Teori Darwin Versus Penciptaan

advertisement
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
1
Teori Darwin Versus Penciptaan
Manusia Berasal dari Kera?
David Yohanes Meyners*)
TAMPAKNYA, manusia menghadapi masalah identitas. Ada sebuah
keyakinan yang kuat selama bertahun-tahun bahwa nenek moyang kita
berasal dari "manusia-kera". Begitulah sekurang-kurangnya keyakinan
Tim Peneliti Arkelogi Indonesia-Australia yang dipimpin oleh evolusionis
Profesor Mike Morwood dalam temuannya saat menggali gua kapur Liang
Bua di sebuah pulau sekitar Flores. Hasilnya, seperti dilaporkan Timor
Express, Sabtu, 30 Oktober 2004, hlm 3, di bawah judul "Hobbit
Ditemukan di Flores", "Fosil manusia dari Flores ini merupakan temuan
sensasional dalam arkeologi...Pohon keluarga homini, termasuk manusia
dan pra-manusia, menyimpang dari simpanse sekitar tujuh juta tahun
lalu...,manusia Flores berevolusi terpisah. Menjadi begitu kecil karena
kondisi lingkungan. Seperti kekurangan makanan dan sedikitnya
pemangsa." Apakah ini makhluk peralihan secara evolusi antara binatang
dan manusia Flores? Apakah "manusia-kera" memang nenek moyang kita?
Para ilmuwan yang mendukung evolusi menyatakan demikian. Itulah
sebabnya sering dibaca ungkapan--seperti yang akan diulas dalam bagian
pertama ini: Bagaimana Kera menjadi Manusia?
Memang, beberapa pengamat evolusi tidak berpendapat bahwa nenek
moyang manusia secara teoritis pantas disebut "kera". Meskipun demikian,
beberapa rekan mereka tidak begitu cermat. Stephen Jay Gould berkata,
"People...evolved from apelike ancestors." (Manusia...berevolusi dari
nenek moyang yang mirip kera) (Boston Magazine, "Stephen Jay Gould;
Defending Darwin", oleh Carl Oglesby, Februari 1991:52). Dan George
Gaylord Simpson menyatakan, "The common ancestor would certainly be
1
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
called an ape or a monkey in popular speech by anybody who saw it. Since
the terms ape and monkey are defined by popular usage, man's ancestors
were apes or monkeys" (Nenek motang yang umum memang dapat disebut
seekor kera atau monyet dalam percakapan populer oleh siapa pun yang
melihatnya. Karena istilah kera dan monyet didefinisikan untuk
menggunakan kata yang populer, nenek-moyang manusia adalah kera atau
monyet) (dalam Carl Oglesby, 1991:27).
Banyak Bukti Fosil?
Mengapa catatan fosil begitu penting dalam usaha membuktikan
adanya nenek moyang yang mirip kera bagi umat manusia? Fosil,
memberikan bukti nyata mengenai variasi kehidupan yang ada lama
sebelum kehadiran manusia. Tetapi ia belum memberikan dukungan yang
daharapkan bagi pandangan evolusi tentang bagaimana kehidupan dimulai
atau bagaimana janis-janis baru muncul setelahnya. Seperti dilaporkan
Timor Express selanjutnya, "Para ilmuwan telah menyatukan kepingankepingan sehingga membentuk sebuah gambaran. Spesies kerdil berkulit
gelap dan tidak berambut. Dengan kepala seukuran jeruk besar, mata
cekung, hidung pesek, dan gigi besar. Mulut diproyeksikan agak ke depan,
hampir tanpa dagu. Yang mengejutkan para ilmuwan, meski otaknya kecil,
manusia Flores itu dapat melakukan hal-hal kompleks. 'Mereka membuat
peralatan batu yang rumit. Beberapa tampaknya dimaksudkan untuk
memburu hewan besar seperti stegodon, komodo, dan untuk membunuh
hewan-hewan besar ini', kata Morwood, ketua proyek penelitian yang juga
profesor arkelogi di University of New England, Australia. Penemuan
sebelumnya, lanjut Morwood, "yang tertua berusia 95 ribu tahun dan yang
termuda berusia 13 ribu tahun lalu. Berarti, usia manusia Flores tumpang
tindih dengan manusia modern sekitar empat ribu tahun. Tapi, masih
belum jelas apakah ada hubungan keduanya di Flores."
Mengomentari tidak adanya fosil-fosil transisi yang menjembatani
jurang-jurang pemisah secara biologi, Francis Hitching dalam The Neck of
the Giraffe, 1992:19, mengatakan, "The curious thing is that there is a
consistency about the fossil gaps: the fossils go missing in all the
important places" (Yang aneh adalah bahwa selalu ada jurang pemisah
antara fosil-fosil: fosil-fosil tidak ditemukan di tempat-tempat penting
yang diharapkan). Tempat penting yang dimaksudkan adalah jurang
2
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
pemisah antara divisi-divisi kehidupan binatang yang utama. Salah satu
contoh adalah bahwa ikan dianggap telah berevolusi dari binatang
invertebrata, makhluk tidak bertulang belakang. "Fish jump into teh fossil
record" (Ikan muncul secara tiba-tiba dalam catatan fosil), kata Hitching,
"seemingly from nowhere: mysteriously, suddenly, full formed"
(nampaknya bukan dari mana-mana: secara misterius, tiba-tiba, terbentuk
dengan sempurna) (Ibid., 1992:20). Pakar ilmu hewan N.J. Berrill
mengomentari penjelasan evolusinya sendiri tentang bagaimana ikan
muncul, dengan berkata, "In a sense this account is science fiction" (Dalam
beberapa hal uraian ini bersifat fiksi ilmiah) (The Origin of Vertebrates,
1975:10).
Teori evolusi berpendapat bahwa ikan menjadi amfibi, beberapa
amfibi menjadi reptilia, reptilia menjadi mamalia dan burung, dan
akhirnya beberapa mamalia menjadi manusia. Namun dari sudut
pandangan evolusi, hasil catatan fosil, tidak mendukung pernyataanpernyataan ini. Demikian juga, terdapat jurang pemisah yang jelas antara
manusia dan kera dewasa ini tidak dikenal. Kalau benar bahwa seraya
binatang berkembang menaiki jenjang evolusi, binatang tersebut menjadi
lebih mampu untuk terus hidup. Lalu, mengapa keluarga kera yang "lebih
rendah" masih hidup, tetapi tidak demikian halnya dengan satu pun dari
apa yang ditafsir sebagai bentuk-bentuk peralihan, yang dianggap bentuk
yang lebih maju dalam evolusi? Sekarang kita melihat simpanse, gorila
dan orang-utan, tetapi tidak ada "manusia-kera"--termasuk "manusia-kera
Flores". Apakah mungkin bahwa setiap jenis dari "mata rantai" yang lebih
baru dan dianggap lebih maju antara makhluk yang mirip kera dengan
manusia modern telah punah, sedangkan kera-kera yang lebih rendah
tidak?
Dari uraian dalam buku-buku ilmiah standar untuk perguruan tinggi,
sekolah menengah, dalam pameran di Museum dan pada acara televisi,
seolah-olah banyak bukti, manusia memang berevolusi dari makhluk yang
mirip kera. Apakah memang demikian? Misalnya, bukti fosil apakah
mengenai hal ini terdapat di zaman Darwin? Apakah bukti sedemikian
yang mendorongnya untuk merumuskan teorinya? The Bulletin of the
Atomic Scientists (Bulletin Para Ilmuwan Atom) memberitahukan, "Teoriteori permulaan tentang evolusi manusia sungguh sangat ganjil, jika kita
3
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
merenungkannhya. David Pilbeam telah menggambarkan teori-teori
permulaan tersebut sebagai teori 'tanpa fosil.' Artinya, inilah teori tentang
evolusi manusia yang dianggap memerlukan beberapa bukti fosil, tetapi
nyatanya ada begitu sedikit fosil yang tidak terlalu mendukung teori
tersebut, atau tidak ada fosil sama sekali. Maka antara apa yang disangka
kerabat terdekat manusia dan fosil manusia purba, hanya ada khayalan
para ilmuwan abad kesembilan belas." Publikasi ilmiah ini
memperlihatkan penyebabnya, "People wanted to believe in evolution,
human evolution, and this affected the results of their work" (Orang ini
percaya kepada evolusi, evolusi manusia, dan hal ini mempengaruhi hasil
karya mereka) ("Fifty Years of Studies on Human Evolution", Sherwood
Washburn, Mei, 1982:37, 41).
Koleksi Tidak Lengkap
Setelah penyelidikan yang lebih dari satu abad, berapa banyakkah
bukti fosil "manusia-kera" ditemukan? Richard Leakey menyatakan,
"Those working in this field have so little evidence upon which to base
their conclusions that it is necessary for them frequently to change their
conclusions" (Mereka yang bekerja dalam bidang ini memiliki begitu
sedikit bukti untuk kesimpulan-kesimpulan mereka sehingga seringkali
mereka perlu mengubah kesimpulan-kesimpulan tersebut) (Spectator,
April 1973:4). New Scientist (edisi 26 Maret 1991:802, "Whatever
Happened to Zinjanthropus?") mengomentari, "Judged by the amount of
evidence upon which it is based, the study of fossil man hardly deserves to
be more than a sub-discipline of palaeontology or anthropology....the
collection is so tantalisingly incomplete, and the specimens themselves
often so fragmentary and inconclusive" (Dinilai dari jumlah bukti yang
mendukungnya, penyelidikan fosil manusia hanya patut dianggap sebagai
tidak lebih dari sekadar mata pelajaran tambahan untuk paleontologi atau
antropologi....koleksi tersebut sangat tidak lengkap, dan spesimenspesimennya sendiri sering bagitu terpisah-pisah dan tidak dapat
dipastikan). Tepatnya seberapa terbataskah catatan fosil mengenai
"manusia-kera"? Perhatikan komentar berikut ini. The New York Times
4
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
(edisi 4 Oktober 1982:A18, "How Old Is Man?", Nicholas Wade), "Sisasisa fosil nenek moyang manusia yang dikenal bisa muat di atas meja
bilyar. Sangat tidak memadai untuk membantu pandangan menerobos
kabut beberapa juta tahun terakhir. Science Digest (Mei 1982:44, "The
Water People", Lyall Watson), "Kenyataan yang sangat menarik bahwa
semua bukti fisik yang kita miliki untuk mendukung evolusi manusia
masih dapat dimasukkan, dan tidak penuh, dalam sebuah peti
mati!...Misalnya, kera modern nampaknya muncul tiba-tiba. Kera tidak
memiliki sejarah masa lampau, tidak ada catatan fosil. Dan asal mula yang
sebenarnya dari manusia modern--makhluk yang tegak, tidak berbulu,
pembuat perkakas, berotak besar--jika kita jujur terhadap diri kita sendiri,
adalah hal yang sama misteriusnya."
Jika rekonstruksi "manusia-kera"--primata asal Flores itu--tidak
didasarkan atas kebenaran, maka apa sebenarnya makhluk-makhluk purba
yang tulang-tulang fosilnya telah ditemukan itu? Salah satu dari mamalia
paling awal ini dinyatakan berada dalam garis keturunan manusia adalah
binatang kecil mirip binatang pengerat yang konon telah hidup kira-kira 70
juta tahun lalu. Dalam buku Lucy: The Beginnings of Humankind, Donald
Johanson dan Maitland A. Edey (1981:31) menulis, "They were insecteating quadrupeds about the size and shape of squirrels" (Binatangbinatang ini adalah pemakan serangga berkaki empat dengan ukuran dan
bentuk kira-kira seperti tupai). Richard Leakey menyebut mamalia tersebut
"rat-like primate" (permata yang mirip tikus). Tetapi apakah memang ada
bukti yang kuat bahwa binatang kecil ini adalah nenek moyang manusia?
Tidak, melainkan hanya spekulasi kosong belaka. Tidak ada tahapan
transisi yang pernah menghubungkannya dengan apa pun selain dirinya
sendiri: mamalia kecil yang mirip binatang pengerat.
Berikutnya dalam daftar yang umum diterima, dengan jurang
pemisah yang diakui sejauh kira-kira 40 juta tahun, ditemukan fosil di
Mesir yang diberi nama Aegyptopitheucus--kera Mesir. Makhluk ini
konon telah hidup kira-kira 30 juta tahun yang lalu. Majalah, surat kabar,
dan buku-buku telah memperlihatkan gambar-gambar makhluk kecil ini
dengan judul seperti, "Makhluk yang mirip kera ini adalah nenek moyang
kita." "Primata Afrika yang Mirip Kera Disebut Nenek Moyang Bersama
dari Manusia dan Kera." "Aegyptopithecus adalah nenek moyang kita dan
5
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
juga nenek moyang kera-kera yang hidup." Tetapi di mana mata rantai
yang menghubungkannya dengan binatang pengerat sebelumnya? Di mana
mata rantai yang menghubungkan dengan apa yang ditempatkan
setelahnya dalam garis keturunan menurut evolusi? Belum ada yang
ditemukan. Maka, bukti menjadi jelas bahwa kepercayaan pada "manusiakera" tidak berdasar. Sebaliknya, manusia memiliki semua ciri-ciri khas
sebagai ciptaan--terpisah dan berbeda dari binatang apa pun. Manusia
berkembang biak hanya menurut jenisnya. Demikianlah halnya sekarang
dan selalu demikian pada masa lampau. Makhluk-makhluk mirip kera
yang hidup pada masa lampau juga tidak lebih dari itu--kera, atau monyet-bukan manusia. Dari fosil-fosil manusia purba yang tidak jauh berbeda
dari manusia sekarang, hanyalah memperlihatkan variasi dalam keluarga
manusia, seperti juga sekarang kita memiliki banyak variasi manusia yang
hidup berdampingan. Ada manusia setinggi 2,1 meter dan ada orang
kerdil, dengan ukuran dan bentuk kerangka yang berbeda-beda. Tetapi
semua termasuk dalam "jenis" manusia yang sama, bukan "jenis" binatang.
Bagaimana dengan Tanggal?
Kronologi Alkitab menunjukkan bahwa suatu masa kira-kira 6.000
tahun telah berlalu sejak penciptaan manusia. Maka, mengapa ada suatu
jangka waktu yang jauh lebih lama sejak munculnya bermacam-macam
fosil manusia yang diakui? Sebelum menyimpulkan bahwa kronologi
Alkitab itu salah, pertimbangkan bahwa metode penanggalan secara
radioaktif telah dikecam keras oleh beberapa ilmuwan. Sebuah majalah
ilmiah melaporkan penyelidikan yang menunjukkan, "tanggal yang
ditentukan berdasarkan pemecahan zat radioaktif dapat melesat--bukan
hanya beberapa tahun, tetapi sampai ukuran yang besar." Dikatakan, "Man,
instead of having walked the earth for 3.6 million years, may have been
around for only a few thousand" (Manusia, bukannya telah ada di bumi
selama 3,6 juta tahun, tetapi mungkin hanya beberapa ribu tahun) (Popular
Science, "How Old Is It?", Robert Gannon, November 1989:81). Misalnya,
"jam" radiokarbon (isotop karbon radioaktif dengan berat atom 14).
Metode penanggalan radiokarbon ini dikembangkan selama lebih dua
dasawarsa oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Ia diakui di mana-mana
6
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
sebagai cara penentuan tanggal yang saksama untuk benda dari sejarah
purba. Tetapi kemudian konperensi para ahli sedunia, termasuk ahli
radiokimia, ahli arkeologi dan ahli geologi, diadakan di Uppsala, Swedia,
untuk bertukar pikiran. Laporan hasil konperensi memperlihatkan, dasar
asumsi yang dipakai untuk pengukuran tersebut kurang lebih telah terbukti
tidak dapat dipercayai. Misalnya ditemukan, kecepatan pembentukan
karbon radioaktif dalam atmosfir tidak tetap pada masa lampau dan bahwa
metode ini tidak dapat dipercaya untuk menentukan tanggal benda-benda
berusia kira-kira 2.000 S.M, atau sebelumnya (Seattle Post-Intelligencer,
"Radiocarbon Dating Wrong", 18 Januari 1976:C8). Ingat, bukti-bukti
yang benar-benar dapat dipercaya tentang kegiatan manusia di bumi,
bukan dalam jutaan tahun, tetapi ribuan tahun. Misalnya, dalam buku The
Fate of the Earth (Jonathan Schell, 2002:181) menulis, "Only six or seven
thousand years ago...civilization emerged, enabling us to build up a human
world" (Hanya enam atau tujuh ribu tahun yang lalu...peradaban muncul,
yang memungkinkan kita membangun dunia umat manusia). The Last Two
Million Years (The Reader's Digest Association, 1974:9, 29) menyatakan,
"In the Old World, most of the critical steps in the farming revolution were
taken between 10,000 and 5000 BC" (Dalam dunia yang Lama, langkahlangkah penting dalam revolusi pertanian kebanyakan terjadi antara tahun
10.000 dan 5.000 S.M.). Juga dikatakan, "Only for the last 5000 years has
man left written records" (Hanya selama 5.000 tahun terakhir manusia
meninggalkan catatan tertulis). Catatan fosil memperlihatkan bahwa
manusia modern muncul secara tiba-tiba di bumi, dan catatan sejarah yang
dapat dipercaya tak dapat disangkal memang belum terlalu lama.
Kenyataan ini sesuai dengan kronologi Alkitab sehubungan kehidupan
manusia.
Mengenai hal ini, perhatikan apa kata pemenang hadiah Nobel ahli
fisika nuklir W.F. Libby, salah seorang perintis penanggalan radiokarbon
dalam buku Science ("Radiocarbon Dating", 3 Maret 1961:624), "The
research in the development of the dating technique consisted of two
stages--dating of samples from the historical and the prehistorical epochs,
respectively. Arnold [a co-worker] and I had our first shock when our
advisers informed us that history extended back only for 5000 years....You
read statements to the effect that such and such a society or archeological
site is 20,000 years old. We leamed rather that these numbers, these
7
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
ancient ages, are not known accurately" (Penyelidikan dalam
pengembangan teknik penentuan tanggal terdiri dari dua tahap-menentukan tanggal benda-benda dari zaman sejarah dan prasejarah,
secara berturut-turut. Arnold [seorang rekan kerja] dan saya terkejut untuk
pertama kalinya sewaktu penasihat-penasihat kami memberitahu bahwa
sejarah masa lampau hanya sejauh 5.000 tahun....Anda membaca
pernyataan-pernyataan yang memaksudkan bahwa suatu masyarakat atau
tempat purbakala antah-berantah berusia 20.000 tahun. Kami agak kaget
mengetahui bahwa angka-angka ini, usia-usia purbakala ini, tidak persis
diketahui).
Sewaktu meninjau sebuah buku tentang evolusi, pengarang Inggris
Malcolm Muggeridge (Esquire, tinjauan buku terhadap buku The ascent of
Man, Jacob Bronowski, Juli 1974:53) mengomentari kurangnya bukti
untuk mendukung evolusi. Ia menyebut bahwa spekulasi yang liar tetap
saja berkembang. Kemudian ia berkata, "The Genesis account seems, by
comparison, sober enough and at least has the merit of being validly
related to what we know about human beings and their behavior" (Uraian
kitab Kejadian nampaknya, jika dibandingkan, cukup realistis dan paling
tidak bernilai tinggi karena secara sah berhubungan dengan apa yang kita
ketahui tentang umat manusia dan perilakunya). Ia berkata bahwa
pernyataan-pernyataannya yang tidak berdasar mengenai masa jutaan
tahun untuk evolusi manusia "and wild leaps from skull to skull, cannot
but strike anyone not caught up in the [evolutionary] myth as pure fantasy"
(dan lompatan yang liar dari satu tengkorak ke tengkorak lain, hanya
fantasi belaka yang benar-benar mengejutkan bagi siapa pun yang tidak
terbuai oleh dongeng [evolusi]). Muggeridge menyimpulkan, "Posterity
will surely be amazed, and I hope vastly amused, that such slipshod and
unconvincing theorizing should have so easily captivated twentiethcentury minds and been so widely and recklessly applied" (Generasigenerasi mendatang akan benar-benar heran, dan saya kira merasa sangat
geli, bahwa teori yang demikian sembrono dan tidak meyakinkan telah
begitu mudah menawan pikiran orang-orang abad kedua puluh dan telah
dipergunakan begitu luas dan dengan ceroboh). ***
*) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang.
8
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
2
Teori Darwin Versus Penciptaan
Buku yang Mengejutkan Dunia?
David Yohanes Meyners*)
PENERBITAN buku The Origin of Species (judul lengkap: On the
Origin of Species by Means of Natural Selection, or the Preservation of
Favoured Races in the Struggle for Life) karya Charles Darwin pada tahun
1859, telah menyulut perdebatan yang sengit dalam lingkungan ilmiah dan
agama. Perdebatan itu mempengaruhi bidang ekonomi dan sosial, dan
bahkan terus berlanjut hingga sekarang, kira-kira 145 tahun kemudian.
