analisis faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk

advertisement
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI
IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN
CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)
RAISA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema
ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) adalah karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Raisa
H44070007
RINGKASAN
RAISA. Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk
Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade Area (ACFTA).
Dibimbing Oleh SUTARA HENDRAKUSUMAATMAJA.
Jeruk merupakan komoditas unggulan Indonesia berdasarkan skala usaha
karena sudah dikenal luas dan sering dikonsumsi oleh masyarakat khususnya
untuk jenis Jeruk Mandarin. Akan tetapi, akibat serangan penyakit CVPD yang
disertai dengan gempuran Jeruk Mandarin asal Cina tanpa disertai
penanggulangan yang baik terhadap kendala tersebut, maka produksi jeruk
Indonesia terus menurun dan hanya mampu bertahan, sehingga kalah saing
dengan jeruk asal Cina.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor-faktor yang
memengaruhi substitusi impor, membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk
Mandarin saat sebelum dan sesudah diberlakukan ACFTA, dan mendeskripsikan
upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan pihak-pihak terkait dalam
meningkatkan produksi jeruk. Faktor-faktor yang dianggap memengaruhi tingkat
substitusi impor yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di
pedesaan, PDB, produksi jeruk di Indonesia, harga Jeruk Mandarin impor,
substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berasal dari BPS, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan dari
bulan Januari 2000-Desember 2009. Tahun 2000 hingga 2004 adalah masa
sebelum ACFTA atau Pra-EHP dan tahun 2005 sampai 2009 merupakan masa
setelah ACFTA atau Pasca EHP. Analisis dilakukan dengan menggunakan model
regresi double log, analisis laju pertumbuhan dan pangsa impor, Indeks GrubelLlyod, dan analisis deskriptif dengan bantuan Microsoft Excel dan Eviews.
Hasil estimasi dengan model regresi double log untuk faktor-faktor yang
memengaruhi menunjukkan bahwa substitusi impor dipengaruhi oleh PDB, harga
konsumen jeruk di pedesaan, produksi jeruk nasional, dummy ACFTA, dan
substitusi impor tahun sebelumnya. Nilai adjusted R2 dari model ini adalah
0,627400 yang artinya ragam dari substitusi impor dapat dijelaskan sebanyak
62,74 % oleh variabel di dalam model dan sisanya sebesar 37,26 % dijelaskan
oleh variabel lain di luar model. Berdasarkan uji ekonometrika, model ini bebas
dari pelanggaran asumsi baik itu multikolinearitas, autokorelasi, maupun
normalitas.
Analisis laju pertumbuhan untuk nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin
menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya ACFTA, nilai dan jumlah impor ini
memiliki tren positif dibanding sebelum EHP yang sebetulnya sudah negatif.
Pangsa impor Cina pun mengungguli negara lain dengan jumlah pangsa sebesar
48,05 % sebelum ACFTA dan 85,94 % setelah ACFTA disepakati. Oleh karena
itu, dibutuhkan upaya-upaya untuk memenuhi substitusi impor secara lebih
intensif. Implemantasi kebijakan yang dapat dilakukan antara lain perbaikan
kinerja sistem agribisnis melalui pembenahan di subsistem hulu, subsistem hilir,
dan subsitem penunjang agar saling mendukung satu sama lain.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SUBSTITUSI
IMPOR JERUK MANDARIN DI INDONESIA DALAM SKEMA ASEAN
CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)
RAISA
H44070007
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk
Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China Free Trade
Area (ACFTA)
Nama
: Raisa
NIM
: H44070007
Disetujui
Dosen Pembimbing,
Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M.Sc
NIP.19480601 197301 1 001
Diketahui
Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
NIP.19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillahirobbila’lamin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta
alam yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya yang tiada tara sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Shalawat dan salam semoga selalu
terlimpahkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan suri taulaudan
yang sangat berarti bagi saya untuk tidak mudah menyerah dan selalu ingat bahwa
Allah akan memberikan keberhasilan di setiap kerja keras yang didasari niat
karena-Nya. Saya juga mengucapkan terima kasih bagi pihak-pihak yang telah
banyak membantu dalam penulisan skripsi ini yaitu:
1.
Kedua orangtua Papa Yaudin Arachman, B.E. dan Mama Teti Setiawati
untuk segala dukungan dan harapan yang merupakan motivasi terbesar bagi
saya, kedua adik saya Ryzmelinda dan M. Putra Yarman yang membuat
saya sangat ingin cepat lulus, serta keluarga besar untuk doa dan kasih
sayangnya.
2.
Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmaja, M. Sc sebagai pembimbing skripsi
untuk kesabaran, kebaikan, bimbingan, dan nasehatnya yang sangat berarti
bagi saya.
3.
Bapak Novindra sebagai dosen penguji utama dan Bapak Adi Hadianto
sebagai dosen wakil Komisi Pendidikan untuk pertanyaan, kritik, dan
sarannya.
4.
Mbak Hastuti selaku pembimbing akademik yang selalu memberi saran dan
nasehat serta segala bantuannya.
5.
Rahadian Pratama, S.Si untuk segala dukungan, bantuan, dan hiburannya.
6.
Teman-teman Dina Ria Ningsih, Indri Puspitasari, Irna Erliana, Sugeng
Utomo, Litha Methika Dhelinthea, Rikhi Ibrahim, Adhitya Wibawa Putra,
dan Ahmad Sanusi untuk kesetiakawanan kita dari SMA.
7.
Teman-teman ESL Ratih Trianita, Resti Ariesta Festiani, Nurul Fadilah,
Fenny Kurniawati, Chichi Rizky, Fachrunnisa dan banyak lagi yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu.
8.
Teman-teman satu perjuangan, Norita Vibriyanto, Dinda Asyifa Devi, dan
Rizki Amelia yang selalu bersemangat berjuang sampai akhir.
9.
Teman-teman Kuliah Kerja Profesi (KKP) Indah Wulandari Nasution, Alfan
Mubaroq Harahap, Trifty Qurrota Aini, Suci Nurul Hidayat, Devina Marcia
Rumanthi, dan Ery Februriani.
10.
Pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam skripsi ini.
Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi saya dan pihak-pihak lain yang
membutuhkan.
Bogor, Mei 2011
Raisa
H44070007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan nikmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
ini. Tugas akhir ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi
Substitusi Impor Jeruk Mandarin di Indonesia dalam Skema ASEAN China
Free Trade Area (ACFTA)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktorfaktor yang memengaruhi substitusi impor, pengaruh perdagangan bebas antara
Cina dan ASEAN terutama Indonesia terhadap kondisi perdagangan buah jeruk,
dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan guna mengurangi
ketergantungan konsumen lokal terhadap jeruk impor serta memenuhi syarat tugas
akhir.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat khususnya bagi
petani jeruk guna meningkatkan produksi dalam rangka menghadapi ACFTA,
bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang memihak petani, serta bagi
masyarakat agar lebih memilih produk jeruk dalam negeri, sehingga permintaan
terhadap jeruk lokal semakin meningkat.
Bogor, Mei 2011
Raisa
H44070007
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI .............. i
RINGKASAN ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................................6
1.3 Tujuan ..............................................................................................................10
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp) ..............................................................12
2.2 Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) ................15
2.3 Tarif dan Substitusi Impor Sebagai Salah Satu Kebijakan Perdagangan
Internasional ....................................................................................................19
2.4 Definisi dan Batasan Operasional ....................................................................22
2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................................24
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis.............................................................................................26
3.2 Kerangka Operasional ......................................................................................31
3.3 Hipotesis Penelitian .........................................................................................33
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................34
4.2 Jenis dan Sumber Data .....................................................................................34
4.3 Metode Pengumpulan Data ..............................................................................34
4.4 M tode Analisis Data
4.4.1 Analisis Deskriptif .................................................................................35
4.4.2 Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan
Model Regresi Berganda .....................................................................36
4.4.3 Metode Interpolasi Spline Kubik...........................................................42
4.4.4 Perhitungan Harga Riil dan PDB Per Kapita ........................................42
viii
4.4.5 Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan
Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor ...........................42
4.4.6 Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan
Indeks Grubel-Llyod ............................................................................43
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1 Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia ..............................................................44
5.2 Kondisi Harga Jeruk di Pasaran .......................................................................47
5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina ...........................................49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Substitusi Impor Jeruk Mandarin .....................................................................52
6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin
6.2.1 Hasil Pengujian Ekonometrika ..............................................................55
6.2.2 Analisis Statistik dan Ekonomi
6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar ..............................................59
6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan ...............................................60
6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) .......................................................62
6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional .................................................................63
6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor ..........................................................64
6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya ....................................67
6.2.2.7 Dummy ACFTA .............................................................................68
6.3 Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Sebelum dan Sesudah ACFTA ................69
6.4 Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk
Mandarin .........................................................................................................75
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ......................................................................................................81
7.2 Saran ................................................................................................................81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................83
LAMPIRAN ...........................................................................................................86
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................105
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun 20052010 (Juta US$)...................................................................................................2
2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)...............3
3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina ......................17
4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis ...........................................................35
5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF ............................................................56
6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor ......57
7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009 ......................63
8. Tabel Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat
Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009. .................................................70
9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di Indonesia
Tahun 2000-2009 ..............................................................................................75
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun 20002009 .....................................................................................................................4
2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009 .............7
3. Efek dari Tarif Impor .........................................................................................27
4. Alur Kerangka Operasional Penelitian ..............................................................32
5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009 .....................................45
6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun 2008 ...48
7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 ............................50
8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009 .......................53
9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009 ..............................60
10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk Mandarin di
Indonesia Tahun 2000-2009 ..............................................................................66
11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pra-EHP
Tahun 2000-2004 ..............................................................................................72
12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia Pasca–
EHP Tahun 2005-2009 ......................................................................................72
13. Laju Pertumbuhan Jumlah dan Nilai Impor Jeruk Mandarin di Indonesia
Tahun 2001-2009 ..............................................................................................73
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi Ekspor dan
Impor Indonesia dan Cina (1996-2003) ............................................................87
2. Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia ............89
3. Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman Buah-buahan
2008 ...................................................................................................................90
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea Masuk
dalam Rangka EHP ...........................................................................................91
5. Tabulasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin..95
6. Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009 ..................................100
7. Hasil Regresi double log Model Substitusi Impor dengan Eviews 6 ...............102
8. Hal Pengujian Ekonometrika ...........................................................................103
xii
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Jeruk Mandarin adalah salah satu jenis jeruk yang sempat menjadi
unggulan perdagangan hortikultura di Indonesia. Buah ini memiliki keunggulan
berdasarkan skala usaha karena sudah dikenal dan dikonsumsi dalam jumlah besar
oleh masyarakat Indonesia (Agromedia 2009). Sentra penanaman Jeruk tersebar di
berbagai pelosok dengan jenis jeruk yang paling terkenal adalah Jeruk Pontianak,
Jeruk Medan, dan Jeruk Garut. Jeruk lokal sangat diminati oleh masyarakat pada
saat itu karena rasa yang manis, walaupun kulit buah tipis dan rata-rata berwarna
hijau. Akan tetapi, keadaan ini tidak berlangsung lama akibat serangan penyakit
CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration) dan kurangnya perhatian pihak-pihak
terkait terutama pemerintah terhadap kesejahteraan petani jeruk. Akibatnya, Jeruk
Mandarin asal Cina pun menjadi primadona baru yang merajai perdagangan jeruk
baik di dalam negeri maupun internasional karena berhasil menggeser preferensi
konsumen, sehingga lebih menyukai buah jeruk mereka.
Cina adalah salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat
saat ini. Seluruh sektor di negara tersebut berkembang sangat baik, karena
didukung oleh kebijakan pemerintah dan investasi dari berbagai negara yang
menilai bahwa prospek penanaman modal di negara tersebut memberi keuntungan
besar. Produk berbasis teknologi dan berbasis non sumberdaya merupakan produk
unggulan Cina. Akibatnya, Cina menjadi negara yang mendominasi dalam
perdagangan untuk kegiatan ekspor dan memerlukan kerja keras bagi negara lain
guna menyaingi produk-produk yang dihasilkan oleh Cina tersebut.
ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) merupakan kesepakatan
perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN yang telah resmi diberlakukan sejak
tahun 2004. Penerapan Kesepakatan ini menandai awal liberalisasi perdagangan
yang harus dijalankan oleh negara-negara peserta (Contracting parties).
Hambatan tarif direduksi dan dinolkan, sehingga komoditas-komoditas dari
berbagai sektor dapat masuk tanpa terkena bea masuk. Keadaan ini
mengakibatkan pasar Indonesia semakin dibanjiri oleh produk Cina, seperti:
komoditas pertanian, produk industri, dan lain sebagainya.
Akibat dari hal ini terlihat pada impor Cina ke Indonesia melonjak naik
terutama pada tahun 2009 sebesar US$ 13.491,4 juta melebihi negara-negara
lainnya seperti Jepang dan Singapura yang justru mengalami penurunan pada
tahun tersebut. Selama kurun waktu 2010 pun Cina tetap menempati urutan
pertama dengan jumlah US$ 19.688 juta. Data mengenai hal tersebut dijelaskan
dalam Tabel sebagai berikut.
Tabel 1. Perkembangan Impor Non Migas Indonesia Menurut Negara Asal Tahun
2005- 2010 (Juta US$)
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
Negara
Cina
Jepang
Singapura
USA
Thailand
Korea Selatan
Australia
Malaysia
2005
4.551,3
6.892,4
2.936,9
3.810,6
3.082,0
1.685,0
2.246,4
1.385,1
2006
5.502,0
5.488,0
3.733,4
3.968,2
2.962,3
1.699,8
2.680,3
1.604,7
2007
7.957,3
6.472,7
3.908,3
4.711,8
4.194,8
1.994,5
2.817,1
2.149,9
2008
14.947,9
14.864,7
11.095,6
7.731,5
6.269,9
4.792,4
3.980,5
3.931,2
2009
13.491,4
9.810,5
9.236,6
7.037,6
4.570,8
3.807,8
3.374,1
3.184,2
2010
19.688,0
16.910,7
10.053,3
9.299,4
7.420,6
5.593,0
4.092,9
4.521,8
Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan
Keberadaan ACFTA juga dimaksudkan agar ASEAN dapat meningkatkan
volume ekspor ke negara Cina. Produk-produk unggulan terutama produk
pertanian diharapkan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar dengan
ditiadakannya bea masuk. Akan tetapi, manfaat ini hampir tidak terlalu terasa di
negara-negara ASEAN yang masih memerlukan modal besar seperti Indonesia.
2
Jumlah peningkatan ekspor tidak sebesar peningkatan impor produk Cina yang
membanjiri berbagai sektor.
Hal ini terlihat dari jumlah impor Cina ke Indonesia yang semakin
meningkat dan hanya sedikit menurun pada tahun 2009 yaitu sebesar
US $
14.002.170,5. Neraca perdagangan Indonesia pun terus mengalami defisit selama
3 tahun berturut-turut dari tahun 2008 hingga 2010 akibat meningkatnya impor
non-migas. Adapun data yang menunjukkan neraca perdagangan antara Indonesia
dan Cina yang semakin meningkat dalam kegiatan impor dijelaskan dalam Tabel
berikut.
Tabel 2. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Cina Tahun 2006-2010 (US$)
Uraian
2006
2007
2008
Total
14.980.466,4 18.233.389,8 26.883.672,6
Perdagangan
Migas
4.011.873,8
3.612.035,6
4.148.600,9
Non Migas
10.968.592,6 14.621.354,3 22.735.071,7
Ekspor
8.343.571,3
9.675.512,7
11.636.503,7
Migas
2.876.961,3
3.011.412,8
3.849.335,3
Non Migas
5.466.610,0
6.664.099,9
7.787.168,4
Impor
6.636.895,1
8.557.877,1
15.247.168,9
Migas
1.134.912,5
5.600.622,7
7 299.265,6
Non Migas
35.501.982,6 7.957.254,4
14.947.903,3
Neraca
1.706.676,2
1.117.635,6
-3.610.665,2
Perdagangan
Migas
91.742.048,8 2.410.790,1
13.550.069,7
Non Migas
-35.372,5
-1.293.154,5
-7.160.734,9
Sumber: BPS 2010, dikelola oleh Departemen Perdagangan
2009
25.501.497,8
2010
36.116.829,3
3.090.052,2
22.411.445,5
11.499.327,3
2.579.242,8
8.920.084,4
14.002.170,5
510.809,4
13.491.361,1
-2.502.843,2
2.347.861,2
33.768.968,1
15.692.611,1
1.611.661,3
14.080.949,9
20.424.218,2
736.200,0
19.688.018,3
-4.731.607,1
2.068.433,4
-4.571.276,6
875.461,3
-5.607.068,4
Salah satu sektor yang terkena dampak secara signifikan akibat dari
disepakatinya ACFTA ini adalah sektor pertanian, seperti buah-buahan terutama
jeruk dengan jenis Jeruk Mandarin atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk
Keprok dan Jeruk Siam. Jeruk Mandarin merupakan jenis jeruk yang menjadi
komoditas impor utama negara Cina. Hal ini dapat dilihat dari pangsa impor jeruk
tersebut ke Indonesia yang jauh lebih besar dari jenis jeruk lain yaitu sebesar
90,75 % dan jeruk lainnya hanya sebesar 9,25 % dari total impor jeruk Cina
3
selama tahun 2000 hingga 2009, sehingga jenis jeruk inilah yang harus mendapat
fokus untuk disubstitusi oleh jeruk lokal karena menjadi pilihan banyak konsumen
jeruk saat ini. Selain itu, jeruk jenis Mandarin dapat berkembang dengan baik di
Indonesia karena dapat ditanam di daerah dengan iklim tropis dan subtropis serta
sempat menjadi komoditas unggulan. Berbeda dengan orange fresh atau Jeruk
Manis yang lebih cocok ditanam di daerah Eropa atau Amerika. Berikut adalah
Diagram dari pangsa impor jeruk Cina dari tahun 2000 hingga 2009.
9.25%
Jeruk Mandarin
90.75%
Jenis Lainnya
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009.
Gambar 1. Pangsa Impor Berdasarkan Jenis Jeruk Asal Cina ke Indonesia Tahun
2000-2009
Kondisi agribisnis jeruk di Indonesia belum sepenuhnya didukung oleh
inovasi teknologi yang memadai, sehingga mutu dari buah jeruk lokal tidak sebaik
mutu buah impor khususnya buah jeruk keprok yang kalah saing dengan jeruk
mandarin dengan harga lebih murah namun berpenampilan menarik. Buah jeruk
ini merupakan salah satu komoditas Early Harvest Package (EHP) yang terkena
ACFTA paling awal karena telah diterapkan sejak tahun 2004. Berdasarkan nilai
impor komoditas menurut kode HS empat digit yaitu dalam kelompok HS 0805
untuk buah jeruk dan HS 0808 bagi buah pir, menunjukkan fenomena bahwa
Indonesia menikmati murahnya harga buah impor Cina, sehingga dalam kurun
4
waktu 1996-2003 hanya pada tahun 1999 serta 2001 saja Indonesia mempunyai
andil
dalam
perdagangan
tersebut.
Nilai
impor
jeruk
menunujukkan
kecenderungan naik, sementara untuk pir nilai impor cenderung menurun.
Saat ini Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar di ASEAN,
kedua setelah Malaysia (Sinar Tani 2008). Kondisi nilai impor jeruk mandarin
Cina yang terus meningkat terus terjadi hingga Kuartal I 2009, impor jeruk
mandarin Cina tercatat US$ 107,3 juta. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan
periode sama tahun lalu, sebesar US$ 56,3 juta. Peningkatan ini merupakan
lanjutan naiknya impor jeruk mandarin Cina yang terjadi sejak beberapa tahun
terakhir. Jika pada 2006 nilai impor jeruk mandarin US$ 36 juta, maka tahun 2007
sudah naik menjadi US$ 62,9 juta, dan di tahun 2008 nilainya naik lagi menjadi
US$ 84,7 juta1.
Sejak penandatanganan ACFTA, penurunan tarif telah dilakukan mulai
tahun 2004. Berawal dari 5 %, kini tarif bea masuk jeruk mandarin Cina sudah
turun menjadi 0 %. Penerapan bea masuk 0 % pada awal tahun 2005 semakin
menambah tingkat ekspansi buah jeruk Cina ke Indonesia dan berdampak serius
bagi pasar domestik. Kecenderungan peningkatan impor ini menandakan adanya
segmen pasar tertentu yang menghendaki jenis dan mutu buah jeruk prima yang
tidak bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri. Keadaan tersebut semakin
diperparah dengan rendahnya substitusi impor jeruk Indonesia dibanding Cina,
sehingga daya saing lokal dalam mengimbangi impor Cina semakin rendah.
Kesepakatan ACFTA justru lebih banyak menaikkan volume impor,
terutama terlihat dalam membanjirnya buah jeruk Cina dari mulai pedagang kaki
Asnil Bambani Amri “Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat”
http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/18924/Impor-Jeruk-Mandarin-Terus-Meningkat (6 Februari 2011)
1
5
lima hingga supermarket besar. Peningkatan ini sebenarnya dapat menjadi
peluang pasar sekaligus pengembangan jeruk keprok nasional seiring dengan
peningkatan preferensi konsumen terhadap buah jeruk bermutu. Akan tetapi,
karena minimnya dukungan pemerintah serta kurangnya inovasi teknologi
mengakibatkan konsumen justru lebih memilihi jeruk impor.
Keadaan ini harus segera diperbaiki dengan mempersiapkan inovasi
teknologi agribisnis jeruk yang lebih baik dengan kriteria spesifik lokasi, efektif,
mudah diaplikasikan, murah, dan sarana pendukung mudah diperoleh (Supriyanto,
2010) yang lebih baik dalam menghadapi ACFTA. Salah satu caranya adalah
dengan meningkatkan substitusi impor agar dapat menghasilkan produk buah
jeruk terutama Jeruk Keprok karena bentuknya relatif mirip dengan jeruk
mandarin dalam jumlah besar, berharga murah, dengan kualitas yang tetap
terjamin melalui penggunaan bibit yang baik serta tahan terhadap CVPD (Citrus
Vein Phloen Degeneration), sehingga jeruk impor yang mendominasi pasar dapat
tersubstitusi dengan berimbang pula oleh jeruk lokal. Jika setiap usaha tani jeruk
menerapkan persipan yang matang dan berdaya saing tinggi, maka produsen lokal
dapat merebut kembali pasar jeruk Indonesia, sehingga kesepakatan ini juga akan
menguntungkan bagi kedua negara.
