1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat
mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh
sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi
psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku
dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Schon dkk. 2005;
Simmon 2007; Gudjonsson dkk. 2012).
Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan
prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk.
Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5%
(Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338
penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (Wiryadi, 2004). Dari total penderita
psoriasis tersebut ditemukan 28% derajat berat, 14% derajat sedang, dan 58%
derajat ringan. Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering
dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004).Penyakit ini biasanya
dimulai pada usia 10–30 tahun dan risiko yang sama untuk laki-laki dan wanita.
Jika awalnya timbul pada usia kurang dari 15 tahun, biasanya terdapat riwayat
psoriasis dalam keluarga. Penyakit ini mengenai seluruh tubuh relatif lebih berat,
namun memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Berdasarkan data
kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
1
2
Denpasar pada Januari sampai Desember 2009 tercatat 156 kasus baru psoriasis
dari 10.856 kunjungan (1,4%) dan belum dilakukan penelitian(Wiryadi 2004;
Michael et al 2005; Schon et al 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk., 2012).
Psoriasis dikatakan sebagai penyakit multifaktorial dan multi sistem,
karena melibatkan banyak sistem dan organ, semua faktor tersebut saling terkait.
Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas
secara teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan
keratin dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namunpada
psoriasis, proses tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk
skuama tebal, berlapis-lapis serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti
psoriasis belum diketahui dengan pasti, namun, banyak faktor predisposisi yang
memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis.
Walaupun etiopatogenesis psoriasis tidak diketahui dengan pasti, namun banyak
faktor yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis seperti: infeksi bakterial,
trauma fisik, stress psikologis dan gangguan metabolisme. Bahkan beberapa ahli
mengatakan bahwa psoriasis merupakan tanda adanya sindroma
metabolik
banyak penelitian yang menyatakan adanya hubungan antara psoriasis dengan
sindroma metabolik (Mallbris et al 2006; Nestle et al 2009; Sanchez 2010).
Secara patologis, psoriasis terjadinya diferensiasis dan proliferasi
keratinosit yang disertai proses inflamasi pada epidermis maupun epidermis.
Peranan faktor imunologi dalam patogenesis psoriasis ditunjukkan dengan adanya
peningkatan aktifitas sel presentasi antigen (antigene presenting cell/APC), yang
disertai peningkatan aktivitas sel Limfosit T helper 1 dengan mensistesis sitokin
3
proinflamasi seperti; IL-1, IL-6, IL-10, Interferon-gamma dan tumor necrosis
factor. Sitokin proinflamasi ini akan mediasi aktivitas faktor-faktor pertumbuhan
seperti; epidermal growth factor, nerve growth faktor, endothelian vascular
growth factor, ICAM dan VCAM, yang pada akhirnya akan terjadi proliferasi
keratinosit disertai proses peradangan(Joshi 2004; Chanet dkk. 2006; Ghoreschi
dkk. 2007; Brezinski dkk.,2013)
Peran sistem imun dalam patogenesis psoriasis telah banyak penelitian
yang dipublikasikan. Dua dekade terakhir ini peneliti menyatakan bahwa
keterlibatan gangguan metabolisme lipid terhadap kejadian psoriasis. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa psoriasis sangat berhubungan dengan sindroma
metabolik dan metabolisme lemak yang mengakibatkan adanya perubahan pada
profil lipid misalnya Low Density Lipoprotein (LDL) , High Density Lipoprotein
(HDL) dan trigliserida (Zaidi dkk. 2007; Gupta dkk. 2011). Penelitian Cohenet
dkk.(2008) di Israel menunjukkan peningkatan total kolesterol, trigliserida dan
penurunan HDL pada pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Demikian
juga Penelitian Tekin dkk.(2007) menunjukkan peningkatan kadar kolesterol total,
trigliserida, LDL dan penurunan kadar HDL pada pasien psoriasis yang berusia 40
tahun dibandingkan dengan kontrol. Namun beberapa hasil penelitian yang masih
kontroversi, seperti hasil yang ditemukan oleh Bath 2012, Javidi 2007 dan
Akhyani 2007, ternyata kedua profil lipid tersebut tidak ada perbedaan yang
bermakna antara pasien psoriasis dan subjek normal.
Hal ini dijelaskan bahwa dislipidemia terjadi pada psoriasis karena
terjadinya perubahan metabolisme dan mekanisme imun yang melibatkan IL-6,
4
TNF α dan C reaktif protein. Menurut Zari dkk. (2007) disimpulkan bahwa LDL
dan trigliserida meningkat secara bermakna pada
pasien psoriasis sehingga
psoriasis dikatakan sebagai parameter adanya gangguan metabolisme lemak dan
berhubungan dengan penyakit obstruksi vaskuler. Gupta dkk. (2011) mendapatkan
total kolesterol, trigliserida, VLDL, dan LDL meningkat secara bermakna pada
psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna pada psoriasis. Jyothi
dkk. (2011) menemukan trigliserida meningkat secara bermakna pada psoriasis,
sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna (Bajaj dkk., 2009; Brauchii dkk.,
2008).
Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam
patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL.
HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat
berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin
proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth
factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensisi
dan proliferasi keratinosit. Secara umum kebanyakan pasien psoriasis dengan
kadar HDL yang rendah. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat
proinflamasi, hal ini menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis
adalah gangguan profil lipid terutama tingginya trigliserida dan rendahnya HDL
sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti yang
menemukan hal yang berbeda peran trigliserida dan HDL pada psoriasis vulgaris.
Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak
langsung, melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin
5
inflamasi seperti IL-1, IL-17, IL-6, TNF-α dan IFN-gamma. Semua sitokin di atas
memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan
kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi
epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor.
Namun peran ke dua lipid tersebut masih kontroversi karena ada yang mengatakan
bermakna dan ada pula yang mengatakan tidak ada perbedaan yang bermakna.
Dari perbedaan hasil itulah peneliti ingin membuktikan bahwa kadar HDL yang
rendah dan kadar trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor risiko psoriasis
vulgaris.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada
psoriasis vulgaris?
1.2.2 Apakah kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada
psoriasis vulgaris?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui peran HDL dan Trigliserida sebagai faktor risiko
terjadinya psoriasis vulgaris.
1.3.2
Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui kadar Trigliserida yang tinggi sebagai faktor risiko
psoriasis vulgaris.
b. Untuk mengtahui kadar HDL yang rendah sebagai faktor risiko
psoriasis vulgaris.
6
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis:
Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran
HDL dan
trigliserida sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris.
1.4.2
Manfaat Klinis:
Dengan terbuktinya kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris, maka dalam penanganan
pasien psoriasis perlu mengendalikan kadar HDL yang rendah dan kadar
trigliserida yang tinggi.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Psoriasis
Psoriasis merupakan penyakit golongan eritroskuamosa dengan lesi kulit yang
khas berbentuk plakat eritroskuamosa, sirkumskripta dan ditutupi oleh skuama
putih perak. Psoriasis menyebabkan morbiditas fisik dan psikologis serta menjadi
beban ekonomi karena biaya pengobatan dan frekuensi kunjungan ke dokter.
2.1.1 Definisi
Psoriasis adalah peradangan kulit yang bersifat kronik dengan karakteristik
berupa plak eritematosa berbatas tegas, skuama kasar, berlapis, dan berwarna
putih keperakan terutama pada siku, lutut, scalp, punggung, umbilikus dan lumbal
(Gudjonsson dan Elder, 2012).
2.1.2 Epidemiologi
Psoriasis dijumpai di seluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda
dipengaruhi oleh ras, geografis, dan lingkungan. Di Amerika Serikat terjadi pada
2% dari populasi atau sekitar 150.000 kasus baru per tahun. Insiden tertinggi di
Denmark (2,9%) sedangkan rerata di Eropa Utara sekitar 2% (Gudjonsson dan
Elder, 2012). Insiden psoriasis pada laki- laki dan perempuan hampir sama,
namun Shbeeb dkk. (2000) melaporkan insiden lebih sering pada perempuan
dibandingkan laki-laki dan meningkat sesuai usia. Distribusi usia pasien psoriasis
menunjukkan peningkatan sesuai dengan kronisitas penyakit, namun terjadi
7
8
penurunan setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada
pasien psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis.
2.1.3
Gambaran Klinis
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya
kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak
kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan
arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip
dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat
bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama
tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya
lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder, 2012). Beberapa pola dan
lokasi Psoriasis antara lain:
2.1.3.1 Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi
pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran
mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling
sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi
tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain.
2.1.3.2 Psoriasis Gutata
Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan
terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp.
9
Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami
resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang
seringkali diawali dengan radang tenggorokan.
2.1.3.3 Psoriasis Pustulosa Generalisata (Von Zumbusch)
Psoriasis jenis ini tampak sebagai erupsi generalisata dengan eritema dan
pustul. Pada umumnya diawali oleh psoriasis tipe lainnya dan dicetuskan oleh
penghentian steroid sistemik, hipokalsemia, infeksi dan iritasi lokal.
2.1.3.4 Psoriasis Pustulosa Lokalisata
Kadang disebut juga dengan pustulosis palmoplantar persisten. Psoriasis
ini
ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki
biasanya berbentuk simetris bilateral.
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.1 Gambaran klinis Psoriasis vulgaris : (a) Tipe Plak ,(b) Tipe Gutatta dan (c)
Tipe Eritrodermi
10
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis
psoriasis
ditegakkan
berdasarkan
gambaran
klinis
dan
pemeriksaan histopatologi. Apabila ditemukan fenomena bercak lilin, fenomena
Auzpitz dan fenomena Koebner dapat memberikan diagnosis yang tepat (Schon
dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan Elder, 2012).
2.1.5 Gambaran Histopatologis Psoriasis
Menurut Gudjonsson dan Elder (2012) beberapa perubahan patologis pada
psoriasis yang dapat terjadi pada epidermis maupun dermis adalah sebagai
berikut:
1. Hiperkeratosis adalah penebalan lapisan korneum.
2. Parakeratosis adalah terdapatnya inti stratum korneum sampai hilangnya
stratum granulosum.
3. Akanthosis adalah penebalan lapisan stratum spinosum dengan elongasi rete
ridge epidermis.
4. Granulosit neutrofilik bermigrasi melewati epidermis membentuk mikro abses
munro di bawah stratum korneum.
5. Peningkatan mitosis pada stratum basalis.
6. Edema pada dermis disertai infiltrasi sel-sel polimorfonuklear, limfosit,
monosit dan neutrofil.
7. Pemanjangan dan pembesaran papila dermis.
11
Gambar 2.2 Gambaran Histopatologi Psoriasis vulgaris hiperkeratosis, akantosis
serta peradangan di daerah dermis.( Gudjonsson dan Elder,2012)
2.1.6
Derajat Keparahan Psoriasis
Banyak cara yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan psoriasis,
namun yang sering digunakan adalah metode Fredriksson T, Pettersson U (1987)
yang telah banyak dimodifikasi oleh peneliti lain. Psoriasis Area and Severity
Index (PASI) adalah metode yang digunakan untuk mengukur intensitas
kuantitatif penderita berdasarkan gambaran klinis dan luas area yang terkena, cara
ini
digunakan
ntuk
mengevaluasi
perbaikan
klinis
setelah
pengobatan
(Gudjonsson dan Elder, 2012). PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat
keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema,
skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala,
badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian
antara lain: kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan
tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing
12
area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah
ini:
Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan
lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada
lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat keparahan
diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh;
kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai
PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari
keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10
dikatakan sebagai
psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan
nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat (De Rie dkk, 2004;
Feldman dan Krueger, 2005).
13
Tabel 2.1 Lembar Psoriasis and severity index (PASI)
Bagian Tubuh dan Nilainya
Karakteristik Plak
Eritema (E)
Score
Kepala
Ekstremitas
Atas
Badan
Ekstremita
s Bawah
x 0.1
x 0.2
x 0.3
x 0.4
Tidak Ada = 0
Minimal = 1
Tebal lesi (T)
Sedang =2
Parah = 3
Skuama (S)
Sangat Parah = 4
Totals
Nilainya
A.Total Permukaan Area
Tidak Ada = 0
Persentasi Daerah
Tubuh yang Terkena
(Nilai antara 0 sampai
6)
<10% = 1
10-29% = 2
30-49% = 3
50-69% = 4
70-89% = 5
90-100% = 6
B.Total Permukaan Area x %
Daerah yang Terkena
Nilai Total (total A + total B) = Nilai PASI
2.1.7
Penatalaksanaan
Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab belum
diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi dan setiap
pusat pendidikan mempunyai acuan yang berbeda. Ashcroft dkk., 2000
mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari
topikal untuk psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis
berat.Edukasi kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan
14
kepada pasien maupun keluarganya (Dvorakova dkk, 2013). Beberapa regimen
terapi yang sering digunakan topikal maupun sistemik sebagai berikut:
A. Topikal
Preparat Tar
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat tar, yang efeknya adalah anti
radang. Preparat tar berguna pada keadaan-keadaan: Bila psoriasis telah resisten
terhadap steroid topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Lesi yang
melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal kurang tepat. Bila
obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit sistemik.
