"EVALUASI PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN USIA DINI

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kurikulum dan Pelaksanaan Kurikulum
1. Kurikulum
Ada berbagai definisi dari kurikulum. Dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kurikulum
merupakan
“seperangkat
rencana
dan
pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara
yang
digunakan
sebagai
pedoman
penyelenggaraan
kegiatan”. Merujuk pada pengertian tersebut, kurikulum
yang dimaksud lebih menekankan pada kerangka kerja
atau
rancangan
dalam
membantu
berkembangnya
kemampuan-kemampuan peserta didik melalui proses
pembelajaran.
Sehingga,
kurikulum
akan
memuat
informasi tentang apa yang harus dipelajari peserta didik
(subjek), apa yang harus peserta didik ketahui dan
mampu laksanakan (kompetensi), berapa lama mereka
dapat belajar (jam belajar/minggu) dan bagaimana cara
peserta didik belajar (tatap muka, tugas terstruktur, dan
juga tugas lainnya) (Munir dalam Rahmat, 2010).
Hal tersebut hampir mirip seperti yang ditulis
McLachlan, dkk (2010) bahwa ada empat elemen penting
yang ada pada kurikulum: 1) tujuan, sasaran, objektif
atau pernyataan hasil – apa yang kita inginkan untuk
bisa dicapai dalam kurikulum ini, apa hasil (outcome)
yang
kita
harapkan
dari
mengimplementasikan
10
kurikulum ini. 2) Isi, bidang studi, atau mata pelajaran –
apa
yang
akan
kita
masukkan
dan
tidak
dalam
kurikulum. 3) Metode atau prosedur – apakah metode
atau pendekatan mengajar yang akan digunakan untuk
mencapai tujuan atau outcome ini. 4) Evaluasi dan
penilaian – bagaimana mengetahui bahwa tujuan dalam
kurikulum telah dicapai. Hal tersebut hampir sama
dengan pendapat Stake (dalam Hasan, 1988) yang
menyatakan bahwa kurikulum adalah termasuk apa
yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana
tersebut, serta hasil dari proses pelaksanaan rencana
tadi. Menurut definisi ini kurikulum bukan hanya
sekedar evaluasi hasil belajar.
Jadi
dari
berbagai
definisi
kurikulum
bisa
disimpulkan bahwa kurikulum adalah sebuah rancangan
untuk peserta didik yang berisi tujuan apa yang ingin
dicapai,
apa
saja
yang
harus
dipelajari,
metode
mengajarkan, bagaimana menilai tujuan telah dicapai.
Empat hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Tim
Dosen UPI (2010)
yaitu bahwa kurikulum merupakan
suatu sistem yang memiliki komponen tujuan, isi,
metode dan evaluasi.
2. Pelaksanaan Kurikulum
Menurut Mulyasa (2008) pelaksanaan kurikulum
adalah
suatu
proses
penerapan
ide,
konsep,
dan
kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu
aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai
seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi
dengan
lingkungan.
Jadi
pelaksanaan
kurikulum
11
merupakan hasil terjemahan guru terhadap kurikulum
yang dijabarkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran sebagai rencana tertulis.
Pelaksanaan
kurikulum
sebagai
proses
ini
direalisasikan dalam proses belajar mengajar sesuai
dengan prinsip dan tuntutan kurikulum yang telah
dikembangkan
sebelum
itu
bagi
suatu
jenjang
pendidikan atau sekolah-sekolah tertentu. Pelaksanaan
kurikulum
dibagi
menjadi
dua
yaitu
pelaksanaan
kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam
tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah
dan pada tingkatan kelas yang berperan adalah guru
(Suryosubroto, 2004).
Kurikulum
direncanakan
atau
dikembangkan
sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah,
tuntutan lingkungan, ataupun fungsi dan visi misi dari
satuan pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya hal
tersebut
belum
tentu
berjalan
seperti
yang
telah
direncanakan karena berbagai faktor diantaranya guru,
siswa, dan sarana prasarana.
Menurut Sauri (2010), faktor kompetensi sebagai
seorang guru sangatlah penting. Sasaran pekerjaannya
yaitu
peserta
didik
akan
berkualitas
atau
tidak
tergantung sejauh mana guru bisa menempatkan diri
sebagai
pendidik
kompetensi
Peraturan
untuk
yang
memiliki
mengarahkan
Pemerintah
No.19
kapasitas
peserta
Tahun
2005
dan
didiknya.
tentang
Standar Nasional Pendidikan mengatur bahwa ada
empat kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru yaitu
kompetensi
pedagogis,
kepribadian,
sosial
dan
12
profesional. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut
dijelaskan masing-masing sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi
pemahaman
terhadap
peserta
didik,
perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah
kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik,
dan beraklak mulia.
Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara
luas
dan
mendalam
yang
memungkinkannya
membimbing
peserta
didik
memenuhi
standar
kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan.
Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah
kemampuan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Selain itu sebelum merencanakan kurikulum, guru
dituntut untuk memahami peserta didik dengan baik.
Pengenalan terhadap peserta didik dalam interaksi
belajar
mengajar
merupakan
faktor
mendasar
dan
penting agar guru memahami dan menghargai keunikan
cara
belajar,
kebutuhan
perkembangan,
kemampuan serta karakteristik
akhirnya
mencapai
minat,
mereka dan pada
tujuan
pembelajaran
yang
atau siswa
adalah
diharapkan (Sutarmanto, 2012).