1.2
Perumusan Masalah
Kesepakatan ACFTA telah mengakibatkan perubahan tata niaga dalam
perdagangan internasional. Penghapusan bea masuk telah menyebabkan
masuknya produk Cina secara besar-besaran dan sulit untuk dikontrol. Sektor
pertanian dengan teknologi tinggi dan ketersediaan bibit yang baik merupakan
sektor unggulan Cina yang harus diwaspadai terutama untuk agribisnis jeruk yang
6
merupakan tanaman asli Cina. Jeruk mandarin diproduksi dalam partai sangat
besar dan diekspor ke negara-negara yang merupakan mitra dagang Cina dengan
harga murah, jenis menarik, walaupun rasa tidak begitu manis. Akibatnya,
penetapan jeruk sebagai komoditas EHP merupakan hal yang menguntungkan
bagi Cina karena bea masuk produk unggulan mereka telah diturunkan sejak awal
kesepakatan.
Produk hortikultura terutama buah-buahan merupakan produk ekspor
unggulan Cina. Buah-buahan yang menjadi komoditas utama Cina yaitu apel, pir,
dan Jeruk Mandarin. Indonesia termasuk negara yang paling banyak mengimpor
komoditas tersebut, terutama untuk buah Jeruk Mandarin dibanding apel dan pir.
Hal ini sangat ironis mengingat Jeruk Mandarin adalah jenis jeruk yang juga dapat
diproduksi di Indonesia yang memiliki iklim tropis, berbeda dengan apel dan pir
yang hanya cocok ditanam di wilayah beriklim sedang dan subtropis. Berikut
adalah impor 3 jenis buah-buahan yang paling banyak diimpor Indonesia yang
umumnya berasal dari Cina pada tahun 2009.
70000000
60000000
50000000
40000000
30000000
20000000
10000000
0
Apel
Pir
Jeruk Mandarin
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2009
Gambar 2. Jumlah Impor Apel, Pir, dan Jeruk Mandarin di Indonesia Tahun 2009
Kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi substitusi impor buah jeruk
lokal. Penurunan produksi akan terjadi apabila usahatani tidak memiliki persiapan
7
guna menjaga kinerja produksi mereka. Masuknya produk Cina menuntut
pertanian domestik agar melakukan usaha ekstra agar produk mereka tetap
menguasai pangsa pasar di dalam negeri. Melindungi kestabilan modal dan
meningkatkan daya saing diperlukan dalam menjaga tingkat produktivitas agar
tetap bertahan. Hal ini penting karena persaingan akan menambah biaya dan
munculnya opportunity cost.
Rendahnya dukungan pemerintah kepada petani lokal juga telah
menimbulkan kesulitan bagi mereka untuk melakukan minimisasi biaya sebagai
salah satu upaya guna meningkatkan daya saing. Lain halnya dengan pemerintah
Cina yang memberikan dukungan serta subsidi yang sangat besar bagi petani,
sehingga mereka dapat menigkatkan produktivitas dengan harga buah yang sangat
murah. Pemerintah cenderung berat sebelah dalam menyepakati ACFTA karena
hanya memikirkan kepentingan pihak-pihak tertentu yang dinilai dapat
memberikan penerimaan yang lebih besar bagi negara, sehingga petani kecil
kurang diperhatikan. Kurangnya dana berupa biaya riset dari pemerintah kepada
peneliti bibit unggul terutama dengan kriteria rasa dan bentuk yang tidak kalah
menarik, namun bebas CVPD juga menghambat upaya peningkatan produksi
dalam negeri karena tanaman jeruk banyak yang rusak akibat penyakit ini.
Tingginya biaya ekonomi dari mulai biaya produksi hingga biaya
distribusi membuat harga jeruk lokal semakin mahal pula. Biaya produksi untuk
membeli pupuk dan bibit berkualitas cukup tinggi. Penyaluran jeruk dari sentra
produksi hingga tempat pemasaran juga besar karena sarat akan pungutan liar
akibat sistem pemasaran yang buruk, sehingga jika dihitung biaya untuk
8
mengimpor dan menyalurkan jeruk tersebut dari Tanjung Priok lebih murah
dibandingkan menyalurkan jeruk dari Medan misalnya.
Kurangnya sosialisasi informasi mengenai ACFTA dan minimnya bantuan
pemerintah dengan memberikan subsidi pupuk, menjamin ketersediaan jeruk
berkualitas, dan lain sebagainya menyebabkan ketidaksiapan petani, sehingga
tidak bisa berbuat terlalu banyak dalam melawan gempuran jeruk asal Cina.
Akibatnya, pendapatan mereka semakin menurun karena pangsa pasar yang
semakin terbatas serta penurunan permintaan konsumen yang saat ini cenderung
memilih buah jeruk impor.
Kurangnya inovasi teknologi juga mengakibatkan tingkat produksi
usahatani jeruk di Indonesia sulit untuk mengimbangi produksi jeruk impor Cina,
sehingga kebutuhan jeruk lokal sangat tergantung pada pasokan buah jeruk impor.
Selain itu, teknologi yang masih minim menyebabkan pula para petani tidak dapat
memenuhi selera konsumen yang lebih menyukai buah jeruk yang berwarna
oranye walaupun rasa sedikit asam namun tetap berharga murah. Akibatnya, jeruk
lokal yang biasanya berwarna hijau menjadi kurang dilirik konsumen karena
harganya mahal dan dinilai kurang berkelas oleh masyarakat dibanding jeruk
impor.
Setiap hal yang dapat memengaruhi tingkat substitusi impor harus
diperhatikan agar dampak negatif dari diberlakukannya ACFTA ini dapat dicegah
dan tidak membuat usahatani collapse. Buah jeruk di pasar domestik akan
semakin didominasi oleh jeruk impor tanpa ada usaha yang berarti dari petani
lokal untuk menyubstitusi kebutuhan terhadap jeruk impor tersebut. Apabila
kondisi tersebut terjadi, maka akan menyebabkan menurunnya tingkat
9
kesejahteraan petani jeruk serta semakin mengurangi devisa negara dan
merosotnya tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Secara jangka panjang, Cina
akan memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, sedangkan petani jeruk Indonesia
akan semakin terpuruk dengan peningkatan ekspor yang tidak signifikan
dibanding impor Cina sehingga substitusi impor pun sulit dilakukan.
Masyarakat yang umumnya berada pada golongan ekonomi menengah ke
bawah akan cenderung memilih produk yang lebih murah guna menyesuaikan
dengan pendapatan mereka. Keadaan ini akan merugikan produsen lokal yang
tidak bisa memproduksi jeruk dengan harga yang lebih murah namun tampilan
buah tetap menarik. Pemberlakuan ACFTA lebih banyak akan merugikan
sebagian besar petani jeruk, meskipun tetap ada konsumen yang memilih produk
lokal.
Dampak dari kesepakatan ACFTA sangat berpengaruh bagi substitusi
impor dan keberlangsungan usahatani jeruk Indonesia serta kontribusinya dalam
pertumbuhan ekonomi negara menjadikan masalah ini penting untuk diteliti.
Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi substitusi impor jeruk di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh kesepakatan ACFTA terhadap jumlah dan nilai
impor Jeruk Mandarin?
3. Bagaimana cara meningkatkan produksi jeruk lokal?
1.3
Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari dilakukannya
penelitian ini adalah sebagai berikut:
10
1. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk di
Indonesia.
2. Membandingkan jumlah dan nilai impor Jeruk Mandarin saat sebelum dan
sesudah diberlakukan ACFTA.
3. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan
pihak-pihak terkait dalam meningkatkan produksi jeruk.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat dari dilakukannya penelitian ini dapat dirasakan oleh berbagai
pihak yaitu:
1. Bagi
pemerintah
dapat
dijadikan
sebagai
pertimbangan
dalam
pengambilan keputusan yang terkait dengan upaya-upaya yang harus
dilakukan guna melakukan substitusi impor Jeruk Mandarin dalam
menghadapi dampak ACFTA.
2. Bagi petani jeruk dapat menjadi acuan dalam memilih upaya apa saja yang
seharusnya dilakukan dalam menghadapi ACFTA.
3. Bagi masyarakat dapat menjadi sumber informasi mengenai dampak yang
sebenarnya dirasakan oleh petani jeruk akibat adanya ACFTA.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Tanaman Jeruk (Citrus. sp)
Tanaman jeruk adalah tanaman buah yang berasal dari Asia dengan Cina
sebagai tempat yang dipercaya merupakan tempat dimana jeruk pertama kali
tumbuh. Jeruk telah sejak lama dibudidayakan atau tumbuh secara alami di
Indonesia. Tanaman jeruk yang berada di Indonesia adalah peninggalan orang
Belanda yang mendatangkan jeruk manis (Citrus sinensis) dan jeruk keprok
(Citrus nobilis) dari Amerika dan Itali. Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah
sebagai berikut:
Divisi: Spermatophyta
Sub divisi: Angiospermae
Kelas: Dicotyledonae
Ordo: Rutales
Keluarga: Rutaceae
Genus: Citrus
Spesies: Citrus sp.
Jenis jeruk lokal yang dibudidayakan di Indonesia adalah jeruk keprok
dengan salah satu anggota yang paling menguasai pasar sebesar 60 % yaitu jeruk
siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Budidaya jeruk ini dilakukan pertama kali
di Kalimantan Barat pada tahun 1940 sehingga terkenal pula dengan nama Jeruk
Pontianak. Jeruk siam memiliki ciri khas yang tidak dimiliki jeruk keprok lainnya.
Dilihat sekilas memang tidak jauh berbeda. Perbedaannya terletak pada kulit yang
tipis dan licin mengilap. Di samping itu, kulit jeruk siam menempel lebih lekat
dengan dagingnya, sedangkan pada jeruk keprok lainnya terdapat ruang pemisah
yang lebih jelas. Ukurannya cukup ideal, tidak terlalu besar dan tidak terlalu
kecil.2
Jeruk lokal lain yang dibudidayakan adalah jeruk manis. Jeruk ini disebut
juga sebagai jeruk peras dengan nama ilmiah Citrus sinensis (L.). Pada mulanya,
jeruk manis dimakan sebagai buah segar atau sebagai pencuci mulut setelah
makan. Akan tetapi, karena kulitnya tebal dan sulit dikupas, seringkali orang
memerasnya untuk diambil airnya. Air buah jeruk ini dapat dikonsumsi dalam
bentuk air buah segar, didinginkan lebih dahulu, atau dipasteurisasi supaya lebih
tahan lama. Ada pula yang dipekatkan menjadi tepung.3 Spesies jeruk yang
terdapat di Indonesia dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Kelompok Mandarin (Tangerine, Satsuma, dan Clementine) adalah jeruk
keprok dan jeruk siam. Jeruk keprok biasanya dikembangkan di dataran tinggi
dan memiliki kandungan gula yang besar. Warna kulit buah biasanya
kekuningan, berbeda dengan jeruk siam yang berwarna hijau, kulitnya tipis,
agak lengket, dan kandungan gulanya relatif rendah.
b. Kelompok Lime dan Lemon adalah jeruk nipis. Kandungan asamnya tinggi,
biasanya digunakan untuk menambah rasa asam pada masakan dan membuat
minuman segar. Selain jeruk nipis, juga tengah dikembangkan jeruk lemon
yang memiliki ukuran lebih besar.
c. Kelompok Pummelo dan Grapefruit adalah jeruk besar (C. grandis). Terdapat
delapan varietas yang dikembangkan di Indonesia, antara lain: Jeruk Bali,
Jeruk Cikoneng, Jeruk Pandan Wangi, Jeruk Pandan, Jeruk Delima, Jeruk
Adas, Jeruk Gulung, dan Jeruk Nambangan. Saat ini, hanya Jeruk Nambangan
2
3
Tim Penulis PS “Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam”
Pracaya “Jeruk Manis Varietas, Budidaya, dan Pascapanen
13
yang berkembang pesat serta menguasai pasar jeruk besar di Jakarta dan
sekitarnya. Grapefruit pernah ditanam dalam skala kecil, namun karena
kurangnya permintaan pasar dan lokasi penanaman, jenis ini menjadi kurang
berkembang.
d. Kelompok Orange atau jeruk manis merupakan jeruk yang paling banyak
diproduksi di dunia, namun kurang cocok ditanam di Indonesia karena
merupakan tanaman sedang dan subtropis. Komoditas ini dikembangkan di
daeran Pacitan dengan nama Jeruk Baby. Jeruk ini dibawa oleh Belanda guna
ditanam di dataran tinggi. Kulit jeruk yang telah matang berwarna hijau serta
memiliki kandungan gula tinggi dan kandungan asam yang rendah.
e. Kelompok Citroen adalah jeruk sukade. Jeruk ini disebut jeruk papaya karena
memiliki bentuk seperti buah papaya. Kulit buah yang tebal digunakan untuk
membuat manisan. Jenis ini pun kurang berkembang di Indonesia.
Akibat serangan penyakit CVPD (Citrus Vein Phloen Degeneration),
beberapa sentra penanaman mengalami penurunan produksi yang diperparah oleh
sistem monopoli tata niaga jeruk yang sudah tidak berlaku. Penyebab lainnya
adalah tingginya biaya distribusi jeruk yang mengakibatkan harga jeruk lokal
semakin mahal. Belum lagi jeruk impor yang terus membanjir dan berakibat pada
semakin berkurangnya sentra produksi jeruk di Indonesia.
Tanaman jeruk manis dan juga jeruk jenis lainnya pada umumnya dapat
ditanam di daerah antara 400 LU dan 400 LS, namun tanaman jeruk paling banyak
ditemui di daerah 200-400 LU dan 200-400 LS. Tanaman jeruk di daerah subtopis
ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 650 m dpl, sedangkan di daerah
khatulistiwa sampai ketinggian 2000 m dpl (Pracaya 2002). Berbeda dengan jeruk
14
siam yang harus ditanam di dataran rendah. Penanaman pada ketinggian lebih dari
900 m dpl menyebabkan rasa jeruk siam menjadi sedikit asam (Tim Penulis PS
2003).
Buah jeruk dapat dipanen pada saat masa masak optimal, biasanya
berumur antara 28-36 minggu tergantung jenis atau varietasnya. Rata-rata setiap
pohon dapat menghasilkan 300-400 buah per tahun, kadang-kadang dapat
menghasilkan hingga 500 buah per tahun. Produksi jeruk di Indonesia sekitar 5,1
ton /ha masih di bawah produksi negara subtropis yang bisa mencapai hingga 40
ton/ha.
Penyakit yang paling sering melanda perkebunan jeruk di Indonesia adalah
CVPD yang disebabkan oleh Bacterium like organism dengan vektor kutu loncat
(Diaphorina citri) dengan bagian yang diserang adalah silender pusat (phloem)
batang. Gejala yang timbul adalah daun sempit, kecil, lancip, buah kecil, asam.
Biji rusak, dan pangkal buah oranye. Penyakit ini telah mengakibatkan banyak
petani jeruk merugi karna menimbulkan gagal panen untuk berbagai jenis varietas
jeruk.
2.2
Deskripsi Kesepakatan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA)
ACFTA merupakan sebuah kesepakatan untuk memberlakukan sistem
perdagangan bebas antara Cina dan ASEAN dengan reduksi serta pembebasan
tarif impor hingga 0 % yang diterapkan sejak Januari 2010. Tarif impor adalah
jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau persentase tetap dari harga barang impor
(tarif pajak berdasarkan nilai barang) (Anindita dan Reed 2008).
Pemerintah Republik Indonesia bersama negara ASEAN menandatangani
Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation between the
15
Association of South East Asian Nations and the People’s Republic of China pada
4 November 2002. Melalui perjanjian ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA)
ini, maka ASEAN mulai melakukan pasar bebas di kawasan Cina-ASEAN. Dan
khusus negara ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia, Filipina dan
Brunai) telah mulai menerapkan bea masuk 0 % per Januari 2004 untuk beberapa
produk4.
Kemudian di tahun 2004, perjanjian tersebut dilanjutkan dengan
persetujuan mengenai tahapan penurunan tarif komoditas yang hendak
diperdagangkan. Tahapan penurunan dan eliminasi tarif antara Indonesia dan Cina
itu terbagi tiga, yaitu Early Harvest Package (EHP), Normal Track (untuk
produk-produk non sensitif), diikuti Sensitive Track (contoh: sepatu, besi dan
baja, mainan, barang-barang dari kulit, dll. yang mencakup 304 komoditas).
Normal track terbagi menjadi dua model yaitu Normal Track I dan Normal
Track II, sedangkan Sensitive Track terbagi menjadi Sensitive List dan Highly
Sensitive Track (contoh: tekstil, produk tekstil, beras, gula, jagung, kedelai, dll.
yang mencakup 47 komoditas). Penurunan tarif bea masuk terjadi dalam 3
tahapan, yaitu:
1.
Tahap I: Early Harvest Package (EHP) yang dimulai pada 1 Januari 2004.
Selama tiga tahun tarif-tarif ini diturunkan secara bertahap, sehingga pada
tahun 2006 menjadi 0 % dan diberlakukan untuk kawasan perdagangan
bebas Indonesia dengan Cina (Hutabarat et al., 2006). Produk EHP terdiri
dari Produk-produk dalam Chapter 01 sampai dengan Chapter 08 yaitu:
hewan hidup, daging dan produk daging dikonsumsi, ikan, susu dan
Echwan “Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam ACFTA 2010”
http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesia-vs-Cina-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-ACFTA/ (20 Mei
2010)
4
16
produk susu (dairy products), tumbuhan, sayuran, buah-buahan dan
kacang-kacangan. Jumlah Kelompok EHP ini 530 pos tarif (HS 10 digit).
Jumlah Kelompok EHP ini 46 pos tarif (HS 4 digit).
Tabel 3. Jadwal Penurunan Tarif Program EHP Bilateral Indonesia-Cina
Kategori
Produk
Deskripsi
1
Produk dengan tingkat tarif
umum lebih tinggi dari 15
% untuk Cina dan Indonesia
Produk dengan tingkat tarif
umum antara 5 % - 15 %
untuk Cina dan Indonesia
Produk dengan tingkat tarif
umum lebih rendah dari 5
% untuk Cina dan Indonesia
2
3
Tidak
Lebih dari
1/1/2004
10 %
Tidak
Lebih dari
1/1/2005
5%
Tidak
Lebih dari
1/1/2006
0%
5%
0%
0%
0%
0%
0%
Sumber: beacukai.go.id dalam Hutabarat et al. 2006
2.
Tahap II: Normal Track yang diterapkan pada 1 Januari 2010. Bea masuk
ditetapkan 0 % sejak 1 Januari 2010. Diantaranya produk coal (HS 2701),
polycarboxylic acids (HS 2917), wood (HS 4409), kawat tembaga (copper
wire‐HS 7408) dan sebagian bahan yang terbuat dari kulit binatang.
Sebagian Tekstil dan Produk Tekstil juga masuk dalam skema Normal
Track ini, terutama pakaian yang terbuat dari serat sintetis dan pakaian
dalam. Sedangkan produk tekstil yang terbuat dari kapas masih dikenai
bea masuk antara 5‐15 %.
3.
Tahap III: Sensitive Track dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni Sensitive
List dan Highly Sensitive List. Program penurunan tarif untuk Sensitive
List akan dimulai pada 2012. Tarif bea masuk maksimum pada 2012
adalah 20 %. Mulai 2018, tarif bea masuknya menjadi 0‐5 %.
Produk‐produk dalam Sensitive List adalah sebesar 304 Pos Tarif (HS 6
17
digit), yang terdiri atas barang jadi kulit, kacamata, alat musik, mainan,
alat olahraga, alat tulis, besi dan baja, spare parts, dll.
Highly Sensitive List dimulai pada 2015, dengan penjadwalan bahwa pada
2015 tarif bea masuk maksimum 50 %. Produk‐produk dalam Highly
Sensitive List adalah sebesar 47 pos tarif (HS 6 digit), yang antara lain
terdiri atas produk pertanian, seperti beras, gula, jagung, dan kedelai,
produk industri tekstil dan produk tekstil, produk otomotif, dan produk
ceramic tableware.
Kesepakatan dalam CEC merupakan gabungan dari 3 elemen, yaitu:
liberalisasi, fasilitasi, dan kerjasama ekonomi. Sebagai program awal, bea masuk
0 % mulai diterapkan pada Januari 2004 untuk komoditas yang termasuk Early
Harvest Package (EHP) yaitu daging, ikan, sayuran, buah, kacang, dan produkproduk yang mengalami proses pemanenan lainnya.
Pemberlakuan tarif impor 0 % dengan Cina untuk semua produk tidak
sama bagi seluruh negara anggota ASEAN. ASEAN-6 yang terdiri dari Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore dan Thailand memulai
sejak tahun 2010, sedangkan untuk Negara yang terhitung baru bergabung dengan
ASEAN yaitu Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam akan memulai pada tahun
2015.
Tarif impor yang ditetapkan pemerintah mengalami perubahan apabila
terjadi perubahan kesepakatan dalam perdagangan terutama dalam era Free Trade
Area (FTA) saat ini. Salah satu bentuknya adalah ACFTA yang menerapkan
sesuai dengan skema Early Harvest Package (EHP) yang dimulai sejak tahun
2004 misalnya pada komoditas jeruk, lalu Normal Track I (NT I) perjanjian
18
ACFTA tahap II, sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dihapuskan
bea masuknya pada 1 Januari 2010. Kelompok produk dengan mayoritas satu arah
aliran produk dari Cina (100 atau hampir 100 % Indonesia tergantung pasokan
dari Cina) antara lain adalah HS 0502, 0703, 0805, 0808, 1001, 1005, 1006, 1101,
1201, 1202, 1702, 2401, 4011, 4012, dan 4104 (Lampiran Tabel 1). Diantara
kelompok produk dalam satu arah aliran dari Cina ke Indonesia yaitu chapter 1-8,
telah termasuk di dalam daftar produk EHP Indonesia-Cina. Oleh karena itu,
intensitasnya masih dapat dibatasi dengan menerapkan tarif bea masuk di
Indonesia sebagai langkah antisipatif terhadap banjir impor. Sementara kelompok
kedua, dengan mayoritas aliran barang dari Indonesia ke Cina antara lain produk
kode HS 0803, 1507, 1513, 1801, 4001, 4002, dan 4106 (Lampiran Tabel 1).5
2.3
Tarif dan Substitusi Impor
Perdagangan Internasional
Sebagai
Salah
Satu
Kebijakan
Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor merupakan berbagai
tindakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik langsung maupun
tidak langsung yang akan memengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha
untuk melindungi atau mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan
penghematan devisa. Perdagangan internasional sendiri menurut Adam Smith
akan menghasilkan manfaat dan meningkatkan kemakmuran apabila terdapat free
trade (perdagangan bebas) dan melakukan spesialisasi berdasarkan keunggulan
absolute (absolute advantage) yang dimiliki.
Kebijakan Tarif Barrier atau TB merupakan salah satu bentuk tarif impor
berupa bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:
Hutabarat et al. “ Posisi Indonesia dalam Perundingan Perdagangan Internasional di Bidang Pertanian, Analisis Skenario
Modalitas”
5
19
1. Pembebasan bea masuk atau tarif rendah adalah 0 % sampai dengan 5 % yang
dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti: beras, mesin-mesin
vital, alat-alat militer atau pertahanan atau keamanan, dan lain-lain.
