian elektrolitik
zink. Dalam leburan bijih zink yang mengandung kadmium, kedua
logam direduksi secara bersamaan. Oleh karena kadmium lebih mudah
menguap daripada zink, keduanya dapat dipisahkan dengan distilasi
fraksional. Pemisahan juga dapat dilakukan dengan pengendapan
elektrolitik selektif; kadmium dapat diendapkan pada voltase yang lebih
rendah, karena kurang aktif dibandingkan dengan zink. Sebagian besar produksi kadmium dipakai untuk pelapisan
(electroplating) seperti pada besi dan baja untuk mencegah terjadinya
korosi. Untuk keperluan ini dipakai elektrolit larutan tetrasianokadmat(II),
[Cd(CN)4]2-, yang dapat dibuat dari reaksi kadmium sianida dengan
natrium sianida. Pada katode ion kadmium tereduksi menjadi
logamnya yang menempel dan melapisi katode (besi / baja). Pelapisan
dengan kadmium tidak hanya lebih tahan terhadap korosi, tetapi juga
lebih mudah dipatri dan kelihatan lebih menarik daripada pelapisan
dengan zink. Kadmium juga banyak dipakai untuk logam paduan yang
memberikan sifat antiretak. Batangan kadmium juga dapat dipakai untuk
absorbsi neutron, dan dengan demikian mengendalikan terjadinya
reaksi berantai. Kadmium oksida berwarna coklat jika dihasilkan dari pembakaran
kadmium di udara. Alkali hidroksida bereaksi dengan garam kadmium
menghasilkan endapan putih Cd(OH)2 yang larut dalam amonia dengan
membentuk ion kompleks tetraaminkadmium(II), [Cd(NH3)4]2+.
Penambahan ion klorida berlebihan pada kadmium klorida, CdCl2, akan
membentuk ion kompleks tetraklorokadmat(II), [CdCl4]2-. Kedua ion
kompleks ini, seperti halnya ion zink, mengadopsi geometri tetrahedron. Kadmium karbonat, fosfat, sianida, dan ferosianida, semuanya tidak
larut dalam air. Semua senyawa kadmium larut dalam larutan kalium
Logam Golongan d
323
iodida berlebihan oleh karena terbentuk ion kompleks yang larut,
tetraiodokadmat(II), [CdI4]2-. Senyawa paling penting dalam perdagangan saat ini adalah
kadmium sulfida, CdS. Zink sulfida tak berwarna, tetapi kadmium sulfida
berwarna kuning legam, oleh karena itu dapat dipakai sebagai pewarna. Kadmium sulfida dapat dibuat dari reaksi kationnya dengan ion sulfida
sebagai berikut:
Cd2+ (aq) + S2- (aq) → CdS (s)
5.10.4 Raksa
Raksa merupakan logam dengan ikatan metalik terlemah di antara
semua logam, dan satu-satunya logam berfase cair pada temperatur
kamar. Lemahnya ikatan metalik mengakibatkan tingginya tekanan uap
pada temperatur kamar, dan ini sangat berbahaya karena raksa adalah
racun dan jika terhisap oleh makhluk hidup dapat mengakibatkan
kematian. Raksa banyak digunakan dalam termometer, barometer,
panel pengganti listrik, dan lampu pijar raksa. Larutan logam dalam raksa disebut amalgam. Sebagai contoh,
natrium amalgam dan zink amalgam digunakan sebagai bahan
pereduksi di laboratorium. Dental amalgam yang mengandung
campuran raksa, perak, timah, dan tembaga digunakan untuk pengisi
gigi yang berlubang. Pemakaian campuran bahan ini cukup beralasan
dengan berbagai pertimbangan bahwa campuran bahan ini bersifat
sedikit mengembang pada saat pembentukan amalgam sehingga
mampu mengkait secara kuat pada permukaan lubang gigi. Dental
amalgam ini tidak mudah pecah oleh benturan-benturan atau tekanan
antar gigi, dan mempunyai koefisien ekspansi termal rendah sehingga
tidak mudah pecah jika terjadi kontak dengan makanan yang panas. Raksa digunakan terbanyak dalam bidang pertanian dan hortikultura,
misalnya, sebagai senyawa organoraksa digunakan untuk fungisida dan
pengawet kayu. 324
Kimia Anorganik Logam
Ekstraksi raksa
Satu-satunya bijih raksa adalah mineral sinabar, raksa(II) sulfida
- HgS. Kira-kira 75 % logam ini di dunia terdapat sebagai endapan di
Spanyol dan Italia. Banyak bijih raksa mengandung kurang dari 1 % HgS,
sehingga menyebabkan mahalnya logam ini. Raksa secara sederhana
dapat diekstrak dengan pemanasan bijih raksa(II) sulfida di udara. Logam raksa menguap dan terkondensasi sebagai cairan:
∆
HgS (s) + O2(g) 
→ Hg (l) + SO2 (g)
Senyawa-senyawa raksa(II)
Sesungguhnya, semua senyawa raksa(II) mempunyai sifat ikatan
kovalen. Raksa(II) nitrat merupakan salah satu dari beberapa senyawa
raksa yang larut dalam air, dan diduga mengandung ion Hg2+. Raksa(II)
klorida dapat terbentuk dengan mereaksikan kedua unsur-unsurnya
secara langsung menurut persamaan reaksi:
Hg (l) + Cl2 (g) →
HgCl2 (s)
Senyawa ini larut dalam air hangat, tetapi bersifat bukan penghantar
listrik dan sifat ini menunjukkan bahwa dalam larutannya spesies ini
berada sebagai molekul HgCl2, bukan sebagai ion-ionnya. Kelarutan
raksa(II) klorida bertambah dengan penambahan ion klorida berlebihan
oleh karena terbentuk ion kompleks tetrakloromerkurat(II), [HgCl4]2-. Raksa(II) klorida mudah tereduksi oleh timah(II) klorida menjadi
endapan putih raksa(I) klorida, dan kemudian tereduksi lebih lanjut
menjadi logam raksa hitam, dan ini merupakan uji konfirmasi untuk ion
raksa(II) menurut persamaan reaksi:
HgCl2 (aq) + SnCl2 (aq) →
Hg2Cl2 (s) + SnCl4 (aq)
Hg2Cl2 (s) + SnCl2 (aq) →
2 Hg (l)+ SnCl4 (aq)
Ion iodida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya sebagai
endapan merah oranye HgI2, dan endapan ini larut dalam iodida
Logam Golongan d
325
berlebihan karena membentuk ion kompleks tetraiodomerkurat(II),
[HgI4]2-.
