compusician magazine MEI

advertisement
Edisi Mei 2014
DAFTAR ISI
PEMIMPIN UMUM
Hanny Setiawan
TIM AHLI
Erie Setiawan
Toni Maryana
Oriana Tio Parahita N.
Satriyo Wibowo
Budi Pasadena
Yesaya Whisnu Wardhana
Yusak Ferianto
Tommy Yedija Luwis
03
EDITORIAL
Masa Depan Industri Musik Indonesia
PENDIDIKAN
07
Pendidikan Musik Tidak Harus Melahirkan
Seorang Musisi
09
SOSOK
Musik Itu Bakat Fashion Itu Passion
LIPUTAN
13
16
Mengenal Dunia Musik Digital Bersama
Product Specialist Auvitech, RioZee
BUDAYA
Teknologi Digital, Musik Populer dan
Fenomena Imaging Culture
TEKNOLOGI
19
Aplikasi Alur Skema Jalur ADC/DAC Dalam
Pemograman Objek Max/MSP dan Chuck
CREATIVE DESIGNER
Mawar Oky
KONTRIBUTOR
Nabila Inaya Janati
KONTAK IKLAN
Kezia Yenny
KRITIK DAN SARAN
[email protected]
Telepon (0271) 622345
COMPUSICIAN MAGAZINE
EDITORIAL
Masa Depan
Industri Musik Indonesia
[ Hanny Setiawan, MBA ]
K
ecepatan pekembangan
teknologi tidak bisa
membendung perubahan
yang signifikan di industri
musik dunia, dan ini tentu juga
mempengaruhi industri musik
di Indonesia. Mulai dari
pembelajaran, produksi,
distribusi, bahkan sampai
bagaimana masyarakat awam
menikmati musik telah berubah
secara revolusioner.
Lahirnya apa yang di sebut
“musik digital” tidak bisa
dihindari, justru harus
dirangkul dan diantisipasi
secara strategis. Jika dilihat dari
payung besarnya, industri
musik masuk dalam ranah
industri kreatif. Dalam konteks
pemerintahan Indonesia,
industri ini masuk dalam
departemen pariwisata dan
ekonomi kreatif
(http://www.parekraf.go.id/).
Kementrian yang terhitung
muda karena baru dilahirkan 3
tahun lalu, mulai tanggal 21
Desember 2011 berdasarkan
Perpres No. 92/2011.
Secara total industri kreatif
Indonesia menyumbang 7,74%
ke perekonominan nasional,
dan dari 7,74% tersebut masih
dibagi-bagi dengan industri
kreatif yang lain, sehingga
terlihat musik masih belum
memberikan sumbangsih
cukup besar bagi bangsa.
Pasar yang ada sangat besar,
tapi kontribusi industri musik
masih kecil. Ini yang harus
dikerjakan para pelaku industri
musik Indonesia. Kedepan
teknologi harus mampu
memberikan push terhadap
industri musik di Indonesia
untuk bisa bermain lebih lincah
di pertandingan global.
Minimal teknologi-teknologi
terbaru harus mampu dilihat
sebagai sebuah 'kunci' masa
depan untuk menerbangkan
artis-artis Indonesia ke level
global.
Potensi market, transfer
teknologi, mentalitas pelaku
kreatif, infrastruktur teknologi,
dan aspek legalitas adalah 5
hal yang patut di cermati
dalam melihat industri musik
Indonesia di masa depan
dalam kaitannya dengan
lahirnya revolusi musik
teknologi.
Edisi Mei 2014 03
COMPUSICIAN MAGAZINE
EDITORIAL
Potensi Market
Dunia digital memperbesar
pasar dunia musik dalam
hitungan yang eksponensial.
Meskipun demikian, untuk
pasar musik digital masih
dianggap sebagai niche market
dan belum sebagai main
market-nya. Dibutuhkan
perubahan paradigma bahwa
musim CD pun sudah lewat,
dan masa streaming sudah
hadir. Lahirnya Spotify yang
mampu melawan iTunes,
sebagai misal, jelas
memperlihatkan bahwa
persaingan sengit pun sudah
terjadi di ceruk ini.
Para pemodal sudah melihat
musik digital sebagai masa
depan. Industri selalu
bergantung kepada kapital dan
pasar. Sekarang kapital dan
pasar sudah bertemu, tinggal
waktu yang akan
memperlihatkan ledakan pasar
di musik digital.
Bukan hanya produk-produk
tradisional, tapi musik digital
akan mampu melahirkan
produk-produk yang dulunya
tidak pernah ada. Sekarang
dibutuhkan. Twitter dan
Facebook adalah fenomena
dimana sesuatu yang dulunya
tidak dibutuhkan sekarang
sudah menjadi bagian dalam
gaya hidup digital.
Konsekuensi logis adalah
dibutuhkannya music digital
strategist dalam industri baru
ini. Digital strategist adalah
orang yang berperan secara
garis besar merencanakan
peran digital dalam sebuah
perusahaan atau perseorangan.
Seorang digital strategist
mampu melihat peluangpeluang baru dan tantangan di
dunia baru ini. Music digital
strategist adalah orang yang
mampu merencanakan secara
strategis dan menyeluruh
bagaimana eksistensi,
explorasi, monetesasi dunia
musik digital.
”
Dibutuhkan perubahan
paradigma bahwa
musim CD pun sudah
lewat, dan masa
streaming sudah hadir.
Lahirnya Spotify yang
mampu melawan
iTunes, sebagai misal,
jelas memperlihatkan
bahwa persaingan
sengit pun sudah
terjadi di ceruk ini.
