pendekatan teoritis

advertisement
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Corporate Social Responsibility
Konsep awal tanggung jawab sosial (social responsibility) muncul sejak
50 tahun yang lalu oleh H.R. Bowen yang mengatakan bahwa para pelaku bisnis
memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat
keputusan atau melaksanakan tindakan yang sesuai dengan tujuan masyarakat
(Wartick dan Cochran, 1985 dalam Solihin, 2009). Dua premis utama yang
dikemukakan Bowen adalah: (1) perusahaan bisa mewujud dalam masyarakat
karena adanya dukungan dari masyarakat, dalam hal ini perusahaan memiliki
kontrak sosial (social contract) yang berisi sejumlah hak dan kewajiban yang
akan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan masyarakat; dan (2) pelaku
bisnis bertindak sebagai agen moral dalam masyarakat. Perusahaan harus
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai masyarakat (Solihin 2009).
Awal mula terbentuknya CSR (Sukada 2007) ialah akibat adanya realitas
tatanan ekonomi-politik dunia dimana perusahaan multinasional masih
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi diperlakukan lebih istimewa
dibandingkan dengan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan. Terjadi
pula kehancuran sosial-budaya masyarakat di negara berkembang serta degradasi
kualitas ekosistem global yang diakibatkan oleh perusahaan multinasional. Bowen
dalam Eliyanora dan Zahara (2011) mendefinisikan CSR sebagai kewajiban
seorang pebisnis untuk mengusahakan dan melaksanakan tindakan-tindakan
dalam kerangka tujuan dan nilai-nilai dalam masyarakat. Definisi yang paling
utuh digagas oleh Carol dalam Eliyanora dan Zahara (2011) dimana idealnya
sebuah perusahaan memiliki empat tanggung jawab sosial yaitu ekonomi, hukum,
etika dan diskretionari. The Brundtland Roundtable dalam Solihin (2009)
menjelaskan bahwa tanggung jawab perusahaan ditujukan kepada masyarakat
sebagai salah satu pemangku kepentingan perusahaan yang mana turut juga dalam
membantu kelancaran berdirinya perusahaan. Menurut Iqbal dan Sudaryanto
(2008) pelaksanaan CSR perlu sejalan dengan peraturan hukum, mendatangkan
manfaat, bersifat etis, menghormati nilai-nilai sosial dan memenuhi aspek
akuntabilitas. Dengan kata lain, CSR merupakan tanggung jawab suatu
organiasasi perusahaan atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap
masyarakat dan lingkungan yang sifatnya etis, transparan, konsisten dengan
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat, memperhatikan
harapan para pemangku kepentingan, sesuai dengan hukum yang berlaku, sejalan
dengan norma-norma perilaku internasional dan terintegrasi dalam
ketatalaksanaan organisasi perusahaan. Minimal ada tujuh tanggung jawab sosial
perusahaan yaitu lingkungan, HAM, perburuhan, pemberdayaan, masyarakat, tata
kelola organisasi, isu konsumen dan praktik bisnis yang sehat. CSR juga dapat
dinyatakan sebagai manajemen dampak, yang dilakukan beyond regulation dan
bersifat voluntary.
Elkington (1997) dalam Susiloadi (2008) mengemukakan bahwa sebuah
perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan
perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan (profit), masyarakat khususnya
8
komunitas sekitar (people) serta lingkungan hidup (planet). Konsep ini dikenal
sebagai ‘The Triple Bottom Line’. Selain dapat memperoleh keuntungan (profit)
yang sesuai, perusahaan juga perlu memberikan multiplier effect yang diharapkan
kepada masyarakat. Dengan memperhatikan masyarakat (people), perusahaan
dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Perhatian
terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan cara melakukan aktivitas-aktivitas
serta pembuatan kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan,
kualitas hidup dan kompetensi masyarakat diberbagai bidang. Dengan
memperhatikan lingkungan (planet), perusahaan dapat ikut berpartisipasi dalam
usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas hidup umat manusia
dalam jangka panjang. Keterlibatan perusahaan dalam pemeliharaan dan
pelestarian lingkungan berarti perusahaan berpartisipasi dalam usaha mencegah
terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana yang diakibatkan oleh
kerusakan lingkungan. Dengan CSR, maka perusahaan tidak hanya memperoleh
keuntungan ekonomi semata, namun juga keuntungan sosial. Kini CSR sudah
menjadi etika bisnis global. Hal tersebut dapat dilihat dari Gambar 1.
