14 dampak konsumsi makanan kariogenik dan kebiasaan menyikat

advertisement
Journal of Pediatric Journal
Nursingof Pediatric Nursing Vol. 1(1), pp. 014-018, January, 2014
Available online at http://library.stikesnh.ac.id
ISSN 2354-726X
DAMPAK KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI
TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI PADA ANAK SEKOLAH
Masriadi Tamrin1, Afrida2, Maryam Jamaluddin3
1STIKES
Nani Hasanuddin Makassar
Nani Hasanuddin Makassar
3
STIKES Nani Hasanuddin Makassar
2STIKES
(Alamat Responden: [email protected]/082330512131)
ABSTRAK
Karies gigi adalah kerusakan pada struktur jaringan keras gigi (email, dentin) yang diakibatakan oleh asam
yang dihasilkan oleh bakteri yang terdapat pada plak gigi (Prasko, 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui Hubungan Antara Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi dengan Kejadian
Karies Gigi pada Anak Sekolah di SDN 271 Saparu Kabupaten Luwu. Penelitian ini menggunakan pendekatan
Deskritif Analitik dengan rancangan Cross Sectional, populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan
V SDN 271 Saparu, pengambilan sampel menggunakan tehnik Non Probability Sampling yaitu Accidental
Sampling, didapatkan 30 responden sesuai dengan kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan kuesioner dan observasi. Hasilnya diolah menggunakan uji chi-square dengan tingkat
kemaknaan α= 0,05. Hasil bivariat menunjukkan bahwa konsumsi makanan kariogenik (p= 0,004), kebiasaan
menyikat gigi (p = 0,002). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat Hubungan antara Konsumsi
Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi dengan Kejadian Karies Gigi pada Anak sekolah di SDN
271 Saparu Kabupaten Luwu.
Kata Kunci: Makanan Kariogenik, Kebiasaan Meyikat Gigi, Karies Gigi
PENDAHULUAN
Menurut WHO (2003), bahwa 90% dari
anak-anak usia sekolah di seluruh dunia dan
sebagian besar orang dewasa pernah menderita
karies. Menurut penelitian di negara-negara Eropa,
Amerika dan Asia, termasuk Indonesia, ternyata 80
- 95% dari anak-anak dibawah umur 18 tahun
terserang karies gigi. Patut diketahui bahwa karies
gigi terdapat terutama pada manusia dan jarang
pada hewan. Pada manusia yang hidup
berkelompok secara primitif, penyakit ini lebih
sedikit dibandingkan dengan golongan yang lebih
beradab. Di Amerika Serikat, karies gigi
merupakan penyakit kronis anak-anak yang sering
terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari asma
(Yohandri, 2012).
Penyakit gigi dan mulut umumnya yang
banyak ditemukan pada masyarakat adalah karies
gigi dan penyakit periodontal. Data Survei
Kesehatan Rumah Tangga (Depkes RI, 2000)
menyatakan bahwa 63,5% penduduk Indonesia
menderita karies aktif. Namun di beberapa provinsi
angka tersebut lebih tinggi dari angka nasional,
seperti Kalimantan 80,2%, Sulawesi 74%,
Sumatera 65,4%. Dilihat dari kelompok umur,
golongan umur muda lebih banyak menderita
karies gigi aktif dibandingkan umur 45 tahun ke
atas, di mana umur 10 - 24 tahun karies gigi aktif
adalah 66,8% - 69,5%, umur 45 tahun ke atas
53,3% dan pada umur 65 tahun ke atas 43,8%.
Keadaan ini menunjukkan karies gigi aktif banyak
terjadi pada golongan usia produktif.
