7 BAB II KAJIAN TEORITIS 2. 1 Konsep Dasar

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2. 1 Konsep Dasar Perubahan Sosial Ekonomi
2.1.1 Perubahan Sosial Ekonomi
Perubahan sosial ekonomi yang terjadi dalam masyarakat tidak terlepas dari
pengaruh alam, pengaruh manusia, dan pengaruh produksi. Ketiga faktor ini
menyebabkan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial. Menurut Hartomo, dkk
(2008:285) mengatakan bahwa “Di dalam kehidupan manusia tidak bisa terlepas
dengan peristiwa-peristiwa ekonomi, atau peristiwa-peristiwa ekonomi selalu
timbul di dalam kehidupan manusia. Hal tersebut disebabkan di satu pihak
kebutuhan manusia tidak terbatas dilain pihak alat pemuas kebutuhan manusia
terbatas adanya”. Sementara itu Hatta (1985:12) mengatakan bahwa “Dalam masa
ekonomi pertama pengaruh alamlah yang terbesar. Dalam masa kedua tenaga
manusia yang terutama. Dan dalam masa ketiga kapital yang menguasai
produksi”.
Selain itu menurut Soetomo (1995:174-175) mengatakan bahwa
Perkembangan peradaban manusia mempengaruhi hadirnya masalah
lingkungan hidup yang berkaitan dengan perubahan cara manusia dalam
memanfaatkan alam. Pada masa awal peradabannya, manusia memenuhi
kebutuhan dengan memanfaatkan alam apa adanya sebatas yang disediakan
alam. Pada perkembangan berikutnya kemudian orang memulai
membudidayakan lingkungan alam misalnya dengan bercocok tanam,
beternak, yang selanjutnya merubah sumber alam sebagai bahan mentah
menjadi bahan jadi melalui industri. Perubahan perlakuan manusia terhadap
alam sejalan dengan kenyataan bahwa manusia tidak menyukai status quo
dan cenderung tidak puas dengan apa yang dapat dicapai saat ini.
Menurut Leirissa, dkk (2012:3-4) “sistem mata pencaharian hidup selalu
mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan alam, iklim dan bentuk
fisik manusia serta perkembangan peradaban. Mata pencaharian hidup
7
prasejarah meliputi berburu, meramu, mencari ikan dan bercocok tanam.
Pada masa tersebut penghidupan terpusat pada mempertahankan diri di
tengah-tengah alam yang serba penuh tantangan dengan kemampuan
masyarakat yang masih terbatas. Pengumpulan pangan menjadi kegiatan
pokok sehari-hari. Penangkapan ikan atau perikanan sebagai unsur
terpenting dikemudian hari dalam rangka ekonomi pengumpulan pangan
biasanya terdapat suku-suku bangsa yang berdiam di pulau-pulau dan
berhadapan dengan pantai. Dikemudian hari pula di tempat-tempat tertentu
di dunia, perikanan lazim dilakukan dalam kombinasi dengan pertanian.
Sedangkan meramu dan berburu sebagai unsur yang dominan sejak masa
prasejarah pada akhir abad ke-19 baru mulai menghilang dari banyak tempat
di dunia”.
Selain itu menurut Harsojo (1999:210-211) Mata pencaharian hidup pada
masyarakat bersahaja dapat dibagi dalam dua kategori :
a)
Mata pencaharian hidup yang intinya bersifat mengumpulkan bahan-bahan
makanan yang sudah disediakan oleh alam.
b)
Mata pencaharian hidup yang intinya menghasilkan produksi artinya
masyarakat mengelolah alam sebagaimana adanya dan menghasilkan
kebutuhan untuk hidup. Kemudian setelah suatu masyarakat berkembang
sampai pada tingkat memproduksikan kebutuhan hidupnya, dan masyarakat
tidak usah selalu berpindah-pindah tempat tinggalnya, diusahakan pula
peternakan dan berkembang pula kerajinan tangan yang sederhana.
Sedangkan Sondang P. Siagian (2004:64-65) mengungkapkan bahwa
dalam perjalanan sejarah, kebutuhan manusia mengalami perubahan dalam
arti kompleksitasnya maupun cara-cara yang digunakan untuk
memuaskannya. Semata-mata dilihat dari sudut ini, dapat diidentifikasikan
tiga tahap utama perkembangan dalam kehidupan manusia, yaitu:
1. Hidup Mengembara dan ketergantungan pada alam.
2. Hidup menetap dan penguasaan alam.
3. Era industri.
Pada masyarakat “kuno” atau “primitif” kebutuhan manusia dapat
dikatakan pada umumnya masih sangat sederhana dan menampakkan
diri terutama pada kebutuhan primer, yaitu kebutuhan yang pada
dasarnya bersifat kebendaan. Akan tetapi dalam kehidupan manusia
“primitif” itu sekalipun sudah terjadi pembagian tugas antara
8
kelompok tertentu, misalnya satu keluarga, karena ada yang bertugas
mencari bahan makanan umpamanya dengan berburu, menyediakan
tempat berteduh, meskipun hanya dengan pemanfaatan gua di kaki
gunung dan lain sebagainya.
Perkembangan kedua ialah karena dinamikanya, manusia semakin
“maju” dan semakin “beradab”. Gaya hidup manusia pun berubah,
dari manusia yang mempertahankan eksistensinya menggantungkan
diri pada alam kemudian berubah menjadi masyarakat yang tidak lagi
hidup mengembara, melainkan menetap dan pemuasan kebutuhannya
dilakukan melalui “penaklukan dan penguasaan alam”, antara lain
dengan bertani dan beternak. Tempat berteduhnya pun di bangun
sendiri. Demikian perkembangan dan teknologi, manusia tiba pada
apa yang sering disebut “era modern”.