Sedangkan, peserta didik
sasaran atau target dari kurikulum yang direncanakan.
Menurut Undang-undang No.20
didik
adalah
anggota
mengembangkan
Tahun 2003, “Peserta
masyarakat
potensi
diri
yang
melalui
berusaha
proses
13
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis
pendidikan tertentu”.
Komponen lain yang mempengaruhi kelancaran
pelaksanaan
kurikulum
adalah
sarana
prasarana.
Penyediaan sarana yang memadai bisa menunjang hasil
pembelajaran. Seperti yang ditulis Djatmiko (2006)
bahwa sehebat apapun guru dalam menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi, tanpa didukung oleh sarana
prasarana yang memadai maka hasil yang diharapkan
tidak dapat dicapai secara maksimum.
Oleh karena itulah, dalam pelaksanaan kurikulum
ketiga hal tersebut perlu juga diperhatikan supaya
menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum.
B. Evaluasi Kurikulum
Dalam
bukunya,
Arikunto
dan
Jabar
(2010)
menyimpulkan beberapa pendapat dari ahli tentang
evaluasi yaitu kegiatan mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat
dalam mengambil keputusan. Demikian pula dalam
evaluasi kurikulum. Niekerk (2003) mengambil beberapa
definisi dalam tulisannya, pertama menurut Kelly (1989)
menyatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah proses
dari usaha-usaha yang tujuannya adalah mengukur nilai
dan efektivitas dari setiap hal penting dalam kegiatan
pendidikan. Kemudian Cronbach (1963) mendefinisikan
evaluasi secara lebih luas sebagai mengumpulkan dan
menggunakan informasi untuk membuat keputusan
14
menyangkut program pendidikan. Ketiga Davis (1981)
mendeskripsikan evaluasi kurikulum sebagai proses dari
menggambarkan,
mendapatkan
dan
menyediakan
informasi yang berguna untuk membuat keputusan dan
penilaian
tersebut,
tentang
maka
kurikulum.
evaluasi
Dari
kurikulum
definisi-definisi
penting
untuk
dilakukan sehingga orang-orang yang berperan dalam
kurikulum
bisa
melihat
bagaimana
efisiensi
dan
efektivitasnya.
Menurut Hasan (1988), dalam memberikan definisi
dalam evaluasi kurikulum bergantung pada definisi
kurikulum itu sendiri yang menyangkut ruang lingkup
kurikulum ataupun dimensi-dimensi kurikulum sebab
ruang lingkup kurikulum akan memberikan batasan
pada ruang lingkup evaluasi kurikulum. Kemudian
dikemukakan juga bahwa kurikulum memiliki empat
dimensi yang saling berhubungan satu sama lain.
Keempat dimensi tersebut adalah kurikulum sebagai
suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan atau
proses, dan kurikulum sebagai suatu hasil. Hubungan
diantara keempat dimensi tersebut digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 1. Empat Dimensi Kurikulum
Kurikulum
sebagai ide
atau
konsepsi
Kurikulum
sebagai
rencana
tertulis
Kurikulum
sebagai
kegiatan
atau proses
Kurikulum
sebagai hasil
belajar
Sumber: Qomari, 2008
15
Komponen kurikulum yang terdiri dari (1) tujuan
apa yang ingin dicapai, (2) apa saja yang harus dipelajari,
(3) metode mengajarkan, (4) bagaimana menilai tujuan
telah dicapai
berhubungan dengan empat dimensi
kurikulum di atas. Selanjutnya, empat dimensi dari
kurikulum merupakan hal yang saling berhubungan dan
berkesinambungan maka
disimpulkan bahwa evaluasi
kurikulum merupakan suatu proses pengumpulan dan
penggunaan informasi untuk membuat keputusan dan
penilaian tentang kurikulum yang meliputi kurikulum
sebagai
ide,
kurikulum
kurikulum
sebagai
sebagai
rencana
kegiatan/proses,
tertulis,
dan
kurikulum
lebih
cenderung
sebagai hasil.
Dalam
penelitian
ini,
akan
mengevaluasi kurikulum sebagai suatu kegiatan atau
proses,
yaitu
kurikulum
sebagai
realita
karena
kurikulum dalam dimensi ini adalah kurikulum yang
sesungguhnya terjadi di lapangan. Hasan (1988) lebih
lanjut juga menuliskan bahwa kurikulum sebagai proses
sebenarnya merupakan implementasi atau pelaksanaan
kurikulum sebagai rencana. Oleh karena itu, antara
dimensi
kurikulum
sebagai
rencana
sebagai
dan
ide
dengan
kurikulum
kurikulum
sebagai
proses
merupakan suatu kelanjutan yang berkesinambungan.
Kesinambungan merupakan suatu hal yang penting dan
kritis
dalam
pengembangan
kurikulum.
apabila
kesinambungan tersebut mengalami persoalan maka ide
yang dimaksud dalam tahap pertama pengembangan
kurikulum tidak akan mencapai sasaran.
Salah satu model evaluasi kurikulum yang dapat
digunakan
adalah
model
yang
dikembangkan
dan
16
digagas oleh Stufflebeam (dalam Hasan, 1988) yaitu
model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model
ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input,
proses, dan produk, dan masing-masing perlu penilaian
sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian mengenai
lingkungan satuan pendidikan serta pengaruh-pengaruh
dari luar. Tujuannya untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki evaluan. Kemudian sebagian
tugas evaluan adalah melakukan need assessment.
