laporan pelaksanaan tugas menteri ppn/ kepala bappenas

advertisement
REPUBLIK INDONESIA
LAPORAN
PELAKSANAAN TUGAS
MENTERI PPN/ KEPALA BAPPENAS
Dalam Kabinet
Indonesia Bersatu II
2009-2014
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Tahun 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
I- 1
Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE, MA
Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS
Periode 2009 -2014
I - ii
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA
Wakil Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS
Periode 2010 -2014
KATA PENGANTAR
Dinamika perubahan baik nasional maupun global telah memunculkan berbagai permasalahan
dan tantangan bagi bangsa Indonesia. Arus besar globalisasi membawa keleluasaan informasi yang
berdampak pada munculnya isu-isu yang berdimensi lintas bidang. Berbagai masalah tersebut
mencerminkan rumitnya tantangan yang harus dihadapi bangsa dan negara Indonesia. Hal ini
menuntut peningkatan peran dan kapasitas seluruh instansi pemerintah, termasuk Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian
PPN/Bappenas).
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 24/2010, tugas Kementerian PPN/Bappenas
adalah menyelenggarakan urusan di bidang perencanaan pembangunan nasional dalam
pemerintahan untuk membantu Presiden. Peran Kementerian PPN/Bappenas sangat strategis
dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, mengingat perencanaan merupakan pijakan
awal dalam menentukan arah pembangunan nasional dengan mengoptimalkan sumber daya
dan melibatkan para pelaku pembangunan nasional.
Dalam lima tahun terakhir masa Kabinet Indonesia Bersatu II, berbagai hal telah dijalankan
Kementerian PPN/Bapenas sesuai dengan tugas dan fungsi serta perannya dalam pemerintahan.
Pelaksanaan tugas selama kurun waktu 2009-2014 telah memberikan capaian yang
menggembirakan meskipun masih ditemui berbagai permasalahan yang memerlukan langkah
tindak lanjut di masa mendatang.
Hingga tahun 2014, Kementerian PPN/Bappenas telah melaksanakan sejumlah program dan
kegiatan perencanaan pembangunan, seperti: (1) Penyempurnaan sistem perencanaan; (2)
Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional; (3) Koordinasi perencanaan
pembangunan nasional; (4) Pemantauan dan evaluasi pembangunan nasional, (5) Kerjasama
internasional; (6) Penguatan manajemen internal, serta (7) Pelaksanaan tugas lain dari Presiden.
Selain itu, dengan akan segera berakhirnya masa pelaksanaan RPJMN 2010-2014, Kementerian
PPN/Bappenas mempunyai tugas penting yang harus dilaksanakan yaitu penyiapan perencanaan
2015-2019. Berbagai hal terkait dengan pelaksanaan tugas kementerian PPN/Bappenas tersebut
dituangkan dalam laporan ini, yang berjudul Laporan Pelaksanaan Tugas Menteri PPN/Kepala
Bappenas Dalam Kabinet Indonesia Bersatu II 2009-2014.
Diharapkan laporan ini dapat dijadikan dasar pijakan bagi pemimpin Kementerian PPN/Bappenas
mendatang dengan melanjutkan langkah positif dan meningkatkan peran Kementerian PPN/
Bappenas dalam bidang perencanaan. Selain itu, diharapkan laporan ini juga merupakan sarana
evaluasi untuk terus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas kerja Kementerian PPN/
Bappenas sejalan dengan dimensi perkembangan pembangunan nasional dan global.
Jakarta,
Oktober 2014
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,
Armida S. Alisjahbana
DAFTAR ISI
iii
iv
iv
DALAM KABINET
INDONESIA BERSATU
II 2010-2014
LAPORAN
PELAKSANAAN
TUGAS
MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
Duduk: Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, SE, MA (Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS)
Dr. Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, MA (Wakil Menteri PPN/ Kepala BAPPENAS)
Berdiri dari Kiri ke Kanan
1. Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, MSc (Staf Ahli Bidang Tata Ruang dan Kemaritiman)
1.
2. Ir. Bambang Prijambodo, MA (Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Pembiayaan Pembangunan)
2.
Pembangunan)
3. Ir. Rizky Ferianto, MA (Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan)
3.
Keamanan)
4. Dra. Nina Sardjunani, MA (Deputi Bidang Sumber Daya Manusia dan Kebudayaan)
4.
Kebudayaan)
5. Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, MSc (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Perubahan
5.
Perubahan Iklim)
Iklim)
6. Dr. Ir. Dedy Supriadi Priatna, MSc (Deputi Bidang Sarana dan Prasarana)
6.
7. Ir. Slamet Soedarsono, MPP, QIA (Inspektur Utama)
7.
8.
8. Dr.
Dr. Slamet
Slamet Seno
Seno Adji,
Adji, MA
MA (Sekretaris
(Sekretaris Kementerian
Kementerian PPN/Sekretaris
PPN/SekretarisUtama
UtamaBappenas)
Bappenas)
9.
9. Dr.
Dr. Ir.
Ir. Dida
Dida Heryadi
Heryadi Salya,
Salya, MA
MA (Staf
(Staf Ahli
Ahli Bidang
Bidang Hubungan
HubunganKelembagaan)
Kelembagaan)
10.
10. Dr.
Dr. Ir.
Ir. Imron
Imron Bulkin,
Bulkin, MRP
MRP (Deputi
(Deputi Bidang
Bidang Pengembangan
Pengembangan Regional
Regionaldan
danOtonomi
OtonomiDaerah)
Daerah)
11.
11. Dra.
Dra. Rahma
Rahma Iryanti,
Iryanti, MT
MT (Deputi
(Deputi Bidang
Bidang Kemiskinan,
Kemiskinan, Ketenagakerjaan,
Ketenagakerjaan,dan
danUKM)
UKM)
12.
12. Dr.
Dr. Ir.
Ir. Rr.
Rr. Endah
Endah Murniningtyas,
Murniningtyas,MSc
MSc(Deputi
(DeputiBidang
BidangSumber
SumberDaya
DayaAlam
Alamdan
danLingkungan
LingkunganHidup)
Hidup)
13.
13. Dr.
Dr. Ir.
Ir. Ceppie
Ceppie Kurniadi
Kurniadi Sumadilaga,
Sumadilaga,MA
MA(Staf
(StafAhli
AhliBidang
BidangSumber
SumberDaya
DayaManusia
Manusiadan
dan Penanggulangan
Penanggulangan
Kemiskinan)
Kemiskinan)
14.
14. Dr.
Dr. Ir.
Ir. Edi
Edi Effendi
Effendi Tedjakusuma,
Tedjakusuma, MA
MA (Deputi
(Deputi Bidang
Bidang Evaluasi
EvaluasiKinerja
KinerjaPembangunan)
Pembangunan)
15.
15. Ir.
Ir. Wismana
Wismana Adi
Adi Suryabrata,
Suryabrata, MIA
MIA (Deputi
(Deputi Bidang
Bidang Pendanaan
PendanaanPembangunan)
Pembangunan)
DAFTAR ISI
v
Foto Bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas dan Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas beserta Eselon I dan Eselon II Bappenas
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................. DAFTAR ISI........................................................................... iii
vii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................... I-1
BAB 2 TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN
PPN/BAPPENAS ........................................... II-1
BAB 3 PELAKSANAAN TUGAS ................................ III-1
3.1 Penyempurnaan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional...........................................III-3
3.2 Perencanaan Pembangunan Nasional..................... III-16
3.3 Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Nasional...................................................................III-25
3.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pembangunan .........................................................III-52
3.5 Kerjasama Internasional..........................................III-60
3.6 Penugasan Lainnya..................................................III-72
3.7 Manajemen Internal................................................III-78
BAB 4 PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019 ........... IV-1
BAB 5 PENUTUP ......................................................... V-1
LAMPIRAN :
1.
2.
3.
4.
Rancangan Teknokratik RPJMN Tahun 2015-2019
Rancangan Teknokratik Rencana Strategis
Kementerian PPN/Bappenas Tahun 2015-2019
Rencana Perubahan PP Nomor 40 Tahun 2006 .tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional
Rancangan Struktur Kementerian PPN/Bappenas
DAFTAR ISI
vii
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 1
PENDAHULUAN
I- 1
BAB 1
PENDAHULUAN
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) mengemban empat peran yang saling terkait, yaitu:
(1) Penentu kebijakan/pengambil keputusan, (2) Koordinator kegiatan pembangunan, (3)
Think-tank, dan (4) Administrator.
“Empat Peran Kementerian PPN/Bappenas adalah penentu
kebijakan/pengambil keputusan, koordinator kegiatan
pembangunan, think-tank, dan administrator. “
Sebagai
pengambil
keputusan,
Kementerian PPN/Bappenas menentukan
kebijakan dan program dalam rencana
pembangunan nasional baik jangka
panjang (RPJPN), menengah (RPJMN)
maupun tahunan (RKP). Kementerian
PPN/Bappenas juga turut menentukan
kebijakan penanganan permasalahan yang
mendesak dan berskala besar, seperti
penanganan pascabencana alam nasional.
Sebagai koordinator, Kementerian PPN/
Bappenas melakukan berbagai kegiatan
koordinasi pembangunan dengan para
pemangku
kepentingan.
Koordinasi
dilaksanakan untuk memenuhi tugas
perencanaan maupun tugas lainnya
dari Presiden/Pemerintah. seperti: (1)
Koordinasi perumusan kebijakan dalam
perencanaan pembangunan; dan (2)
Koordinasi, fasilitasi, dan pelaksanaan
pencarian sumber-sumber pembiayaan
dalam dan luar negeri.
I- 2
Sebagai think tank, Kementerian PPN/
Bappenas melakukan kajian/telaahan/
evaluasi kebijakan pembangunan baik
sebagai masukan untuk penyusunan
rencana pembangunan nasional maupun
untuk perumusan kebijakan-kebijakan
strategis lainnya.
Sebagai administrator, Kementerian PPN/
Bappenas menyusun dan mengelola
dokumen perencanaan termasuk pinjaman
dan hibah luar negeri (PHLN), pinjaman dalam
negeri (PDN) laporan hasil pemantauan atas
pelaksanaan rencana pembangunan, laporan
hasil evaluasi, dan pembinaan dan pelayanan
administrasi umum.
Keempat peran tersebut dilaksanakan
untuk mendorong perwujudan visi dan
misi pembangunan nasional 2010-2014.
Visi dan Misi tersebut diupayakan tercapai
melalui Adapun lima agenda utama
pembangunan nasional tahun 2010-2014
(RPJMN 2010-2014), yaitu:
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Agenda I : Pembangunan Ekonomi
dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
Agenda II : Perbaikan Tata
Pemerintahan
Kelola
Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi
Agenda IV : Penegakan Hukum dan
Pemberantasan Korupsi
Agenda V : Pembangunan
yang
Inklusif dan Berkeadilan
Sedangkan
arah
kebijakan
umum
pembangunan nasional 2010-2014 adalah:
(1)
Arah
kebijakan
umum
untuk
melanjutkan pembangunan mencapai
Indonesia yang sejahtera. Indonesia
yang sejahtera tercermin dari
peningkatan tingkat kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan dalam
bentuk percepatan pertumbuhan
ekonomi yang didukung oleh
penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pengurangan kemiskinan,
pengurangan tingkat pengangguran
yang diwujudkan dengan bertumpu
pada program perbaikan kualitas
sumber daya manusia, perbaikan
infrastruktur dasar, serta terjaganya
dan terpeliharanya lingkungan hidup
secara berkelanjutan.
(2)
Arah
kebijakan
umum
untuk
memperkuat pilar-pilar demokrasi
dengan penguatan yang bersifat
kelembagaan
dan
mengarah
pada tegaknya ketertiban umum,
penghapusan
segala
macam
diskriminasi, pengakuan, dan penerapan
hak asasi manusia serta kebebasan yang
bertanggung jawab.
(3)
Arah
kebijakan
umum
untuk
memperkuat dimensi keadilan dalam
semua bidang termasuk pengurangan
kesenjangan pendapatan, pengurangan
kesenjangan pembangunan antar
daerah (termasuk desa-kota), dan
kesenjangan jender. Keadilan juga hanya
dapat diwujudkan bila sistem hukum
berfungsi secara kredibel, bersih, adil,
dan tidak pandang bulu. Demikian pula
kebijakan pemberantasan korupsi secara
konsisten diperlukan agar tercapai rasa
keadilan dan pemerintahan yang bersih.
BAB 1
PENDAHULUAN
I- 3
BAB 2
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
BAB 2
TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
II - 1
BAB 2
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
Proses dan kelembagaan perencanaan pembangun didasarkan pada konstitusi yang
ada pada jamannya. Pada era Orde Baru (1966-1998), perencanaan pembangunan
berdasarkan UUD 1945. Sementara, pada era Reformasi (1998-2003) berdasarkan UUD
1945 yang sedang dalam proses amandemen, dan setelah reformasi (2004-sekarang)
adalah era pascaamandemen UUD 1945.
Perencanaan pembangunan berbasis
ilmu pengetahuan mulai dilaksanakan
secara konstitusional, sistematis, dan
menyeluruh sejak 1966 hingga 1998
terjadi pada masa Orde Baru. Hal tersebut
diawali dengan penetapan Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN), dijabarkan
dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita), kemudian dioperasionalkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Bappenas berperan dalam
mengkoordinasi penyusunan Repelita serta
perencanaan program dan
kegiatan yang merupakan
tanggung
jawab
pemerintah (sektor publik).
Selain itu, Bappenas turut
menyumbang pemikiran
(moral voices) mengenai
pembangunan nasional,
tidak saja kepada Lembaga
Pemerintah
(LP)
dan
Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPND), tetapi
juga kepada masyarakat
melalui berbagai forum.
Sedangkan tugas Bappenas
dalam menyusun APBN
dilakukan
bersama
Departemen
Keuangan,
khususnya terkait anggaran
II - 2
pembangunan. Dengan demikian, seluruh
perencanaan pembangunan yang disusun
Bappenas mendapat kepastian dari segi
pembiayaan.
Perencanaan pembangunan periode 19982004 didasarkan pada GBHN 1999 yang
dijabarkan menjadi Program Pembangunan
Nasional (Propenas). Dengan model
penyusunan Propenas, pendekatan dalam
perumusan Repelita yang komprehensif
dengan menguraikan secara rinci menurut
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
sektor dan daerah mulai ditinggalkan.
Perencanaan lebih menekankan skala
prioritas dalam perumusan masalah dan
penyelesaiannya. Hal ini sejalan dengan
keterbatasan pembiayaan dalam masa
krisis. Berbeda dengan era sebelumnya,
setelah terbitnya UU No.17/2003 tentang
Keuangan Negara, penyusunan anggaran
dan pengelolaan keuangan negara
merupakan tugas dan kewenangan Menteri
Keuangan. Bappenas tidak lagi mengambil
peran dalam operasionalisasi penyusunan
anggaran pembangunan secara rinci.
Pada era 2004-sekarang, sistem dan
proses perencanaan yang diterapkan
merujuk pada UU No.25/2004 tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional dan PP No.40/2006 tentang
Tata
Cara
Penyusunan
Rencana
Pembangunan
Nasional.
Sistem
perencanaan pembangunan nasional
adalah kesatuan tata cara pembangunan
untuk menghasilkan rencana-rencana
pembangunan dalam jangka panjang
(Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional-RPJPN), menengah (Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional-RPJMN), dan tahunan (Rencana
Kerja Pemerintah-RKP), yang dilaksanakan
oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat pusat dan daerah.
Proses perencanaan mengalami perubahan
besar, yang meliputi empat unsur, yaitu: (1)
proses politik, (2) proses teknokratik, (3)
proses partisipatif, dan (4) proses bottom
up dan top down. Dengan demikian,
peran Bappenas sebagai perangkat negara
dengan tugas pokok membantu Presiden
dalam
perencanaan
pembangunan
nasional dapat ditingkatkan, utamanya
dengan memadukan sistem perencanaan
dan penganggaran, serta kewenangannya
dalam
mengkoordinasikan
laporan
pemantauan, penilaian, dan akuntabilitas
kinerja.
Berdasarkan Renstra Kementerian PPN/
Bappenas 2010-2014, visi Kementerian
PPN/Bappenas
2010-2014
adalah
”Mewujudkan Kementerian PPN/Bappenas
yang andal, kredibel dan proaktif untuk
mendukung pencapaian tujuan berbangsa
dan bernegara”. Untuk mewujudkan visi
tersebut, Kementerian PPN/Bappenas
mempunyai tugas merumuskan kebijakan
BAB 2
TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
II - 3
dan melaksanakan koordinasi di bidang
perencanaan pembangunan nasional,
yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab
langsung
kepada
Presiden. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Presiden (Perpres) No. 24/2010 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas,
dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara
pasal 647-654, dan perubahan terakhir
pada Perpres No. 92/2011.
Tugas tersebut dijabarkan ke dalam empat
fungsi, sebagai berikut:
a.Perumusan
dan
penetapan
kebijakan di bidang perencanaan
pembangunan nasional,
b.
Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
perencanaan pembangunan nasional,
c.
Pengelolaan barang milik/kekayaan
negara yang menjadi tanggung
jawab Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional, dan
d. Pengawasan atas pelaksanaan
tugas di lingkungan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional.
II - 4
Bappenas juga melaksanakan tugas lain yang
diinstruksikan oleh Presiden RI, seperti:
(1) Percepatan pencapaian target
MDGs dalam rangka pelaksanaan
Inpres No. 3/2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan,
(2) Penyusunan Pencapaian Kinerja
Pembangunan Kabinet Indonesia
Bersatu-KIB I (2004-2009) dan KIB II
(2010-2014),
(3) Penyusunan Data Pembangunan
Tahun 2004-2014, dan
(4) Penyusunan dan pemanfaatan
Indeks Demokrasi Indonesia.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
Nomor: PER.005/M.PPN/10/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, dalam melaksanakan tugasnya,
Kepala Bappenas dibantu oleh Sekretariat
Utama, Staf Ahli, dan Inspektur Utama, dan
9 (sembilan) Deputi yang masing-masing
membidangi bidang-bidang tertentu, serta 2
(dua) Pusat.
Berikut adalah bagan struktur organisasi
Kementerian PPN/Bappenas.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
BAB 2
TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEMENTERIAN PPN/BAPPENAS
II - 5
2
Gambar 2.1.
Struktur Organisasi Kementerian PPN/Bappenas
Berikut adalah bagan struktur organisasi Kementerian PPN/Bappenas.
dan Inspektur Utama, dan 9 Deputi yang masing-masing membidangi bidang-bidang tertentu, serta 2
Pusat.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 1
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
Sebagai suatu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan, Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) penting dilaksanakan untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antar
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal ini untuk menjamin tercapainya
penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan (Gambar 3.1).
Selain itu, SPPN mengemukakan bahwa kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan
evaluasi pelaksanaan rencana merupakan bagian dari fungsi manajemen. Keempatnya saling
melengkapi dan masing-masing memberi umpan balik serta masukan kepada yang lainnya.
Dengan demikian, capaian pembangunan yang baik dapat dihasilkan jika seluruh tahapan penting
pembangunan tersebut dilaksanakan dengan baik pula.
“Sistem yang berjalan dengan harmonis dan
sinergis menghantarkan pada tercapainya
sasaran pembangunan”
Gambar 3.1.
Siklus Manajemen Pembangunan
III - 2
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Gambar 3.2.
Kerangka Penyusunan RPJMN 2015-2019
Berkaitan dengan tugas dan fungsi Kementerian
PPN/Bappenas, terdapat tujuh tugas yang
dilaksanakan sesuai siklus manajemen
pembangunan, yaitu: (1) Penyempurnaan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,
(2) Perencanaan Pembangunan Nasional,
(3) Koordinasi Perencanaan Pembangunan
Nasional, (4) Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pembangunan, (5) Kerjasama Internasional,
(6) Penugasan Lainnya, dan (7) Manajemen
Internal. Penjelasan masing-masing tugas
sebagai berikut.
3.1. Penyempurnaan
Sistem
Perencanaan Pembangunan
Nasional
1. Perbaikan Penyusunan RPJMN 2015-2019
Sasaran
Dalam rangka meningkatkan kualitas RPJMN
Tahun 2015-2019 dilakukan perbaikan
penyusunan RPJMN, dengan tujuan untuk
menghasilkan dokumen perencanaan yang
sistematis dengan kerangka kerja logis
yang koheren dan konsisten sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 16 Permen PPN/
Kepala Bappenas No.1/2014.
“Urgen, perumusan grand
design pembangunan
nasional yang komprehensif,
terintegrasi, dan sinergis “
Hasil yang Dicapai
Penyempurnaan penyusunan RPJMN
telah dilakukan dalam beberapa hal,
yaitu melakukan reformasi perencanaan
terutama dalam tahapan penyusunan,
serta memasukkan kerangka regulasi,
kerangka kelembagaan, dan kerangka
evaluasi dalam dokumen rancangan
RPJMN 2015-2019.
(1)
Reformasi Perencanaan
Dalam penyusunan RPJMN 2015-2019
telah disusun Kerangka Penyusunan RPJMN
sebagaimana Gambar 3.2 di atas.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 3
Beberapa hal yang telah dilakukan sesuai
dengan kerangka penyusunan RPJMN
adalah:
(b)
Penyusunan Evaluasi Empat Tahun
Pelaksanaan RPJMN 2010-2014;
(c)
Konsultasi publik untuk menjaring
aspirasi masyarakat;
Perundang-undangan, yang di
dalamnya antara lain mengatur
sinergitas penyusunan Prolegnas
Jangka
Menengah
dengan
RPJMN untuk memenuhi tujuan
bernegara, dengan perubahan
mekanisme
penyusunan
Prolegnas Pemerintah dari bottom
up (oleh kementerian/lembagaK/L) menjadi top down oleh 5
Kementerian inti (Kementerian
Hukum dan HAM, Kementerian
PPN/Bappenas;
Kementerian
Dalam
Negeri;
Kementerian
Keuangan dan Sekretariat Negara);
(d)
Dengan mempertimbangkan arahan
kebijakan RPJPN 2005-2025, hasil
evaluasi RPJMN 2010-2014, kajian
pendahuluan (background studies),
dan masukan dari para pemangku
kepentingan termasuk akademisi
dan masyarakat, disusun Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019 yang
mencakup Agenda Pembangunan
dalam tahun 2015-2019.
(b)Peningkatan
koordinasi
dan
pemantapan
sistem
yang
diarahkan untuk penyempurnaan
proses pembentukan peraturan
perundang-undangan di internal
Pemerintah,
dengan Badan
Pembinaan Hukum Nasional dan
Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan, Kementerian
Hukum dan HAM;
(2)
Penyusunan Kerangka Regulasi
(c)Sosialisasi
Kerangka
Regulasi
di internal Kementerian PPN/
Bappenas dan kepada K/L;
(a)Penyusunan background studies
seluruh bidang pembangunan
untuk identifikasi isu-isu strategis
jangka menengah 2015-2019 yang
dilakukan secara berkoordinasi
dengan mitra kerja masing-masing
direktorat;
Pelaksanaan kerangka regulasi adalah
untuk mewujudkan sinergitas antara
kebijakan dan regulasi dalam kerangka
pembangunan nasional terutama untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka mencapai tujuan
berbangsa dan bernegara.
III - 4
(d)
Fasilitasi Kerangka Regulasi kepada
K/L;
(e)
Pengembangan pedoman Cost and
Benefit Analysis dalam penyusunan
kerangka regulasi.
Hal-hal yang telah dilaksanakan sampai
saat ini antara lain adalah sbb:
(3)
Penyusunan Kerangka Kelembagaan
(a) Keterlibatan sebagai salah satu
anggota tim dalam penyusunan
dan
pengundangan
Perpres
No.87/ 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No.12/2011
tentang Pembentukan Peraturan
Kerangka
Kelembagaan
merupakan
upaya untuk menata kelembagaan
agar pemerintah memiliki fungsi dan
kewenangan yang tepat, aturan main dan
hubungan kerja inter dan antar lembaga
yang sinergis, serta didukung oleh kualitas
aparatur sipil negara yang profesional
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
dan berintegritas. Dengan demikian
kelembagaan pemerintah akan sejalan
dengan visi pembangunan nasional dan
dapat melaksanakan kebijakan/rencana
pembangunan dengan efektif dan efisien.
Beberapa hal yang telah dihasilkan terkait
dengan kerangka kelembagaan adalah:
(a) Tersusunnya kebijakan kerangka
kelembagaan
dan
prioritas
penguatan kelembagaan dalam
Buku 1 dan Buku 2 Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019;
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Beberapa permasalahan yang dihadapi
dalam
penyempurnaan
penyusunan
RPJMN, antara lain:
(a) Masih belum terjadi integrasi,
sinergi dan sinkronisasi antarbidang
pembangunan dalam penyusunan
rancangan teknokratik RPJMN 20152019, tercermin dari kerangka pikir
masing-masing bidang yang berdiri
sendiri-sendiri.
(b) Tersusunnya kebijakan kerangka
kelembagaan prioritas penguatan
kelembagaan dalam Buku 1 dan
Buku 2 RKP 2015;
(b)
Tidak semua data yang diperlukan
dalam evaluasi RPJMN 20102014 dapat dilengkapi termasuk
keakuratannya;
(c) Tersusunnya
pedoman
teknis
penyusunan kerangka kelembagaan
dalam Renstra K/L yang tertuang
di dalam Permen PPN/Kepala
Bappenas No. 5/2014 tentang
Pedoman
Penyusunan
dan
Penelaahan Rencana Strategis
Kementerian/ Lembaga Tahun 20152019. Hal ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa dalam Renstra
K/L juga ditetapkan kebijakan
kerangka kelembagaan yang sejalan
dengan RPJMN.
(c)
Kerangka regulasi yang selama ini
ada belum dikelola dengan baik,
sehingga belum sepenuhnya mampu
mendukung
penyelenggaraan
negara secara optimal;
(d)
Regulasi yang seharusnya menjadi
‘faktor integrasi’ untuk mengemas
kebijakan negara secara utuh dan
menyeluruh, justru menjadi alat
bagi kepentingan masing-masing
sektor pembangunan;
(e)
Masih kurangnya kualitas regulasi
di Indonesia, khususnya undang
undang;
(4)
Penyusunan Kerangka Evaluasi
Kerangka Evaluasi merupakan gambaran
tata cara evaluasi kinerja pembangunan
secara menyeluruh untuk mengetahui
dan menilai dengan pasti pencapaian
rencana pembangunan, kemajuan dan
kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
rencana pembangunan serta tindak lanjut
yang diperlukan dalam rangka perbaikan
rencana pembangunan dimasa yang akan
datang.
(f) Penyusunan kebijakan kerangka
kelembagaan dalam penyusunan
dokumen perencanaan masih
merupakan hal yang baru sehingga
pada umumnya para perencana
belum memiliki pemahaman dan
kompetensi yang mendalam terkait
dengan isu kelembagaan;
(g) Kesepahaman dengan pemangku
kepentingan yang terkait dengan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 5
isu kelembagaan belum terbangun
secara kuat dan mendalam.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan
tersebut, berbagai langkah tindak lanjut
yang diperlukan antara lain adalah:
(a) Perlunya integrasi, sinergi dan
sinkronisasi
antara
bidang
pembangunan, dalam penyusunan
rencana pembangunan.
(b)
(c)
Peningkatan koordinasi antarsektor
dalam penyediaan data yang
lengkap dan akurat;
Penyempurnaan mekanisme perencanaan dan penyusunan Prolegnas
berdasarkan pada evaluasi dan hasil
analisis biaya dan manfaat;
(d)Perlu
perbaikan
mekanisme
antara Pemerintah dan DPR dalam
menetapkan Prolegnas tidak atas
dasar keinginan namun pada
kebutuhan;
(e)Penerapan
good
regulatory
practices untuk meningkatkan
kualitas peraturan perundangundangan, khususnya melalui
pelaksanaan konsultasi publik
dan pelaksanaan Cost and Benefit
Analysis
dalam
pembentukan
peraturan perundang-undangan;
(f)Pemantapan
koordinasi
dan
konsolidasi dengan 5 K/L inti
(Kementerian Hukum dan HAM,
Kementerian PPN/ Bappenas,
Kementerian
Dalam
Negeri,
Kementerian Keuangan, Sekretariat
Negara)
untuk
penyusunan
kerangka regulasi;
(h) Menyusun instrumen penelaahan
kerangka
kelembagaan
dalam
Renstra K/L sebagai panduan untuk
melakukan assessment kebutuhan
kerangka kelembagaan dalam rangka
pencapaian sasaran pembangunan
dalam RPJMN 2015-201;
(i)Penguatan
kapasitas
para
perencana dalam merumuskan
kebijakan kelembagaan sesuai
bidang pembangunan masingmasing.
2. Perbaikan Penyusunan RKP
Sasaran
Sasaran penyempurnaan penyusunan
RKP adalah: (1) Meningkatnya kualitas
alokasi pendanaan pembangunan prioritas
nasional dalam dokumen Rencana Kerja
Pemerintah; (2) Meningkatnya proporsi
program dan kegiatan yang disepakati dan
tingkat kepastian hasil-hasil Musrenbang
untuk tahapan penyusunan anggaran
selanjutnya, baik di tingkat nasional
maupun daerah; dan (3) Menciptakan
sinergi pusat dan daerah dalam rangka
mewujudkan salah satu amanat UU No.
25/2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Hasil yang Dicapai
Dalam penyempurnaan penyusunan
RKP telah dilakukan berbagai hal
seperti revitalisasi Musrenbang dan
penyelenggaraan
temu
konsultasi
triwulanan Bappenas-Bappeda.
(g) Meningkatkan koordinasi internal
dalam merumuskan kebijakan
kelembagaan dalam dokumen
perencanaan;
III - 6
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
“Penguatan bottom up
planning dalam menyusun
RKP”
(1)
Revitalisasi Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan
Percepatan Pembangunan Papua
dan Papua Barat), Aplikasi Pra
Musrenbangnas dan Aplikasi PascaMusrenbangnas. Kelima aplikasi
tersebut
dimaksudkan
untuk
memudahkan pemerintah daerah
dalam mengajukan usulan kegiatan
pembangunan.
(a) Peningkatan Peran Pendamping
Provinsi (Liaison Officer/LO)
Peran pendampingan ini adalah
untuk
memberikan
informasi
kebijakan
pusat,
memantau
penyusunan isu strategis provinsi,
mengawal
penyusunan
isu
strategis
provinsi,
konfirmasi
jadwal musrenbang provinsi hingga
koordinasi rangkaian kegiatan baik
di pusat dan di daerah, proses
pembahasan, dan output (keluaran
Musrenbangnas). Dalam rangka
meningkatkan peran Pendamping
Provinsi (LO) yang merupakan
pejabat Eselon II di Bappenas,
dilakukan kunjungan pendahuluan
untuk mencermati masalah, potensi,
dan isu-isu yang berkembang saat
ini di setiap provinsi berdasarkan
data sekunder maupun primer, dan
mendiskusikan dengan Bappeda
Provinsi untuk dikerucutkan sebagai
rancangan isu strategis provinsi
berikutnya.
(b)Peningkatan
Kegiatan
Kualitas
Usulan
Dalam rangka meningkatkan kualitas
Usulan Kegiatan dan Pendanaan
Pembangunan
Daerah
(UKPPD),
dikembangkan
sistem e-Musrenbang yang
meliputi lima jenis aplikasi
dengan satu data base.
Aplikasi
tersebut
terdiri
dari Aplikasi Isus (Aplikasi
Isu Strategis Pembangunan
Daerah), Aplikasi UKPPD
(Aplikasi Usulan Kegiatan dan
Pendanaan
Pembangunan
Daerah), Aplikasi P4B (Aplikasi
(c) Kemudahan Penyampaian Usulan
Kegiatan
Kementerian PPN/Bappenas berupaya
melakukan
percepatan
dan
keakuratan penyampaian usulan
kegiatan oleh Pemerintah Daerah
melalui pengembangan sistem
e-Musrenbang dengan lima jenis
aplikasi.
(d) Peningkatan Kualitas Pembahasan
dalam Pra-Musrenbangnas dan
Pasca-Musrenbangnas
Proses pembahasan dalam PraMusrenbangnas dilakukan sesuai
urutan prioritas, yaitu sinkronisasi
Usulan Dana K/L dengan Dana
Pendukung Daerah (APBD Prov/
Kab/Kota) serta Dana Pihak Ke-3
(BUMN/BUMD/Swasta).
Tiap
daerah diminta menetapkan 5 Isu
Strategis dan 25 Kegiatan Strategis
Daerah yang dilanjutkan dengan
pembahasan Isu Strategis Nasional
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 7
yang merupakan Direktif Presiden
dan Isu Strategis Nasional hasil
Evaluasi Paruh Waktu/Mid Term
Review RPJMN 2010-2014 dalam
rangka mendukung pencapaian
Sasaran Prioritas Nasional sesuai
RPJMN 2010-2014.
(e)
Pembahasan secara Online
Pembahasan Pra-Musrenbangnas
dilaksanakan secara online dengan
penggunaan IT, sehingga usulan
daerah dapat langsung dibahas
di komputer dan dilihat bersamasama oleh perwakilan daerah,
K/L maupun Kementerian PPN/
Bappenas. Keluaran yang disepakati
antara ketiga pihak langsung
dicatat kemudian disimpan dalam
sistem UKPPD dan dicetak untuk
ditandatangani bersama oleh ketiga
pihak. Sedangkan pembahasan
Pasca-Musrenbangnas
dilakukan
secara manual yang menindaklanjuti
hasil Pra-Musrenbangnas.
(f) Kemudahan Pelaksanaan PraMusrenbangnas
dan
Pasca
Musrenbangnas
Kemudahan pelaksanaan PraMusrenbangnas adalah percepatan
dan
keakuratan
pembahasan
Trilateral Desk antara Pemerintah
Daerah,
K/L,
dan
Kementerian
PPN/
Bappenas.
jumlah kegiatan, total dana APBN dan
APBD. Dengan demikian, pada setiap
akhir pembahasan didapat ringkasan
kebutuhan dana dan jumlah
kegiatan yang disepakati antara K/L,
Pemerintah Daerah dan Kementerian
PPN/Bappenas. Kementerian PPN/
Bappenas
menggunakan
hasil
pembahasan
untuk
menyusun
rekomendasi perbaikan Renja K/L dan
rancangan RKP.
(2)
Sinergi pusat daerah mencakup sinergi
dalam: (a) kerangka perencanaan
kebijakan, (b) kerangka regulasi, (c)
kerangka
anggaran,
(d)
kerangka
kelembagaan dan aparatur daerah, dan (e)
kerangka pengembangan wilayah.
Temu Konsultasi Triwulanan BappenasBappeda Provinsi Seluruh Indonesia sebagai
sarana untuk memberikan/berbagi informasi
kepada Bappeda Provinsi terkait dengan:
(a) Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah,
(b) Peran Provinsi dalam mendukung
percepatandanperluasanpembangunan,
(c) Isu strategis di daerah yang
menjadi prioritas pada pelaksanaan
pembangunan.
(g) Hasil Kesepakatan PraMusrenbangnas
Dalam
pelaksanaan
Pra-Musrenbangnas,
pemerintah daerah dan
K/L diberikan Berita
Acara
Kesepakatan
yang berisi isu strategis,
III - 8
Penyelenggaraan Temu Konsultasi
Triwulanan Bappenas-Bappeda
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Pelaksanaan Temu Konsultasi Triwulanan
Bappenas -Bappeda Provinsi se-Indonesia
dilaksanakan empat kali dalam satu tahun
dengan mengambil tema khusus sesuai
dengan kebutuhan dan isu terkini. Hasil
yang telah dicapai dalam pelaksanaan
Temu Konsultasi Triwulanan BappenasBappeda Provinsi se-Indonesia selama ini
adalah :
(4)
Kurangnya pemahaman Pemerintah
Daerah dalam melakukan usulan di
dalam aplikasi UKPPD;
(5)
Jadwal tahapan Musrenbangnas yang
ketat.
(a) Terlaksananya Sinergi Kerangka
Perencanaan Kebijakan di Pusat
dan Daerah yang ditandai dengan
adanya sinergi antara Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) dengan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD);
(1)
Arah Kebijakan Pembangunan dari
Pusat yang disampaikan terlalu
bersifat umum kurang tercermin
arahan spesifik masing-masing
daerah/provinsi,
(2)
Tingkat kehadiran Kepala Bappeda
atau pejabat pengganti yang
menguasai permasalahan/kebijakan
daerah rendah,
(b)Teridentifikasinya
perencanaan
yang telah dilakukan dan yang akan
dilakukan di masing-masing daerah;
Sementara itu, permasalahan yang
dihadapi dalam temu konsultasi triwulanan
Bappenas-Bappeda antara lain:
(c) Teridentifikasinya kendala-kendala
dalam perencanaan pembangunan
di masing-masing daerah;
(3) Pelaksanaan
dengan baik.
