PROPOSAL PENELITIAN

advertisement
Bidang Kesehatan
KKesehatan
Laporan Penelitian Dosen
Judul:
Pola Manajemen Luka di Rumah Sakit Wilayah Se-Eks Karesidenan Kedu
Oleh :
1. Rohmayanti, S.Kep.,Ns NIS 058006016 / FIKES
2. Sumarno Adi Subrata, S.Kep.,Ns NIS 118406072 / FIKES
Dibiayai LP3M Universitas Muhammadiyah Magelang
Tahun Anggaran 2010/2011
UNVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2011
PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN
1. a. Judul penelitian
: Pola Manajemen Luka di Rumah
Sakit Se-
Eks Karesidenan Kedu.
b. Bidang Kajian
: Kesehatan
2. Ketua peneliti
a. Nama lengkap dan gelar : Rohmayanti, S.Kep.,Ns
b. Jenis kelamin
: Perempuan
c. Golongan/Pangkat/NIS
: IIIA/AA/058006016
d. Jabatan fungsional
: Asisten Ahli
e. Jabatan struktural
: Kaprodi DIII Keperawatan FIKES UMM
f. Fakultas / Program Studi : Ilmu Kesehatan/DIII Keperawatan
3. Alamat ketua peneliti
a. Alamat Kantor/telp/faks/e-mail: Jl. Mayjend. Bambang Soegeng,
Mertoyudan Magelang/ (0294)326945
b. Alamat rumah/telp/faks/e-mail : Bener Rt 02 Rw 05 Bener, Purworejo
4. Jumlah anggota peneliti
Nama anggota/fakultas/prodi
: 1 orang
: Sumarno Adi Subrata, S.Kep.,Ns/
FIKES/Keperawatan
5. Lokasi penelitian
: Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan
Kedu.
6. Kerja sama dengan institusi lain
:-
7. Lama penelitian
:
3 bulan
8. Biaya yang diperlukan
:
Rp 4.500.000,-
a. LP3M UMM
:
Rp 4.500.000,-
b. Sumber lain
:
tidak ada
Jumlah
:
Rp 4.500.000,-
Magelang, 10 Maret 2012
Mengetahui,
Ketua LP3M UMM
Ketua Peneliti,
Dr. Suliswiyadi, M.Ag
Rohmayanti, S.Kep.,Ns
NIS. 966610111
NIS. 058006016
ABSTRAK
Manajemen luka merupakan bagian penting dalam penanganan luka pasien di
Rumah Sakit. Dalam praktiknya manajemen luka sering diabaikan dengan kurang
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang terus berkembang saat ini. Manajemen luka
terbaru adalah dengan prinsip moist, dimana luka dikondisikan tertutup dan disertai
aplikasi balutan dengan menggunakan obat yang dapat mempercepat penyembuhan
luka. Penelitian ini mencoba melihat pola manajemen luka yang digunakan di sampel
penelitian terhadap 4 Rumah Sakit umum dan 1 Rumah Sakit swasta yang selama ini
dipergunakan sebagai lahan praktek oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan UM
Magelang. Di Rumah Sakit se- eks Karesidenan Kedu dengan sampel 5 Rumah Sakit
tersebut didapatkan hasil bahwa manajemen luka yang dipergunakan dalam
penelitian ini, 100% masih menggunakan manajemen konvensional wound care dan
ada yang telah mencoba mengkombinasikan dengan aplikasi modern wound care
pada jenis obat yang digunakan namun belum mencakup teknik perawatan luka yang
seharusnya diterapkan pada aplikasi modern wound care (20%). Di sini juga terlihat
bahwa SDM (perawat) belum ada yang tersertifikasi sebagai perawat khusus luka
(100%). Oleh karena itu perlu kiranya RS membuat kebijakan akan pentingnya
manajemen luka dengan aplikasi balutan modern ini.
Kata kunci: manajemen, wound care.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah, tiada henti-hentinya kita panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala karunia-Nya bahwa rangkaian kegiatan penelitian mengenai “Pola
Manajemen Luka di Rumah Sakit Wilayah Se-Eks Karesidenan Kedu” telah selesai
dilakukan sesuai dengan rancangan yang telah disusun. Dengan berbagai tingkat
kesulitan yang dihadapi penulis selama proses, pada akhirnya dapat diatasi dengan
baik meskipun banyak ketidaksempurnaan di dalamnya. Adapun semua tahap
penelitian sudah dilaksanakan dari persiapan, penggalian data, pengolahan data dan
pembahasan.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Kesempurnaan itu hanya milik Allah
SWT semata, sehingga saran dan perbaikan akan sangat diperlukan untuk
penyempurnaan penelitian ke depan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Magelang, 10 Maret 2012
Ketua Peneliti
Rohmayanti, S.Kep.,Ns
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………. ……. i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………... ii
ABSTRAK…………………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR……………………………………………… iv
DAFTAR ISI………………………………………………………….v
DAFTAR TABEL……………………………………………………vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Perumusan Masalah………………………………………….. 2
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 2
D. Kontribusi Penelitian………………………………………….3
E. Manfaat Hasil Penelitian……………………………………....3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Luka……………………………………………. ...4
B. Tujuan Penyembuhan Luka…………………………………..5
C. Proses Penyembuhan Luka…………………………………...5
D. Manajemen Penyembuhan Luka………………………….. . ..7
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian………………………………………………12
B. Waktu, Tempat, Sasaran Penelitian……………………….....12
C. Populasi dan Sampel………………………………………. ..12
D. Cara Pengumpulan Data……………………………………..12
E. Definisi Operasional……………………………………..... ..13
F. Prosedur Penelitian………………………………………..…14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………………………………..... .17
B. Profil Manajemen Luka Rumah Sakit……………………… 19
C. Pembahasan……………………………………………........ 22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……………………………………………….. .25
B. Saran…………………………………………………….…. 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel.1.1 Stadium Luka………………………………… ………………4
Tabel 4.1 Sumber Daya Manusia……………………………………….17
Tabel 4.2 Ruangan Khusus Luka………………………………………17
Tabel 4.3 Cara Perawatan Luka……………............................……….18
Tabel 4.4 Beban Kerja Perawat. ……………………………………….18
Tabel 4.5 Variasi Jenis Luka....................................................................19
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penanganan luka tidak bisa dianggap remeh, namun hingga kini penanganan
luka masih dilakukan dengan cara lama. Biasanya penanganan luka atau disebut
sebagai manajemen luka, khususnya luka ringan adalah dengan cara membersihkan
luka dan mengoleskan obat luka yang dikenal dengan obat merah. Sementara pada
luka berat, langkah yang diambilpun hampir sama. Banyak yang tidak memikirkan
apakah luka tersebut perlu dibalut atau tidak.
Cara lain yang telah dikembangkan untuk membantu penyembuhan luka,
seperti dengan menjahit luka, menggunakan antiseptic dosis tinggi, dan juga
pembalutan dengan menggunakan bahan yang menyerap. Namun, ketika diteliti lebih
lanjut, ternyata cara penyembuhan seperti ini sama sekali tidak membantu bahkan
berisiko memperburuk luka. Menggunakan antiseptic pada luka dengan tujuan
menjaga luka tersebut agar menjadi ‘steril’. Bahkan antiseptic seperti hydrogen
peroxide, povidone iodine, acetic acid, dan chlorohexadine selalu digunakan untuk
menangani luka. Masalah utama yang timbul adalah antiseptic tersebut tidak hanya
membunuh kuman-kuman yang ada, tapi juga membunuh leukosit yaitu sel darah
yang dapat membunuh bakteri pathogen dan jaringan fibroblast yang membentuk
jaringan kulit baru. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada proses penyembuhan
luka.
