gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ispa pada

advertisement
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA PADA ANAK
PRASEKOLAH DI KAMPUNG PEMULUNG
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Disusun oleh:
SITI NAMIRA
(109104000014)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M/ 1434H
vi
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY
JAKARTA
OF
Undergraduate Thesis, September 2013
Siti Namira, NIM : 109104000014
Description of The Factors Influencing The Incidence of ARI in Preschool
Children in Kampung Pemulung South Tangerang
xvii + 70 pages + 7 table + 2 schemes + 7 attachment
ABSTRACT
ARI (Acute Respiratory Infection) is one of the leading causes of death in the
world and Indonesia. There are many preschooler experience ARI in Kampung
Pemulung South Tangerang. The environment in Kampung Pemulung is far from
healthy life and there is no previous research about ARI, so researchers are
interested to see description of the factors (individual children, the environment,
and parental behavior) in Kampung Pemulung on the incidence of ARI. The
purpose of this study was to determine the description of the factors influence the
incidence of ARI in preschool children in Kampung Pemulung South Tangerang.
Method of this study are quantitative approach with a descriptive research design.
Data were collected by 46 respondents using questionnaires. The results this study
were large percentage of the occupant density factor (78.3%), a small ventilation
(76.1%), air pollution in the home (69.1%) and child are not getting complete
immunization (56.5%). The society in Kampung Pemulung are expected to
minimize the factors that influence ARI in children by giving complete
immunization and pay attention to the environment for child health..
Keyword
: ARI, Factors, Preschoolers, Kampung Pemulung
Reference
: 53 (years 2000-2013)
vii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, September 2013
Siti Namira, NIM: 109104000014
Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak
Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
xvii + 70 halaman + 7 tabel + 2 bagan + 7 lampiran
ABSTRAK
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) merupakan salah satu penyakit penyebab
kematian terbesar di dunia maupun di Indonesia. Banyak anak dengan usia
prasekolah mengalami ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan.
Umumnya Kampung Pemulung merupakan lingkungan yang jauh dari hidup sehat
dan di lingkungan ini sebelumnya belum ada yang meneliti mengenai ISPA,
sehingga peneliti tertarik untuk melihat gambaran faktor-faktor (individu anak,
lingkungan, dan perilaku orangtua) yang ada di Kampung Pemulung terhadap
kejadian ISPA. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
deskriptif. Data dikumpulkan sebanyak 46 responden dengan menggunakan
kuesioner. Hasil yang didapatkan dengan persentase yang besar yakni faktor
kepadatan penghuni (78.3%), ventilasi yang kecil (76.1%), pencemaran udara
dalam rumah (69.1%) dan faktor anak yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap
(56.5%). Warga kampung pemulung diharapkan dapat meminimalkan faktor yang
mempengaruhi ISPA dengan cara anak-anak warga kampung pemulung diberikan
imunisasi secara lengkap dan memperhatikan lingkungan sekitar untuk kesehatan
anak.
.
Kata kunci : ISPA, Faktor-Faktor, Anak Prasekolah, Kampung Pemulung
Referensi : 53 (tahun 2000-2013)
viii
ix
x
xi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Siti Namira
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 27 Juli 1991
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Perum pemda blok c5 Jl. Asih Permai II RT 02 RW 11
Jati Asih Bekasi
HP
: 085711045601
E-mail
: [email protected]
Fakultas/Jurusan
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan /
Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Gelatik Pertiwi
1995-1997
2. SDN Jati Asih 02
1997-2003
3. SMP Permata Sakti
2003-2006
4. SMAN 06 Bekasi
2006-2009
5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2009-sekarang
ORGANISASI
1. Pramuka
2003-2006
2. Paskibra
2003-2006
3. OSIS
2004-2005
4. PMR
2006-2009
5. Science Club
2008-2009
6. BEMJ IK
2010-2012
xii
PERSEMBAHAN
(QS Al-Baqarah ayat 286)
”Allah tidak membebani seseorang itu melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”
(QS. Al-Ankabut:69)
Dan orang-orang yang berjihat untuk (mencari keridhaan). Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik."
(QS. Al-Insyirah: 6-8)
Sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, maka apabila engkau telah selesai (dari
sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain), dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap”
Hanya puji dan syukur yang hanya dapat kuberikan kepada-Mu ya Allah
Skripsi ini kupersembahkan kepada orang tua ku yang selalu memberiku
semangat tiada henti dan selalu memberiku doa setulus hatinya serta dengan
sabar dan tanpa memperhitungkan apa yang diberikan kepadaku. Semoga ini
adalah awal dari keberhasilanku yang baik atas dukungannya dan doanya.
Kupersembahkan juga skripsi ini untuk saudara-saudara ku, teman-teman ku, dan sahabatsahabatku yang ikut mendukung serta mendoakanku hingga mencapai dititik ini.
xiii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia serta ridha-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak
Prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan”.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta menerapkan ilmu
yang didapatkan oleh penulis dalam perkuliahan.
Penulis telah berusaha untuk menjadikan tulisan ilmiah yang rapi dan
sistematik sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan kerendahan
hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan saran dan kritik yang berguna
untuk penyempurnaan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini banyak berbagai pihak yang telah memberikan
dorongan/motivasi, bantuan serta masukan, sehingga dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih kepada;
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. dr. MK Tadjudin Sp.And selaku Dekan FKIK Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Eni Nur’aini Agustini, S.Kep, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Ibu Ernawati S.Kep, M. Kep, Sp. KMB selaku Pembimbing Akademik
xiv
6. Ibu Ns. Yanti Riyantini. M.Kep.Sp.KepAn selaku pembimbing 1 dan Ibu Ita
Yuanita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing 2 yang dengan sabar membimbing
dan memberi pengarahan kepada penulis.
7. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan
kepada penulis serta seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Walikota Tangerang Selatan yang telah mengizinkan saya untuk melakukan
penelitian dan warga Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang telah
bersedia menjadi responden penelitian saya.
9. Keluarga tercinta yaitu Ayah penulis Dr. Moch Rum Alim S.E,M.Si, Ibu
penulis Alm. Aah Mamduha, kakak penulis Fathan Fajri, dr. Farhannisa,
Asmida Kurnia Mala S.S, dan adik penulis Mahdi Yasri Alim, Fathin Zabir
Alim serta keluarga besar penulis yang terus menerus memberikan doa dan
dorongan selama penulis mengikuti pendidikan di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Sahabat-sahabat penulis yaitu Aresy Quratul Aini, Febriyani Pamikatsih,
Henditania Indrasetiawati, Ike Yulianti, Musiskah, Khoirun Eki Mardian,
Walidatul Mardliyah, Eva Noviani dan seluruh teman-teman angkatan 2009
yang telah memberikan semangat, dukungan, dan dorongan kepada penulis.
Semua pihak yang telah membantu selesainya proposal skripsi ini baik dalam
persiapan, dan pelaksanaan yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam
kesempatan ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
namun
penulis
berharap
tulisan
ini
dapat
bermanfaat
bagi
yang
memerlukannya
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, September 2013
Siti Namira
xv
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................. i
Pernyataan Keaslian Karya .............................................................................. ii
Abstract ........................................................................................................... iii
Abstrak ............................................................................................................. vi
Pernyataan Persetujuan .................................................................................... v
Lembar Pengesahan.......................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... viii
Lembar Persembahan ....................................................................................... ix
Kata Pengantar ................................................................................................. x
Daftar Isi ........................................................................................................... xii
Daftar Tabel...................................................................................................... xv
Daftar Bagan .................................................................................................... xvi
Daftar Lampiran ............................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian............................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 7
E. Ruang Lingkup .............................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ....................................... 9
1. Definisi ..................................................................................... 9
2. Etiologi ..................................................................................... 10
3. Penularan ISPA ........................................................................ 11
4. Klasifikasi................................................................................. 11
5. Manifestasi Klinis .................................................................... 12
6. Patogenesis ............................................................................... 14
xvi
7. Pencegahan ............................................................................... 15
8. Penatalaksanaan ....................................................................... 16
9. Faktor Risiko ............................................................................ 17
B. Anak Prasekolah ............................................................................ 26
C. Penelitian Terkait ........................................................................... 29
Kerangka Teori ............................................................................... 31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ........................................................................... 32
B. Definisi Operasional ....................................................................... 33
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................ 35
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian......................................... 35
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..................... 35
1. Populasi .................................................................................... 35
2. Sampel ...................................................................................... 36
3. Teknik Pengambilan Sampel .................................................... 38
D. Instrumen Penelitian ....................................................................... 38
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ........................................ 39
F. Tahapan Pengambilan Data ............................................................ 42
G. Pengolahan Data ............................................................................. 42
H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 44
I. Etika Penelitian .............................................................................. 44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian.................................................... 46
B. Hasil Analisis Univariat ....................................................................... 47
BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat ................................................................................. 53
B. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 66
xvii
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 67
B. Saran ..................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
xviii
DAFTAR TABEL
3.1
Definisi Operasional
33
5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung
47
Pemulung Tangerang Selatan
5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Prasekolah di Kampung
48
Pemulung Tangerang Selatan
5.3
Distribusi Frekuensi Pencemaran Udara di dalam Rumah Lingkup
49
Kampung Pemulung Tangerang Selatan
5.4
Distribusi Frekuensi Ventilasi Rumah yang Terdapat di Kampung
50
Pemulung Tangerang Selatan
5.5
Distribusi Frekuensi Kepadatan Penghuni dalam rumah di Kampung
51
Pemulung Tangerang Selatan
5.6
Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan
Penanganan Penyakit ISPA pada Anak di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan
xix
52
DAFTAR BAGAN
2.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 31
3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 32
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed consent
Lampiran 2. Instrumen penelitian
Lampiran 3. Hasil uji validitas dan reliabilitas
Lampiran 4. Hasil Penelitian
Lampiran 5. Surat permohonan izin penelitian
Lampiran 6. Surat balasan perizinan penelitian
Lampiran 7. Tabel antropometri penilaian status gizi anak
xxi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan bagian yang sangat penting bagi suatu kehidupan.
Sehat yaitu dalam keadaan yang sempurna dan bebas dari segala penyakit
sehingga dapat beraktivitas dengan baik (Potter&Perry, 2005). Menurut World
Health Organization (WHO) pengertian sehat adalah suatu keadaan dimana
seseorang yang sehat baik secara fisik, mental, sosial, dan spiritual, tidak hanya
bebas dari penyakit dan kelemahan. Seseorang yang tidak sehat dikatakan dalam
keadaan sakit. Kesakitan yang dialami seseorang dapat mengganggu aktivitas
seseorang, selain itu pun kesakitan juga dapat sebagai penyebab kematian pada
seseorang jika kesakitan tersebut tidak ditangani atau tidak tertangani (Potter &
Perry, 2005). Penyebab kematian dari suatu kesakitan banyak sekali terjadi, dari
bayi hingga lanjut usia memiliki peluang yang sama.
Menurut data dari WHO tahun 2007 setiap tahunnya hampir empat juta
orang meninggal dan 98%nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan.
Penyebab kematian ini tingkat mortalitasnya sangat tinggi pada bayi, anak-anak,
dan lansia, terutama di negara dengan pendapatan yang menengah dan rendah.
Kematian yang terbanyak dari tahun ke tahun adalah penyakit infeksi saluran
pernapasan akut dan diare pada anak. WHO memperkirakan insidens Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
1
2
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita.
ISPA merupakan jumlah cukup besar di Indonesia sebagai penyebab
kematian anak, terutama jumlah ISPA pneumonia. Menurut data hasil dari Riset
kesehatan dasar (Riskesdas) dalam Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (2007) di Indonesia, menunjukkan prevalensi nasional ISPA: 25,5%
(16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia
pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan
Balita 15.5%. Berdasarkan data dari Suseda Jawa Barat (2012) angka kejadian
ISPA (batuk, pilek, sesak nafas) mencapai 47.77%. Data yang di dapatkan dari
Pemerintah Provinsi Banten, ISPA tercatat mencapai 103.640 kasus pada bulan
Januari hingga September tahun 2011.
Menurut Dadang (2012) selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Selatan, ISPA merupakan salah satu penyakit terbesar dari sepuluh penyakit
terbesar di Kota Tangerang Selatan dengan kasus mencapai 7.864 orang dan
1.079nya adalah kasus anak-anak dengan usia satu hingga lima tahun pada bulan
Januari hingga Agustus 2012. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Sedyaningsih mengungkapkan dalam seminar Pneumonia, The
Forgotten Killer Of Children tanggal 2 November 2009 di Universitas
Padjadjaran Bandung “…Episode penyakit batuk-pilek pada Balita di Indonesia
diperkirakan 3-6 kali per tahun, ini berarti seorang balita rata-rata mendapat
serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun…”
3
Infeksi
saluran pernapasan akut merupakan terinfeksinya saluran
pernapasan baik di saluran pernapasan atas maupun di saluran pernapasan bawah
maupun keduanya (Febiani, 2007; WHO, 2007; Kemenkes, 2012). Masalah
infeksi di saluran pernapasan atas adalah laringitis, sinusitis, influenza (virus)
yaitu di nasofaring, rhinitis, epligotitis, infeksi telinga, pembengkakan membran
mukosa dan adanya pengeluaran eksudat serosa mukopurulent atau yang sering
dikatakan pilek. Masalah infeksi di saluran napas bawah adalah pneumonia
bakteri, pneumonia virus, Tuberkulosis, bronkitis, bronkopneumoni, dan radang
paru-paru. ISPA merupakan infeksi yang menyerang secara cepat dan berbahaya
jika tidak diberi tindakan. ISPA mudah sekali menyerang anak-anak terutama
anak dibawah lima tahun (Tambayong, 2000).
Anak-anak dibawah lima tahun mudah sekali terkena penyakit karena
kekebalan tubuh yang dimiliki masih rendah atau imunitas yang dimiliki belum
terbentuk sempurna terutama penyakit infeksi (Meadow & Simon, 2005). Anak
dibawah lima tahun atau anak masa prasekolah adalah dimana anak sedang
aktif-aktifnya, ingin mengetahui segala bentuk dan segala rupa yang dilihat
olehnya, senang bermain air, bermain di luar rumah, dan banyak sekali yang
ingin dilakukannya, selain itu pula anak dengan usia prasekolah memiliki
kcenderungan nafsu makan yang menurun. Anak pada masa usia prasekolah ini
juga sudah mengenal berbagai macam permainan dan ingin bermain dengan
teman-teman seumurannya diluar rumah, sehingga dengan berbagai aktifitas
yang ingin dilakukannya dan napsu makan menurun atau asupan nutrisi tidak
4
terpenuhi membuat usia anak prasekolah lebih rentan terhadapsuatu penyakit
terutama penyakit infeksi (Hidayat, 2008).