(d) Teridentifikasinya isu-isu strategis
terkini terkait dengan perencanaan
dan penganggaran serta kerangka
pendanaan yang menghambat
perencanaan yang telah dilakukan.
Langkah tindak lanjut dalam rangka
memperbaiki pelaksanaan rangkaian
Musrenbangnas ke depan adalah:
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Berbagai permasalahan dihadapi terkait
dengan revitalisasi Musrenbang adalah:
(1)
Terbatasnya ruang penyelenggaraan
Pra-Musrenbangnas;
(2) Adanya kendala teknis dalam
penggunaan aplikasi e-Musrenbang
seperti: gangguan koneksi internet,
dan petugas pembahasan yang
belum menguasai aplikasi secara
menyeluruh;
(3) Nomenklatur kegiatan K/L dan
daerah belum sama;
(1)
kurang
terjadwal
Penyediaan ruang yang memadai;
(2)
Penyediaan jaringan internet yang
kuat;
(3) Perlu sosialisasi dan pelatihan
UKPPD hingga ke tingkat kabupaten/
kota yang pelaksanaannya dapat
diserahkan kepada provinsi. Hal ini
dilakukan untuk menjaga konsistensi
usulan kegiatan pemerintah daerah;
(4) Perlunya buku panduan pengisian
aplikasi UKPPD yang terintegrasi
dengan pedoman penyelenggaraan
Musrenbang di daerah;
(5) Peningkatan kesamaan persepsi dan
koordinasi yang kuat dari seluruh
stakeholder terkait, untuk dapat
mewujudkan semangat revitalisasi
Musrenbangnas;
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 9
(6)
Perlu dikaji kecukupan waktu antara
pelaksanaan
Musrenbangnas
dengan
Pasca-Musrenbangnas,
sehingga
dapat
memberikan
waktu yang cukup bagi K/L dalam
menyiapkan bahan pembahasan.
Sedangkan langkah tindak lanjut terkait
dengan Temu Konsultasi Triwulanan
Bappenas-Bappeda adalah:
(1) Perlu Pedoman Penyelenggaraan
Temu
Konsultasi
Triwulanan
Bappenas-Bappeda Provinsi SeIndonesia
melalui
Keputusan
Menteri/Surat Edaran Menteri PPN/
Kepala Bappenas;
(2)Perlu
disusun
jadwal
dan
agenda secara tetap sebanyak
empat kali dalam setahun,
serta menyelenggarakan rapatrapat internal dalam penyiapan
bahan-bahan, agenda dan tema
pertemuan;
(3) Penyampaian informasi terkait
pertemuan dan undangan kepada
Bappeda Provinsi Se-Indonesia
lebih awal sehingga pertemuan
dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
3. Pengembangan e-Planning
Pengembangan e-Planning dilaksanakan
melalui pengembangan Sistem Informasi
Usulan
Kegiatan
dan
Pendanaan
Pemerintah Daerah (SI-UKPPD).
Sasaran
Sistem Informasi-Usulan Kegiatan dan
Pendanaan Pemerintah Daerah yang
dikembangkan di Kementerian PPN/
Bappenas
memiliki
sasaran
untuk
membantu mempermudah dan mendukung
III - 10
terlaksananya proses Musrenbangnas
dalam pembahasan dan penyempurnaan
Rancangan Awal RKP dan Renja K/L yang
telah disesuaikan dengan kesepakatan
kegiatan dan pendanaan dari Pemerintah
Daerah.
Hasil yang Dicapai
Hasil yang telah dicapai dalam Pelaksanaan
SI-UKPPD selama tiga tahun terakhir,
antara lain:
(1) Peningkatan kualitas hasil-hasil
pelaksanaan Musrenbang dibanding
hasil-hasil pelaksanaan tahun-tahun
sebelumnya, hasil pelaksanaan
Musrenbang dari tahun ke tahun
lebih fokus dan konkret.
“ Sistem informasi
perencanaan telah diterapkan
pada Musrenbang “
(2) Kemudahan dalam penyampaian
usulan kegiatan serta percepatan
dan keakuratan penyampaian
usulan oleh Pemerintah Daerah,
melalui Pengembangan Aplikasi
SI – UKPPD yang lebih simple dan
user friendly, serta dilakukan secara
online sehingga dapat diakses
dengan mudah dan cepat dari
daerah namun tetap mengutamakan
aspek keamanan melalui penerapan
sistem pengamanan berlapis.
(3) Kemudahan dalam pelaksanaan
Musrenbang berupa percepatan
dan
keakuratan
pembahasan
Trilateral Desk antara Pemerintah
Daerah, K/L serta Kementerian
PPN/Bappenas. Upaya percepatan
dan keakuratan dilakukan melalui
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
pembuatan form pembahasan
dan kesepakatan yang lebih simple
dan user friendly dalam aplikasi SIUKPPD agar tetap menggunakan
sumber data yang sama, serta
dilakukan secara online sehingga
dapat diakses dengan mudah dan
cepat secara bersama-sama dalam
pembahasan, dan hasilnya dapat
langsung
direkapitulasi
untuk
penyusunan laporan kepada para
pengambil keputusan.
(4)
Effisiensi
anggaran
dalam
pelaksanaan Musrenbang selama
tiga tahun terakhir sebagai akibat
adanya dukungan pengembangan
SI-UKPPD yang berbasis paper-less.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
penerapan SI-UKPPD antara lain adalah:
(1)
Adanya kendala teknis pelaksanaan
terkait waktu yang tersedia,
kepastian substansi, keterlambatan
pemasukan data dasar Renja K/L,
serta tidak adanya akses internet di
beberapa daerah.
(2)
Adanya kendala kapasitas sumber
daya manusia di daerah baik dalam
memahami substansi tugas sesuai
bidang maupun dalam pengisian
aplikasi, serta terbatasnya anggaran
dalam pelaksanaan pelatihan dan
sosialisasi di daerah.
(3)
Kurangnya perhatian dari K/L atas
hasil pembahasan dan kesepakatan
dalam Musrenbang menyebabkan
sedikitnya konsistensi K/L dalam
penyempurnaan Rancangan Akhir
RKP dan Renja K/L;
(4) Tidak adanya peraturan yang
mengikat
terkait
Standar
Operasional
dan
Prosedur
dalam mensinkronkan rencana
pembangunan daerah dengan
rencana pembangunan Nasional
menyebabkan kurangnya perhatian
dari para pelaksana musrenbang
dan penyusun dokumen RKP dan
Renja K/L.
Sedangkan tindak lanjut yang perlu
dilakukan antara lain adalah:
(1) Penyiapan payung hukum dibawah
UU No.25/2004 yang melingkupi
arah kebijakan dan langkah-langkah
sinkronisasi, serta mekanisme dan
target capaian pelaksanaan forumforum diskusi seperti Musrenbang,
Rapat Koordinasi Teknis, dan Forum
SKPD.
(2) Pengembangan aplikasi SI-UKPPD
yang lebih terintegrasi dalam proses
penyusunan dokumen perencanaan
baik di daerah maupun pusat
atau pengembangan integrasi
sistem informasi perencanaan
pada daerah-daerah yang telah
mengembangkannya.
(3) Perlu disusun pedoman dan
panduan pelaksanaan Musrenbang
dan forum-forum diskusi teknis
lainnya yang tersinergi satu
dengan lainnya yang melandasi
proses penyepakatan dan diskusi
perencanaan
pembangunan
nasional
dan
perencanaan
pembangunan daerah sehingga
tercipta Sinergi Perencanaan PusatDaerah;
(4) Perlunya peningkatan dukungan
anggaran untuk pelatihan dan
pengembangan
kemampuan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 11
dan kapasitas Tim Pelaksana/Tim
Perencana di daerah sesuai dengan
bidang kemampuannya.
4. Pengembangan e-Monev
Sasaran
Pengembangan
aplikasi
e-Monev
dilakukan sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas hasil pemantauan
dan evaluasi.
“Sistem informasi
pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pembangunan
telah diinisiasi di pusat dan
daerah”
Hasil yang Dicapai
ditujukan untuk para pelaku
pelaporan pelaksanaan rencana
pembangunan dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan;
(5) Pelatihan dan sosialisasi aplikasi
e-Monev Daerah di beberapa
daerah dan diharapkan aplikasi ini
dapat mulai aktif digunakan pada
Tahun Anggaran 2014 ini.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
(2) Peningkatan jumlah K/L yang
melapor dari 30 persen pada tahun
2010 menjadi lebih dari 80 persen
pada tahun 2013;
(3) Kenaikan angka jumlah K/L yang
melapor tepat waktu, hingga 31
Desember 2013, jumlah K/L yang
melaporkan pelaksanaan rencana
pembangunannya sesuai dengan
PP 39/2006 melalui e-Monev.
bappenas.go.id sebanyak 64 K/L
dari 86 K/L;
(4) Pengembangan aplikasi e-Monev
Daerah pada Awal 2013, yang
III - 12
dan
Meskipun
dianggap
telah
mampu
memberikan banyak feedback dan
manfaat bagi K/L dan Daerah, namun
masih terdapat beberapa permasalahan
dalam pengembangan aplikasi e-Monev.
Permasalahan yang kerap dialami adalah:
(1)
Hasil yang dicapai dalam pelaksanaan
pengembangan aplikasi e-Monev adalah:
(1)Sosialisasi
aplikasi
e-Monev
kepada seluruh K/L pada tahun
2012
sekaligus
meresmikan
penggunaannya untuk tahun 2013;
Dihadapi
Adanya ketidaksesuaian data yang
ada pada aplikasi e-Monev dengan
data yang ada pada dokumen
perencanaan yang dipegang oleh
K/L dan Daerah, dan
(2) Belum tersosialisasinya aplikasi
e-Monev K/L dan e-Monev Daerah
kepada seluruh K/L dan Daerah.
Sebagai upaya mengembangkan dan
menyempurnakan aplikasi e-Monev maka
akan dilakukan:
(1) Pembuatan menu updating data
yang dapat diakses oleh pengguna
untuk dapat menyesuaikan data
pada aplikasi e-Monev, dan
(2)Akan
terus
diadakan
rapat
koordinasi dengan mengundang
seluruh K/L atau pelatihan di daerah
agar sekaligus menjadi tempat
untuk mensosialisasikan aplikasi
e-Monev.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
5. Peningkatan Partisipasi Publik
(b) FKP mewakili perspektif daerah
di wilayah Barat di Medan pada
4 April 2014,
Pelaksanaan partisipasi publik dalam rangka
penyempurnaan sistem perencanaan
dilakukan melalui penyelenggaraan Forum
Konsultasi Publik (FKP).
“Perencanaan pembangunan
disusun dengan
mempertimbangkan
aspirasi publik”
(c) FKP mewakili perspektif daerah
di wilayah Barat di Semarang
pada 7 April 2014,
(d) FKP skala nasional di Jakarta
pada 10 April 2014.
(1)Terselenggaranya
FKP
antara
Bapppenas dan Organisasi Masyarakat
Sipil (OMS) guna memberikan
masukan terhadap Penyusunan
Rencana Kerja Pemerintah 2015 untuk
9 (sembilan) bidang pembangunan;
Perspektif OMS terhadap sembilan
Bidang Pembangunan: (a) Sosial
budaya dan kehidupan beragama,
(b) Ekonomi; (c) Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi; (d) Politik; (e)
Pertahanan
dan
Keamanan;
(f) Hukum dan Aparatur; (g)
Pembangunan Wilayah dan Tata
Ruang; (h) Penyediaan Sarana dan
Prasarana; (i) Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
(2)Penajaman
pembahasan
9
(sembilan) bidang pembangunan
dari perspektif OMS di tingkat
nasional dan daerah, sebagai
masukan RKP 2015;
Adapun masukan dari Forum Konsultasi
Publik
terhadap
sembilan
Bidang
pembangunan tersebut mengerucut
pada tiga Isu Bidang Strategis yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
(3) Meningkatnya keterlibatan OMS
dalam
penyusunan
rencana
pembangunan dan tersusunnya
sebuah sistem berbasis web yang
memberikan informasi terkini terkait
progress penyusunan RKP 2015,
sistem pengelolaan keluhan dan
sebagai media komunikasi
dan pembelajaran antar OMS.
Bidang Kesejahteraan Rakyat, dengan
Sasaran
(2)
pembahasan fokus pada dua isu
utama yaitu Perlindungan Sosial dan
Pelayanan Dasar yang terdiri dari: (i)
Perlindungan sosial, (ii) Perlindungan
terhadap disabilitas, (iii) Perlindungan
Hasil yang Dicapai
(1)
Terselenggaranya Kegiatan FKP
di empat wilayah sesuai dengan
yang direncanakan yaitu:
(a) FKP mewakili perspektif
daerah di wilayah Timur
di Makasar pada 2 April
2014,
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 13
pekerja di luar negeri (Buruh Migran),
(iv) Perlindungan bidang kesehatan,
(v) Pembangunan bidang pendidikan,
(vi) Pelayanan publik.
dalam bentuk pelatihan. FGD
akan
melibatkan
stakeholder
diantaranya: OMS, Pusbindaklatren
Bappenas, PMD Kemendagri, dan
Kemenko.
Bidang Ekonomi dan Sumber Daya
Alam, terdiri dari: (i) Pengelolaan
SDA yang memberi kesejahteraan
pada masyarakat, (ii) Percepatan
pengurangan
kemiskinan,
(iii)
Pengelolaan SDA yang memberi
kesejahteraan pada masyarakat.

Bidang
Politik, Hukum, dan
Keamanan,
terdiri
dari:
(i)
Pemberlakuan UU Desa memiliki
dampak strategis, hal ini akan
mengubah modal politik secara
masif sampai ke level desa;

Operasional
beberapa program
terhambat: perlu diidentifikasi
kerangka regulasi dan kerangka
kelembagaan di dalam penyusunan
RPJMN 2015-2019.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
6. Kerjasama Perguruan Tinggi
Sasaran
Secara umum tujuan yang hendak dicapai
adalah mendorong perumusan kebijakan
yang bersifat evidence-based setting
to agenda policy-making pada aspek
pengembangan (1) Infrastruktur; (2) Industri
Ektraktif, (3) Belanja Publik dan (4) Fiskal
Daerah dalam mendorong pertumbuhan
inklusif dan berkesinambungan, di Kawasan
Timur Indonesia.
Hasil yang dicapai
(1) Terselenggaranya serial semiloka
risalah kebijakan (policy note) di
empat perguruan tinggi, yaitu:
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
konsultasi publik adalah keterbatasan
partisipasi OMS untuk menindaklanjuti
berbagai usulan, gagasan dan pemikiran
secara keseluruhan yang telah disampaikan.
Sedangkan langkah tindak lanjut yang
disepakati untuk FKP selanjutnya fokus
pada:
(1) Penyelenggaraan FKP Tematik,
sehingga pembahasan dapat lebih
fokus pada persoalan prioritas
pembangunan; dan
(2)
FGD
pembahasan
upaya
peningkatan kapasitas aparatur
desa melalui sosialisasi UU Desa
III - 14
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(a)
Universitas Hasanuddin –
Makassar, 22 November 2013
dengan tema “Pertumbuhan
Inklusif
Dalam
Perspektif
Pembangunan Infrastruktur di
Pulau Sulawesi”
(b)Universitas Sam-ratulangi Manado, 17 Desember 2013,
dengan tema “Pengelolaan
Industri
Ekstraktif
untuk
Mendukung
Pertumbuhan
Inklusif dan Berkesinambungan
di Kawasan Timur Indonesia”.
(c)Universitas
Cen-drawasih
-Jayapura, 11 Februari 2014,
dengan tema “Optimalisasi
Alokasi Belanja Publik untuk
Akselerasi Pembangunan di
Kawasan Timur Indonesia”.
(d)
Universitas
Mataram
–
Mataram NTB, 26 Februari
2014,
dengan
tema
“Optimalisasi
Pengelolaan
Pendapatan Daerah untuk
Peningkatan Kapasitas Fiskal
dan Akselerasi Pembangunan
di Kawasan Timur Indonesia”.
(2)
Aspek pengembangan yang dihasilkan:
(b) Pengelolaan Industri Ekraktif,
dengan hasil antara lain:
Perencanaan
harus teriintegrasi dalam kerangka
perencanaan pembangunan
nasional dan daerah

Optimalisasi
dilakukan
dengan:
(1)
perluasan
keterkaitan ke-hulu dan
ke-hilir; (2) pembangunan
berbagai sektor pendukung;
dan (3) pembangunan dalam
kerangka
pembangunan
wilayah.

Industri ekstraktif menjadi
salah
satu
tumpuan
utama peningkatan PDB
nasional, dan diharapkan
pertambangan
dapat
menjadi pemicu untuk
mendorong pertumbuhan
inklusif dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
(a)Infrastruktur Dasar, dengan
hasil antara lain:
 Perlu difokuskan pada dua
aspek, yaitu membenahi
mekanisme
delivery,
serta memperbaiki dan
memperluas
strategi
pembiayaan.
 Diorientasikan
pada
wilayah perdesaan, tempat
bermukim sebagian besar
penduduk miskin, serta
pada pusat-pusat produksi.
 Prioritas
sektoral di Pulau
Sulawesi adalah infrastruktur
jalan, air bersih dan sanitasi,
sedangkan prioritas secara
geografis adalah investasi
infrastruktur di daerah
perkotaan yang berkembang
pesat dan infrastruktur yang
menghubungkan
daerah
pedesaan dan perkotaan.
 Isu ketimpangan antar wilayah
masih tetap eksis. Untuk
diperlukan “grand strategy”
melalui pembangunan pusat
pertumbuhan ekonomi baru,
membangun
infrastruktur
dan jaringan konektivitas antar
wilayah berbasis “maritim”.

Dampak
ekonomi pertambangan belum diimbangi
dengan dampak sosial dan
dampak lingkungan yang
memadai.
(c) Optimalisasi Belanja Publik,
dengan hasil antara lain:
Diperlukan
ide-ide baru
untuk
mengintegrasikan
perencanaan, penganggaran,
pelaporan,
monitoring,
evaluasi dan pengawasan
dalam upaya efisien dan
efektif pencapaian program
pembangunan nasional dan
daerah.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 15
Penyusunan
kerangka
pengeluaran jangka menengah
(KPJM) terintegrasi dengan
rencana pembangunan jangka
menengah (RPJM).

Optimalisasi
pengelolaan
keuangan daerah harus
mencakup
administrasi/
akuntansi keuangan dan
mendorong
integrasi
perencanaan-penganggaranmonitoring-evaluasipengawasan.
Untuk
penerapan
paradigma basic needs
diperlukan
komitmen
kuat
dari
pemerintah
daerah untuk mendorong
peran
dan
partisipasi
segenap
stakeholders
dalam perencanaan dan
penganggaran kebutuhan
dasar masyarakat;
(d)Kebijakan Pengelolaan PAD
untuk Kapasitas Fiskal Daerah,
dengan hasil antara lain:
Perkembangan
ekonomi
include harga komoditas
yang menurun berdampak
pada penurunan kapasitas
fiskal, baik nasional maupun
daerah,
ketergantungan
pada sumber ini harus
diekstensifikasi;
Kebutuhan
dana pembangunan dlm APBN dan
APBD harus didasarkan
pada sumber pendanaan
masyarakat, dan investasi/
belanja harus dioptimalkan;
III - 16

Kapasitas fiskal daerah secara
umum rendah, kemampuan
daerah untuk mengakselerasi
sendiri
pembangunannya
berbasis kapasitas fiskal
sangat terbatas;

PAD harus dipicu oleh investasi
daerah
yang
diperbaiki
dengan peningkatan daya
tarik
investasi,
seperti
pembangunan infrastruktur
khususnya
transportasi,
perhubungan,
dan
infrastruktur dasar lainnya;
Masih
terdapat peluang
perbaikan dan peningkatan
kapasitas fiskal, khususnya
pajak
daerah
tanpa
mengganggu perekonomian
daerah.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Tindak lanjut yang diperlukan adalah
melaksanakan berbagai diskusi dengan
peserta terbatas untuk melahirkan dan
merumuskan pemikiran dan rekomendasi
yang lebih terfokus, komprehensif, dan
berorientasi solusi permasalahan strategis
pembangunan KTI dan pembangunan
nasional.
3.2. Perencanaan Pembangunan
Nasional
1. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN)
Sasaran
Penyusunan
dokumen
perencanaan
RPJMN ditujukan untuk mewujudkan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
rencana pembangunan nasional jangka
menengah yang berkualitas.
“Dokumen pembangunan
nasional jangka menengah
disusun secara terukur dan
akuntabel”
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas menyusun
RPJMN dengan berpedoman pada
UU No.17/2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 dan Visi Misi Presiden/
Wakil Presiden terpilih. Sepanjang tahun
2010-2014, terdapat dua dokumen RPJMN
yang disusun dan disosialisasikan, yaitu:
(1)
RPJMN 2010-2014
(a)
Dokumen RPJMN 2010-2014
telah disosialisasikan kepada
masyarakat dengan tujuan
agar prioritas pembangunan
dan rencana pembangunan
nasional dapat dipahami
oleh seluruh pemangku
kepentingan;
(b) Kegiatan sosialisasi telah
dilaksanakan pada tahun
2011 melalui seminar yang
dihadiri oleh para pemangku
kepentingan. Selain seminar,
media
komunikasi
lain
yang digunakan adalah
penayangan iklan layanan
masyarakat
di
televisi,
pemasangan media luar
ruang, dan talkshow di radio
dan televisi.
(2)
RPJMN 2015-2019
(a) Pada tahun 2013 telah
dilakukan
penyusunan
background study di sembilan
bidang
pembangunan,
yang menjadi masukan bagi
penyusunan
rancangan
teknokratis,
sebelum
dikembangkan
menjadi
konsep awal RPJMN;
(b)
Pada
tahun
2014
Kementerian PPN/Bappenas
telah
menyelesaikan
penyusunan
Rencana
Teknokratik RPJMN 20152019 sebagai masukan
utama perencanaan RPJMN
bagi pemerintahan periode
2015-2019;
(c)
Rancangan teknokratik akan
diintegrasikan dengan visi
dan misi presiden Indonesia
terpilih periode 2014-2019
dan mencakup Agenda
Pembangunan 2015-2019
yang dirumuskan dengan
mempertimbangkan arahan
kebijakan RPJPN 2005-2025,
hasil evaluasi RPJMN 20092014, kajian pendahuluan,
dan masukan dari para
pemangku
kepentingan
termasuk akademisi dan
masyarakat.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi
penyusunan RPJMN, antara lain:
dan
dalam
(1) Perlunya penyesuaian Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019
dengan visi misi presiden terpilih,
dan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 17
(2)
Masih belum terjadi integrasi, sinergi
dan sinkronisasi antarabidang
pembangunan dalam penyusunan
Rancangan Teknokratik RPJMN
2015-2019, tercermin dari kerangka
pikir masing-masing bidang yang
berdiri sendiri-sendiri.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan
tersebut, berbagai langkah tindak lanjut
yang diperlukan antara lain adalah:
(1)
Perlunya
integrasi,
sinergi
dan
sinkronisasi
antarbidang
pembangunan, dalam penyusunan
rencana pembangunan; dan
(2)
Peningkatan koordinasi antarsektor
dalam penyediaan data yang
lengkap dan akurat;
2.
Masterplan
Percepatan
dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia 2011-2025 (MP3EI 20112025)
Sasaran
Tujuan penyusunan MP3EI 2011-2025
adalah mempercepat pengembangan
berbagai
program
pembangunan,
terutama dalam mendorong peningkatan
nilai tambah sektor-sektor unggulan
ekonomi, pembangunan infrastruktur
dan energi, serta pembangunan SDM dan
Iptek.
Hasil yang Dicapai
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 20112025 diluncurkan oleh Presiden pada
tanggal 27 Mei 2011 dan ditetapkan dengan
Perpres No. 32/2011. Kementerian PPN/
Bappenas membantu penyusunan MP3EI,
yang dilaksanakan bersama Kemenko
III - 18
Perekonomian, Komite Ekonomi Nasional
(KEN) dan Komite Inovasi Nasional (KIN).
Kementerian PPN/Bappenas juga berperan
dalam memperdalam konektivitas dan
mensinergikan MP3EI dengan program
pemerintah lainnya.
“Percepatan pembangunan
melalui MP3EI untuk
mewujudkan masyarakat
sejahtera dan berkeadilan”
Arah pelaksanaan proyek MP3EI bukan
sebatas regulasi mendukung percepatan
pembangunan daerah, tapi mengatur
pembangunan
berkelanjutan
dan
berwawasan lingkungan. Perpres No.
32/2011 sebagai dasar pelaksanaan
MP3EI memuat bab khusus kebijakan
lingkungan tentang perlindungan hidup.
Oleh karena itu, Kementerian PPN/
Bappenas ditugaskan untuk melaksanakan
penyusunan dokumen Kajian Lingkungan
Hidup Strategis (KLHS) MP3EI untuk
melengkapi dokumen MP3EI yang telah
disusun. Hasil dari penyusunan KLHS
MP3EI antara lain:
(1) Rekomendasi kebijakan di level
nasional, dan
(2) Dokumen hasil KLHS MP3EI per
koridor ekonomi. Hasil tersebut
dapat menjadi masukan dalam
penyusunan RPJMN 2015-2019.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi antara lain:
(1)Kurangnya
koordinasi
antarpemangku kepentingan dalam
membantu penyusunan dokumen
MP3EI maupun KLHS, dan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(2)
Kurangnya ketersediaan data dan
informasi.
Dalam upaya menindaklanjuti permasalahan tersebut, dilakukan rapat
koordinasi yang melibatkan pemerintah dan
pemerintah daerah untuk mempercepat
proses penyusunan dokumen.
3. Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pengurangan Kemiskinan Indonesia
(MP3KI).
Sasaran
Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pengurangan
Kemiskinan
Indonesia
merupakan
strategi
dan
kebijakan
percepatan dan perluasan pengurangan
kemiskinan jangka panjang (hingga 2025)
sebagai acuan bagi penyusunan program
dan kegiatan penanggulangan kemiskinan
oleh berbagai pihak.
tingkat kematian bayi (6-9 kematian
bayi/1000 kelahiran), dan penurunan
tingkat kematian ibu melahirkan (20
kematian/100.000
kelahiran
hidup),
penurunan laju pertumbuhan penduduk
(1 persen).
“MP3KI diarahkan menjadi
acuan pelaksanaan
penanggulangan kemiskinan”
Sebagai
komplementer
dokumen
perencanaan lain (RPJPN 2005-2025,
RPJMN
2009-2014,
RAN
Program
Penanggulangan Kemiskinan (PPK) 20122014, Rancangan Teknokratik RPJMN
2015-2019, dan RKP), MP3KI bermuatan:
(1)
Hasil yang Dicapai
Dalam penyusunan MP3KI, Kementerian
PPN/Bappenas melakukan koordinasi
dan konsultasi publik dengan para pihak
yang selama ini terlibat langsung dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan/
program penanggulangan kemiskinan,
baik dari unsur pemerintah maupun non
pemerintah.
Strategi penanggulangan kemiskinan
sebagai penyempurnaan dari strategi
penanggulangan kemiskinan yang
telah dijalankan selama ini melalui
empat klaster program-program
penanggulangan kemiskinan;
(2) Strategi per koridor sebagai
jawaban atas persoalan-persoalan
kemiskinan yang muncul di masingmasing koridor ekonomi yang
tengah dikembangkan melalui
MP3EI 2011-2025;
(3)
Strategi penangulangan kemiskinan
di
kawasan-kawasan
khusus,
Dokumen MP3KI merumuskan
beberapa
sasaran
strategi
dan kebijakan jangka panjang
penanggulangan kemiskinan, yaitu:
penurunan tingkat kemiskinan hingga
mencapai 4-5 persen (sesuai dengan
RPJPN 2005-2025), peningkatan
angka harapan hidup (77-78 tahun),
peningkatan angka rata-rata lama
sekolah (12 tahun), penurunan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 19
(4)
seperti: kawasan kumuh, kawasan
ilegal,
kawasan
perbatasan,
kawasan hutan, kawasan pesisir
dan pulau-pulau kecil, dan kawasan
adat;
(1) Memasukkan strategi percepatan
dan
perluasan
pengurangan
kemiskinan di Indonesia untuk lima
tahun mendatang dalam Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019;
Pendekatan tata kelola pelaksanaan
percepatan
pengurangan
kemiskinan hingga tahun 2025
agar strategi dan kebijakan dapat
dilaksanakan dengan baik; dan
(2) Mengawal pelaksanaan strategi
percepatan
dan
perluasan
pengurangan kemiskinan hingga
tahun 2025 dalam berbagai
program pembangunan, termasuk
menuangkan strategi, kebijakan,
dan program yang fokus pada
kondisi kewilayahan tertentu; dan
(5)Prasyarat
keberhasilan
yang
memberikan arahan kondisi makro
yang dibutuhkan sehingga ikut
mendorong
keberhasilan dari
kebijakan dan program afirmasi
yang tengah dijalankan.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi, antara lain:
(1) Belum adanya dasar legal dari
dokumen MP3KI sehingga belum
dapat dipergunakan sebagai acuan
hukum yang mewajibkan pihak
terkait untuk mengikutinya;
(2) Keterbatasan sumber daya guna
mendukung program afirmasi
percepatan
pengurangan
kemiskinan yang menyasar wilayahwilayah termiskin untuk mampu
mengatasi kemiskinan kronis; dan
(3)
(3)
Perlunya dilakukan evaluasi secara
berkala terhadap dokumen MP3KI
untuk melihat dan menyesuaikan
dengan kondisi dan situasi
yang tengah berkembang dan
berpengaruh pada strategi dan
kebijakannya.
4. Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Sasaran
Penyusunan
RKP
ditujukan
untuk
meningkatkan kualitas perencanaan dan
pendanaan
pembangunan
tahunan,
sebagai penjabaran dari RPJMN.
“Sinkronisasi perencanaan
dan penganggaran dalam RKP
disertai alokasi pendanaan
yang efektif dan efisien”
Hasil yang Dicapai
Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
(1)
Langkah tindak lanjut yang dilakukan,
antara lain:
III - 20
Melakukan reviu dokumen MP3KI
dan menuangkan dalam RPJMN
2015-2019
sehingga
dapat
dijadikan acuan dalam penyusunan
program-program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Selama periode 2010-2014, telah
disusun lima dokumen RKP, yaitu
RKP 2011, RKP 2012, RKP 2013,
RKP 2014, dan RKP 2015. RKP
2014 merupakan pelaksanaan
tahun terakhir RPJMN 2010-2014
sementara RKP 2015 merupakan
RKP untuk tahun pertama periode
pemerintahan presiden selanjutnya.
(2)
(3)
Dalam RKP 2011 hingga RKP 2014,
prioritas pembangunan nasional
RKP disusun sesuai dengan prioritas
dalam RPJMN 2010-2014, yaitu 11
prioritas nasional dan 3 prioritas
lainnya.
Dokumen RKP dituangkan dalam tiga
buku, yaitu: Buku I (memuat prioritas
nasional serta kerangka ekonomi makro
dan pembiayaan pembangunan), Buku
II (memuat rencana pembangunan
per bidang pembangunan), dan Buku
III (memuat pembangunan yang
berdimensi kewilayahan) ditetapkan
melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia.
Pagu Indikatif
Kementerian PPN/Bappenas, bersama
dengan Kementerian Keuangan, diberi
mandat menyusun Pagu Indikatif yang
merupakan pagu awal yang disusun
berdasarkan
ketersediaan
anggaran
dan digunakan untuk
pendanaan program dan
kegiatan RKP.
(1)Dalam
Pagu
indikatif TA 2012,
pendanaan
diarahkan untuk:
(i) MP3EI; (ii)
Percepatan
Pembangunan
Papua,
Papua
Barat dan NTT,
(iii)
Perkuatan
Program
Pro-
rakyat (Klaster 4), (iv) Percepatan
Pencapaian MEF (Alutsista), dan
(v) Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wasior, Mentawai dan Merapi;
(2)Dalam
pagu
indikatif
2013
Pemerintah melaksanakan kebijakan
efisiensi belanja operasional, yang
diproyeksikan turun dibandingkan
tahun 2012; dan
(3) Sementara dalam Pagu indikatif
2014
menerapkan
kebijakan
efisiensi belanja, refocusing program
dan kegiatan serta memprioritaskan
pendanaan pada isu strategis.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam proses
penyusunan perencanaan penganggaran
RKP antara lain:
(1)
Penyusunan
pagu
indikatif
dilaksanakan dalam agenda dan
jadwal yang ketat;
(2)Keterlambatan
penyampaian
Resource
Envelope
oleh
Kementerian Keuangan kepada
Kementerian PPN/Bappenas.
Gambar 3.3
Tema RKP 2011-2015
2011
• Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan
Tatakelola dan Sinergi Pusat Daerah
2012
• , Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif dan
Berkeadilan bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat
2013
• Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan dan perluasan kesejahteraan
rakyat
2014
• Memantapkan Perekonomian Nasional bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat yang
Berkeadilan
2015
• Melanjutkan Reformasi Pembangunan Bagi Percepatan Pembangunan Ekonomi yang
Berkeadilan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 21
(3)
Adanya
perbedaan
alokasi
pendanaan untuk beberapa K/L
antara Kementerian PPN/Bappenas
dengan Kementerian Keuangan.
“Pinjaman masih merupakan
sumber pembiayaan
pembangunan”
Tindak lanjut yang diperlukan adalah:
Hasil yang Dicapai
(1) Menyempurnakan aturan main
dalam
penyusunan
dokumen
Rencana Pembangunan Nasional
(Permen PPN/Kepala Bappenas,
Penyempurnaan PP No.40/2006
tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional);
(1) Terkait PDN: (a) Secara umum,
pemanfaatan PDN digunakan untuk
kegiatan pemberdayaan industri
dalam
negeri,
pembangunan
infrastruktur, dan kegiatan investasi.
Selama
periode
2010-2014,
pemanfaatan PDN difokuskan untuk
mendukung pemenuhan Alat Utama
Sistem Persenjaan (Alutsista ) TNI
dan Alat Material Khusus (Amatsus)
Polri; (b) Dalam periode 20092014 antara lain telah dihasilkan
4 dokumen Perencanaan PDN
Jangka Menengah (Lima Tahunan)
dan 5Dokumen Perencanaan PDN
Tahunan.
(2)Meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
forum
koordinasi
dengan Kementerian Keuangan
dalam rangka penyusunan Pagu
Indikatif;
(3)
Pengambilan keputusan di tingkat
Rapat Terbatas, Sidang Kabinet dan
Sidang Kabinet; dan
(4) Melakukan koordinasi lebih baik
dalam rangka penyusunan pagu
indikatif, baik dengan Kementerian
Keuangan, maupun dengan mitra
kerja terkait penyiapan substansi
awal.
(2)
5.
Perencanaan
Pinjaman
Luar
Negeri, Pinjaman Dalam Negeri,
SBSN, dan Penerimaan Hibah.
Sasaran
Dalam rangka meningkatkan kualitas
rancangan
rencana
pendanaan
pembangunan
nasional,
dilakukan
penyusunan dokumen perencanaan: (a)
Pinjaman dalam negeri (PDN), (b) Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN/Sukuk), (c)
Pinjaman luar negeri, dan (d) Penerimaan
hibah.
III - 22
Terkait SBSN-PBS: (a) Sesuai dengan
PP No. 56/2011, kewenangan
Kementerian PPN/Bappenas hanya
pada perencanaan proyek SBSN
melalui
mekanisme
financing
project atau SBSN-PBS;
(b)
Pemanfaatan pembiayaan proyek
SBSN-PBS dilakukan dalam rangka:
(i) pembangunan infrastruktur;
(ii) penyediaan pelayanan umum;
(iii) pemberdayaan industri dalam
negeri; dan/atau (iv) pembangunan
lain sesuai dengan kebijakan
strategis Pemerintah; (c) Dalam
periode 2009-2014 antara lain
telah dihasilkan dua dokumen
perencanaan SBSN-PBS tahunan.
