PKIPP-Proses Pengolahan Roti di Perusahaan Roti Matahari

advertisement
BAB XI
TUGAS KHUSUS
11.1. Peremajaan Agensia Pengembang Adonan
(Oleh: Vito Kristian NRP 6103007017)
Perusahaan roti matahari menggunakan babon (master sponge) yang
berfungsi sebagai agen pengembang. Babon tersebut dibuat oleh pihak
perusahaan sendiri secara tradisional yaitu dengan cara mencampur tepung
terigu, gula dan air kelapa.
Babon merupakan produk yang menyerupai roti yang difermentasi.
Orang-orang Eropa Timur, Amerika Utara dan Skandinavia menyebut
babon sebagai sourdough, yaitu produk yang menyerupai roti yang
difermentasi bukan dengan ragi roti melainkan dengan bakteri asam laktat
yang sifatnya homofermentatif dan heterofermentatif (Suliantari dan
Rahayu, 1990).
Menurut Salminen dan Wright (1998), beberapa tipe spesies
Lactobacillus yang ditemukan pada babon antara lain:
a.
Homofermentatif
obligat,
yaitu
Lactobacillus
acidophilus,
Lactobacillus farciminis, dan Lactobacillus delbrueckii.
b.
Homofermentatif
fakultatif,
yaitu
Lactobacillus
casei,
Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus rhamnosus.
c.
Heterofermentatif
obligat,
yaitu
Lactobacillus
brevis,
Lactobacillus sanfransisco, Lactobacillus brevis var. lindneri, dan
Lactobacillus fermentum.
Selain bakteri asam laktat, juga ditemukan yeast pada babon. Yeast bersifat
tahan terhadap asam sehingga dapat bertahan hidup dalam babon dan
membentuk hubungan yang saling menguntungkan dengan bakteri asam
87
88
laktat. Yeast akan memproduksi gula-gula sederhana (gula invert) dan
beberapa faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang dibutuhkan oleh bakteri
asam laktat, sedangkan asam yang diproduksi oleh bakteri asam laktat akan
menekan pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Yeast yang paling banyak
ditemukan dalam babon adalah jenis Candida milleri.
Pertumbuhan mikroba dalam babon terjadi secara spontan karena
adanya substrat yang tepat bagi pertumbuhan bakteri asam laktat dan yeast.
Substrat yang dipakai untuk membuat babon di Perusahaan Roti Matahari
Pasuruan adalah tepung terigu, air kelapa dan gula. Semua bahan tersebut
dicampur secara merata kemudian diinkubasi selama 24 jam. Adapun
skema pembuatan babon adalah sebagai berikut:
Tepung terigu, gula, air kelapa
Penimbangan
Pencampuran (manual, 10 menit )
Inkubasi (30oC, 24 jam, RH 75%)
Babon
Gambar 11.1. Diagram Alir Pembuatan Babon di
Perusahaan Roti Matahari
Adapun fungsi dari masing-masing bahan pembuat babon adalah
sebagai berikut
a. Tepung terigu berfungsi sebagai penyuplai gula-gula sederhana yang
akan difermentasi oleh yeast dan bakteri asam laktat. Komponen gulagula sederhana di dalam tepung terigu terdiri dari sukrosa sebanyak 2%
dan maltosa sebanyak 0,5% yang dapat digunakan oleh yeast dalam
89
proses perkembangbiakan (Hanneman, 1980). Sukrosa dapat langsung
dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa oleh enzim invertase pada
yeast sedangkan maltosa dihidrolisa menjadi glukosa oleh enzim
maltase pada yeast. Di dalam terigu juga terdapat kandungan enzim αamilase dan β-amilase yang dapat menghidrolisa pati terigu menjadi
gula sederhana seperti glukosa dan maltosa (Goesaert et al., 2006).
Bakteri asam laktat di dalam babon hanya dapat menggunakan gula
yang telah siap dalam bentuk glukosa atau fruktosa untuk melakukan
proses metabolismenya, oleh karena itu glukosa dan fruktosa yang
dihasilkan dari proses hidrolisa karbohidrat tersebut selain digunakan
oleh yeast juga digunakan oleh bakteri asam laktat dalam proses
metabolismenya.
b. Gula (sukrosa) merupakan sumber karbon bagi yeast. Senyawa ini dapat
langsung dihidrolisa oleh enzim invertase pada yeast menjadi glukosa
dan fruktosa.
c. Air kelapa merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan beberapa
jenis mikroorganisme. Air kelapa memiliki kandungan karbohidrat
(gula-gula sederhana) dan mineral yang tinggi serta memiliki pH yang
rendah sehingga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri
khususnya bakteri asam laktat. Selain media yang baik bagi
pertumbuhan bakteri asam laktat, air kelapa juga merupakan substrat
yang baik bagi pertumbuhan yeast oleh karena kandungan karbohidrat
dan mineral yang tinggi.
