pengujian efek pembingkaian dan locus of control

advertisement
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
PENGUJIAN EFEK PEMBINGKAIAN DAN LOCUS OF CONTROL
SEBAGAI DETERMINAN ESKALASI KOMITMEN DALAM
KEPUTUSAN INVESTASI
(Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Di Kota Semarang)
Oleh :
Saiful Bahrudin
Nur Anissa
STIE Bank BPD Jateng
Abstract
A rational decision-making based on economics theory
assumes that a manager tries to increase the company’s profit.
Indeed, a manager shall be able to make an optimal decision.
Moreover, a manager has to put an investment for the project work
that bring profit to the company, and to periodically assess the
aspect of economic work on that project. Furthermore, in a realbusiness word, an under-indicated failed project but still in progress
to be continued indicates as an escalation commitment. Meanwhile,
a framing is considered as one of the factors causing the escalation
commitment, and is how an information or fact is being revealed. At
the same time, locus of control is also the factor causing this
escalation commitment. Locus of control is the way how someone
sees an event; whether he/she is able to control it or not. The aim of
this thesis is to study the direct influences of framing and locus of
control. The writer uses two ways analysis of variance as his
analytic technique. The result of the study shows that there is s
positive influence towards the escalation commitment: a
signification p=0,000 or p<0,05 for variable on framing, and the
same variable for locus of control
Keywords: framing, locus of control, and escalation commitment
Pendahuluan
Pengambilan keputusan yang rasional, berdasarkan teori ekonomi,
berasumsi manajer berusaha memaksimalkan keuntungan perusahaan. Manajer
harus bisa membuat keputusan yang strategis, dimana keputusan itu sangat
penting dan menjadi faktor penentu kesuksesan organisasi di masa yang akan
datang. Keputusan ini juga merupakan faktor kritis yang membedakan antara
keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi (Maule dan Hodgkinson, 2002
dalam Yusnaini, 2005). Mengingat pentingnnya keputusan tersebut, seorang
decision maker diharapkan dapat membuat suatu keputusan yang optimal.
Individu atau manajer pada umumnya mempunyai kesulitan dalam memisahkan
keputusan yang diambil sebelumnya dengan keputusan yang berhubungan ke
61
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
masa depan. Sebagai konsekuensinnya, manajer akan cenderung membiaskan
keputusannya oleh karena tindakan di masa lalu dan mempunyai kecenderungan
untuk melakukan eskalasi komitmen terutama bila menerima umpan balik negatif
(Bazerman, 1994 dalam Tri, 2008).
Pembingkaian merupakan salah satu alasan yang mempengaruhi terjadinya
bias dalam pengambilan keputusan. Konsekuensi dari pembingkaian ini adalah
pilihan berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan
untung (perceived gain) dan cembung pada kondisi rugi (perceived loss),
menghasilkan perilaku mencari risiko (risk-seeking) pada hasil rugi dan
penghindaran risiko (risk-averse) pada hasil yang untung.
Dalam konteks keputusan investasi, seorang pengambil keputusan yang
menerima umpan balik negatif atas keputusan investasi sebelumnya akan berada
pada posisi atau kondisi rugi, dan akan memandang keputusan berikutnya
sebagai pilihan antara kerugian pasti yang telah terjadi (yaitu memilih untuk
tidak melanjutkan tindakan menambah investasi) dengan kerugian di masa
mendatang yang kurang pasti (yaitu mengambil risiko menambah dana dengan
harapan mendapat pengembalian positif). Dalam keadaan ini, pengambil
keputusan cenderung untuk mencari risiko, memilih kerugian yang tidak pasti
yang memberikan harapan perbaikan (komitmen tambahan dana) dibandingkan
kerugian yang pasti. Sebaliknya jika informasi disajikan dengan bingkai
keputusan positif, pengambil keputusan dihadapkan pada pilihan antara untung
yang pasti (pengembalian investasi yang semula) dengan keuntungan di masa
mendatang yang tidak pasti. Dalam keadaan ini, pengambil keputusan akan
cenderung menghindari risiko dengan mengambil keuntungan yang pasti
daripada menghadapi risiko keuntungan yang tidak pasti, dengan tidak
melanjutkan proyek (Bateman dan Zeithaml, 1989; White, 1986 dalam Tri,
2008).
Berbagai bukti empiris yang telah didapatkan menunjukkan bahwa
manajer yang memulai suatu proyek yang kemudian menjadi tidak
menguntungkan justru lebih cenderung untuk meneruskan proyek itu daripada
manajer yang tidak memulai proyek (Staw, 1976, 1981 dalam Tri, 2008).
Perilaku para pengambil keputusan ini sering disebut sebagai eskalasi komitmen.
Eskalasi komitmen merujuk pada tendensi oleh pengambil keputusan untuk
bertahan atau mengeskalasi komitmennya pada serangkaian tindakan yang gagal
(Brockner, 1992 dalam Tri, 2008). Bazerman (1994) dalam Tri (2008)
mendefinisikan eskalasi sebagai tidak rasional (nonrational escalation of
commitment) adalah derajat dimana individu mengeskalasikan komitmen untuk
tindakan-tindakan tertentu yang dilakukan sebelumnya sampai satu titik yang
melewati model pengambilan keputusan yang rasional. Individu atau manajer
umumnya mempunyai kesulitan dalam memisahkan keputusan yang diambil
sebelumnya dengan keputusan yang berhubungan ke masa depan. Sebagai
konsekuensinya, individu akan cenderung membiaskan keputusannya oleh karena
tindakan di masa lalu dan mempunyai tendensi untuk mengeskalasi komitmen
terutama bila menerima umpan balik negatif (Bazerman, 1994 dalam Tri, 2008).