Dalam A Story Outline of Evolution, C.W. Grimes (1999) menulis
mengenai Origin of Species karya Darwin, “No other book ever printed
has aroused so much controversy among thinking people. No other subject
within living memory has so challenged traditional beliefs, revolutionized
the world of Nature, and moulded, congealed, and crystallized human
thought as has that of Evolution” (Tidak ada buku lain yang pernah dicetak
yang telah membangkitkan begitu banyak kontroversi di kalangan orangorang yang suka berpikir. Tidak ada pokok lain dalam sejarah umat
manusia yang telah begitu menantang kepercayaan tradisional, dan
merevolusi dunia Alam, dan membentuk, serta mengkristalkan pikiran
manusia seperti halnya teori Evolusi).
Memang, teori evolusi bukan berasal dari Darwin, konsepnya dapat
ditelusuri kembali hingga ke Yunani purba. Ada juga beberapa pendahulu
Darwin pada abad ke-18 yang merintis jalan sehingga The Origin of of
Species diterima secara luas. Akan tetapi, buku Darwinlah yang menjadi
9
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
dasar dari pemikiran evolusi modern. Buku tersebut memang mengejutkan,
dan mengguncangkan dunia, karena teori evolusinya tidak hanya
mencetuskan revolusi dalam bidang biologi. Bagaikan badai ia melanda
fondasi masyarakat--agama, sains, politik, ekonomi, kehidupan sosial,
sejarah dan pandangan akan masa depan. Bagaimana sekarang teori
tersebut telah mempengaruhi dunia selama lebih dari satu abad?
Bagaimana hal itu telah mempengaruhi kehidupan manusia? Apa
peninggalannya? Artikel pada bagian ini, membahas pertanyaanpertanyaan ini.
Keretakan Halus Berkembang
Pada awal abad ke-19, agama dan sains menikmati hubungan yang
cukup baik. Tepat dua tahun sebelum The Origin of Species diterbitkan,
biolog dan profesor dari Universitas Harvard, Louis Agassiz, menulis,
dunia dari benda-benda hidup memperlihatkan adanya “prameditasi,
hikmat, kebesaran” dan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan alam
adalah untuk menganalisis “pikiran dari Pencipta Alam Semesta”. Sudut
pandangan Agassiz bukan sesuatu yang tidak umum. Banyak orang
menganggap sains dan agama berjalan dengan harmonis. Penemuanpenemuan sains seringkali dianggap sebagai bukti adanya Pencipta yang
Agung. Namun, keretakan yang halus berkembang antara agama dan sains.
Principles of Geology karya Charles Lyell, yang jilid pertamanya
muncul pada tahun 1830, menebarkan keragu-raguan pada kisah
penciptaan dalam Alkitab. Lyell menyatakan, penciptaan tidak
mungkin berlangsung dalam enam hari harfiah. Fisikawan Fred Hoyle,
“Lyell’s books were largely responsible for convincing the world at large
that the Bible could be wrong, at any rate in some respects, a hitherto
unthinkable thought” (Buku-buku Lyell sebagian besar bertanggung jawab
dalam hal meyakinkan dunia pada umumnya bahwa Alkitab bisa saja
salah, bagaimanapun juga dalam beberapa hal, suatu pemikiran yang
sampai saat ini tidak pernah dipertanyakan). Dengan demikian suatu
fondasi diletakkan untuk skeptisisme. Dalam pikiran banyak orang, sains
dan Alkitab tidak dapat berjalan dengan harmonis lagi. Bila dihadapkan
dengan suatu pilihan, banyak orang lebih suka akan sains. “Lyell’s work
10
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
had thrown the early chapters of the Old Testament into doubt” (Bukubuku Leyll telah membuat orang meragukan pasal-asal awal dari
Perjanjian Lama), tulis Fred Hoyle, “and Darwin’s book was there to
replace it” (dan buku Darwin telah siap untuk menyusul buku Lyell).
The Origin of Species muncul pada saat yang cocok bagi orang-orang
yang tidak mau menerima Alkitab sebagai Firman dari Allah. Kisah
asmara telah berkembang antara manusia dan sains. Khalayak ramai yang
tergila-gila, dirayu oleh janji dan prestasi dari sains. Bagaikan seorang
pelamar yang bersikap satria, sains melimpahi umat manusia dengan
hadiah yang inovatif--teleskop, mikroskop, dan mesin uap, kemudian
listrik, telepon, dan mobil. Teknologi telah memacu revolusi industri yang
akan memberikan kepada rakyat jelata keuntungan materi yang belum
pernah ada sebelumnya. Sebagai kontras, agama dianggap sebagai
penghalang bagi kemajuan. Beberapa orang merasa, agama membuat
orang tetap dalam keadaan hilang kesadaran, tidak mampu mengikuti
kemajuan yang pesat dalam bidang sains. Kaum ateis mulai
memproklamirkan pandangan mereka dengan lantang dan berani. Memang
seperti yang ditulis oleh Richard Dawkins, “Darwin made it possible to be
an intellectually fulfilled atheist” (Darwin memungkinkan seseorang
menjadi seorang ateis yang puas secara intelektual). Sains menjadi harapan
baru bagi umat manusia untuk keselamatan.
Mula-mula, para pemimpin agama menentang teori evolusi. Tetapi
seraya dekade-dekade berlalu, para pemimpin agama pada umumnya
menyerah kepada pendapat yang populer, dengan menerima paduan antara
evolusi dan penciptaan. Sebuah judul berita di New York Times tahun 1938
mengumumkan, “Church of England Report Upholds Evolutionary Idea of
the Creation” (Laporan Gereja Inggris Mendukung Gagasan Teori
Evolusi Tentang Penciptaan). Laporan itu, yang disusun oleh suatu komisi
di bawah Uskup Agung dari York, menyatakan, “No objection to a theory
of evolution can be drawn from the two creation narratives in Genesis I
and II, since it is generally agreed among educated Christians that these
are mythological in origin and that their value for us is symbolic rather
than historical” (Dalam dua cerita tentang penciptaan dalam Kejadian
I dan II tidak ditemukan adanya keberatan terhadap teori evolusi,
karena pada umumnya telah disetujui di kalangan orang-orang
11
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Kristen yang terpelajar bahwa cerita tentang penciptaan ini berasal
dari mitos dan bahwa nilainya bagi kita bersifat kiasan dan bukan
sejarah). Komisi uskup agung itu menyimpulkan, “You can think what
you like and still be Christian” (Anda dapat berpikir sesuka Anda dan
masih tetap menjadi orang Kristen).
Bagi banyak orang, upaya semacam itu untuk mendamaikan Alkitab
dengan evolusi hanya akan mengencerkan kredibilitas Alkitab. Hal itu
mengakibatkan meluasnya skeptisme terhadap Alkitab, dan hal ini masih
terus ada hingga sekarang, bahkan di kalangan beberapa pemimpin agama.
Hal yang khas adalah komentar seorang uskup Episkopal di Kanada yang
menegaskan, Alkitab ditulis pada zaman prasains dan karena itu
mencerminkan prasangka dan kurang pengetahuan. Ia mengatakan,
Alkitab berisi “kesalahan-kesalahan sejarah” dan “pernyataan yang
dilebih-lebihkan secara mencolok” berkenaan kelahiran dan kebangkitan
Yesus. Oleh karena itu, banyak orang, termasuk para pemimpin agama,
dengan cepat mendiskreditkan Alkitab. Tetapi apa hasil dari skeptisme?
Harapan alternatif apa yang ditawarkan? Dengan lemahnya iman kepada
Alkitab, beberapa orang telah berpaling pada filsafat dan politik.
Filsuf Kenamaan
The Origin of Species menawarkan pandangan yang baru
sehubungan dengan perilaku umat manusia. Mengapa satu bangsa berhasil
menaklukkan bangsa lain? Mengapa satu ras lebih unggul daripada ras
lain? The Origin of Species, yang menekankan seleksi alam dan
kelangsungan hidup dari yang paling dapat menyesuaikan diri,
memberikan penjelasan yang menggugah para filsuf kenamaan abad ke19. Friedrich Nietzsche (1844-1900) dan Karl Marx (1818-1883) adalah
filsuf-filsuf yang memberikan pengaruh yang besar dalam bidang politik.
Keduanya terpesona dengan teori evolusi. “Darwin’s book is important”
(Buku Darwin sangat penting), kata Marx, “and serves me as a natural
scientific basis for the class struggle in history” (dan memberi saya suatu
dasar ilmu pengetahuan alam untuk perjuangan kelas dalam sejarah).
Sejarawan Will Durant menyebut Nietzsche sebagai “anak Darwin”.
12
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Buku Philosophy-An Outline--History meringkaskan salah satu
kepercayaan Nietzsche, “The strong, brave, domineering, proud, fit best
the society that is to be” (Orang kuat, berani, yang bersifat menguasai,
angkuh dan menyukai orang yang paling cocok untuk masyarakat masa
depan). Darwin percaya dan menulis dalam sepucuk surat kepada seorang
teman--bahwa di masa depan “an endless number of the lower races will
have been eliminated by the higher civilized races throughout the world”
(sejumlah ras manusia yang lebih rendah, yang tak terhitung banyaknya,
akan tersingkir oleh ras-ras yang lebih tinggi peradabannya di seluruh
dunia). Ia menggunakan penaklukan yang dilakukan orang-orang Eropa
terhadap bangsa-bangsa lain sebagai suatu preseden dan menghubungkan
hal ini dengan “the struggle for existence” (perjuangan untuk eksistensi).
Orang-orang yang berkuasa segera memanfaatkan pernyataan semacam itu
demi keuntungan mereka sendiri. H.G Wells menulis dalam The Outline of
Historym, “Prevalent peoples at the close of the nineteenth century
believed that they prevailed by virtue of the Struggle for Existence, in
which the strong and cunning get the better of the weak and confiding.
And they believed further that they had to be strong, energetic, ruthless,
‘practical,’ egotistical” (Pada akhir abad kesembilan belas, orang-orang
yang berkuasa percaya bahwa mereka menang oleh karena Perjuangan
untuk Eksistensi, yaitu mereka yang kuat dan cerdik dapat mengalahkan
yang lemah dan yang tidak menaruh curiga. Dan mereka lebih jauh yakin
bahwa mereka harus kuat, energik, bengis, ‘praktis’, menganggap diri
penting). Karena itu, “survival of the fittest” (kelangsungan hidup dari
yang paling dapat menyesuaikan diri) sekarang mempunyai makna filosis,
sosial, dan politis, yang seringkali sampai tingkat yang tidak masuk akal.
“To some war became ‘a biological necessity’” (Bagi beberapa orang,
peperangan menjadi ‘suatu keharusan biologis’) kata buku Milestones of
History. Dan buku ini mencatat bahwa sebelum abad yang akan datang,
“Darwinian ideas formed an integral part of Hitler’s doctrine of racial
superiority” (gagasan yang berkaitan dengan Darwin membentuk suatu
bagian integral dari doktrin Hitler berkenaan keunggulan ras).
Tentu saja, baik Darwin, Marx, maupun Nietzsche tidak hidup terus
untuk melihat bagaimana gagasan-gagasan mereka diterapkan--atau
disalahterapkan. Sesungguhnya, mereka mengharap, perjuangan untuk
eksistensi akan memperbaiki nasib manusia dalam kehidupan. Darwin
13
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
menulis dalam The Origin of Species bahwa “all corporeal and mental
endowments will tend to progress towards perfection” (semua anugerah
badaniah dan mental akan cenderung maju ke arah kesempurnaan).
Seorang imam dan biolog abad kedua puluh bernama Pierre Teilhard de
Chardin setuju akan hal ini, dengan teori bahwa akhirnya akan terjadi
suatu ‘evolution of the minds of the entire human race; everyone would
harmoniously work toward one goal’ (‘evolusi pada pikiran seluruh ras
manusia; setiap orang secara harmonis akan berupaya untuk mencapai satu
tujuan’).
Kemerosotan, Bukan Perbaikan
Apakah terdapat perbaikan demikian terjadi? Buku Clinging to a
Myth mengomentari sikap optimisme dari De Chardin, “De Chardin must
have been quite oblivious of the history of human bloodshed and of racist
systems such as apartheid in South Africa. He sounds like a man who is
not living in this world” (De Chardin pasti telah melupakan sejarah
pertumpahan darah manusia dan sistem ras seperti apartheid di Afrika
Selatan. Ia bagaikan orang yang tidak hidup di dunia ini). Sebaliknya
daripada kemajuan ke arah persatuan, umat manusia hingga awal abad 21
ini telah mengalami perpecahan ras dan nasional dengan skala yang belum
pernah terjadi sebelumnya.
Harapan yang ditawarkan dalam The Origin of Species, bahwa
manusia akan bergerak maju ke arah kesempurnaan, atau paling tidak ke
arah perbaikan, benar-benar tidak terpenuhi. Dan harapan itu terus
menyusut dengan berlalunya waktu, karena sejak diterimanya evolusi
secara umum, keluarga manusia seringkali telah merosot kepada
barbarisme. Pertimbangkan: Lebih dari 100 juta orang telah tewas dalam
peperangan yang terjadi pada abad 20 lalu, kira-kira 50 juta orang tewas
dalam Perang Dunia II saja. Juga pikirkan pembantaian etnik 10 tahun lalu
di tempat-tempat seperti Rwanda, negara-negara bekas Yugoslavia, dan di
Indonesia pada tahun 2000 di Kalimantan--belum termasuk pembantaian
berdarah--di berbagai tempat seperti Timor Timur, Aceh, Ambon, dan
Poso. Apakah hal ini berarti, tidak ada peperangan dan kebrutalan pada
14
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
abad-abad yang lalu? Tidak, tentu saja ada. Tetapi diterimanya teori
evolusi, sikap mental yang brutal bahwa harus ada perjuangan untuk
eksistensi, gagasan kelangsungan hidup bagi yang paling dapat
menyesuaikan diri, tidak membantu memperbaiki nasib manusia. Maka
walaupun evolusi tidak dapat dipersalahkan untuk penderitaan manusia,
evolusi telah membantu mendorong keluarga umat manusia ke dalam
kebencian, kejahatan, kekerasan, perbuatan amoral dan kemerosotan yang
lebih besar lagi. Karena secara luas telah diterima, umat manusia berasal
dari binatang buas, tidak mengejutkan bahwa semakin banyak orang
bertindak bagaikan binatang buas.
Banyak orang selama abad ke-19, diyakinkan oleh The Origen of
Species bahwa manusia telah hidup terus tanpa adanya campur tangan ilahi
dan akan terus hidup. Terpesona oleh kemajuan sains, banyak orang
merasa, Allah tidak lagi dibutuhkan, dan sains dapat menyelamatkan ras
umat manusia. Buku Age of Progress menunjukkan, abad ke-19, “was
animated by a conviction that rationally applied human effort could
transform the world” (disemangatkan oleh keyakinan bahwa upaya
manusia yang diterapkan secara rasional dapat mengubah dunia). Akan
tetapi, menjelang akhir abad itu, bahkan Charles Darwin tidak begitu
optimis lagi. Menurut seorang sejarawan, Darwin khawatir kalau-kalau
teori evolusi “had killed God and that the consequences for the future of
mankind were incalculable” (telah membunuh Allah dan konsekuensinya
terhadap masa depan umat manusia tidak terhitung). Alfred Russel
Wallace, rekan yang lebih muda yang hidup sezaman dengan Darwin,
teringat, “During my last conversation with Darwin [shortly before
Darwin’s death] he expressed a very gloomy view on the future of
mankind” (Selama percakapan saya yang terakhir dengan Darwin [tidak
lama sebelum kematian Darwin] ia mengutarakan suatu pandangan yang
sangat suram tentang masa depan umat manusia).
Apa yang Dihasilkan?
Sejarah abad ke-20 sejak itu telah menyingkapkan, masa-masa yang
suram memang akan datang. Prestasi teknologi sejak zaman Darwin
15
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
hanyalah menyamarkan apa yang ternyata benar-benar menjadi abad yang
paling gelap dan paling keras sepanjang sejarah umat manusia. Kita hidup
di tengah-tengah apa yang dilukiskan sejarawan H.G. Wells sebagai “a real
demoralization”
(suatu
demoralisasi/kemerosotan
akhlak
yang
sesungguhnya). Sejak Wells membuat pernyataan ini (kira-kira 84 tahun
yang lalu), dunia terus mengalami lebih banyak demoralisasi. Apa pun
yang diupayakan oleh para ilmuwan, ahli ekonomi, lembaga-lembaga
sosial, pemerintah manusia, atau agama-agama dunia ini tidak
menyembuhkan situasi atau bahkan membendung gelombang
demoralisasi. Keadaan terus memburuk.
Karena itu dalam kenyataannya, yang menjadi pertanyaan ialah: Apa
yang telah dihasilkan oleh upaya umat manusia? Apakah sains dan
teknologi telah mewujudkan suatu dunia yang lebih baik? “When we open
the daily paper and look at what’s going on” (Bila kita membuka surat
kabar dan melihat apa yang sedang terjadi), kata seorang biolog, Ruth
Hubbard, “the problems are not scientific. They are problems of social
organization, of things having gotten too big, of people going after profit
and ignoring human needs” (masalahnya bukan bersifat ilmiah. Itu adalah
masalah organisasi sosial, hal-hal yang telah menjadi terlampau sukar,
masalah orang-orang yang mengejar keuntungan dan mengabaikan
kebutuhan umat manusia). Hubbard menambahkan, “I don’t really think
that in a rational allotment of resources, science is likely to solve any or
many of the problems that most trouble people in the world” (Saya tidak
yakin benar bahwa dengan dibagikannya sumber-sumber daya secara
rasional, sains akan dapat memecahkan banyak atau salah satu problem
yang paling menyusahkan orang-orang di dunia).
Sebenarnya, apa manfaatnya bila manusia dapat pergi ke bulan tetapi
tidak dapat memecahkan problem-problem dasar keluarga umat manusia?
Apakah penemuan senjata-senjata yang semakin menghancurkan, seperti
bom atom, mengakhiri peperangan dan kekerasan etnik? Apakah hasilhasil yang telah dicapai sains telah banyak mengurangi kejahatan,
perpecahan keluarga, penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual, perbuatan-perbuatan amoral, bayi-bayi yang dilahirkan secara
tidak sah, korupsi di kalangan tingkat tinggi, kemiskinan, kelaparan, tuna
wisma, penyalahgunaan obat bius, polusi? Tidak, sebaliknya, sains telah
16
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
membuat beberapa dari hal-hal ini menjadi lebih buruk. Dengan
meninggalkan Allah dan menggantikannya dengan evolusi dan sains,
keluarga umat manusia tidak membantu situasinya namun malahan
merugikannya.
Tidak mengherankan, banyak orang kembali mempertimbangkan
teori bahwa manusia berevolusi dari makhluk-makhluk seperti kera,
bertentangan dengan gagasan yang menyatakan adanya suatu Allah yang
menciptakan manusia pertama. Dalam suatu pol Gallup di Amerika Serikat
disingkapkan, hanya 9 persen orang Amerika percaya, manusia berevolusi
tanpa campur tangan ilahi; 47 persen menyetujui gagasan bahwa Allah
menciptakan manusia dalam bentuknya sekarang.
Sementara The Origin of Species meramalkan, manusia akan
bergerak maju ke arah kesempurnaan, Alkitab menubuatkan, dunia akan
diguncangkan oleh krisis moral (Matius 24:3-12; 2 Timotius 3:1-5).
Alkitab juga menubuatkan, krisis ini akan mencapai klimaksnya, setelah
warisan bagi umat manusia yang setia adalah suatu firdaus yang bebas dari
problem-problem dewasa ini (Mazmur 37:10, 11, 29: Yesaya 11:6-9; 35:17; Penyingkapan 21:4, 5). Harapan ini telah menyebabkan banyak orang
memeriksa Alkitab dengan minat yang dalam. Apakah mungkin benar,
tujuan dari kehidupan bukan sekedar perjuangan untuk eksistensi? Apakah
Alkitab mungkin memegang kuncinya, bukan hanya untuk masa lalu
manusia namun juga masa depannya, termasuk masa depan Anda? Akan
sangat bermanfaat, menyelidiki apa yang sebenarnya diajarkan Alkitab
mengenai Allah dan maksud-tujuan-Nya untuk bumi ini dan manusia yang
ada di atasnya.
*) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang.
17
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
3
Teori Darwin Versus Penciptaan
Gereja Katolik Mendukung
Evolusi?
David Yohanes Meyners*)
PADA tanggal 26 April 1882 berlangsung pemakaman Charles
Darwin di Westminster Abbey, London. Bagi beberapa orang, gereja
tampaknya adalah tempat yang paling tidak pantas untuk
pemakaman pria ini, yang dituduh ‘menggulingkan Allah dari takhtaNya’ dengan teori evolusinya, yakni seleksi alam. Namun, makam
Darwin telah berada di sana selama lebih dari seabad.