90
Tabel 11.1. Komposisi Air Kelapa per 100 gram
Komposisi
Unit
Jumlah per 100 g
Air
g
94,99
Protein
g
0,72
Lemak, total
g
0,20
Abu
g
0,39
Karbohidrat (by difference)
g
3,71
Serat, total
g
1,1
Gula, total
g
2,61
Mineral
Kalsium
mg
24
Besi
mg
0,29
Magnesium
mg
25
Fosfor
mg
20
Kalium
mg
250
Natrium
mg
105
Seng
mg
0,10
Tembaga
mg
0,040
Mangan
mg
0,142
Selenium
mcg
1,0
Sumber: USDA Nutrient Database for Standard Reference (2009)
Dalam melakukan proses perkembangbiakan, yeast melalui respirasi
aerob maupun anaerob dan bakteri asam laktat melalui jalur metabolisme
homofermentatif maupun heterofermentatif memanfaatkan substrat dari
babon seperti glukosa menghasilkan beberapa molekul ATP sebagai energi
untuk membangun sel baru. Selain energi untuk membangun sel baru,
kedua jenis mikroba (yeast dan bakteri asam laktat) dalam babon ini juga
menghasilkan hasil samping berupa gas CO2 yang dapat mengembangkan
volume adonan dan beberapa jenis asam organik (oleh bakteri asam laktat)
berupa asam laktat dan asam asetat yang dapat menghasilkan flavor yang
khas pada roti sourdough.
91
Adapun proses jalur metabolisme yeast secara anaerobik maupun
aerobik dan bakteri asam laktat secara homofermentatif maupun
heterofermentatif adalah sebagai berikut:
Gambar 11.2. Metabolisme Karbohidrat pada Proses Respirasi Anaerobik
oleh Yeast
Sumber: Reed dan Peppler (1973)
Gambar 11.3. Metabolisme Karbohidrat pada Proses Respirasi Aerobik
oleh Yeast
Sumber: Tutornext (2008)
92
Gambar 11.4. Metabolisme oleh Bakteri Asam Laktat Homofermentatif
Sumber: Todar (2009)
93
Gambar 11.5. Metabolisme oleh Bakteri Asam Laktat Heterofermentatif
Sumber: Todar (2009)
94
Selama proses metabolisme berlangsung, mikroorganisme di dalam
babon akan berkembang biak menurut pola kinetika pertumbuhan sel yang
bergantung pada ketersediaan substrat di dalam babon. Menurut Sikyta
(1983) pola kinetika pertumbuhan tersebut membentuk kurva (Gambar
11.6) yang terdiri dari enam fase yaitu:
a. Fase
lag:
pada
fase
ini
mikroorganisme
beradaptasi
dengan
lingkungannya. Tingkat pertumbuhan mikroorganisme pada fase ini
masih sangat rendah.
b. Fase akselerasi: mikroorganisme sudah dapat beradaptasi dengan
lingkungannya dan dapat memanfaatkan substrat yang ada sehingga
tingkat pertumbuhannya mengalami percepatan.
c. Fase eksponensial (log): pada fase ini terjadi pertumbuhan yang sangat
pesat. Jumlah mikroorganisme meningkat secara eksponensial terhadap
waktu.
d. Fase deselerasi: pada fase ini tingkat pertumbuhan mikroorganisme
menurun, hal ini disebabkan karena jumlah substrat di dalam media
pertumbuhan (babon) berangsur berkurang sehingga kemampuan
mikroorganisme untuk berkembang biak menurun.
e. Fase stasioner: pada fase ini terjadi kompetisi diantara sel mikroba
untuk mendapatkan substrat karena jumlah substrat di dalam media
pertumbuhan semakin berkurang. Sel yang mendapat substrat akan tetap
hidup dan berkembang biak, sedangkan sel yang tidak mendapat
substrat akan mati. Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh setara dengan
jumlah sel yang mati sehingga akan membentuk garis yang lurus pada
kurva pertumbuhan.
f. Fase kematian: pada fase ini substrat dalam media pertumbuhan sudah
habis sehingga semua sel mikroba tidak mendapat substrat untuk
95
bertahan hidup dan berkembang biak, dengan demikian semua mikroba
dalam media pertumbuhan mengalami kematian.
