Pengembangan Fungsi Kapal Dan Tugas Aparat Negara Di Laut

advertisement
xix
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia memandang laut sebagai sarana dan wahana
untuk
mewujudkan satu kesatuan wilayah negara dalam arti politik, hukum, ekonomi,
sosial budaya, dan keamanan (national security). Laut adalah salah satu
ruang/matra/sektor yang membutuhkan upaya-upaya pengembangan sebagai
rangkaian dari pembangunan nasional. Pembangunan nasional di sektor kelautan
memerlukan dukungan terjaminnya stabilitas keamanan di laut.
Dalam menciptakan terjaminnya keamanan laut agar pelaksanaan
pembangunan nasional di sektor kelautan berjalan lancar, maka diperlukan kapal
kapal pengawas untuk menjaga dan melindungi aktifitas masyarakat dalam
melakukan kegiatan di laut khususnya di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang
Wawasan Nusantara yang mengikat Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh menyebabkan bangsa
Indonesia akan merasa terganggu stabilitas keamanannya apabila wilayah perairan
yurisdiksi nasionalnya dimasuki dan dipergunakan oleh kegiatan-kegiatan ilegal
yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dilaut yurisdiksi NKRI (Mabes
TNI AL, 2002).
Luasnya laut yuridiksi nasional, lebarnya bentangan spektrum ancaman di
laut dan besarnya arti laut bagi bangsa Indonesia dalam aspek kesejahteraan dan
keamanan nasional menyebabkan tugas-tugas keamanan di laut tidak dapat hanya
di pikul oleh kapal-kapal TNI-AL dan Polri saja. Maka dalam rangka mencapai
efisiensi dan efektifitas terjaminnya keamanan di laut, seluruh aset kelautan
xx2
nasional harus digunakan optimal dengan cara memadukan seluruh kekuatan
penegak hukum di laut dalam satu kesatuan upaya (Mabes TNI-AL, 1993).
Penyelenggaraan ketentuan-ketentuan yang normatif dalam sistem
keamanan negara yang terkandung dalam peraturan peninggalan Belanda
Territorial Zee en Marietieme Kringen Ordonnantie 1939 (TZMKO)
telah
dilaksanakan oleh aparat-aparat TNI-AL, Bea Cukai, Perhubungan Laut dan
Kepolisian sejak kemerdekaan hingga saat ini. Kewenangan-kewenangan yang
diberikan kepada masing-masing aparat tidak ditentukan dalam produk peraturan
untuk melaksanakan fungsi secara terpadu, akan tetapi dituangkan sebagai satu
sistem Pengawasan dan Keamanan Laut (Kamla) dalam peraturan yang mengatur
Institusi maritim sesuai fungsi masing-masing yang belum terintegrasi.
Banyaknya aparat penegak hukum di laut lalu lalang yang terlihat seakanakan tenang, ternyata tidak membuat tenang awak dan pengusaha pelayaran,
masih banyak aparat dari berbagai instansi yang kerap menghentikan kapal dan
memeriksa di tengah laut. Setiap kapal yang diperiksa di tengah laut, membuat
perjalanan kapal terganggu. Keluhan dari awak kapal dan pengusaha pelayaran
tentang adanya cegatan di laut pun muncul, mereka mengeluhkan karena ada
berbagai instansi yang memeriksanya. Bisa dari pihak TNI AL, Kepolisian
maupun instansi lainnya.
Bakar (2005) menjelaskan bahwa aksi pencegatan kendaraan ternyata
bukan saja terjadi di jalan raya, tetapi juga di laut. Hanya saja karena di laut bukan
sebagai tempat lalu lalang orang, pencegatan tersebut tidak banyak yang tahu.
