Penciptaan Komposisi Musik Baru Sebagai Alternatif

advertisement
Seediscussions,stats,andauthorprofilesforthispublicationat:https://www.researchgate.net/publication/291766445
PenciptaanKomposisiMusikBaruSebagai
AlternatifDalamMeningkatkanKreativitasdan
PengalamanMusikalMahasiswaPGSD
CONFERENCEPAPER·NOVEMBER2012
DOI:10.13140/RG.2.1.3250.2807
1AUTHOR:
JuliaUniversitasPendidikanIndonesiaKampus…
10PUBLICATIONS0CITATIONS
SEEPROFILE
Availablefrom:JuliaRetrievedon:25January2016
Penciptaan Komposisi Musik Baru Sebagai Alternatif Dalam
Meningkatkan Kreativitas dan Pengalaman Musikal Mahasiswa PGSD
Julia
Universitas Pendidikan Indonesia
Kampus Sumedang
Abstrak
Tulisan ini mendeskripsikan tentang pembelajaran pendidikan seni musik pada
mahasiswa PGSD. Pengkajian dilatarbelakangi oleh masalah mahasiswa PGSD
yang secara umum tidak memiliki kompetensi musikal, sehingga diperlukan suatu
alternatif pembelajaran yang relatif cepat dalam meningkatkan kreativitas dan
pengalaman-pengalaman musikal mereka. Metode pengumpulan data dilakukan
melalui pengamatan langsung terhadap pembelajaran mata kuliah pendidikan
seni musik selama satu semester. Berdasarkan hasil kajian diperoleh kesimpulan
bahwa pembelajaran seni musik melalui penciptaan komposisi musik baru dapat
menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kreativitas dan pengalaman
musikal mahasiswa PGSD, karena dalam penggarapan komposisi musik
diperlukan imajinasi dan pemikiran-pemikiran kreatif.
Kata kunci: komposisi, musik baru, kreativitas, pengalaman musikal.
Pendahuluan
Masalah yang muncul dalam proses pembelajaran musik di jurusan
atau program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di UPI
Kampus Sumedang antara lain sulitnya menentukan materi musik yang
tepat bagi mahasiswa berhubung kompetensi musik yang dimiliki mereka
pada umumnya sangat minim. Jangankan menguasai unsur-unsur musik
seperti ritmik dan tangga nada, memperoleh pengalaman musikal pun
mayoritas sangat kurang, sehingga pada saat dilakukan tes bakat dan
wawasan musik pada awal perkuliahan, pada umumnya tidak tahu
banyak tentang istilah-istilah musik baik istilah dalam musik daerah
(karawitan) maupun musik barat, tidak tahu pasti maksud dari istilah
musik yang sudah dikenal, tidak dapat membaca notasi baik notasi
daerah setempat (damina) maupun notasi barat (not balok), kurang
memiliki kepekaan rasa musikal sehingga kurang baik dalam
melantunkan melodi lagu, dan pada umumnya kurang terampil dalam
bernyanyi bahkan lagu-lagu daerah setempat pun tidak dikuasai.
Kondisi di atas kiranya cukup untuk ditafsirkan bahwa pada
umumnya mahasiswa tidak mendapatkan pengalaman musikal yang
memadai yang dapat menumbuhkembangkan kompetensi musikal
mereka. Padahal, kemampuan dasar musik dapat dilatih sejak usia dini
melalui pengalaman-pengalaman musik yang alamiah dari lingkungan
keluarga, masyarakat maupun sekolah. Seperti dituturkan oleh Dieter
Mack (2010:9), bahwa dalam proses belajar musik, kegiatan menyanyi dan
menari/bergerak merupakan alat paling dasar untuk mengembangkan
representasi-representasi musikal sejati. Dengan demikian, dangkalnya
kompetensi musik dapat disebabkan karena minimnya melakukan
kegiatan-kegiatan yang bersentuhan dengan unsur musik seperti
bernyanyi dan menari sejak kecil, karena menari pun alat dasar untuk
merasakan unsur-unsur musik.