Anak dengan usia kurang dari enam tahun merupakan salah satu faktor
risiko dari penyakit ISPA. Faktor risiko ini juga dilengkapi dengan individu anak
dilihat dari usia anak, berat badan lahir, status gizi, kekurangan vitamin A (Kazi,
2009). Faktor risiko terjadinya ISPA pada anak juga tidak hanya faktor dari
individu anaknya saja melainkan faktor lingkungan dan faktor perilaku keluarga
(Depkes, 2004). Faktor lingkungan dilihat dari pencemaran udara dalam rumah,
ventilasi rumah, kepadatan hunian, kelembaban, kebersihan, dan musim
(WHO,2007). Faktor perilaku yakni perilaku dalam pencegahan dan
penaggulangan yang dilakukan oleh keluarga baik ibu, bapak, ataupun anggota
keluarga lain untuk menjaga kesehatan anak dan terhindar dari penyakit ISPA
(Depkes, 2004).
Penelitian mengenai faktor-faktor dengan kejadian ISPA telah di teliti
oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) dengan hasil bahwa di Wilayah Puskesmas
Wilayah DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan pengetahuan ibu,
pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status
imunisasi balita berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita usia 12-60
bulan. Penelitian yang diteliti oleh Kazi (2009) mengenai faktor risiko ISPA
pada anak balita di Bangladesh ditemukan bahwa usia anak, jenis kelamin, berat
badan, dan kekurangan vitamin A adalah faktor terjadinya ISPA di Banglades.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Pati
5
adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur, keberadaan anggota
keluarga yang merokok, dan keberadaan anggota keluarga yang mengalami
ISPA (penularan) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di
Kabupaten Pati.
Kampung Pemulung merupakan tempat yang memiliki lingkungan yang
memprihatinkan sehingga ditemukan berbagai faktor-faktor yang menyebabkan
ISPA. Kondisi Kampung Pemulung diantaranya yakni disekitarnya banyak
sekali barang bekas atau barang-barang yang diambil dari tempat sampah,
terdapat tempat pembakaran sampah disekitar rumahnya, para bapak-bapak
sering merokok, keadaan lingkungan yang tampak kotor. Kondisi lingkungan
yang seperti ini dikhawatirkan anak yang berusia kurang dari lima tahun mudah
sekali terkena penyakit ISPA dengan faktor-faktor yang ada. Kampung
Pemulung juga ditempati oleh warga yang pindahan dari luar dan tidak terdata di
daerah sekitar serta warganya pun yang tidak memiliki KTP sehingga sulit untuk
membawa anak ke pelayanan kesehatan seperti Puskesmas jika anak menderita
suatu penyakit dan tidak terdata bila anak menderita suatu penyakit (Ameriayani,
2006).
Hasil penelitian pendahuluan pada warga di Kampung Pemulung Ciputat
bahwa anak-anak yang terdapat disana ditemukan dari 11 anak yang berusia 2-5
tahun dan 9 anaknya mengalami ISPA dengan gejala batuk dan pilek. Hasil yang
ditemukan ini lebih banyak anak yang ditemukan dengan gejala ISPA daripada
yang tidak mengalami gejala ISPA. Kejadian ini membuat peneliti ingin
mengetahui terdapat faktor-faktor apa sajakah yang dapat menyebabkan anak-
6
anak usia prasekolah ini mengalami gejala-gejala penyakit ISPA di Kampung
Pemulung.
B. Rumusan Masalah
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian terbesar terutama pada
anak-anak. ISPA di kota Tangerang Selatan adalah salah satu penyakit terbesar
yang menyerang anak-anak yaitu mencapai 1.079 kasus (Dadang, 2012). Anakanak dengan usia dibawah lima tahun mudah sekali terkena infeksi karena
imunitas yang dimiliki belum terbentuk sempurna (Meadow & Simon, 2005),
selain itu anak dengan usia ini memiliki banyak aktifitas dan menagalami
penurunan pola makan (Hidayat, 2008). Nutrisi yang kurang atau status gizi
yang kurang dan anak dengan usia kurang dari enam tahun merupakan faktor
risiko terjadinya penyakit ISPA. Faktor-faktor penyebab ISPA tidak hanya itu
namun faktor lingkungan dan perilaku keluarga juga merupakan risiko anak
mengalami penyakit ISPA (Depkes, 2004).
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kazi (2009) bahwa faktor
risiko yang menyebabkan kejadian ISPA di Bangladesh antara lain yakni; usia
anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A. Hasil studi
pendahuluan di Kampung Pemulung Ciputat didapatkan 11 anak dengan usia
dibawah 5 tahun dan ditemukan 9 anak mengalami tanda gejala ISPA yaitu
batuk pilek. Kejadian yang ditemukan ini membuat peneliti ingin mengetahui
apasajakah faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA pada anak prasekolah di
Kampung Pemulung?
7
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
b. Mengetahui gambaran karakteristik anak (BBL, status gizi, status
imunisasi) dengan kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan.
c. Mengetahui gambaran pengaruh lingkungan dengan kejadian ISPA pada
anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
d. Mengetahui gambaran pengaruh perilaku keluarga dengan kejadian ISPA
pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
D. Manfaat
1. Bagi responden, dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penyakit ISPA.
2. Bagi institusi, dapat dijadikan sebagai sumber ataupun bacaan untuk
menambah pengetahuan mengenai penyakit ISPA pada anak
8
3. Bagi peneliti, dapat menambah pengalaman, pengetahuan, dan wawasan
tentang penyakit ISPA secara mendalam dan sebagai penerapan ilmu yang
telah didapat selama studi.
E. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian
: Deskriptif
2. Subyek penelitian : Orang tua yang memiliki anak usia prasekolah di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan
3. Obyek penelitian : Lingkungan, anak prasekolah, dan perilaku orang
keluarga di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
4. Tempat penelitian : Kampung Pemulung Tangerang Selatan
5. Waktu penelitian : Juni 2013
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
1. Definisi
Infeksi Saluran Pernapasan Akut dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah Acute Respiratory Infection (ARI). Istilah infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) mengandung tiga unsur yaitu infeksi, saluran
pernapasan, dan akut. Infeksi ialah peristiwa masuk dan penggandaan
mikroorganisme (agen) di dalam tubuh pejamu (host), sedangkan penyakit
infeksi merupakan manifestasi klinik bila terjadi kerusakan jaringan dan/atau
fungsi bila reaksi radang pejamu terpanggil. Saluran pernafasan adalah organ
yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya (sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura), sedang infeksi akut adalah infeksi yang
berlangsung sampai dengan 14 hari, walaupun beberapa penyakit yang dapat
digolongkan dalam ISPA dapat berlangsung lebih dari 14 hari, misalnya
pertusis. ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung
sampai 14 hari, dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung
tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2004).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit infeksi akut yang
menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung
(saluran atas) sampai alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya,
9
10
seperti sinus, rongga telinga bawah, dan pleura (WHO, 2011). ISPA adalah
infeksi saluran pernapasan akut yang ditandai dengan batuk pilek, anak
sering sekali terkena 2 sampai 3 kali dalam sebulan. Anak dengan batuk
pilek pada anak lamanya sekitar 2 sampai 3 hari, namun bila lebih dari satu
minggu terjadi infeksi lanjutan (Dewi, 2011). Infeksi saluran pernapasan
akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal
(mikoplasma), atau aspirasi substansia asing, yang melibatkan suatu atau
semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2008)
2. Etiologi
Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, atau
protozoa (Junaidi, 2010). Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah
rinovirus, koronavirus, adenovirus, dan koksakievirus, influenza, virus
sinsisial pernapasan. Virus yang mudah ditularkan melalui ludah yang
dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus
sinsisial pernapasan, dan rinovirus (Junaidi, 2010). Etiologi ISPA terdiri dari
300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur. Virus penyebab ISPA
antara lain golongan miksovirus (termasuk didalamnya virus influensa, virus
para-influensa dan virus campak), adenovirus. Bakteri penyebab ISPA
misalnya streptokokus hemolitikus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilus
influenza, Bordetella pertussis, Korinebakterium diffteria (Depkes, 2004).
11
3. Penularan ISPA
Penularan ISPA adalah melalui udara yang tercemar dan masuk ke
dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Bibit penyakit di udara umumnya
berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang melayang di udara, dapat
seluruhnya berupa bibit penyakit atau hanya sebagian daripadanya. Aerosol
merupakan bentuk dari penyebab penyakit tersebut ada dua, yakni: droplet
nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh
berupa droplet dan melayang di udara) dan dust (campuran antara bibit
penyakit yang melayang di udara) (Depkes, 2004). Cara penularan utama
sebagian besar ISPA adalah melalui droplet, tapi penularan melalui kontak
(termasuk kontaminasi tangan yang diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan
aerosol pernapasan infeksius berbagai ukuran dan dalam jarak dekat dapat
juga terjadi untuk sebagian patogen (WHO, 2007)
4. Klasifikasi
Infeksi saluran pernapasan akut memiliki berbagai macam jenisnya.
Berdasarkan letaknya terbagi menjadi infeksi di saluran pernapasan atas,
sindrom croup (terdiri dari epiglotis, laring dan trakea), dan saluran
pernapasan bawah (terdiri dari bronkus dan bronkiolus. Infeksi saluran
pernapasan atas terdiri dari pilek (nasofaring), faringitis, influenza. Sindrom
croup terdiri dari laringitis akut, laringitis spasmodik akut, epiglotitis akut,
dan trakeitis akut. Infeksi saluran pernapasan bawah terdiri dari bronchitis
pneumoni, TBC, dan Aspirasi substansi asing (Wong, 2008)
12
Pneumonia adalah penyakit ISPA yang tersering menyebabkan
kematian, sehingga menjadi fokus dalam program pemberantasan ISPA (P2ISPA).
Berdasarkan
Program
Pemberantasan
ISPA
(P2-ISPA)
ini
pengklasifikasian ISPA menjadi 2 kelompok umur yaitu golongan umur
dibawah 2 bulan dan golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Klasifikasi
penyakit untuk golongan umur kurang 2 bulan, ada 2 klasifikasi penyakit
yaitu: pneumonia berat dan bukan pneumonia. Untuk golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu: pneumonia berat, pneumonia,
dan bukan pneumonia (Misnadiarly, 2008).
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala pada ISPA adalah batuk, sakit kepala, sakit
tenggorokan, pilek, dan pegal-pegal (Febiani, 2007). Tanda dan gejala
menurut klasifikasi adalah (Misnadiarly, 2008; Depkes, 2004):
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia
13
Tanda gejala menurut tingkat keparahannya menurut Keputusan Menteri
Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2008:
a.
ISPA ringan
ISPA ringan yaitu jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala
berikut:
b.
1)
Batuk
2)
Pilek dengan atau tanpa demam
ISPA sedang
ISPA sedang yaitu jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai
satu atau lebih dengan gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernapasan cepat :
Umur 2bulan - <12 bulan : 50 kali atau lebih per menit
Umur 12 bulan - <5 tahun : 40 kali atau lebih per menit
2) Wheezing (mengi) yaitu napas bersuara
3) Sakit atau keluar cairan dari telinga
4) Bercak kemerahan (campak)
c.
ISPA berat
ISPA berat ditandai dengan gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA
sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Penarikan dinding dada
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) saat
bernapas
3) Kesadaran menurun
14
4) Bibir/kulit pucat kebiruan
5) Stridor yaitu suara napas seperti mengorok
6. Patogenesis ISPA
Infeksi pernapasan akut menurut Somantri (2007) disebabkan
karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsang otot polos
bronkial, dan edema mukosa. Aliran udara yang terhambat akan
meningkatkan kerja napas dan menimbulkan dispneu. Patogenesis secara
konkritnya yaitu adanya faktor-faktor penyebab terdapatnya infeksi seperti
perilaku terhadap lingkungan maupun pengetahuan yang kurang tentang
pencegahan. Mikroba menyerang anak yang memiliki imun lemah masuk
melalui saluran pernapasan yakni dengan cara anak menghirup udara yang
terdapat mikrobanya. Mikroba masuk ke saluran pernapasan dan
menginfeksi saluran pernapasan. Pertahanan tubuh dengan mengluarkan selsel yang untuk membunuh mikroba sehingga terjadi reflek batuk dan juga
terdapatnya mukosa yang berusaha membunuh hingga terjadi penumpukan
sekret pada saluran pernapasan (Muttaqin, 2008).
Pertahanan tubuh yang baik maka tubuh terus berusaha untuk
mengeluarkan mikroba dengan batuk. Pertahanan tubuh yang tidak baik,
tubuh lemah tidak dapat melawan mikroba, hingga mikroba dapat terus
berjalan hingga saluran pernpasan bawah yaitu melalui bronkus dan
bronkiolus menuju alveoli. Reaksi peradangan terjadi, maka saluran
pernapasan meradang atau berwarna merah bengkak, terjadi peningkatan
15
produksi sekret sehingga tubuh merasa tidak nyaman, merasa gatal dalam
tenggorokan, batuk produktif, sesak napas, dan penurunan batuk efektif
(Muttaqin, 2008).
Peradangan bronkus menyebar ke parenkim paru sehingga terjadi
konsolidasi pada rongga alveoli dengan eksudat menyebabkan penurunan
jaringan paru dan terjadi kerusakan membran alveolar kapiler sehingga
terjadi sesak napas, menggunakan otot bantu napas dan napas menjadi tidak
efektif. Mikroba dapat menyebar keseluruh tubuh sehingga terjadi demam,
tidak nafsu makan, mual, berat badan menurun, lemah, dan aktifitas menjadi
terganggu (Muttaqin, 2008).
7. Pencegahan
Pencegahan terjadinya ISPA yakni dengan meningkatkan daya
tahan tubuh atau memperbaiki gizi dengan makan makanan yang bergizi,
minum cukup, dan istirahat cukup. Kunjungi pelayanan kesehatan segera
atau beri pengobatan bila mulai muncul tanda-tanda ISPA. Tempat tinggal
sedapat mungkin memiliki ventilasi yang baik dan tidak terlalu penuh
penghuninya agar udara tidak sesak, serta pastikan anak mendapatkan
imunisasi lengkap (Sukandarrumidi, 2010).