Berbeda dengan di jalan raya, kegiatan pencegatan jelas terlihat, bahkan penegak
hukumnya melalui proses damai pun bisa terlihat. Banyaknya aparat penegak
xxi3
hukum dari berbagai instansi yang memeriksa dan mencegat kapal di laut
dikeluhkan oleh sejumlah pengusaha pelayaran dan mempertanyakan instansi
mana yang benar-benar sebagai penegak hukum di laut. Hal tersebut muncul
karena materi pemeriksaan dengan mempertanyakan soal-soal dokumen tersebut
seharusnya tidak ditanyakan ketika kapal berjalan, tetapi bisa saja dilakukan
ketika kapal sampai di pelabuhan yang dituju , atau jika aparat penegak hukum
tersebut ragu bisa memeriksa ketika kapal masih sandar di pelabuhan. Pengusaha
pelayaran menyesalkan tindakan pencegatan tersebut sebab jika kapal sudah
berlayar, maka kapal dalam keadaan clear. Artinya, dokumen dan persyaratan
keselamatan pelayaran lengkap.
Jika ada penegak hukum mendapatkan informasi bahwa kapal tersebut
dokumen tidak lengkap, atau membawa barang ilegal, sebaiknya aparat tersebut
memeriksa ketika kapal belum berjalan atau sebaiknya dikoordinasikan dengan
pihak aparat yang ada di pelabuhan yang dituju kapal tersebut, sebab kapal yang
dicurigai akan diketahui kemana tujuannya di pelabuhan asal. Selain itu juga,
mengapa kapal yang diperiksa tidak lengkap dokumen atau membawa barang
ilegal, yang jadi pesakitan pihak pelayaran saja. Padahal, seharusnya pihak
syahbandar bisa terlibat, karena sebagai instansi yang berwenang seharusnya
syahbandar mengetahui awal keberadaan muatan tersebut dan kelengkapan
dokumen awak maupun kapalnya, tetapi yang terjadi kapal yang dipermasalahkan.
Dari keadaan itu memunculkan pertanyaan apakah tidak mungkin
Indonesia sebagai negara bahari yang sangat luas lautannya melebihi daratan
memiliki satu lembaga penegak hukum di laut yang multi-fungsi. Jika memang
benar-benar akan memeriksa kapal yang ada di laut, sebaiknya dilakukan oleh
xxii4
satu instansi saja, tidak oleh banyak instansi, sehingga jelas persoalan yang
dimasalahkan oleh kapal tersebut.
Bakar (2005) mengacu Umar (1999) mengungkapkan memang seharusnya
Indonesia sebagai negara bahari yang sangat luas lautannya melebihi daratan ada
undang-undang yang mengatur tentang instansi
yang berwenang menegakan
hukum di laut, sehingga tidak banyak instansi seperti sekarang ini. Satu instansi
penegakan hukum di laut sebenarnya telah diamanatkan pada peraturan
internasional dan sudah dikembangkan disejumlah negara yaitu instansi yang
biasa disebut Coast Guard.
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan telah menunjukkan kontribusi
yang cukup berarti dalam pembangunan ekonomi nasional, namun demikian di
sisi lain disadari pula bahwa hasil dari pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
kelautan masih dapat dioptimalkan dalam rangka mensejahterakan bangsa dan
masyarakat maritim, dalam menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan
perolehan devisa negara.
1.2 Perumusan Masalah
1.2.1 Rumusan masalah penegakan hukum di laut
1) Penegakan hukum di perairan Indonesia
Pengawasan dan pengamanan kegiatan ekonomi dan aktifitas
masyarakat di perairan dan Pelabuhan Tanjung Emas dalam pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya alam kelautan belum terselenggara secara
sistematis. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya kegiatan yang tidak
bertanggung jawab dan pelanggaran terhadap peraturan yang telah
ditetapkan, antara lain :
xxiii5
(1) penyelundupan barang-barang keluar dari dalam negeri dan masuk dari
luar negeri yang tidak melalui kepabeanan dan percukaian yang
berlaku dapat merugikan pendapatan negara.
(2) perompakan/pembajakan dan kejahatan pelanggaran hukum di laut.
(3) pelanggaran peraturan daerah (Perda) yang dapat mengakibatkan
menurunnya pendapatan asli daerah (PAD) dari hasil pengelolaan
sumberdaya
laut
daerah
yang
merugikan,
seperti
perijinan
penangkapan ikan, biota laut non ikan, pengambilan hasil laut,
penambangan dasar laut, dan lain-lain.
(4) pencemaran
akibat
masih
dianggapnya
laut
sebagai
tempat
pembuangan limbah akan merusak ekosistem kehidupan biota laut
sehingga mengancam kelestarian lingkungan yang berkesinambungan.