Perkembangan utama ke tiga ialah bahwa dilihat dari usaha manusia
untuk memuaskan berbagai kebutuhannya yang semakin menonjol
adalah lahirnya revolusi industri di inggris.
Lebih lanjut Sondang P. Siagian (2004:65-66) mengungkapkan bahwa
telah umum diketahui bahwa banyak faktor yang pendorong lahirnya
revolusi industri tersebut seperti :
a) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang antara lain
berakibat pada berbagai penemuan seperti ditemukannya mesin uap
oleh James Watt yang pada gilirannya memungkinkan pendirian
pabrik-pabrik yang digerakkan oleh mesin untuk memproduksi
berbagai jenis barang yang dibutuhkan oleh manusia.
b) Tuntutan yang bersifat kuantitatif atas pemuasan berbagai kebutuhan
primer manusia seperti sandang, pangan dan perumahan.
c) Bertambah dan berkembangnya “budaya uang” menggantikan
“budaya barter” yang sebelumnya mendominasi cara pemuasan
kebutuhan seseorang.
d) Jumlah manusia semakin banyak dan menghuni berbagai bumi ini.
e) Tingkat pendidikan para anggota masyarakat yang semakin tinggi.
Sementara itu Soerjono Soekanto (2002:313-314) secara sosiologis, agar
suatu revolusi dapat terjadi, maka harus dipenuhi syarat-syarat tertentu,
antara lain:
a) Harus ada keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. di
dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan
harus ada suatu keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan
keadaan tersebut.
b) Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap
mampu memimpin masyarakat tersebut.
c) Pemimpin mana dapat menampung keinginan-keinginan masyarakat
untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas tadi
menjadi program dan arah gerakan.
9
d) Pemimpin tersebut harus dapat menunjukkan suatu tujuan pada
masyarakat. Artinya adalah bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya
kongkrit dan dapat dilihat oleh masyarakat. Disamping itu diperlukan
juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya perumusan sesuatu ideologi
tertentu.
e) Harus ada “momentum”, yaitu saat dimana segala keadaan dan faktor
sudah tepat dan baik untuk memulai suatu gerakan. Apabila
“momentum” keliru, maka revolusi dapat gagal.
Selain itu menurut Hartomo, dkk (2008:26) aktivitas dari kelompok manusia
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: (a) Kebutuhan social; (b) Kebutuhan
ekonomis dan politis; (c) Keadaan tingkat kebudayaan penduduk; dan (e) Keadaan
lingkungan alam dan lingkungan sosialnya. Maka Tom Gunadi (1990:215)
mengatakan bahwa usaha-usaha perbaikan pada salah satu aspek kehidupan itu
dalam hal ini, ekonomi hanya mungkin dilakukan dengan berhasil bila aspekaspek lain, yaitu sosial-politik, juga diusahakan dapat menunjang usaha perbaikan
itu dan memanfaatkan hasilnya. Sebaliknya, perbaikan ekonomi yang mantap
seharusnya memberi pengaruh positif pada kehidupan sosial dan politik serta
mengangkat manusia pada tingkat kebudayaan, termasuk moral dan intelektual,
yang tinggi. Karena itu sering dikatakan perlunya usaha-usaha yang bersifat
integral dalam pembangunan.
Selanjutnya Bachrawi (2004:8) mengungkapkan bahwa “pembangunan
merupakan suatu proses transformasi yang mendalam. Perjalanan waktu ditandai
oleh perubahan struktural, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi
maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan”.
Sementara Abdul Syani (1995:83) mengungkapkan bahwa konteks sosiologis,
perubahan berarti suatu proses yang mengakibatkan keadaan sekarang berbeda
10
dengan keadaan sebelumnya. Perubahan bisa berupa kemunduran dan bisa juga
berupa kemajuan (progress),
Menurut Astrid (dalam Abdul Syani 1995:103) mengatakan bahwa
“perubahan itu adalah suatu perkembangan. Ia menjelaskan bahwa development
atau perkembangan adalah perubahan-perubahan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup masyarakat, kemajuan-kemajuan tersebut dimaksudkan untuk
dinikmati oleh individu-individu dalam masyarakat”.
Lebih lanjut Abdul Syani (1995:88) menjelaskan bahwa proses perubahan
masyarakat pada dasarnya merupakan perubahan pola perilaku kehidupan dari
seluruh norma-norma sosial, yang lama menjadi pola perilaku dan seluruh normanorma sosial yang baru secara seimbang, berkemajuan, dan berkesinambungan.
Pola-pola kehidupan masyarakat lama yang dianggap sudah usang diganti dengan
pola-pola kehidupan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan sekarang dan masa
mendatang.
Agar dapat memperjelas tentang perubahan sosial, maka selanjutnya perlu
disajikan sejumlah definisi dari perubahan sosial dari beberapa ahli antropologi
dan sosiologi, di antaranya, yang dikutip dalam Soerjono Soekanto (2006:262263) adalah sebagai berikut.
1.
Wiliam F. Ogdurn, mengemukakan ruang lingkup perubahan-perubahan
sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik material maupun immaterial,
yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material
terhadap unsur-unsur immaterial.
11
2.
Kingsley Davis, Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan
kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua bagian kebudayaan
termasuk didalamnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, dan
seterusnya., maupun perubahan-perubahan dalam betuk serta aturan-aturan
organisasi sosial.
