Apakah Cost Stickiness Biaya Penjualan, Administrasi dan Umum

advertisement
PENDAHULUAN
Dalam literatur akuntansi biaya, perilaku biaya dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap didefinisikan
sebagai biaya yang secara total tidak berubah ketika aktivitas bisnis meningkat
atau menurun, sedangkan biaya variabel adalah biaya yang totalnya meningkat
secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara
proporsional terhadap penurunan dalam aktivitas (Carter, 2009: 69). Biaya
variabel berubah secara proporsional dengan perubahan dalam penggerak
aktivitas, yang besarnya perubahan biaya hanya tergantung pada tingkat
perubahan dalam tingkat aktivitas, tidak pada arah perubahan (Noreen dan
Soderstrom, 1997).
Beberapa penelitian menemukan dugaan bahwa kenaikan biaya lebih
tinggi pada saat volume aktivitas meningkat dibandingkan dengan penurunan
biaya pada saat volume aktivitas mengalami penurunan (Cooper and Kaplan, 1998
dalam Windyastuti dan Biyanto, 2005). Perilaku biaya ini disebut dengan cost
stickiness (kelengketan biaya). Biaya disebut sticky (lengket) ketika kenaikan
volume aktivitas perusahaan yang diikuti dengan kenaikan biaya, tetapi penurunan
volume aktivitas perusahaan tidak diikuti dengan penurunan biaya (Balakrishnan
dan Gruca, 2008).
Ketidakkonsistenan perilaku pada biaya ini disebabkan adanya tindakan
yang sengaja dilakukan oleh manager menghadapi ketidakpastian permintaan di
masa mendatang. Ketika volume penjualan mengalami penurunan, perusahaan
harus menanggung biaya sumber daya terikat yang menganggur. Manajer
memutuskan untuk mempertahankan sumber daya tersebut hingga mendapatkan
kepastian bahwa volume penjualan mengalami penurunan secara permanen (He,
et al., 2010). Manajer harus berhati-hati dalam mengambil keputusan akan
mempertahankan sumber daya terikat atau akan melepas sumber daya tersebut
ketika kemungkinan besar perusahaan mengalami penurunan volume penjualan.
Ketika manajer mengambil keputusan untuk mempertahankan sumber daya
terikat, perusahaan harus menanggung biaya kapasitas dari sumber daya yang
1
menganggur. Tetapi jika manajer melepas sumber daya tersebut, perusahaan harus
mengeluarkan biaya penyesuaian untuk penghematan dan membeli kembali
sumber daya yang telah dilepas ketika volume penjualan mengalami peningkatan.
Jika kemungkinan terjadinya penurunan volume penjualan lebih kecil atau biaya
penyesuaian yang dikeluarkan lebih tinggi, kelengketan biaya diperkirakan akan
lebih kuat (Anderson et al., 2003).
Penelitian ini mereplikasi dari penelitian Anderson et al., (2003) yang
menguji mengenai perilaku sticky cost pada biaya penjualan, administrasi, dan
umum pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang ada di Amerika Serikat.
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pengujian dengan sampel data yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penulis akan melakukan pengujian pada
biaya penjualan, administrasi, dan umum pada perusahaan-perusahaan manufaktur
di Indonesia. Dalam penelitian Balakrisnhnan dan Gruca, (2008), menemukan
bahwa biaya penjualan, administrasi, dan umum (operasional) bersifat sticky
dalam merespon penerimaan (revenue). Biaya pada unit yang terkait dengan
kegiatan utama perusahaan akan lebih sticky (lengket) jika dibandingkan dengan
biaya pada unit-unit pendukung. Sehingga yang menjadi masalah dalam penelitian
ini yaitu perilaku sticky cost biaya penjualan, administrasi, dan umum pada
perusahaan-perusahaan manufaktur di Indonesia.