2. Tarif sedang antara lebih dari 5 % sampai dengan 20 % yang dikenakan untuk
barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum cukup diproduksi di
dalam negeri.
3. Tarif tinggi di atas 20 % yang dikenakan untuk barang-barang mewah dan
barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan
barang kebutuhan pokok.
Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang
masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Dalam
pelaksanaannya, sistem atau cara pemungutan tarif bea masuk ini dapat dibedakan
sebagai berikut:
a. Bea harga (Ad Valorem Tarif) dengan menentukan besarnya pungutan bea
masuk atas barang impor ditentukan oleh tingkat presentase tarif dikalikan harga
CIF yaitu harga barang tersebut ditambah biaya pelabuhan.
b. Bea spesifik (Spesific Tarif) berupa pungutan yang didasarkan pada ukuran atau
satuan tertentu dari barang impor. Jeruk merupakan salah satu komoditas yang
dikenakan tarif jenis ini dengan bea sebesar Rp. 500/kg pada tahun 1991.
c. Bea campuran (Compound Tarif) merupakan kombinasi antara bea harga dan
bea spesifik.6
Penentuan tarif impor dibuat berdasarkan pos-pos tarif yang tercantum
dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) melalui kode HS. Semakin
6
Dr. Hamdy Hady “Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional) ”
20
besar kode HS suatu komoditas maka semakin spesifik pula jenis produk.
Komoditas jeruk yang banyak diimpor dari Cina adalah Kelompok Mandarin
dengan kode HS 10 digit 0805200000 yang berada di Bab 8 yaitu komoditas buah
dan buah bertempurung yang dapat dimakan.
Selain kebijakan tarif, terdapat pula upaya substitusi impor dengan
mengurangi kebutuhan domestik yang berasal dari luar negeri melalui
peningkatan sumberdaya yang digunakan dalam memproduksi komoditas
tersebut. Pelaksanaan substitusi ini membutuhkan banyak devisa untuk
mengimpor dan memicu dinaikkannya pendapatan sektor ekspor. Apabila negara
tidak berhasil menaikkan pendapatan ekspor, maka pinjaman luar negeri terpaksa
harus dilakukan.
Pertanian di negara berkembang pada awalnya didasarkan atas pasar
dalam negeri dalam bentuk usaha mencapai swasembada (self sufficiency) pangan
bidang pertanian. Adanya pasar tersebut seharusnya mendorong substitusi impor
berkembang lebih pesat saat terjadi dominasi produk impor dari luar negeri
apabila disertai suatu proteksi sehingga akan menghemat penggunaan devisa.
Subsitusi impor adalah jumlah barang yang diimpor yang harus digantikan dan
dipenuhi oleh produksi barang domestik. Devisa yang dihemat dapat digunakan
untuk mengimpor barang kapital dan barang lainnya yang belum dapat diproduksi
sendiri.
Usaha substitusi impor dapat dilakukan dengan didasari motif-motif
sebagai berikut:
1. Bagi negara berkembang, substitusi impor dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghemat penggunaan devisa.
21
2. Substitusi impor timbul bila pemerintah suatu negara berusaha memperbaiki
neraca pembayarannya, baik melalui kuota maupun tarif.
3. Beberapa negara mengadakan industrialisasi dengan tujuan memenuhi
kebutuhan dalam negeri dan adanya semangat kemerdekaan cinta produk dalam
negeri.
4. Anggapan bahwa industri subtitusi impor bukan untuk mengurangi atau
mengganti
barang
impor,
namun
karena
pemerintah
bertujuan
untuk
mengembangkan perekonomian dalam negeri.
2.4
Definisi dan Batasan Operasional
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian memiliki definisi
tertentu sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, terdapat pula beberapa batasan
dari definisi tersebut yang akan terkait dengan pembahasan. Berikut definisi dan
batasan operasional di dalam penelitian ini.
1. Jeruk yang dimaksudkan dalam penelitian adalah jenis Jeruk Mandarin
atau di Indonesia lebih dikenal dengan Jeruk Keprok. Sebagai komoditas
perdagangan, komoditas ini memiliki kode HS 0805200000 yang terdiri
dari Mandarins Fresh (080520110), Mandarins Dried (080520120),
Mandarins Fresh (080520910), dan Clementines, wilkings dried
(080520920).
2. Substitusi impor (Kg) adalah sejumlah komoditas impor yang harus
digantikan oleh komoditas lokal guna memenuhi kebutuhan domestik
dengan jumlah yang sama.
3. Nilai tukar (Rp/US $) adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar sebagai
mata uang internasional yang digunakan dalam perdagangan internasional.
22
Nilai tukar atau kurs yang digunakan adalah kurs nominal berupa harga
relatif dari mata uang kedua negara.
4. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai keseluruhan seluruh barang
dan jasa yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu
tertentu (Wikipedia, 2011). PDB yang digunakan adalah PDB riil atau
PDB berdasarkan harga konstan melalui koreksi harga PDB nominal
dengan memasukkan pengaruh harga. PDB merupakan salah satu metode
untuk menghitung pendapatan nasional. Data PDB asli merupakan data
triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi guna mengisi datadata yang kosong akibat mengubah data menjadi bulanan.
5. Produksi jeruk nasional (Ton) adalah jumlah produksi Jeruk Siam dan
Jeruk Keprok selama periode tertentu secara nasional. Data produksi jeruk
asli merupakan data triwulan, sehingga menggunakan metode interpolasi
guna mengisi data-data yang kosong akibat mengubah data menjadi
bulanan.
6. Harga jeruk lokal (Rp) adalah harga jeruk berdasarkan harga konsumen
pedesaan yang dianggap mewakili harga jeruk lokal yaitu Jeruk Siam dan
Jeruk Keprok karena dekat dengan sentra produksi dibanding perkotaan
sebelum ditambah biaya distribusi.
7. Harga jeruk impor (US $/kg) didekati dengan membagi nilai jeruk impor
(US $) dengan berat jeruk yang diimpor (Kg), sehingga diperoleh harga
rata-rata jeruk perkilogramnya.
23
8. Dummy ACFTA adalah pengaruh ACFTA terhadap substitusi impor yang
dinilai dengan angka 1 pada masa pasca EHP dan angka 0 pada masa
sebelum EHP.
2.5
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai ACFTA dan industri TPT terutama terkait dengan
kondisi setelah diterapkannya perdagangan bebas telah banyak dilakukan
sebelumnya. Dewitari, et al. (2009) mengkaji kesepakatan ASEAN China Free
Trade Area (ACFTA) dan dampaknya terhadap ekonomi ASEAN. ACFTA
menyepakati mengenai skema penurunan dan penghapusan tarif yaitu Normal
Track yang terdiri dari Normal Track I dan Normal Track II serta Sensitive Track
yang terbagi atas Sensitive List dan High Sensitive List. Dampak dari kesepakatan
ini lebih banyak merugikan bagi ASEAN karena kekuatan ekonomi Cina yang
sangat besar sehingga lonjakan impor Cina jauh lebih besar dibanding
peningkatan ekspor ASEAN.
Analisis ACFTA dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia dilakukan
oleh Mukhlishina, et al. (2010). ACFTA memberikan dampak positif dan negatif
bagi Indonesia. Dampak positif berupa peningkatan ekspor produk-produk
pertanian dan memotivasi masyarakat agar lebih mandiri secara ekonomi. Selain
itu, dampak negatif dari kesepakatan ini adalah meningkatkan pengangguran,
mematikan industri dan Usaha Kecil Menengah (UKM), ketergantungan terhadap
Cina meningkat, volume impor naik, serta melemahnya indusri manufaktur.
Penelitian ACFTA untuk industri besi dan baja Indonesia juga telah
dilakukan oleh Harjakusumah (2010) dengan judul Industi Besi Baja Indonesia
dalam perdagangan internasional: Potensi dan Tantangan dalam Implementasi
24
Asean China Free Trade Area (ACFTA). Industri besi dan baja Indonesia
menunjukkan perkembangan yang relatif kurang baik walaupun jumlah produksi
dan utilitas kapasitas produksi menunjukkan trend meningkat, karena neraca
perdagangan produk besi dan baja menunjukkan nilai defisit setiap tahunnya.
Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif, industri ini pun masih berdaya
saing lemah dalam perdagangan internasional.
Analisis impor untuk buah jeruk sendiri telah dilakukan oleh Permadi
(2007) dengan judul Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Impor Jeruk di Indonesia. Penelitian tersebut menduga faktor-faktor yang
memengaruhi impor jeruk Indonesia untuk periode Januari tahun 2000 sampai
dengan November 2006 yang berpengaruh nyata adalah harga impor, pendapatan
nasional, nilai tukar lag impor, dan dummy triwulan. Impor jeruk juga memiliki
pola berfluktuasi dan acak dari bulan ke bulan akibat faktor yang memengaruhi
impor juga berfluktuasi.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu karena mengkaji
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Jeruk Mandarin di
Indonesia yang disertai dengan perbandingan jumlah dan nilai impor jeruk setelah
diberlakukannya ACFTA. Upaya-upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan
produksi jeruk lokal dalam rangka substitusi juga diteliti, baik dari tingkat hulu
sampai ke hilir dengan dukungan sistem penunjang. Hasil dari penelitian
diharapkan dapat dijadikan acuan oleh berbagai pihak yang memiliki andil dalam
keberlangsungan pertanian jeruk di Indonesia.
25
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Kerangka Teoritis
Usahatani jeruk di Indonesia merupakan usahatani yang masih tertinggal
dalam segi inovasi bibit dan teknologi dibanding usahatani dengan komoditas lain
seperti padi. Hal ini menyebabkan produksi menjadi tidak optimal dan
penggunaan tenaga kerja pun kurang efisien. Iklim persaingan komoditas
pertanian yang semakin ketat di tengah era perdagangan bebas seperti ACFTA
mengharuskan peningkatan produktivitas melalui kenaikan output dengan
memberdayakan seluruh jenis input bukan hanya tenaga kerja.
Kesepakatan ACFTA mengharuskan pengaturan tarif impor baru bagi
negara peserta. Tarif impor adalah jumlah tetap per unit (tarif spesifik) atau
persentase tetap dari harga barang impor (tarif pajak berdasarkan nilai barang).
(Anindita dan Reed 2008). Penurunan tarif bahkan sampai 0 % bagi komoditas
tertentu diterapkan guna mendukung perdagangan bebas diantara ASEAN dan
Cina. Dampak yang hilang dari penghapusan tarif bagi negara pengimpor dan
negara pengekspor adalah proteksi bagi petani domestik.
Efek yang seharusnya dirasakan akibat penerapan tarif oleh negara
pengimpor dengan asumsi mengimpor produk dalam jumlah besar adalah
menurunkan kelebihan permintaan (excess demand) bagi barang sensitif dan
industri baru (invant industry). Harga di negara impor akan lebih tinggi dibanding
harga dunia (Pw) akibat ditambah pajak (Pw + t), sehingga lebih mahal dan
permintaan pun menurun serta berakibat pada melimpahnya barang tersebut di
negara asal dengan harga yang lebih murah. Tarif impor bertujuan untuk
melindungi produsen domestik dengan menurunkan impor. Harga pengimpor
adalah Pw’ + tax dan Pw’ untuk harga negara pengekspor. Perubahan
kesejahteraan yang terjadi di negara pengimpor berdasarkan surplus konsumen
adalah terjadi kehilangan seluas a b c d, terjadi pertambahan surplus produsen
sebesar a, dan surplus government seluas c e. Jadi, perubahan welfare adalah
sebesar e-b-d dan b-d adalah nilai deadweight loss. Harga dunia adalah Pw’ dan
perubahan welfare menunjukkan penurunan kesejahteraan akibat tarif khusus
untuk barang yang tidak sensitif.
Perubahan kesejahteraan di negara pengekspor berdasarkan surplus
konsumen adalah terjadi peningkatan seluas 1 dan penurunan surplus produsen
sebesar 1 2 3 4. Tidak terjadi surplus government dan perubahan kesejahteraan
adalah penurunan seluas 2-3-4 dengan dwl sebesar 2-4, sehingga perubahan
welfare dunia bersih adalah sebesar –b-d-2-4. Berikut adalah Gambar efek dari
penerapan tarif impor.
Sumber: Tweeten, 1992 dalam Hartman et al., 1999
Gambar 3. Efek dari Tarif Impor
Salah satu upaya yang dapat dilakukan guna mengatasi dampak negatif
dari penurunan tarif adalah dengan melakukan subsitutusi impor. Substitusi impor
diterapkan melalui peningkatan produksi jeruk dalam negeri hingga menggantikan
27
kuantitas jeruk yang diimpor dengan ditunjang oleh faktor-faktor pendukung.
Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor diantaranya adalah produk
domestik bruto, tarif impor, harga konsumen jeruk di pedesaan, harga impor,
produksi jeruk domestik, konsumsi jeruk, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar.
Produk domestik bruto (PDB) berpengaruh positif bagi substitusi impor.
Peningkatan pendapatan akibat kenaikan PDB ditandai dengan bertambahnya
daya beli masyarakat. Keadaan ini berakibat pada kenaikan permintaan
masyarakat terhadap produk-produk pangan yang bersifat pendamping seperti
buah-buahan terutama jeruk. Permintaan terhadap jeruk yang semakin besar sulit
untuk dipenuhi oleh produsen lokal. Jadi, pemerintah pun akan melakukan impor
yang lebih banyak, sehingga substitusi impor yang harus dipenuhi oleh produsen
jeruk lokal semakin meningkat.
Kenaikan harga konsumen jeruk di pedesaan berkorelasi positif terhadap
substitusi impor. Kenaikan ini akan mengakibatkan konsumen mencari jeruk lain
dengan harga yang lebih murah. Jeruk impor pun menjadi pilihan karena harga
tetap murah, namun cocok dengan selera konsumen. Dampaknya, volume jeruk
impor pun akan ditambah guna memenuhi permintaan konsumen, sehingga
substitusi jeruk lokal dengan harga bersaing dengan jeruk impor semakin
meningkat.
Sebaliknya, kenaikan harga jeruk impor berpengaruh negatif bagi
substitusi impor. Harga jeruk yang semakin mahal akan membuat konsumen
kembali mengkonsumsi jeruk lokal. Hal ini akan menguntungkan bagi petani
jeruk lokal, sehingga produksi mereka meningkat dan kuantitas jeruk impor dapat
28
dikurangi. Volume impor yang terus menurun menyebabkan substitusi impor
jeruk pun berkurang.
Produksi jeruk domestik yang semakin meningkat berkorelasi negatif
dengan
substitusi
impor.
Kenaikan
produksi
menunjukkan
peningkatan
kemampuan produsen lokal dalam mengimbangi kebutuhan jeruk masyarakat
yang selama ini dipenuhi oleh jeruk impor. Jumlah jeruk yang diimpor pun dapat
dikurangi, sehingga substitusi pun semakin menurun.
Faktor lainnya yaitu nilai tukar rupiah terhadap dolar yang apabila terjadi
peningkatan maka akan berkorelasi negatif bagi substitusi impor. Kenaikan nilai
tukar rupiah mengakibatkan harga jual barang luar negeri menjadi lebih mahal.
Oleh karena itu, pemerintah pun akan mengurangi impor barang-barang yang
tidak terlalu sensitif seperti jeruk. Jumlah jeruk impor pun berkurang, sehingga
substitusi impor juga mengalami penurunan.
Faktor selanjutnya adalah substitusi impor tahun sebelumnya. Jumlah
substitusi impor yang sama dengan jumlah impor sangat tergantung dengan
jumlah impor tahun sebelumnya. Apabila jumlah impor sebelumnya lebih besar
dan permintaan tinggi, maka jumlah impor tahun ini akan semakin ditambah yang
berdampak pada kenaikan substitusi impor jeruk lokal oleh produsen domestik.
Jadi, kenaikan jumlah substitusi impor tahun sebelumnya akan berpengaruh
positif pada nilai substitusi impor di tahun berikutnya.
Dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk dapat dilihat melalui
faktor-faktor tersebut dengan membandingkan antara sebelum dan sesudah
berlakunya ACFTA yang diwakili dengan variabel dummy ACFTA. Apabila
dummy bernilai 1, maka pemberlakuan kesepakatan ACFTA memberikan
29
pengaruh positif bagi substitusi impor karena penetapan tarif nol % akan membuat
harga jeruk impor semakin murah dan meningkatkan jumlah permintaan, sehingga
Jeruk Mandarin Cina yang masuk akan semakin berlimpah dan tidak terkontrol.
Faktor yang diperlukan pada proses produksi jeruk sendiri adalah kapital, tenaga
kerja, bahan baku, dan energi. Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut, juga
dapat diketahui bagaimana cara yang tepat dalam meningkatkan substitusi impor,
sehingga petani jeruk lokal walaupun minoritas dapat siap dan bertahan dalam
melawan gempuran buah jeruk Cina.
Perbandingan jumlah impor saat masa sebelum dan setelah ACFTA yang
berbanding lurus dengan substitusi impor Jeruk Mandarin dilihat berdasarkan laju
pertumbuhan dan pangsa impor. Laju pertumbuhan setelah ACFTA memiliki tren
positif karena jumlah impor tidak bisa dikendalikan. Pangsa impor Jeruk
Mandarin asal Cina juga akan lebih mendominasi, baik dari segi komoditas
maupun negara pengimpor lain karena dihapuskannya tarif impor sehingga harga
ke negara tujuan impor menjadi lebih murah.
Upaya untuk meningkatkan produksi jeruk merupakan cara untuk
memenuhi
substitusi
impor.
Produksi
jeruk
dapat
ditingkatan
dengan
memperbaiki fungsi subsistem agribisnis dalam sistem agribisnis. Langkahlangkah yang dilakukan perlu mencakup subsistem perusahaan agribisnis hulu
dengan fungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana produksi pertanian
terbaik guna menghasilkan produk yang berkualitas, subsistem perusahaan
usahatani yang berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi agar produk yang
dihasilkan prima baik dari segi kualitas maupun kuantitas, subsistem hilir dengan
fungsi melakukan pengolahan pasca panen untuk meningkatkan mutu produk agar
30
sesuai selera konsumen serta memperlancar pemasaran hasil, dan subsistem jasa
penunjang yang secara aktif maupun pasif berfungsi untuk menyediakan layanan
bagi kebutuhan pelaku agribisnis untuk memperlancar aktivitas perusahaan yang
biasanya merupakan tanggung jawab pemerintah.
3.2
Kerangka Operasional
Analisis dampak ACFTA terhadap substitusi impor jeruk lokal dapat
dikaji dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor
jeruk itu sendiri, perbandingan jumlah impor setelah dan sebelum ACFTA, serta
upaya yang harus dilakukan guna meningkatkan substitusi impor. Faktor yang
dinilai berpengaruh signifikan akan meningkatkan atau menurunkan substitusi
apabila mengalami perubahan yang dalam hal ini diakibatkan oleh adanya
perubahan aktivitas perdagangan akibat ACFTA. Perubahan jumlah jeruk impor
juga akan memengaruhi jumlah produksi jeruk guna memenuhi substitusi impor,
sehingga upaya peningkatan produksi jeruk yang melibatkan pihak-pihak yang
terkait sangat perlu untuk dilakukan.
Faktor-faktor tersebut akan berperan dalam membandingkan tingkat
substitusi impor jeruk lokal sebelum dan sesudah diterapkannya ACFTA. Faktor
ini akan menjadi dasar dalam menentukan upaya yang tepat guna mengatasi
gempuran jeruk impor dari Cina dengan target menggantikan kebutuhan akan
Jeruk Mandarin dengan jeruk lokal karena petani lokal memiliki potensi besar
dalam melakukan hal tersebut dan menyelamatkan petani jeruk lokal dengan
melindungi kesejahteraan mereka serta menjaga kestabilan produksi.
31
Penghapusan Tarif
Akibat ACFTA
Kenaikan Tingkat
Substitusi Impor Jeruk
Indonesia
Peningkatan Teknologi, Kualitas
SDM, dan Daya Saing
Mengkaji Faktorfaktor yang
Memengaruhi
Substitusi Impor
Mencanangkan
Kebijakan yang
Memihak Petani
Jeruk
Membandingkan
Substitusi Impor antara
Sebelum dan Sesudah
ACFTA
Merancang Teknologi
Baru yang Lebih Baik
dan Efisien
Mendeskripsikan
Upaya untuk
Meningkatkan Produksi
Jeruk Lokal
Minimisasi Biaya
Produksi dan
Biaya Distribusi
Gambar 4. Alur Kerangka Operasional Penelitian
32
3.3
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka
pemikiran yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan suatu
hipotesis. Hipotesis didasarkan pada fungsi substitusi impor jeruk di Indonesia.
Fungsi ini memiliki dugaan bahwa terdapat beberapa peubah yang saling
berpengaruh baik secara positif maupun negatif. Hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Substitusi impor dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu Produk Domestik
Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di pedesaan, substitusi impor tahun
sebelumnya, dummy ACFTA, harga jeruk impor, produksi jeruk domestik,
dan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Faktor yang berpengaruh secara
positif adalah Produk Domestik Bruto (PDB), harga konsumen jeruk di
pedesaan, substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Faktor
lain yang berpengaruh negatif yaitu harga jeruk impor, produksi jeruk
domestik, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
2. Laju pertumbuhan jumlah dan nilai impor setelah ACFTA akan
mengalami tren positif dan pangsa impor Jeruk Mandarin asal Cina ke
Indonesia lebih tinggi dibanding negara pengimpor lainnya.
33
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di berbagai badan pemerintahan dan
kementerian yang memiliki data-data yang diperlukan guna mengkaji dampak
ACFTA terhadapa substitusi impor jeruk di Indonesia. Penentuan lokasi ini
ditentukan secara purposive dengan alasan bahwa ACFTA merupakan
kesepakatan yang memiliki pengaruh secara luas sehingga diperlukan data
keseluruhan yang merupakan gabungan dari beberapa sentra penanaman jeruk di
Indonesia agar lebih representatif. Pemilihan ini juga didasari oleh semakin
meningkatnya produk impor jeruk hingga menguasai hampir seluruh pasar
domestik mulai dari pasar tradisional hingga supermarket. Waktu pengambilan
data ini dilakukan dari Maret-Mei 2011.
4.2
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder diperoleh dari kumpulan data yang dimiliki lembaga pengolah data dan
disusun secara time series. Data tersebut menunjukkan perkembangan usahatani
jeruk di Indonesia dalam angka dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Selain
data tersebut, digunakan pula data PDB dan nilai tukar rupiah dari Kementerian
Perdagangan serta data produksi jeruk nasional, jumlah dan nilai impor, juga
harga konsumen jeruk yang berasal dari BPS.