3.
Maclver, perubahan-perubahan sosial dikatakannya sebagai perubahanperubahan dalam hubungan sosial (social relationships) atau sebagai
perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
4.
Gillin dan Gillin, mengatakan perubahan-perubahan sosial sebagai suatu
variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahanperubahan kondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru
dalam masyarakat.
5.
Selo Soemardjan, perubahan-perubahan lembaga-lembaga kemasyarakatan
di dalam suatu masyarakat, yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk
di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompokkelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada
lembaga-lembaga kemasyarakatn sebagai himpunan pokok manusia, yang
kemudian memengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya.
2.1.2 Faktor Penyebab Terjadinya Perubahan Sosial Ekonomi
Secara umum terjadinya perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat, tentu
diperlukan pengetahuan berkaitan dengan apa yang menyebabkan terjadinya
12
perubahan itu. Menurut Soerjono Soekanto (2006:275-282) menjelaskan bahwa
pada umumnya dapat dikatakan bahwa mungkin ada sumber sebab-sebab tersebut
yang terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang terletak di luar. Sebabsebab yang bersumber dalam masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut.
1. Bertambahnya atau berkurangnya jumlah penduduk.
Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan
struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Misal,
orang lantas mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah,
bagi hasil dan selanjutnya, yang sebelumnya tidak dikenal.
Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari
desa ke kota atau dari daerah lain (misalnya transmigrasi). Perpindahan
penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam pembagian kerja dan
stratifikasi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Perpindahan penduduk telah berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya di
dunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk
bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya
berburu, perpindahan sering dilakukan, yang tergantung dari persediaan
hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, mereka akan
berpindah ke tempat-tempat lainnya.
2. Penemuan-penemuan Baru.
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi dalam
jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau invention.
Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru
13
yang tersebar ka lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan
baru tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang
bersangkutan.
Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan
dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian discovery dan invention.
Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu
alat, ataupun yang berupa gagasan, yang diciptakan oleh seorang individu atau
serangkaian ciptaan para individu. Discofery baru akan menjadi invention kalau
masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu.
Apabila ditelaah lebih lanjut perihal penemuan-penemuan baru, terlihat ada
beberapa faktor pendorong yang dipunyai masyarakat. Bagi individu
pendorong tersebut antara lain:
a. Kesadaran-kesadaran individu akan kekurangan dalam kebudayaannya
b. Kualitas ahli-ahli dari suatu kebudaayan
c. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.
Di dalam setiap masyarakat tentu ada individu yang sadar akan adanya
kekurangan dalam kebudayaan masyarakatnya. Di antara orang-orang tersebut
banyak yang menerima kekurangan-kekurangan tersebut sebagai sesuatu hal
yang harus diterima saja. Orang lain mungkin tidak puas dengan keadaan,
tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan tersebut. Mereka inilah yang
kemudian menjadi pencipta-pencipta baru tersebut.
Keinginan akan kualitas juga merupakan pendorong bagi terciptanya
penemuan-penemuan baru. Keinginan untuk mempertinggi kualitas suatu karya
14
merupakan pendorong untuk meneliti kemungkinan-kemungkinan ciptaan
baru.sering kali bagi mereka yang telah menemukan hal-hal yang baru
diberikan hadiah atau tanda jasa atas jerih payahnya. Ini juga merupakan
pendorong bagi mereka untuk lebih bergiat lagi. Perlu diketahui bahwa
penemuan baru dalam kebudayaan rohaniah dapat pula menyebabkan
terjadinya perubahan-perubahan. Khusus penemuan-penemuan baru dalam
kebudayaan jasmaniah atau kebendaan menujukkan adanya berbagai macam
pengaruh pada masyarakat.
3. Pertentangan (Conflict) Masyarakat.
Pertentangan (conflict) mungkin pula menjadi sebab terjadinya perubahan
sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara
individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok.
Umumnya masyarakat tradisional di Indonesia bersifat kolektif. Segala
kegiatan didasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan individu
walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial. Tidak jarang timbul
pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan kelompoknya,
yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan-perubahan.
4. Terjadinya pemberontakan atau revolusi
Revolusi yang terjadi di Rusia, oktober 1971 telah menyulut terjadinya
perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk
kerajaan yang absolut berubah menjadi diktator proletariat yang dilandaskan
pada doktrin marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk
15
negara sampai keluarga batih, mengalami perubahan-perubahan yang
mendasar.
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebabsebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri, diantaranya sebagai berikut.
1. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar
Manusia
Terjadinya gempa bumi, topan, dan lain-lain mungkin menyebabkan
masyarakat-masyarakat yang mendiami suatu daerah-daerah tersebut terpaksa
harus meninggalkan tempat tinggalnya. Apabila masyarakat tersebut mendiami
tempat tinggalnya yang baru, mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan
alam yang baru tersebut. Kemungkinan hal tersebut mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan
pada
lembaga
kemasyarakatannya.
Bagi
suatu
masyarakat yang mula-mula hidup dari berburu, kemudian menetap di suatu
daerah pertanian, perpindahan itu akan melahirkan perubahan-perubahan dalam
diri masyarakat tersebut, misalnya timbul lembaga kemasyarakatan baru yaitu
pertanian.