Angka kerusakan gigi di Indonesia
berdasarkan survey kesehatan yang dilakukan
Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan
sekitar 70% penduduk Indonesia berusia 10 tahun
ke atas mengalami kerusakan gigi. Pada usia 12
tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9%,
usia 15 tahun mencapai 37,4%, usia 18 tahun
51,1%, usia 35 - 44 mencapai 80,1%, dan usia 65
tahun ke atas mencapai 96,7%. Hal ini
menunjukkkan bahwa penyakit karies atau gigi
berlubang masih menjadi masalah bagi penduduk
Indonesia, data ini tentu saja tidak bisa di anggap
ringan. Hal ini karena beberapa penyakit
berbahaya seperti jantung, paru-paru, berat bayi
lahir yang rendah, kelahiran prematur, bisa di awali
dari masalah kebersihan gigi dan mulut (Yohandri,
2012). Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas
Hasanuddin,
Mansjur
Nasir,
mengatakan, prevalensi gigi "karies" atau
berlubang di Sulawesi Selatan masih tinggi yakni
60%. Jadi dari sekitar delapan juta jiwa penduduk
di Sulsel, masih terdapat sekitar 60% yang
mengalami gigi karies (Nasir, 2013).
Jumlah populasi SDN 271 Saparu
sebanyak 30 siswa yang terdiri dari kelas IV
sebanyak 15 siswa dan kelas V sebanyak 15
siswa. Data ini diperoleh saat kunjungan di SDN
271 Saparu Kabupaten Luwu pada tanggal 26
Maret 2013. Terjadinya karies kebanyakan dipicu
14
Journal of Pediatric Nursing
oleh kegemaran anak mengkonsumsi makan yang
manis, makan yang lengket, frekuensi anak
mengkonsumsi makan manis serta kebiasaan
menggosok gigi yang benar dan tepat yakni
sesudah makan dan sebelum tidur rendah.
Konsumsi karbohidrat yang mudah
terfermentasi, terutama sukrosa yang berlebihan
mempunyai efek pada integritas dan kekuatan gigi
seseorang. Karbohidrat dapat dihidrolisis oleh air
ludah menjadi substrat yang dapat meningkatkan
aktivitas
bakteri.
Aktivitas
bakteri
dapat
menyebabkan pH mulut turun menjadi di bawah
5,5 selama 20 - 30 menit dan dalam waktu 1 - 2
jam sesudah gula dimakan, pembentukan asam
akan berhenti dan pH mulut kembali seperti biasa
(Hidayanti, 2005). Selain makanan, salah satu
bukti tidak terawatnya kondisi mulut dan gig, fakta
ini ditunjang dari survey kesehatan nasional (SKM)
dan survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
1995 menunjukkan bahwa usia 5 - 14 tahun,
jumlah anak yang tidak sama sekali menyikat gigi
adalah sebanyak 23,4 % dan jumlah anak yang
menyikat giginya pada waktu yang tepat sebanyak
5,6 % pada tahun 1998, mengenai perilaku
masyarakat tentang gigi dan mulut bahwa 77,2 %
memang menyikat giginya, tapi untuk menyikat gigi
sesuai dengan anjuran yaitu setelah sarapan dan
sebelum tidur hanya 8,1 %.
Berdasarkan paparan di atas peneliti
tertarik melakukan penelitian pada siswa SDN 271
Saparu di Kabupaten Luwu, dikarenakan cukup
tingginya prevalensi karies gigi di wilayah tersebut.
HASIL PENELITIAN
1. Analisa Univariat
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 271 Saparu
Kabupaten Luwu
Jenis
Persentase
Frekuensi (f)
Kelamin
(%)
Laki-laki
16
53,3
Perempuan
14
46,7
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Kelompok Kelas di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu
Persentase
Kelas
Frekuensi (f)
(%)
IV (Empat)
15
50,0
V ( Lima)
15
50,0
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden
Berdasarkan Kelompok Umur di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu
Umur
Frekuensi (f) Persentase (%)
10 Tahun
12
40,0
11 Tahun
15
50,0
12 Tahun
3
10,0
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
METODE
Lokasi, populasi dan sampel penelitian
Penelitian ini adalah penelitian noneksperimental yaitu deskriptif analitik dengan
menggunakan pendekatan cross sectional, dimana
data yang menyangkut variabel bebas dan variabel
terikat diambil dalam waktu yang bersamaan
dengan tujuan untuk mencari hubungan antara dua
variabel. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
akan dibuatkan analisis secara kuantitatif yaitu
data yang berupa angka. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analitik
(Hidayat, 2012).