62
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Sehubungan dengan ini, penelitian ini berusaha mengklasifikasikan
kekuatan penjelas salah satu teori di atas yaitu teori prospek sebagai determinan
eskalasi. Lebih spesifik lagi, teori prospek dapat menjelaskan eskalasi tergantung
dari kondisi – kondisi tertentu dalam pengambilan keputusan. Kondisi itu
mencakup juga atribut – atribut dari para pengambil keputusan.
Salah satu atribut pribadi yang relevan diangkat adalah mengenai
karakteristik personal dari pengambil keputusan yaitu dilihat dari locus of
control. Locus of control dibagi menjadi dua yaitu locus of control internal dan
locus of control eksternal. Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki
pengendalian atas takdir mereka disebut locus of control internal. Dalam hal ini,
mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri.
Dilain pihak, locus of control eksternal adalah orang yang percaya bahwa hasil
mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik di luar mereka sendiri. Andi
(2010) menyatakan bahwa perilaku seorang manajer dalam penyusunan anggaran
dipengaruhi oleh karekteristik locus of control-nya.
Penelitian ini menguji pengaruh pembingkaian dan locus of control
terhadap eskalasi komitmen. Penelitian Singer dan Singer (2001) dalam Andi
(2010) mengungkapkan bahwa individu yang cenderung memiliki locus of
control internal akan bereskalasi lebih besar di bandingkan individu yang
cenderung memiliki locus of control eksternal. Apabila dikaitkan dengan
hubungan keadilan (justice) dan tingkat eskalasi komitmen, berdasarkan
penelitian diatas maka tingkat eskalasi komitmen dapat lebih diturunkan dengan
locus of control eksternal yang berupa pengendalian terhadap diri sendiri
dilakukan atau dipengaruhi oleh pihak lain. Akan tetapi, dengan menggunakan
locus of control internal yang merupakan pengendalian yang dilakukan oleh diri
sendiridan tidak ada pengaruh dari pihak lain diharapkan juga dapat
meningkatkan perilaku eskalasi komitmen. Oleh sebab di atas, dirasakan perlu
untuk memasukan efek dari karakteristik personal berupa locus of control atas
keputusan yang diambil termasuk keputusan mengalokasikan sumber daya
(bereskalsi atau tidak).
Landasan Teori
Teori Prospek
Teori prospek menurut Kahneman dan Tversky‟s dalam Andi (2010)
menjelaskan bahwa di dalam kondisi ketidakpastian, seseorang dihadapkan pada
alternatif pilihan yang memberikan keuntungan yang sama. Yang pertama adalah
alternatif pilihan yang secara pasti menguntungkan tetapi lebih kecil daripada
pilihan kedua. Sedangkan pilihan kedua adalah alternatif pilihan yang
kemungkinan tidak memperoleh keuntungan lebih besar dengan probabilitas
50%, maka seseorang cenderung akan memilih alternatif pertama yaitu yang
menguntungkan secara pasti. Hal ini menggambarkan sikap penolakan risiko
(risk aversion). Sebaliknya dalam kondisi ketidakpastian, seseorang dihadapkan
pada alternatif pilihan yang secara pasti merugikan dan yang kedua adalah
alternatif pilihan yang kemungkinan tidak rugi atau kemungkinan rugi tetapi
63
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
lebih besar dengan probabilitas 50%, maka seseorang cenderung akan memilih
alternatif yang kedua yaitu kemungkinan tidak rugi atau kemungkinan rugi yang
lebih besar dengan probabilitas 50%. Hal ini menggambarkan sikap penerimaan
risiko atau risk seeking (Watkins (2006) dalam Andi (2010)).
Pembingkaian
Pembingkaian adalah bagaimana cara suatu fakta atau informasi
diungkapkan (Tversky dan Kahneman, 1979, 1981; Rutledge dan Harrel, 1994;
Gudono dan Hartadi, 1998 dalam Yusnaini, 2005). Pembingkaian berkaitan
dengan cara manusia merasakan atau menstruktur suatu keputusan (Main dan
Lambert, 1998 dalam Fransto, 2003). Pembingkaian atas informasi dapat
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Pembingkaian yang
dihadapi tergantung pada formulasi masalah yang dihadapi, norma, kebiasaan
dan karakteristik pengambil keputusan itu sendiri (Gudono dan Hartadi (1998)
dalam Yusnaini (2005)). Saat terdapat kondisi ketidakpastian, pembingkaian
informasi berdampak signifikan dalam pengambilan keputusan (Bazerman, 1994
dalam Handoko, 2008). Saat suatu masalah yang sama tetapi dibingkai dalam
kondisi “perceived gain” dan “perceived loss” akan direspon berbeda oleh objek
penelitian (pengambil keputusan) (Bazerman (1994) dalam Handoko (2008).
Menurut Kahneman dan Tversky (1979) dalam Handoko (2008), dalam teori
prospek, cara seseorang membingkai “masalah” secara dramatis dapat mengubah
perceived neutral point dari suatu pertanyaan. Oleh karenanya pengambil
keputusan cenderung menghindari risiko saat suatu outcome diekspresikan
sebagai gains dan menghindari risiko saat suatu outcome diekspresikan sebagai
losess. Lebih jauh menurut Anderson (1999) dalam Frasto (2003) kesalahan
paling umum dalam pembuatan keputusan ada dua. Pertama, confirmingevidence trap, yaitu bias yang mengarahkan kita untuk mencari informasi yang
sesuai dengan apa yang sudah dipercayai saja, dan mengabaikan informasi
kontradiktif. Kedua adalah framing trap, bahwa cara kita mengambil keputusan
sering kali ditentukan bagaimana anda memandang pilihan kita atau cara kita
menyusun pernyataan dan informasi di sekitarnya. Kahneman dan Tversky
(1981) dalam Frasto (2003) menyatakan bahwa pembingkaian berkaitan dengan
keputusan yang diambil. Subjek penelitian menunjukkan perilaku yang berbeda
pada saat satu informasi disajikan dengan cara yang berbeda (positif dan negatif).