Transfer Teknologi
Tanpa adanya transfer
teknologi, Indonesia akan
selalu jadi buruh dan
konsumen musik digital.
Pelaku-pelaku industri musik di
Indonesia harus mulai
membantu transfer teknologi
secepatnya ke Indonesia. Bukan
hanya produk-poduk jadinya,
tapi juga konsep-konsep
teknologi yang bisa digunakan
sebagai framework untuk
melahirkan produk-produk
yang kontekstual kebutuhan
Indonesia.
Sebagai pemikiran, DSP atau
digital signal processing adalah
nyawa dari teknologi audio
yang akhirnya menjadi roh dari
musik digital. Universitasuniveritas teknologi di
Indonesia harus ikut membantu
diperkenalkannya konsep DSP
dalam pembelajaran dan
penerapannya. Jadi, tidak
melulu aplikasi-aplikasi bisnis
ataupun manufaktur
tradisional. Sudah ada industri
baru yang membutuhkan
aplikasi-aplikasi baru.
Transfer teknologi harus
dimulai sedini mungkin,
sehingga akhirnya teknologi
menjadi alat bantu biasa dan
tidak mendatangkan kejutan
bagi generasi digital Indonesia.
Edisi Mei 2014 04
COMPUSICIAN MAGAZINE
EDITORIAL
Mentalitas Pelaku Kreatif
Industri baru bisa terjadi apabila ada
standarisasi dalam proses produksinya. Bahasa
lainnya, bisa dimanufakturkan. Penulis, desainer,
programmer, adalah contoh-contoh pelaku
kreatif. Grup Kompas misalnya menamakan
dirinya “Pabrik Kata-Kata”. Artinya mesin
utamanya adalah para penulis. Dunia IT jelas,
programmer adalah orang-orang utama dibalik
aplikasi-aplikasi yang akhirnya menjadi bagian
tidak terpisahkan dari kehidupan
bermasyarakat.
Pemusik sebagai profesional di industri kreatif
masih menjadi pemikiran yang aneh. Bahkan
tragis dan ironis ketika pemusik lebih menyukai
menyebut diri sebagai seniman daripada
profesional. Seniman berkonotasi tidak ada
dateline, tidak ada pakem, bebas, liar, imajinatif,
dan dekat dengan sosial budaya. Sedangkan
profesional berkonotasi uang, dasi, kaku, formal,
dan tidak kreatif.
Hal ini adalah tantangan besar terutama di
Indonesia. Bagaimana melihat diri sebagai
seorang profesional dan bukan hanya seniman
adalah kunci keberhasikan industri musik digital
di Indonesia ke depan. Mentalitas freelancer
harus dimodifikasi menjadi mentalitas kerja tim
yang profesional. Tidak beda dengan lawyer,
dokter, konsultan, penulis, desainer, seorang
pemusik adalah seorang profesional. Itulah
semangatnya.
Infrastruktur Teknologi
akan pernah bisa berjalan. Akan menjadi mimpi
yang utopis. Hanya enak dimimpikan, tidak bisa
direalisasikan. Misal, untuk seorang sound
engineer di kota Solo dapat mengerjakan
proyek mixing dan mastering lagu soundtrack
Superman di Hollywood, tidak sekedar
membutuhkan talenta, dan kenalan bisnis, tapi
juga membutuhkan infrastruktur yang
mumpuni.
Mulai dari komputer, perangkat lunak, internet,
sampai storage dan backup harus semakin
murah dan dipermudah, sehingga pelaku
kreatif, dalam hal ini pemusik semakin
berkonsetransi kepada konten/isi dari karya.
Menteri Komunikasi dan Informasi yang tidak
melek teknologi tidak akan mampu melihat
bahwa perubahan sudah terjadi. Menkominfo
Indonesia harus seorang kreatif yang mengerti
dunia kreatif sehingga mampu memberikan
solusi-solusi kreatif kepada masyarakat.
Aspek Legalitas
Industri kreatif sangat dekat dengan hak cipta.
Perlindungan hukum legal sangat dibutuhkan
supaya industri yang masih muda ini dapat
berkembang secara tenang dan aman. Aspek
legalitas ini meliputi pembuatan UndangUndang baru yang diperlukan, law enforcement
dibidang ini perlu pendidikan dan pelatihan
khusus bagi para penegak hukumya, juga
lawyer/notaris juga perlu di-update
pengetahuan dibidang ini.
Tanpa adanya dukungan infrastruktur, seperti
industri yang lain, industri musik digital tidak
Edisi Mei 2014 11
05
COMPUSICIAN MAGAZINE
EDITORIAL
Pemerintah Indonesia harus mampu melihat masa depan
dari industri musik digital. Tanpa memiliki visi yang jauh ke
depan, perlindungan hukum hanyalah sebuah wacana. Kalau
hukumnya saja tidak ada, apa yang harus ditegakkan?
Bagaimana bisa membuat Undang-Undang kalau tidak
mengerti dunia musik digital? Problem ayam dan telur harus
segera diantisipasi dengan membuat tim ahli pemerintah
dalam pengembangan industri musik digital.
David Kusek dan Gerd Leonhard dalam bukunya “The Future
of Music: Manifest for the Digital Music Revolution”
menyatakan pemikiran utamanya bahwa bisnis musik tetap
kuat dan stabil meskipun bisnis rekaman sudah tumbang.
Fenomena-fenomena lain seperti pernyataan David and Gerd
akan semakin banyak terjadi, di dunia dan di Indonesia.