Setelah buku karya Darwin, Origin of Species, diterbitkan pada tahun
1859 (lihat kembali uraian pada bagian kedua), sikap para teolog perlahanlahan berubah ke arah evolusi. Teolog Carlo Molari menulis tentang
bagaimana fase “perang terbuka” berubah menjadi “gencatan senjata” pada
awal abad lalu. Kemudian, ia mengatakan, terjadi “perlucutan senjata”
pada pertengahan tahun 1900-an dan akhirnya “perdamaian” pada saat
sekarang. Tentu saja, gagasan evolusi tidak diprakarsai oleh Darwin. Para
filsuf zaman purba telah berspekulasi mengenai perubahan dari satu
bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan lain. Jika ditelurusuri, terdapat
tesis-tesis awal evolusi modern dari sejumlah naturalis abad ke-18. Selama
abad ke-18 dan ke-19, banyak sarjana mengajukan berbagai teori evolusi,
meskipun kata “evolusi” jarang muncul. Kakek Darwin, Erasmus Darwin
(1731-1802), mengemukakan sejumlah gagasan evolusi dalam salah satu
karyanya, dan karya itu termasuk dalam daftar buku terlarang dari Gereja
Katolik.
18
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
“Perang Terbuka” Berkembang
Beberapa tokoh dalam dunia sekuler memandang teori Darwin
sebagai senjata ampuh untuk melemahkan kekuasaan pemimpin agama.
Jadi, pertempuran yang sengit pun meletus. Pada tahun 1860, para uskup
Jerman menegaskan, “Our predecessors were immediately created by God.
We thus declare entirely contrary to Holy Scripture and Faith the judgment
of those who dare assert that man, as far as his body is concerned, derives
from an imperfect nature by spontaneous transformation” (Nenek moyang
kita langsung diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, kami menyatakan
bahwa pendapat dari pihak mana pun yang berani menyatakan bahwa
manusia, sejauh berkaitan dengan tubuh jasmaninya, berasal dari alam
yang tidak sempurna melalui perubahan spontan adalah penilaian yang
sama sekali bertentangan dengan Alkitab dan Iman Katolik). Demikian
pula, pada bulan Mei 1877, Paus Pius IX memuji dokter Constantin James
dari Prancis karena terbitannya melawan evolusi dan mendukung kisah
penciptaan dari kitab Kejadian. Fase awal dari konflik tersebut mencapai
klimaksnya dengan serangkaian surat yang diterbitkan oleh Komisi
Alkitab Keuskupan antara tahun 1905 dan 1909. Dalam satu surat, komisi
tersebut menyatakan bahwa ketiga pasal pertama dari kitab Kejadian
adalah bersifat sejarah dan seharusnya dipahami sebagai “sejarah yang
akurat”.
Namun, sejarah wibawa teori Darwin meningkat di lingkungan
akademis, para teolog Katolik, seperti Teilhard de Chardin, tokoh Yesuit
dari Prancis, mulai beralih ke paham evolusi. Meskipun gagasan Teilhard
berbeda dengan gagasan ahli evolusi ortodoks, sejak tahun 1921 ia
menganggap “biological evolution...more and more certain as to its
reality” (evolusi biologis...semakin lama semakin realistis). Arus menuju
konsiliasi antara iman Katolik dan paham evolusi semakin nyata.
Pada tahun 1948, tokoh Yesuit lainnya menyatakan, “For more than
20 years, there has been a singular increase in the number of theologians,
above all suspicion when it comes to orthodoxy, who declare conciliation
[between evolution and the Catholic faith] possible if confined within
certain limits” (Selama lebih dari 20 tahun, terjadi peningkatan yang luar
biasa dari jumlah teolog, yang adalah umat Katolik sejati, yang
19
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
menyatakan bahwa konsiliasi [antara evolusi dan iman Katolik]
dimungkinkan bila ini dibatasi hingga taraf tertentu). Kira-kira pada waktu
yang sama, Komisi Alkitab Keuskupan menarik kembali banyak dari apa
yang telah ditulis pada tahun 1909 yang mendukung kisah penciptaan dari
Kitab Kejadian.
Kemudian, pada tahun 1906, surat ensiklik Pius XII, Humani
generis, mengatakan bahwa para sarjana Katolik dapat menganggap teori
evolusi sebagai hipotesis yang masuk akal. Namun, Sri Paus mengatakan,
“Catholic faith obliges us to hold that souls are immediately created by
God” (Iman Katolik mewajibkan kita untuk mempertahankan bahwa jiwa
langsung diciptakan oleh Allah).
Disebut Perdamaian?
Carlo Molari mengomentari bahwa, dengan beberapa pengecualian,
sejak konsili ekumenis gereja Vatikan II, “reservations about evolutionary
theories have been definitively surmounted” (penolakan terhadap teoriteori evolusi jelas telah diatasi). Menarik, pada bulan Oktober 1996, Paus
Yohanes Paulus II menyatakan, “Today, almost half a century after the
publication of [Pius XII’s] encyclical, new knowledge leads us to
recognize that the theory of evolution is more than a hypothesis. It is
indeed remarkable that this theory has been progressively accepted by
researchers” (Sekarang ini, hampir setengah abad setelah diterbitkannya
surat ensiklik [Pius XII], pengetahuan baru menuntun kita untuk mengakui
bahwa teori evolusi lebih daripada sekadar hipotesis. Benar-benar luar
biasa bahwa teori ini secara progresif telah diterima oleh para peneliti).
Sejarawan Lucio Villari menyebut pernyataan paus sebagai “decisive
admission” (pengakuan yang menentukan). Sebuah kepala berita dalam
surat kabar Italia yang konservatif. Il Giornale berbunyi, “The Pope Says
We May Descend From Monkeys” (Paus Mengatakan Bahwa Kita
Mungkin Adalah Keturunan Kera). Dan majalah Time menyimpulkan
bahwa pengakuan paus “reflects the church’s acceptance of evolution”
(mencerminkan diterimanya evolusi oleh gereja) (lih. Awake!, edisi 22
20
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Oktober 1999). Apa alasan di balik “orientasi yang agak cenderung
berkiblat ke paham evolusi” di pihak para pemimpin Katolik? Mengapa
Gereja Katolik Roma mengadakan perdamaian dengan ajaran
evolusi? Jelas bahwa banyak teolog Katolik menganggap Alkitab
sebagai “perkataan manusia”, bukan “perkataan Allah” (1 Tesalonika
2:13; 2 Timotius 3:16, 17). Gereja Katolik lebih menitikberatkan
perkataan para ahli evolusi modern daripada perkataan Putra Allah,
Yesus Kristus, yang mengakui kesaksamaan kisah penciptaan dari kitab
Kejadian dengan mengatakan, ‘Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan
perempuan?’ (Matius 19:4). Pendapat siapa yang dianggap lebih layak
dititikberatkan?
Sebaliknya Saksi-Saksi Yehuwa secara konsisten telah
menjunjung ajaran Kristus bahwa Allah secara langsung
menciptakan pasangan manusia pertama dan menjadikan mereka
laki-laki dan perempuan (Matius 19:4; Kejadian 1:27; 2:24). Pada
tahun 1986, Volume I dari Millenial Dawn (belakangan disebut Studies
in the Scriptures) menyebutkan Darwinisme sebagai “teori yang tidak
dapat dibuktikan”, dan pada tahun 1898, buku kecil The Bible Versus
the Evolution Theory mendukung kisah penciptaan dari Alkitab.
Kisah penciptaan dari Alkitab juga dijunjung dalam buku The New
Creation (1904) dan Creation (1927) serta artikel-artikel awal yang
diterbitkan dalam The Watch Tower dan The Golden Age.
Sewaktu Paus Pius XII mengumumkan surat ensikliknya
Humani generis, maka pada tahun 1950, Saksi-Saksi Yehuwa
menerbitkan Evolution Versus the New World. Buku kecil ini memuat
bukti ilmiah dan sejarah mengenai kisah penciptaan dari Alkitab dan
mencela upaya-upaya beberapa pemimpin agama untuk membuat
“persekutuan antara evolusi dan Alkitab”. Buku Did Man Get Here by
Evolution or by Creation? (1967). Juga menjunjung kisah penciptaan
dari Alkitab, demikian juga dengan buku Kehidupan-Bagaimana Asal
Mulanya? Melalui Evolusi Atau Melalui Penciptaan?, yang diterbitkan
pada tahun 1985. Dengan demikian banyak orang telah dibantu oleh
Saksi-Saksi Yehuwa untuk mengenal bukti yang luar biasa banyaknya
21
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
bahwa Allah “yang menjadikan kita, dan bukan kita sendiri”
(Mazmur 100:3, Dunia Baru/DB).
Alasan lain mengapa evolusi diterima adalah karena gagalnya agama
yang umum, baik dalam apa yang diajarkan maupun apa yang dilakukan,
juga kegagalannya untuk dengan tepat menerangkan catatan kejadian
penciptaan dalam Alkitab. Orang-orang yang terpelajar sangat menyadari
catatan kemunafikan dari agama, penindasan dan inkwisisi. Mereka telah
melihat dukungan pendeta kepada diktator yang kejam. Mereka tahu
bahwa jutaan orang dari agama yang sama telah saling membunuh dalam
peperangan, dengan pendeta mendukung masing-masing pihak. Maka
mereka tidak menemukan alasan untuk mempertimbangkan Allah yang
seharusnya diwakili oleh agama-agama ini. Juga, doktrin yang tidak masuk
akal dan tidak berdasarkan Alkitab telah membuat orang semakin jauh dari
Allah. Gagasan seperti siksaan kekal--bahwa Allah akan memanggang
orang dalam api neraka harfiah untuk selama-lamanya--sangat menjijikkan
bagi orang-orang yang berakal sehat.
Namun, bukan hanya orang yang berakal sehat saja yang tidak senang
kepada ajaran dan tindakan agama sedemikian, tetapi Alkitab
membuktikan, Allah juga tidak senang. Memang, Alkitab terang-terangan
mengungkapkan kemunafikan dari para pemimpin agama. Misalnya,
dikatakan tentang mereka, “Your appear like good men on the outside-but
inside you are a mass of pretence and wickedness” (Kamu tampak seperti
orang baik-baik pada penampilan luar-namun pada penampilan dalam,
kalian adalah seonggok kepura-puraan dan kejahatan) (Matius 23:28, terj.
Phillips). Yesus memberitahukan orang awam, pemimpin agama mereka
adalah “orang buta” yang mengajar, bukan apa yang berasal dari Allah,
tetapi sebaliknya “perintah manusia” (Matius 15:9, 14). Demikian juga,
Alkitab mengutuk ahli-ahli agama yang “...mengaku mengenal Allah,
tetapi dengan perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia” (Titus 1:16).
Maka, meskipun mereka mengaku mengenal Allah, agama-agama yang
menganjurkan atau menganggap sepi kemunafikan dan pertumpahan darah
tidak berasal dari Allah, dan mereka juga tidak mewakili Dia. Malahan,
mereka disebut “nabi-nabi palsu”, dan diumpamakan seperti pohon yang
“tidak menghasilkan buah yang baik” (Matius 7:15-20; Yohanes 8:44;
13:35; 1 Yohanes 3:10-12).
22
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Ya, agama telah menyerah kepada pokok tentang evolusi, dengan
demikian tidak memberikan pilihan lain bagi umatnya. Buku New Catholic
Encyclopedia (1967:694, Jilid V) menyatakan, “General evolution, even of
the body of man, seems the most probable scientific account of origins”
(Evolusi yang umum, bahkan dari tubuh manusia, kelihatannya adalah
catatan ilmiah yang paling mendekati kebenaran tentang asal-usul
manusia). Pada sebuah pertemuan Vatikan, 12 sarjana yang mewakili
badan ilmiah tertinggi dari Gereja Katolik setuju pada kesimpulan tersebut,
“We are convinced that masses of evidence render the application of the
concept of evolution to man and other primates beyond serious dispute”
(Kami yakin bahwa banyak sekali bukti yang mendukung penerapan
konsep evolusi untuk manusia dan primata-primata lain yang tidak
mungkin dapat disangkal) (Nature, “Twelve Wise Men at the Vatican”,
J.M. Lowenstein, 30 September 1982:395). Dengan adanya persetujuan
agama sedemikian, apakah mungkin seorang anggota gereja yang tidak
tahu apa-apa akan menentang bahkan jika, dalam kenyataannya, “masses
of evidence” (banyak bukti) tidak mendukung evolusi, tetapi malahan
sebenarnya mendukung penciptaan?
Kritik Tinggi
Kekosongan yang diakibatkan ini sering diisi dengan sifat agnostisme
dan ateisme. Karena tidak percaya akan adanya Allah. Manusia menerima
evolusi sebagai suatu pilihan. Sekarang, di banyak negeri, ateisme yang
didasarkan atas evolusi bahkan merupakan ketetapan negara yang sah.
Agama-agama dunia bertanggung jawab atas banyaknya orang yang
tidak percaya ini. Juga gereja-gereja Protestan tidak bebas dari
kesalahan sehubungan dengan sikap menentang Alkitab. Seraya
tahun demi tahun berlalu, beberapa sarjana Protestan melancarkan
jenis serangan yang berbeda melawan buku ini: serangan intelektual!
Selama abad ke-18 dan abad ke-19, mereka memperkembangkan
metode pelajaran Alkitab yang dinamakan kritik tinggi. Para kritikus
Alkitab mengajarkan bahwa banyak bagian Alkitab terdiri dari legenda
23
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
dan dongeng. Bahkan ada yang berkata, Yesus tidak pernah ada.
Sebaliknya dari menyebut Alkitab sebagai Firman dari Allah, para sarjana
Protestan ini menyebutnya sebagai firman dari manusia dan selain itu,
firman yang sangat kacau. Meskipun beberapa dari gagasan yang sangat
ekstrim demikian tidak lagi dipercayai orang, kritik terhadap Alkitab
masih tetap diajarkan di berbagai kampus, dan bukan suatu hal yang
janggal untuk mendengar banyak pendeta menyangkal banyak bagian dari
Alkitab di hadapan umum. Ada seorang pendeta Anglikan yang katakatanya pernah dikutip oleh sebuah surat kabar Australia, yaitu bahwa
banyak hal dalam Alkitab “is just wrong. Some of the history is wrong.
Some of the details are obviously garbled) (salah. Beberapa dari
sejarahnya keliru. Beberapa dari rinciannya secara nyata kacau) (The
Bible-God’s Word or Man’s?, 1990:32).
Mungkin dalam hal tingkah laku itulah yang merupakan kendala
terbesar bagi orang untuk menerima Alkitab sebagai Firman Allah.
Susunan Kristen mengaku sebagai pengikut Alkitab, namun tingkah
lakunya telah menghasilkan celaan besar ke atas Alkitab dan atas nama
Kristen. Seperti telah dinubuatkan oleh rasul Petrus, jalan kebenaran telah
“dihujat” (2 Petrus 2:2). Misalnya, ketika gereja melarang penerjemahan
Alkitab, paus mensponsori serangan militer besar-besaran terhadap kaum
Muslim di Timur Tengah. Serangan ini dinamakan Perang Salib yang
“suci”, tetapi tidak ada sesuatu pun yang suci padanya. Yang pertama-yang dinamakan “Perang Suci Rakyat”--menentukan apa yang masih akan
menyusul. Sebelum meninggalkan Eropa, suatu pasukan tentara yang liar,
yang telah dihasut oleh para pengkhotbah, menyerang orang Yahudi di
Jerman, membantai mereka dari kota yang satu ke kota yang lain.
Mengapa? Pakar sejarah Hans Eberhard Mayer (The Crusades,
diterjemahkan oleh John Gillingham, 1988:44) berkata, “The argument
that the Jews, as the enemies of Christ, deserved to be punished was
merely a feeble attempt to conceal the real motive: greed” (Argumen
bahwa orang Yahudi, sebagai musuh Kristus, pantas dihukum hanya suatu
upaya yang lemah untuk menutupi motif yang sebenarnya: ketamakan).
Sepanjang sejarah, agama telah bertanggung jawab atas begitu banyak
ketidakadilan. Selama Abad Pertengahan contohnya, doktrin penciptaan
telah dibengkokkan demi membenarkan dukungan gereja atas autokrasi
24
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Eropa. Implikasinya adalah, manusia digolongkan menurut status mereka,
kaya atau miskin, melalui dekret ilahi. The Intelligent Universe
menjelaskan, “Younger sons of the wealthy were told it was ‘God’s
system’ for them to receive little or nothing of the family estate, and the
working man was constantly being urged to remain content with ‘the
station to which it had pleased God to call him’” (Anak-anak yang lebih
muda dari orang-orang kaya diberitahu bahwa adalah ‘penyelenggaraan
Allah’ bagi mereka untuk menerima sedikit atau sama sekali tidak
menerima tanah milik keluarga, dan seorang pekerja senantiasa didesak
untuk tetap puas dengan ‘keadaan pada saat ia dipanggil oleh Allah’).
Tidak mengherankan bahwa banyak orang takut akan kembalinya
“pandangan religius yang ekstrim dari masa lalu”! Sebaliknya daripada
memenuhi kebutuhan rohani seseorang, agama seringkali mengeksploitasi
kebutuhan rohani tersebut (Yehezkiel 34:2). Sebuah tajuk rencana majalah
berbahasa Inggris, India Today edisi Desember 1999 berkomentar, “With
the kind of record it has established through the ages, it is a wonder that
religion has retained any credibility at all....In the name of the Supreme
Creator,...human beings have perpetrated the most abominable atrocities
against their fellow creatures” (Mempertimbangkan sejarah macam apa
yang ia buat selama berabad-abad, sungguh mengherankan bahwa agama
masih tetap memiliki kredibilitas....Dalam nama Pencipta Yang
Mahatinggi,...umat manusia telah melakukan kekejian yang paling buruk
terhadap sesamanya manusia).
Membawa Peradaban “Kristen”
Pemberontakan oleh kaum Protestan pada abad ke-16 telah
menggulingkan kekuasaan Katolik Roma di banyak negara Eropa. Salah
satu akibatnya adalah Perang Tiga Puluh Tahun (1618-1648)--“one of the
most terrible wars in European history” (salah satu peperangan yang paling
mengerikan dalam sejarah Eropa), menurut buku The Universal History of
the World (Sejarah Dunia Secara Universal). Alasan mendasar dari perang
tersebut? “The hatred of Catholic for Protestant, of Protestant for Catholic”
(Kebencian orang Katolik terhadap Protestan, orang Protestan terhadap
Katolik) (Edith Firoozi dan Ira N. Klein, 1966:732, Jil. IX).
25
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Menjelang waktu itu, Susunan Kristen mulai mengembangkan
kekuasaan ke luar Eropa, sambil membawa peradaban “Kristen” ke
bagian-bagian bumi yang lain. Ekspansi militer ini dicirikan oleh
kekejaman dan ketamakan. Di negeri-negeri Amerika, para penakluk
Spanyol dengan cepat menghancurkan peradaban pribumi Amerika. Suatu
buku sejarah menyatakan, “In general, the Spanish governors destroyed
the native civilization, without introducing the European. The thirst for
gold was the principal motive that drew them to the New World” (Pada
umumnya, para gubernur Spanyol menghancurkan peradaban pribumi,
tanpa memperkenalkan peradaban Eropa. Haus akan emas merupakan
motif utama yang menarik mereka ke Dunia Baru [benua Amerika, pen.])
(A Brief History of Ancient, Mediæval, and Modern Peoples, Joel Dorman
Steele and Esther Baker Steele, 1983:428, 429).
Para misionaris Protestan juga pergi dari Eropa ke benua-benua lain.
Salah satu hasil kerja mereka adalah dikembangkannya ekspansi kolonial.
Dewasa ini pandangan yang meluas mengenai kegiatan misionaris
Protestan adalah, “In many instances the missionary enterprise has been
used as a justification and a cover for the domination of people. The
interrelation between mission, technology, and imperialism is well known”
(Dalam banyak kejadian lembaga perutusan-injilan telah digunakan untuk
membenarkan dan menutupi maksud menguasai orang-orang. Hubungan
timbal balik antara misi, teknologi, dan imperialisme sudah dikenal umum)
(The Church and Its Mission: A Shattering Critique From the Third World,
Orlando E. Costas, 1974:245).
Hubungan yang erat antara agama-agama Susunan Kristen dan negara
masih berlangsung sampai ke zaman kita. Kedua perang dunia yang
terakhir terutama dipertarungkan antar bangsa-bangsa “Kristen”. Para
pendeta dari kedua belah pihak mendorong pemuda-pemuda mereka untuk
berkelahi dalam upaya membunuh musuh--yang seringkali memeluk
agama yang sama. Seperti dinyatakan dalam buku If the Churches Want
World Peace, “Certainly it is no credit to [the churches] that the war
system of today grew up and has worked its greatest havoc among states
devoted to the cause of Christianity” (Sudah pasti [gereja-gereja] tidak
pantas dipuji atas berkembangnya sistem perang zaman sekarang yang
26
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
telah mengakibatkan malapetaka terbesar di negeri-negeri yang mengabdi
kepada cita-cita agama Kristen) (Norman Hill dan Doniver A. Lund,
1958:5).
Entah mereka telah memperhatikan kemunafikan agama atau tidak,
banyak penganut ateisme-evolusionis tidak dapat menerima kepercayaan
akan Allah karena adanya problem ketidakadilan di dunia. Simone de
Beauvoir (2003) pernah mengatakan, “It was easier for me to think of a
world without a creator than of a creator loaded with all the contradictions
of the world” (Lebih mudah bagi saya untuk percaya akan suatu dunia
tanpa pencipta daripada percaya akan suatu pencipta yang dibebani oleh
semua kemelut dunia).