Perawatan luka tergantung dari derajat luka tersebut, semakin dalam lapisan
kulit yang terkena, maka akan memakan waktu yang lebih lama. Apalagi jika pasien
memiliki riwayat penyakit yang memperlama penyembuhan luka seperti diabetes
melitus. Luka pada penderita diabetes melitus, jika tidak ditangani dengan benar akan
menyebabkan gangren dan bahkan dapat berakibat diamputasi. Namun, tindakan
amputasi dapat dicegah jika dirawat dengan cara yang seksama dan metode yang
benar dan dilakukan oleh perawat yang ahli.
Namun sekarang, perkembangan perawatan luka atau disebut dengan wound
care berkembang sangat pesat sejak 15 tahun yang lalu di dunia kesehatan.
Manajenen luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan
menggunakan prinsip moisture balance, dimana disebutkan dalam beberapa literatur
lebih efektif untuk penyembuhan luka jika dibandingkan dengan metode
penyembuhan luka konvensional. Perawatan luka dengan menggunakan prinsip
moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti
balut yang lebih modern. Turner dan Hartman (1999) menyatakan bahwa perawatan
luka dengan konsep lembab yang diakukan secara kontinyu akan mempercepat
pengurangan luka dan mempercepat proses pembentukan jaringan granuasi dan
reepitelisasi. Menurut Ovington (2002) bahwa penggunaan kassa baik dengan cara
kering atau dilembabkan memiiki beberapa kekurangan yaitu dapat menyebabkan
rasa tidak nyaman saat penggantian balutan, menunda proses penyembuahan terutama
epitelisasi, meningkatkan resiko infeksi dan kurang efektif serta efisien dalam hal
penggunaan waktu dan tenaga. Manajemen tersebut memang belum banyak dikenal
dan dipahami oleh perawat Indonesia. Namun metode perawatan luka modern
dressing ini telah berkembang di Indonesia terutama rumah sakit besar di kota-kota
seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Sedangkan di rumah sakit tingkat
kabupaten, perawatan luka menggunakan modern dressing masih belum berkembang
dengan baik. Seperti pada survey data awal, dari 2 Rumah Sakit daerah yang ada di
Magelang, keduanya masih menggunakan manajemen perawatan luka dengan cara
konvensional. Oleh karena itu perlu kiranya mengetahui bagaimana manajemen luka
yang dilakukan di RS Se-Eks Karesidenan Kedu.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini berusaha mengetahui beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagaimana pola manajemen luka yang dilakukan di Rumah Sakit Se-Eks
Karesidenan Kedu?
2. Bagaimana cara perawatan luka di Rumah Sakit Se-Eks Karesidenan Kedu?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini ingin melihat dan mengetahui pola manajemen luka yang digunakan
oleh Rumah Sakit Se Eks Karesidenan Kedu sebagai berikut:
1. Mengetahui pemetaan pola penanganan luka di Rumah Sakit Se-Eks
Karesidenan Kedu.
2. Mengetahui bagaimana cara perawatan luka yang digunakan di Rumah Sakit
Se-Eks Karesidenan Kedu.
D. Kontribusi Penelitian
Diharapkan penelitian ini akan menghasilkan luaran berupa:
a. Artikel ilmiah tentang pola manajemen luka di Rumah Sakit Se-Eks
Karesidenan Kedu.
b. Pengabdian masyarakat terutama untuk
institusi/rumah sakit tentang
manajemen luka yang efektif.
c.
Database pemasaran klinik spesialis perawatan luka poliklinik Universitas
Muhammadiyah Magelang.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat atau kontribusi dari penelitian ini adalah :
1. Bidang kesehatan dan keperawatan.
Hasil penelitian ini berguna untuk menyediakan data dan informasi yang
akurat dan ilmiah tentang manajemen luka sehingga bisa menjadi dasar
pengambilan kebijakan bidang kesehatan.
2. Bagi klinik perawatan luka
Data yang didapatkan merupakan data pasar yang akan meningkatkan daya
saing klinik di masa mendatang.
3. Bagi masyarakat luas
Dengan diketahuinya manajemen luka di wilayah Se-Eks Karesidenan Kedu
serta analisanya, maka diharapkan ada perubahan manajemen oleh rumah sakit
yang belum memanfaatkan manajemen luka terbaru sehingga masyarakat di
Eks Karesidenan Kedu memiliki pilihan terkait dengan perawatan pada
masalah kesehatan (luka) yang dialami.
BAB I1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Luka
Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang
menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit (Carville K, 2007). Luka
juga dapat diartikan sebagai interupsi kontinuitas jaringan, biasanya akibat dari
suatu trauma atau cedera (Wound Care Solutions Telemedicine, 2010).
Luka dapat diklasifikasikan secara umum, yaitu; luka akut dan luka
kronis (Carville K, 2007). Luka akut adalah luka yang sesuai dengan proses
penyembuhan yang normal, yang dapat dikategorikan menjadi luka pembedahan
(insisi), non pembedahan (luka bakar) dan atau trauma. Sedangkan luka kronis
adalah suatu proses penyembuhan luka yang mengalami keterlambatan,
misalnya luka dekubitus, luka diabetik, dan atau leg ulcer. Luka juga dapat
diklasifikasikan dari kedalamanan luka itu sendiri berdasarkan The UK
consencious clasiffication of pressure sores yang diadaptasikan juga untuk
menggambarkan luka yang lain, seperti pada tabel 1 (Carville K, 2007).
Tabel 1. Stadium luka berdasarkan The UK consencious
STADIUM
1
Perubahan
warna
DESKRIPSI
pada kulit sehat,kemerahan,lapisan
epidermis masih utuh.
2
Kehilangan lapisan kulit,kehancuran pada lapisan epidermis
dan dermis
3
Kehilangan kulit yang melibatkan kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutaneus tanpa melibatkan tulang, tendon dan
kapsul sendi (full thickness).
4
Kehilangan kulit akibat kerusakan besar yang luas dan
jaringan nekrotik dengan melibatkan tulang, tendon dan
kapsul sendi (full thickness).
B. Tipe Penyembuhan Luka
Menurut Carville K (2007), luka dapat juga diklasifikasikan
berdasarkan dari proses penyembuhan lukanya. Tipe penyembuhan luka dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Penyembuhan Primer
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada
penyembuhan primer ini, kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka
ditutup dengan alat bantu. Menghasilkan skar yang minimal. Misalnya; luka
operasi, laserasi dan lainnya.
2. Penyembuhan Sekunder
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara
pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat
kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan
memiliki resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma, ulkus
diabetik, dan lainnya
3. Penyembuhan Tersier
Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan memerlukan perawatan
luka/ pembersihan luka secara intensif maka luka tersebut termasuk
penyembuhan primer yang terlambat. Penyembuhan luka tersier diprioritaskan
menutup dalam 3-5 hari berikutnya. Misalnya luka terinfeksi, luka infeksi pada
abdomen dibiarkan terbuka untuk mengeluarkan drainase sebelum ditutup
kembali, dan lainnya.