Pencegahan
terjadinya
penyakit
ISPA
terutama
dengan
menghindari bakteri yang pathogen dengan menjaga kebersihan tangan,
gunakan alat pelindung diri terutama masker untuk menghindari droplet
yang melayang di udara jika diperkirakan ada penyebab ISPA untuk menular,
16
tidak dekat-dekat sama orang yang terinfeksi, ciptakan lingkungan yang
bersih, hindari anak dari asap yang membuat anak untuk sulit bernapas.
Pencegahan ini juga dilakukan orang tua atau keluarga menggunakan etika
batuk dengan cara ketika batuk menutup mulut dengan sapu tangan atau
tissue, selain itu juga untuk individu anak dilakukan peningkatan kekebalan
tubuhnya dengan melakukan imunisasi lengkap (WHO, 2007).
8. Penatalaksanaan ISPA
Penatalaksanaan dilakukan dalam pelayanan sesuai klasifikasinya
dengan petunjuk bagan MTBS, untuk gejala batuk bukan Pneumonia beri
pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman, jika batuk lebih dari 3
minggu rujuk untuk pemeriksaan lanjutan, kunjungi pelayanan kesehatan
bila selama 5 hari tidak ada perbaikan. Klasifikasi Pneumonia diberikan
antibiotik yang sesuai, beri pelega tenggorokan dan pereda batuk yang aman
dan Pneumonia berat beri dosis pertama antibiotik yang sesuai dan dirujuk
ke sarana kesehatan yang lebih memadai (Depkes, 2008).
Perawatan di rumah sangat penting dalam penatalaksanaan anak
dengan penyakit ISPA, dengan cara (WHO, 2012):
a. Pemberian makanan
1) Berilah makanan secukupnya selama sakit,
2) Tambahlah jumlahnya setelah sembuh,
3) Bersihkan hidung agar tidak mengganggu pemberian makanan.
17
b. Pemberian cairan
1) Berilah anak minuman lebih banyak;
2) Tingkatkan pemberian asi.
c. Pemberian obat pelega tenggorokan dan pereda batuk dengan ramuan
yang aman dan sederhana;
d. Paling penting: amati tanda‐tanda pneumonia
Bawalah kembali ke petugas kesehatan, bila nafas menjadi sesak,
nafas menjadi cepat, anak tidak mau minum, sakit anak lebih parah.
9. Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya ISPA adalah terdapatnya bakteri-bakteri
penyebab ISPA dimana-mana dan menyerang manusia terutama anak yang
sangat rentan. Faktor genetik dalam keadaan umum seperti keadaan
kesehatan, sosial, dan kondisi lingkungan, sehingga faktor ini bergantung
pada orang tua yang menurunkan ketahanan tubuhnya terhadap anak, selain
itu dibutuhkan penegetahuan orang tua untuk menjaga daya tahan tubuh anak.
Faktor lainnya adalah makanan yang tidak mencukupi, perumahan yang
buruk, dan kepadatan penduduk berkontribusi dalam berkurangnya
ketahanan tubuh (WHO, 2008).
Menurut Kemenkes RI (2012) dan Depkes (2004) faktor risiko terjadinya
ISPA secara umum yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta
faktor perilaku, yakni;
18
a.
Faktor individu anak
Faktor individu anak atau faktor keadaan anak dimana anak
yang mudah sekali terkena penyakit ISPA. Umur anak, status kondisi
anak saat lahir, status kekebalan tubuh anak, status gizi anak, dan status
kelengkapan imunisasi anak merupakan faktor anak itu mudah sekali
terkena penyakit ISPA.
1) Umur anak
Insiden penyakit pernapasan oleh virus melonjak pada
bayi dan usia dini pada anak-anak. ISPA pada umumnya infeksi
pertama yang menyerang bayi dan balita selain itu kekebalan tubuh
yang dialami oleh bayi dan balita belum terbentuk sempurna. Usia
anak dengan usia kurang dari 6 tahun belum memiliki imunitas yang
sempurna sehingga sangat mudah terserang menyakit infeksi
(Meadow & Simon, 2005).
2) Berat badan lahir
Bayi dengan BBLR sering mengalami penyakit gangguan
pernafasan, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan
paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang masih lemah.
Hal ini dikarenakan pembentukan zat antibodi kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia
dan sakit saluran pernapasan lainnya (Meadow & Simon, 2005).
Sadono (2008) meneliti mengenai berat badan lahir rendah
19
merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit ISPA di Kabupaten
Blora didapatkan hasil secara statistik terbukti semakin rendah berat
badan lahir maka semakin sering pula anak mengalami penyakit
ISPA.
3) Status gizi
Gizi adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi proses
perubahan zat makanan yang masuk kedalam tubuh dan dapat
mempertahankan suatu kehidupan (Soenardi, 2006). Macam-macam
zat gizi atau zat makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia antara
lain; a) karbohidrat, b) protein, c) lemak, d) vitamin, e) mineral, f) air
(Suhardjo, 2010). Penyimpangan dari kebutuhan gizi dapat menjadi
suatu faktor risiko penyakit maupun penyakit yang degeneratif
sehingga gizi yang diperlukan oleh tubuh adala gizi yang seimbang
yaitu gizi yang terpenuhi namun tidak kurang atau pun tidak lebih
melainkan cukup. Gizi yang kurang akan mempengaruhi kesehatan
anak karena dengan adanya gizi kurang anak akan mudah rentan
terhadap suatu penyakit terutama penyakit infeksi. Gizi yang cukup
dapat mempertahankan imunitas anak sebagai perlawanan dari suatu
penyakit (PERSAGI, 2009).
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang
ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya
tahan tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan
20
balita tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan
gizi. Keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ISPA
berat“ bahkan serangannya lebih lama (Depkes, 2004). Elyana &
Aryu (2009) meneliti bahwa didapatkan status gizi anak balita
memiliki hubungan yang signifikan terhadap penyakit ISPA di Jawa
Tengah, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kurang status
gizi balita maka semakin tingga frekuensi ISPA pada balita di Jawa
Tengah. Status gizi anak dapat dilihat dari berat badan anak
disbanding dengan usia anak (BB/U) atau juga dapat dilihat dari berat
badan anak dengan tinggi badan anak (Kepmenkes, 2010).
4) Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memberikan
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari
penyakit tertentu (Depkes. 2004). Indonesia memiliki jenis
imunisasi yang di wajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) yakni
imunisasi BCG, Hepatitis B, Polio, DPT, dan campak. Imunisasi
dasar ini diberikan pada anak sesuai dengan usianya. Anak yang
telah mendapatkan imunisasi lengkap tubuhnya akan bertambah
kekebalan tubuhnya sehingga tidak mudah terserang penyakitpenyakit tertentu yang sering dialami oleh anak-anak (Hidayat,
2009).
21
Imunisasi dasar memiliki fungsinya masing-masing untuk
kebal terhadap suatu penyakit. Penyakit Infeksi yang sering
melanda anak terutama penyakit ISPA juga dapat dikurangi
kejadiannya bilamana anak mendapatkan imunisasi secara lengkap.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadono (2008) bahwa anak
yang tidak diberikan imunisasi secara lengkap dan tidak sesuai
dengan umurnya maka kejadian penyakit ISPA dapat berisiko
terjadi 2,6 kali dari biasanya.
b.
Faktor lingkungan
Kondisi lingkungan (misalnya, polutan udara, kepadatan
anggota keluarga, keterbatasan tempat penukaran udara bersih
(ventilasi),
kelembaban,
kebersihan,
musim,
temperatur);
ketersediaan dan efektivitas pelayanan kesehatan dan langkah
pencegahan infeksi untuk mencegah penyebaran (misalnya, vaksin,
akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi)
ISPA mudah sekali tersebar, maka lingkungan yang seperti ini
merupakan faktor terjangkitnya penyakit ISPA (WHO,2007).
1) Pencemaran udara dalam rumah
Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi udara juga
sangat penting karena anak-anak sebagian besar berada dalam
rumah. Pajanan di dalam ruangan tidak semua berasal dari
sumber emisi di dalam ruangan, tetapi pembakaran bahan bakar
22
biomassa (khususnya pada ventilasi dapur/kompor yang buruk
dan asap tembakau di lingkungan seringkali merupakan penyebab
utama penyakit saluran pernapasan. Pajanan terhadap gas emisi
industri atau jalan raya juga merupakan ancaman yang signifikan
(WHO, 2008). Menurut Mitchell (2008) pencemaran udara dalam
rumah (indoor pollution) disebabkan oleh berbagai macam zat
kimia seperti Carbon monoksida (gas yang tidak berbau),
Nitrogen dioksida (asap yang ditimbuklan oleh emisi bahan bakar
masak), asap rokok atau asap yang di keluarkan seseorang dengan
campuran partikel yang bersifat toksik, radon (zat radioaktif),
formaldehyde (zat yang dikluarkan saat membuat suatu produk
consumer. Pencemaran udara dalam ruangan bisa saja terjadi asap
dari luar ruangan masuk ke dalam ruangan selain itu juga dapat
disebabkan oleh asap rokok yang bearada di dalam ruangan
karena satu batang rokok sama saja menghirup 0,5 mikrogram
timah hitam (Pb) dan carbon monoxide sebanyak 20 ppm
sehingga dapat berbahaya bagi saluran pernapasan (Sitepoe,
2008).
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk
memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme
pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA.
Hal ini dapat terjadi pada rumah yang ventilasinya kurang dan
dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang
23
tempat bayi dan balita (Depkes, 2004; Kemenkes, 2012).
Penelitian yang diakukan oleh Kilabuko dan Satoshi (2007)
mengenai pengaruh bahan bakar masak terhadap penyakit ISPA
pada anak di Tanzania didapatkan bahwa bahan bakar masak
menggunakan arang dan minyak tanah dapat mempengaruhi
kejadian ISPA pada anak dan disarankan untuk menggunakan
bahan bakar masak menggunakan kompor listrik.
2) Ventilasi rumah
Ventilasi adalah proses memasukkan dan menyebarkan
udara dari dalam ke luar atau udara dari luar yang telah diolah
sebagai daur ke dalam ruangan. Ventilasi udara yang dibuat serta
pencahayaan di dalam rumah sangat diperlukan karena akan
mengurangi polusi asap yang ada di dalam rumah sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang lama
kelamaan bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Luas
penghawaan atau ventilasi rumah yang permanen minimal 10%
dari luas lantai (Depkes, 2004; WHO, 2007). Penelitian yang
dilakuka oleh Nurhadi (2011) mengenai hubungan ventilasi ruang
tidur dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Jepara
didapatkan bahwa ventilasi yang kurang dari 10% dalam ruangan
memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA di
Kabupaten Jepara.
24
3)
Kepadatan hunian rumah
Menteri
Perumahan
Rakyat
(Menpera)
RI
mengungkapkan bahwa aturan luas rumah yang sehat untuk
memenuhi kebutuhan minimal 9 m2 untuk per jiwa atau per orang,
sehingga jika dalam satu rumah berisi 4 orang maka luas rumah
yang ideal berkisar 36 m2. Keputusan Menteri Kesehatan
(KepMenKes) RI No. 829 menetapkan mengenai kesehatan
pembangunan rumah bahwa luas ruang tidur minimal 8 m2 dan
tidak digunakan untuk lebih dari 2 orang dewasa dalam 1 ruang
tidur, kecuali anak dengan usia dibawah 5 tahun (Kompas, 2012).
Kepadatan tempat tinggal atau keadaan rumah yang sempit
dengan jumlah penghuni rumah yang banyak akan berdampak
kurangnya oksigen di dalam rumah.
Kepadatan penghuni menimbulkan perubahan suhu
ruangan yang kalor dalam tubuh keluar disebabkan oleh
pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan kelembaban
akibat uap air dari pernapasan tersebut. Semakin banyak jumlah
penghuni ruangan tidur atau dengan penghuni lebih dari 2 orang
dalam ruang tidur maka semakin cepat udara ruangan mengalami
pencemaran gas atau bakteri, selain itu juga memperhambat
proses penukaran gas udara bersih yang dapat menyebabkan
penyakit ISPA (Sukandarrumidi, 2010).
25
c.
Faktor perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau
mahluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010). Perilaku sehat
adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan upaya
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan (Becker, 1979 dalam
Notoatmodjo, 2010). Klasifikasi perilaku kesehatan dibagi menjadi 3
bagian menurut Fitriani (2011) yaitu Perilaku pemeliharaan kesehatan
dengan
mengusahakan seseorang untuk menjaga kesehatannya agar
tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit seperti perilaku
pencegahan dan penyembuhan serta perilaku meningkatkan gizi agar
tidak mudah terserang penyakit. Perilaku pencarian dan penggunaan
sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan atau perilaku pencarian
pengobatan, serta perilaku kesehatan lingkungan yaitu dengan menjaga
lingkuangan agar lingkungaan tetap bersih dan sehat.
Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan
penyakit ISPA pada bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek
penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu, bapak,
ataupun oleh anggota keluarga lainnya. Peran aktif keluarga atau
masyarakat dalam menangani ISPA sangat penting karena penyakit ISPA
merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau
keluarga dan dapat menular. Hal ini perlu mendapat perhatian serius
karena penyakit ini banyak menyerang balita, sehingga balita dan
anggota keluarganya yang sebagian besar dekat dengan balita dengan
26
ISPA mengetahui dan terampil dalam menangani penyakit ISPA ketika
anaknya sakit (Depkes, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh
Pamungkas (2003) mengenai perilaku orang tua dalam penanganan balita
penderita ISPA didapatkan hasil dari wawancara mendalam yakni orang
tua tidak dapat berperilaku dengan baik terhadap anak yang mengalami
ISPA karena para orang tua berpersepsi bahwa penyakit ISPA adalah
penyakit biasa terjadi atau sebagai suatu peristiwa alam biasa sehingga
orang tua tidak berupaya untuk melakukan penanganan ISPA yang baik
seperti membawa anak ke pelayanan kesehatan atau pun berupaya
memberikan obat agar anak sembuh dari penyakitnya.