Menurut asalnya preparat tar dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari : Fosil,
misalnya iktiol. Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski dan Batubara,
misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Cara kerja obat ini sebagai
antiinflamasi ringan.
Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara , yaitu:
1. Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
2. Sebagai antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler.
3. Efek anti inflamasi, diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis
akibat aktivasi sel T. Bila terjadi lesi plak yang tebal dipilih kortikosteroid dengan
potensi kuat seperti: Fluorinate, triamcinolone 0,1% dan flucinolone topikal
efektif untuk kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%2,5% digunakan bila lesi sudah menipis.
15
Ditranol (antralin)
Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat mengikat
asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam
RNA nukleus.
Vitamin D analog (Calcipotriol)
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel
dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit.
Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi,
seperti rasa terbakar dan menyengat.
Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel,
dankrim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan
steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan
eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
Humektan dan Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit
sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas
atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2
kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya
penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
16
Fototerapi
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang
rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa
klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka
akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang
dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,
ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
B. Sistemik
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk
eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai
dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain
dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.
Sitostatik
Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik
yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan
17
Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar
terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat
adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat
reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena
bersifat menekan mitosis secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi
terhadap sumsum tulang.
Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya.
Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis
eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal
keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi.
Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada
mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar
(peningkatan enzim hati).
Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta
hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan
dapat terjadi kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)
18
TNF-antagonis
Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang
memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang
dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain
Adalimumab, Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab.
2.2 Etiologi dan Faktor Pencetus
Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan penelitian
dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara faktor genetik,
sistem imunitas, dan lingkungan. Sedangkan tiga komponen patogenesis dari
psoriasis adalah infiltrasi sel-sel radang pada dermis, hiperplasia epidermis, dan
diferensiasi keratinosit yang abnormal (Schon dan Boehncke, 2005).
2.2.1 Faktor Genetik
Sekitar 1/3 orang yang terkena psoriasis melaporkan riwayat penyakit
keluarga yang juga menderita psoriasis. Pada kembar monozigot resiko menderita
psoriasis adalah sebesar 70% bila salah seorang menderita psoriasis. Bila orangtua
tidak menderita psoriasis maka risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan
bila salah satu orang tua menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis
meningkat menjadi 34-39%. Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe yaitu:
a.
Psoriasis tipe I dengan awitan dini dan bersifat familial.
b.
Psoriasis tipe II dengan awitan lambat dan bersifat nonfamilial.
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan
dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan
Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis
19
pustulosa berkaitan dengan HLA-B27 (Nickoloff & Nestle, 2004). Pada analisa
Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan
bahwa
suseptibilitas
terhadap
psoriasis
berhubungan
dengan
Major
Histocompatibility Complex (MHC) klas I dan II pada atau dekat dengan
kromosom 6 dan lainnya berada di kromosom 17. Lokus Psoriasis Susceptibilitas
1 (PSORS1) dianggap lokus yang terpenting untuk suseptibilitas psoriasis. Hal ini
disebabkan PSORS1 berkaitan lebih dari 50% kasus psoriasis. Lokus
suseptibilitas lainnya berada pada kromosom 17q25 (PSORS2), 4q43 (PSORS3),
1q (PSORS4), 3q21 (PSORS5), 19p13 (PSORS6) dan 1p (PSORS7). Pada onset
awal yang merupakan psoriasis tipe I diperoleh hubungan dengan HLA-Cw6,
HLA-B57, dan HLA-DR7. Sedangkan pada onset lanjutan yang merupakan tipe 2
didapatkan gambaran HLA-Cw2 menonjol. Individu yang memiliki HLA-B17 dan
HLA-B13 memiliki kemungkinan untuk menderita psoriasis 5 kali lebih banyak
dari individu normal ( Barker, 2001; Schon dan Boehncke, 2005).
2.2.2 Faktor Imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari ketiga
jenis sel yaitu limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis umumnya
ditemukan limfosit T di dermis yang terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan
sedikit limfositik dalam epidermis. Sedangkan pada lesi baru pada umumnya lebih
didominasis oleh sel limfosit T CD8. Pada lesi psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin
yang
produksinya
bertambah.
Sel
Langerhans
juga
berperan
dalam
imunopatogenesis psoriasis. Terjadinya proliferasi epidermis dimulai dengan
20
adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans.
Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan
pada kulit normal lamanya 27 hari. (Gaspari; 2006)
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit
autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam
kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan
Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis
merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat
dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis
gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh
Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalanan penyakit.
Insiden psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya
memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialisis dan hipokalsemia dilaporkan
menjadi salah satu faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan
residif ialah beta adrenergik blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian
mendadak steroid sistemik.
2.2.3 Faktor Pencetus
Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti,
secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan
peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. Banyak teori
21
tentang patogenesis yang berhubungan dengan psoriasis, seperti sebagai kelainan
autoimun, trauma mekanik, infeksi staphylococcus, stress psikologis, radiasi sinar
ultraviolet, infeksi HIV, peran obat, alkohol, perubahan hormonal dan profil lipid
dalam darah. Semua di atas dikatakan merupakan faktor pencetus dari psoriasis.
Faktor pencetus ini dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor lokal dan sistemik
(William dkk., 2006; Gudjonsson dan Elder, 2012).
Faktor pencetus lokal terjadinya psoriasis antara lain trauma, paparan
sinar ultraviolet, dan lokasi atau posisi anatomis. Berbagai trauma baik fisik,
kimiawi, bedah, infeksi dan peradangan dapat memperberat atau mencetuskan lesi
psoriasis. Lesi psoriasis yang berbentuk plakat dan terjadi pada tempat trauma
disebut dengan Fenomena Koebner. Fenomena Koebner adalah paparan sinar
matahari juga mengakibatkan eksaserbasi melalui reaksi Koebner. Beberapa
penelitian menyatakan terjadinya peningkatan keparahan penyakit seiring dengan
meningkatnya paparan sinar matahari (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke,
2005; Gudjonsson dan Elder, 2012).
Sedangkan faktor pencetus sistemik antara lain: infeksi, obat,
konsumsi alkohol, stres, endokrin, dan infeksi Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Infeksi bakteri, virus, atau jamur dapat mencetuskan terjadinya psoriasis
vulgaris. Bakteri dapat menghasilkan endotoksin yang berfungsi sebagai
superantigen yang dikemudian hari akan meningkatkan aktivasi sel limfosit T,
makrofag, sel Langerhans, dan keratinosis. Infeksi tenggorokan yang disebabkan
oleh spesies Streptococcus β-hemoliticus juga sering dikaitkan dengan eksaserbasi
psoriasis. Beberapa obat yang dapat mencetuskan perkembangan lesi psoriasis
22
antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfribosil, dan β-blocker (Ashcroft
dkk, 2000). Mekanisme eksaserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum
diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis
walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stres dan eksaserbasi
psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis.
Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stres yaitu pada 3040% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis dikatakan sering
kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan
menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada penderita HIV
lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun (Gudjonsson dan Thorarinsson,
2003).
Faktor pencetus yang belum banyak diungkapkan dan masih
kontroversial adalah profil lipid terutama trigliserida dan HDL, hal ini banyak
dihubungkan dengan gangguan metabolisme lipid, dislipidemia, sindroma
metabolik, diabetes melitus dan penyakit jantung koroner. Mengenai gangguan
metabolisme lipid terutama trigliserida dan HDL akan dibicarakan lebih dalam
dalam uraian berikutnya.
2.3 Imunopatogenesis Psoriasis
Seperti telah diketahui bahwa penyebab dan patogenesis psoriasis belum
diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis
psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya
atau kekambuhan psoriasis (Joshi, 2004; Nestle dkk 2009 ). Namun ada tiga hal
yang perlu diperhatikan oleh para peneliti, diantaranya gangguan diferensiasi
23
keratinosit, hiperproliferasi keratinosit dan imunologis. Hal tersebut menjadi dasar
patologis terjadinya psoriasis yang multifaktor tersebut, namun ketiganya tidak
bekerja sendiri-sendiri namun saling berkaitan.
2.3.1 Gangguan Diferensiasi Keratinosit
Secara patologis, psoriasis ditandai dengan adanya hiperproliferasi dan
diferensiasi abnormal dari keratinosit epidermis, infiltrasi limfosit yang terutama
terdiri dari limfosit T dan berbagai perubahan vaskular endotel di lapisan dermis,
seperti
angiogenesis
dan
dilatasi
pembuluh
darah.
Lapisan
epidermis
berdiferensiasi berlebihan yang berbeda dengan sel normal, keratinosit pada
psoriasis membentuk amplop cornified (CE) yang mudah terjadi pengelupasan,
pembentukan lapisan korneum yang berlebihan mengakibatkan epidermis
menebal. Pada fase akhir, kapilarisasi dermal yang luas menyebabkan infiltrasi sel
radang pada ikatan dermal-epidermal yang tampak sebagai papilomatosis,
merupakan gambaran khas pada psoriasis. Beberapa mediator sebagai penanda
diferensiasi keratinosit yang abnormal pada psoriasis; transglutaminase I (TGase
K), skin-derived antileukoproteinase (SKALP), migration inhibitory factorrelated protein-8 (MRP-8), Involucrin, Filaggrin.
TGase K yang mengawali mengkatalisis untuk terbentuknya CE, yang
penting pada lesi psoriasis. SKALP yang hanya ditemukan pada lesi psoriasis,
mediator ini merupakan polipeptida inhibitor elastase dominan, yang disekresikan
oleh keratinosit epidermal. Elastase adalah lysosomal serin proteinase yang
spesifik untuk degradasi elastin, protein yang ditemukan dalam jaringan yang
membutuhkan elastisitas kulit. MRP-8, merupakan Ca2+-binding protein,
24
walaupun fungsi biokimia tidak sepenuhnya dipahami, namun ditemukan pada
psoriasis dan penyakit inflamasi lainnya, tidak pada kulit normal. Peran MRP-8
dalam reorganisasi sitoskeleton selama patogenesis psoriasis. Involucrin,
merupakan prekursor protein yang membantu untuk menstabilisasikan CE. Pada
kulit normal, protein ini merupakan konstituen utama dari CE pada tahap awal
pembentukan epidermis, involucrin tetap konstituen utama dari CE selama proses
maturasi. Filaggrin yang biasanya ditemukan pada stratum granular epidermis,
tidak ada dalam lesi psoriasis. Hilangnya stratum granular kulit stratum korneum
dalam psoriasis kemungkinan besar petanda ketidakhadiran filaggrin tersebut
(Grove dkk, 2001; Sanchez, 2010).
2.3.2 Hiperproliferasi Keratinosit
Hiperproliferasi keratinosit adalah kategori kedua gejala psoriasis vulgaris.
Beberapa penyebab biokimiawi yang mungkin menyebabkan produksi keratinosit
berlebihan telah ditemukan pada lesi psoriasis: Epidermal Growth Factor (EGF),
Bone Morphogenetic Protein-6 (BMP-6), Transforming Growth Factor-alpha
(TGF-α), Activating Protein (AP-1) dan Mitogen-activated protein kinase
(MAPK).
Epidermal Growth Factor yang menstimuli pertumbuhan dan diferensiasi
lapisan epidermis, merupakan mediasi respon seluler dengan mengikat reseptor
spesifik. Ikatan EFG terhadap sel imun dua kali lipat pada lapisan atas epidermis.
Peningkatan kekuatan mengikat dapat menyebabkan stimuli yang berlebihan
pertumbuhan keratinosit sehingga menyebabkan hiperproliferasi (Bernard, 2012).
BMP-6 merupakan faktor pertumbuhan ini sudah dapat dijumpai pada bayi baru
25
lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal
ini menyebabkan ditemukan TGF-α dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam
kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida
dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF-α in vivo, sebelumnya
diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level
dari cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang disebabkan oleh aktivitas
activated adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP
menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF-α bukan.Activating protein
(AP-1), sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen
yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti
memiliki pola ekspresi yang bereda-beda pada lesi psoriasis sehingga mediator
tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK,
membantu mengatur proliferasi sel. Banyak growth factor dan sitokin memodulasi
aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. (Grove dkk, 2001;
Sanchez, 2010; Bernard, 2012).