Pelaku-pelaku industri musik harus menyiapkan diri dan
lebih pro aktif menghadapi masa depan. Menghadapi yang
belum pernah ada membutuhkan kreatifitas dan daya
imajinasi tinggi.
Edisi Mei 2014 06
TELAH HADIR DI INDONESIA
a
t
n
o
c
n
o
s
r
e
p
t
c
COMPUSICIAN MAGAZINE
PENDIDIKAN
Pendidikan Musik Tidak Harus
Melahirkan Seorang Musisi
[ Satriyo Wibowo ]
S
ekarang ini banyak orang
tua mulai mengerti akan
pentingnya pendidikan
musik bagi anaknya, dimana
musik dapat menyeimbangkan
kecerdasan intelektual dan
emosional. Yang sering kita
dengar adalah musik mampu
mengembangkan otak kanan
sehingga kreatifitas meningkat.
Dengan pemahaman tersebut,
biasanya ekspektasi dalam
pendidikan musik tidak hanya
menguasai secara skill, namun
agar anak bisa kreatif dan
otaknya berkembang. Tentu
saja, bukan ingin anaknya
menjadi musisi atau pun
seniman, namun ingin potensi
anak berkembang dalam
proses belajar musik.
Maka dalam konsep pendidikan
musik harus memiliki
pemahaman yang berbunyi,
"Setiap siswa memiliki bakat
dan kemampuan masingmasing” atau “Every child is
different”. Tidak bisa disamakan
antara satu anak dengan anak
yang lainnya, mungkin ada
yang minatnya menjadi
komponis, player, penulis
musik, pencipta lagu, penikmat
musik, pengamat musik,
programmer musik, suka genre
tertentu dan mungkin menjadi
guru musik.
Dalam lingkungan
pembelajaran, anak akan lebih
cepat berkembang. Kita
sebagai pendidik musik bisa
mengajak mereka bereksperiment dengan
memberikan anak risiko untuk
mencoba, bekerja sama dalam
kelompok, membuat kesalahan,
merevisi, dan merefleksi ketika
bermusik. Proses belajar ini
disebut “active learning”, yaitu
dengan tujuan untuk
mengoptimalkan penggunaan
semua potensi yang dimiliki
oleh anak didik, sehingga
semua anak didik dapat
mencapai hasil belajar yang
memuaskan sesuai dengan
karakteristik pribadi yang
mereka miliki.
”
"Setiap siswa memiliki
bakat dan kemampuan
masing-masing” atau
“Every child is
different”
Edisi Mei 2014 07
COMPUSICIAN MAGAZINE
PENDIDIKAN
Di samping juga dimaksudkan untuk menjaga
perhatian siswa atau anak didik agar tetap
tertuju pada proses pembelajaran.
Dalam riset membuktikan bahwa pendidikan
musik lebih luas dari apa yang bisa kita
mengerti. Seperti dikutip dari pengamat
pendidikan musik di Sekolah Tinggi Kesenian
Utrecht, Belanda, Suzan Lutke, beliau
menuturkan bahwa pendidikan atau pengajaran
seni musik untuk anak tidak diarahkan untuk
membuat si anak menjadi musisi.
Namun, dengan pendidikan bermusik itu,
mengajarkan siswa untuk belajar membuat
dirinya nyaman, mencurahkan perasaan,
berbagi pengalaman, menunjukkan hasil
imajinasinya, dan berkomunikasi dengan orang
lain lewat musik.
Jadi, tugas seorang guru musik adalah
mengajarkan mereka cara mengkomunikasikan
apa yang ada pada diri mereka lewat musik
bukan pendidikan musik yang dipaksakan
kepada anak-anak. Maka guru musik yang ideal
itu harus memberikan kesempatan kepada anak
didiknya untuk merasakan pengalaman sendiri
dalam bermusik, dengan memenuhi kebutuhan
dan minat anak didiknya saat mereka belajar
musik.
Maka, menemukan bakat setiap anak dalam
pendidikan musik akan sangat menarik, dimana
potensi-potensi akan terlihat saat anak-anak ini
melakukan apa yang mereka suka. Melakukan
bukan karena procedural yang kaku tetapi
belajar dengan tidak ada paksaan, maka
perkembangan akan terlihat dan bisa dinikmati.
Edisi Mei 2014 08
COMPUSICIAN MAGAZINE
SOSOK
Musik Itu Bakat
Fashion Itu Passion
J
essie Chiang, gadis cantik berusia 26 tahun ini
merupakan seorang perancang busana, pendiri dan
pemilik dari sebuah rumah butik bernama 'Torque
Fashion” yang dirintisnya sejak 2010 lalu. Rumah
butiknya saat ini melayani busana-busana untuk
berbagai pembuatan film, peragaan busana, konser dan
event-event lain yang membutuhkan sentuhan fashion.
Pasalnya, dunia pertunjukan dan fashion jelas sangat
berkaitan.
”
Torque Fashion sendiri
ternyata sudah memiliki
pelanggan yang kebanyakan
kalangan artis, seperti Kevin
Aprilio dan orang tuanya,
Adie MS dan Memes, artisartis sinetron lainnya.
JESSIE
CHIANG
Edisi Mei 2014 09
COMPUSICIAN MAGAZINE
SOSOK
Artis-artis sinetron lainnya
seperti Lucky Perdana, Andika
Pratama, Raffi Ahmad,
beberapa Boyband Indonesia
dan Korea, serta band-band
tanah air lain.