Dengan demikian, babon sebagai starter untuk memfermentasi
adonan roti yang baru dapat bersifat kontinyu artinya dapat digunakan terus
selama mikroorganisme di dalamnya masih hidup dan aktif, oleh karena itu
harus dilakukan proses peremajaan babon untuk mempertahankan kondisi
mikroorganisme sebelum mencapai fase kematian agar aktivitasnya sebagai
agensia pemfermentasi dapat dipertahankan.
Gambar 11.6. Kurva Kinetika Pertumbuhan Sel Mikroorganisme
Sumber: Fischer (2004)
Untuk mempertahankan kehidupan dan tingkat pertumbuhan
mikroba, maka babon dapat diremajakan dengan cara menambah tepung
terigu dan air sebagai substrat agar proses fermentasi oleh bakteri asam
laktat dan yeast tetap berlangsung. Di Perusahaan Roti Matahari Pasuruan,
babon diremajakan tiap tiga jam sekali dengan menambahkan tepung terigu
96
dan air, hal ini berarti jumlah substrat akan berkurang dan mencapai jumlah
yang minimum dalam kurun waktu tiga jam sehingga substrat harus
ditambahkan untuk memelihara kehidupan dan tingkat pertumbuhan sel
mikroba. Berikut merupakan diagram alir proses peremajaan babon setiap
tiga jam:
Tepung terigu, air
Pencampuran (manual, 10 menit )
Inkubasi (30oC, 3 jam, RH 75%)
Babon
Gambar 11.7. Diagram Alir Peremajaan Babon
Adapun fungsi masing-masing bahan peremajaan babon adalah:
a. Tepung terigu berfungsi sebagai penyuplai gula-gula sederhana yang
akan difermentasi oleh yeast dan bakteri asam laktat. Terigu
mengandung
sukrosa
(2%)
dan
maltosa
(0,5%)
yang
dapat
dimanfaatkan oleh yeast untuk proses metabolisme. Pati terigu sebagai
karbohidrat kompleks akan dirombak menjadi gula-gula sederhana
seperti maltosa dan glukosa oleh enzim amilase yang terdapat pada
tepung terigu sehingga dapat digunakan oleh yeast dan bakteri asam
laktat untuk menjalankan proses metabolisme.
b. Air berfungsi untuk mengkondisikan suhu adonan sehingga cocok untuk
pertumbuhan yeast dan bakteri, dan membantu hidrolisa pati menjadi
gula-gula sederhana.
97
Babon yang digunakan sebagai agen pemfermentasi atau agen
pengembang sewaktu-waktu akan rusak (tidak aktif) karena fermentasi
yang berkelanjutan akan mengakibatkan menumpuknya zat metabolit hasil
metabolisme mikroorganisme dalam babon yang bersifat toksik bagi
mikroorganisme itu sendiri sehingga mikroorganisme pemfermentasi dalam
babon tidak dapat bertahan hidup. Di Perusahaan Roti Matahari, umur aktif
babon diperkirakan selama tiga bulan, sehingga babon yang lama harus
diganti dengan babon yang masih segar dalam periode tiga bulan sekali,
namun faktanya sewaktu-waktu babon dapat rusak sebelum waktu tersebut.
Oleh karena itu, Perusahaan Roti Matahari menyediakan babon awal
(babon yang masih segar) cadangan yang disimpan dalam lemari pendingin
dan freezer. Babon awal disimpan di dalam lemari pendingin (2oC – 4oC)
jika digunakan sebagai persediaan atau cadangan starter dalam waktu yang
relatif singkat (1 sampai 3 minggu), sedangkan untuk persediaan dalam
jangka waktu yang cukup lama (10 bulan), maka babon awal disimpan
dalam freezer (± -18oC). Babon tersebut dapat tetap digunakan setelah
disimpan dalam waktu yang cukup panjang tanpa diberi asupan nutrien
karena disimpan dalam suhu rendah (-18oC – 4oC). Suhu yang rendah akan
menurunkan tingkat metabolisme mikroorganisme dalam babon. Reaksi
enzimatis dan reaksi kimia lainnya di dalam sel mikroorganisme akan
melambat pada suhu yang rendah (Adams dan Moss, 2000) sehingga
mikroorganisme masih dapat tetap bertahan hidup dalam waktu yang lama
dengan memanfaatkan sedikit substrat atau nutrien.