Profit
Economy
Sustainable
Bussines
Ethical Bussines
People
Equity
Planet
Environment
Eco-Efficient
Business
Sumber: Elkington (1998) dalam Nasdian(2012)
Gambar 1 The triple bottom line (3PS)
Konsep tanggung jawab sosial sendiri mengalami perubahan dari awal
terbentuknya hingga saat ini. Pergerakan tersebut mulai dari usaha tanggung
jawab sosial sebagai program kedermawanan (charity) hingga menjadi good
corporate citizenship (GCC). Tabel 1 menggambarkan pergerakan tersebut.
Melalui tabel tersebut dapat terlihat bahwa konsep tanggung jawab sosial sebagai
charity hanya merupakan kewajiban sedangkan tanggung jawab sebagai
philantrophy menekankan adanya kepentingan bersama, dimana penerima
manfaat bukan hanya sekedar orang miskin seperti dalam charity namun juga
masyarakat luas dan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab
sosial juga lebih tepat bila dianggap sebagai community development (comdev)
dan comdev merupakan ruh pelaksanaan aktivitas CSR.
Moratis dan Cochius (2011) menuliskan adanya tujuh prinsip tanggung
jawab sosial dalam ISO 26000, sebagai standar penerapan tanggung jawab sosial,
yaitu :
9
1. Akuntabilitas; terkait tanggung jawab perusahaan terhadap efek yang
ditimbulkan pada lingkungan dan masyarakat serta menjadi akuntabel
terhadap efek tersebut. Akuntabilitas juga mencakup tanggung jawab
terhadap kegiatan yang salah serta mengambil langkah untuk mencegah
terjadinya hal tersebut.
2. Transparansi; terkait organisasi harus transparan dalam penggambilan
keputusan serta aktivitas terkait masyarakat dan lingkungan. Organisasi
harus mengkomunikasikan peraturan, keputusan serta aktivitasnya.
3. Perilaku etis; terkait empat sikap yang harus dimiliki dalam aktivitas
perusahaan yaitu kejujuran, kesamaan dan integritas.
4. Respek terhadap kebutuhan stakeholder; terkait bagaimana organisasi
menghargai, mempertimbangkan dan merespon kepentingan setiap
stakeholder yang ada.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel 1 Karakteristik tahap-tahap kedermawanan sosial
Good Corporate
Paradigma
Charity
Philantrophy
Citizenship
(GCC)
Agama,
Norma, etika, Pencerahan diri
tradisi,
dan
& rekonsiliasi
adaptasi
hukum
dengan
Motivasi
universal
Ketertiban
sosial
Mengatasi
Mencari dan
Memberikan
masalah
mengatasi akar kontribusi
Misi
setempat
masalah
kepada
masyarakat
Jangka
Terencana,
Terinternalisasi
pendek,
terorganisir,
dalam kebijakan
Mengatasi
terprogram
perusahaan
Pengelolaan
masalah
Sesaat
Kepanitiaan
Yayasan / dana Keterlibatan
abadi /
baik
Pengorganisasian
profesionalitas
dana maupun
sumberdaya lain
Orang miskin Masyarakat
Masyarakat luas
Penerima
luas
dan perusahaan
Manfaat
Hibah sosial
Hibah
Hibah (sosial &
pembangunan
Pembangunan
serta
Kontribusi
Keterlibatan
sosial)
Kewajiban
Kepentingan bersama
Inspirasi
Sumber : Za’im Zaidi, Sumbangan Sosial Perusahaan (2003) dalam Ambadar (2008)
10
5. Respek terhadap peraturan hukum; terkait bahwa setiap perusahaan harus
mengikuti hukum yang berlaku sebagai dasar dari kegiatan bisnis dalam
alur tanggung jawab sosial.
6. Respek terhadap norma perilaku internasional; terkait kegiatan yang
dilakukan tidak boleh melewati norma yang ada di dunia internasional.
7. Respek terhadap HAM; terkait organisasi harus menghargai HAM serta
mengakui dan menyadari pentingnya HAM.