Evaluasi ini mencoba memberikan nilai dan arti dari
suatu
keadaan.
Nilai
diperlihatkan
dengan
mengemukakan mengenai keadaan evaluan. Kekuatan
dan kelemahan evaluan merupakan hasil pertimbangan
evaluator
mengenai
nilai
evaluan.
Sedangkan
arti
evaluan diperlihatkan dengan memberikan pertimbangan
apakah tujuan yang akan dicapai sesuai kebutuhan
(need). Bila evaluasi ini memadai, maka dilakukan
evaluasi
input
(masukan),
yakni
mengemukakan
program yang dapat mencapai apa yang diinginkan
lembaga tersebut. Evaluasi input tidak hanya melihat
apa
yang
ada
pada
lingkungan
lembaga
(material
maupun personal) tetapi juga harus memperkirakan
kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi diwaktu
mendatang ketika suatu inovasi kurikulum dilakukan.
Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan
suatu inovasi kurikulum. Sehingga evaluasi ini baru
dapat
dilakukan
dilaksanakan
apabila
dilapangan.
inovasi
kurikulum
Tujuannya
telah
memperbaiki
keadaan yang ada. Evaluator menentukan sampai sejauh
mana rencana inovasi itu dilaksanakan dilapangan,
hambatan-hambatan
apa
yang
ditemui
yang
tidak
17
diperkirakan sebelumnya, dan perubahan apa yang
harus dilakukan terhadap kurikulum tersebut. Informasi
ini juga sebagai umpan balik untuk pengelola dan staf.
Selanjutnya evaluasi produk (hasil) adalah evaluasi yang
bertujuan untuk menentukan sampai sejauh mana
kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat
memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya.
Evaluasi hasil diharapkan memperlihatkan pengaruh
program tidak hanya yang bersifat langsung tapi juga
tidak langsung. Pengaruh tersebut tidak saja yang besifat
positif tetapi juga pengaruh negatif dari kurikulum
tersebut. Adanya pengaruh negatif terdengar aneh, tapi
sebenarnya realistis. Bukanlah hal yang mustahil bahwa
suatu kurikulum menghasilkan pengaruh sampingan
yang negatif yang tidak diperkirakan pengembangnya.
Stufflebeam juga mengatakan bahwa keempat
evaluasi ini merupakan satu rangkaian namun dalam
pelaksanaannya evaluator dapat melakukan satu jenis
evaluasi saja atau kombinasi dari dua atau lebih. Namun
keunggulan model ini terletak pada kesatuan rangkaian
evaluasi. Keempat dimensi kurikulum dapat dievaluasi
dengan model CIPP ini. Kurikulum sebagai ide dapat
dievaluasi melalui evaluasi konteks, kurikulum dalam
dimensi sebagai rencana dapat menggunakan evaluasi
input, sedangkan evaluasi proses dan hasil sesuai
namanya dapat dipakai untuk mengkaji kurikulum
dalam dimensi sebagai proses dan hasil.
18
C. Pendidikan Taman Kanak-kanak
1. Pengertian Taman Kanak-kanak
Definisi dari pendidikan anak usia dini atau PAUD
adalah suatu proses pendidikan yang diperuntukkan
bagi anak usia dini, atau sering juga disebut dengan
istilah anak usia prasekolah, usianya berkisar antara 2-6
tahun (Muliawan, 2009). Pengertian tersebut sejalan
dengan apa yang disebutkan dalam Undang-undang
No.20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa Pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam
tahun
yang
dilakukan
melalui
pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut. Taman Kanak-kanak (TK) adalah salah satu jalur
formal bagi pendidikan usia dini.
Berdasarkan Permendiknas No.58 Tahun 2009
Taman Kanak-kanak (TK), di Indonesia, peserta didiknya
meliputi anak-anak berusia 4 - < 6 tahun. Untuk usia 4 <5 tahun adalah peserta didik TK Kelompok A, dan 5 - <
6 tahun adalah peserta didik TK Kelompok B. Jumlah
maksimal
peserta
didik
setiap
rombongan
belajar
sebanyak 20 peserta didik dengan 1 orang guru atau
guru pendamping.
Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan
dan perkembangan paling pesat, baik fisik maupun
mental. Pertumbuhan dan perkembangan anak telah
dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan.
Pembentukan sel saraf otak sebagai modal kecerdasan,
19
terjadi saat anak dalam kandungan. Sehingga tahap awal
perkembangan
janin
sangat
penting
untuk
pengembangan sel-sel otak. Setelah lahir terjadi proses
mielinasi dari sel-sel saraf dan pembentukan hubungan
antarsel. Keduanya sangat penting dalam pembentukan
kecerdasan. Selain pertumbuhan dan perkembangan
fisik
dan
motorik,
perkembangan
moral,
sosial
emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung
sangat pesat. Oleh karena itu usia dini juga disebut
sebagai usia emas atau golden age (Suyanto, 2005).