Bahkan dalam penelitian psikologi musik, anak-anak usia
prasekolah sudah bisa dilatih dengan pengalaman-pengalaman musikal
karena dalam usia tersebut anak sudah bisa merespon terhadap suara atau
bunyi-bunyian, belajar mengenal pitch nada, dan belajar ritmik-ritmik
sederhana. Sementara pada tingkat Sekolah Dasar (SD), kompetensi musik
mulai berkembang pada tahapan mengapresiasi konsep konsonan dan
disonan, mengembangkan lagu dalam tonalitas, pengembangan ritmik
dan melodi, dan merasakan harmonisasi. Maka dari itu, bagaimana
kompetensi musik anak-anak SD bisa berkembang, jika mahasiswa PGSDnya pun sebagai calon pendidik mereka, tidak memiliki kompetensi
musikal, sehingga tidak tahu apa yang harus dilakukan terhadap anak
didik mereka supaya kemampuan musikalnya berkembang. Akibatnya
seringkali anak didik dibiarkan saja tidak dibekali dengan kompetensikompetensi musikal.
Untuk membentuk mahasiswa PGSD yang notabene dinilai agak
telat dalam mendapatkan kompetensi dan pengalaman musikal supaya
kemampuan musiknya meningkat dan pengalaman musiknya bertambah,
maka telah diupayakan suatu konsep pembelajaran musik melalui jalur
penciptaan komposisi musik baru (kontemporer) sebagai alternatif dalam
penambahan dan pengembangan pengalaman-pengalaman musikal
termasuk untuk memicu dan memancing sisi-sisi kreativitasnya. Untuk
itu, tulisan ini merupakan pendeskripsian dari pembelajaran seni musik
yang telah dilakukan pada program studi PGSD UPI Kampus Sumedang,
sehingga sumber data pun adalah mahasiswa PGSD semester genap yang
dikaji melalui pengamatan langsung selama satu semester.
Komposisi Musik Baru dan Kompetensi Musikal
Persoalan yang dipaparkan dalam bahasan ini yakni apakah secara
teoretis mempelajari komposisi musik baru dapat meningkatkan
kompetensi musikal mahasiswa? Jawaban atas pertanyaan ini setidaknya
dapat dijelaskan melalui beberapa hal berikut.
Komposisi Musik Baru sebagai Kegiatan Kreasi Seni Batiniah
Sama halnya dengan menciptakan jenis-jenis musik lainnya atau
karya-karya seni pada umumnya, menciptakan komposisi musik baru
pada dasarnya adalah kegiatan kreasi seni yang bersifat batiniah.
Soehardjo (2005:174) menerangkan bahwa perangkat batiniah ini terdiri
dari rangkaian kegiatan yang kinerjanya berupa pembentukan ide-seni.
Hal inilah yang tidak bisa lepas dari proses menciptakan komposisi baru,
yakni menghadirkan gagasan-gagasan melalui alam pikir sehingga
terbentuklah ide-ide seni. Sementara itu, kehebatan ide seni dapat
terbentuk sesuai dengan pengalaman dan latarbelakang budaya
pemikirnya, sehingga sebenarnya, karya yang terbentuk merupakan
perwujudan dari pengalaman-pengalaman musikal terdahulu yang
pernah didapatkan dari seluruh rangkaian kehidupannya.
Hanya saja, karena ditambah dengan pengalaman-pengalaman
baru, maka karya yang diciptakan berupaya untuk muncul pula dalam
bentuk yang relatif baru, yakni baru dalam pengertian sesuai dengan
kemampuan penciptanya dalam membuat kebaruan. Artinya, karena
pengalaman setiap orang berbeda-beda, maka baru menurut kita belum
tentu baru menurut orang lain, dan sebaliknya, baru menurut orang lain
belum tentu baru di hadapan kita. Dieter Mack (2004:42) mengatakan,
setiap manusia adalah individu, dan individualitas ini senantiasa bisa
dituangkan ke dalam proses menciptakan sebuah karya seni yang bisa
berdiri sendiri. Oleh sebab itu, semakin dalam pengalaman dan keluasan
wawasan seseorang, maka semakin unik dan berbeda pula karya yang
dapat diciptakan.
Sampai di sini, nampaknya sudah dapat ditarik kesimpulan bahwa
menciptakan komposisi baru tidak dapat lepas dari kompetensi musikal
karena mencipta merupakan bagian dari keterampilan dalam seni musik.
Semakin bagus dan berbeda dari karya yang telah ada, serta unik dan
menarik karya musik yang diciptakan, maka semakin kompeten pula
penciptanya dalam dunia seni musik.