B. Anak Prasekolah
Anak prasekolah adalah anak berusia mendekati antara 3 hingga 5 tahun
(Wong, 2008). Dunia anak prasekolah sudah mulai meluas yaitu di luar keluarga
ke dalam lingkungan tetangga dimana anak-anak bertemu dengan anak-anak lain
dan orang dewasa (Potter & Perry, 2005; Wong, 2008). Setiap anak memiliki
tahap tumbuh kembang, maka berikut adalah tumbuh kembang anak prasekolah
dari berbagai teori atau aspek. Pertumbuhan pada anak prasekolah terjadi
peningkatan koordinasi otot besar dan halus sehingga anak mampu dalam
motorik kasar yaitu berjalan jinjit, melompat, melompat dengan satu kaki,
menangkap bola, dan melemparkannya dari atas kepala. Motorik halus pada
anak prasekolah sudah mampu menggunakan gunting dengan lancar, sudah
27
dapat menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun horizontal, belajar
membuka dan memasang kancing baju (Riyadi, 2009)
Perkembangan menurut teori antara lain Perkembangan Kognitif (Piaget)
tahap pra operasional yaitu anak belum dapat mengoperasionalkan apa yang
dipikirkan
melalui
tindakan,
perkembangan
anak
masih
egosentris.
Perkembangan Psikoseksual (Sigmund Freud) yaitu fase Phallic, dimana fase ini
anak akan senang jika selalu memegang alat genitalia, kecenderungan anak akan
dekat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin. Sifat egosentris yang
tinggi pada anak dan interaksi social sudah mulai tumbuh (Riyadi, 2009).
Perkembangan psikososial (Erikson) tahap inisiatif versus rasa bersalah yaitu
anak akan memulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif
dalam melakukan aktivitasnya, dan apabila pada tahap ini anak dilarang atau
dicegah maka akan tumbuh perasaan bersalah pada diri anak (Hidayat, 2008)
Anak dengan periode prasekolah memiliki kelebihan energi yang
membolehkan mereka untuk merencanakan dan mencoba banyak kegiatan yang
mungkin berada di luar kemampuan mereka. Erikson merekomendasikan dalam
buku Potter & Perry (2005) bahwa orang tua harus membantu anak-anak untuk
mencapai keseimbangan kesehatan antara inisiatif dan rasa bersalah dengan
mereka membiarkan melakukan hal-hal pada diri anak sendiri dengan
menetapkan batasan yang tegas dan bimbingan untuk melindungi diri mereka.
Anak dengan masa ini juga mengalami proses perubahan dalam pola makan
dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan (Hidayat, 2008).
Teori yang dikemukakan dapat disimpulkan bahwa anak periode prasekolah
28
memiliki aktifitas yang tinggi sehingga mudah lelah, selain itu pun terdapat
masa dimana anak mengalami penurunan pola makan, sehingga imunitas anak
cenderung menurun.
Mekanisme kekebalan tubuh pada anak-anak pada dasarnya sama dengan
orang dewasa namun belum berkembang dengan sempurna saat lahir. Infeksi
banyak sekali menyerang terutama pada anak-anak dan hal yang paling
dibutuhkan adalah sistem kekebalan tubuh atau imunitas. Imunitas seluler pada
anak sudah efektif sejak lahir; selama 2 atau 3 tahun pertama, jumlah sel darah
putih relatif tinggi, limfosit lebih banyak daripada polimorfik dalam sirkulasi
darah. Imunitas Humoral berkembang lebih lambat (Meadow, 2005).
Immunoglobulin G (IgG) memiliki reseptor di plasenta sehingga IgG
maternal dapat ditransfer melalui plasenta sejak masa fetal awal, oleh karena itu
bayi terlambat dimulai setelah lahir. Kadar immunoglobulin total pada bayi
paling rendah usia 3 hingga 4 bulan yang merupakan periode rentan. Tingkat
immunitas humoral yang cukup baik mulai terbentuk pada usia 6 hingga 9 tahun
(Meadow, 2005), sehingga pada usia anak dibawah 6 tahun tingkat immunitas
belum terbentuk dengan baik. Kekebalan tubuh pada anak lambat laun akan
melakukan proses penyesuaian. Perkembangan kekebalan tubuh secara alami
pada tingkat sel oleh sel darah akan membuat terjadinya sistem kekebalan
melalui pemberian kolostrum dan lambat laun akan terjadi kekebalan tubuh yang
akan sejalan dengan perkembangan usia (Hidayat, 2009).
Kekebalan tubuh harus dimiliki oleh anak agar anak tidak dapat mudah
sakit. Cara untuk meningkatkan kekebalan tubuh anak ialah dengan memberikan
29
nutrisi yang cukup. Gizi yang lengkap dapat menjaga keutuhan kerja dari sel
darah putih dan kekebalan cairan yang sebagai pabrik pembentuknya. Kekebalan
tubuh juga dapat ditingkatkan selain dengan gizi yaitu pemberian imunisasi
lengkap agar anak kebal dengan penyakit-penyakit khusus. Anak yang sudah
pernah mengalami sakit pun dapat meningkat kekebalan tubuhnya karena tubuh
sudah pernah merespon penyakit yang pernah dideritanya (Nadesu, 2007)
C. Penelitian terkait
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita telah
diteliti sebelumnya oleh berbagai peneliti dan di berbagai daerah yakni sebagai
berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010) dengan
judul faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010
didapatkan hasil bahwa di Wilayah Puskesmas Wilayah DTP Jamanis
Kabupaten Tasikmalaya menunjukkan faktor pengetahuan ibu, pendidikan
ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status
imunisasi balita berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita usia 12-60
bulan.
2. Penelitian yang diteliti oleh Kazi (2009) mengenai faktor risiko ISPA pada
anak balita di Bangladesh ditemukan bahwa usia anak, jenis kelamin, berat
badan, dan kekurangan vitamin A adalah faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya ISPA di Banglades.
30
3. Penelitian yang dilakukan oleh Suhandayani (2006) mengenai faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Pati
didapatkan hasil bahwa kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur,
keberadaan anggota keluarga yang merokok, dan keberadaan anggota
keluarga yang mengalami ISPA (penularan) memiliki hubungan yang
signifikan dengan kejadian ISPA di Kabupaten Pati.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2007) dengan judul faktor-faktor
yang mempengaruhi tingginya angka kejadian ISPA pada balita di wilayah
kerja puskemas sukawarna kota Bandung didapatkan hasil bahwa terdapat
pengaruh pendidikan, ekonomi, sikap, perilaku, dan tempat tinggal terhadap
tingginya angka kejadian ISPA pada balita di RW 03 Kelurahan Sukawarna
Penelitian-penelitian yang terkait tersebut didapatkan belum ada yang
meneliti menganai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di
Kampung Pemulung melainkan banyak sekali yang meneliti di wilayah kerja
ciputat. Insiden yang didapatkan ternyata dikampung pemulung terdapat banyak
sekali anak dengan usia antara 2 hingga 5 tahun mengalami penyakit ISPA
dengan gejala batuk pilek, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di
Kampung Pemulung.
31
KERANGKA TEORI
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Ventilas <10%
dari luas lantai
rumah
Lingkungan
Asap rokok
Kelembaban
udara
meningkat
Kepadatan
hunian
Faktor
Risiko
Perilaku
Pencegahan
&
Penanganan
Bahan bakar
masak
Usia
dibawah 5
tahun (bayi ,
balita/ Anak
prasekolah)
Status gizi
yang buruk
Individu
anak
Pertumbuhan
mikrooganisme
penyebab ISPA (virus,
bakteri, riketsia atau
protozoa meningkat
(
Anak rentan
terhadap
infeksi
Status
Imunisasi
tidak
lengkap
Berat badan
lahir rendah
Sumber : Depkes, 2004; WHO, 2007; Kemenkes, 2012
ISPA
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini meneliti variabel yang berisi faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi penyakit ISPA diantaranya faktor lingkungan, faktor individu
anak, dan faktor perilaku keluarga. Faktor lingkungan meliputi; pencemaran
udara dalam rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian dalam ruamh. Faktor
individu anak meliputi; usia anak, berat badan, imunisasi, dan status gizi. Faktor
perilaku meliputi; perilaku dalam pencegahan dan penanganan anak terhadap
penyakit ISPA. Kerangka konsep yang dibuat yakni:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Gambaran faktor risiko ISPA:
1. Karakteristik anak :
a. Berat badan lahir
b. Status gizi
c. Status Imunisasi
2. Lingkungan :
a. pencemaran udara dalam rumah (asap
rokok, bahan bakar memasak),
b. ventilasi rumah,
c. kepadatan hunian rumah
3. Perilaku keluarga terhadap pencegahan
dan
penanganan
seperti:
perilaku
pemeliharaan
kesehatan,
perilaku
pencarian dan penggunaan sistem atau
fasilitas pelayanan kesehatan, dan
perilaku kesehatan lingkungan
32
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO
Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
1
ISPA pada
anak
prasekolah
Kuesioner
1. ISPA ringan
2. ISPA sedang
3. ISPA berat
Ordinal
2
Berat badan
lahir
Keadaan anak usia antara 3 hingga 5
tahun yang mengalami batuk pilek
tanpa atau disertai gejala lain seperti
demam, tarikan dinding dada kedalam,
napa cepat, selama kurang dari 14 hari
dalam waktu 6 bulan terakhir
Hitungan berat badan ketika anak
dilahirkan
Kuesioner
Ordinal
3
Status gizi
Ukuran gizi anak yang dilihat dari
ukuran berat badan dibagi usia dan
selanjutnya akan dicocokan dengan
Tabel pengukuran gizi anak.
Kuesioner
4
Status
imunisasi
Kelengkapan status anak dalam
pemberian imunisasi dasar yang sesuai
dengan usianya, terutama imunisasi
DPT yang diberikan sebanyak 4 kali
pada usia 2, 4, 6, 18 bulan dan usia 5
tahun.
Kuesioner
1. BBLR: < 2500 gram
2. Normal: 2500 - 4000 gram
3. Besar : > 4000 gram
1.Gizi buruk : BB/U <-3SD
2. Gizi kurang : BB/U -3SD
hingga -2SD
3. Gizi baik : BB/U -2SD
hingga 2 SD
4. Gizi lebih : BB/U >2SD
1.Lengkap
2.Tidak Lengkap
33
Hasil ukur
Skala
Ordinal
Nominal
34
5
Pencemaran
udara dalam
rumah
6
Ventilasi
rumah
7
8
Terdapatnya
pencemaran
udara
didalam rumah salah satu: asap rokok,
asap dari bahan bakar masak, atau
asap pembakaran sampah yang masuk
kedalam rumah
Lubang udara dalam rumah
Observasi
1. Terdapat
2.Tidak terdapat
Nominal
Observasi
1. Baik : ≥ 10% dari luas rumah
Nominal
2. Tidak baik : < 10% dari luas
rumah
1. Padat: < 8 m2/jiwa
Nominal
Kepadatan
hunian
rumah
Jumlah penghuni atau orang yang
tinggal
didalam
satu
rumah
dibandingkan dengan luas rumah
Observasi
Perilaku
Tindakan keluarga dalam pencegahan
dan penanganan terhadap penyakit
ISPA pada anak seperti perilaku
peningkatan
gizi
pada
anak,
menghindari faktor risiko ISPA,
perilaku mencari pengobatan, dan
perilaku
menjaga
kesehatan
lingkungan
Kuesioner
2. Tidak padat : ≤ 8 m2/jiwa
1. Sangat Baik: apabila skor
perilaku responden 75%
lebih dari jawaban yang
benar
2. Cukup baik: apabila skor
perilaku responden antara
56%-75% dari jawaban
benar
3. Kurang baik: apabila skor
perilaku responden kurang
dari 55% dari jawaban benar
(Arikunto, 2010)
Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif. Desain ini
adalah desain untuk menerangkan atau menggambarkan masalah
penelitian yang terjadi atau dengan kata lain, mendeskripsikan seperangkat
peristiwa atau kondisi populasi saat itu (Hidayat, 2007).
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
pada tanggal 29 Juni – 2 Juli 2013. Alasan penelitian ini di Kampung
Pemulung karena ketika peneliti berkunjung ke Kampung Pemulung
Ciputat terdapat banyak anak-anak dengan usia berkisar 2 hingga 5 tahun
yang mengalami batuk pilek sehingga peneliti ingin berkontribusi dalam
melakukan pencegahan terhadap kejadian ISPA di wilayah Kampung
Pemulung.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
35
36
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Hidayat, 2008). Populasi yang dijadikan penelitian untuk dipelajari
adalah populasi orang tua yang memiliki anak usia prasekolah dan
anak dengan usia prasekolah di Kampung Pemulung Tanggerang
Selatan. Populasi orang tua yang memiliki anak usia prasekolah
terdapat 50 orang.
2.
Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti
atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi
(Hidayat, 2008). Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan sampel para orang tua yang memiliki anak prasekolah.
Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dimana
kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya sampel tersebut
digunakan. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek
penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat
sebagai sampel. Kriteria eksklusi merupakan kriteria dimana subjek
penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi
syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya (Hidayat, 2008).
Kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini antara lain:
a. Orang tua yang memiliki anak dengan usia prasekolah
b. Orang tua yang tinggal di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan
c. Orang tua yang bersedia menjadi responden penelitian
37
d. Orang tua yang dapat membaca
Perhitungan pengambilan sampel menggunakan rumus besar sampel
yang diketahui populasinya dengan teknik Slovin (Umar, 2003):
( )
Keterangan:
n
=
jumlah sampel
N =
jumlah populasi
d
persen kelonggaran ketidak telitian pengambilan sampel
=
(5%)
(
)
Berdasarkan hasil perhitungan sampel yang didapatkan sebanyak
44 responden. Sampel yang digunakan diantisipasi kemungkinan
terjadinya dropp out dari responden, maka hasil perhitungan
sampel di kalikan 10%, sehingga sampel yang akan digunakan oleh
peneliti sebanyak 48 sampel.