4.3
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi dilakukan secara purposive dengan studi
data sekunder dari instansi-instansi terkait. Data yang dibutuhkan berasal dari
BPS dan kementerian yang memiliki tugas untuk mengolah data yang diperlukan
dalam penelitian. Observasi data yang digunakan berjumlah 120 dengan range
data dari bulan Januari 2000 hingga Desember 2009. Penggunaan data dibagi
menjadi dua bagian yaitu pra-EHP dan pasca-EHP. Pra-EHP dimulai dari tahun
2000 sampai 2004, dan pasca-EHP diberlakukan dengan tarif 0 % untuk Jeruk
Mandarin dari tahun 2005 hingga 2009.
Tabel 4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis
No.
Tujuan Penelitian
Data yang Diperlukan
Sumber Data
Metode Analisis
1.
Mengidentifikasi
faktor-faktor yang
memengaruhi
substitusi impor
Produk domestik
bruto, harga domestik,
produksi jeruk, harga
impor, nilai tukar
rupiah terhadap dollar,
dan jumlah impor
Jeruk Mandarin
BPS,
Kementerian
Pertanian,
Kementerian
Perdagangan
Analisis deskriptif
dan regresi
berganda double
log
2.
Membandingkan
substitusi impor
setelah dan sebelum
diberlakukannya
ACFTA
Mendeskripsikan
upaya peningkatan
produksi jeruk lokal
agar dapat melakukan
substitusi
Jumlah dan Nilai
impor Jeruk Mandarin
Cina
BPS
Indeks GrubelLlyod, Analisis
Trend, dan pangsa
impor
Kebijakan pemerintah
dan kondisi pertanian
jeruk secara umum
BPS,
Kementerian
Pertanian
Analisis deskriptif
3.
4.4
Metode Analisis Data
Analisis data diperoleh secara kualitatif dan kuantitatif dengan mengolah
data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews dan
Microsoft Excel.
4.4.1
Analisis Deskriptif
Analisis ini digunakan dalam menjelaskan hasil dari penelitian agar tidak
hanya terbatas pada data statistik yang kaku guna menghasilkan kesimpulan yang
lebih menarik. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dalam menjelaskan
variabel yang memenuhi sebagai faktor yang memengaruhi substitusi impor
35
apakah layak secara ekonomi maupun statistik serta menjelaskan mengenai
kondisi substitusi impor jeruk pada saat sebelum dan setelah kesepakatan ACFTA
diterapkan
Analisis ini juga digunakan dalam menjelaskan upaya-upaya apa saja yang
secara nyata dapat diterapkan guna meningkatkan produksi jeruk, sehingga dapat
melakukan substitusi impor dengan mengurangi dominasi jeruk impor dan
menggantinya dengan jeruk lokal. Hasil yang diperoleh harus berdasarkan kondisi
sebenarnya dan didukung oleh data-data yang valid.
4.4.2
Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor dengan
Model Regresi Berganda
Model regresi berganda yang digunakan adalah model double-log. Variasi
ini dipilih karena mengubah variabel ke fungsi logaritma dengan Ln. Ln membuat
jarak antar data menjadi tidak terlalu lebar, sehingga dapat terhindar dari
heterokedastisitas dan ketidakstasioneran. Hasil regresi pun berupa presentase
yang telah mencerminkan elastisitas variabel X terhadap variabel Y.
1. Spesifikasi model ditetapkan sesuai persamaan yang apabila merupakan
model double-log menjadi:
Ln Y1 = β0 + β1 LnX1i + β2 LnX2i + β3 LnX3i + … + βk LnXki
2. Peubah Xk merupakan peubah non-stokastik (fixed), artinya sudah
ditentukan, bukan peubah acak. Selain itu, tidak ada hubungan linear
sempurna antar peubah bebas Xk.
3. a) Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol, dan
ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(εi)=0 dan Var(εi)=σ2.
b) Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antara sisaan εi sehingga
Cov(εi, εj)=0, untuk i≠j.
36
c) Komponen sisaan menyebar normal.
Menurut dalil Gauss-Markov, jika asumsi 1, 2, 3a, dan 3b dipenuhi maka
pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan metode OLS akan
menghasilkan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linier Unbiased
Estimator) (Juanda 2009).
Persamaaan faktor-faktor dibuat dengan memasukkan variabel-variabel
tertentu ke dalam model. Model regresi berganda adalah persamaan regresi
dengan satu peubah tak bebas atau dependent variable (P) dengan lebih dari satu
peubah bebas atau independent variable (X1, X2,…, Xn). Fungsi persamaan adalah
sebagai berikut:
[P = f (PDB, TI, HKJD, HJI, PJD, KJ, NT)]
Model untuk pendugaan faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor dengan
dibuat berdasarkan metode regresi double-log adalah sebagai berikut:
Ln SIJt = β0 - β1 LnNTR + β2 LnHKJ + β3 LnPDB - β4 LnPJL - β5 LnHJI + β6
LnSIJt-1 + β7 DC + εi
Atau dalam bentuk eksponensial menjadi:
SIJ = β0 NTRβ1 HKJβ2 PDBβ3 PJLβ4 HJIβ5 SIJt-1β6 DCβ7 eu
dimana:
β0
: Intersep
β1, β2,...β5
: Koefisien regresi
LnSIJ
: Substitusi Impor periode ke-t (kg)
LnNTR
: Nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US $)
LnHKJ
: Harga konsumen jeruk di pedesaan periode ke-t (Rp/kg)
LnPDB
: Produk Domestik Bruto ke-t (Rp/kapita)
37
LnPJL
: Produksi jeruk Indonesia pada periode ke-t (ton/bulan)
LnHJI
: Harga jeruk impor periode ke-t (Rp/kg)
LnSIJt-1
: Substitusi impor tahun periode t-1 (kg)
DC
: Dummy pengaruh ACFTA terhadap impor jeruk
εi
: Error
term periode ke-t
Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah: β2,β5,β6,β7>0 dan β1,β3,β4, <0.
Variabel substitusi impor merupakan variabel dependen yang memiliki
jumlah yang sama dengan impor jeruk lokal terutama yang berasal dari Cina.
Metode statistik yang digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara
substitusi impor dan faktor-faktor yang dianggap dapat memengaruhi adalah
regresi linier dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).
Model double-log yang memiliki kelebihan yaitu sebuah koefisien regresi
individual dapat diinterpretasikan sebagai elastisitas.
Model regresi dalam analisis data diuji kebenaran tanda dan besarannya
pada setiap koefisien dugaan berdasarkan teori ekonomi yang digunakan. Apabila
tanda pada model sesuai dengan teori ekonomi maka model tersebut dinyatakan
layak dan dapat diterima secara ekonomi. Pengujian terhadap model adalah
sebagai berikut:
1. Pengujian terhadap model
Pengujian dilakukan guna mengetahui apakah model penduga yang
diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi substitusi impor di
Indonesia. Uji Fisher atau Uji F dalam Juanda (2009) merupakan pengujian model
secara keseluruhan dengan hipotesis pengujian yaitu:
38
H0: β1 = β2 = … = βt = 0
t = 1,2,..,n
H1: Minimal ada satu βt yang tidak sama dengan 0
Perhitungan nilai Fhitung menggunakan rumus:
Keterangan:
Dbr
= Derajat bebas regresi
Dbe
= Derajat bebas error
KTR
= Kuadrat Tengah Regresi
KTS
= Kuadrat Tengah Sisaan
Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila
Fhitung lebih dari Ftabel maka terima H1 atau probability F statistic kurang dari taraf
nyata, artinya variabel bebas dalam model berpengaruh nyata terhadap variabel
tidak bebas, begitu pula sebaliknya.
2. Pengujian untuk tiap-tiap parameter
Uji t merupakan uji variabel secara parsial untuk menguji kesignifikanan
setiap faktor terhadap produktivitas (Juanda 2009). Uji t yang dilakukan
merupakan uji satu sampel dengan uji dua arah yang menggunakan hipotesis
sebagai berikut:
H0: βt = 0
t = 1,2,…,n
H1: βt ≠ 0
Perhitungan nilai Thitung menggunakan rumus:
Keterangan:
Bl
= parameter dugaan
Sd(bl) = simpangan baku dari parameter dugaan
39
Kriteria keputusan jika menggunakan taraf nyata α misalnya 5 %. Apabila
Thitung lebih dari Ttabel maka terima H1 artinya variabel bebas dalam model
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas pada taraf nyata 5 %, begitu pula
sebaliknya. Selain menggunakan t hitung, nilai p value juga telah menunjukkan
kemampuan variabel independen (Xi) dalam menjelaskan variabel dependen (Y).
Apabila p value kurang dari taraf nyata, maka tolak H0 yang berarti variabel Xi
berpengaruh nyata terhadap variabel Y.
3. Pengujian tingkat keragaman model
Koefisien determinasi (R2) sering diinterpretasikan sebagai proporsi total
keragaman Y yang dapat dijelaskan oleh model regresi X terhadap Y (Juanda,
2009). Uji ini bertujuan utnuk mengetahui seberapa besar keragaman variabel tak
bebas yaitu substitusi impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel bebas.
Koefisien determinasi dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan:
JKR
= Jumlah Kuadrat Regresi
JKT
= Jumlah Kuadrat Total
Apabila R2 semakin mendekati 1, maka semakin besar pula keragaman substitusi
impor jeruk yang dapat diterangkan oleh variabel dalam model.
4. Pengujian terhadap Multikolinearitas
Salah satu asumsi dari model regresi berganda adalah bahwa tidak ada
hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut atau tidak
ada multikolinearitas (Juanda 2009). Ada atau tidaknya multikolinearitas dalam
suatu model dapat diidentifikasi dengan menggunakan VIF (Variance Inflation
40
Factor) yang menggambarkan kenaikan var (bj) karena korelasi antarpeubah
penjelas. Jika nilai VIF lebih dari 10 maka artinya ada multikolinearitas.
5. Pengujian terhadap heterokedastisitas
Pendeteksian terhadap heterokedastisitas dilakukan untuk menghindari
ragam sisaan (εt) yang tidak sama.. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji
white dengan hipotesis:
H0: Var(εi)=E(εi2)=σ2
H1: Var(εi)=E(εi2)=σ2i
Berdasarkan uji white, akan diperoleh nilai probabilitas Chi-Square yang apabila
nilainya lebih dari alpha maka artinya terima H0 dan asumsi homokedastisitas
terpenuhi. Pelanggaran ini bukan hanya dapat terjadi dalam data cross section,
tapi juga untuk data time series (Juanda 2009).
6. Pengujian terhadap normalitas
Uji dilakukan untuk mengetahui apakah residual dalam model menyebar
normal atau tidak. Pendeteksian dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera
dan grafiknya. Apabila nilai probabiliti lebih besar dari taraf nyata yang
ditetapkan maka disimpulkan bahwa residual dalam model menyebar normal.
7. Pengujian Terhadap Autokorelasi
Salah satu asumsi dalam model regresi linier adalah bahwa tidak ada
autokorelasi atau korelasi antar sisaan (εt) atau dalam pengertian lain adalah
sisaan menyebar bebas (Juanda 2009). Akibat autokorelasi yaitu model masih
tetap tidak bias, masih konsisten, mempunyai standar error yang bias ke bawah,
dan penduga OLS tidak lagi efisien. Uji autokorelasi
dilakukan dengan uji
Breusch-Godfrey Serial LM Test karena jumlah pengamatan lebih dari 100.
41
Pengujian dengan Breusch-Godfrey Serial LM Test dilihat dari nilai probabilitas
Obs*R Squared. Apabila nilai lebih dari taraf nyata, maka tidak ada autokorelasi,
begitu pula sebaliknya.
4.4.3
Metode Interpolasi Spline Kubik
Interpolasi kubik spline adalah S(x) adalah sebuah fungsi polinomial (p(x))
kecil-kecil berderajat tiga (cubic) yang menghubungkan dua titik data
bersebelahan (Supriyanto, 2006). Semakin tinggi orde yang digunakan untuk
interpolasi, maka hasilnya akan semakin baik (teliti). Interpolasi berfungsi untuk
menghaluskan data secara kubik yang dalam penelitian ini digunakan untuk
mengubah range data triwulan ke data bulanan.
4.4.4
Perhitungan Harga Riil dan PDB Per Kapita
Harga riil merupakan harga yang telah memperhitungkan infllasi. Harga
ini diperoleh dengan mengkonversikan upah nominal dengan Indeks Harga
Konsumen (IHK) jika merupakan komoditas domestik, sedangkan jika merupakan
komoditas ekspor impor menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)
pada tahun yang bersangkutan. Lain halnya dengan Produk Domestik Bruto
(PDB) perkapita, yang diperoleh dengan membagi PDB total dengan jumlah
penduduk pada periode ke-t.
4.4.5
Perbandingan Substitusi Impor Sebelum dan Setelah ACFTA dengan
Analisis Tren Laju Pertumbuhan dan Pangsa Impor
Analisis tren menunjukkan laju pertumbuhan impor dari tahun ke tahun
dengan persentase tertentu. Apabila nilai persentase positif, maka laju
pertumbuhan meningkat. Sedangkan apabila nilai nilai persentase negatif, maka
laju pertumbuhan menurun. Berikut adalah rumusan dari laju pertumbuhan
42
Keterangan:
r
= Laju pertumbuhan
Pt
= Jumlah pada tahun ke-t
P0
= Jumlah pada tahun dasar
t
= Selisih tahun Pt dengan P0
Analisis pangsa impor menunjukkan persentase jumlah impor dari total
impor secara keseluruhan, baik berdasarkan selama tahun tertentu maupun negara
asal impor. Pangsa impor menunjukkan dominasi komoditas yang diimpor atau
negara pengimpor berdasarkan data keseluruhan. Berikut adalah rumusan pangsa
impor.
x 100 %
Keterangan:
PIX
= Pangsa impor komoditas tertentu
Xi
= Komoditas impor tertentu
Total = Jumlah total impor
4.4.6
Perbandingan Kinerja Perdagangan Bilateral Indonesia-Cina dengan
Indeks Grubel-Llyod
Kinerja perdagangan bilateral dalam Hutabarat et al. (2006) dapat dilihat
melalui nilai derajat intensitas perdagangan intra industri dengan indeks GrubelLlyod yang secara matematis dirumuskan dengan:
Keterangan:
Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-j, ke negara ke-k
Xijk = Nilai atau volume ekspor produk ke-i dari negara ke-k, ke negara ke-j
Jika Ik bernilai 0, maka terjadi perdagangan satu arah dan bila Ik bernilai 1, maka
terjadi perdagangan yang seimbang (Xijk = Xik ).
43
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
5.1
Kondisi Pertanian Jeruk di Indonesia
Jeruk merupakan salah satu jenis buah yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia. Rasanya yang asam manis, namun segar dengan harga
yang relatif murah membuat buah ini menjadi pilihan sebagian besar masyarakat
guna memenuhi kebutuhan mereka akan buah-buahan terutama yang kaya akan
vitamin C. Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis, sangat
berpotensi untuk memenuhi kebutuhan ini sehingga jeruk berpeluang menjadi
salah satu komoditas buah-buahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
Sebagai negara tropis dengan wilayah yang luas serta memiliki
keanekaragaman agroklimat, Indonesia mampu menghasilkan hampir semua buah
tropika dan subtropika. Sebanyak 211 jenis bibit telah berhasil dikembangkan dan
dapat menjadi sangat menguntungkan apabila ditanam serta dipasarkan dengan
baik. Sentra penanaman buah jeruk tersebar di Garut (Jawa Barat), Tawangmangu
(Jawa Tengah), Batu (Jawa Timur), Tejakula (Bali), Selayar (Sulawesi Selatan),
Pontianak (Kalimantan Barat), dan Medan (Sumatera Utara).
Varietas jeruk Indonesia sangat beragam, mulai dari Manis Waturejo,
Manis Punten, Manis Pacitan, Siam Pontianak, Siam Berastagi, Siam Mamuju,
Siam Banjar, Siam Kintamani, Keprok Riau, Keprok Kedu, Keprok Selayar,
Keprok Madura, Keprok Konde Purworejo, Keprok Batu 55, Keprok Satsuma,
Keprok Ponkan, Keprok Tejakula, Keprok Freemont, Keprok Pulung, Keprok
Cina Licin, Keprok Madu Terigas, Keprok Soe, Keprok Cina Konde, Keprok
Mandarin Cimahi, dan lain-lain termasuk jenis jeruk Pamelo yang selama ini
dikenal sebagai Jeruk Bali yang sebenarnya hanya satu dari sekian banyak jenis
Jeruk Pamelo. Oleh karena itu, jeruk sangat berpotensi menjadi komoditas utama
apabila dikembangkan menjadi usaha bisnis yang yang berorientasi pada profit
yang berkesinambungan, namun tetap menjaga kualitas dan memperhatikan aspek
keamanan pangan.
Akan tetapi, produksi jeruk nasional justru terlihat sulit berkembang.
Maraknya konversi lahan jeruk akibat serangan penyakit akibat CVPD serta
meningkatnya jumlah jeruk impor terutama yang berasal dari Cina membuat
produksi jeruk lokal terus tertekan. Jumlah produksi cenderung fluktuatif dengan
peningkatan yang tidak terlalu signifikan. Perkembangan produksi jeruk nasional
dijelaskan melalui Gambar sebagai berikut.
3000000
2500000
2000000
1500000
Produksi (Ton)
1000000
500000
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
0
Sumber: Survey Pertanian Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan, BPS 2000-2009
Gambar 5. Jumlah Produksi Jeruk di Indonesia Tahun 2000-2009
Melalui grafik diatas terlihat bahwa produksi jeruk dari tahun 2000-2007
terus mengalami peningkatan. Produksi jeruk pada tahun 2000 hanya sebesar
644.052 ton, lalu meningkat tahun 2001 menjadi 691.433 ton. Peningkatan yang
cukup besar terjadi pada tahun 2003 menjadi 1.529.824 ton, dan terus bertambah
sampai tahun 2007 hingga mencapai 2.625.884. Namun, pada tahun 2008 terjadi
penurunan produksi menjadi 2.467.632 ton akibat adanya pergeseran preferensi
45
konsumen dalam negeri yang lebih menyukai tampilan jeruk impor daripada jeruk
lokal.
Tingkat produksi terus menurun akibat sistem produksi yang buruk,
kurangnya pasar jeruk lokal di dalam negeri, dan adanya kesepakatan
perdagangan bebas antara Indonesia dan Cina yang dikenal dengan singkatan
ACFTA. Kesepakatan ini menyetujui bea masuk 0 % bagi produk Early Harvest
Package (EHP) dan jeruk merupakan salah satu komoditas yang termasuk dalam
perjanjian tersebut. Hal ini memberikan pengaruh positif dan negatif bagi
produksi dalam negeri.
Pengaruh positif berupa memacu peningkatan produksi guna memenuhi
substitusi impor jeruk mandarin dari Cina, sehingga membuka peluang lebih besar
bagi jeruk lokal untuk menggantikan posisi jeruk impor dalam memenuhi
kebutuhan konsumsi lokal. Peningkatan produksi ini harus diiringi pula dengan
peningkatan kualitas dan pemenuhan selera masyarakat yang lebih menyukai
Jeruk Keprok dari Cina.
Pengaruh negatif dari ACFTA dapat terlihat dari kondisi saat ini.
Indonesia menjadi negara pengimpor jeruk terbesar kedua setelah Malaysia.
Keadaan ini sangat ironis karena Indonesia merupakan negara subur dan memiliki
potensi untuk mengembangkan berbagai jenis varietas jeruk dalam skala besar.
Akan tetapi, karena produksi jeruk lokal yang terus menurun dan kalah bersaing
terutama dari segi penampilan serta harga jeruk yang lebih mahal karena
tingginya ongkos distribusi, pergeseran preferensi konsumen menjadi tidak dapat
dihindari. Masyarakat lebih menyukai Jeruk Keprok Cina yang lebih murah
46
dengan tampilan yang terlihat lebih segar, sehingga keberadaan Jeruk Keprok
lokal semakin tidak diminati.
5.2
Kondisi Harga Jeruk di Pasaran
Permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yang salah satunya adalah harga barang itu sendiri, begitu pula dengan komoditas
jeruk. Harga jeruk sangat menentukan jumlah jeruk yang akan dibeli. Semakin
murah harga jeruk tersebut, maka semakin banyak pula jeruk yang dibeli oleh
masyarakat. Jadi, selain tampilan jeruk yang sesuai dengan selera konsumen,
harga jeruk pun harus bersaing dengan jeruk impor agar jeruk lokal memiliki
pasar dan permintaan tinggi di dalam negeri. Jeruk lokal pun harus lebih
mendominasi dibanding jeruk impor, karena jeruk tersebut bukan hanya terdapat
di supermarket, melainkan juga telah merambah pasar tradisional.
Harga jeruk lokal yang hampir melebihi Rp. 20.000 di pasaran saat ini
membuat masyarakat beralih ke jeruk impor karena harganya yang lebih murah.
Bahkan pada saat panen, terutama untuk jeruk impor yang berasal dari Cina,
jumlah jeruk menjadi sangat melimpah dengan harga perkilogram bisa mencapai
Rp. 7.000. Sebaliknya dengan harga jeruk lokal, justru harga tidak terlihat
mengalami penurunan bahkan pada saat masa panen. Jeruk impor pun semakin
mengungguli jeruk lokal karena ketersediaan jeruk konsisten dengan harga yang
lebih ramah, sehingga jeruk lokal terlihat semakin kalah bersaing. Rata-rata harga
Jeruk Mandarin dari tahun 2008 dijelaskan dalam Grafik sebagai berikut.
47
Sumber: BPS, 2011.
Gambar 6. Perbandingan Harga Jeruk Impor dan Jeruk Lokal di Indonesia Tahun
2008
Selama tahun 2008, jeruk impor memiliki harga yang lebih murah
dibanding jeruk lokal. Kisaran harga jeruk ini rata-rata Rp. 7.000-Rp. 8.000 setiap
kilogramnya dan hanya mengalami satu kali kenaikan yang cukup besar pada
bulan November menjadi Rp. 10.554, 61/kg. Berbeda dengan jeruk lokal yang
harganya selalu lebih mahal dibanding jeruk lokal dengan kisaran Rp. 9.000-Rp.
12.000 per kilogram.
Hal ini mengakibatkan munculnya permintaan masyarakat yang lebih
tinggi terhadap jeruk impor, sehingga terjadi pergeseran preferensi konsumen
yang menyukai buah jeruk dengan kondisi prima, namun berharga murah seperti
halnya Jeruk Mandarin Impor. Penampilan jeruk dari Cina memiliki syarat ini
karena terlihat lebih unggul dengan warna oranye segar dengan rasa yang asam
manis, sehingga paling mendominasi. Berbeda dengan jeruk lokal yang umumnya
adalah jeruk siam yang berwarna hijau, kulit buah tipis, walaupun rasa tetap
manis. Oleh karena itu, selera masyarakat lebih memilih kepada jeruk Cina karena
tampilan menarik, lebih segar, namun harga tetap murah.