C. Proses Penyembuhan Luka
Proses
penyembuhan
luka
merupakan
proses
yang
dinamis
(Hutchinson J, 2010). Proses ini tidak hanya terbatas pada proses regenerasi
yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endegon seperti;
umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik . Fase-fase
penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase (Hutchinson J, 2010), yaitu;
1. Fase Inflamasi
Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari).
Pembuluh kapiler yang cedera mengalami kontraksi dan trombosis
memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka melepaskan histamin dan agen
kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan vasodilatasi disekitar jaringan.
Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan menghasilkan
eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi
berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan oleh PMN
(Polimononuklear) atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan
melindungi luka dari invasi bakteri ketika makrofag membersihkan debris
pada luka.
2. Fase Rekontruksi
Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase
ini dibagi menjadi fase destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini
merupakan fase dengan aktivitas yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan
dan penggantian jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri patogen
dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha
membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses
penyembuhan luka karena dapat menstimulasi fibriblastik sel untuk membuat
kolagen
Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah
baru. Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy),
jaringan granulasi tidak rata atau bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel
terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel epitel bergranulasi dari tepi
sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelejar sebasea
dalam luka. Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati luka.
Sel tersebut sangat rapuh dan mudah dihilangkan dengan sesuatu yang lain
daripada pembersihan dengan hati-hati. Migrasi berhenti ketika luka menutup
dan mitosis epetilium menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk
membentuk epidermis
Fase
kontraksi
terjadi
selama
proses
rekonstruksi
yang
menggambarkan tepi luka secara bersamaan dalam usaha mengurangi daerah
permukaan luka, sehingga pengurangan jumlah jaringan pengganti diperlukan.
Kontraksi luka terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang drainase luka.
Pada umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari
sinus dalam keadaan tertutup
3. Fase Maturasi
Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah
meningkatkan kekuatan regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi
selama fase rekonstruksi yang diorganisir dengan kekuatan regangan yang
minimal. Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-lahan digantikan
dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan
regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran
skar. Fase ini biasanya membutuhkan waktu antara 24 hari sampai 1 tahun.
Penyembuhan luka adalah suatu proses yang kompleks dengan
melibatkan banyak sel. Proses dasar biokimia dan selular yang sama terjadi
dalam penyembuhan semua cedera jaringan lunak, baik luka ulseratif kronik
(dekubitus dan ulkus tungkai), luka traumatis (laserasi, abrasi, luka bakar atau
luka akibat pembedahan. Pada gambar 3 dapat dilihat proses penyembuhan
luka dari fase inflamasi, fase proliferatif dan fase maturasi dan pada bagan 1
dapat dilihat bagaimana fisiologi penyembuhan luka.
D. Manajemen Penyembuhan Luka
Manajemen luka sebelumnya tidak mengenal adanya lingkungan luka yang
lembab. Manajemen perawatan luka yang lama atau disebut metode konvensional
hanya membersihkan luka dengan normal salin atau ditambahkan dengan iodin
povidine, kemudian di tutup dengan kasa kering. Tujuan manajemen luka ini
adalah untuk melindungi luka dari infeksi (Carville, 2010). Ketika akan merawat
luka di hari berikutnya, kasa tersebut menempel pada luka dan menyebabkan rasa
sakit pada klien, disamping itu juga sel-sel yang baru tumbuh pada luka juga
rusak.
Menurut Carville K (2007) manajemen luka yang dilakukan tidak hanya
melakukan aplikasi sebuah balutan atau dressing tetapi bagaimana melakukan
perawatan total pada klien dengan luka. Manajemen luka ditentukan dari
pengkajian klien, luka klien dan lingkungannya serta bagaimana kolaborasi klien
dengan tim kesehatan. Tujuan dari manajemen luka, yaitu:
1. Mencapai hemostasis
2. Mendukung pengendalian infeksi
3. Membersihkan (debride) devaskularisasi atau material infeksi
4. Membuang benda asing
5. Mempersiapkan dasar luka untuk graft atau konstruksi flap.
6. Mempertahankan sinus terbuka untuk memfasilitasi drainase
7. Mempertahankan keseimbangan kelembaban
8. Melindungi kulit sekitar luka
9. Mendorong kesembuhan luka dengan penyembuhan primer dan penyembuhan
sekunder
Beberapa dekade ini, metode konvensional sudah tidak digunakan lagi,
walaupun masih ada rumah sakit tertentu terutama di daerah yang jauh dari kota
masih menerapkannya. Manajemen luka yang lama diganti dengan manajemen
luka terbaru yang memiliki tujuan salah satunya yaitu menciptakan lingkungan
luka yang lembab untuk mempercepat proses penyembuhan luka (moist wound
healing).
Perkembangan moist wound healing diawali pada tahun 1962 oleh Winter,
yang melakukan penelitian eksperimen menggunakan luka superfisial pada babi
(Rainey J, 2002). Setengah dari luka ini dilakukan teknik perawatan luka kering
dan sebagian ditutupi polythene sehingga lingkungan luka lembab. Hasilnya
menunjukkan bahwa perawatan luka dengan polythene terjadi epitelisasi dua kali
lebih cepat dari pada perawatan luka kering. Hal tersebut menunjukkan bahwa
lingkungan luka yang kering menghalangi sel epitel yang migrasi di permukaan
luka, sedangkan dengan lingkungan lembab sel-sel epitel lebih cepat migrasinya
untuk membentuk proses epitelisasi (Carville K, 2007).
Moist wound healing merupakan suatu metode yang mempertahankan
lingkungan luka tetap lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka
(Carville K, 2007). Lingkungan luka yang lembab dapat diciptakan dengan
occlusive dressing/ semi-occlusive dressing. Dengan perawatan luka tertutup
(occlusive dressing) maka keadaan yang lembab dapat tercapai dan hal tersebut
telah diterima secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka.
Alasan yang rasional teori perawatan luka dengan lingkungan luka yang lembab
adalah:
1. Fibrinolisis; Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat
dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2. Angiogenesis; Keadaan hipoksi pada perawatan tertutup akan lebih
merangsang lebih
cepat
angiogenesis
dan
mutu pembuluh kapiler.
Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor
nekrosis faktor – alpha (TNF-alpha)
3. Kejadian infeksi lebih rendah dibandingkan dengan perawatan kering (2,6% vs
7,1%)
4. Pembentukan growth factors yang berperan pada proses penyembuhan
dipercepat pada suasana lembab. Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast
Growth Factor (FGF) dan Interleukin 1/Inter-1 adalah substansi yang
dikeluarkan oleh magrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan
stratum korneum. Platelet Derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming
Growth Factor- beta (TGF-beta) yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada
proliferasi fibroblast
5. Percepatan pembentukan sel aktif; Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit, dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Keuntungan lainnya menggunakan moist wound healing juga akan
mengurangi biaya perawatan pada klien dan mengefektifkan jam perawatan
perawat di rumah sakit (Rainey J, 2002). Untuk menciptakan kelembaban
lingkungan luka maka diperlukan pemilihan balutan luka atau dressing yang tepat.