Sebab yang bersumber pada lingkungan alam fisik kadang-kadang ditimbulkan
oleh tindakan para warga masyarakat itu sendiri. Misalnya penggunaan tanah
secara
semborono
tanpa
memperhitungkan
kelestarian
humus
tanah,
penebangan hutan tanpa memikirkan penanaman kembali. Dan lain sebagainya.
2. Peperangan.
Peperangan dengan negara lain dapat pula menyebabkan terjadinya perubahanperubahan karena biasanya negara yang menang akan memaksakan
16
kebudayaannya pada negara yang kalah. Contohnya adalah negara-negara yang
kalah dalam perang dunia kedua banyak sekali mengalami perubahan dalam
lembaga kemasyarakatannya. Negara-negara yang kalah dalam perang dunia
kedua seperti jerman dan jepang mengalami perubahan-perubahan besar dalam
masyarakat.
3. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat Lain
Apabila sebab-sebab perubahan bersumber pada masyarakat lain, itu mungkin
terjadi karena kebudayaan dari masyarakat lain melancarkan pengaruhnya.
Hubungan yang dilakukan secara fisik antara dua masyarakat mempunyai
kecenderungan untuk menimbulkan pengaruh timbal balik. Artinya, masingmasing masyarakat mempengaruhi masyarakat lainnya, tetapi juga menerima
pengaruh dari masyarakat yang lain itu.
Namun, apabila hubungan tersebut berjalan melalui alat komunikasi massa, ada
kemungkinan pengaruh itu hanya datang dari satu pihak saja, yaitu dari
masyarakat pengguna alat-alat komunikasi tersebut. Sementara itu, pihak lain
hanya menerima pengaruh tanpa mempunyai kesempatan memberikan
pengaruh balik. Apabila pengaruh dari masyarakat tersebut diterima tidak
karena paksaan, hasilnya dinamakan demonstration effect. Proses penerimaan
pengaruh kebudayaan asing di dalam antropologi budaya disebut akulturasi.
Kebudayaan masyarakat lain yang masuk dan mempengaruhi, sekaligus
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan dalam suatu masyarakat,
biasanya tingkat kebudayaannya lebih tinggi tingkatannya walaupun akhirnya
17
berpadu dengan menghasilkan kebudayaan baru. Perpaduan atau percampuran
kebudayan tersebut dinamakan akulturasi.
Selain itu menurut Usman Pelly (dalam Nasrudin, 2011:26) mengatakan
bahwa perubahan terjadi karena faktor internal dan eksternal. Faktor internal
antara lain: (1) pengetahuan masyarakat semakin luas sehingga menggunakan
teknologi maju yang kemudian mengubah kehidupannya, (2) jumlah penduduk
yang semakin banyak sehingga terjadi persaingan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga menimbulkan perubahan-perubahan baru dalam kehidupan
yang bersifat individual, (3) pertentangan (konflik) dalam nilai dan norma-norma,
politik, etnik, dan agama juga dapat menimbulkan perubahan sosial budaya.
Faktor eksternal yang berasal dari pengaruh kebudayaan lain juga menjadi
pencetus terjadinya perubahan sosial budaya. Hal ini terjadi karena adanya kontak
langsung antara satu
masyarakat dengan masyarakat lainnya sehingga
menyebabkan saling mempengaruhi.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial Ekonomi
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial
ekonomi dapat di kelompok menjadi dua yaitu faktor pendorong dan faktor
penghambat. Oleh karena itu, Menurut Soerjono Soekanto (2006:283)
mengatakan bahwa “di dalam masyarakat di mana terjadi suatu proses perubahan,
terdapat faktor-faktor yang mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut.
18
1. Faktor-faktor yang Mendorong Jalannya Perubahan Sosial
a. Kontak dengan budaya lain
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion. Difusi adalah
salah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada
individu lain, dan dari satu masyarakat ke masyarakat lain. Dengan proses
tersebut, manusia mampu menghimpun penemuan-penemuan baru yang
telah dihasilkan. Dengan terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah
diterima oleh masyarakat dapat diteruskan dan disebarkan pada masyarakat
luas sampai umat manusia di dunia dapat menikmati kegunaannya. Proses
tersebut merupakan pendorong pertumbuhan suatu kebudayaan dan
memperkaya kebudayaan-kebudayaan masyarakat manusia.
Ada dua tipe difusi, yaitu pertama difusi intramasyarakat (intrasociety
diffusion), dan kedua difusi antarmasyarakat (inter-society diffusion). Difusi
intra masyarakat terpengaruh oleh beberapa faktor, misalnya:
1) Suatu pengakuan bahwa unsur yang baru tersebut mempunyai kegunaan;
2) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang mempengaruhi diterimanya
atau tidak diterimanya unsur-unsur yang baru;
3) Unsur baru yang berlawanan dengan fungsi unsur lama, kemungkinan
besar tidak akan diterima;
4) Kedudukan dan peranan sosial dari individu yang menemukan sesuatu
yang baru tadi akan memengaruhi apakah hasil penemuannya itu dengan
mudah diterima atau tidak;
5) Pemerintah dapat membatasi proses difusi tersebut.
19
Difusi antarmasyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor pula, yaitu antara
lain:
1) Adanya kontak antara masyarakat-masyarakat tersebut;
2) Kemampuan untuk mendemonstrasikan kemanfaatan penemuan baru
tersebut;
3) Pengakuan akan kegunaan penemuan baru tersebut;
4) Ada tidaknya unsur-unsur kebudayaan yang menyaingi unsur-unsur
penemuan baru tersebut;
5) Peranan masyarakat yang menyebarkan penemuan baru di dunia ini;
6) Paksaan dapat juga dipergunakan untuk menerima suatu penemuan baru.
b. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pendidikan mengajarkan aneka macam kemampuan individu. Pendidikan
memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia,terutama dalam membuka
pikirannya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir
secara ilmiah. Pendidikan mengajarkan manusia untuk dapat berfikir
secara objektif, yang mana memberikan kemampuan untuk menilai
apakah kebudayaan masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan zaman atau tidak.