2.3.3 Imunologis dan Inflamasi
Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell
(APC) akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen
precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya.
Lapisan epidermis pada penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah
denritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis
menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis.
Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit
26
yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen
diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC.
Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T
(TCR). APC yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan
sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini
terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu
MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi.
Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian
sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T (Krueger et al, 2005;Verghese,2011,
Perez,2013).
Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel
Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke
kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit
T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α yang menyebabkan
proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu
transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi
secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan
yang tipikal pada psoriasis. IFN-γ juga menghambat apoptosis keratinosit dengan
menstimulasi protein anti-apoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara
bermakna antara psoriasis (61,26+57,40) dengan kontrol
(Verghese,2011).
(2,38 +1,94)
27
Gambar 2.3Skema singkat hubungan antara Psoriasis dan penyakit autoimun terkait. Sitokin memiliki peran
penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit
Crohn..Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini
difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imu lainnya. Sitokin yang menstimuli () dan
menghambat (--I). Tumor necrosis factor (TNF)-α, Interleukin (IL-6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-γ
merupakan adalah mediator yang berperanan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi
pada psoriasis. (Perez, 2013)
Awalnya terjadi hiperproliferasi keratinosit akibat adanya aktivasi oleh faktor
pertumbuhan seperti epidermal growth factor, nerve growth factor, endothelial
growth factor dengan target sel dendritik imatur di epidermis menstimulasi sel T
dari kelenjar getah bening sebagai respons terhadap stimulasi unidentified antigen.
Aktivasi sel T, TNF-α, dan sel-sel dendritik adalah faktor patogenik yang
distimulasi dalam respon terhadap faktor pencetus, seperti trauma fisik, inflamasi
bakteri, virus, atau withdrawal kortikosteroid. Infiltrat limfosit pada psoriasis
kebanyakan adalah sel T CD4 dan CD8. Setelah sel T menerima stimulasi
pertamanya dan teraktivasi, menyebabkan terjadinya sintesis IL-6. Peningkatan
28
IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel Langerhans menstimulasi IFNγ, TNF-α, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan
proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudain sel T bermigrasi ke kulit,
dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan
perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi
keratinosit pada psoriasis akut (El-Dorouti, 2010).
Perez (2013). telah mendemonstrasikan defisiensi aktivitas sel T regulator
(T reg) pada pembuluh darah perifer dan di kulit pasien dengan psoriasis.
Meskipun jumlah absolut sel T reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah
normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam
kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan
kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang
menyebabkan angio-proliferasi dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis
yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh
meningkatnya produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) oleh
keratonosit yang telah terstimulasi oleh TGF-α yang dihasilkan oleh sel T dan
keratinosit. TNF-α juga meningkatkan angiogenesis.
Pizzorno dan Murray
berpendapat “unidentified antigen” yang disebutkan di atas merupakan hasil dari
pencernaan protein yang tidak sempurna, meningkatnya permeabilitas usus, dan
alergi makanan; toksemia usus; gangguan detoksifikasi hati; defisiensi garam
empedu; konsumsi alkohol; defisiensi nutrisi (vitamin A dan E, seng, selenium);
dan stress psikologis.
29
Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20 dan IL-17 juga
sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel
Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti
misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner
(Piskin dkk., 2003; Mallbris dkk., 2006).
Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan
perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana
leucocyte function-
associated antigen-1 (LFA-1) pada sel T dan intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1) pada sel endotel akan berinteraksi. Setelah interaksi tersebut,
diapedesis akan terjadi. Diapedesis adalah migrasi dari sel T melalui dinding
pembuluh darah yang akan menuju ke dermis dan epidermis. Setelah sel T
mencapai kulit, maka terjadi aktivasi kembali sel T. Sel T yang teraktivasi
tersebut akan memproduksi sitokin yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi.
Baik CD4+ dan CD8+ sama-sama memproduksi sitokinin Th1. Ekspresi yang
berlebihan dari sitokin tipe-1 seperti IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, IFNγ dan TNFα
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel netrofil. Sinyal utama dari Th1 adalah
IL-12 yang merangsang produksi IFNγ intraseluler. Pada psoriasis, sel Th
langsung mengatur sel B untuk menghasilkan autoantibodi, dan yang menjadi
target antigen adalah sel-sel kulit itu sendiri. Sedangkan pada psoriasis arthritis,
targetnya adalah sel-sel pada sendi. Apabila produksi sitokin terlalu berlebihan
akan menimbulkan kerusakan pada kulit yang berlebihan juga. Dari penelitian
terbaru menyimpulkan bahwa mayoritas sel T CD4+ pada lesi kulit psoriasis
adalah sel T yang memproduksi IL-22 dan IL-17. Sumber utama IL-22 pada lesi
30
psoriasis adalah sel Th17 dan Th1. Adanya single-nucleotide polymorphisms
(SNP) pada gen reseptor IL-23 yang berhubungan dengan psoriasis akan
mendukung peran sel Th17 didalam imunopatogenesis psoriasis (Krueger dan
Ellis, 2005; Gaspari, 2006; Huerta dkk, 2007).
IL-15
adalah
faktor
angiogenesis dan menghasilkan
pencetus
keterlibatan
sel-sel
inflamasi,
IFN-γ, TNF-α, dan IL-17 yang semuanya
mengatur plak psoriasis. IL-2 berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel T
sedangkan IFN-γ dapat menghambat apoptosis keratinosit yaitu dengan cara
menstimulasi ekspresi protein anti apoptosis B cell lymphoma-x (Bcl-x) yang
memungkinkan terjadinya hiperploriferasi keratinosit. Target spesifik untuk terapi
adalah dengan melibatkan TNF-α, ikatan leucocyte function-associated antigen-1
(LFA-1)/interceluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan ikatan LFA-3/CD2.
IFNγ dan TNFα menginduksi keratinosit untuk memproduksi IL-7, IL-8, IL-12,
IL-15, dan TNFα. IL-17 dan IL-15 berperan dalam poliferasi dan keseimbangan
homeostatik sel CD8+. IL-17 dan IFNγ meningkatkan produksi sitokin
proinflamasi dan kemokin oleh keratinosit. TNF-α. menginduksi ICAM-1 pada
permukaan keratinosit yang menyebabkan sel T akan terikat langsung pada
keratinosit melalui molekul LFA-1. Selain itu, TNFα juga meningkatkan molekul
adhesi sel endotel pembuluh darah (Schon dan Boehncke, 2005; Chan dkk, 2006).
Keratinosit dapat diaktivasi terutama oleh sitokin Th1 (IFN-γ dan IL22). Namun setelah beberapa waktu tertentu peran tersebut akan digantikan oleh
sitokin Th17 (IL-6, IL-17, dan IL-22), dan akhirnya dimainkan oleh sitokin yang
diproduksi oleh makrofag dan sel dendritik (TNF-α, IL-6, IL-18, IL-19, dan IL-
31
20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-α, IL-19 dan
IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang
bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit (Numerof dan
Asadullah, 2006).
Imunosit dan keratinosit pada lesi psoriasis memproduksi faktor
angiogenik, yaitu VEG-F, yang meningkatkan proses angiogenesis dan aktivasi
sel endotel. Nilai VEG-F meningkat dalam keadaan hiperinsulinemik seperti
sindrom metabolik dimana adiposit adalah sumber primernya (Cargil dkk., 2007)
Faktor genetik juga berperan penting dalam suseptibilitas psoriasis dan
gangguan metabolik, termasuk dislipidemia. Lebih dari 20 lokus genetik yang
mengandung berbagai macam jumlah gen telah dikaitkan dengan suseptibilitas
psoriasis. Dari gen-gen ini, beberapa juga dihubungkan dengan gangguan
metabolik. Lokus suseptibilitas psoriasis PSORS2, PSORS3, dan PSORS 4 juga
terhubung dengan lokus suseptibilitas untuk gangguan metabolik, diabetes tipe 2,
dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Azfar dan Gelfan, 2008).
2.4 Jenis Kolesterol dalam Tubuh
Kolesterol diproduksi oleh hati dalam bentuk partikel lembut menyerupai
lapisan lilin yang beredar di dalam darah. Fungsi kolesterol sebenarnya adalah
sebagai unsur utama membran sel, membantu pencernaan lemak di dalam
empedu, pembentukan vitamin D dan hormon steroid. Hati sebenarnya sudah
menghasilkan sebagian besar kolesterol yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi
karena adanya asupan makanan yang mengandung lemak maka jumlah kolesterol
akhirnya menjadi berlebihan dan ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya
32
berbagai penyakit yang berhubungan dengan metabolisme lemak (kolesterol).
Peranan gangguan metabolisme lipid berhubungan dengan penyakit sindroma metabolik seperti
diabetes melitus, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, obesitas dan sebagainya telah banyak
diteliti. Namun penelitian peran metabolisme lipid pada psoriasis belum banyak dilakukan,
walaupun beberapa penelitian yang berhubungan dengan psoriasis, namun hasilnya masih
berbeda-beda. Ada banyak jenis lipid, namun yang berhubungan dengan psoriasis adalah jenis
trigliserida dan kolesterol high density lipoprotein (HDL)
Semua sel menggunakan lemak, kolesterol sebagai blok bangunan untuk
membuat membran ganda yang digunakan sel untuk kedua kadar air pengendalian
internal, elemen air internal larut dan untuk mengatur struktur internal dan sistem
protein enzimatik. Partikel-partikel lipoprotein memiliki kelompok hidrofilik
fosfolipid, kolesterol dan apoproteindiarahkan ke luar. Karakteristik seperti
membuat mereka larut dalam air garam berbasis darah. Trigliserida-lemak dan
ester kolesterol dilakukan secara internal, terlindung dari air dengan monolayer
fosfolipid dan apoprotein.Interaksi protein membentuk permukaan partikel dengan
(a) enzim dalam darah, (b) dengan satu sama lain dan (c) dengan protein spesifik
pada permukaan sel menentukan apakah trigliserida dan kolesterol akan
ditambahkan atau dikeluarkan dari transportasi partikel lipoprotein tersebut.
Mengenai pengembangan ateroma dan kemajuan sebagai lawan regresi, masalah
utama selalu pola transportasi kolesterol, bukan konsentrasi kolesterol itu sendiri.
Didalam tubuh manusia, sumber energi yang diperlukan berasal dari
oksidasi karbohidrat dan lipid. Lipid yang tersimpan di dalam sel pada seluruh
tubuh disebut dengan jaringan adiposa atau depot lipid. Sel-sel jaringan adiposa
33
mengandung trigliserida yang mengisi hampir 90% dari volume sel. Sedangkan
lipid pada darah harus berikatan dengan protein agar dapat larut dalam air dan
ikatan ini disebut lipoprotein. (Javidi dkk,2007). Di dalam peredaran darah,
lipoprotein merupakan suatu komplek yang biasa disebut lipoprotein partikel yang
terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam (inti) yang tidak larut terdiri dari
trigliserida dan ester kolesterol, dan bagian luar yang larut terdiri dari kolesterol
bebas, fosfolipid dan apoprotein (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Ada
beberapa tipe dari lipoprotein dalam darah antara lain:Kilomikron, dibentuk di
dinding usus dari trigliserida dan kolesterol berasal dari makanan. Trigliserida
(TG) mengalami hidrolisa oleh lipoprotein lipase dan sisanya diekskresi oleh hati.
Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan protein yang tertinggi
(lebih banyak lemaknya daripada protein), dan tugasnya adalah membawa energi
dalam bentuk lemak ke otot. Very Low Density Lipoprotein (VLDL), molekul
VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol yang tidak
diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan karier
utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL (Jellinger,
2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Low Density Lipoprotein (LDL), adalah karier
utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul mengandung sekitar
1.500 molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam darah berlebih,
reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan diambil.
Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel
kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL
muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh
34
makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh
darah yang akan membentuk plak atherosklerotik. (Uyanik dkk., 2002; Tekin
dkk., 2007; Jellinger, 2000; Khovidhunkitet dkk, 2004). High Density
Lipoprotein (HDL), molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke
hepar untuk diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis
hormon yang disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar
molekul HDL yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik.
HDL menunjukkan kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu. Nilai
normal
HDL
35-85
mg/dL
(Jellinger,
2000;
Khovidhunkit
dkk.,
2004).Trigliserida (TG), adalah komponen utama dari VLDL dan kilomikron.