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 271
Saparu, Kabupaten Luwu, Kecamatan Pnrang
Selatan dengan waktu penelitian dari tanggal 24
Juni sampai dengan 24 Juli 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
dan siswi kelas IV dan V SDN 271 Saparu
sebanyak 30 orang. Adapun jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang.
Teknik sampling yang digunakan adalah
aksidental sampling yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui ini cocok sebagai sumber
data (Hidayat, 2012).
Pengumpulan data dilakukan secara
manual (dengan mengisi lembar kuesioner dan
lembar observasi yang disediakan).
Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Konsumsi
Makanan Kariogenik di SDN 271 Saparu
Kabupaten Luwu
Persentase
Konsumsi Makanan Frekuensi
Kariogenik
(f)
(%)
Sering
21
70,0
Jarang
9
30,0
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kebiasaan
Menyikat Gigi di SDN 271 Saparu Kabupaten
Luwu
Kebiasaan
Persentase
Frekuensi (f)
menyikat Gigi
(%)
Teratur
13
43,3
Tidak Teratur
17
56,7
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kejadian Karies
Gigi di SDN 271 Saparu Kabupaten Luwu
Karies Gigi
Frekuensi (f) Persentase (%)
Karies
19
63,3
Tidak Karies
11
36,7
Total
30
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
15
Journal of Pediatric Nursing
2. Analisa Bivariat
Tabel 5.7. Hubungan Konsumsi Makanan
Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi pada
Anak di SDN 271 Saparu Kabupaten Luwu
Konsumsi
Makanan
Kariogenik
Sering
Jarang
Total
Karies Gigi
Tidak
Karies
Karies
ƒ
%
ƒ
%
17 56,7 4 13,3
2
6,7
7 23,3
19 63,3 11 36,7
p = 0.004
orang (6,7%) karies gigi dan 7 orang (23,3%)
tidak karies gigi.
Dari hasil uji Chi-square diperoleh niai
ρ = 0,004 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Hal ini menunjukkan nilai ρ < α, ini berarti Ha
diterima atau ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi makanan kariogenik dengan
kejadian karies pada anak sekolah di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu.
Hasil yang sama juga dikemukakan
oleh Ita Handayani tentang Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Timbulnya Karies pada Murid
SD Negeri Bung Makassar tahun 2010 dimana
ada hubungan signifikan antara makanan
kariogenik dengan kejadian karies gigi. Hal ini
dipicu kegemaran anak mengkomsumsi
makanan yang manis, makan yang lengket di
gigi, frekuensi anak mengkomsumsi makanan
manis yang mengandung gula, serta
kebiasaan menahan makanan dalam waktu
lama yang memicu timbulnya karies gigi.
Hasil yang serupa juga dikemukakan
oleh Lilik Hidayanti tentang Hubungan
Karakteristik
Keluarga
dan
Kebiasaan
Konsumsi Makanan Kariogenik dengan
Keparahan Karies Gigi Anak Sekolah Dasar
Semarang tahun 2005 menyatakan bahwa ada
hubungan signifikan antara kebiasaan
mngonsumsi makanan kariogenik dengan
kejadian karies gigi. Dikarenakan makanan
yang bersifat lengket dan frekuensi konsumsi
makanan kariogenik menyebabkan pH yang
rendah di dalam mulut dipertahankan
sehingga terjadi peningkatan demineralisasi
dan penurunan remineralisasi.
Gita Hermawati tentang Dampak
Konsumsi Makanan Kariogenik terhadap
Keparahan Karies Gigi pada Anak Prasekolah
(Studi pada Murid Taman Kanak-Kanak PGRI
Handayani Kecamatan Mangkubumi Kota
Tasikmalaya tahun 2012) menyatakan bahwa
ada hubungan signifikan antara konsumsi
makanan kariogenik dengan kejadian karies
gigi. Hal ini dikarenakan kegemaran anakanak mengonsumsi makanan yang manis
yang bersifat lengket dalam jumlah yang
banyak dan frekuensi konsumsi makanan
kariogenik yang sering.