Pembingkaian merupakan salah satu alasan penyebab terjadinya bias
dalam pengambilan keputusan. Teori yang digunakan dalam menguji bias akibat
pembingkaian ini adalah teori prospek yang mengemukakan bahwa bingkai yang
diadopsi seseorang dapat mempengaruhi keputusannya. Dalam hal ini, ketika
seorang pengambil keputusan diberikan alternatif keputusan yang dibingkai
secara positif maka keputusan yang diambil akan cenderung risk averse.
Sedangkan ketika informasi disajikan secara negatif maka keputusan yang
diambil akan cenderung risk seeking. Bias yang terjadi akibat pembingkaian
informasi tersebut dapat membuat keputusan yang diambil menjadi tidak optimal
karena bingkai informasi tersebut mempengaruhi preferensi risiko si pengambil
keputusan.
64
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Locus of Control
Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap sesuatu peristiwa
apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya
(Rotter, 1966 dalam Cecilia dan Gudono 2007). Locus of control dibedakan
menjadi fokus kontrol internal dan fokus kontrol eksternal, kontrol internal akan
tampak melalui kemampuan kerja dan tindakan kerja yang berhubungan dengan
keberhasilan karyawan pada saat melakukan pekerjaannya.
Dalam hal ini, mereka mempercayai bahwa pengendalian itu terletak
dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, kontrol eksternal tampak pada orang
yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen atau faktor ekstrinsik
diluar mereka sendiri. Andi (2010) menyebutkan bahwa individu meningkatkan
komitmennya ketika menemukan bukti bahwa keputusan awal yang telah dibuat
berdasarkan pertimbangan dan prediksi menyatakan bahwa investasi akan
menghasilkan keuntungan tetapi ternyata tidak. Hal ini menunjukkan bahwa
persepsi, pemahaman dan keyakinan sebelumnya menyatakan investasi
menguntungkan tetapi bukti selanjutnya menunjukkan kinerja investasi merosot
(Brockner, 1992 dalam Andi, 2010), negatif (Brody dan Kaplan, 1996 dalam
Andi, 2010), gagal (Staw dan Ross, 1978 dalam Andi, 2010), sehingga bukti
negatif ini bertentangan dengan keyakinan atau pemahaman awal dan menjadi
pemicu yang kuat untuk melakukan usaha mengalokasikan sumber lebih besar
untuk mendukung dan membenarkan keyakinan awal.
Konsep locus of control terutama didasarkan pada teori pembelajaran
sosial (theory social learning) (Reiss dan Mitra, 1998 dalam Andi, 2010).
Seseorang yang percaya bahwa mereka memiliki pengendalian atas takdir
mereka disebut internal locus of control dimana mereka mempercayai bahwa
pengendalian itu terletak dalam diri mereka sendiri. Di lain pihak, eksternal locus
of control adalah orang yang percaya bahwa hasil mereka ditentukan oleh agen
atau faktor ekstrinsik diluar mereka sendiri. Sebagai contoh: ditentukan oleh
takdir, keberuntungan, kekuatan yang lain atau sesuatu yang tidak dapat
diprediksi. Dalam penelitian Singer dan Singer (2001) dalam Andi (2010)
mencoba untuk mengungkapkan eskalasi komitmen yang berbeda-beda pada
individu yang sensitizer dan repressor dan individu yang locus of control internal
dan locus of control eksternal. Hasil mengungkapkan bahwa individu yang
repressor cenderung mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang
sensitizer, demikian juga dengan individu yang cenderung locus of control
internal mengalami eskalasi lebih besar daripada individu yang cenderung locus
of control eksternal.
Locus of control dalam penelitian dikelompokan dengan menggunakan
The Work Locus of Control (WLCS) yang dikembangkan oleh Spector (1988)
yang terdiri dari 16 item pertanyaan. Orang yang cenderung locus of control
internal, akan memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah
hasil dari usahanya sendiri. Sedangkan orang yang locus of control eksternal
cenderung memandang apa yag terjadi dalam kehidupannya tidak lebih dari
65
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
sebuah keberuntungan atau mempercayai adanya faktor eksternal yang yang
mengontor kehidupannya.
Eskalasi Komitmen
Eskalasi komitmen diartikan sebagai fenomena dimana orang memutuskan
untuk meningkatkan atau menambahkan investasinya, walaupun bukti baru
menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah. Investasi
tersebut dapat berupa uang, waktu dan usaha atau tenaga. Eskalasi komitmen
disebut juga nonrational escalation of commitment (Bazerman, 1994 dalam Andi
2010). Bazerman (1994) dalam Andi (2010) menyebutkan bahwa seseorang
cenderung bias ketika pendekatan keputusan dilakukan secara berurutan yaitu
sebuah kecenderungan.
Istilah nonrational escalation of commitment digunakan untuk
menunjukkan situasi dimana orang dapat membuat keputusan yang tidak rasional
berdasarkan keputusan rasional masa lalu atau untuk membenarkan tindakan
yang sedang dilakukan. Dikatakan keputusan yang tidak rasional karena
meskipun tidak sadar secara langsung maupun tak langsung manajer cenderung
mengabaikan kepentingan perusahaan dan lebih mementingkan kepentingan
ekonomi pribadinya. Eskalasi komitmen merupakan serangkaian tindakan atau
perilaku individu, kelompok atau organisasi yang cenderung memutuskan untuk
mengalokasi sumber dana lebih besar pada proyek investasi berikutnya,
walaupun terdapat informasi kinerja investasi menurun/merosot (Staw, 1976 dan
Ross, 1978; Staw, 1981; Ross dan Staw, 1986 dalam Andi 2010).