2. Fungsi Pendidikan Taman Kanak-kanak
Krin Villien seorang konsultan pendidikan anak
usia dini dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa
kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih bersifat
akademik dimana anak lebih banyak duduk di bangku
seperti sekolah dasar. Menurutnya jarang sekali anak
diberi kesempatan bereksplorasi dan melakukan sendiri
apa yang diminati. “Banyak guru kurang memberikan
kesempatan anak untuk berfikir dan guru kurang
memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan
perasaannya
dan
menemukan
pemecahan
masalah
sendiri”. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu
menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai
dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan
berkembang secara wajar. Masa anak merupakan fase
yang sangat fundamental bagi perkembangan inidividu
karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat
besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi
seseorang. Hal ini karena aspek-aspek perkembangan
20
anak berkaitan satu dengan yang lain, artinya aspekaspek itu saling mempengaruhi. Bila ada hambatan
pertumbuhan dan perkembangan dalam satu aspek
maka
akan
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangan aspek lain. Namun apabila aspek-aspek
tersebut terbentuk dan berkembang dengan optimal,
maka
akan
terbentuk
individu
yang
kuat
(dalam
Syaodih, 2008).
Agar bisa memanfaatkan berbagai potensi anak di
usia
emas
tersebut,
kegiatan
pembelajaran
yang
dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) harus bisa
memberikan rangsangan untuk berbagai aspek yaitu
fisik-motorik, kognitif, sosial, emosi dan bahasa dengan
tepat sesuai dengan tingkat usia anak.
Seperti
kegiatan
pendapat
pembelajaran
dari
pada
Sujiono,
anak
(2009)
usia
dini
bahwa
pada
hakikatnya adalah:
pengembangan kurikulum secara konkret berupa
seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman
belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia
dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang
harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi
yang harus dimiliki oleh anak.
Selain itu juga, pengembangan kurikulum harus
bisa mendukung fungsi pendidikan usia dini yaitu
memberikan stimulasi kepada anak. Melihat dari tujuan
pendidikan anak usia dini maka ada beberapa fungsi
program stimulasi edukasi atau fungsi pendidikan usia
dini tersebut yaitu:
1) Fungsi adaptasi, berperan dalam membantu anak
melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi
lingkungan serta menyesuaikan diri dengan keadaan dalam
dirinya sendiri. Contohnya, dalam mengajarkan sebuah
21
permainan dan aturannya, maka anak dikenalkan
peraturan dan ditanamkan untuk bisa mendisiplinkan
dirinya mengikuti peraturan. Anak belajar menyesuaikan
diri dengan situasi tersebut sehingga bisa ikut dalam
permainan tersebut. 2) Fungsi sosialisasi, berperan dalam
membantu anak agar memiliki ketrampilan-ketrampilan
sosial yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan
sehari-hari di mana anak berada. Contohnya: bermain
bersama teman, melalui bermain maka anak dapat
berinteraksi dan berkomunikasi sehingga proses sosialisasi
anak dapat berkembang. 3) Fungsi pengembangan,
berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang
dimiliki anak. Setiap unsur potensi yang dimiliki anak
membutuhkan suatu situasi atau lingkungan yang dapat
menumbuhkembangkan
potensi
tersebut
kearah
perkembangan yang optimal sehingga menjadi potensi yang
bermanfaat bagi anak itu sendiri maupun lingkungannya.
Contohnya: menyiapkan media pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan dan minat anak, mengenalkan anak
dengan dunia sekitar, misalnya dengan field trip. 4) Fungsi
bermain, berkaitan dengan pemberian kesempatan pada
anak untuk bermain, karena pada hakikatnya bermain itu
sendiri
merupakan
hak
anak
sepanjang
rentang
kehidupannya. Melalui kegiatan bermain anak akan
mengeksplorasi
dunianya
serta
membangun
pengetahuannya sendiri. Contohnya, bermain bebas sesuai
dengan minat dan keinginan anak. 5) Fungsi ekonomik,
pendidikan yang terencana pada anak merupakan investasi
jangka panjang yang dapat menguntungkan pada setiap
rentang perkembangan selanjutnya. Terlebih lagi investasi
yang dilakukan berada pada masa keemasan (the golden
age) yang akan memberikan keuntungan berlipat ganda.
Pendidikan di Taman Kanak-kanak merupakan salah satu
peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya (Sujiono,
2009).
3. Karakteristik Perkembangan Anak Taman Kanakkanak
Telah dijelaskan sebelumnya, anak usia Taman
Kanak-kanak (TK) secara psikologis berada pada rentang
usia 4 sampai 6 tahun. Salah satu aspek perkembangan
penting dari anak TK adalah perkembangan fisik.
Perkembangan fisik dapat diklasifikasikan menjadi dua
22
aspek yaitu ditinjau dari perkembangan motorik kasar
dan motorik halus. Sujiono (2009) menuliskan indikasi
kemampuan motorik pada anak TK:
(1) mampu berlari, meloncat, memanjat dan
keseimbangan – hal itu menunjukkan kemampuan
motorik kasar yang telah berkembang dengan baik; (2)
peningkatan kemampuan kontrol atau jari tangan
mengambil benda-benda yang kecil, memotong garis
dengan gunting, memegang pensil dengan bantuan
orang dewasa, merangkai manik-manik kecil; (3)
membangun yang membutuhkan keahlian, biasanya
menyukai konstruksi-konstruksi bahan, dan juga
aktivitas besar dengan unit dan bahan konstruksi yang
besar; (4) menunjukkan minat yang besar dalam
permainan bola dengan peraturan yang sederhana.
