BAB I PENDAHULUAN

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara (Carcinoma mammae) merupakan keganasan yang paling banyak
pada wanita. Penyakit kanker payudara merupakan penyakit yang didominasi oleh
wanita (99%) kanker payudara terjadi pada pria (1%), namun kanker ini juga
merupakan penyakit yang berhubungan dengan penuaan. Resiko seumur hidup untuk
tumbuhnya kanker payudara sebagian besar terpusat pada periode perimenopause
dan pascamenopause. Pengaruh penuaan pada resiko kanker payudara tidak secara
luas diketahui oleh masyarakat wanita usia lanjut cenderung meremehkan resiko ini
dan banyak wanita berusia di bawah 50 tahun justru terlalu khawatir terhadap resiko
terkena kanker payudara (Heffner and Schust, 2008).
Menurut data International Agency For Research On Cancer (IARC) jumlah
penderita kanker akan terus meningkat selama dua dekade mendatang. IARC
mencatat, pada tahun 2008 sebanyak 12,7 juta jiwa mengidap kanker dan 7,6 juta
jiwa melayang akibat kanker. Menurut data terbaru, di Eropa tercatat sekitar 421.000
kasus baru dan hampir 90.000 kematian pada tahun 2008. Angka kejadian di
Amerika Serikat tercatat lebih dari 190.000 kasus baru dan 40.000 kematian
(Soebachman, 2011).
Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi nomor dua
setelah kanker servik dan terdapat kecenderungan dari tahun ketahun insidennya
meningkat. Sebagian besar keganasan payudara datang pada stadium lanjut (Jong,
2005). Jumlah penderita kanker payudara di Indonesia didapatkan kurang lebih 200
juta populasi atau 23.140 kasus baru setiap tahun (Emir dan Suyatno, 2010).
Sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke rumah sakit berada pada kondisi
stadium lanjut. Menurut Miller (2008) (dalam Anggraeni, 2010), sebanyak 16% 1
2
25% pasien menderita kanker sekaligus depresi. Penelitian yang dilakukan Rebar
(2005), setelah pasien terdiagnosa kanker payudara pada tahun pertama, 48% wanita
mengalami kecemasan dan depresi.
Terapi kanker payudara invasif biasanya multimodalitas, namun sangat bergantung
pada tahap penyakit saat didiagnosis. Wanita dengan kelenjar limfe positif biasanya
mendapatkan tambahan kemoterapi antineoplastik. Mereka dengan kelenjar limfe
negatif akan mendapatkan kemoterapi ajuvan. (Heffner and Schust, 2008). Berbeda
dengan terapi radiasi dan pembedahan, kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan
menggunakan obat-obatan atau hormon. Kemoterapi dapat digunakan dengan efektif
pada penyakit-penyakit baik yang diseminata (menyebar) maupun yang masih
terlokalisasi (Rasjidi, 2007).
Pasien yang menerima kemoterapi dengan gejala klinis mencakup : fatigue, letargi,
kelelahan, iritabilitas, dispnea yang merupakan penurunan pada fungsi fisik.
Kemoterapi menimbulkan efek mual dan muntah yang akan berdampak pada kualitas
hidup pasien atau penurunan pada status fungsional pasien selama pemberian
kemoterapi. Alopecia merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang
menyebabkan trauma psikologis bagi pasien dan mengakibatkan perubahan
gambaran diri, harga diri, dan aktivitas sosial. (Tsao and Stewart 2009 dalam Yeung,
2009).
Perasaan cemas akan timbul karena dampak yang terjadi dari pengobatan seperti :
Anemia, stomatitis, malaise, mual, muntah, lesu, lemas, perubahan kulit, berat badan
menurun, nyeri, kerontokan rontok, dan disfungsi seksual yang dapat mengancam
harga diri dan perubahan citra tubuh pasien, bahkan cemas akan kematian, (Smeltzer
and Bare, 2002).
Keberadaan dukungan
sosial
yang adekuat
terbukti
berhubungan dengan
menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit. Anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan
3
pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Nadeak, 2010). Dukungan keluarga yang
besar kepada responden, secara psikologis dapat menambah semangat hidup bagi
responden yang dapat berdampak pada tingkat kecemasan yang rendah (Lutfa, 2005
dalam Utami, 2013).
Menurut Saragih (2010), dukungan keluarga meliputi mekanisme dukungan nyata
berupa finansial, emosional dan pengalihan rasa sakit dimana bentuk partisipasi
berupa memberikan spiritual, memberikan rasa humor agar klien merasa rileks dan
tidak tertekan. Dukungan keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar demi
berjalannya pengobatan kemoterapi dengan adanya partisipasi keluarga yang timbul
secara spontan maka klien dapat dengan mudah tanpa beban untuk menjalani
kemoterapi.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2011) dengan judul hubungan dukungan
keluarga terhadap motivasi pasien kanker payudara dalam menjalani kemoterapi di
ruang Cendrawasih RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga terhadap motivasi pasien kanker payudara
dalam menjalani kemoterapi dengan p value = 0,008 (p value < 0,05) .
Hal ini juga ditegaskan dengan penelitian Setyaningsih (2011) dengan judul
hubungan antara dukungan emosional keluarga dan resiliensi dengan kecemasan
menghadapi kemoterapi pada pasien kanker di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
dimana terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan emosional keluarga
dengan kecemasan menghadapi kemoterapi dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05).
Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Dr.Pirngadi Medan
tahun 2014 didapatkan data intalasi rekam medik jumlah pasien kanker payudara
pada tahun 2013 adalah sebanyak 973 orang dengan jumlah rata-rata pasien perbulan
adalah 81 orang. Hasil wawancara awal dengan 9 pasien di ruang kemoterapi lantai
VI RSUD Dr. Pirngadi Medan terdapat 4 orang diantaranya mengaku merasa
4
mengalami kecemasan ringan ketika mau menjalani kemoterapi, 4 orang mengalami
kecemasan sedang dan 1 orang mengalami kecemasan berat.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada pasien kanker
payudara dri 9 orang pasien didapatkan 5 orang mengatakan keluarga kurang peduli
tentang penyakit yang dialami pasien, sedangkan 2 orang diantaranya mengatakan
keluarga jarang mengingatkan pasien untuk meminum obat dan kurang memberikan
solusi untuk mengatasi keluhan-keluhan yang dialami pasien, dan 2 orang
mengatakan bahwa keluarganya kurang menghargai karena perubahan bentuk tubuh
yang dialami pasien.
Berdasarkan data diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan dukungan
keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker payudara yang menjalani
kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data di atas maka peneliti merumuskan permasalahan apakah ada
hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker
payudara yang menjalani kemoterapi pada di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun
2014?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi di RSUD Dr.
Pirngadi Medan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dukungan keluarga pada pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.
5
b. Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada pasien kanker payudara yang
menjalani kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak Manajemen Rumah Sakit
Untuk memberikan rekomendasi kepada pihak manajemen rumah sakit khususnya
dalam memberikan informasi kepada keluarga pasien kanker payudara dalam
menjalani kemoterapi untuk selalu memberikan dukungan.
2. Bagi Keluarga
Untuk memberikan informasi tentang pentingnya dukungan keluarga untuk
mengurangi kecemasan pada pasien kanker payudara yang sedang menjalani
kemoterapi.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dijadikan pembanding untuk tindakan penelitian selanjutnya
supaya dapat memperluas pengetahuan peneliti dalam melakukan tugas penelitian.
Download