(3) Terkait PLN: (a) Sesuai amanat
PP No. 10/2011 Tentang Tata
Cara Pengadaan Pinjaman Luar
Negeri dan Penerimaan Hibah,
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Kementerian
PPN/Bappenas
menyusun rencana pemanfaatan
pinjaman luar negeri berupa: (i)
Rencana Pemanfaatan Pinjaman
Luar Negeri (RPPLN), sebelumnya
disebut
Rencana
Kebutuhan
Pinjaman Luar Negeri (RKPLN),
(ii) Daftar Rencana Pinjaman Luar
Negeri Jangka Menengah (DRPLNJM), sebelumnya disebut Daftar
Rencana Pinjaman dan Hibah Luar
Negeri Jangka Menengah (DRPLNJM);
dan (iii) Daftar Rencana
Prioritas Pinjaman Luar Negeri
(DRPPLN), sebelumnya disebut
Daftar Rencana Prioritas Pinjaman
dan Hibah Luar Negeri (DRPPHLN);
(b) Untuk periode 2009-2014,
antara lain telah disusun 2 dokumen
RPPLN, 5 dokumen DRPLN-JM
(termasuk DRPHLN-JM), dan 6
dokumen
DRPPLN
(termasuk
DRPPHLN).
(4)
Terkait PLN Khusus untuk TNI dan
POLRI: (a) Pelaksanaan pinjaman
luar negeri khusus untuk TNI dan
Polri dilakukan berdasarkan PP
No.10/2011. Ketentuan berkaitan
dengan perencanaan adalah Permen
PPN/Kepala Bappenas No.4/2011
tentang Tata Cara Perencanaan,
Pengajuan
Usulan,
Penilaian,
Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan
yang Dibiayai dari Pinjaman Luar
Negeri dan hibah; (b) Selama
periode 2009-2014, antara lain telah
diterbitkan dua dokumen Rencana
Pinjaman Luar Negeri (Blue Book)
Jangka Menengah Khusus dan lima
dokumen Dokumen Perencanaan
Tahunan Khusus.
(5) Terkait penerimaan hibah: (a)
Kementerian
PPN/Bappenas
diamanatkan untuk menyusun
rencana pemanfaatan hibah, berupa
Rencana Pemanfaatan Hibah (RPH)
dan) Daftar Rencana Kegiatan Hibah
(DRKH); dan (b) Pada periode
2009-2014, antara lain yang telah
diterbitkan empat dokumen DRKH.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
perencanaan PDN, SBSN, PLN, dan
Penerimaan Hibah, antara lain:
(1)
Terkait PDN, yaitu usulan perubahan
kegiatan yang cukup sering baik dari
Kementerian Pertahanan maupun
Kepolisian RI, sehingga perlu revisi
terhadap dokumen DKPDN maupun
DKPPDN;
(2) Terkait SBSN-PBS, yaitu: (a)
Pembiayaan
proyek
melalui
penerbitan
SBSN
merupakan
mekanisme baru, sehingga terdapat
beberapa ketentuan pelaksana
yang masih belum disusun; dan (b)
Beberapa kegiatan memerlukan
pengerjaan tahun jamak, sedangkan
proses perencanaannya dilakukan
secara tahunan;
(3)
Terkait PLN, yaitu: (a) Melibatkan
banyak pemangku kepentingan,
baik
di
kalangan
internal
Kementerian
PPN/Bappenas
maupun dengan pihak eksternal;
(b) Terjadi beberapa perubahan/
revisi dokumen perencanaan,
terutama
pada
dokumen
perencanaan jangka menengah;
dan (c) Perlunya upaya khusus
untuk
mendokumentasikan
bahan-bahan yang dipergunakan/
dirujuk dalam proses penyusunan
dokumen perencanaan pendanaan;
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 23
(4) Terkait penerimaan hibah adalah
kesulitan mengidentifikasi rencana
penerimaan hibah sesuai dengan
kerangka waktu penerbitan DRKH.
Sehingga terdapat beberapa usulan
hibah yang diterima setelah DRKH
diterbitkan.
pengusulan pengerjaan proyek
tahun jamak (multi years project)
dalam pembahasan di Kementerian
Keuangan;
(3)
Terkait PLN, yaitu: (a) Penyusunan
Permen PPN/Kepala Bappenas
No.2/2014 tentang Mekanisme
Penyusunan Dokumen Perencanaan
serta Pemantauan dan Evaluasi
Kinerja
Pelaksanaan
Kegiatan
Pinjaman Luar Negeri dan Hibah
di Kementerian PPN/Bappenas;
Mengevaluasi format penyajian
dokumen perencanaan pinjaman
luar negeri jangka menengah
(DRPLN-JM 2015-2019); dan (c)
Penyusunan dan pengembangan
sistem informasi yang berbasis web;
(4)
Terkait penerimaan hibah dilakukan
pemrosesan
penandatanganan
hibah oleh Kementerian Keuangan
tanpa
menunggu
usulan
dicantumkan dalam DRKH terlebih
dahulu.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
dalam perencanaan PDN, SBSN, PLN, dan
Penerimaan Hibah, antara lain:
(1)
Terkait PDN, yaitu: (a) Melakukan
pendekatan
secara
program
dalam DKPDN, sehingga dapat
meminimalkan perubahan; dan
(b) Pengadaan barang melalui PDN
dipastikan dapat diproduksi di dalam
negeri dan telah mendapatkan
sertifikasi dari masing-masing Unit
Organisasi Pengguna Barang.
(2) Terkait SBSN-PBS, yaitu: (a)
Penyusunan beberapa ketentuan
pelaksana dari PP No.56/2011,
seperti mekanisme pemantauan
dan evaluasi proyek; dan (b) Proses
Tabel 3.1.
Indeks Supremasi Hukum
Indikator dan Uraian
Nilai
1. Batasan Kekuasaan Pemerintah
0,64
31
7
2. Ketiadaan Korupsi
0,36
80
14
3. Keterbukaan Pemerintah
0,54
29
7
4. Hak-hak dasar
0,54
65
9
5. Ketertiban dan Keamanan
0,77
42
11
6. Sistem hukum dan penegakan hukum
0,52
46
7
7. Peradilan Perdata
0,47
67
9
8. Peradilan Pidana
0,37
71
12
Sumber: World Justice Project, 2014
*) Dari 99 Negara
**) Dari 15 Negara
III - 24
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Peringkat Global *) Peringkat Regional **)
6.Pedoman Penyusunan
Kementerian/Lembaga
Renstra
Sasaran
Pedoman Penyusunan Renstra K/L
ditujukan untuk meningkatkan kualitas
penyusunan dan penelaahan Renstra K/L
2015–2019 oleh K/L dan Kementerian
PPN/Bappenas.
“Pedoman Renstra K/L
memuat penyempurnaan
arsitektur program dan
kegiatan”
Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai adalah tersusunnya
Pedoman Penyusunan dan Penelaahan
Renstra K/L 2015–2019 yang telah
disempurnakan oleh Kementerian PPN/
Bappenas, dengan substansi meliputi:
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Kerangka Regulasi;
Kerangka Kelembagaan;
Penyempurnaan arsitektur program
dan kegiatan: (a) Penyusunan
program lintas, (b) Penyusunan
kegiatan prioritas strategis; (c)
Terminologi, pendefinisian sasaran,
dan standarisasi output;
Kerangka Pendanaan;
Mekanisme penelaahan Renstra K/L
oleh Kementerian PPN/Bappenas;
Sistematika Penulisan Renstra K/L
dan Matriks Kinerja dan Pendanaan.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah
penyamaan persepsi antara Kementerian
PPN/Bappenas, Kemenkeu dan Kemen PAN
RB terkait arsitektur program dan kegiatan.
Adapun langkah tindak lanjut yang
dilakukan
adalah
meningkatkan
pemahaman terkait arsitektur program
dan kegiatan antarkementerian terkait
serta perlunya ada kesepakatan tertulis
dalam hal kesepahaman tersebut.
3.3.Koordinasi
Perencanaan
Pembangunan Nasional
Sosial Budaya
1. Penyusunan dan Pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Pangan dan
Gizi (RAN-PG) dan Rencana Aksi
Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG)
Sasaran
Pelaksanaan
RAN/D-PG
bertujuan
untuk: (1) Meningkatkan Pemahaman
pentingnya pangan dan gizi sebagai
investasi pembangunan; (2) Meningkatkan
prioritas penanganan untuk pelaksanaan
intervensi yang cost effective; (3)
Merevitalisasi lembaga pangan dan gizi; (4)
Meningkatkan pelaksanaan pemantauan
dan evaluasi program pangan dan gizi; dan
(5) Meningkatkan koordinasi penanganan
masalah pangan dan gizi secara terpadu.
“Kualitas gizi masyarakat
menentukan kualitas
pembangunan”
Hasil yang Dicapai
Dalam rangka pelaksanaan Inpres
No.3/2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, Kementerian
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 25
PPN/Bappenas
mengkoordinasikan
dan
memfasilitasi penyusunan
Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi (RAN-PG)
dan Rencana Aksi Daerah
Pangan dan Gizi (RAD-PG)
untuk tingkat provinsi. Pada
tahun 2013 telah diterbitkan
33 peraturan gubernur
tentang RAD-PG 33 provinsi,
dan
telah
dilakukan
sosialisasi untuk penyusunan
laporan pemantauan.
(3)
Sementara itu, pelaksanaan RAN-PG
mencakup: (1) Perbaikan Gizi Masyarakat;
(2) Aksesibilitas Pangan; (3) Mutu
dan Keamanan Pangan; (4) Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); dan (5)
Kelembagaan Pangan dan Gizi. Hasil yang
dicapai selama pelaksanaan rencana aksi
program pangan dan gizi adalah:
(1) Penguatan penyusunan program
RAN/D-PG lintas instansi pusat dan
daerah,
(2)Penguatan
pemberdayaan
masyarakat dalam program pangan
dan gizi.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
koordinasi pelaksanaan RAN/D-PG adalah:
(1) Peranan
optimal;
(2)
III - 26
kesekretariatan
(4) Adanya pandangan dikalangan
pejabat eksekutif dan legislatif
bahwa masalah pangan dan gizi
cukup diurus oleh Kementerian
Kesehatan
dan
Kementerian
Pertanian.
Tindak lanjut yang direncanakan untuk
mengantisipasi permasalahan di atas
adalah:
(1) Kementerian PPN/Bappenas akan
memperkuat
kesekretariatan
melalui
penyediaan
petugas,
NSPK pelaksanaan koordinasi, dan
keperluan operasional;
(2)
Melakukan revisi RAN-PG dengan
memasukkan seluruh K/L yang
terkait dengan pangan dan gizi
sebagai pemangku kepentingan
dalam RAN-PG periode berikutnya;
dan
(3)
Melakukan advokasi dan sosialisasi
pangan dan gizi yang lebih intensif
di pusat dan daerah.
belum
Alokasi anggaran untuk pelaksanaan
RAN-PG masih terkonsenterasi
di Kementerian Kesehatan dan
Kementerian Pertanian;
Mutasi pejabat dan stat yang cukup
cepat di Daerah yang mengganggu
kesinambungan; dan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
2.
Gerakan
Nasional
Percepatan
Perbaikan Gizi (Gerakan 1000 HPK).
Sasaran
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi (Gerakan 1000 HPK) bertujuan untuk
percepatan perbaikan gizi masyarakat,
khususnya pada seribu hari pertama
kehidupan melalui pencapaian tiga
sasaran strategis, yaitu: (a) Meningkatkan
komitmen para pemangku kepentingan;
(b) Meningkatkan kemampuan pegelolaan
program gizi; dan (c) Memperkuat
implementasi konsep program gizi.
“Perencanaan perbaikan
gizi anak sejak dini
sebagai langkah
menyiapan generasi
mendatang
yang tangguh”
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas berperan
penting
dalam
penyusunan
dan
peluncuran Perpres No. 42/2013 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi (Gerakan 1000 HPK). Gerakan 1000
HPK telah dicanangkan Presiden RI pada
tanggal 31 Oktober 2013 bersamaan
dengan Peringatan Hari Pangan Sedunia di
Padang, Sumatera Barat.
Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas
juga berperan sebagai Ketua Tim Teknis
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan
Gizi dan menjadi Sekretariat, serta
merupakan Lead Group Scaling Up
Nutrition Movement (Gerakan Percepatan
Perbaikan Gizi di tingkat global).
Hasil yang telah dicapai Kementerian PPN/
Bappenas dalam menjalankan perannya
tersebut adalah:
(1)Tersusunnya
pedoman
dalam
berkoordinasi lintas K/L dan daerah,
yaitu: (a) Kerangka Kebijakan
Gerakan
Nasional
Percepatan
Perbaikan Gizi dalam rangka
Gerakan 1000 HPK; dan (b) Pedoman
Perencanaan Program Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
dalam rangka Gerakan 1000 HPK;
(2) Terbitnya Surat Keputusan No.
37/2014
tentang
Kelompok
Kerja (Pokja) Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi;
(3)
Perumusan komitmen K/L terhadap
Percepatan Perbaikan Gizi;
(4) Sosialisasi pelaksanaan Perpres
No. 42/2013 kepada K/L terkait
perbaikan gizi kepada dunia usaha,
perguruan
tinggi,
masyarakat
madani, dan beberapa provinsi,
kabupaten/kota; dan
(5)
Workshop Self-Assessment untuk
mengetahui tingkat komitmen K/L,
dunia usaha, Perguruan Tinggi,
Organisasi Profesi, Masyarakat
Madani, dan Mitra Pembangunan.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
koordinasi pelaksanaan Perpres No.
42/2013 adalah:
(1) Lemahnya
kelembagaan
dan
keberlanjutan percepatan perbaikan
gizi di pusat dan daerah;
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 27
(2) Belum optimalnya pembiayaan oleh K/L
dan dunia usaha dalam pelaksanaan
percepatan perbaikan gizi.
(3) Belum optimalnya sosialisasi Gernas
kepada K/L, daerah dan masyarakat.
Tindak lanjut yang direncanakan untuk
mengantisipasi permasalahan di atas adalah:
(1) Menggunakan lembaga RAN/D-PG
di pusat dan daerah sebagai wadah
pelaksanaan Perpres No.42/2013
yang diikuti dengan perluasan
keanggotaan sesuai Prepres No.
42/2013, sehingga RAN/D-PG
sekarang ini perlu direvisi;
(2) Pada RPJMN 2015-2019 dimasukkan
substansi percepatan perbaikan gizi
sebagai program lintas;
(3) Meningkatkan komitmen dunia
usaha dalam percepatan perbaikan
gizi baik dari sisi pendanaan
maupun kebijakan yang mendukung
percepatan perbaikan gizi;
(4) Menyusun dokumen Conflict of
Interest yang mengatur kemitraan
yang baik antara pemerintah
dengan dunia usaha; dan
(5) Meningkatkan sosialisasi gerakan
nasional ke berbagai K/L, daerah
dan masyarakat.
3.Strategi Nasional Percepatan
Pengarusutamaan
Gender
(PUG) melalui Perencanaan dan
Penganggaran yang Responsif
Gender (PPRG)/Stranas PPRG
Sasaran
Strategi umum dari Stranas PPRG ini, antara
lain: (a) Penguatan dasar hukum; dan (b)
III - 28
Penguatan koordinasi, baik antarsesama
instansi Penggerak, maupun antarPenggerak dengan instansi pelaksana.
Penyusunan Stranas PPRG bertujuan agar
pelaksanaan PPRG menjadi lebih terarah,
sistematis, dan sinergis, baik di tingkat
nasional maupun daerah.
“Perencanaan dan
penganggaran responsif
gender perlu diperkuat”
Hasil yang Dicapai
Stranas PPRG ditetapkan melalui surat
edaran yang telah ditandatangani oleh
empat Menteri/Pimpinan Lembaga, yaitu
Kementerian PPN/Bappenas, Kemenkeu,
Kemendagri, dan Kementerian PP dan
PA, selaku tim penggerak PPRG dan telah
diluncurkan pada tanggal 5 Maret 2013 di
Bappenas.
Sementara itu, Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak) Stranas PPRG berhasil disusun
dengan koordinasi Kementerian PP dan
PA dengan dukungan dari empat K/L
penggerak PPRG (Kementerian PPN/
Bappenas, Kemenkeu, Kemendagri, dan
Kementerian PP dan PA). Juklak Stranas
PPRG ini disusun sebagai acuan dalam
pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan terhadap pelaksanaan Stranas
PPRG bagi Penggerak PPRG.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi adalah masih
lemahnya pemahaman para pemangku
kepentigan terkait PPRG. Dengan demikian,
tindak lanjut ke depan yang diperlukan
adalah meningkatan kapasitas K/L dalam
melaksanakan PPRG dengan melakukan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
analisis gender dan menyusun Anggaran
Responsif Gender (ARG).
4. Strategi Pengarusutamaan Gender
Kementerian PPN/Bappenas
Sasaran
Koordinasi strategis pengarusutamaan
gender (KORGIS-PUG) Kementerian PPN/
Bappenas bertujuan untuk melembagakan
dan
mempercepat
penerapan
pengarusutamaan gender pada seluruh
tahapan perencanaan dan penganggaran
di lingkungan Kementerian PPN/Bappenas,
baik dalam kapasitasnya sebagai motor
penggerak PPRG, maupun sebagai
kementerian.
“Bappenas perlu
meningkatkan pemahaman
PUG dalam perannya baik
sebagai motor penggerak
maupun pelaksana”
Hasil yang Dicapai
Beberapa hasil yang telah dicapai, antara
lain:
(1) Pengintegrasian matriks ARG dalam
Dokumen Kesepakatan Pertemuan
Tiga Pihak dalam rangka penyusunan
RKP 2014 dan RKP 2015, yang
selanjutnya direkapitulasikan di
dalam matriks PUG–RKP 2014 dan
RKP 2015 (Buku II, Bab I);
(2) Pelaksanaan
sosialisasi
PMK
No.112/2012
dan
workshop
penyusunan
Gender
Analysis
Pathway dan Gender Budget
Statement (GBS) pada tanggal 12
September 2013; serta
(3) Penyelesaian GBS di 14 UKE II yang
disampaikan kepada Biro Renortala
Bappenas sebagai lampiran dari
RKA Bappenas 2014.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah
masih kurangnya kapasitas perencana di
Bappenas dalam memahami PUG baik
sebagai motor penggerak maupun sebagai
pelakasana PUG. Dengan demikian,
tindak lanjut yang diperlukan adalah
peningkatan kapasitas SDM perencana di
Bappenas dalam pelaksanaan PUG baik
sebagai motor penggerak maupun sebagai
pelaksana PUG. Hal ini dapat dilakukan
melalui pengintegrasian gender ke dalam
kurikulum diklat fungsional.
Politik, Hukum, dan Pertahanan
Keamanan
5. Perencanaan Alutsista Minimum
Essential Force (MEF) TNI
Sasaran
Koordinasi
perencanaan
alutsista
minimum essential force (MEF) bertujuan
untuk mewujudkan postur dan struktur
Pertahanan sebesar 25-27,5 persen dari
MEF. Ketercapaian sasaran ini ditandai
meningkatnya kuantitas dan kualitas
alutsista TNI yang mampu melaksanakan
operasi gabungan dan memiliki daya
penggentar (detterent effect) yang
memadai, dan pemberdayaan industri
pertahanan nasional.
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas mengkoordinasikan perencanaan alutsista MEF melalui
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 29
serangkaian rapat koordinasi yang sangat
dinamis, sesuai dengan dinamika perubahan
kebijakan di Kementerian Pertahanan/TNI.
Hasil penting yang dicapai dari koordinasi
tersebut adalah:
(1) Koordinasi Perencanaan alutsista
MEF: (a) Diterbitkannya Permen
PPN/Kepala Bappenas No. 4/2011
tentang Tata Cara Perencanaan,
Pengajuan
Usulan,
Penilaian,
Pemantauan, dan Evaluasi Kegiatan
Yang dibiayai dari Pinjaman
Luar Negeri dan Hibah; (b)
Diterbitkannya Daftar Rencana
Pinjaman Luar Negeri Jangka
Menengah 2011–2014 (Blue Book
Khusus); (c) Tersusunnya Daftar
Rencana Prioritas Pinjaman Luar
Negeri (Green Book); dan (d) Daftar
Kegiatan Khusus.
(2)
Tersusunnya pembiayaan alutsista
MEF sebesar Rp.156 triliun untuk
periode 2010–2014 terdiri dari: (a)
Pinjaman Luar Negeri, Rp.66 triliun;
(b) Rupiah Murni, Rp.33 triliun; dan
(c) On Top, Rp.57 triliun (Keppres
No.35/2011 tentang Percepatan
Pemenuhan
Kekuatan
Pokok
Minimal Alat Utama Sistem Senjata
Tentara Nasional Indonesia Tahun
2010-2014).
(3)
Koordinasi
pemberdayaan
Industri Pertahanan nasional: (a)
Diterbitkannya Kepmen PPN/Kepala
Bappenas
No.
KEP.10/M.PPN/
HK/01/2011 tentang Daftar Rencana
Pinjaman Dalam Negeri Jangka
Menengah 2010–2014; dan (b)
Tersusunnya Daftar Rencana Prioritas
Pinjaman Dalam Negeri Tahunan.
(4)
III - 30
Tersusunnya pembiayaan pemberdayaan industri pertahanan untuk
periode 2010-2014 melalui Pinjaman
Dalam Negeri sebesar Rp.5 triliun, yang
dialokasikan untuk TNI Rp.4,0 triliun,
dan Polri Rp.1,0 triliun.
(5)
Meningkatnya peran aktif Bappenas
dalam Komite Kebijakan Industri
Pertahanan (KKIP) berdasarkan
Perpres No.59/2013 yang sejalan
dengan UU No.16/2012 Tentang
Industri Pertahanan. Salah satu
tugas KKIP adalah merumuskan
kebijakan pendanaan dan/atau
pembiayaan industri pertahanan.
“Kedaulatan NKRI harus
dijaga dengan baik
demi kelangsungan
pembangunan”
Melihat berbagai capaian tersebut
di atas, maka sasaran terwujudnya
postur
dan
struktur
pertahanan
pada kisaran sebesar 25–27,5 persen
dari MEF pada akhir tahun 2014
optimis dapat tercapai. Di samping
itu, terkait dengan pengembangan
alutsista
Pertahanan,
Kementerian
PPN/Bappenas terlibat secara aktif
dalam menginisiasi pengembangan
jet tempur KFX/IFX; pengembangan
kapal selam; pembangunan industri
propelan/mesiu; pengembangan roket
nasional; pengembangan rudal nasional;
pengembangan radar nasional; dan
pengembangan tank sedang.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Perencanaan Alutsista MEF telah disusun
dalam Renstra Kementerian Pertahanan/
TNI untuk periode 2015-2019, dan periode
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
2020-2025. Permasalahan pokok yang
dihadapi adalah keberlanjutan program
Alutsista MEF pada dua tahapan Renstra
tersebut.
Tindak lanjut yang diperlukan untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut
adalah:
(1) Memperkuat
dan
memastikan
perencanaan pemenuhan alutsista
MEF tetap tercantum dalam
dokumen perencanaan baik dalam
jangka menengah (RPJM) 2015-2019
maupun dalam jangka pendek (RKP);
(2) Memperkuat
koordinasi
Pemenuhan MEF pada Renstra
Kedua (periode 2015-2019) dengan
skema yang lebih efektif dan efisien;
(3) Memperkuat perumusan kontribusi
industri
pertahanan
nasional
bagi Alutsita TNI, baik dalam hal
pengadaan
alutsista
maupun
perawatan alutsista; dan
(4) Bappenas berperan aktif dalam
upaya meningkatkan kemampuan
dan
penguasaan
teknologi
Industri Pertahanan, terutama
melalui peningkatan kolaborasi
penelitian dan pengembangan
serta perekayasaan antara Lembaga
Litbang
Pemerintah-Perguruan
Tinggi-Industri.
Kementerian PPN/ Bappenas untuk: (1)
Mengkoordinasikan
penyusunan aksi
tahunan pencegahan dan pemberantasan korupsi di K/L; (2) Memberi
dukungan kepada Kementerian Dalam
Negeri dalam rangka penyusunan aksi
tahunan pencegahan dan pemberantasan
korupsi di Pemerintah Daerah (provinsi/
kabupatan/kota); (3) Mengkoordinasikan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
aksi pencegahan dan pemberantasan
korupsi, didukung oleh instansi terkait
lainnya; (4) Mengkoordinasikan laporan
K/L/Pemerintah
Daerah
mengenai
capaian pelaksanaan Aksi pencegahan
dan pemberantasan korupsi sekurangkurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali;
(5) Menyampaikan hasil pelaksanaan
Stranas PPK kepada Presiden setiap 1
(satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu
sesuai kebutuhan; dan (6) Menyusun hasil
pelaksanaan Stranas PPK menjadi bahan
pelaporan pada forum Konferensi NegaraNegara Peserta (Conference of the States
Parties) Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Anti Korupsi 2003, bersama dengan
Kementerian Luar Negeri dan Instansi
terkait lainnya.
Hasil yang Dicapai
Sasaran
Hingga saat ini, telah dilaksanakan tiga
tahapan Aksi PPK yang dilaksanakan,
yakni Aksi PPK 2011 berdasarkan Inpres
No.9/2011; Aksi PPK 2012 berdasarkan
Inpres No.17/2011; serta Aksi PPK 2013
berdasarkan Inpres No.1/2013. Jumlah
peserta Aksi PPK yang terdiri dari K/L dan
Pemda semakin meningkat yang pada tahun
2013 mencapai 111 Pemda. Beberapa
capaian lainnya dalam rangka implementasi
Stranas PPK adalah sebagai berikut:
Perpres No. 55/2012 yang diterbitkan pada
bulan Mei Tahun 2012, mengamanatkan
(1) Aksi PPK Tahunan, antusiasme
pemerintah pusat dan daerah
6. Implementasi Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi (Stranas PPK) Jangka
Panjang Tahun 2011-2025 dan
Jangka Menengah Tahun 20112014 (Perpres No.55/2012)
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 31
makin meningkat, dimana pada
tahun 2014, hampir seluruh entitas
pemerintahan melaksanakan Aksi
PPK;
(2) Internalisasi Stranas PPK kepada
K/L dan Pemda yang berupa (a)
Sosialisasi Perpres No. 55/2012 dan
Aksi PPK; (b) Fasilitasi K/L dan Pemda
dalam rangka implementasi Stranas
PPK; dan (c) Optimalisasi informasi
terkait Stranas PPK pada website
http://stranasppk.bappenas.go.id;
“Korupsi menghambat
pembangunan dan
kesejahteraan rakyat”
(3) Penyusunan Aksi PPK Tahunan
yang terdiri dari (a) Koordinasi
intensif
dengan
elemen
pemerintah, masyarakat, pakar dari
berbagai disiplin ilmu, dan mitra
pembangunan; dan (b) Koordinasi
intensif dengan Kementerian Dalam
Negeri dan UKP4 dalam rangka
penyusunan Aksi PPK Pemda;
(4) Penyusunan Sistem Monitoring
Indikator keberhasilan Stranas PPK
(pada tingkat outcome) http://
stranasppk.bappenas.go.id/sismon/
sistem;
(5)
III - 32
Pemantauan pencapaian indikator
keberhasilan Stranas PPK dengan
melakukan (a) Koordinasi intensif
dengan UKP4 dan Apgakum
(Kejaksaan, POLRI, KPK) dalam
rangka Indeks Penegakan Hukum
Tipikor dan Indeks Penyelamatan
Aset Hasil Tipikor; dan (b)
Bekerjasama dengan BPS melakukan
Survei Perilaku Anti Korupsi (SPAK)
dalam rangka penyusunan Indeks
Perilaku Anti Korupsi (IPAK); dan
(6)
Koordinasi keterlibatan
masyarakat
dalam
penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi Stranas
PPK.
Permasalahan yang Dihadapi
dan Langkah Tindak Lanjut
Permasalahan pokok yang
dihadapi pemerintah dalam
Stranas PPK hingga tahun
2014 adalah:
(1) Substansi peraturan perundangan
terkait pemberantasan tindak
pidana korupsi yang tumpang
tindih;
(2) Masih rendahnya komitmen dan
belum meratanya pemahaman
di tingkat pusat dan daerah
mengenai upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi;
(3)
Belum dilaksanakannya Perpres No.
55/2012 secara utuh; dan
(4)
Belum tersentuhnya korupsi politik
oleh Stranas PPK dengan landasan
hukum Perpres.
Upaya
dimasa
mendatang
untuk
meningkatkan implementasi Stranas PPK
dilaksanakan melalui:
(1)Memperkuat
komitmen
dan
koordinasi internal maupun eksternal
K/L dan Pemerintah Daerah;
(2)
Harmonisasi peraturan perundangundangan di bidang tindak pidana
korupsi perundangan berdasarkan
rekomendasi UNCAC;
(3) Penguatan mekanisme koordinasi
dan monitoring evaluasi;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(4)Meningkatkan
kesadaran
dan
pemahaman
anti-korupsi
masyarakat, aparat penegak hukum,
dan penyelenggara negara melalui
strategi pendidikan anti korupsi;
(5) Mendorong keterlibatan semua
pihak dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi; dan
(6)
Pelibatan masyarakat dalam setiap
tahapan Stranas PPK, mulai dari
penyusunan aksi hingga monitoring
dan evaluasi.
7.Penyusunan Strategi Nasional
Pemeliharaan Perdamaian Berlandaskan Wawasan Kebangsaan dan
Karakter Bangsa
Sasaran
Sasaran koordinasi penyusunan Stranas ini
adalah dihasilkannya Stranas yang dapat
menjadi pedoman bagi seluruh K/L dan
juga pemerintah daerah dalam memelihara
perdamaian atau mencegah konflik di
seluruh Indonesia secara terintegrasi dan
komprehensif.
“Strategi pencegahan
konflik dirumuskan
secara terintegrasi dan
komprehensif”
Hasil yang Dicapai
Dengan melibatkan K/L, pemerintah daerah,
dan masyarakat sipil, pada tahun 2014.
1. Kementerian
PPN/Bappenas
mengkoordinasikan
penyusunan
draft Stranas yang memuat strategi
jangka menengah dan jangka
panjang, serta kelembagaannya.
2.
Di samping itu, telah disusun payung
hukum yang akan menjadi landasan
untuk menguatkan komitmen
bersama melaksanakan Stranas dan
rencana aksi secara konsisten, dan
tepat sasaran.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah
mengefektifkan Stranas agar dapat menjadi
pedoman bagi seluruh pemerintah pusat
dan daerah, serta kerja sama dengan
seluruh pemangku kepentingan lainnya.
Dengan demikian, tindak lanjut berikutnya
adalah menuangkan Stranas ke dalam
RPJMN 2015-2019, dan Renstra K/L.
8.Strategi Nasional
Keadilan (SNAK)
Akses
pada
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian
PPN/BAPPENAS meluncurkan Strategi
Nasional Akses pada Keadilan (SNAK)
untuk pertama kalinya pada 16 Oktober
2009. Strategi ini memandang keadilan
yang lebih luas dari sekedar mendapatkan
akses ke pengadilan dan memenangkan
perkara yang dihadapinya.
Sasaran
Penguatan Akses terhadap Keadilan
dijabarkan dalam SNAK, yaitu terpenuhinya
akses masyarakat terutama yang rentan
atau terpinggirkan terhadap: (1) Pelayanan
dan pemenuhan hak-hak dasar yang tidak
diskriminatif, mudah dan terjangkau; (2)
Forum penyelesaian sengketa yang efektif
dan memberikan perlindungan hak asasi
manusia; (3) Sistem bantuan hukum yang
mudah diakses, berkelanjutan dan kredibel;
dan (4) Keadilan agraria yang dijamin melalui
penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan
tanah dan sumber daya alam.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 33
“Hukum, pemenuhan hak
dasar, dan akses pada sumber
daya harus berpihak kepada
kaum marginal”
Hasil yang Dicapai
Perlindungan dan pemberdayaan hukum
adalah salah satu strategi kunci bagi
penghapusan kemiskinan dan perwujudan
dunia yang lebih stabil dan damai. Berdasarkan
hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui
Kementerian PPN/BAPPENAS memetakan
pencapaian Strategi Nasional Akses pada
Keadilan sebagai berikut:
(1)
Layanan nasional Bantuan Hukum
untuk Orang Miskin melalui
Implementasi UU No.16/2011
tentang Bantuan Hukum;
(2)Penguatan
Unit
Pengaduan
Pelayanan
Publik
sebagai
pelaksanaan dari UU No.25/2009
tentang Pelayanan Publik;
(3) Penguatan Peradilan Adat di 3
Provinsi Rintisan (Aceh, Sulawesi
Tengah dan Kalimantan Tengah);
(4)
Pengarusutamaan Strategi Nasional
Akses terhadap Keadilan.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Berdasarkan Indeks Supremasi Hukum,
Indonesia menduduki urutan ke-46 dari
99 negara secara global dan ke-8 dari 15
negara secara regional (yang dilihat dalam
lingkup Asia Timur dan Pasifik). Secara lebih
lengkap indeks tersebut menunjukkan
situasi Indonesia sebagai berikut:
Indeks tersebut menggambarkan beberapa
tantangan yang dihadapi, yaitu:
III - 34
(1) Pembaruan sistem pemerintahan
yang lebih terawasi, kekuasaan
eksekutif yang terbatas, serta
demokrasi atau pemerintahan
yang terbuka tidak secara langsung
diiringi oleh perbaikan akuntabilitas
dan ketiadaan korupsi;
(2)
Kualitas sistem hukum tidak secara
seimbang diiringi oleh kualitas
peradilan; dan
(3) Kualitas penyelenggaraan negara
yang membaik tidak menjamin
kepastian pemenuhan hak-hak
dasar masyarakat.
Untuk mewujudkan akses terhadap
keadilan,
BAPPENAS
akan
terus
berkoordinasi dengan K/L terkait, dengan
menggandeng mitra-mitra pembangunan
baik nasional maupun internasional dalam
lima tahun ke depan (2015–2019). Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan akses warga
negara, khususnya mereka yang miskin
dan terpinggirkan, terhadap perlindungan
hukum dan rasa keadilan sehingga dapat
menghantarkan mereka pada kehidupan
yang lebih sejahtera.
Kemiskinan
9.Pengembangan
Sosial Nasional
Sistem
Jaminan
Sasaran
UU No. 40/2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN)
dan UU No. 24/2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS)
telah mengamanatkan pembentukan
BPJS Kesehatan mulai awal tahun 2014
dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Juli
2015.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas, bersama
8 instansi terkait lainnya, terlibat dalam
proses penyusunan 26 regulasi BPJS
Kesehatan, baik berupa Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah,
Peraturan
Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan
Menteri. Sebagai acuan pelaksanaan,
Kementerian
PPN/Bappenas
juga
berperan aktif dalam penyusunan Peta
Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional
2012-2019 untuk mencapai kepesertaan
menyeluruh program jaminan kesehatan
(universal health coverage) dan Peta
Jalan Penyelenggaraan Jaminan Bidang
Ketenagakerjaan 2013-2019 untuk proses
penyiapan penyelenggaraan Program
Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan.
“Sistem Jaminan Sosial untuk
Kesehatan dan Tenaga kerja
tersedia untuk seluruh rakyat
Indonesia”
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Tantangan dalam pengelolaan jaminan sosial
adalah perluasan kepesertaan, terutama
penduduk yang sehat dan usia produktif, serta
masih kurangnya pemahaman masyarakat
akan pentingnya jaminan sosial. Terkait
kesehatan, masih terdapat tantangan dari
disparitas ketersediaan fasilitas layanan dan
kualitas pelayanan terutama di daerah terpencil
dan kepulauan. Sedangkan, tantangan dari
sisi kesinambungan finansial BPJS Kesehatan
dan Ketenagakerjaan adalah terkait dengan
kemampuan Pemerintah untuk menanggung
klaim layanan kesehatan maupun manfaat
pasti pada jaminan pensiun.
Tindak lanjut untuk mengatasi tantangan
yang ada adalah meningkatkan koordinasi
dengan instansi terkait untuk mendukung
implementasi SJSN di masa mendatang
pada empat arah kebijakan utama yaitu:
(1) Perluasan kepesertaan pekerja bukan
penerima upah dan bukan pekerja, (2)
Integrasi berbagai program jaminan sosial
ke dalam SJSN, (3) Peningkatan layanan dan
manfaat SJSN, dan (4) Peningkatan kapasitas
institusi dan manajemen pelaksanaan SJSN.
10.
Pengurangan
Peningkatan
Rakyat
Kemiskinan dan
Kesejahteraan
Sasaran
Pelaksanaan koordinasi pengurangan
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan
rakyat melibatkan lintas
sektor dan unsur masyarakat,
baik di tingkat pusat maupun
daerah, karena kemiskinan
merupakan permasalahan
yang
multidimensi.