Salah satu subyek dan isu dari tanggung jawab sosial sendiri adalah mengenai
lingkungan. Krisis yang terjadi belakangan ini dipercayai merupakan hasil dari
tindakan manusia (Moratis dan Cochius 2011). Perusahaan juga mengambil andil
dalam masalah ini serta memiliki peran untuk menyelesaikan masalah dengan cara
mengurangi kerusakan ekologi. Menurut Ismelina (2009) perlu adanya
pengintegrasian dalam hal ekonomi (perusahaan) dengan lingkungan karena
keduanya memiliki pandangan yang saling bertolak belakang. Para ekonom
menganggap sumberdaya alam sebagai potensi ekonomi yang perlu dimanfaatkan
untuk kehidupan manusia. Sebaliknya, pada environmentalist sangat
memperhatikan keterbatasan daya dukung lingkungan dalam melakukan aktivitas.
Akibatnya muncul empat subyek isu dari lingkungan dalam masalah tanggung
jawab sosial, menurut ISO 26000 (Moratis dan Cochius 2011) yaitu :
1. Mencegah polusi;
2. Penggunaan sumberdaya alam berkelanjutan;
3. Adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim; dan
4. Perlindungan terhadap lingkungan dan degradasi habitat alam
Pada akhirnya dalam kaitannya dengan lingkungan, ISO 26000
mendefinisikan CSR sebagai :
“Responsibility of an organization for the impacts of its decisions and
activities on society and the environment, through transparent and
ethical behaviour that contributes to sustainable development, health
and the welfare of society; takes into account the expectations of
stakeholders; is in compliance with applicable law and consistent with
international norms of behaviour; and is integrated throughout the
organization and practiced in its relationships. ”
Secara singkatnya CSR juga didefinisikan sebagai upaya manajemen yang
dijalankan oleh entitas bisnis berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan
lingkungan, dengan meminimumkan dan mengkompensasi dampak negatif
sertamemaksimumkan dampak positif di setiap pilar (Jalal 2010). Tujuan dari
CSR pada kedua definisi ini ialah pembangunan berkelanjutan. Kondisi utama
yang harus ada dalam melaksanakan CSR berkelanjutan adalah :
1. Perusahaan haruslah sehat dan tumbuh (Permana 2008 dalam Samosir
2011). Artinya perusahaan harus dapat memliki profit yang cukup untuk
melakukan CSR.
2. Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila program yang
dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama
dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri (Lesmana
2008 dalam Samosir 2011). Dengan demikian, perlu ada dialog dengan
11
3.
4.
5.
6.
para stakeholders untuk memahami kebutuhan dan keinginannya
(Bronchain 2008 dalam Samosir 2011).
Outcome/result CSR yang terukur/measurable (The Chartered Quality
Institute 2008 dalam Samosir 2011).
Harus memiliki sistem management yang dapat mampu mencakup
(mengcover), sehingga CSR dapat mencapai tujuan yang diinginkan (The
Chartered Quality Institute 2008 dalam Samosir 2011)
Menerapkan prinsip triple bottom line (profit, people dan planet), sehingga
program CSR ada kaitannya dengan operasional dan tujuan perusahaan,
sehingga semuanya berjalan sustainable (Permana 2008 dalam Samosir
2011). Perusahaan harus berorientasi untuk mencari keuntungan yang
memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang (profit),
perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia
(people) dan perusahaan harus peduli terhadap lingkungan hidup dan
keberlanjutan keragaman hayati. (Suharto 2010 dalam Samosir 2011).
Dalam pandangan Asia, CSR adalah komitmen perusahaan untuk
beroperasi dengan mencapai keberlanjutan dalam aspek ekonomi, sosial
dan lingkungan dan mencapai keseimbangan kepentingan pemangku
kepentingan (Fukukawa 2010 dalam Samosir 2011)
Memasukkan CSR dalam bisnis inti dan proses organisasi (Pratomo 2008
dalam Samosir 2011). Dalam hal ini mengetahui indeks keberkelanjutan
dalam aktivitas CSR perlu melakukan penilaian terhadap aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan (Munasinghe 1993 dalam Samosir 2011), serta
diidentifikasi atribut-atribut dari masing-masing aspek atau dimensi.
Pembangunan Berkelanjutan
Istilah CSR dan pembangunan berkelanjutan masih saling berkait, bahkan
istilah keduanya dapat dipertukarkan (Hay et al. 2005 dalam Samosir 2011).
Bahkan CSR dikatakan sebagai suatu konsep pembangunan yang berkelanjutan
atau sustainable development (Permana 2008 dalam Samosir 2011).
