TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk

advertisement
 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen (N) yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2002). Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 menyatakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mempunyai kandungan unsur, terutama nitrogen (N), phospor (P), dan kalium (K) sangat sedikit, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan tanaman (Suriawiria, 2003). Peranan bahan organik dalam memperbaiki kesuburan tanah, yaitu (1) melalui penambahan unsur-unsur hara N, P, dan K yang secara lambat tersedia, (2) meningkatkan kapasitas tukar kation tanah sehingga kation-kation hara yang penting tidak mudah mengalami pencucian dan tersedia bagi tanaman, (3) memperbaiki agregat tanah sehingga terbentuk struktur tanah yang lebih baik untuk respirasi dan pertumbuhan akar, (4) meningkatkan kemampuan mengikat air sehingga keter- sediaan air bagi tanaman lebih terjamin, dan (5) meningkatkan aktivitas mikroba tanah (Hardjowigeno, 2003). Pupuk Organik Cair Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap. Pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri peternakan (limbah cair dan setengah padat atau slurry) yaitu melalui pengomposan dan aerasi (Haga, 1999). Pupuk organik cair dapat diklasifikasikan atas pupuk kandang cair, biogas, pupuk cair dari limbah organik, pupuk cair dari limbah kotoran manusia, dan mikroorganisme efektif (Parnata, 2005).
Pupuk organik cair yang merupakan keluaran (effluent) dari instalasi biogas baik digunakan untuk tanaman darat maupun tanaman air (Capah, 2006). Pupuk organik yang baik memiliki beberapa ciri yaitu N harus berada dalam bentuk persenyawaan organik, tidak meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dan mempunyai persenyawaan C yang tinggi (Sutedjo, 1995). Persyaratan teknis minimal pupuk organik cair yang terdapat pada Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair No. Parameter Satuan Kandungan 1 C-Organik ppm ≥ 40.000 2 C/N ratio - - 3 pH - 4-8 4 Kadar total N ppm < 20.000 P2O5 ppm < 20.000 K2O ppm < 20.000 Fe total ppm min 0, maks 800 Mn ppm min 0, maks 1.000 5 Kadar unsur mikro Sumber : Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 Pupuk dalam bentuk cair ada yang bersifat organik dan ada pula yang bersifat anorganik. Kelebihan pupuk organik cair dibanding pupuk anorganik cair yaitu dapat secara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan pupuk kimia anorganik cair antara lain kurang efisien, karena pupuk ini tidak memiliki bahan pengikat sehingga saat diaplikasikan di lapangan banyak yang terbuang. Larutan pupuk anorganik yang jatuh ke permukaan tanah akan larut dan tercuci saat hujan dan unsur N menguap pada suhu cukup tinggi (Mulyani, 1994). Unsur Nitrogen Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensial yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Manan (2006), unsur N pada alam ditemukan di atmosfer bumi (78% volume) sebagai gas diatom dengan rumus molekul N2, tidak 4
berwarna, tidak berbau, tidak berasa, tidak dapat dibakar, sangat sedikit larut dalam air dan bersifat tidak reaktif kecuali pada suhu tinggi. Nitrogen dalam keadaan cair diperoleh secara komersial melalui distilasi bertingkat udara cair. Kegunaan unsur N adalah untuk pembuatan amoniak. Kekurangan unsur N selama pertumbuhan dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perakaran terbatas, daun menjadi berwarna kuning, tetapi pemberian N secara berlebihan juga akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif sangat pesat, warna daun menjadi hijau tua dan tanaman menjadi lebih subur (Prawiranata dan Tjondronegoro, 1992), sehingga tanaman menjadi mudah terserang hama dan penyakit. Unsur Fosfor Fosfor (P) merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan, dapat menimbulkan eutrofikasi di danau, sungai, dan perairan lain. Unsur P juga merupakan zat yang sangat penting tetapi selalu dalam keadaan kurang dalam tanah (Manan, 2006). Unsur P sangat penting sebagai sumber energi (ATP). Oleh karena itu, kekurangan P dapat menghambat pertumbuhan maupun reaksi-reaksi metabolisme tanaman. Unsur P pada tanaman berfungsi dalam pembentukkan bunga, buah, dan biji serta mempercepat pematangan buah. Pemberian unsur P dalam jumlah yang memadai dapat meningkatkan mutu benih yang meliputi potensi perkecambahan dan vigor bibit (Mugnisjah dan Setiawan, 1995). Unsur Kalium Kalium (K) berperan dalam pembentukan protein dan karbohidrat, pengerasan bagian kayu dari tanaman, peningkatan resistensi tanaman terhadap penyakit, dan peningkatan kualitas biji dan buah. Unsur K diserap dalam bentuk K+, terutama pada tanaman muda (Mulyani, 1994). Tanaman yang kekurangan unsur K akan mengalami gejala kekeringan pada ujung daun, terutama daun tua. Ujung yang kering akan semakin menjalar hingga ke pangkal daun. Kadang-kadang terlihat seperti tanaman yang kekurangan air. Kekurangan unsur K pada tanaman buah- buahan mempengaruhi rasa manis buah (Winata, 1998). 5
Unsur Mangan Mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn2+. Unsur Mn diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan zat protein dan vitamin terutama vitamin C, selain itu Mn penting untuk mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Fungsi Mn yaitu sebagai enzim peroksidase dan sebagai aktivator berbagai macam enzim. Unsur Mn ini juga berhubungan erat dengan reaksi deoksidase dan dehidrogenase. Tanah yang kekurangan Mn dapat diatasi dengan memberikan 1% MnSO4H2O. Pemberian Mn dalam bentuk larutan dapat langsung dihisap oleh tanaman. Unsur Mn dalam tanah terdapat pada mineral-mineral MnO2, MnSiO3, dan MnCO3. Tersedianya Mn bagi tanaman tergantung pada pH tanah, dimana pada pH rendah Mn akan banyak tersedia. Penyemprotan MnSO4 melalui daun akan lebih efektif daripada melalui tanah, karena Mn2+ pada tanah akan cepat direduksi. Kelebihan Mn bisa dikurangi dengan jalan menambah fosfor dan kapur (Frandho, 2011). Unsur Besi Unsur Besi (Fe) dalam tanaman berfungsi sebagai aktivator dalam proses biokimia seperti fotosintesa dan respirasi, juga untuk pembentuk beberapa enzim (Salisburry dan Ross, 1995). Unsur Fe dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dan aktivitas enzim tertentu. Defisiensi Fe dapat terlihat dengan terhambatnya pertumbuhan kloroplas dan terhambatnya perpanjangan akar, serta pembentukan rambut akar yang sangat banyak (Marschner, 1995). Tersedianya Fe dalam tanah secara berlebihan, misalnya karena pemupukan yang berlebihan dapat membahayakan bagi tanaman yaitu keracunan (Frandho, 2010). Effluent Biogas Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses pengomposan bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen (anaerobic process) (Sahidu, 1983). Proses perombakan bahan organik pembentuk biogas secara anaerob menurut Food and Agriculture Organization (1997), terdapat tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis bahan organik, tahap asidifikasi, dan tahap metanisasi. Proses pengomposan atau pelapukan bahan organik secara anaerob dilakukan oleh 6
mikroorganisme dalam proses fermentasi (Polprasert, 1980). Reaksi pembentukan biogas disajikan pada Gambar 1. Dominan BO + H2O Mikroorganisme Anaerob Sedikit CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S + Sludge (padat dan cair) Gambar 1. Reaksi Pembentukan Biogas Sumber : Polprasert (1980) Menurut Junus (1998), effluent biogas yang keluar dari tangki pencerna (digester) terdiri dari dua komponen yaitu bagian padat dan cair. Limbah cair lebih banyak mengandung unsur N dan K sedangkan padatannya lebih banyak mengandung unsur P, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Unsur Hara Limbah Biogas Bahan N (%) P2O5 (%) K2O (%) Padat 0,64 0,22 0,24 Cair 1,00 0,02 1,08 Sumber : Junus (1998) Effluent biogas adalah keluaran dari instalasi biogas yang merupakan by product dari sistem pengomposan anaerob yang bebas bakteri patogen dan dapat digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman (Food and Agriculture Organization, 1997). Effluent mengandung unsur makro yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti unsur N, P, K, dan unsur mikro yaitu Cu, Fe, Mg, S, dan Zn (Suzuki et al., 2001). Park (1984) menyatakan bahwa effluent dari biogas jika dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman dapat meningkatkan hasil pertanian dan dapat memperbaiki kesuburan tanah. Limbah Cair Kelapa Sawit Pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) menghasilkan dua bentuk limbah cair (POME), yaitu air kondensat dan effluent (Tobing dan Darnoko, 1992). Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Diagram alir proses pengolahan kelapa sawit yang disajikan pada Gambar 2. 7 Tandan Buah Segar Perebusan (Sterilizer) Tandan Kosong Perontokan (Threser) Pupuk Pengadukan (Digester) . Pengepresan (Screw Presser) Pemisahan Ampas Depericarper Penyaringan Vibrating Screen Pengendapan Centrifugal Purifier Pemurnian Clarivication Tank hydrocylon Pengeringa n Nut Silo Pemecahan Cangkang Pengeringan Oil Vacum Dryer Penyimpanan CPO Limbah cair Nut Cracker Pemisahan Dry Separator Pengeringan Winnowing Kernel Penyimpanan Kernel Pengumpulan limbah cair di kolam POME Gambar 2. Diagram Alir Proses Pengolahan Kelapa Sawit Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Pertanian (2006) 8 Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit berdasarkan parameter lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup akan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kualitas Limbah Cair yang Dihasilkan oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) secara Umum No. Parameter Satuan
mg/l Kisaran Rata-Rata Limbah cair
8.200 - 35.000 21. 280 1 Lingkungan
BOD 2 COD mg/l 15.103 – 65.100 34.720 3 TSS mg/l 1.330 – 50.700 31.170 4 Nitrogen Total mg/l 12 – 126 41 5 Minyak dan Lemak mg/l 190 – 14.720 3.075 6 pH - 3,3 – 4,6 4 Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Departemen Pertanian (2006) Limbah cair kelapa sawit mempunyai kandungan bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik tersebut mengakibatkan beban pencemaran yang semakin besar, karena diperlukan degradasi bahan organik yang lebih besar. Salah satu limbah cair industri kelapa sawit yang penting karena diduga sebagai penyebab pencemaran lingkungan adalah lumpur (sludge) yang berasal dari proses klarifikasi atau disebut lumpur primer (Sa’id, 1996). Kotoran Sapi Limbah peternakan adalah hasil buangan dari proses pengolahan usaha peternakan atau buangan proses metabolisme yang bersifat tidak ramah lingkungan. Peternakan kecil maupun peternakan besar selalu menghasilkan limbah yang berupa limbah padat, cair, dan gas (CH4 dan NH3). Kotoran (feses) adalah limbah utama atau paling banyak dihasilkam dari peternakan sapi. Sahidu (1983) mengemukakan hasil pengamatan beberapa peneliti bahwa rata-rata satu ekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 27 kg/ekor/hari. Kotoran sapi merupakan limbah peternakan hasil buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti metan dan amoniak. 9
Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi tergantung pada keadaan tingkat produksinya, macam, jumlah makanan yang dimakannya, dan individu ternak sendiri (Abdulgani, 1988). Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi, antara lain nitrogen (0,29%), P2O5 (0,17%) dan K2O (0,35%) (Hardjowigeno, 2003). Kotoran sapi yang tinggi kandung-an hara dan energinya berpotensi untuk dijadikan bahan baku penghasil biogas (Sucipto, 2009). Kotoran ternak sebagai bahan baku/pengisi “digester” untuk proses fermentasi anaerobik, C/N yang baik adalah 30 sedang C/N pada sapi adalah 18 untuk ini perlu ditambahkan bahan organik lain agar dihasilkan biogas yang maksimal antara lain dengan limbah pertanian atau hijauan. Kandungan bahan kering 18% ini mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme (bakteri) pada proses fermentasi anaerobik yang baik adalah 7-9% bahan kering (Hadi, 1980). 10
Download