Rerangka yang menggunakan teori prospek (Bazerman, 1984; Kahneman
dan Tversky, 1979) dalam Tri (2008) memusatkan analisisnya pada bagaimana
informasi disajikan dan pemprosesan kognitifnya. Whyte (1986) dalam Tri
(2008) mengusulkan bahwa eskalasi komitmen dapat diterangkan oleh fungsi
nilai menurut teori prospek. Dalam teori prospek, tiap keputusan dibuat setelah
informasi terlebih dahulu disaring melalui „decision frame‟ atau „bingkai
keputusan‟ oleh pengambil keputusan atau “konsepsi atas tindakan, hasil dan
kontinjensi yang berkaitan dengan pilihan tertentu” (Kahneman dan Tversky,
1979 dalam Tri, 2008). Konsekuensi dari pembingkaian ini adalah pilihan
berisiko, bila diproses melalui fungsi nilai yang cekung pada keadaan untung
(perceived gain) dan cembung pada kondisi rugi (perceived loss), menghasilkan
perilaku mencari risiko (risk-seeking) pada hasil rugi dan penghindaran risiko
(risk-averse) pada hasil yang untung.
Ross dan Staw (1993) dalam Effriyanti (2005) mengungkapkan ada tiga
situasi yang menyebabkan eskalasi komitmen menjadi sesuatu yang menyulitkan
yaitu biaya-biaya telah dikorbankan dalam serangkaian (arah) tindakan,
pengambil keputusan mempunyai kesempatan untuk merubah, dan konsekuensi
dari perubahan yang penuh dengan ketidakpastian. Menurut Brody dan Kaplan
(1996) dalam Tri (2008) secara umum pengambil keputusan kemungkinan
mengalami perilaku eskalasi ketika: (1) mengadakan evaluasi atau keputusan
mengenai serangkaian (arah) tindakan yang dibuat, (2) pengambil keputusan
66
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
memiliki responsibility secara personal, (3) keputusan sebelumnya dipersepsikan
tidak dapat ditarik kembali atau dibatalkan. Kecenderungan bagi pengambil
keputusan dengan melibatkan personal untuk eskalasi komitmen adalah
mempunyai level yang lebih tinggi dibandingkan dengan justifikasi oleh faktafakta yang obyektif dalam situasi tertentu. Komitmen berhubungan dengan
tanggung jawab individu terhadap suatu perilaku. Peningkatan tanggung jawab
akan mendorong peningkatan komitmen. Individu mempertimbangkan
keterlibatan personal, sebagai upaya untuk meningkatkan tanggung jawab.
Sejumlah peneliti menganjurkan untuk menggunakan teori prospek
(Kahneman dan Tversky, 1979 dalam Wayan, 2003) untuk menjelaskan
pengaruh sunk cost (Arkes dan Blumer, 1985; Garland, 1990 dalam Wayan,
2003). Dalam teori prospek hasil keputusan secara normal dievaluasi dengan
keuntungan dan kerugian yang berasal dari titik rujukan (reference point).
Penarikan dari suatu rangkaian (arah) tindakan akan menentukan sunk cost, maka
pengambil keputusan enggan untuk menarik diri karena adanya peningkatan sunk
cost. Penelitian ini mengambil kasus dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam
Frasto (2003).
Pengembangan Hipotesis
a. Pembingkaian dan Eskalasi Komitmen
Pembingkaian adalah bagaimana suatu informasi atau fakta diungkapkan,
Kahneman dan Tversky (1981) dalam, Frasto (2003) menyatakan bahwa
pembingkaian berkaitan dengan keputusan yang diambil. Sedangkan eskalasi
komitmen adalah dimana orang memutuskan untuk meningkatkan atau
menambahkan investasinya, walaupun bukti baru menjelaskan bahwa keputusan
yang telah dilakukan adalah salah. Ketika seorang pengambil keputusan
diberikan alternatif keputusan yang dibingkai secara positif maka keputusan yang
diambil akan cenderung risk averse atau menghindari resiko. Sedangkan ketika
informasi disajikan secara negatif maka keputusan yang diambil akan cenderung
risk seeking atau mencari resiko. Berdasarkan pemaparan diatas maka hipotesis
pertama dalam penelitian ini adalah :
H1 = pembingkaian mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen.
b. Pembingkaian dan Locus of Control
Locus of control adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa
apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya
(Rotter dalam Andi, 2010). Sedangkan eskalasi komitmen adalah dimana orang
memutuskan untuk meningkatkan atau menambahkan investasinya, walaupun
bukti baru menjelaskan bahwa keputusan yang telah dilakukan adalah salah.
Manajer yang internal locus of control yakin bahwa suatu kejadian selalu berada
dalam kendalinya dan akan selalu mengambil peran dan tanggung jawab dalam
penentuan benar atau salah. Manajer yang internal locus of control akan
cenderung mengeskalasi komitmennya karena merasa mempunyai tanggung
jawab terhadap proyek yang telah dijalankan serta mengharapkan adanya
67
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
perbaikan dengan adanya tambahan dana, selain itu untuk menjaga nama baik
dan kepercayaan eksternal terhadap dirinya. Sebaliknya, manajer dengan
eksternal locus of control percaya bahwa kejadian dalam hidupnya berada di luar
kontrolnya dan percaya bahwa hidupnya dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan,
dan kesempatan serta lebih mempercayai kekuatan diluar dirinya. Manajer yang
eksternal locus of control akan cenderung menghindari resiko dan tidak
mengeskalasi komitmenya karena apa yang terjadi dalam proyek yang dia
kerjakan adalah sebuah keberuntungan dan bukan hasil kinerjanya. Hipotesis
kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H2 = locus of control mempunyai pengaruh terhadap eskalasi komitmen.