Raffi Ahmad, yang sekarang ini
menjadi idola remaja,
merupakan pesinetron dan
juga presenter acara musik
Dahsyat di RCTI. Selain itu, dia
juga tercatat sebagai penyanyi
yang tergabung dalam BBB
(Bukan Bintang Biasa), grup
musik bentukan Melly Goeslow
dengan lagu andalannya Let's
Dance Together.
Dari relasi-relasi yang
kebanyakan kalangan artis
penyanyi membuat Jessie
Chiang tahu banyak mengenai
dunia tarik suara dan musik,
meskipun kesibukan utamanya
adalah sebagai seorang
perancang busana .
Tapi, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa
penampilan seorang penyanyi
di panggung atau dalam video
klip jelas memiliki
ketergantungan dengan dunia
fashion.
belum pernah ia jumpai selama
menjadi guru musik. Ia juga
berkata bahwa metode
pengajaran musik dengan
teknologi jelas sangat
diperlukan untuk generasi
muda saat ini.
Saat berbicara mengenai
musik, ternyata Jessie Chiang
juga memiliki hobi
menyanyi, bahkan dirinya
pernah menjadi guru musik
di salah satu sekolah musik
di Jakarta. Ditemui saat
gelaran SMI Expo 2014 pada
Minggu (6/4) di Mall Living
World Alam Sutera, Jessie
Chiang berkata bahwa dirinya
belum pernah melihat metode
pengajaran musik seperti yang
diajarkan di Sekolah Musik
Indonesia. Anak-anak usia dini
sudah diajari bagaimana
menciptakan sebuah musik
dengan teknologi-teknologi
dan aplikasi-aplikasi yang
Edisi Mei 2014 10
COMPUSICIAN MAGAZINE
SOSOK
”
Saya harap bahwa melalui pendidikan
musik yang diterapkan SMI ini, siswasiswi yang belajar di SMI bisa lebih smart
dan bisa sekreatif mungkin dalam
mengotak-atik teknologi, jangan malas
untuk terus belajar, pokoknya lebih smart
aja deh.
Namun, tidak bisa dipungkiri juga bahwa teknologi
sangat mempengaruhi industri musik tanah air. Saat
ditanya soal industri musik, gadis kelahiran 1987 lalu ini
berkomentar dengan cukup positif. Ia menjelaskan
bahwa industri musik saat ini sungguh maju, dimana
banyak ajang-ajang pencarian bakat, khususnya
menyanyi dan lomba-lomba lain yang membuat para
pelaku industri musik tanah air harus berlomba-lomba
mencari keunikan masing-masing. Hal inilah yang tentu
bisa membuat mereka berkarir dan bertahan di industri
musik.
Jessie Chiang juga menambahkan bahwa tutupnya
Aquarius sebagai distributor musik tanah air sebagai
bagian dari imbas negatif kemajuan teknologi, dimana
pembajakan semakin marak karena banyaknya tautantautan liar di internet yang menyediakan playlist gratis.
Kembali pada masalah bakat dan hobi, Jessie Chiang
mengaku dia memiliki kesenangan di bidang musik dan
fashion sejak dia masih kecil. Ia pandai bermain piano
dan juga bisa bernyanyi. Sejak kecil ia sudah mengikuti
perlombaan bernyanyi dan menjadi juara di berbagai
kompetisi. Hingga saat ini bakat musiknya terus diasah
melalui pelayanan di gereja dan event-event lain yang
memintanya untuk bernyanyi.
Menjadi seorang perancang busana dan membuka butik merupakan passion yang sudah
lama ia miliki, maka dari itu ia memilih untuk mengembangkan passion
Edisi Mei 2014 11
COMPUSICIAN MAGAZINE
SOSOK
Sudah pasti jika bekerja berdasarkan passion
akan sukses nantinya. Hal itu ia buktikan saat
awal-awal membuka sebuah butik. Berdatangan
pelanggan dari kalangan orang tersohor seperti
artis sinetron dan penyanyi yang menggunakan
jasanya, ditambah publikasi dari berbagai media
nasional yang menjadi alasan mengapa
butiknya semakin dikenal luas.
Meskipun baru beberapa tahun merintis
usahanya, ternyata karya-karya dari Jessie
Chiang juga sudah dipakai penyanyi hingga
boyband dan girlband Korea, seperti nama SOS,
X4, dan masih banyak lagi. Jadi, tidak hanya
dalam negeri saja, karya Jessie Chiang juga
sudah meramba dunia musik Internasional,
khususnya Asia.
Sehari-hari, Jessie Chiang mengerjakan setiap
permintaan pelanggan. Ia bersama timnya
bekerja berjam-jam untuk memastikan bahwa
pelanggannya dapat memperoleh kualitas
terbaik, khususnya dari segi bahan, cutting,
model, dan lain-lain. Selain bergerak di bidang
perancangan busana, Jessie Chiang juga
melayani make-up artis. Ia akan memastikan
bahwa setiap penampilan pelanggannya
merupakan make-up terbaru sehingga para
kostumernya yang kebanyakan artis televisi bisa
lebih percaya diri saat mereka harus tampil di
depan kalayak ramai.
Jessie Chiang yang saat itu hadir di SMI Expo
pada 4-6 April 2014 dan menjadi salah satu juri
untuk singing contest, berkomentar bahwa
sebenarnya para peserta singing contest yang
kebanyakan anak-anak ini benar-benar
berbakat. Namun, tentu saja perlu lebih diasah
lagi. Ia juga melihat SMI sebagai sekolah musik
pertama di Indonesia dengan metode
pembelajaran 3 in 1 yang mampu mengasah
bakat anak-anak itu. Ia juga menambahkan
bahwa biaya pendidikan di SMI terhitung cukup
terjangkau untuk level Jakarta.