38
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik
pengambilan
sampel
pada
penelitian
ini
menggunakan teknik Probability Sampling yaitu teknik Simple
Random Sampling. Teknik ini memberikan kesempatan yang sama
kepada anggota populasi untuk dijadikan sampel. Cara yang
digunakan yakni dengan cara undian
(Umar, 2003; Nurbaeti,
2010). Undian ini dilakukan ketika data 48 keluarga sudah
terkumpul setelah diurutkan nomor satu hingga lima puluh. Peneliti
membuat nomor di kertas kecil nomor 1 hingga 48, setelah itu
digulung kecil-kecil dan dikocok. Nomor undian yang keluar
pertama akan menjadi responden peneliti yang pertama, nomor
undian yang keluar ke 2 akan menjadi responden peneliti yang ke 2,
dan begitu seterusnya hingga pengundian yang ke 48.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan kuesioner. Kuesioner yang diberikan kepada responden
adalah kuesioner mengenai faktor-faktor yang yang dapat mempengaruhi
penyakit ISPA pada anak yakni faktor individu anak, dan faktor perilaku
keluarga namun faktor lingkungan dilakukan dengan cara mengobservasi
lingkungan yang ada disekitar rumah kampung pemulung Tangerang
Selatan.
Kuesioner dibuat sesuai dengan faktor-faktornya seperti individu
anak diberikan pertanyaan mengenai karakteristik anak mengenai berat
39
badan, usia, pemberian asi, dan pemberian imunisasi dengan jumlah 8
pertanyaan. Faktor lingkungan diukur dengan dibuat format checklist oleh
peneliti yaitu sebanyak 12 pernyataan. Kuesioner untuk mengukur perilaku
keluarga terbuat sebanyak 28 pernyataan.
Skala yang digunakan untuk pengukuran kuesioner perilaku
dengan skala Likert. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap, perilaku,
pendapat, persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada di
masyarakat (Hidayat, 2008). Kuesioner perilaku dengan skala likert ini
dibuat dengan pilihan SS yaitu “sangat setuju”, S yaitu “setuju”, TS yaitu
“tidak setuju”, dan STS yaitu “sangat tidak setuju”. Kuesioner perilaku
terdapat pernyataan positif dan pernyataan negatif. Pernyataan negatif
dengan skor SS sama dengan 1, S sama dengan 2, TS sama dengan 3, STS
sama dengan 4 dibuat sebanyak 7 pernyataan yakni nomor 3, 5, 6, 8, 14,
22, dan 25. Pernyataan positif yang dibuat sebanyak 21 pernyataan (nomor
1, 2, 4, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 26, 27, dan
28) dengan skor SS sama dengan 4, S sama dengan 3, TS sama dengan 2,
STS sama dengan 1.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas sebelum melakukan
penelitian untuk mendapatkan instrumen yang dapat diterima sesuai
standar (Hidayat, 2008). Uji tersebut dilakukan di Kampung Pemulung
wilayah Jakarta Selatan pada tanggal 25 Juni 2013 kepada 30 orang. Uji
validitas ini dilakukan di daerah Karang Tengah Jakarta Selatan karenakan
40
kampung pemulung daerah ini memiliki karakteristik tempat yang sama
dengan kampung pemulung daerah Tangerang Selatan, selain itu juga
Kampung Pemulung daerah ini mudah dijangkau oleh peneliti sehingga
tempat ini dijadikan tempat uji validitas dan reliabilitas oleh peneliti.
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu
benar-benar mengukur apa yang diukur. Kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang
akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji ini dilakukan dengan menghitung
korelasi antara masing-masing skor item pertanyaan dari tiap variabel
dengan total skor variabel tersebut. Uji validitas menggunakan korelasi
Product Moment dari Pearson dengan mengguakan software computer
statistic. Suatu instrument dikatakan valid apabila korelasi tiap butiran
memiliki nilai positif dan nilai t hitung > t tabel (Hidayat, 2007). Uji
validitas ini juga dapat diukur dengan cara mengkorelasikan skor item
instrument dalam suatu faktor dan mengkorelasikan skor faktor dengan
skor total. Korelasi setiap faktor yang positif dan besarnya lebih dari 0.3
merupakan suatu konstruksi yang kuat (Sugiyono, 2010).
Penelitian ini melakukan uji validitas kuesioner perilaku dengan
menggunakan software statistik computer yang mengkorelasikan tiap item
dengan korelasi total. Kuesioner berisi 28 pernyataan yang didapatkan
hasil dengan nilai korelasi item dan korelasi total lebih dari 0.3 atau
dikatakan valid sebanyak 19 pernyataan yakni kuesioner perilaku nomor 1,
4, 5, 8, 9, 10, 12, 13, 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, dan 28. Nilai
korelasi item dengan korelasi total kurang dari 0.3 sebanyak 9 pernyataan
41
yakni kuesioner nomor 2, 3, 6, 7, 11, 14, 15, 19, dan 22 yang berarti
pernyataan ini dikatakan tidak valid. Pernyataan yang tidak valid atau nilai
korelasi item-korelasi total kurang dari 0.3 dihilangkan kecuali nomor 15
tetap dipakai karena merupakan salah satu pernyataan yang dianggap
penting dalam mempengaruhi kejadian ISPA pada anak, namun kalimat
pernyataannya diubah menjadi kalimat yang lebih konstriktif.
Uji yang dilakukan selain uji validitas adalah uji reliabilitas.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berati
menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,
dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reliabilitas
menggunakan bantuan software komputer dengan rumus Alpha Cronbach.
Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach
lebih dari 0,60 (Hidayat, 2007)
Reliabilitas yang didapatkan terhadap 30 orang untuk 28
pernyataan ini didapatkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0.700 sehingga
dapat dikatakan bahwa kuesioner perilaku ini reliabel. Nilai Alpha
Cronbach dengan item yang tidak valid dihilangkan yakni nomor 2, 3, 6,
7, 11, 14, 15, 19, dan 22 sebesar 0.937, sehingga pernyataan dalam
kuesioner perilaku ini yang sebanyak 19 pernyataan dikatakan reliabel.
42
F. Tahapan Pengambilan Data
Penelitian ini akan mengambil data mengenai perilaku orang tua
terhadap penyakit ISPA pada anak usia prasekolah. Penelitian ini
mengambil data dengan cara:
1.
Peneliti mempersiapkan peralatan dan kebutuhan untuk penelitian
2.
Mengunjungi tempat yang sudah ditentukan yaitu Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
3.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kepada warga Kampung
Pemulung yang dikunjungi
4.
Peneliti meminta persetujuan orang tua di Kampung Pemulung
yang memiliki anak usia prasekolah untuk menjadi responden
5.
Peneliti
menyebarkan
kuesioner
kepada
responden
dan
mengobservasi lingkungan Kampung Pemulung
6.
Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah diisi oleh responden
7.
Peneliti mengolah kuesioner dan data yang sudah dikumpulkan dan
memasukkan kedalam laporan penelitian
G. Pengolahan Data
Dalam proses pengolahan data, peneliti menggunakan langkahlangkah pengolahan data menurut Hidayat (2008) diantaranya:
1.
Pengolahan data (Editing)
Editing yaitu memeriksa kembali kebenaran data atau
formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing
dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
43
terkumpul untuk memastikan bahwa data yang terkumpul sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
2.
Pengkodean data (Coding)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik
(angka) terhadap data yang terdiri atasa kategori. Pemberian kode
ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan
kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
Data yang sudah terkumpul, sebelum dimasukkan ke dalam
komputer diberikan kode dalam setiap pernyataan. Kuesioner
faktor perilaku diberikan kode pernyataan nomor satu menjadi p1,
pernyataan nomor 2 menjadi p2, dan seterusnya hingga akhir
pernyataan yaitu sampai p20.
3.
Pemasukan data (Entry)
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam program computer statistik untuk dapat di
analisis atau dibuat distribusi frekuensinya.
4.
Pembersihan Data (Cleaning)
Proses
pengecekkan
kembali
data-data
yang
telah
dimasukkan untuk melihat ada tidaknya kesalahan, terutama
44
kesesuaian pengkodean yang dilakukan. Apabila terjadi kesalahan
maka data tersebut akan segera diperbaiki sehingga sesuai dengan
hasil pengumpulan data yang dilakukan.
H. Teknik Analisis Data
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran data
yang diteliti. Bentuknya berbagai macam seperti distribusi frekuensi,
tendensi sentral seperti rata-rata dan ukuran penyebaran dari variabel
seperti standar deviasi ataupun melihat gambaran histogram dari
variabel tersebut (Umar, 2003).
I. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan subjek manusia, maka peneliti harus
memahami hak dasar manusia. Manusia memiliki kebebasan dalam
menentukan dirinya, sehingga penelitian yang dilakukan benar-benar
menjunjung kebebasan manusia. Masalah etika penelitian keperawatan
sangat penting karena penelitian keperawatan berhubungan langsung
dengan manusia. Masalah etika yang harus diperhatikan dalam proses
penelitian adalah sebagai berikut (Hidayat, 2007):
1.
Lembar persetujuan (Informed consent)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang
diteliti untuk ketersediaannya menjadi responden penelitian.
Persetujuan dari responden merupakan hak dari responden yang
45
sebelumnya sudah diberitahunkan oleh peneliti mengenai tujuan
penelitian,
prosedur
pelaksanaan,
manfaat
penelitian,
dan
kerahasiaan responden. Lembar persetujuan ini ditandantangani
oleh responden yang bersedia menjadi responden penelitian.
2.
Tanpa nama (Anonymity)
Penelitian ini tidak mencantumkan nama responden pada
lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden, tetapi
mengurutkan nomor pada lembar pengumpulan data yang
diberikan kepada responden.
3.
Kerahasiaan (Confidentially)
Kerahasiaan responden dijamin oleh peneliti, baik sebuah
informasi maupun masalah-masalah lainnya yang diberikan oleh
responden.
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampung Pemulung Tangerang Selatan.
Kampung Pemulung yang dijadikan penelitian ini yakni Kampung Pemulung
di daerah Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, dan Serpong. Kampung Pemulung
yang didatangi peneliti berkisar 2 Kampung Pemulung di Ciputat, 5 Kampung
Pemulung di Pondok Aren, 3 Kampung Pemulung di Pamulang, dan 1
Kampung Pemulung di Serpong. Jumlah Kampung Pemulung yang dikunjungi
sebagai tempat penelitian yaitu sebanyak 11 Kampung Pemulung.
Berbagai tempat yang dikunjungi memiliki karakteristik yang sama
yakni dengan tempat tinggal yang sempit dengan luas rata-rata tempat tinggal
berkisar 3m x 3m dengan ditempati 2 orang dewasa dan 1 anak. Tempat
tinggal dengan lantai dialasi tikar, padat dengan barang-barang, terdapat
banyak debu, tampak sumpek, gelap dan kurang masuknya cahaya. Tempat
tinggal di Kampung Pemulung rata-rata dekat dengan tempat pengumpulan
sampah dan tempat pembakaran sampah. Letak Kampung Pemulung berada di
belakang kampung atau terdapat dipojokkan sehingga kurang terlihat dan juga
cukup jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan seperti Posyandu, Puskesmas,
maupun Rumah Sakit.
Masyarakat di Kampung Pemulung rata-rata berkisar 15 warga
namun warga yang memiliki anak usia prasekolah berkisar 5 warga.
Masyarakat Kampung Pemulung terbesar yang ditemukan yakni di daerah
46
47
Ciputat sebesar 50 warga dan yang memiliki anak berkisar 30 dan yang
terdapat anak usia prasekolahnya berkisar 18 warga. Masyarakat Kampung
pemulung paling sedikit ditemukan di daerah Pondok Aren dan Pamulang
dengan jumlah 1 Kampung Pemulung yang ditemukan hanya terdapat 4 warga
dan hanya 1 yang memiliki anak balita.
B. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran dari faktorfaktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan analisis distribusi frekuensi dan
proporsi. Hasil analisis yang ingin dilihat dari analisis ini yakni jenis kelamin
anak, berat badan anak saat lahir, status gizi anak, status imunisasi anak,
perilaku kesehatan keluarga, ventilasi rumah, kepadatan hunian, pencemaran
udara dalam rumah dan kejadian ISPA dalam waktu 6 bulan terakhir,
1. Kejadian ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
Penelitian ini mengelompokkan penyakit ISPA menjadi ISPA
ringan, sedang, dan berat sesuai dengan tanda gejala yang di alami oleh
anak di kampung Pemulung Tangerang Selatan, digambarkan dengan tabel
5.1 sebagai berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
ISPA
Frekuensi
Persentase
Ringan
Sedang
Berat
Total
39
6
1
46
84.8%
13.0%
2.2%
100%
48
Tabel 5.1 menunjukkan hasil bahwa dari 46 responden
didapatkan anak yang mengalami ISPA ringan sebesar 39 anak dengan
persentase 84.4% dan anak yang mengalami ISPA berat sebanyak 1 anak
dengan persentase 2.2%.
2. Karakteristik anak di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Anak Prasekolah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
Karakteristik
BBL
Status Gizi
Status
Imunisasi
Rendah
Normal
Besar
Total
Buruk
Kurang
Baik
Lebih
Total
Lengkap
Tidak
lengkap
Total
Frekuensi
4
40
2
46
0
4
41
1
46
20
26
Persentase
8.7 %
87.0 %
4.3 %
100 %
0%
8.7 %
89.1 %
2.2 %
100 %
43.5 %
56.5 %
46
100 %
Hasil penelitian yang didapatkan karakteristik anak bahwa jenis
anak kelamin laki-laki sebanyak 26 anak dengan persentase 56.5 % dan anak
perempuan didapatkan 20 anak dengan persentase 43.5%. Karakteristik anak
dilihat dari riwayat berat badan lahir (BBL) didapatkan anak yang memiliki
riwayat berat badan lahir rendah sebanyak 4 anak dengan persentase 8.7 %
dan yang memiliki berat badan lahir normal sebanyak 40 anak dengan
49
persentase 87.0%, dan anak yang memiliki berat padan lahir lebih sebanyak
2 anak dengan persentase 4.3%. Karakteristik anak dilihat dari status gizi
didapatkan anak dengan status gizi kurang sebanyak 4 anak dengan
persentase 8.7 % dan gizi yang baik sebanyak 41 anak dengan persentase
89.1 %. Karakteristik anak dilihat dari status imunisasi didapatkan bahwa
anak yang mendapatkan imunisasi lengkap sebanyak 20 anak dengan
persentase 43.5 % dan yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap yaitu
sebanyak 26 anak dengan persentase 56.5 %.