Model Penelitian
Pembingkaian
Eskalasi Komitmen
Locus of control
Metode Penelitian
Definisi Operasional Variabel
a. Pembingkaian
Pembingkaian adalah bagaimana suatu fakta atau informasi disajikan,
pembingkaian diuji pada potential gains (positive frame) dan potential losses
(negative frame). pembingkaian positif digambarkan dalam terminologi potensi
laba yang dapat diperoleh dan pembingkaian negatif digambarkan dalam
terminologi potensi penurunan laba dari target yang diharapkan. Dalam konteks
keputusan investasi, seorang pengambil keputusan yang menerima umpan balik
negatif atas keputusan investasi sebelumnya akan berada pada posisi atau kondisi
rugi, dan akan memandang keputusan berikutnya sebagai pilihan antara kerugian
pasti yang telah terjadi (yaitu memilih untuk tidak melanjutkan tindakan
menambah investasi) dengan kerugian di masa mendatang yang kurang pasti
(yaitu mengambil risiko menambah dana dengan harapan mendapat
pengembalian positif). Pembingkain positif diberi nilai = 0 sedangkan
pembingkaian negatif diberi nilai = 1.
Pembingkaian dimanipulasi dengan mengungkapkan adanya biaya yang
sudah terjadi (sunk cost) sebagai kerugian (loss), dan mendeskripsikan pilihan
eskalasi sebagai kesempatan untuk menghindari kerugian yang sudah terjadi.
Instrumen menggunakan adaptasi kasus dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam
Frasto (2003). Penelitian ini mengambil kasus dengan kondisi pembingkaian
negatif dan positif (atau netral) dari Rutledge dan Harrel (1994) dalam Frasto
68
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
(2003). Pada eksperimen ini, informasi dalam kuesioner meminta subyek berada
pada posisi sebagai seorang manajer keuangan yang telah mengambil keputusan
investasi berkaitan dengan proyek riset dan pengembangan produk baru yang di
beri nama proyek 3, proyek 3 telah menggunakan dana sebesar 40 milyar selama
12 bulan.
Proyek ini menggunakan seperempat investasi perusahaan dalam proyek
riset saat ini. Umpan balik negatif disajikan dengan menyebutkan bahwa ada
pesaing yang juga menghasilkan produk serupa yang lebih unggul dibandingkan
produk perusahaan. Bagian selanjutnya menginformasikan perlunya investasi
tambahan sebesar 20 milyar untuk mengatasi masalah ini. Kemudian kepada
subyek diberikan bingkai keputusan atas dua pilihan. Kondisi pembingkaian
keputusan secara negatif adalah jika menghentikan proyek 3, maka akan terjadi
kerugian sebesar 40 milyar. Sebaliknya jika melanjutkan proyek 3, ada
kemungkinan sebesar 33% kerugian akan nol, dan ada kemungkinan sebesar 67%
kerugian proyek akan sebesar 60 milyar. Kondisi pembingkaian keputusan secara
positif adalah jika menghentikan proyek 3, maka akan menyelamatkan atau
menghemat 20 milyar. Sedangkan jika melanjutkan proyek 3, ada kemungkinan
sebesar 33% untuk mengembalikan modal sebesar 6 milyar, dan ada
kemungkinan sebesar 67% tidak ada modal yang dapat kembali.
b. Locus of Control
Locus of control didefinisikan Mac Donald (1976) dalam Tsui dan Gul,
(1996) dalam Andi (2010) sebagai sejauh mana seseorang merasakan hubungan
kontijensi antara tindakan dan hasil yang mereka peroleh. Cara pandang
seseorang terhadap sesuatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat
mengendalikan peristiwa yang terjadi padanya (Rotter, 1966 dalam Cecilia dan
Gudono 2007). Persepsi seseorang tentang sebab-sebab keberhasilan atau
kegagalan dala melaksanakan pekerjaannya (Hjele dan Ziegler 1981; Baron dan
Byrne 1994 dalam Cecilia dan Gudono 2007). Vaiabel ini diukur dengan
memberi nilai 0 = locus of contol internal, dan 1 = locus of control exsternal.
c. Eskalasi Komitmen
Eskalasi komitmen adalah keputusan untuk melanjutkan proyek, bahkan
ketika suatu prospek dalam kondisi ekonomi yang tidak diharapkan
mengindikasikan bahwa proyek tersebut harus dihentikan (Tri, 2008). Pada
penelitian ini, eskalasi komitmen ini dikategorikan menjadi dua pilihan
pengambilan keputusan, yaitu memilih untuk melanjutkan proyek 3 dengan
menambah investasi sebesar 20 milyar atau tidak melanjutkan proyek 3 dengan
menghemat biaya investasi tambahan sebesar 20 milyar. Sedangkan untuk
mengukur variabel ini menggunakan skala dari 1-5, dimana angka 1 menunjukan
pilihan sangat tidak setuju dan angka 5 menunjukan sangat setuju.
69
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah manajer keuangan perusahaan
manufaktur yang ada di kota Semarang. Penentuan sampel dalam penelitian ini
mengacu pada formula perhitungan Slovin (Sekaran, 2006) yaitu sebagai berikut:
N
n=
1 + Ne2
Keterangan : n adalah jumlah sampel minimal, N adalah jumlah populasi, dan e
adalah persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang masih dapat ditolerir. Tingkat kelonggaran yang masih dapat ditolerir dalam
penelitian ini sebesar 5% atau 0,05. Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka
jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 97 manajer perusahaan manufaktur di
kota Semarang.
Objek dari penelitian ini adalah manajer keuangan perusahaan manufaktur
di kota Semarang. Data dari Direktori Kamar Dagang dan Industri Bisnis Jawa
Tengah tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah perusahaan manufaktur yang ada
di kota Semarang berjumlah 136 perusahaan. Manajer keuangan perusahaan
manufaktur yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini berjumlah 97
manajer.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dengan membaca majalah dan buku-buku yang
ada hubungannya dengan pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti memperoleh
sumber informasi berupa data sekunder dari internet, jurnal-jurnal dari
Simposium Nasional Akuntansi dan Direktori Kamar Dagang dan Industri Bisnis
Jawa Tengah. Selanjutnya, mendistribusikan kuesioner kepada para responden
secara langsung untuk menyerahkan ataupun mengumpulkan kembali kuesioner.