Sedangakan untuk aplikasi-aplikasi yang
dipakai di SMI, Jessie Chiang sendiri masih
belajar untuk mengenal lebih dalam. “Pokoknya
aku harus belajar tentang teknologi ini karena
sangat penting dan aku juga tidak mau kalah
dengan anak-anak yang sudah belajar lama,”
pungkasnya.
Edisi Mei 2014 12
COMPUSICIAN MAGAZINE
LIPUTAN
Mengenal Dunia
Musik Digital
Bersama Product Specialist
Auvitech, RioZee [ Yesaya Whisnu ]
R
io Zelly Rinaldo, pria
kelahiran tanah Minang
ini adalah seorang
produk spesialis dari sebuah
perusahaan distributor
instrumen musik terbesar di
Indonesia, Auvitech yang
merupakan anak perusahaan
dari PT. Citra Intirama.
Perusahana ini merupakan
distributor produk-produk dari
M-Audio, Numark, Alesis, Akai
dan yang terbaru adalah
Keyboard Nord, selain itu dia
juga seorang tutor, musisi,
produser, composer dan music
director.
Bergelut di dunia musik,
khususnya musik teknologi
merupakan obsesi besar pria
dengan sapaan Rio ini
meskipun latar belakangnya
adalah lulusan studi ekonomi
manajemen. Tapi
bagaimanapun, kesuksesannya
tidak datang dengan begitu
saja. Berkali-kali dia mengalami
kegagalan dan harus memulai
dari awal lagi dan sempat
menyerah bahkan berniat
menjadi seorang ustad.
Contoh pengalaman pahit yang
dialaminya adalah ketika ia
harus mengubur impiannya
untuk bisa melanjutkan sekolah
ke Barklee College of Music di
tahun 1998. Akibat krisis
ekonomi yang parah saat itu,
dimana dollar naik begitu
drastis sehingga biaya untuk
berangkat ke Amerika pun
harus bertambah hingga 10
kali lipat. Rio juga pernah jatuh
sakit dan selama 1 tahun tidak
dapat melakukan apa-apa. Ia
pun memilih untuk menyepi ke
kampung halamannya di
Padang, Sumatra Barat.
Namun halangan demi
halangan tidak lantas membuat
niatnya patah untuk
menggapai mimpinya menjadi
seorang musisi. Tanpa
mengikuti sekolah musik
formal, Rio pun menjajal
pengalaman demi pengalaman
di lapangan demi meluaskan
skill, wawasan dan jaringan.
Hasilnya pun sungguh luar
biasa, hingga tahun lalu, putra
pasangan Jose Rizal dan Ely
Marwatin itu telah
berkolaborasi dengan
beberapa pemain musik
terkenal Indonesia, seperti Putu
Wijaya, Maya Hasan, Ubiet dan
Edisi Mei 2014 13
COMPUSICIAN MAGAZINE
LIPUTAN
Agnes Monica yang sekarang telah berhasil
meluncurkan single internasionalnya, Coke Bottle,
dengan nama barunya Agnez Mo. Di akhir tahun lalu,
RioZee pun sukses menggelar konser tunggal bersama
Didi AGP, dimana konser tersebut merupakan konser
musik digital yang memainkan musik lewat iPad dan
iPhone.
Kesibukan rutin lainnya yang juga harus ia jalani
bersamaan, seperti memberi workshop, les privat,
mempersiapkan beberapa album hingga mengajar di
Universitas Multimedia Nasional (UMD) Jakarta.
Namun, jika ia harus ke luar kota, kelas pun diserahkan
kepada asistennya. Rio sendiri dituntut untuk
memberikan materi-materi terbaik sekaligus
mendesain kurikulum supaya mahasiswanya yang saat
ini berjumlah 100 orang, nantinya dapat berhasil
semua. Dalam mengajar, ia menerapkan balancing
dalam proses belajar mengajar, maksudnya adalah
antara teori dan praktek harus seimbang supaya
mahasiswanya juga senang. Sulit untuk dia membagi
waktu ditengah-tengah kesibukannya yang cukup
padat, tapi semua ia lakukan dengan senang, “semua
asyik” tambah pengagum David Foster itu.
Berbicara mengenai pendidikan, saat ini Rio juga
sedang membuka sekolah bernama Andi Ayunir Music
Technology Class (AAMTC). Andi Ayunir adalah rekan
Rio yang juga seorang produser. Andi Ayunir sukses
memproduseri penyanyi Indonesia yang sekarang
sudah menjadi diva internasional, Anggun Cipta
Sasmi. Rio mengajak Andi Ayunir untuk membuka
sekolah bersama. AAMTC memiliki program yang
berbeda, tidak seperti sekolah musik lainnya. Jika di
SMI siswa diajar hardskill, seperti kelas privat, di
AAMTC, siswa hanya diajari musik teknologi saja.
Sedangkan untuk metode pembelajarannya sama
dengan SMI, yaitu selama 1 semester atau 6 bulan
dan kelas diadakan seminggu sekali. Ada 10 materi
dimana dari 10 materi itu siswa akan
diajarkan dari basic hingga software.
Untuk software yang akan diajarkan ada 5,
yaitu Pro Tools, Logic Pro, Cubase, Reason,
dan Ableton Lives.
