13 Metode Etnografi dan Etnometodologi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Metode
Penelitian
Kualitatif
Metode Etnografi dan
Etnometodologi
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
13
Kode MK
Disusun Oleh
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Abstract
Kompetensi
Modul membahas pengertian etnografi,
jenis-jenis etnografi, aplikasi etnografi
dalam komunikasi, etnografi
komunikasi, peristiwa komunikatif dalam
etnografi komunikasi, data etnografi,
prosedur penelitian etnografi.
Mahasiswa mampu menjelaskan
Metode Etnografi
Pengertian
Etnografi berasal dari bahasa Yunani. kata ethno yang berarti bangsa, graphy berarti
Menguraikan / menggambarkan.
Etnografi merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk memahami cara orang
berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena yang teramati dalam kehidupan sehari-hari.
Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan kebudayaan.
Tujuan utama aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang
asli. Etnografi tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar
dari masyarakat. Para peneliti pada tahap awal menjadi orang yang dibimbing oleh
masyarakat, karena tanpa belajar dari masyarakat tentu peneliti akan susah untuk
beradaptasi.
Dalam penelitian, mereka harus tinggal dalam kehidupan penduduk asli dan melakukan
penelitian lapangan. Kegiatan yang dilakukan benar-benar mengamati, mempelajari segala
hal mengenai kebudayaan suatu masyarakat.
Seorang etnografer tidak hanya melihat fenomena tingkah laku dalam masyarakat, namun
lebih dari itu yaitu melihat maknanya. Etnografer mengamati dan mencatat berbagai kondisi
emosional, lebih dari itu dia juga menyelidiki makna rasa takut, cemas, marah, dan berbagai
perasaan lain.
Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer membuat kesimpulan budaya dari tiga sumber:
1. Dari yang dikatakan orang/bahasa
2. Dari cara orang bertindak/tingkah laku
3. Dari berbagai benda yang digunakan (artefak).
Jenis-Jenis Etnografi
 Etnografi Deskriptif/konvensional
‘13
2
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Deskripsi tentang komunitas/kelompok, mengungkapkan pola, tipologi, dan kategori.
 Etnografi Kritis
Kajian terhadap faktor-faktor sosial makro seperti kekuasaan, dan meneliti asumsiasumsi akal sehat serta agenda-agenda tersembunyi.
Aplikasi Etnografi Dalam Komunikasi
 Perilaku dalam menonton televisi (Lull, 1990)
 “The Export of Meaning: Cross Cultural Readings of “Dallas” -----Tanggapan
kelompok etnis dan ras di Israel saat menonton Opera Amerika “Dallas” (Liebes &
Elihu Katz, 1990).
 Pengalaman konsumsi pada etnis minoritas kelompok orang Pakistan di Inggris
(Jamal & Chapman, 2000)
 Iklan dan interaksi keseharian siswa sekolah. (Marka Ritson & Elliot, 1999).
 Kajian etnografi biro iklan (Mark Alvesson, 1994)
Bagaimana praktisi periklanan menggambarkan diri, pekerjaan dan organisasi
mereka.
 Rini Fitria (2005):
Ritual Tabut Sebagai Media Komunikasi Masyarakat Kota Bengkulu: Pola
Komunikasi Masyarakat di Kota Bengkulu.
 J.M. Fatimah (2007):
Komunikasi Lintasbudaya antar etnik Tionghoa dengan Etnik Bugis-Makassar dalam
Hubungannya dengan Integrasi Bangsa Pasca Orde Baru di Makassar.
Etnografi Komunikasi
 Studi etnografi komunikasi merupakan pengembangan dari antropologi linguistik
yang dipahami dalam konteks komunikasi.
‘13
3
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Studi ini diperkenalkan pertama kali oleh Dell Hymes pada tahun 1962, sebagai kritik
terhadap ilmu linguistik yang terlalu memfokuskan diri pada fisik bahasa saja.
 Definisi etnografi komunikasi itu sendiri adalah pengkajian peranan bahasa dalam
perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara bagaimana bahasa
dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda kebudayaannya
Bahasa
 Mengapa banyak ragam bahasa di dunia?
 Bahasa merupakan refleksi dari kemampuan tertinggi akal budi manusia yang tidak
dimiliki binatang.