Koordinasi difokuskan pada:
(1) Pelaksanaan empat
klaster, (2) Pendanaan luar
negeri, (3) Penanggulangan
kemiskinan di daerah, dan (4)
Pemberdayaan masyarakat.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 35
Hasil yang Dicapai
Konsolidasi kebijakan dan pelaksanaan
program-program
penanggulangan
kemiskinan agar target dapat dicapai
secara efektif dilakukan Kementerian PPN/
Bappenas melalui:
(1) Penyusunan dokumen perencanaan
jangka menengah (RPJMN Nasional)
dan jangka pendek (RKP),
(2)
Penyusunan Rencana Aksi Program
Penanggulangan Kemiskinan (RANPPK) 2012-2014,
(3)
Unifikasi data RTS (rumah tangga
sasaran) program penanggulangan
kemiskinan,
(4)
Penyusunan pedoman transformasi,
resertifikasi, dan modul-modul
untuk Pertemuan Peningkatan
Kemampuan Keluarga,
(5)
Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan
beberapa program dan kegiatan
penanggulangan kemiskinan,
(6) Penyusunan RAN Penyandang
Disabilitas tahun 2014-2019 dan
RAN Lanjut Usia tahun 2015-2019,
(7)
Penyusunan dan penetapan kriteria
pemilihan
kecamatan
miskin
sebagai lokasi program percepatan
pengurangan kemiskinan (Quick
Wins), dan
(8) Persiapan mekanisme dan legal
formal pengelolaan dana bergulir
atau dana amanah pemberdayaan
masyarakat.
“Pengurangan kemiskinan
merupakan kegiatan lintas
sektor dan melibatkan
seluruh masyarakat
di pusat dan di daerah”
III - 36
Pelaksanaan program penanggulangan
kemiskinan di daerah bergantung pada
efektivitas peran TKPKD (Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah) yang
diketuai oleh wakil gubernur, wakil bupati
atau wakil walikota. Untuk mendukung
pelaksanaan kegiatan koordinasi dengan
kementerian sektor dan pemerintah
daerah, Kementerian PPN/Bappenas
memiliki beberapa kegiatan terkait dengan
penguatan pengelolaan data sebagai
berikut:
(1)SIMPADU
(Sistem
Informasi
manajemen
Terpadu)
PNPM
Mandiri Phase 2;
(2) Integrasi data PNPM Mandiri,
pengembangan
Simpadu
dan
Mobile serta implementasi Simpadu
Provinsi;
(3)
Pro-Poor Planning, Budgeting, and
Monitoring (P3BM); dan
(4) Fasilitasi dan asistensi kepada
daerah
untuk
menyusunan
dokumen
perencanaan
dan
penganggaran yang berpihak pada
masyarakat miskin, serta dalam
aspek pelaksanaannya.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan koordinasi pengurangan
kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan
rakyat adalah:
(1)
Kegiatan K/L dan Pemerintah daerah
kurang harmonis dan sinergi;
(2) Kementerian/ Lembaga memiliki
wewenang dan dasar penetapan
prioritas
wilayah
penerima
program/kegiatan yang berbeda;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(3)Pelaksanaan
program
penanggulangan kemiskinan
di daerah kurang efektif,
karena
kondisi
yang
berbeda-beda;
(4) Perencanaan dan penganggaran program penanggulangan kemiskinan yang
parsial;
(5)Koordinasi
pelaksanaan
program penanggulangan
kemiskinan di daerah
seringkali terfokus pada output;
sasaran penerima program dan juga
mempertimbangkan lokalitas daerah,
(6) Timbulnya dualisme perencanaan
di tingkat masyarakat, yakni antara
perencanaan program dengan
perencanaan reguler;
(5) Kementerian PPN harus mampu
merancang early warning and
response system terkait dampak
shock ekonomi di masyarakat, dan
(7) Keterlibatan Pemerintah Daerah
dalam program terbatas dalam
lingkup administrasi dan penyediaan
Dana Daerah untuk Urusan Bersama
(DDUB); dan
(6)
(8)
Program pemberdayaan masyarakat
belum fokus menyediakan fasilitas
bagi masyarakat miskin untuk
dapat secara mandiri meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Dengan demikian, pelaksanaan programprogram penanggulangan kemiskinan
dimasa mendatang diarahkan agar dapat:
(1) Mengharmonisasi program/kegiatan
penanggulangan kemiskinan,
(2)Mengevaluasi
program/kegiatan
K/L terkait keberpihakannya pada
masyarakat miskin,
(3)Unifikasi
data
dilanjutkan,
(BDT)
perlu
(4) Pemerintah pusat harus mengacu
pada data yang sama dalam penetapan
Program pemberdayaan masyarakat
agar lebih fokus dan terarah
dalam mengentaskan masyarakat
miskin dengan menata kembali
kelembagaan dan pembiayaan.
11. Jejaring Lapangan Kerja Bagi Kaum
Muda
Sasaran
Kementerian PPN/Bappenas sebagai
salah satu perintis Indonesia Youth
Employment Network (IYEN) atau
Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum
Muda Indonesia (JEJAKMU) menggalang
kerjasama dengan K/L, pengusaha,
pekerja, masyarakat sipil, dan organisasi
kaum muda untuk menurunkan angka
pengangguran pada angkatan kerja
muda, mengembangkan kemampuan
kewirausahaan, pemagangan, berbagi
pengetahuan,
dan
meningkatkan
keterampilan untuk kesiapan kerja.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 37
Permasalahan yang Dihadapi
dan Langkah Tindak Lanjut
Tingkat pengangguran terbuka
(TPT) kaum muda, usia 15-24
tahun, masih sangat tinggi, yaitu
sekitar tiga kali lipat dari TPT
usia 25-29 tahun. Hal tersebut
menjadi pendorong perlunya
kegiatan nyata (affirmative
action) untuk mensinergikan
dan mengefektifkan berbagai
kegiatan pemberdayaan kaum
muda.
Hasil yang Dicapai
Kelembagaan IYEN yang dirintis oleh
Kementerian
PPN/Bappenas
telah
terbentuk dan mulai aktif sejak tahun 2011.
Rencana aksi program telah disusun untuk
menciptakan lapangan kerja bagi kaum
muda, mengevaluasi program-program
untuk kaum muda, dan membangun
komitmen bersama penanganan tenaga
kerja kaum muda. Hal tersebut termasuk
mengeksplorasi program dan kegiatan
dari kelembagaan (non-pemerintah) yang
ada―meliputi Rencana Internasional,
Indonesia Business Link, KADIN Indonesia
dan mitra-mitra pembangunan. Sejak tahun
2012, IYEN menggalang kerjasama melalui
sinergi pusat-daerah, terutama di provinsi/
kabupaten yang angka pengangguran
usia mudanya termasuk tinggi. Selain itu,
IYEN telah melaksanakan berbagai forum
berbagi pengetahuan (knowledge sharing)
untuk membagikan informasi tentang best
practices kegiatan pemberdayaan kaum
muda dan sekaligus memperluas jaringan
kerjasama.
“Jejakmu membantu
kaum muda (15-24 tahun)
meningkatkan kualitas dan
kemampuan kerja”
III - 38
Langkah-langkah tindak lanjut yang akan
dilaksanakan antara lain adalah: (1)
Melakukan koordinasi dan mendorong
kolaborasi dan kemitraan yang lebih erat
antar pelaku kegiatan pemberdayaan kaum
muda; (2) Merumuskan best practices
kegiatan pemberdayaan kaum muda yang
dapat direplikasi oleh berbagai pihak;
dan (3) Melanjutkan upaya-upaya berbagi
informasi mengenai program/kegiatan
bagi kaum muda, termasuk pengaktifan
kembali website JEJAKMU.
12. Optimalisasi Penerapan Kesempatan
dan Perlakuan yang Sama dalam
Pekerjaan
Ketentuan mengenai kesempatan dan
perlakuan yang sama tanpa diskriminasi
dituangkan dalam UU No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan (Pasal 5 dan 6). Salah
satu upaya untuk mengawal pelaksanaan
peraturan tersebut maka sejak tahun 2004
dibentuk Gugus Tugas Kesempatan dan
Perlakuan yang Sama dalam Pekerjaan (Task
Force Equal Employment Opportunity/EEO)
Tingkat Nasional, yang melibatkan unsur
Pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Agar Gugus Tugas dapat bekerja lebih
efektif, pada tahun 2013 keanggotaan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
dan tugas disempurnakan. Dalam
rangka mengoptimalkan pelaksanaan
tugasnya, disusun Nota Kesepahaman
Bersama (MOU) “Optimalisasi Penerapan
Kesempatan dan Perlakuan yang Sama
dalam Pekerjaan” yang ditandatangani oleh
empat menteri, yaitu Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
PPN/Kepala Bappenas. Tujuan utama
MOU adalah mendorong pembentukan
Gugus Tugas EEO di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Sasaran
Gugus Tugas Penerapan Kesempatan
dan Perlakuan yang Sama dalam
Pekerjaan bertugas untuk menyusun,
mempromosikan
dan
melaksanakan
program kesempatan dan perlakuan yang
sama dalam pekerjaan, serta melakukan
evaluasi dan monitoring, serta membentuk
Gugus Tugas EEO di tingkat provinsi.
“Penghapusan diskriminasi
dalam pekerjaan dengan
mengedepankan integritas
dan kompetensi”
Hasil yang Dicapai
Pada tanggal 27 Agustus 2014,
Nota Kesepahaman Bersama telah
ditandatangani oleh Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak,
Menteri Dalam Negeri, dan Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional/
Kepala Bappenas. Tugas dan tanggung
jawab Kementerian PPN/Bappenas dalam
MOU ini adalah melakukan penyusunan
perencanaan program dan kegiatan dalam
penerapan program kesempatan dan
perlakuan yang sama dalam pekerjaan.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
MOU hanya memuat kesepahaman
secara umum. Oleh karena itu, MOU akan
ditindaklanjuti dengan suatu perjanjian
kerja sama (PKS) antara pejabat setingkat
eselon I yang akan menguraikan tugas
masing-masing K/L secara lebih rinci.
Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup
13. Penyusunan dan Pelaksanaan Rencana
Aksi Nasional Gerakan Rumah Kaca
(RAN GRK) dan Rencana Aksi Daerah
Gerakan Rumah Kaca (RAD GRK)
Sasaran
Penyusunan Rencana Aksi Nasional Gerakan
Rumah Kaca dilakukan untuk memenuhi
komitmen penurunan emisi GRK 26 persen
(dengan upaya sendiri) dan 41 persen
(dengan dukungan internasional).
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas mengoordinasikan penyusunan RAN GRK yang
disusun sejak akhir tahun 2009, diselesaikan
pada tahun 2011, dan diterbitkan menjadi
Perpres No.61/2011 tentang RAN-GRK.
Kemudian, Kementerian PPN/Bappenas
membentuk tim koordinasi nasional
yang beranggotakan K/L terkait untuk
koordinasi pelaksanaan RAN GRK. Dalam
pelaksanaan tugasnya, Tim Koordinasi
Penanganan Perubahan Iklim melakukan
tugas berdasarkan Keputusan Menteri
PPN/Kepala Bappenas No.Kep.38/M.PPN/
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 39
HK/03/2012 tentang Pembentukan Tim
Koordinasi Penanganan Perubahan Iklim,
tanggal 1 Maret 2012.
“Tim Koordinasi dibentuk
untuk menyamakan
pemahaman daerah dalam
melaksanakan RAN/D GRK”
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah
adanya ketidakseragaman pemahaman
daerah untuk melaksanakan Pemantauan,
Evaluasi dan Pelaporan (PEP) RAN/RADGRK, keterbatasan data, dan kurangnya
harmonisasi kegiatan RAN dan RAD-GRK.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
adalah melaksanakan PEP untuk seluruh
provinsi dan sektor, terutama diarahkan
untuk memantau pelaksanaan kegiatan
yang pendanaannya melalui APBN, APBD,
dan sumber-sumber resmi lain yang tidak
mengikat.
14.
Optimalisasi Pelaksanaan dan
Pengembangan untuk Indonesia
Climate Change Trust Fund (ICCTF)
Sasaran
Lembaga Climate Change Trust Fund (ICCTF)
bertujuan untuk: (1) Menampung dukungan
masyarakat internasional terhadap langkah
Indonesia dalam perubahan iklim; dan (2)
Mengkoordinir dan mensinergikan rencana
penanganan perubahan iklim, baik yang
dilakukan melalui upaya sendiri maupun
dukungan internasional, termasuk langkahlangkah persiapannya.
III - 40
“Majelis Wali Amanat
ICCTF dibentuk untuk
mengefektifkan pengelolaan
dana masyarakat
internasional”
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas mengoordinasikan optimalisasi pelaksanaan dan
pengembangan ICCTF. ICCTF didirikan
pada tanggal 3 September 2009 dengan
sumber pendanaan kombinasi antara
APBN dan dukungan internasional. Jumlah
dana bantuan internasional yang dikelola
mencapai 11,7 juta dollar Amerika.
Hingga tahun 2014, ICCTF telah membiayai
6 proyek sebagai percontohan di berbagai
daerah, dan saat ini 12 proyek yang
sedang berjalan, bekerja sama dengan
Kementerian Pertanian, Kementerian
Kehutanan dan Kementerian Kesehatan,
serta dengan CSO dan Perguruan Tinggi.
Lembaga ICCTF disesuaikan dengan
Perpres No. 80/2011 tentang Lembaga
Wali Amanah (LWA), yaitu:
(a) Posisi Tim pengarah dibentuk
menjadi Majelis Wali Amanat
(MWA) ICCTF;
(b) Lembaga Wali Amanah telah
terbentuk melalui Permen PPN/
Kepala Bappenas No. 3/2013,
diikuti
dengan
Keputusan
Menteri PPN/Kepala Bappenas
No.
Kep.33/M.PPN/HK/03/2014
tentang Pembentukan Majelis Wali
Amanat Dana Perwalian Perubahan
Iklim Indonesia/Indonesia Climate
Change Trust Fund;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(c) Dalam susunan MWA, Wakil
Menteri
PPN/Wakil
Kepala
Bappenas bertindak selaku ketua.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
optimalisasi
pelaksanaan
dan
pengembangan untuk Indonesia Climate
Change Trust Fund (ICCTF) adalah
tertundanya
pelaksanaan
kegiatan
dikarenakan
lambatnya
mekansime
pengambilan keputusan/kebijakan akibat
banyaknya kegiatan yang bersifat lintas
sektor.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan,
adalah:
(1) Meningkatkan sinergitas kegiatan
hibah yang didanai oleh ICCTF
dengan kegiatan pembangunan
nasional; dan
(1)
Telah
dihasilkan
Pedoman
Mainstreaming REDD+ ke dalam
Sistem Perencanaan Pembangunan
dan Pedoman Greening MP3EI
bidang
REDD+.
Pedoman
telah diujicobakan di beberapa
pemerintah daerah dan diluncurkan
pada tanggal 19 Desember tahun
2013.
(2)
Keberlanjutan pelaksanaan REDD+
direncanakan tetap dilaksanakan
sebagaimana tercermin dalam RT
RPJMN 2015-2019 yaitu melalui
Program dan kegiatan berkaitan
dengan pelaksanan RAN dan RAD
GRK.
“Penurunan emisi gas
rumah kaca diupayakan
melalui pembentukan
strategi REDD+”
(2) Melakukan perbaikan mekanisme
pengambilan keputusan
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
15.Pengarusutamaan
Reducing
Emission from Deforestation and
Forest Degradation+ (REDD+)
Permasalahan yang dihadapi adalah
masih perlu ditingkatkannya kapasitas
pemerintah pusat dan pemerintah
daerah berkaitan dengan pelaksanaan
mainstreaming REDD+ ke dalam dokumen
perencanaan dan dalam melakukan
greening MP3EI bidang REDD+.
Sasaran
Penyusunan Strategi Nasional Reducing
Emission from Deforestation and Forest
Degradation+ (REDD+) dilakukan dalam
rangka mencapai penurunan emisi gas
rumah kaca (GRK).
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas turut serta
mengoordinasikan
pengarusutamaan
REDD+. Hasil yang dicapai antara lain:
Langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah
melakukan upaya peningkatan kapasitas
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
dalam
pelaksanaan
mainstreaming
REDD+ ke dalam dokumen perencanaan
pembangunan nasional dan daerah, serta
dalam melakukan greening MP3EI bidang
REDD+.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 41
Sarana dan Prasarana
Rp.138,762 triliun untuk kegiatan
MP3EI yang akan dilaksanakan
oleh Kementerian PU, Kementerian
Perhubungan,
Kementerian
Perdagangan, Kementerian ESDM
dan Kementerian Kominfo;
16.Pelaksanaan Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025
Sasaran
(2) Sasaran utama MP3EI dalam upaya
penguatan
konektivitas
adalah
menciptakan Locally Integrated-Globally
Connected, yaitu: (1) Menghubungkan
pusat-pusat
pertumbuhan
ekonomi
utama melalui inter-modal supply chains
systems; (2) Memperluas pertumbuhan
ekonomi melalui peningkatan aksesibilitas
dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi
ke wilayah belakangnya (hinterland); dan
(3) Menyebarkan manfaat pembangunan
secara luas (pertumbuhan yang inklusif
dan berkeadilan).
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas memegang
peranan yang strategis dalam pelaksanaan
MP3EI terutama dalam penguatan
konektivitas nasional. Wakil Menteri
PPN/Wakil Kepala Bappenas berperan
sebagai Ketua Tim Kerja Konektivitas yang
bertanggungjawab dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan pendukung investasi
pihak
swasta
melalui
penyediaan
infrastruktur transportasi, komunikasi,
sumber daya air, dan logistik serta
infrastruktur energi dan listrik.
“Konektivitas dapat
meningkatan daya saing
perekonomian Indonesia”
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
III - 42
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
pelaksanaan MP3EI 2011-2025, antara
lain:
(1)
Kurangnya koordinasi di dalam dan
antarpusat (K/L) dan daerah dalam
persiapan studi kelayakan (F/S),
Detail Engineering Design (DED),
dan Analisis Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL).
(2)
Lemahnya konsultasi publik bersama
masyarakat, sosialisasi undangundang, perpres, dan peraturan
pelaksana pengadaan tanah bagi
kepentingan umum dan aturan
pelaksanaan pengadaan lahan.
(3)
Masih lemahnya kelembagaan dalam
pengambilan keputusan proyekproyek yang akan dilaksanakan dan
kurangnya kemampuan pemerintah
Capaian Tim Kerja Konektivitas pada tahun
2013 adalah:
(1) Sejalan
dengan
rencana
pelaksanaan kegiatan di tahun
2014 dan penyusunan RKP 2014,
Kementerian PPN/Bappenas telah
mengindikasikan kebutuhan APBN
Tim Kerja Konektivitas melakukan
koordinasi
untuk
melakukan
identifikasi
permasalahan
pelaksanaan kegiatan penguatan
konektivitas dan melakukan fasilitasi
penyelesaian
permasalahan
tersebut bekerjasama dengan
sekretariat KP3EI di Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
dalam mempersiapkan proyekproyek infrastruktur, khususnya
poyek Kerja Sama Pemerintah
dan Swasta (KPS) sehingga perlu
dilakukan
revitalisasi
Komite
Kebijakan Percepatan Pembangunan
Infrastruktur
(KKPPI)
menjadi
Komite Percepatan Pembangunan
Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
(4)Perlunya
identifikasi
skema
pendanaan yang paling efisien
untuk
masing-masing
proyek
dan peningkatan kelembagaan
dalam proses pengalokasian pagu
anggaran untuk penerapan skema
KPS pada masing-masing K/L
(5)
Dibutuhkan perpanjangan kebijakan
atau ketetapan yang mendukung
pelaksanaan proyek dan sinkronisasi
perencanaan pembangunan antara
kementerian dan lembaga.
Langkah tindak lanjut akan difokuskan
pada isu-isu strategis yang dihadapi pada
beberapa proyek strategis konektivitas
MP3EI:
(1) Pelabuhan Maloy: (a) Penetapan
Pelabuhan Maloy sebagai kawasan
khusus pada RTRW Provinsi
Kalimantan Timur; (b) Penetapan
sumber
pendanaan
proyek;
(c) Perubahan substansi RTRW
Provinsi untuk mengakomodasi
peruntukan
lahan
Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK) Maloy; dan
(d) Penyiapan data dukung yang
lengkap untuk penetapan investor
dan delineasi kawasan, dokumen
usulan penetapan KEK, dan
Kawasan Industri Terpadu Mantuil
Banjarmasin
(2)Pelabuhan
Diperlukan
Pontianak
koordinasi
Baru:
antara
Kementerian
Perhubungan,
Pemerintahan Provinsi Kalimantan
Barat dan PT Pelindo II untuk
mempersiapkan FS/Kajian terkait
pelabuhan
baru
pengganti
Pelabuhan
Pontianak,
yang
dikarenakan: (a) Tidak layaknya
kondisi
Pelabuhan
Dwikora
Pontianak karena berada di pusat
kota dan terjadi pendangkalan
Sungai Kapuas; dan (b) Tidak adanya
jalur alternatif pelayaran sebagai
jalur lain yang dapat digunakan
jika terjadi kecelakaan pada jalur
tersebut.
(3) Bendungan Raknamo – Kupang:
(a) Perlu diupayakan percepatan
penerbitan AMDAL dan Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) karena
sebagian
lahan
pembangunan
merupakan kawasan hutan dan
hutan produksi terbatas; dan (b)
Perlu adanya tambahan anggaran
pembangunan.
17. Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(Public Private Partnership).
Sasaran
Pembangunan bidang pengembangan
kerja sama pemerintah dan swasta
dilaksanakan untuk: (a) Melanjutkan
reformasi strategis kelembagaan dan
peraturan perundang-undangan pada
sektor dan lintas sektor yang mendorong
pelaksanaan KPS; (b) Mempersiapkan
proyek KPS secara matang sehingga dapat
menekan biaya transaksi; (c) Meningkatkan
pemahaman dan kapasitas aparat instansi
penanggungjawab dan tenaga konsultan
dalam menyiapkan dan melakukan
transaksi proyek KPS;dan (d) Menyediakan
fasilitas-fasilitas untuk mendukung investasi
dalam pembangunan dan pengoperasian
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 43
proyek KPS termasuk menyediakan dana
pendukung pelaksanaaan KPS di dalam
APBN.
Keuangan, dan BKPM sebagai
langkah percepatan pembangunan
infrastruktur; (c) Revitalisasi Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan
Infrastruktur (KKPPI) menjadi Komite
Percepatan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas; (e) Penyusunan Project
Development Facility (PDF) Toolkit
oleh Bappenas dengan bantuan JICA;
(f) Penyusunan Perpres tentang Kerja
Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam penyediaan infrastruktur
sebagai pengganti Perpres No.
67/2005
dan
perubahannya
yang sudah tidak efektif; (g)
Mempersiapkan proyek KPS secara
matang sehingga menekan biaya
transaksi; (h) Menyediakan bantuan
teknis melalui program Infrastructure
Reform Sector Development Program
(IRSDP) yang memfasilitasi penyiapan
dan transaksi 19 proyek KPS;
“KPS meningkatkan kualitas
dan kuantitas pembangunan
infrastruktur”
Hasil yang Dicapai
Sesuai dengan sasaran pengembangan
kerja sama pemerintah dan swasta,
Kementerian PPN/Bappenas berperan
dalam pelaksanaan koordinasi KPS sebagai
berikut.
(1) Melanjutkan reformasi strategis
kelembagaan
dan
peraturan
perundang-undangan
pada
sektor dan lintas sektor yang
mendorong
pelaksanaan
KPS,
yaitu: (a) Penyempurnaan Regulasi
KPS; (b) Penandatanganan Nota
Kesepahaman Koordinasi Fasilitasi dan
Pemberian Dukungan Pelaksanaan
Percepatan
Realisasi
Proyek
Kerja Sama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan
Infrastruktur, oleh Kementerian
PPN/Bappenas,
Kementerian
III - 44
(2)Meningkatkan
pemahaman
dan kapasitas aparat instansi
penanggungjawab
dan
tenaga
konsultan dalam menyiapkan dan
melakukan transaksi proyek KPS,
melalui: (a) Kegiatan pelatihan dan
sosialisasi untuk menyebarluaskan
pemahaman skema pendanaan
penyediaan infrastruktur melalui
kerjasama antara pemerintah dan
swasta; (b) Kerjasama dengan
Perguruan Tinggi dalam hal pelatihan
untuk meningkatkan kapasitas aparat
pemerintah terkait mekanisme
penyediaan infrastruktur dengan pola
kerjasama pemerintah dan swasta.
Pada periode 2009-2014 diperkirakan
lebih dari 200 K/L/Pemda yang telah
mengikuti pelatihan baik dalam
maupun luar negeri;
(3)Menyediakan
mendukung
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
fasilitas
investasi
untuk
dalam
pembangunan dan pengoperasian
proyek KPS termasuk menyediakan
dana pendukung pelaksanaaan KPS
di dalam APBN, yaitu dengan: (a)
Menerbitkan Buku Rencana Proyek
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(PPP Book), antara lain PPP Book
2010-2014, PPP Book 2011, PPP
Book 2012, PPP Book 2013 dan PPP
Book 2014; (b) Mempromosikan
KPS melalui fasilitasi pelaksanaan
Asia Pacific Ministerial Conference on
PPP for Infrastructure Development
(APMC PPP) dan Infrastructure Asia
Exhibition; (c) Melaksanakan kegiatan
Investor Forum dan Business Forum
untuk menjembatani komunikasi
antara pemerintah sebagai regulator
maupun penanggung jawab proyek
kerjasama.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi
koordinasi KPS antara lain:
(1)
dalam
Belum adanya kepemimpinan yang
dapat memberikan arahan dan
sebagai pengambil keputusan dalam
pelaksanaan KPS di Indonesia;
(2)
Adanya
benturan
dalam
implementasi Perpres No. 67/2005
dan
perubahannya
dengan
peraturan yang lebih tinggi yaitu PP
No. 50/2007 tentang Pelaksanaan
Kerjasama Daerah dan PP No.
6/2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik
Negara/Daerah.
Namun
diundangkannya PP No. 27/2014
yang mencabut PP No. 6/2006
dapat mengatasi benturan tersebut;
(3)
Keterbatasan dana dan jangka waktu
pemberian fasilitasi penyiapan
proyek melalui IRSDP;
(4) Masih kurangnya dan tidak
meratanya pemahaman KPS pada
aparatur pemerintahan di K/L/
Pemerintah Daerah.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
dalam koordinasi KPS, antara lain:
(1)Dalam
rangka
melanjutkan
reformasi strategis kelembagaan
dan peraturan perundangundangan
pada sektor dan lintas sektor yang
mendorong pelaksanaan KPS, perlu
dilakukan: (a) Kepemimpinan dan
koordinasi dalam memutuskan
dan mengarahkan pelaksanaan
KPS di Indonesia; (b) Harmonisasi
peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan KPS baik sektor maupun
lintas sektor; (c) Penyederhanaan
dan memperjelas peraturan dalam
rangka mempercepat pelaksanaan
KPS;
(2)
Untuk mempersiapkan proyek KPS
secara matang sehingga menekan
biaya transaksi, diperlukan: (a)
Peningkatan kualitas penyiapan
proyek KPS; (b) Peningkatan kualitas
dokumen perencanaan proyek KPS
bidang infrastruktur mengakibatkan
pilihan strategi pelaksanaan proyek
yang kurang memihak pada KPS; dan
(c) Pengalokasian dana penyiapan
proyek yang berkelanjutan pada
masing-masing PJPK baik pusat
maupun daerah;
(3)Meningkatkan
pemahaman
dan kapasitas aparat instansi
penanggungjawab dan tenaga
konsultan dalam menyiapkan dan
melakukan transaksi proyek KPS dan
peningkatan pemahaman aparatur
pemerintah
tentang
perlunya
pengintegrasian skema KPS dalam
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 45
pola pembiayaan pembangunan
infrastruktur;
(4)Menyediakan
fasilitas-fasilitas
untuk mendukung investasi dalam
pembangunan dan pengoperasian
proyek KPS termasuk menyediakan
dana pendukung pelaksanaaan
KPS di dalam APBN, dengan: (a)
Mengembangkan
mekanisme
pemberian insentif bagi Penanggung
Jawab Proyek Kerja sama (PJPK)
dalam melaksanakan KPS; (b)
Mainstreaming kebijakan-kebijakan
untuk
mendukung
KPS;
(c)
Mendorong peningkatan sebaran
proyek-proyek KPS di luar Pulau Jawa.
2013, Pemerintah menerbitkan Inpres
No 4/2013 Tentang Program Dekade Aksi
Keselamatan Jalan. Inpres No 4/2013
ini meliputi 5 (lima) pilar, yaitu (1)
Manajemen Keselamatan Jalan; (2) Jalan
yang Berkeselamatan; (3) Kendaraan yang
Berkeselamatan; (4) Perilaku Pengguna
Jalan yang Berkeselamatan; dan (5)
Penanganan Pra dan Pasca Kecelakaan.
Adapun Kementerian PPN/Bappenas
berperan besar pada pelaksanaan Pilar 1.
Manajemen Keselamatan Jalan dengan
capaian sebagai berikut:
(1)
18.
Penyusunan
Rencana
Umum
Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan
2011-2035
Sasaran
Rencana Umum Nasional Keselamatan
(RUNK) Jalan, yang disusun di bawah
koordinasi Kementerian PPN/Bappenas,
memiliki sasaran khusus untuk mengurangi
angka kematian per kendaraan (dan per
penduduk) hingga 50 persen pada tahun
2020 dan 80 persen pada 2035, dengan
menggunakan angka kematian pada tahun
2010 sebagai angka awal.
(2) Membentuk forum lalu lintas di
beberapa provinsi dan kabupaten/
kota dengan keselamatan lalu lintas
angkutan jalan sebagai salah satu topik
pembahasan;
(3)
Penguatan data kecelakaan lalu lintas
jalan dengan dikembangkannya
Integrated
Road
Safety
Management System (IRSMS).
Perbaikan awal data kecelakaan di
Indonesia sudah diakui di dalam
laporan “WHO Global Road Safety
Report 2013” yang dikeluarkan
oleh Badan Kesehatan Dunia tahun
2013;
(4)
Terkait dengan Sistem Manajemen
Keselamatan Angkutan Umum
(SMK-AU)
telah
dilaksanakan
sosialisasi pelaksanaan, uji publik,
dan bimbingan teknis kepada
operator angkutan umum.
“Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan
Jalan adalah cara mencapai
keselamatan jalan”
Hasil yang Dicapai
Dalam rangka penguatan koordinasi
antarpemangku kepentingan di bidang
keselamatan jalan, pada tanggal 19 April
III - 46
Membentuk Sekretariat Pelaksanaan
Rencana
Umum
Nasional
Keselamatan Jalan (RUNK) dan
Program Dekade Aksi Keselamatan
Jalan serta Kelompok Kerja yang
melibatkan
seluruh
pemangku
kepentingan di bidang keselamatan
jalan;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Beberapa permasalahan yang masih
ditemukan dalam mewujudkan tujuan
Dekade Aksi Keselamatan Jalan 2011-2020
adalah:
(1)
Belum adanya dukungan finansial
baik dari pemerintah maupun
partisipasi
masyarakat
untuk
mendukung kegiatan keselamatan;
(2) Belum sistematisnya pendekatan
untuk
mengatasi
masalah
keselamatan jalan di lima pilar yang
digariskan dalam Program Dekade
Aksi Keselamatan Jalan;
(3) Belum berkembangnya metode
penerapan dan penegakan hukum
keselamatan jalan yang baik serta
efektif.
Mempertimbangkan
permasalahan
tersebut, maka beberapa langkah tindak
lanjut yang akan dilakukan adalah:
(1)Mengatasi
keselamatan
jalan
secara menyeluruh, dimulai dengan
penerapan sistem manajemen
keselamatan jalan yang baik;
(2)
Meningkatkan kualitas statistik dan
data keselamatan jalan;
(3)Mengembangkan
peraturan
perundangan tentang keselamatan
jalan nasional yang komprehensif;
(4) Memperkuat dan meningkatkan
perawatan
pra-rumah
sakit,
trauma dan rehabilitasi, termasuk
mempromosikan nomor darurat
yang universal dalam rangka
penyelarasan dan mengurangi
waktu yang dibutuhkan untuk
mengakses
layanan
ketika
kecelakaan terjadi;
(5)Mengembangkan
mekanisme
pendanaan berkelanjutan untuk
keselamatan jalan;
(6)
Memastikan peringatan Hari Dunia
Peringatan Korban Kecelakaan
Lalu Lintas sebagai sarana untuk
meningkatkan kesadaran, sebagai
tambahan kegiatan pada tingkat
internasional, regional, subregional
dan nasional;
(7)
Mengadakan sidang tinjauan jangka
menengah tingkat tinggi untuk
menilai kemajuan pelaksanaan
rencana Dekade dan membahas
langkah-langkah berikutnya;
(8)Terus
mengembangkan
lebih
banyak dan lebih baik lagi data
cedera kecelakaan dan kematian;
(9)
Meningkatkan
peran
serta
masyarakat dalam pengendalian
kecelakaan melalui kegiatan deteksi
dini faktor risiko kecelakaan dan
kemampuan
tanggap
darurat
kecelakaan;
(10) Meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan terutama dalam bantuan
hidup dasar (basic life support)
dan
mengembangkan
system
ambulatory untuk mempercepat
respon dalam pertolongan korban
kecelakaan;
(11)Mengembangkan
kelembagaan
dalam
pengendalian
korban
kecelakaan melalui pembentukan
SPGDT,
safe
community
di
kabupaten/kota;
(12)Meningkatkan
dukungan
dari
pemerintah daerah terutama dalam
pembiayaan program pengendalian
kecelakaan dan sistem pelaporan
melalui fasilitas kesehatan (injury
surveilans).
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 47
Wilayah dan Tata Ruang
19.Koordinasi
Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua
Barat (P4B)
(4)Hasil
koordinasi
pelaksanaan
kegiatan
antara
Kementerian
PPN/Bappenas
dengan
UP4B
menghasilkan beberapa perbaikan
dalam hal:
(a)Pemberdayaan
Ekonomi
Rakyat,
(b)Peningkatan
Pelayanan
Pendidikan di 40 kabupaten/
kota,
(c)Peningkatan
Pelayanan
Kesehatan,
(d) Pembangunan Infrastruktur
Dasar
(e) Pemihakan Terhadap Putra/
Putri Asli Papua.
Sasaran
Pelaksanaan koordinasi P4B memiliki
dua sasaran strategis, yaitu: (a)
Terintegrasinya program dan kegiatan K/L
dalam Percepatan Pembangunan Papua
dan Papua Barat; dan (b) Meningkatnya
kapasitas pemerintah daerah Papua dan
Papua Barat lembaga dalam Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat.
“P4B mengantarkan Papua
dan Papua Barat menuju
kehidupan yang lebih baik”
Hasil yang Dicapai
Kementerian
PPN/Bappenas
mengkoordinasikan P4B dengan hasil
sebagai berikut:
(1) Tersusunnya Kebijakan P4B dan
telah ditetapkan sebagai Perpres
Nomor 65/2011 Tentang Percepatan
Pembangunan Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat;
(2)Terbentuknya
kelembagaan
yang
melakukan
pengawalan
kebijakan P4B melalui penetapan
Perpres No.66/2011 tentang Unit
Percepatan Pembangunan Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat
(UP4B);
(3) Telah disahkannya Rencana Aksi
Percepatan Pembangunan Provinsi
Papua dan Provinsi Papua Barat dan
telah ditetapkan sebagai lampiran
Perpres Nomor 65/2011;
III - 48
(5) Pelatihan dan pendidikan untuk
meningkatkan Kualitas SDM Aparatur
Pemerintah Papua dan Papua Barat
dalam Perencanaan, untuk bidang
mitigasi bencana, Green Economy,
Pro Poor Development Planning
and Bugdegting, dan Pelatihan
Perencanaan Daerah–RPJMD.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi
pelaksanaan P4B adalah:
dalam
(1) Dualisme UU dalam pengaturan
wilayah
Papua
menimbulkan
perbedaan
persepsi
antara
pemerintah kabupaten/kota (UU No.
21/2001) dan pemerintah provinsi
(UU No. 32/2004) yang menyebabkan
terganggunya
sinergitas
dan
sinkronisasi kebijakan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota;
(2) Belum meratanya aksesibilitas
penduduk kepada pasar, yang
mengakibatkan beban ekonomi
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
biaya
tinggi,
terutama
pegunungan tengah;
di
(3) Jumlah kabupaten yang terus
meningkat, sehingga meningkatkan
beban alokasi anggaran.