-
-
Komposisi Musik Baru sebagai Kegiatan Kreasi Seni Lahiriah
Jika kegiatan kreasi seni batiniah terletak pada rangkaian
pembentukan ide-seni, maka kegiatan kreasi seni lahiriah menurut
Soehardjo (2005:174) adalah rangkaian mewujudkan ide-seni tersebut.
Kegiatan mewujudkan ide-seni tersebut dilakukan melalui serangkaian
aktivitas yang melibatkan fisik atau anggota badan, seperti mencari atau
memilih alat-alat yang akan digunakan, menentukan siapa saja pemain
yang akan dilibatkan, dan lain-lain. Yang mana aktivitas-aktivitas tersebut
merupakan kunci utama dalam mewujudkan suatu karya yang diinginkan
oleh penciptanya. Artinya, demi mewujudkan suatu bentuk karya musik
yang masih berada dalam dunia ide penciptanya, diperlukan sejumlah
perjuangan yang sudah pasti melibatkan aktivitas-aktivitas lahiriah
supaya karya yang terlahir ke dunia fisik benar-benar sesuai dengan yang
diharapkan, atau setidaknya mirip dan tidak meleset dari segala sesuatu
yang dirancang dalam dunia ide.
Maka dari itu, setidaknya ada dua mazhab komponis yang
berupaya melakukan aktivitas-aktivitas lahiriah demi menciptakan suatu
karya musik yang relatif baru. Mazhab pertama, yakni komponis yang
mencari kebaruan dengan cara menciptakan alat-alat musik yang baru
atau menggabungkan alat-alat musik, sehingga didapatkan warna bunyi
baru, namun gramatika musiknya bisa relatif baru dan bisa juga tidak
baru. Hal ini pernah diutarakan oleh Iwan Gunawan (2009), bahwa
bagi pemahaman sebagian orang, musik kontemporer selalu dikaitkan
dengan konsep penggunaan alat musiknya. Yang paling trend adalah ketika
suatu karya musik menggunakan campuran alat “modern” dan
“tradisional” dapat memberi penegasan bahwa itulah musik kontemporer.
Walaupun pada kenyataannya banyak karya musik kontemporer
menggunakan campuran alat musik seperti yang disebutkan di atas, akan
tetapi konsep atau ide dengan campuran alat musik tersebut sebenarnya
belum dapat menjamin bahwa karya musik tersebut adalah musik
kontemporer.
Mazhab kedua, yaitu komponis yang mencari kebaruan dengan
mengeksplorasi bunyi dari alat yang sudah ada, sehingga berupaya
mencari gramatika musik yang benar-benar baru dan segar. Bagi para
pencari kebaruan sejati, konsep kedua ini lebih berarti bila dibandingkan
dengan konsep yang pertama, karena konsep ‘baru’ bukan berarti harus
mengkolaborasikan atau menghadirkan alat-alat baru, tapi justru hadir
dari konsep garap musiknya sebagai representasi dari penghayatan dan
pemikiran segar penciptanya.
Komposisi Musik Baru sebagai Media Kreativitas
Widjaja (2011) memaparkan bahwa musik kontemporer dapat
dikenali dengan beberapa ciri yang hampir senantiasa melekat dalam
kehadirannya, yakni sebagai berikut.
-
Judul: Karya musik kontemporer lazim menggunakan judul yang aneh dan
bahkan asing... Tema: Dalam musik yang lazim dikenal, tema yang diangkat
umumnya berkisar pada cinta, duka, gembira. Musik kontemporer
mengusung tema yang seringkali “baru”... Instrumentasi: Dalam musik
kontemporer, bukan hanya instrumen musik yang lazim dikenal saja,
melainkan juga digunakan benda-benda yang menghasilkan bunyi...
Partitur: Untuk musik kontemporer, notasi balok dan/atau angka, tidaklah
cukup. Konsep musik dalam musik kontemporer seringkali harus disertai
petunjuk yang detail tentang gambaran bunyi dan cara memproduksi bunyi
tersebut... Teknik garapan: Seringkali, komponis musik kontemporer
membuat sendiri tata gramatika dan idiom musiknya. Juga susunan dan
struktur harmoni yang baru. Ide garapan dapat saja menggunakan idiom
dan tata gramatik musik tradisi....