Penelitian Windyastuti dan Biyanto (2005) menemukan adanya cost
stickiness (kelengketan biaya) pada biaya penjualan, administrasi, dan umum
perusahaan manufaktur di Indonesia dan juga menemukan adanya kelengketan
biaya yang meningkat sesuai dengan assset intensity (rasio total aset terhadap
penjualan bersih) perusahaan. Tetapi pada penelitian Dewi (2012) tidak
menemukan adanya peningkatan cost stickiness sesuai dengan asset intensity.
Pada penelitian Rahmadi (2012) justru tidak menemukan adanya kelengketan
biaya penjualan, administrasi, dan umum perusahaan manufaktur tetapi pada
penelitian tersebut menemukan adanya tingkat cost stickiness yang meningkat
sesuai dengan asset intensity perusahaan. Dengan penelitian ini, penulis ingin
membuktikan eksistensi dari kelengketan biaya penjualan, administrasi, dan
2
umum juga pengaruh asset intensity terhadap tingkat cost stickiness pada
perusahaan manufaktur di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cost stickiness
(kelengkatan biaya) juga terjadi pada perusahaan-perusahaan manufaktur di
Indonesia. Dalam artikel ini penulis berusaha untuk menjawab persoalan
penelitian mengenai :
apakah biaya penjualan, administrasi, dan umum
perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar dalam BEI merupakan sticky
cost? Dan yang kedua apakah asset intensity perusahaan mempengaruhi tingkat
cost stickiness?
Dengan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi manajer dalam
membuat perencanaan biaya karena biaya-biaya yang terjadi tidak sepenuhnya
berubah secara proporsional. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan referensi
bagi analist keuangan, calon investor, dan pemakai laporan keuangan dalam
menilai kinerja perusahaan karena perusahaan dengan rasio biaya yang tinggi
tidak selalu menggambarkan kondisi bahwa perusahaan tersebut tidak
menjalankan usahanya dengan efisien.
TINJAUAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Kelengketan Biaya pada Biaya Penjualan, Administrasi, dan Umum
Model tradisional perilaku biaya berkaitan dengan biaya pada tingkat
aktivitas yang berbeda tanpa mempertimbangkan pengaruh intervensi manajerial
terhadap pengelolaan sumber daya. Manajer membuat perubahan pada sumber
daya terikat karena beberapa biaya yang melekatinya bersifat lumpy, yaitu ketika
permintaan yang bertambah melebihi kapasitas normal maka perusahaan harus
menambah sumber dayanya. Penambahan sumber daya tersebut mengakibatkan
peningkatan biaya dalam jumlah yang besar sekaligus. Dengan sendirinya, cost
lumpiness dapat menyebabkan kelebihan kapasitas sehingga menyebabkan adanya
kapasitas yang menganggur, tetapi tidak mengakibatkan sticky cost.
Biaya dikatakan sticky apabila besarnya kenaikan biaya yang dihubungkan
dengan kenaikan volume lebih besar dibanding besarnya penurunan biaya yang
dihubungkan dengan penurunan volume yang ekuivalen (Cooper dan Kaplan,
3
1998 dalam Anderson et al., 2003). Sticky cost terjadi karena adanya
ketidakseimbangan penyesuaian sumber daya yaitu lebih lama dalam proses
penyesuaian yang menurun dibanding proses penyesuaian yang meningkat.
Menurut Balakrishnan dan Gruca (2008), model sticky cost mengakui bahwa
biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tergantung ke beberapa derajat pada
biaya yang dikeluarkan dalam periode sebelumnya. Kedua tingkat aktivitas pada
periode berjalan, tingkat biaya, dan kegiatan pada periode sebelumnya
mempengaruhi biaya yang terjadi pada periode berjalan. Tetapi sebaliknya, pada
model tetap/variabel perilaku biaya menegaskan bahwa jumlah biaya yang
dikeluarkan tergantung pada volume aktivitas pada tahun berjalan saja.
Ketergantungan itu muncul dikarenakan model sticky cost mempertimbangkan
perilaku strategis. Secara khusus, sticky cost terjadi karena peran manajer dalam
menyesuaikan sumber daya berkomitmen.
