BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

advertisement
BAB IV
UBAHAN HIDROTERMAL
4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal
Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara
mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal dengan
batuan yang dilaluinya pada kondisi kimia-fisika tertentu (Pirajno, 1992). Proses ini bisa
berupa penggantian (replacement), pencucian (leaching), dan pengendapan mineral langsung
(direct deposition) dari larutannya yang mengisi urat atau rongga. Proses hidrotermal
merupakan suatu proses perubahan dalam batuan yang diakibatkan naiknya H2O panas ke
permukaan, dan gas adalah salah satu medium pengubah batuan tersebut. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi perubahan yang terjadi pada batuan akibat naiknya fluida
hidrotermal (Browne, 1991), yaitu:
•
Temperatur
•
Sifat kimia larutan hidrotermal
•
Konsentrasi larutan hidrotermal
•
Komposisi batuan samping
•
Durasi aktivitas hidrotermal
•
Permeabilitas.
Walaupun faktor-faktor di atas saling terkait, dua faktor yang paling berpengaruh pada proses
alterasi hidrotermal yaitu sifat kimia larutan hidrotermal tersebut dan temperatur yang berlaku
pada kondisi tersebut (Corbett dan Leach, 1996). Browne (1991) juga menjabarkan bahwa
mineral-mineral alterasi yang dihasilkan dari proses ubahan hidrotermal terjadi melalui empat
cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat;
penggantian pada mineral primer batuan guna mencapai kesetimbangan pada kondisi dan
lingkungan yang baru; pelarutan dari mineral primer batuan; dan pelemparan akibat arus
turbulen dari zona didih
Reaksi hidrotermal pada fase tertentu akan menghasilkan kumpulan mineral tertentu
tergantung dari temperatur dan pH fluida dan disebut sebagai himpunan mineral (Guilbert dan
Park, 1986). Sehingga dengan munculnya mineral alterasi tertentu akan menunjukkan
komposisi pH larutan dan temperatur fluida (Reyes, 1990 op. cit Corbett dan Leach, 1998).
33
Suatu daerah yang memperlihatkan penyebaran kesamaan himpunan mineral alterasi
disebut sebagai zona alterasi (Guilbert dan Park, 1986). Berdasarkan hubungan antara
temperatur dan pH larutan, Corbett dan Leach (1998) telah membuat zona alterasi yang
ditunjukkan oleh himpunan mineral tertentu dan tipe mineralisasinya (Gambar 4.1).
Gambar 4.1 Kumpulan mineral alterasi dalam sistem hidrotermal (Corbett dan Leach, 1998).
Beberapa mineral hidrotermal dapat dijadikan sebagai petunjuk temperatur. Mineralmineral tersebut merupakan mineral dasar yang terbentuk dari hasil alterasi batuan pada
kondisi asam – pH netral. Hal ini dijabarkan oleh Lawless dkk., (1998) seperti pada Tabel 4.1
berikut ini:
34
Tabel 4.1 Mineral alterasi petunjuk temperatur (Lawless dkk., 1998)
Kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan
sama, secara umum dapat menunjukkan tipe ubahan tertentu. Corbett dan Leach (1998)
membagi zona alterasi hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan
asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat pH
(Gambar 4.2), sebagai berikut:
•
Zona alterasi argilik lanjut (advanced argillic), meliputi fasa mineral yang terbentuk
pada kondisi pH rendah (≤ 4) yaitu kelompok mineral silika dan alunit. Meyer dan
Hemley (1967), op.cit Corbett dan Leach (1998), menambahkan kelompok mineral
kaolin yang terbentuk pada fasa temperatur tinggi seperti diktit dan pirofilit.
•
Zona Alterasi argilik, terdiri dari kumpulan mineral ubahan yang terbentuk pada
temperatur relatif rendah (<2200 – 2500C) dan pH larutan antara 4-5. Pada temperatur
rendah zona ubahan ini didominasi oleh kaolinit dan smektit.