48
Salah satu penyebab utama mahalnya harga jeruk adalah tingginya biaya
transportasi dalam mendistribusikan jeruk ke masyarakat. maraknya pungutan liar
membuat selisih antara harga di tingkat produsen menuju tingkat konsumen
semakin besar. Harga buah jeruk di pasar pun terpaksa menyesuaikan, sehingga
harga jual semakin mahal. Keadaan ini membuat para penjual jeruk dalam skala
besar lebih memilih untuk mengimpor jeruk karena harganya jauh lebih murah
dibandingkan mendatangkan jeruk dari luar pulau.
Kebijakan pemerintah melalui ACFTA juga sangat mendukung jual beli
jeruk dengan cara ini dengan menetapkan biaya masuk 0 %, sehingga pasokan
jeruk melimpah dengan harga yang lebih murah lagi. Kondisi ini membuat jeruk
lokal semakin terpuruk karena sepi peminat. Akibatnya, petani jeruk terus
berkurang karena selain permintaan minim, bahkan diantara mereka ada yang
terpaksa menjual lahan jeruknya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga
produksi jeruk nasional pun menurun. Serangan penyakit akibat hama terutama
yang disebabkan oleh CVPD membuat produsen jeruk lokal semakin sulit untuk
melakukan substitusi terhadap jeruk impor.
5.3
Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina
Proses impor Jeruk Mandarin asal Cina membutuhkan biaya yang cukup
tinggi mengingat sangat banyaknya volume jeruk yang memasuki negara ini.
Akan tetapi, importir menganggap bahwa hal tersebut sangat menguntungkan
mengingat banyaknya permintaan masyarakat terhadap jeruk Mandarin. Keadaan
ini semakin parah semenjak ACFTA diterapkan. Bea masuk 0 % membuat harga
jeruk impor menjadi lebih murah dari negara lain, sehingga volume yang dari
awal semakin meningkat pesat hingga berkali-kali lipat dan berdampak pada nilai
49
impor jeruk tersebut yang juga ikut mengalami kenaikan. Nilai dari Jeruk
Mandarin impor dari Cina adalah sebagai berikut:
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009.
Gambar 7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009
Berdasarkan data tersebut, dapat terlihat bahwa nilai impor hanya menurun
pada tahun 2001 dan 2004. Selain tahun tersebut, nilai impor terus meningkat
bahkan pada tahun 2006 meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2006 dan
mencapai nilai paling tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar US $ 159.165.295. Hal
ini menunjukkan betapa besar biaya berupa devisa yang dikeluarkan oleh
Indonesia akibat melakukan impor dari Cina. Keadaan tersebut sangat ironis
karena Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki lahan subur dan banyak
yang tidak termanfaatkan, seharusnya sangat berpotensi untuk memproduksi
produk
hortikultura.
Akan
tetapi,
akibat
kelalaian
pemerintah
dalam
mengembangkan produksi terutama jeruk, membuat potensi ini terabaikan dan
Indonesia lebih suka menjadi importir.
Nilai impor yang bernilai ratusan juta dolar ini seharusnya dapat dialihkan
untuk sektor lain yang lebih bermanfaat. Apabila pemerintah dan pihak-pihak
terkait dapat bekerja sama dalam meningkatkan produksi jeruk guna menguatkan
50
substitusi impor, maka dana devisa ini bisa digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Peningkatan
mutu
pendidikan,
mengurangi
kemiskinan, pengembangan teknologi produksi jeruk, dan lain sebagainya. dapat
dijadikan sebagai alternatif pemanfaatan keuangan negara dibanding mengimpor
jeruk yang seharusnya dapat dipenuhi kebutuhannya oleh produksi dalam negeri.
Melalui substitusi impor, maka biaya impor jeruk dapat dikurangi atau
dihilangkan, sehingga Indonesia dapat terhindar dari ketergantungan terhadap
Jeruk Mandarin impor dan lebih mencintai produk jeruk lokal.
51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Substitusi Impor Jeruk Mandarin
Jeruk Mandarin merupakan salah satu komoditas ekspor Cina yang
tergabung dalam Early Harvest Package (EHP) yang tercantum dalam perjanjian
ACFTA. Volume dan nilai produk ini cukup besar karena tingginya permintaan
jeruk di Indonesia. Sub sektor hortikultura menempati urutan teratas dalam total
nilai impor Cina ke Indonesia dan merupakan salah satu sumber devisa bagi
pemerintah Cina. Keadaan ini menunjukkan ketergantungan Indonesia akan
produk Cina yang semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi Cina yang relatif
semakin baik dan maju saat ini, membuka peluang bagi Cina untuk memasuki
pasar secara lebih intensif. Penguasaan teknologi di segala bidang memungkinkan
Cina menjadi negara pengekspor yang sangat kuat untuk produk-produk berbasis
teknologi (technology based product), sedangkan untuk produk bersifat non
resources based Cina telah menempati urutan ketiga tertinggi di dunia (Hutabarat
et al. 2007).
Hal ini didukung pula oleh penurunan tarif impor sampai 0 % untuk
produk EHP Cina, sehingga jeruk impor masuk ke Indonesia secara tidak
terbendung. Masyarakat Indonesia sangat menikmati murahnya harga jeruk impor
ini, sehingga menjadi negara pengimpor kedua terbesar setelah Malaysia.
Akibatnya, pasokan Jeruk Mandarin lebih mendominasi dibanding jeruk lokal di
pasaran. Preferensi masyarakat cenderung kepada jeruk mandarin Cina karena
warna dan rasa yang sesuai dengan selera masyarakat (Lampiran 2). Kondisi ini
akan berakibat buruk untuk produksi jeruk nasional.
Substitusi impor merupakan jumlah jeruk yang harus diproduksi secara
nasional guna menggantikan jeruk yang diimpor dengan jumlah yang sama untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat secara mandiri. Substitusi ini sangat ditentukan
oleh jumlah produksi jeruk lokal serta konsumsi yang menunjukkan permintaan
masyarakat terhadap jeruk. Oleh karena itu, semakin meningkatnya konsumsi
masyarakat yang disertai pertambahan volume jeruk impor akan semakin
mempersulit petani jeruk lokal dalam meningkatkan produksinya. Konsumsi jeruk
rumah tangga di Indonesia akan dijelaskan dalam Grafik sebagai berikut:
Sumber: Susenas, 2011
Gambar 8. Konsumsi Rumah Tangga Jeruk di IndonesiaTahun 2002-2009
Selama tahun 2002 hingga 2004 konsumsi jeruk terus mengalami kenaikan
akibat mulai meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan
vitamin selain dari makanan pokok. Pada tahun 2005, konsumsi sedikit menurun
menjadi 2,61 kg/kap/tahun, namun meningkat kembali sampai tahun 2007
menjadi 3,86 kg/kap/tahun. Jumlah ini menurun kembali pada tahun 2008 akibat
peningkatan harga kebutuhan pokok lainnya, akan tetapi melonjak naik kembali
pada tahun 2009 hingga mencapai 4,64 kg/kap/tahun yang menyebabkan terus
bertambahnya pasokan jeruk impor dengan harga murah untuk memenuhi
konsumsi yang semakin meningkat ini.
53
Tren positif konsumsi jeruk ini merupakan tantangan bagi petani jeruk
lokal, pemerintah, serta pihak-pihak terkait untuk melakukan substitusi impor.
Indonesia memiliki potensi dalam hal ini karena memiliki banyak variasi bibit
jeruk, lahan penanaman, dan faktor-faktor pendukung lainnya yang saat ini
terkesan
kurang
dimanfaatkan.
Akibatnya,
jeruk
impor
terus
menerus
menggempur jeruk lokal, sehingga permintaan jeruk hampir semuanya dipenuhi
oleh jeruk impor yang saat ini tidak memiliki hambatan tarif.
6.2
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk
Mandarin
Kesepakatan perdagangan bebas yang banyak disepakati oleh pemerintah
Indonesia saat ini memunculkan banyak tantangan dan harapan terkait dengan
peningkatan penerimaan. Semakin tinggi volume impor dibanding volume ekspor
menandakan bahwa negara tersebut memerlukan strategi lain guna meningkatkan
produksi komoditas dagang dan memperkuat kinerja perdagangan. Substitusi
impor khususnya bagi komoditas jeruk merupakan kebijakan yang baik untuk
ditempuh pemerintah guna menambah volume produksi dan menggantikan
sejumlah produk impor. Keuntungannya, jumlah impor jeruk bisa dikurangi dan
dana tersebut bisa dialihkan guna membantu produsen lokal.
Akan tetapi, substitusi impor ini bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan. Dukungan dari pemerintah sangat penting, terutama untuk pembiayaan.
Dana yang besar diperlukan guna meningkatkan teknologi terutama penelitian
untuk menemukan bibit yang bebas hama dan penyakit serta minimisasi biaya
produksi dan biaya distribusi. Apabila hal tersebut dipenuhi, maka nasib petani
jeruk akan lebih terperhatikan dan tidak sulit bagi mereka untuk meningkatkan
produksi jeruk.
54
Substitusi impor bagi komoditas jeruk sangat penting untuk dilakukan
karena maraknya serbuan jeruk mandarin khususnya yang berasal dari Cina saat
ini akibat adanya ACFTA yang menghilangkan bea masuk. Petani lokal harus
diberi dukungan oleh berbagai pihak terutama pemerintah agar dapat
meningkatkan produksi dan memperkuat daya saing. Oleh karena itu, faktorfaktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk (LnSIJ) juga perlu untuk
diperhatikan. Faktor-faktor tersebut yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar
(LnNTR), harga konsumen jeruk (LnHKJ), Produk Domestik Bruto (LnPDB),
produksi jeruk lokal (LnPJL), harga Jeruk Mandarin impor (LnHJI), jumlah
substitusi impor tahun jeruk sebelumnya (LnSIJt-1), dan dummy ACFTA (DC).
6.2.1
Hasil Pengujian Ekonometrika
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor Jeruk Mandarin
dengan menggunakan model regresi berganda variasi double-log (log-log)
menghasilkan persamaan sebagai berikut:
LnSIJ = 80.86910 - 3.042880LnNTR + 1.365364LnHKJ - 7.401002LnPDB1.178011LnPJL + 0.765782LnHJI + 0.629408LnSIJt-1 + 2.828943DC +
ε
Model double log dipilih karena menghasilkan nilai peubah x yang nilainya
serupa dengan elastisitas faktor yang diuji, sehingga lebih relevan dan baik untuk
digunakan. Model ini harus diuji secara ekonometrika guna mengetahui ada atau
tidaknya pelanggaran asumsi model regresi berganda. Kriteria uji ekonometrika
yang pertama adalah uji multikolinearitas. uji ini dilakukan guna mengetahui ada
atau tidaknya hubungan linier sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut.
55
Berdasarkan uji dengan menggunakan VIF, variabel bebas yang ada dalam
model substitusi impor tidak ada yang mengalami multikolinearitas karena nilai
VIF kurang dari 10. Hasil dari uji multikolinearitas dapat dilihat pada Tabel
sebagai berikut.
Tabel 5. Hasil Uji Multikolinearitas dengan VIF
Predictor
Coef
SE Coef
T
P
VIF
Constant
38,46
11,72
3,28
0,001
LnHJI
0,5838
0,1840
3,17
0,002
1,9
LnHKJ
1,0604
0,2993
3,54
0,001
2,8
LnNTR
-0,807
1,164
-0,69
0,489
1,6
LnPDB
-4,012
1,261
-3,18
0,002
5,8
LnPJL
-1,1162
0,2690
-4,15
0,000
3,5
DC
2,1197
0,3865
5,48
0,000
5,8
Sumber: BPS 2011, diolah
Melalui Tabel diatas terlihat bahwa seluruh nilai VIF peubah x kurang dari
10. Berdasarkan uji tersebut, maka tidak ada multikolinearitas dalam model SIJ.
Peubah-peubah X dalam model tidak saling berkorelasi, sehingga model layak
untuk digunakan. Uji selanjutnya, yaitu heterokedastisitas juga menunjukkan
bahwa model bersifat homokedastisitas karena nilai Prob. Chi-Square lebih dari
taraf nyata 5 % yaitu sebesar 0,3432.
Kriteria uji ekonometrika yang ketiga adalah autokorelasi. Autokorelasi
terjadi apabila terjadi pelanggaran asumsi yaitu adanya korelasi antardata pada
residual. Autokorelasi tidak terjadi berdasarkan uji Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM Test dengan n berjumlah 120 karena nilai probability Obs*R
Squared lebih dari taraf nyata 5 % yaitu sebesar 0,0556.
56
Kriteria uji yang terakhir adalah uji normalitas. Pengujian terhadap
normalitas dilakukan dengan uji Jacque-Bera dengan nilai probabilitas sebesar
0,694038. Nilai ini melebihi taraf nyata 5 % sehingga dapat dibuktikan bahwa
galat menyebar normal. Jadi, berdasarkan seluruh kriteria uji ekonometrika
tersebut, dapat disimpulkan bahwa model layak untuk digunakan karena tidak
terdapat pelanggaran asumsi model regresi double-log berganda.
6.2.2
Analisis Statistik dan Ekonomi
Berdasarkan kriteria uji ekonometrika, model substitusi impor telah
memenuhi syarat dan tidak terjadi pelanggaran asumsi sehingga penduga dalam
model memiliki sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Hasil analisis
regresi untuk setiap faktor yang memengaruhi substitusi impor dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor
Variabel
Koefisien
Probabilitas
LnNTR
-3,042880
0,0205
LnHKJ
1,365364
0,0096
LnPDB
-7,401002
0,0010
LnPJL
-1,178011
0,0015
LnHJI
0,765782
0,0004
LnSIJt-1
0,629408
0,0000
DC
2,828943
0,0000
R-Squared
0,649503
F-Statistic
Adjusted R-Squared
0,627400
Prob (F-Statistic) 0,000000
Durbin-Watson Stat
1,631267
29,38479
Sumber: BPS 2011, diolah
Tabel di atas menunjukkan model substitusi impor memiliki nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,649503 yang berarti variabel independen yang terdapat
57
dalam model yaitu nilai tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk, PDB,
produksi jeruk lokal, harga jeruk impor, jumlah substitusi impor tahun
sebelumnya, dan dummy ACFTA dapat menjelaskan keragaman variabel
substitusi impor sebesar 64,95 %, dan sisanya sebesar 35,05 % dijelaskan oleh
faktor-faktor lain di luar model. Sedangkan nilai untuk R2 terkoreksi yang tidak
dipengaruhi oleh jumlah peubah bebas adalah 0,627400 yang artinya ragam dari
substitusi impor dapat dijelaskan sebesar 62,74 % oleh variabel di dalam model,
sedangkan sisanya sebesar 37,26 % oleh variabel lain di luar model.
Pengujian model secara keseluruhan dilakukan dengan menggunakan uji
F. Uji ini merupakan cara untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen
dalam model secara bersama-sama. Taraf nyata yang digunakan dalam analisis
regresi sebesar 5 % dengan tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan nilai
probabilitas F-Statistic sebesar 0,000000, yang lebih kecil daripada taraf nyata 5
%, maka dapat diambil kesimpulan bahwa model dapat menjelaskan keragaman
variabel substitusi impor. Artinya, variabel-variabel independen dalam model
secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel subsitusi impor dengan
taraf nyata 5 %.
Pengujian model secara parsial untuk pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel independen dilakukan dengan menggunakan uji t.
Uji ini dilihat berdasarkan nilai probabilitas. Apabila nilai tersebut kurang dari
taraf nyata (α) 5 %, maka variabel tersebut berpengaruh nyata begitu pula
sebaliknya. Tabel 5 menunjukkan nilai probabilitas variabel NTR, HJI, HKJ,
PDB, PDL, SIt-1, dan DC berpengaruh nyata terhadap variabel SI karena kurang
dari taraf nyata 5 %.
58
6.2.2.1 Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
Variabel nilai tukar rupiah terhadap dollar memiliki nilai koefisien sebesar
-3,042880 dan probabilitas yang besarnya 0,0205. Nilai ini menunjukkan bahwa
variabel nilai tukar berpengaruh negatif terhadap substitusi impor secara
signifikan. Artinya, depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 1 % akan menurunkan
substitusi impor Jeruk Mandarin sebesar -3,042880 % asumsi cateris paribus
(faktor lain dianggap konstan).
Kesimpulan ini sesuai dengan hipotesis karena peningkatan nilai tukar
rupiah terhadap dollar atau dengan kata lain mengalami depresiasi, maka akan
mengakibatkan harga jeruk impor mengalami kenaikan. Kenaikan harga akan
menyebabkan penurunan volume impor karena harga yang harus dibayarkan
menjadi mahal dan muncul kekhawatiran terjadinya penurunan permintaan.
Penurunan jumlah impor berbanding lurus dengan substitusi impor, sehingga
jumlahnya juga ikut menurun.
Kecenderungan masyarakat
yang lebih memilih Jeruk Mandarin
khususnya yang berasal dari Cina membuat Cina menjadi pemasok jeruk impor
jenis Mandarin terbesar. Oleh karena itu, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap
dollar yang menurunkan volume impor, seharusnya dapat menjadi peluang dalam
meningkatkan produksi jeruk lokal guna memenuhi tren permintaan jeruk yang
terus meningkat. Permintaan jeruk nasional akan dijelaskan melalui Gambar
berikut:
59
Sumber: BPS 2011, diolah
Gambar 9. Permintaan Jeruk Nasional di Indonesia Tahun 2000-2009
Berdasarkan Tabel di atas, dapat dilihat bahwa permintaan jeruk nasional
cenderung memiliki tren positif terutama pada tahun setelah tahun 2004 hingga
tahun 2009 karena diberlakukannya kesepakatan ACFTA. Penurunan permintaan
jeruk hanya terjadi pada tahun 2005 dan 2008 dengan jumlah yang tidak
signifikan.
6.2.2.2 Harga Konsumen Jeruk di Pedesaan
Variabel harga jeruk di pasar domestik untuk komoditas Jeruk Keprok dan
Jeruk Siam di tingkat pedesaan berpengaruh positif dan signifikan karena p-value
sebesar 0,0096 kurang dari taraf nyata 5 %. Nilai koefisien untuk harga jeruk
adalah 1,365364 yang artinya, apabila terjadi kenaikan harga jeruk konsumen
pedesaan sebesar 1 %, maka akan menaikkan substitusi impor sebesar 1,365364 %
asumsi cateris paribus.
Keadaan ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyebutkan bahwa harga
jeruk lokal berpengaruh positif. Harga konsumen jeruk di tingkat pedesaan
mencerminkan harga jeruk lokal tanpa ditambah biaya distribusi. Hal ini
disebabkan karena sentra produksi jeruk umumnya berada di tingkat kabupaten
60
khususnya pedesaan (Lampiran 3). Harga jeruk tersebut merupakan harga yang
bersedia dibayar oleh masyarakat untuk membeli jenis Jeruk Siam dan Jeruk
Keprok di seluruh Indonesia atau pendekatan dari harga yang diterima oleh petani
langsung di tingkat produksi. Harga jeruk ini menunjukkan tingkat keberhasilan
petani jeruk dalam memasarkan hasil panennya terkait dengan permintaan
masyarakat. Oleh karena itu, apabila harga jeruk lokal mengalami kenaikan, maka
konsumen jeruk akan beralih dan memilih jeruk dengan harga yang lebih murah
yaitu jeruk impor. Akibatnya, permintaan jeruk impor pun semakin meningkat dan
volume impor naik.
Keadaan ini didukung pula oleh perjanjian ACFTA yang menghilangkan
tarif impor untuk Jeruk Mandarin yang berasal dari Cina, sehingga harga jeruk
impor menjadi lebih murah. Kenaikan volume impor ini akan berakibat pada
kenaikan substitusi impor jeruk yang harus diproduksi petani. Petani jeruk lokal
harus meningkatkan produksi jeruk agar dapat menggantikan posisi jeruk impor.
Kenaikan produksi tersebut juga harus diimbangi dengan penurunan harga jeruk
rata-rata dan peningkatan kualitas jeruk agar dapat memenuhi selera konsumen
yang selama ini selalu memilih Jeruk Mandarin Cina. Jadi, dukungan pemerintah
sangat dibutuhkan untuk mengatasi hal ini dengan cara membantu petani dalam
meminimisasi biaya produksi dan biaya distribusi.
Menekan biaya produksi bisa dengan meningkatkan teknologi dan
menurunkan biaya distribusi karena walaupun harga jeruk dari tingkat pedesaan
terkesan lebih murah sedikit dibanding harga jeruk impor, namun sebenarnya
harga ini disebabkan karena kedekatan dengan sentra produksi. Sedangkan apabila
61
jeruk tersebut didistribusikan ke luar daerah, akan meningkatkan harga secara
signifikan karena maraknya pungutan liar.
6.2.2.3 Produk Domestik Bruto (PDB)
Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) memiliki nilai koefisien sebesar
-7,401002 dan p-value yang besarnya 0,0010. Berdasarkan nilai tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa kenaikan PDB sebesar 1 % akan menurunkan substitusi
impor sebesar 7,401002 % asumsi cateris paribus. Kesimpulan ini tidak sesuai
dengan hipotesis awal bahwa peningkatan PDB sangat terkait dengan
bertambahnya pendapatan dan pengeluaran masyarakat, dan jumlah ini akan
berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap jeruk. Namun, variabel ini
berpengaruh nyata karena memiliki p-value yang kurang dari taraf nyata 5 %.
Kenaikan jumlah pendapatan perkapita bagi negara berkembang
menyebabkan bertambahnya pengeluaran khususnya untuk barang-barang tersier
dan inferior, seperti: barang elektronik, otomotif, perhiasan, dan lain sebagainya.
Peningkatan pendapatan ini membuat masyarakat mampu untuk memenuhi
kebutuhan mereka terhadap barang mewah, sehingga pengeluaran untuk barang
pangan semakin menurun. Keadaan ini sesuai dengan hukum Engel yang
mengatakan bahwa pengeluaran rumah tangga terhadap komoditas pangan akan
semakin berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Akibatnya, konsumsi
terhadap jeruk yang merupakan barang pangan akan semakin menurun dan
volume impor pun akan dikurangi. Substitusi impor yang harus dilakukan pun ikut
berkurang karena mengikuti permintaan masyarakat yang lebih memilih untuk
membeli barang-barang mewah dibanding komoditas pangan seperti jeruk.
62
Berikut adalah Tabel PDB dan pengeluaran rata-rata dari tahun 2000 hingga 2009.
