BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Motivasi
1.
Pengertian Motivasi
Motivasi diartikan sebagai kakuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan,
atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya
(Triwibowo,2013).
Kekuatan,dorongan,kebutuhan,tekanan,dan
mekanisme
psikologis yang dimaksudkan tersebut merupakan akumulasi faktor-faktor
internal dan ekternal.
Menurut Anoraga (2005, dalam Triwibowo,2013) motivasi kerja adalah
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu,
motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong semangat kerja.
Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan
besar kecilnya prestasinya.
Motivasi menurut Ngalim Purwanto (2000, dalam Nursalam,2002) adalah
segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motivasi
adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan
atau menjalankan kekuasaan terutama dalam berperilaku (Sbortell &
Kaluzny,1994 dalam Nursalam,2002).
Motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh utnuk membangkitkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan
kerja (Mangkunegara,2000 dalam Nursalam,2002)
5
6
2. Tujuan Motivasi
Manajer keperawatan sebagai pimpinan dalam organisasi pelayanan
keperawatan harus mampu menciptakan iklim motivasi. Iklim motivasi yang
kondusif akan membawa berbagai dampak yang dapat meningkatkan
kepuasan pasien, keluarga pasien, dan kepuasan perawat. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Hasibuan (2005) yang mengatakan bahwa tujuan
motivasi dalam suatu organisasi
Motivasi bertujuan meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Dorongan, dukungan, perhatian, dan apresiasi yang diberikan oleh manajer
keperawatan kepada bawahan dapat meningkatkan moral bawahan. Hal ini
akan dapat mempengaruhi motivasi bawahan. Seorang perawat yang
mempunyai motivasi kerja yang baik, cenderung melaksanakan tugas
keperawatan sesuai tanggung jawabnya dan berusaha memberrikan
pelayanan secara profesional. Jika hasil yang dikerjakan dapat diselesaikan
dengan baik, akan memberikan kepuasan tersendiri. Berikut adalah tujuan
motivasi:(1) Motivasi Bertujuan Meningkatkan Produktivitas Kerja
Karyawan, (2) Motivasi Bertujuan Untuk Mempertahankan Kestabilan
Karyawan, (3) Motivasi Bertujuan Meningkatkan Kedisiplinan Karyawan,
(4) Motivasi Bertujuan Mengefektifkan Kedisiplinan Karyawan, (5)
Motivasi Bertujuan Menciptakan Suasana dan Hubungan Kerja yang Baik,
(6) Motivasi yang Tinggi Meningkatkan Loyalitas, Kreativitas, dan
Partisipasi Karyawan, (7) Motivasi Bertujuan Meningkatkan Tingkat
Kesejahteraan Karyawan, (8) Motivasi Bertujuan Mempertinggi Rasa
Tanggung Jawab Karyawan Terhadap Tugas-tugasnya, (9) Motivasi
Betujuan Meningkatkan Eefisiensi Penggunaan Alat-alat dan Bahan Baku.
3. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Handoko (2001), jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi
atas: (a) motivasi intrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri
7
individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Motivasi
ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya faktor dorongan dari
luar individu.
4. Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
Menurut gibson (1996,dalam Juliani,2008) motivasi dilihat atas dasar
pembentukannya terbagi atas dua jenis yaitu; (a) motivasi bawaan dan (b)
motivasi yang dipelajari. Motivasi bawaan merupakan motivasi yang dibawa
sejak lahir, motivasi ini juga disebut sebagai motivasi primer yang terjadi
dengan sendirinya tanpa harus dipelajari. Motivasi yang dipelajari adalah
motivasi yang terjadi karena adanya komunikasi dan isyarat sosial serta
secara sengaja dipelajari oleh manusia.
Menurut Handoko (2001), jika dilihat atas dasar fungsinya motivasi terbagi
atas: (a) motivasi intrinsik dan (b) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
yaitu motivasi yang berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar, dalam diri
individu sudah ada suatu dorongan untuk melakukan tindakan. Jenis motivasi
intrinsic adalah prestasi, pengakuan orang lain, tanggung jawab, peluang
untuk maju. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berfungsi dengan adanya
faktor dorongan dari luar individu. Jenis motivasi ekstrinsik adalah kondisi
kerja, supervisi, insentif
5. Alat- alat Motivasi
Alat-alat motivasi yang dapat menjadi perangsang bawahan dalam
melakukan suatu pekerjaan yang optimal adalah insentif material dan
insentif non material. Intensif material adalah alat motivasi yang berupa
uang atau barang-barang. Sedangkan, alat insentif nonmaterial adalah
piagam penghargaan, penempatan yang tepat, ruang kerja yang nyaman,
pekerjaan yang terjamin, bidang jasa dan lain sebagainya.