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk
maju.
Apabila sikap tersebut melembaga dalam masyarakat, masyarakat
merupakan pendorong bagi usaha-usaha penemuan baru. Hadiah nobel
misalnya, merupakan pendorong untuk menciptakan hasil-hasil karya
20
yang baru. Di Indonesia juga dikenal sistem penghargaan yang tertentu,
walaupun masih dalam arti yang sangat terbatas dan belum merata.
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation),
yang bukan merupakan delik
e. Sistem terbuka lapisan masyarakat (open stratification)
Sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal yang luas
atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk maju atas
dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian, seseorang mungkin
akan mengadakan identifikasi dengan warga-warga yang mempunyai
status lebih tinggi. Identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian
rupa sehingga seseorang merasa berkedudukan sama dengan orang atau
golongan lain yang dianggap lebih tinggi dengan harapan agar
diperlakukan sama dengan golongan tersebut. Identifikasi terjadi di
dalam hubungan superordinasi-superordinasi. Pada golongan yang
berkedudukan lebih rendah, acap kali terdapat perasaan tidak puas
terhadap kedudukan sosial sendiri. Keadaan tersebut dalam sosiologi
disebut
status-anxiety
menyebabkan
seseorang
berusaha
untuk
menaikkan kedudukan sosialnya.
f. Penduduk yang heterogen
Pada masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang
mempunyai latar belakang kebudayaan ras ideologi yang berbeda dan
seterusnya,
mudah
terjadinya
21
pertentangan-pertentangan
yang
mengundang kegoncangan-kegoncangan. Keadaan demikian menjadi
pendorong bagi terjadinya perubahan-perubahan dalam masyarakat.
g. Ketidakpuasaan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
Ketidakpuasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat
berkemungkinan besar akan mendatangkan revolusi.
h. Orientasi ke masa depan
i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki
hidupnya
2. Faktor-faktor yang Menghalangi Terjadinya Perubahan Sosial
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain
Kehidupan terasing menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui
perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang
mungkin akan dapat memperkaya kebudayaannya sendiri. Hal itu juga
menyebabkan para warga masyarakat terkukung pola-pola pemikirannya
oleh tradisi.
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat
Hal ini memungkinkan disebabkan hidup masyarakat tersebut terasing dan
tertutup atau mungkin karena lama dijajah oleh masyarakat lain.
c. Sifat masyarakat yang sangat tradisonal
Suatu sikap masyarakat yang mengagung-agungkan tradisi dan masa
lampau serta anggapa bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah
menghambat jalannya proses perubahan. keadaan tersebut akan menjadi
22
lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan dikuasai oleh golongan
konservatif.
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau
vested interests
Dalam setiap organisasi sosial yang mengenal sistem lapisan, pasti akan ada
sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan.
misalnya dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang
mengalami transisi. Dalam hal yang terakhir, ada golongan-golongan dalam
masyarakat yang dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu
mengidentifikasikan diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali
bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses
perubahan.
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
Memang harus diakui kalau tidak mungkin integrasi semua unsur suatu
kebudayaan bersifat sempurna. Beberapa perkelompokkan unsur-unsur
tertentu mempunyai derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsur-unsur luar
dikhawatirkan akan menggoyahkan integrasi dan menyebabkan perubahanperubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat.
f. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atau sikap yang tertutup
Sikap yang demikian banyak dijumpai pada masyarakat yang pernah dijajah
bangsa-bangsa barat. Mereka sangat mencurigai sesuatu yang berasal dari
barat karena tidak pernah bisa melupakan pengalaman-pengalaman pahit
selama penjajahan. Kebetulan unsur-unsur baru kebanyakan berasal dari
23
barat, sehingga prasangka kian besar lantaran khawatir bahwa melalui
unsur-unsur tersebut penjajahan bisa masuk lagi.
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis
Setiap usaha perubahan pada unsur-unsur kebudayaan rohaniah biasanya
diartikan sebagai usaha yang berlawanan dengan ideologi masyarakat yang
sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.
h. Adat atau kebiasaan
Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anggota masyarakat
di dalam memenuhi segala kebutuhan pokonnya. Apabila kemudian ternyata
pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan
pokok, krisis akan muncul. Mungkin adat atau kebiasaan yang mencakup
bidang kepercayaan, sistem mata pencaharian, pembuatan rumah, cara
berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah.
i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin di perbaiki.
2. 2 Konsep Dasar Tentang Masyarakat
2.2.1 Pengertian Masyarakat
Istilah masyarakat terlalu banyak digunakan dengan berbagai konteks,
misalnya masyarakat agraris, masyarakat kota, masyarakat petani, masyarakat
agama, dan lain sebagainya. Menurut Abdul Syani (1995:83) mengungkapkan
bahwa istilah masyarakat dapat juga diartikan sebagai wadah atau tempat orangorang yang saling berhubungan dengan hukum dan budaya tertentu untuk
mencapai tujuan bersama. Selain itu menurut Koentjaraningrat (2002:146) bahwa
24
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa
identitas bersama.