Tabel 7. PDB dan Pengeluaran Rata-rata di Indonesia Tahun 2000-2009
Tahun
PDB (Milyar)
Pengeluaran Rata-rata (Rp/kapita)
2000
1.389.769,90
6.737.801,512
2001
1.440.405,70
6.891.632,339
2002
1.505.216,40
7.107.193,96
2003
1.577.171,30
7.349.199,71
2004
1.656.516,80
7.617.614,411
2005
1.750.815,20
7.945.576,378
2006
1.847.126,70
8.288.173,525
2007
1.964.327,30
8.714.712,259
2008
2.082.456,10
9.134.654,072
2009
2.177.741,70
9.444.950,113
Sumber: Pusat Data dan Informasi Perdagangan dan BPS, 2011
Melalui Tabel di atas terlihat bahwa PDB Indonesia terus meningkat
selama tahun 2000-2009 dengan diimbangi oleh peningkatan pengeluaran yang
menunjukkan bahwa kebutuhan yang harus dicukupi oleh pemerintah juga
semakin besar. PDB terbesar terjadi pada tahun 2009 senilai Rp 2.177.741,70
milyar
seiring
dengan
peningkatan
pengeluaran
hingga
sebesar
Rp
9.444.950,113/kapita.
6.2.2.4 Produksi Jeruk Nasional
Produksi jeruk nasional memiliki nilai koefisen sebesar -1,178011 dan
nilai probabilitas yang besarnya 0,0015. Artinya, kenaikan produksi jeruk nasional
sebesar 1 %, akan menurunkan substitusi impor sebesar 1,178011 % asumsi
cateris paribus. Berdasarkan p-value, variabel ini nyata karena kurang dari taraf
63
nyata 5 %. Kondisi ini sesuai dengan hipotesis awal karena peningkatan produksi
jeruk akan mengurangi jumlah jeruk yang harus diimpor.
Peningkatan produksi jeruk secara terus menerus di tingkat usahatani dapat
menggantikan kebutuhan masyarakat terhadap buah Jeruk Mandarin impor
khususnya yang berasal dari Cina sebagai produsen jeruk yang paling
mendominasi impor. Permintaan masyarakat yang cenderung memiliki tren
positif, harus diimbangi dengan kenaikan produksi jeruk secara signifikan. Oleh
karena itu, selain peningkatan produksi, jeruk lokal juga harus mampu memenuhi
selera konsumen yang lebih menyukai penampilan dan rasa Jeruk Mandarin Cina.
Peningkatan teknologi terutama dari segi kualitas bibit sangat diperlukan dalam
hal ini agar tidak terjadi penurunan produksi jeruk akibat gagal panen yang
disebabkan oleh hama dan penyakit yang pada umumnya dipicu oleh infeksi
CVPD. Jadi, semakin tinggi jumlah jeruk yang diproduksi, maka substitusi impor
akan mengalami penurunan karena dominasi jeruk impor dapat dikurangi dan
daya saing jeruk lokal juga menjadi lebih baik.
6.2.2.5 Harga Jeruk Mandarin Impor
Variabel harga jeruk impor memiliki nilai koefisien sebesar 0,765782 yang
artinya kenaikan harga jeruk impor sebesar 1 % akan menaikkan substitusi impor
yang besarnya 0,765782 % asumsi cateris paribus. Nilai ini tidak sesuai dengan
hipotesis awal. Nilai probabiliti sebesar 0,0004 menunjukkan bahwa variabel ini
signifikan karena p-value kurang dari taraf nyata 5 %. Kenaikan harga jeruk impor
ternyata justru menaikkan substitusi impor karena kesulitan yang dialami oleh
produsen lokal dalam memenuhi permintaan jeruk serta tampilan dan rasa buah
64
jeruk yang kurang cocok dengan selera konsumen, sehingga Jeruk Mandarin
menjadi pilihan utama.
Masyarakat pun cenderung untuk membeli jeruk impor dan meninggalkan
jeruk lokal karena tampilan dan harga yang sesuai walaupun rasa buah jeruk lokal
tidak kalah manis dengan jeruk impor. Hal ini terlihat dari dominasi jeruk impor
di pasar swalayan hingga merambah pasar tradisional. Jeruk lokal mengalami
kekalahan daya saing, sehingga hanya sedikit buah jeruk yang dijual di pasar
karena kurangnya permintaan dan harganya pun cukup mahal. Akibatnya, jumlah
jeruk impor semakin bertambah karena masyarakat telah menyukai jeruk tersebut,
sehingga kenaikan harga jeruk impor tidak terlalu dipermasalahkan.
Produsen dan distributor justru memperoleh keuntungan yang lebih tinggi
karena walaupun harga jeruk naik, harganya tetap lebih murah dibanding jeruk
lokal dan masyarakat tetap menjadikan jeruk impor terutama Jeruk Mandarin Cina
sebagai pilihan utama untuk memenuhi kebutuhan asupan buah masyarakat.
Jumlah substitusi impor yang harus dilakukan oleh petani pun semakin meningkat
karena maraknya serbuan Jeruk Mandarin impor dari Cina khususnya. Hal ini
membuktikan bahwa sistem produksi dan pemasaran Jeruk Mandarin Cina lebih
baik dibanding di Indonesia.
Kesepakatan perdagangan bebas seperti ACFTA antara Indonesia dan
Cina yang menghilangkan bea masuk produk EHP termasuk jeruk, membuat
serbuan jeruk impor dari Cina tidak dapat lagi dihindari. Berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.01/2004 (Lampiran 4) yang mengumumkan
bahwa tarif Jeruk Mandarin yang awalnya sebesar 5 %, harus diturunkan menjadi
0 % pada tahun 2005. Impor jeruk asal Cina pun mendominasi impor jeruk dari
65
negara lainnya karena harga jeruk tetap lebih murah tanpa adanya bea masuk dan
permintaan masyarakat yang tinggi terhadap jeruk jenis ini. Kondisi tersebut
membuat substitusi impor tidak tergantung lagi kepada harga jeruk. Jeruk
Mandarin Cina yang masuk ke Indonesia pun menjadi semakin sulit untuk
dikendalikan. Berikut adalah Grafik hubungan antara total impor Jeruk Mandarin
dan Harga Jeruk mandarin Impor selama tahun 2000-2009.
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, BPS 2000-2009
Gambar 10. Grafik Hubungan Antara Total Impor dan Harga Impor Jeruk
Mandarin di Indonesia Tahun 2000-2009
Berdasarkan Grafik di atas, dapat terlihat bahwa hubungan antara jumlah
dan harga impor cenderung positif. Selama tahun 2000-2003, total impor jeruk
cenderung menurun disertai dengan kenaikan harga jeruk, namun impor jeruk
terus meningkat mulai tahun 2004 akibat adanya perjanjian ACFTA. Pada tahun
2004 sampai 2009, impor jeruk meningkat secara signifikan dari 43.469.826 kg
menjadi 188.956.251 kg, justru ketika harga jeruk naik mencapai Rp 5098,62/kg
dan pada tahun 2009 menyentuh harga Rp 8220,89/kg. Keadaan ini dipicu karena
skema perdagangan ACFTA yang menghapus tarif bea masuk.
66
6.2.2.6 Substitusi Impor Jeruk Tahun Sebelumnya
Variabel substitusi impor jeruk tahun sebelumnya (t-1) berpengaruh nyata
terhadap substitusi impor jeruk pada periode t karena memiliki p-value sebesar
0,0000 yang lebih kecil dibanding taraf nyata (α) 5 %. Pengujian secara ekonomi
dengan nilai koefisien sebesar 0,629408 juga sesuai dengan hipotesis awal
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kenaikan substitusi impor tahun
sebelumnya sebesar 1 %, akan menaikkan substitusi impor sebanyak 0.629408 %,
asumsi cateris paribus. Jumlah substitusi impor jeruk tahun sebelumnya akan
berpengaruh terhadap jumlah substitusi impor yang harus dilakukan saat ini.
Substitusi ini sangat tergantung dengan jumlah impor jeruk karena memiliki
jumlah yang sama.
Peningkatan jumlah impor Jeruk Mandarin terutama yang berasal dari
Cina akibat kebutuhan jeruk dalam negeri yang semakin tinggi pada tahun
sebelumnya, akan menjadi pertimbangan importir dalam menentukan jumlah jeruk
selanjutnya yang akan diimpor. Umumnya, peningkatan kebutuhan jeruk di
masyarakat memiliki tren positif, sehingga apabila tahun sebelumnya naik, maka
tahun berikutnya pun impor jeruk akan dinaikkan. Keadaan ini akan diiringi
dengan peningkatan jumlah substitusi impor yang harus dilakukan oleh produsen
lokal. Kuantitas jeruk lokal harus dinaikkan hingga dapat menggantikan
kebutuhan masyarakat terhadap jeruk impor dan menyelamatkan petani dari
kerugian karena jeruknya kurang diminati. Upaya ini merupakan salah satu cara
yang baik untuk dilakukan agar Indonesia meraih swasembada jeruk dan impor
jeruk dapat dikurangi bahkan dihilangkan dan Indonesia dapat melakukan ekspor.
67
6.2.2.7 Dummy ACFTA
Dummy ACFTA memiliki nilai koefisien sebesar 2,828943 yang artinya,
apabila kesepakatan ACFTA diterapkan, maka akan menaikkan jumlah substitusi
impor jeruk sebesar 2,828943 % asumsi cateris paribus. Variabel ini berpengaruh
signifikan karena memiliki p-value sebesar 0,0000 yang kurang dari taraf nyata 5
%. Kondisi ini sesuai secara ekonomi dan cocok dengan hipotesis awal.
Kesepakatan ACFTA diawali dengan penghilangan tarif impor untuk produk
Early Harvest Package (EHP) yaitu produk yang mengalami proses penanaman
dan pemanenan yang salah satunya adalah komoditas Jeruk Mandarin atau di
Indonesia dikenal dengan nama Jeruk Keprok atau Jeruk Siam.
Jenis jeruk ini sangat diminati oleh masyarakat khususnya untuk Jeruk
yang berasal dari Cina karena tampilannya menarik dan harga lebih murah.
Kesepakatan ini membuat produk Jeruk Mandarin Cina yang selama ini
mendominasi jumlah impor jeruk ke Indonesia semakin membanjir karena tidak
adanya perlindungan tarif. Peniadaan tarif impor membuat Jeruk Mandarin Cina
dengan mudah dapat memengaruhi pangsa pasar jeruk lokal. Akibatnya, substitusi
impor yang harus dilakukan semakin meningkat dan membuat petani jeruk serta
dinas yang terkait kewalahan karena ketidaksiapan mereka dalam menghadapi
ACFTA. Jadi, kesepakatan ACFTA justru membuat petani lokal semakin terpuruk
karena kurangnya persiapan dalam menghadapi hal ini apalagi langsung
dihadapkan dengan eksportir Jeruk Mandarin terbesar yaitu Cina yang telah
memiliki sistem produksi yang baik dan pemasaran yang matang, sehingga jeruk
lokal jelas kalah saing dalam hal ini.
68
Jeruk Mandarin asal Cina merupakan salah satu komoditas utama negeri
tersebut dan penanaman dilakukan dengan skala besar dengan teknologi bibit
yang jauh lebih berkembang dibanding jeruk lokal di Indonesia. Oleh karena itu,
produsen lokal harus berusaha keras guna meningkatkan daya saing agar tidak
semakin terpuruk di tengah gempuran jeruk asal Cina. Indonesia memiliki potensi
besar guna melakukan substitusi impor jeruk ini karena memiliki banyak aksesi
jeruk dan lahan terlantar yang tidak termanfaatkan.
6.3
Perbandingan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Sebelum dan Sesudah
ACFTA
Kesepakatan ACFTA yang menghapus hambatan tarif untuk produk-
produk EHP termasuk Jeruk Mandarin yang diperdagangkan antara Indonesia dan
Cina awalnya bertujuan untuk meningkatkan ekspor kedua negara dan
menguatkan kinerja perdagangan bilateral. Akan tetapi, ketidaksiapan Indonesia
dalam menyaingi Cina yang tengah menuai keberhasilan di bidang perekonomian
dan memiliki perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat surplus produk
perkebunan Indonesia untuk komoditas seperti karet, minyak sawit, coklat, dan
lain sebagainya. tetap kalah tinggi dengan impor yang berasal dari Cina seperti
produk industri dan hortikultura.
Total jumlah impor Jeruk Mandarin semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsumsi di dalam negeri
tanpa diiringi dengan peningkatan produksi yang justru terus menurun karena
lemahnya sistem produksi dan pemasaran. Akibatnya, impor jeruk harus ditambah
dan Jeruk impor asal Cina pun membanjir karena didukung oleh kesepakatan
ACFTA yang menerapkan tarif impor 0 % untuk produk Cina. Peniadaan tarif
impor membuat Jeruk Mandarin Cina dengan mudah dapat memengaruhi pangsa
69
pasar jeruk lokal. Substitusi impor yang harus dilakukan pun semakin meningkat
dan membuat petani jeruk serta dinas yang terkait kewalahan karena
ketidaksiapan mereka dalam menghadapi ACFTA. Berikut adalah Tabel jumlah
impor Jeruk Mandarin saat pra dan pasca EHP selama tahun 2000-2009.
Tabel 8. Total Impor dan Jumlah Impor Jeruk Mandarin Cina di Indonesia saat
Pra dan Pasca EHP Selama Tahun 2000-2009.
Tahun
Total Jeruk Impor
Laju
(Kg)
Pertumbuhan
Jeruk Mandarin (Kg)
Laju
Pertumbuhan
2000
59.729.824
33.626.461
2001
62.773.133
Pra-EHP
22.108.115
Pra-EHP
2002
54.881.400
-7.64 %
24.458.458
-9,46 %
2003
32.901.776
19.136.391
2004
43.469.826
22.598.743
2005
53.658.734
Pasca-EHP
38.587.270
Pasca-EHP
2006
68.535.374
36,99 %
48.704.851
46,86 %
2007
89.125.467
73.962.494
2008
109.598.159
97.407.786
2009
188.956.251
179.502.061
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009, diolah
Selama masa pra EHP, total impor Jeruk Mandarin cenderung menurun
hingga tahun 2004 hanya sebesar 43.469.826 kg dengan tren -7,46 %, begitu pula
dengan impor jeruk asal Cina menurun sampai 22.598.743 kg dengan tren -9,46
%. Jumlah impor jeruk terbesar terjadi pada tahun 2001 untuk total serta tahun
2000 untuk jeruk Cina dan cenderung terus menurun di tahun-tahun berikutnya
karena produksi jeruk yang terus meningkat. Akan tetapi, hal ini tidak
berlangsung lama karena adanya EHP sehingga setelah tahun 2004, jumlah impor
terus mengalami kenaikan hingga tahun 2009 mencapai 188.956.251 kg untuk
total dengan tren 36,99 % dan 179.502.061 kg dengan tren 46,86 % bagi jeruk
Cina yang menandakan bahwa ACFTA menjadi jalan untuk ekspansi intensif
70
Jeruk Mandarin asal Cina. Substitusi impor jeruk pun semakin tinggi karena
berbanding lurus dengan jumlah impor Jeruk Mandarin yang dilakukan.
Jeruk Mandarin merupakan salah satu komoditas ekspor utama Cina. Cina
dapat melakukan produksi dengan skala besar dan teknologi bibit yang sudah
sangat baik, sehingga dapat menghasilkan buah jeruk dengan tampilan menarik
namun harga tetap murah. Hal ini membuat bukan hanya produsen lokal yang
merugi, tetapi juga eksportir jeruk lainnya, seperti Pakistan dengan Jeruk Kino
dan Amerika Serikat dengan Jeruk Sunkist karena banyak konsumen yang beralih
ke Jeruk Mandarin Cina yang lebih murah walaupun rasa tidak lebih baik.
Kondisi tersebut semakin didukung oleh kesepakatan ACFTA yang
menghapus tarif impor untuk Jeruk Mandarin dari Cina, sehingga impor jeruk
semakin membanjir. Akibatnya, importir Indonesia pun cenderung memilih jeruk
dari Cina karena tanpa tarif impor, harganya pasti lebih murah dibanding jeruk
dari negara lain apalagi jeruk lokal. Impor Jeruk Mandarin Cina pun semakin
mendominasi persentase impor dibanding negara lainnya terutama sejak
pemberlakuan EHP akibat ACFTA.
Keadaan
ini
menunjukkan
bahwa
kesepakatan
ACFTA
sangat
menguntungkan bagi Cina karena dapat menurunkan permintaan impor jeruk dari
negara lainnya. Ekspansi besar-besaran dapat dilakukan tambah hambatan,
sehingga semakin mempersulit petani lokal dalam menyubstitusi Jeruk Mandarin
impor. Berikut adalah Diagram persentase Jeruk Mandarin dalam Total Jumlah
Jeruk Impor dari berbagai negara selama pra dan pasca EHP.
71
Sumber:BPS 2000-2004, diolah
Gambar 11. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia
Pra-EHP Tahun 2000-2004
Sumber: BPS 2005-2009, diolah
Gambar 12. Persentase Impor Jeruk 5 Negara Pengimpor Terbesar di Indonesia
Pasca–EHP Tahun 2005-2009
Berdasarkan diagram di atas dapat dilihat bahwapersentase impor Jeruk
Mandarin Cina semakin meningkat sejak disepakatinya ACFTA untuk produk
EHP. Sejak sebelum tahun 2004, dominasi jeruk asal Cina sudah mendominasi
total Jeruk Mandarin. Persentase jeruk Cina sebesar 47,24 % dan masih dapat
disaingi oleh jeruk asal Pakistan dengan pangsa 33,76 % saat pra-EHP. Akan
tetapi, pangsa Jeruk Mandarin meningkat begitu besar dan mengalahkan impor
jeruk setelah pemberlakuan EHP yaitu mencapai 83,27 %. Hal ini menunjukkan
72
bahwa kesepakatan ACFTA semakin membuat jeruk impor Cina membanjir dan
memberatkan upaya substitusi impor. Indonesia sebagai negara subur dan
memiliki potensi tinggi dalam produksi hortikultura seharusnya tidak perlu
mengimpor jeruk sebesar ini serta bergantung sepenuhnya pada Cina.
Laju pertumbuhan nilai dan jumlah impor Jeruk Mandarin Cina ke
Indonesia juga cenderung memiliki tren positif dari tahun ke tahun. Pada tahun
2001, 2003, dan 2004 jumlah dan nilai impor jeruk mengalami penurunan karena
masyarakat Indonesia masih memilih jeruk lokal daripada jeruk impor. Akan
tetapi, sejak diterapkannya ACFTA dengan tarif 0 % di tahun 2005, laju
pertumbuhan nilai dan jumlah impor jeruk terus mengalami tren positif akibat
perubahan preferensi masyarakat yang lebih memilih jeruk impor. Keadaan ini
menunjukkan produktivitas jeruk lokal yang semakin berkurang serta minimnya
usaha untuk melakukan substitusi impor secara intensif. Indonesia cenderung
lebih suka bergantung kepada jeruk Cina yang lebih murah. Berikut adalah Grafik
laju pertumbuhan volume dan nilai Jeruk Mandarin Cina selama tahun 2001-2009.
Sumber: BPS 2000-2009, diolah
Gambar 13. Laju Pertumbuhan Jumlah dan Nilai Impor Jeruk Mandarin di
Indonesia Tahun 2001-2009
73
Laju pertumbuhan nilai impor mengalami tingkat kenaikan yang lebih tinggi
dibanding jumlah impor terutama di tahun 2006 yaitu sebesar 111,57 % atau lebih
dari dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya dengan peningkatan jumlah impor
sebesar 26,22 %. Hal ini menunjukkan bahwa ekspor Jeruk Mandarin sangat
menguntungkan bagi Cina karena bernilai sangat besar walaupun akibat adanya
penghapusan tarif impor, harga jeruk yang diekspor lebih murah dibanding di
negara asalnya.
Berdasarkan perbandingan nilai dan jumlah jeruk pada saat pra EHP dan
pasca EHP, terjadi pula peningkatan volume impor yang cukup signifikan. Saat
pra EHP persentase laju pertumbuhan justru mengalami penurunan sebesar 9,46 %
untuk berat dan 5,6 % untuk nilai, sedangkan pasca EHP terjadi pelonjakan yang
sangat tinggi hingga mencapai 46,86 % untuk berat dan 74,86 % untuk nilai
impor.
Kinerja perdagangan bilateral melalui` pelaksanaan kesepakatan EHP
Indonesia-Cina juga dapat dilihat berdasarkan indeks Grubel-Llyod. Nilai indeks
menunjukkan apakah perdagangan hanya terjadi dari Cina ke Indonesia saja atau
sebaliknya, dan bisa juga perdagangan tersebut terjadi secara dua arah yang
menunjukkan
bahwa
kesepakatan
ACFTA
telah
meningkatkan
kinerja
perdagangan kedua negara. Hasil dari perhitungan indeks adalah sebagai berikut.
74
Tabel 9. Perkembangan Indeks Grubel-Llyod Komoditas Jeruk Mandarin di
Indonesia Tahun 2000-2009
Kode
HS
(Berdasarkan
Buku Tarif
Bea Masuk
Indonesia)
0805200000
Tahun
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
(0,00)
*Angka di bagian atas adalah IGL dari volume dan di dalam kurung adalah IGL
dari nilai produk.
Sumber: BPS 2011, diolah
Hasil yang diperoleh dari Indeks Grubel Llyod (IGL) di atas adalah selama tahun
2000-2009 adalah sebesar 0,00. Arti dari nilai ini adalah perdagangan Jeruk
Mandarin hanya terjadi satu arah, dari Cina ke Indonesia. Hal ini menunjukkan
bahwa kesepakatan ACFTA sangat menguntungkan bagi produsen jeruk Cina.
Indonesia yang sejak awal telah melakukan ekspor. Penghapusan bea masuk akan
memacu Cina untuk melakukan ekspor ke Indonesia secara lebih intensif,
sehingga ACFTA justru akan semakin membuat produksi jeruk Indonesia sulit
bangkit karena gempuran yang tidak habis-habisnya dari jeruk impor Cina.
6.4
Implementasi Kebijakan Guna Meningkatkan Substitusi Impor Jeruk
Mandarin
Potensi sumberdaya alam seperti air dan banyaknya lahan terlantar yang
dimiliki Indonesia serta keanekaragaman varietas jeruk yang bisa dikembangkan
merupakan peluang bagi Indonesia untuk menjadi tuan rumah komoditas jeruk di
negeri sendiri dan menyingkirkan jeruk impor Cina. Peningkatan produksi jeruk
mutlak diperlukan untuk melakukan substitusi impor sejumlah sama dengan impor
jeruk. Apabila hal ini berhasil dilakukan, peningkatan volume ekspor juga tidak
75
mustahil untuk dilakukan jika pihak-pihak yang terkait secara bersama-sama
membenahi kekurangan dari sistem produksi dan pemasaran jeruk lokal saat ini.