8
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut
Rowland
(1997)(dalam
Suarli,2010),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi motivasi adalah sebagai berikut:
a.
Keinginan akan adanya peningkatan
b.
Rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi
c.
Memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang
diperlukan
d.
Adanya umpan balik
e.
Adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan
pekerjaan
f.
Adanya instrument kinerja promosi, kerja sama dan
peningkatan
penghasilan.
7. Azas-azas Motivasi
Beberapa azas yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang, antara
lain sebagai berikut:
1.
Partisipasi
Kegiatan mengikutsertakan bawahan berpartisipasi dalam kegiatankegiatan manajerial, seperti memberikan kesempatan kepada perawat
bawahan untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun masukan dalam
proses pembuatan keputusan dapat menumbuhkan minat bawahan dalam
ikut bertanggung jawab atas tercpainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal
ini juga akan meningkatkan moral dan gairah kerjanya.
2.
Komunikasi
Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan salah satu kunci yang
dapat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Tujuan yang ingin dicapai, bagaimana cara mengerjakan
suatu pekerjaan, kendala-kendala yang dihadapi suatu organisasi,
maupun keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangant penting
diinformasikan
kepada
seluruh
anggota
organisasi.
Seringnya
9
mengomunikasikan hal-hal yang terjadi di organisasi dengan seluruh
anggota akan dapat meningkatkan minat, perhatian, dan rasa memiliki
terhadap organisasi yang secara otomatis akan berpengaruh pada
motivasinya.
3. Kompensasi dan Penghargaan
Pengakuan dan penghargaan dengan tepat dan wajar atas prestasi yang
dicapai oleh anggota organisasi akan dapat meningkatkan keinginan dan
motivasinya untuk bekerja lebih baik lagi. Pengakuan dan penghargaan
yang diberikan didepan umum ( anggota lain ) akan mempunyai dampak
ganda. Selain meningkatkan motivasi yang mendapatkan penghargaan,
juga akan menggugah motivasi anggota lainnya.
4.
Wewenang yang Didelegasikan
Wewenang yang didelegasikan memungkinkan bawahan untuk dapat
mempunyai kebebasan dalam mengambil keputusan atas tugas-tugas
manajer. Pemberian wewenang yang didelegasikan dapat meningkatkan
moral
dan
kepercayaan
diri
bawahan.
Sebagai
catatan,
jika
mendelegasikan suatu wewenang, hal yang harus diperhatikan oleh
seorang manajer adalah harus mampu meyakinkan kepada bawahan yang
diberi delegasi bahwa dirinya mampu melakukan tugas tersebut.
5.
Perhatian Timbal Balik
Perhatian timbal balik maksudnya adalah bahwa apa yang dilakukan oleh
karyawan menentukan keberadaan organisasi. Jika organisasi semakin
berkembang dan mapan, secara otomatis akan berdampak pada
kesejahteraannya.
8. Metode Motivasi
Kegiatan memotivasi seseorang dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung. Motivasi langsung (direct motivation) adalah motivasi yang
10
diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan
maupun kepuasannya. Termasuk metode langsung antara lain pujian,
penghargaan, bonus, insentif, bintang jasa, tunjangan hari raya, dan lain
sebagainya.
Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi-motivasi yang
diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas pendukung yang menunjang gairah
kerja atau kelancaran tugas sehingga bawahan semangat dalam melakukan
suatu pekerjaan. Termasuk metode ini adalah ruang kerja yang nyaman,
fasilitas kerja yang mendukung, penempatan yang sesuai dengan keahliannya,
dan lain sebagainya.
9. Teori Motivasi
Munculnya teori motivasi modern dilandasi oleh perilaku kebutuhan,
penguatan, kesadaran, karakteristik pekerjaan dan perasaan/emosi (
Triwibowo,2013).
1) Teori Motivasi Kebutuhan
Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam
hidupnya ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis maupun
psikologis secara baik/cukup. Menurut Kreitner dan Kinicki ( 2000 ),
kebutuhan diartikan sebagai kekurangan fisiologis atau psikologis yang
mendorong timbulnya perilaku. Beberapa teori kebutuhan motivasi yang
terkenal menurut Stoner & Freeman (1995) antara lain sebagai berikut :
a) Teori Motivasi Maslow
Teori ini dikemukakan Maslow. Teori ini didasarkan pada teori
holistik dinamis yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan
aktialisasi. Oleh karena itu, teori motivasi ini dikenal dengan “ teori
kebutuhan”.Teori ini didasarkan pada hierarki kebutuhan mulai dari
yang paling dasar menuju kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya.