 Pembeda manusia dari spesies lain yang lebih rendah adalah kemampuan untuk
melakukan simbolisasi dan berbicara
 Susanne Langer, filosofis ini mengatakan bahwa setiap mahluk hidup didominasi
oleh instink. Pada manusia, instink ini dilengkapi dengan instink untuk memiliki
konsep dan simbol terutama bahasa
 Poespoprodjo: “Bahasa adalah keterbukaan manusia terhadap realitas. Lebih jauh
lagi, bahasa dan pikiran adalah tempat terjadinya realitas”
 Definisi bahasa yang digunakan oleh para ahli antropologi adalah “Sandi konseptual
sistem pengetahuan, yang memberikan kesanggupan kepada penutur-penuturnya
guna menghasilkan dan memahami ujaran”
Lingusistik
 Penelitian mengenai bahasa ini dipelopori oleh linguistik dengan ilmu deskriptifnya.
Ilmu ini tertarik pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam bahasa selama masa
lalu dan juga tertarik pada variasi bahasa pada masa kini.
 Kajian utama linguistik adalah aspek fonetik (proses ujaran), fonologi (sistem bunyi),
gramatika (struktur kalimat), dan aspek semantik atau makna kata dan kalimat.
‘13
4
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Ilmu linguistik banyak menjelaskan bahasa secara fisik, mulai dari pembagian kata
kerja, subjek-predikat, makna kata dsb., sehingga dari pembahasannya itu mereka
percaya bahwa ada sifat universal dari bahasa.
 Masalah timbul ketika tidak semua temuan mereka dapat diterapkan pada
masyarakat, dan bagaimana suatu masyarakat bereaksi sangat keras hanya karena
keliru dalam penempatan subjek dan predikat . Contoh pada masyarakat Desa
Malagasy Madagaskar yang tidak pernah menyebut subjek dalam kalimatnya (juga
seringkali dilakukan orang Sunda?)
 Bahasa ternyata memiliki sifat inequality. Sejalan dengan pemikiran peneliti etnografi
komunikasi yang menyatakan, tidak semua bahasa bisa disamakan dan mampu
memerankan fungsi yang sama dalam masyarakat
 Ilmu linguistik masih juga mempunyai keterbatasan lain ketika menjelaskan mengapa
suatu kata ‘A’ memiliki makna ‘B’ dan mengapa kalimat ‘A’ digunakan pada situasi ‘C’
tidak pada situasi ‘D’. Keterbatasan ini oleh para ahli diterjemahkan sebagai
ketidakmampuan ilmu linguistik dalam menempatkan bahasa dalam konteksnya yaitu
komunikasi.
Hakikat Bahasa
1. Bahasa itu sistematik atau mempunyai aturan atau pola.
2. Bahasa itu manasuka (arbitrer), karena seringkali tidak ada hubungan logis antara
kata dengan simbol yang diwakilinya.
3. Bahasa itu ucapan / vokal atau ujaran (selalu dinyatakan, walau dalam hati
sekalipun).
4. Bahasa itu simbol yang kompleks.
5. Bahasa itu mengacu pada dirinya, mampu menjelaskan aturan-aturan untuk
mempergunakan dirinya.
6. Bahasa itu manusiawi, hasil dari akal budi manusia.
7. Bahasa itu komunikasi, karena bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi.
Selain itu, dengan bahasalah kita mencaci, memuji, berbohong, mengagungkan
Tuhan, dan lain-lain .
‘13
5
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Etnografi komunikasi adalah salah satu cabang dari ilmu antropologi, khususnya antropologi
budaya. Definisi etnografi itu sendiri adalah uraian terperinci mengenai pola-pola kelakuan
suatu suku bangsa dalam etnologi (ilmu tentang bangsa-bangsa)
Etnografi komunikasi pada awalnya (1962), disebut Hymes etnografi of speaking (gabungan
antara etnologi dan linguistik) menyangkut situasi, penggunaan, pola dan fungsi dari
berbicara sebagai suatu aktivitas tersendiri
Etnografi komunikasi akan mengasilkan hipotesis mengenai berbagai cara, bagaimana
fenomena sosiokultural dalam masyarakat itu berhubungan dengan pola-pola komunikasi
atau cara-cara berbicara
Fokus kajian dari etnografi komunikasi adalah perilaku-perilaku komunikatif
suatu
masyarakat, yang pada kenyataannya banyak dipengaruhi oleh aspek-aspek sosiokultural,
seperti kaidah-kaidah interaksi dan kebudayaan
Singkatnya, etnografi komunikasi merupakan pendekatan terhadap sosiolinguistik bahasa,
yaitu melihat penggunaan bahasa secara umum dihubungkan dengan nilai-nilai sosial dan
kultural. Sehingga tujuan deskripsi etnografi adalah untuk memberikan pemahaman global
mengenai pandangan dan nilai-nilai suatu masyarakat sebagai cara untuk menjelaskan
sikap dan perilaku anggota-anggotanya
Etnografer komunikasi perlu mengembangkan konsep speech community (komunitas tutur)
yang merupakan kelompok sasaran berlakunya deskripsi etnografi tertentu
Yang membedakan komunitas tutur yang satu dengan yang lain adalah kaidah-kaidah untuk
berbicara. Sehingga suatu suku bangsa bisa saja memiliki dua atau lebih komunitas tutur.