Upaya pemenuhan substitusi impor perlu memperhatikan faktor-faktor
yang memengaruhi berdasarkan penelitian. Faktor-faktor yang memengaruhi
tersebut adalah harga konsumen jeruk pedesaan, PDB, produksi jeruk nasional,
substitusi impor tahun sebelumnya, dan dummy ACFTA. Agar substitusi impor
menurun, maka pemerintah harus menurunkan pula harga rata-rata jeruk lokal
(Harga Pokok Produksi) dengan memperhatikan nilai tukar rupiah terhadap dollar
dan harga jeruk impor agar tidak kalah bersaing dengan jeruk melalui minimisasi
biaya distribusi dan produksi. PDB juga perlu mendapat perhatian karena
peningkatan PDB seharusnya dapat menjadi peluang bagi pemerintah untuk
meningkatkan produksi jeruk dengan membenahi kualitas input produksi dan
meningkatkan kinerja pengolahan pasca panen melalui dukungan dana dan
subsidi.
Faktor lainnya yaitu produksi jeruk juga perlu terus ditingkatkan dengan
perbaikan kinerja sistem produksi di tingkat usahatani agar mengurangi
ketergantungan terhadap impor. Substitusi impor tahun sebelumnya juga perlu
mendapat perhatian karena impor saat ini akan menjadi bahan pertimbangan
impor tahun sebelumnya, sehingga apabila substitusi impor tahun ini menurun
maka kemungkinan besar tahun berikutnya bisa mengikuti. Peningkatan produksi
jeruk dengan perbaikan berbagai subsistem yang memengaruhi dapat mengurangi
ketergantungan akan jeruk impor secara perlahan-lahan, sehingga tren impor akan
menurun. Kesepakatan ACFTA juga sangat penting untuk diperhatikan karena
jumlah impor Jeruk Mandarin saat ini menjadi tidak terkontrol, dan berakibat pula
76
pada kenaikan substitusi impor yang harus dilakukan. Pelaksanaan perdagangan
bebas perlu mempertimbangkan kesiapan petani dengan memenuhi kebutuhan
sistem produksi jeruk mereka.
Langkah pertama guna melakukan substitusi impor adalah perbaikan
kinerja sistem agribisnis untuk meningkatkan produksi jeruk agar dapat
mencukupi kebutuhan konsumsi secara mandiri. Efisiensi sistem produksi pada
subsistem perusahaan usahatani dilakukan dengan cara peningkatan keterampilan
petani, khususnya dalam menggunakan teknologi produksi baru, sosialisasi mutu
standarisasi produk agar jeruk yang dihasilkan memenuhi keamanan pangan, dan
mengoptimalkan penggunaan lahan baik yang telah ditanami jeruk maupun lahan
terlantar. Upaya ini memerlukan dukungan dari subsistem hulu (input), subsistem
hilir (penanganan pasca panen), dan subsistem penunjang (pemerintah) agar
terjadi peningkatan produksi jeruk. Langkah awal yang harus dilakukan yaitu
penyediaan input produksi seperti bibit, pupuk, pembasmi hama, dan lain
sebagainya. yang lebih baik di subsistem hulu, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas.
Penyediaan bibit jeruk dengan hasil yang sesuai preferensi dan selera
konsumen saat ini agar meningkatkan daya saing. Berdasarkan data jumlah dan
nilai impor tahun 2000-2009, impor Jeruk Mandarin asal Cina semakin
meningkat, akibat tingginya permintaan terhadap jeruk berpenampilan menarik
dengan harga murah. Konsumen lebih menyukai kulit buah jeruk kuning oranye
dengan tekstur mulus dan manis serta berbiji sedikit.
Beberapa jenis jeruk keprok yang telah memenuhi syarat tersebut antara
lain: Keprok Batu 55, Keprok Soe, Keprok Berasitepu, Keprok Borneo Prima, dan
77
Keprok Freemont. Keprok Soe dari NTT justru memiliki rasa dan tampilan yang
lebih menarik ketimbang jeruk impor dengan rasa manis dan segar. Pemulia
tanaman jeruk di Balai Tanaman Jeruk dan Subtropika (Balijestro) dan peneliti
lainnya harus secara bersama-sama mengembangkan intensifikasi pertanian
dengan riset dan teknologi bibit jeruk berkualitas dengan harga terjangkau guna
memenuhi preferensi konsumen tersebut, membuat bibit yang tahan lama
terutama CVPD, dan menghasilkan varietas jeruk yang seedless dengan rekayasa
genetic dengan diiringi perbaikan secara teknis. Produksi jeruk pun meningkat
dengan daya saing tinggi dan dapat menyubstitusi impor dengan baik karena
sesuai dengan permintaan konsumen.
Langkah kedua yaitu pembenahan subsistem hilir berupa pengolahan
pasca panen dan penyaluran jeruk ke pasar sesuai dengan permintaan konsumen.
Kemasan jeruk lokal yang lebih menarik serta pemangkasan biaya ekonomi tinggi
terutama untuk biaya produksi dan distribusi perlu dilakukan agar Harga Pokok
Produksi (HPP) atau harga jeruk rata-rata menjadi lebih murah, sehingga pasar
untuk jeruk lokal tersedia seiring dengan peningkatan produksi karena mampu
bersaing dengan jeruk asal Cina. Masalah ini terlihat dari perbandingan antara
harga jeruk impor yang lebih murah dibanding harga jeruk di pasaran, akibat
tingginya biaya tersebut khususnya biaya distribusi yang sarat dengan pungutan
liar. Biaya produksi dapat diturunkan dengan subsidi pupuk dan pemerataan
penyebaran bibit jeruk kualitas bagus, namun berharga murah untuk menghindari
gagal panen dan biaya distribusi juga harus dipangkas karena produsen selama ini
memperoleh keuntungan rendah akibat pungutan liar (Hanif 2010).
78
Pemangkasan dapat dilakukan melalui sistem pemasaran yang lebih baik
dengan pengawasan oleh aparat yang lebih ketat di semua lokasi pemberhentian
dan aturan yang jelas dalam suatu kelembagaan khusus, sehingga pungutan liar
yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dapat dihentikan. Misalnya saja Jeruk
Berastagi dari Medan untuk sampai ke Jakarta mengalami 7 kali pungutan liar dan
resmi. Akibatnya, mengimpor jeruk dari Cina justru menjadi lebih murah. Jadi,
dengan minimisasi biaya ini, substitusi impor jeruk dapat semakin diturunkan
karena harga jeruk lokal menjadi murah dan lebih diminati masyarakat.
Langkah ketiga adalah perbaikan kinerja pemerintah sebagai subsistem
penunjang melalui penetapan kebijakan yang lebih memihak pada produsen jeruk.
Peranan pemerintah dan pihak-pihak terkait dibutuhkan melalui insentif harga
bagi petani yang produksi jeruknya meningkat, penyuluhan teknologi baru yang
lebih efektif kepada petani, dan penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI)
untuk jeruk impor sebagai bentuk proteksi non tarif bagi petani dengan syarat
bebas hama dan residu pestisida, serta zat berbahaya lainnya. Kesiapan petani
dalam menghadapi ACFTA sangat penting untuk ditingkatkan agar dapat lebih
baik dalam melakukan substitusi impor akibat tren impor Jeruk asal Cina yang
terus meningkat.
Hal ini terlihat dari data perbandingan pangsa impor jeruk Cina sebelum
dan setelah EHP meningkat pesat, bahkan mengalahkan Jeruk Mandarin dari
negara-negara lainnya. Kebijakan yang berpihak untuk pengembangan produksi
jeruk nasional dari pemerintah pusat hingga daerah serta keberpihakan konsumen
terhadap jeruk dalam negeri harus diintensifkan. Peran pemerintah mencakup
sosialisasi perdagangan bebas kepada petani, pembangunan sarana dan prasarana
79
produksi, pengolahan pasca panen, industri pengolahan, kampanye konsumsi buah
jeruk lokal, pemberdayaan diplomasi dan negosiasi dalam Economic Partnership
Agreement (EPA), serta penyediaan benih berlabel dengan kualitas baik. RUU
Hortikultura yang dirumuskan pemerintah pada tahun 2010 juga harus segera
diterapkan agar petani terlindungi dari produk asing.
Langkah berikutnya yaitu pengawalan pengembangan riset dan teknologi
secara intensif. Pemerintah daerah dan masyarakat harus lebih selektif dalam
memilih varietas jeruk yang beragam agar menghasilkan produk jeruk unggulan
yang berdaya saing tinggi. Pengawalan teknologi dibutuhkan karena melihat dari
data produksi jeruk tahun 2000-2009, penurunan produksi terjadi pada dua tahun
terakhir yang menunjukkan bahwa teknologi yang digunakan kurang efektif
terutama dari segi varietas bibit yang dipilih.
Program keprokisasi dengan bibit unggul tahan CVPD dapat menjadi salah
satu upaya dengan cara menambah luasan penanaman dan pemerataan bibit Jeruk
Keprok ini di berbagai daerah dengan ekstensifikasi melalui pemanfaatan lahan
terlantar ataupun intensifikasi berupa mengganti komoditas jeruk yang kurang
produktif. Kawalan teknologi dibutuhkan agar tanaman jeruk dapat tumbuh
optimal, berumur panjang, dan terhindar dari serangan CVPD yang merupakan
penyakit yang menjadi momok bagi petani jeruk. Apabila langkah-lagkah ini
berhasil dilakukan secara berkesinambungan, maka kinerja sistem agribisnis akan
menjadi lebih baik yang terlihat dari peningkatan produksi jeruk di tingkat on
farm dengan didukung oleh berbagai subsistem secara simultan dengan efektif dan
efisien.
80
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang memengaruhi substitusi impor jeruk Indonesia periode
Januari 2000 hingga Desember 2009 yang berpengaruh nyata yaitu nilai
tukar rupiah terhadap dollar, harga konsumen jeruk di pedesaan, PDB,
produksi jeruk nasional, harga jeruk impor, substitusi impor tahun
sebelumnya, dan dummy ACFTA.
2. Perbandingan substitusi antara periode pra dan pasca EHP menjadi sangat
tergantung dengan volume impor. Jumlah impor sebelum ACFTA saat
tarif impor belum 0 % selama tahun 2000-2004, meningkat dengan pesat
setelah diberlakukannya EHP tahun 2005. Pangsa impor Cina pun
mengungguli negara pengimpor lainnya selama periode pasca EHP.
3. Implementasi kebijakan dalam meningkatkan produksi jeruk dalam rangka
substitusi impor dilakukan dengan perbaikan kinerja sistem agribisnis
melalui pembenahan di subsistem hulu yaitu input produksi, subsistem
hilir berupa pengolahan pasca panen dan pemasaran, serta subsistem
penunjang berupa dukungan pemerintah agar saling mendukung satu sama
lain dan secara simultan memengaruhi sistem produksi jeruk di tingkat
usahatani, sehingga dapat terus meningkat.
7.2
Saran
1. Kebijakan yang dapat diambil oleh pengambil keputusan guna memenuhi
substitusi impor adalah penurunan Harga Pokok Produksi (HPP),
membenahi kualitas input produksi dan meningkatkan kinerja pengolahan
pasca panen melalui dukungan dana dan subsidi, dan perbaikan kinerja
81
sistem produksi di tingkat usahatani. Laju pertumbuhan dan pangsa impor
juga perlu dijadikan sebagai acuan untuk mempersiapkan petani jeruk
dalam melakukan upaya substitusi impor agar menutupi volume impor,
sehingga kebutuhan jeruk dalam negeri dapat dipenuhi secara mandiri.
2. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dimana objek yang
diteliti lebih banyak dengan data yang lebih spesifik dan memasukkan
variabel lain yang bisa menjelaskan keragaman dalam model secara lebih
baik.
82
DAFTAR PUSTAKA
Adhani, R. 2010. Analisis: Bagaimana Kita Harus Menghadapi ACFTA?.
http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=1266&t
ype=4. Diakses: 30 Mei 2010.
Amri,
A. B. 2009. Impor Jeruk Mandarin Terus Meningkat.
http://industri.kontan.co.id/v2/read/industri/18924/Impor-Jeruk-MandarinTerus-Meningkat. Diakses: 6 Februari 2010.
Anindita, R. dan M. Reed. 2008. Bisnis dan Perdagangan Internasional. Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Survey Pertanian Produksi Tanaman Sayuran
dan Buah-buahan. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia.
BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2000-2009. Statistik Harga Konsumen Pedesaan di
Indonesia. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Impor Non-Migas Menurut Negara
Asal. http://www.depdag.go.id/index.php?option=statistik&task=detil&it
emid=06010210. Diakses: 21 Mei 2010.
Badan Pusat Statistik. 2010. Neraca Perdagangan Indonesia dengan Republik
Rakyat Cina 2005-2010. http://www.depdag.go.id/index.php?option=stati
stik&task=table&itemid=06010202. Diakses: 21 Mei 2010.
Dewitari, M., R. Sai’o, D. A. Ramadhani., Erika, and T. Andriyanto. ASEANCina Free Trade Area (ACFTA) Agreement As An International Regime:
The Impact Analysis on ASEAN [paper]. Jakarta: Faculty of Political and
Social Science, University of Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Hortikultura. 2008. Angka Kabupaten Tanaman Buahbuahan. Ditjen Bina Hortikultura, Jakarta.
Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional. 2005. Implementasi
Penurunan Tarif Bea Masuk dalam Perjanjian Perdagangan Bebas
ASEAN-Cina. http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/4/
Implikasi_ACFTA20050808105154.doc. Diakses: 31 Mei 2010.
Echwan. 2009. Indonesia vs Cina : Studi Komparatif Bisnis Ekonomi dalam
ACFTA 2010. http://nusantaranews.wordpress.com/2009/12/30/indonesiavs-Cina-studi-komparatif-bisnis-ekonomi-ACFTA/. Diakses: 20 Mei 2010.
83
Prasetya, E. 2010. Industri Substitusi Impor. http://exiaprasetya.wordpress.com/20
10/06/04/industri-substitusi-impor/. Diakses: 15 Februari 2011.
Foreign Trade Online Corp. 2009. Harmonized System Codes (HS Code). http://
www.foreign-trade.com/reference/hscode.cfm?cat=9. Diakses: 1 Juni
2010.
Hady, H. 2004. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional). Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hanif, Z. 2010. Jeruk Indonesia Mampu Bersaing. http://zainurihanif.com/2010/1
2/22/jeruk-indonesia-mampu-bersaing/. Diakses: 1 April 2011.
Harjakusumah, Y. Z. 2010. Industri Baja dan Besi Indonesia dalam Perdagangan
Internasional: Potensi dan Tantangan dalam Implementasi ASEAN Cina
Free Trade Agreement (ACFTA)[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hartman, D., I. Sheldon., and L. Tweeten. 1999. Location of vertically Linked
Industries Under Free Trade: Case Studies of Orange Juice and Tomato
Paste in The Western Hemisphere [paper]. Ohio: Department of
Agricultural, Environmental, and Development Economics, Ohio State
Unversity.
Hutabarat B., et al. 2006. Posisi Indonesia dalam Perundingan Perdagangan
Internasional di Bidang Pertanian (Analisis Skenario Modalitas). Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Hutabarat B., et al. 2007. Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas IndonesiaCina dan Kerja sama AFTA Serta Dampaknya Terhadap Perdagangan
Komoditas Pertanian Indonesia [Laporan Akhir]. Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian, Bogor.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
Mukhlishina. I, R. Diyanah, dan M.L. Puspita. 2010. Analisis ACFTA (ASEAN
Cina Free Trade Agreement) dan Dampaknya bagi Perekonomian
Indonesia [makalah]. Malang: Universitas Negeri Malang.
Permadi, A. E. 2007. Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Impor Jeruk di Indonesia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pracaya. 2002. Jeruk Manis Varietas, Budidaya, dan Pascapanen. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Pusat Data dan Informasi Perdagangan. 2010. Indikator Perekonomian Indonesia.
Kementerian Perdagangan, Jakarta.
84
Redaksi Agromedia. 2009. Budi Daya Tanaman Buah Unggul Indonesia.
Agromedia, Jakarta.
Sinar Tani. 2008. Mampukah Jeruk Keprok Menggeser Jeruk Impor?.
http://www.sinartani.com/agriwacana/mampukah-jeruk-keprokmenggeserjeruk-impor-1278904985.htm. Diakses: 13 April 2011.
Suparta, N. 2002. Penyuluhan Sistem Agribisnis Suatu Pendekatan Holistik. Bali:
Universitas Udayana.
Supriyanto, A. 2010. Bangkit Menantang Buah Jeruk Impor. http://kalbar.litbang.
deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=104:je
rukimpor&catid=13:info-aktual&Itemid=93. Diakses: 6 Februari 2011.
Supriyanto, E. 2006. Interpolasi Cubic Spline. http://www.infometrik.com/teori/ko
mputasi/cubic_spline.pdf. Diakses: 13 April 2011.
Syachroni, T. 2010. Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri
Manufaktur: Peluang dan Tantangan di Era ACFTA (ASEAN Cina Free
Trade Agreement). http:// fit.uii.ac.id/media/ACFTA_pismagroup.pdf.
Diakses: 21 Mei 2010.
Tim Penulis PS. 2003. Peluang Usaha dan Pembudidayaan Jeruk Siam. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistika. Edisi 3. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Wikipedia. 2011. Produk Domestik Bruto. http://id.wikipedia.org/wiki/Produk_do
mestik_bruto. Diakses: 11 April 2011.
85
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uraian Kelompok Produk Kode HS 4 Digit yang Mendominasi
Ekspor dan Impor Indonesia dan Cina (1996-2003)
No.
Kode HS
4 Digit
Uraian Produk
1
03.03
Ikan beku, tidak termasuk potongan ikan tanpa tulang
2
03.06
Krustasea, berkulit maupun tidak, hidup, segar, dingin,
beku, kering, asin, atau dalam air garam
3
05.02
Bulu atau bulu kasar dari babi, babi ternak dan babi hutan;
bulu berang-berang dan bulu binatang lainnya yang dapat
dibawa sikat
4
07.03
Bawang, bawang merah, bawang putih, bawang
bakung/perai, dan sayuran sejenis lainnya segar atau dingin
5
08.03
Pisang, termasuk plantain, segar atau kering
6
08.05
Buah jeruk, segar atau kering
7
08.08
Apel, pir, dan quince, segar
8
10.01
Gandum dan mesin
9
10.04
Oat
10
10.05
Jagung
11
10.06
Beras
12
11.01
Tepung gandum, atau tepung meslin
13
12.01
Kacang kedelai, pecah maupun tidak
14
12.02
Kacang tanah, tidak digongseng atau dimasak secara lain,
dikuliti, atau pecah maupun tidak
15
15.07
Minyak kacang kedelai dan fraksinya, dimurnikan maupun
tidak, tetapi tidak di modifikasi secara kimia
16
15.11
Minyak kelapa sawit dan fraksinya, dimurnikan maupun
tidak, tetapi tidak di modifikasi secara kimia
17
15.13
Minyak kelapa (kopra), kernel kelapa sawit atau babassu
dan fraksinya, dimurnikan maupun tidak, tetapi tidak di
modifikasi secara kimia
18
15.20
Gliserol, kasar; air gliserol dan larutan alkali gliserol
19
17.01
Gula tebu atau gula bit dan sukrosa murni kimiawi, dalam
bentuk padat
87
20
17.02
Gula lainnya, termasuk laktosa, maltose, glukosa, dan
fruktosa murni kimiawi, dalam bentuk padat
21
18.01
Biji kakao, utuh atau pecah, mentah atau digongseng
22
24.01
Tembakau belum dipabrikasi; sisa tembakau
23
25.10
Kalsium fosfat alam, aluminium kalsium fosfat alam dan
kapur fosfat
24
25.26
Steatit alam, talc
25
29.02
Hidrokarbon siklik
26
29.05
Alkohol asiklik dan turunan halogenasi, sulfonasi, nitrasi,
atau nitrosasinya
27
29.09
Eter, eter-alkohol, eter-fenol, eter-alkohol-fenol, alcohol
peroksida, eter peroksida, keton peroksida
28
29.15
Asam monokarboksilat asiklik jenuh dan anhidrida, halida,
peroksida, dan asam peroksinya; turunan halogenasi,
sulfonasi, nitrasi, atau nitrosasinya
29
29.17
Asam polikarbonat, anhidrida, halida, peroksida, turunan
halogenasi, sulfonasi, nitrasi, atau nitrosasinya
30
29.21
Senyawa berfungsi amina
31
29.31
Senyawa organo-anorganik lainnya
32
29.33
Senyawa heterosiklik hanya dengan hetero atom nitrogen
33
29.35
Sulfonamida
34
29.41
Antibiotik
35
31.02
Pupuk mineral atau pupuk kimia, mengandung nitrogen
36
31.03
Pupuk mineral atau kimia, mengandung fosfat
37
31.04
Pupuk mineral atau kimia, mengandung kalium
38
31.05
Pupuk mineral atau kimia, mengandung dua atau tiga unsur
penyubur nitrogen, fosfor dan kalium; pupuk lainnya
39
32.04
Bahan pewarna organik sintetis
40
40.01
Karet alam, balata, getah perca, gyayule, chicle, dan getah
alam semacam itu, dalam bentuk asal atau pelat, lembaran
atau strip
41
40.02
Karet sintetik dan factice diperoleh dari minyak, dalam
bentuk asal atau pelat, lembaran atau strip
88
42
40.11
Ban bertekanan, baru, dari karet
43
40.12
Ban bertekanan, bekas atau ditelapaki lagi, dari karet; ban
padat atau bantalan, telapak ban, dan penutup ban dari karet
44
41.04
Jangat atau kulit dari hewan jenis lembu (termasuk kerbau)
atau hewan jenis kuda yang disamak atau crust, tanpa bulu,
dibelah maupun tidak, tetapi tidak diolah lebih lanjut
45
41.06
Jangat atau kulit dari hewan lainnya disamak atau crust,
tanpa wol atau bulu, dibelah maupun tidak, tetapi tidak
diolah lebih lanjut
46
44.07
Kayu digergaji atau dibelah memanjang diiris atau dikuliti,
diketam, diampelas, atau end-jointed maupun tidak, dengan
ketebalan melebihi 6 mm
47
44.09
Kayu dibentuk tidak terputus, sepanjang tepi, ujung atau
permukaanya, diketam, diampelas, atau end-jointed maupun
tidak
48
44.12
Kayu lapis, panel veneer dan kayu dilaminasi semacam itu
49
44.18
Produk pertukangan dan bahan bangunan rumah dari akyu,
termasuk kayu seluler, rakitan panel lantai papan, atau sirap
dan shake
Sumber: Buku tarif bea masuk Indonesia dalam Budiman et al. 2006
Lampiran 2 Gambar Tampilan Kulit Buah Jeruk Lokal dan Mandarin di Indonesia
Buah Jeruk Lokal
Buah Jeruk Impor
89
Lampiran 3 Sentra Produksi Jeruk Berdasarkan Angka Kabupaten Tanaman
Buah-buahan 2008
Tanaman yang
sedang
menghasilkan
TW.terbesar
(PHN/RMP)
Provinsi
Kabupaten
Komoditas
Total
Produksi
(Kuintal)
N.A.D
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Aceh Barat
Jeruk Siam/Keprok
90.766
56.447
Karo
Jeruk Siam/Keprok
8.937.529
5.347.933
Pasaman Barat
Jeruk Siam/Keprok
56.576
75.463
Riau
Indragiri Hilir
Jeruk Siam/Keprok
79.343
106.762
Jambi
Sumatera
Selatan
Kerinci
Ogan Komering
Ulu
Jeruk Siam/Keprok
127.301
119.396
Jeruk Siam/Keprok
280.737
708.374
Bengkulu
Bengkulu Utara
Jeruk Siam/Keprok
41.703
42.750
Lampung
Ba’ngka
Belitung
Way Kanan
Jeruk Siam/Keprok
130.619
91.664
Bangka Tengah
Jeruk Siam/Keprok
44.211
54.292
Jawa Barat
Garut
Jeruk Siam/Keprok
139.748
143.527
Jawa Tengah
DI
Yogyakarta
Purbalingga
Jeruk Siam/Keprok
170.188
115.458
Kulon Progo
Jeruk Siam/Keprok
10.091
25.670
Jawa Timur
Banten
Bali
N.T.B
Banyuwangi
Pandeglang
Bangli
Lombok Timur
Timor Tengah
Utara
Sambas
Kapuas
Tanah Laut
Berau
Bolaang
Mongondow
Parigi Moutong
Luwu Utara
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
2.350.884
4.455
865.265
23.229
3.027.251
8.625
1.453.613
15.462
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
Jeruk Siam/Keprok
152.952
1.551.262
45.125
281.819
16.551
184.097
2.394.218
18.342
18.996
21.526
5.299
293.199
179.416
5.530
275.496
296.146
42.980
7.083
29.812
112.386
20.355
34.670
7.581
6.250
N.T.T
Kal. Barat
Kal. Tengah
Kal. Selatan
Kal. Timur
Sul. Utara
Jeruk Siam/Keprok
Sul. Tengah
Jeruk Siam/Keprok
Sul. Selatan
Jeruk Siam/Keprok
Sul.