Ketika manajer percaya bahwa penurunan volume penjualan cenderung
bertahan, manajer akan mengambil keputusan untuk melepas sumber dayanya
pada saat volume penjualan mengalami penurunan. Akibatnya, ketika volume
penjualan mengalami kenaikan, perusahaan harus menanggung biaya penyesuaian
dari pelepasan sumber daya tersebut dan harus menanggung biaya pembelian
sumber daya kembali. Biaya-biaya penyesuaian itu meliputi biaya pesangon
ketika karyawan diberhentikan, serta biaya pencarian, perekrutan, dan pelatihan
karyawan (Anderson et al., 2003).
Ketika manajer percaya bahwa penurunan volume penjualan adalah
sementara, manajer akan memutuskan untuk mempertahankan sumber daya ketika
volume penjualan mengalami penurunan, sehingga perusahaan harus menanggung
biaya sumber daya yang menganggur. Hal ini menyebabkan kapasitas sumber
daya menganggur yang mengakibatkan terjadinya kelengketan biaya. Keputusan
manajer untuk mempertahankan kapasitas sumber daya yang menganggur
merupakan bentuk dari agency cost. Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency
cost adalah biaya yang terjadi ketika keputusan manajer dikarenakan
pertimbangan pribadi manajer untuk memaksimumkan keperluan pribadinya, akan
tetapi tidak menguntungkan bagi pemegang saham.
4
Peneliti akan menguji kelengketan biaya pada biaya penjualan,
administrasi, dan umum terhadap penjualan pada periode ketika terjadi
peningkatan pendapatan dan ketika terjadi penurunan pendapatan. Penelitian ini
menggunakan biaya penjualan, administrasi, dan umum karena perilaku ini dapat
dipelajari
dengan
menghubungkan
aktivitas
pendapatan
yang
dapat
mempengaruhi komponen biaya ini (Anderson et al., 2003). Penelitian Anderson,
et al., (2003) menemukan bahwa biaya penjualan, administrasi, dan umum bersifat
sticky (lengket) terhadap pendapatan yaitu kenaikan biaya penjualan, administrasi,
dan umum ketika pendapatan naik lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan
biaya penjualan, administrasi, dan umum ketika pendapatan mengalami
penurunan. Penelitian Balakrisnhnan dan Gruca (2008) juga menemukan adanya
sticky cost pada biaya penjualan, administrasi, dan umum terhadap pendapatan.
Dari hasil penelitian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah :
H1 :
Besarnya kenaikan biaya penjualan, administrasi, dan umum saat
terjadi kenaikan pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan
penurunan biaya penjualan, administrasi, dan umum saat terjadi
penurunan pendapatan.
2.2 Variasi Tingkat Kelengketan Biaya
Ketika volume penjualan mengalami penurunan, manajer akan berusaha
menurunkan skala pembelian pada persediaan bahan baku yang pengadaannya
dengan melakukan pembelian dengan pihak luar. Manajer akan lebih mudah untuk
mengurangi atau menghentikan bahan baku tersebut. Akan tetapi untuk input yang
diperoleh dari dalam perusahaan (aset perusahaan), pelepasan aset ketika terjadi
penurunan penjualan sangatlah mahal. Perusahaan harus membayar biaya
pembelian aset dan kehilangan investasi perusahaan yang spesifik. Pada saat
terjadi penurunan penjualan, perusahaan yang memiliki aset lebih tinggi akan
mengalami kelengketan biaya karena menghadapi dilema yang lebih besar.
Sehingga, semakin tinggi intensitas aset maka kelengketan biaya pada biaya
penjualan, administrasi, dan umum akan semakin tinggi juga (Windyastuti dan
Biyanto, 2005). Penelitian Windyastuti dan Biyanto (2005) menemukan bahwa
5
tingkat cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum meningkat sesuai
dengan asset intensity. Sehingga hipotesis untuk penelitian ini adalah :
H2 :
Tingkat cost stickiness pada biaya penjualan, administrasi, dan
umum akan meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio total
aset terhadap pendapatan) perusahaan.