3. Lingkungan Kampung Pemulung Tangerang Selatan
a. Pencemaran udara dalam rumah
Pengelompokkan lingkungan dilihat dari pencemaran udara yang
berada di dalam rumah seperti adanya asap pembakaran di dalam rumah,
asap rokok di dalam rumah, asap dari bahan bakar masak di dalam rumah
akan di gambarkan ada tidaknya semua itu atau salah satunya sebagai
berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Pencemaran Udara di dalam Rumah Lingkup
Kampung Pemulung Tangerang Selatan
Pencemaran dalam
Rumah
Terdapat
Tidak Terdapat
Total
Frekuensi
Presentase
32
14
46
69.6 %
30.4 %
100 %
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.3 yaitu rumah-rumah di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang terdapat pencemaran udara
seperti assap rokok, asap pembakaran sampah, atau asap dari bahan bakar
50
masak yaitu sebanyak 32 rumah warga dari 46 dengan persentase 69.9 %
dan rumah yang tidak terdapat pencemaran udara rumah berkisar 14
dengan persentase 30.4 %. Kesimpulan yang didaatkan dari hasil tabel 5.3
yakni rumah yang terdapat pencemaran udara lebih besar dibandingkan
yang tidak terdapat pencemaran yaitu dengan hasil persentase yang lebih
besar.
b. Ventilasi
Pengelompokkan lingkungan yang dilihat dari keadaan ventilasi
dalam rumah digambarkan dengan tabel 5.4 sebagai berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Ventilasi Rumah yang Terdapat di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
Besar Ventilasi
< 10% dari luas lantai
rumah
≥10% dari luas lantai
rumah
Total
Frekuensi
35
Persentase
76.1 %
11
36.9 %
46
100 %
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.4 yaitu ventilasi dalam rumah
di Kampung Pemulung Tangerang Selatan dari 46 rumah yang < 10% dari
luas lantai rumah berkisar 35 rumah dengan persentase 76.1 % dan yang
ventilasinya ≥ 10% dari luas lantai rumah berkisar 11 rumah dngan
persentasi 36.9 %. Kesimpulan yang dapat diambil adalah rumah di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan yang tidak memiliki luas ventilasi
51
≥ 10% dari luas lantai rumah dengan persentase lebih besar dibandingkan
yang memiliki ventilasi ≥ 10% dari luas lantai rumah.
c. Kepadatan hunian
Pengelompokkan faktor lingkungan dari kepadatan penghuni
dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan digambarkan
dengan tabel 5.8 sebagai berikut:
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Kepadatan Penghuni dalam rumah di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
Kepadatan Penghuni
≤ 8 meter/orang dewasa
> 8 meter/orang dewasa
Total
Frekuensi
36
10
46
Persentase
78.3 %
21.7%
100%
Hasil pada tabel 5.5 mengenai kepadatan penghuni dalam rumah
dengan standar 8 meter/orang di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
didapatkan dari 46 rumah, 36 rumahnya memiliki luas lantai rumah < dari
8 meter untuk orang dewasa dengan persentase 78.3% dan luas rumah
dengan ukuran > 8 meter untuk 1 orang dewasa terdapat 10 rumah dengan
persentase 21.7 %. Kesimpulan yang dapat diambil frekuensi terbesar
adalah dengan adanya kepadatan hunian yang tidak memenuhi standar
rumah sehat yaitu < 8 meter/orang.
52
4. Perilaku keluarga dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan
Perilaku keluarga dalam melakukan pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit ISPA pada anak dikategorikan menjadi 3 yaitu kategori
perilaku sangat baik, perilaku cukup baik, dan perilaku kurang baik. Berikut
ini adalah gambaran mengenai perilaku keluarga atau orang tua di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Perilaku Keluarga dalam Pencegahan dan
Penanganan Penyakit ISPA pada Anak di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan
Perilaku
Frekuensi
Persentase
Sangat baik
11
23.9 %
Cukup baik
26
56.5 %
Kurang baik
9
19.6 %
Total
46
100 %
Hasil yang didapatkan dari tabel 5.6 dari 46 orang perilaku orang tua
yang sangat baik terdapat 11 orang dengan persentase 23.9%, perilaku yang
dikategorikan cukup baik didapatkan 26 orang dengan persentase 56.5 %, dan
perilaku yang dikategorikan kurang baik terdapat 9 orang dengan persentase
19.6 %. Kesimpulan yang didapatkan bahwa perilaku keluarga atau orang tua
terhadap penyakit ISPA pada anak usia prasekolah di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan dikategorikan cukup baik dengan hasil persentase yang
terbesar.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pembahasan ini membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan.
Pembahasan ini dibahas kurang secara mendalam dikarenakan peneliti sulit
mendapatkan referensi secara lengkap. Setelah membahas faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian ISPA pada anak prasekolah di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan, peneliti juga mencantumkan keterbatasan penelitian dari
peneliti.
A. Analisis Univariat
1. Kejadian ISPA
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung
sampai 14 hari (Depkes, 2004). ISPA adalah penyakit saluran pernapasan
yang sering menyerang anak-anak yang dikarenakan anak-anak memilki
kekebalan tubuh yang belum sempurna sehingga sangat rentan terhadap
suatu infeksi terlebih dengan anak yang berusia kurang dari 6 tahun
(Meadow, 2005). Penelitian ini dilakukan terhadap 46 anak dengan usia
antara 3 hingga 5 tahun atau anak prasekolah. Hasil penelitian yang
didapatkan ISPA menyerang semua anak di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan dengan usia prasekolah. Penelitian ini menemukan
anak dengan ISPA ringan didapatkan sebanyak 84.8%, ISPA sedang
sebesar 13%, dan dengan ISPA berat sebesar 2.2%. hasil yang didapatkan
53
54
ini sesuai dengan teori bahwa anak dengan usia dibawah 6 tahun memiliki
kekebalan tubuh yang belum sempurna sehingga semua anak dalam
penelitian ini dalam waktu 6 bulan terkahir terkena Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) walau hanya dengan ISPA ringan bahkan sampai
yang mengalami ISPA berat.
2. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA dibagi secara
umum ada 3 yakni faktor dari individu anak, faktor lingkungan, dan faktor
perilaku keluarga terhadap pencegahan dan penanganan ISPA. Faktor
tersebut dispesifikkan menjadi antara lain usia anak, berat badan lahir anak,
status gizi anak, dan status imunisasi anak merupakan dari faktor individu
anak. Faktor lingkungan dispesifikkan menjadi faktor dari pencemaran
udara dalam rumah, ventilasi rumah, kepadatan hunian dalam rumah, dan
faktor yang terakhir adalah faktor dari perilaku keluarga dalam
pencegahan dan penaganan ISPA pada anak (Depkes, 2004).
Menurut penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Kazi (2009) ditemukan bahwa faktor-faktor ISPA pada balita di Banglades
meliputi usia anak, jenis kelamin, berat badan, dan kekurangan vitamin A.
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Redi (2010)
didapatkan faktor yang mempengaruhi ISPA di Tasikamalaya yakni, faktor
pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis
kelamin balita, dan status imunisasi. Penelitian yang dilakukan oleh
Suhandayani (2006) faktor yang mempengaruhi ISPA pada balita di
55
Kabupaten Pati adalah kepadatan hunian ruang tidur, ventilasi ruang tidur,
keberadaan anggota keluarga yang merokok.
Penelitian ini menggunakan faktor risiko yang menurut Depkes
(2004) karena yang dimiliki peneliti secara lengkap hanya buku dari
depkes dan tidak didapatkan dari institusi selain itu pula alasan mengambil
faktor-faktor dari depkes karena faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA
mengenai keberadaan anggota keluarga yang merokok dimasukkan di
faktor perilaku keluarga dalam merokok dan faktor lingkungan dalam
pencemaran udara. Faktor seperti yang didapatkan Sulistyoningsih dan
Redi (2010) mengenai status ekonomi, pendidikan, dan pengetahuan tidak
diteliti oleh peneliti dikarenakan tempat penelitian ini berada di Kampung
Pemulung yang secara garis besar sudah didapatkan bahwa warga di
Kampung Pemulung memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan
memiliki status ekonomi yang rendah.
Berikut adalah pembahasan faktor-faktor yang diteliti oleh
peneliti yang secara umum di spesifikkan di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan :
a. Karakteristik Anak
1) Berat Badan Lahir
Bayi dengan berat badan lahir rendah akan lebih rentan
terhadap suatu penyakit yang diseebabkan oleh infeksi, terutama
pada infeksi saluran pernapasan. Menurut Meadow dan Simon
(2005) anak dengan berat badan lahir rendah dalam pertumbuhan
56
paru dan pengembangan paru belum sempurna sehingga otot
pernapasan menjadi lemah.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah anak
yang berada di Kampung Pemulung Tangerang Selatan saat lahir
memiliki berat badan rendah sebanyak 4 anak dengan persentase
8.7 %. dengan berat badan lahir normal sebanyak 40 anak dengan
persentase 87.0%, dan anak yang memiliki berat padan lahir lebih
sebanyak 2 anak dengan persentase 4.3%. Anak yang ditemukan di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan banyak anak
yang mendapatkan berat badan lahir normal.
Hasil
yang didapatkan menunjukkan bahwa anak
prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan rata-rata
memiliki berat badan lahir yang normal namun masih banyak anak
yang mengalami kejadian ISPA. Anak prasekolah Kampung
Pemulung Tangerang Selatan yang memliki berat badan lahir
rendah didapatkan bahwa anak sering mengalami ISPA dengan
gejala tambahan sesak napas sehingga dapat dilihat bahwa anak
dengan BBLR lebih rentan dan cenderung lebih berat intensitas
kejadian ISPA yang dialaminya dibandingkan dengan anak yang
memiliki BBL normal.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sadono (2008)
mengenai Bayi Berat Badan Lahir Rendah sebagai Faktor Risiko
ISPA pada Anak di Kabupaten Blora adalah anak dengan BBLR
57
yang mengalami ISPA sebanyak 27 anak dan yang tidak
mengalami ISPA sebanyak 15 anak sehingga dapat dikatakan
bahwa semakin rendah berat badan lahir anak maka semakin sering
pula
anak
mengalami
penyakit
ISPA.
Penelitian
ini
mengungkapkan semakin rendah berat badan lahir anak namun
semakin besar kemungkinan anak mengalami ISPA yang berat
dikarenakan ISPA dialami semua anak prasekolah di Kampung
Pemulung Selatan dengan ISPA ringan dengan BBL normal
maupun BBL lebih.
2) Status Gizi
Status gizi sangat diperlukan oleh anak karena dengan
nutrisi yang cukup, pertahanan tubuh anak juga semakin kuat.
Status gizi yang buruk dapat mempermudah anak terkena infeksi.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut dapat mudah sekali terjadi pada
anak yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang, dengan gizi
buruk anak akan lebih sering mengalami ISPA berat (Depkes,
2004).
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini, anak
prasekolah di Kampung Pemulung Tangerang Salatan tidak
didapatkan anak dengan gizi buruk atau ditemukan 0% pada anak
gizi buruk. Anak yang memiliki gizi kurang memiliki persentase
8.7% dan anak yang memiliki status gizi baik didapatkan berkisar
89.1%, sehingga dapat disimpulkan pula memang dengan status
58
gizi baik anak yang mengalami ISPA hanya terkena ISPA ringan
tidak mengalami ISPA berat.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Elyana dan
Aryu (2009) mengenai Hubungan frekuensi ISPA dengan Status
Gizi Balita didapatkan anak yang memiliki gizi buruk memiliki
frekuensi ISPA terbesar sebanyak empat kali dalam 3 bulan dan
hasil analisis bivariate didapatkan frekuensi ISPA dengan status
gizi memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini tidak didapatkan
pada penelitian ini dikarenakan hasil yang didapatkan dalam
penelitian ini tidak ditemukan anak dengan status gizi yang buruk
selain itu pula karena tidak ditemukan anak yang memiliki status
gizi buruk maka ISPA yang dialami lebih banyak ISPA yang
ringan, hal ini mungkin saja dapat disebabkan oleh faktor-faktor
lain yang dapat mempengaruhinya.
3) Status Imunisasi
Imunisasi merupakan cara untuk menambah pertahanan
tubuh anak terhadap penyakit-penyakit infeksi tertentu (Depkes,
2004). Menurut penelitian sebelumnya mengatakan bahwa anak
yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap dan tidak sesuai
dengan umurnya dapat beresiko 2.6 kali lebih sering dari biasanya
(Sadono, 2008).
Hasil data yang ditemukan pada anak usia prasekolah di
Kampung Pemulung yang mendapatkan imunisasi secara lengkap
59
berkisar 20 anak dengan persentase 43.5 % dan yang tidak
mendapatkan imunisasi lengkap yaitu sebanyak 26 anak dengan
persentase 56.5 %. Hasil ini pun menunjukkan bahwa anak di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan lebih banyak yang tidak
mendapatkan imunisasi secara lengkap dikarenakan orang tua
menganggap bahwa imunisasi dapat membuat anak menjadi
sering sakit demam dan tidak mau anaknya untuk disuntik, selain
itu alasan orang tua yang tidak membawa anaknya untuk
dilakukan imunisasi lengkap karena lokasi tempat tinggal dengan
pelayanan kesehatan cukup jauh sehingga para orang tua malas
membawa anaknya untuk dilakukan imunisasi secara lengkap.
Status Imunisasi dasar yang tidak lengkap merupakan salah satu
faktor persentase anak yang mengalami ISPA di Kampung
Pemulung banyak karena itu pula anak sering mengalami ISPA
walau hanya dengan kejadian ISPA ringan.
Pernyataan ini juga sama halnya dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sulistyoningsih dan Resi (2010) mengenai faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
Tasikmalaya salah satunya adalah hubungan antara status
imunisasi dengan kejadian ISPA didapatkan persentase anak yang
status imunisasinya tidak lengkap lebih besar dibandingkan status
imunisasi yang lengkap sehingga anak mengalami ISPA dan diuji
secara statistik bahwa status imunisasi anak dengan ISPA
memiliki hubungan yang signifikan.
60
b. Lingkungan
1) Pencemaran udara dalam rumah
Pencemaran udara dalam rumah adalah terdapatnya udara
yang tidak baik masuk ke dalam rumah yang dapat mengganggu
saluran pernapasan terutama pada anak-anak. Pencemaran udara
dalam rumah dicontohkan seperti asap rokok yang berada dalam
rumah, asap pembakaran sampah dari luar masuk ke dalam rumah,
bahan bakar masak dari kayu bakar hingga asapnya mencemari
udara dalam rumah, dan pencemaran udara lainnya yang membuat
saluran pernapasan terganggu.