Apakah semua problem yang ada di dunia--termasuk ketidakadilan
yang ditimbulkan oleh kaum beragama yang munafik--membuktikan
bahwa Allah tidak ada? Pertimbangkan berikut ini: Jika pisau digunakan
untuk mengancam, melukai, atau bahkan membunuh orang yang tidak
bersalah, apakah ini membuktikan pisau tersebut tidak ada yang
membuatnya? Tidakkah ini sebaliknya memperlihatkan, pisau itu telah
disalahgunakan? Demikian pula, banyaknya penderitaan umat manusia
karena berbagai kemelut dunia memberikan bukti, manusia
menyalahgunakan kesanggupan yang diberikan Allah termasuk bumi ini
sendiri.
Catatan yang menjijikkan dari agama palsu masa itu, memiliki
pengaruh yang tidak sedikit atas pikiran Darwin. “I gradually came to
disbelieve in Christianity as a divine revelation” (Saya lambat laun tidak
mempercayai kekristenan sebagai penyingkapan ilahi), tulisnya. “The fact
that many false religions have spread over large portions of the earth like
wildfire had some weight with me” (Fakta bahwa banyak agama palsu
telah menyebar dengan sangat cepat ke sebagian besar dari bumi memiliki
pengaruh tertentu atas diri saya). Akan tetapi, kekristenan sejati ‘bukan
bagian dari dunia’ (Yohanes 17:16). Pengikut-pengikutnya tidak turut serta
dalam agama dan politik yang bejat; mereka juga tidak disesatkan oleh
filsafat-filsafat yang menyangkal keberadaan sang Pencipta. “...Hikmat
dunia ini adalah kebodohan bagi Allah”, tulis rasul Paulus (1 Korintus
3:19).
27
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Hal ini tidak berarti, orang Kristen sejati naif dalam hal-hal ilmiah.
Sebaliknya, para pengikut agama yang sejati digugah minatnya oleh sains.
“Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah”, seorang nabi di zaman purba
bernama Yesaya diberitahu. “Siapa yang menciptakan semua bintang itu”
(Yesaya 40:26). Demikian pula, untuk mengenal sang Pencipta dengan
lebih baik, Ayub diundang untuk menyelidiki perkara-perkara yang
menakjubkan dari alam dan jagat raya (Ayub, pasal 38-41). Ya, orang
yang percaya akan Pencipta memandang ciptaan dengan rasa kagum yang
penuh respek (Mazmur 139:14). Selain itu, mereka percaya akan apa yang
sang Pencipta, Allah Yehuwa, katakan tentang suatu harapan menakjubkan
di masa depan (Wahyu 21:1-4). Melalui pengajaran Alkitab, diketahui asal
mula manusia maupun masa depannya tidak bergantung pada kebetulan
semata-mata. Yehuwa memiliki maksud-tujuan ketika membuat manusia,
dan maksud-tujuan tersebut akan diwujudkan--demi berkat-berkat bagi
seluruh umat manusia yang taat.
*) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang.
28
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
4
Teori Darwin Versus Penciptaan
Apa Kata Kitab Kejadian?
David Yohanes Meyners*)
SEPANJANG sejarah awal abad ke-19, sains dan agama menikmati
suatu hubungan yang harmonis. “Even in scientific papers” (Bahkan
dalam tulisan-tulisan ilmiah). Kata buku Darwin: Before and After (1995),
“writers felt no hesitation in speaking of God in a manner that was
evidently natural and sincere” (para penulis tidak ragu-ragu berbicara
tentang Allah dengan cara yang jelas-jelas wajar dan tulus).
Origin of Species karya Darwin turut membantu mengubah hal itu.
Sains dan evolusi membentuk suatu hubungan yang mengabaikan
kebutuhan akan agama dan Allah. “In the evolutionary pattern of thought”
(Dalam pola berpikir evolusioner), kata Sir Julian Huxley, “there is no
longer either need or room for the supernatural” (tidak ada lagi kebutuhan
atau tempat bagi hal-hal supernatural). Bahkan dewasa ini, teori evolusi
dinyatakan sebagai fondasi sains yang mutlak dibutuhkan. Alasan utama
bagi hubungan tersebut dinyatakan oleh pakar fisika Fred Hoyle,
“Orthodox scientists are more concerned with preventing a return to the
religiuos excesses of the past than in looking forward to the truth”
(Ilmuwan-ilmuwan ortodoks lebih prihatin untuk mencegah kembalinya
pandangan religius yang ekstrem dari masa lalu daripada menantikan
kebenaran). Pandangan ekstrem apa yang telah membuat agama sangat
tidak disukai sains?
Dalam suatu upaya yang seyogianya untuk menjunjung Alkitab, “para
penganut paham penciptaan”--sebagian besar bersekutu dengan
Protestan fundamentalis--telah berkukuh bahwa bumi dan alam
29
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
semesta usianya kurang dari 10.000 tahun. Pandangan yang ekstrem
ini telah mengundang ejekan dari para ahli geologi, astronomi, dan
fisika, sebab hal itu bertentangan dengan penemuan-penemuan
mereka.
Waktu yang Tersangkut
Namun apa yang sebenarnya Alkitab katakan? “Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi” (Kejadian 1:1). Waktu yang tersangkut
tidak disebutkan secara spesifik. “Hari pertama” dari penciptaan bahkan
tidak disebutkan sampai Kejadian 1:3-5. “Langit dan bumi” telah ada
ketika “hari” pertama ini mulai. Oleh sebab itu, mungkinkah langit
dan bumi berusia miliaran tahun, seperti yang dikemukakan para
ilmuwan? Sangat mungkin. Alkitab sama sekali tidak menentukan
waktu yang tersangkut.
Pandangan ekstrem lain dari agama adalah cara beberapa orang
menafsirkan keenam “hari” penciptaan. Beberapa orang
fundamentalis berkukuh bahwa itu adalah hari-hari secara harfiah,
membatasi penciptaan di bumi dengan suatu periode waktu selama
144 jam. Hal ini menimbulkan skeptisisme di kalangan para ilmuwan,
sebab mereka merasa bahwa hal ini bertentangan dengan pengamatan
ilmiah yang jelas.
Akan tetapi, adalah tafsiran dari kaum fundamentalis terhadap
Alkitab--bukan Alkitab sendiri--yang bertentangan dengan sains. Alkitab
tidak mengatakan bahwa lamanya tiap-tiap “hari” penciptaan adalah
24 jam; sesungguhnya, Alkitab memasukkan seluruh “hari-hari” ini
ke dalam jangka waktu yang jauh lebih lama yaitu “hari ketika Allah
Yehuwa menjadikan bumi dan langit”, memperlihatkan bahwa tidak
semua ‘hari’ yang terdapat dalam Alkitab lamanya hanya 24 jam
(Kejadian 2:4).
Jadi, gagasan penciptaan telah mendapat nama buruk dari para
penganut paham penciptaan dan kaum fundamentalis. Ajaran-ajaran
mereka tentang usia alam semesta dan panjangnya ‘hari-hari’ penciptaan
tidak selaras dengan sains yang masuk akal maupun dengan Alkitab.
30
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Banyak yang merasa sulit menerima uraian tentang penciptaan ini. Mereka
berpendapat, uraian tersebut diambil dari dongeng-dongeng zaman dulu
tentang penciptaan, terutama dari Babel Purba. Namun, seperti yang
dikatakan dalam sebuah kamus Alkitab, “No myth has yet been found
which explicitly refers to the creation of the universe” (Masih belum ada
dongeng yang secara tegas menyebut tentang penciptaan alam semesta)
dan dongeng-dengeng “are marked by polytheism and the struggles of
deities for supremacy in marked contrast to the Heb[rew] monotheism of
[Genesis] 1-2” (mencirikan politeisme [kepercayaan pada banyak allah]
dan pertempuran dewa-dewa yang memperebutkan keunggulan dan ini
sangat berbeda dengan monoteisme [kepercayaan pada satu allah] Ibrani
dalam [kitab Kejadian] 1-2) (The Illustrated Bible Dictionary, 1980:335,
Bagian I, Tyndale House Publishers). Mengenai legenda-legenda
penciptaan versi Babel, para pengawas British Museum mengatakan, “The
fundamental conceptions of the Babylonian and Hebrew accounts are
essentially different” (Konsep dasar dari uraian versi Babel dan Ibrani
pada dasarnya berbeda) (Aid to Bible Understanding, 1971:393).
Seperti hal-hal lain yang disalahgambarkan atau disalah mengerti,
pasal pertama dari Alkitab sedikitnya patut mendapat pemeriksaan yang
adil. Yang perlu adalah menyelidiki dan memastikan apakah ia selaras
dengan fakta-fakta yang diketahui, bukan mengusahakannya supaya cocok
dengan suatu kerangka teori tertentu. Juga patut diingat, uraian kitab
Kejadian ditulis bukan untuk menunjukkan “bagaimana” penciptaan
terjadi. Sebenarnya, isi kitab itu mencakup peristiwa-peristiwa utama
secara bertahap, menjelaskan apa saja yang dijadikan, urutan dijadikannya
hal-hal tersebut dan jangka waktu, atau “hari”, di mana masing-masing
muncul pertama kali.
Sewaktu memeriksa uraian kitab Kejadian, ada baiknya diingat,
isinya ditinjau dari sudut pandangan manusia di bumi. Maka dalam kitab
tersebut peristiwa diuraikan seolah-olah diamati oleh mata manusia
seandainya mereka telah ada. Ini dapat terlihat dari catatan peristiwaperistiwa pada “hari” penciptaan keempat. Matahari dan bulan dilukiskan
sebagai benda-benda penerang yang besar dibanding dengan bintangbintang. Namun banyak bintang yang lebih besar daripada matahari kita,
dan bulan tidak ada artinya dibandingkan dengan bintang-bintang itu.
31
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Tidak demikian bagi seorang pengamat di bumi. Seperti terlihat dari bumi,
matahari menjadi ‘penerang yang lebih besar untuk menguasai siang’ dan
bulan “yang lebih kecil untuk menguasai malam” (Kejadian 1:14-18).
Jelas dari bagian pertama kitab Kejadian, bumi mungkin telah
ada bermilyar-milyar tahun sebelum “hari” pertama dari kitab
Kejadian, walaupun tidak dikatakan berapa lama. Namun, keadaan
bumi sebelum “hari” pertama mulai dijelaskan, “Bumi belum
berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan
Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian 1:2).
Banyak yang menganggap kata “hari” yang digunakan dalam
kitab Kejadian pasal 1 lamanya 24 jam. Namun, di Kejadian 1:5 (DB)
Allah sendiri dikatakan membagi hari ke dalam jangka waktu yang
lebih pendek, dan hanya bagian yang terang Ia namakan “hari”. Di
Kejadian 2:4 (DB) seluruh masa penciptaan disebut satu “hari”,
“Inilah sejarah langit dan bumi pada waktu diciptakan, pada hari
[seluruhnya dari enam masa penciptaan, pen.] Allah Yehuwa
membuat bumi dan langit.”
Kata Ibrani yohm, yang diterjemahkan “hari”, dapat mengartikan
jangka-jangka waktu yang berbeda-beda. Menurut buku Old Testament
Word Studies oleh William Wilson (1978:109) pengertiannya antara lain
adalah, “A day; it is freguently put for time in general, or for a long time; a
whole period under consideration...Day is also put for a particular season
or time when any extraordinary event happens” (Satu hari; seringkali
berarti waktu secara umum, atau waktu yang panjang; seluruh jangka
waktu yang sedang dibicarakan...Hari juga mengartikan musim atau waktu
tertentu ketika peristiwa-peristiwa khusus terjadi). Kalimat terakhir ini
jelas cocok dengan “hari-hari” penciptaan, karena memang hari-hari
terakhir tersebut adalah jangka-jangka waktu ketika peristiwa yang
luar biasa terjadi seperti diuraikan. Ini juga dapat berlaku untuk
jangka waktu yang lebih lama dari 24 jam.
Kejadian pasal 1 menggunakan ungkapan “petang” dan “pagi”
sehubungan dengan jangka-jangka waktu penciptaan. Bukankah ini
menunjukkan, jangka-jangka waktu tersebut lamanya 24 jam? Tidak
32
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
mutlak demikian. Di beberapa tempat orang sering menyebut masa
hidup seseorang sebagai “hari”nya. Mereka mengatakan “hari [masa
hidup] ayah saya” (Inggris, “my father’s day”] atau “pada hari [masa
hidup] Shakespeare” (Inggris, “in Shakespeare’s day”). Mereka
mungkin membagi “hari” masa hidup tersebut dengan mengatakan
“pada waktu pagi [atau fajar] kehidupannya” atau “pada waktu senja
kehidupannya.” Maka pengertian “petang dan pagi” dalam Kejadian
pasal 1 tidak terbatas pada 24 jam harfiah.
“Hari” yang digunakan dalam Alkitab dapat mencakup musim
panas dan musim dingin, musim-musim yang berlalu (Zakharia 14:8).
Dalam bahasa Inggris dikatakan “the day of harvest” [hari panen]
atau musim panen yang menyangkut banyak hari (bandingkan Amsal
25:13 dan Kejadian 30:14). Seribu tahun diibaratkan seperti satu hari
(Mazmur 90:4; 2 Petrus 3:8, 10). “Hari penghakiman” menyangkut
waktu bertahun-tahun (Matius 10:15; 11:22-24). Nampaknya akan
masuk akal, “hari-hari” di kitab Kejadian juga mencakup waktu yang
lama--ribuan tahun. Maka, apa yang terjadi selama masa-masa
penciptaan itu? Apakah uraian Alkitab mengenai hal tersebut bersifat
ilmiah?
Hari-hari Penciptaan
“Hari” Pertama. “’Jadilah terang.’ Lalu terang itu jadi....Dan Allah
menamai terang itu siang, dan gelap itu malam. Jadilah petang dan jadilah
pagi, itulah hari pertama.” (Kejadian 1:3, 5). Memang matahari dan
bulan sudah ada di angkasa luar lama sebelum “hari” pertama ini,
tetapi cahayanya tidak sampai ke permukaan bumi untuk dapat
dilihat pengamat di bumi. Maka, terang mulai kelihatan di bumi pada
“hari” pertama ini, dan seraya bumi berputar pada porosnya,
mulailah siang dan malam silih berganti.
Nampaknya, terang datang secara berangsur-angsur, memerlukan
waktu yang lama, tidak segera seperti sewaktu anda menyalakan bola
lampu listrik. Ini jelas dalam salinan kitab Kejadian oleh penerjemah J.W.
33
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Watts (A Distinctive Translation of Genesis), “And gradually light came
into existence” (Dan perlahan-lahan terang pun ada). Terang ini dari
matahari, tetapi matahari sendiri tidak dapat terlihat melalui awan
yang mendung. Maka terang yang sampai ke bumi pada waktu itu
adalah “cahaya difusi [menyebar]”, seperti diperlihatkan oleh sebuah
komentar tentang ayat 3 dalam Emphasised Bible dari Rotherham
(lih. catatan kaki b dan untuk ayat 14).
“Hari” Kedua. “Hendaklah ada suatu bentangan pada sama tengah
air itu, supaya diceraikannya air dengan air. Maka dijadikan Allah akan
bentangan itu serta diceraikannyalah air yang di bawah bentangan itu
dengan air yang di atas bentangan; maka jadilah demikian. Lalu dinamai
Allah akan bentangan itu langit” (Kejadian 1:6-8, terj. Lama Klinkert).
Beberapa terjemahan menggunakan kata “cakrawala” [Inggris,
“firmament”] dan bukan “bentangan”. Maka ada yang menyatakan, kitab
Kejadian meminjam dari dongeng penciptaan yang menggambarkan
“cakrawala” [“firmament”] sebagai kubah logam. Tetapi, bahkan Alkitab
King James Version yang menggunakan kata “cakrawala”, menulis di
catatan pinggir, “expansion” (bentangan). Sebabnya, karena kata Ibrani
ra·qi´a', yang diterjemahkan “expanse” (bentangan), berarti terentang atau
terhampar atau terbuka luas.
Catatan kitab Kejadian mengatakan bahwa Allah yang menyebabkan,
tetapi tidak dikatakan bagaimana. Dengan cara apa pun pemisahan itu
terjadi, kelihatannya ‘air di atas’ seolah-olah telah terdorong ke atas bumi.
Dan burung-burung kemudian dikatakan terbang “di atas bumi, dalam
bentangan langit”, seperti dinyatakan di Kejadian 1:20.
“Hari” Ketiga. “’Hendaklah segala air yang di bawah langit
berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ Dan jadilah
demikian. Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu
dinamai-Nya laut” (Kejadian 1:9, 10). Seperti biasanya, catatan tersebut
tidak menggambarkan bagaimana ini dilakukan. Pasti, gerakan-gerakan
yang dahsyat dari tanah telah terjadi dalam pembentukan wilayah daratan.
Para ahli geologi menjelaskan pelengkungan hebat sedemikian sebagai
perubahan mendadak. Tetapi kitab Kejadian menunjukkan adanya
bimbingan dan pengendalian dari sang Pencipta.
34
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Dalam uraian Alkitab yang menjelaskan bagaimana Allah
menanyakan pengetahuan Ayub tentang bumi, berbagai perkembangan
tentang sejarah bumi dikemukakan: ukurannya, kumpulan awannya, laut
dan bagaimana ombaknya dibatasi oleh daratan--banyak hal yang umum
tentang penciptaan, meliputi jangka-jangka waktu yang lama. Antara lain,
ketika mengumpamakan bumi sebagai sebuah gedung, Alkitab
mengatakan bahwa Allah bertanya kepada Ayub, “Atas apakah sendisendinya dilantak, dan siapakah yang memasang batu penjurunya?” (Ayub
38:6).
Menarik sekali, seperti “sendi-sendi” yang ‘dilantakkan di atas’ suatu
alas, kerak bumi di bawah benua-benua jauh lebih tebal dan bahkan lebih
tebal lagi di bawah barisan pegunungan, menembus jauh ke dalam lapisan
di bawah, seperti akar-akar rumput pohon dalam tanah. “The idea that
mountains and continents had roots has been tested over and over again,
and shown to be valid” (Gagasan bahwa gunung-gunung dan benua-benua
memiliki akar-akar telah berulangkali diuji, dan terbukti benar) kata buku
Putnam;s Geology (Edwin E, Larson dan Peter W. Birkeland, 1992:66).
Kerak di bawah lautan tebalnya hanya kira-kira 8 km, tetapi akar-akar
benua sampai kira-kira 32 km dalamnya dan akar-akar gunung menembus
kira-kira dua kali lebih dalam. Dan, semua lapisan bumi mendesak ke
dalam ke arah inti bumi dari segala jurusan, yang bagaikan “batu penjuru”
penopang yang besar. Cara apa pun yang digunakan supaya daratan naik,
yang penting adalah: Baik Alkitab maupun ilmu pengetahuan
mengakuinya sebagai salah satu tahap pembentukan bumi.
Uraian Alkitab menambahkan, “’Hendaklah tanah menumbuhkan
tunas-tunas muda [rumput, pen.], tumbuh-tumbuhan [sayuran, pen.] yang
berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang
berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.’ Dan jadilah demikian”
(Kejadian 1:11). Maka mendekati akhir hari ketiga masa penciptaan, tiga
golongan besar tumbuh-tumbuhan darat telah diciptakan. Cahaya yang
tersebar sudah menjadi begitu kuat pada saat itu, cukup untuk proses
fotosintesis yang amat penting bagi tumbuh-tumbuhan hijau. Sepintas lalu,
uraian di sini tidak menyinggung setiap “jenis” tumbuh-tumbuhan yang
muncul. Organisme mikroskopik, tumbuh-tumbuhan air dan lain-lain tidak
35
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
disebut namanya secara khusus, tetapi kemungkinan diciptakan pada
“hari” ini.
“Hari” Keempat. “’Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala
untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu
menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa [musim-musim, DB] yang
tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, dan sebagai penerang pada cakrawala
biarlah benda-benda itu menerangi bumi.’ Dan jadilah demikian. Maka
Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih
besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai
malam, dan menjadikan juga bintang-bintang” (Kejadian 1:14-16).
Sebelumnya, pada “hari” pertama, ungkapan “Jadilah terang”
digunakan. Kata Ibrani yang digunakan di sana untuk “terang” adalah ‘ohr,
memaksudkan terang dalam arti umum. Tetapi pada “hari” keempat, kata
Ibrani berubah menjadi ma·’ohr’, yang berarti sumber dari terang. Pada
catatan untuk “benda-benda penerang” dalam Emphasised Bible,
Rotherham berkata, “In ver. 3, ’ôr [’ohr], light diffused” (Di ayat 3, ’ôr
[’ohr], terang yang menyebar). Kemudian ia selanjutnya menunjukkan
bahwa kata Ibrani ma·’ohr´ dalam ayat 14 berarti sesuatu “affording light”
(yang menghasilkan terang). Pada “hari” pertama terang yang menyebar
nampaknya menembus selaput-selaput pembungkus, tetapi sumber-sumber
terang tersebut tidak terlihat oleh pengamat di bumi karena lapisan awan
masih menutupi bumi. Pada “hari” keempat ini keadaan rupanya berubah.