METODE PENELITIAN
3.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan metode purposive
sampling. Adapun kriteria yang harus dipenuhi yaitu perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI tahun 2009-2011 dan menerbitkan laporan keuangan tahunan
terutama tahun 2009 – 2011. Selain itu biaya penjualan, administrasi, dan umum
tidak melebihi pendapatan penjualan bersih.
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu laporan
keuangan pada perusahaan manufaktur tahun 2009-2011 yang diperoleh dari
alamat
website
http://www.idx.co.id
yang
mencakup
biaya
penjualan,
administrasi, dan umum, pendapatan penjualan bersih perusahaan, dan aset bersih.
Pengelompokan perusahaan yang termasuk perusahaan manufaktur diperoleh dari
data di Indonesian Capital Market Directory (ICMD).
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biaya penjualan,
administrasi, dan umum, pendapatan penjualan, variabel dummy penurunan, dan
asset intensity (intensitas aset). Biaya penjualan, administrasi, dan umum sebagai
variabel dependen. Sedangkan untuk variabel independen dalam penelitian ini
yaitu pendapatan penjualan, variabel dummy penurunan, dan intensitas aset.
Biaya penjualan, administrasi, dan umum adalah biaya yang terjadi dalam
kegiatan penjualan dan administrasi umum perusahaan. Biaya penjualan,
administrasi, dan umum juga dikenal dengan beban usaha atau biaya operasional
perusahaan.
6
Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomis yang timbul
dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman
modal (IAI, 2007).
Variabel dummy merupakan variabel yang mempresentasikan kuantifikasi
dari variabel kualitatif. Variabel kualitatif yang dikuantifikasi pada variable
dummy adalah apakah penjualan mengalami penurunan selama periode t-1-t (tahun
2009-2010 dan tahun 2010-2011) atau tidak. Jika penjualan turun maka variabel
dummy bernilai 1, tetapi jika penjualan mengalami kenaikan maka variabel
dummy bernilai 0.
Asset intensity (intensitas aset) merupakan rasio total aset terhadap
penjualan bersih pada periode yang sama. Jika asset intensity semakin tinggi,
maka cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan umum juga akan semakin
besar.
3.3 Model
Dalam uji asumsi klasiknya, Anderson et al., (2006) menghasilkan model
untuk mengukur cost stickiness pada biaya penjualan, administrasi, dan umum
untuk setiap perusahaan manufaktur. Model tersebut digunakan untuk
menunjukkan respon biaya penjualan, administrasi, dan umum terhadap
perubahan penjualan bersih yang terjadi. Jika penjualan bersih mengalami
penurunan selama dua periode yaitu dari tahun 2009-2010 dan 2010-2011, nilai
Dummy_Penurunan akan
bernilai 1. Dan akan bernilai 0 jika mengalami
kenaikan pada periode tersebut. Model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Model 1 :
7
Untuk mengukur perbedaan tingkat cost stickiness pada masing-masing
perusahaan, variabel pembanding yang digunakan yaitu asset intensity. Sehingga
model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :
Model 2 :
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa laporan
keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama tahun
2009-2011. Dari data yang sudah terkumpul, kemudian dipilih data yang sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Untuk daftar nama perusahaan dan kodenya
dapat dilihat pada lampiran 1.
Tabel 1. Hasil Pemilihan Sampel
Kriteria-Kriteria Sampel
Daftar perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI
Jumlah Data
288
tahun 2009-2011
Data perusahaan manufaktur yang jumlah biaya
(4)
operasinya lebih dari jumlah penjualannya
Jumlah sampel yang tidak lengkap
(14)
Jumlah sampel yang digunakan
270
Sumber : Data sekunder yang diolah
4.2 Statistik Deskriptif
Berikut ini adalah statistik deskriptif untuk perubahan penjualan dan biaya
operasional dari tahun 2009-2010 dan tahun 2010-2011.