Dari kelima software itu nantinya mereka
akan masuk ke bidang yang diinginkan
masing-masing murid. Contohnya, kalau
murid lebih tertarik menjadi DJ akan
difokuskan ke Ableton Lives dan untuk
yang tertarik menjadi composer, bisa
difokuskan ke kelas Pro Tools. Untuk staff
pengajar dituntut untuk dapat menguasai
5 software yang diajarkan dan juga harus
menguasai hardware-nya, seperti
keyboard controller. Untuk saat ini, tenaga
pengajarnya baru Rio dan Andy Ayunir
sendiri, tapi tidak menutup kemungkinan
untuk menerima pengajar lain. AAMTC
juga membuka franchise dan rencananya
AAMTC juga akan dibuka di Yogyakarta,
Batam dan Pekanbaru.
Saat ini di Citra Intirama, Rio sudah
menjadi Manager Product Specialist
dimana ia yang bertanggung jawab untuk
semua instrument, mulai dari gitar,
keyboard, drum, alat-alat DJ dari Numark,
alat-alat recording, video dan masih
banyak lainnya.
Edisi Mei 2014 14
COMPUSICIAN MAGAZINE
LIPUTAN
”
“Jadi guru-guru yang ada nanti adalah guru-guru yang ahli dalam msuik
teknologi. Jadi kalau ada guru skill seperti guru piano, dia tidak mengajar di
dunia itu,” ungkapnya saat ditemui di acara SMIEX di Mall Living World
Alam Sutera.
Dalam SMIEX di Mall Living World Alam
Sutera itu, Rio juga mendemokan beberapa
alat-alat baru dari Auvitech, seperti keyboard
Nord 2 Piano dan juga Numark Orbit, yang
merupakan DJ nirkabel, dimana melalui alat
ini, para DJ dapat mengontrol mixingnya
dari kejauhan serta dapat mengatur
backlight yang dapat menarik perhatian.
Selain itu, ada juga demo drum elektirk DM6
dari Alesis, dimana drum ini dapat
dikendalikan volume-nya serta ringkas
membawanya. “Jadi tidak berisik, mudah
dibawa, tidak ribet dan sound-nya bisa
beragam,” tambah Rio.
Mengenai produk yang cocok digunakan
untuk pembelajaran, Rio yang sudah bekerja
sama dengan Sekolah Musik Indonesia
selama 3 tahun memberikan rekomendasi
mengenai instrument pembelajaran yang
dipakai. Rata-rata SMI menggunakan produk
dari M-Audio karena lebih murah, dimana
harga berkisar antara 1 hingga 2 juta-an.
“Kalau sudah level professional, nanti bisa
mengarah ke Nord tapi karena siswa-siswi di
SMI ini kebanyakan masih anak-anak, jadi
cocoknya alat-alat dari M-Audio karena lebih
mudah, praktis dan harga murah meriah,”
pungkas Rio.
Rio sendiri sudah memperoleh banyak
prestasi selama ia masuk dunia musik digital,
antara lain Juara 1 Electone Festival seIndonesia (1990-1997) dan Keyboardist
Terbaik se-Sumatera (1994-1997). Saat ini
Rio dan istrinya, Titie Zelly telah dikaruniani
anak perempuan bernama Tiara Grania yang
sekarang berumur sekitar 5 tahun.
Edisi Mei 2014 15
COMPUSICIAN MAGAZINE
BUDAYA
Teknologi Digital, Musik Populer
dan Fenomena Imaging Culture
[ Erie Setiawan ]
T
idak semua yang kita
yakini tentang
kebudayaan memenuhi
syaratnya sebagai kebudayaan.
“Kebudayaan adalah
perjuangan akal budi (manusia)
untuk menemukan nilai-nilai
kehidupan,” kata banyak ahli
kebudayaan, baik dari Barat
maupun Timur. “Nilai-nilai”
yang dimaksud tersebut
memang seringkali abstrak
serta menimbulkan multi-tafsir,
sehingga kita tak kuasa
memberikan penilaian tunggal
atas makna dari sebuah
kebudayaan.
Nilai-nilai bisa dipahami
sebagai sesuatu yang
berwujud, seperti material, juga
sesuatu yang tak berwujud,
seperti spiritual. Seringkali
kebudayaan hanya dimaknai
sebagai sebuah kebiasaan, atau
tradisi turun-temurun.
Misalnya: Korupsi dianggap
sebagai budaya. Secara praksis
memang betul, tetapi apakah
itu yang ingin kita capai?
Apabila korupsi dianggap
sebagai budaya bagi orang
yang menghalalkannya, itu
juga sah-sah saja. Tetapi kita
harus ingat pula, bahwa
kebudayaan juga terikat
norma-norma tertentu, yang
tentu saja akan memiliki
akibat tertentu pula, yang
dampaknya bisa kita rasakan
sehari-hari.
Implikasi dari cara pikir
manusia dari hari ke hari, abad
ke abad, milenium ke milenium,
melahirkan berbagai macam
konklusi yang membuahkan
kultur (sebagai bentuk
majemuk dari budaya), namun
bukan berarti semua itu
merupakan kemajuan. Melihat
perkembangan teknologi musik
masa kini (abad ke-21) akan
lain ketika membandingkannya
dengan teknologi pada abad
ke-20 sebelumnya.