Atmosfir yang pada mulanya penuh dengan gas karbon dioksida
mungkin telah menyebabkan seluruh bumi berhawa panas. Tetapi
tanaman-tanaman lebat yang tumbuh selama hari penciptaan ketiga dan
keempat akan menyerap sebagian lapisan karbon dioksida yang
menyimpan panas ini. Tanaman-tanaman, sebaliknya, akan mengeluarkan
oksigen--kebutuhan hidup bagi binatang (Mazmur 136:7-9).
Seandainya ada pengamat di bumi pada waktu itu, ia akan dapat
mengamati matahari, bulan dan bintang-bintang, yang akan “...menjadi
tanda yang menunjukkan masa-masa [musim-musim, pen.] yang tetap dan
hari-hari dan tahun-tahun” (Kejadian 1:14). Bulan akan menunjukkan
berlalunya masa menurut peredaran bulan, dan matahari menunjukkan
berlalunya tahun-tahun berdasarkan peredaran bumi mengitari matahari.
36
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Perbedaan musim yang ‘timbul’ pada “hari” keempat ini pasti lebih lunak
daripada yang terjadi kemudian (Kejadian 1:15; 8:20-22).
“Hari” Kelima. “’Hendaklah dalam air berkeriapan makhluk yang
hidup [“kejadian yang bernyawa”, Klinkert], dan hendaknya burung
beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala [“bentangan”, Klinkert].’
Maka, Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala
jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, dan
segala jenis burung yang bersayap” (Kejadian 1:20, 21).
Menarik untuk diperhatikan, makhluk-makhluk bukan manusia yang
berkeriapan dalam air disebut “makhluk hidup” [“kejadian yang
bernyawa”, Klinkert; “jiwa-jiwa yang hidup”, DB]. Istilah ini juga berlaku
bagi “burung beterbangan di atas bumi melintasi cakrawala.” Dan itu juga
termasuk segala bentuk makhluk hidup dalam air, yang sisa-sisa fosilnya
ditemukan para ilmuwan akhir-akhir ini.
“Hari” Keenam. “’Hendaklah bumi mengeluarkan segala jenis
makhluk yang hidup, ternak dan binatang melata dan segala jenis binatang
liar.’ Dan jadilah demikian” (Kejadian 1:24). Maka pada “hari” keenam,
binatang darat yang digolongkan sebagai binatang liar dan ternak muncul.
Tetapi “hari” terakhir ini belum selesai. Satu “jenis” terakhir yang sangat
menarik perhatian akan muncul. “Berfirmanlah Allah: ‘Baiklah Kita
menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka
berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak
dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di
bumi.’ Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1:26, 27).
Kejadian pasal 2 jelas menambah beberapa rincian. Namun, ini
bukan suatu uraian lain tentang penciptaan yang bertentangan dengan
uraian di pasal 1, seperti yang disimpulkan beberapa orang. Di sini
dilanjutkan uraian pada “hari” ketiga, setelah daratan muncul tetapi
sebelum tumbuh-tumbuhan darat diciptakan, sebagai rincian tambahan
yang berhubungan dengan kehadiran manusia--Adam, jiwa yang hidup itu,
37
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
taman tempat tinggalnya, Eden, dan perempuan Hawa, istrinya (Kejadian
2:5-9, 15-18, 21, 22).
Hal-hal di atas dikemukakan untuk membantu, mengerti apa yang
dikatakan oleh kitab Kejadian. Dan dari uraian yang cukup realistis ini
menjadi jelas, proses penciptaan berlangsung terus sepanjang suatu
masa, yang lamanya bukan hanya 144 jam (16 x 24), tetapi beriburibu tahun. ***
*) Kolomnis Sejarah Alkitab, tinggal di Kupang.
38
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
1
Katholik-Protestan Tersesat,
Saksi Yehuwa Berjasa?
(Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners
tentang Teori Darwin Versus Penciptaan)
Esra Alfred Soru*
Selama 4 hari berturut-turut (tanggal 22-25 Nov) di harian Timor
Express dimuat tulisan David Yohanes Meyners (penganut Saksi
Yehuwa) di bawah judul “Teori Darwin Versus Penciptaan”. Dari 4
tulisannya nampaklah bahwa Meyners berposisi dan membela teori
penciptaan seperti yang diberitakan Alkitab dan menolak teori evolusi
Darwin. Sejauh ini tidak ada persoalan dan tentunya itu adalah suatu
pandangan yang baik dan benar karena teologia kaum Injili pun menolak
teori evolusi Darwin. Karena itu, tulisan saya ini bukan bermaksud untuk
menentang kesimpulan akhir Meyners (ketidaksetujuannya terhadap teori
evolusi) melainkan ingin memberikan tanggapan terhadap beberapa
pandangan atau cara berargumentasi yang dibangun olehnya. Apa yang
disimpulkan Meyners bukanlah persoalan namun apa yang dipakai
Meyners untuk mencapai kesimpulannya, itulah yang harus diteliti
kembali. Kita akan melihatnya secara bertahap.
39
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Gereja Katholik Mendukung evolusi?
Dalam tulisan ketiganya dengan judul “Gereja Katholik
Mendukung evolusi?” (24 Nov 2004) Meyners berkesimpulan bahwa
para teolog dan pemimpin gereja Katholik ternyata telah mendukung teori
evolusi. Perhatikan kalimat Meyners : “Apa alasan di balik “orientasi
yang agak cenderung berkiblat ke paham evolusi” di pihak para pemimpin
Katholik? Mengapa Gereja Katolik Roma mengadakan perdamaian
dengan ajaran evolusi? Jelas bahwa banyak teolog Katholik menganggap
Alkitab sebagai “perkataan manusia”, bukan “perkataan Allah” (1
Tesalonika 2:13; 2 Timotius 3:16, 17). Gereja Katolik lebih
menitikberatkan perkataan para ahli evolusi modern daripada perkataan
Putra Allah, Yesus Kristus, yang mengakui kesaksamaan kisah
penciptaan dari kitab Kejadian…”.
Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benarkah para teolog
Katholik menganggap Alkitab sebagai perkataan manusia dan bukan
perkataan Allah? Saya tidak mengetahuinya dengan pasti. Biarlah para
pemimpin dan teolog Katholik masa kini yang menjawabnya. (Saya
berharap ada tulisan tanggapan dari pihak gereja Katholik terhadap
hal ini). Namun demikian, ada hal lain yang perlu diperhatikan bahwa
setelah Meyners berkesimpulan terhadap para pemimpin Katholik seperti
dikutip di atas, ia melanjutkan : “Saksi-Saksi Yehuwa secara konsisten
telah menjunjung ajaran Kristus bahwa Allah secara langsung
menciptakan pasangan manusia pertama dan menjadikan mereka laki-laki
dan perempuan (Matius 19:4; Kejadian 1:27; 2:24). Pada tahun 1986,
Volume I dari Millennial Dawn (belakangan disebut Studies in the
Scriptures) menyebutkan Darwinisme sebagai “teori yang tidak dapat
dibuktikan”, dan pada tahun 1898, buku kecil The Bible Versus the
Evolution Theory mendukung kisah penciptaan dari Alkitab. Kisah
penciptaan dari Alkitab juga dijunjung dalam buku The New Creation
(1904) dan Creation (1927) serta artikel-artikel awal yang diterbitkan
dalam The Watch Tower dan The Golden Age”. Selanjutnya Meyners
menulis : “Sewaktu Paus Pius XII mengumumkan surat ensikliknya
Humani generis, maka pada tahun 1950, Saksi-Saksi Yehuwa menerbitkan
Evolution Versus the New World. Buku kecil ini memuat bukti ilmiah dan
sejarah mengenai kisah penciptaan dari Alkitab dan mencela upaya-upaya
40
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
beberapa pemimpin agama untuk membuat “persekutuan antara evolusi
dan Alkitab”. Buku Did Man Get Here by Evolution or by Creation?
(1967). Juga menjunjung kisah penciptaan dari Alkitab, demikian juga
dengan buku Kehidupan-Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi Atau
Melalui Penciptaan?, yang diterbitkan pada tahun 1985. Dengan demikian
banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa untuk mengenal
bukti yang luar biasa banyaknya bahwa Allah “yang menjadikan kita, dan
bukan kita sendiri” (Mazmur 100:3, Dunia Baru/DB). Di sini nampak
kecerdikan atau lebih tepatnya kelicikan Meyners di mana setelah
serangannya terhadap gereja Katholik, ia melanjutkannya dengan
memperkenalkan sejumlah buku yang telah diterbitkan oleh kelompok
Saksi Yehuwanya untuk memberikan kesan positif tentang kelompok sesat
ini kepada pembaca. Ini sangat nampak dalam kalimatnya : “Saksi-Saksi
Yehuwa secara konsisten telah menjunjung ajaran Kristus…Dengan
demikian banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
Benarkah banyak orang telah dibantu oleh Saksi-Saksi Yehuwa
dalam hal penolakan terhadap teori evolusi? Mungkin benar, namun
persoalannya adalah para Saksi Yehuwa bukanlah satu-satunya kelompok
yang menentang teori evolusi atau dengan kata lain para tokoh penentang
teori evolusi tidak semuanya berasal dari kelompok Saksi Yehuwa bahkan
dapat dikatakan bahwa kelompok Saksi Yehuwa tergolong kelompok
minoritas dalam penentangan terhadap teori evolusi dibanding teologteolog Kristen lainnya. Ada begitu banyak tokoh penentang teori evolusi
yang tidak mempunyai hubungan apapun dengan kelompok Saksi Yehuwa
ini. Katakanlah Bolton Davidheiser seorang teolog Reformed yang sangat
menentang teori evolusi dalam bukunya “Evolution and the Christian
Faith”, James Coppedge dalam bukunya “Evolution : Possible or
Impossible?, Henry Morris (Ed) dalam “Scientific Creationism” maupun
dalam bukunya yang lain “Studies in the Bible and Science”, Bernard
Ramm dalam “A Christian view of Science and the Scriptures”, J. E.
Horigan dalam “Chance or Design?, E. J. Carnell dalam “An Introduction
to Christian Apologetics”, Ken Ham dalam “The Lie : Evolution” dan
“The Genesis Solution” (bahkan Ken Ham mendirikan sebuah lembaga
yang diberi nama “Creation Science Foundation of Australia” di mana ia
menjadi direkturnya dan telah membuat sebuah film rohani yang dikenal
secara internasional dengan judul yang sama dengan judul bukunya “The
41
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Genesis Solution”), Andrew Snelling yang membaktikan dirinya sebagai
full-timer di “Creation Science Foundation” yang turut terlibat dalam
penelitian CSIRO (Commonwealth Scientific Nuclear Science and
Technology Organization) dan banyak menulis artikel yang berisi serangan
terhadap teori evolusi dan pembelaan terhadap penciptaan melalui “Ex
Nihilo Technical Journal”, Carl Wieland yang adalah presiden dari
“Creation Science Association” yang telah banyak memberikan kuliah
dalam bidang ilmiah, penciptaan dan apologetika Alkitabiah dan menjadi
editor sekaligus penulis dalam majalah “Ex Nihilo” (sekarang majalah
internasional “Creation”), dan masih banyak tokoh lainnya yang tidak
dapat disebutkan semuanya di sini.
Selain para teolog, juga beberapa ilmuwan terkenal turut menentang
arus evolusi. di antaranya adalah Georges Cuvier, seorang ahli Biologi
terkemuka yang juga seorang Lutheran yang saleh di mana ia sangat yakin
bahwa kitab Kejadian adalah tulisan yang akurat tentang apa yang terjadi
di masa lampau (Ann Lamont : Para Ilmuwan Mempercayai Ilahi; hal.
103). Gagasan evolusi yang dianut ilmuwan-ilmuwan pada masa itu
ditentangnya berdasarkan argumentasi ilmiah yang kukuh. Bahkan
McGraw dalam bukunya “Hill Encyclopedia” hal. 230 menyebut Cuvier
sebagai salah satu tokoh penting penentang evolusi dalam sejarah biologi.
Louis Pasteur yang sangat terkenal itu juga adalah salah satu ilmuwan
yang turut menentang teori evolusi. Ia sangat yakin akan penciptaan dan
dia menentang keras teori Darwin tentang evolusi karena ini tidak cocok
dengan bukti ilmiah yang dia lihat sendiri (Lamont : 190). Ahli fisika
terkemuka bernama William Thomson dapat juga dimasukkan dalam
deretan ilmuwan penentang teori evolusi. Ia sangat menentang gagasan
geologi uniformitarian Charles Lyell lewat tulisannya pada tahun 1865
“The Doctrine of Uniformity in Geology Briefly Refuted” dengan
menggunakan dasar-dasar ilmu dan kekristenan. Thomson seperti yang
dikutip Watson mengatakan bahwa : “kehidupan di bumi pasti tidak
terjadi oleh tindakan kimiawi atau listrik atau pengelompokan kristal
molekul-molekul…Kita harus merenung, menyelami misteri dan keajaiban
penciptaan segala makhluk”. (D.C.C Watson : Myths and Miracles – A
New Approach to Genesis 1-11; hal. 113) bahkan Thomson pernah
berdebat dengan Thomas Huxley yang dikenal sebagai “anjing bulldog
Darwin” karena kegigihannya mempertahankan gagasan Darwin. Nama
42
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
lain yang tidak boleh dilupakan dalam penentangan terhadap teori evolusi
adalah Sir Ambrose Fleming, perintis elektronika itu. Ann Lamont
memberikan keterangan tentang Fleming bahwa : “Sepanjang karier
ilmiahnya, Fleming mengabdikan banyak waktu dan perhatian untuk
menentang teori evolusi. Dia juga pendiri dan presiden pertama
“Evolution Protest Movement” (Gerakan Protes Evolusi) yang sekarang
menjadi “Gerakan Ilmu Penciptaan”. (Lamont : 262-263). Di akhir
hidupnya Fleming menulis : “Berlimpah bukti yang menunjukkan bahwa
Alkitab, meskipun ditulis oleh manusia, bukanlah hasil pemikiran
manusia”. (Watson : 113).
Setelah melihat semua yang saya ungkapkan di atas, kita sampai
pada kesimpulan bahwa sesungguhnya kelompok Saksi Yehuwa hanya
salah satu arus kecil bahkan sangat kecil dalam penentangan terhadap teori
evolusi. Penutupan fakta ini dan penonjolan karya-karya Saksi Yehuwa
saja adalah suatu upaya yang tidak fair untuk mengelabui pembaca bahwa
seolah-olah semua teolog Kristen (terutama Katholik) percaya pada teori
evolusi dan hanya Saksi Yehuwalah yang membelanya. Tapi mungkinkah
Meyners tidak mengetahui tokoh-tokoh dan buku-buku yang saya sebutkan
di atas? Ah, mana mungkin seorang yang mengaku “kolumnis sejarah
Alkitab” tidak mengetahuinya? Entah ini kecerdikan atau kelicikan,
kiranya pembaca yang menentukannya.
Bagaimana dengan Protestan? (Kritik Tinggi)
Setelah serangannya terhadap gereja Katholik, Meyners pun
melanjutkan serangannya terhadap gereja Protestan. Perhatikan katakatanya : “Juga gereja-gereja Protestan tidak bebas dari kesalahan
sehubungan dengan sikap menentang Alkitab. Seraya tahun demi tahun
berlalu, beberapa sarjana Protestan melancarkan jenis serangan yang
berbeda melawan buku ini: serangan intelektual! Selama abad ke-18 dan
abad ke-19, mereka memperkembangkan metode pelajaran Alkitab yang
dinamakan kritik tinggi. Para kritikus Alkitab mengajarkan bahwa banyak
bagian Alkitab terdiri dari legenda dan dongeng. Bahkan ada yang
berkata, Yesus tidak pernah ada. Sebaliknya dari menyebut Alkitab
43
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
sebagai Firman dari Allah, para sarjana Protestan ini menyebutnya
sebagai firman dari manusia dan selain itu, firman yang sangat kacau.
Meskipun beberapa dari gagasan yang sangat ekstrim demikian tidak lagi
dipercayai orang, kritik terhadap Alkitab masih tetap diajarkan di
berbagai kampus, dan bukan suatu hal yang janggal untuk mendengar
banyak pendeta menyangkal banyak bagian dari Alkitab di hadapan
umum…” Meyners melanjutkan :“Mungkin dalam hal tingkah laku itulah
yang merupakan kendala terbesar bagi orang untuk menerima Alkitab
sebagai Firman Allah. Susunan Kristen mengaku sebagai pengikut
Alkitab, namun tingkah lakunya telah menghasilkan celaan besar ke atas
Alkitab dan atas nama Kristen.
Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benar! Lalu persoalannya di
mana? Persoalannya terletak pada generalisasi yang tergesa-gesa.
Sesungguhnya kritik tinggi (High Criticism) yang berujung pada
penyangkalan historitas Alkitab dan menganggap Alkitab dipenuhi
dongeng seperti teori demitologizazi Rudolf Bultman, maupun pandangan
yang menyangkali inerrancy (ketidakbersalahan) Alkitab serta gerakan
“Jesus Seminar (Jesus History) yang mempertanyakan ulang Yesus
sejarah, adalah ajaran-ajaran yang muncul dalam salah satu aliran
kekristenan yakni liberalisme/teologi modern. Perhatikan pokok-pokok
ajaran liberalisme berikut ini (Herlianto; www.yabina.org) : (1) Tuhan
dipandang sekedar sebagai ‘The First Cause’ atau sekedar sebagai obyek
sesembahan yang ‘Satu’ (semacam konsep Platonic/Neoplatonic/Mystic);
(2) Kristus hanya dianggap sebagai tokoh sejarah, tokoh etika dan manusia
baik (man for others). Yesus lahir seperti layaknya manusia biasa, jadi
tidak dipercaya adanya kelahiran dara Maria dan juga tidak dilahirkan oleh
Roh Kudus; (3) Roh Kudus lebih dipandang sebagai energi/power semesta,
jadi lebih condong ke arah mistik/new age. Umumnya teolog liberal akan
menerima bahwa semua agama menuju yang ‘Satu’ (inklusivisme); (4)
Manusia adalah mahluk hidup yang terjadi karena evolusi dan yang paling
sempurna dari deretan evolusi tersebut. Agama tumbuh dari kesadaran
evolusi pemikiran manusia yang dialaminya; (5) Alkitab adalah catatan
hidup beragama dan sebagai karya tulis juga mengandung kelemahan &
kesalahan sama halnya dengan karya tulis pada umumnya; (6) Dosa
dimengerti secara psikologis sebagai rasa bersalah yang timbul dalam
pemikiran manusia, jadi tidak dipercayai adanya dosa turunan dari Adam
44
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
karena Adam (Adamah) sekedar ‘nama ras manusia;’ (7) Keselamatan
adalah kehidupan etis yang baik, bahwa kita dalam menjalani hidup ini
memilih hal-hal yang baik saja tanpa merugikan orang lain, jadi sifatnya
filantropis; (8) Gereja hanya sekedar paguyuban sosial sama halnya
dengan organisasi sosial dan struktur pemerintahan secara umum. Gereja
bukan persekutuan orang percaya tetapi komunitas penganut beragama;
(9) Manusia setelah mati akan habis dan tidak ada hukuman maupun
keselamatan, yang ada hanyalah kehidupan di bumi ini. Menurut
kepercayaan liberal bumi masih akan berumur bermilyar tahun lagi.
Perhatikan juga ciri-ciri teologi modern yang dikemukakan Eta Linnemann
(Teologi Kontemporer; hal. 107) antara lain : (1) Asumsi “seolah-olah
tidak ada Allah” (2)Patokan : prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang
diterima secara umum (3) Alkitab dan iman Kristen ditempatkan “sama”
dengan agama lain (4) Kitab Suci dilihat secara relatif (5) Alkitab tidak
dihargai sebagai Firman Allah (6) Kitab Suci adalah “nas kuno” yang
mutlak menuntut interpretasi (7) Apa yang ditulis dalam Alkitab tidak
mungkin sungguh terjadi seperti itu (8) Intelek yang kritis sanggup
membedakan “realitas” dari “dongeng” dalam Alkitab (9) Ilmu tafsir yang
“obyektif dan dapat diandalkan” (10) Pengaruh sosialisme (11)
Pseudomorphosis (sebuah istilah dalam metode historis kritis di mana
istilah-istilah teologis dikosongkan dari arti aslinya dan kemudian diisi
dengan arti yang baru). Jadi semua yang diungkapkan Meyners itu adalah
doktrin dari liberalisme/teolog imodern. Generalisasi tergesa-gesa sangat
nampak di sini ketika Meyners mengklaim bahwa ajaran salah satu aliran
kekristenan sebagai ajaran kekristenan secara menyeluruh. Seharusnya
Meyners juga memperhatikan doktrin kaun Injili (Evangelical) yang
sangat menjunjung tinggi Alkitab. Lengkapnya saya kutipkan pokokpokok ajaran aliran Evangelical : (1) Dalam konsep Evangelicalisme,
Tuhan dipandang sebagai pencipta langit dan bumi yang berotoritas atas
ciptaannya sesuai yang ditulis dalam Alkitab; (2) Kristus adalah Putra
Allah yang berinkarnasi menjadi manusia untuk menebus dosa umat
manusia; Yesus dilahirkan dari anak dara Maria, kemudian disalibkan
ganti manusia, mati dan bangkit kembali, dan naik ke surga; (3) Roh
Kudus adalah oknum Allah ketiga yang akan mendampingi umat percaya
dan akan melahirkan kita menjadi manusia baru; (4) Manusia diciptakan
oleh Allah, jatuh dalam dosa dan kurang kemuliaan dari Allah, sehingga
membutuhkan penebusan agar dapat dibenarkan kembali; (5) Alkitab
45
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
adalah firman Allah yang diilhamkan dan benar setiap kata-katanya tanpa
salah (inerrancy), dan berguna bagi masalah iman, pengajaran dan etika;
(6) Dosa adalah pemberontakan kepada Allah karena dihasilkan Iblis yang
menyeret manusia ke dalam kebinasaan. Upah dosa adalah maut; (7)
Keselamatan hanya diperoleh karena anugerah Allah melalui penebusan
darah Yesus di kayu salib yang harus diterima dengan iman; (8) Gereja
adalah persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil keluar (ekklesia)
dari dunia sebagai persekutuan kudus dimana Yesus adalah kepala-Nya;
(9) Manusia setelah mati akan dihakimi, yang percaya akan mengalami
kebangkitan tubuh dan memperoleh keselamatan kekal, yang tidak percaya
akan mati dalam neraka yang kekal. (ibid). Jadi inilah doktrin Injili.