(5) kerusakan hutan bakau sepanjang pesisir pantai Tanjung Emas dapat
mengganggu kelangsungan hidup biota laut yang akan berdampak pada
pengurangan pendapatan dari hasil tangkapan ikan bagi nelayan.
(6) kecelakaan di laut yang dapat mengakibatkan kerusakan dan kerugian
material dan jiwa manusia.
(7) abrasi, erosi dan rob akibat fenomena alam yang belum dapat diduga
atau terlambat diantisipasi oleh masyarakat dan pemerintah daerah.
2) Hukum laut Internasional
Indonesia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi
UNCLOS`82, di mata dunia internasional dituntut pula untuk melaksanakan
klausal-klausal yang diamanatkan, seperti Pengamanan International Sea
Lanes, Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), International
xxiv6
Ships and Port Facility Security Code (ISPS Code) dan lain-lain. Suatu ironi
bagi Indonesia
sebagai negara maritim sampai dengan saat ini belum
memiliki petugas penjaga maritim yang meliputi penjagaan laut dan pantai
yang tangguh selayaknya seperti di sejumlah negara seperti Amerika Serikat,
Jepang, Australia, Philipina dan beberapa negara lain yang biasa disebut
Coast Guard. Setiap kegiatan tersebut membentuk satu lembaga penegakan
hukum di laut yang mempunyai multi-fungsi memang tidak mudah. Di
Indonesia selama ini sebagaimana undang-undang yang berlaku sejumlah
instansi (masing–masing) mempunyai kewenangan penegakan hukum di laut
seperti :TNI AL, Kepolisian, Bea Cukai, KPLP, DKP, dan PPNS.
1.2.2 Rumusan masalah teknis kapal aparat negara di laut
Berbagai tipe dan jenis kapal aparat negara di laut dirancang sesuai dengan
fungsi dan tugas masing-masing instansi yang mengoperasikan kapal tersebut.
Pengelompokkan tipe dan jenis kapal aparat negara non combatan adalah sebagai
berikut:
1) Kelompok kapal jenis speed boat, perahu karet dan lain-lain;
2) Kelompok kapal jenis tug boat atau kapal tunda;
3) Kelompok kapal jenis kapal navigasi;
4) Kelompok kapal jenis kapal patroli K – 12;
5) Kelompok kapal jenis kapal patroli K – 28;
6) Kelompok kapal jenis kapal patroli K – 36;
7) Kelompok kapal jenis kapal patroli K – 57, dan
8) Kelompok kapal aparat negara jenis lain non patroli.
xxv7
Pengelompokan tersebut belum ditata dan diatur dalam standarisasi kapal
negara aparat sipil untuk manajemen pemeliharaan dan perawatan kapal yang
berkesinambungan.
Kedelapan kelompok jenis kapal tersebut memiliki kriteria dan kapasitas
teknis yang berbeda-beda. Bervariasinya kriteria dari berbagai jenis kapal tersebut
akan mempengaruhi berbagai aspek pengelolaan dan pemberdayaan kapal aparat
negara, diantaranya :
(1) Aspek penelitian pengembangan dan bangunan baru (peremajaan).
Dalam rangka mewujudkan sistem pengawasan, pengamanan, SAR dan
penegakan hukum di laut perairan Indonesia yang berkelanjutan dan
handal, permasalahan teknis kapal yang di operasikan di laut sangat
mempengaruhi usia kapal, dukungan logistik, biaya perawatan dan
pemeliharaan kapal, oleh karean itu memerlukan adanya penelitian dan
pengembangan serta rgenerasi kapal baru pada kurun waktu tertentu.
(2) Aspek operasional.
Pengoperasian sebuah kapal sangat tergantung pada tujuan operasional,
kondisi daerah operasional laut (dalam/dangkal), jarak jelajah, kecepatan
dan peralatan pendukung (alat bantu) yang diperlukan serta dokumen
prosedur operasional.
(3) Aspek pelatihan dan SDM.
Personil yang mengawaki kapal membutuhkan pembinaan personil antara
lain; rekruitmen, pelatihan bekerja berlayar/melaut, perlatan personil,
pendidikan lanjut, jenjang karir, pengelompokkan keahlian, persiapan
pensiun, peremajaan, dan seterusnya.
xxvi8
(4) Aspek dukungan logistik dan sarana prasarana.