11.2. Upaya Perusahaan Roti Matahari dalam Mempertahankan
Kelangsungan Hidup Perusahaan
(Oleh: Donny Vincentius L. Mali NRP 6103007132)
Perusahaan Roti Matahari yang berdiri pada tanggal 3 Maret 1955 di
Pasuruan awalnya hanyalah berbentuk perusahaan keluarga (home industry)
98
yang dikelola oleh keluarga itu sendiri. Seiring dengan bertambahnya
jumlah permintaan konsumen, perusahaan ini berkembang dan memiliki
daerah pemasaran yang luas, semula hanya di kota Pasuruan saja, namun
pada tahun 1970-an telah meluas ke daerah Timur dan Barat, bahkan
sampai di luar pulau Jawa.
Produk yang pertama kali diproduksi oleh Perusahaan Roti Matahari
Pasuruan adalah roti sisir basah dan kemudian setelah ± 5 tahun, baru
diproduksi jenis roti yang lain seperti blencong (kering), warmball (basah
putih, basah cokelat, basah darmo, dan basah kismis), kasur (basah), rounde
(basah putih dan kering putih), sisir biasa (basah putih dan kering putih),
dan sisir roombutter (basah cokelat, basah putih, kering cokelat, dan kering
putih).
Kapasitas produksi pada awal mula berdirinya perusahaan masih
belum terlalu besar, untuk memproduksi roti tersebut hanya membutuhkan
sekitar 20 kg tepung gandum. Kemudian pada tahun 1960 daerah
pemasaran Roti Matahari mulai berkembang dan mengalami peningkatan
produksi sebesar 10% setiap tahunnya. Saat ini untuk memproduksi roti
dibutuhkan sekitar 200 kg tepung gandum per hari dengan jumlah
karyawan sekitar 50 orang.
Perkembangan usaha Perusahaan Roti Matahari hanya dilakukan
pada toko sedangkan untuk ruang proses pembuatan roti, tidak mengalami
perubahan sedikitpun. Perkembangan toko dilakukan seiring dengan
pelebaran jalan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan pada
tahun 1992.
Lokasi perusahaan yang strategis sangat menentukan kelancaran
aktivitas dan besarnya pendapatan perusahaan. Lokasi yang paling ideal
bagi perusahaan adalah lokasi dengan biaya operasi paling rendah atau
serendah mungkin (Swastha dan Sukotjo, 1995). Lokasi pabrik yang tepat
99
dapat menghemat biaya produksi sehingga harga produk dapat bersaing di
pasaran. Lokasi Perusahaan Roti Matahari Pasuruan adalah di Jalan
Soekarno-Hatta 42 – 44, Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Gading Rejo,
Kabupaten Pasuruan, yang merupakan daerah pemasaran yang baik karena
berada di pusat kota dan terletak di sisi jalan utama sehingga distribusi
produk menjadi lebih mudah, dengan demikian biaya distribusi lebih
rendah.
Pemasaran penting dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan. Pemasaran merupakan suatu sistem keseluruhan dari
kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.
(Sumarni dan Soeprihanto, 1998).
Pemasaran yang dilakukan oleh sales Perusahaan Roti Matahari
dengan menggunakan alat transportasi (mobil) untuk mengangkut produk
roti yang akan dipasarkan. Sales menjadi perantara kerja sama Perusahaan
Roti Matahari dengan agen di kota-kota seperti Surabaya, Jakarta, Madiun,
dan Bali. Pembagian wilayah pemasaran terutama dilakukan di pusat kota
sehingga distribusi produk menjadi lebih mudah. Sales menangani
permintaan dan pembayaran dari agen dan mempertanggungjawabkannya
kepada Kepala Bagian Pemasaran Perusahaan Roti Matahari.