Artinya, seseorang akan memenuhi kebutuhan tingkat pertama dulu
11
sebelum
mereka
memenuhi
kebutuhan
tingkat
dua
dan
seterusnya.Tingkatan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1.
Fisiologi
Kebutuhan yang paling dasar, mencakup makanan, udara dan air
untuk bertahan hidup.
2.
Rasa Aman
Terdiri dari kebutuhan untuk aman dari ancaman fisik maupun
psikologis.
3.
Kasih Sayang
Keinginan untuk dicintai dan mencintai. Terdiri dari kebutuhan
kasih sayang dan memiliki.
4.
Harga diri
Kebutuhan akan reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain.
Juga, berisi kebutuhan untuk kepercayaan diri dan kekuatan.
5.
Aktualisasi
Keinginan untuk pemenuhan diri untuk menjadi apa yang terbaik
dari apa yang mampu dilakukan.
Berdasarkan perkembangannya, teori ini mengalami koreksi, dengan
asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang unik, yang dalam memenuhi
kebutuhannya tidak hanya berorientasi pada kebutuhan fisiologis saja,
tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan psikologisnya. Secara nyata,
individu dalam memenuhi kebutuhannya berlangsung secara simultan.
Artinya, seseorang dalam memenuhi kebutuhan fisiknya, pada waktu yang
bersamaan seseorang ingin juga merasa aman, mempunyai teman, dicintai,
disayangi, dihargai, dan berkembang. Dengan melihat kenyataan ini, teori
kebutuhan Maslow tidak didasarkan lagi atas hierarki, tetapi cenderung
mengarah pada rangkaian kebutuhan manusia. Namun demikian, teori
Maslow ini sudah menjadi dasar perkembangan teori-teori motivasi
selanjutnya.
12
b. Teori kebutuhan McClelland
Teori McCleland (1995) ini dikenal juga dengan teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi yang dikemukakan oleh David McClelland. Teori ini
menyatakan bahwa seseorang mempunyai motivasi berbeda-beda, sesuai
dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Teori ini berfokus
pada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan akan prestasi ( n.Ach-need for
Achievement ); kebutuhan akan kekuasaan (nPow-need for Power); dan
kebutuhan akan kelompok pertemanan/afiliasi (nAff-need for Affiliation).
Menurut McClelland, karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum, yaitu ( 1 ) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi ketika kinerja mereka timbul karena Upaya-upaya mereka
sendiri, bukan karena faktor-faktor lain, seperti keberuntungan atau
kemujuran; (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
c. Teori motivasi Herzberg
Teori ini sering dikenal dengan teori dua faktor, yaitu faktor motivasional
dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Teori ini dikemukakan oleh
Frederick Herzberg. Berdasarkan teori ini, yang dimaksud faktor
motivasional adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang berprestasi
yang sifatnya intrinsik atau bersumber dari dalam dirinya, antara lain
pekerjaaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier, dan pengakuan orang lain. Sedangkan, yang
dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor
yang sifatnya ekstrinsik, yang bersumber dari luar diri, yang turut
menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang, antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan
atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik
13
penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi,
kondisi kerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg
ialah memperhitungkan dengan tepat faktor maana yang lebih berpengaruh
kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifai intrinsik ataukah
yang bersifat ekstrinsik.
d. Teori ERG dari Clyton Alderfer
Teori ERG ini dikemukakan oleh Clyton Alderfer. Akronim ERG dalam
teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah, yaitu E =
Existence (kebutuhan akan eksistensi ); R = Relatedness ( kebutuhan untuk
berhubungan dengan pihak lain ); dan G = Growth ( kebutuhan akan
pertumbuhan ).
Secara konseptual, terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikemukakan oleh Maslow dan Alderfer. Existence dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama (physiological needs) dan kedua (safety
needs) dalam teori Maslow; Relatedness identik dengan hierari kebutuhan
ketiga (love needs) dan keempat (esteem needs) menurut konsep Maslow
dan Growth mengandung makna sama dengan self actualization menurut
Maslow; dan teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan
manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut, menurut Robbins (2003) akan
tampak bahwa semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu,
semkin besar pula keingginan untuk memuaskannya. Apabila kebutuhan
yang lebih rendah telah dipuaskan, semakin kuat keinginan memuaskan
kebutuhan yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, semakin sulit memuaskan
kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk
memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya, pandangan ini
14
didasarkan pada sifat pragmatisme manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi objektif
yang dihadapinya dengan memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
memungkinkan untuk dicapainya.