Berdasarkan paparan di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa
membuat komposisi musik baru tidaklah sederhana, namun justru
terkesan lebih menantang karena menuntut karya yang benar-benar baru
dalam segala hal, mulai dari penjudulan, penggunaan alat, sampai pada
gramatika musiknya. Iwan Gunawan (2009) menegaskan, istilah
kontemporer yang melekat pada kata “musik” itu bukanlah menjelaskan
tentang jenis (genre), aliran atau gaya musik, akan tetapi lebih spesifik
pada sikap atau cara pandang senimannya yang tentunya tersirat dalam
konsep serta gramatik musiknya yang memiliki nilai-nilai “kekinian”.
Dengan demikian, menciptakan musik baru memerlukan kreativitas yang
disertai dengan ide-ide segar sehingga menjelma menjadi bentuk karya
yang relatif baru. Maka dari itu, idealnya pemain dan pencipta musik
baru adalah mereka para musisi atau komposer profesional yang sudah
biasa berkecimpung dalam dunia musik, sehingga akan menjadi luarbiasa
jika kalangan amatir mampu membuat atau memainkan karya-karya
musik baru.
Penciptaan Komposisi Musik Baru
Dalam pelaksanaan penciptaan komposisi musik, ada dua tahapan
utama yang dilalui, yaitu tahap proses penciptaan dan penyajian produk.
Proses Penciptaan
Pada tahap ini pembelajaran terbagi ke dalam beberapa tahapantahapan kegiatan sebagai berikut.
-
1. Pengayaan Unsur Dasar Musik
Pada tahap ini, mahasiswa diberikan pemahaman ihwal unsur dasar
musik yang urgen untuk dikuasai, yakni ritmik dan tangga nada.
Pembelajaran mengenai ritmik dilaksanakan selama empat kali
pertemuan dari pertemuan kesatu sampai keempat. Sasaran dalam
pembelajaran ini adalah mahasiswa dapat membaca ritmik dengan tepat
dan merasakan durasi dari tiap ritmik yang dipelajari dengan cara
membaca notasi balok. Dalam tahap ini pembelajaran ritmik masih
bersifat netral, artinya ritmik tidak dicampuri dengan tingkatan-tingkatan
nada seperti do-re-mi, namun menggunakan suku kata yang berbedabeda, bisa berupa kata-kata bebas atau berupa hitungan-hitungan,
sehingga penulisan ritmik pun belum menggunakan garis paranada,
namun hanya menggunakan garis tunggal (percussion line) saja yang
terbagi ke dalam beberapa bar dalam birama 4/4. Contohnya seperti
berikut.
Contoh 1
Contoh 2
Sementara pembelajaran tentang tangganada dilaksanakan selama
tiga kali pertemuan setelah pembelajaran ritmik selesai, yakni dari
pertemuan kelima sampai ketujuh. Sasaran dalam pembelajaran
tangganada ini adalah agar mahasiswa dapat merasakan perbedaan
interval-interval nada, membunyikan nada secara tepat, dan mengisi
ritmik-ritmik dengan nada-nada. Artinya, mahasiswa dituntut untuk
mengaplikasikan nada ke dalam not balok. Hanya saja, pembelajaran ini
masih bersifat sederhana sehingga pengaplikasian nada belum diterapkan
pada garis paranada, tapi masih menggunakan garis tunggal. Tangganada
yang digunakan adalah tangganada fentatonis atau da-mi-na-ti-la. Ini
dimaksudkan supaya mahasiswa lebih mengenal tonalitas musik daerah
sendiri walaupun pembelajarannya hanya sesaat. Berikut contoh dari
pengembangan pola ritmik di atas yang mulai di isi dengan nada-nada
da-mi-na-ti-la.