Sebuah kapal akan melaut atau beroperasi membutuhkan dukungan
logistik dan sarana prasarana antara lain: BBM, perbekalan, peralatan,
spare part on board, dock yard, perumahan dan fasilitas personil, prosedur
kerja dan keteraturan manajemen.
1.2.3 Rumusan masalah fungsi kapal dan tugas aparat negara di laut
Mempelajari jumlah dan jenis kapal patroli yang dioperasikan oleh
sejumlah instansi aparat negara di Tanjung Emas Semarang adalah kapal-kapal
kecil, untuk menghadapi ancaman pelanggaran hukum di laut perairan Pelabuhan
Tanjung Emas telah memadai, namun kapal-kapal kecil tersebut masih bekerja
secara
sektoral
belum
terpadu mengakibatkan
efisiensi
dan
efektifitas
keberhasilan belum tercapai secara optimal.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian :
1) Menganalisis keefektivan dan efisiensi penegak hukum dan SAR di
laut.
2) Mengkaji kapasitas teknis kapal aparat negara (non militer) di laut.
3) Menyusun strategi pengembangan fungsi kapal dan tugas aparat sipil
negara di laut.
1.3.2 Manfaat penelitian
1) Penelitian ini memberikan gambaran guna peningkatan fungsi dan tugas
kapal aparat negara di laut dalam rangka melaksanakan pengawasan,
pengamanan, penegakan hukum di perairan Pelabuhan Tanjung Emas.
xxvii9
2) Penelitian ini menghasilkan masukan bagi pengambil keputusan dalam
menetapkan kebijakan strategis pembangunan kelautan khususnya di
perairan Pelabuhan Tanjung Emas yang lebih efektif, efisien dan inisiasi
pembentukan institusi keamanan di laut non militer pada masa damai.
3) Penelitian ini menyajikan tantangan kepada ahli kebijakan tentang
kebutuhan teknis bangunan kapal yang tepat untuk sarana dan prasarana
penegakan hukum dan SAR di laut.
Ketiga manfaat di atas kiranya akan menjadi masukan lengkap untuk
penyusunan strategi pengembangan pertahanan di laut.
1.4 Hipotesis Penelitian
Penegakan hukum di laut saat ini tidak efektif dan efisien karena terjadi
tumpang tindih kewenangan dan konflik kepentingan dari masing-masing instansi
penegak hukum di laut.
1.5 Ruang Lingkup
Penulisan disertasi pengembangan fungsi kapal dan tugas aparat negara
dalam rangka penegakan hukum dan SAR di perairan Indonesia meliputi
pengembangan fungsi kapal dan tugas aparat negara dalam rangka melaksanakan
pengawasan, pengamanan, penyelamatan kecelakaan di laut (SAR) dan penegakan
hukum di laut dengan studi kasus di perairan Pelabuhan Tanjung Emas.
1.6 Kerangka Pemikiran
Pengembangan fungsi dan tugas kapal aparat negara di laut seyogyanya
merupakan upaya untuk mengoptimalkan tugas pengawasan, pengamanan, SAR
dan penegakan peraturan di perairan Pelabuhan Tanjung Emas. Banyaknya
10
xxviii
instansi dan kapal aparat yang bertugas di perairan Pelabuhan Tanjung Emas dan
sekitarnya dari berbagai departemen pemerintah memerlukan adanya koordinasi
yang harmonis dan terpadu antara aparat di laut. Selanjutnya, kemampuan negara
yang masih sangat terbatas untuk menyediakan sarana, fasilitas dan peralatan
keamanan di laut seperti; kapal patroli, pesawat udara pengintai, persenjataan,
manusia terampil, teknologi peralatan pendukung/alat komunikasi, pangkalan,
perbekalan dan logistik yang memadai. Oleh karena itu sudah sepantasnya para
aparat keamanan di laut tidak bekerja sendiri-sendiri (yaitu, secara sektoral
fungsional), tetapi bekerjasama dan koordinasi yang selaras untuk hasil
terjaminnya keamanan dan tegaknya hukum di laut yang optimal dibutuhkan
kemampuan dan kekuatan unsur–unsur keamanan di laut perairan Tanjung Emas
yang masih sangat terbatas ini, mudah dikendalikan, efektif dan efisien.