2. Teori Penguatan
Thorndike dan Skinner berpendapat bahwa perilaku individu dikendalikan oleh
konsekuensinya. Individu akan mengulangi perilaku yang diikuti oleh
konsekuensi yang mendukung dan menghindari perilaku yang mengakibatkan
konsekuensi yang tidak mendukung. Artinya, seseorang yang dapat melakukan
pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat
menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik lagi.
Bahkan, penghargaan diri dari organisasi juga apat mempengaruhi motivasi
individu dalam kinerjanya.
3. Teori Keadilan
Teori keadilan mengemukakan bahwa individu dalam organisasi akan cenderung
membandingkan antara segala sesuatu yang dia berikan kepada organisai dan
hasil/penghargaan yang dia dapatkan atau dia terima. Individu juga akan
membandingkan penghargaan yang dia terima dengan yang diterima individu
lain dalam pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Individu akan mempunyai
motivasi tinggi jika penghargaan yang dia terima atas pekerjaan dan tanggung
jawabnya dirasa memenuhi keadilan.
B.
Konsep Kinerja Perawat
1. Pengertian Kinerja Perawat
Kinerja merupakan pencapaian/prestasi seseorang berkenaan dengan seluruh
tugas yang dibebankan kepadanya.Standar kerja mencerminkan keluaran
normal dari seseorang karyawan yang berprestasi rata-rata, dan bekerja pada
kecepatan/kondisi normal. Mardiana (2003) menyatakan bahwa kinerja
karyawan merupakan tujuan akhir dan merupakan cara bagi manajer untuk
15
memastikan bahwa aktivitas karyawan dan output yang dihasilkan kongruen
dengan tujuan organisasi.
Kinerja adalah penampilan hasil kerja baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu unit pelayanan. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun
kelompok kerja suatu tim. Penampilan suatu hasil karya tidak terbatas kepada
personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural tetapi juga
kepada seluruh jajaran personil di dalam suatu organisasi (Ilyas, 2001).
Kinerja merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang
dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani, 2003). Menurut Hasibuan
(2001), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Menurut Haryono,
(2004), kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam mengimplementasikan
sebaik-baiknya suatu wewenang, tugas dan tanggungjawabnya dalam rangka
pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan terwujudnya tujuan dan sasaran
unit organisasi.
Menurut Nur’aini, (2004) kinerja perawat adalah aktivitas perawat dalam
mengimplementasikan
sebaik-baiknya
suatu
wewenang,
tugas
dan
tanggungjawabnya dalam rangka pencapaian tujuan tugas pokok profesi dan
terwujudnya tujuan dan
sasaran unit organisasi Berdasarkan pengertian
diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan prestasi yang
dicapai oleh individu maupun kelompok sesuai dengan tugas, fungsi dan
tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi sesuai standar
kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
Kinerja perawat adalah bentuk pelayanan profesinal yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan.Merawat orang bagi orang sakit sudah ada
16
sejak jaman purba yang didasari olen insting dan pengalaman.Dalam sistem
asuhan keperawatan, kinerja dapat diartikan melalui kepatuhan perawat
profesinal dalam melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar.Untuk
penilaian ini digunakan metode dan instrumen penilaian yang baru
(Kementrian Kesehatan RI, 2005).
Beberapa hal yang penting tentang kinerja perawat adalah :
a.
Kinerja mencerminkan hasil akhir seseorang, yaitu perbandingan antar
target dan tingkat pencapaian
b.
Kinerja berkaitan dengan seluruh tugas-tugas yang diberikan kepada
seseorang.
c.
Kinerja di ukur dalam waktu tertentu.