Contoh gampangnya adalah,
bandingkan teknologi
reproduksi pita kaset dan
digital. Kita bisa saja
menyampaikan klaim bahwa
teknologi masa kini jauh lebih
maju dari sebelumnya. Betul
sekali, itu jika kita
membandingkan. Tetapi,
teknologi pita kaset
pertengahan abad ke-20 juga
sudah sangat maju dan
Edisi Mei 2014 16
COMPUSICIAN MAGAZINE
BUDAYA
melahirkan jutaan album musik yang tersebar di
seluruh dunia—dengan kualitas yang
melegenda. Teknologi digital saat ini belum
mampu menyerupai kemajuan (baca:
produktivitas) yang terjadi era sebelumnya, dan
tentu saja masih dalam proses pencarian untuk
menuju kultur.
Dalam wilayah musik populer, angka/hitungan
kuantitatif menjadi penting, karena urusannya
adalah ketika musik tersebut mampu familiar di
telinga banyak orang. Abad ini pun juga
memunculkan banyak orang yang berlombalomba menjadi spekulan-spekulan baru yang
menciptakan logika industri individual seperti
berjudi (untung-untungan).
Pertama, teknologi digital sebagai jalur
distribusi skill (fenomena Justien Bieber).
Kedua, teknologi digital sebagai “pencitraan”
(fenomena Sinta-Jojo), dan ketiga, teknologi
digital sebagai re-kreasi dan distribusi skill
(fenomena Eka Gustiwana). YouTube sama-sama
membuat orang bisa populer, tetapi, sekali lagi,
karena ini seperti fenomena judi, maka hanya
yang beruntunglah yang akan mendapat
kesempatan menjadi “terkenal.”
Keberuntungan sangat tidak bisa diprediksi,
oleh sebab itu kualitas dalam musik populer
memang tidak selalu menjamin sebuah produk
“musik” bisa laku keras di pasaran. Kebudayaan
seperti ini disebut imaging culture. Masyarakat
hanya butuh simbol atau kode-kode tertentu
yang bisa dilahirkan dari seberapa menarikkah
yang ditonton, bobot unik sebuah produk yang
disiarkan, serta kemungkinan efek tren yang
diteruskan begitu cepat melalui media
sosial—dan saling mempengaruhi satu sama
lain.
Teknologi Digital, Musik Populer
dan Fenomena Imaging Culture
Lihat fenomena Justin Bieber yang melejit
begitu cepat melalui YouTube, atau Sinta-Jojo
dengan cover “Keong Racun”-nya di situs yang
sama, sampai fenomena Eka Gustiwana yang
mere-kreasi suara presenter dan menyulapnya
jadi musik, lalu ia terkenal dan diwawancarai
stasiun televisi. Para spekulan yang ingin
menjajal “jalur cepat” ini, jika kita analisa lebih
jauh, menghasilkan tiga representasi kemajuan
produksi digital.
Tiga indikasi utama
Membahas tentang pengaruh teknologi digital
pada musik populer dalam konteks budaya
sangat erat kaitannya dengan
fungsi teknologi itu sendiri dan
kemampuan manusia
mengutak-atik akal budinya.
Tiga hal tersebut antara lain:
1) produksi dan kecepatannya,
2) simbolisasi yang menciptakan
tren sosial,
3) hasrat/dorongan eksistensi.
Tiga hal tersebut merupakan
syarat dari persaingan musik
populer saat ini.
Edisi Mei 2014 17
COMPUSICIAN MAGAZINE
BUDAYA
Beberapa kreator musik digital sekarang mulai
berpikir bahwa spesifikasi komputer pribadi
harus paralel dengan perkembangan
softwarenya, apabila tidak ini akan menentukan
hasil produksi beserta kualitasnya. Seringkali,
kegiatan upgrade komputer beserta software
menjadi sebuah kebiasaan yang tak pernah bisa
dihindari oleh para pelaku musik digital pada
masa kini. Semakin maju software pada masa
kini akan semakin tinggi pula spesifikasi
hardware dalam komputer untuk bisa
menunjang kerjanya. Inilah yang disebut
produksi dan kecepatannya.
Sementara banyak kreator juga berpikir, bahwa
pengaruh teknologi digital pada musik populer
sangat berhubungan dengan kemampuan
kreator untuk melakukan pencitraan dan
simbolisasi yang berujung pada tren dan
kepercayaan sosial yang sulit dihindari.
Pencitraan dan simbolisasi tak pernah “jujur”.
Begitulah, teknologi digital selalu pandai
memanipulasi. Suara orang yang jelek/fals bisa
disentuh dengan auto tune dimana
memungkinkan suara seseorang menjadi bagus
dan tidak fals lagi.
Manipulasi dalam produksi bunyi (editing dan
mixing) memungkinkan segalanya disulap untuk
bisa menjadi menarik dengan dalih supaya
produksi teknologi digital (berupa CD Audio
maupun file WAV/mp3) bisa awet karena akan
dikonsumsi sepanjang masa. Kadang-kadang
kualitas tidak dipedulikan, yang penting produk
jadi.
Fenomena ini sangat marak di Indonesia, tetapi
tidak marak di Amerika, yang masyarakat dan
pelaku industrinya lebih memiliki kesadaran
bahwa perjalanan industri musik populer harus
pula paralel dengan perjalanan ilmu
pengetahuannya. Industri musik Indonesia
dalam koridor Major Label semakin bangkrut
dan tak punya strategi alternatif untuk tetap
bisa bertahan
Ketiga, adalah dorongan/hasrat eksistensi.