(4)Kurang
efektifnya
koordinasi
antara UP4B dengan pemerintah
provinsi menyebabkan sinergi
antara program/kegiatan pusat
dan program/kegiatan daerah tidak
optimal.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
antara lain:
(1)
Berkoordinasi dengan UP4B untuk
memastikan agenda-agenda P4B
masuk ke dalam perencanaan
dan penganggaran K/L dalam
penyusunan RKP 2014 dan 2015,
serta sebagai masukan penyusunan
RPJMN 2015-2019;
(2)Meningkatkan
koordinasi
pembangunan
jalan
lintas
pegunungan tengah, yaitu koordinasi
percepatan pembangunan ruas
jalan strategis UP4B tahun 20132014;
(3)
Penuntasan penentuan hak ulayat
dan hak atas tanah di kedua
provinsi, sehingga mengurangi
hambatan berupa klaim sepihak
dari masyarakat adat atas tanah
yang akan digunakan untuk sarana
dan prasarana umum;
(4) Mendorong pelaksanaan agendaagenda percepatan, sesuai yang
tercantum di dalam lampiran
Perpres No.
65/2011, serta
melakukan penelaahan agenda
yang dapat dilanjutkan dalam
RPJMN 2015-2019;
(5)Penyiapan exit strategy untuk
melanjutkan koordinasi percepatan
pembangunan di provinsi Papua
dan Provinsi Papua Barat pasca
berakhirnya tugas UP4B tahun
2014.
20. Reforma Agraria Nasional (RAN)
Sasaran
Sasaran kegiatan Reforma Agraria Nasional
(RAN) adalah: (1) Melakukan elaborasi
dan identifikasi kebutuhan persiapan
penyusunan kebijakan, dan (2) Pelaksanaan
koordinasi lintas sektor dan daerah.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis
Reforma Agraria Nasional dimulai sejak
tahun 2013, dengan ditetapkannya
Surat Keputusan Menteri PPN/Bappenas
No.Kep.55/M.PPN/HK/03/2013 Tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Strategis
Reforma Agraria Nasional, dan Menteri
PPN/Kepala
Bappenas
merupakan
Pengarah Tim Koordinasi. Pada tahun
2014 kembali dibentuk melalui Surat
Keputusan Menteri PPN/Bappenas Nomor
Kep.
9/M.PPN/HK/02/2014
Tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Strategis
Reforma Agraria Nasional. Tim Koordinasi
tersebut beranggotakan pejabat Eselon
I dan II lintas kementerian yaitu Badan
Pertanahan
Nasional,
Kementerian
Kehutanan,
Kementerian
Pertanian,
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, dan
Kementerian PPN/Bappenas.
“Reforma Agraria Nasional
adalah solusi permasalahan
lahan”
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 49
Sesuai dengan sasaran strategis, hasil yang
dicapai dalam pelaksanaan Koordinasi
Strategis RAN adalah perbaikan dalam:
(1)
Kebijakan sistem pendaftaran tanah
publikasi positif;
(2) Kebijakan redistribusi tanah dan
access reform;
(3) Kebijakan pembentukan kamar
khusus pertanahan yang ditunda
hingga penetapan RUU Pertanahan
selesai dilakukan;
(4) Kebijakan pembentukan
tanah, yang pada Tahun
dilaksanakan identifikasi
bank tanah di negara lain,
lain Taiwan, India, dan USA;
(5)
Kebijakan SDM bidang pertanahan;
(6)Koordinasi
sertifikasi
transmigrasi; dan
(7)
bank
2013
model
antara
tanah
Koordinasi Program Agraria Daerah
(PRODA) di Provinsi Kalimantan Timur.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi terutama
terkait dengan implementasi RAN oleh
instansi pelaksana, antara lain:
(1)
Data dan informasi spasial dengan
cakupan wilayah bersertifikat tidak
semua memiliki georeferensi;
(2) Terdapat perubahan komitmen
pembiayaan oleh Kementerian
Kehutanan pada tahun 2013 terkait
Pelaksanaan pilot project publikasi
tata batas kawasan hutan
(3) Tidak seimbangnya pemahaman
K/L dalam hal keterlibatan dalam
kegiatan redistribusi tanah dan
access reform,
III - 50
(4) Kegiatan pembentukan kamar
khusus pertanahan di Pengadilan
Negeri tidak dapat dilakukan karena
tidak tercapainya kesepakatan
bahwa hal tersebut merupakan
upaya penyelesaian sengketa dan
kasus pertanahan;
(5)Belum
disepakatinya
bentuk
diskresi yang akan disusun atas
permasalahan tanah transmigrasi;
(7) Belum tersedia data subyek dan
obyek yang akan menerima Program
Reforma Agraria Daerah di Pemprov
Kalimantan Timur.
Langkah tindak lanjut dalam menyelesaikan
permasalahan
implementasi
RAN
dilakukan melalui peningkatan koordinasi,
antara lain:
(1) Melakukan koordinasi dengan
BIG dan BPN untuk mendapatkan
data dan informasi spasial wilayah
Indonesia dan peta penetapan
kawasan hutan;
(2) Melakukan koordinasi dengan
Kemenhut dan Direktorat sektor
Kementerian PPN/Bappenas terkait
untuk melaksanakan pilot project
tata batas kawasan hutan;
(3) Melakukan Koordinasi dengan
BPN, Bappeda dan SKPD di Provinsi
Bangka-Belitung dan Jawa Tengah
hingga dinas di tingkat kabupaten
yang menjadi lokasi pilot project
redistribusi tanah dan access
reform;
(4) Melakukan pertemuan dengan
BPN dan Kemen PAN dan RB guna
membahas jumlah ideal dan
proporsi kebutuhan SDM bidang
pertanahan; dan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(5)Melakukan
sosialisasi
kepada
kabupaten/kota untuk mengidentifikasi dan menyiapkan data target
kegiatan sertipikasi PRODA pada
enam kabupaten/kota di Provinsi
Kalimantan Timur.
21.
Koordinasi Strategis Sekretariat
Badan Koordinasi Penataan Ruang
Nasional (BKPRN)
Sasaran
Pelaksanaan kegiatan Sekretariat BKPRN
bertujuan untuk meningkatkan koordinasi
lintas sektor dalam penyelenggaraan
penataan ruang dengan sasaran,
yaitu: (1) Optimalisasi koordinasi kerja
antarorgan BKPRN melalui penyusunan
Pedoman Tata Kerja Sekretariat BKPRN
serta pengembangan sistem e-BKPRN;
dan (2) Pelaksanaan kegiatan koordinasi,
fasilitasi, dan mediasi dalam rangka
peningkatan kualitas produk tata
ruang, meliputi: (i) Fasilitasi percepatan
penyelesaian rencana umum tata ruang
dan rencana rinci tata ruang; (ii) Fasilitasi
penyelenggaraan Sidang BKPRN Tingkat
Menteri, (iii) Fasilitasi Penyelenggaraan
Rapat Kerja Nasional BKPRN; (iv)
Penyusunan Laporan Semester BKPRN
kepada Presiden; dan (v) Fasilitasi
penyelarasan/harmonisasi implementasi
UU 26/2007 tentang Penataan Ruang
dan UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014
tentang Perubahan Atas UU No. 27/ 2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil serta UU sektor terkait
lainnya.
“Koordinasi PRN
mengurangi konflik
tata ruang”
Hasil yang Dicapai
Berdasarkan Keppres No.4/2009 tentang
Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional
(BKPRN), Menteri PPN/Kepala Bappenas
berkedudukan sebagai Sekretaris BKPRN
merangkap anggota BKPRN. Hasil yang
dicapai antara lain:
(1) Fasilitasi percepatan penyelesaian
rencana umum tata ruang dan
rencana rinci tata ruang;
(2) Fasilitasi penyelenggaraan Sidang
BKPRN;
(3)
Fasilitasi penyelarasan/harmonisasi
implementasi UU No.26/2007
tentang Penataan Ruang dan UU No.
27/2007 jo UU No. 1/2014 tentang
Perubahan Atas UU No 27/2007
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil serta UU
sektor terkait lainnya;
(4) Fasilitasi Penyelenggaraan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) BKPRN
dengan tujuan menyusun dan
menyepakati agenda kerja BKPRN
untuk dua tahun ke depan;
(5) Penyusunan Pedoman Tata Kerja
Sekretariat BKPRN yang telah
ditetapkan melalui Kepmen PPN/
Kepala Bappenas No. 46/2013
tentang Pedoman Tata Kerja
Sekretariat BKPRN;
(6) Pengembangan sistem e-BKPRN
yang merupakan media kerja
elektronik untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kerja
BKPRN;
(7) Penyusunan Laporan Semester
BKPRN yang sejak tahun 2012, telah
disampaikan lima laporan Kegiatan
BKPRN dari Menteri PPN/Kepala
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 51
Bappenas selaku Sekretaris BKPRN
kepada Menko Perekonomian
selaku Ketua BKPRN.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi
koordinasi penataan ruang, yaitu:
terkait
(1) Belum lancarnya arus informasi
antarorgan
BKPRN
yang
menyebabkan ketimpangan informasi
dan menghambat kemajuan kegiatan
BKPRN.
(2)
Proses koordinasi yang membutuhkan
waktu relatif panjang terutama
berkenaan dengan penyelarasan
implementasi peraturan perundangan
terkait penataan ruang.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
terkait koordinasi penataan ruang, yaitu:
(1) Inisiasi penggunaan e-bkprn, yang
merupakan sistem informasi berbasis
internet yang dikelola oleh Sekretariat
BKPRN dan dapat diakses oleh seluruh
organ BKPRN, dan
(2) Memperkuat kapasitas fasilitasi
dalam penyelarasan implementasi
peraturan perundangan terkait
penataan ruang.
3.4.Pemantauan dan Evaluasi
Kinerja Pembangunan
1. Lampiran Pidato Kenegaraan dalam
rangka HUT Kemerdekaan RI
III - 52
Kemerdekaan RI di depan sidang bersama
DPR RI dan DPD RI, Lampiran Pidato
disusun untuk membahas: (1) Kebijakan
pembangunan, (2) Hasil pelaksanaan
pembangunan, (3) Permasalahan dalam
pelaksanaan dan tindak lanjut yang
diperlukan.
Hasil yang Dicapai
Sepanjang tahun 2010-2014, Kementerian
PPN/Bappenas telah menyusun empat
dokumen Lampiran Pidato Kenegaraan
melalui koordinasi dengan seluruh K/L.
Lampiran Pidato Kenegaraan tahun
2011-2013 melaporkan perkembangan
hasil-hasil pembangunan selama satu
tahun pelaksanaan RKP. Khusus untuk
tahun 2014, Lampiran Pidato Kenegaraan
memuat perkembangan pembangunan
selama kurun waktu pelaksanaan dua
tahapan RPJMN, sekaligus memaparkan
pula tantangan yang dihadapi dalam RPJMN
2015-2019. Pola penulisan Lampiran
Pidato Kenegaraan 2014 juga mengalami
perubahan. Semula penulisan terdiri dari
tiga bagian (Prioritas Nasional, Prioritas
Bidang, dan Pembangunan Berdimensi
Kewilayahan), berubah menjadi satu bagian
saja (Bidang Pembangunan). Perubahan
ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya pengulangan substansi.
“Lampiran Pidato Kenegaraan
2014 telah mengalami
perubahan struktur, layout,
dan cover”
Sasaran
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Sebagai suatu kesatuan dengan Naskah
Pidato Kenegaraan yang disampaikan oleh
Presiden RI setiap tahun menjelang HUT
Secara garis besar penyusunan Lampiran
Pidato Kenegaraan menghadapi tiga
permasalahan sebagai berikut:
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Dihadapi
dan
Lampira
Presidenn Pidato Kene
ga
Republ
ik Indo raan
nesia
(3) Penunjukan penanggung jawab
penulis di tiap Kedeputian agar
koordinasi lebih baik dan terarah.
REPUBL
IK INDO
NESIA
Lampir
an Pida
to Ken
Preside
egaraa
n Repu
n
blik In
donesi
DALAM
RANGKA
a
HUT KE
PR
DALAM
RANGKA
HUT KE-6
9
PROKLAM
KEMERDE ASI
KAAN
REPUBLIK
INDONESI
A
DI DEPA
N
SIDANG
BERSAMA
DEWAN
PERWAKIL
AN
RAKYAT
REPUBLIK
INDONESI
A
DAN DEW
AN
PERWAKIL
AN
DAERAH
REPUBLIK
INDONESI
A
JAKARTA,
15 AGUS
TUS
2014
OKLAMA
-69
RDEKAA
N
SI KEME
REPUBL
DI DEPA
N SIDAN
IK INDO
G BERSAM
NESIA
DEWAN
A
PERWAK
ILAN RA
DAN DE
KYAT RE
WAN PE
PUBLIK
RWAKILA
INDONES
N DAER
IA
AH
JAKART
REPUBL
A, 15 AG
IK INDON
USTUS 20
ESIA
14
KEMENTE
RIAN
SEKRETAR
IAT
NEGARA
REPUBLIK
INDONESI
A
KE ME NT
ER IAN
SE KR ET
AR IAT
NE GA RA
RE PU BL
IK IN DO
NE
SIA
Mengingat penyusunan Lampiran Pidato
Kenegaraan merupakan kegiatan yang
rutin dilaksanakan setiap tahun, ke depan
perlu dikembangkan SOP yang sistematis
dan jelas, serta penyediaan fasilitas
kerja kolaboratif yang menunjang proses
koordinasi antara tim penyusun, direktorat
sektor, dan mitra kerja K/L.
2. Evaluasi RPJMN 2010 - 2014.
Sasaran
(1)
Substansi, yaitu tumpang tindihnya
substansi antarbab, terutama
antara Bab Prioritas Nasional
dengan Bab Bidang Pembangunan
(untuk Lampiran Pidato Kenegaraan
tahun 2011-2013);
(2)Mekanisme
penyusunan,
yaitu belum adanya alur baku
yang disepakati terkait proses
penyusunan lampid; dan belum
tersedianya fasilitas kerja kolaborasi
yang memadai;
(3) Komunikasi dan koordinasi, yaitu
belum jelasnya pembagian peran,
tanggung jawab, dan kewenangan
dalam proses penyusunan.
Langkah tindak lanjut yang telah dilakukan
untuk memperbaiki penyusunan Lampiran
Pidato Kenegaraan adalah:
(1)Perbaikan
outline
penulisan
Lampiran Pidato Kenegaraan 2014
berdasarkan bidang pembangunan,
(2)Perbaikan layout dan cover
Lampiran Pidato Kenegaraan 2014
menjadi lebih menarik, dan
Evaluasi RPJMN 2010-2014 dilakukan
sebagai alat kontrol untuk mengukur
tingkat pencapaian pembangunan nasional
RPJMN 2010-2014 terhadap target yang
telah ditetapkan.
Hasil yang Dicapai
Kementerian
PPN/Bappenas
telah
melakukan empat kali evaluasi terhadap
pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dengan
melibatkan seluruh unit kerja sektoral dan
mitra kerja K/L melalui berbagai rangkaian
pertemuan diskusi dan workshop. Evaluasi
tersebut meliputi:
(1) Evaluasi Satu Tahun Pelaksanaan
RPJMN
2010-2014
dengan
pembahasan pada pencapaian
Prioritas Nasional sesuai Buku I
RPJMN 2010–2014, khususnya pada
level outcome atau Substansi Inti.
(2) Evaluasi Dua Tahun Pelaksanaan
RPJMN
2010-2014,
dengan
pembahasan substansi evaluasi
sama dengan Evaluasi Satu
Tahun Pelaksanaan RPJMN 20102014, namun ditambahkan pula
dengan
pencapaian
Prioritas
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 53
(3)
(4)
Nasional berdasarkan pelaksanaan
pembangunan yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah.
suatu prioritas nasional, dengan
tingkat kinerja yang masih beragam
pula (output, outcome, impact).
Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 20102014, yang memuat penilaian
terhadap capaian sasaran-sasaran
pembangunan pada tingkat visi,
misi dan agenda pembangunan
kebijakan ekonomi makro dan
pembiayaan pembangunan serta
sasaran 14 prioritas nasional;
Langkah tindak lanjut yang dilakukan
meliputi:
Evaluasi Empat Tahun Pelaksanaan
RPJMN 2010-2014, yang substansi
dan proses pelaksanaannya pada
dasarnya sama dengan Evaluasi
Paruh Waktu RPJMN 2010-2014.
“Sebagian besar sasaran
RPJMN 2010-2014 akan
dicapai pada akhir
tahun 2014”
Dihadapi
Melakukan
perencanaan
penyusunan lebih awal dengan
koordinasi yang lebih matang; dan
(3) Melibatkan K/L dalam menentukan
indikator kinerja penting yang
dipilih untuk mengukur pencapaian
visi, misi, agenda pembangunan,
dan prioritas nasional.
Sasaran
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
penyusunan Evaluasi RPJMN 2010-2014,
antara lain:
(1) (2) 3. Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan
Nasional Tahun 2010-2014
Secara umum, selama empat tahun
pelaksanaan RPJMN 2010-2014, telah
banyak hasil yang dicapai dalam berbagai
prioritas nasional pembangunan untuk
mendukung pencapaian visi Indonesia
2014. Pencapaian tersebut dapat dilihat
dari capaian indikator 14 prioritas nasional
(PN) yang sebagian besar indikatornya
(61,02 persen) tercapai.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
(1) Mendorong pelaksana program untuk
menginventaris data secara lebih
teratur dan lengkap;
Terdapat data yang kurang lengkap
atau kurang update; dan
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan
Nasional Tahun 2010-2014 dilakukan
untuk: (1) Mengevaluasi capaian outcome
pembangunan nasional dalam RPJMN 20102014; (2) Mengevaluasi kinerja K/L dalam
mendukung pencapaian prioritas nasional
dan kinerja program yang dilaksanakan;
(3) Mengevaluasi kinerja pembangunan di
daerah.
Hasil yang Dicapai
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan
Nasional Tahun 2010-2014 yang dilakukan
oleh
Kementerian
PPN/Bappenas
menunjukkan hasil sebagai berikut:
(1)
(2) Penggunaan indikator kinerja yang
tidak tepat untuk menilai capaian
III - 54
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Selama empat tahun pelaksanaan
RPJMN 2010-2014, pencapaian
outcome pembangunan nasional
cukup baik. Lebih dari 60 persen
indikator outcome telah tercapai.
N / Bapp
erian PP
Kement
validitas
dan
secara periodik;
enas
AN
KSANA
SI PELANASIONAL
A
U
L
A
V
N
E
NGUNA
4
PEMBA
2010-201
TAHUN
NAL
S NASIO ERAH
IORITA
N DA
IAN PR ERIAN DA
CAPA
MENT
JA KE
KINER
(2) Penggunaan indikator kinerja yang
tidak tepat untuk menilai capaian
suatu prioritas nasional, dengan
tingkat kinerja yang masih beragam
pula;
(3)
L
SIONA
NAN NA PPENAS)
ANGU
(BA
N PEMB NASIONAL
ANAA
N
RENC
GUNA
IAN PE N PEMBAN
NTER
2014
KEME RENCANAA
N PE
BADA
(2)
Kinerja 20 kementerian berperan
dalam mendukung capaian prioritas
nasional. Rata-rata realisasi fisik
dan realisasi anggaran pelaksanaan
pembangunan dari 20 kementerian
pada tahun 2013 adalah 101,06
persen dan 92,51 persen, lebih
tinggi dari tahun 2012 yang hanya
96,82 persen dan 90,65 persen.
(3) Isu-isu strategis daerah yang
dominan muncul dalam pelaksanaan
pembangunan terutama terkait
dengan penanggulangan kemiskinan, infrastruktur, dan pendidikan.
“Evanas 2010-2014
merupakan elaborasi kinerja
dan capaian pembangunan
pusat dan daerah”
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi dalam
Evaluasi
Pelaksanaan
Pembangunan
Nasional Tahun 2010-2014, adalah:
(1) Kualitas data yang masih perlu
ditingkatkan, terutama terkait
ketersediaannya
Belum jelasnya keterkaitan capaian dari
tiap tingkat kinerja (output, outcome,
impact), sehingga masih sulit untuk
ditelusuri pencapaian suatu impact
atau outcome berasal dari kontribusi
output yang mana saja;
Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan
antara lain:
(1)
Guna menjamin kualitas perencanaan
dan penganggaran suatu kebijakan/
program, perlu diterapkan kerangka
berpikir logic model,
(2)
Pengumpulan
data
kinerja
dilakukan secara rutin, serta data
kinerja menjadi dasar pengambilan
keputusan (evidence based policies),
(3) Penyusunan sistem evaluasi dan
pelaporan yang terpadu dan
komprehensif guna menjembatani
kebutuhan semua pihak dalam
pelaksanaan pembangunan.
4. Evaluasi Akhir Tahun (EAT) RKP
Sasaran
Evaluasi Akhir Tahun RKP ditujukan untuk
mengetahui ketercapaian pelaksanaan
pembangunan
berdasarkan
realisasi
anggaran dan fisik, ketercapaian indikator
program, dan kinerja K/L.
“EAT RKP memberikan
gambaran kinerja
kementerian”
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 55
Kementeria
n PPN/Ba
EVALUASI
AK
RENCAN
HIR TAHU
A KERJA
PENCAPAI
ppenas
N
PEMERIN
TA
TAHUN 20 H
13
Hasil yang
Dicapai
AN PROG
RA
NASIONA M PEMBANGUN
L DI 20 KE
AN
MENTERIA
N
Evaluasi
Akhir Tahun
RKP
mulai
d i l a ks a n a ka n
dan
dikembangkan
oleh
Kementerian
PPN/Bappenas
pada tahun 2010.
Hingga saat ini,
metodologi EAT masih terus dikembangkan.
Perkembangannya sebagai berikut:
KEDEPU
TIA
KEMENT
ERIAN PER N EVALUASI KIN
BADAN
ERJA PEM
ENCANA
PERENC
AN PEM
ANAAN
BANGUNANBANGUNAN
PEMBAN
GUNAN
NASION
NASION
AL (BAPPE AL
NAS)
2014
(1) Monitoring Tengah Tahun (MTT)
2010 dilakukan berjenjang sesuai
hirarki Buku I RKP 2010 dengan
fokus analisis pada tingkat
pencapaian fisik kegiatan prioritas,
realisasi penyerapan anggaran
kegiatan prioritas, dan kinerja di
tiap tingkatan pembangunan;
(2)
(3)
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
dan
(1) Tidak seluruh program dalam RKP
memiliki sasaran dan indikator,
ataupun
terdapat
perubahan
indikator (indikator baru dan
indikator tidak berlanjut);
(2) Berkaitan
dengan
penyediaan
data laporan PP No. 39/2006 oleh
kementerian (dari laporan e-Monev):
(a)Data
capaian
indikator
program kebanyakan tidak
dilaporkan oleh kementerian;
EAT RKP 2011 disusun berdasarkan
Laporan Triwulan IV PP 39/2006
yang disampaikan oleh 49 K/L dari
80 K/L.
(5) EAT RKP 2013 hanya dilakukan
terhadap 20 kementerian teknis,
dengan penambahan fokus reviu
pada efisiensi dan efektivitas.
Dihadapi
Dalam pelaksanaan EAT RKP dijumpai
beberapa permasalahan, antara lain:
EAT RKP 2010 disusun berdasarkan
Laporan Triwulan IV PP 39/2006
yang disampaikan ke Bappenas oleh
40 K/L dari 77 K/L,
(4) EAT RKP 2012 hanya dilakukan
terhadap 20 kementerian teknis,
dengan penitikberatan pada dua
fokus reviu, yaitu reviu terhadap:
(a) capaian indikator program RKP
2012, dan (b) capaian pelaksanaan
pembangunan
tahun
2012
berdasarkan laporan triwulan IV PP
39/2006.
III - 56
Secara umum, hasil EAT RKP 20112013 menunjukkan hasil yang cukup
baik. Perkembangan capaian dari 20
kementerian menunjukkan peningkatan
rata-rata realisasi fisik dan anggaran,
dengan 58 persen indikator program
mengalami peningkatan capaian.
(b)
Data dari sejumlah program/
kegiatan perlu dikonfirmasi
ulang terkait validitasnya;
dan
(c)
Masih terdapat kementerian
yang belum melaporkan
capaian
perkembangan
triwulan IV PP No. 39/2006
kepada Bappenas, melalui
e-Monev sesuai aturan
waktu yang seharusnya.
Merujuk pada hasil analisis capaian
pelaksanaan pembangunan tahun 2013,
dapat diidentifikasi beberapa langkah
tindak lanjut, yaitu:
(1) Kementerian diharapkan dapat
menyepakati sasaran program dan
indikator, bisa berdasarkan Renstra
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
K/L atau dokumen perencanaan
lainnya;
(2)
Proses perencanaan perlu diperkuat
dengan penggunaan tools logic
model;
(3)
Sistem evaluasi dan pelaporan, yaitu
e-Monev yang telah dibangun perlu
diperkuat sehingga lebih terpadu
dan komprehensif;
(4) Peran unit kerja monitoring dan
evaluasi dalam K/L perlu diperkuat,
utamanya dalam hal menjaga
akurasi dan validasi data capaian;
(5) Peningkatan ketepatan waktu
penyampaian data laporan capaian
kinerja sehingga hasil monitoring
dan evaluasi benar-benar menjadi
bahan masukan bagi proses
perencanaan periode selanjutnya.
5.Evaluasi Kinerja Pembangunan
Daerah (EKPD) di 33 Provinsi
Sasaran
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah di 33
Provinsi dilaksanakan untuk mengevaluasi
pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di daerah,
isu strategis daerah, dan proyeksi indikator
kinerja RPJMN berikutnya.
“EKPD merupakan rekaman
fenomena pembangunan
daerah”
telah dilakukan empat kali kegiatan EKPD
di 33 Provinsi, yaitu:
(1)
EKPD 2010 dengan fokus evaluasi
5 tahun pelaksanaan RPJMN 20042009 di daerah dan relevansi RPJMD
Provinsi dengan RPJMN 2010-2014;
(2)EKPD
2011
dengan
fokus
pelaksanaan RPJMN 2010-2014 di
daerah, relevansi RKPD Provinsi
dengan RPJMN 2010-2014, dan
evaluasi tematik provinsi;
(3)
EKPD 2012 dengan fokus evaluasi
capaian prioritas nasional 2010,
2011, dan kemajuan pelaksanaan
2012, serta isu strategis daerah;
(4)
EKPD 2013 dengan fokus evaluasi
pencapaian prioritas nasional dalam
RPJMN 2010-2014, identifikasi
isu strategis dan rekomendasi
kebijakan, serta proyeksi target
capaian provinsi untuk RPJMN
periode berikutnya.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Dalam pelaksanaan EKPD di 33 Provinsi
ditemui beberapa permasalahan terkait
substansi dan administrasi, yaitu:
(1) Tingkat analisis dan rekomendasi
yang beragam pengertian, dan
(2) Keterlambatan perguruan tinggi
dalam mengumpulkan laporan.
Hasil yang Dicapai
Oleh karena itu dalam evaluasi yang akan
datang, perlu dilakukan:
Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah
di 33 Provinsi merupakan kegiatan yang
dilaksanakan Kementerian PPN/Bappenas
bekerjasama dengan 33 Perguruan Tinggi
Negeri di 33 Provinsi. Sejak tahun 2010,
(1)Upaya
perbaikan
perumusan
indikator yang lebih singkat namun
penting dan bermanfaat bagi
banyak pemangku kepentingan,
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 57
(2) Melakukan monitoring berkala
terhadap perkembangan hasil
evaluasi yang dilakukan pergurunan
tinggi, serta
(3)
Pergantian tim evaluasi yang kurang
berkinerja maksimal.
6. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
Pelaksanaan Kegiatan yang Dibiayai
Pinjaman Luar Negeri
Sasaran
Pemantauan
dan
evaluasi
kinerja
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
pinjaman luar negeri dilakukan untuk
meningkatkan kualitas rencana pendanaan
pembangunan nasional.
terhadap seluruh kegiatan yang
sedang berjalan (on going).
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
(1)
Rapat pemantauan dan pelaporan
kinerja pelaksanaan pinjaman
luar negeri dilaksanakan secara
triwulan, dengan hasil Laporan
Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan
Hibah Luar Negeri edisi Triwulanan,
dan
(2) Pemantauan dan evaluasi kinerja
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
pinjaman luar negeri dilakukan
III - 58
dan
Dalam
pemantauan
dan
evaluasi
kinerja pelaksanaan kegiatan yang
dibiayai pinjaman luar negeri beberapa
permasalahan yang perlu diperhatikan,
antara lain:
(1)Substansi
(a)Lamanya
proses
pengadaan
barang jasa karena setiap tahapnya
memerlukan persetujuan dari mitra
pembangunan;
(b)
Pengadaan lahan yang menyangkut
ketersediaan
dana
untuk
pembebasan lahan, penolakan
masyarakat, kesepakatan harga
tanah, dan perijinan;
(c)
Revisi dokumen anggaran karena
kesalahan pencantuman mata
anggaran, kode proyek, atau
penambahan alokasi anggaran;
serta
Hasil yang Dicapai
Pemantauan
dan
evaluasi
kinerja
pelaksanaan kegiatan yang dibiayai
pinjaman luar negeri dilaksanakan
sesuai PP No.10/2011 tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
Penerimaan Hibah. Pemantauan dan
evaluasi dilakukan oleh Kementerian PPN/
Bappenas berkoordinasi dengan pihak
terkait (instansi pelaksana, Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, BPKP dan mitra
pembangunan). Hasil yang dicapai sebagai
berikut:
Dihadapi
(d) Masalah teknis lapangan yang
menyebabkan
keterlambatan
penye-lesaian, seperti perubahan
desain,
penyelesaian
amdal,
minimnya tenaga kerja dan
material di lokasi proyek, kinerja
kontraktor kurang baik, dan
kendala cuaca.
“Sistem Informasi
memperbaiki koordinasi
pelaksanaan pembangunan
yang dibiayai pinjaman luar
negeri”
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(2)
Pengolahan data
Laporan kinerja pelaksanaan pinjaman luar
negeri disusun berdasarkan laporan dari
instansi pelaksana. Pengolahan data dan
informasi masih dilakukan secara manual
dengan memperbaharui (update) setiap
triwulan, sehingga waktu yang diperlukan
dalam mengolah data sampai menjadi
laporan memerlukan waktu relatif lama.
(3)Pendokumentasian
Pendokumentasian laporan memanfaatkan
sistem data base, namun data base yang
saat ini tersedia masih belum memadai,
baik dari sisi kapasitas maupun fitur dan
modul.
Berdasarkan permasalahan tersebut
langkah tindak lanjut yang diperlukan
antara lain:
(1) Peningkatan
pihak terkait,
koordinasi dengan
(2) Peningkatan kapasitas pengelola
kegiatan, dan
(3) Pengembangan sistem informasi
pemantauan yang dapat berinteraksi
secara online (berbasis web)
sehingga memudahkan instansi
pelaksana dalam menyampaikan
laporan tepat waktu setelah
triwulan berakhir.
pembangunan nasional; dan (3) Capaian
dan kinerja program pembangunan
nasional.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan RP2N dilaksanakan pada
tahun 2012 dengan melibatkan 15
direktorat sektor Kementerian PPN/
Bappenas. Direktorat sektor melakukan
self evaluation atas program yang telah
dirancang dan dilaksanakan sepanjang
periode RPJMN 2010-2014.
Hasil analisis
pembangunan
bahwa:
terhadap
nasional
14 program
menunjukkan
(1)Kualitas rancangan sebagian besar
program (71,43 persen) cukup baik,
namun masih ditemukan kelemahan
dalam hal:
(a) kelengkapan dan kejelasan
komponen
kebijakan/
program/kegiatan,
(b)
ketepatan
alur
pikir
perencanaan,
(c) ketepatan penentuan tingkatan
komponen kebijakan/program/
kegiatan, serta
(d) ketepatan penentuan target.
Pembangunan
(2)
Dalam
pelaksanaan
program,
ditemukan beberapa kelemahan
terkait pengumpulan data kinerja
secara
rutin,
pengambilan
keputusan berdasarkan data kinerja,
dan ketersediaan sistem evaluasi.
Reviu Program Pembangunan Nasional
(RP2N) dilaksanakan oleh Kementerian
PPN/Bappenas untuk mengevaluasi: (1)
Kualitas rancangan program pembangunan
nasional; (2) Pelaksanaan program
(3)Gambaran nilai 14 program masih
kurang baik. Kinerja program
merupakan aspek yang paling
lemah sehingga menyebabkan
nilai keseluruhan program menjadi
kurang baik.
7.
Reviu
Program
Nasional (RP2N)
Sasaran
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 59
“Kerangka pikir logis/Logic
Model meningkatkan kualitas
formulasi kebijakan dan
program pembangunan dan
memudahkan evaluasinya”
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
(3) Perumusan indikator yang tepat dan
memenuhi kaidah SMART, sehingga
tidak akan terjadi permasalahan
saat pengumpulan data.
(3) Berkaitan dengan peningkatan
pengelolaan/manajemen program
dan kinerja program, hal penting
yang harus diperhatikan antara lain:
(a)
Permasalahan dalam pelaksanaan RP2N
adalah cakupan dan partisipasi, yaitu:
(1)
Cakupan RP2N saat ini masih
terbatas
dalam
lingkungan
Kementerian
PPN/Bappenas,
dengan partisipasi masih rendah
(37,50 persen) yang menyampaikan
hasil isian.
(2)
Darisisisubstansipengisian,permasalahan
yang ditemukan antara lain:
(a) Hasil isian tidak lengkap dan
belum dilengkapi dengan
bukti pendukung,
(b) Data
kinerja
indikator
program/kegiatan
tidak
seluruhnya dapat diisi karena
tidak rutinnya mitra kerja
menyampaikan data kinerja
kepada direktorat sektor
Bappenas.
Langkah tindak lanjut yang seyogianya
dilakukan antara lain:
(1) Penggunaan kerangka berpikir
logic model/model logika ketika
menyusun formulasi kebijakan atau
program pembangunan;
(2) Koordinasi
antarsektor
dalam
penentuan sektor pendukung
pencapaian suatu dampak;
III - 60
Tata kelola dan manajemen
kebijakan/program/kegiatan
harus disusun sejak tahap
perencanaan
sehingga
diharapkan dapat berjalan
efektif dan efisien;
(b) Pengumpulan data kinerja
harus dilakukan secara rutin;
3.5. Kerjasama Internasional
1. Kerjasama Multilateral
Sasaran
Pengembangan kerjasama pendanaan
pembangunan multilateral diarahkan
untuk: (1) Mendukung pembiayaan
pembangunan dan pelaksanaan kebijakan
strategis nasional; (2) Pengembangan
kapasitas sumber daya manusia dan
kelembagaan nasional; dan (3) Peningkatan
peran Indonesia dalam kerja sama
pembangunan internasional.
Hasil yang Dicapai
Dalam rangka memastikan ketersediaan
sumber
pembiayaan
luar
negeri
untuk
mendukung
pendanaan
pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas
mengkoordinasikan pengembangan kerjasama
multilateral dengan beberapa development
partners utama, sebagai berikut.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
“Kerjasama multilateral
mendukung ketersediaan
pendanaan pembangunan”
(1) Kerjasama dengan Bank Dunia
Rencana Kerjasama Jangka Menengah telah
dituangkan dalam Country Partnership
Strategy (CPS). Pada tahun 2009-2012,
fokus kerjasama pada bidang: infrastruktur,
pemberdayaan masyarakat, pendidikan,
peningkatan kerjasama swasta, dan
lingkungan hidup. Untuk periode 20132014, tiga pilar arah kebijakan kerjasama
pembangunan adalah transfer of knowledge,
know how capacity building, investment
leverage, dan international cooperation.
keuangan, sanitasi dan air bersih; dan
manajemen sektor publik.
(3)Kerjasama dengan The
Development Bank (IDB)
Islamic
Kerangka kerjasama pembangunan dengan
IDB tertuang dalam MCPS (Member Country
Partnership Strategy) 2011-2014. Salah satu
sektor prioritas kerjasama dengan IDB adalah
reverse linkage yang memiliki milestone
kerjasama dengan adanya penandatanganan
MoU Concerning South-South Cooperation
and Reverse Linkages antara Menteri PPN/
Kepala Bappenas dengan Presiden IDB Group
pada 16 April 2013.
(4)Kerjasama dengan
Nations (UN)
The
United
Strategi
kerjasama
dengan
UN
dideskripsikan dalam United Nations
Partnership for Development Framework
(UNPDF) 2011-2015 melalui 5 prioritas,
yaitu: social services, governance, climate
change, sustainable livelihoods, and
disaster risk reduction.