Sejak awal berdirinya sampai sekarang, kondisi pemasaran tidak
pernah mengalami kejenuhan yang berarti dan mampu bertahan dengan
tingkat produktivitas yang tinggi di tengah ketatnya persaingan dengan
industri roti lain yang banyak bermunculan di Indonesia. Hal ini
dikarenakan adanya kemampuan perusahaan dalam menjaga kualitas
produk sehingga produk dari Perusahaan Roti Matahari masih tetap disukai
100
oleh konsumen sampai saat ini. Selang beberapa waktu pendiriannya,
Perusahaan Roti Matahari memasarkan produknya ke luar pulau seperti
Kalimantan dengan alat transportasi berupa pesawat terbang, namun hanya
berlangsung beberapa bulan saja, hal ini disebabkan karena biaya
transportasi yang cukup mahal, sehingga tidak seimbang dengan
keuntungan yang diperoleh, selain itu karena umur simpan roti yang
pendek.
Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial yang membuat
individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan serta
inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai
dengan orang lain (Kotler, 1996). Dalam pemasaran produk tidak terlepas
dari adanya pesaing, hal ini dialami pula oleh Perusahaan Roti Matahari
Pasuruan yang memiliki pesaing dari perusahaan roti lain seperti Orion dan
Kalimas. Untuk mengatasi masalah ini, maka Perusahaan Roti Matahari
menyiasati dengan memproduksi roti dalam jumlah yang tidak tetap setiap
harinya, tergantung dari situasi dan kondisi pasar. Selain itu, dari segi
karakter produknya, ada ciri khas yang mampu membedakan produk
Perusahaan Roti Matahari dengan perusahaan lain karena Perusahaan Roti
Matahari menggunakan babon (master sponge) yang dibuat dengan
menggunakan campuran antara air kelapa dan terigu yang dapat memicu
pertumbuhan bakteri dan yeast (ragi) karena kandungan mineral dan
karbohidrat yang tinggi. Babon tersebut mampu mengembangkan volume
adonan roti pada saat proses fermentasi karena menghasilkan gas CO2.
Selain itu adonan dalam pembuatan roti Matahari cenderung bersifat
asam (sourdough). Sourdough adalah jenis roti yang dikembangkan oleh
starter yang berisi strain bakteri asam laktat antara lain Lactobacillus brevis
var. lindneri, L. fructivorans, dan L. farciminis dan yeast antara lain
Candida krusei, Saccharomyces cerevisiae, Pichia saitoi, dan Torulopsis
101
holmii
(Sugihara,
1985
dalam
Gilliland,
1985).
Fermentasi
ini
menghasilkan CO2 dan asam laktat yang akan menimbulkan flavor spesifik
dan rasa masam pada produk.
Saluran yang ditempuh suatu barang dari produsen sampai pada
konsumen berbeda-beda, tergantung dari jenis barang yang didistribusikan,
pasar, sifat permintaan dan persaingan antara para penjual (Adikoesoemah,
1978). Menurut Adikoesoemah (1978), saluran-saluran distribusi untuk
barang-barang konsumen dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:
a. Saluran langsung dari produsen kepada konsumen (merupakan saluran
distribusi pendek).
b. Saluran distribusi dari produsen kepada pedagang eceran (retailer) dan
dari pedagang eceran ini dibagikan kepada konsumen.
c. Produsen menjual barangnya kepada pedagang besar, kemudian dijual
kepada pedagang eceran dan akhirnya pedagang eceran menjual barang
itu kepada konsumen.
d. Produsen menjual barangnya kepada pedagang besar (wholeseller),
kepada pedagang eceran besar (large retailer) dan perusahaan cabang
(chain store), kemudian pedagang besar menjualnya kepada pedagang
eceran kecil. Cara distribusi ini dapat disebut sebagai saluran distribusi
yang intensif yaitu menggunakan penyalur sebanyak-banyaknya supaya
dapat menjangkau lokasi konsumen yang tersebar (Gitosudarmo, 1992).
e. Kombinasi dari keempat tipe di atas yaitu produsen menjual kepada
pedagang besar dan pedagang eceran di kota, kemudian pedagang besar
menjual kepada pedagang eceran di desa, lalu kedua pedagang eceran
tersebut menjual kepada konsumen.
Upaya yang telah dilakukan oleh Perusahaan Roti Matahari antara
lain:
102
a. Melalui toko pemilik Perusahaan Roti Matahari itu sendiri, yang
berlokasi di jalan Soekarno-Hatta no. 42 Pasuruan; penjualan ini
ditujukan untuk menjual roti secara eceran kepada konsumen
(pendistribusian langsung).
b. Melalui agen yang berada di kota-kota tempat pemasaran dengan
perantaraan sales yang mengirimkan ke agen dan mengurus pembayaran
dari agen ke Perusahaan Roti Matahari Pasuruan. Agen ini akan
menyalurkan ke toko yang ada di daerah tersebut dan dijual kepada
konsumen, selain itu agen akan menjual kepada sales yang ada di kotakota itu untuk dijual kepada konsumen.