TG merupakan komponen lemak yang tidak larut dalam air dan tersimpan pada
jaringan lemak. Kadar normal TG adalah kurang dari 150 mg/dL. Borderline bila
150-199 mg/dL, 200-499 mg/dL dikatakan tinggi, dan lebih dari 500 mg/dL
adalah sangat tinggi, dikatakan bahwa TG yang tinggi berhubungan dengan
penyakit-penyakit lain seperti aterosklerosis, diabetes melitus, lupus eritematosus
dan psoriasis (Jellinger, 2000; Khovidhunkitet al, 2004).
Dari banyak lipid dalam tubuh, keseimbangan antara HDL dan trigliserida
memegang peran penting dalam beberapa penyakit metabolisme, termasuk pada
psoriasis. Peran lipid ini saat ini mulai banyak diteliti tentang hubungannya
dengan sistem imunitas tubuh. Bahkan banyak peneliti menyatakan bahwa
psoriasis merupakan petanda penyakit sistemik serta sangat erat dengan
patogenesis terjadinya plak pada aterosklerosis (Kaji 2003; Khovidhunkit 2004;
Kourosh 2008).
35
2.5
Peranan Trigliserida dan HDL dalam Imunopatogenesis
Psoriasis
Etiologi terjadinya peningkatan lipid darah pada psoriasis masih
kontroversial, meskipun beberapa studi sudah dilakukan untuk membuktikannya.
Beberapa pendapat mengatakan adanya predisposisi genetik untuk perkembangan
psoriasis dan beberapa kondisi yang mencetuskan peningkatan aktivitas penyakit
seperti misalnya infeksi, trauma kulit, sinar matahari, agen oksidan, dan stres
(Takeda dkk., 2001;Rocha, 2001; Tekin dkk., 2007). Seringkali psoriasis
dihubungkan dengan beberapa penyakit yaitu kardiovaskular, diabetes mellitus,
dan rematoid arthritis. Peran dari keadaan patologis tersebut adalah etiologi
psoriasis yang masih belum jelas (Gelfan dkk, 2007; Azfar dan Gelfan, 2008).
Psoriasis adalah penyakit inflamasi Th1 yang ditandai dengan ekspansi
dan aktivasi sel Th1, APC, dan sitokin Th1. Inflamasi Th1 yang kronis sangat
berperan dalam patofisiologi, sindrom metabolik, diabetes, atherosklerosis dan
infark miokardium. Sebagai contoh, sitokin Th1, molekul adhesi (ICAM-1, Eselectin), dan faktor angiogenik (VEGF) meningkat pada psoriasis, dan penyakit
arteri koroner. Mediator-mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada
beberapa proses, seperti misalnya angiogenesis, insulin signaling, adipogenesis,
dan metabolisme lipid, trafficking sel imun, dan proliferasi epidermis (Creamer,
2002). Pada tabel 2.2 di bawah ini adalah tabel beberapa peneliti peran trigliserida
dan HDL yang berhubungan dengan psoriasis.
Inflamasi kronis dapat menyebabkan disfungsi pada beberapa sistem organ.
Sitokin Th1 seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α) meningkat pada kulit dan
36
darah pasien psoriasis dan merekrut lebih banyak sel T ke kulit dan persendian,
meningkatkan proses angiogenesis dan hiperproliferasi epidermal (Goiris dkk,
2006). Selain itu TNF-α juga disekresikan pada jaringan adiposa dan merupakan
gambaran yang penting dalam obesitas kronik. TNF-α dapat menyebabkan
resistensi insulin melalui berbagai jalan seperti misalnya mengganggu insulin
signaling dengan menghambat aktivitas tirosine kinase dari reseptor insulin
melalui aktivasi peroxisome proliferator–activated reseptor (PPAR)δ yang
meningkatkan proliferase epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme
glukosa, dan melalui supresi adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi
yang penting dalam regulasi sensitivitas insulin (Reynoso dkk, 2003). Selain itu,
inflamasi kronis psoriasis akan meningkatkan insulin-like growth factor-II (IGFII) di kulit dan darah pasien psoriasis, dimana IGF-II dapat meningkatkan
proliferasi epidermis, modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak. Hal
ini berkaitan dengan hiperlipidemia atau ketidakseimbangan kadar HDL dan
trigliserida baik pada hewan coba maupun pada manusia (Cohen dkk., 2007;
Zuliani,2007; Kaji H, 2013).
Tabel 2.2 Hasil beberapa peneliti tentang hubungan kadar Trigliserida dan HDL
dengan Psoriasis
Peneliti
Dsouza dkk,
2013
Metode
Case-control,
Population
TG
HDL
Bhat dkk ,
2012
Case-control
TG
HDL
Bajaj dkk,
2009
Case-control
TG
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Mean+ SD
116+37
99 +2,4
47,2+8,0
47,11+11,1
94,55+40,87
174,1+81,54
42.65+10,54
42,55+14,16
175,91+46,55
147,12+9,72
P>0.05
NS
NS
P<0,001
NS
P<0,001
37
HDL
Dreiher dkk,
2008
Case-control
TG
HDL
Akhyani
dkk, 2007
Crosssectional
TG
HDL
Javidi, 2007
Crosssectional
TG
HDL
Carneiro
dkk, 2006
Crosssectional
TG
HDL
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Cantrol
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
37,81+10,78
41,41+9,72
>200 (15,9 %)
<200 (13,5 %)
>40 (24,9 %)
<40 (21 %)
140,30+55,24
115,84+47,28
39,64+7,91
41,32+7,73
265,7+114,3
174,5+81,2
38,3+3,6
44,4+6,4
>150 (36,2 %)
<150 (13,8 %)
Low (61,0 %)
Normal (19,2 %)
P<0,001
OR=1,21
P<0,001
OR=1,18
P<0,001
P<0.001
NS
P<0,05
NS
P<0,001
P<0,001
NS – Non significant
Dari berbagai penelitian tersebut diatas, masih banyak perbedaan hasil dengan
metode yang berbeda-beda.
Banyak peran HDL sebagai antiinflamasi sebagai berikut; menghambat
sitokin yang menstimuli ekspresi molekul adesi terhadap sel endotel seperti :
Vascular cell adhesion molecule-1, Intercellular adhesion molecule-1 dan Eselectin.Menghambat sitokin TNF-α yang mensintesis IL-6, sitokin ini sebagai
sitokin proinflamasi (Zuliani,2007; Das dkk.;2012; Kaji; 2013).
Pada gambar 2.4 dibawah ini tampak jelas peran antiinflamasi dari HDL, terutama
terhadap ICAM-1 dan VCAM-1.
38
Gambar 2.4Efek Antiinflamasi dari HDL. High density lipoprotein (HDL) memiliki efek antiinflamasi, terutama terhadap efek pada pada sel endotel telah banyak buktinya. Penelitian In vitro
telah menunjukkan bahwa HDL lipoprotein dari manusia dengan komponen utamanya adalah
apolipoprotein AI (apoA-I), dapat menghambat ekspresi VCAM 1 dan ICAM-1 pada sel endotel
dan mengurangi pengikatan monosit ke permukaan endotel, hal ini menyebabkan terhambatnya
migrasi sel-sel radang dari pembuluh darah (Barter, 2004)
Perubahan vaskuler terjadi pada lapisan dermis lesi psoriasis yaitu berupa
dilatasi kapiler dan angiogenesis. Peningkatan dari vaskuler endothelial growth
factor (VEGF/VPF) oleh keratinosit yang distimulasi oleh TGF-α (yang
diproduksi sel T dan keratinosit) akan menyebabkan angiogenesis dan
hipermeabilitas vaskuler. TNFα juga merupakan promotor terjadinya angiogenesis
dan peradangan pada endotel dermis, hal ini yang menyebabkan lesi psoriasis
yang eritematous (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan
Elder, 2008).
Peningkatan kadar trigliserida dapat memprovokasi akumulasi lipid pada
dinding arteri, memicu respon inflamasi awal di endotel vaskularyang
mengekspresikan molekul adhesi. Lipoprotein lipase (LPL) memainkan peran
penting dalam metabolisme lipid dengan hidrolisis trigliserida hal ini terjadi
39
stimulasi endothelial vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM1) melalui
sintesis synthetic peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR), demikian
juga halnya dengan ICAM-1 yang ke duanya dapat memobilisasi sitokin
proinflamasi seperti IL-6, IFN-gamma dan TNF-alpha. Sebagai hasil akhir
terjadinya diferensiasi dan proliferasi dari keratinosit (Ziouzenkova,2003; Wang,
2011). Penelitian yang dilakukan oleh Svenungsson dkk, 2003 menunjukkan
bahwa tingginya kadar trigliserida dan rendahnya kadar HDL merupakan petanda
aktivitas penyakit lupus eritematosus sistemik melalui peningkatan regulasi dari
TNF-alpha dan TNF-Receptor system.Kesimpulan ini mendukung konsep bahwa
setiap perubahan dalam plasmalipoprotein berhubungan dengan kadar plasma
trigliserida berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit inflamasi seperti
kardiovaskuler, psoriasis, lupus eritematosus (Savoju dkk., 2008; Feinggold dkk.,
2012).
Banyak fakta mengatakan bahwa, selain gangguan keratinosit, psoriasis
juga terjadi disfungsi endotel pada dermis psoriasis, demikian juga hal yang sama
terjadi pada penyakit kardiovaskuler. Kelainan endotel dimediasi oleh trigliserida
melalui faktor-faktor pertumbuhan lainnya (Norata dkk., 2006; Mallbris dkk.,
2008; Simone dkk., 2011; Brezinki dkk., 2013)
2.6
Metabolisme lipid dan Psoriasis
Banyak fakta menunjukkan bahwa antara plak psoriasis dengan plak
aterosklerosis memiliki hubungan patogenesis yang mirip, dengan kata lain
gangguan metabolisme lipid yang dikenal sebagai metabolik sindrom dalam hal
ini kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi memegang peran
40
penting. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dasar patologis psoriasis adalah
proliferasi keratinosit juga akibat gangguan imunologis. Peran trigliserida dan
HDL memegang peran sentral dalam proses patologi psoriasis (Ghasibadeh dkk
2010; Padhi dkk 2013).
Gambar 2.5 Skema singkat proses perkembangan proses radang yang terjadi antara
psoriasis dan aterosklerosis. Dalam kelenjar getah bening, sel penyaji antigen (APC)
mengaktifkan naif sel T untuk meningkatkan ekspresi leukocyte-function-associated
antigen-1 (LFA-1). Sel T yang aktif akan bermigrasi (ekstravasasi) ke pembuluh darah
dan terikat pada endotel. Selain itu intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) akan
berinteraksi dengan sel dendritik, makrofag dan keratinosit pada lesi Pada akhirnya
makrofag mensekresi kemokin dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi,
sehingga terjadi pembentukan plak psoriasis atau plak aterosklerosis(Ghasibadeh dkk
2010).
41
Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam
patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL.
HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat
berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin
proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth
factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi
dan proliferasi keratinosit. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat
proinflamasi menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis adalah
gangguan profil lipid terutama kadar trigliserida yang tinggi dan kadar HDL yang
rendah sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti
yang menemukan hal yang berbeda peran HDL dan trigliserida pada psoriasis.
Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak langsung,
tetapi melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin
inflamasi seperti IL-1, IL-6, IFN-gamma dan sitokin proinflamasi lainnya. IL-6
memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan
kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi
epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor, yang
pada akhirnya menyebabkan proliferasi keratinosit dan peradangan pada lesi
psoriasis. Namun peran kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi
pada psoriasis belum ada kesepakatan, selain itu apakah ke dua profil lipid
tersebut dapat sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, kiranya perlu dilakukan
penelitian case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.
42
BAB III
KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Pikir
Dari uraian di atas tampak bahwa keseimbangan antara trigliserida dan
HDL berperan dalam patogenesis psoriasis. HDL selain sebagai mediator
antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat berperan dalam menekan sintesis
IL-6, IL-8, TNF-alpha dan IFN-gamma. Sitokin proinflamasi ini akan
meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth factors, ICAM-1 dan
VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi dan proliferasi
keratinosit. Trigliserida sebagai kolesterol proinflamasi yang dapat menstimuli
Th1 dan sel penyaji antigen untuk memproduksi sitokin-sitokin proinflamasi.
Kebanyakan penelitian menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar
trigliserida yang tinggi pada psoriasis bermakna dibandingkan subjek yang tidak
menderita psoriasis, namun hasil ini masih kontroversi dan di Indonesia belum
banyak penelitian yang menilai tingginya trigliserida dan rendahnya HDL sebagai
faktor risiko terhadap psoriasis. Oleh karena itu kiranya perlu dilakukan penelitian
case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.