(2)
Kerjasama dengan
Development Bank
The
Asian
Bentuk kerjasama dengan ADB selama
tahun 2009-2014 dituangkan dalam
dokumen kerjasama CPS 2006-2009
dan CPS 2012-2014. Pada CPS 2006-2009
(periode 2009-2012), area bidang strategis
yang menjadi kerjasama adalah 5 sektor
sesuai dengan bidang prioritas RPJMN
2010-2014, yaitu: infrastruktur, keuangan,
desentralisasi, MDGs, dan lingkungan.
Pada CPS 2012-2014 (periode 2012-2014),
7 sektor area kerjasama adalah pertanian
dan SDA, pendidikan, energi, transportasi,
(5) Kerjasama dengan The International
Fund for Agricultural Development
(IFAD)
Kerjasama dengan IFAD untuk tahun 20092014 dituangkan dalam dokumen Result
Based-Country Strategic Opportunities
Programme (COSOP) 2009-2013 dan Interim
Country Strategy 2014-2015. Pada periode
2009-2014, terdapat empat pinjaman proyek
dan lima hibah yang sedang berjalan dengan
fokus pada proyek pertanian.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang teridentifikasi tidak
terkait dengan koordinasi, tetapi lebih
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 61
kepada implementasi
pelaksana, seperti:
(1)
oleh
instansi
Masih rendahnya tingkat penyerapan
pinjaman yang disebabkan kendala
proses pengadaan dan pembebasan
tanah, kendala administrasi, serta
kurangnya kapasitas sumber daya
manusia pelaksana kegiatan;
(2) Prosedur/sistem yang berbeda
antara Pemerintah Indonesia dan
lembaga multilateral;
(3) Implementasi proyek di daerah,
perlu diciptakan ownership dari
pemda dan masyarakat sekitar.
Tindak lanjut yang dilakukan untuk
mengatasi permasalahan implementasi,
berupa:
(1)
Penguatan sistem perencanaan dan
persiapan proyek sebelum negosiasi
yang dimaksudkan untuk persiapan
proyek pinjaman luar negeri.
Readiness
criteria
diterapkan
dengan lebih ketat baik dalam
rencana pendanaan dan target
penyerapan, rencana pengadaan
tanah/pembebasan lahan dan
permukiman kembali masyarakat,
penentuan
indikator
capaian
yang lebih terukur dan realistis,
serta didukung dengan dokumen
procurement plan yang lebih detail;
(2) Penguatan sistem pemantauan
dan evaluasi berbasis
kinerja
sangat penting untuk dilaksanakan
dalam rangka mengidentifikasi
pembelajaran, pelembagaan hasilhasil terbaik dan inovasi yang telah
dihasilkan, dan penyebarluasan
manfaat melalui upaya replikasi;
III - 62
(3)
Penguatan desain pelaksanaan agar
lebih fokus pada pengembangan
produktivitas.
2. Kerjasama G-20
Sasaran
Sasaran kerjasama G-20 adalah turut
berperan aktif dalam upaya mencapai
pembangunan yang kuat, seimbang
dan berkelanjutan serta membantu
pengurangan jurang kemiskinan di dunia
melalui penyiapan berbagai rencana aksi
pembangunan yang akan dilaksanakan
secara konkret dan sejalan dengan
kepentingan negara berkembang.
“Peran aktif dalam G-20 untuk
mencapai pembangunan
yang kuat, seimbang, dan
berkelanjutan”
Hasil yang dicapai
Sejak pembentukan Working Group on
Development G-20 pada pertengahan
tahun 2010, Kementerian PPN/Bappenas
sebagai Ketua Delegasi RI terlibat cukup
aktif menyampaikan pandangan dan
inisiatif pembangunan yang tercakup
dalam Multi-Year Action Plan (MYAP) pada
berbagai pertemuan rutin tahunan G20
Development Working Group Meeting
(G20-DWG Meeting). Keterlibatan dan
kontribusi Indonesia dalam Kerjasama
G20, antara lain:
(1)
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Pada tahun 2013 dengan keketuaan
Rusia, Indonesia telah berkontribusi
dalam
proses
Accountability
Assessment terhadap implementasi
komitmen
pembangunan
pada Seoul 2010 MYAP dan
mendukung usulan penajaman
dan penggabungan beberapa isu
pembangunan utama agar lebih
fokus dan konkret implementasinya.
(2) Indonesia sebagai salah satu cofacilitator bersama Australia dan
Italia untuk area pembangunan
growth with resilience telah berhasil
menyelesaikan beberapa komitmen
yang terkait dengan penguatan social
protection program.
(3)
Pada tahun 2014, Indonesia tetap
mendorong fokus pembahasan
dan kontribusi G20 DWG pada area
infrastruktur, financial inclusion dan
remittances, food security serta ikut
terlibat dalam akuntabilitas Steering
Committee untuk menyiapkan
mekanisme penilaian akuntabilitas
proyek
tahun
jamak
yang
merupakan komitmen bersama
negara anggota G20.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
kerjasama G-20 lebih menitikberatkan
kepada implementasi, yaitu kurangnya
koherensi kebijakan dalam negeri yang
sejalan dengan kesepakatan dalam G20
Development Group. Adapun tindak lanjut
yang dilakukan, antara lain:
(1)Melakukan
konsolidasi
dan
koordinasi dengan K/L khususnya
atas rencana aksi yang sudah
menjadi kesepakatan komitmen
serta disetujui oleh Indonesia dalam
pertemuan G-20 DWG;
(2) Mempersiapkan masukan apabila
terdapat hal-hal yang perlu
dielaborasi kembali secara khusus
sebelum pertemuan tingkat tinggi
pada November 2014.
3. Kerjasama Bilateral
Sasaran
Pengembangan kerjasama pendanaan
pembangunan dari sumber bilateral
diarahkan untuk: (1) Penyusunan CPS atau
strategic framework; (2) Peningkatkan
efektifitas
pemanfaatan
sumber
pembiayaan luar negeri, berupa hibah
dan pinjaman luar negeri sesuai arahan
kebijakan RPJMN 2010-2014; (3) Perkuatan
pilar kerjasama pembangunan; dan (4)
Penyusunan Daftar Kegiatan program/
kegiatan yang didanai pinjaman/hibah
luar negeri (PHLN) bilateral setiap tahun
selama periode 2010-2014.
“Pengembangan skema
pendanaan alternatif perlu
ditingkatkan”
Hasil Yang Dicapai
Kementerian
PPN/Bappenas
mengkoordinasikan pengembangan kerjasama
bilateral dengan sejumlah negara mitra
pembangunan. Adapun, hasil capaian
kerjasama bilateral, berupa:
(1) Tersusunnya dokumen rencana
pendanaan luar negeri bilateral
jangka menengah (dalam bentuk
CPS atau strategic framework)
dengan
mitra
pembangunan
(donor/kreditor) merujuk pada
prioritas RPJMN yang berisi: (a)
Prioritas Kerjasama Pembangunan
antara kedua negara, (b) Prioritas
dan Skema Pendanaan, (c)
Persyaratan
Pendanaan,
dan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 63
(d)
Prosedur dan mekanisme
pendanaan. Periode 2010-2014
telah dihasilkan dokumen CPS
negara mitra pembangunan, yaitu:
dan
seleksi
program
yang
pelaksanaannya dilakukan oleh
Sekretariat Millennium Challange
Indonesia (MCI).
(a) 2010: Jerman, Amerika
Serikat, Australia, Swedia;
(b) 2011: Jerman;
(c) 2012: New Zealand, Korea;
(d)2013:
Amerika
Serikat,
Jerman.
(5) Turut serta dalam pembentukan
kelembagaan kerjasama kemitraan
strategis/komprehensif
dan
kerjasama pembangunan yang
diperlukan sebagai media interaksi,
forum atau ruang yang mengikat
pemerintah dengan negara mitra
strategis/komprehensif
dalam
kerjasama bilateral.
(2)Tersusunnya
daftar
kegiatan
pendanaan luar negeri bilateral
periode tahunan 2010-2014 yang
berisi program/proyek prioritas
untuk didanai PHLN. Periode 20102014 (bulan Agustus) sebanyak
25 dokumen Daftar Kegiatan yang
telah diterbitkan, yaitu:
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
2010: sebanyak 7 dokumen;
2011: sebanyak 4 dokumen;
2012: sebanyak 5 dokumen;
2013: sebanyak 5 dokumen;
2014 (hingga bulan Agustus):
sebanyak 4 dokumen.
(3) Melaksanakan agenda Aid for
Development
Effectiveness
sebagai tindak lanjut Komitmen
Jakarta yang ditandatangani pada
tanggal 12 Januari 2009 oleh
Pemerintah Indonesia beserta
26 mitra pembangunan. Agenda
dilaksanakan melalui Sekretariat
Aid for Development Effectiveness
(A4DES) yang dibentuk berdasarkan
Kepmen PPN/Kepala BAPPENAS
No.33/M.PPN/HK/04/2009 tanggal
2 April 2009.
(4)
III - 64
Menyiapkan pelaksanaan Compact
Program yang akan didanai dari
hibah Pemerintah Amerika melalui
lembaga Millenium Challange
Coorporation (MCC). Persiapan
dilakukan
melalui
sosialisasi
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi terkait
kerjasama pembangunan bilateral adalah:
(1) Koordinasi yang belum maksimal
antara K/L terkait yang memiliki
program/kegiatan;
(2) Koordinasi antara Pemerintah
Indonesia dengan negara Mitra
Pembangunan;
(3) Dengan meningkatnya Indonesia
menjadi Middle Income Country
(MIC),
ruang
gerak
untuk
mendapatkan sumber pendanaan
bersyarat lunak menjadi terbatas;
(4) Teknis pelaksanaan persiapan
dan pelaksanaan kegiatan yang
didanai PHLN, seperti administrasi
penganggaran serta permasalahan
pengadaan barang dan jasa,
pembebasan lahan;
(5) Adanya peraturan perundangan
yang tidak/belum mendukung
pengembangan skema pendanaan.
Tindak lanjut atas permasalahan yang
dihadapi:
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(1) Perlu pembaharuan/penyesuaian
CPS Negara Mitra Pembangunan
Bilateral dengan RPJMN 2015-2019;
(2) Meningkatkan koordinasi antar
Kementerian/Lembaga terkait dan
juga koordinasi antara Pemerintah
Indonesia dengan Negara Mitra
Pembangunan Bilateral;
(3) Meningkatkan pengelolaan pinjaman luar agar pelaksanaan
program/proyek PHLN semakin
efektif dan efisien;
(4)Mengoptimalkan
sumber
pendanaan
yang
ada
dan
mengembangkan
skema-skema
pendanaan alternatif;
(5)
Membuat/merevisi peraturan guna
mendukung pengembangan skema
pendanaan.
4.Kerjasama
Triangular
Selatan-Selatan
dan
Sasaran
Pengembangan Kerjasama Selatan-Selatan
dan Triangular (KSST) merupakan langkah
nyata untuk mewujudkan semangat
solidaritas dan penguatan collective action
di antara negara-negara berkembang dan
organisasi internasional yang
terus mengalami transformasi
dan penguatan.
25 Maret 2013. Tim diketuai oleh Menteri
PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Luar
Negeri. Tugas tim adalah menyusun konsep
kebijakan
KSST,
mengkoordinasikan,
melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan
dalam rangka pengembangan KSST. Pada
tahun 2013 telah diselenggarakan tiga
kegiatan flagship, yaitu:
(1) Pelatihan Manajemen Inseminasi
Buatan
(2) Pelatihan Manajemen Penanggulangan Bencana
(3)
Workshop di Bidang Demokrasi
Kegiatan internasional lain yang telah
terselenggara adalah The 3rd Global
Dialogue of Agencies and Ministries
for International Cooperation and
Development.
Pelaksanaan kerjasama triangular melibatkan
beberapa mitra pembangunan, seperti:
Japan International Cooperation Agency
(JICA), Bank Dunia, the United Nations
Development Programme (UNDP), IDB,
the United States Agency for International
Development (USAID), Pemerintah Jerman
(melalui BMZ dan GIZ) dan Pemerintah
Norwegia. Beberapa kerjasama triangular
yang dilakukan, antara lain:
Hasil yang dicapai
Kementerian PPN/Bappenas
berperan dalam pelaksanaan
KSST melalui pembentukan
Tim Koordinasi Pengembangan
KSST berdasarkan Kepmen
PPN/Kepala Bappenas No. Kep.
51/M.PPN/HK/03/2013 tanggal
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 65
(1) Capacity Development Project
for South-South and Triangular
Cooperation
(CADEP-SSTC)
bekerjasama dengan JICA;
(2)
Reverse
Linkage
Program
bekerjasama dengan IDB;
(3) Rencana South-South and Triangular
Cooperation and Networks for
Global Governance bekerjasama
dengan GIZ;
(4) Strengthening
Innovative
Partnerships for Development
Cooperation (SIP-DC) bekerjasama
dengan UNDP;
(5) Technical
Assistant
untuk
meningkatkan kapasitas knowledge
sharing dari Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB)
bekerjasama dengan the World
Bank Institute;
(6) Rencana knowledge sharing dengan
Myanmar didukung oleh UNDP/
Pemerintah Norwegia;
Dalam rangka penyiapan usulan kegiatan
KSST yang selaras dengan mekanisme
penganggaran di Indonesia, maka telah
dilakukan penyelenggaraan workshop
bertujuan untuk koordinasi dan pengenalan
KSST dalam proses perencanaan dan
penganggaran, dan penyusunan konsep
petunjuk pengisian tabel KSST untuk buku
panduan Pertemuan Tiga Pihak.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi
pelaksanaan KSST adalah:
dan
“Pelaksanaan KSST penting
diselaraskan dengan
mekanisme penganggaran”
Langkah tindak lanjut untuk menyelesaikan
permasalahan pelaksanaan KSST, meliputi:
(1)
Finalisasi draft Peraturan Presiden
dan Rencana Induk KSST;
(2) Menetapkan petunjuk pengisian
usulan kegiatan KSST dalam buku
panduan Tiga Pihaksebagai upaya
mengintegrasikan
perencanaan
program dan kegiatan KSST dengan
perencanaan penganggaran dalam
APBN,
(3)
Pelaksanaan kegiatan quick wins;
(4)
Perubahan struktur dan alur kerja
dari kelompok kerja dalam Tim
Kornas KSST.
5. Kerjasama Lainnya
(a) Global Partnership for Effective
Development Cooperation (GPEDC).
Sasaran
dalam
(1) Belum adanya kerangka regulasi
sebagai payung hukum pelaksanaan
program/kegiatan KSST;
III - 66
(2)Belum tercapainya koordinasi
yang efektif dalam pelaksanaan,
antara lain mekanisme koordinasi
antara K/L (termasuk perencanaan
dan penganggaran), pelaksanaan
monev, pelaksanaan SOP, dan
proses pengambilan keputusan di
tiap kelompok kerja Tim Kornas
KSST.
Sasaran GPEDC adalah mendukung
kerangka
kerjasama
pembangunan
internasional yang berorientasi pada
perubahan paradigma aid development
menjadi development effectiveness dan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
lebih mengutamakan kerjasama dengan
mitra pembangunan yang lebih luas
(pemerintah, swasta, parlemen, NGO,
philantropi).
Hasil yang Dicapai
Global
Partnership
for
Effective
Development Cooperation dibentuk pada
bulan Juni 2012 sesuai dengan mandat
High Level Forum IV on Aid Effectiveness
di Busan Korea 29 November-1 Desember
2011. Indonesia yang diwakili oleh Menteri
PPN/Kepala Kementerian PPN/Bappenas
merupakan salah satu co-chair Steering
Committee GPEDC bersama dengan Inggris
dan Nigeria.
“GPEDC mendukung
perubahan paradigma
aid development menjadi
development effectiveness”
Pada tahun 2013 telah disiapkan beberapa
inisiatif yang diharapkan dapat menjadi
(the HOW) untuk mencapai tujuan agenda
pembangunan paska 2015 (the WHAT)
yang mencakup beberapa area penting
yaitu: :
(1)
Perbaikan
mobilisasi
dana
pembangunan (Domestic Resources
Mobilization/DRM,
termasuk
penguatan kebijakan pajak yang
lebih efisien, dan mengurangi ilicit
transfer of money);
(2) Keterlibatan pihak swasta dalam
pembangunan
(business
in
development);
(3)Pengembangan Knowledge Sharing
KSST;
(4)
Peran MICs dalam pembangunan.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah terkait
pembentukan GPEDC yang relatif baru,
sehingga diperlukan kesamaan persepsi
dan pemahaman mengenai konsep, visi
dan upaya yang konkret. Karenanya,
langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah
mendorong pembentukan mekanisme
Knowledge Sharing yang lebih terstruktur
dan
institutionalized
untuk
dapat
diimplementasikan pada tingkat nasional
di masing-masing negara melalui contoh
pengembangan Country Led Knowledge
Hub (CLKH).
(b) Inter-governmental Committee of
Experts on Sustainable Development
Financing (ICE-SDF).
Sasaran
ICE-SDF memiliki sasaran berpartisipasi
aktif dan berkontribusi dalam penyiapan
laporan mengenai strategi dan inovasi
pendanaan pembangunan berkelanjutan
dan efektif, yang akan disampaikan kepada
Sidang Majelis Umum PBB pada bulan
September 2014.
“ICE-SDF mendorong inovasi
pendanaan pembangunan
berkelanjutan “
Hasil yang dicapai
Wakil
Menteri
PPN/Wakil
Kepala
Bappenas terpilih sebagai salah satu
ahli di 30 negara untuk membawa
kepentingan pembangunan nasional,
dan merepresentasikan negara-negara
berkembang di kawasan Asia Pasifik
dalam rangka mewujudkan pembangunan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 67
berkelanjutan. Capaian
dilaksanakan, antara lain:
(1)
(2)
yang
telah
Mendorong pentingnya komitmen
pada KTT Rio+20, efektivitas
pemanfaatan berbagai instruments/
frameworks
pendanaan,
pembahasan
yang
efisien,
transparan dan inklusif, serta
menghindari politisasi dan fokus
pada substansi. Secara khusus,
Indonesia menekankan pentingnya
perumusan strategi pendanaan
terutama untuk infrastruktur yang
merupakan pendorong utama
pembangunan negara berkembang.
Mendorong pentingnya keberadaan
analisis kebutuhan pendanaan,
koordinasi dengan OWG on
SDGs terkait sasaran SDGs, serta
menyusun langkah terobosan dan
transformatif untuk memenuhi
tantangan pembiayaan, pentingnya
pemenuhan komitmen ODA oleh
negara-negara maju, dan perlunya
mengarahkan pendanaan publik
untuk leverage investasi swasta,
menciptakan lingkungan kondusif
termasuk regulasi yang diperlukan,
dan membangun kapasitas melalui
investasi bagi SDM. Pemerintah
Indonesia menekankan pentingnya
memanfaatkan pendanaan yang
tersedia bagi knowledge sharing,
perlunya mengedepankan prinsip
transparansi untuk mengatasi
isu illicit flows, serta mendukung
sepenuhnya pelaksanaan outreach
yang intensif oleh IG-SDF di New
York, serta di forum regional dan
nasional.
(3) Mendorong adanya pembahasan
konstruktif,
seperti
perlunya
langkah baru dan transformatif
III - 68
dalam penyediaan sumber dana,
penyaluran dan pemanfaatannya;
komitmen baru untuk memperoleh
tambahan
sumber-sumber
pembiayaan konvensional dan
pengembangan non-konvensional;
dan pentingnya untuk merumuskan
opsi-opsi realisasi debt relief yang
dapat meringankan negara-negara
berkembang
untuk
mengatur
kapasitas pembiayaan.
(4)
Menghasilkan laporan akhir sesuai
mandat, sebagai salah satu masukan
dari berbagai proses tindak
lanjut KTT Rio+20, dan masukan/
pertimbangan subtantif dalam
pembahasan lebih lanjut mengenai
agenda pembangunan pasca 2015,
bersama laporan OWG on SDGs dan
synthesis report Sekjen PBB.
Permasalahan yang Dihadapi
Langkah Tindak Lanjut:
dan
Permasalahan yang dihadapi berupa peran
aktif Pemerintah Indonesia, dimana Wakil
Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas
sebagai salah satu ahli, dalam koordinasi
dan mendorong pembahasan substansi
dan memberikan kontribusi konstruktif.
Beberapa tindak lanjut yang diperlukan,
berupa:
(1)Pembahasan
substantif
ICESDF dan koordinasi dengan para
experts anggota ICE-SDF khususnya
dari negara berkembang kiranya
dapat dipertahankan, mengingat
pentingnya isu pendanaan untuk
pembangunan berkelanjutan;
(2)Mendorong
pembahasan
substansi ICE-SDF dan memberikan
kontribusi
konstruktif
dalam
upaya menjembatani perbedaan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
pandangan antara negara maju
dengan
negara
berkembang
terkait pendanaan pembangunan
berkelanjutan.
meliputi penyiapan MoU interim
mengenai penanganan persiapan
kerjasama dengan GGGI dan
menunggu proses resmi ratifikasi
perjanjian GGGI di Indonesia;
(c) Global Green Growth Institute
(GGGI)
(b)Melakukan
penyiapan
yang
diperlukan dalam proses ratifikasi
perjanjian melalui rangkaian proses
penyiapan naskah akademis, ijin
prakarsa, penyiapan rancangan
Perpres dan melakukan proses
harmonisasi perjanjian GGGI.
Sasaran
Sasaran dari GGGI adalah berkontribusi
terhadap kebutuhan negara berkembang
dalam
meningkatkan
pembangunan
ekonomi
yang
selaras
dengan
keberlangsungan
lingkungan
hidup,
yang dilakukan melalui pengembangan
konsep green growth yang diyakini dapat
memperkuat pertumbuhan ekonomi,
menanggulangi kemiskinan, menciptakan
kesempatan kerja dan menjaga kelestarian
lingkungan.
Hasil yang dicapai
Bappenas yang diwakili oleh Bapak Wakil
Menteri PPN sebagai salah satu anggota
Council lembaga GGGI telah memberikan
kontribusi dalam bentuk pemikiran baik
dalam pengelolaan operasi lembaga
GGGI (kelembagaan, SDM, pembiayaan)
serta memberikan arah strategis program
kerjasama GGGI dengan berbagai negara
untuk beberapa tahun ke depan.
Hasil capaian dari GGGI, antara lain:
“GGGI berkontribusi dalam
meningkatkan pembangunan
ekonomi yang selaras
dengan keberlangsungan
lingkungan hidup”
(3)
Pada tahun 2013, telah dilakukan
penyiapan program kerjasama
Indonesia dan GGGI melalui
beberapa pendekatan yaitu:
(a) Mengarusutamakan pertumbuhan
ekonomi hijau dalam proses
perencanaan
ekonomi
dan
pembangunan Indonesia, serta
meningkatkan penggunaan teknologi
hijau dan meningkatkan investasi
modal dalam industri hijau;
(1) Pada tahun 2013, telah
dilakukan tahap persiapan
kerjasama dengan lembaga
internasional GGGI. Beberapa
langkah persiapan yang telah
dilakukan meliputi:
(a)Penyiapan
kelembagaan
GGGI agar dapat beroperasi
secara resmi di Indonesia,
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 69
(b)
Menjalin dukungan REDD+ dalam
pelaksanaan pertumbuhan ekonomi
hijau di Indonesia;
Keanggotaan
Indonesia
dan
Kontribusi Pemerintah Indonesia
pada organisasi internasional.
(c)
Mendukung pemda terutama tingkat
provinsi dalam memprioritaskan
dan menerapkan pertumbuhan
ekonomi hijau di daerah, dengan
pilot project di Kalimantan Timur
dan Kalimantan Tengah.
(d) Milllennium Corporate Challenge for
Indonesia (MCC for Indonesia).
(4) Untuk mengoptimalkan manfaat
dari kerjasama GGGI sebagai
lembaga internasional, Pemerintah
Indonesia telah menyelesaikan
Perpres
ratifikasi
Pengesahan
terhadap Establishment Agreement
of GGGI yang ditandatangani
tanggal 21 Agustus 2014.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut:
Permasalahan yang teridentifikasi berupa
implementasi kerjasama sesuai peraturan
dan perundangan yang berlaku. Tindak
lanjut yang diperlukan, antara lain:
(1)Penyiapan
Country
Agreement
antara Indonesia dan GGGI untuk
mengimplementasikan
kerjasama
sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku di Indonesia.
(2)
Mendukung kesiapan Bapak Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai Chair
of The Council dan President of The
Assembly GGGI untuk periode masa
jabatan 2014 – 2016.
(3) Sesuai dengan arahan Presiden
RI mengenai perubahan status
keanggotaan Indonesia dalam GGGI
dari participating member untuk
menjadi contributing member,
perlu
dilaksanakan
kembali
rapat Kelompok Kerja Pengkaji
III - 70
Sasaran
Compact
adalah
suatu
perjanjian
kerjasama tahun jamak antara lembaga
the Millennium Challenge Corporation
(MCC) dari Pemerintah Amerika Serikat
dengan suatu negara yang dinyatakan
memenuhi syarat, bertujuan untuk
mendanai suatu program pembangunan
spesifik dengan target menurunkan
kemiskinan dan memberikan stimulasi
kepada pertumbuhan ekonomi. Sasaran
dari perjanjian hibah Compact MCC
adalah mengurangi kemiskinan melalui
pertumbuhan ekonomi.
Hasil yang Dicapai
Sejak tahun 2010, Kementerian PPn/
Bappenas terlibat aktif dalam proses
penyusunan proposal MCC Compact
Program Bidang Kesehatan, berkoordinasi
dengan
Kementerian
Kesehatan,
Kementerian PU, Kementerian Dalam
Negeri, dan Bank Dunia. Proyek yang
diajukan berjudul “Community Based
Health and Nutrition to Reduce Stunting
Project” dengan alokasi anggaran sekitar
USD 114 juta untuk 5 tahun. Hasil dari
koordinasi penyiapan proposal MCC
Compact Program Bidang Kesehatan antara
lain mencakup: (a) Project logframe; (b)
Kegiatan dan komponen proyek; (c) Lokasi
proyek; (d) Implementation arrangement;
dan (d) Monitoring dan evaluasi; dan
(e) Exercise pendanaan kegiatan, yang
selanjutnya dituangkan ke dalam project
appraisal document.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
“Kerjasama MCC untuk
mengurangi kemiskinan
mencakup isu lingkungan,
kesehatan, dan gizi”
(4) Tidak adanya rencana tahunan
penggantian pajak.
Pada tahun 2011, Kementerian PPN/
Bappenas mengkoordinasikan penyiapan
program kerjasama dengan MCC.
Dokumen perjanjian kerjasama MCC
senilai USD600 juta telah ditandatangani
tanggal 19 November 2011 oleh
Pemerintah Indonesia dan AS. Kerjasama
ini diarahkan untuk pengentasan
kemiskinan
melalui
pertumbuhan
ekonomi dalam 3 bidang utama yaitu:
(a) Pengembangan energi terbarukan;
(b) Modernisasi sistem pengadaan
barang/jasa; dan (c) Prevalensi stunting
melalui
program
kesehatan
dan
nutrisi berbasis masyarakat. Sebagai
tindak lanjut perjanjian tersebut,
akan segera dilakukan pembentukan
kelembagaan pelaksana, penerbitan
peraturan-peraturan pelaksanaan yang
terkait dengan penganggaran dan
perbendaharaan.
Langkah tindak lanjut yang dilakukan adalah
MWA MCA-Indonesia telah meminta
Direktur Eksekutif MCA-Indonesia beserta
jajarannya untuk:
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan kerjasama MCC lebih
terkait pada implementasi program,
antara lain:
(1)
Tidak ada rencana kerja tahunan
yang dapat dijadikan acuan;
(5) Kurang optimalnya komunikasi
antara MCA-Indonesia dengan
pemerintah pusat dan daerah.
(1)
Melakukan percepatan pelaksanaan
kegiatan
untuk
peningkatan
penyerapan yang hingga saat ini
baru mencapai 5,49 persen dari
total hibah USD 600 juta, mengingat
waktu pelaksanaan tinggal 4
(empat) tahun lagi;
(2) Segera melaksanakan 3 jendela/
windows GP Facility yang sudah
disepakati oleh MWA (Partnership
Grant, CBNRM Grant, Renewable
Energy Grant). Pada tanggal 3 Juli
2014 telah dilakukan peluncuran
komponen Partnership Grant.
Sementara untuk CBNRM dan
RE Grant direncanakan akan
diluncurkan pada bulan Oktober
2014.
(3) Disetujui oleh MWA dan MCC
bahwa penyaluran hibah Green
Prosperity hanya melalui jendela
hibah (Grant Windows), tidak ada
jendela komersial.
(2) Penyerapan hibah masih rendah
hingga akhir tahun 2014;
(4) Segera menyelesaikan Petunjuk
Teknis Fasilitas Perpajakan yang
dibiayai dari dana hibah MCC.
(3)
(5)
Tidak adanya rencana penyerapan
hibah yang berkesinambungan antar
program baik tahunan maupun 5
tahunan hingga akhir program.
Melakukan pengelolaan organisasi
dan staffing lebih efektif agar
kegiatan
Compact
berjalan
optimal.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 71
3.6. Penugasan Lainnya
(2)
1.Percepatan Pencapaian Target
MDGs dalam Rangka Pelaksanaan
Inpres No.3/2010 tentang Program
Pembangunan yang Berkeadilan
Sasaran
Percepatan pencapaian target MDGs dalam
rangka pelaksanaan Inpres No.3/2010
tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan dilaksanakan untuk memenuhi
komitmen pemerintah untuk memelihara
lingkungan sosial-ekonomi dan budaya agar
semua warga negara, organisasi masyarakat
sipil dan sektor swasta dapat berpartisipasi
secara produktif dalam pembangunan yang
mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Hasil yang Dicapai
Percepatan pencapaian target MDGs
merupakan
salah
satu
kebijakan
pembangunan nasional yang dikoordinasikan
pelaksanaannya oleh Kementerian PPN/
Bappenas. Koordinasi terutama difokuskan
pada penyusunan berbagai peraturan
dan kebijakan dalam rangka mendorong
percepatan pencapaian target MDGs. Hasil
yang dicapai, antara lain:
(1)
Telah disusun Peta Jalan Percepatan
Pencapaian MDGs sebagai acuan
seluruh pemangku kepentingan
melaksanakan
percepatan
pencapaian MDGs di seluruh
Indonesia.
“Millenium Development Goals
sejalan dengan tujuan
pembangunan nasional”
III - 72
Pemerintah provinsi dan sebagian
pemerintah kabupaten/kota telah
menyusun Rencana Aksi Daerah
Percepatan Pencapaian MDGs,
yang digunakan sebagai dasar
bagi perencanaan, peningkatan
koordinasi
untuk
mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
(3)
Pemberian
insentif
kepada
pemerintah daerah yang berkinerja
baik dalam pencapaian MDGs pada
saat pelaksanaan Musrenbangnas
2013 dan 2014.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Upaya percepatan pencapaian MDGs perlu
memperhatikan tantangan berikut:
(1)Mengatasi
lebarnya
disparitas
pencapaian sasaran MDGs antar
provinsi dan kabupaten/kota;
(2)Meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi penggunaan sumber daya
untuk mencapai sasaran MDGs;
(3) Meningkatkan koordinasi antar
SKPD
dalam
merumuskan
perencanaan dan mengalokasikan
anggaran
untuk
mendukung
pencapaian sasaraSn MDGs;
(4)Memperkuat
monitoring
dan
evaluasi pencapaian kinerja MDGs;
dan
(5) Memperkuat komitmen eksekutif
dan legislatif dalam pencapaian
sasaran MDGs.
Dalam upaya mengatasi permasalahan dan
tantangan di atas, kebijakan percepatan
pencapaian sasaran MDGs selanjutnya
diarahkan pada:
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(1) Mempertahankan sasaran
yang telah dicapai;
(2) Meningkatkan
upaya
menjamin tercapainya
MDGs; dan
MDGs
untuk
sasaran
(3) Melakukan upaya keras untuk
mencapai sasaran MDGs yang perlu
perhatian khusus.
Langkah-langkah yang direncanakan untuk
mencapai sasaran MDGs pada tahun 2015
antara lain:
(1) Alokasi dana pemerintah pusat,
provinsi dan kabupaten akan terus
ditingkatkan untuk mendukung
intensifikasi
dan
perluasan
program-program
pencapaian
MDGs. Dukungan untuk perluasan
pelayanan sosial di daerah
tertinggal dan daerah terpencil
akan ditingkatkan;
(2)
(3)
Kemitraan Pemerintah dan Swasta
(KPS atau Public Private Partnership/
PPP) di sektor sosial, khususnya
pendidikan dan kesehatan akan
dikembangkan untuk meningkatkan
sumber
pembiayaan
dalam
mendukung upaya pencapaian
MDGs;
Mekanisme untuk perluasan inisiatif
CSR (Corporate Social Responsibility)
akan diperkuat dalam rangka
mendukung pencapaian MDGs;
(4)Meningkatkan
kerjasama
pembangunan terkait konversi
utang (debt swap) untuk pencapaian
MDGs
dengan
negara-negara
kreditor.
2.Penyusunan Pencapaian Kinerja
Pembangunan KIB I (2004-2009) dan
KIB II (2010-2014)
Sasaran
Laporan Pencapaian Kinerja Pembangunan
KIB I (2004-2009) dan KIB II (2010-2014)
merupakan catatan dan gambaran utuh
dalam masa dua periode pemerintahan
mengenai
kebijakan
dan
capaian
pembangunan, yang meliputi: (1) kebijakan
bidang politik, hukum, pertahanan, dan
keamanan; (2) kebijakan bidang ekonomi; (3)
kebijakan bidang kesejahteraan rakyat; dan
(4) kebijakan bidang pembangunan daerah.
“Isu strategis dan tantangan
pembangunan ke depan
tergambar dari pencapaian
kinerja pembangunan
selama kurun
2004-2014.”
Hasil yang Dicapai
Sebagaimana arahan Presiden, pada
akhir November 2013, Kementerian PPN/
Bappenas mengkoordinasikan penyusunan
Buku Pencapaian Kinerja Pembangunan
KIB I (2004-2009)
dan KIB II (20092014) yang diberi
judul “Menata
Perubahan:
Mewujudkan
Indonesia yang
Sejahtera,
Menata Peruba
Demokratis,
han
Mewujudkan Ind
onesia yang Sej
ahtera,
Demokratis dan
dan
BerBerkeadilan
Pencapaian Kin
erja Pembangun
k e a d i l a n ”.
an
Buku ini telah
KIB I (2004-20
09) dan KIB II
REPUBL
IK
(2009-2014)
INDONES
IA
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 73
diterbitkan pada akhir Desember 2013,
dengan sistematika:
(1)
Bagian I: Pendahuluan, memberikan
gambaran secara menyeluruh
sistematika penyusunan.
(2) Bagian II: Menyiapkan Landasan
Pembangunan
yang
Kokoh.
Dalam bagian ini diuraikan
tentang pemantapan demokrasi,
penegakkan
hukum
yang
berkeadilan, reformasi birokrasi
dan tata kelola, pertahanan dan
keamanan, serta peningkatan
kepemimpinan Indonesia dalam
percaturan internasional.
(3)
Bagian III: Pertumbuhan Ekonomi
yang Inklusif dan Berkelanjutan,
yang terkait dengan bagaimana
menciptakan lingkungan ekonomi
yang kondusif, memperkuat daya
siang ekonomi, mempercepat
pembangunan infrastruktur, dan
MP3EI.
(4)
Bagian
IV:
Meningkatkan
Kualitas SDM dan Kesejahteraan
Rakyat yang Berkeadilan, yang
menguraikan
upaya-upaya
mempercepat
pengurangan
kemiskinan, menciptakan lapangan
kerja, menyiapkan SDM berkualitas,
meningkatkan perlindungan dan
kesetaraan,
dan
memperkuat
karakter dan jati diri bangsa.
(5)
Bagian V: Memelihara Pembangunan
yang Berkelanjutan, memfokuskan
pada pemeliharaan aset SDA serta
pengendalian kualitas lingkungan
dan resiliensi.
(6) Bagian VI: Mengembangkan dan
Memeratakan
Pembangunan
Daerah, yang terfokus pada
III - 74
isu
mengurangi
kesenjangan,
meningkatkan konektivitas dan
daya saing daerah, mengoptimalkan
desentralisasi
dan
otonomi
daerah, serta mengembangkan
pembangunan kelautan berdimensi
kepulauan.
(7) Bagian VII: Kesimpulan, tentang
isu strategis dan tantangan ke
depan, serta hal-hal yang akan
dihadapi dan perlu dilanjutkan oleh
pemerintahan berikutnya.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
penyusunan Buku Pencapaian Kinerja
Pembangunan KIB I (2004-2009) dan KIB II
(2009-2014) meliputi:
(1) Teknis penyusunan, yaitu waktu
penugasan
penyusunan
buku
yang relatif pendek, sehingga
pelaksanaan koordinasi terkait
persiapan,
pengumpulan
dan
pengolahan data, penulisan, layout,
dan pencetakkan kurang maksimal.