Masih menurut Sujiono (2009), perkembangan
intelektual
menyangkut
imajinasi.
Dalam
kognitif,
kemampuan
bahasa,
perseptual
seni
dan
kognitif,
Sujiono mengatakan anak TK akan:
(1) menunjukkan minat dalam rasa dan perbedaan
aktivitas sensori motor misalnya warna, ukuran atau
bentuk, suara, rasa bau, berat; (2) menunjukkan
peningkatan minat dalam angka-angka sederhana dan
kuantitas seperti: menghitung, mengukur, meneliti,
kurang-lebih, dan besar kecil, kegiatan kebahasaan
menyebutkan nama huruf atau suara, menjiplak huruf
dan pura-pura menulis, melakukan kegiatan-kegiatan
dengan buku; (3) melakukan kegitan yang lebih
bertujuan dan mampu merencanakan suatu kegiatan
secara aktif; (4) menunjukkan peningkatan minat dalam
menghasilkan rancangan, termasuk puzzle dan dalam
menkonstruksikan dunia permainan; (5) turut serta
dalam pertunjukkan seni yang membutuhkan aksi
panggung; (6) menunjukkan peningkatan kewaspadaan
terhadap sesuatu yang nyata dalam berbagai macam
bentuk, pakaian, bermain peran dan permainan
konstruksi; (7) menunjukkan minat terhadap alam,
pengetahuan, binatang, waktu dan bagaimana benda
bekerja.
Berhubungan
dengan
perkembangan
bahasa,
menurut Morrison (2012) murid TK berada dalam masa
23
perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat
pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar
kata-kata baru. Hal ini menjelaskan kecintaan anak TK
akan kata-kata besar dan kemampuan mereka untuk
mengatakan dan menggunakannya. Anak TK senang dan
butuh terlibat dalam banyak aktivitas bahasa. Selain itu,
murid TK senang berbicara. Keinginan mereka untuk
berbicara harus didorong dan didukung dengan memberi
banyak kesempatan untuk ikut serta dalam berbagai
aktivitas bahasa seperti menyanyi, bercerita, mengikuti
drama, dan membaca puisi. Berdasarkan teori Piaget
pun dikatakan bahwa pada peringkat praoperasional
(umur
2-7
tahun)
kemahiran
bahasa
anak-anak
berkembang dengan cepat dan dapat diasah melalui
berbagai aktivitas. Pada proses ini, anak-anak belajar
bagaimana
menggunakan
perkataan
dan
gambaran
untuk mewakilkan objek (Puteh & Ali, 2011).
Sedangkan menurut Maria Montessori, periode
paling
sensitif
terhadap
bahasa
dalam
kehidupan
seseorang adalah antara umur dua sampai tujuh tahun.
Segala
macam
aspek
dalam
berbahasa
harus
diperkenalkan kepada anak sebelum masa sensitif ini
berakhir.
Pada
periode
sensitif
ini
sangat
penting
diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar,
karena
keahlian
ini
sangat
berguna
untuk
berkomunikasi dengan lingkungannya (dalam Khairani,
2013).
Dalam perkembangan sosial dan emosional, anak
atau murid TK berada dalam tahap kerja keras melawan
rasa rendah diri. Mereka akan terus belajar untuk
mengatur emosi dan interaksi sosial mereka. Sebagian
24
besar anak, terutama mereka yang telah mengikuti
prasekolah, sangat percaya diri, ingin ikut serta, dan
ingin dan dapat menerima tanggung jawab. Mereka
senang mengunjungi tempat-tempat dan melakukan
banyak hal, seperti mengerjakan proyek, melakukan
percobaan, dan bekerja sama dengan orang lain. Secara
sosial, murid TK adalah pekerja mandiri dan sedang
mengembangkan
kemampuan
dan
keinginan
untuk
bekerja sama dengan orang lain. Mereka bekerja keras
dan sukses. Kombinasi sikap “pasti bisa” dan kerjasama
dan tanggung jawab membuat mereka menyenangkan
untuk diajari dan diajak bekerja sama (Morrison, 2012).
Hal tersebut seperti dikatakan oleh Sujiono (2009)
yaitu bahwa anak TK mulai berbagi dan bergiliran –
konsep belajar bermain secara adil dan sportif, serta
berkaitan dengan permainan sosial, biasanya mereka
mampu bekerja sama, mempraktikkan, bermusyawarah
(bermain pura-pura dengan menggunakan peran orang
dewasa
yang
realistis
atau
nyata).
Namun,
masih
menurut Sujiono, mereka juga membenci kekalahan dan
tidak siap untuk mengkoordinasikan permainan yang
kompetitif. Selain itu dalam perkembangan ini, mereka
juga
menikmati
permainan
papan
sederhana,
menitikberatkan pada peluang, tidak pada strategi,
mereka menikmati buku-buku dan siap untuk membaca,
serta mereka menunjukkan minat menulis dan membaca
kata-kata atau kalimat.
25
D. Kurikulum Taman Kanak-kanak
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.27
Tahun 1990, penyelenggaraan pendidikan taman kanak
dimaksudkan untuk “membantu meletakkan dasar ke
arah
perkembangan
sikap,
perilaku,
pengetahuan,
ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak
didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
serta pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya”.