Hasil penelitian yang didapatkan mengenai pencemaran
udara dalam rumah di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
ditemukan 32 rumah warga dari 46 dengan persentase 69.9 % dan
rumah yang tidak terdapat pencemaran udara rumah berkisar 14
dengan persentase 30.4 %.
Hasil yang didapatkan ini bahwa warga di Kampung
Pemulung Tangerang Selatan memiliki banyak sekali pencemaran
udara yang ada di dalam rumahnya. Pencemaran udara ini
disebabkan karena jarak antara rumah dengan asap pembakaran
sampah dekat yaitu kurang dari 10 meter. Pencemaran ini juga
dikarenakan oleh orang tua yang sering merokok di dalam rumah.
Hasil yang dikatakan tidak terdapat pencemaran udara dalam
rumah yakni dilihat dari keluarga tidak ada yang merokok dan
rumahnya pun jauh dari tempat pembakaran sampah serta bahan
61
bakar untuk memasak tidak menggunakan kayu bakar dan terdapat
sekat antara tempat memasak dengan ruang tidur atau ruang
bermain anak.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Yuwono (2008)
mengenai Faktor-Faktor Lingkungan Rumah yang Mempengaruhi
Pneumonia pada Balita didapatkan bahwa jenis bahan bakar yang
digunakan mempengaruhi kejadian ISPA dengan nilai OR=2.8
yang berati jenis bahan bakar dengan kayu bakar, 2.8 lebih besar
kejadiannnya dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang
digunakan adalah gas atau listrik. Penelitian ini menggunakan jenis
bahan bakar yang digunakan adalah salah satu dari pencemaran
udara dan ditemukan banyak yang sudah tidak menggunakan kayu
bakar namun pencemaran udara seperti merokok dalam rumah dan
adanya lingkungan sekitar terdapat tempat pembakaran sampah dan
masuk ke dalam rumah sehingga lingkungan ini dikatakan lebih
besar yang tercemar udaranya dibandingkan yang tidak tercemar.
2) Ventilasi
Ventilasi merupakan tempat daur ulang udara yaitu
tempatnya udara masuk dan keluar. Ventilasi yang dibutuhkan
untuk penghawaan di dalam rumah yakni ventilasi memiliki luas
minimal 10% dari luas lantai rumah (WHO, 2007).
Hasil penelitian untuk ventilasi yang berada di rumahrumah Kampung Pemulung Tangerang Selatan didapatkan ventilasi
62
rumah kurang dari 10% dari luas lantai rumah yakni dengan
persentase 76.1 % dan rumah dengan ventilasi yang ≥ 10% dari
luas lantai rumah berkisar 11 rumah dngan persentasi 36.9 %. Hasil
penelitian ini ventilasi rumah banyak sekali yang kurang dari 10%
dikarenakan warga Kampung Pemulung di Tangerang Selatan tidak
menghiraukan besar ventilasi tapi lebih memperdulikan bagaimana
mereka cukup untuk tidur dan tempat pertukaran udara mereka
lebih sering menggunakan pintu yakni dengan cara pintu rumah
sering dibuka lebar.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sadono
(2008) membahas bahwa ventilasi yang kurang dari 10% besarnya
dari luas rumah memiliki pengaruh yang besar terhadap kejadian
ISPA. Hal ini dapat menjadi faktor yang besar terhadap kejadian
ISPA di Kampung Pemulung Tangerang Selatan karena persentase
ventilasi yang kurang dari 10% lebih lebih besar dibandingkan
ventilasi yang lebih 10% dari luas lantasi rumah dan kejadian ISPA
pun jumlahnya cukup besar dengan anak ISPA ringan dalam waktu
6 bulan terakhir. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menghasilkan bahwa frekuensi ventilasi yang
kurang besarnya 10% dari luas lantai rumah dengan persentase
yang besar terhadap kejadian ISPA yang banyak mengalaminya
walau hanya dengan ISPA ringan.
63
3) Kepadatan hunian
Kepadatan penghuni didalam rumah merupakan salah
satu faktor terjadinya penyakit ISPA karena dengan tempat yang
sempit dengan penghuni yang banyak dapat meningkatkan faktor
polusi udara dalam rumah, selain itu juga dapat menghalangi
proses pertukaran udara bersih di dalam rumah (Sukandarrumidi,
2010). Luas rumah yang dikatakan rumah sehat dan tidak padat
yakni berkisar 36 m2 atau diukur dengan 9 m2 perjiwa (Menpera,
2002; Kemenkes, 2008 dalam Kompas, 2012). Keputusan Menteri
Kesehatan No. 829/Menkes/SK/VII/2008 juga menyatakan bahwa
luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih
dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah
umur 5 tahun.
Hasil penelitian yang didapatkan untuk luas rumah dalam
pengukuran kepadatan hunian di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan didapatkan dari 46 rumah terdapat 36 rumah dengan luas
lantai rumahnya kurang dari 8 meter per jiwa dengan persentase
78.3% dan luas lantai rumah dengan ukuran lebih 8 meter per jiwa
terdapat 10 rumah dengan persentase 21.7 %. Hasil untuk
kepadatan penghuni rumah di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan yang dikatakan padat dengan penghuni sangat besar yakni
berkisar 78.3%. Hal ini dikarenakan warga memiliki status
ekonomi yang rendah dan menerima jadi tempat yang mereka
tinggali dengan mengontrak kepada ketua lapak kampung
64
pemulung yang ada. Rumah yang memiliki besar lebih dari 8 meter
per jiwa didapatkan di daerah Pamulang dengan memiliki
kontrakan yang cukup bagi warga di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yuwono
(2010) bahwa kepadatan penghuni memiliki pengaruh yang
signifikan dengan kejadian ISPA dan nilai OR=2.7 yang berarti
bahwa penghuni rumah yang padat kurang dari 8 m2 perjiwa
berisiko 2.7 kali menglami pneumoni dibandingkan dengan rumah
yang besarnya untuk 8 m2 per jiwa atau rumah yang dikatakan
tidak padat penghuninya. Hal ini sejalan dengan penelitian ini
bahwa penghuni rumah yang padat dapat meningkatkan kejadian
ISPA pada anak dibawah lima tahun.
c. Perilaku Keluarga
Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku adalah suatu kagiatan
yang dilakukan oleh makhluk hidup. Perilaku yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah perilaku sehat. Perilaku sehat adalah kegiatankegiatan yang dilakukan berkaitan dengan upaya mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan (Becker, 1979 dalam Notoatmodjo, 2010).
Perilaku meningkatkan kesehatan yakni dengan memberikan nutrisi
yang cukup atau gizi yang seimbang terhadap anak, selain itu anak
mengikuti program pemerintah dalam peningkatan kesehatan anak
dengan memberikan imunisasi sesuai dengan usianya. Perilaku sehat
65
seperti peningkatan kesehatan dan mempertahankan kesehatan ini
merupakan salah satu perilaku pencegahan anak terhadap suatu
penyakit. Penanganan suatu penyakit juga merupakan suatu perilaku
sehat yang dimana anak sedang sakit diperlukan penanganan agar
dapat meningkatkan kesehatan dan dijauhkan dari penyakit yang
dideritanya.
Perilaku orang tua untuk menjalani perilaku kesehatan anak
terutama terhadap penyakit ISPA yakni dengan cara meningkatkan gizi
anak hingga mencapai gizi yang seimbang, mencegah penularan
penyakit infeksi terhadap anak dengan cara melakukan cuci tangan,
menutup hidung saat bersin, jauhkan anak dari asap-asap yang
mengganggu sistem pernapasan seperti asap rokok dan asap
pembakaran yang lainnya. Perilaku yang dibutuhkan selain itu perilaku
kebersihan rumah dan udara rumah yang dijadikan tempat tinggal dan
tempat bermain anak. Perilaku ini diteliti oleh peneliti sebagai salah
satu faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA di Tangerang Selatan,
dicantumkan pada kuesioner yag telah dibuat oleh peneliti dengan hasil
bahwa didapatkan perilaku orang tua yang sangat baik terdapat sebesar
23.9%, perilaku yang dikategorikan cukup baik sebesar 56.5 %, dan
perilaku yang dikategorikan kurang baik didapatkan 19.6 %.
Orang tua dikampung pemulung ini memiliki cukup
informasi yang didapatkan dari warga sekitarnya dan para petugas
kesehatan yang pernah singgah didaerahnya sehingga didapatkan hasil
perilaku menunjukkan perilaku yang cukup baik, bahkan ada perilaku
66
yang menunjukkan sangat baik dengan nilai diatas 75% dari
pertanyaan yang diberikan.
Berbeda
halnya
dengan
penelitian
sebelumnya
yang
dilakukan oleh Pemungkas (2003) mengenai perilaku orang tua
mengenai penganan pada anak balita penderita ISPA di Bandaharjo
Semarang
dengan
menggunakan
studi
wawancara
mendalam
didapatkan bahwa orang tua menganggap penyakit ISPA adalah
peristiwa alam biasa sehingga para orang tua tidak melakukan kegiatan
hal yang khusus untuk pencegahan dan penaganan terhadap ISPA pada
anak. Hal ini dikarenakan karena para orang tua di Bandaharjo kurang
mendapatkan informasi mengenai bahayanya ISPA terlebih dengan
ISPA yang berat.
B. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan peneliti dalam pelaksanaan
penelitian. Keterbatasan yang ada meliputi:
1. Penelitian untuk mengukur perilaku orang tua, peneliti menggunakan
kuesioner yang dibuat oleh peneliti, perilaku orang tua ini
kemungkinan bias dikarenakan perilaku orang tua tidak dapat
diobservasi oleh peneliti secara langsung.
2. Jawaban instrumen penelitian tentang perilaku kemungkinan tidak
akurat dikarenakan responden mengisi kuesioner secara bersama-sama.
3. Penelitian untuk melihat karakteristik anak menggunakan kuesioner
dan kemungkinan terjadi bias karena penelitian ini melihat kejadian
67
ISPA yang anak alami dalam waktu 6 bulan terakhir sehingga peneliti
tidak mengobservasi secara langsung.
4. Peneliti tidak mendapatkan data statistik jumlah warga Kampung
Pemulung di Tangerang Selatan yang pasti karena data warga tidak
tercatat di daerahnya, sehingga peneliti menggunakan tempat
penelitian yang peneliti dapatkan saja.
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah di
jabarkan dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut
1. Anak
prasekolah
di
Kampung
Pemulung
Tangerang
Selatan
mengalami ISPA ringan sebesar 84.8 %, anak yang mengalami ISPA
sedang sebesar 13.0 %, dan anak dengan ISPA berat sebesar 2.2 %
2. Gambaran faktor karakteristik anak prasekolah di Kampung Pemulung
Tangerang Selatan terdapat 87.0% anak dengan berat badan lahir
normal dengan persentase tertinggi dan berat badan lahir rendah dan
lebih masing-masing sebesar 8.7% dab 4.3%. Anak dengan status gizi
baik sebesar 89.1% dan status gizi anak yang buruk, kurang dan lebih
masing-masing sebesar 0%, 8.7%, dan 2.2%. Anak dengan status
imunisasi lengkap 56.5% dan imunisasi yang tidak lengkap sebesar
43.5%.
3. Gambaran faktor lingkungan rumah Kampung Pemulung Tangerang
Selatan terdapat 69.6% terdapat rumah yang memiliki pencemaran
udara dan yang tidak sebesar 30.4%. Lingkungan rumah dengan
ventilasi yang kurang dari 10% dari luas lantai sebesar 76.1% dan yang
lebih dari 10% dari luas lantai sebesar 36.9%. Lingkungan rumah
68
69
dengan keadaan penghuni rumah yang padat sebesar 78.3% dan
penghuni rumah yang tidak padat sebesar 21.7%
4. Gambaran faktor perilaku orang tua di Kampung Pemulung Tangerang
Selatan terdapat 56.5% dengan perilaku yang baik. Perilaku yang
sangat baik dan perilaku yang kurang baik masing-masing sebesar
23.9% dan 19.6%. Hal ini dikarenakan sebagian besar warga
mendapatkan informasi mengenai perilaku sehat dari warga sekitar dan
petugas kesehatan yang pernah singgah di daerah tempat tinggalnya.
B. Saran
1. Bagi Warga Kampung Pemulung
a. Warga diharapkan mampu mempertahankan tindakan yang sudah
baik seperti perilaku orang tua dalam pencegahan dan penanganan
ISPA pada anak dan status gizi anak
b. Warga diharapkan mampu memperbaiki tindakan pencegahan yang
belum terpenuhi seperti memperhatikan lingkungan sekitar dan
pemberian imunisasi pada anak secar lengkap sesuai dengan
usianya.
2. Bagi Institusi
a. Institusi diiharapkan dapat menyediakan referensi yang lengkap
mengenai penyakit infeksi pada anak terutama referensi mengenai
penyakit ISPA
b. Institusi diharapkan dapat menyediakan referensi dengan tahun
yang terbaru sehingga ilmu yang didapatkan menjadi terbaharui.
70
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti kejadian ISPA di
Kampung Pemulung tempat lain yang memiliki populasi yang lebih
luas dan diharapkan peneliti dapat meneliti suatu hubungan yang
paling kuat sebagai penyebab ISPA di suatu daerah Kampung
Pemulung.
b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti secara mendalam
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ISPA di Kampung
Pemulung
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengobservasi secara
langsung mengenai perilaku keluarga terhadap ISPA di Kampung
Pemulung
d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengamati secara langsung
kejadian ISPA di Kampung Pemulung pada waktu yang cukup
lama
Daftar Pustaka
Ameriyani, Aisyah. “Analisis Karakteristik Pemulung, Karakteristik Kerja,
Hubungan Sosial, dan Kesejahteraan Pemulung di Kecamatan
Pamulang Kabupaten Tangerang Selatan”. Skripsi Program Studi
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Departemen Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas IPB,
2006
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta, 2010
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) Nasional, 2007
Dadang. “Penderita ISPA di Tangsel Capai 7.864 Orang, 1.079 Orang
Anak-Anak pada Tahun 2012”. di akses pada tanggal 26 Mei 2013
dari
http://www.kabar6.com/tangerang-raya/tangerangselatan/4890-penderita-ispa-di-tangsel-capai-7864-orang-1079orang-anak.html
Depkes RI. Kajian Riset Operasional Intensifikasi Pemberantasan
Penyakit Menular Tahun 1998/1999-2003. Jakarta: Depkes, 2004
Depkes RI. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Jakarta: Depkes, 2008
Dewi, Rismala. “Mengatasi Batuk Pilek pada Bayi “. diakses pada tanggal
2
Mei
2013
dari
http://www.nutriclub.co.id/my_baby/my_babys_health/mengatasi_
batuk_pilek_pada_bayi-2011
Elyana, Mei & Aryu. “Hubungan ISPA dengan Status Gizi Balita”. Skripsi,
2009
Febiani, Tessa dkk. Banjir dan Tanah Longsor. Jakarta : Erlangga, 2007
Fitriani, Sinta. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011
Hidayat, A. Aziz. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba
Medika, 2008
Hidayat, A. Aziz. Pengantar Ilmu Kesehatann Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika, 2009
Hidayat, A. Aziz. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika, 2007
Junaidi, Iskandar. Penyakit Paru & Saluran Napas. Jakarta : PT Bhuana
Ilmu Populer, 2010
Kazi.