Hal tersebut mampu menjaga kelangsungan hidup perusahaan
karena adanya peningkatan pelayanan yang baik, sehingga mampu
mengarah pada pencapaian kepuasan konsumen, yang didukung oleh
kombinasi tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari masing-masing
lembaga, termasuk usaha dalam menjalin relasi dengan konsumen, dan
mencari informasi tentang situasi pasar.
11.3 Umur Simpan Roti Sisir (Basah)
(Oleh: Hendik Kristiono NRP 6103007134)
Bahan pangan olahan seperti halnya roti dapat mengalami
penurunan mutu atau kualitasnya dalam jangka waktu penyimpanan
tertentu. Pada akhirnya, dengan terjadinya penurunan mutu produk roti itu
sudah tidak layak untuk dikonsumsi, walaupun secara fisik belum
menunjukkan penyimpangan misalnya belum terjadi perubahan warna, atau
belum berjamur. Keadaan ini dapat diartikan bahwa produk roti tersebut
sudah kadarluarsa. Masa kadaluwarsa dapat diartikan sebagai batas akhir
produk pangan untuk layak (aman) dikonsumsi.
Roti sisir merupakan salah satu produk roti basah yang dihasilkan
oleh Perusahaan Roti Matahari Pasuruan. Roti ini dibuat dengan bahan
103
dasar tepung terigu, telur, babon dan diolesi dengan mentega dan butter
setelah pengovenan (sebelum proses pengemasan). Bahan dasar seperti
mentega dan butter juga dapat mempengaruhi masa kadaluwarsa karena
bahan pangan berbasis mentega dan butter umumnya akan lebih cepat
mengalami ketengikan. Selain itu bahan dasar tepung terigu dan telur juga
dapat menentukan umur simpan produk roti sisir, karena komponen protein
dan karbohidrat dalam tepung terigu dan telur dapat mempengaruhi kadar
air dan aw dari produk roti sisir. Oleh karena itu, bahan-bahan penyusun
produk pangan juga menentukan umur simpan dari produk tersebut.
Ciri – ciri roti sisir menjelang masa kadaluwarsa:
a.
Mulai timbul bau tengik
b.
Timbul jamur disekitar crumb dan crust roti
Beberapa faktor yang dapat menentukan masa kadaluwarsa roti sisir
di Perusahaan Roti Matahari adalah cara pengolahan, jenis pengemas, cara
pengemasan dan kondisi ruang penyimpanan (RH, suhu, kebersihan).
Pengolahan yang dilakukan secara bersih (higienis) dan benar dapat
memperpanjang
umur
simpan
misalnya
pekerja
menggunakan
perlengkapan kerja (celemek, penutup kepala). Suhu dan lama pengovenan
(200oC selama 15-20 menit) yang sesuai diharapkan dapat menekan
kontaminan dari mikroba (terutama bakteri dan kapang). Cara mengemas
yang baik yaitu dilakukan dengan bersih (menggunakan alat khusus atau
sarung tangan untuk memasukan roti dalam kemasan) dan tertutup rapat
(seal sempurna) dapat memperpanjang umur simpan roti sisir.
Jenis pengemas dapat mempengaruhi masa kadaluwarsa roti sisir,
plastik polyprophylene (PP) memiliki sifat kaku, kuat, tahan terhadap
lemak dan minyak, memiliki densitas 0,90-0,91 (Kadoya, 1990), sehingga
dengan adanya sifat-sifat itu maka jenis plastik ini dapat melindungi produk
104
dari berbagai kerusakan. Hal tersebut berbeda dengan plastik jenis LDPE
(low density polyethylen) yang tidak tahan terhadap lemak , minyak dan
gas. Selain itu jika dibandingkan dengan plastik HDPE, plastik ini bersifat
mudah sobek. Penggunan plastik PP pada produk roti sisir masa simpannya
akan lebih panjang dibandingkan menggunakan plastik HDPE. karena bila
plastik mudah robek, maka selama distribusi dan penyimpanan dapat terjadi
kontaminasi dari mikroba. Selain
itu dapat terjadi oksidasi karena
masuknya oksigen ke dalam produk dan mengoksidasi komponen lemak
atau minyak, sehingga menyebabkan tengik dalam jangka waktu
penyimpanan yang relatif pendek.