•
Zona alterasi filik, terbentuk pada kondisi pH mirip dengan ubahan argilik. Hanya
ubahan ini terbentuk pada temperatur lebih tinggi daripada temperatur ubahan argilik
dan dicirikan dengan kehadiran mineral serisit atau muskovit. Pada zona ini dapat juga
hadir mineral klorit dan kelompok mineral temperatur tinggi yaitu pirofilit dan
andalusit.
35
•
Zona alterasi propilitik, terbentuk pada temperatur (>2500-3000C) dan kondisi pH
mendekati netral, dicirikan oleh kehadiran mineral epidot dan juga klorit (Meyer dan
Hemley, 1967 op.cit Corbett dan Leach, 1998). Mineral K-felspar dan albit sekunder
dapat juga ditemukan dalam zona ubahan propilitik. Pada temperatur yang relatif
rendah (<2000-2500C) terbentuk zona ubahan yang dicirikan oleh ketidakhadiran
epidot. Zona ini dikenal sebagai zona subpropilitik.
•
Zona Alterasi potasik, terbentuk pada temperatur tinggi dan kondisi netral, dicirikan
oleh adanya biotit sekunder dan/atau k-feldspar + magnetit ± aktinolit ± klinopiroksen.
Apabila batuan samping adalah sedimen karbonat, maka mineral yang akan terbentuk
pada kondisi temperatur yang sama dengan zona potasik, terdiri dari himpunan
mineral kalk-silikat seperti Ca-garnet, klinopiroksen dan tremolit.
Gambar 4.2 Zona Ubahan berdasarkan Model Lowell-Gilbert pada Endapan Porfiri Cu
4.2 Metode dan Pendekatan
Proses ubahan hidrotermal yang terjadi di daerah penelitian khususnya pada batuan
samping maupun batuan induk, secara megaskopis dicirikan dengan perubahan warna, tekstur
dan kekerasan. Untuk lebih mengetahui pengelompokkan atau himpunan mineral yang dibagi
menjadi beberapa zona ubahan, maka penulis dalam mengidentifikasi mineral ubahan pada
batuan melakukan analisis secara megaskopis dan mikroskopis yaitu analisis petrografi dan
analisis XRD. Berdasarkan metode di atas, diharapkan dapat memperjelas interpretasi
pengelompokkan mineral ubahan yang ada di daerah penelitian.
36
4.2.1 Analisis Petrografi
Analisis petrografi dilakukan untuk mengetahui variasi mineral ubahan berdasarkan
sifat optiknya dan intensitas ubahan. Variasi jenis ubahan diperlukan untuk menentukan zona
ubahan yang dicirikan oleh keberadaan kumpulan mineral ubahan penciri zona ubahan.
Intensitas ubahan yang terjadi pada suatu batuan dapat diketahui melalui persentase
kandungan mineral ubahan yang hadir, semakin banyak mineral ubahan pada suatu batuan
maka semakin intensif proses ubahan terjadi begitu pula sebaliknya.
Analisis petrografi dilakukan terhadap 11 sayatan yang terdiri dari 5 conto tuf kristal,
3 conto diorit, 1 conto tonalit, 2 conto tonalit porfir.
Intensitas ubahan dapat dikelompokkan menjadi empat tingkat ubahan berdasarkan
persentase kandungan mineralisasi ubahan baik yang terjadi pada masadasar maupun fenokris
tersebut (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Klasifikasi Intensitas Ubahan (Browne, 1989)
Kondisi Batuan
Intensitas Ubahan
0,01 – 0,25
(lemah)
0,26 – 0,50
(sedang)
Masadasar / matriks atau fenokris / butiran
sebagian kecil (≤ 25 % luas permukaan) telah
terubah.
Masadasar / matriks dan fenokris / butiran
sebagian (26 – 50 % luas permukaan) telah
terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.
Masadasar / matriks dan fenokris / butiran
0,51 – 0,75
hamper terubah seluruhnya (51 – 75 % luas
(kuat)
permukaan) tetapi tekstur asal dan bentuk
kristalnya masih dapat terlihat.