Asumsi peneliti sehubungan dengan
hasil penelitian ini bahwa dari 21 orang
(70,0%) yang sering mengonsumsi makanan
kariogenik terdapat 4 orang (13,3%) yang tidak
karies gigi. Fenomena ini dikarenakan 4 orang
tersebut memiliki kebiasaan menyikat gigi
yang baik dan teratur. Walaupun mereka
sering mengonsumsi makanan kariogenik
tetapi karena kebiasaan menyikat gigi yang
baik dan teratur sehingga tidak terjadi karies
gigi. Sedangkan dari 9 orang (30,0%) yang
jarang mengonsumsi makanan kariogenik
terdapat 2 orang (6,7%) yang karies gigi. Hal
ini disebabkan 2 orang tersebut memiliki
kebiasaan menyikat gigi yang buruk dan tidak
Total
ƒ
21
9
30
%
70,0
30,0
100,0
Sumber : Data Primer Juni 2013
Dari hasil uji Chi-square diperoleh niai ρ
= 0,004 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Hal ini menunjukkan nilai ρ < α, ini berarti Ha
diterima atau ada hubungan yang bermakna
antara konsumsi makanan kariogenik dengan
kejadian karies pada anak sekolah di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu.
Tabel 5.8. Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi
dengan Kejadain Karies Gigi pada Anak di SDN
271 Saparu Kabupaten Luwu
Kebiasaan
Menyikat
Gigi
Teratur
Tidak
Teratur
Total
Karies Gigi
Tidak
Karies
Karies
ƒ
%
ƒ
%
4
13,3
9 30,0
ƒ
13
15
50,0
6,7
17
56,7
19
63,3 11
p = 0.002
36,7
30
100,0
2
Total
%
43,3
Sumber : Data Primer Juni 2013
Dari hasil uji Chi-square diperoleh niai ρ
= 0,002 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Hal ini menunjukkan nilai ρ < α, ini berarti Ha
diterima atau ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan menyikat gigi dengan
kejadian karies pada anak sekolah di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu.
PEMBAHASAN
1. Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik
dengan Kejadian Karies Gigi pada Anak
Sekolah di SDN 271 Saparu.
Makanan kariogenik adalah makanan
yang banyak mengandung gula yang dapat
menyebabkan karies. Konsumsi makanan
kariogenik mempengaruhi terjadinya karies
dalam hal bentuk fisik, jenis, komposisi dan
frekuensi mengonsumsi makanan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada 30 responden, dari 21 orang (70,0%)
yang
sering
mengonsumsi
makanan
kariogenik, terdapat 17 orang (56,7%) karies
gigi dan 4 orang (13,3%) tidak karies gigi.
Sedangkan dari 9 orang (30,0%) yang jarang
mengonsumsi makanan kariogenik, terdapat 2
16
Journal of Pediatric Nursing
teratur.
Walaupun
mereka
jarang
mengonsumsi makanan kariogenik tetapi
karena kebiasaan menyikat gigi yang kurang
baik dan tidak teratur sehingga terjadi karies
gigi. Mengonsumsi makanan kariogenik dapat
menyebabkan terjadinya karies gigi dalam hal
bentuk fisik, jenis makanan, komposisi
makanan, dan frekuensi konsumsi makanan
kariogenik.
2. Hubungan Kebiasaan Menyikat Gigi dengan
Kejadian Karies Gigi pada Anak Sekolah di
SDN 271 Saparu.
Kebiasaan menyikat gigi merupakan
suatu kegiatan atau rutinitas dalam hal
membesihkan gigi dari sisa-sisa makanan
untuk menjaga kebersihan dan kesehatan gigi
dan mulut. Banyak faktor yang dapat
menyebabkan karies gigi ditinjau dari
kebiasaan menyikat gigi seperti cara menyikat
gigi, sikat dan pasta gigi, dan waktu yang tepat
untuk menyikat gigi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan
pada 30 responden, dari 13 orang (43,3%)
yang menyikat gigi dengan teratur, terdapat 4
orang (13,3%) karies gigi dan 9 orang (30,0%)
tidak karies gigi. Sedangkan dari 17 orang
(56,7%) yang menyikat gigi tidak teratur,
terdapat 15 orang (50,0%) karies gigi dan 2
orang (6,7%) tidak karies gigi.