Siapa yang tidak ingin terkenal dengan cepat
dan meraih banyak keuntungan pada zaman
yang semakin materialistis ini? Pengaruh
teknologi digital pada musik populer adalah
peluangnya menciptakan hasrat untuk eksis,
hasrat untuk “ada” dan diakui masyarakat, entah
hanya kawan-kawannya sendiri, kolega bisnis,
maupun masyarakat yang lebih luas. Zaman
sekarang banyak cara ditempuh agar bisa eksis
dan terkenal. Teknologi digital sangat
berpeluang menciptakan itu dalam sistim dan
pola-pola yang sangat sistematis. Media sosial
di internet yang berjubel jumlahnya membantu
mereka untuk hal ini, seringkali perlu narsis
dulu, kualitas belakangan. .
Edisi Mei 2014 18
COMPUSICIAN MAGAZINE
TEKNOLOGI
Aplikasi Alur Skema Jalur
ADC/DAC Dalam Pemograman
Objek Max/MSP dan Chuck
[ Tony Maryana ]
P
enggunaan komputer dalam musik telah
membantu dan mempermudah komponis
dan musisi untuk melakukan manipulasi
bunyi dengan presisi dan bebas di luar
kemampuan yang dapat dilakukan oleh alat
musik akustik. Jargon umum dalam musik
elektronik yaitu “kalau komponis “tradisonal”
membuat karya dengan alat “musik tradisional”
(instrument akustik) akan mengatur bunyi,
sedangkan komponis elektronik membuat bunyi
itu sendiri. Kemudahan dalam mengolah bunyi
dan membuat musik dengan komputer saat ini
dirasakan oleh komponis dan musisi, tetapi
dibalik itu sendiri kadang komponis dan musisi
tidak ambil pusing mengenai bagaimana cara
komputer menghasilkan bunyi?
Analog Vs Digital
Komputer hanya memahami dan mengerti
digital (hanya bilangan 0 1) dengan dua fungsi
dasar yaitu menjalankan urutan dari intruksi
(sebuah program) dan memproses informasi
(data) untuk dipanggil kembali. Jadi bisa
dikatakan kalau ingin berkomunikasi dengan
komputer haruslah dengan menggunakan input
berbasis digital. Sebelum komputer ditemukan
teknologi yang digunakan adalah teknologi
analog dimana sebuah sinyal diterjemahkan
menjadi sinyal elektrik contohnya adalah
microphone. Gelombang suara disekitar kita
akan diterima microphone dan dirubah menjadi
sinyal gelombang elektrik (listrik).
Digital
Input 0 1 0 1 0 0
Komputer bekerja system
Digital
Analog
Sinyal elektrik
Edisi Mei 2014 19
COMPUSICIAN MAGAZINE
TEKNOLOGI
Figure 1 Skema prinsip kerja digital dan
analog
Figure 2 Beberapa tipe jalur pengaturan
sistem perangkat audio
Figure 1 memperlihatkan skema prinsip cara
kerja analog dan digital. Kita bisa melihat
bahwa antara komputer (mewakili prinsip
digital) dan microphone (mewakili prinsip sinyal
analog elektrik) sama-sama berbeda cara
kerjanya antara satu dengan yang lainnya
sehingga mustahil untuk bisa berkomukasi satu
sama dengan yang lainnya secara langsung.
Contoh Aplikasi di Max/MSP
Analog Digital Converter (ADC) dan Digital
Converter Analog (DAC)
Seperti yang telah ditunjukan dalam figure 1
bahwa digital dan analog kedua-duanya
berbeda dalam prinsip kerjanya sehingga
diperlukan perantara atau penerjemah untuk
analog dan digital sehingga kedua-duanya bisa
bekerja bersama. Diperlukan perangkat
converter dari analog ke digital (ADC) sehingga
bisa diterima komputer, begitu pun sebaliknya
perlu perangkat converter dari digital ke analog
(DAC) sehingga bisa diterima oleh perangkat
analog contohnya speaker.
Perangkat converter ini kita sering mengenalnya
dengan sebuatan kartu suara (sound card), ada
yang menyebutnya AD/DA (Analog to
Digital/Digital to Analog) , dan kalau komponis
atau musisi berbasis pemograman dan
perancang bunyi menyebutnya dengan
DAC/ADC (Digital Analog Converter/Analog
Digital Converter).
Figure Contoh aplikasi akses sound card di
aplikasi Max/MSP
Figure 3 merupakan sebuah contoh aplikasi
akses dan routing ADC/DAC(Sound Card) di
Max/MSP. Max/MSP yaitu bahasa pemograman
berbasis visual untuk musik dan multimedia
oleh perusahaan perangkat lunak cycling74
.Contoh Routing ADC/DAC di aplikasi dalam
bahasa pemograman Chuck
Figure Aplikasi akses dan routing ADC/DAC
di Chuck
Figure 4 sebuah contoh aplikasi akses ADC/DAC
(Sound CArd) dalam bahasa pemograman
Chuck untuk realtime sound synthesis dan
kreasi musik. Chuck merupakan open source.
Untuk mengunduhnya silahkan berkunjung
kesitusnya http://chuck.cs.princeton.edu/.
Skema di figure 4 menunjukan tingkat
kekerasan volume dari sinyal analog (ADC)
diatur oleh objek Gain dan dikirim ke dalam
Chuck untuk di konversi menjadi sinyal analog.
Jadi bisa dikatakan bahwa tanpa sound card
mustahil untuk komputer bisa menerjemahkan
sinyal analog menjadi digital dan dikembalikan
menjadi sinyal analog ke speaker.
Edisi Mei 2014 20
MUSIC TECHNOLOGY LIFESTYLE
Download