Gie dan Toha (1976) menyatakan bahwa efisiensi adalah ukura hasil usaha
mencapai prestasi yang sebesar-besarnya dengan menggunakan peluang
kemungkinan-kemungkinan yang tersedia (seperti : manusia, material dan mesin)
dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, di dalam keadaan yang nyata sepanjang
keadaan itu bisa berubah tanpa mengganggu keseimbangan di antara faktor-faktor
tujuan, alat, tenaga dan waktu. Efisien adalah perbandingan terbaik antara suatu
hasil terhadap usahanya. Menurut Nurhayati (2005), efisien adalah berhasil guna,
tepat atau sesuai sasaran, mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak
membuang-buang
waktu,
tenaga,
biaya),
kedayagunaan,
ketepatgunaan,
kemampuan menjalankan tugas dengan baik dan tepat (dengan tidak membuangbuang waktu, tenaga, biaya) dan sebagainya. Efektif adalah berdaya guna,
langsung mengena, ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), dapat
11
xxix
membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan); hal mulai berlakunya
(tentang undang-undang, peraturan).
Pengertian di atas menunjukkan bahwa berdaya guna (efektif) lebih
ditekankan pada hasilnya saja (tanpa mempertimbangkan apakah hasil yang
dicapai itu dengan atau tanpa pemborosan). Sementara berhasil guna (efisien), di
samping hasilnya, juga ditekankan pada daya atau usaha dan pengorbanan untuk
mencapai hasil tersebut, agar tidak terjadi pemborosan.
Untuk mengupayakan terjaminnya keamanan dan penegakan peraturan
terhadap aktifitas ekonomi oleh masyarakat maritim dibutuhkan kajian mengenai
pengelolaan potensi konflik yang dapat diinventarisasi dan diamati dari isu kritis
yang muncul dari masyarakat maritim di lingkungan perairan Pelabuhan Tanjung
Emas dan sekitarnya.
Hasil identifikasi isu dan permasalahan tersebut selanjutnya dikelompokan
atas sub sistem dan komponen-komponen yang mempengaruhi berjalannya sistem
keamanan di laut. Kemudian disusun kerangka pikir untuk menggambarkan alur
skenario yang dipergunakan untuk menjelaskan penyelesaian permasalahan sesuai
tujuan penelitian. Kerangka pemikiran pengembangan fungsi dan tugas kapal
aparat negara di laut digambarkan seperti pada Gambar 1.
Wilayah perairan
Pelabuhan Tanjung Emas
Semarang
Opportunity
(O)
Threath
(T)
Pengawasan,
Kamtibmas, Gakkum,
SAR di laut
Peran
Rakyat
Kapal Polri,
Peran
Rakyat
KPLP, Beacukai,
DKP Syahbandar,
Pertahanan dan
TNI AL
ancaman militer
Permasalahan
Identifikasi
strategi
Wawancara,
Kuesioner
asing lewat laut
Pemanfaatan sumberdaya laut untuk kesejahteraan rakyat
Transportasi
laut
Industrri
perkapalan
Pelabuhan
laut
Pertambangan
Perikanan
Perikanan
tangkap
Industri
pengolahan
hasil laut
Weakness
(W)
Strategi
WO
Strategi
WT
Pengembangan fungsi
kapal, tugas aparat
negara dan sarana
prasarana dan industri
perkapalan
Wawancara,
Responden
Pengamanan,
Kemampuan
Strength
(S)
Strategi
SO
Strategi
ST
Wisata
bahari
AHP
Fokus
Faktor
Aktor
Urutan
prioritas
strategi
Strategi
pengembangan
fungsi kapal
&tugas aparat
Program
Aplikatif
Terjaminnya
pemanfaatan sumber
daya laut
Tujuan
Alternatif
strategi
SDM maritim
Perikanan
budidaya
12
Gambar 1. Kerangka pemikiran dan analisis pengembangan fungsi kapal dan tugas aparat negara
di laut perairan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang
Download