Dressing yang ideal digunakan untuk menciptakan lingkungan lembab, yaitu
occlusive dressing/ semi-occlusive dressing .
Occlusive dressing adalah penutupan luka dengan menggunakan balutan
tertentu seperti transparan film atau hidrokoloid untuk menciptakan lingkungan
luka yang lembab. Occlusive dressing memberikan pengaruh pada luka dengan
menjaga kelembaban di dasar luka. Kelembaban tersebut akan melindungi
permukaan luka dengan mencegah kekeringan (desiccation) dan cedera
tambahan . Selain itu, balutan tertutup juga dapat mengurangi risiko infeksi.
Menurut penelitian Holm (1998) pada luka pembedahan abdominal ditemukan
perbedaan signifikan angka kejadian infeksi pada perawatan luka dengan
occlusive dressing (3%) dan perawatan luka konvensional (14%) (Burrows E,
2010). Penelitian yang dilakukan oleh Kim et al pada tahun 1996, menunjukkan
bahwa balutan hidrokoloid dengan occlusive dressing lebih efektif, efisiensi
waktu dan cost efektif daripada kasa basah dan kering.
Tujuan
kelembaban
manajemen
(moist
wound
luka
selain
healing)
mempertahankan
dengan
occlusive
keseimbangan
dressing
adalah
mempersiapkan dasar luka sebelum dilakukan pemasangan graft atau flap
konstruksi. Menurut Scnultz et al (2003), mempersiapkan dasar luka atau disebut
wound bed preparation adalah manajemen luka untuk mempercepat penyembuhan
endogenous atau untuk memfasilitasi keefektifan pengukuran terapeutik lainnya
(Carville K, 2007). Sedangkan Falanga (2004) menyatakan bahwa manajemen
luka dengan wound bed preparation memiliki tahapan-tahapan yang disingkat
dengan TIME, yaitu; tissue management (manajemen jaringan), infection or
inflammation control (pengendalian infeksi), moisture balance (keseimbangan
kelembaban), dan edge of wound (pinggiran luka) (Carville K, 2007). Pelaksanaan
wound bed preparation dengan TIME, yaitu;
1. Manajemen Jaringan
Cara melakukan manajemen jaringan adalah dengan debridemen surgikal
(sharp debridement), conservative sharp wound debridement (CSWD), enzimatik
debridemen, autolitik debridemen, mekanik debridemen, kimiawi debridemen dan
biologikal atau parasit debridemen
2. Mengendalikan Infeksi dan Inflamasi
Dapat mengenal dan mengatasi tanda inflamasi (tumor, rubor, calor,
dolor) dan tanda infeksi (eksudat purulen). Balutan yang dapat digunakan untuk
mengembalikan
powder/paste/sheet
keseimbangan
dressing,
bakteri
povidine
yaitu;
iodine
cadexomer
impregnated
iodine
tulle
gras,
chlorhexidine impregnated tulle gras, madu luka, silver impregnated dressing.
3. Mempertahankan Keseimbangan Kelembaban
Berdasarkan penelitian Winter tahun 1962, menyatakan kelembaban pada
lingkungan luka akan mempercepat proses penyembuhan luka. Dengan demikian,
untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab maka diperlukan pemilihan
balutan atau dressing yang tepat. Pemilihan balutan akan dipengaruhi oleh hasil
pengkajian luka yang dilakukan, seperti; apakah luka kering, eksudat minimal,
sedang atau berat, oedem yang tidak terkontrol. Berikut balutan yang dapat
mengoptimalkan keseimbangan kelembaban yang dapat digunakan secara
occlusive/ tertutup atau compression/ kompresi;
a. Luka kering; hidrogel, hidrokoloid, interaktif balutan basah
b. Minimal eksudat; hidrogel, hidrokoloid, semipermeabel film, kalsium
alginate
c. Eksudat sedang; kalsium alginat, hidrofiber, hidrokoloid pasta, powder dan
sheet, foams
d. Eksudat berat; balutan hidrofiber, foam sheet/cavity, ektra balutan
absorben kering, kantung luka/ostomi.
4. Kemajuan Tepi Luka
Epitelisasi pada tepi luka memerlukan perhatian khusus terhadap adanya
pertumbuhan kuman dan hipergranulasi yang dapat menghambat epitelisasi dan
penutupan luka. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengontrol
hipergranulasi sehingga tepi luka dapat menyatu, antara lain;
a. Pemberian topikal antimikroba untuk mengtasi keseimbangan bakteri
b. Hipertonik
impregnated
dressing
untuk
mengendalikan
edema
dan
keseimbangan bakteri
c. Tekanan lokal menggunakan foam dressing dan perban kompresi atau tape
fiksasi
d. Konservatif debridemen luka tajam (CSWD)
e. Kimiawi debridemen dengan silver nitrat atau cooper sulfate (dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan nekrosis jika tidak digunakan hati-hati)
f. Topikal kortikosteroid
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Rancangan ini
dipilih agar dapat menggambarkan dengan jelas bagaimana manajemen luka
dilaksanakan di Rumah Sakit sehingga didapatkan profil manajemen luka di tiap
tempat yang diteliti.
B. Waktu, Tempat dan Sasaran Penelitian
Penelitian dilakukan selama sekitar 3 bulan atau 24 pekan dengan sasaran
Rumah Sakit Se- Eks Karesidenan Kedu.
C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah ketua pelaksana perawatan luka di
ruangan penyakit bedah kelas 1 dan 3 di
RS yang ada di wilayah Se-Eks
Karesidenan Kedu. Sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 10 orang.
Sampel ditentukan dengn teknik purposive sampling. Dimana sampel yang
digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. RS Negeri dan swasta dengan tipe B atau C
2. Memiliki ruangan rawat inap penyakit bedah kelas 1 dan 3.
3. Berada di lingkungan klinik perawatan luka yang dimiliki UMM dalam radius
100-200 KM.
Dari pemilihan populasi dan sampel diatas diperoleh 5 Rumah sakit sebagai
berikut:
1. RSUD Kabupaten Temanggung
2. RSUD Tidar Kota Magelang
3. RST dr. Soedjono Magelang
4. RSUD Kabupaten Magelang
5. RSU PKU Muhammadiyah Temanggung
D. Cara Pengumpulan Data
Penelitian dilakukan dengan beberapa macam teknik yaitu survey dengan
cheklist kuesioner, wawancara, studi pustaka dan observasi ke obyek penelitian.
Untuk ceklis dengan kuesioner yang telah disiapkan dan disebar ke 5 rumah sakit
tersebut dalam waktu 1-4 minggu, dengan tujuan kepala ruangan di tiap ruangan
perawatan kelas 1 dan 3. Wawancara dilakukan pada saat mengambil kuesioner
oleh peneliti. Sementara untuk observasi langsung melibatkan mahasiswa yang
sedang praktek lapangan di tiap Rumah Sakit tersebut.
E. Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Alat ukur
operasional
Hasil
Skala
ukur
ukur
kegiatan 1.Teknik konvensional: Dari hasil nominal
Independen: Adalah
melakukan aplikasi
membersihkan luka observasi
Manajemen
sebuah balutan atau
dengan normal salin akan
dressing
dan
atau
ditambahkan diketahui
luka
melakukan
dengan iodin povidine, cara
perawatan
total
kemudian di tutup perawatan
pada klien dengan
dengan kasa kering.
luka yang
luka
dengan 2.Teknik
semi digunakan.
sebelumnya
(konvensional
dan
melakukan
modern wound care):
pengkajian
klien,
jika
menggunakan
luka
klien
dan
kombinasi, yaitu pada
lingkungannya serta
kondisi
tertentu
bagaimana
menggunakan teknik
kolaborasi
klien
konvensional dan pada
dengan
tim
kondisi
lainnya
kesehatan
menggunakan teknik
modern woundcare.
3.
Luka akut
Luka kronis
adalah luka yang
sesuai
dengan
proses
penyembuhan yang
normal.
Teknik modern
wound care, yaitu:
aplikasi
balutan
modern dengan cara
menciptakan
lingkungan luka yang
lembab
untuk
mempercepat proses
penyembuhan
luka
(moist wound healing).
Jika mengalami luka sbb:
1. Luka
pembedahan
(insisi)
2. Luka bakar
3. Luka truma
adalah suatu proses Jika pasien mengalami:
penyembuhan luka
1. luka dekubitus
yang
mengalami
2. luka diabetik
keterlambatan.
3. leg ulcer
nominal
nominal
Adalah pembedaan Observasi
fasilitas
bangsal
perawatan 1
perawatan di RS
dimana pada kelas 1
biasanya 1 ruang
ditempati
satu
pasien.
Adalah pembedaan observasi
Kelas
fasilitas
bangsal
perawatan 3
perawatan di RS
dimana pada kelas 3
ditempati
banyak
pasien
dengan
pembatas/tanpa
pembatas
antar
kamar dan biasanya
ditempati
pasien
dengan
jaminan
kesehatan
dari
pemerintah.
Kelas
-
nominal
-
nominal
F. Prosedur Penelitian
Secara umum penelitian dilakukan dengan 3 ( tiga) tahap utama, yaitu : 1. Tahap
persiapan; 2. Tahap pengumpulan data dan informasi; 3. Tahap analisis data.
Tahap Persiapan
Tahap Pengumpulan Data dan Informasi :
a. Data tentang SDM
b. Data tentang Tata Organisasi
c. Sarana dan teknologi
d. Data tentang manajemen luka
Tahap Analisis Data dan Informasi :
a. Pemetaan manajemen luka
b. Profil Manajemen luka tiap RS
Pelaporan dan Rekomendasi (Saran)
Gambar 1 . Skema Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini akan dilakukan persiapan tenaga dan alat kelengkapan
penelitian. Tenaga penelitian selain dilakukan oleh tim pengusul proposal
ini, juga akan melibatkan mahasiswa dalam observasi di lapangan. Alat
kelengkapan penelitian utama berupa checklist kuisioner.
2. Tahap Pengumpulan Data
Setelah tahap persiapan selesai, dilakukan dimulai tahap pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan melalui serangkaian wawancara dengan
pengambil kebijakan di klinik perawatan luka, survey dan kunjungan
institusi obyek penelitian. Adapun isi data yang dikumpulkan adalah sebagai
berikut :
a. Jumlah dan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam
klinik perawatan luka di Rumah Sakit.
b. Fasilitas dan teknologi pendukung yang digunakan dalam klinik
perawatan luka di Rumah Sakit.
c. Manajemen perawatan luka di RS. Data ini diperoleh melalui wawancara,
evaluasi dokumen institusi dan kunjungan langsung ke Rumah Sakit.
d. Catatan medis
Data yang akan digali adalah tentang berapa lama pasien di rawat dengan
luka dilihat dari catatan medis pasien terakhir dan wawancara dengan
pemberi perawatan..
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini dilakukan dengan mengukur kelas klinik perawatan luka tiap
Rumah Sakit menurut standar ukuran mutu SDM, sarana dan teknologi,
manajemen perawatan luka. Adapun informasi mengenai standar mutu ini
merujuk pada literatur dari institusi yang berkewenangan dalam hal
pengelolaan perawatan luka.
Kelas perawatan luka kita bagi dalam kategori konvensional dressing,
semi, dan modern dressing.aplikasi balutan dinilai untuk semua jenis luka
baik akut maupun kronis dan pada semua kelas perawatan baik 1 maupun 3.
Setelah menentukan ukuran mutu tiap manajemen perawatan Luka tiap
Rumah Sakit, maka dilakukan pemaparan profil manajemen luka tiap RS.
Selain itu, akan diperoleh keunggulan dan kelemahan dari masing-masing
klinik. Selanjutnya, setelah mengetahui kekurangan dan kelebihan tiap
klinik, maka Tim Pengusul proposal ini berupaya akan memberi
rekomendasi kepada tiap klinik guna perbaikan mutu pelayanan perawatan
luka.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian pada beberapa rumah sakit yang menjadi tempat
penelitian, yaitu RSUD Tidar Kota Magelang, RSUD Kabupaten Magelang, RST dr
Soedjono Magelang, RSUD Kabupaten Temanggung dan RSU PKU Muhammadiyah
Temanggung, dengan sampel yang mengisi kuesioner sebanyak 10 orang dengan
rincian tiap Rumah Sakit sebanyak 2 orang yaitu kepala ruangan di ruang perawatan
kelas 1 dan 3. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan panduan kuesioner tersebut
untuk mengetahui lebih dalam tentang data-data yang lebih mendalam maka
dilakukan wawancara pada responden tersebut. Setelah itu juga dilakukan survey
langsung ke rumah sakit, disini peneliti melibatkan mahasiswa untuk mengobservasi
lebih lanjut bagaimana manajemen luka itu dilakukan dengan rinci sehingga
menghasilkan profil manajemen luka di tiap Rumah Sakit yang dituju. Dari hasil
tersebut maka didapatkan data-data sesuai dengan tujuan penelitian yang meliputi
beberapa komponen sebagai berikut:
1. Tingkat Pendidikan Perawat
Tabel 4.1. Sumber Daya Manusia
Jenis pendidikan
Prosentase (%)
perawat
SPK
0
D3 Keperawatan
80
S1 Keperawatan
20
Sertifikasi luka
0
Dari SDM yang melakukan perawatan luka terlihat sebagian besar 80 %
berlatar belakang pendidikan Diploma Tiga Keperawatan dan 20% berpendidikan
S1 Keperawatan. Disini terlihat tidak ada perawatan yang telah tersertifikasi
sebagai perawat khusus luka.
2. Ruangan Khusus Perawatan Luka
Tabel.4.2. Ruangan Khusus Perawatan Luka
Ruangan/klinik khusus
Prosentase (%)
luka
Memiliki ruangan khusus
0
perawatan luka
Tidak memiiki ruangan
100
khusus perawatan luka
Seluruh sampel Rumah Sakit yang diteliti tidak ada yang memiiki ruangan
khusus maupun klinik khusus perawatan luka yaitu sebanyak 100%..