Menurut Muliawan (2009) pendidikan PAUD dalam hal
ini TK berfungsi untuk sebatas mempersiapkan peserta
didik untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan
persiapan mental yang diperlukan untuk mengikuti
jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih utama atau
membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang
anak agar lebih terarah dan terpadu.
Karena fungsi-fungsi tersebut, dalam pengelolaan
Taman
Kanak-kanak,
mendukung
memerlukan
pembelajaran
yang
kurikulum
sesuai
yang
dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Morrison (2012)
mengatakan,
kurikulum
TK
saat
ini
tidak
hanya
mencakup kegiatan yang mendukung anak secara emosi
dan sosial dalam belajar menjadi orang yang lebih
kompeten,
tetapi
juga
mempelajari
pengalaman
akademis, seperti membaca, menulis, matematika, ilmu
pengetahuan, ilmu sosial, dan seni. Namun, Morrison
juga mengatakan bahwa semua itu, pertama-tama harus
didekati
dengan
memperhatikan
kemampuan
dan
keinginan anak untuk bermain saat belajar. Karena
itulah, setiap TK harus bisa mengembangkan sebuah
kurikulum
yang
sesuai
dengan
pertumbuhan
dan
26
perkembangan anak namun juga menyesuaikan dan
memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin maju.
Pernyataan tersebut sejalan dengan Maryatun
(2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran yang
dilakukan
di
PAUD
lebih
tepat
dikatakan
sebagai
kegiatan bermain, karenanya diusahakan kegiatan yang
dilaksanakan di PAUD menyenangkan bagi anak dan
bermakna menanamkan suatu konsep tertentu. Tetapi,
walaupun
dilakukan
melalui
kegiatan
bermain,
pembelajaran tersebut tetap membutuhkan perencanaan
yang matang sebagai acuan pelaksanaan kegiatan agar
tujuannya lebih terarah sesuai tahap perkembangan dan
usia anak. Jadi kurikulum yang di susun di TK harus
benar-benar dikelola dengan benar dalam perencanaan
maupun pelaksanaannya.
1. Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Kegiatan
Pembelajaran Taman Kanak-kanak
Kerangka inti dari sebuah kurilum adalah silabus.
Silabus ini merupakan sebuah rencana yang disusun
dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan
demikian, perencanaan pembelajaran diawali dengan
penyusunan silabus. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Tengah
(2012)
mengatakan
bahwa
silabus
dalam
kurikulum Taman Kanak-kanak merupakan seperangkat
rencana
dan
pengaturan
kegiatan
pembelajaran,
pengelolaan kelas, serta penilaian dan proses capaian
perkembangan. Silabus tersebut berisi: 1) seperangkat
rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran berupa:
Perencanaan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan
27
(RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH); 2) Rencana
pengelolaan kelas berupa: rencana penataan lingkungan
pembelajaran, rencana kegiatan awal, kegiatan inti dan
kegiatan akhir; 3) Rencana penilaian berupa: rencana
bentuk dan teknik penilaian yang akan digunakan.
Penjelasan
yang
diperoleh
dari
buku
contoh
kurikulum TK dari Diknas tersebut adalah sebagai
berikut:
Perencanaan
Semester
atau
program
tahunan/semester merupakan program pembelajaran
yang
berisi
jaringan
tema,
bidang
pengembangan/lingkup pengembangan, indikator dan
alokasi waktu. Kemudian perencanaan mingguan atau
rencana
kegiatan
penjabaran
dari
mingguan
perencanaan
(RKM)
semester
merupakan
yang
berisi
kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang
telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan
keluasan pembahasan tema dan sub tema. Ada dua
bentuk RKM: 1) RKM model pembelajaran kelompok
dengan komponen: tema dan sub tema, alokasi waktu,
TK Kelompok A atau B, bidang pengembangan atau
lingkup
perkembangan
dan
kegiatan
per-bidang
pengembangan/lingkup perkembangan; 2) RKM model
pembelajaran
berdasar
minat
dengan
komponen
meliputi: tema dan sub tema, alokasi waktu, TK.
Kelompok A atau B, sudut/area/sentra dan kegiatan
sudut,
area
atau
sentra.
Selanjutnya
adalah
perencanaan harian atau rencana kegiatan harian (RKH)
merupakan
penjabaran
dari
RKM,
yang
memuat
kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan
secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam
28
satu hari. RKH terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti,
istirahat atau makan, dan kegiatan akhir.
Silabus yang sudah disusun ini akan dilaksanakan
dalam kegiatan pembelajaran yang akan menanamkan
berbagai
kompetensi
pelaksanaan
atau
kepada
anak.
implementasi
Pengertian
kurikulum
dari
adalah
penerapan ide, konsep kurikulum yang dijabarkan dalam
silabus dan rencana pembelajaran ke dalam proses
pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran
oleh guru di sekolah sehingga terjadi perubahan pada
peserta didik yaitu pencapaian kompetensi yang telah
direncanakan (Mulyasa, 2008; Miller & Seller dalam AlHafizh, 2011).