Sementara Antonius, dkk, (2003:31) menjelaskan bahwa tidak semua
kelompok orang disebut sebagai masyarakat, kecuali hal-hal berikut terdapat di
dalamnya:
a) Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagian dari
kelompok yang bersangkutan.
b) Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota
lainnya.
c) Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, seperti nasib yang sama,
kepentingan yang sama, tujuan dan cita-cita yang sama, dan sebagainya.
d) Memiliki struktur, nilai dan norma serta pola perilaku yang memiliki
kesamaan.
e) Memiliki sistem sosial, seperti kekerabatan, rukun tangga, rukun warga
serta nama-nama lain yang kurang lebih sama dengan itu.
f) Mengalami suatu proses perubahan yang akan mempengaruhi anggota,
secara langsung atau tidak langsung.
Berikut ini para ahli terkemuka mendefinisikan masyarakat yang dikutip
dalam (Abdul Syani, 1995:46 dan Harsojo, 2006:12) antara lain sebagai berikut.
1. Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin menamakan masyarakat sebagai
kelompok manusia yang terbesar dan mempunyai kebiasaan, tardisi,
sikap dan perasaan persatuan yang sama.
2. Menurut Auguste Comte masyarakat merupakan kelompok-kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut
25
3.
4.
5.
6.
hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan
yang tersendiri.
Menurut Hassan Shadily mendefinisikan masyarakat sebagai golongan
besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau sendirinya
bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama
lain.
Menurut Ralph Linton mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama,
sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang
dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Menurut Maclver dan Page bahwa masyarakat ialah suatu sistem dari
cara kerja dan prosedur, dari otoritas dan saling bantu-membantu yang
meliputi kelompok-kelompok dan pembagian sosial lain, sistem dan
pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks
yang selalu berubah, atau jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamai
masyarakat.
S.R. Steinmentz memberikan batasan tentang masyarakat sebagai
kelompok manusia terbesar yang meliputi pengelompokan manusia yang
lebih kecil yang mempunyai hubungan erat dan teratur.
Mengingat defenisi-defenisi masyarakat tersebut di atas, maka Abu Ahmadi
(1986:57) menyimpulkan bahwa masyarakat harus mampunyai syarat-syarat
sebagai berikut:
a) Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan
binatang.
b) Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah
tertentu.
c) Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk
menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
2.2.2 Ciri-ciri Masyarakat
Menurut Munandar (2008:131) mengatakan bahwa ciri-ciri masyarakat itu
ialah Adanya sejumlah orang, tinggal dalam suatu daerah tertentu, adanya sistem
26
hubungan, ikatan atas dasar kepentingan bersama, tujuan dan bekerja bersama,
ikatan atas dasar kepentingan bersama, ikatan atas dasar unsur-unsur sebelumnya,
rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepadensi, adanya norma-norma dan
kebudayaan.
Selain itu ciri-ciri masyarakat dalam suatu bentuk kehidupan bersama
menurut Soerjono Soekanto (2006:22) adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu
sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk
menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara
teoritis, angka minimunnya adalah dua orang yang akan hidup bersama.
b. Bercampur untuk waktu yang lama. Kumpulan dari manusia tidaklah
sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti umpamanya kursi,
meja, dan sebagainya. Oleh karena dengan berkumpulnya manusia, maka
akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakapcakap, merasa dan mengerti, mereka juga mempunyai keinginankeinginan untuk menyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaannya.
Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan
timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia
dalam kelompok tersebut.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok
merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.
27
Sedangkan Betrand (dalam Abdul Syani 1995:84) menyebutkan tiga ciri
masyarakat, yaitu: Pertama, pada masyarakat mesti terdapat sekumpulan individu
yang jumlahnya cukup besar. Kedua, individu-individu tersebut harus mempunyai
hubungan yang melahirkan kerjasama diantara mereka, minimal pada suatu
tingkat interaksi. Ketiga, hubungan individu-individu itu sedikit banyak harus
permanen sifatnya.
2.2.3 Faktor-faktor Terbentuknya Masyarakat.
Masyarakat terbentuk karena adanya individu demikian pula setiap individu
dapat mengaktualisasikan dan bersosialisasi sebagai makhluk sosial maka
diperlukan masyarakat.
Menurut Hassan Shadily (dalam Abdul Syani1995:49) manusia akan
tertarik kepada hidup bersama dalam masyarakat karena didorong oleh
beberapa faktor, yaitu:
1. Hasrat yang berdasar naluri (kehendak biologis yang di luar penguasaan
akal) untuk mencari teman hidup, pertama untuk memenuhi kebutuhan
seksual yang sifatnya biologis sebagaimana terdapat pada semua
makhluk hidup.
2. Kelemahan manusia selalu mendesak untuk mencari kekuatan bersama,
yang terdapat dalam berserikat dengan orang lain, sehingga dapat
berlindung bersama-sama dan dapat memenuhi kebutuhan kehidupan
sehari-hari dengan usaha bersama. Keadaan demikian ini juga akhirnya
mendorong setiap individu (manusia) untuk tidak terlepas hadup
bermasyarakat.
3. Aristoleles berpendapat, bahwa manusia ini adalah zoon politikon, yaitu
mahkluk sosial yang hanya menyukai hidup bergolongan, atau sedikitnya
mencari teman untuk hidup bersama, lebih suka dari pada hidup sendiri.
4. Menurut Bergson, bahwa manusia ini hidup bersama bukan oleh karena
persamaan, malainkan oleh karena perbedaan yang terdapat dalam sifat,
kedudukan dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa kenyataan hidup baru
terasa dengan perbedaan antara manusia masing-masing itu dalam
kehdupan bergolongan.