Dari hasil uji Chi-square diperoleh niai
ρ = 0,002 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.
Hal ini menunjukkan nilai ρ < α, ini berarti Ha
diterima atau ada hubungan yang bermakna
antara kebiasaan menyikat gigi dengan
kejadian karies pada anak sekolah di SDN 271
Saparu Kabupaten Luwu.
Dari hasil penelitian dapat dilihat
bahwa kebiasaan anak menyikat gigi masih
rendah. Dapat dilihat dari cara menyikat gigi,
sikatdan pasta gigi, dan waktu yang tepat
untuk menyikat gigi. Dan masih banyak faktor
lain seperti peren serta orang tua dalam
membimbing anak-anak untuk menyikat gigi
dengan baik dan benar.
Banyak orang tua tidak pernah
membayangkan bahwa masalah gigi dan
mulut anak dapat berpengaruh pada
perkembangan anak. Maka, orang tua harus
memberikan perhatian terhadap kesehatan
gigi dan mulut anak. Orang tua harus
mengajari anaknya cara merawat gigi dengan
baik, yaitu dengan memberi contoh cara
menyikat gigi yang benar.
Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ita Handayani tentang
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya
Karies pada Murid SD Neg Bung Makassar
tahun 2006 dimana ada hubungan signifikan
antara kebiasaan menyikat gigi dengan
terjadinya karies. Kebiasaan anak menyikat
gigi masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari
cara menyikat gigi, lamanya menyikat gigi,
serta waktu yang tepat untuk menyikat gigi
terutama setelah makan dan sebelum tidur
malam masih sangat rendah.
Hasil yang serupa juga dikemukakan
oleh Fitria Diumayanti tentang Hubungan
Antara Kebiasaan Menggosok Gigi dengan
Kejadian Karies Gigi pada Siswa SD Negeri 04
Pasa Gadang di Wilayah Kerja PUSKESMAS
Pemancungan Padang Selatan tahun 2011
menyatakan bahwa ada hubungan antara
kebiasaan menggosok gigi dengan kejadian
karies gigi. Kebiasaan menyikat gigi anak
masih sangat memprihatinkan. Hal ini dapat
dilihat dari cara menyikat gigi dan frekuensi
menyikat gigi anak.
Made Asri Budisuari, Oktarina,
Muhammad
Agus
Mikrajab
juga
mengemukakan hasil penelitiannya tentang
Hubungan Pola Makan dan Kebiasaan
Menyikat Gigi dengan Kesehatan Gigi dan
Mulut (Karies) di Indonesia tahun 2010 bahwa
ada hubungan yang signifikan antara
kebiasaan menyikat gigi dengan kejadian
karies gigi. Sebagian besar yang mengalami
karies gigi disebabkan oleh cara menyikat gigi
yang kurang baik, penggunaan sikat dan pasta
gigi, dan frekuensi menyikat gigi.
Asumsi peneliti sehubungan dengan
hasil penelitian ini bahwa dari 13 orang
(43,3%) yang teratur menyikat gigi terdapat 4
orang (13,3%) yang karies gigi. Fenomena ini
dikarenakan
4
orang
terlalu
sering
mengonsumsi makanan kariogenik. Walaupun
mereka teratur menyikat gigi tetapi karena
terlalu
sering
mengonsumsi
makanan
kariogenik sehingga terjadi karies gigi.
Sedangkan dari 17 orang (56,7%) yang tidak
teratur menyikat gigi terdapat 2 orang (6,7%)
yang tidak karies gigi. Hal ini disebabkan 2
orang tersebut jarang mengonsumsi makanan
kariogenik. Walaupun mereka tidak teratur
menyikat gigi tetapi karena mereka jarang
mengonsumsi makanan kariogenik sehingga
tidak terjadi karies gigI.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara konsumsi makanan kariogenik
dan kebiasaan menyikat gigi dengan kejadian
karies gigi pada anak. Diharapkan kelak penelitian
tentang karies gigi lebih kompleks lagi dalam
segala aspek dan mampu menciptakan suatu teoriteori baru yang memperkuat ataupun menyangkal
toeri-teori yang sudah ada dari penelitian
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H., Singgih, M. F., Yunus, M., & Malik, A.