Penyimpanan pada RH dan suhu yang sesuai dapat memperpanjang
umur simpan roti sisir seperti pada contoh perhitungan.
Menurut Syarief dkk. (1989), umur simpan produk dapat dihitung
dengan rumus:
Tr =
( Mc − Mo)
100
1
× Wo × A×D ×
H
H−
Ho + Hc
2
dengan:
Tr = laju permeabilitas air (g/m2/hari)
Mc = kadar air kritis (%)
Mo = kadar air awal (%)
Wo = berat bahan (g)
A = luas permukaan (m2)
D = waktu penyimpanan (hari)
H = kelembaban ruang penyimpanan (%)
Ho = kelembaban relatif awal (%)
Hc = kelembaban relatif produk pada kadar air kritis (%)
105
Rumus tersebut menunjukkan faktor-faktor yang dapat berpengaruh
terhadap umur simpan bahan pangan (dalam hal ini adalah roti sisir yang
basah). Bahan kemasan dengan permeabilitas tertentu (terhadap gas
maupun uap air) sebaiknya disesuaikan dengan kadar air roti sisir (basah)
yang berkisar antara 28-30%, sehingga dapat menjaga kualitas produk
dalam jangka waktu tertentu.
Contoh perhitungan untuk menentukan umur simpan roti sisir
(basah) adalah:
Jika diketahui berat roti sisir 100 gram, memiliki kadar air awal 30%
ekuivalen dengan RH 47% dikemas dalam plastik yang berukuran
(21x21) cm dan disimpan dalam ruangan yang memiliki kondisi RH
75% dan suhunya 37°C. Kadar air kritisnya 32% ekuivalen dengan
RH 50%. Apabila laju permeabilitas air dari kemasan Polipropilen
roti sisir adalah 5 g/m2/hari, pada RH 90% dan suhu 38°C (tekanan
uap air jenuh pada suhu 38°C=P1=59mmHg) (Syarief dkk., 1989),
maka umur simpan roti sisir (basah) tersebut adalah :
Diketahui:
Wo = 100 g
Mo = 30%, Ho = 47%
Mc = 32%, Hc = 50%
A = (21x21)x2 = 882 cm2 = 0,0882 m2
Tr = 5 g/m2/hari
Ditanya: D = ?
Jawab:
106
Tr =
5=
(32 − 30)
100
2
100
× 100 ×
× 100 ×
1
0,0882
1
0,0882
×
1
D
×
×
1
D
75
×
75 −
47 + 50
2
75
26,5
D = 12,8 ≈ 13hari
Jadi daya simpan dari roti sisir yang disimpan pada RH ruangan
75% dan laju permeabilitas air 5 g/m2/hari adalah 13 hari. Sedangkan
Perusahaan Roti Matahari menetapkan waktu kadaluarsa untuk roti sisir
basah adalah 14 hari.
Rumus diatas adalah perhitungan waktu kadaluarsa roti sisir basah
berdasarkan kadar air dan RH, karena kerusakan roti sisir pada Perusahaan
Roti Matahari lebih diakibatkan oleh pertumbuhan kapang.
Apabila kerusakan yang terjadi pada roti sisir lebih diakibatkan oleh
ketengikan, maka perlu dilakukan analisa terhadap kandungan asam lemak
tak jenuh pada roti sisir karena asam lemak tak jenuh adalah penyebab
utama ketengikan pada roti. Hal ini disebabkan karena asam lemak tak
jenuh mudah teroksidasi menghasilkan radikal bebas yang memicu
timbulnya bau tengik. Semakin banyak kandungan asam lemak tak jenuh
pada roti sisir maka roti sisir semakin rentan untuk mengalami ketengikan.
Jumlah asam lemak tak jenuh dapat diketahui melaui uji bilangan iodin.
Semakin tinggi bilangan iodin, maka kandungan asam lemak jenuhnya
semakin tinggi. Menurut Sudarmadji, dkk (1996) rumus perhitungan
bilangan iodin adalah sebagai berikut:
Angka Yodium : ml titrasi (blanko-contoh) x N Na2S2O3 x 12,691
g lemak
Download