Kuesioner dirancang dengan jelas, ringkas, dan semenarik mungkin dan disertai
dengan penjelasan-penjelasan atau keterangan dari variabel-variabel penelitian
sehingga memudahkan responden untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
kuesioner tersebut dan hal ini dimaksudkan juga untuk mencegah bias terhadap
hasil penelitian. Sedangkan untuk para manajer kuesioner dikirimkan melalui
pos.
Metode Analisis Data
a. Analisis Statisktik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian pada dasarnya merupakan proses
transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah untuk
difahami dan diinterpretasikan (Sekaran, 2006). Ukuran yang digunakan dalam
deskripsi antara lain berupa frekuensi, tendensi sentral (rata – rata, median,
modus), dengan bagan atau grafik, dispersi (deviasi standar dan varian) dan
koefisien korelasi antar variabel penelitian.
70
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
b. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner. Kuesioner dikatakan valid, jika dapat dijelaskan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian dilakukan dengan cara setiap satu item
pertanyaan dari kuesioner dikorelasikan dengan skor total jawaban responden.
Teknik korelasi yang digunakan adalah pearson’s product moment. Untuk
mengetahui apakah variabel valid atau tidak dapat dilihat pada nilai pearson’s
product moment menunjukan taraf signifikansi pada 0,05 (Sekaran, 2006) .
c. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu kuesioner yang
merupakan indikator suatu variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau
handal, jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil
dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program yang
memberikan fasilitas untuk mengukur reliabilitas denga Uji Statistik Croanbach
Alpa. Suatu kontruk atau variabel dikatakan reliabel, jika memberi nilai
Croanbach Alpa > 0,6 (Imam Ghozali, 2006).
d. Two Ways Analysis of Variance
Two ways analysis of variance digunakan untuk menguji variabel
independen yang berjumlah dua dengan kategori yang jumlahnya dua, misalkan
jenis kelamin. Taraf signifikansi yang dipergunakan dalam penelitian ini ()
adalah sebesar 5% (0,05). Berarti hasil kesimpulan ini secara umum mempunyai
tingkat kesalahan sebesar 5% atau mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Dengan demikian kriteria pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05, maka Ho tidak dapat ditolak
jadi variance sama yang artinya tidak terdapat pengaruh pembingkaian
terhadap eskalasi komitmen dan locus of control juga tidak berpengaruh
terhadap eskalasi komitmen.
2. Jika probabilitas atau signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak jadi variance
berbeda yang artinya terdapat pengaruh pembingkaian terhadap eskalasi
komitmen dan locus of control juga berpengaruh terhadap eskalasi
komitmen.
Pembahasan
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ditujukan untuk mendiskripsikan atau menggambarkan
suatu data dalam variabel penelitian (pembingkaian, locus of control, eskalasi
komitmen) yang dilihat dengan menggunakan nilai rata – rata (mean), minimum,
maksimum dan standar deviasi (Imam Ghozali, 2006). Hasil statistik deskriptif
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
71
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Tabel 1
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Eskalasi_Komitmen
Pembingkaian
LoC
Valid N (listwise)
N
97
97
97
97
Minimum Maximum
1
5
0
1
0
1
Mean
3,23
,56
,85
Std. Deviation
1,476
,499
,363
Sumber: Data primer yang diolah, 2011
Berdasarkan tabel 1 statistik deskriptif di atas didapatkan nilai rata-rata
dari eskalasi komitmen sebesar 3,23. Nilai minimum data eskalasi komitmen
sebesar 1 dan nilai maksimumnya sebesar 5 dengan standar deviasi sebesar
1,476. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih kecil daripada
nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang terjadi rendah
sehingga penyebaran datanya normal. Responden yang mememilih jawaban 1
dan 2 yang artinya menghentikan proyek sebanyak 41 responden atau 42%,
sedangkan responden yang memilih untuk melanjutkan proyek dengan memilih
skor 4 dan 5 sebanyak 56 responden atau 58%. Dari data diatas menunjukan
bahwa tingkat eskalasi manajer perusahaan manufaktur yang ada di kota
Semarang cukup tinggi yaitu sebesar 56%.
Nilai rata-rata pada pembingkaian sebesar 0,56. Nilai minimum data
pembingkaian sebesar 0 dan nilai maksimumnya sebesar 1, dengan standar
deviasi sebesar 0,499. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih
besar daripada nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang
terjadi rendah sehingga penyebaran datanya tidak normal. Responden yang
memilih pembingkaian positif yaitu menghemat investasi sebesar 20 milyar
sebanyak 43 responden atau 44%, sedangkan yang memilih pembingkaian
negatif sebanyak 54 responden atau 56%. Data di atas menunjukan bahwa
manajer keuangan perusahaan manufaktur di kota Semarang lebih memilih
pembingkaian secara negatif yaitu sebesar 56%, manajer berharap dengan adanya
tambahan investasi dapat memperbaiki investasi awal yang merosot.
Nilai rata-rata pada locus of control sebesar 0,84. Nilai minimum data
locus of control sebesar 0 dan nilai maksimumnya sebesar 1, dengan standar
deviasi sebesar 0,363. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai standar deviasi lebih
besar daripada nilai rata-rata, hal ini berarti bahwa penyimpangan data yang
terjadi rendah sehingga penyebaran datanya tidak normal. Responden yang
cenderung memiliki internal locus of control sebanyak 15 responden atau 15%,
sedangkan yang cenderung memiliki external locus of control sebanyak 82
responden atau 85%. Data di atas menunjukan bahwa sebanyak 82 atau 85%
manajer keuangan perusahaan manufaktur di kota Semarang cenderung memiliki
locus of control eksternal.