42
43
3.2 Kerangka Konsep
Trigliserida dan
HDL
Pola diet
IL-6
IL-17
IFN-gamma
TNF-alpha
Proliferasi keratinosit
Peradangan kronis
Psoriasis
Faktor Genetik
Kortikosteroid sistemik
Infeksi Streptococcus
Stress psikologis
Keterangan :
Diteliti
T Tidak diteliti
3.3 Hipotesis Penelitian:
3.3.1
Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris.
3.3.2
Kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada psoriasis
vulgaris.
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi
terhadap kejadian psoriasis vulgaris maka dilakukan penelitian observasional
analitik dengan menggunakan rancangan case-control study.
HDL
Trigliserida
KASUS
(PSORIASIS)
HDL
N
Trigliserida
N
Tidak berpasangan
(unmatching)
HDL
Trigliserida
KONTROL
NON PSORIASIS
HDL
N
Trigliserida
N
44
45
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah,
Denpasar

4.3
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Nopember 2012- Januari 2013
Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi target adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang
didiagnosis secara klinis dan histopatologi.
2. Populasi terjangkau adalah pasien psoriasis vulgaris, orang Indonesia yang
berobat di RSUP Sanglah, Denpasar periode Nopember 2012 – Januari
2013
4.3.1
Kriteria Inklusi
1. Pasien dengan diagnosis Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun–60 tahun
sebagai kasus.
2. Pasien dengan non Psoriasis Vulgaris dan berusia 15 tahun - 60 tahun
sebagai kontrol.
3. Bersedia mengikuti prosedur penelitian dengan menandatangani surat
persetujuan penelitian setelah diberi penjelasan ( informed consent )
4. Riwayat dislipidemia
4.3.2
Kriteria Eksklusi
1. Mendapatkan terapi sistemik kortikosteroid dalam 1 bulan terakhir atau
siklosporin
2. Obesitas ( Indeks massa tubuh > 30)
3. Hipertensi ( tensi darah > 140/90)
46
4. Diabetes Melitus dan riwayat penggunaan obat anti diabetik.
4.4 Besa03r Sampel Penelitian
Perhitungan besar sampel berdasarkan rumus Lwanga dan Lemeshow (1991):
n 1= n2 = Zα √p.q + Zβ √{ p1q1 + p0q0} ²
( p1 – p0 )²
n = 28,68 dibulatkan menjadi 30
Pada penelitian ini digunakan 30 case dan 30 kontrol.
Keterangan :
n
= Besar sampel
Zα
= Kesalahan tipe I (ditetapkan, 1.96)
p
= ½ p1+p0
p1
= proporsi case
p0
= proporsi kontrol
q
= 1-p
Zβ
= Kesalahan tipe II (ditetapkan , 0.84)
q0
= 1-p0
q1
= 1- p1
4.5 Cara Pemilihan Sampel
Dengan menggunakan consecutive sampling random dari pasien pengunjung poli
kulit dan kelamin RSUP Sanglah, Denpasar yang memenuhi kriteria sampel.
Setiap pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai case.
Setiap case akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai control secara
random pada hari yang sama.
47
4.6 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
: HDL dan Trigliserida
2. Variabel Tergantung
: Psoriasis vulgaris
3. Variabel Perancu
: Diabetes melitus, Obesitas,Stres Psikologi,Infeksi.
4.7 Definisi Operasional
1. Usia ditentukan berdasarkan tanggal lahir dan dinyatakan dalam satuan tahun
2. Psoriasis Vulgaris, diagnosis berdasarkan Gudjonsson,
in
Fitzpatrick ’s
Dermatology 2012.
3. HDL kolesterol dan Trigliserida akan ditentukan dengan metode CHOD PAP
(Flier 2008) dikategorikan menjadi:
HDL-kolesterol < 35mg/ dl.
Trigliserida darah > 150mg/dl.
4. Derajat keparahan Psoriasis berdasarkan Feldman dan Krueger,2005 bila:
Nilai PASI < 10 disebut Psoriasis derajat ringan.
Nilai PASI 10 – 30 disebut Psoriasis derajat sedang.
Nilai PASI > 30 disebut Psoriasis derajat berat.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1
Tahap Seleksi Pasien
Pemilihan Subyek Penelitian dilakukan secara klinis untuk mendapatkan
pasien psoriasis vulgaris yang memenuhi kriteria penerimaan dan
penolakan. Peneliti kemudian memberikan keterangan mengenai penyakit,
tujuan dan cara penelitian kepada calon Subyek Penelitian. Bila calon
Subyek Penelitian setuju untuk mengikuti penelitian ini maka calon
Subyek Penelitian harus mengisi dan menandatangani formulir persetujuan
48
(informed consent). Langkah penelitian selanjutnya akan dijalankan
setelah pasien memberikan persetujuan tertulis.
4.8.2
Pencatatan Data Dasar
Pencatatan meliputi identitas Subyek Penelitian, anamnesis, pemeriksaan
fisik, pengukuran tekanan darah, berat badan dan tinggi badan.
4.8.3
Pemeriksaan kadar HDL dan Trigliserida
Pemeriksaan
dilakukan
di
Laboratorium
Klinik
RSUP
Sanglah,
Jl.Kesehatan, Denpasar. Sebelum dilakukan pemeriksaan, SP harus puasa
selama 12 jam.
Langkah pemeriksaan:
1. Pengambilan darah Subyek Penelitian sebanyak 3 cc dengan
menggunakan spuit 3 cc lalu dipindahkan ke dalam tabung yang
mengandung EDTA dan disimpan pada suhu 2-8⁰ C.
2. Darah disentrifugasi 3.000 rpm selama 15 menit, kemudian serum
diambil secukupnya dan dimasukan ke dalam tabung.
3. Tabung diletakan pada rak sampel pengukuran konsentrasi kadar
HDLdan kadar Trigliserida.
4. Pencatatan hasil pemeriksaan kadar HDL dan kadar Trigliserida.
49
4.9 Alur Penelitian
Populasi target adalah
Pasien Psoriasis Vulgaris
orang Indonesia
Pasien Psoriasis Vulgaris, orang Indonesia
yang datang ke Poliklinik Kulit & Kelamin
RSUP Sanglah dari bulan November 2012
sampai Januari 2013
Penapisan Sampel
-Kriteria Inklusi
-Kriteria Eksklusi
Eligible sampel
Informed concern
Kontrol
Non Psoriasis Vulgaris
Tidak
Berpasangan
Kasus
Psoriasis Vulgaris
Pengambilan darah:
Pemeriksaan kadar HDL, kadar Trigliserida
Analisis Data
Simpulan
50
4.10
Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan bantuan program Statistical Package for
Social Sciences (SPSS 18) dilakukan di pusat statistik Unud..
1. Uji karakteristik secara deskriptif
2. Uji normalitas distribusi serum lipid darah psoriasis vulgaris
dan non
psoriasis dengan metode Kolmogorow – Smirnov
3. Uji homogenitas distribusi serum lipid darah antara psoriasis vulgaris dan non
psoriasis menggunakan uji varians dengan Lavene’s Test.
4. Untuk analisis perbedaan rerata kadar TG dan HDL anara kelompok kasus dan
kontrol dilakukan uji t-student
5. Analisis perbedaan proporsi dilakukan dengan Chi-square dan untuk
mengetahui rasio Odds dilakukan analisis multiple regression logistic.
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek
Penelitian dilakukan terhadap 60 orang pasien yang terdiri dari 30 orang
pasien psoriasis vulgaris dan 30 orang pasien non psoriasis yang memenuhi
kriteria inklusi sebagai subjek penelitian, mulai bulan Nopember 2012 sampai
dengan bulan Januari 2013 di Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP
Sanglah, Denpasar, yang meliputi umur (tahun), jenis kelamin, pendidikan, derajat
keparahan dan lama sakit. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik
Umur (tahun)
15-24
25-44
>45
Jenis Kelamin
Laki
Perempuan
Pendidikan
Rendah
Menengah
Tinggi
Derajat keparahan
Normal
Ringan
Sedang
Berat
Lama sakit
Tidak sakit
< 5 tahun
5 – 15 tahun
>15 tahun
Kasus (n= 30)
Psoriasis
Kontrol (n=30)
Non Psoriasis
2
24
4
6
17
7
8
22
15
15
4
20
6
2
25
3
0
18
7
5
30
-
0
11
13
6
30
-
51
P
0,134
0,063
0,329
0,001
0,001
52
Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
karakteristik subjek penelitian antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
(p>0,05), kecuali derajat keparahan dan lama menderita sakit terdapat perbedaan
secara bermakna (p<0,05).
5.2 Analisis Normalitas Data
Sebelum dilakukan analisis dengan uji t-independent, data hasil penelitian
berupa kadar HDL dan trigliserida pada sampel diuji dengan KolmogoronovSmirnov untuk mengetahui normalitas data. Berdasarkan hasil analisis didapatkan
bahwa data kadar HDL berdistribusi normal (K-S = 0,939; p = 0,341), demikian
juga data kadar trigliserida berdistribusi normal (K-S = 1,068; p = 0,204).
(a)
(b)
Gambar 5.2. Histogram normal: (a) HDL; (b) Trigliserida
5.3 Perbedaan Kadar HDL dan Trigliserida antara Kelompok Kasus
denganKelompok Kontrol
Perbedaan rerata kadar HDLdan trigliserida antara kelompok kasus dengan
kelompok kontroldianalisis dengan uji t-independent. Hasil analisis disajikan pada
Tabel 5.2.
53
Tabel 5.2
Perbedaan Kadar HDLdan Trigliserida antara Kelompok Kasus dengan
Kelompok Kontrol
Kelompok
Kasus
Kontrol
Psoriasis
Non Psoriasis
Variabel
HDL (mg/dl)
Trigliserida(mg/dl)
T
P
34,73±4,42
39,90±7,41
2,13
0,002
159,23±26,43
145,07±25,17
3,28
0,038
Pada Tabel 5.2 ditunjukkan bahwa rerata kadar HDL kelompok
kasusadalah 34,73±4,42mg/dldan rerata kadar HDL kelompok kontrol adalah
39,90±7,41 mg/dl. Rerata kadar trigliserida kelompok kasus adalah 159,23±26,43
mg/dldan rerata kadar trigliserida kelompok kontrol adalah 145,07±25,17
mg/dldengan nilai kemaknaan masing-masing adalah p = 0,002 dan p = 0,038. Hal
ini berarti bahwa terdapat perbedaan kadar HDL dan kadar trigliserida antara
kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).
5.4 Kadar HDL Yang Rendah merupakan Faktor Risiko Terjadinya
Psoriasis
Untuk mengetahui peranan kadar HDL terhadap Psoriasisdipakai uji ChiSquare yang dapat dilihat pada Tabel 5.3
Tabel 5.3
Kadar HDL Pada Psoriasis
Kelompok
Rasio
Kasus
Kontrol
Odd
Psoriasis
Non Psoriasis
Rendah
18
4,93
12
P
1,61-15,07
0,004
7
HDL
Normal
IK 95%
23
54
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa kadar HDLyang rendah merupakan faktor
risiko terjadinya Psoriasis sebesar 5 kali (RO = 4,93, IK 95% = 1,61-15,07;
p = 0,004).
5.5 Kadar Trigliserida Yang Tinggi merupakan Faktor Risiko Terjadinya
Psoriasis
Untuk mengetahui peranan kadar trigliserida terhadap Psoriasis dipakai uji
Chi-Square yang dapat dilihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4
Kadar Trigliserida pada Psoriasis
Kelompok
Tinggi
Kasus
Psoriasis
24
Kontrol
Non Psoriasis
12
Normal
6
18
Trigliserida
Rasio
Odd
IK 95%
P
6,00
1,89-19,04
0,002
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa kadar trigliserida tinggi merupakan faktor
risiko terjadinya Psoriasis sebesar 6 kali (RO = 6,00, IK 95% = 1,89-19,04,
p=0,002).
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa kadar HDL pada psoriasis lebih rendah
secara bermakna dibandingkan subjek yang tidak menderita psoriasis. Kadar
trigliserida pada psoriasis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan subjek yang
tidak menderita psoriasis. Demikian juga rasio Odds rendahnya HDL sebesar 4,93
(IK95 % =1,61-15,07, dengan p< 0,05), dan tingginya trigliserida dengan rasio
Odds 6,00 (IK 95 %= 1,89-19,04, dengan p< 0,05).
55
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Subjek
Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, maka dilakukan penelitian pada
pasien yang diperiksa di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar.Setiap
pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai kasus. Setiap
kasus akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai kontrol secara random
pada hari yang sama.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa subjek penelitian dengan usia
termuda adalah 17 tahun dan usia tertua adalah 60 tahun. Persentase terbanyak
menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 25 - 44 tahun dengan nilai p 0.134.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Gisondi dkk.(2007)
pada 338 pasien
psoriasis vulgaris didapatkan distribusi rerata umur penderita 42.1, dan penelitian
oleh Ahmed dkk. (2009) terjadi pada segala usia dan puncaknya pada usia 26
tahun. Hal ini diduga karena faktor hormonal yang mempengaruhi proses
inflamasi pada pasien psoriasis.