Contoh 3
Contoh 4
2. Demonstrasi
Pada tahap ini didemonstrasikan beberapa kebutuhan mendasar untuk
membuat komposisi musik baru melalui dua kegiatan pembelajaran yang
terdiri atas kegiatan eksplorasi bunyi dan teknik garap. Tahap ini cukup
dilakukan satu pertemuan saja, yakni pada pertemuan ke sembilan
(setelah UTS membaca ritmik dan tangganada). Berikut paparan bentuk
aktivitas dari masing-masing kegiatan.
a. Eksplorasi Bunyi
Eksplorasi bunyi dilakukan dengan cara mencoba mengeskplor bunyibunyi yang bisa dihasilkan dari media sebagai bahan alat musik yang
tersedia di kelas dan media yang sengaja dihadirkan ke kelas melalui
penugasan ke mahasiswa. Media ini terdiri atas benda-benda yang
tersedia di lingkungan sekitar sehingga mudah didapatkan dimana saja,
misalnya botol minuman, kentongan, gelas, piring, galon, ember, dan lainlain. Beberapa hal yang dipelajari di sini adalah bagaimana potensi bunyi
yang dapat dihasilkan oleh masing-masing alat atau media, seperti
bagaimana jenis-jenis bunyi yang bisa dihasilkan, bagaimana karakter
bunyi yang dihasilkan, dan bagaimana teknik memainkannya supaya
didapatkan aneka bunyi. Mahasiswa juga mencoba mengeskplor bunyibunyi dari media yang dibawanya. Di sini mahasiswa mulai
diperkenalkan pada bunyi-bunyi yang atonal, sehingga mereka bebas
untuk mengekspresikan imajinasinya tanpa harus memikirkan lagi
tonalitas yang notabene masih mentah dikuasai.
b. Teknik Garap
Pada tahap ini mahasiswa diberikan dasar-dasar untuk membuat
komposisi melalui penulisan sistem notasi. Persoalan yang muncul adalah
terkadang mereka bingung harus mulai dari mana, bagaimana cara
menghapal komposisi, dan bagaimana cara membagi-bagi tugas kepada
para pemain musiknya. Penyelesaian terhadap masalah tersebut
dilakukan dengan cara-cara berikut. Pertama, mahasiswa dibagi ke dalam
beberapa kelompok atau dibuat menjadi musik ensemble. Kedua, diberikan
contoh pengkomposisian yang diperjelas dan sekaligus diperkenalkan
pada tema musik, layer musik, tempo dan dinamika. Setiap alat yang
digunakan ditulis ke dalam garis tunggal sehingga banyaknya garis
bergantung pada banyaknya alat. Penulisan dengan mengunakan simbol
not balok dan simbol-simbol bebas disesuaikan dengan bentuk komposisi
yang dibuat. Jika komposisi berbentuk metris atau memiliki ketukanketukan tetap dan memiliki tonalitas, maka digunakan simbol not balok,
namun jika komposisi berbentuk bunyi-bunyi bebas atau atonal, maka
digunakan simbol-simbol bebas. Ketiga, mahasiswa mencoba menyajikan
komposisi musik yang telah dibuat ke dalam bentuk notasi. Pada tahap
menyajikan ini tidak terlalu bermasalah sebab mahasiswa telah dibekali
dengan pemahaman bagaimana cara membaca ritmik di awal pertemuan,
dan tentunya karena komposisinya masih bersifat sangat sederhana.
Berikut contoh penggalan penulisan komposisi musik yang dibuat pada
tahap ini.
Contoh 5
Melalui salah satu contoh komposisi di atas, mahasiswa diarahkan
untuk membaca ritmiknya dengan cara mengaplikasikannya secara
bergiliran pada media bunyi yang mereka bawa. Tahapannya adalah
membaca dengan tepat, kemudian diolah dengan menggunakan berbagai
tempo dan dinamika. Dengan demikian, mahasiswa dapat secara
langsung memahami konsep musik, dan merasakan unsur-unsur musik,
bahkan dapat memberikan ide-ide untuk membuka ruang imajinasinya
sehingga muncul potensi-potensi bentuk musik lainnya, setidaknya
bentuk musik yang baru dalam pengalaman musikal mereka.