Tenggara
Muna
Jeruk Siam/Keprok
Gorontalo
Pohuwato
Jeruk Siam/Keprok
Maluku
Maluku Tengah
Jeruk Siam/Keprok
Maluku
Utara
Maluku Utara
Jeruk Siam/Keprok
Sumber: Ditjen Bina Hortikultura, 2008
90
Lampiran 4 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tentang Tarif Bea
Masuk dalam Rangka EHP
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 355/KMK.01/2004
TENTANG
PENETAPAN TARIP BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DALAM
RANGKA
EARLY HARVEST PACKAGE (EHP) ASEAN-CINA FREE TRADE AREA (FTA)
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dengan telah diratifikasinya perjanjian kerjasama ekonomi
dalam rangka perdagangan bebas ASEAN-Cina (ASEAN-Cina
Free Trade Area) dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun
2004, dipandang perlu untuk menerapkan tarip bea masuk atas
impor barang dalam rangka Early Harvest Package ASEAN-Cina
Free Trade Area;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang
Penetapan Tarip Bea Masuk atas Barang Impor Dalam Rangka
Early Harvest Package ASEANCina Free Trade Area;
Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
2. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
91
3. Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004 tentang Ratifikasi
Perjanjian ASEAN-China Free Trade Area;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang
Pemberitahuan Pabean, sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
230/KMK.04/2004;
5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang
Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Impor, sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
6. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.01/2003 tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Impor;
7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003 tentang
Penetapan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN
MENTERI
KEUANGAN
TENTANG
PENETAPAN TARIP BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG
DALAM RANGKA EARLY HARVEST PACKAGE (EHP) ASEANCINA FREE TRADE AREA (FTA).
Pasal 1
Menetapkan besarnya tariff bea masuk atas impor barang dari
Negara Republik Rakyat Cina dan Negara ASEAN dalam rangka
Early Harvest Package ASEANCina Free Trade Area sebagaimana
ditetapkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.
Pasal 2
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaksanakan
sebagai berikut:
1. Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik.
2. Tarip Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 hanya
berlaku terhadap impor barang dari Cina yang dilengkapi dengan
Surat Keterangan Asal (Form E) yang telah ditandatangani oleh
pejabat berwenang.
3. Surat Keterangan Asal (Form E) sebagaimana dimaksud dalam
butir 1 tidak diperlukan dalam hal tarif bea masuk dalam rangka
92
Early Harvest Package Asean-Cina Free Trade Area lebih besar
atau sama dengan tarif bea masuk yang berlaku umum.
4. Importir wajib mencantumkan kode fasilitas Preferensi Tarif dan
nomor referensi Form E pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
5. Surat Keterangan Asal (Form E) lembar asli dan lembar ketiga
wajib disampaikan oleh importir kepada Kepala Kantor Pelayanan
Bea dan Cukai di pelabuhan pada saat pengajuan PIB.
Pasal 3
Terhadap impor barang yang pemberitahuan impor barangnya telah
mendapat nomor pendaftaran dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
pelabuhan pemasukan, berlaku Keputusan Menteri Keuangan ini
sesuai masa berlakunya tarif bea masuk sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan Menteri Keuangan ini.
Pasal 4
Direktur Jenderal Bea dan Cukai diinstruksikan untuk
melaksanakan ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini
Pasal 5
Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman
Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 21 Juli 2004
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd,BOEDIONO
Salinan sesuai denagan aslinya;
Kepala Biro Umum
u.b.
Kepala Bagian T.U Departemen
Koemoro Warsito, S.H., M.Kn.
NIP 0600418
93
No.
Urut
Import Duty Under the EHP
Pos Tarif HS
Code
Uraian Barang
08.05
Buah jeruk, segar
atau kering.
Citrus fruit, fresh or
dried.
0805.10.00
-Orange :
-Oranges :
486
0805.10.00.10
--Segar
487
0805.10.00.20
Description
2004
2005
2006
--Fresh
5
0
0
--Kering
--Dried
5
0
0
0805.20.00.00
-Mandarin ( termasuk
tangerin dan satsuma );
clementine, wilking
dan buah jeruk hibrida
semacamnya
-Mandarins (
including tangerines
and satsumas);
clementines, wilkings
and similar citrus
hybrids
5
0
0
0805.40.00
-Grapefruit :
-Grapefruit :
489
0805.40.00.10
--Segar
--Fresh
5
0
0
490
0805.40.00.20
--Kering
--Dried
5
0
0
491
0805.50.00.00
-Lemon (Citrus lemon,
Citrus limonum) dan
limau (Citrus
aurantifolia, Citrus
latifolia)
-Lemons ( Citrus
limon, Citrus
limonum ) and limes
(Citrus aurantifolia,
Citrus latifolia)
5
0
0
492
0805.90.00.00
-Lain-lain
-Other
5
0
0
488
94
Lampiran 5 Tabulasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Substitusi Impor Jeruk Mandarin
Tahun
Bulan
Nilai Tukar Rupiah Terhadap
Dollar (Rp/US $)
2000
Januari
7.425
Februari
7.505
Maret
7.590
April
7.945
Mei
8.620
Juni
8.735
Juli
9.003
Agustus
8.290
September
8.780
Oktober
9.395
November
9.530
Desember
9.595
Januari
9.450
Februari
9.835
Maret
10.400
April
11.675
Mei
11.058
Juni
11.440
Juli
9.525
Agustus
8.865
September
9.675
2001
Harga Riil Konsumen
Jeruk Pedesaan (Rp/Kg)
PDB (Ribu
Rp/kapita)*
2.160,87
2.126,42
2.105,24
2.117,99
2.085,83
2.078,68
2.053,00
2.119,69
2.152,09
2.088,51
2.057,62
2.035,35
2.013,18
1.974,93
2.003,40
1.996,14
1.970,39
1.960,30
1.991,19
2.013,59
2.050,14
972,022
1.401,526
1.680,829
1.773,452
1.736,256
1.664,725
1.665,749
1.697,290
1.728,715
1.729,479
1.714,941
1.700,548
1.701,803
1.711,012
1.720,539
1.724,481
1.727,525
1.736,090
1.750,308
1.763,824
1.763,995
Produksi Jeruk
Nasional (Ribu
Ton/bulan)*
Harga Rill
Jeruk Impor
(Rp/kg)
359,203
3204,503
3247,5
3960,16
4234,329
4176,173
4292,922
4981,506
4598,308
4511,927
4787,836
5077,81
5084,942
4820,675
5054,849
5038,866
5192,25
5120,465
6772,957
4499,856
3837,351
4456,144
240,268
156,728
158,185
205,472
245,052
225,964
176,264
126,580
109,270
109,882
115,692
117,025
121,769
140,859
175,477
215,278
240,161
232,700
204,281
168,965
Dummy ACFTA
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
95
2002
2003
Oktober
10.435
November
10.430
Desember
10.400
Januari
10.320
Februari
10.189
Maret
9.655
April
9.316
Mei
8.785
Juni
8.730
Juli
9.108
Agustus
8.867
September
9.015
Oktober
9.233
November
8.976
Desember
8.940
Januari
8.876
Februari
8.905
Maret
8.908
April
8.675
Mei
8.279
Juni
8.285
Juli
8.505
Agustus
8.535
September
8.389
Oktober
8.495
2.022,54
2.005,05
2.011,06
1.962,93
1.914,87
1.935,24
1.947,28
1.961,63
1.918,40
1.914,45
1.911,10
1.886,92
1.909,09
1.929,63
1.947,66
1.849,33
1.819,95
1.816,95
1.787,78
1.789,74
1.777,98
1.750,17
1.617,26
1.719,37
1.699,43
1.746,019
1.720,137
1.704,435
1.713,372
1.736,095
1.758,127
1.767,643
1.773,207
1.786,038
1.809,012
1.832,348
1.837,927
1.817,095
1.783,647
1760,846
1.768,669
1.793,840
1.819,800
1.831,575
1.838,241
1.850,460
1.871,409
1.892,012
1.895,707
1.874,724
147,876
137,515
141,448
158,655
185,061
212,007
231,950
249,776
271,487
293,649
308,542
299,014
262,392
214,495
185,624
203,100
250,283
307,555
350,993
388,253
422,690
450,526
466,520
458,300
424,873
4882,678
3838,62
4482,384
4457,374
4970,709
4528,474
4128,831
3680,215
3761,063
3820,024
4137,597
5966,435
5033,207
6329,013
5892,293
6078,323
6714,276
6143,861
6185,226
5253,335
5486,343
5441,965
5295,674
5020,349
4410,528
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
96
2004
2005
November
8.537
Desember
8.465
Januari
8.441
Februari
8.447
Maret
8.587
April
8.661
Mei
9.210
Juni
9.415
Juli
9.168
Agustus
9.328
September
9.710
Oktober
9.090
November
9.018
Desember
9.290
Januari
9.165
Februari
9.260
Maret
9.480
April
9.570
Mei
9.495
Juni
9.713
Juli
9.819
Agustus
10.240
September
10.310
Oktober
10.090
November
10.035
1.692,61
1.704,11
4.151,29
4.184,78
4.098,53
4.082,64
3.984,75
3.972,43
3.925,09
3.944,84
3.890,04
3.960,72
3.918,98
3.876,40
3.662,05
3.653,66
3.660,38
3.576,11
3.535,81
3.485,43
3.440,21
3.480,39
3.612,37
3.494,55
3.514,56
1.841,740
1.818,225
1.823,448
1.845,574
1.870,565
1.884,591
1.894,774
1.908,444
1.928,208
1.948,041
1.957,195
1.949,947
1.934,181
1.922,809
1.927,975
1.942,841
1.959,805
1.972,923
1.986,822
2.007,791
2.036,263
2.066,172
2.085,596
2.088,840
2.084,974
378,115
341,279
348,445
393,400
480,755
576,976
660,682
672,346
589,716
461,195
372,459
393,392
473,257
545,524
552,232
530,929
527,736
574,689
641,687
684,550
663,643
603,331
532,527
490,853
469,210
4247,271
4089,201
3922,718
3671,653
3515,769
2923,046
3145,684
4151,85
3781,169
3170,022
3553,941
3945,74
3806,711
3431,079
524,1433
539,0911
459,1544
452,878
517,7145
581,5166
667,3038
666,8878
519,9714
1125,353
1254,738
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
97
2006
2007
Desember
9.830
Januari
9.395
Februari
9.230
Maret
9.075
April
8.775
Mei
9.220
Juni
9.300
Juli
9.070
Agustus
9.100
September
9.235
Oktober
9.110
November
9.165
Desember
9.020
Januari
9.090
Februari
9.160
Maret
9.118
April
8.828
Mei
8.828
Juni
9.054
Juli
9.186
Agustus
9.410
September
9.137
Oktober
9.103
November
9.376
Desember
9.419
3.526,88
3.500,49
3.492,29
3.393,06
3.381,74
3.358,33
3.353,93
3.231,07
3.274,61
3.335,79
3.385,93
3.450,43
3.372,54
3.244,29
3.238,57
3.152,09
3.207,75
3.260,09
3.062,03
3.221,23
2.948,94
3.286,53
3.342,51
3.432,40
3.371,65
2.089,290
2.115,336
2.154,592
2.196,793
2.234,163
2.273,078
2.322,405
2.380,858
2.438,930
2.476,960
2.480,835
2.463,157
2.442,072
2.435,229
2.433,306
2.426,481
2.409,409
2.389,238
2.377,593
2.375,527
2.371,943
2.345,176
2.290,175
2.226,083
2.188,659
469,206
496,485
552,259
641,770
740,737
831,775
867,975
816,708
708,569
588,435
515,826
475,626
467,363
484,324
523,626
576,144
620,534
655,247
666,516
657,448
643,367
656,471
699,967
743,258
726,753
1087,647
4311,912
4270,789
4527,313
3751,154
3847,937
4125,406
4171,876
4547,969
4044,704
4096,352
4872,71
4881,553
4595,191
4661,972
4853,412
4716,739
4403,364
4163,149
3197,393
2989,275
2729,801
3365,272
3651,367
3571,114
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
98
2008
2009
Januari
9.291
Februari
9.230
Maret
9.217
April
9.234
Mei
9.318
Juni
9.225
Juli
9.118
Agustus
9.153
September
9.378
Oktober
10.995
November
12.151
Desember
10.950
Januari
11.355
Februari
11.980
Maret
11.575
April
10.713
Mei
10.340
Juni
10.225
Juli
9.920
Agustus
10.060
September
9.681
Oktober
9.545
November
9.480
4.129,28
4.111,37
4.117,28
4.142,71
4.113,16
6.258,18
6.227,26
6.248,22
6.292,27
6.348,45
6.317,82
6.383,28
6.771,84
6.776,00
6.849,57
6.866,22
6.876,37
7.004,38
6.997,64
7.028,20
7.083,98
7.145,18
7.059,58
7.199.01
Desember
9.400
Sumber: BPS dan Ditjen Bina Hortikultura (*: Metode Interpolasi), 2000-2009
2.205,170
2.253,491
2.303,007
2.324,333
2.333,394
2.347,344
2.378,716
2.416,620
2.445,543
2.448,264
2.431,687
2.401,007
2.369,522
2.338,685
2.318,049
2.318,367
2.335,461
2.366,352
2.398,683
2.429,253
2.445,486
2.436,592
2.409,754
2.373.944
639,738
536,446
519,990
640,337
819,359
925,785
855,132
686,430
525,497
476,348
485,173
496,360
463,018
417,314
400,136
438,191
503,944
555,681
558,473
536,573
521,018
544,887
593,679
654.933
3351,905
3228,055
3166,364
3129,854
3012,019
2836,922
2501,87
2530,26
2451,283
2922,953
3573,957
3158,928
4517,106
4736,714
4448,63
4012,947
3733,085
3685,024
2978,184
3085,878
2889,114
3049,445
3176,232
3172.757
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
99
Lampiran 6 Substitusi Impor Jeruk Mandarin (Ribu kg) 2000-2009
2000
2004
Januari
5662,706
Februari
2001
Januari
15495,795
3754,498
Februari
Maret
3755,287
April
Januari
3389,978
Januari
7649,476
8906,103
Februari
4299,215
Februari
8461,076
Maret
10552,463
Maret
3915,155
Maret
7866,445
4749,349
April
8291,557
April
3686,373
April
1004,034
Mei
3926,552
Mei
3453,893
Mei
4076,190
Mei
1256,081
Juni
1805,878
Juni
1080,987
Juni
4284,822
Juni
721,705
Juli
2913,993
Juli
1860,581
Juli
9319,987
Juli
499,157
Agustus
3395,812
Agustus
1926,209
Agustus
4433,422
Agustus
169,200
September
7288,818
September
1449,830
September
3619,044
September
652,370
Oktober
3730,915
Oktober
2662,165
Oktober
1274,780
Oktober
308,153
November
6894,515
November
2568,904
November
3909,526
November
916,088
Desember
11862,501
Desember
4495,976
Desember
8672,908
Desember
3397,991
Januari
9712,196
Januari
5972,694
Januari
16861,802
Januari
12349,434
Februari
3702,237
Februari
7830,002
Februari
8331,736
Februari
13112,670
Maret
10431,773
Maret
10258,754
Maret
13492,415
Maret
17490,420
April
6944,500
April
10185,160
April
10673,836
April
13696,356
Mei
2038,730
Mei
3149,358
Mei
4015,830
Mei
4803,495
Juni
877,554
Juni
1343,102
Juni
1890,320
Juni
2952,526
Juli
1101,733
Juli
931,957
Juli
1198,238
Juli
2085,639
Agustus
1371,310
Agustus
1120,522
Agustus
1432,055
Agustus
2704,162
September
686,873
September
1307,306
September
1377,515
September
1925,911
Oktober
1654,285
Oktober
2969,215
Oktober
771,178
Oktober
1100,721
November
1988,893
November
2054,233
November
2109,309
November
3455,803
Desember
2959,742
Desember
6536,431
Desember
6381,140
Desember
13448,330
2005
2002
2006
2003
2007
100
2008
Januari
20902,777
Februari
2009
Januari
31859,544
11466,941
Februari
20551,927
Maret
13914,008
Maret
42679,906
April
20359,757
April
25783,323
Mei
11735,932
Mei
15098,816
Juni
1936,824
Juni
2153,641
Juli
1707,069
Juli
1338,103
Agustus
1889,538
Agustus
1786,628
September
2216,569
September
2645,941
Oktober
1370,239
Oktober
2406,197
November
3579,495
November
9974,842
Desember 18519,010
Desember
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, 2000-2009
32677,383
101
Lampiran 7 Hasil Regresi double log Model Substitusi Impor dengan Eviews 6
Dependent Variable: LNSIJ
Method: Least Squares
Date: 06/03/11 Time: 19:30
Sample (adjusted): 2000M02 2009M12
Included observations: 119 after adjustments
Convergence achieved after 10 iterations
White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance
Variable
Coefficient
Std, Error
t-Statistic
Prob,
LNPJL
LNPDB
LNNTR
LNHKJ
LNHJI
DC
C
AR(1)
-1,178011
-7,401002
-3,042880
1,365364
0,765782
2,828943
80,86910
0,629408
0,361157
2,191209
1,294217
0,518093
0,207951
0,576226
19,59042
0,075207
-3,261771
-3,377589
-2,351136
2,635367
3,682518
4,909436
4,127991
8,369061
0,0015
0,0010
0,0205
0,0096
0,0004
0,0000
0,0001
0,0000
R-squared
Adjusted R-squared
S,E, of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0,649503
0,627400
0,646846
46,44350
-112,8709
29,38479
0,000000
Inverted AR Roots
,63
Mean dependent var
S,D, dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter,
Durbin-Watson stat
8,233061
1,059692
2,031444
2,218276
2,107310
1,631267
102
Lampiran 8 Hal Pengujian Ekonometrika
Uji Multikolinearitas
Predictor
Constant
LNNTR
LNHKJ
LNPDB
LNPJL
LNHJI
DC
Coef
38,46
-0,807
1,0604
-4,012
-1,1162
0,5838
2,1197
SE Coef
11,72
1,164
0,2993
1,261
0,2690
0,1840
0,3865
T
3,28
-0,69
3,54
-3,18
-4,15
3,17
5,48
P
0,001
0,489
0,001
0,002
0,000
0,002
0,000
VIF
1,6
2,8
5,8
3,5
1,9
5,8
Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS
1,463114
45,40583
37,78422
Prob, F(35,83)
Prob, Chi-Square(35)
Prob, Chi-Square(35)
0,0809
0,1119
0,3432
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
2,448173
7,577281
Prob, F(3,108)
Prob, Chi-Square(3)
0,0676
0,0556
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 06/03/11 Time: 20:23
Sample: 2000M02 2009M12
Included observations: 119
Presample missing value lagged residuals set to zero,
Variable
Coefficient
Std, Error
t-Statistic
Prob,
LNPJL
LNPDB
LNNTR
LNHKJ
LNHJI
DC
C
AR(1)
RESID(-1)
RESID(-2)
RESID(-3)
0,399059
-1,913003
0,520187
0,040576
0,088587
0,221729
6,208834
-0,267232
0,413896
0,041376
0,056086
0,412572
2,740360
1,448918
0,463081
0,269036
0,675942
23,42969
0,153341
0,163159
0,124453
0,111528
0,967247
-0,698084
0,359018
0,087623
0,329276
0,328029
0,264999
-1,742728
2,536768
0,332458
0,502890
0,3356
0,4866
0,7203
0,9303
0,7426
0,7435
0,7915
0,0842
0,0126
0,7402
0,6161
R-squared
Adjusted R-squared
S,E, of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)
0,063675
-0,023022
0,634547
43,48623
-108,9563
0,734452
0,690602
Mean dependent var
S,D, dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter,
Durbin-Watson stat
1,05E-11
0,627367
2,016072
2,272966
2,120388
2,004837
103
Uji Normalitas
104
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Raisa yang lahir pada tanggal 15 Desember 1989. Penulis
adalah anak pertama dari 3 bersaudara pasangan Teti Setiawati dan Yaudin
Arachman B,E. Jenjang pendidikan penulis dilalui dengan baik, dari mulai Taman
Kanak-kanak, menamatkan sekolah dasar di SDN Pengadilan 2 Bogor pada tahun
2001, menyelesaikan sekolah menengah pertama SMP Negeri 4 Bogor tahun
2004, hingga menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 7 Bogor pada
tahun 2007.
Pada tahun 2007 ini, penulis juga mendapatkan Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI) untuk jurusan Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, sehingga
selepas SMA penulis langsung memasuki jenjang Strata 1 (S1). Selama berkuliah
di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan baik di luar departemen,
seperti menjadi panitia penyambutan mahasiswa baru untuk mahasiswa baru,
maupun di dalam departemen seperti panitia masa perkenalan fakultas dan
departemen, acara-acara himpunan profesi REESA, dan lain sebagainya. Penulis
juga mendapatkan beasiswa selama 4 tahun masa pendidikan dari IPB yang
berasal dari Perhimpunan Orangtua Mahasiswa (POM) dan Pertamina Foundation
hingga lulus.
105
Download