(2010). Karies dan perawatan pulpa pada
anak secara komprehensif. Makassar:
Bimer Makassar.
Adriani, M., & Wirjadmadi, B. (2012). Pengantar
Gizi Masyarakat. Jakarta.
17
Journal of Pediatric Nursing
http://hanifatunnisaa.wordpress.com,
diakses tanggal 1 April 2013.
Aprilia, D. (2009). Proposal penyuluhan anak
sekolah dasar pemanis dan pewarna pada
makanan jajanan. http://dania-aprilia.
blogspot.com, diakses tanggal 27 Maret
2013.
Narendra, M. B., Sularyo, T. S., Soetjiningsih,
Suyitno, H., Ranuh, I. G., & Wiradisuria, S.
(2002). Tumbuh kembang anak dan
remaja edisi pertama. Jakarta: CV.
Sagung Seto.
Asteoti, T. E. (2008). Total quality management
pendidikan kesehatan gigi di sekolah.
Jakarta.
Nasir, M. (2013). Prevalensi gigi karies di sulsel 60
persen.
http://www.antara-sulawesisela
tan.com, diakses tanggal 25 Maret 2013.
Bakar, A. (2011). Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2.
Yogyakarta: CV. Kita Junior.
Prasko.
Endra. (2011). Pengertian anak menurut UU RI No
4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
http://endra-ndruu.blogspot.com, diakses
tanggal 1 April 2013.
Prasko. (2012). Jenis gigi, fungsi gigi dan jumlah
gigi.
http://zona-prasko.blogspot.com,
diakses tanggal 26 Maret 2013.
Hidayanti, Lilik. (2005). Hubungan karakteristik
keluarga dan kebiasaan konsumsi
makanan kariogenik dengan keparahan
karies gigi anak sekolah dasar. Universitas
Diponegoro, Semarang.
Ridwan, M. (2013). Definisi gigi, macam-macam
gigi, bagian-bagian gigi. http://ridhwan
yunaser.blogspot.com, diakses 3 April 2013.
Hidayat, A. A. (2012). Riset keperawatan dan
teknik penulisan ilmiah edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
Santosa, E. B. (2012, Desember). Pengertian
anak. http://ras-eko.blogspot.com, diakses
tanggal 27 Maret 2013.
Jenny. (2012). Pengertian anak sebagai makhluk
sosial.
http://www.duniapsikologi.com,
diakses tanggal 1 April 2013.
Satriyo, D. (2013). Karies gigi. http://dannysatriyo
.blogspot.com, diakses tanggal 27 Maret
2013.
Lasantha. (2012). Perawatan gigi. http://docsshare
.blogspot.com, diaksese tanggal 3 April
2013.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif
kualitatif dan R & D. Bandung: CV.
Alfabeta.
Lesmani, A. (2012). Definisi anak. http://edukasi
.kompasiana.com, diakses tanggal 3 April
2013.
Yohandri, E. (2012). Gambaran pengetahuan
murid sd kelas ii tentang karies gigi di sdn
003 sei beduk kelurahan tanjung piayu
batam tahun 2012. http://yohandrie.
blogspot.com, diakses tanggal 25 Maret
2013.
Leuw, T. (2011). Klasifikasi gigi berlubang.
http://bugar.web.id, diakses tanggal 1 April
2013.
Mozartha, M. (2012).
pencegahan dan
Penyebab,
pengobatan
(2011). Pengertian, proses, faktor
penyebab dan macam karies gigi.
http://zona_prasko.blogspot.com, diakses
tanggal 26 Maret 2013.
Yusuf. (2012). Pengertian dan dampak makanan
jajanan . http://www.psychologymania.com,
diakses tanggal 26 Maret 2013.
gejala,
karies.
18
Download