Keberlanjutan disini didefinisikan sebagai kapasitas penampung dari ekosistem
untuk mengasimilasikan pemborosan agar tidak sampai berkelebihan dengan
rataan hasil dari sumber daya yang terbaharui tidak akan berlebihan pada rataan
generasi (World Bank Group dalam Rudito et al 2004 dalam Samosir 2011).
Konsep pembangunan berkelanjutan juga muncul dari usaha pengintegrasian
antara aspek ekologi dan ekonomi (Ismelina 2009). World Commission on
Environment and Development (WCED) (1987) dalam Ismelina (2009)
menjelaskan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan dalam laporannya
yang berjudul Our Common Future, dimana terdapat program nyata dalam
mengintegrasikan kepedulian lingkungan dan pembangunan ekonomi di tingkat
ekonomi dan internasional. Ada dua ide utama dalam konsep sustainability
development: (1) pembangunan ekonomi dibutuhkan untuk melindungi
lingkungan; dan (2) pembangunan ekonomi harus memperhatikan ketersediaan
sumber daya alam untuk kehidupan di masa depan. Konsep ini dibangun oleh The
Brundtland Comission sebagai tanggapan dari peningkatan kerusakan lingkungan
hidup dan sumber daya alam yang semakin cepat.
12
WCED (1987) dalam Jalal (2010) mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang
tanpa mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Dalam hal ini pembangunan berkelanjutan bersifat jangka
panjang, dimana satu generasi tidak boleh menghabiskan sumber daya alam yang
ada serta perlu melestarikan daya dukung ekosistem. Pembangunan berkelanjutan
memiliki tiga tujuan, menurut Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2007),
yaitu tujuan ekonomi, tujuan sosial serta tujuan ekologi. Tujuan ekonomi
berkaitan dengan masalah efisiensi serta pertumbuhan. Tujuan sosial terkait
masalah kepemilikan serta tujuan ekologi terkait masalah kelestarian sumber daya
alam dan lingkungan. Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada
Gambar 2.
Tiga pilar utama dari pembangunan berkelanjutan sendiri merupakan the
tripple bottom line yaitu profit, people, dan planet. Konsep tersebut kemudian
diadopsi oleh perusahaan-perusahaan dengan membuat laporan tentang dampak
perusahaan terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan secara sukarela, dan dikenal
dengan sustainability report. Bagaimana bentuk keberlanjutan dapat dilihat dari
piramida keberlanjutan menurut Herman Daly (Jalal 2010).
- Distibusi pendapatan
- Kesempatan kerja
- Asistensi yang
ditargetkan
Tujuan ekonomi :
Efisiensi dan
Pertumbuhan
Tujuan sosial:
Kepemilikan /
Keadilan
- Penilaian terhadap
lingkungan
- Penilaian
- Internalisasi
Tujuan ekologi :
Kelestarian dan
Lingkungan
- Partisipasi rakyat
- Konsultasi
- Pluralistik
Sumber : Sanim (2006) dalam Saptana dan Ashari (2007)
Gambar 2 Hubungan antara tiga tujuan pembangunan berkelanjutan
Menurut Daly (1983) dalam Jalal (2010), dasar dari keberlanjutan ialah
adanya keberlanjutan lingkungan. Bila tidak ada keberlanjutan lingkungan, maka
tidak akan ada segalanya, baik ekonomi, masyarakat dan kehidupan masyarakat
akan terganggu. Bila tidak ada keberlanjutan ekonomi, maka masyarakat tidak
dapat menjadi maju. Bisa tidak ada keberlanjutan pada masyarakat, maka
kehidupan bermasyarakat tidak dapat berkembang.
13
Well-being
Society
Economic
Environmental
Sumber : Jalal (2010)
Gambar 3. Piramida keberlanjutan
Terdapat tiga isu yang saling berkaitan dalam pembangunan berkelanjutan
(Welford 1993 dalam Okafor 2008), yaitu :
1. Lingkungan; sumber daya yang ada di sekitar kita harus dilindungi. Hal ini
terkait dengan penggunaan seminimal mungkin sumberdaya yang tidak
dapat dilindungi serta meminimalisir gas emisi yang dihasilkan
2. Kesetaraan; kesetaraan dalam hal gender sangatlah penting dalam
mewujudkan pembangunan berkelanjutan
3. Masa depan; peraturan terkait perusahaan harus proaktif dan menjaga
keberlanjutan dari lingkungan
Menurut The Brundtland Report, ketiga kondisi tersebut mengurangi kecepatan
habisnya sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Hakikatnya, pembangunan
perkelanjutan memiliki tiga pertimbangan proporsional yaitu pertimbangan
ekonomi, sosial dan ekologi. Selain itu perlu dipertimbangkan juga pengoptimalan
manfaat dari sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara
menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan sumber daya alam
yang menopangnya. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, diperlukan tiga
syarat yaitu (Ismelina 2009) : keberlanjutan secara ekonomi, ekologi dan sosial.