Penyebutan doktrin liberalisme dan mengklaim itu sebagai ajaran
kekristenan secara umum adalah generalisasi tergesa-gesa. Ambillah
contoh, kalau ada orang Australia datang ke Oepura dan dicopet, ia pergi
ke Oebobo juga dicopet, ke Oesapa juga dicopet lalu setelah kembali ke
Australia ia bercerita pada teman-temannya “semua orang NTT tukang
copet”. Tentu saja ini keliru. Inilah generalisasi tergesa-gesa yang dalam
ilmu filsafat disebut fallacy (kesesatan berpikir). Jadi generalisasi tergesagesa yang dibuat oleh Meyners membuktikan bahwa kesesatan
berpikirnya. Seharusnya ia kembali belajar dasar-dasar berlogika.
Saksi Yehuwa sesat atau tidak?
Dalam sebuah diskusi, seorang bertanya kepada saya : “Apakah
dengan menolak teori evolusi, kelompok Saksi Yehuwa telah menjadi
bukan aliran sesat?” Pertanyaan ini tentu menarik dan logis. Dalam
polemik saya dengan Meyners beberapa bulan lalu di harian Timor
Express (tentang masalah Tritunggal), sudah saya buktikan bahwa dasar
ajaran kelompok Saksi Yehuwa ini menunjukkan bahwa mereka adalah
kelompok/aliran sesat. Pertanyaan yang logis setelah membaca 4 tulisan
Meyners yang terakhir ini adalah kalau memang Meyners dan kelompok
Saksi Yehuwanya sesat, mengapa justru mereka menentang teori evolusi
dan mempercayai kesaksian Alkitab tentang penciptaan? Bukankah
pembelaan terhadap doktrin penciptaan Alkitabiah membuktikan bahwa
mereka tidak sesat?
46
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah terlebih dahulu kita sadari
bahwa kesesatan biasanya dikaitkan dengan sesuatu yang sifatnya
dasariah. Dengan demikian penyangkalan kelompok Saksi Yehuwa
terhadap doktrin Tritunggal, kesetaraan Yesus dengan Bapa, kepribadian
dan keilahian Roh Kudus dan beberapa doktrin lainnya sudah cukup
membuktikan bahwa Saksi Yehuwa adalah aliran sesat. Meskipun
demikian, kita juga perlu sadar bahwa ajaran-ajaran sesat yang muncul
tidak selamanya seratus persen bertentangan dalam semua pokok ajaran.
Misalnya Arius tokoh sesat masa lalu (‘nenek moyangnya’ Saksi Yehuwa)
itu meskipun menolak keilahian dan kesetaraan Yesus dengan Bapa namun
tetap mengakui keberadaan Allah yang mana dalam hal ini sama dengan
kekristenan pada umunya. Kelompok Saksi Yehuwa sendiri percaya
bahwa Alkitab adalah firman Allah terilham namun mereka beranggapan
bahwa semua terjemahan Alkitab Kristen saat ini sudah sesat dan
karenanya mereka membuat terjemahan sendiri yang dikenal dengan “New
World Translation” (NWT) yang dalam bahasa Indonesianya
“Terjemahan Dunia Baru” (DB) yang seringkali dipakai oleh sang
penyiar kerajaan Allah, David Yohanes Meyners. Karena mereka percaya
bahwa Alkitab adalah firman terilham maka mereka juga percaya pada
penciptaan dan menolak teori evolusi. Dalam hal ini mereka benar namun
kesalahan dan penyimpangan dalam doktrin-doktrin dasar tetap membuat
mereka adalah kelompok sesat meskipun mereka menolak teori evolusi.
Dengan kata lain, penolakan Meyners terhadap teori evolusi dan upaya
penonjolan kelompok Saksi Yehuwanya dalam membela doktrin
penciptaan tidak serta merta membuat kelompok ini menjadi tidak sesat.
Jadi kesimpulannya, selama Meyners dan Saksi Yehuwa tetap menyalahi
doktrin-doktrin dasar kekristenan, mereka tetaplah aliran sesat.
* Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika (Ilmu Tafsir
Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI KASIH”.
47
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
2
Bagaimana Dengan
‘Gap Theory’ Ala Meyners ?
(Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners
tentang Teori Darwin Versus Penciptaan)
Esra Alfred Soru*
Setelah panjang lebar membahas masalah teori evolusi Darwin dalam
3 tulisannya, Meyners mengakhiri semua rangkaian tulisannya (tulisan
keempat) dengan judul ‘Apa Kata Kitab Kejadian?‘ (Timex, 25 Nov).
Dalam tulisan keempat ini Meyners mengemukakan pandangannya tentang
kitab kisah penciptaan dalam kitab Kejadian namun mengawalinya dengan
sebuah pernyataan : “Dalam suatu upaya yang seyogianya untuk
menjunjung Alkitab, “para penganut paham penciptaan”--sebagian besar
bersekutu dengan Protestan fundamentalis--telah berkukuh bahwa bumi
dan alam semesta usianya kurang dari 10.000 tahun. Pandangan yang
ekstrem ini telah mengundang ejekan dari para ahli geologi, astronomi,
dan fisika, sebab hal itu bertentangan dengan penemuan-penemuan
mereka”. Dari kalimat ini saja kita dapat melihat bahwa ternyata Meyners
juga tidak setuju dengan pandangan yang memperkirakan usia dunia ini
kurang lebih 10.000 tahun. Meyners menyebutkan pandangan ini sebagai
‘pandangan yang ekstrim’. Selanjutnya Meyners mulai mengemukakan
pandangannya tentang penciptaan yang intinya ada 2 yakni (1) Ia
berpandangan bahwa ada jarak/tenggang waktu yang mungkin sangat lama
antara Kej 1:1 dan Kej 1:2-3. Jarak waktu ini mungkin dapat mencapai
milyaran tahun. Perhatikan kalimat Meyners : “Jelas dari bagian pertama
kitab Kejadian, bumi mungkin telah ada bermilyar-milyar tahun sebelum
“hari” pertama dari kitab Kejadian, walaupun tidak dikatakan berapa
48
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
lama. Namun, keadaan bumi sebelum “hari” pertama mulai dijelaskan,
“Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera
raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air” (Kejadian
1:2”. Inilah yang disebut “Gap Theory” (teori kesenjangan). (2) Ia
berpandangan bahwa “hari-hari penciptaan” dalam Kej 1 bukanlah
merupakan hari-hari dalam pengertian hurufiah melainkan menunjuk pada
suatu masa/kurun waktu yang sangat panjang (akan dibahas pada bagian
ketiga tulisan ini). Demikianlah pandangan Meyners.
Siapa yang berdamai?
Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Apakah tafsiran Meyners
terhadap kitab Kejadian dapat dipertanggungjawabkan? Benarkah gap
theory yang dikemukakan Meyners? Kita akan membahasnya, namun
biarlah saya katakan suatu hal terlebih dahulu bahwa sesungguhnya upaya
Meyners dalam menafsirkan kitab Kejadian dengan gap theory-nya
didorong oleh upaya untuk menyelaraskan berita Alkitab dengan kata-kata
para ahli geologi dalam hal usia bumi. Para ahli geologi berpandangan
bahwa dunia kita ini mungkin sudah berumur jutaan bahkan milyaran
tahun dan ini jelas bertentangan dengan kesan sepintas dari Alkitab bahwa
dunia ini baru berumur ribuan tahun. Perhatikan kalimat-kalimat Meyners :
“Pandangan yang ekstrem ini telah mengundang ejekan dari para ahli
geologi, astronomi, dan fisika, sebab hal itu bertentangan dengan
penemuan-penemuan mereka....“Hal ini menimbulkan skeptisisme di
kalangan para ilmuwan, sebab mereka merasa bahwa hal ini bertentangan
dengan pengamatan ilmiah yang jelas”..... “Jadi, gagasan penciptaan
telah mendapat nama buruk dari para penganut paham penciptaan dan
kaum fundamentalis. Ajaran-ajaran mereka tentang usia alam semesta
dan panjangnya ‘hari-hari’ penciptaan tidak selaras dengan sains yang
masuk akal maupun dengan Alkitab”. Selanjutnya Meyners menulis :
“Langit dan bumi” telah ada ketika “hari” pertama ini mulai. Oleh sebab
itu, mungkinkah langit dan bumi berusia miliaran tahun, seperti yang
dikemukakan para ilmuwan? Sangat mungkin. Alkitab sama sekali tidak
menentukan waktu yang tersangkut. Di sini kita dapati kesan bahwa
sesungguhnya Meyners menerima kesimpulan para ahli geologi tentang
usia bumi yang sudah milyaran tahun dan selanjutnya berusaha
49
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
menafsirkan kisah penciptaan dalam kitab Kejadian (dengan gap theorynya) agar selaras dengan kesimpulan para ahli geologi. Di sini nampak
sebuah metode penafsiran yang keliru karena yang terjadi bukanlah
eksegese melainkan eisegese. Perhatikan kata-kata Budi Asali :“Gap
theory” ini muncul bukan sebagai hasil dari eksegesis terhadap Kej 1:1-2,
tetapi sebagai hasil dari eisegesis terhadap Kej 1:1-2. Eksegesis berarti
kita menggali ayat sedemikian rupa sehingga dari ayat tersebut keluar
suatu ajaran. Ini adalah cara yang benar dalam menangani Kitab Suci.
Tetapi eisegesis berarti kita memasukkan pandangan kita ke dalam ayat
Kitab Suci, dan ini jelas merupakan cara penafsiran yang salah”.
(Eksposisi Kitab Kejadian; hal.3). Jadi kitab Kejadian dipaksakan
sehingga mendukung kesimpulan geologi. Ken Ham, Anderew Snelling
dan Carl Wieland ketika membahas gap theory memulainya dengan
kalimat : “Evolusi ketuhanan” dan “penciptaan progresif” adalah di
antara banyak usaha yang dibuat untuk menyerasikan masalah penciptaan
dalan kitab Kejadian dengan gelogi moderen yang diterima” (Jawaban
Pasti; hal. 177). Mereka melanjutkan : “teori ‘gap’ adalah usaha penting
yang lain dari para teolog Kristen untuk menyatukan kerangka singkat
mengenai sejarah dunia yang terdapat pada Kejadian dengan
kepercayaan yang populer bahwa para ahli geologi memberikan bukti
yang tidak dapat ditolak bahwa dunia ini benar-benar tua” (ibid). Dan
inilah yang sementara diupayakan oleh Meyners.
Dalam bagian ketiga tulisannya “Gereja Katolik Mendukung
Evolusi?”, Meyners menuduh gereja Katolik Roma mengadakan
pendamaian dengan teori evolusi (mungkin saja benar) namun dari apa
yang saya kemukakan di atas, nampak juga bahwa Meyners sendiri
berusaha mengadakan pendamaian dengan sains dalam hal ini geologi dan
berusaha menafsirkan kitab Kejadian agar cocok dengan kesimpulan
geologi. Jadi kalau benar bahwa gereja Katholik telah mengadakan
pendamaian dengan teori evolusi, maka Meyners pun telah megadakan
pendamaian dengan geologi meskipun secara tersamar sehingga hampirhampir tidak ketahuan. Menerima sains dan menyangkali Alkitab adalah
sebuah kesalahan besar tetapi menafsirkan Alkitab agar cocok dengan
sains juga adalah kesalahan yang tidak kalah besarnya. Dan itulah yang
dilakukan Meyners. Dalam polemik dengan saya kali lalu tentang masalah
ketritunggalan Allah, Meyners menuduh kepercayaan terhadap Tritunggal
50
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
sebagai ajaran kafir padahal kepercayaan mereka terhadap “Allah besar”
(Bapa) dan “allah kecil” (Yesus) sebenarnya bercirikan kekafiran.
Rupanya kebiasaan Meyners “maling teriak maling” ini tidak juga hilanghilang.
“Gap Theory” ala Meyners
Sudah saya kemukakan di atas bahwa Meyners mempercayai apa
yang dikenal sebagai “gap theory” atau “teori kesenjangan” di mana ada
tenggang waktu yang mungkin milyaran tahun antara Kej 1:1 dan Kej 1:2.
Sebenarnya gap theory ini sudah lama muncul (Informasi : Teori gap
dipelopori oleh seorang bernama Arthur Custance melalui bukunya
“Without Form and Void” yang diterbitkan tahun 1970 dan dipopulerkan
teolog Skolandia bernama Thomas Chalmers di Edinburg University yang
hidup dari tahun 1780-1847 dan George H. Pember lewat bukunya
“Earth’s Earliest Ages” yang terbit di London pada tahun 1907) namun
saya tidak tahu pasti apakah gap theori-nya Meyners sama persis dan sama
detailnya dengan gap theory yang dikenal umum. Karena itu saya
menyebutnya “Gap theory ala Meyners”. Lalu apakah atau bagaimanakah
gap theory yang sesungguhnya? Weston W. Fields mendefinisikannya
sebagai berikut : “Jauh di masa lampau yang tidak tertentu, Allah
menciptakan surga dan bumi yang sempurna. Setan adalah penguasa
bumi, yang rakyatnya adalah ras manusia tanpa jiwa. Sebenarnya setan
yang tinggal di aman eden tersusun atas mineral (Yeh 28), memberontak
dengan keinginan menjadi seperti Allah (Yes 14). Karena kejatuhan setan,
dosa masuk ke dunia dan membawa hukuman Allah ke bumi dalam bentuk
banjir (ditunjukan oleh air yang terdapat dalam Kej 1:2), dan kemudian
masa es global ketika terang dan panas dari matahari bergerak. Semua
tumbuhan, hewan dan fosil manusia di bumi sekarang ini adalah berasal
dari “Banjir Lucifer”, dan tidak memiliki hubungan genetik dengan
tumbuhan, hewan dan fosil yang hidup di bumi saat ini”. (Unformed and
Unfilled; 1976 : 40). Milliard J. Ericson mengatakan : “Teori kesenjangan
(gap theory) beranggapan bahwa ada penciptaan dunia yang lengkap dan
asli mungkin biliunan tahun yang lalu. Itulah penciptaan yang disebutkan
dalam Kej 1:1. Namun kemudian terjadilah semacam malapetaka besar
sehingga bumi menjadi tak berbentuk dan kosong (Kej 1:2). Allah
51
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
kemudian menciptakan ulang semuanya beberapa ribu tahun kemudian
dalam waktu 6 hari, lalu mengisinya dengan segala macam species.
Penciptaan inilah yang dikisahkan dalam Kej 1:3-27”. (Teologi Kristen;
hal. 492). Budi Asali ketika membahas gap theory ini, menulis : “Teori
ini mengatakan bahwa di antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 terdapat ‘gap’ (=
celah / selang waktu) yang lamanya jutaan tahun atau bahkan ratusan juta
tahun. Mereka menganggap bahwa dalam Kej 1:1, langit dan bumi dan
segala isinya sudah sempurna. Lalu terjadilah pemberontakan iblis
sehingga bumi menjadi tidak berbentuk dan kosong seperti dalam Kej 1:2.
Lalu dalam Kej 1:3-dst Allah melakukan penciptaan ulang”. (Eksposisi
Kitab Kejadian; hal.2). Inilah yang dimaksudkan dengan gap theory. Coba
bandingkan teori ini dengan kata-kata Meyners : “Jelas dari bagian
pertama kitab Kejadian, bumi mungkin telah ada bermilyar-milyar tahun
sebelum “hari” pertama dari kitab Kejadian, walaupun tidak dikatakan
berapa lama. Namun, keadaan bumi sebelum “hari” pertama mulai
dijelaskan, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi
samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air”
(Kejadian 1:2). Jadi jelaslah sudah bahwa Meyners mempercayai gap
theory meskipun ia menolak teori evolusi (dalam 3 tulisannya terdahulu)
namun hal itu tentu wajar karena menurut Ken Ham, Anderew Snelling
dan Carl Wieland, semua penganut teori gap menentang evolusi.
(Jawaban Pasti; hal. 178). Meskipun Meyners mempercayai adanya gap
antara dalam ayat-ayatr pertama kitab Kejadian, namun saya tidak dapat
pastikan bahwa apakah Meyners juga mempercayai detail-detail dari gap
theory itu termasuk intervensi iblis dalam penciptaan. Karena itu saya
tidak akan membahas topik itu tetapi memusatkan pembahasan pada
persoalan apakah memang ada gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 dan Kej
1:3?
Benarkah ada gap?
Benarkah ada gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2-3? Sebelum kita
membahasnya, baiklah kembali saya tegaskan bahwa munculnya teori gap
ini semata-mata untuk menyelaraskan Alkitab dan geologi. Ham, Snelling
dan Wieland mengatakan bahwa : “Komentar-komentar Alkitab dari Barat
yang ditulis sebelum abad kedelapan belas, dan sebelum kepercayaan
52
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
akan usia bumi yang panjang menjadi populer, mengusulkan tidak adanya
jarak/gap antara Kej 1:1 dan Kej 1:2....Pada abad kedelapan belas yang
menjadi populer adalah mempercayai bahwa perubahan geologi terjadi
secara lambat dan kasar pada tingkat sekarang (uniformitarianisme).
Dengan makin diterimanya uniformitarianisme ini, banyak teolog
bersikeras menginterpretasi ulang Kitab Kejadian” (ibid : 179). George
H. Pember yang turut mempopulerkan gap theory ini berkata bahwa gap
theory ini merupakan : “solusi terhadap kesukaran-kesukaran geologis
yang berhubungan dengan Alkitab” (Earth’s Earliest Ages; 1907 : 20).
Jadi para teolog ini (termasuk Meyners) mendekati kitab Kejadian dengan
tujuan untuk menyelaraskan Alkitab dengan geologi yang berkesimpulan
bahwa bumi kita ini sudah berusia milyaran tahun. Satu hal yang tidak
mereka sadari bahwa geologia sama sekali tidak mempunyai kepastian
dalam menentukan umur bumi. Budi Asali berkomentar : “Perlu
diketahui bahwa ada banyak metode yang bisa digunakan untuk
menentukan umur bumi, dan ternyata metode-metode ini menghasilkan
hasil yang sangat bervariasi. Misalnya metode pertama menghasilkan
bilangan 100 juta tahun, maka metode kedua ternyata menghasilkan
bilangan 20 ribu tahun, dsb. Di samping itu perlu diketahui bahwa para
ahli ilmu pengetahuan itu kebanyakan adalah orang yang bukan Kristen,
bahkan anti Kristen. Karena itu, kalau dengan metode tertentu mereka
menemukan bahwa umur bumi adalah jutaan tahun, maka hasil itu
dipublikasikan, sedangkan kalau dengan metode yang lain menghasilkan
bilangan ribuan atau puluhan ribu tahun (sehingga cocok dengan
Alkitab), maka hasil itu mereka sembunyikan. (Budi Asali :3). Sungguh
memperihatinkan kalau Alkitab harus ditafsirkan untuk mengikuti suatu
teori yang tidak pasti.
Benarkah ada gap? Meyners pasti berkata “ya” karena bagi
Meyners “langit dan bumi” (Kej 1:1) dicipta terlebih dari penciptaan pada
hari pertama (Kej 1:3). Karena itu “langit dan bumi” tidak termasuk ke
dalam 6 hari penciptaan melainkan terjadi terlebih dahulu dari 6 hari itu.
Perhatikan kalimat Meyners : “Langit dan bumi” telah ada ketika “hari”
pertama ini mulai. Oleh sebab itu, mungkinkah langit dan bumi berusia
miliaran tahun, seperti yang dikemukakan para ilmuwan? Sangat
mungkin. Alkitab sama sekali tidak menentukan waktu yang tersangkut.
(perhatikan yang saya garisbawahi). Benarkah yang dkatakan Meyners?