Seseorang bisa saja termasuk ke dalam dua atau lebih komunitas tutur.
Sebagai contoh Asep termasuk ke dalam masyarakat tutur Sunda, tetapi ia juga bisa
termasuk ke dalam masyarakat tutur Indonesia, dan Inggris, karena ia juga fasih berbicara
dalam kedua bahasa tersebut. Masyarakat tutur Sunda itu pun terbagi lagi menjadi
masyarakat tutur Sunda halus, Sunda preman, dan lain sebagainya
Etnografi komunikasi memandang komunikasi sebagai proses yang sirkuler dan dipengaruhi
oleh sosiokultural lingkungan tempat komunikasi tersebut berlangsung
‘13
6
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis komunikasi dalam etnografi komunikasi,
diperlukan pemahaman mengenai unit-unit diskrit aktivitas komunikasi yang dikemukakan
oleh Hymes
Unit Diskrit Aktivitas Komunikasi Manusia
 Situasi komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi
 Peristiwa komunikatif. Sebuah peristiwa komunikatif dinyatakan berakhir, ketika
terjadi perubahan partisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh
 Tindak komunikatif, yaitu fungsi interaksi tunggal, seperti pernyataan, permohonan,
perintah, ataupun perilaku non verbal
 Individu itu sendiri dalam prespektif etnografi komunikasi dibangun atas tiga jenis
pengetahuan, yaitu
1.
pengetahuan linguistik
2.
keterampilan interaksi
3.
pengetahuan kebudayaan
Ketiganya disebut Kompetensi Komunikasi
Peristiwa Komunikatif Dalam Etnografi Komunikasi
 Genre atau tipe peristiwa komunikatif.
 Topik peristiwa komunikatif.
 Tujuan dan fungsi peristiwa secara umum dan juga fungsi dan tujuan partisipan
secara individual.
 Setting termasuk lokasi, waktu, musim, dan aspek fisik situasi yang lain.
 Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial, atau kategori lain
yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.
 Bentuk pesan, termasuk saluran verbal non vokal, non verbal dan hakekat kode yang
digunakan, misalnya bahasa mana dan varietas yang mana.
 Isi pesan.
‘13
7
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
 Urutan tindakan, atau urutan tindak komunikatif / tindak tutur termasuk alih giliran
atau fenomena overlap percakapan.
 Kaidah interaksi.
 Norma-norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum, kebiasaan, kebudayaan,
nilai, dan norma yang dianut.
Hubungan antar komponen inilah yang dinamakan dengan pola komunikasi.
Hymes menjelaskan bahwa dalam setiap masyarakat terdapat varietas kode bahasa
(language code) dan cara-cara berbicara yang bisa dipakai oleh anggota masyarakat atau
sebagai repertoir komunikatif komunitas tutur. Variasi ini akan mencakup semua varietas
dialek atau tipe yang digunakan dalam populasi sosial tertentu, dan faktor-faktor
sosiokultural yang mengarahkan pada seleksi dari salah satu variasi bahasa yang ada.
Sehingga pilihan varietas yang dipakai akan menggambarkan hubungan yang dinamis
antara komponen-komponen komunikatif dari suatu komunitas tutur, atau yang dikenal
sebagai pemolaan komunikasi (communication patterning).
Data Etnografi Komunikasi
 Informasi latar belakang, yang mencakup latar belakang historis komunitas tutur,
sejarah hubungan dengan kelompok lain, peristiwa yang mempengaruhi issue
bahasa atau hubungan etnik, ciri-ciri khas yang dapat ditemukan, dan lain-lain.