Subjek penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 23 orang (38.3%) dan
perempuan 37 orang (61.7%). Pada penelitian Prodanovich dkk.(2009) disebutkan
bahwa wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita psoriasis.
Persentase terbanyak
menurut jenjang pendidikan yaitu pendidikan
menengah sejumlah 45 (75%), diikuti oleh pendidikan tinggi sebanyak 9 (15%)
dan pendidikan rendah sebanyak 6 (10%). Hal ini kemungkinan terkait dengan
55
56
faktor stres baik fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan aktivitas.
Penelitian oleh Gudjonsson dan Thorarinsson (2003) menyatakan stres pada
pasien psoriasis vulgaris meningkat 30- 40%.
Derajat keparahan kelompok kasus dibedakan menjadi derajat ringan,
sedang dan berat. Penderita terbanyak yaitu dengan derajat keparahan ringan yaitu
sebanyak 18 orang penderita (26,7%), derajat sedang sebanyak 7 orang penderita
(16,7%) dan derajat berat sebanyak 5 orang penderita (6,6%). Penelitian yang
dilakukan oleh Huerta dkk. (2007) mendapatkan hasil 45% dari 388 pasien
psoriasis vulgaris derajat ringan. Hal ini disebabkan karena derajat keparahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor genetik, lokal dan sistemik.
Berdasarkan lama menderita sakit, kelompok kasus dengan persentase
terbanyak adalah 5 – 15 tahun sejumlah 13 (23,3%), diikuti oleh di bawah 5
tahun sebanyak 11 (18,3%), dan di atas 15 tahun sebanyak 6 (8,3%). Penelitian
yang dilakukan oleh Wiryadi (2004) di RSCM, Jakarta mendapatkan rerata lama
sakit pasien psoriasis adalah 6,8 tahun. Hal tersebut disebabkan karena psoriasis
vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif dan
lama sakit sangat bervariasi yaitu antara 2-50 tahun.
6.2 Perbedaan Kadar HDLdan Kadar Trigliserida antara Kelompok Kasus
dengan Kelompok Kontrol
Hasil penelitian dan analisis data pada kelompok kasus dan kontrol
menunjukkan bahwa uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) dan homogenitas
(Levene test) untuk data HDL dan trigeliserida berdistribusi normal (p > 0,05) dan
homogen (p>0,05), sehingga uji perbedaan rerata kadar HDL dan kadar
57
trigliserida antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol menggunakan uji tindependent. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar HDL
kelompok kasusadalah 34,73±4,42 mg/dl dan rerata kadar HDL kelompok kontrol
adalah 39,90±7,41 mg/dl. Rerata kadar trigliserida kelompok kasus adalah
159,23±26,43 mg/dl dan
rerata kadar trigliserida kelompok kontrol adalah
145,07±25,17 mg/dldengan nilai kemaknaan masing-masing adalah p = 0,002 dan
p = 0,038 (p<0,05).
Hal ini menunjukan terdapat perbedaan kadar HDL dan kadar trigliserida
antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol secara bermakna (p<0,05).
Penelitian Cohen dkk.(2007) menyatakaninflamasi yang terjadi pada psoriasis
menyebabkan terjadinya peningkatan produksi sitokin atau mediator inflamasi
antara lain TNF-α, IGF-II, IL-17, IL-20, dan VEG-F. Mediator-mediator inflamasi
ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, salah satunya adalah
adipogenesis dan metabolisme lipid.Sitokin Th1 seperti TNF-α meningkat pada
kulit dan darah penderita psoriasis dan TNF-α juga diekskresikan di jaringan
adiposa dan merupakan gambaran yang penting dalam penyakit kronik. Melalui
aktivasi peroxisome proliferatoractivated receptor (PPAR)δ yang meningkatkan
proliferasi epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme glukosa melalui
supresi
adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi penting dalam
regulasi sensitivitas insulin. IGF-II di kulit dan darah pasien psoriasis dapat
meningkatkan modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak.
58
Penelitian Mallbris dkk. (2006) menyatakan bahwa selain TNF-α, IL-20
dan IL-17 juga sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang
disekresikan oleh sel Th 17 juga mengaktivasi inflamasi di berbagai sistem organ,
seperti IL-17 meningkat pada serum penderita penyakit arteri koroner. Mediatormediator inflamasi kronis tersebut akan menyebabkan perubahan pola jaringan
lemak yang mengakibatkan terjadinya perubahan lipoprotein darah yaitu
meningkatnya kadar HDL.
6.3 Kadar HDL Yang Rendah dan Kadar Trigliserida Yang Tinggi
merupakan Faktor Risiko Terjadinya Psoriasis
Pada penelitian ini, batas normal kadar HDL adalah 35mg/dl, sedangkan
trigliserida darah adalah 150mg/dl. Untuk mengetahui peranan kadar HDL
terhadap risiko terjadinya Psoriasis dipakai uji Chi-Square.
Berdasarkan
hasil
analisis
didapatkan
bahwa
penurunan
kadar
HDLmerupakan faktor risiko terjadinya psoriasis sebesar 5 kali dibandingkan
dengan kadar HDL pada kontrol (RO = 4,93,IK 95%= 1.61-15.07, p =0,004).
Demikian juga didapatkan bahwa peningkatan kadar trigliserida merupakan
faktor risiko terjadinya psoriasis sebesar
6 kali dibandingkan dengan kadar
trigliserida pada kontrol (RO = 6,00, IK 95%= 1.89 – 19.04, p=0,002).
Hal ini kemungkinan terjadi karena psoriasis adalah suatu penyakit
inflamasi Th1 yang ditandai dengan ekspansi dan aktivasi sel Th1, APC, dan
sitokin Th1. Inflamasi Th1 yang kronis sangat berperan dalam patofisiologi
obesitas, sindrom metabolik, diabetes, atherosklerosis dan infark miokardium.
Sitokin Th1, molekul adhesi ( ICAM-1, E-selectin) , dan faktor angiogenik yaitu
VEGF meningkat pada psoriasis, obesitas, dan penyakit arteri koroner. Mediator-
59
mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, salah
satunya adalah pada metabolisme lipid (Creamer, 2002).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Neimann dkk (2006),
yang menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi berisiko 1,31 kali menyebabkan psoriasis vulgaris dibandingkan orang
sehat. Penelitian di Israel melaporkan dari 10.669 pasien psoriasis yang
didiagnosis dislipidemia sebesar 57.1% (Cohen dkk., 2008)
Di samping itu,
Prodanovich dkk (2009) dari Florida, Amerika Serikat melaporkan angka kejadian
atherosklerosis pada penderita psoriasis sebesar 2,18 kali dibandingkan orang
sehat.
Faktor imunologi dan genetik kemungkinan berperan dalam proses
timbulnya psoriasis. Peranan faktor imunologi dalam hal ini adalah adanya
peningkatan presentasi antigen, peningkatan aktivitas sel Limfosit T pada kulit
dan peningkatan regulasi sitokin dari sel T helper 1 (Th1). Peradangan kronik
Th1 ini yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme (Bajaj dkk., 2009;
Brauchii dkk., 2008).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Cohen dkk. (2008)
yang melakukan penelitian potong lintang di Israel, dan menyatakan bahwa
terjadi peningkatan total kolesterol dan trigliserida, penurunan kadar HDL pada
pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Penelitian oleh Solak Tekin (2007)
di Turki juga menunjukkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL tinggi dan
kadar HDL rendah pada pasien psoriasis yang berusia 40 tahun dibandingkan
dengan kontrol. Menurut Zari (2007) disimpulkan bahwa profil lipid meningkat
60
secara bermakna pada
pasien psoriasis sehingga psoriasis dikatakan sebagai
parameter adanya gangguan metabolisme lemak dan berhubungan dengan
penyakit obstruksi vaskuler.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Malezkzad dkk. (2011)
yang menyatakan bahwa tekanan darah sistol dan kadar trigliserida sebagai faktor
risiko yang bermakna, sedangkan HDL, insulin dan oral glukosa tolerance test
(OGTT) tidak bermakna. Gisondi dkk. (2007) menyatakan bahwa trigliserida
berbeda secara bermakna pada psoriasis dibandingkan kontrol. Gupta dkk (2011)
mendapatkan total kolesterol, trigliserida, VLDL dan LDL meningkat secara
bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna pada
psoriasis. Jyothi dkk (2011) menemukan trigliserida, dan LDL meningkat secara
bermakna pada psoriasis, sedangkan HDL lebih rendah secara bermakna.
Penelitian ini hanya melakukan dua parameter yang diukur yaitu kadar
trigeliserida dan HDL dan terbukti bahwa rendahnya kadar HDL dan tingginya
kadar trigeliserida merupakan faktor risiko terhadap kejadian psoriasis.
61
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya psoriasis.
(RO = 4,93,IK 95%; 1.61-15.07, p =0,004)
2. Kadar Trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya
psoriasis. (RO = 6,00, IK 95%; 1.89 – 19.04, p=0,002)
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada pasien psoriasis vulgaris
untuk mengetahui patogenesis terjadinya psoriasis terkait kadar
trigeliserida yang tinggi dan kadar HDL yang rendah dengan sampel yang
lebih banyak.
2. Untuk klinis, perlu dilakukan penelitian eksperimental dengan melakukan
terapi terhadap kadar HDL yang rendah dan kadar trigeliserida yang
tinggi pada pasien psoriasis vulgaris.
61
62
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed EF., Seliem MK., El-Kamel MF., Abdelgawad MM. and Shady I. 2009.
Prevalence of Metabolic syndrome in Egyptian patients with Psoriasis.
Egyp.J. Androl. 29(2). 91-100.
Akhyani M., Robati RM. And Robati AM. 2007. The Lipid Profile in Psoriasis : a
controlled study. JEADV;21: 1330-1332.
Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2000. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J
of Clin Pharm and Ther; 25: 1-10
Azfar RS.and Gelfand JM. 2008. Psoriasis and Metabolic Disease: Epidemiology
and Pathophysiology. Curr Opin Rheumatol; 20(4):416-422.
Bajaj RD., Mahesar MS., Devrajani BR. and Iqbal MP. 2009. Lipid Profile in
Patients with Psoriasis Presenting at Liaquat University Hospital
Hyderabad, J Pak Med Assoc.;59: 512-515.
Barker JN. 2001. Genetic Aspect of psoriasis. Clin and Exp Dermatol; 26: 321325.
Barter PJ., Nicholls S., Rye KA., Anantharamaiah GM., Navab M. and Fogelman
AM. Antiinflammatory Properties of HDL. Cisc Res; 95:764-772.
Bhat RM and Pinto HP. 2012. Lipid Profile in Psoriasis Patients. Psoriasis:
Target and Therapy;2: 77-80
Bernard FX., Morel F., Camus M., Pedretti N., Barrault C., Garnier J. and Lecron
JC. 2012. Keratinocytes under Fire of Proinflammatory Cytokenes:Bona
Fide Innate Cells Involved in the Physiopathology of Chronic Atopic
Dermatitis and Psoriasis. Journal of Allergy. Vol.2012:1-10
Brauchii YB., Jick SS. and Meier CR., 2008. Psoriasis and the Risk of Incident
Diabetes Mellitus: a population-based study. British Journal
ofDermatology; 159: 1331 – 1337.
Brezinski EA., Follansbee MR., Armstrong EJ. and Armstrong AW. 2013.
Endothelial Dysfunction and the Effects of TNF Inhibitors on the
Endothelium in Psoriasis and Psoriatic Arthritis: A Systematic Review.
Curr Pharm: 2: 8-12
62
63
Cargill M., Schrodi S.J., and Chang M., 2007. A Large Scale Genetic Association
Study Confirm IL12B and Leads to the Identification of IL23R as PsoriasisRisk Genes. Am J. Hum Genet; 80: 273-290.
Carneiro SC.,Pereira FMS., Brollo M., Verardino G. and Silva MR. 2009. Lipid
Profile in patients with psoriasis at a brazilian university hospital. JAAD ;
60(3) Supplement 1. Avaiable at
http://www.dermato.med.br/ufrj2009/P3329.pdf on Augst, 2013
Chan J.R., Blumenschein W., and Murphy E., 2006. IL23 Stimulated Epidermal
Hyperplasia via TNF and IL-20R2-dependent Mechanism with Implications
for Psoriasis Pathogenesis. J. Exp Med; 203: 2577 – 2587.