8
Tabel 2. Statistik Deskriptif
Rata-rata
kenaikan dalam
(Rp)
Perubahan biaya
operasional
dari tahun 2009-2010
Perubahan biaya
operasional
dari tahun 2010-2011
Perubahan penjualan
dari tahun 2009-2010
Perubahan penjualan
dari tahun 2010-2011
Rata-rata
penurunan dalam
(Rp)
Jumlah sampel
yang mengalami
kenaikan
Jumlah sampel
yang mengalami
penurunan
112.108.087.719
45.731.917.228
103
32
88.735.609.713
27.634.953.327
102
33
1.042.890.218.949
629.821.988.548
103
32
1.261.591.033.177
55.652.923.213
118
17
Sumber : Data sekunder yang diolah
Dari tabel di atas dapat dijelaskan mengenai peningkatan dan penurunan
biaya operasional dan penjualan perusahaan manufaktur di Indonesia selama
tahun 2009-2011. Rata-rata kenaikan penjualan selama tahun 2009-2010 sebesar
Rp
1.042.890.218.949
dan
rata-rata
penurunan
penjualan
sebesar
Rp
629.821.988.548. Dari total 135 perusahaan, jumlah perusahaan yang mengalami
kenaikan penjualan sebanyak 103 dan yang mengalami penurunan penjualan
sebanyak 32 perusahaan. Ini menunjukkan bahwa pada tahun 2009-2010
perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan mencapai 76% dan sebesar 24%
perusahaan mengalami penurunan penjualan. Sedangkan selama tahun 2009-2010,
biaya operasional mengalami rata-rata kenaikan sebesar Rp 112.108.087.719 dan
penurunan sebesar Rp 45.731.917.228. Jumlah perusahaan yang mengalami
kenaikan biaya operasional sebanyak 103 dan yang mengalami penurunan
sebanyak 32 perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2009-2010,
perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional sebesar 76% dan yang
mengalami penurunan sebesar 24% dari total 135 perusahaan. Dari persentase
jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan dengan persentase jumlah
perusahaan yang mengalami kenaikan biaya operasional, dapat ditunjukkan bahwa
kenaikan penjualan pada tahun 2009-2010 diikuti juga dengan kenaikan biaya
operasional.
Selama tahun 2010-2011, rata-rata kenaikan penjualan perusahaan sebesar
Rp 1.261.591.033.177 dan penurunan sebesar Rp 55.652.923.213. Jumlah
perusahaan yang mengalami kenaikan sebanyak 118 dan yang mengalami
9
penurunan penjualan sebanyak 17 dari total 135 perusahaan. Dapat ditunjukkan
bahwa perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan pada tahun 2010-2011
mencapai 87% dan sebesar 13% mengalami penurunan penjualan. Sedangkan
untuk biaya operasional tahun 2010-2011, rata-rata kenaikan sebesar Rp
88.735.609.713 dan penurunan sebesar Rp 27.634.953.327. Jumlah perusahaan
yang mengalami kenaikan biaya operasional sebanyak 102 dan yang mengalami
penurunan sebanyak 33 perusahaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
yang mengalami kenaikan biaya operasional sebesar 76% dan yang mengalami
penurunan sebesar 24% dari total 135 perusahaan. Dari persentase kenaikan
penjualan dengan persentase kenaikan biaya operasional menunjukkan bahwa
pada tahun 2010-2011, kenaikan penjualan tidak diikuti dengan kenaikan biaya
operasional.
Untuk rata-rata kenaikan aset tetap yang dimiliki perusahaan pada tahun
2009-2010 dan 2010-2011, masing-masing sebesar Rp 551.604.611.699 dan Rp
940.884.696.728. Selama tahun 2009-2010, total aset dari perusahaan yang
mengalami kenaikan berjumlah 103 dan yang mengalami penurunan sebanyak 32
perusahaan. Jumlah perusahaan yang mengalami kenaikan total aset tetap selama
tahun 2010-2011 sebanyak 110 perusahaan dan yang mengalami penurunan dalam
jumlah aset tetap sebanyak 25 perusahaan.