3. Cara Perawatan Luka
Tabel. 4.3: Cara Perawatan Luka
Cara perawatan luka
Prosentase (%)
Modern wound care
0
Konvensional wound care
60
Semi /kombinasi wound
40
care
Pada dasarnya aplikasi modern wound care belum dilakukan diseluruh Rumah
Sakit yang diteliti, sehingga metode konvensional masih diterapkan disemua
Rumah Sakit, khususnya di ruangan kelas 3 sebanyak 100%, namun aplikasi
balutan modern juga mulai sedikit diterapkan di beberapa Rumah Sakit yang
diteliti yang masih terbatas pada penggunaan obat yang digunakan saja
sedangkan prinsip dan teknik aplikasi balutan masih sama, hal ini diutamakan
pada pasien yang dirawat di ruang kelas 1 sebanyak 40%.
4. Beban Kerja Perawat
Tabel 4: Beban Kerja Perawat
Beban kerja perawat
Ringan
Berat
Prosentase (%)
0
100
Disini terlihat bahwa perawat dengan metode konvensional wound care
memiliki beban kerja yang tinggi karena tiap 1 orang perawat mengelola lebih dari 3
orang pasien.
5. Jumlah Pasien
Tabel 4.5 Variasi Jenis Luka
Jumah pasien
Prosentase (%)
Luka bakar < 50%
100
Luka DM < 50%
100
Luka lain <50%
43
Luka lain >50%
57
Terlihat bahwa jumlah pasien luka bervariasi, ada yang disebabkan karena luka
bakar, luka karena Diabetes Melitus atau disebut ulkus diabetikum dan luka
karena penyebab lainnya yaitu sebanyak 57%.
B. Profil Manajemen Luka Rumah Sakit
Berikut ini merupakan profil penanganan luka yang dilakukan di Rumah Sakit
yang merupakan sampel penelitian sesuai dengan hasil observasi peneliti dengan
cara mengamati langsung ke ruangan yang diganakan sebagai tempat perawatan
luka:
1. RSUD Tidar Kota Magelang
Tata cara perawatan luka di Bangsal B yang merupakan ruang
perawatan kelas 1 dan 2, dilakukan dengan cara: mempersiapkan alat dan
bahan (kom steril, bengkok,pinset cirurgis dan anatomis, gunting jahit, gunting
jaringan, handscoon steril, betadine, cairan NaCl, salep luka Mebo, Nebacetin,
supratule/dryantole,
kassa
plester).kemudian
membuka
balutan
yang
menempel pada luka dengan pinset tidak steril, kemudian membersihkan luka
dengan NaCl. Setelah luka benar-benar bersih,kemudian luka diolesi dengan
betadine. Luka dibersihkan kembali dengan NaCl. Setelah bersih, luka
dikeringkan dengan kassa steril kering. Untuk menutup luka tiap-tiap kasus
berbeda: untuk luka post operasi ditaburi dengan nebacetin, dan diberi
sufratule/dryantole dan ditutup dengan kassa steril kering kemudian di plester.
Untuk luka karena ulkus Diabetikum, tumor leher maka ditutup dengan kassa
NaCl dan baru ditutup dengan kassa steril kering dan di plester. Untuk luka
bakar, diberi salep mebo dan luka dibiarkan terbuka, kalaupun ditutup dengan
menggunakan kassa steril tipis.
Tatacara perawatan luka di bangsal F yang merupakan ruang
perawatan kelas 3, dilakukan dengan cara mempersiapkan alat dan bahan yaitu
kom steril, bengkok,pinset cirurgis dan anatomis, gunting jahit, gunting
jaringan, handscoon steril, betadine, cairan NaCl, metronodazole, kassa
plester. Kemudian membuka balutan yang menempel pada luka dengan pinset
tidak steril, kemudian membersihkan luka dengan NaCl. Setelah luka benarbenar bersih, maka luka diolesi dengan betadine. Luka dibersihkan kembali
dengan NaCl. Setelah bersih, luka dikeringkan dengan kassa steril kering.
Untuk menutup luka tiap-tiap kasus berbeda: untuk luka post operasi, luka
robek yaitu yang ada jahitan luar, ditutup dengan kasa betadine dan ditutup
dengan kasa steril kemudian di plester.
Untuk luka karena ulkus Diabetikum, dikompres dengan kassa
metronidazole dan ditutup dengan kassa steril kering kemudian diplester.
Untuk luka seperti tumor leher,mammae dikompres dengan kassa steril kering
kemudian di plester.
2. RST dr. Soedjono Magelang
Di sini cara perawatan lukanya dengan menyesuaikan jenis luka,untuk
luka post operasi, pertama luka di desinfeksi dengan betadine kemudian
dibersihkan dengan NaCl setelah itu dioles menggunakan betadine lagi ,
terakhir diberi sufratul/nebacetin dan ditutup dengan kassa steril kering.
Manajemen luka ini berlaku untuk ruang perawatan kelas 1 maupun 3. Adapun
perbedaaannya adalah untuk ruang kelas 1 tidak menggunkan plester tetapi
hypafix.
3. RSUD Kabupaten Magelang
Disini cara perawatan luka disesuaikan dengan jenis luka, namun tidak
ada perbedaan dalam manajemen luka baik di ruang kelas 1 maupun kelas 3,
adapun penjabaran manajemen perawatan luka tersebut meliputi:
Perawatan luka karena penyakit Diabetes Melitus: untuk luka yang
masih terdapat jaringan nekrosis dengan cara: luka dibuka kemudian
dibersihkan dengan NaCl, dikeringkan dengan kassa dan dilakukan tindakan
debridement, kemudian dibersihkan lagi dengan NaCl, keringkan dengan
kassa lalu dikompres dengan metronidazole. Setelah itu diolesi betadine
ditutup dengan NaCl dan kassa kering.
Perawatan luka post operasi dilakukan sebagai berikut: luka dibuka
kemudian dibersihkan dengan NaCl, luka ditekan didaerah pinggir jahitan
untuk memastikan ada pus/nanah atau tidak baru kemudian dikeringkan
dengan kassa, lalu diolesi betadin dan diberi sufratu jika luka belum kering.
Setelah itu luka ditutup dengan kassa kering dan diberi plester model jendela
yaitu model penutupan luka dengan menyisakan lubang udara.
4. RSUD Kabupaten Temanggung
Cara perawatan luka di Rumah Sakit ini, sama di semua bangsal ruang
perawatan kelas 1, 2, 3. Pertama luka dibuka dari balutan dan dibersihkan
dengan NaCl kemudian debridement seperti biasa (untuk luka karena penyakit
Diabetes Melitus sebelum buka balutan, direndam dulu dengan diperhidrol dan
air hangat selama 5-10 menit) kemudian luka dibersihkan. Apabila ada
lubang/tampon,
biasanya
diberi
metronidazole,
tampon
direndam
di
metronidazole dan apabila masih ada pus/nanah maka dikompres revanol
kemudian ditutup kassa keringdan di plester.
Sedangkan dibangsal dalam sudah ada inovasi dalam perawatan luka
yaitu dengan menggunakan madu yang diberlakukan di semua kelas
perawatan. Awalnya balutan dibuka, kemudian dibersihkan dan diguyur/cuci
dengan NaCl kemudian dilakukan debridemen, setelah itu dibersihkan lagi dan
diguyur lagi dengan NaCl, dikeringkan dengan kasa steril kering kemudian
diberi madu murni dan kassa dikompres dengan madu kemudian diberi kassa
kering dan dibalut lagi.