Keberlanjutan ekonomi berarti tidak ada eksploitasi ekonomi dari pelaku kuat ke
pelaku yang lemah. Keberlanjutan sosial berarti pembangunan yang ada tidak
melawan, merusak atau menggantikan sistem dan nilai sosial yang positif yang
telah teruji sekian lama dan telah dipraktikkan oleh masyarakat. Keberlanjutan
ekologi berarti adanya toleransi manusia terhadap kehadiran makhluk lain selain
manusia itu sendiri.
Dari semuanya dapat disimpulkan bahwa pembangunan berkelanjutan
setidaknya membahas berbagai hal antara lain yang berkaitan dengan :
1. upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang dengan kemampuan
daya dukung ekosistem
2. upaya peningkatan mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan
memberlanjutkannya
3. meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan dibutuhkan pada
masa mendatang
4. mempertemukan kebutuhan-kebutuhan manusia secara antar generasi.
14
Agar pembangunan berkelanjutan perlu adanya peran dari perusahaan.
“…If sustainable development is to achieve its potential, it must be
integrated into the planning and measurement systems of business
enterprises.” (Robert Steele, AtKisson Group International [tanpa
tahun] dalam Jalal 2010)
Artinya, jika pembangunan berkelanjutan ingin dicapai secara maksimal, maka
hal tersebut harus diintegrasikan ke dalam perencanaan dan pengukuran sistem
dari perusahaan (Robert Steele, At Kisson Group Internasional [tanpa tahun]
dalam Jalal 2010). Pencapaian keberlanjutan lingkungan dan sosial dalam standar
kinerja perusahaan harus memiliki integrasi antara resiko dan dampak lingkungan
hidup dengan resiko dan dampak sosial (Gambar 4).
Sumber: International Finance Corporation (2006) dalam Nasdian (2012)
Gambar 4 Standard kerja sistem manajemen yang diterbitkan oleh Bank Dunia
Keberhasilan Pembangunan Berkelanjutan
Ukuran keberhasilan pembangunan berkelanjutan idealnya harus
ditentukan berdasarkan dimensi pembangunan berkelanjutan sendiri, yakni
tergantung kepada fokus dan orientasi pembangunan yang dilaksanakan dan
dimensi mana yang lebih menjadi perhatian bersama bagi (Tohir 2009):
1. Pengambil keputusan (decision maker)
2. Perencana (planner) sebagai perencana dan perancang (berbagai aktifitas
pembangunan, tujuan dan targetnya serta pelaksanaannya),
3. Pelaksana pembangunan itu sendiri sebagai pihak yang menjalankan atau
sering disebut juga sebagai agen pembangunan,
4. Masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan.
Dimensi yang menjadi perhatian ini kemudian diberikan indikator. Indikatorindikator dari berbagai dimensi pembangunan inilah yang kemudian dijadikan
tolok ukur atau ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Secara teori
semua kelompok dimensi pembangunan yang telah dikemukakan terlebih dahulu,
dapat dicarikan indikator-indikatornya dan kemudian dipergunakan sebagai
ukuran keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Meskipun demikian, dalam
15
kenyataannya berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan di
berbagai tingkatan menerapkan ukuran dan indikator yang berbeda-beda untuk
menunjukkan tingkat keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Pengukuran keberhasilan pembangunan harus melewati dua tahap, yaitu:
1. Tahapan identifikasi target pembangunan, yaitu tahapan yang diperlukan
agar dapat menentukan secara jelas siapa yang akan menikmati hasil
pelaksanaan pembangunan dan bagaimana upaya-upaya yang dapat
dilakukan agar hasil pembangunan tersebut benar-benar dinikmati oleh
mereka yang berhak
2. Tahapan aggregasi karakteristik pembangunan, yaitu karakteristik
pembangunan diperlukan untuk menjaga agar ketika skala kegiatan
pembangunan diperluas, target yang dituju tetap memenuhi karakteristik
dan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap identifikasi.