28
Selain itu Abdul Syani (1995:51) “Terbentuknya masyarakat dapat pula
didorong oleh kekuatan faktor sosial, yaitu toleransi, tolong menolong.
Toleransi merupakan sikap bersedia untuk mengalah atau menerima ide dan
pendirian pihak lain untuk suatu kompromi. Sebagai mahkluk sosial,
manusia dilahirkan sesudah mempunyai dua hasrat pokok, yaitu: (1) hasrat
untuk hidup bersama dengan manusia lain; (2) hasrat untuk bersatu dengan
suasana alam sekitarnya”.
2. 3 Masyarakat Tradisional
Menurut Subandi (2009:31) mengartikan bahwa masyarakat tradisional
sebagai suatu masyarakat yang:
a. Struktur fungsi produksi yang terbatas, cara-cara memproduksi yang
relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat
dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang
bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang berlaku secara turun-temurun.
Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan
secara sistematis dan teratur.
b. Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas perpekerja masih
sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagain besar dari sumber-sumber daya
masyarakat di gunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam
sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas
secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali.
c. Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerah-daerah dan di
pegang oleh tuan-tuan tanah berkuasa. Kebijakan-kebijakan dari
pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di
berbagai daerah tersebut.
Selain menurut Pasaribu, dkk (1982:141) mengatakan bahwa dalam
masyarakat tardisional pada umumnya sosial budaya dikuasai tradisi, adat dan
kepercayaan bukan dikuasai oleh hukum dan perundang-perundangan. Lapisan
yang ada dalam masyarakat akan tetap untuk selamanya, anak cucu seseorang
pada suatu lapisan masyarakat, akan mengikuti status orang tua dan nenek
moyangnya.
29
2. 4 Masyarakat Transisi
Menurut Pasaribu, dkk (1982:146-147) menjelaskan bahwa Dalam
masyarakat transisi pengaruh kebudayaan barat dianggap sebagai penyebab
timbulnya proses transisi kebudayaan barat yang datang menyentuh
masyarakat tradisional kerapkali melalui penduduk wilayah lalu menembus
pola-pola kehidupan dikalangan masyarakat tradisional menuju modernisasi.
Dalam sejarah kolonial dapat diamati dua jalan proses penebusan tersebut
yaitu: Pertama, penguasa kolonial untuk kepentingan sendiri melaksanakan
kebijaksanaaan-kebijaksaanaan yang langsung dirasakan oleh penduduk
setempat seperti antara lain pembuatan pelabuhan-pelabuhan, jalan-jalan
raya dan jembatan, kereta api, alat-alat komunikasi perkantoran dengan cara
administrasi barat. Penembusan melalui media teknologi ini mempunyai
pengaruh besar dalam penumbuhan dalam pemasaran hasil rakyat,
pembukaan daerah-daerah yang terisolir, timbulnya mata pencaharian baru,
pengalaman-pengalaman baru dalam berbagai bidang yang dulu tidak
dikenal, peralatan-peralatan baru dan menambah pergaulan masyarakat,
komunikasi dan pos serta media umum lainnya. Kedua, akibat makin
banyak orang-orang pribumi mengenal ide-ide dan metode barat melalui
pendidikan, pergaulan maupun media lainnya, sebagain dari meraka mulai
menentang konsep kolonialisme sendiri. Nilai-nilai hak asasi manusia
dalam hukum, pergaulan, politik dan ekonomi, mulai diresapinya yang
selama ini menjadi idam-idaman. Dari pendidikan dan latihan mereka
mendapat kemahiran dan keterampilan baru yang juga ingin digunakannya.
2. 5 Masyarakat Modernisasi
Menurut Pasaribu, dkk (1982:146) menjelaskan bahwa “Masyarakat
modern (futurist, developmentalis) berusaha agar anggota masyarakat
mempunyai pendidikan yang cukup tinggi-akademis. Pengamatan
menunjukkan bahwa golongan ini (1) mempunyai pandang luas-objektif
sebagai hasil yang diperoleh dari pendidikan di luar negeri. Tetapi sering
mereka lupa bahwa kondisi luar negeri tidak sama dengan kondisi dalam
negeri sehingga hal-hal yang berlaku di luar negeri. Diperlukan adaptasi dari
ilmu yang dipelajari. (2) dapat berantisipasi kemasa datang sebagai akibat
pengetahuan yang mereka miliki. Itulah sebabnya mereka dapat membuat
perencanaan yang menyeluruh. (3) perbaikan dilakukan dengan
mengintroduser norma sosial yang baru yang dapat menjawab tantangan
masa datang. Pengetahuan yang begitu luas serta pengalaman yang mereka
peroleh membuat mereka tidak sabar sehingga tidak jarang mengambil jalan
pintas dalam merubah masyarakat.
30
Sidi Gazalba (1983:235) mengungkapkan bahwa ciri-ciri manusia modern
sebagai berikut:
1. Siap-sedia untuk pengalaman baru dan keterbukaan terhadap inovasi dan
perubahan. Manusia tradisonal tidak suka menerima ide-ide baru, cara
merasa dan bertindak baru.
2. Pandangannya terhadap anggapan umum lebih demokratik, sadar akan
keragaman sikap dan anggapan.
3. Memandang kepada masa sekarang dan yang akan datang lebih daripada
masa lampau.