Masadasar / matriks dan fenokris / butiran
0,76 – 1,00
sebagian besar atau seluruhnya ( > 75 % luas
(sangat kuat)
permukaan) telah terubah sehingga mineral
asalnya sulit untuk ditentukan
37
4.2.2 Analisis XRD
Analisis X – Ray Difraction yang dilakukan pada 2 conto batuan tuf kritasl bertujuan
untuk menganalisis kandungan mineral ubahan khususnya mineral lempung yang memiliki
ikatan CO2 dan OH- karena tidak dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis
petrografi. Mineral lempung ini diidentifikasi melalui pengukuran nilai reflektan sinar infra
merah yang ditembakkan pada mineral tersebut, karena setiap mineral lempung memiliki
harga reflektan terhadap sinar infra merah yang berbeda-beda. Metoda ini memiliki
kelemahan dalam analisis yaitu adanya kesulitan dalam mengidentifikasi apakah mineral ini
hasil ubahan karena hasil pelapukan biasa atau akibat dari proses ubahan hidrotermal yang
terjadi. Setelah diketahui mineral lempung yang hadir, maka dapat dikelompokkan dalam
zona-zona ubahan hidrotermal. Hasil analisis XRD jenis mineral lempung yang teridentifikasi
adalah kaolinit dan ilit. Mineral lain yang teridentifikasi adalah mika. Dari kumpulan mineral
yang diidentiikasi dengan analisis XRD dapat dikaetahui bahwa terdapat zona alterasi argilik
di daerah penelitian.
4.3 Zona Ubahan Hidrotermal Daerah Batu Hijau
Pembagian zonasi ubahan hidrotermal di daerah penelitian dibuat berdasarkan data
pengamatan lapangan, analisis petrografi, dan analisis XRD.
Nama tiap zona ubahan mencirikian himpunan dan asosiasi mineral tertentu yang
selali muncul Karen stabil pada kondisi kimia dan fisika yang sama. Di daerah penelitian
ubahan hidrotermal dicirikan oleh mineral kalsit, klorit, epidot, serisit, biotit sekunder,
kaolinit dan ilit. Berdasarkan himpunan mineral tersebut maka daerah penelitian dapat
dikelompokan menjadi empat empat zona ubahan yaitu zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit,
zona kuarsa-serisit-klorit, zona klorit-epidot-kalsit dan zona kuarsa-kaolinit-ilit. Ubahan
hidrotermal di daerah penelitian memiliki tingkat intensitas ubahan sedang-kuat.
Kisaran temperatur zona ubahan pada daerah penelitian mengacu pada kisaran
temperatur yang disusun oleh Lawless (1998).
38
4.3.1 Zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit
Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, biotit, klorit, dan magnetit. Mineral
ubahan lain yang sering muncul adalah epidot dan kalsit. Zona ini umumnya hadir pada
batuan tonalit dan tonalit porfir. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa-biotit-klorit-magnetit
antara 300 - 360ºC (Tabel 4.3). Zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit dapat disebandingkan
dengan tipe ubahan potasik dengan kisaran pH 7 – 8 (Corbett & Leach, 1997).
Tabel 4.3 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit adalah 300 - 360ºC
(Lawless dkk., 1998)
4.3.2 Zona klorit-epidot-kalsit
Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran klorit, epidot, dan kalsit sebagai mineral
penciri. Mineral ubahan lain yang sering muncul adalah serisit. Intensitas ubahan zona ini
sedang – kuat. Zona ini umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Kisaran temperatur
asosiasi klorit-epidot-kalsit antara 290 - 340ºC (Tabel 4.4). Zona klorit-epidot-kalsit dapat
disebandingkan dengan tipe ubahan propilitik dengan kisaran pH 5 – 6 (Corbett & Leach,
1997).