Raksa(II) oksida berwarna merah yang dapat terbentuk ketika
logam raksa dipanaskan di udara pada suhu ~ 350 oC dalam waktu yang
cukup lama:
∆
2 Hg (l) + O2 (g) 
→2 HgO (s)
Raksa(II) oksida tidak stabil terhadap panas, dan terurai kembali
menjadi logam raksa dan oksigen pada pemanasan yang lebih kuat. Reaksi dekomposisi ini cukup menarik untuk kegiatan demonstrasi,
sebab warna serbuk merah raksa(II) oksida pada pemanasan menjadi
hilang dan terbentuk butiran-butiran logam raksa dengan warna
keperakan. Namun, tentu saja demonstrasi ini cukup berbahaya dalam
hubungannya dengan kesehatan. Eksperimen inilah yang dilakukan
oleh Joseph Priestly untuk mendapatkan gas dioksigen murni:
∆
2 HgO (s) 
→ 2 Hg (l)+ O2 (g)
Hidrogen sulfida mengendapkan ion raksa(II) dari larutannya
sebagai endapan hitam, HgS. Endapan yang terbentuk dari interaksi
HgCl2 dengan gas H2S, pada mulanya putih (HgCl2.3HgS), kemudian
kuning dan akhirnya hitam. Pada pemanasan, HgS berubah menjadi
merah terang karena terbentuknya isomer HgS hitam. HgS larut dalam
larutan natrium sulfida dalam suasana basa berlebihan oleh karena
pembentukan ion kompleks tiomerkurat(II), [HgS2]2-. Senyawa raksa(I)
Hal yang menarik bagi kimia raksa adalah kemampuannya
membentuk ion [Hg-Hg]2+ dengan kedua atom raksa terikat oleh satu
ikatan kovalen tunggal, dan dalam kenyataannya tidak dikenal adanya
senyawa sederhana ionik raksa(I). Senyawa raksa(I) klorida, Hg2Cl2, dan
raksa(I) nitrat, Hg2(NO3)2, telah dikenal, tetapi sulfidanya belum pernah
berhasil disintesis. Hal ini dapat dipahami melalui sifat keseimbangan
disproporsionasi sebagai berikut:
326
Kimia Anorganik Logam
Hg22+ (aq) Hg (l) + Hg2+ (aq)
Nilai tetapan keseimbangan, Kdis, sistem keseimbangan tersebut
adalah ~ 6 x 10-3 pada 25 oC. Rendahnya nilai tetapan ini menunjukkan
bahwa dalam kondisi normal kecenderungan ion raksa(I) untuk
terdisproporsionasi sangat kecil. Tetapi, anion sulfida, S2-, dengan
raksa(II) membentuk senyawa HgS yang sangat sukar larut, sehingga
pembentukan endapan HgS (Ksp ~ 4 x 10-53) mendorong keseimbangan
tersebut ke arah kanan. Akibatnya reaksi total raksa(I) dengan ion sulfida
tidak akan menghasilkan raksa(I) sulfida melainkan raksa(II) sulfida :
Hg22+ (aq) + S2- (aq) →
Hg (l) + HgS (s)
5.10.5 Baterai
Penggunaan yang paling umum logam golongan 12 adalah untuk
baterai dalam berbagai tipe sel. Sayangnya, sebagian besar bahanbahan baterai cukup beracun sehingga menimbulkan problem dalam
membuang bahan-bahan bekasnya. Baterai alkalin adalah yang paling
populer untuk kebutuhan baterai rumah tangga. Baterai ini terdiri atas
pembungkus zink sebagai anode, batang katode di bagian tengah yang
terbuat dari campuran grafit dan mangan(IV) oksida yang dikompres,
dan larutan kalium hidroksida sebagai elektrolitnya. ����������������
Reaksi sel yang
terjadi pada proses pemakain arus listrik adalah:
Zn
�� (s) + 2 OH- (aq) → Zn(OH)2 (s) + 2 e
2 MnO2 (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 MnO(OH) (s) + 2 OH- (aq)
Persamaan reaksi tersebut menunjukkan bahwa 2 mol ion hidroksida
dibutuhkan dalam reaksi anode dan 2 mol ion hidroksida dihasilkan
kembali dalam reaksi katode. Dengan demikian, konsentrasi elektrolit
relatif tetap dan konsekuensinya potensial sel baterai juga relatif tetap
dengan masa hidup yang tentu saja lebih panjang daripada sel kering. Baterai raksa dengan zink sebagai anode telah dibicarakan pada Bab 3
Reaksi Kimia (Kimia Anorganik Nonlogam). Logam Golongan d
327
Baterai NiCad adalah baterai kering yang rechargeable, artinya
dapat dimuati atau diisi kembali jika habis. Baterai ini terdiri atas
kadmium sebagai anode, nikel(III) oksida hidroksida sebagai katode dan
elektrolit ion hidroksida. Pada proses pemakaian atau pengosongan
terjadi reaksi sebagai berikut:
Anode : Cd (s) + 2 OH- (aq) → Cd(OH)2 (s) + 2 e
Katode : 2 NiO(OH) (s) + 2 H2O (l) + 2 e → 2 Ni(OH)2 (s) + 2 OH- (aq)
Pada proses pengisian kembali terjadi reaksi sebaliknya. Perlu dicatat
bahwa nikel(III) hanya stabil dalam basa dan padatan-padatan tak
larut kedua nikel-hidroksida; ini berarti bahwa kation tidak mengalami
migrasi yang terlalu jauh dari permukaan logam, sehingga untuk
keperluan pengisian kembali reaksi sebaliknya dapat berlangsung di
tempat yang sama. Pemakaiannya pada komputer portabel (Note Book)
dengan charging memory memerlukan perhatian khusus. Fenomena
yang tak umum ini berarti bahwa jika baterai NiCad dikosongkan hanya
sebagian atau tidak tuntas dan kemudian diisi kembali, maka baterai
ini hanya akan mengingat hingga tingkatan semula ketika dikosongkan
tidak tuntas. Akibatnya, baterai ini pada pemakaian atau pengosongan
akan berhenti pada tingkatan tersebut. Jadi, sangat penting untuk
mengosongkan bateri ini hingga tuntas sebelum diisi kembali. 5.10.6 Soal-Soal Logam Golongan 12
1. Tulis persamaan reaksi:
(a) logam zink + bromin cair
(b) padatan zink karbonat dipanaskan
(c) larutan ion zink(II) + larutan amonia
(d) padatan zink karbonat dipanaskan
(e) padatan raksa(II) sulfida dipanaskan di udara
(f ) larutan raksa(II) klorida + larutan timah(II) klorida
2. Jelaskan secara ringkas mengapa logam zink, kadmium, dan raksa,
tidak termasuk golongan logam-logam trnsisi, demikian juga tidak
termasuk golongan logam-logam alkali tanah (ns2).
328
Kimia Anorganik Logam
3. Bandingkan kesamaan/perbedaan sifat-sifat (a) zink dengan
magnesium, dan (b) zink dengan aluminium.