 Artifak, atau objek-objek fisik yang relevan untuk memahami pola-pola komunikasi,
seperti foto, dokumentasi yang ada, bentuk-bentuk tulisan, dll.
 Data artistik atau sumber-sumber literer (tertulis atau lisan).
 Pengetahuan umum, atau asumsi-asumsi yang mendasari penggunaan bahasa dan
interpretasi bahasa.
 Kepercayaan tentang penggunaan bahasa, misalnya hal yang tabu untuk
dibicarakan.
 Data tentang kode linguistik, yang mencakup unit-unit leksikon, gramatika, dan
 fonologi.
‘13
8
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Prosedur
 Observasi pendahuluan.
 Penentuan informan penelitian.
 Observasi partisipan.
 Etnografer mengikuti kegiatan partisipan.
 Wawancara mendalam.
 Telaah dokumen.
 Mengumpulkan sumber data yang lain, seperti rekaman video, foto, dsb.
 Mengolah dan analisis data.
 Intropeksi dan menguji keabsahan data.
 Menyusun laporan penelitian.
Metode Etnometodologi
Pelopor Etnometodologi
Etnometodologi sendiri adalah suatu studi tentang praktek sosail keseharian yang diterima
secara taken for granted berdasarkan akal sehat (common sense). Etnometodologi mulai
berkembang di tahun 1950 dengan tokoh penggagasnya adalah Harold Garfinkel. Garfinkel
sendiri adalah dosen pada UCLA di West Coast. Akan tetapi baru dikenal oleh kalangan
luas (oleh profesi-profesi lain) pada akhir 1960-an dan awal 1970-an ( Poloma : 1994 : 281).
Garfinkel memunculkan etnometodologi sebagai bentuk ketidaksetujuannya terhadap
pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional yang dianggapnya mengekang kebebasan
peneliti. Penelitian konvesional selalu dilengkapi asumsi, teori, proposisi dan kategori yang
membuat peneliti tidak bebas di dalam memahami kenyataan sosial menurut situasi di mana
kenyataan sosial tersebut berlangsung.
Pengertian
Garfinkel sendiri medefenisikan etnometodologi sebagai penyelidikan atas ungkapanungkapan indeksikal dan tindakan-tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan penyelesaian
yang sedang dilakukan dari praktek-praktek kehidupan sehari-hari yang terorganisir.
‘13
9
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Etnometodologi Grafinkel ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang
berdasarkan akal sehat. Apa yang dimaksudkan dengan dunia akal sehat adalah sesuatu
yang biasanya diterima begitu saja, asumsi-asumsi yang berada di baliknya dan arti yang
dimengerti bersama. Inti dari etnometologi Granfikel adalah mengungkapkan dunia akal
sehat dari kehidupan sehari-hari (Furchan, 1992 : 39-41).
Etnometodologi Dalam Praktek
Dalam prakteknya, etnometodologi Garfinkel menekankan pada kekuatan pengamatan atau
pendengaran dan eksperimen melalui simulasi. Pengamatan atau pendengaran digunakan
Grafinkel ketika melakukan penelitian pada sebuah toko. Di sana Grafinkel mengamati
setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang
dipercakapkan orang-orang tersebut. Seementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel
melakukan beberapa latihan pada beberapa orang.
Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif. Pada latihan
responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah
dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu
situasi atau bahasa. Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau
peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan
subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Latihan pertama (responsif) adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang
pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya. Latihan kedua
(provokatif) dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan
memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut. Sementara latihan
ketiga (suberrsif) adalah menyuruh mahasiswanya untuk tinggal di rumah mereka masingmasing dengan berprilaku sebagai seorang indekos. Lewat latihan-latihan ini orang menjadi
sadar akan kejadian sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi
dari Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akan sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh
masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi
sedemikian.