4. Perencanaan; manusia modern berorientasi dan terlibat dengan
perencanaan dan pengorganisasian dan percaya kepadanya sebagai cara
menangani kehidupan
5. “Efficacy” (Kemujaraban); mempercayai bahwa manusia dapat belajar
banyak sekali untuk menguasai lingkungannya guna kepentingan dan
tujuannya; ia lebih menguasai lingkungannya daripada lingkungannya
menguasainya.
6. Dapat memperhitungkan; ia percaya bahwa dunia ini dapat
diperhitungkan, bahwa orang-orang dan lembaga-lembaga lain di
sekelilingnya dapat diandalkan untuk memenuhi atau melakukan
kewajiban dan tanggungjawabya. Artinya ia mempercayai dunia yang
diatur oleh hukum di bawah kontrol manusia.
7. Martabat; ia sadar akan martabat orang-orang lain dan memperlihatkan
penghargaannya kepadanya. Hal ini jelas melalui sikapnya terhadap
wanita dan kanak-kanak.
8. Ia lebih percaya kepada ilmu dan teknologi, sekalipun dalam bentuknya
yang sederhana.
9. Keadilan yang terbagi; ia percaya bahwa hak itu menurut kewajiban dan
tidak menurut sekehendak hati, atau keistimewaan-keistimewaan
daripada orang yang tidak ada hubungan dengan sumbangan yang
diberikannya.
2. 6 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Soerjono Soekanto (2006:136-140) menjelaskan banwa dalam masyarakat
yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan dengan masyarakat
perkotaan rural community, dan urban community. Perbedaan tersebut sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana karena
dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-
31
pengaruh dari kota. Sebaliknya pada masyarakat bersahaja pengaruh dari kota
secara relatif tidak ada. Pembedaan antara masyarakat pedesaan dengan
masyarakat perkotaan, pada hakikatnya bersifat gradual. Agak sulit untuk
memberikan batasan apa yang dimaksudkan dengan perkotaan karena adanya
hubungan antara kosentrasi penduduk dengan gejala gejala sosial yang dinamakan
urbanisme.
Lebih
lanjut
Soerjono
Soekanto
(2006:136-140)
mengungkapkan
masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat
sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yang amat
kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta
mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya
atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai
masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung
jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam
masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
a. Warga pedesaan memiliki hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya.
b. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar kekeluargaan.
c. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian.
d. Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting.
32
e. Dari sudut pemerintahan, hubungan antara penguasa dan rakyat bersifat
informal.
f. Kehidupan keagamaan lebih kental.
g. Banyak berurbanisasi ke kota karena ada faktor yang menarik dari kota.
Masyarakat perkotaan atau urban community adalah masyarakat kota yang
tidak tertentu jumlah penduduknya. Tekanan pengertian “kota” lebih ditekankan
pada sifat serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu :
a. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan
keagamaan di desa.
b. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
bergantung pada orang lain. Hal yang penting disini adalah manusia
perorangan atau individu.
c. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan mempunyai
batas-batas yang nyata.
d. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa karena sistem
pembagian kerja yang tegas tersebut diatas.
e. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan,
menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada
faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
33
f. Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor
waktu, sehingga pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting,
untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan individu seorang individu.
g. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena
kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
2. 7 Masyarakat Pesisir
Menurut Maria, dkk (2012:12) menjelaskan bahwa “Masyarakat pesisir
memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan kelompok masyarakat
yang lain. Sebagaimana lazimnya, suatu komunitas memiliki nilai budaya
tersendiri yang dipahami oleh masyarakatnya dalam membentuk tindakan seharihari. Faktor ekologi sangat berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan seharihari.
Pada konteks sosiologis, menurut Hasanuddin (dalam Maria, dkk 2012:13)
mengatakan bahwa “Penduduk atau masyarakat yang menghuni kawasan pesisir,
ditilik dari besaran populasi, perbedaan mata pencaharian dan sumber
penghidupan dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis satuan sosial yang
kerapkali menjadi satuan administrasi pemerintahan, yaitu: (1) desa pesisir tipe
bahan makanan, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani sawah; (2) desa pesisir tipe tanaman industri,
yaitu
desa-desa
yang
sebagian
besar
atau
seluruh
penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani tanaman industri; (3) desa pesisir tipe
nelayan/empang/tambak, yaitu desa-desa yang sebagian besar atau seluruh
34
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, petambak, dan pembudidaya
perairan; dan (4) desa pesisir tipe niaga dan transportasi, yaitu desa-desa yang
sebagian besar atau seluruh penduduknya bermatapencaharian sebagai pedagang
antar pulau dan penyedia jasa transportasi antar wilayah (laut).
Selain itu menurut Jony Purba (2005:36) mengungkapkan bahwa golongan
masyarakat pesisir yang dianggap paling banyak memanfaatkan hasil laut dari
potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya.
Masyarakat-masyarakat telah bermukim secara tetap di daerah-daerah yang
mudah mengalami kontak-kontak dengan masyarakat-masyarakat lain. Sistem
ekonomi mereka tidak dapat dikategorikan masih berada pada tingkat substansi
sebaliknya sudah masuk kesistem perdagangan, karena hasil laut yang mereka
peroleh tidak dikonsumsi sendiri, tetapi didistribusikan dengan imbas ekonomis
kepada pihak-pihak lain. Sungguhpun hidup dengan memanfaatkan sumberdaya
perairan, namun sebenarnya mereka lebih banyak menghabiskan kehidupan sosial
budayanya di daratan.
35
Download