4. Raksa(II) iodida tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan
kalium iodida. Jelaskan !
5. Jelaskan susunan baterai NiCad, dan cara pengisisan kembali! 6. Jelaskan salah satu proses pengawetan buku dengan bahan
pengawet dari senyawa zink. 7. Tulis persamaan reaksi yang menunjukkan sifat amfoterik logam
zink:
(a) Zn (s) + H3O+ (aq) + H2O (l) →
(b) Zn (s) + OH- (aq) + H2O (l) → 8. Tulis persamaan reaksi untuk sifat-sifat senyawa raksa berikut:
(a) HgCl2 (aq) + SnCl2 (aq) →
(b) Hg2Cl2 (s) + SnCl2 (aq) →
(c) HgI2 (s)
+ KI (aq)
→
9. Jelaskan mengapa reaksi antara ion raksa(I), Hg22+, dengan ion
sulfida, S2-, membentuk endapan raksa(II) sulfida. ----- 0 -----
Logam Golongan d
329
DAFTAR PUSTAKA
Barnard, A.K.(1965). Theoretical Basis of Inorganic Chemistry. New York:
McGraw-Hill Publishing Company
Chang, R. (1991). Chemistry, Forth Edition. New York: McGraw-Hill, INC.
Cotton, F.A., and Wilkinson, G.(1972). Advanced Inorganic Chemistry, Third
Edition. New York: Interscience Publishers
Cotton, F.A., and Wilkinson, G. (1976) Basic Inorganic Chemistry. New York:
John Wiley & Sons, INC.
Day, JR, M.C., and Selbin, J.(1969). Theoretical Inorganic Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Dorain, P.B. (1965) Symmetry in Inorganic Chemistry. London: AddisonWesley Publishing Company, INC.
Douglas, B.E., and McDaniel, D.H. (1965). Concepts and Models of Inorganic
Chemistry.London: Blaisdell Publishing Company.
Greenwood, N. N., and Earnshaw, A. (1989). Chemistry of The Elements.
Oxford: Pergamon Press.
Hamm, D. I. (1969) Fundamental Concepts of Chemistry. New York:
Meredith Corporation,
GLOSARIUM
Bilangan koordinasi: adalah bilangan yang menyatakan banyaknya bola
atom atau ion pengeliling yang menyentuh atom atau ion lain
sebagai atom pusatnya. Derajad ikatan (bond order): adalah bilangan yang harganya setengah
dari selisih elektron-elektron yang menempati orbital ikat
dengan yang menempati orbital antiikat untuk dua atom yang
berikatan, yang melukiskan tingkat kekuatan relatif ikatan yang
bersangkutan. Diamagnetik: adalah sifat interaksi menolak dari medan terinduksi orbitalorbital penuh elektron suatu spesies terhadap medan magnetik
dari luar. Oleh karena itu spesies paramagnetik mempunyai nilai
negatif pada suseptibilitas magnetiknya (χ).
Elektron antiikat (elektron anti bonding): adalah elektron-elektron yang
menjadi milik bersama antara dua atom yang mengadakan
ikatan, tetapi berada dalam orbital molekular antiikat sehingga
memperlemah terjadinya ikatan antara atom-atom yang
bersangkutan.
Elektron ikat (elektron bonding): adalah elektron-elektron yang menjadi
milik bersama antara dua atom yang mengadakan ikatan dan
berada dalam orbital molekular ikat sehingga memperkukuh
terjadinya ikatan antara atom-atom yang bersangkutan.
Elektron inti (core electron): Elektron-elektron yang menempati energi
dibawah pita valensi.
Elektron nonikat (elektron nonbonding): adalah elektron-elektron yang
tidak terlibat dalam pembentukan ikatan, jadi hanya dipengaruhi
oleh salah satu atom pemiliknya saja.
Energi kisi: adalah energi yang dibebaskan apabila ion-ion dalam
keadaan gas bergabung untuk menghasilkan satu mole senyawa
ionik kristalin.
Hibridisasi: adalah perubahan yang melukiskan terjadinya peleburan 2-3
macam orbital yang energi awalnya masing-masing tidak setingkat
menjadi 2-3 orbital gabungan baru yang disebut sebagai orbital
hibrida dengan energi yang setingkat. Misalnya, satu orbital s dan
tiga orbital p dapat membentuk empat orbital hibrida sp3; satu
orbital s, tiga orbital p, dan satu orbital d, dapat membentuk lima
orbital hibrida sp3d; dalam hal ini numerik superskript menyatakan
banyaknya orbital yang terlibat.
Ikatan �����������������������������������������������������������
: adalah model tumpang-tindih dengan sumbu ikat internuklir
terletak pada rapatan elektron ikat. Ikatan ����������������
�������������
adalah model
tumpang-tindih dengan sumbu ikat internuklir terletak pada satu
bidang simpul.
Insulator: adalah material yang tidak mampu menghantar aliran listrik
oleh sebab adanya celah energi yang cukup lebar antar pita energi
“isi” dengan pita energi “kosong” sehingga elektron tidak mampu
melintasinya.
Kemas rapat (closest pack): adalah model tataan atom-atom yang
dilukiskan sebagai bola dengan ukuran homogen serapat
mungkin.
334
Kimia Anorganik Logam
Ligan: adalah gugus atom netral atau ion yang mampu bertindak
sebagai basa Lewis yaitu menyediakan pasangan elektron
menyendiri untuk mengadakan ikatan koordinasi dengan atom
pusat dalam senyawa kompleks. Ligan dengan dengan 1, 2, 3, 4, 5,
6 atom donor, masing-masing disebut sebagai ligan monodentat,
didentat, tridentat, tetradentat, pentadentat, heksadentat.
Momen magnetik, µs: adalah ukuran sifat magnetik suatu spesies yang
dinyatakan dengan satuan Bohr Magneton, BM; momen magnetik
spin only = µs ,
Orbital atomik: adalah ruang sekitar atom yang melukiskan peluang
mendapatkan elektron yang mungkin ada bagi atom yang
bersangkutan.
Orbital molekular: adalah gabungan orbital atomik dari dua atom atau
ion membentuk orbital baru bersama tempat elektron-elektron
dipengaruhi bersama kedua atom yang bersangkutan. Paramagnetik: adalah sifat momen magnetik permanen yang dimiliki
oleh suatu spesies yang ditimbulkan oleh momentum sudut
spin dan momentum sudut orbital elektron nirpasangan. Oleh
karena itu spesies paramagnetik mempunyai nilai positif pada
suseptibilitas magnetiknya (���
χ��).
Pasangan elektron mandiri (lone pair of electron): adalah pasangan
elektron yang terlokalisasi pada satu atom (pemilik) saja; berbeda
dari pasangan elektron ikatan yang terlokalisasi antara dua atom
(atau lebih) sebagai pemilik bersama.