Untuk indikator pembangunan berkelanjutan dengan wawasan lingkungan,
maka diusulkan serangkaian parameter yang mengacu pada masalah yang
mungkin timbul dalam kehidupan masyarakat serta disesuaikan dengan
perundangan yang berlaku. Indikator tersebut ialah sebagai berikut (Pitono [tanpa
tahun]).
1. Pengertian masyarakat mengenai pembangunan berkelanjutan berwawasan
lingkungan;
2. Pengertian masyarakat mengenai hak, kewajiban, dan peran masyarakat
dalam melaksanakan
pembangunan
berkelanjutan berwawasan
lingkungan;
3. Pengertian masyarakat mengenai wewenang pengelolaan lingkungan
hidup;
4. Pelestarian fungsi lingkungan hidup;
5. Kriteria mengenai baku kerusakan lingkungan hidup, pencegahan dan
penanggulangan kerusakan serta pemulihan daya dukungnya;
6. Persyaratan penataan lingkungan hidup;
7. Pemasyarakatan hasil AMDAL;
8. Pegawasan lingkungan hidup;
9. Audit lingkungan hidup;
10. Ganti rugi;
11. Kelembagaan; serta
12. Keberhasilan pengelolaan lingkungan hidup
Kerangka Pemikiran
Setiap perusahaan memiliki cara masing-masing dalam melaksanakan
program CSR, termasuk CSR PT ITP. Namun, implementasi CSR sebagai suatu
tindakan sosial perusahan tentunya harus berdasar pada tiga dasar utama. Ketiga
dasar tersebut disebut dengan the triple bottom line yaitu people, planet dan profit.
Ketika implementasi corporate social responsibility sesuai dengan dasar tersebut,
maka usaha itu mendukung terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu
tujuan ekonomi, ekologi dan sosial. Tujuan ekonomi dari pembangunan
berkelanjutan dapat dilihat melalui adanya peluang berusaha serta kesempatan
bekerja. Tujuan ekologi dari pembangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui
16
penilaian terhadap lingkungan serta kepedulian terhadap lingkungan. Tujuan
sosial dari pmebangunan berkelanjutan dapat dilihat melalui partisipasi
masyarakat.
Implementasi CSR
Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan:
1. Tujuan Ekonomi
- Tingkat peluang
usaha
- Tingkat peluang kerja
2. Tujuan Ekologi
- Tingkat kepedulian
terhadap lingkungan
3. Tujuan Sosial
- Tingkat partisipasi
Dampak Kegiatan
Perusahaan :
1. Dampak Lingkungan
- Persepsi terhadap
lingkungan
2. Dampak Sosial
- Tingkat keresahan
sosial
Gambar 5 Kerangka analisis dari analisis program corporate social responsibility
(CSR) dalam pembangunan berkelanjutan
Dukungan terhadap terpenuhinya tujuan pembangunan berkelanjutan dapat
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan perusahaan sendiri. Dampak
tersebut meliputi dampak lingkungan dan dampak sosial. Dampak lingkungan
dapat dilihat persepsi peserta program terhadap lingkungan terutama di daerah
penanaman jarak pagar. Dampak sosial, salah satunya, dapat dilihat melalui
adanya keresahan sosial. Adapun bagan kerangka analisis dapat dilihat pada
Gambar 5.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang dapat ditarik dari penelitian ini diantaranya:
1. Semakin tinggi tingkat keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan dalam program CSR maka semakin tinggi tingkat
keberhasilan menanggulangi dampak lingkungan
2. Semakin tinggi tingkat keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan dalam program CSR maka semakin tinggi tingkat
keberhasilan menanggulangi dampak sosial
Definisi Operasional
1. Tingkat keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan yaitu
seberapa tinggi pencapaian dari dimensi pembangunan berkelanjutan itu
17
sendiri. Diukur menggunakan kuesioner dari tiga dimensi dengan empat
variabel yaitu tingkat peluang kerja, tingkat peluang usaha, kepedulian
terhadap lingkungan serta partisipasi dengan menggunakan skala ordinal
“Ya” atau “Tidak”. Skor untuk masing-masing variabel jika dikategorikan
tinggi adalah “3”, jika dikategorikan sedang adalah “2” dan jika
dikategorikan rendah adalah “1”. Maka pengkategorian keberhasilan
implementasi pembangunan berkelanjutan, tinggi, sedang, rendah adalah
sebagai berikut:
a. Tinggi
: jika skor total keempat variabel berjumlah 10-12
b. Sedang
: jika skor total keempat variabel berjumlah 7-9
c. Rendah
: jika skor total keempat variabel berjumlah 4-6
Untuk masing-masing variabel, pengkategorian untuk masing-masing
ialah sebagai berikut:
a. Tingkat peluang kerja yaitu seberapa besar peluang kerja yang
timbul akibat adanya kegiatan dari CSR. Diukur dengan
menggunakan delapan pernyataan pada kuesioner dengan skala
ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang,