72
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Hasil perhitungan uji validitas menunjukkan bahwa pertanyaan –
pertanyaan pada keseluruhan variabel secara keseluruhan valid dan layak
digunakan untuk menunjukkan sejauh mana skor/nilai/ukuran yang diperoleh
benar-benar menyatakan hasil pengukuran/ pengamatan yang ingin diukur.
Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner, suatu
kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban responden terhadap pertanyaaan
konsisten. Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan pengelompokan
berdasarkan variabel penelitian, berdasarkan hasil uji reliabilitas nilai cronbach
alpha menunjukan 0,671. Jadi bisa dikatakan bahwa 3 variabel dalam penelitian
ini reliabel, karena variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0,60.
Pengujian Hipotesis (Two Ways Analysis of Variance)
a. Uji Hipotesis Pertama dan Kedua
Tabel 2
Levene Tes
Levene's Test of Equality of Error
Variancesa
Dependent Variable:eskalasi_komitmen
F
4,842
df1
df2
3
Sig.
93
,004
Tests the null hypothesis that the error
variance of the dependent variable is equal
across groups.
a. Design: Intercept + pembingkaian + LoC
Hasil uji levene test menunjukkan bahwa nilai F test sebesar 4,842 dan
signifikan pada 0,05 (p<0,05) yang berarti hipotesis nol dapat ditolak yang
menyatakan variance tidak sama. Karena nilai signifikansi < 0,05 maka asumsi
anova dilanggar, namun analisis masih dapat dilanjutkan sepanjang sampel group
memiliki sampel size yang sama (secara proporsional) (Imam, ghozali, 2006).
Tabel 3
Anova 2 arah
Tests of Between-Subjects Effects
73
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Dependent Variable: Eskalasi_Komitmen
Type III Sum
Source
of Squares
Df
Mean Square
F
a
Corrected Model
177,261
2
88,630
262,405
Intercept
377,104
1
377,104
1116,478
Pembingkaian
113,645
1
113,645
336,464
LoC
7,473
1
7,473
22,126
Error
31,750
94
,338
Total
1219,000
97
Corrected Total
209,010
96
a. R Squared = ,848 (Adjusted R Squared = ,845)
Sig.
,000
,000
,000
,000
Hasil uji anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung
pembingkaian terhadap eskalasi komitmen. Hal ini terlihat dari nilai F sebesar
113,645 dan signifikan pada p=0,000. Sedangkan variabel locus of control juga
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap eskalasi komitmen. Hal ini dapat
dilihat dari nilai F sebesar 7,473 dan signifikan pada p=0,000. Nilai R adjusted
sebesar 0,845 berarti varibilitas eskalasi komitmen yang dapat dijelaskan oleh
variabilitas variabel pembingkaian dan locus of control sebesar 86%.
Hasil pengujian di atas membuktikan bahwa pembingkaian memiliki
pengaruh positif terhadap eskalasi komitmen, artinya bahwa informasi yang
disajikan dalam bentuk positif maupun negatif dapat mempengaruhi seorang
manajer dalam mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa informasi
yang disajikan secara positif dapat mengurangi perilaku eskalasi komitmen pada
seorang manajer, sedangkan jika informasi disajikan secara negatif maka seorang
manajer akan cenderung bereskalasi lebih besar. Seorang manajer yang
menerima informasi secara negatif memandang eskalasi komitmen sebagai
sebuah pilihan untuk memperbaiki kinerjanya yang merosot pada masa lampau.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini
diterima, yaitu pembingkaian berpengaruh terhadap eskalasi komitmen. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fransto (2003),
Yusnaini (2005) dan Tri (2008) yang menyatakan bahwa pembingkaian
berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen.
Dari hasil pengujian diatas menunjukan bahwa locus of control juga
berpengaruh terhadap eskalasi komitmen, artinya locus of control internal
maupun locus of control eksternal dapat mempengaruhi manajer dalam
mengambil keputusan. Dalam penelitian ini, manajer yang cenderung memiliki
locus of control eksternal bereskalasi lebih besar dari pada manajer yang
cenderung memiliki locus of control internal. Pada umumnya manajer yang
cenderung memiliki locus of control eksternal akan bereskalasi lebih rendah
dibandingkan manajer yang cenderung memiliki locus of control internal, hal
tersebut dikarenakan manajer yang cenderung memiliki locus of control eksternal
74
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
memandang segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya lebih disebabkan
faktor diluar dirinya dan lebih mempercayai takdir dibandingkan dengan
kemampuannya. Manajer yang cenderung memiliki locus of control internal pada
umumnya akan bereskalasi lebih besar dibandingkan manajer yang cenderung
memiliki locus of control eksternal, hal tersebut dikarenakan manajer yang
cenderung memiliki locus of control internal memandang eskalasi komitmen
sebagai pilihan untuk memperbaiki kinerja yang merosost pada awal investasi
dan untuk menjaga kepercayaan dari pihak internal maupun eksternal
perusahaan.
Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan karena mayoritas responden
adalah manajer yang masih tergolong baru dalam menempati posisi sebagai
manajer keuangan sehingga masih belum berpengalaman sebagai manajer
keuangan, selain itu masa kerja yang masih baru juga mudah untuk diintervensi
oleh lingkungan sekitar, meskipun mayoritas usia para manajer berkisar antara 45
– 50 tahun namun hal tersebut tidak dapat dijadikan ukuran bahwa manajer
tersebut sudah berpengalaman. Penggunaan instrumen untuk mengukur variabel
locus of control yang kurang tepat juga dirasa menjadi penyebab hasil yang
berbeda, sehingga bisa menimbulkan bias ketika responden menjawab kuesioner.