5. RSU PKU Muhammadiyah Temanggung
Di sini semua perawatan menggunakan standar yang sama baik di
kelas 1 maupun kelas 3. Adapun cara yang dilakukan sebagai berikut:
Di bangsal bedah dilakukan perawatan luka sesuai dengan jenis
luka,untuk luka post operasi pertama luka di desinfeksi dengan betadine
kemudian dibersihkan dengan NaCl setelah itu dioles betadine lagi , terakhir
diberi sufratul/nebacetin dan ditutup dengan kassa steril kering serta di plester/
hypafix.
Perawatan luka Diabetes Melitus dengan cara: luka dibersihkan dengan
NaCl, pus/nanah dibersihkan dan dilakukan debridement, setelah itu
dibersihkan lagi dengan NaCl dan dioles betadine lalu dibalut dengan kassa
yang dibasahi revanol. Untuk luka yang dalam (ada goa) diberi tampon kassa
betadine. Kemudian luka ditutup dengan kassa steril kering dan di plester/
hypafix.
C. Pembahasan
Dengan melihat hasil penelitian diatas dan melihat profil manajemen luka
di tiap Rumah Sakit yang dilakukan penelitian maka penulis akan membahasnya
satu persatu sebagai berikut:
Dari hasil penelitian mengenai komponen sumber daya manusia, disini
dapat kita ketahui bahwa perawat yang melakukan manajemen luka sebagian
besar berpendidikan D3 Keperawatan (80%) dan sebagian kecil (20%) dengan
latar belakang pendidikan S1 Keperawatan. Dan dari semuanya belum ada
perawat yang telah tersertifikasi sebagai perawat luka. Berdasarkan data diatas
bahwasanya tenaga kesehatan perlu memiiki pengetahuan dan skill yang baik
tentang proses penyembuhan luka dan penatalaksanaannya. Pengetahuan terbaru
dan proses penyembuhan luka telah menciptakan suatu cara yg mudah dan praktis
dan mempercepat proses penyembuhan luka yaitu dg pemiihan jenis balutan yg
tepat sesuai karakteristik luka (Agustina, 2003). Sehingga penting memiliki
perawat tersertifikasi luka agar dapat melakukan inovasi dalam perawatan luka
pada khususnya dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan luka, efisiensi
dan efektif dalam penatalaksanaannya. Selama ini perawatan luka dilakukan
sebagai rutinitas di Rumah sakit sehingga kita perlu melihatnya sebagai bagian
dari core/ focus profesionalisme seorang perawat. Oleh sebab itu maka harus
didahului dengan ketrampilan dan dasar pengetahuan yang cukup maka dengan
pendidikan yang tinggi dan pelatihan yang terus menerus diharapkan akan
menjadikan perawatan luka semakin efektif.
Sedangkan ketika kita melihat dari sisi ruangan, di semua Rumah Sakit
yang diteliti belum memiliki ruangan yang dikhususkan untuk merawat luka
pasien maupun klinik khusus luka itu sendiri (100%). Di RS, ruangan yang
dipergunakan untuk merawat luka adalah ruangan dimana pasien tersebut dirawat,
jadi langsung di ruang rawat masing-masing pasien. Untuk ruangan, diperlukan
ruangan khusus untuk perawatan luka dengan tujuan menghindari resiko infeksi
karena adanya mikroorganisme lain yg dapat memperberat penyembuhan luka.
Meskipun luka tertutup, masih dapat masuk mikro organisme dari luar (Gitarja,
2008).
Kemudian dari cara perawatan, dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya
seluruh RS masih menggunakan manajemen luka konvensional (100%) dan
kemudian beberapa diantaranya mengkombinasikan dengan sedikit splikasi
balutan modern, disini terlihat dari obat yang digunakan. Perkembangan moist
wound healing diawali pada tahun 1962 oleh Winter, yang melakukan penelitian
eksperimen menggunakan luka superfisial pada babi (Rainey J, 2002). Moist
wound healing merupakan suatu metode yang mempertahankan lingkungan luka
tetap lembab untuk memfasilitasi proses penyembuhan luka (Carville K, 2007).
Lingkungan luka yang lembab dapat diciptakan dengan occlusive dressing/ semiocclusive dressing. Dengan perawatan luka tertutup (occlusive dressing) maka
keadaan yang lembab dapat tercapai dan hal tersebut telah diterima secara
universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Luka konvensional
memiiki beberapa kekurangan antara lain adalah rasa tidak nyaman, menunda
reepitelisasi dan granuasi, meningkatkan resiko infeksi, kurang efektif dan efisien.
Sehingga perlu kiranya merubah pola perawatan dg modern care dressing. Dari
sisi pasien, mereka
akan merasa puas karena berkurang rasa nyeri yang
ditimbulkan pada proses perawatan dan lama perawatan berkurang karena lebih
efektif dalam penyembuhan sehingga biaya yang akan ditanggung pasien lebih
murah.
Jumlah pasien luka akut/kronis dapat diakukan aplikasi modern wound
care dan diharapkan dapat mengurangi biaya dan lama perawatan.karena
perawatan ini dapat mempercepat fibrinolisis,angiogenesis,menurunkan resiko
infeksi,mempercepat growth factor dan pembentukan sel aktif.(Gitarja, 2008).
Untuk beban kerja perawat, disini terlihat tinggi.untuk apikasi modern
wound care diperlukan ketelitian,dan cita rasa seni sehingga tiap perawat harus
tekun, sabar karena jenis luka yg ditemukan berbeda-beda. Beban kerja yang
rendah dapat membantu perawat mencapai kondisi optimal dm merawat pasien.
Seni membalut merupakan kunci keberhasilan dalam proses perawatan luka
(Agustina, 2003). Yang menjadi foKus lain dari penelitian ini adalah bahwa disini
terlihat manajemen pengelolaan perawatan luka beLum terstruktur, merawat luka
baru merupakan rutinitas/bagian dari pelayanan perawatan saja dan belum
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan terbaru.
Manajemen luka di Rumah Sakit Se-Eks Kedu dengan melihat sampel dari
penelitian yang ada adalah menggunakan metode konvensional wound care. Meski
beberapa diantaranya telah berupaya mengkombinasikannya dengan aplikasi balutan
modern, namun hanya pada jenis obatnya saja, belum sampai pada teknik dan prinsip
perawatan luka modern. Pada dasarnya perawatan luka yg ideal adalah memiliki
ruangan khusus, tenaga yang tersertifikasi dan memanfaatkan perkembangan ilmu
pengetahuan yang terus berkembang (Gitarja, 2008).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Perawatan luka yang dilakukan di RS sampel di wilayah eks Karesidenan
Kedu menggunakan konvensional wound care dan beberapa telah memadukan
dengan aplikasi balutan modern pada jenis obatnya saja.
2. Sumber daya manusia, manajemen luka di RS belum sepenuhnya
mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang
pesat.