(2) Substansi, yaitu informasi data
capaian yang masih terbatas hingga
pertengahan tahun 2013.
Langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan,
antara lain:
(1)
Melakukan pemutakhiran informasi
data capaian hingga pertengahan
tahun 2014,
(2)
Peningkatan ketersediaan data yang
lengkap dan akurat, serta
(3) Manajemen waktu yang baik,
mengingat keterbatasan waktu
dalam
menyelesaikan
tugas
tersebut.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
3.Penyusunan Data
Tahun 2004-2014
Pembangunan
Sasaran
Data Pembangunan Tahun 2004-2019
disusun sebagai sajian rekaman fakta
kegiatan pembangunan, yang memberikan
gambaran perjalanan pembangunan sektoral
di Indonesia sepanjang tahun 2004-2019.
Hasil yang Dicapai
Kementerian PPN/Bappenas menyusun
Data
Pembangunan
Tahun
20042014 dalam bentuk buku saku. Secara
keseluruhan Buku Data Pembangunan
2004-2014 terdiri dari atas tujuh buku,
yang terdiri dari satu buku utama yang
memuat data tingkat nasional dan enam
buku lainnya yang memuat data tingkat
wilayah. Enam buku dimaksud, memuat
data wilayah: (1) Sumatera; (2) Jawa-Bali;
(3) Kalimantan; (4) Sulawesi; (5) Nusa
Tenggara; (6) Maluku-Papua.
“Data pembangunan
merekam capaian
pembangunan nasional
dan wilayah “
Data-data yang termuat dalam buku
diperoleh dari berbagai sumber yang
dihimpun dari kementerian terkait, yaitu:
(1)
Data terkait ekonomi dan keuangan
berasal dari Kementerian Keuangan;
(2) Data terkait industri berasal dari
Kementerian Perindustrian;
(3) Data koperasi dan UMKM berasal dari
Kementerian Koperasi dan UMKM;
(4) Data pertanian bersumber dari
Kementerian Pertanian;
(5) Data kelautan dari Kementerian
Kelautan dan Perikanan;
(6)Data
terkait
energi
dari
Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral;
(7) Data pendidikan dari Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan;
(8) Data kesehatan dari Kementerian
Kesehatan;
(9) Data terkait infrastruktur dari
Kementerian Pekerjaan Umum;
(10) Data kemiskinan dari BPS dan
beberapa kementerian terkait.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
penyusunan Data Pembangunan Tahun
2004-2014 adalah waktu penugasan
penyusunan buku yang relatif pendek,
sehingga pelaksanaan koordinasi terkait
persiapan, pengumpulan dan pengolahan
data, penulisan, layout, dan
pencetakkan dilakukan
kurang
maksimal.
Tindak lanjut yang
perlu
dilakukan
adalah
peningkatan
ketersediaan data yang
lengkap dan akurat,
serta manajemen waktu
yang baik, mengingat
terbatasnya
waktu
penyelesaian.
4. Penyusunan Proyeksi Penduduk
Indonesia 2010 – 2035
Sasaran
Penyusunan proyeksi penduduk bertujuan
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 75
untuk menghasilkan data dan informasi
kependudukan yang akurat dan dapat
dipercaya, guna menentukan sasaran
perencanaan pembangunan baik di tingkat
nasional dan daerah, serta sektoral.
“Proyeksi penduduk, alat
untuk memperoleh gambaran
besar permasalahan
pembangunan “
Hasil yang Dicapai
Penyusunan Proyeksi Penduduk Indonesia
2010-2035
dikoordinasikan
oleh
Kementerian PPN/Bappenas, dengan
melibatkan BPS, Kementerian Kesehatan
dan BKKBN. Selain itu, penyusunan
proyeksi penduduk juga melibatkan para
pakar kependudukan, kesehatan dan
demografi melalui pertemuan diskusi
intensif dan berkesinambungan terutama
dalam penentuan asumsi fertilitas dan
mortalitas serta model proyeksi. Buku
Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035
telah diluncurkan oleh Presiden Republik
Indonesia pada tanggal 29 Januari 2014 di
Istana Negara. Selain itu, telah dilakukan
seminar nasional hasil proyeksi penduduk
Indonesia dan pemanfaatannya untuk
pembangunan,
bagi
para pemangku
kebijakan dan
pemangku
kepentingan.
Penyusunan
p r o y e k s i
penduduk telah
menghasilkan
Buku
Proyeksi
Penduduk Indonesia 2010-2035.
III - 76
Buku ini berisi informasi tentang jumlah
penduduk; struk-tur penduduk (kelompok
umur dan jenis kelamin) baik saat ini
dan yang akan datang; serta parameter
kependudukan lainnya seperti angka
kelahiran total (Total Fertility Rate/TFR)
dan angka harapan hidup penduduk, untuk
tingkat nasional dan 33 provinsi.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan sosialisasi dan pemanfaatan
data hasil proyeksi penduduk masih
belum cukup luas di kalangan masyarakat
secara umum, mengingat manfaat besar
dari proyeksi penduduk sebagai alat
untuk memperoleh gambaran besar
permasalahan
pembangunan
yang
dihadapi di masa yang akan datang.
Hasil proyeksi penduduk Indonesia perlu
diketahui oleh semua pihak. Namun
demikian, data dan informasi yang
dihasilkan dari proyeksi penduduk perlu
dilengkapi dengan analisis data dan
pemanfaatannya agar semua pihak dapat
memahami makna dari data tersebut.
Untuk itu, sosialisasi dan diseminasi hasil
proyeksi penduduk dan pemanfaatannya
perlu dilaksanakan secara luas sebagai
tindak lanjut dari penyusunan proyeksi
penduduk ini.
5.Penyusunan dan Pemanfaatan
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI)
Sasaran
Penyusunan
IDI
bertujuan
untuk
menghasilkan instrumen yang
dapat
menunjukkan tingkat perkembangan
demokrasi di setiap provinsi di Indonesia
dan pada gilirannya dapat dimanfaatkan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
untuk membantu perencanaan pembangunan politik tingkat provinsi.
Hasil yang Dicapai
Penyusunan IDI telah dilaksanakan oleh
Kementerian PPN/Bappenas sejak tahun
2007 dan telah menghasilkan enam indeks,
yakni IDI 2007 sebagai pilot project, IDI
2009 (sebagai benchmark), IDI 2010, IDI
2011, IDI 2012, dan IDI 2013. Sementara
itu, IDI 2014 sedang disusun secara paralel.
“Pemanfaatan IDI perlu
ditingkatkan untuk
perencanaan pembangunan
yang lebih demokratis”
Hasil IDI menunjukkan dinamika demokrasi
Indonesia sejak tahun 2009 hingga 2013
dan juga tuntutan kerja keras dari semua
pihak untuk dapat mencapai target RPJMN
2010-2014 (Gambar 3.4). Pada tahun
2014 angka indeks ditargetkan mencapai
73. Indeks Demokrasi Indonesia juga
menggambarkan dinamika politik lokal
yang terjadi di setiap provinsi .
Beberapa
provinsi
yang
telah
mensinergikan IDI ke dalam dokumen
RPJMD antara lain Provinsi Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Timur, dan Lampung (masih
dalam proses pembahasan di DPRD).
Sementara provinsi yang lain sedang
melakukan penguatan kelompok kerja
(Pokja) untuk dapat melaksanakan
perannya. Pokja di setiap provinsi
merupakan
kelembagaan
yang
mendukung
proses
pengumpulan
data, sosialisasi kepada masyarakat
dan mendorong pemanfaatan IDI
agar dapat digunakan dalam proses
perencanaan pembangunan bidang
politik/pembangunan demokrasi. IDI
2014 dan selanjutnya akan diterbitkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tanggal 4 Juli setiap tahunnya.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan utama terkait IDI adalah:
(1) Pemanfaatan IDI sebagai input
untuk
menyusun
rencana
pembangunan di daerah masih
sangat terbatas diterapkan oleh
provinsi di Indonesia.
(2) Beberapa pokja provinsi telah
menunjukkan aktivitas yang intensif
sementara
beberapa
provinsi
lainnya sedang menata diri dan
masih memerlukan komitmen
pemerintah
daerah
untuk
mengintensifkan peran pokjanya.
Tindak lanjut yang perlu dilakukan, antara
lain:
(1) Terkait pemanfaatan IDI adalah
meningkatkan sosialisasi kepada para
pemangku kepentingan pelaksanaan
pembangunan secara lebih luas.
(2) Terkait peningkatan efektifitas
pokja IDI di seluruh provinsi, perlu
dilakukan: (a) Kerja sama antara
pemerintah daerah dengan Kemenko
Polhukam dan Kementerian Dalam
Negeri; (b) Sosialisasi dan dukungan
sumber daya kepada pokja perlu
terus dilakukan disamping juga
mendorong komitmen pemerintah
daerah.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 77
3.7. Manajemen Internal
penyusunan RPJMN serta RKP.
Perubahan
terhadap
RPJMN
mencakup diterapkannya metode
forward looking dan perencanaan
berbasis kinerja, dilaksanakannya
reviu baseline RPJMN, dan
terciptanya kesinambungan RPJMN
2010-2014 dengan Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019
melalui RKP 2015. Selain itu,
perencanaan
program
dalam
RPJMN juga telah mengacu pada
perencanaan
berbasis
kinerja
dan berjangka menengah dengan
fokus pada perencanaan yang
tepat, akuntabel, dan transparan.
Perubahan terkait RKP meliputi
perubahan substansi dan proses.
Perubahan substansi RKP mencakup
perkuatan alokasi pada prioritas,
implementasi mekanisme inisiatif
baru, dan pemanfaatan evaluasi
kinerja dalam penetapan alokasi
tahun. Perubahan proses meliputi
konsultasi publik yang lebih luas dan
perkuatan mekanisme pengambilan
keputusan.
1. Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola
Sasaran
Pelaksanaan program reformasi birokrasi
Kementerian PPN/Bappenas bertujuan
untuk mencapai 3 (tiga) sasaran strategis,
yaitu: (a) Meningkatkan Kualitas Layanan
Publik; (b) Meningkatkan Kapasitas dan
Akuntabilitas Kinerja Birokrasi/Kualitas
Kebijakan; dan (c) Menciptakan Birokrasi
yang Bersih dan bebas KKN (Good
Governance).
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan program Reformasi Birokrasi
(RB) Kementerian PPN/Bappenas dimulai
sejak tahun 2008 dengan hasil yang dicapai
dalam pelaksanaan RB sebagai berikut:
(1)Peningkatan
Kualitas
Layanan
Publik, ditunjukkan antara lain
dengan:
(a)
Tercapainya target RB atas kualitas
layanan publik.
Kementerian PPN/Bappenas dinilai
memuaskan berdasarkan hasil
survei eksternal RB dengan nilai
87,02 dari skala 100. Selain itu, nilai
integritas layanan publik mencapai
nilai 9,37 dari skala 10.
(b) Meningkatnya kualitas kebijakan
dan fungsi pelayanan publik
Kementerian PPN/Bappenas terkait
perubahan pada perencanaan
pembangunan nasional jangka
menengah dan tahunan.
III - 78
Pelaksanaan RB di Kementerian
PPN/Bappenas telah membawa
perubahan positif pada proses
(c) Meningkatnya peran Think Tank
dalam menjaga kesinambungan
antar RPJMN.
Peran Think Tank pada Kementerian
PPN/Bappenas semakin kuat dengan
adanya inovasi strategis bagi
kepentingan nasional, yaitu berupa
Rencana Aksi Nasional (contoh:
RAN penurunan emisi gas rumah
kaca yang disahkan dalam Perpres
No.61/2011), Strategi Nasional
(contoh: Stranas Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi jangka
panjang dan menengah dalam
Perpres No. 55/2012), dan proyeksi
penduduk Indonesia 2010-2035.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(d)
Meningkatnya kematangan proses
MUSRENBANGNAS.
Pelayanan publik oleh Kementerian
PPN/Bappenas terkait perencanaan
pembangunan
juga
dilakukan
melalui
penyempurnaan
mekanisme,
pengelolaan
dan
pelaksanaan
MUSRENBANGNAS
yang menandakan semakin fokus
Kementerian
PPN/Bappenas
mengupayakan forum musyawarah
perencanaan
pembangunan
tersebut. Hal ini dilakukan dengan
meningkatkan kualitas data dan IT
dalam proses perencanaan, serta
inovasi proses data online yang
telah diimplementasikannya.
laksana lembaga demi mencapai
peningkatan kapasitas lembaga.
Hal ini meliputi penerapan
e-government yang mendukung
efektifitas dan efisiensi proses
bisnis, pengembangan standar
pelayanan untuk memberikan
kepastian pelayanan yang lebih baik
(termasuk pelayanan pemberian
beasiswa dan pembinaan perencana
di unit layanan Pusbindiklatren),
dan penyampaian informasi secara
transparan.
“Reformasi Birokrasi
merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas,
kapasitas, dan akuntabilitas
lembaga”
(2)Peningkatan
Kapasitas
dan
Akuntabilitas Kinerja Birokrasi/
Kualitas Kebijakan
(a)Kementerian
PPN/Bappenas
berhasil mencapai target nasional
RB, dengan adanya peningkatan nilai
LAKIP Kementerian PPN/Bappenas
hingga
nilai B+ di tahun 2012
dan A pada tahun 2013. Telah
terjadi peningkatan nilai sebanyak
2 level sejak tahun 2009 dan telah
sesuai dengan target RB nasional.
Di tahun 2014, upaya peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja
telah didukung oleh peningkatan
kualitas pengawasan internal.
(b) Kementerian PPN/Bappenas telah
melakukan perbaikan terhadap tata
(c)Perbaikan
dalam
pengolaan
SDM juga telah menjadi fokus
Kementerian
PPN/Bappenas.
Capaian dalam hal ini meliputi
pemilihan pejabat eselon-II secara
terbuka di lingkungan Kementerian
PPN/Bappenas,
penetapan
standar kompetensi jabatan, dan
pembangunan sistem pemetaan
kompetensi.
(3)
Birokrasi yang Bersih dan bebas KKN
(Good Governance)
(a)
Kementerian PPN/Bappenas telah
mencapai target atas indikator
indeks persepsi korupsi dan opini
BPK. Indikator persepsi korupsi
Kementerian
PPN/Bappenas
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 79
mencapai 9,37 dari skala 10. Selain
itu, opini BPK yang diterima selama
periode Kabinet Indonesia Bersatu
II (2009-2013) adalah WTP selama 5
tahun berturut-turut.
(b) Birokrasi bersih dan bebas KKN
juga
merupakan
kontribusi
dari menguatnya pengawasan
internal. Salah satunya dengan
penyempurnaan sistem pengaduan
melalui penerbitan Permen PPN/
Kepala
Bappenas
No.5/2013
tentang Whistle Blower System.
(c)Pencanangan
Zona
Integritas
menuju wilayah bebas dari korupsi
(ZI-WBK) di Kementerian PPN/
Bappenas
merupakan
wujud
komitmen pimpinan dan jajarannya
yang kuat untuk mewujudkan
birokrasi bersih dan bebas dari
korupsi. Acara pencanangan ZI-WBK
dan penandatangan dokumen Pakta
Integritas dilaksanakan tanggal 10
September 2012 yang dihadiri oleh
Menteri PAN dan RB, Ketua KPK,
Ketua Ombudsman, dan Kepala
BPKP.
(d) Penyusunan prosedur standar
operasi (SOP) mengenai Pelaporan
Gratifikasi Pegawai Kementerian
PPN/Bappenas No.07/SOP/IU/2012
dalam
rangka
meningkatkan
pemahaman, kesadaran pelaporan
atas penerimaan gratifikasi, dan
mendukung terciptanya lingkungan
pengendalian yang transparan dan
akuntabel. Untuk implementasinya,
telah
ditetapkan
Keputusan
Menteri PPN/Kepala Bappenas
No.KEP.66/M.PPN/HK/06/2014
tentang Tim Penanganan Pelaporan
Gratifikasi (TPPG).
III - 80
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan utama dalam pelaksanaan
dan pencapaian sasaran dalam reformasi
birokrasi adalah adanya dinamika
perubahan peraturan dan petunjuk
pelaksanaan
yang
membutuhkan
koordinasi internal dan eksternal lebih
intensif. Pemasalahan ini ditindaklanjuti
dengan peningkatan koordinasi baik
internal Kementerian PPN/Bappenas
maupun dengan Kementerian PAN dan RB.
2. Pengembangan SDM Pegawai
Sasaran
Sasaran pengembangan sumber daya
manusia diarahkan pada penyiapan
pegawai yang berkualitas dan profesional,
serta integrasi sistem pembinaan dan
pengelolaan sumber daya manusia.
Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dalam pengembangan
SDM pegawai Kementerian PPN/Bappenas,
antara lain:
(1)Pelaksanaan Open Recruitment
untuk pejabat Eselon II (tahun 2013
dan 2014).
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Seleksi terbuka untuk pengisian
jabatan struktural Eselon II dimulai
2013 dengan tujuan mendapatkan
pejabat yang potensial dan
sesuai dengan kompetensi pada
bidang tugas jabatan yang akan
diisi. Proses seleksi dilaksanakan
melalui 4 (empat) tahapan, yaitu:
seleksi administrasi, tes tertulis,
assessment, dan wawancara.
(a)
Untuk akuntabilitas pelaksanaanya,
dalam tes tertulis, nama peserta
tidak tercantum dalam hasil
kerja, sehingga Tim Penilai dapat
memberikan
penilaian
secara
objektif terhadap hasil tulisan;
(b)
Assessment,
dilakukan
konsultan independen;
oleh
(c)
Khusus untuk wawancara jumlah
peserta ditetapkan bagi peserta
peringkat teratas dengan nilai
akumulasi seleksi tertulis dan
assessment;
(d)
Hasil akhir dari wawancara kemudian
dilaporkan kepada Ibu Menteri
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/ Kepala Bappenas sebagai
pertimbangan dalam menetapkan
pengisian jabatan eselon II yang
kosong.
Pada tahun 2013 seleksi terbuka
pengisian jabatan struktural Eselon
II, diikuti oleh 26 orang, 17 orang
untuk jabatan Kepala Biro Umum
dan 9 orang untuk Direktur Tata
Ruang dan Pertanahan.
Tahun 2014 untuk pengisian enam
jabatan struktural Eselon II (Direktur
Kependudukan,
Pemberdayaan
Perempuan,
dan
Perlindungan
Anak, Direktur Agama,
Kebudayaan, Pemuda, dan
Olahraga, Direktur Tenaga
Kerja dan Pengembangan
Kesempatan
Kerja,
Direktur Energi, Mineral,
dan
Pertambangan,
Direktur Alokasi Pendanaan
Pembangunan,
Kepala Pusat Data dan
Informasi
Perencanaan
Pembangunan), diikuti oleh
37 orang.
(2) Penataan sistem rekrut-men yang
menggunakan registrasi online,
penyempurnaan analisa jabatan dan
evaluasi jabatan (sejak tahun 2009)
(a) Pengadaan CPNS dilaksanakan
dengan proses pendaftaran yang
dilakukan secara online, yaitu
pelamar mengisi data pribadi
secara menyampaikan secara online
melalui website yang disediakan.
(b)
Panitia Pengadaan Calon Pegawai
Negeri Sipil tahun 2009 yang terdiri
atas
Sesmeneg.
PPN/Sestama
Bappenas selaku Pembina, Pejabat
Eselon II yang mewakili Kedeputian
dan Inspektorat sebagai Tim Seleksi
dan Wawancara, seluruh staf Biro
Sumber Daya Manusia didukung oleh
staf dari Biro Umum, dan Pusdatin
sebagai Sekretariat Tim Seleksi.
(c) Proses rekrutmen dilaksanakan
melalui empat tahapan yaitu: (i)
Seleksi administrasi dan verifikasi,
(ii) Seleksi tertulis yang terdiri atas
Tes Potensi Akademik (TPA) dan Tes
Bahasa Inggris, (iii) Psikotes, dan (iv)
Wawancara. Khusus untuk seleksi
tertulis dan psikotes dilaksanakan
bekerja sama dengan pihak ke tiga
yang berpengalaman dalam bidang
masing-masing.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 81
(d) Mulai tahun 2013, pelaksanaan
pengadaan
CPNS
dilakukan
secara terpusat, yaitu melalui
Panselnas (Panitia Seleksi Nasional).
Perubahan proses ini merubah
tahapan seleksi, menjadi:
(i)
menggunakan,
pendekatan
kompetensi, perencanaan dan
pengelolaannya yang dilakukan
berdasarkan
“training
based
competence”, yang penerapannya
didasarkan dari hasil analisis
dokumen HCDP yang gunanya
adalah membantu Biro Sumber
Daya Manusia dalam menyusun
rencana dan kebijakan diklat baik
gelar maupun non gelar.
Tes Kompetensi Dasar (TKD)
yang diselenggarakan oleh
BKN
(ii) Tes Kompetensi Bidang
(TKB) yang dilaksanakan
sesuai dengan keperluan
masing-masing
instansi.
TKB di Kementerian PPN/
Bappenas terdiri atas Tes
Potensi Akademik, Psikotes,
dan Wawancara
Pelamar yang dierima sebagai CPNS
di Kementerian PPN/Bappenas
diberikan pembekalan berupa: Diklat
Dasar-dasar Perencanaan, Outbond,
dan Orientasi. Tujuan pembekalan
adalah memberikan pengetahuan
dasar mengenai tata kerja dan
tugas pokok fungsi setiap unit kerja
di Kementerian PPN/Bappenas,
menciptakan suatu tim building dan
pemahaman mengenai kerjasama
yang baik, dan pemahaman dasar di
bidang Perencanaan.
(3)Penyusunan
Human
Capital
Development Plan (HCDP) terkait
dengan
penyusun
rencana
pengembangan kapasitas pegawai.
III - 82
yang
(a) Diklat penjenjangan struiktural dan fungsional tertentu
“Pengelolaan SDM pegawai
telah berkembang melalui
lelang jabatan, sistem
rekrutmen online, dan HCDP.”
(e)
Jenis diklat non gelar
dilaksanakan antara lain:
Peningkatan kapasitas sumber
daya manusia dilaksanakan dengan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
(b) Diklat pengembangan diri
(c) Diklat substantif
(d) Diklat fungsional teknis
(e) Diklat
leadership
program)
kepemimpinan/
develop-ment
Hingga
tahun
2014,
telah
dilaksanakan diklat gelar dan non
gelar di dalam dan luar negeri
dengan basis HCDP khususnya diklat
gelar yang didanai oleh World Bank
melalui program SPIRIT. Berdasarkan
data yang ada, pegawai Kementerian
PPN/Bappenas yang sedang tugas
belajar luar negeri berjumlah 54
orang dengan sebaran di beberapa
negara seperti, Amerika Serikat,
Jerman, Belanda, Jepang, Australia,
dan Inggris. Diklat non gelar yang
dilaksanakan di dalam maupun luar
negeri lebih fokus kepada pelatihan
berbasis kompetensi manajerial
seperti,
pelatihan
change
management, HRM, bureacratic
reform policy; dan pelatihan
berbasis kompetensi substansi,
seperti planning policy, bridging
research to policy yang merupakan
kerjasama dengan Australia Awards
Scholarship (AAS) dan lain-lain,
dengan pelaksanaannya dilakukan
di beberapa negara.
Selain itu, dalam pelaksanaan diklat
penjenjangan fungsional jenis
diklat yang dilakukan adalah Diklat
fungsional, seperti JFP Muda, JFP
Madya, dan JFP Utama, Fungsional
Arsiparis Pertama, Fungsional
Widyaiswara Madya dan kelompok
Auditor adalah Auditor Pertama,
Auditor Muda, dan Auditor Madya.
Permasalahan Yang Dihadapi Dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan terkait pengembangan
SDM adalah: (1) Kebijakan terkait proses
rekrutmen masih berubah-rubah sehingga
mempengaruhi waktu dan kebijakan
terkait yang dilakukan Kementerian PPN/
Bappenas. (2) Pelaksanan diklat belum
seluruhnya dilaksanakan sesuai dengan
HCDP dan masih berdasarkan demand.
Terkait dengan permasalahan tersebut,
tindak lanjut yang dilaksanakan adalah:
(1) Menyiapkan konsep sistem rekrutmen
dengan baik termasuk pengadaan sistem
registrasi on-line yang lebih handal. (2)
Menyiapkan training need analysis yang
sesuai dengan HCDP dan sesuai dengan
area pengembangan pegawai yang
terencana.
3. Peningkatan Sarana dan Prasarana
Kantor
Sasaran
Berdasarkan
Permen
PPN/Kepala
Bappenas No.1/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian PPN/Bappenas
tahun 2010-2014, Sekretariat Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional/
Sekretariat Utama Bappenas wajib
menyediakan sarana prasarana yang
memadai.
Sarana prasarana yang
dimaksud meliputi ruang kerja, peralatan
kerja, kendaraan dinas, gedung, instalasi,
lahan parkir dan sebagainya.
Dalam rangka peningkatan sarana dan
prasarana kantor tersebut, pada tahun
anggaran 2012 telah dilaksanakan
beberapa kajian mengenai kelayakan
bangunan kantor Kementerian PPN/
Bappenas sebagai dasar penetapan
sasaran, yaitu:
(1)Perlunya
pengurangan
beban
gedung mengingat struktur gedung
yang telah tua.
(2)
Perlunya perluasan pengembangan
dan
pembangunan
gedung
Bappenas
sebagai
dampak
perkembangan struktur organisasi.
(3)Perlunya
re-instalasi
sistem
mekanikal, elektrikal dan plumbing
khususnya di Gedung Utama.
Selain sasaran tersebut juga ditetapkan
sasaran lainnya seperti pengadaan alat
pengolahan data, pengadaan kendaraan
dinas, renovasi dan lain lain.
“Pembangunan dan
renovasi sarana dan
prasarana harus terus
dilanjutkan demi
meningkatkan kinerja
pegawai”
Hasil yang dicapai
Hasil yang dicapai dalam peningkatan
sarana dan prasarana kantor, antara lain:
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 83
dilakukan secara bertahap. Adapun
ruang kerja yang sudah dilakukan
renovasi dan penggantian meubelair.
(c)Restorasi Gedung Cagar Budaya
(Gedung Utama Lantai 2) dengan
mengembalikan arsitektur dan
fungsi semula sebagai ruang
pertemuan.
(d)
Pembangunan
dan
perbaikan
gudang penyimpanan Barang Milik
Negara (BMN).
(2) Perluasan kantor Kementerian PPN/
Bappenas
(1) Pengurangan beban gedung
Dalam rangka pengurangan beban
gedung sebagai antisipasi struktur
gedung yang sudah tua telah
dilakukan beberapa kegiatan, yaitu:
(a)
Perencanaan pembangunan gedung
penyimpanan dokumen/arsip
Sejalan dengan makin besarnya
tanggung jawab yang diemban
Kementerian
PPN/Bappenas,
makin bertambah pula jumlah
pegawai khususnya pegawai tidak
tetap. Dengan demikian diperlukan
penambahan ruang kerja dan
fasilitas pendukung lainnya. Selain
itu lahan parkir yang ada dirasakan
semakin padat. Beberapa kegiatan
yang telah dilakukan adalah:
Sebagaimana
diketahui
penyimpanan dokumen dalam
gedung
kantor
membebani
gedung cukup besar. Agar beban
gedung berkurang diperlukan
tempat
penyimpanan
khusus
yang terpisah dari gedung kantor.
Untuk itu di tahun 2012 telah
dilaksanakan kegiatan Perencanaan
Pembangunan Gedung Arsip berupa
dokumen teknis pembangunan
gedung arsip di lahan aset jalan
Warung Buncit Jakarta Selatan.
III - 84
(b)
Renovasi
dan
penggantian
meubelair ruang kerja dengan
bahan yang lebih ringan.
Mempertimbangkan
aktivitas
karyawan, renovasi interior dan
penggantian meubelair ruang kerja
(a) Pembangunan fisik Gedung
Bappenas di Jl. Proklamasi No.
untuk merelokasi seluruh staf
Pusat Pembinaan, Pendidikan
dan Pelatihan Perencana.
(b)
Menyusun Detail Engineering
Design pengembangan fisik
gedung di Jalan Sunda Kelapa
No. 9 menjadi dua tingkat,
dalam rangka menyediakan
ruangan kerja yang layak bagi
kedeputian Evaluasi Kinerja
Pembangunan.
(3)Perbaikan/reinstalasi
Sistem
Mekanikal dan Elektrikal (ME).
Gedung
Kementerian
PPN/
Bappenas yang saat ini sudah berusia
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
rata-rata diatas 20 tahun sebagai
pertimbangan dilakukan perbaikan/
reinstalasi.
Perbaikan/reinstalasi
bertujuan untuk mengembalikan/
memaksimalkan fungsi ME gedung
yang ada. Beberapa kegiatan yang
telah dilakukan adalah:
rapat seperti proyektor, screen, dan
perbaikan interior; (iii) Pengggantian
Indoor AC Central Gedung Madiun;
(iv) Penggadaan Genset 670 KVA
untuk peningkatan kapasitas back up
arus listrik PLN suplai Gedung Baru dan
Madiun, (v) Pengamanan aset tanah
melalui pemagaran aset tanah Jati Sari
dan Jati Sampurna, (vi) Pengadaan
kendaraan dinas dan operasional
dalam rangka penggantian kendaraan
dinas pimpinan eselon 1, 2 dan
operasional, (vii) Penggantian fasad
Gedung Madiun, dan (viii) Renovasi
gedung dan rumah dinas pimpinan.
(a)Perbaikan/reinstalasi
mekanikal
yaitu: elevator (lift), genset, tata
udara, dan
plumbing (mesin
hydrant, pompa air bersih, pompa
air kotor)
(b) Perbaikan/reinstalasi elektrikal yaitu:
sistem tata suara, telepon dan PABX,
dan panel listrik
Dalam pemenuhan kebutuhan sarana dan
prasarana, Kementerian PPN/Bappenas
telah memiliki standar penyediaan sarana
dan prasarana sesuai dengan Keputusan
Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas
No. KEP.276/M.PPN/08/2003. Sesuai
dengan sasaran, hasil yang dicapai dalam
penyediaan sarana dan prasarana di
Kementerian PPN/Bappenas adalah:
(1) Pemenuhan kebutuhan pegawai
berupa Barang Milik Negara;
(c)
Sarana dan prasana lainnya meliputi:
(i) Pengadaan Alat Pengolah Data
( 344 PC, 34 printer, 70 laptop,
10 scanner) untuk Peningkatan
Spesifikasi dan Penyediaan sarana
kerja pegawai baru; (ii) Peningkatan
sarana pendukung ruang rapat
berupa kelengkapan sarana ruang
Terkait kebutuhan pegawai terhadap
BMN diantaranya berupa PC, printer
dan mebeulair, hingga tahun 2014,
telah dipenuhi kebutuhan sebagai
berikut :
(2) Pemenuhan peminjaman sarana
untuk
pelaksanaan
rapat,
berupa laptop dan infocus untuk
pelaksanaan rapat;
(3)Pemenuhan
kebutuhan
ATK,
Bahan Komputer dan Rumah
Tangga untuk keperluan unit kerja;
(4) Perpanjangan STNK kendaraan
dinas maupun kendaraan dinas
operasional.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 85
Permasalahan yang dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Permasalahan yang dihadapi dalam
peningkatan sarana dan prasarana kantor
adalah terbatasnya lahan yang dimiliki
Bappenas. Hal ini mengakibatkan luas ruang
kerja pegawai tidak sesuai dengan standar
yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan
Umum
No.45/PRT/M/2007
tentang Pedoman Teknis Pembangunan
Bangunan Gedung Negara. Keterbatasan
lahan juga mengakibatkan pegawai dan
tamu sulit untuk memarkir kendaraannya
di gedung kantor Kementerian PPN/
Bappenas. Sementara itu, mengingat posisi
kantor Bappenas ada di wilayah kawasan
cagar budaya berdasarkan ketetapan SK
Gubernur DKI No.: D.IV.6098/d/33/1975,
pengembangan gedung Bappenas secara
vertikal hanya diperbolehkan maksimal 6
lantai. Fasilitas ruang kerja pegawai yang
tidak memadai ini dapat berimpikasi pada
kinerja.
Adapun langkah tindak lanjut yang akan
dan sedang dilaksanakan adalah:
(1)
Dalam rangka memperluas kantor
Kementerian
PPN/Bappenas,
perlu upaya untuk ekspansi ke
lahan sekolah yang terletak di
belakang kantor Bappenas. Biro
umum telah membentuk tim
untuk proses pembebasan
lahan tersebut. Diharapkan
pada tahun 2016, proses
pembangunan
gedung
baru di lahan tersebut
sudah dapat dilaksanakan.
(2)Melaksanakan
pengembangan
fisik
gedung
Sunda Kelapa No. 9 dan
pembangunan
Gedung
Arsip, sebagai tindak lanjut
III - 86
atas Detail Engineering Design yang
telah dibuat.
(3)Merenovasi
dan
mengganti
meubelair ruang kerja dengan
bahan yang lebih ringan.
(4)Memperbaiki/reinstalasi
sistem
mekanikal, elektrikal dan plumbing
(MEP).
(5) Membangun dan memperbaiki
gudang penyimpanan Barang Milik
Negara (BMN).
4. Manajemen Aset
Sasaran
Penatausahaan aset berupa Barang
Milik Negara (BMN) bertujuan untuk
mewujudkan tertib administrasi dan
mendukung tertib pengelolaan BMN,
serta mencapai sasaran penatausahaan
BMN, yaitu: (a) Semua barang milik negara
tercatat dengan baik; (b) Semua aktivitas
dalam rangka pengelolaan BMN dapat
dilakukan berdasarkan asas fungsional,
kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi,
akuntabilitas, dan kepastian nilai;
(c) Nilai/data BMN untuk kebutuhan
laporan manajemen maupun kebutuhan
laporan sebagai bahan penyusunan
Neraca Pemerintah Pusat (LKPP) sudah
menggambarkan jumlah, kondisi dan nilai
BMN yang wajar.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
“Penatausahaan BMN
masih terkendala dalam
pelaporan penerimaan
hibah, pengelolaan aset,
dan keterbatasan ruang
penyimpanan.”
dengan pihak ketiga dan tanah idle.
Aset tanah seluas 3.750 m2 yang
berlokasi di Jalan HR. Rasuna Said
Kav. B2 dilakukan pengembangan
bersama pihak PT Bakrie Swasakti
Utama
melalui
mekanisme
Bangun Guna Serah/BOT (Built,
Operate, Transfer). Adapun tanah
idle diantaranya berupa tanah
persil seluas 53.792 m2 yang
berlokasi di DKI Jakarta, Bekasi,
Depok dan lapangan tenis dengan
luas 8.078 m2. Lapangan tenis
tersebut merupakan fasilitas umum
(fasum) yang sedang dalam proses
penyerahan kepada Pemerintah
Daerah DKI Jakarta.
Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan
penatausahaan
BMN
diantaranya
melakukan
kegiatan
pencatatan dan pemutakhiran data aset
dalam sistem administrasi aset, melalui:
(1)
Aplikasi SIMAK BMN yang digunakan
untuk mencatat dan mengorganisir
barang milik negara, mulai dari
pembelian, transfer masuk-keluar
antarinstansi, sampai penghapusan
dan pemusnahan barang milik
negara;
(2)Pencatatan
manual
melalui
database SIMAK BMN yang
digunakan untuk mencatat dan
mengorganisir barang milik negara
yang ada di dalam ruangan tiap unit
kerja;
(3)
Aplikasi persediaan yang digunakan
untuk mencatat dan mengorganisir
barang persediaan, mulai dari
pembelian hingga transfer masukkeluar barang persediaan untuk unit
kerja.
Berdasarkan pencatatan BMN tersebut dapat
diketahui informasi aset Kementerian PPN/
Bappenas, sebagai berikut:
(1)Tanah
Kementerian
PPN/Bappenas
mengelola aset berupa tanah seluas
72.452 m2, diantaranya terdiri
dari tanah yang dikerjasamakan
(2)
Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin dapat
diklasifikasikan
berupa
(1)
kendaraan dinas, (2) peralatan
elektronik berupa komputer, laptop,
printer, AC, kamera digital, dan (3)
meubelair berupa kursi, sofa, meja
dan kursi tamu, dan lemari.