Pita energi: adalah energi orbital-orbital molekular yang sangat
berdekatan satu dengan lainnya sedemikian sehingga tidak ada
lagi celah melainkan berupa “pita” berkelanjutan.
Pita konduksi: Pita energi tertinggi setelah pita valensi tempat elektron
dapat menjelajah secara bebas sebagai penghantar listrik.
Elektron-elektron pada pita ini disebut elektron konduksi.
Glosarium
335
Pita valensi: adalah pita energi tertinggi yang penuh berisi elektron.
Rapatan muatan (ρ): adalah muatan ion (jumlah unit muatan dikalikan
dengan muatan proton dalam satuan coulomb, C) dibagi satuan
volume.
Semikonduktor: adalah suatu padatan, bahan kristalin dengan
konduktivitas listrik intermediat antara metal dan insulator. Senyawa kompleks: senyawa yang terdiri atas atom pusat dan ligan
sebagai gugus pengeliling dengan atau tanpa ion penetral. Atom
pusat ini sering merupakan kelompok transisi. Ikatan antara atom
pusat dengan ligan adalah ikatan koordinasi dengan atom donor
dari ligan yang bersangkutan; oleh karena itu sering disebut
sebagai senyawa koordinasi, dan ini mencakuo kelompok nontransisi sebagi atom pusat.
Suseptibilitas magnetik (�������������������������������������������
χ������������������������������������������
): adalah sifat kerentanan magnetik suatu
spesies terhadap pengaruh medan magnetik dari luar; penentuan
dengan mengukur perbedaan massa spesies ini jika ditimbang
dengan dan tanpa medan magnetik menghasilkan suseptibilitas
magnetik massa (�χg); suseptibilitas magnetik molar, �χM = �χg dikalikan
massa rumus spesies (Mr).
Unit sel atau satuan sel: adalah tataan (bola-bola) atom paling sederhana
yang apabila pada pengulangan diperoleh seluruh bangun
kristal.
Unsur-unsur transisi: secara umum diartikan sebagai kelompok unsur
yang pengisian konfigurasi elektronnya menurut diagram aufbau
terjadi pada orbital d dan f. ������������������
Kelompok transisi d terdiri atas tiga
seri yaitu 3d, 4d, dan 5d. Kelompok f yang sering juga disebut
sebagai logam tanah jarang atau kelompok transisi dalam
(inner transisition) terdiri atas 2 seri yaitu 4f (lantanoida) dan 5f
(aktinoida).
----- 0 -----
336
Kimia Anorganik Logam
LAMPIRAN
GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM SENYAWA PADATAN
Tujuan Kegiatan
Tujuan utama kegiatan ini adalah mempelajari geometri kemas rapat
untuk memperoleh gambaran struktur geometri khususnya senyawa
padatan ionik. Pendahuluan
Padatan suatu senyawa ionik dapat dipandang seperti halnya kemas
rapat atom-atom logam. Tataan atom-atom, molekul-molekul, atau ionion dalam pola yang teratur dan berulang disebut suatu kisi ruang. Sifat
tataan ini ditentukan oleh tiga faktor utama:
(1) bentuk dan ukuran relatif atom, molekul atau ion
(2) sifat arah dan kekuatan relatif ikatan kimia, dan
(3) energi termal sistem. Dua tipe model yang diterapkan yaitu (1) model pengisian rongga
dengan bola-bola yang mewakili atom atau ion dikemas mendekat
satu sama lain, dan (2) model ekspansi “bola dan tangkai” (ball and stick)
dengan bola-bola (atom atau ion) ditahan secara terpisah oleh tangkai
penghubung. Tangkai penghubung dalam struktur kristal model ”bola
dan tangkai” sering mewakili ikatan-ikatan kovalen, misalnya dalam intan,
tetapi sering pula bukan misalnya dalam NaCl; apapun jenis ikatannya,
tangkai penghubung melukiskan “kisi kristal” yang bersangkutan. Pada kegiatan berikut ini Anda harus melakukan kegiatan pengemasan
bola-bola dan melakukan pengamatan sesuai dengan petunjuk dan
melengkapi isian di tempat kosong pada lembar kerja yang tersedia untuk
memperoleh pemahaman perihal kemas rapat zat padat. Alat dan Bahan
Untuk pelaksanaan kegiatan “praktikum” dalam pokok bahasan
geometri kemas rapat diperlukan sejumlah tertentu, kira-kira 100-150
bola ping-pong dengan ukuran sama dan paling tidak terdiri atas dua
warna, dan bola-bola lain yang lebih kecil ukurannya (misalnya bola karet,
kelereng, dan gotri) untuk setiap kelompok (2 praktikan). Peralatan yang
digunakan yaitu “electrical glue gun” (lem-pestol) untuk perekat antar bolabola. Dan untuk mengukur ukuran diameter bola dipakai “jangka sorong”. Jenis lapisan bola yang telah direkatkan satu sama lain bisa disiapkan
sebelumnya, sehingga praktikan tidak perlu merekatkannya.
338
Kimia Anorganik Logam
LEMBAR KERJA
SOAL 1
GEOMETRI KEMAS RAPAT DALAM PADATAN
Nama : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Hari / tanggal : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Efisiensi Kemasan Bola
Gunakan sejumlah bola pingpong untuk berbagai pola tataan dan
bola-bola kecil lainnya dengan berbagai ukuran untuk menyelesaikan
tugas berikut ini. (1)Atur bola-bola (a) secara sebelah menyebelah (side by side) dalam satu
bidang datar / satu lapis, dan (b) secara paling rapat satu sama lain
seperti direpresentasikan pada Gambar 1. Berapa jumlah bola secara maksimal mampu menyentuh satu bola
yang lain dalam satu lapis untuk masing-masing tataan ?
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . bola untuk (a) dan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .bola untuk (b). Dengan demikian kemasan lapis mana yang paling rapat, (a) atau kah (b) ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Oleh karena itu, suatu bangun geometri yang disusun oleh lapis-lapis
(a) bukanlah merupakan kemas rapat sedangkan bangun geometri
yang disusun oleh lapis-lapis (b) merupakan kemas rapat. Tataan lapis
(b) sering pula disebut lapis heksagon (perhatikan bidang segienam/
heksagon yang dilukiskan dengan titik-titik). Gambar 1 Model kemas lapis sebelah-menyebelah, “side by side” (a), kemas rapat lapis heksagon (b), kubus sederhana (c), dan kubus pusat badan (d)
Lampiran
339
(2)Jika model tataan (a) pertama ditumpangi oleh tataan (a) kedua, ketiga
dan seterusnya (minimal lakukan untuk tiga lapisan) sedemikian
sehingga setiap bola persis lurus di atas bola yang lain, maka diperoleh
pola kemasan lapis A, A, A. Berapa jumlah bola-bola yang menyentuh
setiap bola yang lain pada kemasan lapis A, A, A ini ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .bola. Numerik ini disebut bilangan koordinasi. (bilangan koordinasi suatu atom/bola “pusat” didefinisikan sebagai
jumlah atom/bola pengeliling yang menyentuh satu atom/bola “pusat’
tersebut). Untuk memperoleh bangun geometri model ini cukup
diwakili oleh dua lapis saja, A, A dan masing-masing lapis cukup terdiri
atas empat bola saja; bangun apa yang terjadi (lihat Gambar 1c). Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3)Jika ”rongga” antara kedua lapis A, A tersebut ditempati satu bola lagi
yang sama ukurannya hingga tepat menyentuh semua bola, maka
kedua lapis bola A - A akan mengalami ekspansi (pemekaran), dan
hasilnya berupa bangun : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Gambar 1d). Bangun
ini mempunyai bilangan koordinasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Jadi bangun mana yang lebih rapat antara Gambar 1c dan 1d ? . . . . . . . . . . . .
Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Kedua bangun hasil kemasan model lapis (a) tidak termasuk ”kemas
rapat” (closed packing) atau ”kemas terapat” (closest packing), sebab
memang kemasan ini masih dapat diubah untuk menjadi lebih rapat
lagi. Kemas rapat heksagonal dan kemas rapat kubus
Ada dua kemungkinan tataan untuk kemas rapat bola-bola
berukuran sama, yaitu (i) kemas rapat heksagonal (hexagonal closestpacking, hcp), dan (ii) kemas rapat kubus pusat muka (cubic closestpacking, ccp atau face-centred cubic closest-packing, fcp). Kedua tataan
ini menggunakan lapis heksagon (Gambar 1b) dan mewakili suatu
cara yang paling efektif untuk mengemas bola-bola agar menempati
ruangan / rongga secara maksimal terhadap ruangan yang ada. Untuk
lebih mudah sering salah satu lapis cukup diwakili oleh tiga bola saja.
340
Kimia Anorganik Logam
(4a)Untuk mengamati kemas rapat heksagonal (hcp), tempatkan pola
segitiga-tiga bola (pertama) mendatar di atas meja, kemudian
tumpangkan pola heksagon-tujuh bola di atas-nya sehingga bolabola heksagon tepat menempati ruangan / rongga antara bola-bola
segitiga, dan selanjutnya tumpangkan lagi pola segitiga-bola kedua
di atas pola heksagon sedemikian sehingga bola-bola segitiga-bola
kedua ini tepat lurus di atas bola-bola segitiga-bola pertama (Gambar
2a). Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut secara sama,
dan hasilnya disebut kemas rapat heksagonal (hcp) ; jika bola-bola
satu lapis tepat lurus di bawah / di atas bola-bola satu lapis yang
lain, ke dua lapis ini dinyatakan dengan label yang sama, misalnya
lapis A, tetapi bagi bola-bola satu lapis lain yang tidak tepat lurus
di atas / di bawahnya melainkan menempati rongga-rongga antar
bola maka lapis ini dinyatakan dengan label lain misalnya lapis B,
demikian seterusnya. Maka, sesungguhnya kemas rapat heksagonal
ini mengikuti pola tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . .,
,
,
,
,dan seterusnya.
........ ........ ........ ........
Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola “pusat” pola
geometri hcp ini ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . .bola, yang terdiri atas . . . . . . . . . . . . . . . . bola
pada lapis yang sama dan masing-masing . . . . . . . . . . . . . . . .bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi. (4b)Secara sama susunlah tumpang-atas pola hcp yang lain, dengan
menggunakan lapisan heksagon-tujuh bola sebagai lapis pertama,
lapisan segitiga tiga bola sebagai lapis kedua, dan sekali lagi
heksagon-tujuh bola sebagai lapis ketiga (Gambar 2b) ; perhatikan
apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti hcp (4a) ?��������
Jawab:
(Ya / Tidak, yaitu . . . . . . . .). Adakah perbedaan geometri antara (4a) dan
(4b) ? Jawab : (Ya / Tidak) . . . . . .
Untuk menguji kebenaran jawaban ini kerjakan kegiatan (4c)
berikut.
Lampiran
341
�
Gambar 2 Berbagai kemungkinan kemas rapat tumpang-atas
(4c) Ulangi susunan kemasan model hcp minimal tiga tumpukan lapis,
namun setiap lapis menggunakan lapis heksagon tujuh bola. Tentukan salah satu bola sebagai bola “pusat”, kemudian hitung bola
lain yang menyentuhnya (Gambar 2c). Berapa bilangan koordinasi
setiap bola ini ? (Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . ). Pegang pola kemasan hcp ini
dan terawangkan pada cahaya lampu (TL / neon pada langit-langit
atap) dengan memejamkan salah satu mata Anda; apa yang dapat
Anda perhatikan pada jalannya berkas sinar lampu tersebut ketika
mengenai kemasan hcp? Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Alternatif lain, biarkan kemasan model hcp ini (Gambar 2c) di atas
meja kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang
lidi ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa
yang dapat Anda perhatikan pada batang lidi ini terhadap ronggarongga kemasan hcp ?
Jawab : .....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
(5a)Untuk mengamati kemas rapat kubus atau kubus pusat muka (fcc),
susunlah kemasan hcp seperti pada (4a), pegang lapis segitigatiga bola teratas dan putarlah mendatar 600 (searah atau melawan
342
Kimia Anorganik Logam
arah putaran jarum jam). Bola-bola lapisan segitiga-bola teratas ini
sekarang tidak lagi tepat lurus di atas bola-bola lapisan segitiga-bola
pertama (lapis paling bawah) melainkan lurus di atas rongga-rongga
di antaranya. Pola tumpang-atas demikian ini terus berlanjut secara
sama, dan hasilnya disebut kemas rapat kubus pusat muka (fcc) ; maka
sesungguhnya kemas rapat kubus pusat muka ini mengikuti pola
tumpang atas lapis secara bergantian A, B, . . . . . . . ., . . . . . . . ., . . . . . . . ., . . . . . . . ., . . . . . . . .,
dan seterusnya. Berapa banyak bola-bola yang menyinggung bola-pusat pola
geometri ccp atau fcc ini ? Jawab : . . . . . . . . bola, yang terdiri atas . . . . . . . . bola pada lapis yang sama dan masing-masing . . . . . . . . bola pada lapis di
bawah dan di atas-nya. Numerik ini disebut bilangan koordinasi. (5b)Secara sama susunlah tumpang-atas pola fcc yang lain, namun
sekarang menggunakan tiga lapisan heksagon-tujuh bola (Gambar
2e); perhatikan apakah bilangan koordinasinya tetap sama seperti fcc sebelumnya (5a) ? Jawab : Ya / Tidak, yaitu . . . . . . . . ?. Pegang pola
kemasan fcc ini dan terawangkan pada cahaya lampu (TL) dengan
memejamkan salah satu mata Anda ; apa yang dapat Anda perhatikan
pada jalannya berkas sinar lampu ketika mengenai kemasan fcc? Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Alternatif lain, biarkan kemasan fcc ini (Gambar 2e) di atas meja
kemudian ambil batang lidi lurus dan tusuk-tusukkan batang lidi
ini dari atas ke bawah melalui rongga-rongga antar bola. Apa yang
dapat Anda perhatikan pada batang lidi terhadap rongga-rongga
kemas rapat fcc ini ?
Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
(6) Istilah kemas rapat kubus pusat muka (fcc) untuk kegiatan 5a-b tersebut sering membingungkan, karena tidak langsung menampakkan
Lampiran
343
geometri kubus pusat muka. Untuk itu perhatikan contoh geometri
kubus pusat muka yang tersedia di laboratorium sebagaimana ditampilkan Gambar 3. Bangun ini diwakili oleh empat belas bola yang terdiri atas delapan bola yang menempati ke-delapan sudut kubus dan
enam bola yang menempati ke-enam pusat bidang muka kubus. Selidikilah secara hati-hati ke-empatbelas bola ini. Berapa bola dalam
bidang yang sama menyentuh bola-pusat pada setiap muka kubus ?. Jawab : . . . . . . . . bola. Apakah setiap bidang muka kubus ini merupakan
lapisan kemas ter-rapat ?. Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . Jadi harus melalui sumbu atau diagonal mana
kubus ini dipandang agar menunjukkan lapislapis kemas terapat ?. Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
(Beri tanda atau arsir yang sama bagi bola-bola yang menyusun lapis
yang sama dan tulislah pula label masing-masing lapisnya A, B, dst.
untuk Gambar 3)
Kepada Anda disediakan seperangkat bola (berwarna) tertentu,
coba kemaslah sedemikian sehingga membentuk bangun kubus
pusat muka di mana setiap lapis mempunyai warna yang sama,
kemudian bandingkan hasilnya dengan Gambar 3 yang telah diarsir.�� (Tunjukkan hasil ini pada Asisten Anda, dan mintalah tanda tangan
sebagai bukti di sini . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . )
Geometri Tetrahedron (dalam Kubus)
Tempatkan pola segitiga-bola medatar di atas meja kemudian
tumpangkan satu bola tepat di atas rongga segitiga-bola ini. Maka
rongga yang terjadi oleh susunan ke-empat bola ini disebut sebagai
344
Kimia Anorganik Logam
rongga tetrahedral, sebab pusat masing-masing dari keempat bola
yang membangun rongga ini menempati titik-titik sudut bangun
tetrahedron. Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke dalam
rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat tersentuh oleh
ke-empat bola bangun tetrahedron yang saling bersentuhan ; hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengkocoknya, jika terlalu kecil maka
akan menimbulkan suara kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan
dengan mengganti bola kecil lain hingga diperoleh ukuran yang
paling tepat. Selanjutnya ukur diameter atau jari-jari masing-masing
bola besar (pingpong) dan bola kecil yang tepat menempati rongga
tetrahedron, kemudian hitung rasionya. (Catatan : r+ merupakan
jari-jari kation yang biasanya lebih pendek dan r- merupakan jari-jari
anion yang biasanya lebih panjang). Diameter bola kecil = . . . . . . . . ����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . �(r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . �����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . ��(r-)
Rasio jari-jari :
= . . . . . . . . ������������
, atau = . . . . . . . . ��
Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji secara
matematik dengan pertolongan Gambar 4a, yaitu suatu bangun
geometri kubus pusat badan (dengan panjang rusuk a). Sesungguhnya
suatu kubus tersusun oleh dua bangun geometri tetrahedron
dengan diagonal muka kubus sebagai sisi-sisinya, yaitu ABCD dan
EFGH dan M sebagai pusat kubus maupun “pusat” tetrahedron ;
namun sesungguhnya hanya salah satu bangun tetrahedron saja
yang keempat bola sudutnya mampu menyentuh bola pusat M, dan
keempat bola sudut tetrahedron yang lain tidak mungkin menyentuh
bola pusat M sebab jika dipaksakan menyentuh bagi semua bola
kedua tetrahedron, hasilnya tentulah geometri kubus pusat badan
(bilangan koordinasi delapan). Oleh karena itu diambil salah satu saja
bangun tetrahedron ABCD misalnya. Lampiran
345
Gambar 4 Geometri tetrahedron (a), oktahedron (b), dan�������
kubus
pusat badan (c) dalam perspektif bangun kubus
Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang menempati
rongga tetrahedron menyinggung keempat bola ABCD yang saling
bersinggungan. Hitung rasio jari-jari bola pingpong (A = B = C = D)
dengan bola rongga (M). Petunjuk : (��������������
√�������������
3 = 1,732 ;�� √�����������
������������
2 = 1,414)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan ukuran
panjang ��������
dengan a
(ii) nyatakan panjang diagonal muka CD dan diagonal badan / ruang
ED (kemudian MD) dengan r+ dan atau r- , dan a .
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya. Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
346
Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau
=
(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)
........
Kimia Anorganik Logam
Geometri Oktahedron (dalam Kubus Pusat Muka)
Tempatkan pola segitiga-bola medatar pertama di atas meja,
tumpangkan pola segitiga-bola medatar kedua sedemikian sehingga
setiap bola segitiga kedua tepat di atas bola segitiga pertama,
kemudian putar segitiga-bola kedua ini 600. Maka rongga yang terjadi
oleh susunan ke-enam bola ini disebut sebagai rongga oktahedral ,
sebab pusat masing-masing dari keenam bola yang membangun
rongga ini menempati titik-titik sudut bangun oktahedron. Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke dalam
rongga ini kemudian ujilah bola kecil mana yang tepat tersentuh oleh
ke-enam bola bangun oktahedron yang saling bersentuhan ; hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengkocoknya, jika terlalu kecil maka
akan menimbulkan suara kocokan, dan oleh karena itu lanjutkan
dengan mengganti bola kecil lain hingga diperoleh ukuran yang
paling tepat menyinggung keenam bola oktahedron. Selanjutnya
ukur diameter atau jari-jari masing-masing bola besar (pingpong)
dan bola kecil yang tepat menempati rongga tetrahedron, kemudian
hitung rasionya.
Diameter bola kecil = . . . . . . . . ����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . �(r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . �����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . ��(r-)
Rasio jari-jari :
= . . . . . . . . ������������
, atau = . . . . . . . . ��
Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji secara
matematik dengan pertolongan Gambar 4b, yaitu suatu bangun
geometri kubus pusat muka (dengan panjang rusuk a) dimana
keenam titik sudut bangun oktahedron merupakan titik-titik pusat
muka kubus yang bersangkutan. Selanjutnya bayangkan bahwa
bola M yang menempati rongga oktahedron menyinggung ke-enam
bola ABCDEF yang saling bersinggungan. Hitung rasio jari-jari bola
pingpong dengan bola rongga . Lampiran
347
Petunjuk : (������������
√�����������
2 = 1,414)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan ukuran
panjang��������
dengan a
(ii) nyatakan panjang BM (= MC) dan BC dengan r+ dan atau r- , dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya. Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau
=
(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda)
........
Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral ataukah rongga
oktahedral ? Jawab : . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Geometri Kubus Pusat Badan
Tempatkan pola segiempat-bola paralel menyamping (side by
side) medatar pertama di atas meja, tumpangkan pola segiempatbola medatar kedua di atasnya sedemikian sehingga setiap bola
lapis kedua tepat lurus di atas bola lapis pertama membentuk kubus
sederhana. Maka susunan geometri ke-delapan bola kubus ini
menghasilkan rongga kubus pusat badan. Ambil salah satu bola lain yang lebih kecil, masukkan ke dalam
rongga ini kemudian ujilah apakah bola kecil ini tepat tersentuh oleh
ke-delapan bola bangun kubus sedehana yang saling bersentuhan
tiap sisi-sisinya ; hal ini dapat dilakukan dengan cara mengkocoknya,
jika terlalu kecil maka akan menimbulkan suara kocokan, dan oleh
karena itu lanjutkan dengan mengganti bola kecil lain hingga
diperoleh ukuran yang paling tepat. Selanjutnya ukur diameter atau
348
Kimia Anorganik Logam
jari-jari masing-masing bola besar (pingpong) dan bola kecil yang
tepat menempati rongga pusat kubus, kemudian hitung rasionya.
Diameter bola kecil = . . . . . . . . ����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . �(r+)
Diameter bola pingpong = . . . . . . . . �����������������������
, maka jari-jarinya = . . . . . . . . ��(r-)
Rasio jari-jari :
= . . . . . . . . ������������
, atau = . . . . . . . . ��
Kebenaran rasio yang Anda peroleh tersebut dapat diuji secara
matematik dengan pertolongan Gambar 4c, yaitu suatu bangun
geometri kubus pusat badan (dengan panjang rusuk a ) dimana setiap
dua bola yang membangun sisi kubus selalu saling bersentuhan. Selanjutnya bayangkan bahwa bola M yang menempati rongga
kubus pusat badan menyinggung ke-delapan bola ABCD-EFGH yang
saling bersinggungan pada bagian sisinya. Hitung rasio jari-jari bola
pingpong dengan bola rongga . Petunjuk : ( v3 = 1,732)
(i) setiap jari-jari bola nyatakan dengan r+ atau r- , dan ukuran
panjang���������
dengan a
(ii) nyatakan panjang DH dan HM ( = DM) dengan r+ dan atau r- ,
dan a.
(iii) dapatkan harga r+ dan r- terhadap a , kemudian hitung
rasionya. Jawab :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Jadi rasio jari-jari : = . . . . . . . . , atau
=
........
(Bandingkan dengan hasil pengukuran Anda, apakah sesuai ? (Ya /
Tidak )
Mana yang lebih besar, rongga tetrahedral, rongga oktahedral,
ataukah rongga kubus pusat badan ? Jawab :
Lampiran
....................................................................................................................
349
Identifikasi Rongga Tetrahedral dan Oktahedral
Ada dua tipe rongga (lubang) antara bola-bola dalam tataan
kemas rapat, yaitu rongga tetrahedral dan rongga oktahedral. Jumlah
rongga tetrahedral adalah dua kali jumlah rongga oktahedral. Untuk
mengetahui hubungan jumlah dan tipe rongga, perlu diingat bahwa
pada penyusunan kemas rapat untuk bangun geometri tetrahedron
dan oktahedron tersebut, bola-bola lapis kedua hanyalah menempati
setengah rongga saja yaitu di bagian atas lapis pertama (bagian
bawah lapis pertama tentu juga menghasilkan jumlah rongga yang
sama). Ronga-rongga lapis pertama yang ditempati bola-bola lapis
kedua menghasilkan rongga tetrahedral, dan rongga-rongga lapis
pertama yang tidak ditempati bola-bola lapis kedua menghasilkan
rongga oktahedral. Susun suatu lapis heksagon yang terdiri atas duabelas bola,
Gambar 5 (a), dan ternyata juga terdapat duabelas rongga. Susun lapis
hekasagon lain (b) yang merupakan ”kebalikan” dari (a) . Selanjutnya
tumpangkan lapis (b) di atas lapis (a) menurut model kemas rapat
lapis A,B,.... (c), yaitu semua bola lapis (b) menempati bagian ronggarongga bola lapis (a). Identifikasi atau tandai tipe dan jumlah ronggarongga yang terbentuk antara kedua lapis ini (misalnya warna merah
untuk rongga-rongga tetrahedral dan warna biru untuk ronggarongga oktahedral). Gambar 5 Model kemas lapis heksagon (a,b), dan kemas rapat lapis A,B, (c)
Untuk menguji kebenaran hasil identifikasi Anda, terawangkanlah
kemas dua lapis (c) ini pada lampu (TL) ; rongga-rongga yang tembus
cahaya adalah rongga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . , dan rongga yang
350
Kimia Anorganik Logam
tidak tembus adalah rongga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . Alternatif lain yaitu
tusukkan sebatang lidi lurus ke dalam masing-masing rongga, rongga
yang tembus tusukan adalah rongga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ., dan rongga
yang tidak tembus tusukan adalah rongga . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .Kerjakan
identifikasi tipe rongga tersebut pada Gambar 5(c). Berapa jumlah
masing-masing rongga tetrahedral dan jumlah rongga oktahedral ?
Jawab : .....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Jadi setiap antara dua lapis heksagon kemas rapat, terdapat jumlah
rongga tetrahedral dua kali lipat jumlah rongga oktahedral. Senyawa ionik padatan, anion (ukuran lebih besar) sering
tersusun secara kemas rapat, fcc atau hcp, dan kation (ukuran lebih
kecil) sering menempati rongga-rongga tersebut baik semua rongga
atau sebagian saja bergantung pada stoikiometri spesies yang
bersangkutan. Dalam struktur kemas rapat yang sesungguhnya
ukuran kation benar-benar tepat dalam rongga yang bersangkutan,
namun kenyataannya terdapat banyak struktur kristal dapat
dipertahankan meskipun ukuran kation tidak terlalu tepat dengan
ukuran rongganya. Komentar dan tanda tangan Asisten : .....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
( . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ) Lampiran
Nilai : . . . . . . . . . . . .