Tabel 4.4 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona klorit-epidot-kalsit adalah 290 - 340ºC
(Lawless dkk., 1998)
4.3.3 Zona kuarsa-serisit-klorit
Zona ubahan ini dicirikan oleh kehadiran kuarsa, serisit, dan klorit. Mineral ubahan
lain yang sering muncul adalah epidot. Zona ini umumnya hadir pada tonalit, tuf kristal dan
diorit kuarsa. Kisaran temperatur asosiasi kuarsa-serisit-klorit antara 280 - 320ºC (Tabel 4.5).
Zona kuarsa-serisit-klorit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan filik dengan kisaran pH 4
– 6 (Corbett & Leach, 1997).
Tabel 4.5 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa-serisit-klorit adalah 280 - 320ºC
(Lawless dkk., 1998)
4.3.4 Zona kuarsa-kaolinit-ilit
Kenampakan zona ini pada daerah penelitian sangat jelas terlihat yang dicirikan oelh
kandungan mineral lempung yang tinggi dan sedikit mengandung silika (kuarsa). Zona ini
umumnya hadir pada tuf kristal dan diorit kuarsa. Secar
Secaraa megaskopis batuan pada zona ini
memperlihatkan warna putih abu-abu kecoklatan, lunak, getas dan lengket. Pengamatan
secara mikroskopis memperlihatkan himpunan mineral ubahan yang terdirit dari lempung dan
kuarsa. Identifikasi mineral lempung dalam zona iini
ni menggunakan analisis XRD. Kisaran
temperatur asosiasi kuarsa-kaolinit-ilit antara 130 - 210ºC (Tabel 4.6). Zona kuarsa-kaolinitilit dapat disebandingkan dengan tipe ubahan argilik dengan kisaran pH 4 – 6 (Corbett &
Leach, 1997).
Tabel 4.6 Kisaran temperatur mineral ubahan pada zona kuarsa-kaolinit-ilit adalah
(Lawless dkk., 1998)
130 - 210ºC
4.4 Tahapan Alterasi
Empat zona alterasi pada daerah penelitian yaitu zona kuarsa-biotit-klorit-magnetit
(disebandingkan dengan zona potasik), zona kuarsa-serisit-klorit (disebandingkan dengan
zona filik), zona klorit-epidot-kalsit (disebandingkan dengan zona propilitik) dan zona kuarsakaolinit-ilit (disebandingkan dengan zona argilik) menunjukkan adanya perubahan temperatur
dan pH dari larutan hidrotermal. Berdasarkan pengelompokan mineral alterasi hidrotermal
menurut Corbett dan Leach (1996) dapat diketahui perkiraan tahapan zona alterasi. Tahapan
zona alterasi pada daerah penelitian diawali dengan terbentuknya zona kuarsa-biotit-kloritmagnetit yang terbentuk pada temperatur tinggi sekitar 300 - 360ºC, dan pada pH 7 – 8.
Tahapan ini kemudian diikuti oleh pembentukkan zona klorit-epidot-kalsit pada bagian luar
dari zona potasik, pada kisaran temperatur 290 - 340ºC dan pada pH 5 – 6, yang menandakan
adanya proses pendinginan sistem hidrotermal. Tahap selanjutnya yaitu pembentukkan zona
kuarsa-serisit-klorit yang terbentuk pada kisaran temperatur 280 - 320ºC dan pada pH 4 – 6.
Lalu, akibat semakin banyaknya influks fluida meteorik yang masuk ke dalam rekahan yang
terbentuk akibat aktivitas sesar, terbentuklah zona kuarsa-kaolinit-ilit yang mempunyai
kisaran temperatur 130 - 210ºC dan pH 4 – 6. Keempat zona alterasi ini menunjukkan adanya
perubahan secara mineralogi akibat perubahan temperatur dan pH lautan hidrotermal (Tabel
4.7). perubahan pH yang semakin asam kemungkinan disebabkan akibat fluida magmatis
yang semakin asam akibat munculnya intrusi baru. Kemungkinan keterdapatan Cu-Au yang
dominan adalah di zona filik dan potasik.
41
Tabel 4.7 Tahapan alterasi hidrotermal di daerah penelitian.
.
42
Download