(3)
Gedung dan Bangunan
Berdasarkan
laporan
Barang
Milik Negara (BMN) Tahun 2013,
Kementerian
PPN/Bappenas
memiliki aset berupa gedung
kantor, rumah dinas, dan tugu atau
tanda batas.
(4)Irigasi
Irigasi terdiri dari sistem pengelolaan
air kotor sebanyak 2 (dua) buah
yang terletak di Gedung Madiun
dan Gedung Taman Suropati 2A,
yaitu berupa saluran pembuang air
buangan domestik. Alat ini digunakan
untuk mengelola limbah biologis di
lingkungan kantor Kementerian PPN/
Bappenas.
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 87
(5)Instalasi/Jaringan
Instalasi berupa instalasi air bersih/
baku, air kotor, gardu listrik, dan
instalasi lain-lain,
dan jaringan
berupa jaringan air minum, jaringan
listrik, jaringan telepon, dan jaringan
gas.
(6)
Aset Tetap Lainnya
Pada akhir tahun 2013 Kementerian
PPN/Bappenas memiliki aset tetap
lainnya berupa monografi (buku),
lukisan, dan rekaman audio visual.
(7)
Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud milik Kementerian
PPN/Bappenas meliputi perangkat
lunak (software) yang merupakan
kumpulan
konsep,
aktivitas,
dan prosedur yang digunakan
dalam program komputer untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu
dan lisensi.
Adapun beberapa penghargaan dan
prestasi yang dicapai dalam pengelolaan
Barang Milik Negara di Kementerian PPN/
Bappenas adalah sebagai berikut :
(1)
Juara Kedua selama 2 (dua) tahun
berturut-turut dengan kategori
Utilisasi Barang Milik Negara
dari Menteri Keuangan RI selaku
Pengelola Barang Milik Negara pada
tahun 2010-2011.
(2)
Laporan
Keuangan
Tingkat
Kementerian/Lembaga,
Kementerian
PPN/Bappenas
mendapatkan Apresiasi Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) selama
6 (enam) tahun berturut-turut
untuk tahun anggaran 2008 sampai
dengan 2013.
III - 88
Perkembangan Hasil Audit BPK RI 2008 - 2013
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi adalah:
(1)
Terdapat beberapa unit kerja yang
belum melaporkan penerimaan
hibah barang dan hibah uang yang
dibelanjakan menjadi barang.
(2) Kurangnya tingkat
pegawai
akan
pengelolaan BMN.
(3)
pemahaman
pentingnya
Keterbatasan gudang penyimpanan
Barang Milik Negara Kementerian
PPN/Bappenas.
(4) Pemanfaatan tanah Negara untuk
pegawai Kementerian PPN/Bappenas
di Jatisari dan Jatisampurna, Bekasi
belum mendapat ijin dari Pengelola
Barang atau Menteri Keuangan untuk
alih status .
Dari permasalahan tersebut, diperlukan
langkah tindak lanjut sebagai berikut :
(1)Koordinasi
antar
stakeholder
penerima hibah dengan pengelola
barang hibah di Kementerian PPN/
Bappenas cq Biro Umum, dan
perlu dilakukannya Revisi Peraturan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Menteri PPN/Kepala Bappenas
Nomor 2 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengelolaan Kegiatan
yang Dibiayai PHLN di Kementerian
Negara
PPN/Bappenas,
serta
penyusunan SOP penerimaan hibah
barang.
(2)Pengarahan
kepada
pegawai
mengenai pentingnya pengelolaan
BMN, diantaranya melalui kegiatan
sosialisasi.
(3)
Pengadaan
gudang
untuk
penyimpanan Barang Milik Negara.
(4)
Permasalahan pemanfaatan tanah
Negara tersebut ditindaklanjuti
sesuai rekomendasi BPK untuk
mengajukan
permintaan
persetujuan
kepada
Menteri
Keuangan mengenai permohonan
penetapan status tanah yang telah
dibangun rumah untuk pegawai.
5. Pengawasan Internal
“Optimalisasi penerapan
SPIP ditindaklanjuti dengan
meningkatkan pengawasan
internal dan hubungan baik
dengan lembaga pengawasan
eksternal.”
Sasaran
Sasaran pengawasan internal bagi
Kementerian
PPN/Bappenas
adalah
meningkatkan kinerja dan akuntabilitas
kinerja di lingkungan Kementerian
PPN/Bappenas,
serta
meningkatkan
fungsi pengawasan dan konsultansi di
lingkungan Kementerian PPN/Bappenas.
Kedua hal ini kemudian dioperasionalkan
dalam berbagai kegiatan pengawasan,
pendampingan serta peningkatan tata
kelola Inspektorat Utama.
Hasil yang Dicapai
Sesuai dengan sasaran di atas, berbagai
capaian telah dihasilkan, antara lain:
(1)
Peningkatan
kinerja
dan
akuntabilitas kegiatan dan anggaran.
(a)
Peningkatan pengelolaan anggaran
dan kualitas penyusunan laporan
keuangan
Kementerian
telah
dihasilkan melalui mekanisme
reviu terhadap laporan keuangan
Kementerian PPN/Bappenas serta
pembentukan liaison officer (LO)
bagi unit kerja dan pejabat pengelola
keuangan. Strategi yang dilakukan
adalah menugaskan auditor sebagai
LO untuk mengawal PPK dan unit
kerja dalam mengelola anggaran,
melakukan pendampingan dan
pemantauan penyerapan anggaran
serta
pendampingan
dalam
pelaksanaan audit oleh pihak
eksternal.
Inspektorat
Utama
Bappenas secara terus menerus
mendorong dan memantau tindak
lanjut temuan hasil pengawasan
intern maupun eksternal sehingga
saldo temuan dapat berkurang,
atau bahkan dapat diselesaikan
seluruhnya (zero finding policy).
(b) Peningkatan kualitas LAKIP dan
sistem kinerja Kementerian PPN/
Bappenas dengan pelaksanaan
evaluasi atas penyusunan dan
dokumen LAKIP Kementerian PPN/
Bappenas. Inspektorat Utama
Bappenas berperan penting dalam
meningkatkan kualitas atas laporan
akuntabilitas Kementerian PPN/
Bappenas dan UKE-I seperti yang
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 89
telah diatur dalam Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
tentang Petunjuk Pelaksanaan
Evaluasi
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah.
Proses
evaluasi LAKIP juga diperkuat
dengan dibentuknya Petunjuk
Pelaksanaan Evaluasi LAKIP UKE-I
bagi Kementerian PPN/Bappenas.
Disamping itu, dilakukan pula
proses dialog dalam penyusunan
dan pengukuran indikator kinerja
serta kamus indikator antara
Inspektorat Utama dan unitunit kerja di Kementerian PPN/
Bappenas. Komitmen pimpinan
diwujudkan dalam bentuk penilaian
akuntabilitas kinerja UKE-I sebagai
puncak penilaian atas kualitas LAKIP
di Kementerian PPN/Bappenas.
(c)
III - 90
Pemetaan risiko melalui Control Self
Assessment (CSA) atas unit-unit kerja
di Kementerian PPN/Bappenas yang
bertujuan untuk mengidentifikasi
risiko dan menyusun aktivitas
pengendalian dalam rangka mitigasi
risiko dalam pelaksanaan kegiatan
dan anggaran di unit-unit kerja. Peta
risiko telah disusun oleh seluruh
unit kerja di lingkungan Sekretariat
Menteri/Sekretariat Utama dan
Inspektorat Utama. Selain itu, peta
resiko proses bisnis penyusunan
laporan keuangan dan RPJMN juga
telah dilakukan. Saat ini sedang
dikembangkan CSA pada beberapa
kedeputian yang dinilai strategis,
yaitu Kedeputian Bidang Pendanaan,
Kedeputian Bidang Sarana dan
Prasarana, serta Kedeputian Politik,
Hukum, Pertahanan dan Keamanan.
(d)
Pelibatan unit pengawasan eksternal
sebagai partner telah meningkatkan
akuntabilitas kinerja Kementerian
PPN/Bappenas. Hal ini terwujud
melalui join reviu atas kinerja dua
Kedeputian di Kementerian PPN/
Bappenas di tahun 2012-2013.
Melalui kerjasama ini Kementerian
PPN/Bappenas dan pengawas
eksternal memperoleh manfaat.
(2) Peningkatan fungsi
dan konsultansi
pengawasan
Peningkatan fungsi pengawasan
dan konsultansi telah dilakukan
melalui perkuatan kapasitas dan
manajemen kerja di Inspektorat
Utama. Beberapa hasil yang
signifikan adalah:
(a)Pelibatan
unit
pengawasan
eksternal dalam mengevaluasi
kinerja dan manajemen internal
Inspektorat Utama. Hal ini dilakukan
oleh BPKP melalui evaluasi atas
kinerja di tahun 2012 serta reviu
Internal Audit Capability Model
(IACM) Inspektorat Utama. BPK
juga melakukan audit kinerja
pada Inspektorat Utama di tahun
2013. Manfaat yang diperoleh dari
evaluasi eksternal tersebut adalah
meningkatnya tingkat kapasitas
Inspektorat Utama dari level 1
menjadi 2. Disamping itu, diperoleh
area penguatan kapasitas fungsifungsi pengawasan.
(b)
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Perbaikan tata kelola internal yang
meliputi penerbitan Audit Charter,
Kode Etik, pedoman pengawasan,
dan berbagai SOP kegiatan telah
memberikan landasan bekerja APIP
dalam melaksanakan tugasnya.
Disamping itu, telah pula diterapkan
sistem manajemen kinerja dari
tingkat pimpinan hingga individu.
(c) Penerapan berbagai mekanisme
penjaminan kualitas pengawasan
seperti
penerapan
pemetaan
resiko dalam penyusunan rencana
pengawasan, reviu berjenjang dan
komunikasi berkelanjutan atas hasil
pengawasan.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan utama dalam pelaksanaan
pengawasan internal adalah belum
menyeluruhnya
penerapan
sistem
pengendalian intern pemerintah (SPIP) di
lingkungan Kementerian PPN/Bappenas
serta belum optimalnya hubungan dengan
mitra pengawasan yang lain.
Adapun tindak lanjut untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut adalah:
(1)
Memperkuat pengawasan di level
unit kerja
Penguatan pengawasan di level
unit kerja perlu dilakukan untuk
meminimalkan
penyimpangan
dan meningkatkan kualitas kinerja
serta pengelolaan kegiatan dan
anggaran. Hal ini dilakukan melalui
pelaksanaan risk assessment yang
menyeluruh di setiap level unit
kerja, termasuk di level koordinator
proses perencanaan pembangunan
nasional. Selain dapat meningkatkan
akuntabilitas kinerja Kementerian
PPN/Bappenas,
perkuatan
ini
juga dapat meningkatkan kualitas
proses perencanaan pembangunan
nasional.
(2)
Memperkuat pengawasan di tingkat
Unit Kerja Pengawas Internal
Penguatan pengawasan internal
Kementerian
PPN/Bappenas
mencakup penguatan evaluasi
atas Laporan Keuangan dan LAKIP
Kementerian PPN/BAppenas. Fokus
utamanya adalah mewujudkan
early warning system bagi pimpinan
berupa dashboard kinerja unit kerja
yang terhubung dengan Menteri
PPN/Kepala Bappenas. Dashboard
kinerja
diharapkan
dapat
memberikan informasi berupa
tingkat pemenuhan target kinerja,
indikasi permasalahan, dan langkah
tindak yang telah dilaksanakan
oleh unit kerja dalam mengatasi
permasalahan. Informasi yang
dihasilkan menjadi bahan rapat
pimpinan untuk meningkatkan
kualitas manajemen internal.
(3)Membina
hubungan
dengan
lembaga pengawasan eksternal
Hubungan
baik
dengan
lembaga pengawasan eksternal
adalah elemen penting dalam
meningkatkan akuntabilitas dan
kinerja Kementerian PPN/Bappenas.
Untuk itu, membina hubungan
baik dengan BPK, BPKP dan unit
pengawasan lainnya (misalnya
Kementerian PAN dan RB dalam hal
pelaksanaan RB) menjadi penting
demi kelancaran informasi dan
perbaikan akuntabilitas dan kinerja
yang dibutuhkan oleh Kementerian
PPN/Bappenas.
6. Pengelolaan Teknologi Informasi
dan Komunikasi
Sasaran
Pengelolaan teknologi informasi dan
komunikasi mempunyai 3 sasaran strategis,
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 91
yaitu (a) Terwujudnya pengelolaan data dan
informasi, kearsipan dan kepustakaan guna
mendukung perencanaan, (b) Tersedianya
prasarana teknologi dan informasi yang
handal dan aman, (dan (c) Terwujudnya
sistem informasi yang terintegrasi.
Recovery Center (DRC) di luar
Jawa.
(c)
Jaringan wireless dengan
jangkauan 43 access point
yang menjangkau seluruh areal
perkantoran.
Hasil yang Dicapai
(d) Jaringan
WAN
dengan
menghubungkan 5 lokasi
kantor di Jakarta dan Bogor.
Sesuai dengan sasaran strategis tersebut,
hasil yang telah dicapai sebagai berikut:
(1)
(e)Sistem keamanan jaringan
yang handal didukung dengan
perangkat keamanan jaringan
terkini.
Terwujudnya pengelolaan data dan
informasi, kearsipan dan kepustakaan
guna mendukung perencanaan:
(a) Kerjasama Kementerian PPN/
Bappenas
dengan
Badan
Informasi Geospasial (BIG),
(b)Layanan data dan informasi
perencanaan pembangunan
berbasis web.
(c) Layanan digital journal.
(f)Dokumen tatakelola Sistem
Manajemen Keamanan Informasi.
(3) Terwujudnya sistem informasi
yang terintegrasi baik yang bersifat
substantif dan fasilitatif, yang terdiri
dari;
instrumen
(a) Sistem naskah dinas elektronik
di beberapa unit kerja.
(e) Alih media/digitalisasi koleksi
bahan perpustakaan.
(b) Sistem aplikasi fasilitatif (email,
hasil rapat, agenda rapat, dan
perpustakaan).
(d) Tersusunnya
kearsipan.
(f)
Bersama
dengan
UKP4,
BIG, dan BPS mempelopori
pengembangan
dan
pengelolaan Satu Data untuk
pembangunan nasional.
(2) Tersedianya prasarana teknologi
dan informasi yang handal dan
aman, berupa;
(a)
Jaringan
komputer,
baik
intranet maupun internet
yang handal dengan tingkat
ketersediaan dan kehandalan
tinggi (98%).
(b) Tersedianya 1 unit Data Center
di Jakarta (61 server dan 50
Tb Stirage) dan 1 unit Data
III - 92
(c) Situs Bappenas yang terhubung
dengan facebook dan Twitter.
(d)Aplikasi pendukung penyusunan
kebijakan,
seperti
Aplikasi penyusunan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP) http://
sekretariatrkp.bappenas.go.id.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Permasalahan yang dihadapi dalam
pencapaian sasaran pengelolaan teknologi
informasi dan komunikasi adalah:
(1) Penerapan teknologi informasi,
khususnya pengelolaan data dan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
informasi masih belum seluruhnya
terpusat di Central Data dengan
pengelolaan satu pintu.
(2) Pengembangan sistem aplikasi
yang terpisah dan masih belum
menjangkau seluruh kegiatan.
(3) Banyaknya penggunaan password
untuk satu login user sangat beresiko
terhadap sistem keamanan.
Dalam
upaya
meningkatkan
penyelenggaraan
e-Goverment
yang
handal, kredibel dan proaktif, beberapa
tindak lanjut yang diperlukan, antara lain:
(1)
Diperlukan kebijakan langsung dari
pimpinan untuk mempercepat
proses
penyelenggaran
e-Government.
(2)Pembentukan Steering Comitte yang
beranggotakan para Eselon I guna
menentukan arah pengembangan
e-Government.
(3)Penyusunan
masterplan
pengembangan
e-Government
untuk lima tahun mendatang.
(4)
Evaluasi pada setiap tahan secara
rutin.
(5) Pengembangan
sumber
daya
manusia di bidang teknologi
informasi dan komunikasi.
publik, kerjama luar negeri, dan
pembangunan pengarusutamaan gender.
Selain penghargaan tersebut, penghargaan
juga diberikan kepada Menteri PPN/Kepala
Bappenas.
A. Kelembagaan
Anugerah Parahita Ekapraya (APE) Tahun
2013
Penghargaan Anugerah
Parahita
Ekapraya
(APE) diberikan kepada
kementerian/lembaga
dan peme-rintah daerah
yang
dinilai telah
berkomitmen
dan
mengimplementasikan
strategi yang terkait
dengan
Pengarusutamaan Gender.
Anugerah Badan Publik (BP) Tahun
2013
Anugerah ini diberikan atas partisipasi
dalam menjalankan Undang-undang Keterbukaan
Informasi Publik dari Komisi Informasi
(KI) Pusat. Kementerian PPN/Bappenas
termasuk dalam 10 terbaik dari seluruh K/L
untuk kategori BP Pemerintahan, dengan
nilai Keterbukaan Informasi 65,776.
7.Penghargaan
Selama periode 2009-2014 dalam
menjalankan tugas pokok dan fungsinya,
Kementerian
PPN/Bappenas
telah
mendapatkan beberapa penghargaan di
bidang akuntabilitas kinerja kementerian,
pengelolaan BMN, keterbukaan informasi
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 93
e-transparency Award Tahun 2013
Award merupakan program IMAGES
(Improving Ministries and Agencies Website
for Budget Transparency) yang digagas oleh
Paramadina Public Policy Institute (PPPI)
dan didukung secara aktif oleh berbagai
elemen masyarakat sipil seperti Masyarakat
Transparansi Indonesia (MTI), menyertakan
48 K/L dalam penilaiannya
tahun 2013 mendapat penilaian “B” dan
Tahun 2014 meningkat dengan penilaian “A”
Penghargaan “JICA President Award”
Penghargaan Pengelolaan Barang Milik
Negara
Penghargaan “JICA President Award”
diserahkan oleh Pimpinan Kantor JICA
Indonesia, diberikan atas peran penting
Kementerian PPN/Bappenas selaku mitra
kerjasama JICA dalam “Program Kerjasama
Perubahan Iklim”
Penghargaan diberikan sebagai apresiasi
kepada K/L atas keberhasilannya mengelola
BMN dalam rangka tertib hukum, tertib
fisik, dan tertib administrasi.
B. Menteri PPN/Kepala Bappenas
Bintang Mahaputera Adipradana
Penghargaan Akuntabilitas Kinerja Tahun
2013
Penghargaan Akun-tabilitas Kinerja Tahun
2013 dari Kementerian PAN dan RB. Dalam
III - 94
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Penghargaan “Bintang
Mahaputera
Adipradana”
diberikan
oleh Presiden Republik
Indonesia
dalam
rangka menyambut
Hari Kemerdekaan RI
ke-69, atas darma
baktinya dan jasanya
di berbagai bidang pembangunan yang
diakui secara luas pada tingkat nasional
dan internasional.
Lencana Wing Penerbang Kehormatan
Penghargaan Lencana Wing Penerbang
Kehormatan dari Kepala Staf Angkatan
Udara. Dalam kesempatan ini, Ibu Menteri
diberi kesempatan terbang dengan jet
tempur Sukhoi SU30 MK2 TNI AU.
Brevet “ Hiu Kencana” TNI Angkatan Laut
Penganugerahan Brevet “Hiu Kencana”
TNI AngkatanLaut oleh Kasal Laksamana
TNI Dr. Marsetio. Upacara penyematan
dilakukan di dalam lambung kapal selam
yang berlayar di bawah permukaan laut
perairan Selat Sunda pada kedalaman 40
meter.
Anugerah Padjajaran Utama
Anugerah Padjadjaran Utama dari Rektor
Universitas Padjajaran 2014. Penghargaan
diberikan pada alumni Universitas
Padjajaran yang memberikan konstribusi
positif kepada bangsa dan negara.
Selain perhargaan-penghargaan tersebut
Menteri PPN/Kepala Bappenas selama
tahun 2011-2013 telah menerima
penghargaan
pengharaan
antara
lain:Satya Karya Bhakti Kelas I dari Rektor
Universitas Padjajaran pada tahun 2013,
Golden Jubilee Medal dari Universitas
Mahendradatta Bali tahun 2013, Satya
Karya Bhakti Pendidikan dari Rektor
Universitas Padjadjaran Bandung Tahun
2012, dan Leadership Award dari Harian
Seputar Indonesia Tahun 2011
BAB 3
PELAKSANAAN TUGAS
III - 95
BAB 4
PENYIAPAN PERENCANAAN
2015-2019
BAB 4
PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019
IV - 1
BAB 4
PENYIAPAN PERENCANAAN
2015-2019
Dalam rangka memasuki pelaksanaan pembangunan jangka menengah periode 20152019, Kementerian PPN/Bappenas melakukan berbagai persiapan terkait dengan
perencanaan pembangunan. Persiapan yang telah dan sedang dilakukan adalah: (1)
Penyusunan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019; (2) Penyusunan Rancangan
Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas 2015-2019; dan (3) Pelaksanaan Revisi PP
40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional.
1. Rancangan Teknokratik RPJMN 20152019
Sasaran
Sasaran penyusunan dokumen Rancangan
Teknokratik RPJMN 2015-2019 (RT RPJMN
2015-2019) adalah digunakannya RT
RPJMN 2015-2019 oleh Presiden terpilih
periode 2015-2019 sebagai bahan untuk
menyusun dan menetapkan RPJMN
2015-2019 yang akan menjadi landasan
pembangunan pada periode 2015-2019.
IV - 2
Selain itu, RT RPJMN 2015-2019 akan
menjadi rujukan bagi K/L dalam menyusun
Renstra K/L periode 2015-2019.
Hasil yang Dicapai
Hasil yang dicapai dalam penyiapan
perencanaan 2015-2019 terkait dengan
Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019
adalah:
a. Background studies seluruh bidang
pembangunan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
b. Evaluasi empat tahun pelaksanaan
RPJMN 2010-2014
c. Dokumen Rancangan
RPJMN 2015-2019
Teknokratik
Beberapa hal penting dalam penyusunan
RT RPJMN 2015-2019 adalah:
a. Selain mengacu kepada hasil
background studies berbagai bidang
pembangunan dan hasil evaluasi
RPJMN berjalan, penyusunan RT
RPMJN 2015-2019 juga berdasarkan
kepada hasil penjaringan aspirasi
masyarakat.
b. Sesuai arahan RPJPN 2005-2025,
RPJMN periode 2015-2019 difokuskan
pada
upaya
“Memantapkan
pembangunan secara menyeluruh di
berbagai bidang dengan menekankan
pencapaian daya saing kompetitif
perekonomian
berlandaskan
keunggulan sumber daya alam dan
sumber daya manusia berkualitas
serta kemampuan IPTEK yang terus
meningkat”.
“Rancangan Teknokratik
RPMJN 2015-2019
merupakan pijakan awal
dalam penyusunan RPJMN
2015-2019”
c. RT RPJMN 2015-2019 disusun dalam
tiga buku, yaitu Buku I: Agenda
Pembangunan
Nasional,
berisi
gambaran tentang agenda dan isuisu utama yang diusulkan menjadi
prioritas pada periode 2015-2019,
Buku II: Agenda Pembangunan Bidang,
berisi uraian program dan kegiatan
untuk seluruh bidang pembangunan,
dan Buku III: Agenda Pembangunan
Dimensi Wilayah, berisi penjabaran
program-program dan kegiatan dalam
dimensi wilayah.
Permasalahan yang
Langkah Tindak Lanjut
Dihadapi
dan
Secara umum tidak ditemui permasalahan
dalam penyusunan RT RPJMN 20152019, hanya saja ketepatan waktu
penyusunan yang perlu menjadi perhatian.
Sementara itu, terdapat beberapa
hal yang harus ditindak lanjuti dalam
penyiapan perencanaan 2015-2019, yaitu
penyusunan Rancangan RPJMN 2015-2019
yang dimulai pada November 2014 dan
selesai Januari 2015.
2. Rancangan
Rencana
Bappenas 2015-2019
Strategis
Sasaran
Tersusunnya Rancangan Rencana Strategis
Bappenas 2015-2019 yang berpedoman
pada RPJMN 2015-2019 dan memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan sesuai dengan
tugas dan fungsi Kementerian PPN/
Bappenas.
“Komitmen pelaksanaan dari
semua pihak dibutuhkan
setelah Renstra Kementerian
PPN/Bappenas
2015-2019 disusun”
Hasil yang Dicapai
Renstra Kementerian PPN/Bappenas 20152019 terdiri dari empat Bab, yaitu Bab
I Pendahuluan, Bab II Visi, Misi, Tujuan
dan Sasaran Strategis Kementerian PPN/
Bappenas, dan Bab IV Penutup. Hingga saat
BAB 4
PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019
IV - 3
ini hasil yang dicapai dalam penyusunan
Renstra Kementerian PPN/Bappenas
sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1.
Permasalahan yang Dihadapi dan Langkah
Tindak Lanjut
Dalam proses penyusunan Rencana
Strategis Kemen-terian PPN/Bappenas
2015-2019,
dikenali
beberapa
permasalahan
yang
memerlukan
penyelesaian segera, antara lain:
a. Belum ada kejelasan tentang
wewenang
Kementerian
PPN/
Bappenas;
b. Belum ada penyelarasan kelembagaan
Kementerian PPN/Bappenas;
c. Belum ada keselarasan regulasi
Kementerian PPN/Bappenas
d. Belum ada pembahasan lebih lanjut
tentang draft Renstra Bappenas yang
telah disusun dalam forum koordinasi
di lingkup middle dan higher
manajemen di Bappenas.
Sebagai
upaya
untuk
mengatasi
permasalahan yang dihadapi dalam
proses penyusunan Renstra Kementerian
PPN/Bappenas, maka tindak lanjut yang
diharapkan adalah:
a. Perlunya disusun berbagai alternatif
tentang wewenang, kelembagaan dan
regulasi yang mengatur Kementerian
PPN/Bappenas;
b. Perlu
dilakukan
percepatan
memperoleh kesepakatan perumusan
visi, misi, tujuan dan sasaran strategis
Kementerian PPN/Bappenasdan;
c. Perlunya
ketepatan
pemetaan
permasalahan di Kementerian PPN/
Bappenas;
IV - 4
d. Perlunya pembahasan lebih lanjut
di tingkat pimpinan tentang draft
Renstra Bappenas yang telah disusun
agar dapat segera diselesaikan.
e. Setelah dokumen Renstra tersusun,
aspek terpenting yang harus
diperhatikan
adalah
komitmen
pelaksanaan oleh Kementerian PPN/
Bappenas.
3. Revisi PP 40/2006 tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional
Sasaran
Penyempurnaan PP 40/2006 tentang Tata
Cara Penyusunan Rencana Pembangunan
Nasional ditujukan antara lain untuk: 1)
Meningkatkan efektivitas dan efesiensi
perencanaan dan penganggaran dalam
pembangunan nasional; 2) Meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam proses
penyusunan
dokumen
perencanaan;
3) Meningkatkan keterkaitan antara
perencanaan dan penganggaran, serta
perencanaan pusat dan daerah; dan 4)
Mengatur kembali waktu yang lebih rasional
dalam penyusunan perencanaan dan
penganggaran.
Hasil yang Dicapai
Dalam pencapaian penyempurnaan
tersebut, terdapat 4 (empat) arah
perubahan, yaitu dalam segi substansi,
proses, pelaksanaan proses, dan struktur
kelembagaan.
Perkembangan yang telah dilakukan
Kementerian PPN/Bappenas antara lain:
a. Melaksanakan kajian perbandingan
PP 20/2004 tentang Rencana Kerja
Pemerintah dan PP 40/2006 tentang
Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional,
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
b. Mendapatkan
izin
prakarsa dari Presiden
untuk
menyusun
Rancangan Peraturan
Pemerintah (RPP),
c. Melakukan
pembahasan internal mengenai muatan materi
perubahan, dan
d. Menyusun
Daftar
Inventarisasi Masalah
(DIM) perubahan PP.
Permasalahan yang Dihadapi
dan Langkah Tindak Lanjut
Tabel 4.1.
Perkembangan Penyusunan Renstra Kementerian PPN/Bappenas 2015-2019
Muatan Renstra
Bab I Pendahuluan
1.1. Kondisi Umum
1.2. Potensi Permasalahan
Status
Keterangan
80%
Bab II Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis
Kementerian PPN/Bappenas
2.1. Visi
80%
Sudah ada draft
Menunggu Keputusan Rapim
2.2. Misi
Sudah ada draft
Menunggu Keputusan Rapim
2.3. Tujuan
Sudah ada draft
Menunggu Keputusan Rapim
2.4. Sasaran Strategis
Sudah ada draft
Menunggu Keputusan Rapim
Bab III Arah Kebijakan, Strategi, Kerangka
Regulasi, Kerangka Pendanaan dan
Kerangka Kelembagaan
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
3.2. Arah Kebijakan dan Strategi
KPPN/Bappenas
30%
80% (RPJMN)
Sudah ada hasil
analisis SWOT
3.3. Kerangka Regulasi
30%
3.4. Kerangka Kelembagaan
30%
Masih mengacu Rancangan
Teknokratik RPJMN
Diperlukan pertemuan untuk
memutuskan arah strategi dan
kebijakan sesuai dengan hasil
SWOT dan kebutuhan program
kegiatan sesuai dengan logic
model.
Sesuai dengan pencapaian
tujuan organisasi/ unit kerja
Sesuai dengan pencapaian
tujuan organisasi/ unit kerja
Bab IV Target Kinerja dan Kerangka Pendanaan
Permasalahan yang dialami
4.1. Target Kinerja
Menunggu pembahasan
kesepakatan Bappenasdalam
penyempurnaan
Kemenkeu (anggaran) dan
Bappenas-Menpan (Kinerja).
PP 40/2006 tentang Tata
4.2. Kerangka Pendanaan
Tergantung hasil kesepakatan
butir 4.1
Cara Penyusunan Rencana Bab IV Penutup
Pembangunan
Nasional Lampiran
1. Matriks Kinerja dan Pendanaan KPPN/Bappenas Menunggu Kontrak
antara lain:
(Menteri, UKE I, II)
Kinerja
2. Matriks Kerangka Regulasi
Menunggu Kontrak
Kinerja
a. Masih terdapat beberapa
substansi yang belum
disepakati
dalam
b. Membentuk Panitia Antar Kementerian,
pembahasan internal Bappenas.
c. Melaksanakan harmonisasi PP,
b. Belum terbentuknya Panitia
Kementerian
sehingga
penyempurnaan
masih
waktu yang cukup panjang
menyelesaikannya.
Antar
proses
butuh
untuk
Langkah tindak lanjut yang akan
dilaksanakan terkait dengan penyempurnaan
PP 40/2006 antara lain:
a. Melakukan
kesepakatan
antar
pejabat Eselon I di Kementerian PPN/
Bappenas,
d. Mengajukan permohonan penetapan
PP kepada Presiden.
“Penyempurnaan PP
No.40/2006 mencakup
empat arah perubahan,
yaitu substansi, proses,
pelaksanaan, dan struktur
kelembagaan.”
BAB 4
PENYIAPAN PERENCANAAN 2015-2019
IV - 5
BAB 5
PENUTUP
BAB 5
PENUTUP
V- 1
BAB 5
PENUTUP
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
Kementerian
PPN/Bappenas
telah
menghasilkan berbagai produk di bidang
perencanaan pembangunan sebagaimana
telah diuraikan dalam Bab-Bab sebelumnya.
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut,
meskipun telah dihasilkan produk-produk
perencanaan yang menjadi referensi
bagi pembangunan nasional, namun
disadari masih ada kekurangan yang perlu
diperbaiki. Oleh karena itu Kementerian
PPN/Bappenas terus berusaha untuk
meningkatkan kualitas hasil perencanaan
melalui berbagai upaya, antara lain: (1)
Meningkatkan kualitas evaluasi kinerja,
(2) Meningkatkan kapasitas dan kualitas
SDM Kementerian PPN/Bappenas, (3)
V- 2
Melakukan koordinasi dan sinergi dengan
seluruh K/L, pemda, dan stakeholder
lainnya, dan (4) Menjaring masukan dari
seluruh pihak melalui berbagai forum.
Selain melaksanakan berbagai kegiatan
koordinasi, pemantauan dan evaluasi
pembangunan nasional, serta kegiatan
lain yang bersifat penguatan manajemen
internal, pada periode 2009-2014 terdapat
kegiatan penting, yaitu penyempurnaan
sistem
perencanaan
pembangunan
nasional dan penyiapan perencanaan 20152019. Kedua kegiatan ini ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dalam menghasilkan
dokumen perencanaan khususnya dalam
menyongsong
periode
pemerintahan
2015-2019. Dalam penyempurnaan sistem
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
perencanaan pembangunan nasional,
telah dilakukan penyempurnaan dalam
penyusunan
dokumen
perencanaan
khususnya RPJMN 2015-2019. Berbagai
langkah telah dilaksanakan dan telah
menghasilkan Rancangan Teknokratik (RT)
RPJMN 2015-2019 yang menjadi bahan
masukan bagi Presiden terpilih dalam
menyusun RPJMN 2015-2019 sebagai
landasan pembangunan periode 2015-2019.
Meskipun tahapan penting dalam
menyongsong periode pemerintahan
2015-2019 berupa penyusunan RT RPJMN
2015-2019 telah dihasilkan, namun
kegiatan besar segera akan dihadapi yaitu
penyusunan RPJMN 2015-2019 yang
harus diselesaikan pada Januari 2015.
Untuk itu, upaya peningkatan kualitas
perencanaan secara berkelanjutan dan
semakin meningkat tentunya sangat
diharapkan semua pihak sehingga
perencanaan pembangunan nasional
dapat dilaksanakan dengan baik dan
menghasilkan peningkatan kesejahteraan
dan pemerataan pembangunan sesuai
dengan visi pembangunan yang telah
ditetapkan pada RPJPN 2005-2025. Dalam
upaya peningkatan kualitas perencanaan
tersebut, seyogianya diterapkan kerangka
berpikir logic model/model logika dalam
penyusunan formulasi kebijakan atau
program pembangunan guna menjamin
keterkaitan sasaran pada level input hingga
impact.
Melalui laporan ini, diharapkan upaya
yang telah dilakukan Kementerian PPN/
Bappenas selama periode 2009-2014
dapat memberikan kontribusi yang berarti
untuk kemajuan pembangunan nasional.
Selanjutnya di bawah kepemimpinan
Menteri
PPN/Kepala
Bappenas
mendatang, kualitas perencanaan dan
perumusan kebijakan pembangunan yang
lebih baik menjadi sangat penting dalam
menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan sejalan dengan adanya dinamika
perubahan baik nasional maupun global.
BAB 5
PENUTUP
V- 3
LAMPIRAN
V- 4
1.
Rancangan Teknokratik RPJMN Tahun 2015-2019
Penyusunan rancangan teknokratik dilakukan dengan menggunakan metode dan
kerangka ilmiah untuk menganalisis kondisi obyektif dengan mempertimbangkan
beberapa skenario pembangunan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan. Dalam penyusunannya mengacu pada kebijakan RPJPN 20052025, hasil evaluasi RPJMN berjalan, dan hasil kajian pendahuluan (Backgound
Study) yang dilaksanakan oleh setiap kedeputian. Dokumen tersebut terdiri dari
3 (tiga) Buku, yaitu: Buku I Agenda Pembangunan Nasional, berisikan gambaran
tentang agenda dan isu-isu utama pembangunan yang diusulkan sebagai prioritas pembangunan 2015-2019. Buku II Agenda Pembangunan Bidang. Memuat uraian
program dan kegiatan untuk seluruh bidang pembangunan. Buku III Agenda
Pembangunan Dimensi Wilayah, berisikan penjabaran program dan kegiatan ke
dalam dimensi wilayah.
2.
Rancangan Teknokratik Rencana Strategis Kementerian PPN/Bappenas Tahun
2015-2019.
Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga
selama lima tahun. Penyusunan dokumen tersebut mengacu kepada kebijakan
pembangunan jangka menengah. Dokumen Renstra merupakan penjabaran visi
kementerian/lembaga yang berisikan visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program
dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
3.
Rencana Perubahan PP 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana
Pembangunan Nasional.
Peraturan tersebut merupakan turunan dari Undang Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan tersebut
berisikan proses penyusunan dokumen rencana pembangunan jangka panjang,
rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana pembangunan tahunan.
4.
Rancangan Struktur Kementerian PPN/Bappenas
Merupakan konsep rancangan struktur Kementerian PPN/Bappemas yang memuat
kondisi yang dihadapi saat ini, peran bappenas dalam proses pembangunan, dan
opsi yang ditawarkan.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS
DALAM KABINET INDONESIA BERSATU II 2010-2014
Download