Namun, seperti dituliskan sebelumnya bahwa cara
anak belajar di TK adalah dengan bermain. Sehingga
seperti yang dikemukakan oleh Albrecht dan Miller (2000
dalam Sujiono, 2009) yaitu bahwa dalam pengembangan
program bermain (kurikulum) bagi anak usia dini
seharusnya
sarat
dengan
aktivitas
bermain
yang
mengutamakan adanya kebebasan bagi anak untuk
bereksplorasi
dan
berkreativitas,
sedangkan
orang
dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator
pada
saat
anak
membutuhkan
bantuan
untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Dituliskan pula
bahwa program kegiatan bermain yang merupakan
implementasi secara kongkret pengembangan kurikulum
tersebut,
memiliki
mengembangkan
anak
sesuai
mengenalkan
sejumlah
seluruh
kemampuan
dengan
tahap
anak
dengan
mengembangkan
fungsi:
sosialisasi
(1)
untuk
yang
dimiliki
perkembangannya;
dunia
anak;
(4)
sekitar;
(2)
(3)
mengenalkan
29
peraturan dan menanamkan disiplin pada anak, dan (5)
memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati
masa bermainnya.
Terakhir adalah penilaian yaitu suatu usaha
mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi
secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh,
tentang
proses
dan
hasil
dari
pertumbuhan
serta
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik
melalui kegiatan pembelajaran. Tujuan dari kegiatan ini
adalah
untuk
mengetahui
pertumbuhan
dan
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama
mengikuti pendidikan TK. Sementara fungsi kegiatan ini
meliputi beberapa hal seperti: 1) Memberikan umpan
balik
kepada
guru
untuk
memperbaiki
kegiatan
pembelajaran, 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru
untuk melakukan kegiatan bimbingan terhadap anak
didik agar fisik maupun psikisnya dapat tumbuh dan
berkembang
secara
optimal,
3)
Sebagai
bahan
pertimbangan bagi guru untuk menempatkan anak
dalam
kegiatan
yang
sesuai
dengan
minat
dan
kebutuhannya, 4) Memberikan informasi kepada orang
tua tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh anak sebagai bentuk pertanggungjawaban
TK,
5)
Sebagai
informasi
bagi
orang
tua
untuk
melaksanakan pendidikan keluarga yang sesuai dan
terpadu dengan proses pembelajaran, 6) Sebagai bahan
masukan bagi berbagai pihak dalam rangka pembinaan
selanjutnya terhadap anak didik (Dinas Pendidikan
Provinsi
Jawa
Tengah,
2012).
Kemudian
lingkup
penilaian menurut Permendiknas No. 58 Tahun 2009
adalah
mencakup
seluruh
tingkat
pencapaian
30
perkembangan anak dan data tentang status kesehatan,
pengasuhan dan pendidikan.
2. Model Pembelajaran Taman Kanak-kanak
Ada berbagai model pembelajaran untuk anak usia
dini, dan setiap TK bisa memilih sesuai dengan situasi
dan kondisi sekolah masing-masing. Sujiono (2009)
menuliskan beberapa model, pertama, model kelas
berpusat pada anak yang ditandai dengan (1) adanya
materi
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
perkembangan anak, (2) metode pembelajaran yang
mengacu pada center of interest melalui pengembangan
tematik, (3) media dan sumber belajar yang dapat
memperkaya lingkungan belajar dan (4) pengelolaan
kelas yang bersifat demokrasi, keterbukaan, saling
menghargai, kepedulian dan kehangatan. Kedua, model
Beyond Center and Circle Time (BCCT) yaitu suatu
pendekatan yang merupakan perpaduan antara teori
dan pengalaman praktik. Model ini mempunyai ciri-ciri
(1) pembelajaran berpusat pada anak, (2) menempatkan
seting lingkungan main sebagai pijakan awal yang
penting, (3) memberikan dukungan penuh kepada anak
untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan
sendiri, (4) peran pendidik sebagai fasilitator, motivator,
dan evaluator, (5) kegiatan anak berpusat di sentrasentra main sebagai pusat minat, (6) memiliki standar
prosedur operasional yang baku pada saat di sentra
maupun di lingkaran dan (7) pemberian pijakan sebelum
dan setelah anak bermain dilakukan dalam posisi
duduk melingkar. Ketiga, model ketrampilan hidup yang
31
bertujuan agar anak mampu mendidik diri sendiri (self
help) dan kemudian mampu menolong orang lain (social
skill) sebagai suatu bentuk kepedulian dan tanggung
jawab sosialnya sebagai salah satu anggota keluarga
dan masyarakat dimana anak berada. Keempat, model
bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak dimana
dalam kegiatan bermain memberikan kebebasan pada
anak
untuk
menciptakan
Kelima,
berimajinasi,
suatu
model
bentuk
OED
bereksplorasi
kreatifitas
(observasi,
dan
yang
unik.
eksplorasi
dan
dikembangkan). Model ini lebih diutamakan untuk
menstimulasi
perkembangan
fungsi
panca
indera
(sensori motor).
3. Materi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak
Menurut
materi
atau
Purwastuti
bahan
materi/substansi
ajar
dan
Efianingrum
merupakan
pelajaran
yang
(2010),
“seperangkat
disusun
secara
sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi
yang
akan
dikuasai
oleh
peserta
didik
dalam
pembelajaran”. Selanjutnya keduanya mengambil dua
pendapat dari ahli tentang pembuatan materi.