3. Menggunakan aplikasi balutan modern lebih efektif dalam penyembuhan luka.
B. Saran
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah penulis lakukan maka kiranya
penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:
1. Rumah Sakit dapat memanfaatkan sumber daya manusia yang ada di Rumah
Sakit dengan lebih maksimal, dalam hal perawatan luka sebaiknya perawat
mendapatkan pelatihan khusus sehingga tersertifikasi sebagai perawat luka,
hal ini akan memberikan kontribusi positif dalam perawatan luka di Rumah
Sakit karena akan mempercepat proses penyembuhan luka.
2. Rumah Sakit perlu membuat kebijakan khusus dalam hal perawatan luka
mengenai manajemen sumber daya manusia, ruangan, dan menajemen luka itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina RD, 2003. Aplikasi Balutan Modern Vs Konvensional Wound Care. Jurnal
Keperawatan UNPAD, Volume.IV, tahun 2006.
Becker D. Wound Healing. [Online]. 2005 [Cited 2010 April 20]. Availabel from;
URL http://www.anat.ucl.ac.uk/business/becker1.shtmlCarville K. Wound
Care: manual. 5th ed. Osborne Park:Silver Chain Foundation; 2007.p. 20-9
Convatec. Moist Wound Healing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20]. Availabel
from;
URL
http://www.convatec.com/en/cvtus-mstwndheus/cvtportallev1/0/detail/0/1499/1808/moist-wound-healing.html/
Clinimed. Theory of Moist Wound Healing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20].
Availabel
from;
URL
http://www.clinimed.co.uk/woundcare/education/wound-essentials/theory-of-moist-wound-healing.aspxGitarja
WS. Perawatan luka diabetes: seri perawatan luka terpadu. Bogor: Wocare
Indonesia; 2008. P. 18-3.
Family practice notebook. Occlusive Dressing. [Online]. 2010 [Cited 2010 April 20].
Availabel from; URL http://www.fpnotebook.comHutchinson J. Phase of
wound healings. [Online]. 1992 [Cited 2010 april 20]. Availabel from; URL
http://www.clinimed.co.uk/wound-care/education/wound-essentials/phases-ofwound-healing.aspx
Gitarja WS. Perawatan Luka Diabetes: seri perawatan luka terpadu. Bogor: Wocare
Indonesia; 2008. P. 18-3.
Kim YC, Shin JC, Park CI, Oh SH, Choi SM, Kim YS. Efficacy of Hidrocolloid
Occlusive Dressing Technique in Decubitus Ulcer Treatment: a comparative
study. Yonsei Medical Journal 1996;37(3):185-181.
Morrison MJ. Manajemen Luka; Seri Pedoman Praktis. Jakarta: EGC; 2003. P. 111Rainey J.Wound care: A Handbook For Community Nurses. Philadelphia:
Whurr Publisher; 2002. p. 10-1.
Sukmawijaya,
I,
Manajemen
Wound
http://www.dharmamuliacare.wordpress.com
Healing.
Diakses
dari
Wound Care Solutions Telemedicine. Wounds. [Online]. 2010 [citez 2010 april 31];
Availabel
from;
URL
http://www.woundcaresolutionstelemedicine.co.uk/wounddefinition.php
Lampiran
KUESIONER PENELITIAN
“Pemetaan Pola Penanganan Luka di Wilayah RS Se-Eks Karesidenan Kedu”
Petunjuk:
Isilah titik-titik di bawah ini:
1. Nama
:…………………………………………………………
2. Umur
:…………………………………………………………
3. Pendidikan terakhir
:…………………………………………………………
4. Jabatan
:…………………………………………………………
5. Asal Instansi
:…………………………………………………………
Petunjuk:
Berilah tanda (V) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan pemahaman
saudara!
NO
A
1.
2.
3.
4.
B
1.
C
1.
2.
3.
4.
D
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PERTANYAAN
Sumber daya manusia:perawat
Latar belakang pendidikan perawat : SPK
Latar belakang pendidikan perawat : D3 Keperawatan
Latar belakang pendidikan perawat : S1 Keperawatan
Perawat tersertifikasi luka
Ruangan
Ruangan khusus perawatan luka
Cara perawatan luka
Penggunaan handscoon steril
Melakukan sterilisasi peralatan
Melakukan sterilisasi alat dan bahan
Penggunaan SOP (standar operasional prosedur) perawatan
luka
Pengobatan
Penggunaan hydrogell
Penggunaan hydrocoloid
Penggunaan alginat
Penggunaan foam dressing
Penggunaan bethadine
Penggunaan NaCl
Penggunaan Kassa
YA
TIDAK
8.
9.
10.
11.
12.
13.
E
1.
2.
3.
F
1.
2.
3.
4.
Penggunaan Plester
Penggunaan Bandages
Penggunaan Orthopedic wool
Penggunaan vascular doppler
Penggunaan visitrac
Pemeriksaan kultur
Jumlah pasien yang mengalami luka dalam setahun
Jumlah pasien luka bakar
a. < 50%
b. > 50%
Jumlah pasien luka DM
a. < 50%
b. > 50%
Jumlah pasien luka lain
a. < 50%
b. > 50%
Beban kerja perawat
1 orang perawat merawat 1 pasien per hari
1 orang perawat merawat 2 pasien per hari
1 orang perawat merawat 3 pasien per hari
1 orang perawat merawat > 3 pasien per hari
Lampiran
Daftar Riwayat Hidup Ketua dan Anggota Pelaksana Penelitian
1. Daftar Riwayat Hidup Ketua Peneliti
Nama lengkap
: Rohmayanti, S.Kep. N
NIS
: 058006016
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat dan tanggal lahir
: Purworejo, 10 September 1980
Alamat Asal
Bener RT 02, RW 05, Bener, Purworejo
Pekerjaan
: Kaprodi D3 Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan,
Universitas
Muhammadiyah
Magelang
Telp./ hp
: 081227155780
e-mail
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
Macam Pendidikan
Sarjana
Keperawatan
Profesi Ners
Tempat
Tahun
Gelar
(S1), UNPAD, Bandung
2002-2004
S.Kep
UNPAD, Bandung
2004-2005
Ns
Penelitian dan pengabdian yang pernah dikerjakan:
1. Persepsi Remaja tentang Pubertas di SDN Cikeruh Sumedang (tidak
dipublikasikan)
2. Kiat Menyusui Bagi Ibu Bekerja (Majalah Ilniah Holistik)
Magelang, Mei 2011
Rohmayanti, SKep.,Ners
Daftar Riwayat Hidup Anggota Peneliti
Nama Lengkap
: Sumarno Adi Subroto, S.Kep.,Ns
Tempat/Tanggal Lahir
: Temanggung, 05 Maret 1984
Pekerjaan
: Dosen Keperawatan UMM
Alamat
: Daleman Asri RT 01/RW 04 Mungseng,
Temanggung 56225
Telp/HP : 085643787528
email
: [email protected]
Riwayat Pendidikan
NAMA SEKOLAH
TAHUN LULUS
SMU 1 Pringsurat Temanggung
2002
PSIK UMY ( S1 Keperawatan)
2008
PSIK UMY (Profesi Ners)
2010
Penelitian yang pernah dikerjakan:
Hubungan pengetahuan dengan angka kejadian anemia remaja putri SMU Negeri 1
Yogyakarta.
Magelang,
Mei 2011
Sumarno Adi subroto, S.Kep.,Ns
Download