Sesudah Grafinkel muncullah beberapa pakar yang mengembangkan studi etnometodologi
di antaranya Jack Douglas, Egon Bittner, Aaron Cicourel, Roy Turner, Don Zimmerman dan
D. Lawrence Wieder. Di antara para pakar ini Jack Douglaslah yang paling lengkap
‘13
10
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pembahasan etnometodologinya. Douglas menggunakan etnometodologi untuk menyelidiki
proses yang digunakan para koroner (pegawai yang memeriksa sebab-musabab kematian
seseorang untuk menentukan suatu kematian sebagai akibat bunuh diri. Douglas mencatat
bahwa untuk menentukan hal itu , koroner harus menggunakan pengertian akal sehat yaitu
apa yang diketahui oleh setiap orang tentang alasan orang bunuh diri sebagai dasar
menetapkan adanya unsur kesengajaan ( Furchan, 1992 : 39)
Fenomena Bunuh Diri
Di sini seorang koroner mengumpulkan bukti-bukti berupa peritiwa hidup (hari-hari terakhir)
dari seseorang yang mati tersebut mengenai apakah ia mengalami peristiwa yang
memungkinkan ia bunuh diri atau tidak. Jika ia tidak menemukan bukti-buktinya maka ia
akan menyimpulkan bahwa kematian tersebut bukanlah suatu tindakan bunuh diri, pada hal
mungkin saja ia telah melakukan bunuh diri. Atau sebaliknya, jika ia menemukan bukti maka
ia akan menyimpulkan bahwa kematian tersebut adalah suatu tindakan bunuh diri pada hal
belum tentu seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Pendekatan ini sangat berbeda
dengan apa yang pernah dilakukan oleh Durkheim tentang bunuh diri (suicide) yang
dilakukannya dengan pendekatan statistikal. Di sini tampaklah bahwa etnometodologi
adalah suatu studi atas realitas kehidupan manusia atau masyarakat yang secara radikal
menolak pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional sebagaimana yang telah disentil di
bagian pengantar di atas.
Etnometodologi Dalam Perspektif Sosiologi Lainnya
Etnometodologi dapat didefenisikan sebagai suatu cabang dari studi sosiologi itu sendiri.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, etnometodologi sebagai sebuah cabang studi
sosiologi berurusan dengan pengungkapan realitas dunia kehidupan (lebenswelt) dari
individu atau masyarakat. Sekalipun etnometodologi oleh beberapa pakar dipandang
sebagai sebuah studi pembaharuan dalam sosiologi, etnometodologi memiliki kesamaan
dengan beberapa pendekatan sosiologi sebelumnya yaitu fenomenologi, interaksionis
simbolik dan Talcott Parsons (Poloma, 1994 : 283 & Coulon, 2003 : 1).
Pengaruh fenomenologi Terhadap Etnometodologi
Grafinkel di saat awal memunculkan atau mengembangkan studi ini sedang mendalami
fenomenologi Alfred Schutz pada New School For Social Research. Terdapat dugaan kuat
bahwa fenomenologi Schutz sangat mempengaruhi etnometodologi Grafinkel. Ini terbukti
dari asumsi sekaligus pendirian dari etnometodologi itu sendiri. Bagi Schutz, dunia sehari-
‘13
11
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hari merupakan dunia inter subjektif yang dimiliki bersama orang lain dengan siapa kita
berinteraksi. Dunia inter subjektif itu sendiri terdiri dari realitas-realitas yang sangat
berganda di mana realitas sehari-hari tampil sebagai realitas yang utama. Schutz
memberikan perhatian pada dunia sehari-hari yang merupakan common sense. Realitas
seperti inilah yang kita terima secara taken for granted di mana kita mengesampingkan
keragu-raguan, kecuali realitas yang dipermasalahkan.
Realitas Sosial Schutz
Yang
dimaksudkan
dengan
realitas
sosial
oleh
Schutz
adalah,
“keseluruhan objek dan kejadian-kejadian di dunia kultural dan sosial, yang dihidupan oleh
pikiran umum manusia yang hidup bersama dengan sejumlah hubungan interaksi. Itu adalah
dunia objek kultural dan institusi sosial di mana kita semua lahir, saling mengenal,
berhubungan (...) Sejak permulaan, kita, para aktor di atas panggung sosial, menjalani dunia
sebagai suatu dunia budaya sekaligus dunia alam, bukan sebagai suatu dunia pribadi, tetapi
dunia antar subjektif, artinya sebagai suatu dunia yang umum untuk kita semua yang
dibentangkan di hadapan kita atau yang secara potensial dapat dinikmati oleh siapa saja
dari kita; dan ini berimplikasi pada komunikasi dan bahasa.” (Sebagaimana yang dikutip
Coulon, 2003 : 4).
‘13
12
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
‘13
13
Metode Penelitian Kualitatif
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download