Cohen A.D., Gilutz H., and Henkin Y. 2007. Psoriasis and the Metabolic
Syndrome. Acta Dermatol Venereol; 87: 506–509.
Cohen A.D., Sherf M., Vidasky L., Vardy D.A., Shapiro J. and Mayerovitch J.
2008. Association Between Psoriasis and The Metabolic Syndrome.
Dermatology; 216: 152-155.
Creamer D., 2002. Mediation of Systemic Vascular Hyperpermeability in Severe
Psoriasis by Circulating Vascular Endothelial Growth Factor.
ArchDermatol; 138: 791-796.
Das B. and Mirsha T. 2012. Role of HDL-C in Health and Disease. JIACM; 13(3):
218-221.
De Rie M.A., Goedkoop A.Y., Bos J.D., 2004. Overview of Psoriasis.
DermatolTher; 17: 341-349.
De Simone C., Di Giorgio A., Sisto T., Carbone A., Ghitti F., Tondi P.
and Santoliquido A. 2011. Endothelial dysfunction in psoriasis patients:
cross-sectional case-control study. Eur J Dermatol;21(4):510-514.
Dreiher J., Weitzman D., Davidovici B., Shapiro J. and Cohen AD. 2008.
Psoriasis and Dyslipidemia: A Population Study. Acta Derm Venereol;
88:561-565.
Dsouza PH and Kuruville M. 2013. Dyslipidemia in Psoriasis: as arisk for
cardiovascular disease.Intl J Res Med Sci;1(2): 53-57.
Dvaroka V, and Markham T. 2013. Psoriasis: current treatment option and recent
advances. Drug Review; 4:13-18
64
El-Darouti M and Hay RA. 2010. Psoriasis: Higlights on Pathogenesis, Adjuvant
Therapy and Treatment of Resistant Problematic Case. J Egypt Women
Dermatol Soc; 7: 64-70
Feingold FL., Shigenaga JK., Kazemi MR., McDonald CM., Patzek SM., Cross
AS.and Grunfeld B. 2012. Mechanisms of triglyceride accumulation in
activated macrophages.J Leukoc Biol; 92(4):829-39
Feldman SR. and Krueger GG. 2005. Psoriasis Assessment Tools in Clinical
Trials. Ann Rheum Dis; 64: ii65 – ii68.
Gaspari AA. 2006. Innate and Adaptive Immunity and the Patophysiology of
Psoriasis. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.
Gelfand JM., Troxel A.and Lewis JD. 2007. The Risk of Mortality in Patients
with Psoriasis: Result from A Population-Based Study. Arch Dermatol;
143: 1493-1498.
Ghazizadeh R., Shimizu H., Tosa M. and Ghazizadeh M. 2010. Pathogenic
Mechanisms Shared between Psoriasis and Cardiovascular Disease. Int. J.
Med. Sci; 7(5): 284-289.
Ghoreschi K., Weigert C.and Röcken M. 2007. Immunopathogenesis and role of
T cells in psoriasis. Clinics in Dermatology ;25: 574–580.
Gisondi P., Tessari G., Conti A., Piaserico S., Schianci S.and Peserico A. 2007.
Prevalence of Metabolic Syndrome in Patient with Psoriasis: A HospitalBased Case Control Study. British Journal of Dermatology; 157: 68-73
Goiriz R., Dauden E., Gala S.P., Guhl G., and Diez A.G., 2006. Flare and Change
of Psoriasis Morphology during the Course of Treatment with Tumor
Necrosis Factor Blockers. Clin Dermatol; 32: 176-179
Grve T. and Mulfinger L.2001. The Pathogenesis of Psoriasis:Biochemical
Aspect. Biological & Biomedical Sciences: June Issue 1: 1-4.
Gudjonsson J. dan Elder J. 2012. Psoriasis Vulgaris. In: Wolff K., Goldsmith L.,
Katz S., Gilchrest B., Paller A., Leffell D. editors Fitzpatrick’s Dermatology
in General Medicine8th ed. New York: McGraw-Hill: 169–193.
Gudjonsson JE. and Thorarinsson AM., 2003. Streptococcal Throat Infections and
Excerbation of Chronic Plaque Psoriasis: a prospective study. Br. J of
Derm; 149:530-4.
Gupta M., Chari S. and Borkar M.2011. Dyslipidemia and oxidative stress in
patients of psoriasis. Biomedical Research 2011; 22 (2):221-224.
65
Huerta C., Rivero E. and Luis AG. 2007. Incidence and Risk Factors for Psoriasis
in the General Population. Arc Dermatol;143(12):1559-1565.
Javidi Z., Meibodi N.Y. and Nahidi Y. 2007. Serum Lipid Abnormalities and
Psoriasis. Indian J. Dermatol 2007; 52 (2): 89 – 92.
Joshi R. 2004. Immunopathogenesis of Psoriasis. Indian J Dematol Venereol
Leprol; 70(1): 10-2
Jyothi RS., Govindswamy KS. and Gurupa D. 2011. Psoriasis: An Oxidative
Stress Condition. Journal of Clinical and Diagnosis Research5; 2 : 252253
Kaji H.2003. High-Density Lipoproteins and the Immune System. Journal of
Lipid; 20(13):1-8
Khovidhunkit W. 2004. Effect of Infection and Inflammation on Lipid and
Lipoprotein Metabolism: Mechanisms and Consequences to the Host. J. of
Lipid Res 2(45): 1169 -1186.
Kourosh AS., MinerA. and Menter A. 2008. Psoriasis as the Marker of
Underliying Systemic Disease. Skin Therapy Letter; 13 (1) 1-5.
Krueger G. and Ellis CN. 2005. Psoriasis Recent Advances in Understanding its
Pathogenesis and Treatment. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.
Malekzad F., Robati R. and Abaei H. 2011. Insulin Resistance in psoriasis: a case
control study. Iran J Dermatol;14:136-139.
Mallbris L., Granath F., and Hamsten. A., 2006. Psoriasis is Associated with Lipid
Abnormalities at the Onset of Skin Disease. J. Am Acad; 54: 614-621.
Mallbris L., PernowbL. and Ståhlea M. 2008. Endothelial Function and
Inflammatory Activity in Patients with Recent Onset of Severe Plaque
Psoriasis. The Open Dermatology Journal; 2: 64-68
Michael P., Schön MD. Henning W. and Boehncke M.2005. Psoriasis.
N .Engl .J .Med; 353:848-850.
Michael, RL. and Alan, JC. 2006. Immunopathogenesis of psoriasis.Australian J.
Dermatol; 47:151-159.
Neimann LA., Gelfand MJ., Shin BD., Wang X., Margolis DJ. and Troxel B.A.,
2006. Risk of Myocardial Infarction in Patients with Psoriasis, JAMA;
1735-1741
66
Nestle FO., Kaplan DH. and Barker J. 2009. Mechanisme of Disease Psoriasis. N
Engl J Med;361(5): 496-509.
Nickoloff BJ. and Nestle FO. 2004. Recent insights into the immunopathogenesis
ofpsoriasis provide new therapeutic opportunities. The Journal of Clinical
Investigation:113(12): 1664-1675
Norata GD., Grigore L., Raselli S., Seccomandi PM., Hamsten A., Maggi
FM., Eriksson P. and Catapano AL. 2006. Triglyceride-rich lipoproteins
from hypertriglyceridemic subjects induce a pro-inflammatory
response in the endothelium: Molecular mechanisms and gene
expression studies. J Mol Cell Cardiol;40(4):484-494.
Numerof RP. and Asadullah K. 2006. Cytokine and Anti Cytokine Therapies for
Psoriasis and Atopic Dermatitis. Bio drugs; 20: 93-103.
Padhi T and Garima. 2013. Metabolic Syndrome and Skin: Psoriasis and Beyond.
Indian J Dermatol; 58(4): 299-305.
Perez RP., Cabaleiro T., Dauden E and Santos FA. 2013. Gene polymorphisms
that can predict response to anti-TNF therapy in patients with psoriasis and
related autoimmune diseases. The Pharmacogenomics Journal; 13: 297–
305
Piskin S., Gurkok F., Ekuklu G, and Senol M., 2003. Serum Lipid Levels in
Psoriasis.Yonsei Med J; 44: 24-26.
Prodanovich S., Kirsner RS., Kravetz JD., Ma F., Martinez L. and Federman DG.,
2009. Association of Psoriasis with Coronary Artery, Cerebrovascular, and
Peripheral Vascular Diseases and Mortality. Arch. Dermatol; 145: 700-03.
SabatR., PhilippS., FlichC., KreutzerS., WallaceE., AsadullahK.. VolkH., Sterry
W.and Wolk K. 2007Immunopathogenesis of psoriasis.J. Exp. Dermatol;
16: 779–798.
Sanchez APG. 2010. Immunopathogenesis of Psoriasis. An Bras Dermatol:85(5):
747-9.
Saraceno R., Ruzzetti M., De Martino M.U., Di Renzo L., Cianci R., De Lorenzo
A. and Chimenti S. 2008. Does Metabolic Syndrome Influence Psoriasis?
Eur Rev Med Pharmaco Sci; 12: 339-341.
Savoiu G., Noveanu L., Miladenecu OL., Gorun C.,Dragan S., Mirica S.,
Mladinecu CF. and Mihalas G. 2008. The Antioxidant Factor Reduce the
Impairment of Endothelial-Dependent Vasodilatation in Isolated Human
Arteries Preincubated with Triglyceride-Rich Lipoproteins. Romanian J
Biophys; 18(20): 171-177.
67
Schon MP. and Boehncke WH. 2005. Psoriasis N. Eng. J. Med; 352(18): 18991909.
Simmons A., 2007. Psoriasis. Am Ost Col of Dermatol; 41: 15-20
Svenungsson E., Gunnarsson I., Fei GZ., Lundberg IE.,Klareskog L, and
Frostegard J. 2003. Elevated Triglycerides and Low Levels ofHigh-Density
Lipoprotein as Markers of Disease Activity inAssociation With UpRegulation of theTumor Necrosis Factor-alpha/Tumor Necrosis
FactorReceptor System in Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis &
Rheumatism; 48(9): 2533–2540.
Tanaka T and Kishimoto T. 2012. Targeting Interleukin-6: All the Way to Treat
Autoimmune and InflammatoryDiseases. International Journal of
Biological Sciences; 8(9):1227-1236.
Tekin NS., Barut F., and Sipahi EY., 2007. Accumulation of Oxidized LowDensity Lipoprotein in Psoriatic Skin and Changes of Plasma Lipid levels in
Psoriatic Patients. Mediators Inflam; 5: 1-5.
Verghese B.,Bhatnagar S., Tanwar R. and Bhattacharjee J. 2011. Serum Cytikene
Profile in Psoriasis – A Case-Control Study in a Tertiary Care Hospital
from Northern India. Ind J Clin Biochem; 26(4): 373-77
Wang YI., Schulze J., Raymond N., Tomita T, Tam K., Simon SI. and Passerini
GA. 2011. Endothelial inflammation correlates with subject triglycerides
and waist sizeafter a high-fat meal. Am J Physiol Heart Circ;300: 784-791.
Wiryadi BE. 2004, Epidemiologic data of psoriatic patient in Dr. Cipto
Mangunkusumo General Hospital (year 2000-2001). Psoriasis CLEAR
Study Group inaugural meeting May 7, 2004, Singapore.
Zari J., Naser TM. and Yalda N., 2007. Serum Lipid Abnormalitas and Psoriasis.
Ind. J. Dermatol; 52: 2;89-92.
Ziouzenkova O., Perrey S., AsatryanL., Hwang L., MacNaul KL., Moller
DE.,Rader DJ., Sevanian A., Zechner R., HoeflerG., and PlutzkyP.2003.
Lipolysis of triglyceride-rich lipoproteins generatesPPAR ligands:
Evidence for an antiinflammatoryrole for lipoprotein lipase. PNAS; 100(5):
2730-2735
68
Lampiran 1
69
Lampiran 2
70
Lampiran 3
INFORMASI PASIEN YANG AKAN MENJALANI PEMERIKSAAN
KADAR PROFIL LIPID
Bpk/Ibu/Sdr/i. Yth,
Psoriasis merupakan kelainan kulit yang banyak dijumpai, dan tampak sebagai
bercak-bercak kemerahan disertai sisik kasar dan tebal. Selain kelainan kulit, pada
psoriasis juga dapat terjadi gangguan metabolisme lemak yang merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung.
Saat ini kami sedang melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan psoriasis
dengan kadar profil lipid serum yang merupakan salah satu faktor resiko penting
dalam memprediksi terjadinya penyakit jantung di masa depan. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan
deteksi dini penyakit jantung pasien psoriasis. Pada penelitian ini memerlukan 30
pasien Psoriasis sebagai case dan 30 pasien non Psoriasis sebagai kontrol.