53
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Marilah kita perhatikan Kel 20:11 : “Sebab enam hari lamanya TUHAN
menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada
hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan
menguduskannya”. (perhatikan kalimat yang bergarisbawah). Itu berarti
bahwa “langit dan bumi” (Kej 1:1) diciptakan oleh Allah dalam 6 hari
penciptaan. Langit dan bumi diciptakan di dalam 6 hari itu dan bukan di
luar 6 hari itu seperti yang dikatakan Meyners. Langit dan bumi diciptakan
pada suatu titik bersamaan dengan “laut dan segala isinya” dan dengan
demikian Alkitab memperlihatkan tidak ada gap apa-apa di sini.
Bandingkan ayat tersebut dengan Kel 31:17 : “Antara Aku dan orang
Israel maka inilah suatu peringatan untuk selama-lamanya, sebab enam
hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang
ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat." Saya kira Meyners perlu
membaca Alkitab dengan lebih baik dari Kejadian-Wahyu dan usul saya
juga adalah agar ia memeriksa dulu artikel-artikel Saksi Yehuwa sebelum
ia copi dan menyerahkan ke Timor Express untuk dimuat sebagai
tulisannya. (Catatan : Saya pernah buktikan bahwa Meyners adalah
seorang plagiator ulung yang hanya menjiplak tulisan-tulisan dari bukubuku Saksi Yehuwa dan menjadikannya sebagai tulisannya dan dimuat di
Timor Express. Baca kembali tulisan saya : “Membongkar Dusta David
Yohanes Meyners dan Saksi Yehuwa”, Timex, 30 Ags 2004).
Susunan Gramatikal Kej 1:1-2
Untuk lebih memperkuat argumentasi bahwa sama sekali tidak gap
antara Kej 1:1 dan Kej 1:2 maka kita perlu memahami sedikit tentang tata
bahasa Ibrani yang digunakan dalam bagian ini. Ayat 1 : ‘Pada mulanya
Allah menciptakan langit dan bumi’. (Ibrani : Bªree'shiyt baaraa' 'Elohiym
'eet hashaamayim wª'eet haa'aarets). Ayat 2 : ‘Bumi belum berbentuk dan
kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayanglayang di atas permukaan air’. (Ibrani : Wªhaa'aarets haayªtaah tohuw
waabohuw wªchoshek `al- pªneey tªhowm wªruwach 'Elohiym mªrachepet
`al- pªneey hamaayim). Di sini kita bisa melihat bahwa ayat 1 ditampilkan
sebagai subjek dan klausa kata kerja sedangkan ayat 2 berisi 3 klausa
keadaan yaitu 3 pernyataan yang menjelaskan hadirnya keadaan-keadaan
54
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
dari apa yang dijelaskan oleh kepala klausa (ayat 1). Ham, Snelling dan
Wieland berkata : “Kesimpulan ini diperkuat oleh ahli tata bahasa
Gesenius, yang mengatakan bahwa kata penghubung “waw” (dan) pada
permulaan ayat 2 adalah kata sambung “waw” yang dibandingkan
dengan ungkapan Inggris kuno “to wit” (Jawaban Pasti; hal.193), yang
sesungguhnya tidak dimulai dengan ‘waw konsekutif’ yang menunjukkan
suatu narasi yang membentuk rangkaian, melainkan ‘waw disjungtif’ yang
bersifat memisahkan yang mengajukan suatu anak kalimat sematan. (John
J. Davis; Paradise toPrison; hal. 43-44) sehingga seharusnya
diterjemahkan : “Adapun bumi...”. F.F. Bruce menyatakan bahwa :
“Apabila suatu kesenjangan memisahkan kedua ayat tersebut, kita akan
berharap mendapati kata ‘waw konsekutif’ dengan bentuk kata kerja yang
menunjukkan perbuatan yang sedang berlangsung bukannya kata ‘waw
kopulatif’ yang bersifat /berfungsi menggabungkan kata-kata atau kalimat
yang setara”. (And the Earth WasWithout Form and Void; hal. 21).
Speiser mengatakan secara tepat bahwa : “Sebuah pernyataan konsekutif
yang biasa tentu akan dimulai dengan Wattªhi haa'aarets bukannya
Wªhaa'aarets haayªtaah (Genesis; hal. 5). Jadi maksud dari ‘waw
disjungtif’ ialah untuk melukiskan sesuatu yang ada dalam anak kalimat
yang mendahului, bukannya sesuatu yang terjadi sesudah itu. (Kautzch dan
Cowley; Hebrew Grammar; hal. 453). John J. Davis menyimpulkan
:”...tata bahasa Ibrani tidak akan membolehkan adanya kesenjangan
kronologi antara ayat 1 dan ayat 2 (Paradise toPrison hal. 43). Dengan
demikian, hubungan tata bahasa antara ayat 1 dan 2 ini menyingkirkan
teori gap, karena ayat 2 kenyataannya merupakan penjelasan dari
penciptaan bumi mula-mula (Jawaban Pasti; hal.193). Maka runtuhlah
gap theory yang dibangun oleh sebagian orang termasuk David Yohanes
Meyners, penyiar Kerajaan Allah itu.
* Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika
(Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI
KASIH”.
55
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
3
Bagaimana Dengan
“Age Day Theory”-nya Meyners?
(Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners
tentang Teori Darwin Versus Penciptaan)
Esra Alfred Soru*
Selain mempercayai gap theory, Meyners pun ternyata meyakini
bahwa hari-hari penciptaan yang dibicarakan dalam Kejadian pasal 1
adalah suatu kurun waktu/masa yang panjang dan bukanlah hari hurufiah
dalam artian 24 jam. Perhatikan kata-kata Meyners : ‘Pandangan ekstrem
lain dari agama adalah cara beberapa orang menafsirkan keenam “hari”
penciptaan. Beberapa orang fundamentalis berkukuh bahwa itu adalah
hari-hari secara harfiah, membatasi penciptaan di bumi dengan suatu
periode waktu selama 144 jam. Akan tetapi, adalah tafsiran dari kaum
fundamentalis
terhadap
Alkitab--bukan
Alkitab
sendiri--yang
bertentangan dengan sains. “Alkitab tidak mengatakan bahwa lamanya
tiap-tiap “hari” penciptaan adalah 24 jam; sesungguhnya, Alkitab
memasukkan seluruh “hari-hari” ini ke dalam jangka waktu yang jauh
lebih lama yaitu “hari ketika Allah Yehuwa menjadikan bumi dan langit”,
memperlihatkan bahwa tidak semua ‘hari’ yang terdapat dalam Alkitab
lamanya hanya 24 jam (Kejadian 2:4) (Timex, 25 Nov). Meyners
melanjutkan : “Banyak yang menganggap kata “hari” yang digunakan
dalam kitab Kejadian pasal 1 lamanya 24 jam. Namun, di Kejadian 1:5
(DB) Allah sendiri dikatakan membagi hari ke dalam jangka waktu yang
lebih pendek, dan hanya bagian yang terang Ia namakan “hari”. Di
56
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Kejadian 2:4 (DB) seluruh masa penciptaan disebut satu “hari”, “Inilah
sejarah langit dan bumi pada waktu diciptakan, pada hari [seluruhnya
dari enam masa penciptaan, pen.] Allah Yehuwa membuat bumi dan
langit.” (ibid). Dan diakhir tulisannya ia berkesimpulan : “Nampaknya
akan masuk akal, “hari-hari” di kitab Kejadian juga mencakup waktu
yang lama--ribuan tahun”. Demikianlah pandangan Meyners.
Sesungguhnya apa yang diyakini Meyners ini yang dikenal sebagai
age day theory (teori hari zaman) yang berpendapat bahwa enam hari
penciptaan itu sesungguhnya menunjuk kepada enam periode geologis
yang sangat panjang. (Henry C. Thiessen; Teologi Sistematika; hal. 176).
Sekali lagi bukan Meyners yang mencetuskan teori ini. Entah siapakah
yang mencetuskan teori ini, namun secara umum dipercaya bahwa George
H. Pember adalah orang yang mempopulerkan teori ini melalui bukunya
“Earth’s Earliest Ages” dan kadang ia dituduh sebagai pencetus teori ini
(Joseph P. Free; Arkeologi dan Sejarah Alkitab; hal. 33). George
Trumbull dalam bukunya “The Doctrine of Sacred Scripture” hal 265 juga
memberikan keterangan bahwa ada banyak teolog ternama mempercayai
teori ini seperti Hengstenberg (1802-1869) seorang sarjana Lutheran dari
Jerman yang adalah profesor teologi pada University of Berlin, Franz
Delitszch (1813-1890), profesor di Erlangen Jerman, dan sarjana-sarjana
Perjanjian Lama serta ahli-ahli terkenal seperti Boehme, Octinger, F.von
Meyer, Stier, Keerl dan Kurtz. Mengapa bisa muncul penafsiran semacam
ini? Ken Ham, Andrew Snelling dan Carl Wieland mengatakan bahwa :
“Alasan utama mengapa banyak orang mencoba menyebutkan hari-hari
dalam kitab Kejadian sebagai periode atau jangka waktu yang panjang
adalah untuk mendapatkan cara menyelaraskan masalah penciptaan
dengan pendapat bahwa ada suatu rangkaian masa geologis yang sangat
banyak sebelum manusia muncul”. (Jawaban Pasti; hal. 99-100). Di sini
kita dapat melihat sekali lagi bahwa upaya penasfsiran hari-hari penciptaan
menjadi sebuah age day theory oleh banyak orang termasuk Meyners
dilandasi dengan suatu keinginan untuk menyelaraskan Alkitab dan Sains.
Kita akan menguji age day theory ini. Apakah benar bahwa hari-hari
penciptaan adalah suatu kurun waktu selama ribuan tahun?
57
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Istilah “Yom” dalam Alkitab
Meyners memulai argumentasinya tentang age day theory dengan
mengemukakan arti kata Ibrani “Yom” (hari). Perhatikan kata-kata
Meyners : “Kata Ibrani yohm, yang diterjemahkan “hari”, dapat
mengartikan jangka-jangka waktu yang berbeda-beda. Menurut buku Old
Testament Word Studies oleh William Wilson (1978:109) pengertiannya
antara lain adalah, “A day; it is freguently put for time in general, or for a
long time; a whole period under consideration...Day is also put for a
particular season or time when any extraordinary event happens” (Satu
hari; seringkali berarti waktu secara umum, atau waktu yang panjang;
seluruh jangka waktu yang sedang dibicarakan...Hari juga mengartikan
musim atau waktu tertentu ketika peristiwa-peristiwa khusus terjadi).
Kalimat terakhir ini jelas cocok dengan “hari-hari” penciptaan, karena
memang hari-hari terakhir tersebut adalah jangka-jangka waktu ketika
peristiwa yang luar biasa terjadi seperti diuraikan. Ini juga dapat berlaku
untuk jangka waktu yang lebih lama dari 24 jam”. (Timex, 25 Nov).
Meyners melanjutkan : “Kejadian pasal 1 menggunakan ungkapan
“petang” dan “pagi” sehubungan dengan jangka-jangka waktu
penciptaan. Bukankah ini menunjukkan, jangka-jangka waktu tersebut
lamanya 24 jam? Tidak mutlak demikian. Di beberapa tempat orang
sering menyebut masa hidup seseorang sebagai “hari”nya. Mereka
mengatakan “hari [masa hidup] ayah saya” (Inggris, “my father’s day”]
atau “pada hari [masa hidup] Shakespeare” (Inggris, “in Shakespeare’s
day”). Mereka mungkin membagi “hari” masa hidup tersebut dengan
mengatakan “pada waktu pagi [atau fajar] kehidupannya” atau “pada
waktu senja kehidupannya.” Maka pengertian “petang dan pagi” dalam
Kejadian pasal 1 tidak terbatas pada 24 jam harfiah. (ibid). Akhirnya :
“Hari” yang digunakan dalam Alkitab dapat mencakup musim panas dan
musim dingin, musim-musim yang berlalu (Zakharia 14:8). Dalam bahasa
Inggris dikatakan “the day of harvest” [hari panen] atau musim panen
yang menyangkut banyak hari (bandingkan Amsal 25:13 dan Kejadian
30:14). Seribu tahun diibaratkan seperti satu hari (Mazmur 90:4; 2
Petrus 3:8, 10). “Hari penghakiman” menyangkut waktu bertahun-tahun
(Matius 10:15; 11:22-24). Nampaknya akan masuk akal, “hari-hari” di
kitab Kejadian juga mencakup waktu yang lama--ribuan tahun. Maka, apa
yang terjadi selama masa-masa penciptaan itu? Apakah uraian Alkitab
58
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
mengenai hal tersebut bersifat ilmiah?” Demikianlah pendapat-pendapat
Meyners!
Benarkah apa yang dikatakan Meyners? Benarkah kata Ibrani “Yom”
mempunyai banyak arti termasuk suatu musim/kurun waktu yang lebih
panjang? Benar! Henry C. Thiessen berkata : “Kata ini (Yom) dipakai di
Alkitab dengan berbagai arti : siang yang berbeda dengan malam (Kej
1:5,16,18), siang (terang) dan malam (gelap) bersamaan (1:5), keenam
hari penciptaan (2:4), serta periode-periode yang tidak tentu batas
waktunya, seperti “hari bencana” (Ul 32:35), “hari pertempuran” (1 Sam
13:22), “hari murka” (Ay 21:30), “hari penyelamatan” (2 Kor 6:2), dan
“hari Tuhan” (Am 5:18). Kadang-kdang kata Ibrani yang diterjemahka
sebagai “hari” juga diterjemahkan sebagai “beberapa lama” (Kej 26:8;
38:12)”. (Thiessen : 177). Lalu kalau demikian apakah age day theory
dapat dibenarkan? Tunggu dulu! Kata “Yom” bisa berarti hari 24 jam, bisa
berarti suatu kurun waktu yang panjang. Kedua arti ini mempunyai
kemungkinan yang sama karena itu sebelum menentukan arti yang
manakah yang dikenakan pada suatu bagian Alkitab maka kita harus dapat
menemukan dasar mengapa kita menggunakan arti itu. Memang kata
“Yom” dapat berarti suatu masa/kurun waktu yang panjang tetapi mengapa
arti ini yang harus dipakai dalam hari-hari penciptaan? Apakah dasarnya?
Apakah arti ini harus dipakai agar Alkitab bisa selaras dengan geologi?
Kalau ini alasannya maka di sini yang terjadi bukanlah eksegese melainkan
eisegese.
“Yom” memang dapat berarti masa/kurun waktu yang panjang
namun perlu disadari bahwa arti dasar dan utama dari kata ini lebih
menunjuk pada hari 24 jam daripada suatu kurun masa yang lebih panjang.
Hal ini diteguhkan dengan kenyataan bahwa dalam Perjanjian Lama kata
ini tidak pernah digunakan untuk menunjukkan masa waktu yang lama
dengan adanya awal dan akhir yang spesifik. (Ham, Snelling dan Wieland
: 101). Selain itu pula kata ‘Yom’, apabila dipakai dengan satu angka atau
bilangan tertentu, dalam hal ini 6 hari, kata ini selalu berarti hari yang 24
jam. Misalnya, Musa berada di atas gunung Sinai selama 40 hari, dan
Yunus berada di dalam perut ikan besar selama 3 hari”. (Josh Mc Dowell
dan Don Stewart; Jawaban Bagi Pertanyaan Orang Yang Belum
Percaya; hal. 119). Senada dengan Mc. Dowell dan Stewart, Paul Enns
59
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
mengatakan : “Setiap saat angka muncul dengan kata Ibrani “Yom”, hal
itu menuntut waktu 24 jam sehari”. (The Moody Handbook of Theology :
44). Keterangan lain yang perlu diperhitungkan adalah bahwa sekalipun
kaya “Yom” dipakai dalam pengertian tidak tertentu, jelas ditunjukkan
oleh konteks bahwa arti harfiah dari kata hari tidak dimaksudkan
demikian. (Ham, Snelling dan Wieland : 101). Perhatikan juga kata-kata
Ham, Snelling dan Wieland selanjutnya : “Beberapa orang mengatakan
bahwa kata hari dalam Kejadian mungkin digunakan secara simbolis,
sehingga kita tidak diperkenankan mengartikannya secara harfiah. Namun
demikian, hal yang terpenting di mana banyak orang gagal
mempertimbangkannya adalah sebuah kata tidak pernah digunakan
secara simbolis ketika kata itu pertama kali digunakan! Kenyataannya
adalah sebuah kata hanya bisa digunakan secara simbolis ketika pertama
kali kata itu mempunyai arti harfiah. Dalam Perjanjian baru kita
diberitahu bahwa Yesus adalah “pintu”. Kita tahu apa arti kata ini,
karena kita tahu bahwa kata “puntu” berarti sebuah jalan masuk. Karena
kita mengerti arti harfiahnya, ini bisa diterapkan dalam pengertian
simbolis untuk yesus Kristus. Kata “pintu” tidak bisa digunakan demikian
jika dari semula kata itu tidak memiliki arti harfiah yang bisa kita
mengerti. Dengan demikian, kata hari tidak bisa digunakan secara
simbolis ketika pertama kali dipakai dalam Kitab Kejadian”. (Ham,
Snelling dan Wieland : 102-103). Bandingkanlah pendapat di atasi ini
dengan kata-kata Joseph P. Free : “Prinsip interpretasi harfiah ialah kita
menerima sebuah kata dalam artinya yang biasa, kecuali ada bukti pasti
yang menunjukkan bahwa kata itu digunakan secara kiasan. (Joseph P.
Free : 34). Ham, Snelling dan Wieland melanjutkan : “Sesungguhnya, ini
sebabnya mengapa pengarang Kitab Kejadian telah melangkah secara
hati-hati untuk mendefinisikan kata hari kala pertama kali muncul. Dalam
Kejadaian 1:4, kita membaca bahwa Allah memisahkan “terang dari
gelap”. Kemudian dalam Kejadian 1:5 kita membaca Allah menamai
terang itu siang dan gelap itu malam. Dengan kata lain, istilah tersebut
didefinisikan secara sangat hati-hati. Pertama kali kata hari digunakan,
ini didefinisikan sebagai terang untuk membedakannya dari gelap yang
dinamakan malam. Kejadian 1:5 mengakhirinya dengan “Jadilah petang
dan jadilah pagi, itulah hari pertama”. Ini adalah ungkapan yang sama
yang digunakan untuk masing-masing lima hari yang lain, dan jelas
menunjukkan adanya siklus siang dan malam yang sudah mantap
60
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
(misalnya masa terang dan masa gelap). Masa terang pada masingmasing enam hari adalah ketika Allah melakukan pekerjaan-Nya, dan
masa gelap adalah ketika Allah tidak melakukan pekerjaan penciptaan”.
(ibid : 103). Bandingkan kembali kata-kata Ham, Snelling dan Wieland
dengan kesimpulan Joseph P. Free :: “Sebelum ada bukti menentukan yang
bertentangan, saya lebih suka mengartikan hari-hari dalam kitab
Kejadian sebagai hari yang secara harfiah terdiri atas 24 jam karena (1)
Inilah pemakaian yang alamiah dan umum dari kata tersebut (2)
pembatasan hari dengan “petang dan pagi” (Kej 1:5,8,13, dst) akan
menunjuk pada hari yang harfiah; (para penganut teori hari zaman
menjelaskan bahwa “dan jadilah petang dan jadilah pagi” mungkin juga
bermakna kiasan, yang menunjukkan awal dan akhir suatu masa, tetapi
pemakaian ini tampaknya sedikit dipaksakan mengingat konteksnya);
(3)Rujukan kepada hari sabat dalam 10 hukum mengacu kepada 6 hari
penciptaan dan istrahat Allah pada hari ketujuh dengan cara sedemikian
sehingga tersirat bahwa hari-hari benar-benar terdiri atas 24 jam (Kel
21:1). (Joseph P. Free : 34). Dan akhirnya marilah kita simak pernyataan
James Barr : “Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada profesor bahasa
Ibrani atau Perjanjian Lama di universitas manapun di dunia yang tidak
percaya bahwa penulis kitab Kejadian 1-11 mempnyai maksud
meyakinkan pembacanya pada suatu pokok pikiran bahwa penciptaan
terjadi dalam rangkaian waktu 6 hari yang sama dengan 24 jam sehari
seperti yang kita alami sekarang,...” (Surat pribadi Profesor James Barr
tanggal 23 April 1984 kepada David. C.C. Watson). Dengan demikian
para pakar Perjanjian Lama dan bahasa melihat hari-hari penciptaan dalam
pengerian hari 24 jam. Silahkan dipilih pandangan manakah yang dapat
dipercaya. Apakah kita percaya kepada pandangan para pakar (Ken Ham,
Andrew Snelling dan Carl Wieland, tiga serangkai dari “Creation Science
Fondation”, Josh Mc Dowell dan Don Stewart, dua apologet Kristen
terkemuka, Joseph P. Free, profesor arkeologi dan sejarah di “Bemidji
State College”, Minnesota yang sering melakukan penggalian arkeologi
serta menerbitkan sejumlah karangan tentang masalah-masalah arkeologi,
James Barr, profesor Agama Bahasa Ibrani di Oxford University), ataukah
percaya kepada pandangan David Yohanes Meyners, si Saksi Yehuwa itu?