Hasil penelitian ini berlainan dengan penelitian Andi (2010), karena dalam
penelitian Andi (2010) locus of control sebagai variabel moderasi dan hasil
pengujian menunjukan bahwa locus of control tidak menguatkan hubungan
antara justice dan eskalasi komitmen.
Kesimpulan
Berdasarkan pengujian dari efek pembingkaian dan locus of control
sebagai determinan eskalasi komitmen (studi kasus pada perusahaan manufaktur
di kota Semarang), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Variabel pembingkaian berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen yang
ditunjukkan dengan nilai signifikan pada p=0,000 atau p < 0,05, artinya
bahwa informasi yang disajikan dalam bentuk positif maupun negatif dapat
mempengaruhi seorang manajer dalam mengambil keputusan.
2. Variabel locus of control berpengaruh positif terhadap eskalasi komitmen,
hal tersebut ditunjukan dengan nilai signifikansi p=0,000 atau p < 0,05,
artinya locus of contol internal maupun locus of control eksternal yang
dimilki oleh manajer dapat mempengaruhi dalam pegambilan keputusan.
75
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Teori prospek tidak bisa menjelaskan eskalasi komitmen secara lengkap,
karena untuk menjelaskan eskalasi komitmen diperlukan 3 teori yaitu teori
justifikasidiri, teori prospek, dan teori dilema keputusan.
2. Instrument locus of control dirasa kurang sesuai dengan keadaan yang ada di
Indonesia.
3. Peneliti tidak bisa mengontrol, apakah yang mengisi kuesioner tersebut
manajer atau orang lain.
4. Untuk perusahaan manufaktur yang berskala besar dan sedang pengambil
keputusan untuk investasi adalah top manajer dan bukan manajer keuangan.
Saran
Berdasarkan keterbatasan dari hasil penelitian ini, maka saran yang
diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1. Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan teori justifikasidiri, teori
dilema keputusan maupun teori keagenan untuk dapat menerangkan eskalasi
secara lebih lengkap.
2. Penggunaan instrument locus of control yang sesuai dengan keadaan yang
ada di Indonesia diharapkan mendapat hasil yang lebih baik lagi.
3. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal dan untuk mengontrol objek
penelitian, maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan
metode observasi (pengamatan) langsung kepada objek atau metode
eksperiment sebagai penganti metode kuesioner .
4. Sebaiknya objek yang digunakan dalam penelitian selanjutnya adalah top
manajer yang bertugas sebagai pengambil keputusan.
Implikasi Manajerial
Implikasi manajerial bagi perusahaan sesuai dengan hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
1. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembingkaian berpengaruh positif
terhadap eskalasi komitmen, sehingga perusahaan harus memperhatikan
informasi yang disampaikan kepada manajer agar keputusan yang dibuat
tidak merugikan perusahaan.
2. Hasil analisis menunjukkan bahwa locus of control berpengaruh positif
terhadap eskalasi komitmen, sehingga perusahaan harus mempunyai kontrol
atau pengendalian terhadap seorang manajer dalam mengambil keputusan
agar tidak merugikan perusahaan.
76
P3M
STIE BANK BPD JATENG
Prestasi Vol. 7 No. 1 - Juni 2011
ISSN 1411 - 1497
Referensi
Andi, Irfan (2010), Pengaruh Locus of Control Terhadap Hubungan antara
Justice dan Tingkat Eskalasi Komitmen Dalam Penganggaran Modal,
Simposium Nasional Akuntansi 13, Purwokerto 13 – 14 Oktober 2010, hlm
1 – 26.
Effriyanti (2005), Pemanfaatan Informasi Akuntansi Untuk Menghindari Eskalasi
Komitmen Pada Level Pengambilan Keputusan. Simposium Nasional
Akuntansi 8, Solo 15 – 16 September 2005, hlm 747 – 758.
Frasto, Biyanto (2003), Hubungan Pembingkaian Informasi Anggaran, Tanggung
Jawab, dan Pengalaman Terhadap Pilihan Keputusan Pada Investasi
Berisiko, Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya 16 – 17 Oktober
2003, hlm 883 – 894.
Ghozali, Imam (2006), Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gudono dan Cecilia Engko (2007), Pengaruh Kompleksitas Tugas dan Locus of
Control Terhadap Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan
Kerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi 10, Makassar 26 – 28 Juli
2007, hlm 1 – 34.
Handoko, Jesica (2008), Penilaian Keputusan Investivigasi Varian: Efek
Outcome dan Framing. JAVANISI. Vol 14 No.4. 2008.
Sekaran, Uma (2006a), Metode Penelitian Bisnis, Buku1, (Terjemahan), Jakarta:
Salemba Empat.
Sekaran, Uma (2006b), Metode Penelitian Bisnis, Buku2, (Terjemahan), Jakarta:
Salemba Empat.
Spector, Paul E (1998), Work Locus of Control Scale, tersedia di
www.google_translate.com (Januari 2010)
Tri, Koroy Ramaraya (2008), Pengujian Efek Pembingkaian Sebagai Determinan
Eskalasi Komitmen Dalam Keputusan Investasi : Dampak Dari
Pengalaman Kerja, Simposium Nasional Akuntansi 11, Pontianak Mei
2008, hal 1 – 26.
Wayan, I Suarta (2003), Strategi Reduksi Eskalasi Komitmen Sunk Cost,
Simposium Nasional Akuntansi 6, Surabaya 16 – 17 Oktober 2003, hlm
984 – 993.
Yusnaini (2005), Analisis Framing dan Causal Cognitive Mapping Dalam
Pengambilan Keputusan Stratejik. Simposium Nasional Akuntansi 8, Solo
15 – 16 September 2005, hlm 736 – 746.
77
Download