Risk Factors for Acute Respiratory Infections (ARI) Among
Children Under Five Years in Bangladesh. Journal of Scientific
Research no 72-81 ISSN: 2070-0237, 2009
Kilabuko, James dan Satoshi. Effects of Cooking Fuels on Acute
Respiratory Infections in Children in Tanzania. International
Journal of Environmental Research and Public Health, ISSN 16617827, 2007
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang
“Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota” diakses pada tanggal 19 Maret 2013 dari
http://dinkes.slemankab.go.id/wpcontent/uploads/2011/03/JUKNIS-SPM-2008.pdf
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1995/Menkes/SK/XII/2010. Tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Kemenkes RI 2010
Kemenkes RI, Ditjen PP&PL. Lihat dan Dengarkan dan Selamatkan
Balita Indonesia dari Kematian; Modul Tatalaksana Standar
Pneumonia. Jakarta: Kemenkes RI, 2012
Kemenkes RI, Ditjen PP&PL. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta: Kemenkes RI, 2011
Meadow, Roy & Simon J. Lecture Notes: Pediatrika Edisi Tujuh. Jakarta :
Erlangga Medical Sience (EMS), 2005
Menteri Perumahan Rakyat. “Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat”.
Diakses
pada
tanggal
3
Agustus
2013
dari
http://properti.kompas.com/index.php/read/2012/03/22/16155597
Mitchell, dkk. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC, 2008
Misnadiarly. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada anak Balita,
Orang Dewasa dan Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer,
2008
Muttaqin, Arif. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika, 2007
Nadesu, Hendrawan. Membesarkan Bayi Jadi Anak Pintar. Jakarta : PT
Kompas Media Nusantara, 2007
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarata :
Rineka Cipta, 2010
Nurbaeti, Irma & Waras Budi Utomo. Metodologi Penelitian dalam
Bidang Keperawatan.Ciputat: Lembaga Ilmu Peneltian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2010
Nurhadi. “Hubungan Ventilasi Ruang Tidur dengan Kejadian ISPA pada
Balita di desa Kepu Kecamatan Keling Kabupaten Jepara”. Skripsi
S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Semarang, 2011
yang diakses dalam http://digilib.unimus.ac.id pada tanggal 30 Juli
2013
Pamungkas. “Perilaku Orang Tua dalam Penanganan Anak Balita
Penderita ISPA di Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang”. Tesis
Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Promosi
Kesehatan Universitas Diponegoro Semarang 2003
Pemerintah Provinsi Banten. “Klarifikasi Pemprov Banten Tentang ISPA
tahun 2011”. di akses pada tanggal 25 Mei 2013 dari
http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id/klarifikasi-pemprovbanten-tentang-ispa-tertinggi/
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Kamus Gizi. Jakarta: Kompas,
2009
Potter, Patricia A & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep,
proses, dan praktik. Jakarta : EGC, 2005
Puskom. “4 Dari 10 Penyakit Penyebab Kematian di Dunia Adalah
Penyakit Bidang Paru Dan Pernapasan” diakses pada tanggal 16
april 2013 dari http://sehatnegeriku.com/4-dari-10-penyakitpenyebab-kematian-di-dunia-adalah-penyakit-bidang-paru-danpernapasan/
Riyadi, Sujono & Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009
Sadono, Sakundarno, & Sidhartani. Bayi Berat Lahir Rendah Sebagai
Salah Satu Faktor Risiko ISPA pada Bayi di Kabupaten Blora
Tahun 2008. Jurnal yang di dapatkan pada www.pdffactory.com
Sedyaningsih, Endang. “Pneumoni Penyebab Utama Kematian Balita.
Pusat Komunikasi Publik: Sekretariat Jenderal Departemen
Kesehatan. 2009” Diakses pada tanggal 20 november 2012 dari
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/410pneumonia-penyebab-kematian-utama-balita.html
Sitepoe, Mangku. Corat-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedi, 2008
Somantri, Irman. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika, 2007
Soenardi, Tuti. Makanan Sehat Penggugah Selera Makan Balita. Jakarta :
Gramedia, 2006
Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta.
2010
Suhandayani, ike. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati Tahun 2006”.
Skripsi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang 2007.
Suhardjo & Clara. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius, 2010
Sukandarrumidi. Bencana Alam dan Bencana Anthropegene. Yogyakarta :
Kanisius, 2010
Sulistyoningsih & Redi Rustandi. “Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010”. Tesis FKM
Unsil, 2011
Suseda Jawa Barat. “Sekilas dan Kondisi Umum Daerah Jawa Barat tahun
2012”. di akses pada tanggal 25 Mei 2013 dari
http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/kondisi-umum-daerah-jabar
Tambayong. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC, 2000
Umar, Husein. Metode Riset Bisnis: Panduan Mahasiswa untuk
Melaksanakan Riset dilengkapi Contoh Proposal dan Hasil Riset
Bidang Manajemen dan Akuntansi. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama, 2003
WHO. Infection Prevention and Control of Epidemic-and Pandemic-Prone
Acute Rrespiratory Diseases in Health Care. Jenewa, 2007
WHO. Indikator Perbaikan Kesahatan Lingkungan Anak. Jakarta : EGC,
2008
WHO. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat
Bencana. Jakarta: Bakti Husada, 2012
Wong, Donna L dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta:
EGC, 2008
Yuwono, Tulus Aji. “Faktor-Faktor Lingkungan Rumah yang
Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak Balita
Wilayah Kerja Puskesmas Kawunganten Kabupaten Cilacap”.
Tesis S2 Megister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro
Semarang, 2008
Lembar Permohonan Menjadi Responden
Tangerang, Juni 2013
Kepada Yth.
Calon Responden Penelitian
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siti Namira
NIM
: 109104000014
Alamat : Komplek Pemda blok c5 Jl. Asih Permai II No.10 Jati asih Bekasi
Adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian dengan judul
“ Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah di
Kampung Pemulung Tangerang Selatan”.
Penelitian ini memberikan manfaat tidak langsung kepada responden, yaitu dapat
mengetahui cara pencegahan dan penanganan penyakit ISPA pada anak melalui
kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Penelitian ini tidak akan merugikan responden.
Peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara sebagai responden dalam
penelitian ini. Bersama surat ini kami lampirkan lembar persetujuan menjadi responden.
Saudara dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan apabila bersedia secara
sukarela menjadi responden penelitian.
Besar harapan saya agar saudara bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya
Peneliti
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden penelitian
yang dilakukan oleh:
Nama
: Siti Namira
NIM
: 109014000014
Alamat
: Komplek Pemda blok c5 Jl. Asih Permai II No.10 Jatiasih Bekasi
Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai tujuan penelitian ini.
Saya mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua berkas
yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait penelitian.
Saya mengerti bahwa tidak ada risiko yang akan terjadi. Apabila ada
pertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada saya,
maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti memberikan hak
kepada saya untuk mengundurkan diri menjadi responden dari penelitian ini tanpa
risiko apapun.
Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa suatu paksaan. Saya
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.
Tangerang Selatan, Juni 2013
(…………………………..)
Kuesioner Penelitian
Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian ISPA pada Anak Prasekolah
di Kampung Pemulung Tangerang Selatan
No
Hari/Tanggal
:
Nama (Inisial)
:
Usia
:
Pendidikan terakhir
:
:
Petunjuk Pengisian
1. Isilah semua nomor yang berbentuk pernyataan atau pertanyaan dalam
kuesioner ini sesuai dengan kondisi anda atau yang anda lakukan
2. Pilihlah salah satu kolom pada kolom jawaban dengan memberi tanda
checklist (√) atau tanda silang (X) sesuai dengan jenis pernyataan atau
pertanyaan yang disediakan.
3. Isilah sesuai dengan nomor pernyataan atau pertanyaan
4. Bila ada pertanyaan atau pernyataan yang tidak dimengerti silakan tanyakan
langsung pada peneliti
Data Faktor Karakteristik Anak
Berilah tanda checklist (√) pada kolom Ya atau Tidak sesuai dengan kondisi atau
keadaan anak anda!
1. Inisial anak
:
2. Usia anak
:
3. Jenis kelamin anak
:
 Laki-laki
 Perempuan
4. Berat badan saat lahir :
5. Berat badan saat ini
:
6. Status gizi anak
:
 Buruk
 Baik
 Kurang
 Lebih
7. Diberikan ASI atau tidak:
 Ya
 Tidak
8. Usia Pemberian ASI
 6 bulan
 18-24 bulan
 6-12 bulan
 >24bulan
 12-18 bulan
9. Anak diberikan imunisasi:
 Ya
 Tidak
Jika ya, imunisasi apa saja yang sudah di dapatkan:
 BCG
 Polio 1
 Campak
 DPT I
 Polio 2
 Hepatitis 1
 DPT II
 Polio 3
 Hepatitis 2
 DPT III
 Polio 4
 Hepatitis 3
10. Kelengkapan imunisasi
 Lengkap
 Belum lengkap
 Tidak lengkap
:
Data ISPA pada anak
Pilihlah salah satu jawaban antara a, b, c, atau d dengan tanda silang (X) sesuai dengan yang
dialami anak anda!
1. Apakah anak anda mengalami batuk pilek dalam 3 bulan terakhir?
a. Ya
b. Tidak
2. Berapa lama biasanya anak anda mengalami batuk pilek?
a. ≤ 7 hari
b. 7 – 14 hari
c. 3 minggu
d. ≥ 3 minggu
3. Bila anak anda batuk pilek apakah disertai
a. Demam
b. Sesak napas
c. Napas tampak cepat
d. Tampak terdapat tarikan dinding dada kedalam
e. Batuk pilek saja
Data Faktor Perilaku Orang Tua atau Keluarga
Pilihlah salah satu jawaban sesuai dengan tindakan anda dengan memberi tanda checklist (√) di
kolom SS, S, TS, STS!
Keterangan:
SS, jika Anda Sangat Setuju untuk melakukan pernyataan tersebut
S, jika Anda Setuju melakukan pernyataan tersebut
TS, jika Anda Tidak Setuju melakukan pernyataan tersebut
STS, jika Anda Sangat Tidak Setuju melakukan pernyataan tersebut
NO
Pernyataan
Jawaban
SS
1.
Saya membersihkan rumah saya setiap hari
2.
Saya menutup pintu rumah saya bila ada
pembakaran sampah
3.
Saya membiarkan asap pembakaran sampah
masuk ke dalam rumah saya
4.
Saya merokok didalam rumah
5.
Bila ada asap pembakaran sampah, saya menutup
hidung saya dan anak saya
6.
Bila ada asap rokok,saya menutup hidung saya
dan anak saya
7.
Saya selalu menutup mulut saya dengan sapu
tangan atau tisu ketika saya batuk
8.
Saya menutup mulut saya dengan tangan ketika
saya batuk
S
TS
STS
SS
9.
Saya memastikan anak saya tidak sering jajan
chiki, es krim, permen, dan lain-lain yang
membuat batuk
10. Saya menyediakan menu makanan yang
mengandung karbohidrat (nasi, kentang,
singkong, dll), protein (ikan, ayam, telur, dll),
vitamin (sayur, buah)
11. Saya memberikan ASI selama 2 tahun
12. Saya selalu mencuci tangan saya setiap kali
melakukan kegiatan
13. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu
untuk di timbang
14. Saya rutin membawa anak saya ke posyandu
untuk di imunisasi sesuai dengan jadwal
pemberian
15. Saya memberikan obat batuk ketika anak saya
sedang batuk pilek
16. Saya memberikan ramuan jeruk nipis dan kecap 1
sdt ketika anak saya sedang batuk
17. Saya tidak membawa anak saya ke pelayanan
kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas, Posyandu,
LKC) ketika anak saya sakit lebih dari 5 hari
18. Saya menyuruh anak saya banyak beristirahat
ketika anak saya sedang sakit
19. Saya menyuruh anak saya banyak minum air
putih ketika anak saya sedang sakit
20. Saya selalu memperhatikan kebersihan anak saya
(mandi setiap hari, cuci tangan setiap mau makan
S
TS
STS
Data Faktor Lingkungan
Berilah tanda checklist (√) pada salah satu pilihan yang sudah tersedia sesuai dengan kondisi
yang ada! (Diisi oleh peneliti)
1. Ventilasi Rumah
 Ada
 Tidak ada
2. Jika ada, berapa luasnya
 besar ventilasi >10% dari luas lantai
 besar ventilasi < 10% dari luas lantai
3. Ventilasi dapur Rumah
 Ada
 Tidak ada
4. Bahan bakar masak
 Menggunakan kayu bakar
 Menggunakan kompor minyak
 Menggunakan kompor gas
5. Dapur Rumah
 Bersatu dengan ruang tidur
 Terdapat sekat dengan ruangan lain
6. Kebersihan rumah
 Bersih
 Banyak lawa-lawa
 Banyak lalat
 Sampah bertebaran
 Banyak debu
 Lain-lain, sebutkan
7. Apakah keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah
 Ya
 Tidak
Jika ya terbuka/tertutup
8. Bagaimana cara pengolahan sampah
 Ditimbun ke got/sungai
 Dikubur
 Diambil petugas
 Dibakar
9. Jarak rumah dengan pembakaran sampah
 < 10 meter
 > 10 meter
10. Pembakaran sampah dilakukan berapa kali dalam seminggu
 Setiap hari
 1x seminggu
 3x seminggu
11. Sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
 Ya
 Tidak
12. Tempat cuci tangan
 Ada
 Tidak ada
13. Kepadatan penghuni rumah
 < 9 m2 / jiwa
 ≥ 9 m2 / jiwa
Download