Kinerja mengandung dua komponen penting,yaitu :
1) Kompetisi berarti individu atau organisasi memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi tingkat kinerjanya,
2) Produktifitas yaitu kompetensi tersebut di atas diterjemahkan kedalam
tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai hasil kinerja
(outcome). Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kerja klinis perawat
dan bidan melalui kejelasan defenisi peran dan fungsi perawat,
pengembangan profesi
dan pembelajaran
bersama. Upaya untuk
memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis pada umumnya dimulai
oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan, seperti: gugus kendali
mutu,
penerapan
standar
keperawatan,
pendekatan-pendekatan
penyeselesaian masalah maupun audit keperawatan. Pengembangan
manajemen kinerja merupakan pendekatan perbaikan proses pada sistem
mikro yang mendukung dan meningkatkan kompetensi klinis perawat
untuk bekerja secara profesional dengan memperhatikan etika, tata nilai,
dan aspek legal dalam pelayanan kesehatan. Adanya peran baru sumber
daya manusia guna mendukung kompetensi untuk meningkatkan kinerja,
sumber daya manusia dituntut oleh organisasi agar organisasi dapat
bertahan terhadap perubahan. Untuk mendukung perubahan, organisasi
17
perlu melakukan repositioning dalam hal perilaku dan kompetensi sumber
daya manusia sebagai bagian dari repotisioning peran dan sumber daya
manusia untuk dapat meningkatkan kinerja dan keunggulan kompetitif
organisasi. Masalah proses repositioning menyangkut perubahan peran
sumber daya manusia yang menuntut berbagai macam peningkatan
kualitas dalam diri sumber daya manusia.
Menurut Sedarmayanti (2004), proses peningkatan kinerja memberi
kesempatan
terbaik
untuk
membangun
pengalaman
yang
terus
berkembang. Jadi, untuk membuat peningkatan yang berarti dalam kinerja
harus terus berusaha mencapai tingkat terbaik. Peningkatan tersebut
memerlukan
berbagai
kebijakan
dan
program
yang
dirancang
meningkatkan 3R (result, resources, dan ratio) organisasi.
Pengelolalaan kinerja dapat memenuhi sejumlah sasaran manajemen
sumber daya manusia yang mendasar, terutama untuk :
a.
Mencapai tingkat kinerja yang tinggi yang dapat dipertahankan dari
sumber daya manusia atau organisasi.
b.
Mengembangkan karyawan sampai kepada kapasitas kerja serta
potensinya
c.
Menciptakan lingkungan dimana potensi laten dari para karyawan
dapat direalisasi
d.
Memperkuat atau mengubah budaya organisai
Kinerja mengisyaratkan adanya hubungan antara barang dan jasa yang
dihasilkan dan sumber-sumber masukan yang digunakan.Pengelolaan
kinerja karyawan memiliki implikasi yang luas dari pada hanya sekedar
meningkatkan kinerja individu dan menyediakan landasan bagi penentuan
tingkat gaji/upah berdasarkan kinerja karyawan. Pengelolaan kinerja juga
berkenaan dengan tiga masalah kunci dalam kehidupan berorganisasi yaitu
18
manajemen sumber daya manusia, pengembangan yang berkesinambungan
dan kerjasama tim.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal individu dan
faktor eksternal individu. Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau
terbentuk dari 3 faktor, yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)
Terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai
dan karakteristik individu
b. Faktor-faktor yang memungkinkan (enability factors)
Terwujud dalam sarana fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana
prasarana
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Terwujud dalam dukungan organisasi seperti dari lingkungan keluarga,
lembaga/institusi dan masyarakat.
Berhasil tidaknya kinerja perawat yang telah dicapai organisasi tersebut
dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari perawat secara individu maupun
kelompok.Menurut As`ad (1995) mengatakan ada enam kriteria yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana kinerja perawat secara individu:
1) Kualitas
Tingkat dimana hasil aktivitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam
arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktivitas ataupun
memenuhi tujuan yang diharapkan dari suatu aktivitas.
2) Kuantitas
Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah sejumlah unit, jumlah
siklus aktivitas yang diselesaikan.
19
3) Ketepatan waktu
Tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan
dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta mamaksimalkan
waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
1.
Efektivitas
Tingkat pengguna sumber daya organisasi dimaksimalkan dengan
maksud menaikkan keuntungan atau rnengurangi kerugian dari setiap
unit dalam penggunaan sumber daya
2.
Kemandirian
Tingkat dimana seorang karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya
tanpa minta bantuan, bimbingan dari pengawas atau meminta turut
campurnya pengawas guna menghindari hasil yang merugikan.
Gibson (2000), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
dan kinerja seseorang adalah faktor individu meliputi (kemampuan, latar
belakang, demografi), faktor organisasi meliputi (sumber daya, imbalan,
struktur, desain pekerjaan serta gaya kepemimpian) dan faktor psikologis yaitu
persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Ilyas (1999), yang menyatakan bahwa
secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang mempunyai perilaku kerja dan
kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis.
Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang pada
akhirnya berpengaruh pada kerja personal.Perilaku yang berhubungan dengan
kinerja adalah berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan
untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Variabel tersebut adalah :
a.
Variabel Individu
Dikelompokkan pada subvariabel kemampuan dan keterampilan, latar
belakang demografis.
20
b.
Variabel Organisasi
Dikelompokkan pada subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan,
struktur desain pekerjaan.
c.
Variabel Psikologi
Dikelompokkan pada subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
3. Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja perawat berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan telah
dijabarkan oleh Depkes RI (2001) yang mengacu pada tahapan proses
keperawatan meliputi :
1.
Pengkajian,
2.
Diagnosa Keperawatan,
3.
Perencanaan
4.
Implementasi ,dan
5.
Evaluasi
Penilaian kinerja merupakan alat yang berfaedah tidak hanya untuk
mengevaluasi kerja para karyawan, tetapi juga untuk mengembangkan dan
memotivasi kalangan karyawan (Simamora, 2004). Motivasi karyawan untuk
bekerja, mengembangkan kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan
di masa depan dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu dan
pengembangan (Simamora, 2004). Faktor kritis yang berhubungan dengan
keberhasilan jangka panjang organisasi adalah kemampuannya untuk mengukur
seberapa baik karyawan-karyawannya berkarya dan menggunakan informasi itu
untuk memastikan bahwa pelaksanaan memenuhi standar saat ini dan meningkat
sepanjang waktu (Simamora, 2004).
21
Dalam pengukuran kinerja karyawan perlu adanya standar kinerja yang
ditetapkan masing-masing organisasi.Standar kinerja dapat dibuat dari uraian
jabatan untuk mengaitkan definisi jabatan statis ke kinerja kerja dinamis.Dalam
menulis standar, pengawasan juga harus memasukkan pengamatan pribadi
secara catatan kinerja masa lalu. Laporan-laporan produksi, insiden dan
pengukuran kerja akan memberikan masukan tambahan (Dale Timpe, 2001).
Standar kinerja dianggap memuaskan bila pernyataannya menunjukkan beberapa
bidang pokok tanggung jawab karyawan, memuat bagaimana suatu kegiatan
kerja akan dilakukan, dan mengarahkan perhatian kepada mekanisme kuantitatif
bagaimana hasil-hasil kinerjanya akan diukur. Menurut Dale Timpe (2001)
mengasumsikan bahwa suatu contoh standar kinerja yang baik adalah apabila
kinerja dapat diterima bila 90 persen dari desain sistem umum disajikan kepada
pemakai tepat pada waktunya dan pemakai menyetujui desain tersebut(Dale
Timpe, 2001).
Kinerja perawat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dalam pekerjaannya, sebab kinerja dapat menjadi daya gerak/dorong perawat
untuk berperan secara aktif dalam kegiatan keperawatan.
4.
Peran dan Fungsi Perawat
Gartinah,dkk (1999) mengemukakan bahwa dalam praktek keperawatan, perawat
melakukan peran dan fungsi sebagai berikut :
1.
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien
dengan menggunakan proses keperawatan.
2.
Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien
dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu
klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan.
Peran advokasi
sekaligus mengharuskan perawat
bertindak
sebagai
narasumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya
kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau keluarganya
22
3.
Sebagai
pendidik
kesehatannya
pasien,
melalui
perawat
pemberian
membantu
pengetahuan
pasien
yang
meningkatkan
terkait
dengan
keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat
menerimanya
4.
Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan
potensi yang ada secara terkoordinasi.
5.
Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan
keluarga
dalam
menentukan
rencana
maupun
pelaksanaan
asuhan
keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
6.
Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau
keluarga agar menjadi sehat.
7.
Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan
yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat
melakukan tugasnya.
5.
Tanggung Jawab Perawat
Secara umum perawat mempunyai tanggung jawab dalam memberikan asuhan
keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai
profesi. Tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
mencakup aspek bio-psiko-kultural-spiritual dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasarnya dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi :
1. Membantu pasien memperoleh kesehatannya
2. Membantu pasien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.
3. Membantu pasien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima kondisinya.
4. Pasien yang menghadapi ajal untuk memperlakukan secara manusiawi sesuai
martabatnya sampai meninggal
23
6.
Indikator Kinerja Perawat
Adapunindikator kinerja perawat pada asuhan keperawatan berdasarkan teori
keperawatan menurut Nursalam (2002) meliputi :
a. Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien serta sistematis
menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.
1. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan
fisik serta dari pemeriksaan penunjang.
2. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang terkait, tim kesehatan,
rekam medis dan catatan lain.
3. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi :
a. Status kesehatan klien masa lalu
b. Status kesehatan klien saat ini
c. Status biologis-psikologis-sosial-spiritual
d. Respon terhadap terapi
e. Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal
f. Resiko-resiko tinggi masalah
b. Diagnosa Keperawatan
Perawat
menganalisa
data
pengkajian
untuk
merumuskan
diagnosa
keperawatan. Adapun kriteria proses, meliputi :
1.
Perencanaan diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data,indentifikasi
masalah klien dan perumusan diagnosa keperawatan.
2.
Diagnosa keperawatan terdiri dari : masalah (P), penyebab (E) dantanda
atau gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
3.
Bekerjasama dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan
4.
Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan
dataterbaru.
24
c. Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Kriteria proses, meliputi :
1.
Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana
tindakan keperawatan.
2.
Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan
3.
Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
4.
Mendokumentasi rencana keperawatan.
d. Implementasi
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses, meliputi :
1.
Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan
2.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
3.
Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien
4.
Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkungan
yang digunakan.
5.
Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan
berdasarkan respon klien.
e. Evaluasi keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam
pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Adapun kriteria
prosesnya:
1.
Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,
tepat waktu dan terus menerus.
2.
Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan
kearah pencapaian tujuan
3.
Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat
25
4.
Bekerjasama dengan klien keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan
keperawatan.
5.
7.
Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.
Penilaian Kinerja Perawat
Penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari
individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari
penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau
kinerja yang diekspresikan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi
tanggungjawabnya (Sulistiyani dan Rosidah, 2003)
Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer
perawat dalam mengontrol perawat dan produktivitas berdasarkan standarstandartertentu (Swanburg, 2000). Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara
efektif dalam mengarahkan perilaku perawat, dalam rangka menghasilkan jasa
keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat
menggunakan proses operasional kinerja untuk mengatur arah kerja dalam
memilih,
melatih,
membimbing
perencanaan
karier,
serta
memberi
penghargaankepada perawat yang berkompeten. Penilaian kinerja adalah
merupakan cara pengukuran kontribusi -kontribusi dari individu dalam instansi
yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah
menyangkut
diekspresikan
penentuan
dalam
tingkat
kontribusi
menyelesaikan
individu
tugas-tugas
atau
kinerja
yang
yang
menjadi
tanggungjawabnya.
Menurut Subekti (2008), dengan melakukan penilaian demikian, manejer akan
menggunakan uraian-uraian pekerjaan sebagai tolak ukur. Bila hasilnya dibawah
uraian pekerjaan berarti pelaksanaan pekerjaan tersebut berkurang. Dengan
demikian penilaian kinerja merupakan proses formal yang dilakukan untuk
mengevaluasi tinggkat pelaksanaan pekerjaan atau unjuk kerja (performace
appraisal) seorang personil, memberikan umpan balik untuk kesesuaian tingkat
26
kinerja dengan kilas balik unjuk kerja (performance review) atau penilaian
personil (employee evaluation). Dalam rangka menggunakan proses evaluasi kerja
untuk meningkatkan susunan kepegawaian, menggabungkan organisasi dan
memudahkan kontrol keuangan, manager keperawatan sebaiknya memahami dan
mengerti beberapa hal berikut:(1) kebijakan merupakan pernyataan sasaran jangka
panjang organisasi, (2) prosedur merupakan pernyataan jangka pendek tekhnis
yang digunakan untuk mewujudkan sasaran kelembagaan, (3) tugas merupakan
kewajiban tenaga kerja yang memerlukan pengeluaran usaha manusia untuk
maksud tertentu, (4) potition (posisi) merupakan kesatuan kewajiban, tugas, dan
tanggungjawabyang memerlukan jasa seseorang, (5) pekerjaan merupakan
penugasan jabatan kerja yang terdiri dari satu set tugas, tanggungjawab, dan
kondisi yang berbeda dengan tugas kerja lainnya, (6) analisa jabatan merupakan
proses menentukan melalui pengamatan dan studi, informasi berarti mengenai
kewajiban dan kondisi pekerjaan tertentu, (7) deskripsi kerja merupakan catatan
tertulis mengenai hubungan organisasional, tanggung jawab, kewajiban dan
kondisi kerja pada jabatan tertentu dan (8) spesifikasi kerja merupakan
persyaratan pribadi bagi pelaksanaan kerja yang efektif dari jabatan tertentu, yakni
yang mengandung faktor pendidikan, pengalaman, usaha, kecerdasan, kebutuhan
fisik dan mental yang dalam sebuah pekerjaan tertentu.