351
TENTANG PENULIS
K
ristian Handoyo Sugiyarto dilahirkan di Solo, 15
September 1948, lulus Sarjana Muda Pendidikan
Kimia dari IKIP Negeri Surakarta pada tahun 1972,
Sarjana Pendidikan Kimia dari IKIP Negeri Yogyakarta
pada tahun 1978. Studi lanjut untuk tingkat Master of
Science by Research dalam bidang Kimia Anorganik
atas biaya Pemerintah Australia (ADAB) diselesaikan
pada tahun 1984-1987 di The School of Chemistry,
University of New South Wales, Australia; untuk tingkat Ph.D. pada
bidang yang sama dan di tempat yang sama diselesaikan pada tahun
1989-1992. Kegiatan Post Doctoral dalam bidang dan spesialisasi yang
sama diselesaikan pada tahun 1995-1997 atas biaya UNSW, dan dalam
bidang Kimia Analitik-Anorganik diselesaikan pada September 2002April 2003 di Shizuoka University, Jepang atas biaya JICA. Bidang Kimia
Anorganik yang ditekuni baik selama studi maupun post-doct sebagian
besar berkaitan dengan senyawa kompleks besi(II) dan nikel(II) dengan
berbagai ligan organik beratom donor nitrogen, dan ini menghasilkan
17 publikasi internasional dalam berbagai jurnal tentang karakteristik
transisi-spin dalam senyawa kompleks besi(II), yakni pada Australian
Journal of Chemistry, Dalton Transactions, Advanced Functional Materials,
Malaysian Journal of Chemistry, dan Chemical Physics Letters. Posisi Guru
Besar dalam bidang Kimia Anorganik Transisi berhasil diraihnya pada
Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu
buku ini, Kimia Anorganik Transisi yang terkait dengan pengalaman yang
signifikan, didedikasikan kepada siapa saja untuk menolong pemahaman
yang lebih baik dalam bidang ini. Spesialisasi ini menyangkut atas sifat
magnetik dan spektrum elektronik senyawa kompleks yang dibahas
relatif rinci dalam buku ini. Seseorang yang pantas menerima ucapan
terima kasih karena peran-jasa yang paling besar dalam mewujudkan
bidang spesialisasi ini adalah Prof. H. A. Goodwin (UNSW), baik ketika
sebagai supervisor selama studi, partner-kerja dalam penelitian maupun
sebagai pemberi dana untuk visiting academic.
Retno Dwi Suyanti dilahirkan di Solo, Jateng pada
26 Januari 1967. Lulus SDN 1 Klodran th 1979, lulus
SMPN 2 Surakarta 1982, Lulus SMAN 2 Surakarta
1985. Pada tahun 1985 diterima sebagai mahasiswa
IKIP Yogyakarta (sekarang UNY) melalui jalur PMDK,
gelar sarjana pendidikan kimia diperoleh tahun
1990, sertifikat BSBP(Basic Science Bridging Program)
VII bidang Kimia dan Bahasa Inggris diperoleh
tahun 1993 dari ITB-IDP Australia. Tahun 1994, dengan beasiswa TMPD menempuh S2 di Jurusan Kimia ITB dan gelar
Magister Sains (MSi) dalam bidang Kimia Fisika-Anorganik diperoleh
Januari 1997 dengan Tesis berjudul ” Sintesa dan Karakterisasi kompleks
tembaga(II) dengan ligan-ligan bidentat dengan atom N sebagai atom
donor” . Dengan beasiswa BPPS pada tahun 2003 menempuh program
S3 pendidikan IPA di Sekolah Pascasarjana UPI Bandung dan berhasil
menyelesaikan program Doktor dalam waktu 3 tahun dengan disertasi
yang berjudul ”Pembekalan Kemampuan Generik Bagi Calon Guru
Melalui Pembelajaran Kimia Anorganik Berbasis Multimedia”. Pengalaman
kerja dimulai sejak tahun 1989 sebagai guru Kimia di SMA, diangkat
menjadi PNS tahun 1991 sebagai Dosen di Jurusan Kimia FMIPA UNIMED
dan memegang matakuliah Kimia Anorganik.
Prestasi Akademik antara lain
1. Dosen teladan pengunjung perpustakaan, IKIP Medan, 1992
2. Pemakalah terbaik hasil penelitian bidang Kimia dengan topik
354
Kimia Anorganik Logam
” Enkapsulasi kompleks-Zeolit sebagai katalis pada polimerisasi
styrena, Heds-Dikti, Bengkulu, 2002
Kegiatan Ilmiah :
1. Presenter pada Konferensi Internasional Pendidikan UPI-UPSI ke
2, 2006
2. Anggota Penelitian Tim Hibah Pascasarjana bidang Pendidikan
IPA, SPS UPI, 2004-2006
3. Ketua Peneliti Dosen Muda, Dikti, 2002
4. Dosen Pembimbing Karya Alternatif Mahasiswa, LPM UNIMED,
2001
5. Ketua Penelitian Bidang Kimia Dana Heds-Dikti, Th 2000 dan
2001
6. Pelatihan dosen Kimia Anorganik Wilayah Barat tentang Katalis,
UNIB Bengkulu, 2000
Karya Ilmiah:
1. Peran Multimedia pada Pengembangan Kemampuan Generik
Praktikum Kimia Anorganik, Proceeding dalam Konferensi
Internasional Bersama Kedua UPI-UPSI, Gedun Jica FPMIPA UPI, 8-9 Agustus 2006
2. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Tembaga(II) dengan Ligan Di-2piridinketon dan 2,2’dipiridin amin dalam Seminar Nasional Kimia
Fisik dan Anorganik 2006, Aula Barat – ITB, 3 Februari 2006
3. Peran Praktikum Multimedia dalam Meningkatkan Penguasaan
Konsep Kimia Koordinasi, Makalah Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia II, Pend.Kimia FPMIPA UPI, 2005
4. Peran Visualisasi Pembelajaran Kimia dalam Meningkatkan
Penguasaan Konsep Pada Topik Teori Medan Kristal, Proceeding
Seminar Pendidikan IPA II, HISPPIPAI_FPMIPA UPI, 22-23 Juli
2005
5. Peran Multimedia pada Pembelajaran Inkuiri Kimia Anorganik II,
Proceeding dalam Seminar Nasional Pendidikan IPA 2005, PPs
UPI, 10 September 2005.
Glosarium
355
6. Enkapsulasi Kompleks-Zeolit Sintetis Sebagai Katalis Dalam Reaksi
Oksidasi Alkena, Makalah pada Seminar Nasional Penelitian dan
Pendidikan Kimia, Jur. Pend. Kimia UPI-HKI Cab.Jabar-Banten, 9
Oktober 2004
7. The Role of Modeling and Interactive to Improvement Student’s
Conceptual Mastery in Coordination Chemistry, Poster presentation
in International Conference on Mathematics and Natural Science
(ICMNS), ITB, November 2006.
----- 0 -----
356
Kimia Anorganik Logam
Download