4.3 Pengujian Hipotesis
Langkah-langkah pengujian hipotesis pada penelitian ini yaitu dengan
melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji multikolinearitas, uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas, dan uji normalitas residual (lihat lampiran).
Tabel 3. ANOVA
Model
Regression
a.
b.
Sum of Squares
0.503
df
2
Mean Squares
0.252
0.010
Residual
2.622
267
Total
3.125
269
F
25.632
Sig
0.000
Konstanta : log penjualan, dummy log penjualan
Variabel dependen : log biaya operasional
Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah
10
Berdasarkan hasil uji anova diperoleh nilai signifikansi F 0.000 < 0.05,
berarti variabel bebas penjualan dan dummy penurunan secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional.
Tabel 4. Hasil Uji Regresi
Model
(Constant)
Log Penjualan (β1)
Dummy Log
Penjualan (β2)
B
0.012
t
1.434
Sig.
0.153
0.381
4.944
0.000
-0.046
-0.372
0.710
Adj. R
Square
0.155
Variabel dependen : log biaya operasional
Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah
Pada pengujian untuk hipotesis pertama terdapat perbedaan pengaruh
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Tingkat signifikansi
untuk penjualan 0.000 < 0.05, ini menunjukkan bahwa penjualan berpengaruh
signifikan terhadap biaya operasional. Sedangkan untuk signifikansi dummy
penurunan yaitu 0.710 > 0.05 menunjukkan bahwa dummy penurunan tidak
berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional. Dari hasil ini dapat
disimpulkan bahwa pada periode 2009-2011 tidak terjadi cost stickiness pada
perusahaan-perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
penelitian sebelumnya oleh Dewi (2012) yang menemukan adanya cost stickiness
pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini dikarenakan selama tahun
2009-2011 sebagian besar dari perusahaan mengalami kenaikan dalam penjualan
sehingga cost stickiness tidak terjadi pada perusahaan manufaktur. Sedangkan
pada penelitian Dewi (2012) menemukan adanya krisis keuangan global yang
berdampak pada perekonomian di Indonesia, sehingga pada penelitian tersebut
ditemukan adanya cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
Perusahaan yang mengalami kenaikan penjualan pada tahun 2010-2011 mencapai
87% dan sebesar 13% mengalami penurunan penjualan, sedangkan untuk biaya
operasional yang mengalami peningkatan sebesar 76% dan yang mengalami
11
penurunan sebesar 24%. Dari persentase kenaikan penjualan dengan persentase
kenaikan biaya operasional menunjukkan bahwa pada tahun 2010-2011, kenaikan
penjualan tidak diikuti dengan kenaikan biaya penjualan, administrasi, dan umum
(operasional). Dapat disimpulkan bahwa cost stickiness biaya penjualan,
administrasi, dan umum (operasional) tidak terjadi pada perusahaan manufaktur.
Tabel 5. ANOVA
Model
Regression
a.
b.
Sum of
Squares
0.592
3
Mean
Squares
0.197
0.010
df
Residual
2.533
266
Total
3.125
269
F
20.734
Sig.
0.000
Konstanta : log penjualan, dummy log penjualan, log penjualan log aset
Variabel dependen : log biaya operasional
Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah
Berdasarkan hasil uji Anova, pada hipotesis kedua diperoleh signifikansi F
0.000 < 0.05 menunjukkan bahwa variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap
variabel terikat.
Tabel 6. Hasil Uji Regresi
Model
(Constant)
0.014
t
1.615
Log Penjualan (β1)
0.372
4.905
0.000
Dummy Log Penjualan (β2)
0.109
0.818
0.414
-0.557
-3.056
0.002
Dummy Log Penjualan
Log Aset (β3)
B
Sig.