Nursalam (2007) menyatakan manfaat penilaian kinerja dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1.
meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu atau kelompok, dengan
memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi
diri dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit
2.
peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya
akan mempengaruhi SDM secara keseluruhan
3.
merangsang
minat
dalam
pengembangan
pribadi
dengan
tujuan
meningkatkan hasilkarya dan prestasi, dengan cara memberikan umpan balik
kepada mereka tentang prestasinya
27
4.
membantu rumah sakit dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan yang lebih tepat guna
5.
menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerjadengan
meningkatkan gaji atau sistem imbalan yang baikdan
6.
memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaan, atau hal lain yang ada kaitannya melalui
komunikasi dan dialog sehingga tercipta hubungan yang baik antara atasan
dan bawahan.
C. Hubungan Motivasi denganKinerja PerawatPelaksana
Andriyani (2005) menganalisis tentang pengaruh insentif terhadap kualitas
pelayanan perawat dengan motivasi sebagai variabel moderating, memberikan
hasil pengaruh antar variabel yang signifikan baik pengaruh insentif terhadap
kualitas pelayanan maupun variabel moderat artinya motivasi memberikan
pengaruh signifikan terhadap hubungan antara variabel insentif dan kualitas
pelayanan.
Hasil penelitian Wiwik Hendrarni (2008) menunjukkan bahwa hanya variabel
insentif yang berpengaruh terhadap kinerja asuhan keperawatan dalam pengkajian
dan implementasi perawat pelaksana dengan taraf signifikan 0,025. Variabel yang
tidak memberikan pengaruh terhadap kinerja asuhan keperawatan dalam
pengkajian dan implementasi perawat pelaksana yaitu tanggung jawab dengan
taraf signifikan 0,080, kondisi kerja dengan taraf signifikan 0,310 dan supervisi
dengan taraf signifikan 0,286.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Marni tahun 2009 menyatakan bahwa
prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, dan
pendapatan berhubungan dengan kinerja perawat pelaksana.
Penelitian Sihotang (2006) di Rumah Sakit Umum Doloksanggul yang meneliti
hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat dalam memberikan pelayanan
28
untuk pasien menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
prestasi dan kinerja perawat. Berdasarkan data deskriptif penelitian tersebut
menunjukkan bahwa prestasi perawat dalam kategori baik dan lebih banyak yang
menyatakan bahwa dengan peningkatan jabatan dan pencapaian prestasi akan
meningkatkan kinerja perawat (71,43%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang telah dilakukan Rohayati (2003) dalam
penelitiannya tentang hubungan motivasi kerja terhadap kinerja yang diukur
berdasarkan sikap perawat selama memberikan pelayanan kepada pasien. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh motivasi intrinsik berdasarkan prestasi
terhadap kinerja perawat pelaksana didapatkan p= value 0.001. hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara signifikasi motivasi terhadap
kinerja perawat pelaksana di RS Stella Maris. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dijelaskan bahwa variasi kinerja perawat pelaksana dapat dijelaskan karena
adanya motivasi, dimana didapatkan hasil hubungan yang signifikan antara kedua
variabel tersebut.
Penelitian yang dilakukan Malayu (2004) yang mendefinisikan motivasi sebagai
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau
bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk
mencapai kepuasan”.Hasil analisis multivariate pengaruh pengakuan orang lain
terhadap kinerja perawat pelaksana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh signifikan antara kedua variabel tersebut, dimana diperoleh nilai p value
0.021. Adanya pengaruh pengakuan orang lain terhadap kinerja perawat pelaksana
hal ini diasumsikan oleh peneliti justru merupakan suatu hal yang positif karena
menunjukkan kekuatan konsep diri yang dimiliki oleh perawat pelaksana, dimana
pada saat bekerja mampu meningkatkan kinerjanya karena adanya pengakuan dari
orang lain dan bekerja berdasarkantanggung jawab yang di embannya. Motivasi
yang muncul timbul dari dalam diri sendiri.
29
D. Kerangka Konsep
Skema 2.1 Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Motivasi
Kinerja perawat
pelaksana
E. Hipotesa
Ha : Ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan kinerja perawat
pelaksana di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014
Download