dan rendah dengan indeks sebagai berikut:
1. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak >5-8 pernyataan
2. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak > 2-5 pernyataan
3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak <2 pernyataan
b. Tingkat peluang usaha; adalah seberapa besar peluang berusaha
yang timbul dari adanya kegiatan CSR. Diukur dengan
menggunakan lima pernyataan pada kuesioner dengan skala
ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang,
dan rendah dengan indeks sebagai berikut:
1. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak > 4 pernyataan
2. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak > 2-3 pernyataan
3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 2 pernyataan
c. Tingkat kepedulian terhadap lingkungan; adalah seberapa besar
tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan setelah adanya
kegiatan CSR. Diukur dengan menggunakan tujuh pernyataan pada
kuesioner dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan
menjadi tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut:
1. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak >5 penyataan
2. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak > 3-5 pernyataan
3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 3 pernyataan
d. Tingkat partisipasi masyarakat; adalah tingkatan partisipasi yang
dicapai masyarakat dalam tangga partisipasi Arnstein (1969) dalam
program CSR, baik dalam perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi.
Partisipasi ini dikategorikan menjadi tinggi, sedang dan rendah
untuk ketiga aspek program CSR apabila berada pada kriteria
sebagai berikut:
1. Rendah : manipulasi dan terapi
2. Sedang
: informasi, konsultasi dan placation
3. Tinggi
: partnership, delegasi kewenangan dan kontrol
18
Diukur dengan menggunakan 23 pertanyaan pada kuesioner
dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi
tinggi, sedang, dan rendah dengan indeks sebagai berikut:
1. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak > 17 pernyataan
2. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak >11 – 17 pernyataan
3. Rendah : jika menjawab ya sebanyak < 11 pernyataan
2. Tingkat keberhasilan menanggulangi dampak lingkungan dilihat hubungan
antara keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dengan
persepsi terhadap lingkungan, dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah
sebagai berikut:
a. Tinggi
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan tinggi dan persepsi terhadap lingkungan positif
b. Sedang
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan sedang dan persepsi terhadap lingkungan netral
c. Rendah
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan rendah dan persepsi terhadap lingkungan negatif
Persepsi terhadap lingkungan, yang dilihat dari pencemaran udara,
diartikan sebagai pengetahuan masyarakat tentang pencemaran udara yang
ada di lingkungan masyarakat setelah adanya kegiatan CSR. Diukur
dengan menggunakan tiga pertanyaan pada kuesioner dengan skala ordinal
“Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah
dengan akumulasi skor sebagai berikut:
a. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak >2 pernyataan
b. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak >1-2 pernyataan
c. Rendah
: jika menjawab ya sebanyak < 1 pernyataan
3. Tingkat keberhasilan menanggulangi dampak sosial dilihat hubungan
antara keberhasilan implementasi pembangunan berkelanjutan dengan
tingkat keresahan sosial, dengan kategori tinggi, sedang, dan rendah
sebagai berikut:
a. Tinggi
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan tinggi dan tingkat keresahan sosial rendah
b. Sedang
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan sedang dan tingkat keresahan sosial sedang
c. Rendah
: jika keberhasilan implementasi pembangunan
berkelanjutan rendah dan tingkat keresahan sosial tinggi
Tingkat keresahan sosial; adalah seberapa sering bentuk protes yang
dilakukan warga terhadap keberadaan perusahaan baik yang terpendam
atau terbuka akibat dari ketidaksesuaian harapan dan kenyataan.
Diukur dengan menggunakan empat pertanyaan pada kuesioner
dengan skala ordinal “Ya” dan “Tidak”. Dikategorikan menjadi tinggi,
sedang dan rendah dengan indeks sebagai berikut:
a. Tinggi
: jika menjawab ya sebanyak >3 pernyataan
b. Sedang
: jika menjawab ya sebanyak 2-3 pernyataan
c. Rendah
: jika menjawab ya sebanyak <1 pernyataan
Download