0.108
Adj. R
Square
0.180
Variabel dependen : log biaya operasional
Sumber : Data sekunder SPSS yang diolah
Hasil penelitian untuk hipotesis kedua menunjukkan koefisien regresi β3
menunjukkan angka negatif dan signifikan dengan koefisien regresi sebesar 0.557. Ini menunjukkan bahwa ketika asset intensity mengalami kenaikan, maka
penurunan biaya operasional yang diakibatkan karena penurunan penjualan akan
lebih kecil dibandingkan ketika asset intensity tidak mengalami kenaikan. Ketika
12
penjualan mengalami penurunan, menjual aset perusahaan sangatlah berisiko
karena perusahaan akan kehilangan investasi yang spesifik. Dengan adanya
agency theory juga menyebabkan terjadinya cost stickiness (kelengketan biaya).
Manajer memilih untuk mempertahankan sumber daya terikat dikarenakan untuk
menghindari kepercayaan atas dirinya di mata para karyawan tidak berkurang jika
manajer melakukan restrukturisasi (Dewi, 2012). Selain itu, agency theory juga
dilakukan oleh manajer dengan mempertahankan aset tetap perusahaan agar nilai
aset tetap tinggi dan manajer dianggap berhasil mengembangkan perusahaan.
Dengan adanya nilai aset tetap yang tinggi, biaya-biaya dari aset tetap seperti
biaya depresiasi, biaya pemeliharaan, dan lain-lain juga akan tinggi yang memicu
terjadinya kelengketan biaya. Cost stickiness pada biaya operasional akan lebih
tinggi pada perusahan-perusahaan yang lebih banyak menggunakan aset
perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sehingga pada temuan ini
dapat mendukung hipotesis kedua yaitu cost stickiness pada biaya operasional
akan meningkat sesuai dengan asset intensity. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya oleh Rahmadi (2012) yang menemukan bahwa tingkat cost
stickiness biaya operasional meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio total
aset terhadap pendapatan usaha).
13
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, analisis, dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama ditolak. Ini membuktikan
bahwa pada periode penelitian, cost stickiness biaya penjualan, administrasi, dan
umum (biaya operasional) tidak terjadi pada perusahaan manufaktur di Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan perubahan biaya operasional perusahaan ketika
penjualan mengalami kenaikan tidak lebih besar dibanding ketika penjualan
mengalami penurunan. Pada hipotesis kedua ditemukan bahwa tingkat cost
stickiness pada biaya operasional meningkat sesuai dengan asset intensity (rasio
total aset terhadap pendapatan) perusahaan. Biaya operasional akan lebih sticky
pada perusahaan yang lebih banyak menggunakan aset miliknya dalam
menjalankan usahanya. Sehingga untuk hipotesis kedua diterima.
IMPLIKASI
Penelitian ini memberikan implikasi teoritis mengenai cost stickiness pada
perusahaan manufaktur di Indonesia. Hal ini mengingat tidak menemukan adanya
cost stickiness pada perusahaan manufaktur di Indonesia, tetapi justru menemukan
bahwa semakin tinggi asset intensity perusahaan menyebabkan perilaku sticky
cost yang lebih besar.
Selain itu, implikasi dari hasil penelitian ini dapat ditujukan bagi manajer
dalam membuat perencanaan biaya karena biaya-biaya yang terjadi tidak
sepenuhnya berubah secara proporsional. Manajer harus dapat mengambil
keputusan yang terbaik dalam mempertahankan sumber daya perusahaan atau
melepaskan sumber daya tersebut ketika terjadi penurunan penjualan. Bagi
investor, penelitian ini dapat dijadikan referensi dalam menilai kinerja perusahaan
sehingga investor dapat menginvestasikan asetnya pada perusahaan yang dapat
memberikan manfaat bagi investor tersebut.
KETERBATASAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu biaya operasional secara
keseluruhan dipakai sebagai ukuran dalam menilai cost stickiness, selain itu data
yang diperoleh kurang lengkap karena tidak dicantumkannya data-data mengenai
14
jumlah karyawan. Hal ini membuat penelitian tidak bisa dikembangkan untuk
menggunakan variabel jumlah karyawan.
SARAN UNTUK PENELITIAN MENDATANG
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian
dengan lebih menspesifikasikan pada kelompok biaya tertentu seperti kelompok
biaya produksi maupun biaya non produksi untuk mengetahui tingkat cost
stickiness pada kelompok biaya tersebut. Selain itu, penelitian selanjutnya untuk
sampel perusahaan manufaktur sebaiknya sampel perusahaan dibedakan sesuai
dengan karakteristik dari masing-masing perusahaan manufaktur karena
kemungkinan terjadinya kelengketan biaya dari masing-masing karakteristik
perusahaan akan berbeda. Pada penelitian selanjutnya juga diharapkan
menggunakan sampel penelitian selain perusahaan manufaktur dan juga melihat
pada faktor lain seperti kondisi ekonomi makro Indonesia karena ketika terjadi
pertumbuhan ekonomi makro kemungkinan cost stickiness akan lebih besar.
15
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, M.C., Banker, RD., & Janakiraman, SN., 2003, “Are Selling. General
and Administrative Cost “Sticky”?”, Journal of Accounting Research,
Vol. 41, No. 1.
Anderson, M.C., Banker, R., Huang, R., & Janakiraman, S., 2006, “Cost Behavior
and Fundamental Analysis of SG&A Costs”, Journal of Accounting,
Auditing & Finance.
Balakrishnan, R., & Gruca, T.S., 2008, “Cost Stickiness and Core Competency :
A Note*”, Contemporary Accounting Research, Vol. 25, No. 4.
Balakrishnan, R., Petersen, M.J., & Sodestrom, N.S., 2004 “Does Capacity
Utilization Affect the Stickiness of Cost?”, Journal of Accounting,
Auditing & Finance.
Banker, RD., & Chen, Lei (Tony)., 2006, “Predicting Earnings Using a Model
Based on Cost Variability and Cost Stickiness”, The Accounting Review,
Vol. 81, No. 2.
Calleja, K., Steliaros, M., & Thomas, D.C., 2006, “A Note on Cost Stickiness:
Some International Comparisons”, Management Accounting Research,
Vol 17, No. 127.
Carter, W.K., 2009, Akuntansi Biaya Edisi Empat Belas, Salemba Empat, Jakarta.
Dewi, A.A.K., 2012, “Apakah Kelengketan Biaya Terjadi Pada Perusahaan
Manufaktur Di Indonesia?”, Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Ghozali, I.H., 2006, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan
Penerbit Undip, Semarang.
He, Daoping (Steven)., Teruya J., & Shimizu, T., 2010, “Sticky Selling, General,
and Administrative Cost Behavior and Its Changes in Japan”, Global
Journal of Business Research, Vol 4, No. 4.
Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat,
Jakarta.
Jensen, M.C., & Meckling, W.H., 1976, “Theory of The Firm: Mangerial
Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure”, Journal of Financial
Economic, Vol. 3, No. 4.
Noreen E., & Soderstrom N., 1997, “The Accuracy of Proportional Cost Models:
Evidence from Hospital Service Departments”, Review on Accounting
Studies, 2.
Rahmadi, W.A., 2012, “Apakah Biaya Operasional Pada Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Sticky?”, Skripsi Tidak Dipublikasikan.
Windyastuti., & Biyanto F., 2005, “Analisis Perilaku Kos : Stickiness Kos
Pemasaran, Administrasi, & Umum pada Penjualan Bersih (Studi
Empiris Perusahaan yang Terdaftar di BEJ)”, SNA VIII, Solo.
16
Windyastuti, 2010, “Stickiness Kos Produksi dan Non-Produksi (Studi pada
Perusahaan Plastik dan Kaca yang Terdaftar di BEJ)”, Buletin Ekonomi,
Vol. 8, No. 3.
17
Download