61
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Mengapa Tuhan memerlukan 6 hari?
Mengapa Tuhan memerlukan 6 hari untuk menciptakan dunia ini?
Bukankah jika Tuhan mau maka segala sesuatu dapat diciptakan sekejap
saja? Adakah maksud tertentu yang hendak disampaikan Tuhan? Jawaban
bagi pertanyaan ini ada dalam kitab Keluaran 20 :11 : “Sebab enam hari
lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan
Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari
Sabat dan menguduskannya”. Ayat ini terletak dalam konteks pemberian
10 hukum Allah kepada Israel yakni hukum keempat : “Ingatlah dan
kuduskanlah hari Sabat: enam hari lamanya engkau akan bekerja dan
melakukan segala pekerjaanmu, tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat
TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau
atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki,
atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di
tempat kediamanmu”. (Kel 20 :8-10). Dengan demikian kita bisa percaya
bahwa tujuan Tuhan menciptakan dunia ini dalam 6 hari dimaksudkan
untuk menjadi pola hidup umat Israel di mana selama 6 hari mereka harus
bekerja sedangkan pada hari ketujuh mereka harus berhenti dari semua
pekerjaan dan menguduskan/mengkhususkan hari itu bagi Tuhan. Ini
merupakan referensi langsung akan minggu penciptaan Allah dalam
Kejadian 1 (Ham, Snelling dan Wieland : 106). Dengan kata lain, dalam
Keluaran 20 kita belajar alasan mengapa Allah mengambil lama waktu
enam hari untuk membuat segala sesuatu. Dia sedang menetapkan pola
bagi kita untuk diikuti, suatu pola yang masih kita ikuti sampai sekarang.
(ibid : 107).
Lalu apa hubungannya hal ini dengan masalah hari-hari penciptaan?
Hubungannya adalah bahwa kalau 6 hari penciptaan itu merupakan pola
bagi kehidupan manusia dalam seminggu maka tidak mungkin 6 hari
penciptaan itu adalah suatu periode masa yang sangat panjang. Itu tentulah
hari-hari secara hurufiah yakni 24 jam karena berhubungan dengan pola
hidup kita saat ini. Jika hari-hari penciptaan dalam kitab Kejadian itu
adalah suatu kurun waktu yang sangat panjang, bagaiman mungkin itu
diterapkan dan pola hidup orang Israel seperti yang dikatakan Kel 20:11
yang jelas-jelas menunjuk kepada hari dalam pengertian 24 jam? Dari
semua argumentasi yang telah dikemukakan ini maka kita seharusnya
62
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
menolak age day theory dan menerima hari-hari penciptaan dalam
pengertian hurufiah, 24 jam sebagaimana yang telah buktikan. Satu lagi
teori Meyners berhasil diruntuhkan.
Info : Dapatkah artikel-artikel menarik dari Esra A. Soru di website :
www.airhidup.or.id
* Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika
(Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI
KASIH”.
63
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
4
Berapa Usia Bumi Kita Ini?
(Tanggapan Terhadap Tulisan David Yohanes Meyners
tentang Teori Darwin Versus Penciptaan)
Esra Alfred Soru*
Di bagian akhir tulisan ini (sebagai tambahan), baiklah kita
membahas sebuah pertanyaan yang tidak kalah menariknya yakni
berapakah usia bumi kita ini sesungguhnya? Jawaban terhadap pertanyaan
ini ternyata berfariasi. Kita akan melihat beberapa di antaranya.
Berbagai pandangan
Berbicara tentang usia dunia ini adalah topik yang cukup menarik
dan merangsang rasa ingin tahu, bukan saja pada generasi kita masa kini
tetapi juga pada generasi-generasi masa lalu. Pada tahun 1738 (266 tahun
yang lalu) seorang bernama Des Vignolles, seorang anggota Royal Society
di Berlin memberikan informasi bahwa terdapat sekitar dua ratus upaya
untuk menghitung tanggal tertua di Alkitab yang mencakup kurun waktu
dari tahun 3483 SM hingga tahun 6984 SM. (Cambridge Ancient History,
Edisi II “Chronology of Old Testament; 1:158). Itu berarti bahwa para
pendahulu kita sudah mulai dan pernah menghitung usia duniai ini.
Beberapa pandangan yang lebih dikenal saat ini cukup berfariasi.
Beberapa sarjana non Kristen berpandangan bahwa awal mula alam
semesta ini terjadi dari sebuah ledakan besar atom zaman purba yang
64
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
dikenal sebutan “Big Bang”. Di dalam alam semesta inilah bumi terbentuk
dari suatu gumpalan debu dan gas sekitar 10 milyar tahun yang lalu. Selain
itu ada pandangan yang juga datang dari para pemegang paham evolusi
teistik yang beranggapan bahwa Alah mengarahkan dan menguasai proses
evolusi sejak awal mula hingga penciptaan manusia. Mereka juga
memperkirakan usia bumi ini mencapai jutaan bahkan milyaran tahun dan
yang tidak kalah menariknya adalah sebuah perhitungan yang dilakukan
oleh Uskup James Ussher (1581-1656), uskup agung dari ArmarghIrlandia yang pernah menghitung usia bumi dengan meneliti informasi dari
Alkitab dan berkesimpulan bahwa bumi diciptakan pada tahun 4004 SM
dan dengan demikian usia bumi hingga saat ini kira-kira 6000 tahun.
Sistem Ussher ini sering dikenal sebagai sistem “kronologi pendek” di
mana metodenya adalah menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang
terdapat di Alkitab dengan anggapan bahwa silsilah itu lengkap. (Joseph P.
Free; Arkeologi dan Sejarah Alkitab; hal. 29). Perhitungan Ussher
diterima secara luas waktu itu hingga pada tepi halaman banyak Alkitab
tertulis tanggal tahun 4004 SM untuk Kejadian 1 (ibid).
Setelah Ussher, muncul juga berbagai perhitungan. Seorang bernama
Hales dengan mengacu pada Septuaginta/LXX (terjemahan Yunani untuk
Perjanjian Lama) mulai menghitung tanggal penciptaan dunia ini dan
menentukan tahun 5411 SM. Pada tahun 1912 John Urguhard menulis
dalam bukunya “How Old is That Man? dan mengatakan bahwa dari
Adam hingga Yesus, waktunya adalah 8167 tahun dan dengan demikian
usia bumi hingga kini sekitar 10.000 tahun. Perhitungan Urguhard ini
akhirnya lebih dapat diterima seiring dengan penolakkan terhadap
perhitungan Ussher. Selain itu muncul juga beberapa pendapat lain yang
memperkirakan usia dunia ini mencapai 20.000 tahun hingga 30.000
tahun.
Beberapa Tanggapan
Kita sudah melihat berbagai pandangan di sekitar masalah usia dunia
ini. Melihat pandangan yang berfariasi ini, tentu kita juga sadar bahwa
belum tentu padangan-pandangan ini benar. Hal pertama yang perlu
65
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
dikatakan terhadap perhitungan kaum evolusi teistik, para geolog
(termasuk Meyners) yang memperkirakan usia dunia ini mencapai
milyaran tahun adalah bahwa menentukan usia bumi berdasarkan metodemetode ilmiah sekuler sangatlah tidak tepat. (Henry C. Thiessen; Teologi
Sistematika; hal. 178). Thiessen mengacu pada pernyataan Whipple dalam
“The History of the Solar System” (hal.101) yang mengatakan bahwa
“Rata-rata usia bumi ini berlipat ganda setiap 15 tahun selama 3 abad
terakhir ini; taraf kecepatan ini nampaknya meningkat selama abad
terakhir ini”. Jadi kita lihat bahwa perhitungan usia bumi ini dengan
menggunakan metode-metode ilmiah tidak menunjukkan suatu
perhitungan waktu yang akurat. Misalnya Standard Geological Column
menentukan tanggal pembentukan bumi menurut beberapa era : era pra
kambrium (3.500 juta tahun yang lalu atau lebih), era paleozoik (600 juta
tahun sampai 225 juta tahun yang lalu), era mesozoik (225 juta tahun
sampai 65 juta tahun yang lalu), era senozoik (dari 65 juta tahun hingga
kini). (lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid 3; hal. 537-540). Perlu
ditambahkan pula bahwa beberapa cara penentuan tanggal yang dipakai
geologi seperti mengukur pertambahan kadar sodium per tahun dalam
samudera raya (menetapkan bahwa samudera raya berusia 100 juta tahun)
maupun meneliti laju kemerosotan unsur-unsur radioaktif seperti uranium,
potasium dan rubidium (yang memperkirakan beberapa meteorit yang
sudah berumur 3500 juta tahun maupun 4.700 juta tahun) tidak tepat
karena menerima adanya geologi uniformitarian, yaitu ada keadaankeadaan yang hanya terdapat dalam sebuah laboratorium ilmiah. Prinsipprinsip uniformitarianisme itu mensyaratkan tidak adanya Allah yang
berkepribadian atau setidak-tidaknya mengabaikan kehadiran Allah yang
bertindak dalam ciptaan-Nya. (Thiessen : 179). Jadi sekali lagi, harus
disadari bahwa hasil-hasil perhitungan geologi sendiri tidak pasti. Lalu
mana yang harus dipercaya? Menerima keyakinan geologi semacam ini
dan mengadakan eisegese terhadap Alkitab agar cocok dengan geologi
(yang tidak pasti) seperti yang dilakukan banyak orang termasuk Meyners
jelas merupakan sebuah kekeliruan. Simak kembali kata-kata Budi Asali
yang telah dikutipkan sebelumnya : “Ilmu Geologia sama sekali tidak
mempunyai kepastian dalam menentukan umur bumi. Perlu diketahui
bahwa ada banyak metode yang bisa digunakan untuk menentukan umur
bumi, dan ternyata metode-metode ini menghasilkan hasil yang sangat
bervariasi. Misalnya metode pertama menghasilkan bilangan 100 juta
66
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
tahun, maka metode kedua ternyata menghasilkan bilangan 20 ribu tahun,
dsb. Di samping itu perlu diketahui bahwa para ahli ilmu pengetahuan itu
kebanyakan adalah orang yang bukan Kristen, bahkan anti Kristen.
Karena itu, kalau dengan metode tertentu mereka menemukan bahwa
umur bumi adalah jutaan tahun, maka hasil itu dipublikasikan, sedangkan
kalau dengan metode yang lain menghasilkan bilangan ribuan atau
puluhan ribu tahun (sehingga cocok dengan Alkitab), maka hasil itu
mereka sembunyikan. (Eksposisi Kitab Kejadian; hal.3).
Lalu bagaimana dengan perhitungan-perhitungan yang lain seperti
perhitungan Ussher bahwa dunia diciptakan pada tahun 4004 SM dan
dengan demikian dunia saat ini berumur sekitar 6000 tahun? Sekali lagi
perlu diketahui bahwa dalam mengadakan perhitungan, Ussher
menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang terdapat di Alkitab
dengan anggapan bahwa silsilah itu lengkap. Ini jelas merupakan sebuah
kekeliruan karena silsilah-silsilah yang dicatat dalam Alkitab bukanlah
merupakan sebuah silsilah lengkap. Adakalanya terdapat lompatan
beberapa generasi. B.B Warfield menjelaskan bahwa : “Ada selang waktu
dalam silsilah di Alkitab. Ini bukan sekedar teori tetapi didukung oleh
fakta bahwa silsilah tertentu tidak mencatumkan beberapa generasi.
Silsilah di Mat 1:1-17 tidak mencantumkan 3 orang raja (Ahazia, Yoahas
dan Amazia) serta menyatakan bahwa Yoram memperanakkan Uzia yang
sebenarnya adalah piutnya”. (Studies in Theology; hal. 235). Contoh lain
terdapat dalam Ezra 7:3 yang tidak mencantumkan 6 generasi (yang
diberikan dalam silsilah yang lebih lengkap di 1 Taw 7:7,dst). Kejadiankejadian semacam ini menunjukkan bahwa Alkitab mungkin tidak
memberikan catatan yang lengkap dalam sebuah silsilah, tetapi sebaliknya
hanya memberi indikasi tentang garis keturunan (ibid). Bandingkan
informasi ini dengan
kata-kata R.A Torrey ketika mengomentari
perhitungan Ussher ini : “Hal ini didasarkan pada perkiraan bahwa
silsilah di dalam Alkitab bertujuan untuk memberikan silsilah yang betulbetul lengkap tetapi dari hasil penyelidikan ternyata bahwa daftar silsilah
ini tidak bertujuan untuk memberikan silsilah yang betul-betul lengkap
karena silsilah-silsilah ini seringkali hanya berisi nama-nama orang yang
penting.”. (Jawaban Bagi Keraguan Anda; hal. 34). Dengan demikian
perhitungan dengan menjumlahkan semua tokoh dalam silsilah yang
terdapat di Alkitab pastilah tidak akan mendapatkan hasil yang
67
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
sesungguhnya. Selain itu dapat pula ditambahkan bahwa penemuanpenemuan benda-benda purbakala di Mesopotamia berasal dari sekitar
6000-7000 tahun SM sehingga kemungkinan kebudayaan di Mesopotamia
berusia lebih dari 8000 tahun.
Lalu Bagaimana?
Kalau semua perhitungan waktu usia dunia yang pernah diberikan
diragukan, lalu bagaimana? Berapa sesungguhnya usia dunia kita ini?
Pertama-tama yang harus disadari adalah bahwa Alkitab bukanlah suatu
buku pelajaran mengenai kronologi sebagaimana ia juga bukan buku
pelajaran mengenai astronomi. Maksud utama Alkitab adalah
menyampaikan penyataan Allah kepada manusia dan menunjukkan kepada
mereka hubungan mereka dengan Allah. (Joseph P. Free : 29-30). Jadi
mempergunakan atau menghitung-hitung data Alkitab untuk
memperkirakan usia dunia pastilah akan menemukan angka-angka tahun
yang tidak pasti dan dapat diragukan. Demikian juga hasil-hasil penelitian
geologi tidak dapat memberikan suatu waktu yang pasti. Jadi berapa umur
dunia ini? Jawaban yang paling masuk akal adalah : TIDAK TAHU.
Stephen Tong berkata : “Sampai saat ini, kita masih berada dalam
keadaan tidak jelas dan tidak pasti tentang usia Adam. Bilakah kita jelas?
Nanti, pada saat kita bertemu dengan Tuhan”. (Yesus Kristus
Juruselamat Dunia; hal. 141). Kelihatannya adalah jawaban yang remeh
tapi itu adalah jawaban yang paling masuk akal dan lebih terhormat
daripada perkiraan-perkiraan yang pernah ada. Mengapa? Karena jawaban
itu adalah PASTI. Ketidaktahuan yang PASTI lebih baik daripada
pengetahuan yang TIDAK PASTI.
68
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
Alkitab Bertentangan dengan Sains?
Apakah Alkitab bertentangan dengan sains? Untuk menjawab
pertanyaan ini, sebagai orang beriman kita harus mulai dengan sebuah
keyakinan bahwa Alkitab tidak mungkin salah. Joseph P. Free melanjutkan
kalimatnya (yang telah dikutip di atas) : “...sekalipun demikian, apabila
Alkitab berbicara tentang hal-hal yang berhubungan dengan kronologi
atau astronomi, atau bidang lain apa pun, uraiannya itu benar dan
akurat”. (Joseph P. Free : 30). Kalau Alkitab tidak mungkin salah,
mungkinkah Alkitab bertentangan dengan sains modern? Jawabannya
adalah “ya” dan “tidak”. Alkitab dapat saja bertentangan dengan sains jika
sains salah sebaliknya Alkitab tidak akan bertentangan dengan sains jika
sains benar. Karena itu jika terdapat pertentangan antara Alkitab dengan
sains maka ada 2 kemungkinan (1) sains salah (2) pemahaman kita
terhadap Alkitab salah. (Untuk yang kedua ini kita perlu memahami
prinsip-prinsip penafsiran Alkitab dengan benar. Kita tidak boleh
menafsirkan Alkitab dengan cara yang picik namun juga tidak boleh
menafsirkan Alkitab sehingga terkesan dipaksakan agar cocok dengan
sains padahal sains tidak mempunyai sifat “tidak mungkin bersalah”).
Lalu bagaimana dengan perkiraan usia bumi yang sudah tua seperti
kesimpulan geologi? Pertama-tama kita harus kembali sadar bahwa
geologi belum tentu benar (bukan pasti tidak benar). Tetapi kalau begitu
geologi juga belum tentu salah. Mungkin saja geologi benar namun
Alkitab pasti benar. Bagaimana mungkin? Satu hal yang harus disadari
bahwa dunia ini diciptakan dalam keadaan dewasa. Millard J. Ericson
berkata : “Adam, tentu saja, tidak mengawali kehidupannya sebagai
seorang bayi. Pada setia titik dalam kehidupannya pastilah Adam memiliki
usia nyata (atau usia ideal) yang jauh lebih tua dari usia sebenarnya
(yaitu jumlah tahun sejak ia diciptakan)”. (Teologi Kristen; hal. 493).
Erickson melanjutkan : “Andaikata Allah menciptakan pohon, dan bukan
bibitnya, mungkin pohon-pohon itu memiliki lingkaran-lingkaran yang
menunjukkan usia nyata dan bukan usia sebenarnya”. (ibid). Bandingkan
pendapat ini dengan pendapat Thiessen : “Kenyataan bahwa Adam
diciptakan dengan keadaan sudah dewasa nampaknya jelas dari Kejadian
69
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
2. Dengan demikian paling tidak dalam penciptaan Adam, kita melihat
ciptaan yang sudah berumur. Tidakkah mungkin bahwa Allah
menciptakan alam semesta juga dalam bentuk seperti itu, sehingga
kelihatan sudah berumur, bahkan dengan fosil-fosil?” (Thiessen : 180).
Jadi setiap unsur ciptaan pastilah berawal pada suatu tempat dalam siklus
kehidupan. Budi Asali mempertegas pendapat ini dengan berkata : “Waktu
Allah menciptakan segala sesuatu dalam Kej 1, maka semua itu diciptakan
dalam keadaan sudah mempunyai umur tertentu (yang tidak kita ketahui).
Misalnya pada waktu Adam diciptakan pada hari ke 6, ia tidak diciptakan
sebagai seorang bayi yang baru lahir, tetapi sebagai manusia dewasa.
Karena itu, andaikata pada hari ke 7 seorang ilmuwan memeriksa Adam,
maka mungkin sekali ia mendapatkan bahwa Adam sudah berumur 30
tahun atau 50 tahun, padahal Adam baru berumur 1 hari. Pada waktu
pohon-pohonan diciptakan oleh Allah pada hari ke 3, mereka tidak
diciptakan sebagai tunas yang baru tumbuh, tetapi sebagai pohon yang
sudah besar. Karena itu, andaikata pada hari ke 4 seorang ilmuwan
memeriksa sebuah pohon, maka mungkin sekali ia akan mendapatkan
bahwa pohon itu sudah berumur 100 tahun, padahal sebetulnya baru
berumur 1 hari. Demikian juga pada waktu Allah menciptakan bumi
dengan lapisan batu-batuannya, Allah menciptakannya dalam keadaan
sudah mempunyai umur tertentu. Dan kita tidak tahu berapa umur bumi
pada waktu diciptakan. Bisa saja 1000 tahun, atau satu juta tahun, atau
bahkan ratusan juta tahun”. (Budi Asali : 3). Budi Asali melanjutkan :
‘Karena itu, kalaupun para ilmuwan jaman sekarang bisa menemukan
suatu metode penentu umur bumi yang betul-betul dapat dipercaya, dan
dengan metode itu didapatkan bahwa umur bumi sudah 5 juta tahun, maka
itu tidak menunjukkan bahwa Kitab Sucinya salah. Siapa tahu bahwa
Allah memang menciptakan bumi ini dalam keadaan sudah berumur
mendekati 5 juta tahun?’ (ibid). Sepertinya pendapat semacam ini lebih
dapat diterima daripada gap theory dan age day theory yang dikemukakan
Meyners. Pendapat ini bukan suatu upaya untuk mencocokkan Alkitab dan
geologi (dengan tafsiran yang dipaksakan) seolah-olah geologi pasti benar.
Pendapat ini hanya ingin berkata bahwa SEANDAINYA GEOLOGI
BENAR, ALKITAB TIDAK MUNGKIN SALAH. Tetapi apakah geologi
benar? Belum tentu! Karena itu semua upaya penafsiran Alkitab dengan
metode eisegese (bukan eksegese) agar cocok dengan kesimpulan geologi
(seperti yang dilakukan Meyners) adalah sebuah perendahan terhadap
70
Teori Darwin Versus Penciptaan – David Yohanes Meyners, Esra Alfred Soru
kewibawaan Alkitab. Bagaimana mungkin itu dilakukan oleh “Sang
Penyiar Kerajaan Allah?”
* Penulis adalah pengajar Teologi Sistematika dan Hermeneutika
(Ilmu Tafsir Alkitab) di Sekolah Teologia Awam “PELANGI
KASIH”.
Dipublikasikan oleh:
http://www.geocities.com/thisisreformed/teoridarwinvspenciptaan.html
71
Download