Dalam penelitian ini, saya akan mengambil darah Bpk/Ibu/Sdr/i. sebanyak 3 ml
(kira-kira ½ sendok makan) pada lengan atas dengan menggunakan jarum suntik
steril. Pengambilan darah terkadang menimbulkan rasa nyeri ringan, bengkak,
atau warna kebiruan yang akan hilang dengan sendirinya dalam beberapa hari.
Bila terjadi keluhan-keluhan tersebut dalam pengambilan darah pada penelitian
ini, Bpk/Ibu/Sdr/i. akan diberi pertolongan atau pengobatan secara gratis. Darah
yang telah diambil akan dikirim ke Laboratorium Klinik RSUP Sanglah,
jl.Kesehatan, Denpasar untuk pengukuran kadar profil lipid. Hasil pemeriksaan
dapat diambil satu minggu kemudian, disertai penjelasan dari saya. Semua
pemeriksaan ini tidak dikenakan biaya. Seluruh data dasar dan hasil penelitian ini
merupakan data rahasia yang tidak untuk disebarluaskan/dipublikasikan. Publikasi
dilakukan terhadap hasil penelitian yang merupakan hasil pengolahan data secara
keseluruhan. Saya tidak akan menuliskan nama Bpk/Ibu/Sdr/i. (identitas diganti
dengan nomor urut penelitian).
Keikutsertaan dalam penelitian ini harus dengan kesadaaran sendiri dan sukarela.
Bila tidak bersedia, Bpk/Ibu/Sdr/i. berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini
dan tetap mendapatkan pelayanan dan pengobatan sebagaimana mestinya. Bila
telah mengerti dan menyetujui prosedur pemeriksaan pada penelitian ini,
Bapak/Ibu/Sdr/i. diharap menandatangani formulir di bawah ini sebagai tanda
persetujuan. Bila keberatan, Bpk/Ibu/Sdr/i. dapat menarik diri setiap saat dari
penelitian ini tanpa mendapat sanksi apapun, dan tetap mendapatkan pelayanan
dan pengobatan sebagaimana mestinya.
Apabila Bpk/Ibu/Sdr/i. membutuhkan penjelasan, dapat menghubungi saya dr.
Cindy Ariani FK Unud, RSUP Sanglah, Denpasar, telepon 0361- 2071380 HP
081524948747
71
Lampiran 4
PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
Umur
Alamat
: …………………………………………………………
: …………………………………………………………
: …………………………………………………………
…………………………………………………………
Menyatakan setuju untuk mengikuti penelitian sesuai prosedur yang telah
ditentukan.
Saya mengerti bahwa saya dapat mengundurkan diri dari penelitian dengan
memberitahu terlebih dahulu kepada dokter pemeriksa.
Demikianlah surat persetujuan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan.
Denpasar, ……………………….
Dokter Pemeriksa
Bapak/Ibu/Sdr/i.
(dr. Cindy Ariani)
(………………………….)
Saksi
(………………………)
72
Lampiran 5
STATUS PENELITIAN
PENYARINGAN SUBJEK PENELITIAN
Kriterian penerimaan subjek penelitian
(Beri tanda √)
Ya
Tidak
(
)
(
)
Psoriasis Vulgaris
(
)
(
)
Usia ≥ 15 tahun
(
)
(
)
Bersedia menjadi subyek penelitian dan disetujui oleh
pasien dengan menandatangani surat persetujuan
penelitian setelah diberi penjelasan (informed consent)
( )
(
)
Riwayat dislipidemia
Jika ada jawaban “tidak” pada pertanyaan ke-3 maka pasien tidak memenuhi
kriteria untuk mengikuti penelitian
Kriteria penolakan subyek penelitian
(Beri tanda √)
Ya
Tidak
(
)
(
)
Terapi sistemik kortikosteroid dalam 1 bulan terakhir
(
)
(
)
Obesitas (IMT > 30)
(
)
(
)
Diabetes Melitus
(
)
(
)
Hipertensi
Jika jawaban “ya”, maka pasien tidak memenuhi kriteria untuk mengikuti
penelitian
Kesimpulan
(
)
Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian
(
)
Pasien memenuhi kriteria sebagai subyek penelitian
73
STATUS PENELITIAN
Tanggal pemeriksaan :
Nomor urut penelitian :
Nomor rekam medik :
I. Identitas:
Nama
Jenis kelamin
Tanggal lahir/umur
Status perkawinan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Telepon
:
: laki-laki
Perempuan
:
: belum menikah/ menikah/ cerai
: Islam/Kristen/Katolik/Hindu/Budha
: 1. Tidak tamat sekolah dasar
2. Tamat sekolah dasar
3. Tamat Sekolah Menengah Pertama
4. Tamat Sekolah Menengah Umum
5. Akademi/diploma
6. Strata 1
7. Strata 2
8. Strata 3
:
:
:
(1)
(2)
(1)
(1)
(1)
(2)
(2)
(3)
(3)
(3)
74
II. Anamnesis:
1. Awitan
minggu/bulan/tahun
Lama sakit
: < 5 tahun
5-15 tahun
> 15 tahun
2. Riwayat penyakit diabetes mellitus
………..
(1)
(2)
(3)
: Ya
Tidak
3. Riwayat hipertensi
: Ya
Tidak
4. Riwayat dislipidemia
: Ya
Tidak
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
75
II.Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
1. Berat badan :
Tinggi badan :
IMT
:
2. Psoriasais Area and Severity Index (PASI)
(halaman berikut)
3. Derajat keparahan psoriasis :
5. Kadar HDL =
6.Kadar trigliserida=
mg/dL
mg/dL
Tidak obese (≤ 30)
Obese (> 30)
(1)
(2)
Ringan (< 10)
Sedang (10-30)
Berat (> 30)
(1)
(2)
(3)
Meningkat
Tidak meningkat
(1)
(2)
Meningkat
Tidak meningkat
(1)
(2)
76
Lampiran 6
Data Subjek Penelitian
NO
1
2
3
4
NAMA
H
K
J
UMUR
43
44
20
JENIS
M
F
F
GROUP
1
1
1
TG
107
77
93
HDL
36
37
38
A
27
F
1
150
40
5
D
29
F
1
164
49
6
N
28
M
1
182
35
7
G
37
M
1
153
32
8
Y
40
M
1
172
37
9
Ha
30
F
1
166
28
10
B
40
M
1
194
33
11
C
38
F
1
159
51
12
De
36
F
1
169
37
13
T
36
F
1
174
31
14
L
58
M
1
183
40
15
M
60
F
1
154
38
16
Na
45
F
1
199
32
17
R
30
F
1
157
29
18
T
39
F
1
161
39
19
W
30
F
1
186
41
20
S
35
F
1
177
37
21
Ka
38
F
1
143
29
22
Je
23
F
1
160
34
23
W
30
F
1
173
38
24
Ti
28
F
1
187
41
25
Ko
40
M
1
163
28
26
Go
38
F
1
193
29
27
Jo
32
F
1
145
31
28
Md
48
F
1
151
42
29
Sa
38
M
1
182
36
30
De
30
F
1
153
39
31
Ln
49
M
2
129
45
32
Hr
48
F
2
144
56
33
IB
54
M
2
103
50
34
Km
50
F
2
257
37
35
Ng
52
M
2
198
67
36
Wu
45
F
2
95
45
37
Dap
53
M
2
82
28
38
Pe
31
F
2
64
39
77
39
Sk
18
F
2
65
38
40
Sd
17
M
2
66
41
41
Su
45
M
2
128
48
42
Fx
22
M
2
60
71
43
Br
51
M
2
166
39
44
Mu
29
F
2
151
35
45
Ds
25
M
2
187
32
46
Wh
19
F
2
154
40
47
Ca
48
F
2
177
28
48
Wi
25
F
2
163
33
49
Ra
48
M
2
148
38
50
No
18
F
2
188
46
51
So
31
F
2
196
29
52
Tu
37
M
2
153
34
53
Yu
28
M
2
167
36
54
Pt
32
F
2
158
35
55
Ky
38
F
2
181
32
56
Ud
40
M
2
149
41
57
Hj
30
F
2
195
29
58
Em
24
M
2
176
45
59
Ma
28
F
2
157
35
60
Ri
34
M
2
132
40
78
Lampiran 7
Uji Normalitas data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Umur
N
Trigeliserida
HDL
60
60
60
35.98
152.15
37.32
10.568
26.565
6.583
.098
.138
.121
.098
-.072
.078
-.138
.121
-.079
Kolmogorov-Smirnov Z
.759
1.068
.939
Asymp. Sig. (2-tailed)
.611
.204
.341
Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
a. Test distribution is Normal.
79
Lampiran 8
Uji Chi-Square Karakteristik Subjek
Kat_umur * Kelompok Crosstabulation
Count
Kelompok
Kasus
Kat_umur
Kontrol
Total
15- 24
2
6
8
25 - 44
24
17
41
4
7
11
30
30
60
>45
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
4.013
4.123
2
2
.134
.127
.052
1
.819
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Jenis_kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Kontrol
Total
8
15
23
22
30
15
30
37
60
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
3.455a
2.538
3.497
Asymp. Sig.
(2-sided)
Df
1
1
1
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided)
sided)
.063
.111
.061
.110
3.397
1
.065
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
.055
80
Chi-Square Tests
Value
3.455a
2.538
3.497
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Asymp. Sig.
(2-sided)
Df
1
1
1
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided)
sided)
.063
.111
.061
.110
3.397
1
.055
.065
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Pendidikan
Kontrol
Total
Rendah
4
2
6
Sedang
20
25
45
Tinggi
6
30
3
30
9
60
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
2.222
a
2
.329
Likelihood Ratio
2.256
.066
60
2
1
.324
.797
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.
81
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Derajat_keparahan
Kontrol
Total
Normal
0
30
30
Ringan
18
0
18
Sedang
7
0
7
5
30
0
30
5
60
Berat
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
60.000
a
3
.000
Likelihood Ratio
83.178
3
.000
Linear-by-Linear Association
40.090
1
.000
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Lama_sakit
Kontrol
Tidak Sakit
Total
0
30
30
< 5 tahun
11
0
11
5 – 15 tahun
13
0
13
6
0
6
30
30
60
>15 tahun
Total
Chi-Square Tests
Value
Asymp. Sig. (2sided)
df
Pearson Chi-Square
60.000a
3
.000
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
83.178
3
.000
44.675
1
.000
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3.00.
82
Lampiran 9
Uji t-independent Kadar HDL dan Trigeliserida antara Kelompok Kasus
dengan Kelompok Kontrol
Group Statistics
Kelompok
Trigeliserida
N
Kasus
Kontrol
HDL
Kasus
Kontrol
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
30
159.23
26.430
4.825
30
145.07
25.168
4.595
30
34.73
4.417
.806
30
39.90
7.406
1.352
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
F
Trig Equal variances
elise assumed
rida
Equal variances
not assumed
HD Equal variances
L
assumed
Equal variances
not assumed
.128
4.502
Sig.
t-test for Equality of Means
T
.722 2.126
95% Confidence
Std.
Interval of the
Mean Error
Difference
Sig. (2- Differe Differe
tailed)
nce
nce
Lower Upper
df
58
.038 14.167
6.663
.829 27.505
2.126 57.862
.038 14.167
6.663
.828 27.505
58
.002
-5.167
1.574
-8.318
-2.015
-3.282 47.315
.002
-5.167
1.574
-8.333
-2.000
.038 -3.282
83
Lampiran 10
Uji Chi-Square Kadar HDL Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Kat_HDL
Kontrol
Total
Rendah
Normal
18
7
25
12
23
35
30
30
60
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided)
sided)
df
8.297a
1
.004
6.857
1
.009
8.526
1
.004
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Exact Sig. (1sided)
.008
8.159
1
.004
.004
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kat_HDL (Rendah /
Normal)
4.929
1.612
15.071
For cohort Kelompok = Kasus
2.100
1.249
3.531
.426
.217
.835
For cohort Kelompok = Kontrol
N of Valid Cases
60
84
Lampiran 11
Uji Chi-Square Kadar Trigeliserida Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Kat_Trigeliserida
Tinggi
Normal
Total
Kontrol
Total
24
12
36
6
18
24
30
30
60
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
10.000a
1
.002
8.403
1
.004
10.357
1
.001
b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
.003
9.833
1
.002
.002
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Kat_Trigeliserida (Tinggi
/ Normal)
6.000
1.890
19.043
For cohort Kelompok = Kasus
2.667
1.285
5.536
.444
.265
.745
For cohort Kelompok = Kontrol
N of Valid Cases
60
Download