3. Penggarapan
Tahap ini merupakan tahap pengaplikasian dari wawasan dan
pengalaman yang diperoleh dari pertemuan kesatu sampai kesembilan
dan ditunjang oleh pengalaman-pengalaman musikal sebelumnya. Di sini
pula yang menentukan tingkat kreativitas dan imajinasi dalam membuat
komposisi musik dari tiap individu yang tergabung ke dalam beberapa
kelompok. Penggarapan dilaksanakan selama lima kali pertemuan, yaitu
dari pertemuan ke-11 sampai ke-15. Dalam penggarapannya setiap
kelompok menyebar ke luar kelas sehingga tidak mengganggu proses
pembuatan antara satu dengan yang lainnya, dan di setiap akhir jam
pelajaran dilakukan evaluasi terhadap seluruh kelompok. Evaluasi ini
lebih bersifat merapihkan tidak bersifat mengubah keorisinalitasan karya
mahasiswa. Beberapa hal yang menjadi objek pembenahan antara lain
masalah kekompakan, ketepatan saat dalam membunyikan alat sesuai
dengan notasi yang dibuat, atau ada juga yang dibenahi notasinya karena
tidak sesuai dengan pola ritmik yang diharapkan, dan penegasan
pengolahan ekspresi seperti dinamika bunyi supaya karya lebih hidup
dan dinamis. Kematangan karya terbukti sangat ditentukan pula oleh
intensitas latihan kelompok di luar jam kuliah.
- Penyajian Produk
Ini merupakan tahap final dalam dua tahapan utama setelah tahap proses
penciptaan. Aktivitas yang dilakukan di sini adalah setiap kelompok
menyajikan hasil karya cipta mereka. Penyajian ditata ke dalam satu
bentuk pertunjukan kecil di dalam kelas dengan dibumbui oleh dekorasi
sederhana, kostum sederhana, dan di apresiasi oleh kelompok-kelompok
lainnya. Ini juga merupakan suatu pembelajaran bagi mahasiswa tentang
bagaimana mempersiapkan sebuah pertunjukan, dari mulai persiapan
yang bersifat fisik atau material sampai pada persiapan mental. Berikut
dokumentasi pada kegiatan pertunjukan tersebut.
Gambar 1
Penyajian Komposisi Musik Hasil Karya Mahasiswa
Gambar 2
Penyajian Komposisi Musik Hasil Karya Mahasiswa
Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan di atas dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut. Pertama, penciptaan komposisi musik baru
dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kreativitas dan
pengalaman musikal mahasiswa PGSD, karena dalam penggarapan
komposisi musik diperlukan imajinasi dan pemikiran-pemikiran kreatif,
serta dituntut melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Kedua,
konsep penggunaan alat musik dari media yang bebas dan tersedia di
lingkungan sekitar lebih cocok bagi mahasiswa PGSD yang notabene
mayoritas tidak dapat memainkan alat musik, sementara jika belajar alat
musik tidak akan efektif karena waktu yang dibutuhkan relatif lama, dan
alat musik yang tersedia senantiasa terbatas jumlahnya. Ketiga, konsep
penggarapan musik ensemble dapat meningkatkan pula aspek kerjasama
di antara mahasiswa, karena karya musik terbentuk atas kerja bersama
dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya.
Daftar Pustaka
Gunawan, Iwan. (2009, 7 Juni). Musik Kontemporer Di Daerah Sunda
Sebagai Upaya Pengembangan Musik Lokal Yang Berwawasan
Global.
Artikel
diposting
ke
http://onesgamelan.wordpress.com/2009/06/07/musik-kontemporerdi-daerah-Sunda-sebagai-upaya-pengembangan-musik-lokal-yangberwawasan-global. [29 Oktober 2012].
Mack, Dieter. (2004). Musik Kontemporer & Persoalan Interkultural. Tanpa
tempat. Penerbit: Arti.
Mack, Dieter. (2010). Pendidikan Seni: Representasi Mental serta Konteks
Budaya. Dalam Narawati, T & Masunah, J (Ed). (2010). Quo Vadis
Seni Tradisional V: Meningkatkan Pemahaman Silang Budaya Melalui
Pendidikan Seni. Bandung: Prodi Pendidikan Seni SPs UPI.
Soehardjo, A. J. (2005). Pendidikan Seni Dari Konsep Sampai Program.
Malang: Balai Kajian Seni dan Desain Jurusan Pendidikan Seni dan
Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Widjaja, M. G. (2011, 19 Januari). Sekilas Musik Kontemporer di Indonesia.
Kompasiana
[online],
kolom
hiburan.
Tersedia:
http://hiburan.kompasiana.com/musik/2011/01/19/sekilas-musikkontemporer-di-indonesia. [28 Oktober 2012].
Makalah disajikan dalam seminar internasional (Forum Ilmiah VIII)
“Innovative Ideas in the Study of Language, Literature, Arts, and their
Learning” pada tanggal 20 November 2012
di FPBS UPI Bandung
Download