Pertama dari Dick dan Carey yang menyatakan
bahwa
hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
pembuatan bahan ajar adalah:
(1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2)
menyesuaikan materi yang diberikan, (3) mengikuti
suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yang
dibutuhkan, (5) adanya latihan praktek, (6) dapat
memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai
dengan materi ajar, (8)
tersedia petunjuk untuk
tindak lanjut, (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik
untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, serta (10)
dapat diingat dan ditransfer.
32
Kedua menurut Romiszowski (1986) yang menyatakan
bahwa
dalam
hendaknya
pembuatan
materi
mempertimbangkan
atau
empat
bahan
aspek,
ajar
yaitu
aspek akademik, aspek sosial, aspek rekreasi, dan aspek
pengembangan pribadi.
Dengan terbitnya Standar Nasional PAUD dari
Permendiknas No.58 tahun 2009 sebagai standar acuan
minimal,
maka
diharapkan
TK
sudah
dapat
mengembangkan kurikulumnya sendiri untuk memenuhi
berbagai tuntutan pendidikan usia dini sekarang ini.
Menurut standar isi dalam Permendiknas tersebut, maka
struktur
program
pengembangan
kemampuan
kegiatan
perilaku
dasar
dan
melalui
TK
mencakup
bidang
kegiatan
bidang
pengembangan
bermain
dan
pembiasaan. Ruang lingkup kurikulum TK akan meliputi
beberapa lingkup perkembangan, yaitu:
1) Nilai-nilai agama dan moral; 2) Fisik yang terdiri
dari motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan
fisik; 3) Kognitif yang terdiri dari pengetahuan umum
dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola,
serta konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf;
4) Bahasa yang mencakup menerima bahasa,
mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan; dan 5)
Sosial emosional.
Lingkup-lingkup perkembangan ini kemudian dijabarkan
ke dalam standar tingkat pencapaian perkembangan
yang akan dicapai peserta didik sesuai dengan kondisi
dan situasi sekolah masing-masing.
Morrison (2012) mengatakan bahwa TK sedang
dalam tahap perubahan dari program yang berfokus
pada perkembangan sosial dan emosi menjadi TK yang
menekankan nilai akademis, terutama kemampuan baca
tulis dini, matematika dan ilmu pengetahuan yang
33
menyiapkan anak untuk berpikir dan memecahkan
masalah. Sehingga guru sebagai perancang dan penyedia
materi dituntut memberikan bahan-bahan yang bisa
memenuhi
tuntutan
perubahan
demikian,
pengembangan
tersebut.
berbagai
Namun
materi
untuk
kegiatan pembelajaran di TK harus tetap berdasarkan
lingkup-lingkup perkembangan yang telah ditetapkan
dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
E. Penelitian yang Relevan
Penelitian Fauziyyah (2012) menemukan bahwa
peran guru dalam membuat perencanaan pembelajaran
sangat disesuaikan dengan tema yang akan di bahas,
agar tercipta sebuah kesatuan pembelajaran yang lebih
integral atau tidak terputus. Seorang guru sebelum
melakukan
proses
pembelajaran
harus
membuat
pemetaan, silabus, program tahunan, program semester,
program
mingguan
dan
program
harian
yang
didalammya sudah terencana mengenai tujuan, bahan
ajar
mengenai
pendidikan
karakter
yang
akan
disampaikan kepada anak didik, waktu, medianya,
strateginya,
dan
sampai
pada
bagaimana
mengevaluasinya, termasuk bagaimana apabila tujuan
tidak tercapai.
Hasil penelitian Hiryanto, dkk (2011) antara lain
bahwa proses pembelajaran dapat berjalan dengan
optimal manakala kelompok bermain maupun TPA,
memiliki
memenuhi
panti
belajar
kriteria
atau
tertentu.
tempat
belajar
Sementara
yang
untuk
34
menggairahkan peserta didik pada pendidikan anak usia
dini diperlukan adanya ragi belajar, yang bertujuan
untuk memotivasi peserta didik agar bergairah dalam
mengikuti
kegiatan
menghindarkan
belajar
kejenuhan
atau
atau
bermain,
serta
kebosanan
serta
menggairahkan peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran.
Bentuk
penggunaan
metode
penggunaan
berbagai
ragi
belajar
pembelajaran
jenis
antara
yang
lain,
bervariasi,
belajar
sarana
dan
pengaturan setting tempat duduk.
Penelitian Sadri (2011) dengan model evaluasi CIPP
menemukan bahwa dalam aspek konteks, secara umum
kecenderungan yang mengakibatkan tidak efektifnya
implementasi pembelajaran tematik karena guru dan
kepala sekolah belum paham secara teoritik dan praktis
visi misi dan tujuan pembelajaran tematik. Pada aspek
input secara umum kecenderungan yang mengakibatkan
tidak
karena
efektifnya
peserta
prasarana
implementasi
didik
yang
mengakibatkan
terlalu
terbatas.
tidak
pembelajaran
banyak
Pada
efektifnya
dan
proses
tematik
sarana
yang
implementasi
pembelajaran tematik karena guru sulit menentukan
tema dan pemetaan jaringan tema agar semua mata
pelajaran bisa terakomodasi dalam satu tema yang
dibuat. Selain itu juga dalam pelaksanaan pembelajaran
guru masih terbawa ke dalam materi per bidang studi.
Pada
hasil,
implementasi
yang
mengakibatkan
pembelajaran
tematik
tidak
efektifnya
adalah
belum
mampunya meningkatkan kemampuan akademik siswa.
35
Download